Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 25

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 25
Bagian 25

Dengan jurus kedua ini badan Toan pit Lian melayang turun. sedangkan badan Lam Kiong hujin melesat ke atas, mengarahkan serangannya pada kepala Toan pit Lian.

Toan pit Lian tidak gugup, Cepat-cepat ia berjungkir balik ke belakang. Pada saat bersamaan ia mengeluarkan jurus Giok Lisan Hoa (Gadis Cantik Menaburkan Bunga).

Ujung selendangnya bergerak gemulai mengarah pada tangan Lam Kiong hujin. Terkejut juga Lam Kiong hujin mendapat serangan balasan itu segeralah ia mengeluarkan jurus Kiu Liong coh Cu (sembilan Naga Merebut Mutiara).

Mendadak toya Lam Kiong hujin berkelebat- kelebat menyerang Toan pit Lian. putri Tayli ini memang terkejut akan serangan itu, namun ia tidak gugup sama sekali. Lagipula Tio Cie Hiong pernah memberi petunjuk padanya mengenai ilmu selendangnya.

Di saat toya Lam Kiong hujin berkelebat- kelebat menyerangnya, ia cepat-cepat menangkis dengan jurus sian Li Hia Hoam (Bidadari Turun Dari Kahyangan).

Tiba-tiba selendangnya bergerak cepat tapi lemas, menggulung toya Lam Kiong hujin, membuat toya itu terkunci. Lam Kiong hujin berdiri di tempat sambil tersenyum lembut, begitu pula Toan pit Lian.

"Maaf, Bibi" ucap Toan pit Lian.

"Bagus" Lam Kiong hujin tertawa gembira. "Aku tidak menyangka ilmu selendangmu begitu hebat. Engkau telah menyambut tiga jurus seranganku, maka engkau telah lulus uji."

"Pit Lian..." seru Lam Kiong Bie Liong girang.

Toan pit Lian cuma tersenyum, tapi diam-diam ia sangat berterima kasih pada Tio Cie Hiong yang telah memberi petunjuk padanya mengenai ilmu selendangnya. Kalau tidak, mungkin sulit baginya untuk menyambut tiga jurus serangan tadi.

"Terima kasih atas kemurahan hati Bibi," ujarnya kepada Lam Kiong hujin.

"Engkau harus tahu, ketiga jurus serangan itu merupakan jurus-jurus andalan ilmu toyaku." ujar Lam Kiong hujin memberitahukan. " Engkau bisa menyambut serangan-serangan itu dan sekaligus balas menyerang, pertanda kepandaianmu sudah tinggi. Boleh kutahu, siapa gurumu?"

Guruku adalah Ang Kinsian Li," jawab Toanpit Lian. "Guruku tidak pernah datang di Tionggoan."

"oooh" Lam Kiong hujin manggut-manggut, lalu ujarnya sambil tersenyum lembut,

Engkau harus tahu, setelah lolos uji, maka dirimu telah terikatjodoh dengan putraku." "selamat, Kakak Lian" seru Gouw sian Eng girang. "Selamat, Kakak Lam Kiong"

"Adik" Toan Wie Kie tersenyum.

"saudara Lam Kiong, kuucapkan selamat pada kalian berdua."

"Terimakasih Terima kasih" ucap Lam Kiong Bie Liong dengan wajah cerah. "Terimakasih..." "ohya" Lam Kiong hujin mengeluarkan sebuah giok. kemudian diberikanpada Toanpit Lian.

"Ini adalah giok pusaka keluarga Lam Kiong, kini kuberikan padamu sebagai tanda perjodohan kalian."

"Terimakasih, Bibi" ucap Toan pit Lian sambil menerima giok pusaka itu.

"Jadi kalian tinggal di sini beberapa hari, tentunya kalian mau berangkat ke Tayli. Ya, kan?" tanya Lam Kiong hujin lembut.

"Ya, Ibu." Lam Kiong Bie Liong mengangguk.

"Pit Lian," pesan Lam Kiong hujin. "sampaikan salamku pada kedua orangtuamu. Apabila kalian berdua sudah bersepakat untuk melangsungkan pernikahan, barulah aku berangkat ke Tayli"

"Ya, Bibi" Toan pit Lian manggut -manggut.

"Nah, kalian mengobrollah Aku mau ke kamar," ujar Lam Kiong hujin lalu melangkah menuju ke kamarnya.

"Wie Kie, kepandaian ibumu tinggi sekali," ujar Toan pit Lian kagum.

Kepandaianmu juga tinggi" Lam Kiong Bie Liong memandangnya kagum. "Itu sungguh di luar dugaanku melihat engkau mampu balas menyerang." "Terus terang," ujar Toan pit Lian memberitahukan.

"Pek Ih sin Hiap pernah ke Tayli. Dia pernah memberi petunjuk padaku mengenai ilmu selendangku. Kalau tidak. mungkin aku tidak sanggup menyambut tiga jurus serangan ibumu."

"Oh?" Lam Kiong Bie Liong tertawa gembira.

"Adik Hiong telah membantuku, aku harus berterima kasih padanya."

"Dia pun memberi petunjuk padaku mengenai ilmu kipasku," sela Toan wie Kie.

"Cie Hiong memang luar biasa. Keksu kami dan guruku pernah bertanding dengan dia...."

"Guruku pun pernah memperlihatkan ilmu selendang pada Kakak Hiong, kemudian Kakak Hiong meniup suling." ujar Toan Pit Lian.

"Pada waktu itu, guruku juga ikut bergerak. terpengaruh oleh suara suling itu, akhirnya...," Toan wie Kie tertawa geli. "Guruku dan guru adikku berpeluk-pelukan."

"Kenapa begitu?" tanya Lam Kiong Bie Liong keheranan.

"Sesungguhnya guruku dan guru adikku merupakan sepasang kekasih. Namun mereka berdua tidak pernah saling mengalah dalam hal ilmu silat, maka sering bertanding dan cekcok, sehingga membuat keduanya tidak terangkapjadi suami isteri. Akan tetapi, setelah mendengar suara suling itu, mereka pun tersadar akan kesalahan masing-masing. Dan...."

Langsung berpeluk-pelukan. Begitu, kan?" sela Lam Kiong Bie Liong tersenyum. "Aku sama sekali tidak tahu, Adik Hiong mahir meniup suling."

"Benar" Toan wie Kie manggut-manggut.

"Aku justru masih merasa heran, dia mampu menyadarkan orang melalui suara sulingnya. Aku masih bingung, padahal dia sama seperti kita."

"Memang sama" sahut Lam Kiong Bie Liong sambil tersenyum. "Tapi kecerdasan berbeda." "Itu benar," sela Gouw sian Eng.

"Ketika dia masih kecil, dia sudah mampu memberi petunjuk padaku mengenai ilmu pedang, sehingga sam Gan sin Kay, ayah dan kakekku menyebutnya sebagai anak sakti"

"oooh" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "Mungkin itu bakat alam."

"Memang bakat alam." Toan wie Kie mengangguk.

"ohya, mari kita makan dulu" ajak Lam Kiong Bie Liong. Mereka berempat lalu berjalan ke dalam. Para pelayan langsung sibuk menyiapkan berbagai macam hidangan dan minuman. Tak lama Lam Kiong hujin muncul sambil tersenyum lembut dan ramah. Wanita itu tampak gembira sekali.

Tiga hari kemudian, Toan wie Kie, Toan pit Lian, dan Gouw sian Eng berpamit pada Lam Kiong hujin.

"Bibi, kami mohon pamit untuk pulang keTayli." ujar Toan wie Kie.

"Baiklah." Lam Kiong hujin manggut-manggut. "Apabila adikmu dan putraku sudah ada kesepakatan untuk melangsungkan pernikahan,- maka...,"

"Pasti ada yang mewakili kedua orang tua kami untuk kemari membicarakan hal tersebut," sambut Toan wie Kie.

"Ngm" Lam Kiong hujin tersenyum. "Setelah itu, aku juga akan ke Tayli untuk melamar adikmu." "Pasti kusampaikan pada kedua orangtua kami," ujar Toan wie Kie.

"sampaikan salamku pada kedua orangtua- mu" pesan Lam Kiong hujin dan kemudian menoleh ke arah Gouw sian Eng.

"sian Eng, tentunya engkau pun ikut ke Tayli, bukan?"

"Ya, Bibi." Gouw sian Eng mengangguk.

"Jangan lupa beritahukan pada ayahmu" pesan Lam Kiong hujin.

"Ya, Bibi." Gouw sian Eng mengangguk lagi.

Setelah itu mereka berempat langsung berangkat ke rumah Gouw Han Tiong dengan menunggang kuda. Dua hari kemudian sudah sampai, Gouw sian Eng memberitahukan pada ayahnya, bahwa ia hendak pergi ke Tayli.

"Ayah pasti mengizinkan." sahut Gouw Han Tiong sambil tersenyum. Mendadak Tui Hun Lojin berbisik-bisik pada Gouw Han Tiong.

"Ya" Gouw Han Tiong manggut-manggut sambil tersenyum.

Hal itu sangat mengherankan Gouwsian Eng. Begitu pula Toan wie Kie, sehingga memandang Gouw sian Eng dengan heran. Gadis itu menggeleng kepala pertanda ia tidak tahu apa yang dibisikkan kakeknya.

"Wie Kie" Gouw Han Tiong memandangnya.

"Ya, Paman." sahut Toan Wie Kie cepat.

"Terus terang, aku ingin menguji kepandaianmu," ujar Gouw Han Tiong kepada Toan wie Kie sambil tertawa.

"Tentunya engkau tidak menolak. bukan?"

"Paman...," Toan wie Kie merasa tidak enak harus bertanding dengan calon mertuanya. .

"jangan ragu" desak Gouw Han Tiong.

"Ayah" Gouw sian Eng tertawa kecil. "Apa-kah keluarga kita punya kebiasaan aturan ini?"

"Tentu tidak." Gouw Han Tiong tersenyum. "Ayah hanya ingin menguji kepandaiannya. Boleh, kan?"

"Heran" gumam Gouw sian Eng. "Beberapa hari lalu, Kakak Lian juga diuji oleh Lam Kiong hujin. Kini ayah ingin menguji Kakak Kie, jangan-jangan Ayah telah ketularan peraturan keluarga Lam Kiong"

"Keluarga Lam Kiong memang punya peraturan tersebut, namun ayah hanya sekedar ingin menguji saja," ujar Gouw Han Tiong sambil tertawa. "Wie Kie, ayolah"

"Kakak Kie, lawan saja ayahku" ujar Gouw sian Eng memberi semangat.

"Biar ayahku tahu rasa"

"Wuah" Gouw Han Tiong tertawa gelak. "Belum apa-apa sudah membelanya, apa lagi nanti setelah menjadi isterinya."

"Ayah...," Gouw sian Eng cemberut.

sedangkan Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Lian tampak tersenyum-senyum. Ketika itu tampak Toan wie Kie pun menjura pada Gouw Han Tiong. "Baiklah, Paman"

"Ngmm" Gouw Han Tiong manggut-manggut, kemudian menghunus pedangnya. "Senjatamu pasti berupa kipas"

"Benar, Paman." Toan wie Kie mengangguk.

"Wie Kie Gouw Han Tiong memberitahukan. cukup tiga jurus saja dan engkau boleh balas menyerang"

"Baik, Paman." Toan wie Kie mengangguk lagi dan bersiap.

"Hati-hati" ujar Gouw Han Tiong lalu langsung menyerang Toan wie Kie dengan Tui Hun Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pengejar Roh), mengeluarkan jurus Yun Tiong Touw Liong (Dalam Awan Menempur Naga).

Toan wie Kie berkelit ke samping, kemudian cepat balas menyerang dengan Bu ceng san Hoat (Ilmu Kipas Tanpa perasaan) jurus Hai Lang soh Ngai (ombak Menyapu Daratan) dikeluarkannya .

"Bagus" seru Gouw Han Tiong kagum, lalu menangkis serangan itu dengan jurus Heng soh san Hai (Melintang Menyapu Gunung Laut).

Bukan main dahsyatnya jurus tersebut. Terdengar pedang Gouw Han Tiong mengeluarkan suara menderu- deru.

Toan Wie Kie tidak gugup ketika diserang dengan jurus itu. Langsung saja ia menangkis dengan jurus Sam Sing Tui Goat (Tiga Bintang Mengejar Bulan). Badan Toan Wie Kie melesat ke atas dan mendadak kipasnya berkelebat mengarah kepala Gouw Han Tiong.

"Hebat" seru Gouw Han Tiong sambil tertawa dan berkelit. "Ini adalah jurus ketiga, hati-hatilah"

Tiba-tiba pedang Gouw Han Tiong berkelebat-kelebat menciptakan puluhan bayangan. Pedang mengarah pada Toan Wie Kie, dengan jurus Man Thian Kiam In (Bayangan Pedang Di Langit).

Betapa terkejutnya Toan Wie Kie ketika menyaksikan serangan. Akan tetapi tiba-tiba ia teringat akan petunjuk dari Tio cie Hiong. Seketika juga wajahnya berseri dan bersiul panjang sambil menangkis serangan itu dengan jurus ceng Hai Seng Poh (Laut Tenang Menimbulkan Gelombang) .

Badan Toan Wie Kie berputar-putar bagaikan gangsing. Kipasnya pun ikut berputar menghalau bayangan-bayangan pedang Gouw Han Tiong, sehingga mematahkan jurus itu.

"Luar biasa" seru Gouw Han Tiong sambil meloncat mundur. "Wie Kie, ilmu kipasmu sungguh, hebat Siapa gurumu?"

"Guruku adalah Sin San Lojin di Tayli" jawab Toan Wie Kie sambil menarik nafas lega.

"Jurus ketiga mu itu sungguh dahsyat, dapat menangkis seranganku dan sekaligus menyerang pula .Jurus itu dahsyat sekali" ujar Gouw Han Tiong memuji sambil tertawa.

"Paman" Toan wie Kie memberitahukan jujur. "sebetulnya Cie Hiong yang memberi petunjuk padaku mengenai jurus itu. Kalau tidak. mungkin aku tidak mampu menangkis serangan Paman"

"Oooh" Gouw Han Tiong manggut-manggut. "Dia yang menyempurnakan jurus tersebut?"

"Ya," sahut Toan wie Kie. "Cie Hiong memang luar biasa"

"Ha ha ha" Tui Hun Lojin tertawa gelak. "Jadi engkau dan cucuku telah saling mencinta. Tentu kalian belum mau menikah sekarang, karena masih ingin pesiar ke sana kemari. Apabila kalian sudah ada keputusan, haruslah ada orang kemari melamar cucuku."

"Itu sudah pasti, Kakek," ujar Toan wie Kie. "Ohya, Kakek Bolehkah aku ajak Adik sian Eng ke Tayli?"

"Boleh Boleh Kalau tidak salah, kalian berempat akan berangkat bersama. Itu memang baik sekali." Tui Hun Lojin tertawa gembira. "Ngmm Wie Kie, aku punya suatu urusan untukmu, anggaplah sebagai tanda pengikat perjodohan kalian" Wajah Gouw sian Eng langsung kemerah-merahan mendengar hal itu.

Tui Hun Lojin tersenyum, kemudian memberikan sesuatu pada Toan wie Kie, yang ternyata sebuah burung phoenix giok yang indah sekali.

"Terimakasih, Kakek" ucap Toan wie Kie sambil menerima benda itu dengan penuh kegirangan, lalu disimpan ke dalam bajunya.

Kapan kalian akan berangkat ke Tayli?" tanya Gouw Han Tiong. "Besok pagi," jawab Toan wie Kie.

"Baiklah" Gouw Han Tiong manggut-manggut. "sampaikan salamku pada kedua orangtuamu" "Ya, Paman" Toan wie Kie mengangguk.

Toan wie Kie, Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, dan Gouw sian Eng berangkat ke Tayli dengan penuh kegembiraan. Mereka menunggang kuda, Toan wie Kie bersama Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong bersama Toan pit Lian.

Mereka melakukan perjalanan dengan santai, dalam perjalanan mereka berempat pun sering bersenda gurau dan bercanda ria, itu memang menambah keharmonisan juga memperdalam hubungan cinta kasih mereka.

"Kakak Kie" ujar Gouw sian Eng ketika mereka beristirahat di bawah sebuah pohon. "Kita tidak berpamit pada Kakak Hiong."

"Kita sudah memberitahukan pada ayahmu, lagi pula Cie Hiong masih dalam masa pengobatan, maka tidak boleh diganggu," sahut Toan wie Kie. "Jadi tidak apa-apa kita tidak berpamit kepadanya."

"Kini...." Lam Kiong Bie Liong menarik nafas dalam-dalam. "KepandaianBu Lim sam Mo telah

musnah, begitu pula Ku Tek Cun. Bahkan pemuda itu telah meloncat ke dalam jurang. Rasanya rimba persilatan telah aman. Tapi...."

" Kenapa Kakak Liong?" tanya Toan Pit Lian heran.

"Mungkinkah masih ada bencana lain dalam rimba persilatan?" sahut Lam Kiong Bie Liong.

"Kakak Lam Kiong, menurutku sudah tidak ada bencana lagi," ujar Gouw sian Eng dan menambahkan. "Nyali para penjahat telah ciut melihat kepandaian Kakak Hiong, begitu pula kaum golongan hitam."

"Ngmmm" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "Mudah-mudahan begitu"

sementara Toan wie Kie diam saja, tapi keningnya tampak berkerut-kerut seakan sedang memikirkan sesuatu.

"Eh?" Gouw sian Eng memandangnya heran. " Kakak Kie, kenapa engkau? Apa yang sedang kaupikirkan?"

"Aku sedang memikirkan cie Hiong," jawab Toan wie Kie sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Memangnya kenapa?" Gouw sian Eng kebingungan.

"Dia terluka begitu parah, lagi pula isi perutnya membeku terkena pukulan pak Kek sin ciang. seandainya dia sembuh setahun kemudian, apakah akan mempengaruhi kepandaiannya?" sahut Toan wie Kie seakan bertanya.

"Dia mahir ilmu pengobatan, juga memiliki Iweekang yang begitu tinggi. Mungkin setelah sakitnya sembuh kelak. tentunya tidak akan mempengaruhi kepandaiannya," ujar Gouw sian Eng.

"Apa yang dikatakan Adik Eng memang benar," sela Toan pit Lian. "Jadi tentang itu tidak perlu dicemaskan."

"Benar." Toan wie Kie manggut-manggut. "Ayoh, kita melanjutkan perjalanan"

Mereka berempat lalu melanjutkan perjalanan menuju Tayli. sepuluh hari kemudian, mereka telah memasuki daerah tersebut dan langsung menuju istana.

Betapa gembiranya Toan Hong Ya dan Sang Ratu. Mereka menyambut Lam Kiong Bie Liong dengan penuh keramahan.

"Lam Kiong Bie Liong memberi hormat kepada Toan Hong Ya dan Hujin" ucap pemuda itu sambil mengunjuk hormat.

"Ha ha ha Kuterima hormatmu" Toan Hong Ya tertawa gembira, karena sudah tahu putrinya menyukai Lam Kiong Bie Liong. " Kalian duduklah"

Mereka berempat lalu duduk. Ternyata Toan Hong Ya dan Hujin men ambut mereka di aula dalam.

"Ayah" Toan wie Kie memberitahukan. "Telah terjadi pertarungan yang sangat dahsyat di rimba persilatan Tionggoan."

"Oh?" Toan Hong Ya tertarik. "Tuturkanlah tentang pertarungan dahsyat itu"

"Empat Dhalai Lhama Tibet dan Bu Lim sam Mo telah roboh di tangan seseorang, bahkan kepandaian mereka pun telah musnah." Toan wie Kie memberitahukan lagi.

"Haah..." Toan Hong Ya terkejut bukan main. "siapa yang mampu merobohkan mereka?" "Tio Cie Hiong," jawab Toan wie Kie.

"oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut. "Bukan main dia mampu merobohkan mereka Bagaimana kejadian itu?"

"Kami bertiga ditangkap Empat Dhalai Lhama, kemudian disekap di markas sam Mo Kauw ...," tutur Toan wie Kie.

"Ngmm" Toan Hong Ya menatap Lam Kiong Bie Liong sambil tersenyum "Jadi engkau yang menolong mereka bertiga?"

"Bukan menolong." jawab Lian Kiong Bie Liong jujur. " Hanya membawa mereka pergi dari markas sam Mo Kauw, Toan Hong Ya."

"Terimakasih" ucap Toan Hong Ya, kemudian bertanya kepada Toan wie Kie. "Bagaimana keadaan cie Hiong sekarang?"

"Masih dalam masa pengobatan, setahun kemudian dia akan sembuh." Toan wie Kie memberitahukan.

"syukurlah" Toan Hong Ya menarik nafas lega, lalu memandang Lam Kiong Bie Liong. " Engkau berasal dari keluarga Lam Kiong yang sangat terkenal itu?"

"Ya, Hong Ya." Lam Kiong Bie Liong mengangguk.

"Setahuku, keluarga Lam Kiong di Tionggoan sangat terkenal akan senjata rahasianya. Apakah engkau mahir menggunakan senjata rahasia?" tanya Toan Hong Ya.

"Tidak begitu mahir," jawab Lam Kiong Bie Liong merendah diri.

"ohya" Toan Hong Ya memandangnya. "Engkau mahir menggunakan senjata apa?" "Pedang." Lam Kiong Bie Liong memberitahukan.

Engkau mahir ilmu pedang apa?" tanya Toan Hong Ya tertarik, sebab raja Tayli itu memang gemar sekali akan ilmu silat.

"Thay Yang Kiam Hoat (Iimu Pedang surya)."

"Bagus, bagus" Toan Hong Ya tertawa gembira. "Kalian mengobrollah Aku mau beristirahat dulu."

Toan Hong Ya dan isterinya meninggalkan aula itu menuju ke kamar, sedangkan Toan wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.

Kakak Kie...?" Gouw sian Eng heran. " Kenapa engkau menggeleng-gelengkan kepala?" "Ayahku pasti akan menyuruh saudara Lam Kiong bertanding." Toan wie Kie memberitahukan. "saudara Toan" Lam Kiong Bie Liong agak tersentak. "Aku akan di suruh bertanding?"

"Ya." Toan wie Kie mengangguk. "Ayahku memang gemar sekali ilmu silat." "Bertanding dengan siapa?" tanya Lam Kiong Bie Liong.

"Hian Teng Taysu," jawab Toan pit Lian memberitahukan. "Rahib itu Koksu di istana"

"oh?" Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening. "Adik Lian, haruskah aku bertanding dengan Hian Teng Taysu?"

"Memang harus, "jawab Toan Pit Lian sungguh-sungguh. "Bahkan... engkau pun tidak boleh kalah."

"Aku tahu." Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. " Kalau aku kalah, ayahmu pasti kecewa terhadapku, begitu pula engkau, bukan?"

"Ya." Toan pit Lian mengangguk.

"Baiklah." Lam Kiong Bie Liong tersenyum. "Aku akan berusaha agar tidak kalah."

Pagi ini di aula depan istana Tayli tampak puluhan pengawal istana berbaris rapi di sisi kiri dan kanan. Toan Hong Ya dan isterinya duduk di kursi kebesaran, sedangkan Toan Wie Kie dan Lam Kiong Bie Liong duduk di sebelah kiri, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng duduk di sebelah kanan, Hian Teng Taysu berdiri di samping Toan Hong Ya.

"Lam Kiong Bie Liong" Toan Hong Ya memandangnya sambil tersenyum.

"Ya, Hong Ya," sahut pemuda itu sambil bangkit berdiri dan memberi hormat.

"Hari ini aku menyelenggarakan pertandingan persahabatan, yakni engkau harus bertanding dengan Hian Teng Taysu."

"Ya, Hong Ya." Lam Klong Bie Liong mengangguk.

"Pertandingan ini menggunakan senjata." Toan Hong Ya memberitahukan. " Engkau menggunakan pedang, sedangkan Hian Teng Taysu menggunakan tasbih. Apakah engkau siap?"

"sudah siap. Hong Ya," jawab Lam Kiong Bie Liong.

"Bagus, bagus" Toan Hong Ya tertawa gembira dan menambahkan. "Tapi cukup sepuluh jurus saja."

"Ya, Hong Ya." Lam Kiong Bie Liong mengangguk.

"Taysu" ujar Toan Hong Ya pada Koksunya. Kalian berdua bertanding cukup sepuluh jurus saja." "Ya, Hong Ya." Hian Teng Taysu manggut-manggut, lalu berjalan ke tengah-tengah aula.

Lam Kiong Bie Liong mengikutinya, kemudian mereka berdiri berhadapan di tengah-tengah aula.

Toan pit Lian memandang Lam Kiong Bie Liong dengan tegang, sebab apabila pemuda itu kalah, sudah barang tentu ia akan kehilangan muka. Maka ia berharap Lam Kiong Bie Liong bisa bertahan sampai sepuluh jurus.

Kenapa Toan Hong Ya menyuruh mereka bertanding hanya sepuluh jurus? Ternyata ia pun khawatir Lam Kiong Bie Liong akan kalah. Kalau pemuda itu kalah, ia pun akan kehilangan muka karena pemuda itu boleh dikatakan sebagai calon menantunya.

"omitohud" ucap Hian Teng Taysu. " Keluarga Lam Kiong sangat terkenal di Tionggoan, sungguh beruntung sekali kita bertemu di siniH

Harap Taysu bermurah hati kepadaku" Lam Kiong Bie Liong tersenyum sambil menghunus pedangnya.

"sama-sama," ujar Hian Teng Taysu. Rahib itu pun mengambil tasbihnya yang bergantung di lehernya. "Engkau sudah siap?"

"sudah." Lam Kiong Bie Liong mengangguk. "Hati-hati" Hian Teng Taysu menatapnya, kemudian berseru. "Jurus pertama"

Hian Teng Taysu mulai menyerang Lam Kiong Bie Liong. Pemuda itu segera berkelit maka terjadilah pertandingan yang sangat mendebarkan hati. Yang paling tegang yakni Toan pit Lian. Hal itu tidak terlepas dari mata Gouw sian Eng yang duduk di sisinya.

"Kakak Lian" bisiknya. "Jangan tegang dan cemas Kelihatannya Kakak Lam Kiong masih bisa bertahan sampai sepuluh jurus tidak akan mengalami kekalahan, percayalah"

"Mudah-mudahan," ucap Toan pit Lian tidak begitu yakin.

sementara pertandingan itu berlangsung semakin seru, ternyata mereka bertanding sudah sampai pada jurus ketujuh.

Pada jurus kedelapan, Hian Teng Taysu menyerang Lam Kiong Bie Liong dengan jurus Cit Coan Hok Yauw (Tujuh Putaran Menundukkan siluman). Tasbih di tangan Hian Teng Taysu berputar-putar cepat sehingga menimbulkan suara menderu-deru mengarah kepada pemuda itu. Bu-kan main terkejutnya Lam Kiong Bie Liong menyaksikan serangan Koksu itu.

Lam Kiong Bie Liong tidak bisa berkelit lagi, maka terpaksa mengeluarkan Thay Yang Kiam Hoat, menggunakan jurus Jit Cut Tang Hong (surya Terbit Di ufuk Timur) untuk menangkis.

Mendadak pedang di tangan Lam Kiong Bie Liong memancarkan cahaya terang, dan berkelebat menangkis tasbih itu.

Trang Terdengar suara benturan, dan masing-masing terpental ke belakang tiga langkah.

Hian Teng Taysu menatap tajam Lam Kiong Bie Liong, namun terkejut dalam hati karena tidak menyangka kalau pemuda itu memiliki ilmu pedang yang begitu lihay dan dahsyat.

"Jurus kesembilan," serunya sambil menyerang. Kali ini Hian Teng Taysu mengeluarkan jurus andalannya soh Yun cai Coat (Menyapu Awan Memetik Bulan). Tasbihnya berkelebatan mengarah kepala Lam Kiong Bie Liong.

Toan pit Lian menyaksikan pertandingan itu dengan hati berdebar-debar, bahkan menahan nafas. Begitu pula Toan wie Kie dan Gouw sian Eng, mereka berdua pun berharap Lam Kiong Bie Liong mampu bertahan sampai jurus kesepuluh.

Ketika Hian Teng Taysu menyerang, Lam Kiong Bie Liong tidak berkelit, melainkan menangkis dengan jurus Jit Liak soh Te (Terik surya Membakar Bumi).

Pedang di tangan Lam Kiong Bie Liong memancarkan cahaya seperti cahaya surya, berkelebatan menangkis tasbih Hian Teng Taysu, maka Hian Teng Taysu bergerak cepat menarik tasbihnya. "Jurus kesepuluh" serunya kemudian.

Tiba-tiba badan Hian Teng Taysu berputar-putar mengitari Lam Kiong Bie Liong, dan tasbih di tangannya juga ikut berputar, makin lama makin cepat, sekonyong-konyong dilepas-kannya .

sungguh luar biasa, tasbih itu terus berputar cepat mengarah ke kepala Lam Kiong Bie Liong.

Pada waktu bersamaan, Lam Kiong Bie Liong bersiul panjang, dan mendadak pedangnya berputar-putar memancarkan cahaya yang menyilaukan mata. itulah iurus Yang Kuang Poh Cioh (surya Memancarkan cahaya).

Mendadak Lam Kiong Bie Liong pun melepaskan pedangnya, sehingga dalam keadaan berputar pedang itu masuk ke tasbih si Koksu.

Kreeeeek Kreeeeek Terdengar suara benturan biji tasbih dengan pedang. Ternyata tasbih dan pedang masih terus berputar, akhirnya menancap di langit-langit aula.

Tasbih itu merosok ke bawah, tapi disambut oleh Hian Teng Taysu. sedangkan Lam Kiong Bie Liong melesat ke atas mengambil pedangnya.

"Terimakasih atas kemurahan hati Taysu" ucap Lam Kiong Bie Liong setelah turun.

"omitohud" Hian Teng Taysu manggut-mang-gut. " Ilmu pedang keluarga Lam Kiong memang hebat dan lihay"

"Tapi kalau dilanjutkan, aku pasti kalah," ujar Lam Kiong Bie Liong merendah.

"Ha ha ha" Hian Teng Taysu tertawa gembira. "Bagus, bagus"

Lam Kiong Bie Liong tersenyum sambil memandang Toan Pit Lian. Putri Tayli itu pun tersenyum mesra kepadanya dan tampak gembira sekali.

Ketika hari mulai menjelang senja, Toan Wic Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan Pit Lian sedang duduk santai di halaman istana sambil bercakap-cakap. tiba-tiba terdengar suara tawa yang riang gembira.

"saudara Lam Kiong, aku tidak menyangka ilmu pedangmu begitu lihay," ujar Toan Wie Kie kagum.

"Terus terang, kalau aku tidak mengeluarkan Thay Yang Kiam Hoat, a ku pasti tidak sanggup bertahan sampai sepuluh jurus." Lam Kiong Bie Liong memberitahukan.

"Bagaimana kalau pertandingan tadi berlanjut?" tangan Toan Pit Lian mendadak sambil tersenyum.

"Tentu sama-sama akan mengalami luka parah," sahut Lam Kiong Bie Liong jujur. "Jadi untung kami hanya bertanding sepuluh jurus."

"oh ya" sela Gouw sian Eng. "Kakak Hiong juga pernah bertanding dengan Hian Teng Taysu." "Tidak perlu dijelaskan, tentunya Adik Hiong yang menang," ujar Lam Kiong Bie Liong.

"Benar. Tapi...." Gouw. sian Eng tersenyum. "Ketika Hian Teng Taysu terpental, Kakak Hiong

pura-pura terhuyung-huyung ke belakang."

Jelasnya Adik Hiong menjaga muka Koksu." Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut. "Adik Hiong memang berjiwa besar...."

Tiba-tiba terdengar suara tawa terbahak-bahak dan suara tawa nyaring. Begitu mendengar suara tawa itu, wajah Toan pit Lian dan Toan wie Kie langsung berseri.

"Guru Guru..." seru mereka serentak.

Tampak dua sosok bayangan melesat ke arah mereka. Dua sosok bayangan ternyata sin san Lojin dan Ang Kin siang Li.

"Guru...." Toan pit Lian segera mendekatinya dan memberi hormat.

"Muridku...." Ang Kin sian Li memandangnya sambil tersenyum lembut, kemudian menatap Lam

Kiong Bie Liong dengan penuh perhatian.

"cianpwee" panggil Lam Kiong Bie Liong dan memberi hormat kepada mereka. "Ngmm" Ang Kin sian Li manggut-manggut. "Apakah engkau Lam Kiong Bie Liong?" "Betul, Cianpwee," Lam Kiong Bie Liong mengangguk.

"Bagus, bagus," Ang Kin sian Li tersenyum. " Engkau mampu menahan sepuluh jurus serangan Hian Teng Taysu, pertanda engkau berkepandaian tinggi...."

"Guru," Toan pit Lian mengerutkan kening, karena tahu akan maksud gurunya itu "Sudahlah...."

"Apa yang sudahlah?" tanya Ang Kin sian Li sambil memandang Toan Pit Lian.

"Guru bermaksud bertanding dengan Kakak Liong, kan?" Toan pit Lian balik bertanya.

"Betul." Ang Kin sian Li tersenyum, "ibunya telah mengujimu tiga jurus, kenapa aku tidak boleh mengujinya tiga jurus juga?" "Cianpwee...." Lam Kiong Bie Liong menghela nafas.

"Siapa yang mau menjadi menantu keluarga Lam Kiong maka harus diuji kepandaiannya. Nah, siapa yang ingin menjadi suami muridku, juga harus kuuji tiga jurus." Ang Kin sian Li tertawa. "Itu baru adil, bukan?"

"Guru...." Toan pit Lian cemberut.

sementara sin san Lojin juga sedang berbicara dengan Toan wie Kie, muridnya. Ternyata mereka sedang berbicara mengenai Tio Cie Hiong. Karena itu, Toan wie Kie menutur sejelas-jelasnya.

"Bukan main pemuda itu," sinsan Lojin menghela nafas. "ohya, bagaimana lukanya?"

"setahun kemudian baru bisa sembuh." Toan wie Kie memberitahukan. "untung dia memiliki Iweekang yang tinggi dan pernah makan buah Kiu Yap Ling Che. Kalau tidak. dia pasti telah mati beku."

"Kini tentunya rimba persilatan Tionggoan sudah aman, dan memang baik sekali, jadi tidak ada pertumpahan darah lagi," ujar sin san Lojin dan bersyukur dalam hati, lalu memandang Ang Kin sian Li. "Eeeh? Kelihatannya mereka ingin bertanding"

"Guru, lebih baik cegah mereka" ujar Toan wie Kie.

"Bagaimana mungkin?" sin san Lojin menggeleng-gelengkan kepala. " Engkau tahukan sifat Ang Kin sian Li?"

sementara Ang Kin sian Li terus mendesak Lam Kiong Bie Liong, a^ar bertanding dengannya.

"Cianpwee...." Lam Kiong Bie Liong serba salah.

"Kita bertanding tiga jurus saja. Ini peraturan." tegas Ang Kin sian Li. "seperti peraturan yang berlaku di kelurga Lam Kiong."

"Guru" sela Toan pit Lian. "setahuku, tidak ada peraturan itu...."

"Baru berlaku sekarang," sahut Ang Kin sian Li sambil tertawa nyaring. "Nah, Lam Kiong Bie Liong Mari kita bertanding tiga jurus"

"Baiklah, Cianpwee." Lam Kiong Bie Liong terpaksa mengabulkan, sebab kalau tidak pasti akan menyinggung perasaan Ang Kin sian Li.

"Bagus" Ang Kin sian Li tertawa gembira. "Engkau sudah siap?"

"Ya." Lam Kiong Bie Liong menghunus gedangnya.

" Hati- hati," seru Ang Kin sian Li. "jurus pertama"

Ang Kin sian Li menggerakkan selendangnya, dan seketika selendangnya meluncur cepat bagaikan gelombang menyerang Lam Kiong Bie Liong. itulah jurus Giok Li san Hoa (Gadis Cantik Menabur Bunga) .

Lam Kiong Bie Liong terpaksa meloncat ke belakang, namun ujung selendang itu tetap mengejarnya. oleh karena itu, ia terpaksa menangkis dengan jurus Jit Lia sauh Te (Terik surya Membakar Bumi), yakni salah satu jurus dari Ilmu Pedang surya.

Ang Kin sian Li terperanjat menyaksikan ilmu pedang itu la cepat-cepat menarik selendangnya sekaligus menyerang dengan jurus Yun Tiong cai Hong (Pelangi Dalam Awan).

Lam Kiong Bie Liong tidak berkelit, melainkan menangkis, dengan mengeluarkan jurus Jit Cut Tang Hong (surya Terbit Di Ufuk Timur).

"Bagus" seru Ang Kin sian Li memujinya. " Hati- hati, ini jurus ketiga"

Ang Kin sian Li mengeluarkan jurus yang paling lihay, yaitu Pek Yun Kai Thian (Awan Putih Menutupi Langit). Tampak selendangnya berputar-putar bagaikan angin puyuh menyerang Lam Kiong Bie Liong.

Bukan main terkejutnya Lam Kiong Bie Liong. la bersiul panjang sekaligus menangkis dengan jurus Yang Kuang Poh Cioh (surya Memancarkan cahaya). Pedang Lam Kiong Bie Liong juga berputar-putar dan memancarkan cahaya yang menyilaukan mata. selendang terus berputar lalu melilit pedang di tangan Lam Kiong Bie Liong, tetapi pedang itu masih terus berputar juga. Ketika selendang melilit pedang itu, terciptalah pemandangan yang sangat indah.

sebab selendang Ang Kin sian Li berwarna merah muda, sedangkan gedang Lam Kiong Bie Liong memancarkan cahaya putih dan terus berputar dalam lilitan selendang, maka cahaya yang terpancar ke luar berubah menjadi kemerah-merahan.

sesaat kemudian, selendang dan pedang itu berhenti berputar. Ang Kin sian Li menarik selendangnya, dan Lam Kiong Bie Liong pun menyarungkan pedangnya. "Kepandaian cianpwee sungguh tinggi" ucap Lam Kiong Ble Liong sambil tersenyum.

Kepandaianmu juga tinggi sekali" Ang Kin sian Li tertawa gembira. " Kalau selendangku tidak tahan bacok. mungkin sudah putus oleh pedangmu."

Kalau cianpwee tidak mengendurkan lilitan, pedangku pasti sudah berpindah ke tangan Cianpwee," ujar Lam Kiong Bie Liong.

"Bagus, bagus" Ang Kin sian Li tertawa lagi. "Engkau sangat sopan dan mau merendahkan diri Engkau memang pantas menjadi suami muridku."

"Guru...." Wajah Toan pit Lian memerah. "Kok terus menggodaku sih?"

"Lho?" Ang Kin sian Li terbelalak. "Aku bicara sesungguhnya, kenapa engkau malah bilang aku menggodamu?"

"Ha ha ha" sin san Lojin tertawa gelak. "Murid kita sama-sama sudah mendapat jodoh, maka kita boleh berlega hati."

"Ayoh, kita ke dalam bercakap-cakap dengan Hong Ya" ajak Ang Kin sian Li.

"Baik," sin san Lojin mengangguk. mereka berdua berjalan ke dalam istana.

Toan wie Kie dan adiknya menggeleng-gelengkan kemala, sedangkan Lam Kiong Bie Liong menarik nafas.

"Adik Lian, kelandaian gurumu sungguh tinggi," ujar Lam Kiong Bie Liong dan menambahkan. "Kalau gurumu tidak mengendurkan lilitan selendangnya, sudah pasti pedangku akan terlepas."

Kakak Liong" Toan pit Lian tersenyum dan memberitahukan. "sebetulnya engkau tidak kalah dengan guruku. Ketika Cie Hiong berada di sini, guruku pernah mempertunjukkan ilmu selendangnya. Tetapi begitu Cie Hiong meniup sulingnya mengiringi gerakan-gerakan guruku, sin san Lojin pun ikut bergerak. Nah, secara tidak langsung cie Hiong telah memberi petunjuk kepada mereka."

"Benar." sambung Toan wie Kie. "Akupun menyaksikannya. Bahkan setelah itu, guruku dan guru adikku saling berpelukan."

"oooh" Lam Kiong Bie Liong tertawa. "Kalau begitu, setelah Adik Hiong sembuh nanti, aku pun ingin minta petunjuk kepadanya."

Bab 36 Thian Gwa sin Mo (Iblis sakti Luar Langit)

Bagaimana nasib Bu Lim sam Mo setelah kepandaian mereka dimusnahkan Tio Cie Hiong, dan ke mana mereka bertiga?

Ternyata Tang Hai Lo Mo mengajak Thian Mo dan Te Mo ke istananya yang ada di sebuah pulau di Tang Hai (Laut Timur).

Belasan hari kemudian, mereka sudah sampai di istana itu. Puluhan anak buah Tang Hai Lo Mo menyambut dengan hormat, tapi Tang Hai Lo Mo cuma manggut-manggut sambil berjalan ke dalam. Thian Mo dan Te Mo mengikuti dari belakang. setelah sampai di aula dalam, Tang Hai Lo Mo menarik nafas panjang.

"Aaakh..." la menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak sangka nasib kita bertiga akan begini" "Tio cie Hiong yang menyebabkan semua ini," sahut Thian Mo

Kalau tidak ada dia, kita pasti sudah menguasai rimba persilatan," sambung Te Mo. "Aaaakh Kini apa yang harus kita perbuat lagi?"

"Paling juga melewati sisa hidup kita di sini," ujar Thian Mo sambil menghela nafas.

"Belasan tahun lalu, kita berhasil memperoleh Kotak Pusaka, bahkan kemudian juga berhasil mempelajari ilmu silat peninggalan Pak Kek siang ong. Akan tetapi, justru muncul Tio Cie Hiong...." Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kemala.

"Aku masih merasa heran, sebetulnya Iweekang apa yang dimilikinya dan kenapa Pak Kek sin kang tak bisa membuatnya mati beku?" Thian Mo mengerutkan kening.

"Tapi...," ujar Te Mo setelah berpikir sejenak. "Dia pun terkena pukulan kita, kemungkinan besar kepandaiannya pun akan musnah."

"Belum tentu." Tang Hai Lo Mo menggelengkan kepala. "sebab lweekangnya mengandung hawa hangat, yang akan melindungi jantung dan semua urat penting dalam tubuhnya. Karena itu, dia tidak akan mati dan kepandaiannya juga tidak akan musnah."

"Hm" dengus Thian Mo. "Terus terang, aku dendam sekali kepadanya."

"Percuma." Te Mo menggelengkan kepala. "Kita sudah begini, bagaimana mungkin bisa menuntut balas?"

"Belasan tahun lalu, ketika aku ingin bergabung dengan kalian untuk merebut Kotak Pusaka itu, paman guruku telah mencegahnya, bahkan menasehatiku agar mengundurkan diri dari rimba persilatan."

"Apa?" Thian Mo dan Te Mo terbelalak. "Engkau masih punya paman guru?"

"Ya." Tang Hai Lo Mo mengangguk.

"Apakah paman gurumu masih hidup?" tanya Thian Mo

"Masih." Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Paman guruku terus bertapa di dalam goa, sama sekali tidak pernah meninggalkan goa itu."

"Kalau begitu..." Te Mo memandang Tang Hai Lo Mo seraya bertanya. "Berapa usia Paman gurumu sekarang?"

"Mungkin sudah seratus dua puluh tahun," jawab Tang Hai Lo Mo.

"Haaah..." Thian Mo dan Te Mo terperangah. "siapa sebetulnya paman gurumu itu?"

"Thian Gwa sin Mo (iblis sakti Luar Langit)."

"Apa?" Thian Mo dan Te Mo saling memandang seakan tidak percaya. "Tujuh puluh tahun lampau, Thian Gwa sin Mo dikabarkan telah mati. Tapi kenapa...."

"Tujuh puluh tahun lampau, paman guruku pulang ke mari." Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "sejak itu beliau bertapa di dalam goa dan tidak pernah keluar. Maka kaum rimba persilatan mengiranya telah mati."

"oooh" Thian Mo manggut-manggut. " Kalau begitu, kepandaian paman gurumu itu pasti sudah mencapai kesempurnaan."

"Benar." Tang Hai Lo Mo mengangguk.

"Bagaimana kalau kita mohon bantuan kepadanya?" tanya Te Mo mendadak.

"Bantuan apa?" Tang Hai Lo Mo balik bertanya.

"Memulihkan kepandaian kita," jawab TeMo dan melanjutkan. "Aku yakin paman gurumu pasti mampu memulihkan kepandaian kita."

"Menurut aku pun begitu, tapi...." Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala.

" Kenapa?" tanya Thian Mo.

"Tidak mungkin paman guruku bersedia membantu kita tentang itu" Tang Hai Lo Mo menggeleng-gelengkan kepala lagi.

"sebab belasan tahun lampau, beliau telah menasehatiku agar mengundurkan diri dari rimba persilatan, namun aku tidak menurut. Kini bagaimana mungkin beliau akan memulihkan kepandaian kita?"

"Aaaakh..." Te Mo menarik nafas panjang.

"Aku punya akal...," ujar Thian Mo dengan wajah berseri.

"Apa akalmu itu?" tanya Tang Hai Lo Mo tertarik.

"Begini...," Thian Mo berbisik-bisik. Tampak Tang Hai Lo Mo dan Te Mo manggut-manggut dengan wajah berseri.

"Benar." Tang Hai Lo Mo tertawa. "Memang harus begitu. sekarang mari kita ke goa itu menemui paman guruku"

Goa yang dimaksud itu cukup terang. Tampak beberapa buah lampu minyak bergantung di dinding Goa itu.

seorang tua renta duduk bersila di tengah-tengah goa. Rambutnya yang panjang menyentuh tanah telah putih semua, begitu pula jenggotnya.

Di depan goa itu tampak Bu Lim sam Mo sedang berlutut. Walau sudah berjam-jam berlutut di situ, tapi mereka sama sekali tidak berani bersuara.

"Mau apa kalian bertiga berlutut di situ?" Mendadak terdengar suara bergema ke luar.

"Paman guru..." sahut Tang Hai Lo Mo.

"Kalian masuklah"

"Terima kasih, Paman guru," sahut Tang Hai Lo Mo. Mereka bertiga bangkit berdiri, lalu berjalan memasuki goa. sampai di dalam mereka bertiga lalu berlutut di hadapan Thian Gwa sin Mo.

"Kalian duduklah" ujar Thian Gwa sin Mo.

"Ya, Paman guru," sahut Tang Hai Lo Mo hormat. Mereka bertiga lalu duduk bersila di hadapan orang tua renta itu.

"Kalian bertiga" Thian Gwa sin Mo menggeleng-gelengkan kepala. "Kepandaian kalian telah musnah, bukan?"

"Ya, Paman guru," Tang Hai Lo Mo mengangguk.

"Itu karena kalian masih berambisi dalam rimba persilatan." Thian Gwa sin Mo menghela nafas. "setelah begini, kalian bertiga baru mau bertobat. Memang masih belum terlambat, maka alangkah baiknya kalian bertiga ikut aku bersemadi di dalam goa ini saja."

"Ya, Paman guru," ujar Tang Hai Lo Mo sungguh-sungguh. "setelah mengalami kejadian itu, kami pun menyesal sekali. Kami memang berniat untuk bertobat."

"Bagus, bagus usia kalian sudah delapan puluh lebih, maka harus hidup tenang di dalam goa ini." Thian Gwa sin Mo tersenyum. "ohya, siapa yang memusnahkan kepandaian kalian?"

"Pek Ih sin Hiap Tio Cie Hiong" Tang Hai Lo Mo memberitahukan.

"Kalian bertiga harus berterima kasih kepadanya," ujar Thian Gwa sin Mo. "Sebab dia masih mengampuni nyawa kalian?"

"Betul, Paman guru." Tang Hai Lo Mo mang-gut-manggut dan menambahkan. "oleh karena itu, kami bertiga datang ke mari untuk bertobat."

"Ngmm" Thian Gwa sin Mo tersenyum. "Memang kebetulan sekali, karena...."

"Kenapa, Paman guru?" tanya Tang Hai Lo Mo heran.

"Karena...," Thian Gwa sin Mo tersenyum lagi. "Beberapa bulan lagi aku akan meninggalkan dunia fana ini."

"Paman guru...." Tang Hai Lo Mo tertegun.

"Itu merupakan kebahagiaan bagiku. sudah sekian lama aku menunggu, akhirnya tiba juga saat-saat yang membahagiakan itu," ujar Thian Gwa sin Mo dan melanjutkan. "Tujuh puluh tahun lampau, sebelum bertemu seorang padri tua, aku merupakan iblis yang sering

membunuh. setelah bertemu padri tua itu dan dia memberiku wejangan, maka tersadarlah aku dari segala kesalahan. sejak itulah aku bertapa di goa ini untuk menebus dosaku, dan beberapa bulan lagi dosaku telah tertebus. Karena itu, sudah waktunya aku meninggalkan dunia fana ini."

"Paman guru...." Tang Hai Lo Mo ingin mengatakan sesuatu, namun dibatalkannya.

"Kalian bertiga harus bersungguh-sungguh bertobat. Kalau tidak, kalian bertiga akan mengalami ajal yang mengenaskan," pesan Thian Gwa sin Mo.

"Ya, Paman guru." Tang Hai Lo Mo mengangguk.

"Ya, Cianpwee." Thian Mo dan Te Mo mengangguk.

"Nah, mulailah kalian bersemadi" ujar Thian Gwa sin Mo sambil tersenyum dengan penuh belas kasih.

Bu Lim sam Mo segera memejamkan mata, kemudian mulailah mereka bersemadi. Namun mereka bertiga tidak mengosongkan pikiran, melainkan terus berpikir harus bagaimana bermohon kepada Thian Gwa sin Mo, agar bersedia membantu memulihkan kepandaian mereka.

Tiga bulan kemudian, di saat Bu Lim sam Mo sedang bersemadi dengan mata terpejam, mendadak Thian Gwa sin Mo memandang mereka sambil tersenyum.

"Kalian bertiga dengar baik-baik" ujarnya lembut. "Kini sudah saatnya aku meninggalkan dunia fana ini."

"Paman guru...." Tang Hai Lo Mo segera membuka matanya, begitu pula Thian Mo dan Te MO.

"Selama tiga bulan ini, aku telah melihat kalian bertiga bersungguh-sungguh bertobat, itu sangat menggembirakan." Thian Gwa sin Mo tersenyum lagi. "Hanya saja kondisi badan kalian sangat lemah, karena kepandaian kalian telah musnah."

"Betul, Paman guru." Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Entah harus dengan cara bagaimana agar kepandaian kami bisa pulih seperti sedia kala."

"Karena kalian bertiga bersungguh-sungguh bertobat, maka sebelum aku meninggalkan dunia fana ini, aku akan membantu kalian." "Terimakasih, Paman guru" ucap Tang Hai Lo Mo.

"Terimakasih, Cianpwee" ucap Thian Mo dan Te Mo serentak.

"Akan tetapi...." Thian Gwa sin Mo memandang mereka. "Apabila kalian meninggalkan goa ini

untuk melakukan kejahatan di rimba persilatan, kalian bertiga pasti akan mengalami kematian yang mengenaskan. Camkanlah baik-baik kata-kataku ini"

"Ya." Bu Lim sam Mo mengangguk.

"Tujuh puluh tahun lampau, padri tua itu juga memberiku sebuah kitab." Thian Gwa sin Mo memberitahukan. " Kitab itu kusimpan di dalam sebuah kotak di sudut kiri, kuberikan pada kalian."

"Terimakasih, Paman guru" ucap Tang Hai Lo Mo girang.

"Karena waktuku sudah tidak banyak lagi, maka setelah aku meninggalkan dunia fana ini, kalian bertiga boleh mempelajari kitab itu," ujar Thian Gwa sin Mo dan menambahkan. "Kitab itu kitab Hian Bun Kui Goan Kang Khi (Ilmu Menghimpun Dan Menyatukan Hawa

Murni). setelah kalian mempelajari ilmu itu, urat kalian yang putus itu akan menyambung kembali, bahkan lwekang kalian akan bertambah tinggi."

"oh?" Bukan main girangnya sam Mo itu.

"Akan tetapi, kalian bertiga harus ingat" pesan Thian Gwa sin Mo lagi. "Janganlah kalian meninggalkan goa ini untuk melakukan kejahatan. Apabila kalian tidak mematuhi pesanku ini, kelak kalian bertiga pasti akan mengalami kematian yang mengenaskan."

"Kami pasti mematuhi pesan Paman guru," ujar sam Mo.

"Bagus, bagus" Thian Gwa sin Mo tersenyum. "Kalian bertiga berlututlah sudah saatnya aku pergi menghadap Yang Mulia sang Budha."

sam Mo berlutut. Thian Gwa sin Mo memejamkan matanya, dan wajahnya tampak bahagia, namun nafasnya makin perlahan dan lemah, akhirnya tidak bernafas lagi.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar