Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 21

Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 21

Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------

Bagian 21

Lian Cioe ragu ragu: " Yang lainnya tetntulah bakalan mengepung kita. Juga umpamanya kita berhasil, masih ...."

"Dalam saat berbahaya begini, jangan pikir banyak banyak," kata Siong Kee. "Kita gunakan saja jurus cengkeraman naga Liong jiauw Ciat hoe cioe!"

"Hari ini hari ulang tahun Soehoe," kata Lian Cioe, "artinya hari ini hari baik. Apakah tidak terlalu telengas untuk menggunakan jurus itu?"

Jago Boe tong yang nomor dua itu bersangsi oleh kerena ia mengenal baik jurusnya itu, semacam jurus Kim na Coei hoat atau menangkap tangan sedang Liong jiauw Ciat hoat cioe itu berarti "kuku naga memutuskan." Itulah jurus paling lihay dalam Boe tong pay. Ketika Lian Cioe berhasil dengan jurus itu, ia masih kurang puas. Sebahnya ialah kalau musuh lihay, masih dapat meloloskan tangannya dari tangkapan, maka dengan kecerdikannya, ia mengolahnya. Dan ia berhasil menambah itu, menciptakan duabelas jurus hubungannya.

Dalam memilih murid, Thio Sam Hong memperhatikan juga kecerdasan setiap murid. Maka itu murid-muridnya dapat menggunakan otak mereka, dimana perlu mereka bisa mengubah ilmu silat yang diajarkan gurunya untuk disempurnakan. Ketika Lian Cioe berhasil dengan ciptaannya, ia menjalankan itu didepan gurunya. Sang guru cuma mengangguk, tidak mengiakan juga tidak menolak. Melihat sikap guru itu Lima Cioe tahu rupanya masih ada cacad dalam ciptaannya itu, ia lantas meyakinkan terus. Selang beberapa bulan, kembali ia mempertunjukkannya didepan gurunya. Kali ini Thio Sam Hong menghela napas dan berkata:"Lian Cioe, ciptaanmu ini jauh lebih lihay dari pada jurus yang aku ajarkan, hanya sambaranmu pata pinggang tidak peduli siapa yang menjadi korban, dia bakal terluka didalam hingga putus daya turunannya. Apakah kau menganggap ajaranku, yaitu ilmu silat sejati masih kurang, hingga kau menghendaki jurus yang membikin, hanya dengan satu serangan, lawan lantas tidak berkutik pula?"

Mendengar perunturan itu. Lian Coe mengeluaran keringat dingin, ia bergidik seorang diri.

Seberapa hari selewat itu, Thio Sam Hong mengumpulkan ketujuh muridnya dan bicara kepada mereka tentang ciptaan Lian Cioe itu, kemudian dia menambahkan: "Ciptaan Lian Cioe yang menjadi duabelas jurus berkat ketekunannya adalah suatu ilmu pukulan yang istimewa. Kalau ilmu itu dibuang karena kata-kataku satu orang, itulah sayang, maka itu kamu pergilah belajar pada Lian Cioe, untuk mempelajari itu, supaya masing-masing bisa menggunakannya. Aku melainkan hendak memesan, kecuali kalau bertemu saat mati hidup, janganlah itu sembarang dipakai. Sekarang di bawah nama Liong Jiauw itu, aku menambahkan dua huruf 'Ciat hoe', yang berarti 'menutup pintu'. Ingatlah kamu, akibatnya serangan pukulan ini dapat membuat musuh putus turunannya, jadi inilah jurus yang mematikan!"

Semua murid itu menerima baik pesanan guru mereka. Maka yang enam lantas belajar pada Lian Cioe. Mereka telah meyakinkan ilmu itu, tetapi mereka belum pernah menggunakannya, sebab mereka taat kepada pesan guru mereka. Adalah sekarang ini, karena keadaan sangat berbahaya, Siong Kee mengajukan pikirannya itu yang membuat si orang she Jie ragu-ragu.

"Memang dengan terkena serangan kita, lawan bakal putus turunannya," kata Siong Kee kemudian. "tetapi kita masih mempunyai jalan lain. Ialah kita mencari lawan dalam dirinya seorang pendeta imam, atau kalau tidak, kita hajar lawan-lawan yang usianya sudah tujuh atau delapanpuluh tahun.

Mendengar itu, Lian Cioe tertawa. "Sungguh cerdik kau, Soetee!" Ia memuji. "Memang pendeta atau imam tidak bakal mempunyai anak!"

Sampai disitu, mereka sudah mencapai persetujuan, maka keduanya lantas mencari empat saudara yang lainnya, untuk mengisik, supaya mereka masing-masing menghadapi satu lawan yang tangguh atau kenamaan. Tanda untuk turun tangan, ialah kalau Thio Siong Kee sudah berseru.

Jie Lian Cioe sendiri sudah lantas memilih bakal mangsanya yaitu anggauta paling tua dari Khong tong Ngo too, sedang Thio Coei San mengincar See hoa coe dari Koen loen pay.

Habis orang bersantap, semua mangkuk, sumpit dan cawan lantas dibenahkan. Setelah itu Thio Siong Kee, dengan suaranya yang terang dan lancar, lalu berpidato. Dia kata: '"Cianpwee serta para sahabat! Hari ini hari peringatan ulang tahun guru kami memasuki usia seratus tahun. Atas kunjungan Cianpwee dan sahabat sekalian, kami sangat bersyukur, hanya kami mohon dimaafkan untuk pelayanan yang tidak sempurna ini. Sebenarnya guru kami hendak mengundang para Cianpwee dan sahabat untuk pertemuan di Hong ho lauw, untuk minum bersama hingga puas, dari itu pelayanan bari ini biarlah diperbaiki kelak, dikemudian hari."

"Hari inipun saudara seperguruan kami, Thio Coei San, baru saja kembali dari perjalanan jauh yang memakan waktu sepuluh tahun. Dia belum sempat menuturkan kepada guru kami tentang parjalanan dan pengalamannya itu. Inilah di sebabkan pesta ulang tahun guru kami ini. Maka itu, kalau umpama dalam suasana begini kita berbicarakan tentang budi atau permusuhan kaum Rimba Persilatan, itulah tidak dapat, itulah juga alamat tidak bagus."

"Dengan begitu maksud para Cianpwee dan sahabat datang memberi selamat lantas dengan sendirinya berubah menjadi hal yang tidak-tidak. Maksud baik itu berubah menjadi masud buruk. Oleh karena itu, tuan-tuan, setelah tuan tuan datang ke Boe tong pai, mari aku yang rendah mengundang tuan-tuan melihat-lihat gunung ini bagian depan dan belakangnya."

Hebat siasatnya Siong Kee. Pertama-tama ia telah lantas menyumbat mulut orang. Dengan itu ia mau mengatakan, orang pastilah bermaksud bermusuh jika hendak membicarakan urusan Cia Soen dan Liong boen Piauw kiok. Sebab hari itu, hari pesta ulang tahun, adalah hari baik.

Sekalian tetamu itu mendaki gunung Boe tong san untuk bicara, untuk mendesak menanyakan dimana adanya Kim mo Say ong Cia Soen. Tapi nama Boe tong pay angker sekali. Tidak ada yang berani memulai. Siapa yang mengajukan diri, berarti dialah yang mengundang permusuhan. Sebaliknya, untuk segera menyerang sendiri juga tidak ada yang berani memulai. Itupun berarti, siapa maju paling dulu, ada harapan dialah yang celaka paling dulu juga. Maka itu tidak ada yang mau menjadi musuh Boe tong pay serta tidak sudi juga menjadi korban pertama. Mereka itu saling mengawasi satu pada yang lain.

Dengan sendirinya suasana menjadi tegang tidak keruan junterungannya.

Akibatnya See hoa coe dari Koen loen pay berbangkit untuk bicara. Ia bukannya menerima undangan Siong Kee, hanya berkata nyaring: "Thio Sie hiap, tidak usah kau mengatakan sesuatu yang artinya lain. Kita terang-terang tidak melakukan apa apa yang gelap. Kita mau bicara dengan mementang jendela lebar-lebar! Kali ini kami datang kemari dengan maksud, pertama tama yalah untuk memberi selamat kepada Thio Cinjin. Yang kedua yaitu guna mencari tahu tentang dimana beradanya Cia Soen sekarang ini."

Boh Seng Kok sudah lama sekali menahan hatinya. Mendengar perkataannya Sea hoa coe, ia tidak dapat pula menguasai dirinya.

"Bagus! Kiranya begitu!" katanya dengan tertawa dingin. "Tidak heran ! Tidak heran."

See hoa coe mendelik. "Apa yang tidak heran ?" tanyanya bengis.

Dengan nyaring Seng Kok berkata: "Tidak heran sebab mulanya aku menyangka tuan-tuan datang kemari untuk memberi selamat kepada guru. Tetapi ditubuh kamu masing-matsng disembunyikan senjata tajam. Mulanya aku heran sekali, di dalam hatiku aku bertanya tanya apakah tuan-tuan hendak menghadiahkan senjata tajam kepada guruku? Sekarang barulah terang duduknya hal! Kiranya bingkisan ini bingkisan macam begini!"

See hoa coe menjadi mendongkol sekali. Ia menepuk-nepuk tubuhnya, terus ia meloloskan jubahnya.

"Bok Cit hiap lihatlah biar terang!" ia berseru. "Kau masih muda sekall, jangan kau menyembur orang dengan darah! Lihatlah tubuhku ini! Siapakah yang menyembunyikan senjata tajam?"

"Bagus! Memang tidak ada!" berkata Seng Kok dengan tertawa. Dengan sebat, dengan jari tangannya ia sodok dua orang yang berada disamping, Ketika ia menarik, putuslah tali baju dua orang itu, karena mana dengan menerbitkan suara nyaring berisik jatuhlah dua batang golok pendek yang berkilauan. Mereka benar telah menyembunyikan senjata disebelah dalam bajunya itu.

Menyaksikan itu, banyak hadirin yang air mukanya menjadi berubah.

"Benar!" See hoa coe berseru. Sekarang ini ia tidak main pernik lagi. "Thio Ngo hiap jikalau kau tidak menunjukkan kami dimana adanya Cia Soen, maka entah kita bakal menggerakkan golok atau pedang!"

Thio Siong Kee tengah menantikan ketika untuk mengasi dengar seruan. Ia melihat ketikanya itu telah sampai. Hanya disaat itu hendak membuka mulutnya, tiba-tiba terdengar suara pujian "Omie too hoed!" yang datangnya dari arah luar pintu. Suara itu tegas sekali dan halus nadanya masuk ketelinga orang. Suara itu datang dari tempat jauh akan tetapi seperti dari sampingnya setiap orang.

Thio Sam Hong yang semenjak tadi berdiam saja lantas berkata: "Kiranya Kong tie Siansoe dari Siauw Lim pay datang! Lekas sambut!"

Ketika itu dipintu luar lantas terdengar pula suara: "Hong thio Kong boen dari Siauw lim sie dengan mengajak soeteenya, Kong tie dan Kong seng serta murid muridnya memujikan agar Thio Cinjin panjang umur!"

Kong boen bersama Kong tie dan Kong-seng adalah tiga diantara pendeta-pendeta kenamaan dari Siauw lim-sie. Oleh karena saudara mereka yang tertua, Kong-Kian, telah berpulang ke Tanah Barat (meninggal) sekarang tinggal mereka saja. Karena kedatangan mereka yang tiba tiba itu batal lah Siong Kee berseru. Pula lantas ia mengerti, dengan datangnya ketiga pendeta Siauw lim-sie ini, gagallah rencananya untuk menyengap lawan.

Ho Thay Ciong dari Koen loen pay sudah lantas menyambut dengan berkata: "Sudah lama aku mendengar nama besar dari keempat pendeta berilmu dari Siauw lim-sie. Sekarang kita dapat bertemu di sini, aku merasa beruntung sekali. Dengan begini berarti juga tidaklah sia sia belaka kedatanganku kemari!"

Dari luar lantas terdengar satu suara dalam, suatu tanda bahwa yang mengeluarkannya yalah seorang yang usianya telah lanjut. Katanya: "Tuan tentunya Ho Sianseng yang menjadi Ciangboenjin dari Koen-loen-pay. Maka aku berbahagia sekali dengan pertemuan ini. Thio Cinjin, aku sipendeta tua telah datang terlambat untuk memberi selamat padamu, itulah perbuatan kurang hormat, maaf !"

Atas itu Thio Sam Hong berkata, dengan merendah: "Hari ini di Boe tong san telah berkumpul hanyak tetamu tetamu ku yang mulia. Aku girang sekali! Aku si imam hanya berhasil hidup sampai umur seratus tahun. Bagaimana aku berani membuat Soehoe yang agung datang kemari.... "

Sembari berkata begitu, ia mengajak murid muridnya pergi kepintu untuk menyambut tetamu tetamunya yang dipandang suci itu dan dihormati nya.

Kedatangan rombongan Siauw-lim pay ini luar biasa. Pihak mereka dengan pihak Boe tong-pay tuan rumah, bicara dari jarak yang jauh. Kedua pihak sudah menggunakan suara dari tenaga dalam. Mereka masih terpisah jauh tetapi mereka bagaikan lagi bicara berhadapan.

Ceng hian Soethay dari Go bie pay kalah mahir tenaga dalamnya. Dia tidak berani campur bicara. Yang lain-lain terlebih pula sampai hati mereka ciut dan malu sendirinya.

Ketika Thio Sam Hong dan murid-muridnya muncul diluar, rombongan Siauw-lim-pay, yang jalannya perlahan, baru sampai didepan pintu. Ketiga pendeta tua itu datang bersama sembilan murid mereka yang telah memasuki usia pertengahan.

Kong-boen Taysoe beralis putih yang panjang sampai turun kematanya, hingga dia mirip dengan Tiang-bie Loo-han, arhat yang alisnya panjang. Kong-seng bertubuh besar dan romannya gagah. Adalah Kong-tie yang beroman meringis dan mulutnya monyong kebawah. Melihat romannya Kong-tie ini, Siong Kee heran, hingga dia berpikir; "Aku dapat melihat wajah orang, siapa beroman seperti pendeta ini, kalau dia bukan umurnya pendek, pasti dia mati celaka, maka heran, kenapa dia dapat berumur panjang dan dihormati banyak orang? Mungkinkah ilmu khoamia dari aku masih sangat terbatas?"

Thio Sam Hong dan Kong-boen semua adalah guru-guru silat ternama dan asalnya satu golongan. Akan tetapi mereka belum pernah mengenal satu dengan lain. Didalam hal umur, Sam Hong lebih tua kira-kira tiga atau empat puluh tahun. Ia berasal dari Siauw lim sie, karena gurunya yalah Kak wan Taysoe. Ia berderajat atau bertingkat dua lipat lebih tinggi daripada Kong boen bertiga. Hanya ia tidak menjadi pendeta dan masuknya menjadi murid Siauw lim sie pun tanpa upacara resmi. Ia cuma murid perseorangan dari Kak wan. Karena ini, pertemuan dengan Kong boen bertiga dilakukan sebagai orang-orang dari sesama derajat dan tingkat. Karenanya, Wan Kiauw dan saudara saudaranya menjadi berada ditingkat sebelah

bawah tetamu-tetamu itu.

Setelah kedua pihak saling memberi hormat, Sam Hong mengundang sekalian tetamunya ke dalam dimana mereka itu bertenau dengan Ho Thay Ciong dan Ceng hian Soethay sekalian.

Kong boen halus gerak geriknya. Ia memberi hormat sekalipun terhadap anak-anak muda.

Habis minum teh, Kong boen berkata: "Thio Cinjin, menurut usia dan tingkat loolap adlah pihak yang lebih muda. Akan tetapi mengingat kedudukan Boe tong dan Siauw lim sederajat, dan loolap justeru menjadi Ciangboenjin dan Siauw lim pay, harap kau mengijinkan loolap bicara terus terang dan sukalah loolap diberi maaf."

Thio Sam Hong dapat menduga maksud orang. Karena ia memang jujur, ia lantas berkata "Sam wie yang suci, apakah kedatangan Sam wie ini untuk Thio Coei San, muridku yang nomor lima?"

" Benar", menjawab Kong boen. "Ada urusan yang hendak didamaikan dengan Thio Ngo hiap"

"Pertama yaitu halnya Thio Ngo hiap sudah membinasakan tujuh puluh dua jiwa keluanga Liong boen Piauwkiok serta enam jiwa murid Siauw lim sie. Bagaimana harus diputuskan mengenai tujuh puluh delapan jiwa itu? Yang kedua yaitu mengenai Soeheng kami, Kong kian Taysoe. Ialah seorang yang pemurah dan bijaksana, seumurnya belum pernah ia ribut dengan siapapun juga tetapi ia telah dicelakai Kim mo Say ong Cia Soen hingga ia mati secara sangat menyedihkan. Kami mendengar Thio Ngo-hiap mengetahui dimana beradanya Cia Soen itu, maka kami mohon sukalah Ngo hiap memberikan petunjuknya. Pasti kami dari Siauw lim sie akan mengingat budi itu."

Mendengar itu, Thio Coei San lantas berbangkit tanpa menanti gurunya bicara. Ia berkata tegas: "Kong-boen Taysoe, tujuh puluh delapan jiwa keluanga Liong boen Piauwkiok dan pendeta Siauw lim sie yang dimaksudkan itu bukannya dibunuh olehku. Seumur hidupku, Coei San telah menerima budi dan ajaran guruku yang berbudi luhur. Walau pun aku bodoh, tidak berani aku mendusta. Hanya halnya siapa siapa yang telah menyebabkan lenyapnya tujuh puluh delapan jiwa itu, dapat aku terangkan bahwa aku mengetahui orangnya. Cumalah tidak ingin aku memberitahukannya. Inilah jawabanku untuk urusan yang pertama itu. Mengenai urusan yang kedua, kematiannya Kong kian Taysoe, siapapun di kolong langit ini tidak ada yang tidak merasa berduka akan tetapi Cia Soen itu yalah sahabat dan saudara angkatku, maka hal dimana beradanya dia sekarang, meski aku ketahui, tak dapat aku menerangkan. Kita kaum Rimba Persilatan, kita paling mengutamakan kehormatan. Dari itu aku Thio Coei San, leherku boleh kutung dan darahku boleh muncrat, tetapi alamatnya kakat angkatku itu tidak bisa aku menerangkannya. Urusanku ini tidak ada sangkut pautnya dengan guruku yang berbudi luhur, juga tidak ada hubungannya sama sekalian saudaraku sepenguruan. Jadi semua itu aku yang bertanggung jawab sendiri. Terserah kepada Taysoe bila hendak membinasakan aku, silahkan turun tangan! Aku si orang she Thio, seumurku aku belum pernah aku melakukan sesuatu yang dapat membikin malu guruku, juga belum pernah aku lancang membunuh seorang baik-baik. Jikalau tuan-tuan hendak memaksa aku melakukan perbuatan tidak terhormat, bagianku yalah mati, lain tidak!"

Coei San bicara dengan bersemangat sekali hingga Kong boen memuji: "Omie toohoed!" dan berpikir: "Mendengar suaranya, ia tidak mendusta. Bagaimana sekarang"

Justeru ruang sunyi, dari luar jendela terdengar suara bocah memanggil. "Ayah!"

Coei Sin terkejut. Ia mengenali suara anaknya.

"Boe Kie, kau pulang!" serunya. Dan ia berlompat untuk lari keluar.

Dua orang masing-masing dari Boe san pay dan Sin koen boen yang berdiri dimuka pintu, menduga orang hendak melarikan diri. Sambil membentak "Kau hendak lari ke mana?" mereka mengulur tangannya, mencekuk.

Coei San keras memikirkan anaknya. Ia mementang kedua tangannya, maka dua perintang itu lantas terpental ke samping kiri dan kanan dan roboh tenguling. Ketika ia telah melompat keluar jendela, di situ ia tidak melihat suatu apa.

"Boe Kie!! Boe Kie!" ia terus memanggil berulang ulang kali.

Tidak ada penyahutan.

Dari dalam memburu belasan orang. Apabila mereka mendapatkan orang bukannya lari, merera berdiri diam mengawasi saja.

"Boe Kie ! Boe Kie !" Coei San memanggil manggil lagi.

Tetapi ia tidak memperoleh jawaban, sebaliknya, sejenak kemudian, disitu muncul In So So. Isteri itu baru sembuh dan berada diruangan dalam ketika ia mendengar suaminya memanggil manggil anak mereka.

"Boe Kie pulang?" tanya isteri ini kegirangan.

"Barusan aku seperti mendengar suaranya. Ketika aku memburu keluar, aku tidak melihatnya." sahut sang suami.

So So kecele.

"Mungkin disebabkan kau terlalu memikirannya, barusan kau salah mendengar." katanya perlahan,

Coei San berdiam, lalu ia menggelengkan kepana nya dengan keras.

"Terang aku mendengarnya," katanya. "Pergilah kau masuk!"

Coei San kuatir isterinya bertemu sama sekalian tetamu dan nanti ada ekornya. Seberlalunya isteri itu, ia kembali ke dalam, terus ia memberi hormat pada Koen boen seraya meminta maaf untuk kepergiannya barusan tanpa perkenan lagi.

"Siancay, siancay!" Kong tie memuji, "Thio Ngohiap demikian menyayang anak. Kau sampai seperti lupa ingatan. Maka itu. begitu banyak jiwa yang dicelakai Cia Soen, apakah mereka itu tidak mempunyai ayah atau ibu, isteri atau anak ?"

Pendeta itu bertubuh kecil dan kurus akan tetapi suaranya nyaring bagaikan genta, menderu ditelinga para hadirin. Coei San lagi kalut pikirannya, ia tidak memberikan penyahutannya.

Kong boen mengawasi kedua soeteenya, Kong tie dan Kong sang mengangguk. Maka ia lantas menghadapi tuan rumah dan berkata: "Thio Cinjin, bagaimana urusan ini hendak diputuskan, kami memohon petunjuk Cinjin saja."

"Muridku tidak mempunyai kepandaian apa-apa. Walaupun demikian tidaklah nanti dia berani memperdayai gurunya," berkata Sam Hong. "Maka itu, aku percaya tidak nanti dia berani mendustakan samwie. Seperti dia katakan, jiwanya orang-orang Liong boen Piauwkiok serta murid-muridmu itu bukanlah dia yang membunuhnya. Sedang tentang tempat kediamannya Cia Soen sudah terang dia tidak hendak memberitahukannya."

Kong tie tertawa dingin.

"Tetapi ada orang yang melihat dengan matanya sendiri Thio Ngo hiap membunuh murid murid kami itu!" katanya mengejek. "Mustahilah murid-murid Boe tong pay tidak dapat mendusta tetapi murid Siauw lim pay dapat."

Dia lantas mengibas dengan tangan kirinya dan dua pendeta usia pertengahan dibelakangnya lantas maju kedepan

Dibelakang dua pendeta ini mengintil seorang pendeta lain tetapi sebab ia bertubuh kecil dan kate tubuhnya itu teraling dan tidak segera terlihat. Tiga-tiga mereka picak mata kanannya. Mereka bukan lain daripada Goan sim, Goan im dan Goan hiap, ketiga pendeta Siauw lim pay yang ditepi telaga di Lim an telah terhajar jarum emasnya in So So.

Coei San telah melihat mereka itu dan mengenalinya. Ia menduga pasti mereka bakal dijadikan saksi untuk peristiwa ditepi telaga Seeouw itu. Sekarang dugaannya itu jitu. Ia tidak takut. Ialah bukan si pembunuh, si pembunuh adalah So So yang telah menjadi isterinya. Bagaimana ia bisa tidak melindungi isterinya itu? Hanya, bagaimana ia harus melindunginya ?

Diantara tiga pendeta itu yang bernama berhuruf 'Goan', Goan im yang tabiatnya paling keras. Sebenarnya menurut adatnya, begitu bertemu Coei San, ingin ia menerjang. Tetapi karena ada gurunya, ia menahan sewot. Sekarang setelah gurunya memanggil, ia lantas muncul untuk terus berkata: "Thio Coei San, ditepi telaga See ouw di Lim an, kau telah menerjang Hoei bong dengan jarummu. Jarum mana masuk dari mulut, mengambil jiwanya! Aku melihat itu dengan mataku sendiri! Apakah aku memfitaah kau? Dan mata kanan kamipun disarang jarum beracun itu. Apakah kau masih hendak menyangkal?"

Didalam keadaan seperti itu, Coei San mesti menyangkal terus. Ia kata: "Kami dari kaum Boe tong pay, benar kami mempelajari senjata rahasia dan jumlah macamnya bukan sedikit. Akan tetapi semua itu sebangsa piauw dan panah tangan! Kami bertujuh sudah lama sering merantau, cobalah tanya, apa pernah ada yang melihat kami menggunakan jarum, baik jarum emas maupun jarum perak? Maka tentang jarum beracun tak usah disebut-sebut lagi!"

Dunia Rimba Persilatan memang tahu golongan Boe tong pay golongan lurus, maka itu banyak yang tidak percaya bahwa Thio Coei San menggunai jarum jahat seperti itu. Tidak demikian dengan Goan im yang menjadi sangat gusar.

"Apakah kau tetap menyangkal"" dia membentak: "Bersama-sama soetee Goan giap aku melihat sendiri kau menyerang Hoei hong dengan jarum. Jikalau itu bukannya kau, habis siapakah?"

"Aku tahu siapa dia, tetapi aku tidak hendak memberitahukan kepada kamu!" menyahut Coei San. "Apakah kau kira murid-murid Boe tong pay dapat kau main paksa "

Coei San pandai bicara. Ia membuatnya darah Goan im meluap. Maka itu, adu mulut mereka berkesudahan dari unggul si pendeta jatuh dibawah angin.

"Goan im Soeheng," Thio Siong Kee turut bicara," tentang siapa sebenarnya yang membinasakan murid-murid Siauw lim itu, untuk sekarang ini sulit buat dibikin terang. Akan tetapi Soe heng kami, Jie Thay Giam, terang sudah telah dilakukan dengan Kim kong cie dari Siauw Lim pay! Maka itu kebetulan sekali kunjungan tuan tuan semua, sekarang aku mohon menanya, sebenarnya siapakah yang telah melukai Sam soe heng kami itu?"

"Itulah bukan aku," Goan sim menyangkal cepat.

"Aku juga tahu bukannya kau!" kata Siong Kee tertawa dingin. "Aku juga tidak percaya kau mampu meyakinkan ilmu itu!"

Ia berdiam sejenak, lalu melanjuti: "Jikalau Soeheng kami itu bertubuh sehat dan ia bertempur dengan orang partaimu yang kosen secara laki-laki, kalau ia sampai dilukakan dengan Kim kong cie, harus disesalkan saja kepandaiannya belum sempurna. Kalau pertempuran sampai terjadi orang terluka atau binasa apa mau dibilang lagi? Orang toh tidak biasanya membuat perjanjian sebelum pertandingan dimulai untuk mempertanggungkan keselamatan bulu atau rambutnya? "

" Akan tetapi Soeheng kami itu justeru lagi menderita sakit berat, tubuhnya tidak dapat digerakkan. Justeru begitu tuan pendeta itu sudah menggunakan pukulan Kim kong cie. Dia memaksa Soehengku menerangkan tentang golok mustika To liong to!"

Sampai disitu, dengan mengeraskan suaranya, Siong Kee menambahkan: "ilmu silat Siauw lim pay telah menjagoi dikolong langit ini, Siauw lim pay telah menjadi jago Rimba Persilatan. Dari itu apa perlunya dia menghendaki juga golok mustika itu? Di sebelah itu, golok tersebut pernah dilihat satu kali oleh Soehengku itu! Kenyataannya ia telah dipaksa, bukankah perbuatan itu terlalu kejam? Jie Thay Giam mempunyai juga sedikit nama dalam Kang Ouw. Ia biasa melakukan perbuatan perbuatan mulis. Dengan begitu ia jadinya pernah melakukan jasa jasa baik untuk kaum Rimba Persilatan. Tetapi sekarang ia dianiaya pihak Siauw lim pay hingga ia bercacad seumur hidupnya. Untuk sepuluh tahun ia rebah saja diatas pembaringan. Maka itu sekarang kami mau memohon pertimbangan dari tiga Taysoe yang mulia"

Urusan terlukanya Jie Thay Giam dan kebinasaan keluarga Liong boen Piauw kiok itu telah menjadi bahan perselisihan selama sepuluh tahun. Hanya karena lenyapnya Thio Coei San suami isteri perkara tinggal tengantung. Sekarang pihak Siauw lim pay menimbulkannya pula dan Thio Siong Kee menggunakan ketikanya akan turut menggugatnya.

"Tentang itu pernah loolap menyelidiki," berkata Kong boen. "Loolap telah memeriksa sekalian murid Siauw lim sie, tapi tidak ada satupun yang melakukan penganiayan itu."

Mendengar jawaban itu, Thio Siong Kee merogo sakunya. untuk mengeluarkan sepotong emas goan po. Pada uang itu ada tapak jari tangan. Sambil menunjuki itu, ia berkata dengan nyaring: "baiklah semua orang gagah dikolong langat ini mengetahui. Orang yang menyiksa Soeheng kami itu yatah pendeta Siauw lim pay yang tapak jati tangannya berada diatas uang goanpo ini ! Kecuali dengan Kim kong cie, ada partai mana lagi yang dapat membikin tanda diatas uang seperti ini?

Goan-im bertiga menuduh Thio Coei San hanya dengan kata-kata. Sekarang Siong Kee membalas dengan ada buktinya, inilah hebat.

"Siancay, siancay!" memuji Kong boen Taysoe: "Diantara orang partai kami yang meyakinkan Kim kong cie, kecuali kami bertiga cuma lima Tiang Loo dari Tat mo tong. Akan tetapi, kelima Tiang loo itu tidak pernah keluar dari kuil kami lamanya sudah tiga sampai empat puluh tahun. Maka dari itu cara bagaimana mereka dapat melukai Jie Sam Hiap?"

Jilid 18

Mendengar itu, Boh Seng Kok menyelak: "Barusan Taysoe tidak percaya perkataannya Ngo Soeko kami. Taysoe mengatakannya omong disatu pihak saja. Habis bagaimana sekarang, apakah kata kata Taysoe juga bukan hanya kata kata sepihak?"

Kong boen sabar luar biasa, walaupun ditanggapi demikian rupa, ia tidak menjadi gusar.

"Jikalau Boh Cit hiap tidak percaya loolap, ya apa boleh buat!" katanya.

"Mana berani boanpwee tidak percaya Taysoe?" berkata Seng Kok. "Hanyalah didalam dunia ini segala sesuatu gampang sekali berubab, sukar untuk menerkanya dan segala yang benar dan tidak benar tak dapat dipastikan. Tuan tuan cuma ketahui beberapa pendeta Siauw lim pay itu telah terbinasa ditangan Soeheng kami. Sebaliknya kami menyatakan, Sam Soeheng dianiaya pihak Siauw lim pay. Siapa tahu jikalau didalam perkara ini ada sesuatu yang tersembunyi? Maka kalau menurut Cianpwee urusan harus diurus dengan sabar, supaya tidak mengganggu persahabatan diantara kedua partai. Jikalau kita bertindak sembrono, kemudian dibelakang hari urusan dapat dibikin terang, bukankah kita akan menyesal sesudah kasep."

"Boh Cit hiap benar," berkata Kong boen mengangguk.

Sedang saudaranya itu berlaku demikian sabar, Kong tie berteriak dengan mendadak: "Habis apa kah sakit hatinya Soeheng Kong kian dapat dibiarkan saja? Thio Ngohiap, urusan Liongboen Piauw kiok untuk sementara boleh kita biarkan saja, tetapi tentang Cia Soen si jahat itu, itulah lain! Mengenai dia itu, hari ini kami menghendaki kau memberitahukannya biarpun kau tidak suka, kau mesti bicara juga!"

Song Wan Kiauw membungkam sekian lama. Sekarang ia melihat suasana tegang, terpaksa ia campur bicara. Ia kata nyaring "Jikalau golok mustika itu tidak ada ditangannya Cia Soen, apa kah Taysoe tetap begini bernafsu hendak mengetahui dimana beradanya dia?"

Kata kata itu singkat tetapi maksudnya dalam sekali. Kong tie telah ditegur dan dituduh ingin memiliki golok mustika itu.

Kong tie menjadi gusar sekali. Tangannya menepuk meja! Maka celakalah meja itu yang menjadi hancur! Tapi inipun menandakan lihaynya tangan itu. Ia sampai terkejut sendirinya. Tapi ia lagi murka, ia tidak menghiraukannya. Ia bahkan berkata nyaring: "Sudah lama kami mendengar yang ilmu silatnya Thio Cinjin asalnya dari Siauw lim pay. Bahwa orang Rimba Persilatan mengatakan, hijau itu asalnya dari biru, tetapi yang hijau akhirnya menjadi lebih menang dari pada biru. Kamipun sudah lama mengaguminya, hanya kami tidak lagi tahu sampai dimana kebenarannya pembilangan itu. Apakah itu tidak melebihkan dari kenyataan hari itu? Hari ini dihadapan orang orang gagah diseluruh negara ini, ingin aku belajar kenal. Aku mengharap tidaklah Cinjin pelit untuk mengajarnya!"

Perkataan itu mengejutkan orang banyak berbareng menarik hati. Thio Sam Hong menjagoi pada tujuh puluh tahun yang lampau. Orang-orang sepantarannya yang pernah bertempur dengannya sudah pada mati. Jadi sekarang ini belum ada yang mengetahui sampai dimana lihaynya dia. Kecuali tujuh muridnya, belum pernah ada yang menyaksikan ia bersilat. Hanya dengan melihat dari kegagahannya Song Wan Kiauw bertujuh, bisalah ditaksir kelihayannya itu. Kali ini orang-orang mendengar ketua Boe tong pay itu ditantang, semua orang menjadi gembira, rata rata ingin menyaksikan pertempurannya jago jago utama.

Semua mata lantas saja diarahkan kepada Thio Sam Hong. Semua orang ingin sekali mendengar tantangan itu diterima atau tidak. Tapi orang mendapatkan orang tua itu melainkan hanya bersenyum. Sekali tidak menolak tetapi juga tidak menerima.

"Ilmu silat Thio Cinjin sangat lihay. Dikolong langit ini tidak ada tandingannya," berkata Kong boen Taysoe. "Begitu juga kami ketiga pendeta dari Siauw lim sie. Kami bukannya tandingannya Cinjin, hanyalah sekarang, keadaan memaksa sekali! Perselisihan diantara murid kedua pihak, jikalau tidak dibereskan dengan kekuatan tenaga, untuk memastikan siapa kuat dan siapa lemah, sungguh sukar untuk diselesaikan. Maka itu kami bertiga menjadi tidak tau diri, kami bersedia bekerja sama bertiga meminta Cinjin sukalah memberi pengajaran kepada kami. Cinjin berderajat dua tingkat lebib tinggi dari pada kami. Jikalau kita bertempur satu lawan satu, itu artinya terhadap Cinjin kami berlaku sangat tidak hormat!"

Kata-kata ini didengar orang banyak, mereka itu pada berkata didalam hatinya: "Perkataanmu sangat merendah, enak dldengarnya, tetapi itu artinya tiga melawan satu! Thio Sam Hong boleh liehay sekali, tetapi sekarang ia sudah berusia seratus tahun. Tenaganya tentu telah berkurang banyak sekali. Maka itu, dapatkah ia melayani tiga jago dari Siauw lim sie itu ?"

Song Wan Kiauw sudah lantas berbangkit. "Hari ini adalah hari perayaan ulang tahun guruku. Mana dapat hari ini orang mengadu kepandaian ?" katanya.

Mendengar sampai disitu para hadirin menduga Boe tong pay takut menyambut tantangan. Tapi orang belum bicara habis, Wan Kiauw berkata terus: "Laginya benar seperti kata Kongboen Taysoe barusan. Tingkat derajat diantara guruku dan Taysoe bertiga berlainan, tidak seimbang. Jikalau pertempuran sampal terjadi, bukankah itu sama dengan yang tua menghina yang muda? Akan tetapi Siauw lim pay sudah menantang. Boe tong pay tidak dapat tidak menyambutnya. Pepatah membilang, kalau ada urusan, sang murid mengurusnya. Maka itu sekarang baiklah diatur begini, kami tujuh murid dari Boe tong pay, kami akan melawan dua belas pendeta lihay dari Siauw lim pay!"

Orang gempar sendirinya mendengar jawaban berani dari Wan kiauw ini. Itulah bukan menyambut tantangan belaka bahkan berbalik menantang.

Kong boen, Kong tie,dan Kong Seng datang ke Boe tong san dengan mengajak masing masing tiga murid. Dari itu jumlah mereka menjadi dua belas, dan ialah jumlah yang ditantang murid Boe tong pay itu. Oleh karena Wan Kiauw menyebut jumlah tujuh, orang menjadi heran. Bukankah Jie Thay Giam telah bercacad dan jumlah mereka menjadi tinggal enam orang. Enam lawan dua belas, itu sama artinya satu melawan dua. Bukankah dengan begitu dengan sendirinya Song Wan Kiauw menjadi telah mengangkat harga diri Boe tong pay?

Kelihatannya Song Wan Kiauw menyerbu bahaya dengan kata katanya itu. Memang juga, terpaksa ia bersikap demikian. Tapi sikapnya ini telah diperhitungkan. Ia tahu baik Kong boen bertiga liehay melebihkan semua saudaranya. Kalau satu lawan satu, hanya ia seorang yang dapat menandinginya secara berimbang. Jie Thay Giam bercacad, sedang Jie Lian Cioe baru sembuh. Tapi kalau mereka melawan dua belas orang, ia tahu sembilan murid tiga pendeta itu tidak harus dijerikan. Maka namanya saja enam lawan dua belas, kenyataannya enam lawan tiga.

Kong tie Taysoe ketahui maksud hatinya Wan Kiauw. Ia mengeluarkan suara dihidung. Ia kata: "Jikalau Thio Cinjin sendiri tidak sudi memberi pelajaran, baiklah, biar kami bertiga saja yang melawan tiga diantara keenam tuan dari Boe-tong pay. Dalam tiga pertandingan, siapa yang. menang dua kali dialah yang menang."

Thio Siong Kee dapat membade hati orang. Ia menggantikan kakaknya berbicara. Ia kata: "Jikalau Kong-tie Taysoe menghendaki juga satu lawan satu, baiklah, dari kita tujuh saudara, Shako Jie Thay Giam tidak dapat turun dari pembaringan sebab ia telah dianiaya oleh pendeta Siauw lim sie. Meskipun begitu, tidak ada satu diantara kita berenam yang sudi ketinggalan. Maka baiklah kita bertempur dalam enam rombongan saja. Yalah enam murid Boe-tong-pay melawan enam pendeta gagah dari Siauw lim-pay, dan siapa yang menang dalam empat pertandingan, dialah yang menang."

"Benar begitu!" Boh Seng Kok turut bicara, "Jikalau pihak Boe-tong-pay yang kalah, Thio Ngoko akan memberitahukan tentang Kim mo Say ong Cia Soen. Dia akan memberitahukan kepada Hongthio dari Siauw-lim-sie. Umpama kata pihak Siauw-lim-pay yang mengalah, maka kami minta Taysoe bertiga lantas mengajak semua sababat ini, yang namanya saja datang untuk memberikan selamat ulang tahun kepada guruku, tetapi sebenarnya hendak mencari gara-gara, untuk turun dari gunung ini!"

Seng Kok mengatakan demikian sebab ia bisa mengerti maksud Siong Kee. Dengan enam lawan enam, sudah terang Boe tong pay bakal tidak kalah. Ia ketahui baik sekali kakaknya yang nomor satu dan nomor dua dapat menandingi ketiga musuh yang libay itu, tetapi ketiga murid mereka itu pasti bakal kena dikalahkan.

Kong-tie Taysoe cerdik, ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Tidak sempurna, itulah tidak sempurna!" katanya. Ia berkata begitu, lantas ia berhenti, tidak mau menjelaskan 'tidak sempurna' nya itu.

Thio Siong Kee berkata pula: "Taysoe bertiga menantang guru kami, katanya kamu mau bertanding tiga lawan satu. Setelah kami enam orang Boe tong pay bersedia melawan duabelas pendeta Siauw lim-pay, Kong-tie Taysoe menghendaki satu lawan satu. Kami menerima baik, tetapi Tay soe bilang tidak sempurna. Sekarang begini saja, biar boanpwee seorang diri melawan tiga pendeta yang lihay. Bukankah ini sempurna? Jikalau Taysoe bertiga dapat menghajar aku sampai mati, itu arti nya Siauw lim-pay yang menang! Tidaklah itu bagus?"

Mukanya Kong-tie menjadi berubah. Hebat ejekan itu.

Tapi Kong Seng tertawa terbabak-babak, berulang kali dia memuji: "Siancay ! Siancay!"

Semenjak datangnya, pendeta ini belum pernah membuka mulutnya. Inilah yang pertama kali. Lalu ia menambahkan: "Soeheng berdua, Thio Sie hiap ini mau bersendirian melawan kami bertiga, mari kami maju bersama!"

Pendeta ini lihay ilmu silatnya, tetapi ia tidak menginsafi ejekannya Siong Kee itu.

"Jangan banyak omong, Soetee!" Kong boen mencegah. Kemudian ia berpaling kepada Song Wan Kiauw dan berkata: "Begini saja ! Kami enam pendeta Siauw lim melawan enam jago Boe tong, menang atau kalah diputuskan dengan ini satu kali pukul. "

"Bukannya enam orang dari Boe tong melainkan tujuh!" berkata Wan Kiauw.

Kong tie Taysoe terkejut.

"Jadi kalau begitu Thio Cinjin bakat turun tangan juga ?" tanyanya.

"Taysoe keliru," sahut Wan Kiauw. "Orang orang dengan siapa guru kami pernah bertempur semua sudah tidak ada lagi dalam dunia karena itu mana bisa lagi guru kami melakukan pertempuran? Sedang tentang Jie Shatee kami, dia bercacad, dia tidak dapat bengerak, dia juga tidak punya murid. Tetapi meski demikian, persaudaraan kami bertujuh sangat erat. Kami mau hidup dan mati bersama. Dari itu disaat mati hidup seperti ini, mana dapat kami berpeluk tangan menonton saja dipinggiran? Maka itu, untuk gantinya, aku hendak minta dia mencari wakil. Untuk ini biarlah dia diberi ketika untuk memberi petunjuk kepada wakilnya itu. Dengan begitu, tujuh murid Boe tong pay menempur pendeta-pendeta dari Siauw lim pay! Untuk pihak taysoe, maju tujuh baik, maju duabelas baik juga, untuk kami tidak ada halangannya!"

Kong boan heran. Ia berpikir: "Sebegitu jauh yang aku tahu dipihak Boe tong pay kecuali Thio Cinjin dan tujuh muridnya, tidak ada lagi yang lihay. Maka sekarang dia mau mencari wakil mana dapat? Kalau mereka minta bantuan dari lain partai, itu bukan lagi namanya partai Boe tong pay Mengucapkan begini sebagai pelabi saja untuk memegang nama baiknya Boe tong Cit hiap ..."

Maka ia lantas mengangguk dan menyambut: "Baiklah, tujuh pendeta Siauw lim akan melawan tujuh jago Boe tong!"

Dipihak Boe tong pay, Jie Lian Cioe, Thio Siong Kee dapat membade maksudnya Toako mereka. Thio Sam Hong mempunyai semacam ilmu silat istimewa yang diberi nama "Cit boe Cit cay tin" yalah semacam warisan, untuk mana tujuh orang meski bertempur bersatu padu melayani musuh. Ilmu itu didapatkan Thio Sam Hong karena ilham yang muncul setelah ia melihat sesuatu.

Pujaan Boe tong pay yalah Cin Boe Tay tee, Pacungnya Tay tee didampingi oleh dua panglimanya, yalah Koe Ciang koen, dan Coa Ciang koen, malaikat kura-kura dan ular. Kedua Ciang koen ini berkedudukan demikian rupa hingga mirip dengan letaknya Coa san dan Koe san. Gunung Ular dan Gunung Kura-kura di sungai Tiangkang dan sungai Hansoei. Sifatnya ular yalah lincah, dan sifatnya kura-kura pendiam. Ular dan kura kuranya Cin Boe Tay tee justeru mencakup ke dua sifat itu. Maka setelah mendapat ilham itu segera Thio Sam Hong pergi ke Han yang untuk memandang kedua Gunung Ular dan kura-kura itu, mengawasi terus-terusan. Ia membayangi bagaimana Gunung Ular bagaikan berlegot-legot, dan Gunung Kura-kura numprak tegak dan agung.

Lantas setelah itu, ia melamuni ilmu silat yang hendak diciptakan itu. Hebat usahanya Sam Hong ini. Ia berdiri ditepi sungai selama tiga hari dan tiga malam tanpa minum dan dahar. Dipagi hari keempat, ia menyaksikan munculnya Sang Surya yang merah marong. Mendadak ia sadar. Lantas ia tertawa lebar dan terus berangkat pulang ke Boe tong san untuk selanjutnya mengumpulkan tujuh muridnya untuk mengajar mereka ilmu silat istimewa itu.

Ilmu sitat itu mempunyali keistimewaan sendiri-sendiri bila digunakan oleh satu orang. Kalau dengan dua orang, maka mereka berdua dapat saling membantu, baik maju baik mundur Kalau bertiga, maka itu menjadi terlebih hebat pula, hebatnya seperti tiga melawan empat orang liehay.

Dengan rajin ketujuh murid itu belajar. Merekat menyakirkannya dengan sungguh-sungguh. Mereka telah memperoleh hasil berlipat ganda. Umpama empat dapat melawan delapan, lima dapat melawan enambelas, enam dapat melawan tiga puluh dua, dan tujuh dapat melawan enampuluh empat.

Dijaman itu, orang lihay cuma berjumlah kira kira tigapuluh orang. Mereka pun terpecah diantara pelbagai partai dan golongan sejati dan sesat. Maka kalau terjadi bertempuran, mereka tidak dapat besatu. Maka itu Cinboe Cit cay tin jadi merupakan semacam barisan.

Sekarang, Song Wan Kiauw menghadapi lawan tangguh. Ia ingat ilmu silat itu.

"Sekarang aku minta Taysoe suka menanti sebentar," kemudian ia kata pada Kong boen beramai. "Kami hendak menemui Jie Samtee untuk minta ia memilih wakilnya untuk menambah jumlah kami yang kurang satu."

Habis berkata, kakak sepenguruan itu mengedipkan mata pada lima saudaranya, lalu mereka memberi hormat pada guru mereka, terus mereka mengundurkan diri keperdalaman.

"Toako," kata Seng Kok yang lantas mendahului membuka mulut: "mari kita lawan pendeta pendeta Siauw lim itu dengan Cin cay tin supaya mereka menginsafi lihaynya ilmu silat Boe tong pay. Hanya siapakah yang bakal menggantikan

Shako?"

"Hal itu kita putuskan dengan suara kita yang terbanyak," kata Wan Kiauw mengangguk. "Sekarang kita semua jangan bicara. Kita menulis satu nama ditelapak tangan kita. Nanti kita lihat siapa pilihan kita beramai"

"Bagus!" seru Seng Kok yang sangat setuju. Ia lantas mengambil pit dan menyerahkannya kepada kakak yang tertua itu.

Wan Kiauw menulis satu nama lalu dia membekap tangannya itu. Pitnya ia serahkan pada Lian Cioe. Si adik lantas menulis ditelapakan tangannya. Demikian seterusnya mereka berenam.

"Sekarang mari buka sama-sama!" kata Wan Kiauw kemudian.

Segera ternyata Wan Kiauw bersama Lian Cioe dan Siong Kee menulis "Ngo Teehoe," artinya ipar mereka, isteri Coei San. Coei San sendiri menulis nama So so, isterinya. Seng Kok pun menulis "Ngo so," artinya isteri Coei San juga.

In Lie Hong yang paling belakang. Dia tidak membuka telapak tangannya, cuma mukanya yang merah.

"Heran!" kata Seng Kok. "Apanya yang aneh?" Lantas ia memaksa membuka kepalan kakaknya itu.

Ternyata saudara she In ini menulis "Nona Kie" yalah tunangannya.

Coei San terharu. Ia menggenggam tangan adik seperguraan itu, sedang mulutnya mengucap: "Oh, Lioktee"

Semua orang mengetahui mengapa Lie Hang sampai menulis nama tunangannya itu. Ini adalah disebabkan karena ia mengasihani In So So yang belum lagi pulih benar kesehatannya, yang pada pikirnya tak seharusnya berkelahi mati-matian. Seng Kok hendak menggoda, tapi Coei San lekas mencegah dengan kedipan mata.

"Karena semua sudah setuju Tee hoe, Ngotee, pergilah kau undang isterimu datang kemari," kata Wan Kiauw.

Coei San menurut. Ia segera pergi kekamarnya dan mengundang isterinya itu dengan sekalian menjelaskan duduk persoalan.

"Semua orang orang Liong boen Piauwkiok dan Hoei hong beramai, akulah yang membinasakannya", kata So So. "Ketika aku melakukan hal itu, aku belum berkenalan sama Ngo-ko. Maka itu urusan itu tidak selayaknya menyeret-nyeret Boe tong-pay. Baiklah aku menyuruh saja semua pendeta itu mencari Peh bie-kauw yalah ayahku untuk mereka membuat perhitungan disana."

"Teehoe, perkara telah terjadi. Kita tidak mestinya berhitungan," kata Siong Kee. "Laginya aku telah melihat jelas: katanya mereka itu datang untuk urusan Liong boen Piauw-kiok. Itu melainkan alasan yang benar yalah untuk urusannya Cia Soen. Mereka berpegangan kepada permusuhan, tapi sebenarnya mereka mencari golok mustika To-liong-to!"

"Sieko betul!" kata Seng Kok. "Memang benar mereka mencari golok mustika itu. Maka biar bagaimana, mereka pasti tanya dimana tempat berdiamnya Cia Soen sekarang ini."

"Memang demikian adanya." kata Coei San. "Kong-kian sendiri yang memberitahukan Cia Soen saudara-angkatku itu, bahwa didalam golok To liong-to itu ada tersimpan semacam ilmu silat yang dapat membikin orang menjagoi dikolong langit ini. Kong-kian ketahui itu, mesti Kong boen, Kong-tie dan Kong-seng mengetahuinya juga."

"Jikalau begitu, terserah kepada kalian," kata So So akhirnya. "Hanya ilmu silatku masih rendah sekali, didalam tempo pendek ini, mana dapat aku memahami Cin boe Cit tay tin?"

"Itulah gampang," berkata Wan Kiauw. "Sebenarnya dengan kita berlima melawan tujuh pendeta, kita merasa pasti bakal menang. Jikalau toh meminta bantuan kau, Teehoe, itulah sebab kita mendengar lihaynya senjata rahasiamu yang berupa jarum. Kita mengharap kapan perlu, agar kau membantu kita. Dengan begitupun pastilah Shatee bakal jadi terhibur hatinya"

Wan Kiauw benar. Ia memang memberati Jie Thay Giam yang tidak bisa turut bertempur hingga saudara itu pasti akan menyesal sekali. sedang penggunaan "tin" itu, inilah yang pertama kalinya. Bagaimana terhiburnya Thay Giam umpama kata dia bisa turut mengambil bagian dan mereka menang.

In So So cerdas, ia lantas mengerti.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar