Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------
Bagian 63
Sambil menyubiti pel itu, Cie
Jiak berkata didalam hatinya, “Suhu memerintahkan aku untuk menipu Tio Kongcu
dan aku sebenarnya tak bisa berbuat begitu. Daripada hidup menderita, memang
lebih baik aku lantas mati.?
“Cioe sumoi, jangan telan racun
itu !? teriak Cengcoe.
Melihat keadaan mendesak, Boe
Kie segera bergerak untuk melompat keluar, tetapi lagi2 tangannya dicekal Tio
Beng. “Anak tolol!? bisik si nona. “Pel itu bukan racun? Boe Kie terkejut dan
Cie Jiak telah menelan pel tersebut.
Semua murid Go Bie mencelos
hatinya. Mereka segera bergerak untuk menyerang.
“Jangan banyak tingkah!?
bentak si nenek.
“Racun ini tidak lantas
bekerja Cioe Kouwnio, ikutlah aku. Jika kau dengar kata, mungki sekali aku
pasti akan memberikan obat pemunah? Sehabis berkata begitu, ia menepuk badannya
murid2 Go Bie yang tertotok. Rasa sakit mereka lantas saja hilang, tapi untuk
sementara waktu belum bisa bergerak, sebab kaki tangannya masih kesemutan.
Melihat kegagahan dan kemuliaan nona Cioe yg telah menolong mereka dengan
menelan racun, bukan main rasa terima kasihnya. “Terima kasih, Cioe sumoi,?
teriak seorang.
Sementara itu, seraya menarik
tangan Cie Jiak, Kim hoat popo berkata dengan suara lemah lembut. “Anak baik,
ikutlah aku. Popo takkan mencelakaimu.?
Sebelum ia sempat menyahut,
nona Cioe merasa dirinya di betot dengan tenaga yg sangat besar dan tanpa
merasa, ia melompat.
Ceng coe berteriak. “Cioe
sumoi!...? Ia melompat untuk mencegat. Tiba2 ia merasa sambaran angina tajam.
Itulah serangan Cioe Jie. Dengan cepat ia menangkis dengan tangan kirinya. Tapi
pukulan Cioe Jie hanya pukulan gerak.
“Plak!? yg benar2 di gaplok
adalah pipi Teng Bin Koen. Pukulan itu yg diberi nama Cie Tang Tah say
(Menunjuk ke Timur, memukul ke Barat) adalah salah satu pukulan lihai dari Kim
hoa popo. Sesudah menggaplok, sambil tertawa nyaring, Coe Jie melompati tembok.
“Ubar!? kata Boe Kie sambil
mencekal tangan Siauw Ciauw. Mereka lantas saja melompati tembok. Melompat
munculnya tiga orang lain, murid2 Go bie pay tentu saja merasa kaget dan dilain
saat, merekapun melompat untuk mengejar. Tapi ilmu ringan badan Kim hoa popo
dan Boe Kie bukan ilmu ringan badan yg sembarangan. Waktu murid2 Go Bie
melompati tembok mereka tak kelihatan bayang2annya lagi.
Sesudah ubar2an beberapa puluh
tombak, Kim hoa popo membentak, “Siapa!?
“Serahkan Ciang boen kami!
Setelah kau menyerahkan aku mengampuni jiwamu,? teriak Tio Beng yg kemudian
berbisik dikuping Boe Kie, “Kau mengamat2i dari kejauhan. Jangan munculkan
diri.? Sehabis berkata begitu ia mengempos semangat dan tubuhnya melesat
beberapa tombak. Dengan pukulan Kim Teng hoed kong (Sinar Budha di Kim teng)
yaitu salah satu pukulan dari Kim hoat Go bie pay ia menikam punggung si nenek.
Dengan memiliki kecerdasan yg luar biasa, dari latihan dikelenteng Ban hoat sie
ia sudah bisa menggunakan ilmu pedang Go Bie pay. Biarpun tenaga dalamnya masih
belum cukup tapi serangannya itu yg dikirim dengan Ie Thian Kiam sudah cukup
hebat.
Mendengar sambaran angin yg
luar biasa si nenek buru2 melepaskan Cioe Jiak dan berkelit sambil memutar
tubuh. Dengan beruntun Tio Beng mengirim beberapa serangan tapi semuanya di
punahkan secara mudah.
Melihat senjata yg digunakan
si nona adalah Ie Thian Kiam, Kim hoa popo kaget tercampur girang. Ia merangsek
dan terus menyerang sesudah bergebrak memakai beberapa jurus, tiba2 Tio Beng
memutar pedangnya dan menyerang dengan pukulan Soan hong chioe (angin puyuh)
dari Koen loen pay. Dalam pertempuran itu , si nenek menganggap bahwa Tio Beng
adalah murid Go bie pay dan diperhatikan ialah kiam hoat Go bie pay. Pada detik
itu ia justru sedang melompat untuk menangkap pergelangan tangan si nona dan
merampas Ie Thian Kiam. Serangan mendadak dengan pukulan Koen loen pay benar2
diluar dugaannya. Ia terkesiap tapi sebagai orang yg memiliki kepandaian
tinggi, dalam bahaya ia tidak jadi bingung dan secepat kilat ia menggulingkan
badannya ditanah. Tapi walaupun ia dapat menyelematkan jiwa, tangan bajunya tak
urung kena disambar jg dan robek.
Bukan main gusarnya Kim hoa
popo. Begitu melompat bangun, ia menyerang dengan hebatnya. Tio beng mengerti
bahwa ilmu silatnya masih kalah jauh dari si nenek! Dalam pertempuran yg lama
ia pasti bakal dirobohkan.
Dengan secepat ia mengubah
siasat. Sekarang ia menyerang berbagai ilmu pedang, sebentar dengan kim hoat
Khong tong pay, sebentar dengan kiam goat Hwa san pay, Koen loen pay, atau
Siauw lim pay dan yg digunakannya selalu pukulan2 yg paling hebat. Berkat Ie
thian kiam, serangan2an itu dahsyat luar biasa dan Kim hoat popo tidak berlaku
sembrono. Coe Jie jengkel. Ia menghunus pedangnya dan melontarkannya kepada
sang popo. Karena orang itu itu menyambuti senjata tersebut, tapi baru
bertanding sembilan jurus, dengan satu suara, “kres!? pedangnya putus dua.
Paras muka si nenek berubah.
Ia melompat keluar dari gelanggang dan membentak. “Bocah! Siapa kau
sebenarnya??
Tio Beng tertawa. “Mengapa kau
tidak mencabut To liong to?? tanyanya
“Kurang ajar! Jika aku
memegang To Liong to kau sama sekali bukan tandinganky. Apa kau berani
mengikuti kami untuk menjajal jajal??
Mendengar disebutnya To Liong
to, Boe Kie merasa heran.
“Nenek pergilah kau ambil To
liong to,? kata si nona sambil tertawa. “Aku tunggu kau dikota raja. Sesudah
kau bersenjatakan golok itu, kita boleh bertempur lagi.?
“Balik kepalamu kemari! Aku
mau lihat lebih tegas mukamu,? kata si nenek dengan gusar.
Tio Beng memutar badan,
mengeluarkan lidahnya dan memejamkan sebelah matanya, sehingga mukanya tidak
keruan macam. Si nenek mengutuk dan meludahi muka si nona. Sesudah itu dengan
menuntung Coe Jia han Cie Jiak, ia berlalu.
“Ubar lagi!,? kata Boe Kie
“Tak perlu tergesa gesa. Aku
tanggung keselamatan Cioe Kauwniomu tidak akan terganggu.?
“Mengapa tadi kau menyebut2 To
liong to??
“Waktu berhadapan dengan
murid2 Go Bie pay nenek itu mengatakan bahwa seorang sahabat lama bersedia
untuk meminjamkan sebatang golok mustika kepadanya dan dengan golok itu, ia
ingin bertempur lagi denagn Boat coat soethay, Ie thian poe coet, swee ie ceng
hong (kalau ie thian tidak keluar, siapa lagi yg bisa melawan ketajamannya?)
untuk melawan In thiam Kiam, orang harus menggunakan To Liong to. Aku bertanya
dalam hatiku, apakah dia sudah berhasil meminjam to liong to dari ayah
angkatmu, Cia locianpwee? Maka itulah, tadi aku menyerang dengan Ie Thian kiam
dan maksudku adalah untuk memaksa supaya ia mengeluarkan to liong to. Tapi
ternyata ia tdiak membawa golok mustika itu dan hanya menantang supaya aku
mengikuti dia untuk menjajal Ie thian kiam dengan to liong to. Dari
perkataannya itu mungkin sekali ia sudah tahu dimana adanya to liong to, tapi
belum bisa mendapat,? katanya.
“Mendengar keterangan itu, Boe
kie mengmanggutkan kepalanya. “Ya benar sekali bahwa golok itu berada dalam
tangan Gie Hoe,? katanya.
“Menurut dugaan ia segera akan
pergi ke pantai untuk menyebrangi lautan guna mencari golok itu,? kata pula Tio
Beng. “kita harus mendahului, supaya Cia locianpwee yg buta dan berbaik hati
tak sampai kena di perdayai oleh perempuan tua itu.?
Darah Boe Kie bergolak.
“Benar! Benar! Katamu!? katanya dengan tergesa gesa. Waktu meluluskan
permintaan Tio Beng yg mau meminjam To liong to, ia hanya mempertahankan
sifatnya lelaki yg takkan menjilat ludah sendiri. Tapi sekarang mengingat
keselamatan ayah angkatnya, ia ingin sekali mempunyai sayap supaya ia bisa
segera terbang untung melindungi ayah angkat itu.
Tanpa membuang buang waktu
lagi Tio Beng segera mengajak Boe Kie dan Siauw Ciauw kegunung Ong hoe. Ia tak
masuk kedalam dan hanya bicara dangan penjaga pintu yg sesudah mendengari
pesanan sang majikan, buru2 masuk ke dalam keluar lagi dengan menuntun sembilan
ekor kuda yg jarang kelihatannya dan menenteng buntalan yg berisi emas dan
perak.
Tio Beng bertiga lantas saja
melompat kepunggung tunggangan itu yang terus dikaburkan kearah timu. Enam ekor
kuda lainnya mengikuti dibelakang dan ditunggang dengan bergantian supaya
mereka tak terlalu capai.
Pada keesokan paginya,
kesembilan kuda itu dapat dikatakan sudha tak bisa lari lagi. Dengan
memperlihatkan kin pay (tanda perintah) Jie lam ong, Tio beng menemui pembesar
setempat dan menukar kuda2 itu dengan tunggangan yg masih segar. Malam itu,
mereka tiba di kota pesisi. Malam2 notan Tio menemui pembesar dikota itu dan
memerintahkan supaya ia segera menyediakan sebuah perahu besar yg kuat dan
lengkap segala2nya. Ia pun memerintahkan supaya semua perahu yg berada di
pelabuhan segera berlayar kearah selatan dan disepanjang pantai kota itu dalam
jarak seratus li, tak boleh berlabuh perahu apapun juga.
Belum cukup sehari, segala apa
sudah siap sedia. Tio beng, Boe Kie dan Siauw Ciauw segera menukar pakaian
pelaut, memasang kumis palsu, memoles muka mereka dengan semacam cat air
sehingga warna kulit jadi berubah dan terus turun ke perahu untuk menunggu Kim
Hoa popo.
Lihai sungguh tebakan Beng
beng koencoe. Kira2 magrib, sebuah kereta tiba dipantai dengan diiring oleh Kim
hoa popo yang menuntun Cie Jiak dan Coe Jie. Si nenek segera pergi ke perahu
itu kendaraan air satu2nya yg berlabuh di pesisir dan minta menyewanya. Anak
buah kapal yg sudah menerima pesanan Tio Beng, semula menolak dan sesudah Kim
hoa popo menyerahkan sepotong emas dengan sikap apa boleh buat, barulah
pemimpin kapal meluluskan permintaannya. Begitu lekas si nenek begitu turun
kapal segera memasang layar dan berangkat ke arah timur.
Di atas samudra seolah2 tidak
berbatas sekuat perahu berlayar kearah tenggara.
Perahu itu sangat besar
bertingkat dua, diatas geladak dikepala perahu dan dikiri kanan nya terdapat
meriam. Perahu itu adalah sebuah perahu meriam Mongol. Bangsa Mongol pernah
berniat menyerang negeri Jepang dan mempersiapkan perahu2 perang. Diluar dugaan
angkatan laut itu diserang topan hingga berantakan dan niatan itu menjadi
gagal. Jika berlabuh di pantai, perahu itu karam kelihatannya. Tapi diatas
samudra dia menyerupai selembar daun yg terombang ambing merupakan tiupan
angin.
Dengan menyamar sebagai anak
buah Thio Boe Kie, Tio Beng dan Siauw Ciauw bersembunyi dibagian bawah perahu.
Hari itu, waktu mau turun
keperahu, Tio Beng kaget dan berkuatir. Ia sama sekalitak menduga, pembesar
setempat menyediakan sebuah perahu meriam dari angkatan laut Mongol. Hal ini
bisa membuka rahasia. Tapi sebgai seorang yg sangat pintar si nona lantas saja
dapat memikir satu jalan untuk memperdayai Kim hoa popo, ia segera
memerintahkan supaya perahu itu membawa sejumlah jala dan beberapa ton ikan
basah. Dengan demikian nenek Kim Hoa akan percaya bahwa lantaran sudah tua maka
perahu perang itu telah diubah menjadi semacam perahu penangkap ikan.
Ketika tiba dipantai sebab tak
mendapatkan lain kendaraan air tanpa curiga Kim hoa popo segera menyewa perahu
tersebut.
Dari lubang jendela, Boe Kie
dan Tio Beng memperhatikan jalannya matahari dan rembulan yg selalu naik dari
sebelah kiri perahu. Mereka tahu, bahwa perahu sedang berlayar ke arah selatan.
Waktu itu sudah masuk musim dingin dan angin utara meniup dengan hebatnya,
sehingga perahu berlayar dengan kecepatan luar biasa.
“Gie hoe berada di pulau
Penghwee to, di daerah Kutub utara,? kata Boe Kie. “Untuk mencarinya, kita
harus berlayar kearah utara. Mengapa Kim hoa popo memerintahkan perahu ini
menuju ke selatan??
“Si nenek tentu mempunyai
niatan yang belum di ketahui kita,? jawab Tio Beng. “Sekarang ini angin selatan
belum waktunya turun, sehingga biar bagaimanapun juga, kita tidak akan bisa
berlayar ke jurusan utara.?
Pada hari ketiga, diwaktu
lohor, salah seorang anak buah memberi laporan kepada Tio Beng, bahwa Kim hoa
popo sangan paham dengan jalanan air yg digunakan mereka. Si nenek tahu mana
ada pulau yg ditempat apa bakal ada batu karang yg menonjol keatas dia bahkan
lebih paham daripada anak buah perahu itu.
Tiba tiba Boe Kie ingat
sesuatu. “Ah!? serunya dengan suara tertahan. “Apa dia bukan mau pulang ke
pulau Leng coat to??
“Leng coat to apa?? menegas si
nona.
“Kim hoa popo bersarang di
pulau Leng coat to,? jawabnya. “Mendiang suaminya dikenal sebagai Gin yap sian
seng. Pada banyak tahun berselang, Kim hoa dan Gin yap dari Leng coat to
mengentarkan dunia Kang ouw. Apa kau tidak tahu??
Si nona tertawa. “Kau hanya
lebih tua beberapa tahun daripada aku, tapi dalam pengalaman kau seperti
seorang kakek,? katanya.
Boe Kie turut tertawa, “Beng
Kauw dikenal sebagai agama siluman dan anggota2 Beng Kauw memang sedikit, lebih
berpengalaman daripada seorang kauwcoe yg dikeram didalam gedung raja muda,?
katanya.
Mereka berdua adalah musuh
besar. Dengan masing2 pemimpin sejumlah jago beberapa kali mereka telah
mengukur tenaga. Tapi sekarang sesudah bergaul beberapa hari dalam sebuat
perahu dengan Kim hoa popo sebagai musuh umum mereka dari musuh mereka telah
berubah menjadi sahabat.
Sesudah memberi laporan anak
buat itu buru2 kembali ke tempat kemudi.
“Toa kauwcoe? kata Tio Beng.
“Apakah kau sudah menceritakan sepak terjang Kim hoa dan Gin yap kepada seorang
budak kecil yang di keram didalamg edung raja muda??
Boe Kie menyeringai, “Mengenai
Gin yap Sian seng, aku tidak mempunyai pengetahuan apa pun jua,? jawabnya.
“Tapi dengan si nenek aku pernah bertemu dan pernah menyaksikan sendiri sepak
terjangnya.? Ia segera menuturkan pengalamannya di Ouw Tiep Kok, Ie Sian Ouw
Ceng Goe untuk minta di obati, cara bagaimana nenek dikalahkan oleh Biat coat
suthay dan akhirnya cara bagaimana Ouw Ceng Coe dan Ong Len Kouw binasa dalam
tangan nenek itu. Sehabis bercerita kedua matanya mengembang air mata, biar pun
Ouw Ceng Coe berada aneh, orang itu itu telah memperlakukannya dengan baik
sekali dan telah banyak memberi pertolongan kepadanya. Ia merasa sangan
berduka, bahwa orang tua itu dan istrinya telah dibinasakan secara menggenaskan
dan jenazah mereka di gantung di pohon oleh si nenek Kim Hoa. Ia hanya tidak
menceritakan ajakan Coe Jia supaya ia turut pergi ke Leng coat to dank arena
tampikannya sebelah tangannya sudah digigit oleh nona itu. Mungkin sekali ia
merasa jengah untuk menuturkan peristiwa yg kecil itu.
Sesudah mendengarkan cerita
Boe Kie dengan paras sungguh2 Tio Beng berkata, “Thio kong coe semuda aku hanya
menganggap nenek itu sebagai seorang yg ilmu silatnya sangat tinggi. Tapi dalam
penuturannya, aku menarik kesimpulan, bahwa dia orang yg sangat cerdik dan
bukan lawan yg enteng. Kita tidak boleh memandang rendah kepadanya.?
Boe Kie tertawa, “Koencoe nio
nio seorang Boen boe song coan dan bukan saja begitu, ia bahkan memimpin
sejumlah orang gagah yang berkepandaian sangat tinggi,? katanya. “Maka itu
menurut pendapatku menghadapi seorang nenek sama sekali tidak menjadi soal
baginya.?
“Hanya yg di lautan ini aku
tidak bisa memanggil para boesoe dan hoenceng.?
Boe Kie tersenyum, “Tukang
masak dan anak buah yg menarik layer bukan sembarang orang,? katanya. “Biarpun
mereka bukan jago kelas satu mereka pasti bisa termasuk dalam kalangan jago
jago kelas dua.?
Si nona berkesiap. Sesudah
berdiam sejenak ia tertawa geli. “Aku menyerah kalah! Menyerah kalah!? katanya.
“Dengan sesungguhnya Toa kauwcoe mempunyai mata yg sangat awas.?
Ternyata waktu pulang ke Ong
hoe untuk mengambil kuda dan emas perak diam2 Tio Beng telah memesan boesoe
penjaga pintu supaya sejumlahorang sebawahannya menyusul ke pesisir untuk ikut
berlayar. Orang2 itu menggunakan kuda, tapi mereka ketinggalan kira2 setengah hari
dari majikan mereka. Mereka menyamar sebagai tukang masak dan anak buah perahu
dan terdiri dari orang yang tidak turut dalam pertempuran di Ban hoat she. Tapi
sebagai ahli2 silat, sinar mata sikap dan gerak gerik mereka berbeda dari orang
biasa. Dan Boe Kie yang bermata tajam tidak kena di kelabui.
Kenyataan itu mengkuatirkan
hati si nona. Kalau Boe Kie masih belum bisa diakali, apalagi Kim Hoa popo yang
berpengalaman luas. Tapi untung juga pihaknya berjumlah banyak lebih besar
sehingga kalau sampai mesti bergerak dengan bantuan Boe Kie ia pasti tak akan
kalah.
Selama beberapa hari yg paling
mengganggu pikiran Boe Kie ialah keselamatan Cie Cioe Jiak yg telah menelan pel
‘racun’. Didalam hati ia selau bertanya2, kapan racun itu mengamuk? Tio Beng yg
pintar lantas saja dapat menebak rahasia hatinya. Setiap kali alis pemuda itu
berkerut setiap kali ia memerintahkan orang pergi keatas untuk menyelidiki
dengan berlagak membawa air atau teh. Orang it lalu kembali dengan laporan yg
menyenangkan, nona Cioe sehat2 saja. Sesudah kejadi ini berulang beberapa kali
Boe Kie merasa jengah sendiri.
Sementara itu lain peringatan
sering mengganggu pikiran Boe Kie. Saban ia termenung seorang diri, ia ingat
peristiwa itu diatas salju didaerah see hek. Ia ingat pengalamannya dengan Coe
Jie. Ia ingat, cara bagaimana dengan Ho thay Ciong, Boe liat dan yang lain2, ia
pernah berkata begini, “Nona dengan setulus2 hati aku bersedia, untuk menikah
dengan kau. Aku hanya mengharap kau jangan mengatakan, bahwa aku tidak setimpal
dengan dirimu.? Dilain saat sambil mencekal tangan si nona, ia berkata pula,
“Aku ingin berusaha supaya kau bisa hidup beruntung supaya kau melupakan
penderitaanmu yg dulu2. Tak peduli ada berapa banyak orang yg mau menghina kau,
aku bersedia untuk mengorbankan jiwa demi keselamatanmu.? Ia ingat itu semua
(Kisah pembunuh naga jilid 14, halaman 44) dengan mulut berkumak kumik, ia
mengulangi perkataan2 itu. Mukanya lantas berubah merah.
Tiba2 terdengar suara
tertawanya Tio Beng “Hai!? kata si nona “Lagi2 kau memikiri Cioe Kouwnie mu!?
“Tidak!?
“Kau memikiri apa dia tidak
memikiri dia sedikitpun tiada sangkut pautnya dengan diriku. Aku hanya merasa
menyesal, seorang laki2 gagah sudah berdusta dihadapan seorang wanita.?
“Perlu apa kau berdusta?
Dengan sesungguhnya aku bukan memikiri Cioe Kouwnio.?
“Dusta! Kalau ingat Kouw
Tauwto Wie It Siauw atau lain2 manusia muka jelek, paras mukamu tidak nanti
mengunjuk sinar yang begitu lemah lembut yang penuh kasih saying, yang
kemerah2an. Omong kosong kau!?
Boe Kie tertaw. “Kau sungguh
lihai,? katanya. “Kau dapat membaca hati orang, apa dia sedang memikiri orang
yg cantik atau yg jelek. Tapi aku mau menerangkan dengan sesungguh2nya, bahwa
orang yg kuingat pada detik ini sedikitpun tak ada yg berparas cantik.?
Mendengar nada suara yg
sungguh2 si nona tersenyum dan tidak menggoda lagi. Biarpun pintar, ia sama
sekali tidak menduga, bahwa yang diingat Boe Kie adalah Coe Jie yg mukanya tak
keruan macam.
Mengingat, bahwa jeleknya muka
Coe Jie adalah akibat latihan Cian Coe Ciat Hoe Chie, Boe Kie menghela napas.
Waktu si nona muncul pada malam itu diantara murid2 Go Bie, ia mendapat
kenyataan bahwa muka Coe Jie lebih hebat daripada dulu. Ia merasa menyesal,
karena ia merasa, bahwa makin mendalam Coe Jie melatih diri dalam ilmu silat
itu, makin besar bahaya bagi dirinya. Ia kuatir akan keselamatan si nona, baik
jasmani maupun rohani. Dengan rasa terima kasih, ia ingat budi nona itu.
Sesudah berada di Kong Beng Teng dan menjadi Kauw coe karena repot, ia tak
sempat memikiri segala urusan pribadi. Tapi biarpun begitu ia pernah meminta
bantuak Leng Kiam untuk mencarinya diseluruh Kong Beng Teng. Ia pernah meminta
pertolongan Wie It Siauw untuk bantu menyelidiki tapi usahanya tinggal tersia
sia. Coe Jie menghilang bagaikan batu yg tenggelam di lautan.
Tiba2 si nona muncul, tak usah
dikatakan lagi. Ia merasa sangat girang. Diam2 ia mengutuk dirinya sendiri, Coe
Jie begitu baik mengapa dia sendiri bersikap begitu tawar? Tapi pada hakekatnya
pemuda itu bukan manusia yg tidak mengenal budi. Sikap tawarnya itu adalah
karena ia selalu memikiri bebannya yang sangat berat. Sebagai Kauw Coe dari
Beng Kauw dan Bengcoe dari perserikatan segenap Rimba Persilatan. Ia tak sempat
untuk mengurus kepentingan pribadi.
Mendadak Tio Beng tertawa
nyaring, “Eh! Mengapa kau menghela napas?? tanyanya.
Sebelum Boe Kie menjawab
diatas perahu sekonyong2 terdengar teriakan2. Sesaat kemudian seorang anak buah
dating melapor, “Disebelah depan terlihat daratan dan nenk itu memerintahkan
supaya perahu dijalankan terlebih cepat.”
Boe Kie dan Tio Beng segera
mengitip dari lubang jendela. Pada jarak beberapa li, mereka melihat sebuah
pulau yg besar, dengan pohon2 yg hijau disebelah timur terlihat beberapa gunung
yg menjulang tinggi keangkasa. Dengan angin yg bagus, perahu itu berlayar
dengan epsar dan dengan waktu kira2 semakanan nasi, dia sudah tiba di depan
pulau. Dibagian timur pulau, tidak terdapat pesisir yg lazim dari pasir cetek.
Batu gunung di bagian itu termasuk masuk ke dalam ari yg tak diketahui berapa
dalamnya. Perahu ditujukan kejurusan timur dans segera menempel pada batu
gunung yg menjulang keatas dari pinggir air.
Baru saja perahu itu melepas
jangkar diatas gunung sekoyong2 terdengar teriakan atau jeritan dahsyat yg
menyerupai auman harimau dan jeritan Naga. Teriakan itu yg berulang2 seolah2
menggetarkan seluruh gunung.
Mendengar teriakan itu, Boe
Kie tercampur girang, karena dia mengenali karena itulah teriakan ayah
angkatnya, Kim Mo Say Ong Cia Soen. Sesudah berpisah belasan tahun keangkeran
Gie Hoe ternyata masih seperti dahulu. Tanpa memikir panjang2 lagi, buru2 ia
mendaki tangga dan naik diatas geledak di belakang perahu. Ia menengadah dan
mengawasi puncak bukt atau gunung kecil itu. Ia melihat empat pria bersenjata
sedang mengepung sorang yg bertubuh tinggi besar dan orang itu, yg bertangan
kosong memang bukan lain dari ayah angkatnya.
Biarpun buta dan biarpun
dikerubuti berempat Cia Soen tidak jatuh dibawah angin. Boe Kie yg belum pernah
melihat ayah angkatnya yg sedang ramai bertempur dia merasa kagum sekali. Tak
heran nama Kim mo say ong Cia Soen menggetarkan Rimba Persilatan. Ilmu silatnya
lebih tinggi daripada Ceng Ek Hok Ong, Wie It Siauw dan kira2 setanding dengan
kakeknya.
Tapi ke empat musuh itupun
bukan lawan enteng. Karena jauh, Boe Kie tidak bias melihat dengan jelas muka
mereka. Tapi dilihat dari pakaian mereka yg compang camping dan karung yg
menggemblok dipunggung mereka sudah dapat dipastikan mereka adalah anggota
Kaypang. Tiga orang lain berdiri menonton, kalau empat kawannya kalah, mereka
tentu turut turun tangan.
Tiba2 teriakan seseorang,
“Serahkan To liong to! Golok tukar dengan jiwa!”
Meskipun kuping nya tajam, Boe
Kie tidak bias menangkap semua perkataan itu. Tapi ia sudah tahu, bahwa musuh
itu dating menyateroni untuk merebut To liong to!
Cia Soen tertawa terbahak
bahak, “To liong to ada disini! Ambillah sendiri, kalau kau mampu!” teriaknya.
Sedang mulutnya berbicara, perlawanannya sedikitpun tak menjadi kendor.
Dengan sekali berkelebat, Kim
hoa popo sudah medarat. Sambil batuk2 ia berteriak, “Para pendekar Kaypang! Apa
maksud kalian? Tanpa bicara dulu dengan si nenek, kalian mengganggu tamu
terhormat dari Leng coa to.”
Sekarang Boe Kie mendapat
kepastian, bahwa pulau itu benar Leng coa to. Ia merasa sangat heran. Dulu ayah
angkatnya menolak untuk kembali ke Tong Goan. Mengapa kini ia suka mengikuti
Kim hoa popo? Cara bagaimana si nenek tahu, bahwa ayah angkatnya berada di Peng
Hwee To?
Mendengar teriakan nyonya
rumah, keempat orang itu rupa2nya menjadi bingung. Dalam usaha untuk
menjatuhkan Cia Soen secepat mungkin, mereka memperhebat serangan. Tapi dengan
berbuat begitu, mereka melakukan kesalahan besar. Dia orang buta, Cia Soen
melawan dengan mengandalkan kupingnya. Ia menangkis setiap serangan dengan
mendengar sambaran angin dari pukulan2 musuh. Dengan memperhebat serang
mereka2, sambaran2 jadi makin keras dan hal ini bahkan memunahkan perlawanan
Cia Soen. Dilain saat, seraya membentak keras Cia soen meninju dan tinju itu
mampir didada salah seorang musuh. Orang berteriak dan roboh tergelincir
kebawah, akan kemudian jatuh diatas batu, sehingga kepalanya hancur.
Melihat begitu, salah seorang
yang nonton lantas saja membentak, “Mundur!” Ia melompat dan meninju, Ia
meninju dengan tenaga yg “seperti ada dan seperti tidak ada” sehingga Cia soen
tak bias membedakan arah sambarannya. Waktu tinju hanya terpisah beberapa dim
dari tubuhnya, barulah ia bisa merasakan sambarannya dan menangkis dengan
terburu2. sementara itu, ketiga orang yg tadi mengerubuti sudah melompat keluar
dari gelanggang. Dilain saat seorang kakek lain yg tdai menonton turut membantu
kawannya. Ia pun menyerang dengan pukulan2 “lembek” sehingga baru saja
bertempur beberapa jurus Cia Soen sudah jd report sekali.
“Kie Tiangloo! The Tiangloo!”
teriak Kim hoat popo. “Kim mo say ong buta matanya. Dengan menyerang secara
licik cuma2 saja kalian mempunyai nama besar dalam dunia Kang Ouw.” Seraya
berkata begitu, bagaikan terbang ia terus mendaki gunung. Dengan menggunakan
seantero tenaganya Coe Jie mengikuti dari belakang.
Sebab kuatir akan keselamatan
ayah angkatnya, Boe Kie jg segera menyusul. Tio Beng memburu dan menyandaknya.
“Dengan adanya nenek itu kau tak usah kuatir,” bisiknya. “Yang paling penting
kau tak boleh memperkenalkan dirimu.”
Boe Kie menganggung dan sambil
mencekap tangan si noan ia terus berlari lari di belakang Coe Jie. Sambil
mengikuti dengan rasa kagum ia mengawasi potongan badan Coe Jie yg langsing dan
gemulai. Kalau mukanya tidak jelek karena latihan ilmu yg sesat, nona itu pasti
tidak kalah dengan Tio Beng, Cie Jiak atau Siauw Ciauw. Mengingat begitu,
jantungnya memukul keras. Dilain detik, ia mengutuk dirinya sendiri. “Boe Kie!
Boe Kie! Kau benar edan!” katanya didalam hati. “Sedang ayah angkatmu
menghadapi bencana, kau masih bisa memikir yg gila2!”
Tak lama kemduia ia sudah tiba
di pinggang gunung. Ia mendapat kenyataan, bahwa ayah angkatnya melawan dengan
pukulan2 pendek. Itulah siasat untuk membela diri. Ia memunahkan serangan2
musuh dengan Siauw kim na chioe (ilmu menyengkram dan membantung dengan jarak
pendek) Dengan menggunakan siasat itu, untuk sementara waktu Cia Soen memang
bisa menyelamatkan diri, tapi ia sukar bisa memperoleh kemenangan.
Dengan menyembunyikan diri
dibawah sebuah pohon siong, Boe Kie mengawasi ayah angkatnya. Pada muka orangtua
itun terlihat lebih kerutan sedang rambutnya sudah hampir putih semua.
Rupa2nya, selama berada di pulau Peng hwee to belasan tahun, ia banyak
menderita, sehingga ia cepat tua. Boe Kie ikut menderita. Ia ingin sekali turut
menyerbu untuk menghajar musuh. Ia ingin sekali memeluk orang tua itu dan
memperkenalkan dirinya. Tio Beng mengerti, apa yg di pikirkan pemuda itu. Ia
memegan tangan Boe Kie erat2 dan mengeleng2kan kepalanya.
Sekonyong2 Kim hoa popo
berkata dengan suara nyaring. “Kie Tangloo, Im san ciang Liok Kioe sudah
tersohor dalam dunia Kang Ouw. Mengapa kau malu2 kucing dan menyembunyikan
dalam pukulan Sin Ciang? Ah! The Tiang Loo lebih tolol lago. Dia menyembunyikan
Hoei hong Hoed lioe koen didalam Patkwa koen. Apa kau kira Cia tayhiap tak tahu?
Oh oh oh … oh oh … uh.. uh …” Ia batuk2. “Dahulu, kaypang adalah sebuah partai
besar yg dihormati sebagai partai yg selalu menolong sesama manusia….. oh oh oh
… saying, sungguh saying! … makin lama jadi makin busuk…”
Karena tak bisa melihat
pukulan musuh yg sangat licik, Cia Soen memang lagi bingung. Mendengar petunjuk
si nenek ia girang. Pada detik The Tiangloo mau mengubah pukulannya, ia
membarengi dengan tinjunya. Hampir berbareng dengan ebradunya kedua tinju kanan
The Tiangloo terhuyung satu dua tindak. Untung jg iapun memiliki kepandaian
tinggi sehingga ia tak sampai roboh. Sebelum Cia Soen bisa mengirim serangan
susulan, Cia Tiangloo sudan merangsek untuk menolong kawanya.
Boe Kie mendapat kenyataan,
bahwa Kie Tiangloo bertubuh kate gemuk dan dengan mukanya yg bersinar merah, ia
menyerupai seperti seorang tukang potong babo. Dilain pihak the Tiangloo
berbadan kurus kering. Disebelah kejauhan berdiri seorang pemuda yg berusia
kurang lebih tiga puluh tahun. Iapun mengenakan pakaian kaypang dengan perbedaan,
bahwa pakaiannya yg rombeng kelihatan bersih. Di punggungnya menggemblok
delapan lembar karung. Bahwa seorang muda seperti dia bisa menjadi tiangloo
(tetua) dengan pertandaan delapan karung, adalah kejadian yg luat biasa.
Beberapa kali Boe Kie mengawasi dia, ia merasa, bahwa ia pernah bertemu dengan
orang itu, tapi ia lupa dimana dan lagi kapan pertemuan itu terjadi.
Tiba2 pemuda itu berkata, “Kim
hoa popo, terang2an kau tidak membantu Cia Soen, tapi gelap2an kau membantu jg.
Apa kau tidak curang?”
“Apakah tuan tiangloo dari kay
pang?” Tanya si nenek dengan suara tawar. “Maaf, nenekmu belum pernah bertemu
muka denganmu.”
“Tentu saja popo tidak
mengenal aku, sebab belum lama aku menduduki kursi tiangloo,” jawabnya. “Aku
she Tan, namaku Yoe Liang.”
Tan Yoe Liang! Boe Kie lantas
saja ingat. Waktu Thay suhu mengajaknya ke Siauw Lim sie untuk berobat, salah
seorang murid Siauw Lim telah menghafal Boe Teng Kioe yang kang dengan hanya
sekali membaca. Murid Siauw lim itu bukan lain drpd Tan Yoe Liang. Bagaimana ia
sekarang menjadi tiangloo dari partai pengemis? Tapi hal itu tidak tetlalu
mengherankan. Memang juga ada banyak anggota lain partai yg masuk kedalam
kaypang. Bahwa ia bisa menjadi tiangloo bukan kejadian luar biasa. Ia berotak
cerdas. Dengan memiliki ilmu silat Siauw lim sie dan Boe tong Kioe yang kang,
tak heran kalau dia menduduki kedudukan penting didalam partai itu.
“Apa murid Boe tong pun masuk
kedalam kaypang?” bentak Kim hoa popo.
Dari suara Tan Yoe Liang, Boe
Kie tahu bahwa orang itu memilki lweekang boe tong pay. Dia ternyata sudah
melatih diri dalam Boe tong kioe yang kang yg dicurinya. Mendengar bentakan si
nenek, Boe Kie mendongkol bukan main. “Tak tahu malu!” katanya didalam hati.
Berbareng dengan itu, iapun
akan merasa kagum atas ketajaman Kim Hoa Popo.
Tan Yoe Liang tertawa,
“Sungguh lucu?” katanya. “Aku murid Siau Lim, tapi si nenek kukuh, bahwa aku
anggota dari partai lain. “keras,” disertai Siaw Lim Kioe yang kang.
Boe Kie terkejut. Orang itu
sudah mempelajari Kioe yang kang dari Siauw lim dan Boe tong dan benar2 lihai.
Mendadak terdengar bentakan
keras dan lengan kiri The Thiangloo kembali dengan tinjunya Cia Soen. Tiga
murid kay pang yg tadi mundur dari gelanggang, dengan serentak menerjang pula
dengan senjata mereka. Ilmu silat ketiga orang itu kalah jauh dari kedua
tiangloo tapi penyerbuan mereka sangan menambah kerepotan Cia Soen. Orang tua
itu bukan saja tidak bisa melihat, tapi semenjak kedua matanya buta iapun belum
pernah bertempur, sehingga ia tidak punya pengalaman. Hari ini pertama kali ia
berhadapan dengan lawan2 berat dan berkelahi dengan hanya mengandalkan
ketajaman kupingnya. Dengan bertambahnya musuh, bersenjata ia lantas jatuh
dibawah angina sebab ia sukar membedakan yg mana sambaran tinju yg mana
sambaran senjata tajam. Dalam sekejap bahunya sudah terbacok.
Melihat bahaya Boe Kie bersiap
untuk menolong.
“Kim hoa popo tidak bisa tidak
menolong” bisik Tio Beng sambil mencekal erat2 tangan pemuda itu.
Tapi si nenek masih tenang2
saja. Sambil bersandar dengan tongkatnya ia hanya bersenyum dingin.
Dilain detik, betis Cia Soen
kena tendangan Tiangloo. Tendangan itu sangat hebat, sehingga Cia Soen
terhuyung hampir2 ia roboh. Kelima anggota kaipang itu jadi girang. Sambil
berteriak mereka memperhebat serangan.
Boe Kie sudah siap sedia.
Sebelah tangannya sudah memegang tujuh butir batu kecil. Pada detik yg sangat
berbahaya, ia menimpuk dan tujuh butir batu itu menyambar kearah lima musuh.
Tapi sebelum batu2 itu mampir pada sasarannya, mendadak terlihat berkelebatnya
sehelai sinar hitam. “Trang!” tiga senjata putus empat sosok tubuh manusia jg
putus dan jatuh ke lereng gunung? Antara kelima musuh itu hanya The tiangloo yg
masih hidup dan Cuma putus lengan kanannya. Ia menggeletak ditanah dengan
punggung tertancap sebutir batu yg di timpukkan oelh Boe Kie. Keempat musuh yg
sudah binasa jg tak luput dari sasaran batu. Tapi batu2 itu sudah didahului
dengan babatan golok, sehingga bantuan Boe Kie sebenarnya sudah tidak perlu
lagi.
Semua kejadian itu terjadi
dalam sekejap mata. Dilain detik, Cia Soen kelihatan berdiri sambil mencekal
sebatan golok yg berwarna hitam. Golok itu bukan lain daripada “Boe lim Cie
Coen” To liong to! Sambil melintangkan senjatanya, Kim mo berdiri tegak dengan
semangat bergelora dan keangkeran yg tiada taranya sehingag ia seolah2 malaikat
yg baru turun dari atas langit.
Sedari kecil Boe Kie sudah
sering melihat golok mustika itu, tapi ia tak pernah menduga bahwa To liong to
sedemikian hebat.
“Boe lim cie coen… po to To
liong!... boa lim coen po to To lion!” (yang termulia dari rimba persilatan
adalah golok mustika To liong).
Sementara itu The tiangloo yg
putus lengannya terus berteriak2. Dengan paras muka pucat Tan YOe Liang
berkata,
“Cia Tayhiap, aku akan merasa
sangat takluk dengan ilmu silatmu. Aku mohon kau suka mengampuni jiwa The
tiangloo dan membiarkan dia turun gunung. Aku bersedia untuk menggantikan
jiwanya dengan jiwaku sendiri. Cia Tayhiap kau turun tanganlah!”
Semua orang kaget. Mereka tak
sangka pemuda itu mempunya “gie kie” (perasaan persahabatan) yg begitu besar.
“Gie” adalah sesuatu imlu silat yg sangat hebat dalam Rimba persilatan dan
tiada bandingannya dikolong langit ini.
***
“Aku akan mempelajari ilmu
silat yg lebih tinggi dan sepuluh tahun kemudian, aku akan menemui Cia tayhiap
lagi.”
Kalau mau, dengan sekali
membabat Cia Soen bisa membinasakan Tan Yoe Liang dan menyingkirkan ancaman di
hari kemudian. Tapi ia seorang yg bernyali sangat besar dan sedikit pun ia tak
merasa jeri terhadap ancaman itu. “Baiklah,” katanya.
“Jika lohu masih hidup,
sepuluh tahun kemudian lohu akan meminta pelajaran mengenai sinkang dari Siauw
Lim dan Boe Tong.”
Tan Yoe Liang merangkap kedua
tangannya dan sambil membungkuk ia berkata kepada Kim Hoa popo. “Kay pang telah
mengacau dipulau ini dan aku meminta maaf.” Sesudah itu mendukung The tiangloo,
ia berlalu.
Seperginya Tan Yoe liang,
dengan mata melotot Kim hoa popo mengawasi Boe Kie. ”Boca imlu menimpuk mu
lihai jg!” katanya. “Tapi mengapa didalam kedua tanganmu, kau memegang tujuh
butir batu? Apakah sebutir untuk Tan Yoe Liang dan sebutir lagi untuk aku
sendiri?”
Boe Kie terkejut karena is
nenek sudah dapat menebak niatnya. Ia tak bisa segera menjawab dan hanya
tersenyum.
“Bocak!” bentak Kim hoa popo
dengan gusar. “Siapa kau? Mengapa kau menyamar sebagai anak buah kapal? Mengapa
kau menguntit nenekmu. Bocah! Dihadapaan Kim hoa popo, kau tidak boleh main
gila.”
Dibentak begitu, Boe Kie yg
tidak bisa berdusta jadi gugup. Untung jg Tio Beng lantas menolong. Dengan
mengubah suaranya, si nona berkata. “Kini orang2 Kie kengpang memang biasa
berdagang tanpa modal dilautan terbuka, popo telah mengeluarkan banyak uang
untuk menyewa kapal itu. Halangan apa kalau katai mengantar popo? Melihat kay
pang menghina orang mengandalkan jumlahnya yg besar, saudara ku sudah membantu.
Maksudnya baik sekali. Diluar dugaan Cia tayhiap memiliki kepandaian yg begitu
tinggi, sehingga bantuan itu sebenarnya tidak perlu.” Ia berbicara dengan nada
seorang pria yg agak terlalu nyaring. Baik jg si nenek tidak memperhatikan keganjilan
itu.
Cia Soen mengibaskan tangan
kirinya dengan berkata “Terima kasih. Kalian pergilah. Hai!... Kim Mo Say Ong
telah jatuh di tanah datar dan hai ini ia mesti menerima bantuan Kim keng pang.
Selama berpisahan dengan dunia kang ouw kira2 duapuluh tahun, dalam rimba
persilatan telah banyak muncul iorang pandai. Hai!... sebenarnya, perlu apa kau
kembali di Tiong goan?” ia mengeluarkan kata2 itu dengan suara berduka.
Timpukan Boe Kie telah mengejutkan hatinya, karena dari sambaran angin ia tahu,
bahwa orang yg menimpuk adalah seorang yg berkepandaian sangat tinggi, yg
jarang terdapat didalam dunia. Disamping itu ia telah berhasil membinasakan
musuh2nya hanya karena bantuan To liong to. Tanpa merasa ia ingat kegagahannya
pada duapuluh tahun berselang, pada ia mengamuk di pulau Ong poan san.
Mengingat berbedaan antara dahulu dan sekarang, ia jadi berduka.
“Cia Hiantee,” kata Kim hoa
popo, “Aku tidak membantu kau, sebab kutahu, bahwa kau dan aku selamanya tidak
suka dibantu irang. Cia Hiantee, apa kau tidak gusar?”
Mendengar si nenek memanggil
ayah angkatnya dengan istilah “hiantee” (adik) Boe Kie kager tercampur heran.
“Tak usah sebut gusar, atau
tidak gusar,” kata Cia Soen. “Bagaimana dengan hasil penyelidikanmu? Apakah kau
sudah mendapat kabar tenang anakku Boe Kie?”
Boe Kie terkesiap. Hampir
berbareng ia merasa tangannya dipijit Tio Beng. Ia tahu bahwa si nona melarang
ia bergerak. Tadi ia karena ia tidak menghiraukan nasihat Tio Beng, hampir2 ia
berurusan dengan si nenek karena urusan batu. Maka it ia sekarang tidak berani
berlaku sembrono lagi dan sebisa2 menahan hatinya.
“Belum! Aku tidak berhasil,”
jawab si nenek.
Cia Soen menghela napas.
Sesudah berdiam beberapa saat, ia berkata “Han Hoejin, kita berdua adalah
saudara. Tak boleh kau menipu aku sebab mataku buta. Bilanglah! Apakah anakku
Boe Kie masih hidup?”
Sebelum si nenek keburu
menjawab, mendadak Coe Jie mendahului. “Cia Tayhiap…” Tapi ia tidak bisa
meneruskan perkataannya, karena tangannya di pijit nenek Kim hoa yang menatap
wajahnya dengan melotot.
“In Kauwnio,” kata Cia Soe
tergesa gesar. “Omong terus! Hayo…. Apa popo menipu aku. Dia berdusta bukan?”
Air mata si nona mengalir
turun di kedua pipi nya. Dengan muka menyeramkan, si nenek menempelkan telapak
tangannya pada batok kepala Coe Jie. Si nona tahu, bahwa kalau ia berani bicara
secara bertentangan dengan kemauan popo nya, ia bakal binasa seketika. “Cia
tayhiap,” katanya. “Popo tidak menipu kau. Kami tidka mendapat kabar apapun jua
tentang Thio Boe Kie.”
Paras muka si nenek berubah
terang, ia mengangkat tangannya dari batok kepala Coe Jie, tapi tangan kirinya
maish tetap mencekal pergelangan tangan nona itu.
“Apa saja yg didengar olehmu?”
tanya pula Cia Soen. “Bagaimana dengan bengkauw? Bagaimana dengan sahabat2
lama?”
“Tak tahu,” jawab si nenek.
“Aku tidak memperdulikan urusan Kang Ouw. Yang penting bagiku adalah mencari
Biat Coat suthay untuk membalas sakit hati. Urusan lain tidak menarik hatiku.”
“Bagus!” teriak Cia Soen
dengan gusar. “Han Hoejin, apa yg dikatakan olehmu pada hari itu dipulau Teng
Bwe to? Kau mengatakan, bahwa Thio Ngo tee suami istri telah membunuh diri di
Boetongsan. Kau mengatakan bahwa anakku Boe Kie telah yatim piatu yg terhina2
(Red: kalau tidak salah) dalam dunia Kang Ouw dan dimana2 dihina orang. Kau mengatakan,
sungguh kasihan anak itu! Bukankah kau mengatakan itu semua?”
“Benar!”
“Kau mengatakan bahwa anakku
itu kena pukulan Hian beng sin ciang, sehingga siang dan malam ia menderita
kedinginan. Kau mengatakan juga bahwa di Ouw Hiap kok, kau telah bertemu dengan
dia. Kau coba membawa dia ke leng coat to, tapi ia menolak. Taulah yg dikatakan
olehmu, bukan?”
“Benar! Jika aku menipu kau,
biarlah aku dikutuk langit dan bumi. Kalau akau berpesta biarlah Kim hoa popo
menjadi manusia hina dina dalam Rimba Persilatan.”
“Koawmo, aku ingin mendapat
keteranganmu,” kata Cia Soen.
“Memang benar apa yg di
katakan popo,” kata Coe Jie. “Aku telah membujuk ia untuk mengikut ke leng coa
to. Ia bukan saja menolak, ia bahkan menggigit belakang tanganku. Sampai sekarang
masih ada tandanya. Aku tidak berdusta.”
Mendengar keterangan itu,
tiba2 Tio Beng memijit tangan Boe Kie, sedang pada kedua matanya terlihat sinar
mengejek dan mendongkol. Maka Boe Kie lantas saja berubah merah.
Sekonyong konyong si nona
mengangkat tangan Boe Kie kemulutnya dan menggigit belakang tangan si pemuda
itu. Darah lantas saja mengalir keluar. Karena gigitan itu, kio yang sin kang
yg berada di dalam tubuh Boe Kie lantas saja bergerak secara wajar untuk
melawan seraogna luar, sehingga sebagai akibatnya, bibir si nona pecah dan
berdarah. Tapi sambil menahan sakit mereka tidak mengeluarkan suara. Dengan
rasa heran Boe Kie mengawasi nona Tio. Ia tidak tahu mengapa nona itu menggigit
tangannya. Di lain pihak, nona Tio balas mengawasi dengan sinar mata tertawa
dan paras muka kemerah2an. Dalam keadaan begitu, biarpun mulutnya berlepotan
darah dan biarpun diatas bibirnya terdapat kumis palsu, ia kelihatannya cantik
luar biasa.
Mendadak terdengar teriakan
Cia Soen. “Bagus! Han hanjin, hanyalah sebab memikiri nasih anakku Boe Kie,
maka aku rela berlalu dari Peng hwee to dan pulang ke Tionggoan. Kau berjanji
akan mencari anakku itu. Mengapa sekarang kau tidak menepati janjimu itu?”
Boe Kie tidak bisa menahan
rasa sedihnya lagi. Air matanya lantas saja mengucur. Sekarang ia tahu, bahwa
ayah angkatnya sudah rela menempuh segala bahaya, rela menghadapi musuh2 yg
berjumlah besar dengan kedua mata tidak bisa melihat, karena memikiri dirinya.
"Apa kau lupa perjanjian
kita?" Tanya Kim hoa popo. "Aku mencari Thio Boe Kie dan kau
meminjamkan To liong to kepadaku. Ciah Hian tee, begitu lekas kau menepati
janjimu, aku pun akan segera menyelidiki anak itu secara sungguh2. Perkataan
Kim hoa popo berat bagaikan gunung. Tak nanti aku mungkin janji."
Cia Soen menggeleng2kan
kepala. "Bawa dulu Boe Kie kehadapanku, barulah aku menyerahkan To Liong
to," katanya.
"Apa kau tidak percaya
aku?"
"Dalam dunia ini banyak
terjadi kejadian yg tidak dapat diramalkan lebih dahulu. Bahkan diantara orang2
yg mempunyai hubungan seperti bapak dan anak, seperti saudara kaundung jg
sering terjadi kejadian melanggar kepercayaan."
Boe Kie tau, bahwa dengan
berkata begitu ayah angkatnya ingat kebusukan Seng Koen.
"Apa benar kau tidak suka
meminjamkan to liong to kepadaku?" Tanya si nenek dengan suara mendongkol.
"Sesudah aku melepaskan
Tan Yoe Lang aku bakal terus disetaroni musuh," jawabnya. "Entah
berapa banyak musuh2ku akan dtg kesini untuk mencari aku. Keadaan kim mo say
ong tidak seperti dahulu. Kecuali to liong to aku tak punya lain pembantu. Huh
huh!..." Tiba2 ia tertawa dining. "Han Hoejin, waktu lima musuh
mengepung aku, orang gagah dari Kie keng pang telah menyediakan tujuh butir
batu. Apakah aku tidak boleh merasa curiga juga? Huh huh. rupa2nya kau
mengharap supaya aku binasa didalam tangannya orang2 Kaypang. Sesudah aku
mampus dengan mudah kau bisa merampas golokku. Mata Cia Soen buta, tapi hatinya
tidak buta. Han Hoe jin aku mau tanya, kedatangan Cia Soen ke leng coa to dan
senjata2 yg dipakai dirahasiakan. Mengapa rahasia itu bocor? Mengapa orang2
kaypang sampai menyateroni aku disini?
"Hal itu justru
diselidiki olehku."
Cia Soen tersenyum getir dan
lalu memasukkan to liong to kedalam jubahnya. "Jika kau tak mau
menyelidiki anakku Boe Kie, akupun tidak bisa memaksa," katanya. "Jalan
satu2nya bagi Cia Soen ialah masuk pula dalam dunia Kang Ouw dan melakukan pula
perbuatan2 yg menggemparkan." Ia menengadah bersiul nyaring dan kemudian
berlari2 turun dari tanjakan disebelah barat. Biarpun buta ia bisa berlari
dengan cepat menuju sebuah gunung kecil yg terletak disebelah utara pulau.
Dipuncak gunung terdapat sebuah gubuh kecil. Gubuk itu rupa2nya gubuh Cia Soen.
Sesudah Kim mo say ong berlalu
sambil mengawasi Boe Kie dan Tio Beng dangan mata melotot Kim hoa popo
membentak, "Pergi!"
Nona Tio segera menarik tangan
Boe Kie dan mereka lalu kembali ke kapal.
Baru saja tiba di kapal, Boe
Kie berkata, "Aku mau menengok Gie hoe"
"Apa kau tidak lihat
sinar mata si nenek yg sangat ganas?" kata Tio Beng.
"Aku tidak takut
padanya."
"Aku merasa bahwa pulau
ini diliputi macam2 rahasia. Mengapa orang2 kaypang yg bisa dtg kesini? Cara
bagaimana Kim hoa popo tahu tempat bersembunyi ayah angkatmu? Cara bagaimana
dia bisa mencari ayah angkatmu di Peng hwee to? Banyak pertanyaan masih belum
terjawab. Memang sukar untuk membinasakan nenek itu. Tapi begitu lekas dia
binasa, semua teka teki tidak bisa dipecahkan lagi."
"Akupun bukan mau
membinasakan Kim hoa popo. Aku hanya ingin menemui Gie Hoe karena melihat
penderitaannya aku merasa sangat tidak tega."
Nona Tio menggeleng2kan
kepala. "Dengan ayah angkatmu, kau sudah berpisah belasan tahun,"
katanya. "Kau harus bisa menahan sabar sehari dua, Tio kong coe aku ingin
mengajukan sebuah pertanyaan. Apakah kita harus berwaspada terhadap Kim hoa
popo atau harus lebih berjaga2 terhadap Tan Yoe Liang?"
"Menurut pendapatku, Tan
Yoe Liang adalah seorang laki2 tulen yg sangat mengutamakan persahabatan."
"Thio Kong coe, apa kau
tidak coba menipu aku? Apa jawabanmu jawaban setulus hati?"
"Menipu kau? Tan Yoe Liang
rela menerima kebinasaan untuk menggantikan The tiang loo. Apa itu bukan
perbuatan yg suka dilakukan? Apakah kita tidak harus menghormatinya sebagai
seorang laki2 sejati?"
Tio beng menatap wajah Boe
Kie. Ia menghela napas dan berkata dengan suara menyesal. "Thio kong coe!
Kau seorang kauwcoe dari bengkauw yg harus memimpin begitu banyak orang gagah,
ku tak nyana kau bisa ditipu orang secara begitu mudah?"
"Ditipu orang?"
"Terang2 Tan Yoe Liang
menipu Cia tayhiap. Kau sendiri melihat dengan matamu. Apa kau tak sadar akan
adanya tipu itu?"
Boe kie berjingkrak. "Dia
menipu Gie hoe?" ia menegas.
"Dengan sekali membabat,
Cia tayhiap telah membinasakan orang dan melukakan seorang jago kaypang. Namun
andai kata saja Tan Yoe Liang memiliki ilmu silat yg lebih tinggi lagi, ia
pasti tidak akan bisa meloloskan diri dari To liong to. Dalam keadaan begitu,
seorang manusia biasa hanya melihat dua jalan. Melawan dengan nekad untuk
membinasakan atau menekuk lutut dan minta ampun. Cia Tayhiap tidak ingin lain orang
tahu tempat bersembunyinya. Biarpun Tan Yoe Liang berlutut tiga ratus kali,
belum tentu ayah angkatmu bersedia mengampuni jiwanya. Tapi Tan Yoe Liang
seorang manusia luar biasa. Dengan otaknya yg sangat cerdas, segera menempuh
jalan hidup satu2nya yaitu berlagak seperti seorang ksatria, berlagak menjadi
seorang laki2 tulen yg mengutamakan Gie Khie. Thio kongcoe sebagai manusia yg
sangat pintar, mustahil kau tidak bisa melihat tipu daya yg sangat licik
itu?" Sambil memberi keterangan, si nona menempelkan koyo pada luka
ditangan Boe Kie karena gigitannya dan kemudian membalutnya dengan menggunakan
sapu tangannya sendiri.
================
Keterangan Tio Beng sangat
beralasan tp mengingat sikap dan suara Tan Yoe Liang yg wkt itu sangat
bersungguh2, Boe Kie menyangsikan kebenaran penafsiran si nona.
“Baiklah,” kata pula nona Tio.
“Sekarang aku ingin mengajukan lain pertanyaan. Waktu Tan Yoe Liang bicara
dengna Cia Tayhiap, bagaimana sikap kedua tangan dan kedua kakinya?”
Boe Kie tertegun. Tak dapat ia
menjawab pertanyaani tu. Waktu Tan Yoe Liang berbicara, ia hanya memperhatikan
paras muka pemuda itu dan paras muka ayah angkatnya. Ia tidak memperdulikan
tangan dan kaki Tan Yoe Liang. Ia melihat, tapi seperti juga tidak melihat.
Sekarang, dengan munculnya pertanyaan
Tio Beng, didepan matanya terbayang kembali peristiwa itu, terbayang sikap dan
gerakan Tan Yoe Liang selagi dia mengeluarkan kata2 seorang ksatria.
Selang beberapa saat, barulah
ia berkata. “Ya sekarang aku ingat. Tangan kanan Tan Yoe Liang terangkat
sedikit, tangan kirinya dilintangkan didepan dada. Ha! Itulah pukulan Say coe
pek touw (Anak singan menubruk kelinci) dari Boe tong pay. Kakinya…? Hm… ya!
Kakinya memasang kuda2 dari pukulan Hang tee tauw sit (Tendangan menakluki
siluman) Hang mo tee tauw sit adalah salah satu pukulan lihai dari Siauw Lim
pay. Apakah ia hanya berlagak mengeluarkan kata2 itu dan sebenarnya ia ingin
membokong Gie Hoe? Tapi.. tapi tak bisa jadi…”
Tio Beng tertawa dining. “Tio
Kong coe, pengetahuanmy tentang hati manusia tinggi ilmu silatnya Tan Yoe
Liang? Mana mampu dia membokong Cia Tayhiap. Dia seorang yg sangat pintar dan
dia pasti tahu kemampuannya sendiri. Sekali lagi aku mau menanya. Andaikata
tipu muslihatnya diketahui Cia Tayhiap yg tidak mau mengampuninya, siapakah yg
akan ditendang olehnya dengan tendangan Hang mo tee sauw sit? Siapa yg akan
diterkam dengan Say boe Pek tauw?”
Boe Kie bukan manusia tolol.
Sebab ia seorang baik dan menganggap bahwa semua manusia sama mulianya seperti
dia maka dia tidak bisa melihat kebusukan Tan Yoe Liang, tapi begitu
disadarkan, ia segera dapat memecahkan teka teki itu dalam keseluruhannya. Ia
merasa seolah olah di guyur dengan air es dan paras mukanya lantas saja berubah
pucat. “Celaka…” ia mengeluh. “Sekarang aku mengerti… ia akan menendang The
Tiangloo yg rebah ditanah dan menubruk In Kouwnio kearah Cia Tayhiap dan
berbareng menubruk serta mendorong sahabatmu In Kouwnio keadrah Cia Tayhiap jg.
Denang tipu itu masih terdapat kemungkinan untuk melarikan diri. Memang jg
belum tentu ia berhasil, tapi kecuali itu, tidak ada lain jalan yg lebih baik.
Andaikata aku berada dalam kedudukannya, akupun akan berbuat begitu. Sampai
detik ini, aku belum dapat memikir jalan yg lebih baik. Ah!... bahwa dalam
sekejap mata manusia itu sudah bisa mendapatkan tipu tersebut, merupakan bukti,
bahwa dia benar2 lihai.” Sehabis berkata begitu nona Tio menghela napas.
Boe Kie mendengari keterangan
itu dengan hati berdebar2. Sedari kecil ia sudah mengalami banyak perbuatan
manusia2 busuk tp manusia yg selihai Tan Yoe Liang, ia belum pernah menemui.
Lewat beberapa saat barulah ia dapat membuka suara, “Tio Kouwnio dengan sekali
melirik kau sudah bisa melihat tipu muslihatnya. Hal ini membuktikan bahwa kau
lebih unggul daripada dia.”
“Apa kau menyindir aku?” tanya
si nona dengan suara jengah. “Thio Kongcoe, jika kau kuatir akan kelihaian atau
kejahatanku lebih baik kau menyingkir jauh2.”
Boe Kie ketawa geli. “Tak
usah” katanya. “Terhadap siasatmu aku masih bisa menjaga diri.”
“Apa benar?” tanya Tio Beng
sambil tersenyum. “Apa benar kau mampu menjaga diri? Tapi mengapa sampai pada
detik ini, kau masih belum tahu, siapa yang menaruh racun di belakang
tanganmu?”
Boe Kie terkejut. Hampir
berbareng ia merasa gatal2 pada lukanya. Buru2 ia membuka balutan memeriksa
lukanya dan mencium cium belakang tangannya. Ia mengendus bau harus campur
manis. “Celaka!” serunya. Ia tahu lukanya telah dilumas denga kie hye siauw kie
san, semacam racun yg merusak daging. Walaupun tidak berbahaya, racun itu
memperhebat lukanya dan sesudah luka itu sembuh, tapak gigi si nona akan
melekat terus pada belakang tangannya.
Buru2 Boe Kie pergi keburitan
kapal dan mencuci lukanya dengan air bersih. Tio beng mengikuti sambil tertawa
hahahihi dan coba membantu pemuda itu. Dengan rasa mendongkol Boe Kie mendorong
pundak si nakal. “Jangan dekat2!” bentaknya. “Mengapa kau begitu jahat? Apa kau
kira tak sakit?” Racun itu sebenarnya mudah dikenali, tapi sebab dicampur
dengan yan cie dna luka itu dibalut dengan sapu tangan yg wangi, maka Boe Kie
tak mendusin bahwa dirinya diakali.
Sebaliknya dr gusar, Tio Beng
tertawa berkakakan. “Kau benar2 tak mengenal kebaikan orang” katanya. “Aku
menggunakan itu sebab kuatir kau merasakan kesakitan yg terlalu berat.”
Boe Kie tak mau meladeni dan
uring2an, ia turun kebawah dan masuk kamarnya. Tio Beng mengikuti. “Thio
Kongcoe!” panggilnya. Boe Kie tidak menyahut. Ia pura2 tidur. Si nona
memanggilnya beberapa kali, tapi ia tetap tidak menggubris. “Ah, kalau tahu
bakal begini tadi benar2 menaruh racun dan mengambil jiwa anjingmu!” kata Tio
Beng yang mulai hilang sabarnya.
Boe Kie membuka matanya.
“Mengapa kau mengatakan aku tak mengenal kebaikan orang?” tanyanya. “Coba
ceritakan.”
Nona Tio tertawa geli.
“Bagaimana kalau keteranganku sangat beralasan dan kau menyetujui kebenarannya
keteranganku itu?” tanyanya.
“Kau memang pintar bicara.
Dalam mengadu lidah, aku tak bisa menandingi kau.”
“Ha ha! Sebelum aku membuka
mulut, kau sudah mengakui, bahwa maksudku memang bagus sekali.”
“Fui! Dikolong langit mana ada
maksud baik yg diperlihatkan secara begitu? Kau menggigit tanganku dank au
tidak meminta maaf. Itu masih tak apa. Kau bahkan melabur racun. Aku tak suka
menerima maksud baik yg semacam itu.”
“Hm… Thio Boe Kie, kini aku
bertanya. Mana yg lebih hebat, apa gigitanmu, atau gigitan mu pada tangan Kouw
nio?”
Paras muka Boe Kie lantas saja
berubah merah. “Itulah kejadian lama…. Perlu apa kau menyebut2 lagi?” katanya.
“Biarpun telah lama, justru
aku mau menanya. Jangan kau coba berkelat kelit.”
“Andai kata benar gigitanmu
lebih hebat, aku mempunyai alasan untuk berbuat begitu. Ia mencekal tanganku
erat2. ilmu silatku belum bisa menandinginya. Aku berontak, tapi tidak bisa
meloloskan diri. Waktu itu, aku masih kanak2 dan dalam bingungku tanpa merasa
aku telah menggigit tangannya. Tapi kau bukan kanak2 dan akupun tidak mencekal
tanganmu untuk menyeret kau dating di Leng coa to.”
“Heran sekali. Dulu, In
Kouwnio mencekal tanganmu untuk memaksa kau datang di Leng coa to, tp kau
menolak keras. Tapi mengapa kini kau datang dipulau ini, tanpa diundang
siapapun jua?”
Sekali lagi paras muka Boe Kie
berubah merah. Ia tertawa dan menjawab. “Aku dtg disini sebab di perintah
olehmu!”
Mendengar jawaban itu, paras
muka si nona pun berubah merah, sedang hatinya senang sekali. Dengan menjawab
begitu, Boe Kie seolah2 mengatakan begini. “Waktu dia memaksa aku, aku menolak
keras. Tapi diperintah olehmu aku lantas saja menurut.”
Untuk beberapa saat, mereka
saling memandang tanpa mengeluarkan sepatah kata dan akhirnya masing2 memalingkan
muka dengan sikap jengah.
Sambil menundukkan kepala, Tio
Beng kemudian berkata dengan suara perlahan.
“Baiklah! Aku akan menjelaskan
secara jujur. Dahulu kau mengigit tangan In Kouw nio. Sesudah berselang begitu
lama ia masih belum bisa melupakan kau. Didengar dari perkataannya mungkin
sekali seumur hidup ia tak akan melupakan kau. Sekarang akupun menggigit
tanganmy. Aku menggigit tanganmu supaya… supaya.. seumur hidup, kau tidak
melupakan aku.”
Jantung Boe Kie melonjak.
Sekarang ia baru mengerti maksud si cantik yg sebenarnya. Mulutnya seolah2
terkancing dan ia hanya mengawasi nona Tio dengan mata membelak.
Sementara itu Tio Beng berkata
pula.
“Dengan melihat tanda luka
ditangan In Kouw nio, kutahu lukanya sangat dalam. Karena gigitanmu hebat,
karena lukanya sangat dalam, maka peringatan In Kouwnio akan dirimu jg sangat
mendalam, pikirku. Semula aku ingin mengigit keras2 tanganmu, sama kerasnya
seperti gigitanmu pada tangan In Kouwnio. Tapi aku merasa tidak tega. Dilain
pihak apabila aku tidak menggigit keras2 mungkin sekali kau akan segera
melupakan aku. Sesudah menimbang2, aku segera mengambil jln yg plg baik. Aku
tidak mengigit hebat. Gigitanku hanya cukup untuk membuat sedikit luka dan pada
luka itu aku melebur sedikit Kie hoe Siauw kie san, supaya tanda gigitanku
tidak bisa menghilang lagi dari tanganmu.”
Boe Kie merasa gelid an
tercampur terharu. Dengan memberi pengakuan kanak2 yg tolol kedengarannya si
nona telah membuka hatinya dan menunjuk rasa cintanya yg sangat besar. Ia
menghela napas dan berkata, “ Sekarang aku tidak menggusari kau lagi. Akulah yg
tidak mengenal kebaikan orang. Kau memerlukan aku secara begitu. Sebenarnya tak
perlu, sebab, bagaimanapun jua, aku tidak akan melupakan kau.”
Mendengar perkataan Boe Kie,
pada mata Tio Beng lantas saja berkelebat sinar kenakalannya. Ia tertawa dan
berkata, “Kau mengatakan, kau memperlakukan aku secara begitu. Apa maksudnya?
Apakah aku memperlakukan kau secara baik atau tidak baik? Tio Kongcoe berulang
kali aku melakukan perbuatan yg tidak baik terhadapmu dan belum pernah aku
berbuat sesuatu yg baik terhadapmu.”
“Sudahlah,” katanya seraya
tersenyum. “Aku akan merasa girang, jika mulai sekarang kau menjadi anak yg
baik,” ia memegang tangan kiri si nona erat2 dan kemudian mengangkat kemulut
sendiri.
“Akupun inging menggigit
tanganmu keras2, supaya seumur hidup kau tidak melupakan aku,” katanya sambil
tertawa.
Girang dan malu memenuhi dada
si nona. Ia memberontak dan melarikan diri. Tapi baru ia melangkah pintu, tiba2
ia kesamprok dengna Siauw Ciauw, “Celaka!” ia mengeluh. “Malu sungguh kalau
pembicaraan didengar olehnya.” Dengan paras muka kemerah2an, ia naik kegeladak
kapal dengan tindakan lebar.
Siauw Ciauw menghampiri Boe
Kie dan berkata, “Tio Kongcoe, tadi kulihat Kim hoa popo dan nona muka jelek
itu masing2 menggendong selembar karung besar. Apa maksud mereka?”
Sehabis bersenda gurau dengan
Tio Beng, Boe Kie merasa jengah dan untuk sejenak, ia tidak bisa bicara.
“Apakah mereka menuju kesebuah gubuh diatas gunung yg terletak disebelah utara
pulau ini?” tanyanya kemudian.
“Benar,” jawab Siauw Ciauw.
“Sambil berjalan mereka bertengkar dan didengear dari suaranya Kim hoa popo
sedang bergusar.”
Boe Kie mengangguk. “Biarlah
sebentar kita berdamai,” katanya. “Sebaiknya kita menyelidiki maksud mereka.”
Sehabis berkata begitu, ia segera naik keatas dan pergi ke buritan kapal. Jauh2
ia melihat Tio Beng yg sedang berdiri termenung di kepala kapal. Ia mengawasi
si nona dengan pikiran bergelombang seperti turun naiknya ombak yg memukul
badan kapal. Lama ia berdiri disitu. Sesudah sang surya menyelam kebarat dan
pulau Leng Coa to diliputi kegelapan, barulah ia turun kebawah.
Sesudah makan malam, Boe Kie
berkata kepada Tio Beng dan Siauw Ciauw. “Aku ingin menengok Gie hoe. Kalian
tunggu saja dikapal.”
“Jangan pergi sekarang,” kata
Tio Beng. “Tunggu sejam lagi.”
Boe Kie menganggukkan kepala.
Karena memikiri ayah angkatnya ia merasa jalannya sang waktu lambat sekali.
Sesudah berselang kurang lebih satu jam ia berbangkit dan sambil tersenyum ia
menghampiri pintu.
“Tunggu!” kata Tio Beng sambil
membuka tali Ie Thian kiam dari pinggangnya.
“Tio Kongcoe, bawalah pedang
ini unutk menjaga diri.”
Boe Kie terkejut. “Kau lebih
memerlukan senjata itu untuk menjaga diri,” katanya.
“Tidak! Aku sangat berkuatir
akan kepergianmu ini.”
“Mengapa berkuatir?”
“Entahlah. Kim hoa popo sukar
ditebak maksudnya. Tan Yoe Liang banyak tipu muslihat. Disamping itu ayah
angkatmu jg belum tentu percaya, bahwa kau ada si anak Boe Kie. Hai!... pulau
ini dinamakan Leng coa (ular sakti). Mungkin sekali di pulau ini terdapat
mahluk beracun yg sangat lihai. Apapula..” ia tidak meneruskan perkataannya.
“Apapula apa?”
Tio beng tidak menjawab.
Sambil tertawa dengan muka bersemu dadu, ia mengangkat sebelah tangannya
kemulut sendiri yg dibuka seperti orang mau menggigit. Bie Kie tahu, bahwa yg
dimaksud nona Tio adalah In Lee saudari sepupunya. Ia tersenyum dan lalu
berjalan pergi.
“Sambutlah!” teriak Tio Beng
seraya melontarkan Ie Thian Kiam.
Mau tak mau Boe Kie
menyambuti. Jantung relaannya itu, sekali lagi Tio Beng menunjuk rasa cintanya
yg sangat besar.
Sesudah menyisipkan senjata
mustika itu di punggungnya, dengan menggunakan ilmu mengentengkan badan Boe Kie
berlari lari ke arah gunung disebelah utara Leng coa to. Untuk menghindarkan
diri dari serangan binatang beracun, ia hanya menginjak batu2 gunung. Kira2
semakanan nasi, ia sudha tiba di kaki puncak. Ia mengadah dan sayup2 melihat
gubuk ayah angkatnya yg diliputi kegelapan. “Lampu sudha dipadamkan, apa Gie
hoe sudah tidur?” tanyanya didalam hati. Dilain saat ia ingat, bahwa ayah
angkatnya tidak bisa melihat dan sama sekali tidak memerlukan penerangan.
Mendadak dilereng gunung
sebelah kiri lapat2 ia mendengar suara manusia. Dengan merangkak ia maju untuk
mencari suara itu yg tiba2 menghilang pula. Secara kebetulan, angin dari
sebelah utara meniup dengan kerasnya sehingga pohon2 bergoyang2. Dengan
menggunakan kesempatan itu, ia berlari2 kearah suara tadi. Sebelum angin
berhenti, dalam jarak empat limat tombak, ia sudah mendengar suara seorang yg
berbicara sangat perlahan. ‘Mengapa kau tidak lantas bekerja? Mengapa kau main
lambat2an?’ Itulah suara Kim hoa popo.
“Popo, dengan berbuat begini
kan berdosa terhadap seorang sahabat,” kata seorang wanita yg bukan lain
daripada In Lee. “Selama puluhan tahun Cia tayhiap bersahabat dengan popo, maka
dari peng hwee to ia telah datang disini.”
“Dia percaya aku? Jangan kau
omong yg gila2! Kalua benar dia percaya mengapa dia tak sudi meminjami tio
liong to? Pulang nya ke tiong goan adalah untuk mencari anak angkatnya. Ada
sangkut paut apakah dengan diriku.” Boe Kie mengerti, bahwa nenek itu sedang
mengatur tipu untuk mencelakai ayah angkatnya guna merampas To liong to. Dengan
hati2 ia maju lagi beberapa tindak dan diantara kegelapan, ia melihat peta
badan si nenek. Tiba2 ia mendengar suara “tring” seperti logam beradu dengan
batu. Lewat beberapa saat, suara itu terulang pula.
Ia merasa sangat heran tapi ia
tidak berani maju terlebih jauh.
“Popo,” demikian tedengar
suara In Lee. “Jika kau mau goloknya secara terang2an, seperti caranya seorang
gagah. Nama Kim Hoa dan Gin hiap dari Leng coato pernah mengantarkan dunia Kang
ouw kalau perbuatan popo sampai tersiar diluaran bukanlah popo akan di tertawai
oleh segenap orang gagah? Biarpun popo dapat merampas To Liong To dan mengalah
kan murid Go Bie Pay muka popo tak menjadi terlebih terang”
Bukan main gusarnya si nenek,
“Budak kecil!” bentaknya. “Siapa yg sudah menolong jiwamu dari bawah telapak
tangan ayahmu? Sekarang kau sudah besar dank au tak suka mendengar lagi
perkataan. Cia Soen bukan sanakmu. Mengapa kau coba melindungi dia secara
begitu mati2an. Jawab! Jawab! Pertanyaan popo!” bergusar ia bicara dengan suara
sangat perlahan seperti juga ia kuatir perkataannya akan didengar oleh Cia Soen
yg berada diatas pundak.
In Lee menghela napas. Ia
melontarkan karung yg dipegangnya ketanah dan jatuhnya karung disertain suara
gemerincing,s edang ia sendiri mundur beberapa tindak.
“Oh, begitu?” bentak pula si
nenek. “Ibarat burung sekarang bulumu sudah tumbuh semua dan kau ingin terbang
sendiri. Bukankah begitu?”
Diantara kegelapan Boe Kie
melihat sinar mata si nenek yg dingin dan berkeredepan.
“Popo” kata In Lee dengan
suara sedih, “aku takkan melupakan budimu yg sangat besar. Popo sudah menolong
jiwaku dan mengajar ilmu silat kepadaku. Akan tetapi Cia Tayhiap adalah ayah
angkatnya…”