Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 62

Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 62
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------

Bagian 62

“Thio Shiehiap benar,? kata Kong boen. “Kalau bertempur, biarpun kita bisa membinasakan banyak Tat coe, pihak kitapun pasti akan menderita kerusakan besar. Memang sebaiknya kita menyingkir untuk sementara saat.

Sesudah Kong boen menyatakan pendapatnya, yang lain tak berani membantah lagi.

“Thio Siehiap, menurut pendapatmu, kemana kita harus pergi?? tanya Kong boen.

“Tat coe tentu menduga, bahwa kita pergi ke selatan atau ke tenggara,? jawabnya. “Untuk menyelesaikannya, kita menyingkir ke tempat yang tidak diduga mereka. Sebaiknya kita pergi ke Monggolia. Bagaimana pendapat kalian??

Semua orang kaget. Monggolia adalah negeri Tat coe. Cara bagaimana mereka mau diajak masuk ke sarang musuh?

Tapi Yo Siauw menepuk nepuk tangan dan berkata sambil tertawa. “Tepat benar pendapat Thio Siehiap. Monggolia sedikit penduduknya dan digurun pasir yang luas, dengan mudah kita mencari tempat sembunyi. Tat coe tentu menganggap kita bakal kembali ke Tiong goan. Mereka tak akan mimpi, bahwa kita berbalik menyatroni sarang mereka.?

Sekarang semua orang tersadar. Diam diam mereka memuji kecerdasan Thio Siog Kee. Semua orang lalu menunggang kuda atau naik kereta dan segera berangkat ke arah utara.

Sesudah melalui kira kira lima puluh li, rombongan itu berhenti di sebuah selat gunung. Yo Siauw segera mengeluarkan makanan kering dan arak yang memang sudah disediakannya. Sambil beromong omong, tokoh keenam partai menyatakan rasa terima kasihnya terhadap Boe Kie dan Hoan Yauw yang sudah menolong jiwa mereka.

Sementara itu, Cioe Cie Jiak dan murid murid Go bie lainnya menggali lubang dan menguburkan jenazah guru mereka. Kong boen, Kong tie, Sen Wan Kiauw, Boe Kie dan yang lain2 bersembahyang dan memberi hormat terakhir kepada si nenek. Biat coat soethay adalah salah seorang pendekar kenamaan pada jaman itu. Biarpun adatnya aneh, ia seorang jujur dan selama hidupnya banyak menolong sesama manusia, sehingga segenap Rimba Persilatan menghormatinya. Waktu bersembahyang para murid Go bie menangis sedu sedan, sedang jago jago keenam partai turut merasa sedih.

“Orang yang mati tak bisa hidup kembali,? kata Kong boen taysoe dengan suara nyaring. “Para pendekar Go bie janganlah terlalu berduka. Asal kalian bisa penuhi mendiang gurumu, maka biarpun Soethay sudah meninggal dunia, ia seperti juga masih hidup di dalam dunia. Kali ini musuh menggunakan racun dan kita semua sama sama menderita. Kong seng Soetee dari partai kami juga binasa dalam tangan Tat coe. Sakit hati ini pasti mesti dibalas. Cara bagaimana kita harus membalasnya, kita sekarang harus berunding masak masak.?

“Benar,? menyambung Kong tie. “Dalam waktu yang lampau enam partai bermusuhan keras dengan Beng kauw. Tak dinyana Thio Kauwcoe membalas kejahatan dengan kebaikan dan sudah menolong kita semua. Mulai dari sekarang kedua belah pihak meniadakan permusuhan dan melupakan segala apa yang sudah terjadi. Hari ini dengan meminjam kesempatan dari kumpulnya semua partai, loolap ingin mengajukan sebuah usul. Usul itu ialah kita beramai ramai mengangkat Thio Kauwcoe sebagai Beng coe (kepala perserikatan) dari perserikatan partai2 Rimba Persilatan di wilayah Tiong goan. Dengan berserikat dan bekerja sama dan bersatu padu, kita berusaha untuk mengusir Tat coe dari tanah air kita.?

Usul itu disambut dengan sorak sorai gegap gempita oleh para hadirin. Hanya Cioe Cie Jiak seorang yang tidak mengeluarkan sepatah kata. Ia menunduk dan memikirkan janji yang telah diberikannya kepada sang guru.

Boe Kie kaget. Ia menggoyang goyangkan kedua tangannya dan menggeleng gelengkan kepala. “Tidak bisa! Tidak bisa!? katanya dengan suara gugup. “Dalam Rimba Persilatan, sejak dulu Siauw lim pay selalu dianggap sebagai tetua. Dan mengenai perseorangan yang paling tua dan paling dihormati dapat dikatakan ialah Thay soehoeku, Thio Cinjin. Disamping itu, Boe Kie Coe hiap (para pendekar Boe tong) adalah paman pamanku. Biar bagaimanapun juga, tak dapat aku si bocah menduduki kursi Bengcu secara melampaui orang orang tua yang berkedudukan banyak lebih tinggi daripada aku.?

“Boe Kie,? kata Song Wan Kiauw. “Bahwa hari ini kita beramai ramai mengangkat kau sebagai Bengcoe, memang juga sebagian disebabkan oleh pertolonganmu. Tapi selain itu, pengangkatan ini adalah demi kepentingan umat manusia di kolong langit. Dengan pengangkatan ini kita semua mengharap supaya berbagai partai bisa bekerja sama tidak saling bermusuhan dan lagi bersatu padu dalam menghadapi kaum penjajah. Kalau Rimba persilatan Tiong goan tak punya pemimpin umum, mungkin sekali usaha mengusir Tat coe tak gampang diwujudkan.?

“Boe Kie, usul kedua Sen ceng Siauw lim pay keluar dari hati yang sejujurnya,? Siong Kee turut membujuk. “Thay soehoemu sudah berusia begitu lanjut. Apakah kau ingin beliau memikul beban yang berat itu??

Berganti ganti lain lain tokoh partai coba membujuk, tapi Boe Kie tetap menolak. “Aku masih terlalu muda dan berpengetahuan terlalu cetek,? katanya. “Apa yang aku mempunyai hanyalah ilmu silat. Tanggung jawab seorang Bengcoe yang sangat berat hanya dapat dipikul oleh orang orang seperti Hong thio Seng ceng dari Siauw lim pay atau Song soepeh.?

“Kauwcoe,? kata Yo Siauw, “kalau kesempatan ini lewat dengan cuma cuma, kita tidak akan mendapatkan lagi. Adalah maunya Tuhan, bahwa hari ini tokoh tokoh Rimba Persilatan berkumpul disini dan semua bersamaan pendapat. Apabila Kauwcoe tetap menolak kedudukan Bengcoe, maka tiada orang lain yang bisa disetujui dengan suara bulat oleh segenap orang orang gagah. Kalau mereka sudah berpencaran, adalah sangat sukar untuk mengumpulkannya kembali. Hari itu, di atas Kong beng teng, Kauwcoe menghendaki supaya kita mengakhiri permusuhan dengan keenam partai dan bekerja sama dengan satu hati. Apakah Kauwcoe sudah melupakan itu.?

“Kauwcoe!? teriak Hoan Yauw dengan suara tak sabaran. “Menjadi Bengcoe bukan menjadi kaisar. Kami bukan ingin menjual lagak dan mengunjuk keangkeranmu. Kami mengangkat kau demi kepentingan nusa dan bangsa. Kami ingin kau memikul beban penderitaan rakyat. Apa kau bukan seorang lelaki? Mengapa kau terus menolak untuk memikul beban yang berat itu? Dengan menganggap kau sebagai seorang gagah, Hoan Yauw rela mengabdi di bawah perintahmu. Sungguh tak nyana, dalam menghadapi tugasmu, kau menyembunyikan kepala dan buntut!?

Mendengar teguran pedas itu, muka Boe Kie berubah merah. Sambil merangkap kedua tangannya dan membungkuk, ia berkata. “Hoan Yoesoe benar. Aku menghaturkan terima kasih untuk teguran itu. Memang juga seorang lelaki yang hidup di antara langit dan bumi tidak melarikan diri dari kesukaran dan penderitaan.? Seraya menyoja semua orang, ia berkata. “Aku tak menolak lagi kecintaan Coe wie (tuan tuan). Semoga usaha kita akan berhasil dan cita cita kita akan tercapai dalam waktu yang sesingkat2nya.?

Sorak sorai dan tepuk tangan yang menyambut pernyataan Boe Kie itu, menggetarkan seluruh selat.

Yo Siauw segera mengambil sebuah kantong kulit yang berisikan arak, menggores jari tangannya dan meneteskan darahnya ke dalam arak. Satu persatu, para tokoh persilatan menuruti contoh itu dan kemudian menceguk arak yang tercampur darah. Upacara tersebut merupakan suatu sumpah, bahwa mulai hari itu mereka bersepakat, bersatu padu dan bekerja sama untuk mengusir penjajah dari bumi Tiong kok.

Boe Kie girang bercampur kuatir. Ia berkuatir karena bebannya sungguh sungguh berat. Tapi mengingat perkataan Hoan Yauw, hatinya menjadi tenang. Seorang laki laki tidak boleh melarikan diri dari tugasnya. Seorang manusia hanya bisa berusaha sekuat kuatnya dengan seantero tenaga. Apa usaha itu akan berhasil atau tidak, terserah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Selama beberapa bulan, Boe Kie telah menghadapi macam2 gelombang. Hari ini, waktu menerima kedudukan Bengcoe, di dalam hati ia merasa terlebih tenang daripada waktu menerima kedudukan Kauwcoe dari Bengkauw. Hari ini, ia menjadi Bengcoe dengan tujuan yang nyata dan tekad yang bulat. Hari itu, ia rasa bimbang sebab ia mengenal Bengkauw sebagai agama yang lurus tercampur jahat.

Sesudah selesai upacara membentuk perserikatan, Boe Kie berkata. “Sekarang dunia berada dalam ketakutan. Para anggota Bengkauw telah disebar keempat penjuru untuk menunggu ketika yang baik guna memulai usaha kita. Aku mengharap para tetua berbagai partai menturuti tindakan murid murid Bengkauw dalam membentuk pasukan pasukan sukarela. Aku mengharap supaya semua menyampingkan kepentingan pribadi dan menyingkirkan setiap kemungkinan yang bisa mengakibatkan permusuhan antara kawan sendiri. Jika terjadi suatu perselisihan, orang yang tersangkut harus melaporkan kepada Ciang boen jin dari partainya. Maka soal itu tidak dapat dibereskan oleh Ciangboen tersebut, maka dengan bantuan para tetua partai, aku sendiri yang akan coba membereskannya.

Semua orang mengiakan permintaan Bengcoe.

“Sesudah urusan ini mendapat keberesan, aku perlu kembali ke kota raja guna sebuah urusan pribadi,? kata pula Boe Kie. “Di sini saja aku meminta diri. Dalam beberapa tahun bakal datang dengan bahu membahu, kita harus melakukan pertempuran mati hidup melawan Tat coe.?

Dengan sorak sorai seluruh rombongan mengantarkan Bengcoe sampai di luar selat. Waktu mau berpisahan Yo Siauw berkata, “Kauwcoe! Kau adalah harapan orang orang gagah di seluruh negeri. Kuharap kau bisa menjaga diri.?

“Aku akan perhatikan pesanan saudara,? kata Boe Kie sambil mencambuk kudanya yang segera lari ke arah selatan.

Waktu sudah dekat dengan kota raja, Boe Kie ingat bahwa sesudah terjadinya pertempuran di Ban hoat sie, ia tentu dikenali oleh banyak kaki tangan Jie lam ong. Jika bertemu dengan mereka mungkin sekali ia akan menghadapi banyak kesukaran. Mengingat begitu, ia segera mampir di rumah seorang petani, membeli seperangkat pakaian petani, memakai tudung dan memoles mukanya dengan tanah liat. Sesudah itu ia barulah masuk ke dalam kota.

Setibanya di depan rumah penginapan di See shia, sesudah mengamat amati keadaan barulah ia masuk ke kamarnya. Siauw Ciauw kelihatan berduduk di samping jendela. Ia sedang menjahit. Melihat masuknya seorang muka coklat, si nona terkejut dan sesaat kemudian barulah ia mengenali Boe Kie. Dengan paras berseri-seri, ia berkata,? Kauwcoe, kau membuat aku kaget sekali. Kukira seorang petani tolol kesalahan masuk ke kamar ini.?

“Kau jahit apa?? tanya Boe Kie.

Paras muka si nona berubah merah, buru-buru ia menyembunyikan pakaian yang sedang dijahitnya dibelakangnya. “Tak apa-apa,? jawabnya serta menyelipkan pakaian itu di bawah bantal. Ia lalu menuang teh untuk Boe Kie dan berkata sambil tertawa, “Apa Kongcoe mau cuci muka??

“Tidak,? sahutnya sambil mengangkat cangkir teh. Sambil meneguk teh ia berpikir, “Tio Kauwnio ingin aku menemaninya untuk meminjam To liong-to. Aku tidak bisa menolak. Pertama, sebagai laki laki aku tidak bisa menarik pulang janji dan kedua aku memang ingin menyambut Gie hoe pulang ke Tiong goan. Gie hoe mempunyai musuh dan sesudah kedua matanya buta, ia pasti tak akan bisa membela dirinya sendiri. Tapi sekarang sesudah berserikatnya berbagai partai, semua permusuhan lama sudah disingkirkan. Asal aku berada sama2 orang pasti tak akan mengganggu Gie hoe. Tapi pelayaran sangat berbahaya. Siauw Ciauw tidak boleh mengikut. Bagaimana baiknya? Hmm.. ya begini saja. Aku akan minta bantuan Tio Kauwnio supaya Siauw Ciauw bisa dititipkan di Ong hoe untuk sementara waktu. Dengan berdiam di gedung raja muda keselamatannya lebih terjamin daripada di tempat lain.? Memikir begitu, ia tersenyum.

“Kongcoe, mengapa kau tertawa? Kau lagi pikir apa?? tanya si nona.

“Aku mau pergi ke sebuah tempat yang sangat jauh,? jawabnya. “Tak bisa aku membawa kau. Aku telah memikir sebuah tempat, dimana kau bisa berdiam sementara waktu.?

Paras muka Siauw Ciauw lantas saja berubah. “Kongcoe, kemanapun kau pergi aku mau mengikut,? katanya. “Siauw Ciauw sudah biasa melayani kau setiap hari. Aku tidak mau berdiam di tempat orang yang belum dikenal.?

“Aku mengambil keputusan itu untuk kebaikanmu sendiri,? Boe Kie membujuk. “Tempat itu sangat jauh dan perjalanan penuh dengan bahaya. Aku sendiri tak tahu, sampai kapankah aku kembali.?

“Kongcoe, waktu berada di gua di Kong beng teng, Siauw Ciauw telah mengambil keputusan untuk terus mengikuti kau, kemana juga kau pergi. Kau hanya bisa menolak tekadku dengan membunuh aku. Kongcoe, apakah kau merasa sebal terhadapku dan tidak mau aku terus mengikuti??

“Tidak! Kau tahu, bahwa aku sangat menyayang kau dan aku hanya tidak mau kau menempuh bahaya yang sebenarnya tidak perlu ditempuh. Begitu lekas kembali, aku akan mencarimu.?

Si nona menggeleng-gelengkan kepala. “Aku bersedia untuk menghadapi bahaya apapun jua,? katanya dengan suara mantap.

Boe Kie terharu. Sambil memegang tangan si nona, ia berkata dengan suara lemah lembut. “Siauw Ciauw, aku tidak mau mendustai kau. Aku telah meluluskan permintaan Tio Kouwnio untuk mengawani dia dalam menyeberangi lautan. Kau tahu, pelayaran penuh bahaya. Tapi aku mesti pergi juga. Aku sungguh tak mau kau turut menghadapi bahaya.?

Paras muka Siauw Ciauw bersemu merah. “Kalau kau pergi bersama2 Tio Beng, lebih-lebih aku mesti mengikut,? katanya. Sesudah berkata begitu, ia kelihatan kemalu-maluan dan air mata berlinang-linang di kedua matanya.

“Mengapa kau lebih2 mau mengikut??

“Karena Tio Kouwnio seorang yang hatinya beracun. Kita tidak bisa menaksir apa yang akan diperbuatnya terhadapmu. Dengan berada bersama-sama, aku bisa turut mengamat-amati keselamatanmu.?

Tiba-tiba jantung Boe Kie melonjak. “Ah! Apa Siauw Ciauw jatuh cinta kepadaku?? tanyanya di dalam hati. Sesudah memikir beberapa saat, ia berkata sambil tertawa. “Baiklah, kau boleh ikut. Tapi kau tak boleh menyesal.?

Tak kepalang girangnya si nona. “Kalau aku menyusahi kau dengan pernyataan menyesal, kau boleh melemparkan diriku ke lautan supaya aku dimakan ikan besar,? katanya sambil tersenyum.

Boe Kie tertawa nyaring. “Bagaimana kau tega berpisahan dengan kau?? katanya.

Persahabatan antara Boe Kie dan Siauw Ciauw sudah berjalan lama. Di dalam perjalanan, kalau rumah penginapan kekurangan kamar, kadang-kadang mereka terpaksa tidur dalam satu kamar. Tapi belum pernah mereka berbicara atau melakukan sesuatu yang melampaui batas2 kepantasan. Siauw Ciauw selalu menempatkan dirinya sebagai pelayan, sedang Boe Kie yang bersikap sebagai seorang kakak, belum pernah mengeluarkan perkataan yang tidak pantas. Sekarang, begitu perkataan “bagaimana aku tega berpisahan dengan kau? keluar dari mulutnya, begitu ia merasa bahwa ia telah kesalahan omong. Mukanya berubah merah dan buru-buru ia memalingkan muka ke jurusan lain.

Siauw Ciauw menghela napas.

“Mengapa kau menghela napas?? tanya Boe Kie.

“Ada banyak orang yang tak tega kau berpisahan. Cioe Kouwnio dari Go bie pay. Tio Kouwnio dari gedung Jie lam ong dan di hari kemudian, entah masih ada berapa banyak orang lagi. Di dalam hatimu, mana bisa jadi kau memikiri seorang pelayan kecil seperti aku??

“Siauw Ciauw, kau selalu berlaku sangat baik terhadapku. Apa aku kira aku tak tahu? Apakah aku seorang manusia yang tak ingat budinya orang?? Waktu bicara begitu, suara Boe Kie mengunjuk, bahwa ia berbicara dari lubuk hatinya yang putih bersih.

Si nona malu bercampur girang. Sambil menundukkan kepala, ia berkata dengan suara perlahan. “Aku belum pernah melakukan sesuatu yang berharga untukmu. Asal saja kau mempermisikan aku untuk melayani selama-lamanya, asal aku bisa menjadi pelayanmu seterusnya, hatiku sudah merasa puas. Kongcoe, semalam suntuk kau tak tidur. Kau tentu capai. Pergilah tidur.? Sehabis berkata begitu, ia membuka kasur. Boe Kie merebahkan diri, maka ia sendiri menjahit di bawah jendela. Tak lama kemudian Boe Kie tertidur.

Sampai magrib, Boe Kie baru tersadar dari pulasnya. Sesudah makan semangkok mie, ia berkata,?Siauw Ciauw, aku mau ajak kau pergi menemui Tio Kouwnio untuk meminjam Ie thian kiam guna memutuskan rantai yang mengikat kaki tanganmu.?

Di tengah jalan, mereka bertemu dengan banyak tentara Mongol dan penjagaan sangat ketat. Boe Kie tahu, bahwa diperketatnya penjagaan adalah akibat kekacauan semalam.

Tak lama kemudian mereka tiba di rumah makan kecil yang semalam. Setelah masuk, Tio Beng sudah berada di situ. Ia sedang minum arak sendirian. Ia berbangkit dan berkata sambil tertawa, “Thio Kongcoe, kau seorang yang boleh dipercaya.?

Boe Kie mengawasi nona Tio. Ia mendapat kenyataan, bahwa paras si nona tenang tenang saja, sedikitpun tak mengunjuk rasa gusar. Dengan meja sudah tersusun dua pasang sumpit. Sesudah membungkuk Boe Kie segera duduk di sebuah kursi dan Siauw Ciauw sendiri berdiri menunggu di tempat yang agak jauh.

Sambil menyoja Boe Kie berkata, “Tio Kouwnio, dalam kejadian semalam, aku telah berdosa terhadapmu dan kuharap kau suka memaafkan.?

“Aku merasa sangat sebal melihat Hankie yang seperti siluman,? kata si nona. “Bahwa kau sudah menyuruh orang untuk membunuhnya, aku sebenarnya harus menghaturkan terima kasih. Ibu memuji kau sebagai pemuda pintar.?

Boe Kie terkejut.

Nona Tio tersenyum dan berkata pula, “Bahwa kau sudah menolong orang-orang itu, pada hakekatnya kau tak merasa keberatan. Mereka tak suka menakluk. Perlu apa aku menahan lama-lama. Sesudah kau menolong mereka, mereka tentu merasa sangat berterima kasih terhadapmu. Di dalam Rimba Persilatan kau sekarang menjadi orang gagah yang terutama. Semua orang merasa berhutang budi terhadapmu. Thio Kongcoe, untuk itu aku memberi selamat dengan secawan arak,? ia tertawa dan mengangkat cawannya.

Sesaat itu tiba2 berkelebat bayangan manusia dan Hoan Yauw bertindak masuk. Lebih dulu ia memberi hormat kepada Boe Kie dan kemudian berlutut di hadapan Tio Beng. “Kongcoe,? katanya, “Kouw Tauwtoo mohon meminta diri.?

Tio Beng tak membalas pemberian hormat itu. “Kouw Taysoe,? katanya dengan suara dingin. “Hebat sungguh kau mendustai aku.?

Hoan Yauw bangun berdiri dan berkata sambil membungkuk. “Kouw Tauwtoo she Hoan bersama Yauw Kong beng Yoeseo dari Bengkauw. Karena kerajaan memusuhi Beng kauw, maka waktu masuk ke gedung Jia lam ong, aku terpaksa menyamar. Koen Coe telah memperlakukan aku secara baik sekali, sehingga oleh karenanya, aku sekarang menghadap Koencoe untuk berpamitan.

“Kau mau pergi boleh pergi,? kata Tio Beng. “Tak usah kau unjuk banyak peradatan.?

“Seorang lelaki harus berlaku terus terang,? kata Hoan Yauw. “Mulai dari sekarang, aku yang rendah merupakan seorang musuh dari Koencoe. Kalau aku tidak bisa memberitahukan secara terang terangan, hatiku merasa tak enak dan aku berbuat tak pantas terhadap Koencoe yang sudah memperlakukan aku secara pantas.?

Tio Beng menengok pada Boe Kie dan berkata, “Ilmu apa yang dimiliki olehmu, sehingga orang-orangmu semua rela membela kau dengan jiwa mereka??

“Kami bekerja untuk negara, untuk rakyat, untuk menolong sesama manusia dan untuk mempertahankan gie khie (semangat persahabatan yang paling tinggi). Hoan Yoesoe dan aku belum kenal satu sama lain. Tapi begitu bertemu, kita lantas menjadi sahabat karib. Kita mempunyai pendapat dan tujuan yang sama. Dengan demikian usaha kita untuk mempertahankan gie kie dan kawan kawan sendiri, tidaklah tersia-sia.?

Hoan Yauw tertawa terbahak-bahak. “Kauwcoe,? katanya, “perkataanmu memang cocok sungguh dengan apa yang dipikir olehku. Kauwcoe, kuharap kau menjaga diri baik-baik. Nona ini sangat lihay. Dia bukan wanita biasa. Kuharap Kauwcoe suka berwaspada.?

Tio Beng tertawa. “Terima kasih untuk pujian Kouw Taysoe,? katanya.

Sesudah mengangguk, Hoan Yauw segera berlalu. Waktu lewat di depan Siauw Ciauw, ia kelihatan terkejut, paras mukanya berubah pucat dan seolah-olah ia melihat sesuatu yang sangat menakutkan. “Kau… kau!…? katanya.

“Mengapa aku?? tanya Siauw Ciauw.

Hoan Yauw mengawasi dengan mata membelalak. Selanjutnya ia menggeleng gelengkan kepala dan berkata, “Bukan… bukan… aku… aku salah lihat.? Ia menolak pintu dan berjalan keluar, sedang mulutnya berkata, “Sungguh sama… sungguh sama…?

Tio Beng dan Boe Kie saling mengawasi. Mereka merasa heran dan tak tahu siapa yang dimaksudkan oleh Hoan Yauw.

Sekonyong konyong di tempat jauh terdengar suara dan teriakan tiga kali panjang, dua kali pendek. Suara itu nyaring dan tajam, seperti seseorang memanggil kawan. Tiba-tiba Boe Kie terkejut. Ia ingat, bahwa teriakan itu tanda rahasia Go bie pay dalam mengumpulkan kawan. Waktu bertemu dengan rombongan Biat coat Soethay di See hek, beberapa kali ia pernah mendengar tanda rahasia itu untuk menghadapi Beng kauw. “Mengapa Go bie pay kembali lagi di kota raja?? tanyanya di dalam hati. “Apa mereka bertemu dengan musuh??

Sebelum ia mengambil keputusan apa yang harus diperbuatnya, Tio Beng sudah berkata, “Ah, itulah tanda Go bie pay. Mereka rupa2nya sedang menghadapi persoalan yang sangat mendesak. Mari kita menyelidiki. Apa kau setuju??

“Bagaimana kau tahu teriakan itu tanda rahasia Go bie pay?? tanya Boe Kie.

“Mengapa aku tak tahu?? kata si nona sambil tersenyum. “Di See hek, sebelum mendapat kesempatan untuk turun tangan, empat hari dan empat malam, dengan orang-orangku aku menguntit mereka.?

“Baiklah, aku setuju untuk menyelidiki,? kata Boe Kie. “Tapi Tio Kouwnio lebih dahulu aku ingin meminta pinjam Ie thian kiam.?

Si nona tertawa. “Sungguh jempol ilmu hitungmu. Sebelum aku meminjam To liong to, kau sudah mendahului meminjam Ie thian kiam,? katanya seraya membuka tali ikatan pedang dan menyodorkannya kepada Boe Kie.

Sambil menghunus senjata mustika itu, Boe Kie berkata, “Siauw Cie Coe kemari!?

Siauw Ciauw menghampiri dan dengan beberapa kali membabat semua rantai yang mengikat kaki tangannya sudah terputus. Ia berlutut dan berkata, “Terima kasih Kongcoe, terima kasih Koencoe.?

Boe Kie segera memasukkan Ie thian kiam ke dalam sarung dan memulangkannya kepada Tio Beng. Ketika itu teriakan-teriakan Go bie pay makin menghebat.

“Mari kita pergi!? kata Boe Kie.

Tio Beng mengeluarkan sepotong emas dan melemparkannya di atas meja, bersama Boe Kie dan Siauw Ciauw ia segera berjalan keluar dengan tindakan lebar.

Karena kuatir ilmu mengentengkan badan Siauw Ciauw masih terlalu cetek dengan tangan kanan Boe Kie menarik tangan si nona sedang tangan kirinya mendorong pinggang. Sambil memberi bantuan itu, ia mengikuti di belakang Tio Beng. Sesudah berlari lari beberapa puluh tombak, ia merasa bahwa badan Siauw Ciauw sangat enteng dan tindakannyapun sangat cepat. Ia heran dan menarik pulang bantuannya. Tapi biarpun sudah tidak dibantu, nona itu masih terus dapat merendenginya. Walaupun waktu itu Boe Kie menggunakan ilmu ringan badan yang paling tinggi, tindakannya sudah cukup cepat. Bahwa Siauw Ciauw dapat mengikutinya merupakan bukti bahwa kepandaian si nona tidak dapat dipandang rendah.

Tak lama kemudian sesudah melewati beberapa jalanan kecil mereka tiba di luar sebuah tembok tua yang sudah runtuh disana sini. Tiba-tiba Boe Kie mendengar pertengkaran antara beberapa orang wanita dan ia tahu, bahwa murid-murid Go bie berada di dalam tembok itu. Sambil menarik tangan Siauw Ciauw ia melompati tembok dan hinggap di antara rumput alang-alang. Ia mendapat kenyataan, bahwa mereka berada di dalam sebuah taman yang sudah lama tidak terurus. Di lain saat, Tio Beng menyusul dan mereka bertiga lalu bersembunyi di antara rumput tinggi.

Di sebelah utara taman terdapat sebuah pendopo rusak dimana terlihat bayangan beberapa belas orang. Sekonyong-konyong terdengar suara seorang wanita. “Kau adalah murid termuda dalam partai kita. Baik dalam nama atau kepandaian, tak pantas kau jadi Ciangboenjin dari partai kita…?

Boe Kie segera mengenali bahwa yang berbicara adalah Teng Bin Koen. Dengan merangkak ia maju mendekati pendopo itu dan menyembunyikan diri pada jarak beberapa tombak.

Malam itu malam tak berbulan dan di langit hanya terdapat bintang-bintang yang berkelap kelip. Tapi mata Boe Kie sangat awas. Sayup2 ia melihat murid-murid Go bie pay ada kepala Biat coat soethay. Di samping murid kepala itu berdiri seorang wanita yang bertubuh agak jangkung dan mengenakan baju warna hijau. Orang itu adalah Cioe Cie Jiak.

Teng Bing kun terus mendesak dengan suara menyeramkan. “Coba kau bilang… Bilang, lekas bilang!…?

“Apa yang dikatakan Teng soecie memang tak salah,? kata nona Cioe. “Siauw moay adalah murid termuda dari partai kita. Baik dalam nama, maupun dalam ilmu silat, kepandaian, kecerdasan dan kemuliaan siauwmoay tidak pantas untuk menjadi Ciangboenjin. Pada waktu Siansoe (mendiang guru) menyerahkan beban yang berat ini, siauwmoay telah menolak sekeras-kerasnya. Tapi siansoe marah besar. Beliau memaksa supaya siauwmoay bersumpah berat untuk tidak melanggar kemauannya.?

“Memang benar,? kata seorang wanita yang mengenakan pakaian pendeta. “Memang benar, ketika siansoe mau berangkat pulang ke alam baka beliau telah mengatakan bahwa Cioe Soemoay harus menjadi Ciangboenjin dari partai kita. Pesanan itu telah didengar oleh kita semua. Bahkan para orang gagah dari Siauw lim, Boe tong, Koen loen, dan Khong tong pun bisa menjadi saksi.?

“Siansoe adalah seorang yang sangat cerdas dan berpemandangan jauh,? menyambung seorang murid pria yang berusia setengah tua. “Dengan menghendaki bahwa Cioe soemoay menjadi pemimpin kita, beliau tentu mempunyai maksud yang mendalam. Kita semua telah menerima budi Siansoe yang sangat besar dan adalah selayaknya jika mentaati pesanan siansoe. Kita harus menunjang Cioe soemay dalam usaha menaikkan derajat partai kita.?

Teng Bin Koen tertawa dingin. “Pang soeko mengatakan, bahwa Siansoe pasti mempunyai maksud yang mendalam,? katanya dengan nada mengejek. “Kata-kata itu, siansoe pasti mempunyai maksud yang mendalam adalah tepat sekali. Bukankah semua orang, baik yang di atas maupun di bawah menara telah mendengar perkataan Kouw Tauwtoo dan Ho Pit Ong? Siapa ayah dan ibunya Cioe soemoay? Mengapa siansoe memilih kasih? Apakah kita semua masih mengerti??

Sebagaimana diketahui, sebagai guyon guyon Hoan Yauw telah mengatakan bahwa Biat coat soethay adalah kecintaannya dan bahwa Cioe Jiak adalah anak mereka. Hoan Yauw memang gila-gilaan dan masih memiliki sie khie (sifat2 yang sesat). Tapi perkataan Ho Pit Ong telah terdengar oleh banyak orang. Biar bagaimanapun jua, mendengar itu, banyak orang jadi bersangsi, karena percintaan lelaki dan perempuan, tak peduli siapa adanya mereka, adalah kejadian yang lumrah di dalam dunia. Dengan demikian, tuduhan Teng Bin Koen, bahwa Biat coat memilih kasih sebab Cie Jiak adalah anaknya sendiri, memang kedengarannya beralasan juga. Maka itulah, sehabis perempuan itu melepaskan racunnya, murid2 Go bie pay membungkam semua.

Tak kepalang gusarnya nona Cioe. Dengan suara bergemetaran, ia berkata. “Teng Soecie! Jika kau tak setuju siauwmoay menjadi Ciangboenjin, kau boleh mengatakan terang2an. Tapi dengan menjatuhkan fitnah membabi buta kepada Siansoe dan merusak nama Siansoe yang putih bersih, kau berdosa besar. Mendiang ayah she Cioe bernama Coe Ong, sedang mendiang ibuku seorang she Sie. Atas pertolongan Cinjin dari Boe tong pay, siauwmoay berguru kepada Siansoe. Sebelum itu, siauwmoay belum pernah mengenal siansoe. Teng Soecie! Kau telah menerima budi Siansoe, tapi hari ini sedang tulang belulangnya Siansoe belum menjadi dingin, kau sudah berani melontarkan tuduhan yang sangat keji itu…? Ia tak meneruskan perkatatannya dan air matanya mulai mengucur.

Teng Bin Koen tertawa dingin. “Siapapun juga tahu, bahwa kau sangat mengilar untuk menjadi Ciangboenjin,? katanya. “Tapi sebelum disetujui saudara2 kita, kau telah coba2 mengunjuk keangkeranmu dan menjual lagak galak. Merusak nama Siansoe! Berdosa sangat besar! Kau ingin menghukum aku bukan? Kini aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan;

“Sesudah menerima pesan Siansoe untuk menjadi Ciangboenjin, kau sebenarnya harus segera pulang ke Go bie guna mengurus urusan2 partai. Tapi mengapa kau kembali ke kota raja? Sesudah Siansoe meninggal dunia di dalam partati terdapat banyak sekali urusan yang harus segera diurus. Aku tanya, mengapa kau balik ke kota raja??

“Siauwmoay kembali ke kota raja untuk menunaikan tugas berat yang diberikan Siansoe,? jawabnya.

“Tugas apa?? mendadak si perempuan she Teng bertanya. “Kita berada di antara saudara saudara sendiri, kau boleh memberitahukan terang terangan.?

“Tugas ini merupakan rahasia besar bagi partai kita,? sahut nona Cioe. “Rahasia itu hanya boleh diketahui oleh seorang Ciangboenjin. Aku menyesal tak bisa memberitahukan kepada siapapun jua.?

Teng Bin Koen mengeluarkan suara di hidung. “Huh! Huh!? katanya. “Kau mau coba berlindung di balik pangkat Ciangboenjin. Huh! Tak bisa kau memperdayai aku. Partai kita bermusuhan hebat dengan Mo kauw. Banyak sekali saudara saudara kita yang binasa di dalam tangan Mo kauw dan orang orang Mo kauw yang mampus di bawah pedang Ie thian kiam tidak bisa dihitung berapa banyaknya. Meninggalnya siansoe juga kalau beliau tak sudi menerima pertolongan pemimpin Mo kauw. Tapi mengapa jenazah Siansoe masih belum dingin, kau kembali ke kota raja untuk mencari penjahat cabul she Thio itu, si kepala siluman??

Boe Kie menggigil. Sesaat itu, tiba-tiba pipinya dicolek orang. Ia menengok. Orang yang mencoleknya ialah Tio Beng. Muka Boe Kie lantas berobah merah. “Apa benar Cioe Kauwnio mencari aku?? tanyanya di dalam hati.

Cie Jiak merasa dadanya seperti mau meledak. Sambil menuding ia membentak dengan suara terputus-putus. “Kau!… kau!… bagaimana kau berani mengeluarkan kata kata itu??

Teng Bin Koen menyeringai. “Kau masih mau menyangkal?? tanyanya. Kau menyuruh kami pulang ke Go bie lebih dahulu. Waktu ditanya mengapa kau kembali ke kota raja, kau menjawab secara tidak terang. Itulah sebabnya mengapa kami menguntit kau. Kau telah menanyakan ayahmu, Kauw Tauwtoo, tentang tempat kediamannya si penjahat cabul. Apa kau kira kami tak tahu? Kau telah pergi ke rumah penginapan untuk mencari penjahat cabul itu. Apa kau rasa kami tak tahu??

Mendengar cacian “penjahat cabul? yang dikeluarkan berulang ulang, biarpun sabar darah Boe Kie meluap juga. Tiba-tiba ia merasa lehernya ditiup orang. Ia tahu bahwa nona Tio mengejeknya kembali.

Sementara itu, si perempuan she Teng sudah menyemburkan lagi racunnya. “Siapa yang mau dicari olehmu dan dengan siapa kau ingin bersahabat, orang luar memang tak dapat mencampuri. Tapi penjahat cabul she Thio itu adalah musuh besar partai kita. Waktu orang mengangkat dia menjadi Bengcoe sebagai Ciangboenjin Go bie pay mengapa kau tidak menentang? Biarpun kita kalah suara, tapi sedikitnya kita sudah menyatakan di hadapan umum bahwa partai kita tidak menyetujui pengangkatan itu. Waktu itu aku memperhatikan kau. Ah! Kau kelihatannya girang sungguh. Paras mukamu berseri seri. Waktu di Kong beng teng, Siansoe memerintahkan kau membunuh penjahat cabul itu, dia sama sekali tidak coba membela diri. Sebaliknya dari itu bermain mata dengan kau. Kau sengaja memberi tikaman yang sangat enteng. Siapa bisa percaya bahwa kau tidak mempunyai perhubungan rahasia dengan penjahat itu??

Kepala nona Cioe puyeng. Ia mendekap muka dan menangis. “Siapa… bermain mata…,? katanya dengan suara parau. “Mengapa kau memfitnah orang dengan kata-kata yang tidak enak didengar itu??

Teng Bin Koen tertawa dingin. “Kata kataku tak enak didengar?? ejeknya. “Tapi bagaimana perbuatanmu? Perbuatanmu yang tidak enak dilihat, perkataanmu memang sedap sekali. Huh… huh… misalnya tadi siang kau berkata begini kepada pengurus rumah penginapan. Mohon tanya, apa disini ada seorang tamu she Thio? Kata kau lagi, ia berusia kira kira dua puluh tahun, tubuhnya jangkung. Mungkin sekali ia menggunakan lain she. Kau mengatakan itu semua dengan suara yang sungguh merdu.? Dalam ejekannya itu, Teng Bin Koen meniru suara Cioe Cie Jiak dengan lagak yang genit sekali. Di tengah malam yang sunyi sekali suaranya membangunkan bulu roma.

Tak kepalang gusarnya Boe Kie. Hampir2 ia melompat keluar. Syukur juga ia masih dapat mempertahankan diri, karena ia ingat bahwa ia tidak boleh mencampuri urusan dalam Go bie pay dan jika ia turun tangan, tindakannya akan lebih merugikan nona Cioe. Dengan demikian biarpun darahnya meluap ia tidak bisa bergerak.

Dalam Go bie pay semula terdapat sejumlah murid yang ingin mentaati kemauan guru mereka dan menyokong Cie Jiak sebagai Ciangboenjin. Tapi sesudah mendengar perkataan Teng Bin Koen, hati mereka menjadi goncang. Go bie pay dan Beng kauw memang bermusuhan keras sedang mereka harus mengakui memang ada suatu perhubungan antara Cie Jiak dan Boe Kie. Bagaimana kalau Cie Jiak menyerahkan Go bie pay ke dalam tangan Beng kauw? Itulah jalan pikiran mereka.

Sementara itu, Teng Bin Koen berkata pula, “Cioe soemoay, kau masuk dalam partai kita atas pujian Thio Cinjin dari Boe tong pay. Penjahat cabul she Thio itu adalah anaknya Thio Ngo hiap dari Boe tong pay. Tak seorangpun bisa menanggung bahwa di dalam hal ini tidak terselip suatu siasat yang aneh.? Sehabis berkata begitu seraya berpaling kepada saudara saudari seperguruannya, ia berteriak. “Saudara saudari sekalian! Memang Siansoe telah memesan untuk mengangkat Cioe moay sebagai Ciangboenjin partai kita. Tapi beliau pasti tak menduga, bahwa begitu beliau menutup mata Ciangboenjin kita lantas saja pergi mencari Kauwcoe dari Mo kauw. Kejadian ini bersangkut paut dengan mati hidupnya partai kita. Kejadian ini bukan kejadian kecil yang dapat dikesampingkan dengan begitu saja. Kalau malam ini Siansoe masih hidup, beliau pasti akan mengangkat seorang lain. Cita2 Siansoe adalah kegemilangan partai kita. Siansoe pasti tidak menghendaki bahwa partai kita musnah di dalam tangan Mo kauw. Maka itulah menurut pendapat Siauwmoay, kita semua harus berusaha untuk mewujudkan cita cita Siansoe yang sangat luhur itu. Kita sekarang menuntut supaya Cioe Soemoay menyerahkan cincin Ciangboenjin supaya kita bisa mengangkat seorang yang cocok untuk menjadi pemimpin kita, untuk menjadi Ciangboenjin dari Go bie pay. Inilah usul Siauwmoay.?

Usul itu segera disetujui oleh lima enam orang.

“Aku telah menerima perintah Siansoe untuk menjadi Ciangboenjin dan tak dapat aku menyerahkan cincin ini,? kata Cie Jiak. “Sebenarnya aku tak kepingin untuk menjadi Ciangboenjin, tapi aku sudah bersumpah berat dan aku pasti tak bisa menyia-nyiakan harapan Siansoe.?

“Kau mau serahkan atau tidak?? bentak Teng Bin Koen. “Menurut peraturan partai, larangan pertama tak boleh menghina guru dan larangan kedua tak boleh berjina. Dan kau masih mau mengurus partai kita??

“Nonamu bakal celaka!? bisik Tio Beng di kuping Boe Kie. “Jika kau suka memanggil aku dengan kata-kata Ciecie yang baik, aku bersedia untuk menolong dia.?

Boe Kie tahu, bahwa nona Tio yang sangat pintar tentu sudah mempunyai akal untuk menolong Cie Jiak. Tapi karena ia berusia lebih tua, maka ia merasa agak jengah untuk memanggil Ciecie kepadanya. Selagi ia bersangsi, Tio Beng berkata pula. “Kalau kau tak suka terserahlah kepadamu. Aku sekarang ingin berlalu.?

Dengan apa boleh buat, Boe Kie segera berkata dengan suara perlahan. “Ciecie yang baik…?

Si nona tertawa, tapi baru saja ia mau melompat keluar, orang2 Go bie rupa rupanya sudah merasakan bahwa sedang diintip orang. “Siapa disitu?? bentak Teng Bin Koen.

Sekonyong konyong di luar tembok terdengar batuk batuk, diiringi dengan suara orang nenek nenek. “Apa yang dilakukan oleh kamu di tengah malam buta?? Di lain saat dua manusia lain sudah berada di pendopo itu. Boe Kie segera mengenali bahwa nenek yang bertongkat adalah Kim Hoa po po, sedangkan kawannya, seorang wanita yang bermuka jelek, bukan lain daripada Coe Jie atau A-iee, saudara sepupunya sendiri.

Sebagaimana diketahui, pada waktu enam partai persilatan menyerang Kong beng teng Cie Jie telah dibawa lari oleh Wie It Siauw. Waktu mendekati Kong beng teng dengan diuber oleh In Ya Ong (ayah Coe Jie) dan Boe Kie, Wie Hok tong melepaskan si nona di lereng gunung, dan belakangan, ketika ia mencarinya kembali Coe Jie sudah menghilang.

Semenjak perpisahan, Boe Kie seringkali memikiri nasib nona itu. Sekarang secara tak diduga duga, ia muncul bersama Kim Hoa po po. Bukan main girangnya Boe Kie hampir2 ia berteriak memanggilnya.

“Kim hoa po po, perlu apa kau datang ke sini?? tanya Teng Bin Koen.

“Mana gurumu??

“Kemarin siansoe meninggal dunia. Huh! Kau sudah mencuri dengar di luar tembok, tapi kau masih menanya juga.?

“Ah! Biat Coat mati? Bagaimana matinya? Mengapa ia tak menunggu untuk bertemu denganku? Hai! Sayang… sungguh sayang…? Selagi berkata begitu, si nenek batuk tak henti2nya. Sambil menumbuk numbuk punggung orang tua itu, Coe Jie menengok kepada Teng Bin Koen dan berkata dengan suara tawar. “Siapa kesudian mencuri dengar pembicaraan kamu? Po po dan aku lewat di sini. Secara kebetulan saya dengar suara bicaranya manusia dan sebab aku mengenali suaramu, barulah kami masuk kesini. Po po menanya kau, kau dengar tidak? Bagaimana cara matinya gurumu??

“Bukan urusan kamu!? bentak Teng Bin Koen dengan gusar.

Sesudah batuknya agak mereda, Kim hoa po po berkata dengan suara lebih sabar. “Selama hidupku baru pernah satu kali aku kalah dalam pertempuran. Aku kalah dari gurumu. Kekalahan itu bukan lantaran lebih unggulnya ilmu silat gurumu, tapi sebab tajamnya Ie thian kiam. Selama beberapa tahun aku mencari cari senjata mustika untuk bertempur lagi melawan Biat coat. Aku menjelajah empat penjuru dunia dan pada akhirnya dapat dikatakan capai lelahku tak tersia2. Seorang sahabat lama bersedia untuk meminjamkan sebatang golok mustika kepadaku. Belakangan aku mendengar bahwa orang-orang Go bie pay telah ditawan oleh kerajaan dan dikurung di kelenteng Ban hoat sie. Aku segera mengambil keputusan untuk menolong gurumu supaya kita berdua bisa menjajal lagi kepandaian yang sesungguhnya. Siapa nyana menara di Ban hoat sie yang digunakan sebagai penjara gurumu sudah berubah menjadi tumpukan puing. Hai!.. itulah maunya nasib. Seumur hidup Kim hoa po po tak akan dapat mencuci lagi hinaan atas dirinya itu. Biat Coat! Mengapa tidak bisa menunggu sehari dua??

Teng Bin Koen tertawa dingin. “Jika soehoe masih hidup, apa yang akan didapat olehmu hanyalah kekalahan yang kedua kalinya,? katanya. “Sesudah keok untuk kedua kalinya, kau pasti tak akan merasa penasaran lagi…?

“Plak!…plak!…plak!…plak!…?, tiba tiba terdengar suara gaplokan. Pipi Teng Bin Koen digaplok empat kali beruntun, sehingga matanya berkunang-kunang dan hampir2 ia jatuh terguling. Empat gaplokan itu dikirim secara cepat luar biasa, dalam gerakan yang sangat aneh dan Teng Bin Koen sama sekali tidak dapat membela diri.

Ia kaget bercampur gusar, menghunus pedang dan menuding si nenek. “Pengemis tua!? bentaknya, “Apa kau sudah bosan hidup??

Tapi Kim hoa po po seolah olah tidak mendengar cacian itu dan tidak memperdulikan pedang yang ditudingkan kepadanya. Dengan suara menyesal dan putus harapan, ia bertanya lagi. “Cara bagaimana matinya gurumu??

“Tak perlu aku memberitahukan kepadamu,? jawab Teng Bin Koen.

Si nenek menghela napas dan berkata, “Biat coat Soethay, selama hidup kau adalah salah seorang gagah dalam jaman ini dan merupakan juga salah seorang tokoh paling terkemukan dalam Rimba Persilatan. Sungguh sayang, sesudah kau mati murid muridmu tolol semua. Apakah kau tak punya murid yang mendingan untuk mewariskan kedudukan Ciangboenjin??

Tiba-tiba seorang pendeta wanita setengah tua yang bertubuh jangkung maju setindak. Sambil merangkapkan kedua tangannya, ia berkata:

“Pie-pie Congsoe menghadap kepada Po po. Pada waktu Siansoe mau menutup mata, beliau telah mengangkat Cioe Cie Jiak Cioe Soe moay sebagai Ciangboenjin partai kami. Kami disini karena masih ada sejumlah saudara seperguruan yang merasa tidak setuju dengan pengangkatan itu. Bahwa Siansoe sudah keburu meninggal dunia dan Po po tidak dapat mencapai keinginan yang sudah dikandung lama, memang juga adalah maunya nasib. Manusia tidak bisa melawan takdir. Karena urusan Ciangboenjin partai kami masih belum beres, maka kami masih belum bisa membuat janjian apapun juga dengan Po po. Tapi sebagai salah sebuah partai besar dalam Rimba Persilatan, Go bie pay tidak dapat menjatuhkan nama besarnya Siansoe. Jika Po po mau memberi pesanan apa apa, berikanlah sekarang. Di hari kemudian, sesuai dengan peraturan peraturan dalam Rimba Persilatan, Ciangboenjin kami pasti akan pergi menemui Po po. Akan tetapi, jika dengan mengandalkan kekuatan sendiri Po po mau menghina kami, maka biarpun pada saat ini Go bie pay masih berkabung, kami pasti akan melayani Po po sampai pada titik darah yang penghabisan.?

Boe Kie dan Tio Beng merasa kagum akan perkataan niekouw itu yang diucapkan secara tetap dan sopan santun.

Sambil menyapu murid murid Go bie dengan kedua matanya, si nenek berkata, “Pada waktu gurumu mau menutup mata, ia telah mengangkat seorang Ciangboenjin. Itulah bagus. Siapa adalah Ciangboenjin itu? Aku ingin bertemu dengan dia,? sesudah berkata begitu, nada suara Kim hoa po po sudah banyak lebih lunak daripada waktu ia bicara dengan Teng Bin Koen.

Cioe Cie Jiak lantas saja maju sambil memberi hormat. “Po po, selamat bertemu,? katanya. “Ciangboenjin turunan keempat dari Go bie pay memberi hormat kepada Po po.?

“Tak malu kau!? bentak Teng Bin Koen. “Kau berani menamakan diri sendiri sebagai Ciangboenjin turunan keempat!?

Coe Jie tertawa dingin. “Cioe Ciecie adalah seorang yang sangat baik,? katanya. “Waktu berada di See hek, ia telah memperlihatkan kasih sayangnya terhadapku. Jika ia tidak pantas menjadi Ciangboenjin, apakah kau kira dirimu cocok untuk menjadi Ciangboenjin? Di hadapan Po po, kau jangan banyak tingkah. Apakah kau mau digaplok lagi??

Teng Bin Koen meluap darahnya. Ia menghunus pedang dan menikam si nona yang lidahnya tajam. Coe Jie berkelit seraya menggaplok. Gerakannya menyerupai gerakan si nenek, tapi banyak lebih lambat. Teng Bin Koen buru-buru menundukkan kepalanya, sehingga telapak tangan Coe Jie menyampok angin, tapi tikamannyapun jatuh di tempat kosong.

Si nenek tertawa, “Bocah!? katanya. “Aku telah mengajar kau berulang kali, tapi kau masih belum mampu juga dalam menggunakan pukulan yang begitu gampang. “Lihatlah!? Seraya berkata begitu, tangan kanannya menyambar dan mampir tepat di pipi kanan Teng Bin Koen. Hampir berbareng ia membalik tangan dan menggaplok pipi kiri, setelah pipi kiri, pipi kanan pula dan sesudah pipi kanan pipi kiri lagi – semuanya empat gaplokan. Gerakan tangan si nenek tak begitu cepat dan bisa dilihat nyata oleh semua orang. Tapi Teng Bin Koen sendiri merasakan, bahwa dirinya ditindih… dengan semacam tenaga yang tak kelihatan, sehingga kaki tangan tak bisa bergerak.

“Po po, aku sudah mahir dalam pukulan itu,? kata Coe Jie sambil tertawa. “Aku hanya tak mempunyai tenaga dalam yang besar. Coba kujajal lagi!?

Sesaat itu Teng Bin Koen masih berada di bawah kekuasaan si nenek dan ia masih belum bisa bergerak. Melihat sambaran telapak tangan Coe Jie, bahna gusarnya, ia merasa seolah olah dadanya mau meledak.

Pada detik terakhir, tiba-tiba Cioe Jiak melompat dan menangkis tangan Coe Jie. “Ciecie, tahan!? katanya. Ia berpaling dan berkata pula. “Po po, barusan Cengcoe Soecie telah menyatakan, bahwa biarpun ilmu silat kami tidak bisa menandingi Po po, tapi kami tidak bisa membiarkan Po po menghina kami.?

Si nenek tertawa dan berkata, “Lidah perempuan she Teng itu sangat beracun. Dia menentang kau sebagai Ciangboenjin, tapi kau masih mau melindungi dia.?

“Orang luar tidak dapat mencampuri urusan dalam dari partai kami,? kata nona Cioe. “Aku yang rendah telah menerima warisan Siansoe dan meskipun berkepandaian cetek, tak bisa aku mempermisikan orang luar menghina saudari seperguruanku.?

Si nenek tertawa terbahak-bahak. “Bagus! Bagus!? katanya. Baru saja berkata begitu, ia batuk-batuk lagi dengan hebatnya. Buru-buru Coe Jie menyodorkan sebutir pel yang lalu ditelannya dengan napas tersengal.

Beberapa saat kemudian, sesudah batuknya mereda, kedua tangan si nenek tiba-tiba menyambar, sebelah tangannya menekan punggung dan sebelah tangan menindih dada Cie Jiak. Gerakan itu dilakukan dalam kecepatan kilat dan nona Cioe tidak berdaya lagi, karena jari-jari tangan Kim hoa po po sudah menempel pada jalan darahnya yang membinasakannya. Dengan mata membelalak, Cie Jiak mengawasi lawannya.

================

“Cioe Kouwnio, kepandaianmu masih sangat rendah,? kata si nenek. “Apa bisa gurumu menyerahkan kedudukan Ciang boenjin kepadamu??

Cioe Jiak tahu, bahwa begitu si nenek menekan dengan tenaga dalam, jiwanya akan melayang. Tapi begitu ingat gurunya, semangatnya berkobar2. Sambil mengacungkan tangannya, ia berkata dengan suara nyaring, “Popo, inilah cincin besi tanda Ciang boenjin yg dimasukkan kejari tanganku oleh Siansoe sendiri. Apa kau masih bersangsi??

Si nenek tersenyum, "Tugas seorang Ciang boenjin dari Go Bie Pay adalah sangat berat," katanya. "Setiap Ciangboenjin harus memikul pikulan yg tidak enteng. Apakah soal itu tidak diberitahukan kepadamu oleh gurumu? Kurasa belum tentu."

"Tentu saja Siansoe memberitahukan soal itu kepadaku," kata Cie Jiak. Berbareng dengan jawabnnya, jantung nona Cioe melonjak. "Mengapa dia tahu rahasia partaiku?" tanyanya didalam hati.

Sementara itu dengan hati berdebar2 Boe Kie memperhatikan semua perkembangan. Melihat kekerasan Cie Jiak, ia berkuatir bahwa dalam gusarnya, Kim Hoa Popo akan turunkan tangan jahat. Dalam bingungnya, ia bergerak untuk melompat keluar, tapi tangannya dicekal Tio Beng yg melarangnya sambil menggeleng gelengkan kepalanya.

Sekonyong2 si nenek tertawa terbahak bahak. "Biat Coat Soethay tidak salah mata," katanya. "Biarpun ilmu silatnya cetek, Ciangboen jin yg dipilihnya adalah seorang yg berwatak keras. Benar, ilmu silat memang dapat dipertinggi dengan pelajaran dan latihan. Sungai dan gunung mudah diubah, tapi watak manusia susah di ubah."

Sebenarnya Cioe Cie Jiak sendiri sudha ketakutan setengah mati dan keberaniannya muncul karena ia ingat pesan sang guru. Sementara itu dimata saudara saudari seperguruannya derajat nona Cioe naik tinggi. Ia sudah memperlihatkan kemuliaan hatinya bahwa dengan menyampingkan kepenting pribadi ia sudah menolong Teng Bin Koen. Ia pun sudah membuktikan wataknya yg kuat dalam menghadapi kebinasaan.

Mendadak Ceng coe mengibaskan pedangnya dan memberi komando dengan teriakan. Para murid Go bie lantas saja berpencaran, menghunus senjata dan mengurung pendopo itu.

"Apa kau mau?" tanya si nenek sambil tertawa.

"Apa maksud popo dengan menculik cian boenjin partai kami?" Ceng Coe balas menanya.

Si nenek batuk2. "Apa kamu mau menekan aku dengan jumlah yg lebih besar?" tanyanya dengan suara memandang rendah. "Huh, huh.... Di mata Kim Hoa popo, sepuluh kali lipat lebih besar dari jumlahny ini masih belum masuk hitunganku." Mendadak ia melepas Cie Jiak, badannya berkelebat dan tahu2 jari2 nya menyambar mata Ceng Coe. Nie Kauw itu menangkis dengan pedangnya, tapi hampir berbareng dengan teriakan kesakitan dan seorang sumoi sudah terguling disampingnya. Gerakan Kim hoa popo cepat sekali dan aneh. Berbareng dengan serangannya kepada Ceng Coe, kaki kirinya menendang pinggang seorang murid Go Bie yg lain. Di lain saaat tubuh nenek itu berkelebat kelebat diseputar pendopo dan diantara suara batuk2 kaki tangannya menyambar nyambar. Dengan nekad para murid Go Bie melawan dengan senjata mereka. Tapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Dalam sekejap tujuh delapan orang sudah roboh dengan jalan darah tertotok. Totokan si nenek hebat luar biasa. Mereka menjerit jerit dan berguling ditanah.

Beberapa saat kemudian, sambil menepuk kedua tangannya, Kim hoa popo sudah kembali kependopo. Cioe Kauwnio bagaimana pendapatmu?? tanyanya. “Apa ilmu silat Go Bie atau ilmu silat Kim Hoa popo yg lebih unggul??

“Tentu saja ilmu silat kami yg lebih unggul,? jawabnya. “Apa popo sudah lupa kekalahan dalam tangan Siansoe??

Mata si nenek melotot. “Biat coat loo nie menang berkat Ie thian kiam,? bentaknya dengan gusar. “Dia bukan menang sewajarnya.?

“Popo,? kata Cie Jiak, “Cobalah kau bicara menurut perasaan hatimu, dengan sejujurnya. Siapa yg lebih unggul andaikata Siansoe dan Popo bertanding dengan tangan kosong??

Si nenek tidak lantas menjawab. Untuk sejenak ia mengawasi muka si nona. Akhirnya ia menggelengkan kepala dan berkata.

“Entahlah. Aku datang kekota raja justru untuk mendapat keputusan siapa diantara kita yg lebih unggul. Hai! Sesudah Biat coat Soethay meninggal. Rimba persilatan kehilangan seorang tokoh yg berkepandaian tinggi. Hai! Mulai dari sekarang, Go Bie pay menjadi partai yg lemah.?

Selagi mereka berbicara, murid2 Go Bie yg tertotok jalan daranya terus berteriak2. Ceng Coe coba menolong, tapi tidak berhasil.

Ternyata ilmu totok Kim hoa popo bebeda dari ilmu totok yg dikenal di rimba persilatan dan hanyalah yg sudah mempelajarinya barulah bisa membukanya. Sebagai seorang yg pernah menolong sejumlah jago yg dilukai sinenek, Boe Kie sudah mengenal kelihaian nya orang tua itu.

“Cioe Kaownio, bagaimana? Apa kau sudah merasa takluk terhadapku?? tanya nenek itu.

Ilmu silat partai kami sangat dalam bagaikan lautan dan seseorang yg mempelajarinya tak bisa berhasil dalam waktu yg singkat,? jawab si nona. “Kami masih berusia muda tertu saja kami belum bisa menandingin popo. Tapi dikemudian hari, kemajuan kami tiada batasnya.?

Si nenek tertawa, “Bagus!? katanya. “Kalau begitu, sekarang Kim hoa Popo meminta diri. Dihari kelak, kapan ilmu silatmu telah tidak terbatas, barulah kau membuka jalan darah dia?. Sehabis berkata begitu, ia menuntun tangan Coe Jie, memutar badan dan berjalan pergi.

Cie Jiak terkejut. Kalau si nenek pergoi, saudara saudari seperguruannya pasti akan binasa. “Popo, tahan dulu!? katanya. “Aku memohon popo suka menolong sucie dan suhengku?.

“Aku bersedia untuk menolong, asal saja kau mau berjanji, bahwa mulai kini orang2 Go Bie pay harus menyingkir dari tempat2, dimana aku dan Coe Jie berada,?jawabnya.

Nona Cioe mengawasi si nenek dengan rasa mendongkol. Sebagai Ciang boenjin, mereka pasti tidak bisa memberi janji itu yg berarti runtuhnya Go Bie pay.

Kim hoa popo tertawa. “Kalau kau tidak mau menurunkan keangkeran Go Bie pay, aku pun tak mau memaksa, asal saja kau suka meminjamkan Ie thian kiam kepadaku,? katanya. “Begitu lekas kau menyerahkan pedang itu kepadaku, aku akan segera menolong suci dan suhengmu.?

“Sebagaimana popo tahu, karena ditipu oleh kerajaan, kamu, guru dan murid, telah tertawan dan terkurung dimenara kelenteng Ban hoat sie,? kata si nona. “Cara bagaimana Ie thian kiam masih bisa berada di dalam tangan kami??

Si nenek memang sebenarnya telah menduga hal itu. Dalam mengajukan permintaan, dia tahu harapannya sangat tipis. Tapi mendengar jawabannya Cie Jiak,paras mukanya lantas saja terlihat sinar putus harapan. Tiba2 ia membentak, “Cioe Kouwnio! Jika kau mau melindungin nama Go bie pay, kau tidak melindungi jiwamu sendiri…? Ia mengeluarkan sebutir pel dan berkata pula, “Inilah racun yang bisa memutuskan usus manusia. Setelah kau menelannya, aku segera akan menolong mereka.?

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar