Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 60

Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 60
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------

Bagian 60

"Mengapa kau berbuat begitu. Sekarang kita menghadapi tugas yg sangat berat. Kuharap Hoan Yoe Soe tidak menyebut2 lagi urusan ini." Sehabis berkata begitu ia mengeluarkan obat luka, menyobek ujung bajunya dan membalut luka Hoan Yauw. Didalam hati ia merasa sangat tidak enak. Ia tahu bahw Hoan Yauw bukan gertak sambel. Apa yg dikatakannya dapat dilakukannya. Mungkin mereka dihari di kemudian ia akan membunuh diri. Mengingat segala penderitaannya demi skepentingan Beng Kauw, Boe Kie terasa sangat terharu dan tiba2 ia menekuk sebelah lututnya,

"Hoan yoe soe sebagai orang yg berjasa besar untuk agama kita, terimalah hormatku," katanya dengan suara parau.

"Apabila kau melukai lagi dirimu, itu berarti kau menganggap aku sebagai manusia yg tak punya guna dan tidak pantas untuk menjadi kauwcoe dari agama kita. Kalau kau menikam dirimu satu kali, aku akan menikam diriku dua kali."

Melihat Kauw coe mereka berlulut, dengan air mata bercucuran Hoan Yauw, Yo Siauw dan Wie It Siauw segera turut berlutut.

"Saudara Hoan," kata Yo Siauw sambil menyusut airmatanya. "Kau tidak boleh mengulangi perbuatan itu. Bangun robohnya agama kita hanya mengandalkan kauw coe seorang. Kauw coe telah mengeluarkan perintah dan kau tidak boleh melanggar perintah itu."

"Dalam pertandingan hari ini aku sudah merasa takluk terhadap kauw coe," kata Hoan Yauw, "Kouw Tauw too mempunyai adat yg sangat aneh dan aku memohon belas kasihan Kauwcoe."

Dengan kedua tangan, Boe Kie membangunkan Hoan Yauw. Sesudah terjadinya kejadian ini, ia dan Hoan Yauw menjadi sahabat yg saling mencintai.

Sesudah itu, Hoan Yauw segera menceritakan pengalaman dalam gedung Jie Lam ong.

Pada jaman itu kaisar Goan yg bodoh diikuti oleh mentri2 dorna sehingga, karena tindakan2 nya yg se wenang2 negeri jadi kalut dan rakyat memberontak. Untung besar kerajaan Goan masih mempunyai Jie Lam ong yg gagah dan bijaksana. Tanpa mengenal capai, raja muda itu membawa tentara ke sana sini untuk menindas berbagai pemberontakan. Tapi negeri tetap tidak menjadi aman, disana sudah kalut lagi. Dalam kerepotannya, raja muda terpaksa menunda rencana untuk membasmi partai2 persilatan.

Selama beberapa tahun kedua anaknya sudah menjadi besar. Kuh kuh Temur alias Ong Po Po mengikuti ayahandanya dalam tentara, sedang Ming Ming Temur (Tio Beng) memimpin rombongan jago2 silat untuk menumpas partai2 rimba persilatan. Jago2 itu terdiri dari ahli2 silat Mongol, Han dan See Hek dan diantara terdapat juga sejumlah pendeta See hoan.

Gerakan enam partai besar untuk menyerang Kong beng teng membuka kesempatan baik bagi Tio Beng. Atas usul Seng Koen, ia membawa semua jagonya untuk membasmi enam partai itu dan Beng Kauw dengan sekaligus. Kejadian di Leng Lioe Choeng dan lain2 adalah sebagian dari rencana itu.

Karena sedang bertugas diseberang lautan untuk menyelidiki tempat sembunyinya Cia Soen maka Hoan Yauw tidak turut serta dalam rombongan Tio Beng yg pergi ke See Hek. Belakangan baru ia tahu bahwa ia menggunakan racun Sip Hiang Joan Kinsan (obat bubuk berbau harum yg membuat lemasnya tubuh manusia) yg dipersembahkan oleh pendeta See hoan. Tio Beng telah menangkap jago2 enam partai besar yg mau pulang dari Kong Beng Teng. Racun itu asin spt garam dan wangi bagaikan sayur yg segar. Dengan mencampurnya didalam makanan, nona Tio berhasil menjaring semua kurban. Biarpun masih bisa bergerak dan berjalan seperti biasa orang2 yg kena racun itu lemas badannya dan habis semua tenaga lweekangnya. Hanya waktu meracuni Hwa pay, kaki tangan Tio Beng kurang berhati2 dan rahasia bocor. Satu pertempuran lantas saja terjadi. Tapi Hwa san pay tak tahan melawan jago2 seperti Hian Beng Jie Lo, Sin cian Pat Hiong, Atoa, A jie, A sam dan yg lain2 sehingga sesudah beberapa belas orang binasa mereka semua kena dibekuk juga.

Penangkapan atas diri para pendeta di kuil Siauw Lim sie juga dilakukan dengan tipu daya itu. Tapi kuil Siauw Lim sie biasanya dijaga keras, sehingga tidak gampang orang bisa turun tangan. Menaruh racun dikuil tersebut berbeda jauh dengan menaruh racun di rumah2 pengindapan untuk menangkap orang2 yg sedang bepergian.

"Aku tahu bahwa tugas menaruh racun dalam kuil itu sebenarnya jatuh kedalam tangan Seng Koen," kata Hoan Yauw. "Dengan kedudukannya sebgai murid Kong Kian Tay soe, dengan mudah ia akan bisa menjalankan peranannya. Tapi ia keburu mati dalam pertempuran di Kong Beng Teng. Aku merasa sangat heran. Siapa yg meracuni pendeta2 Siauw Lim Sie? Waktu itu aku baru saja kembali dari luar lautan dan menyusul rombongan yg mau membekuk pendeta2 Siauw Lim Sie. Aku kepingin sekali menyelidiki, tapi sebab sudah berlagak gagu, tentu saja aku tidak bisa menanyakan mereka. Apa pula Siauw Lim pay sering menghina agama kita dan untuk berterus terang, aku merasa senang sekali, jika pendeta2 itu merasai sedikit penderitaan. Kauwcoe, mungkin kau tak setuju dengan pendetaku itu. Ha ha!"

"Saudara, bukankah penggeseran patung Tat mo dilakukan oleh kau?" tanya Yo Siauw.

Hoan Yauw tertawa, "Ya," jawabnya. "Ditulisnya huruf2 itu adalah atas perintah Koencoen (putri seorang pangeran) untuk menumplek semua kedosaan atas pundak agama kita. Belakangan, sesudah mereka semua berlalu, diam2 aku kembali dan memutar patung itu. Matanya kawan2 ternyata tajam sekali dan bisa melihat kejadian itu. Saudara Yo, apakah waktu itu kau mempunyai dugaan, bahwa pekerjaan tersebut dilakukan olehku?"

"Aku hanya tahu, bahwa pihak musuh terdapat seorang berkepandaian tinggi yg diam2 dilindungi agama kita," jawabnya. "Aku tidak pernah mimpi, bahwa pelindung kita saudara sendiri!" keempat pemimpin Beng Kauw itu tertawa terbahak2.

Kepada Hoan Yauw, Yo Siauw segera memberitahukan bahwa Beng Kauw sudah mengakhiri permusuhan dengan partai2 persilatan dan dengan bekerja sama, akan berusaha merobohkan kerajaan Goan. Maka itu, Yo Siauw Beng Kauw merasa berkewajiban untuk menolong tokoh2 dari keenam partai itu.

"Musuh berjumlah besar, kita kecil," kata Hoan Yauw. "Dengan hanya mengandalkan tenaga empat orang, kita takkan berhasil. Jalan satu2nya kita harus berusaha untuk mendapatkan obat pemunah Sip hiang Joan kin san dan memberikannya kepada hweshio, niekow dan hidung kerbau bau itu. Sesudah tenaga dalamnya pulih kembali, beramai2 kita bisa menghantam Tat coe dan kabur dari kota raja ini."

Selama belasan tahun, Hoan Yauw tak pernah berbicara, sehingga sekarang lidahnya agak kaku dan suara yg dikeluarkannya tak begitu tegas. Disamping itu, berhubung adanya permusuhan antara Beng Kauw dan partai2 Rimba Persilatan, dalam mengeluarkan kata2 ia tak sungkan lagi. Mendengar suara yg pelat (pelo) dan perkataan "bau", Yo Siauw merasa geli tercampur kuatir. Ia memberi isyarat dengan lirikan mata, tapi Hoan Yauw tidak meladeni.

Tapi Boe Kie sendiri tidak menjadi kecil hati. "Pendapat Hoan Yoe soe memang benar," katanya. "Tapi cara bagaimana kita bisa mendapatkan obat pemunah itu?"

"Sebab aku berlagak gagu, maka biarpun koencoe menghormati aku, ia belum pernah mengajak aku dalam merundingkan soal2 penting," jawabnya. "Selain begitu, aku datang dari lain negeri dan dapatlah dimengerti, jika ia menganggap diriku sebagai orang kepercayaan. Maka itu, sampai sekarang aku belum tahu bagaimana macamnya obat pemudah Sip hiang Joan kin san. Aku hanya mengetahui, bahwa karena obat itu obat yg sangat penting, koencoe sudah berlaku sangat hati2. Kalau tak salah, racun dan obat dipegang oleh Hoan beng Jie lo yang satu memegang racun, yg lain memegang obat. Bukan saja begitu, pada waktu2 tertentu, bahkan diadakan tukar menukar dalam pemegangannya. Misalnya, kalau bulan ini Lok Thung Kek menguasai racun, lalu bulan ia menguasai obat pemunah."

Yo Siauw menghela napas, "Wanita itu sungguh pintar," katanya. "Tanggung2 lelaki tak akan bisa menandingi dia. Apa dia tidak percaya habis kepada Hian beng Jie lo?"

"Pertama memang begitu dan kedua untuk menjaga secara lebih hati2," kata Hoan Yauw. "Kita sekarang ingin mencuri obat pemunah. Dengan tindakan Koencoe itu kita tak tahu siapa memegangnya. Lok Thung Kek atau Ho Pit Ong. Disamping itu, kudengar antara racun dan obat tidak perbedaan bau dan warna, sehingga, andaikata kita berhasil mencurinya, kita masih belum bisa memutuskan, apa kita mendapatkan obat atau racun. Sip hiang joan kin san mengandung serupa bahaya yg tidak diketahui oleh banyak orang. Kalau orang kena racun itu pertama kali, otot2 dan tulang2nya tak bertenaga lagi, tenaga dalam lagi, tenaga dalamnya hilang semua. Tapi kalau dia kena untuk kedua kalinya biar bagaimana sedikitpun maka aliran darahnya akan berbalik dan dia akan mati tanpa bisa ditolong lagi."

Wie It Siauw meleletkan lidahnya, "Kalau begitu, kita tidak boleh salah," katanya.

"Memang begitu," kata Hoan Yauw. "Tapi aku mempunyai satu jalan yg baik. Tanpa memperdulikan obat dan racun, kita curi saja apa yg disimpan oleh Hian Beng Sie Lo. Sesudah itu kita memberikannya kepada seorang Hwa san pay atau Khing tong pay yg kedudukan nya tidak begitu penting. Bubuk yg membinasakan sudah pasti adalah bubuk racun. Dengan begitu kita lantas tahum yg mana racun yg mana obat. Kauwcoe, bagaimana pendapatmu?"

Boe Kie mengerti bahwa Hoan Yauw masih memiliki sifat2 sesat. Tapi ia hanya tertawa dan berkata, "Aku tidak begitu setuju. Terdapat kemungkinan bahwa yg dicuri kita racun semuanya."

Yo Siauw menepuk lututnya. "Kauw coe kau benar, sesudah kita mengacau mungkin sekali karena berkuatir kauwcoe menyimpan sendiri obat pemunah. Menurut pemikiraku yg paling penting kita harus menyelidiki siapa yg memegang obat itu. Sesudah tahu pasti barulah kita mengatur daya upaya untuk mencurinya. Sesudah mengasah otak beberapa saat, ia berkata pula, "Saudara Hoan, apakah yg paling disukai Hian beng Jie Lo?"

"Lok Thung kek suka paras cantik. Ho Pit Ong suka arak," jawabnya.

"Kauwcoe," kata Yo Siauw kepada Boe Kie. "Apakah ada racun yg menghilangkan manusia seperti Sip hiang joan kin san?"

Boe Kie tersenyum, "Tidak sukar untuk membuat seseorang menghilangkan tenaga," jawabnya.

"Tapi jika racun itu masuk kedalam perut seorang yg berkepandain tinggi, belum cukup setengah jam, tenaganya sudah habis. Membuat racun yg selihai Sip hiang joan kin san, aku rasanya tak mampu."

"Setengah jam sudah cukup," kata Yo Siauw. "Aku telah memikirkan suatu daya, tapi apa dapat digunakan atu tidak terserah atas pertimbangan Kauwcoe. Saudara Hoan cobalah kau mengundang Ho Pit Ong untuk meminum arak dan didalam arak kau menaruh racun yg dibuat oleh Kauwcoe. Kau mendahului bikin ribut berlagak gusar dan mengatakan, bahwa kau sudah diracuni oleh Ho Pit ong dengan Sip Hiang Joan kin san. Menurut dugaanku dengan siasat itu, kita bisa segera mengetahui siapa yg menyimpan obat pemunah. Dengan mengimbangi keadaan, kita bisa lantas merampasnya."

Boe Kie manggut2kan kepalanya. "Apa daya itu bisa berhasil tergantung atas sifat dan watak Ho Pit ong," katanya. "Hoan yoe soe, bagaimana pendapatmu?"

"Kurasa tipu Yo Taoko boleh dijalankan," jawabnya. "Ho Pit Ong berangsan dan kejam, tapi ia tidak selihai Lok thun kek yg jahat dan banyak akalnya. Asal saja obat pemuda itu berada pada Ho Pit Ong, biarpun tidak berkepandaian tinggi, mungkin aku masih melayaninya.Tapi bagaimana kalau obat itu disimpan oleh Lok Thang Kek?" tanya Yo Siauw.

Alis Hoan Yauw berkerut, "Ya, itulah sukar," sahutnya. Sehabisa berkata begitu bangun berdiri dan berjalan mundar mandir sambil menundukkan kepala. Berselang beberapa lama, tiba2 ia menepuk kedua tangannya, "Hanya ada satu jalan," katanya "Lok Thung kok sangat pintar. Kalau kita menggunakan tipu, sangat mungkin ia tidak kena ditipu. Jalan satu2nya kita mencengkram kelemahannya dan kemudian menggertak dia. Tindakan ini memang berbahaya. Tapi menurut pikiranku, selain ini tak ada jalan lain lagi."

"Apa maksud saudara Hoan?" tanya Yo Siauw. "Cara bagaimana kita bisa mencengkram kelemahan tua bangka itu?"

"Pada musim semi tahun ini, Jie Lam ong telah mengambil seorang selir (gundik)," menerangkan Hoan Yauw. "Untuk merayakannya, ia mengundang kami, beberapa orang, dalam semua perjamuan ditaman bunga. Jie Lam ong mengagulkan selir itu sebagai seorang wanita yg sangat cantik dan untuk membuktikannya ia memerintahkan gundik baru itu menemui kami dan menuang arak. Kulihat mata bangsat Lok Thung kek mengawasi nyonya muda itu tak henti2nya."

"Habis bagaimana?" tanya Wie It Siauw.

"Tak apa2," jawabnya. "Andai kata situa bangka mempunyai nyali sebesar langit, dia tentu tidak berani main gila kepada selir Jie Lam ong."

"Tapi ada hubungan apakah antara mata bangsat si tua bangka dan kelemahannya yg mau di cengkram olehmu?" tanya pula Wie It Siauw.

"Dengan sedikit usaha kita dapat berbuat begitu," sahutnya sambil tersenyum. "Dalam hal ini kita memerlukan bantuan Wie heng. Dengan menggunakan ilmu mengentengkan badan yg tiada bandingannya kau culik selir itu dan menaruhnya di ranjang si tua bangka. Andaikata dia dapat mempertahankan diri dan tidak berani mengganggu nyonya itu, dia tetap tidak akan bisa membersihkan diri, sebab wanita itu terbukti berada dalam kamarnya. Aku akan menorobos masuk kekamanya dengan tiba2 memaksa dia mengeluarkan obat pemunah. Kurasa dia pasti akan menurut.

Yo Siauw dan Wie It menepuk nepuk tangan. Mereka sangat menyetujui tipu kawan itu. Boe Kie sendiri mendongkol tercampur geli. Ia ingat bahwa atas maunya nasib, ia sekarang menjadi pemimpin serombongan manusia yg cara2nya sering menyeleweng dari kepantasan dan tiada bedanya dengan sepak terjang kawanan Tio Beng. Tapi ia ingat juga bahwa tipu2 kelompok Tio Beng bertujuan busuk, sedang siasat Hoan Yauw pada hakekatnya bermaksud baik, yaitu untuk menolong tokoh2 keenam partai persilatan. Memang jg demikian pikirnya untuk melawan racun orang harus menggunakan racun. Memikir begitu, ia lantas saja tertawa dan berkata, "Hanya saja tipu Hoan Yoe soe harus menyeret juga nama baiknya selir Jie Lam ong."

Hoan Yauw tertawa, "Aku akan mendobrak pintu kamar si tua bangka terlebih cepat supaya biarpun mau dia tak akan keburu menodai kehormatan nyonya itu," katanya.

Sesudah tercapai persetujuan tipu daya, mereka segera merundingkan tindakan selanjutnya. Akhirnya ditetapkan, bahwa begitu lekas obat pemunah dapat dirampas, Hoan Yauw akan pergi kemenara untuk memberikannya kepada jago2 keenam partai, sedang Boe Kie dan Yo Siauw menjaga diluar menara. Sehabis menunaikan tugas eprtama, Hoan Yauw harus membakar Bat Hoat sie dan Boe Kie bersama Wie It Siauw akan membakar rumah2 rakyat disekitar kelenteng tersebut. Dalam kekacauan, rombongan keenam partai yg sudah pulih tenaga dalamnya, akan segera menerjang keluar. Yo Siauw mendapat tugas untuk membeli kuda dan kereta yg hrs menunggu diluar pintu See shia. Semua orang harus menerjang keluar dari pintu See shia dan lari berpencarang dengan menggunakan kuda2 dan kereta2 itu. Akhirnya mereka harus berkumpul di Ciang peng.

Dalam rencana itu, ada sesuatu yg tidak disetujui Boe Kie, yaitu pembakaran rumah2 rakyat. "Kauwcoe," kata Yo Siauw dengan suara membujuk, "Dalam setiap urusan kita tidak bisa mengharap kesempurnaan. Kita ingin menolong jago2 itu, supaya dikemudia hari kita bisa mengusir Tat coe. Tujuan ini demi nusa dan bangsa, demi keselamatan beribu laksa umat manusia dikolong langit. Jika hari ini kita membakar sejumlah rumah rakyat, tindakan itu sudah diambil karena terpaksa."

Sesudah mencapai persetujuan bulat, masing2 lantas mulai bekerja. Yo Siauw pergi kepasar untuk membeli kuda dan Boe Kie membuat racun yg kemudian diserahkan kepada Hoan Yauw oleh Wie It Siauw. Dalam membuat racun itu Boe Kie sengaja menaruh tiga macam wewangian, supaya arak yg tercampur racun berbau harum. Wie It Siauw membeli selembar karung dan begitu lekas siang terganti dengan malam, ia segera menyatroni gedung Jie Lam ong.

Untuk menjaga tawanan, Hian beng Jie lo Hoan Yauw dan lain2 jago mengindap di Ban Hoat sie, Tio Beng sendiri berdia dama gedung raja muda dan hanya diwaktu malam, jika mau berlatih ilmu silat, ia datang ke kelenteng itu.

Hoan Yauw kembali kekamarnya dengan rasa bahagia. Ia ingin cara bagaimana selama duapuluh tahun lebih, Beng Kauw terpecah belah. Hari ini, atas berkah Tuhan agama tersebut mempunyai harapan untuk menjadi makmur kembali, sehingga pengorbanannya bukan hanya pengorbanan cuma2. ia berdia sebuah kamar dideretan kamar2 sebelah barat, sedang Hian bang Jie Lo mengindap dikamar dekat menara dipekarangan belakang. Sebab merasa jari akan kelohaian kedua kakek itu dan kuatir rahasianya bocor, ia jarang bergaul dengan Hian beng jie lo dan mengambil kamar yg jauh dari mereka. Tapi sekarang ia mendapat tugas untuk mengajak Ho Pit ong minum arak. Ia sekarang harus mendekati kakek itu. Sambil memutar otak, ia mengawasi pekarangan belakang. Matahari sudah mulai menyelam kebarat dan sinarnya yg menyoroti genteng kaca menara sudah mulai guram.

Sesudah mengasah otak beberapa lama, ia belum jg mendapat jalan untuk mendekati Ho Pit ong. Sambil mengegadong tangan perlahan2 ia berjalan kebelakang perkarangan. Mendadak hidungnya mengendus bau daging yg keluar dari sebuah kamar diseberang kamar Hian beng jie lo. Itulah kamarnya Soeu sam Hwie dan Lie sie Coei, dua anggota Sin cia pat eiong. Tiba2 dalam otaknya berkelebat serupa ingatan. Ia menghampiri kamar itu dan menolak pintu. Hampir berbareng bau daging menyambar hidung, Lie Sie Coei sedang berjongkok dilantai dan mengipas api di dapur tanah. Diatas dapur itu terdapat sebuat kuali yg airnya bergolak2 dan mengeluarkan bau yg sangat harum. Soen sam hwie sendiri sedang menggambil piring mangkok dan tidak bisa salah lagi, mereka tengah bersiap2 untuk makan minum.

Melihat masuknya Koun tauw too, paras kedua orang itu berubah pucat. Mengapa? Karena yg dimasak mereka adalah daging anjing dan makan daging anjing dalam sebuat kelenteng hweeshio merupakan pelanggaran hebat. Kalau dipergoki orang lain masih tak apa. Tapi kouw tauw too bukan saja seorang pendeta tapi jg berkepandaian yang tinggi. Bagaimana kalau dia tidak mau mengerti?

Diluar dugaan mereka, kouw tauw too tidak menjadi gusar. Ia menghampiri dapur, membuka tutup kuali dan mengendus ngendus dengan hidungnya. Sekonyong2 ia memasukkan tangan kedalam kuali tanpa memperdulikan panasnya air menjemput sepotong daging dan lalu mengunyahnya secara rakus.

Dalam sekejap daging itu sudah ditelan habis. Dalam sekejap daging itu sudah ditelan habis. Soen sam hwie dan lie sie coei girang tak kepalang. "Kauw tay soe duduklah! Duduklah!" kata Soen sam hwie. "Kami merasa sangat girang, bahwa Tay soe pun suka makan daging anjing."

Tapi kouw tauw too tidak mau duduk di kursi. Sesudah mengambil sepotong daging dan memasukkan kedalam mulut, ia turut berjongkok disamping dapur. Soen sam hwie buru2 menuangkan semangkok arak yg lalu diangsurkan kepada si Touw too. Tapi baru menenguk Kouw tauw too segera menyemburkannya dilantai, sedang tangan kirinya mengipas ngipas hidung, seperti juga ia mau mengatakan, bahwa arak itu tidak wangi dan tidak enak rasanya, sesudah itu ia berlalu dengan tindakan lebar, tapi tak lama kemudian ia kembali dengan tangan menentang sebuyung arak. Tapi melihat si pendeta pergi dengan sikap marah Soe Sam Hwie dan Lie sie cioe sangat berkuatir. Sekarang mereka sangat girang. "Bagus!" seru Lie cie coe. "Arak kami memang sangat jelek. Sungguh syukur Tay soe mempunyai arak yg mahal."

Mereka segera mengatur piring mangkok meja dan dengan sikat hormat mengundang Kouw tauw too untuk duduk di kursi pertama. Dalam kalangan para jago2nya Tio Beng, Kouw tauw too termasuk jago kelas utama. Dengan melayani secara hormat Soen Sam Hwie dan Lie Sie Coei mengharap supaya dalam gembiranya si pendeta akan turunkan satu dua pukulan istimewa kepada mereka.

Kouw Tauw too membuka tutup buyung dan menuang isinya kedalam tiga mangkok. Arak itu berwarna kuning keemas2an, seperti madu tawon dan baunya yg menyambar hidung harum dan segar. "Sungguh bagus arak ini!" seru Tie Sie Coei.

Sambil menjalankan peranannya, didalam hati Hoan Yauw bersangsi. Ia tidak tahu, apa Hian Beng Jie Lo berada dirumah. Apabila kedua kakek itu sedang berpergian, maka usahanya kali ini akan sia2. dengan pikiran tak tentram ia menjemput mangkok araknya dan menaruhnya di kuah daging yg sedang bergolak2. begitu panas, arak itu jadi semakin wangi. Soen Sam Hwie dan Lie Sie Coei yg sudah keluar iler, ingin segera mencegak arak dingin, tp di cegah oleh Kouw Tauw Too yg dengan gerakan tangan, meminta mereka memanaskan dahulu arak itu, menurut contohnya. Demikianlah dengan bergantian mereka memanaskan arak dikuah daging. Hoang Yauw menghitung pasti, bahwa jika Ho Pit Ong berda di Bau Hoat sie ia tentu akan dapat mencium bau arak itu dan akan datang kesitu.

Benar saja, tak lama kemudian pintu kamar diseberang tiba2 terbuka dan hampir berbareng terdengar seruan Ho Pit Ong. "Aduh! Wangi sungguh arak itu. Huh, huh!" Tanpa sungkan2 ia menolak pintu dna terus menolak pintu masuk kedalam. Melihat Kouw Tauw too turut serta dalam pesta itu, ia agak terkejut, "Kouw Taysoe aku tak nyana kaupun menyukai makanan itu, katanya.

Soen Sam Hwie dan Lie Sie Coei buru2 berbangkit, "Ho Kong kong, kebetulan sekali," kata Soen Sam Hwie. "Mari kita minum, arak ini arak Kouw taysoe. Tak gampang orang bisa minum arak seenak itu."

Ho Pit Ong segera berduduk dihadapan Kouw Tauw too dan mereka berdua segera makan minum sepuas hati, sedang kedua tuan rumah menjadi semacam pelayan. Tak lama kemudian mereka sudah mulai sinting.

"Sekarang tiba waktunya untuk aku tutun tangan," pikir Hoan Yauw. Memikir begitu ia segera mengisi mangkoknya sendiri sampai arak meluber. Sesudah itu ia mengembalikan buyung keatas meja, tapi cara menaruhnya berbeda dari tadi. Kali ini buyung arak ditaruh miring.

 Miringnya buyung berarti Hoan Yauw sudah turun tangan.

Dalam menjalankan tipunya, Hoan Yauw bertindak secara cermat dan hati2. ia menggiling ramuan racun yg dibuat Boe Kie menjadi bubuk. Kemudia ia membuat sebuah lubang ditutup buyung yg terbuat dari kayu dan memasukkan bubuk racun kedalam lubang itu. Tutup buyung lalu dibungkus dengan kekainan, sehingga dengan demikian selama buyung ditaruh beridir, arak yg didalamnya tetap merupakan arak biasa. Tapi sebegitu lekas buyung di taruh miring, sebagian arak akan segera membasahi kain penyaring dan racunnya lantas tercampur ke dalam arak. Dasar buyung itu berbentuk bulat sehingga baik ditaruh berdiri, maupun ditaruh miring tidak begitu menarik perhati. Apapula setelah minum begitu banyak, ketiga orang itu sudah sinting dan mereka lebih2 tidak bisa melihat perubahan itu.

Melihat mangkuk Ho Pit Ong sudah kosong, Hoan Yauw segera mencabut tutup buyung dan mengerahkannya kepada sih kakek. Ho Pit Ong menyambuti dan lalu mengisi mangkoknya. Sesudah itu, ia menambahkan arak dimangkok Soen Sam Hwi dan Lie Sie Coei yg sudah separuh kosong. Ia tidak bisa menambah di mangkok Hoan Yauw yg masih penuh.

"Mari!" mengajak Ho Pit Ong.

Dengan serentak mereka mengangkat mengkok masing2 dan mengeringkan isinya. Kecuali Hoan Yauw, ketiga orang itu sudah minum arak beracun. Soen sam Hwie dan Lie Sie Coei yg lweekangnya tidak begitu kuat, lantas saja merasa lemas. "Sie tee perutku tak enak," bisik Soen Sam Hwie.

"Aku.,.. akupun begitu," kata Lie Sie Cui. "Apa kena racun?"

Sesaat itu Ho Pit Ong sudah mulai merasa tidak enak. Buru2 ia mengerahkan tenaga dalam, tapi hawanya tidak mau naik keatas. Parasa mukanya lantas saja berubah pucat.

Tiba-tiba Hoan Yauw bangkit dan mencengkram dada Ho Pit Ong sambil mengeluarkan suara ah ah uh uh. Matanya mendelik dan ia kelihatannya sangat gusar.

Kouw Tay-soe, mengapa kau? Tanya Soen Sam Hwie.

Hoan Yauw mencelup arak dengan jari tangannya dan menulis huruf Sip hiang Joan kin san di atas meja.

Soen Sam Hwie dan Lie Sie Coei tahu bahwa racun dan obat pemunah Sip hiang Joan kin san dikuasai Hian beng Jie lo. Mereka saling melirik dan sambil membungkuk, Soen Sam Hwie berkata, Ho Kong kong, kami berdua sedikit pun belum pernah berdosa terhadap Kong kong. Kami mohon Kong kong suka menaruh belas kasihan. Mereka berkata begitu sebab menduga si kakek memang mau mencelakai Kouw Tauw-too dan secara kebetulan mereka turut minum arak beracun.

Bukan main herannya Ho Pit Ong. Bulan ini Sip hiang Joan kin san memang dipegang olehnya sendiri, disembunyikan dalam salah sebuah pit yang berbentuk patuk burung ho. Kedua senjata itu belum pernah berpisah dari badannya sehingga tak mungkin orang bisa mencuri racun tanpa diketahui olehnya. Tapi waktu mengerahkan hawa, ia tidak bisa mengeluarkan tenaga seperti juga kena Sip hiang Joan kin san.

Racun yang dibuat Boe Kie biarpun sangat keras sebenarnya berbeda jauh dari Sip hiang Joan kin san dan perasaan tidak enak yang dirasakan oleh korban juga berbeda. Ho Pit Ong hanya tahu bahwa racun Sip hiang memusnahkan tenaga dalam. Karena belum pernah mencobanya, ia tentu saja tidak tahu perbedaan antara racun Sip hiang dan racun buatan Boe Kie. Melihat kegusaran Kouw Touw too dan mendengar ratapan Soen Sam Hwie serta Lie Sie Coei, ia tidak ragu lagi bahwa mereka semua dan ia sendiri sudah kena racun Sip hiang. Kouw Tay-soe, kau bersabarlah, katanya. Kita adalah sahabat. Mana bisa jadi aku ingin mencelakai kalian? Akupun kena racun itu. Badanku lemas dan tidak bertenaga. Tapi siapa yang sudah main gila? Aku sunguh merasa heran.

Kouw Tauw-too mencelup lagi arak dengan jari tangannya dan menulis lekas keluarkan obat pemunah di atas meja.

Ho Pit Ong mengangguk. Benar, katanya. Lebih dahulu kita makan obat. Sesudah itu kita cari penjahatnya. Tapi obat disimpan oleh Lok heng. Kouw Tay-soe, mari kita pergi kepadanya.

Hoan Yauw merasa sangat girang. Ia tidak mengira tipuan Yo Siauw berjalan begitu lancar. Dengan tangan kiri ia sengaja memegang pergelangan tangan kanan Ho Pit Ong dan ia berjalan dengan langkah limbung.

Beberapa saat kemudian mereka sudah sampai di gedung itu. Kamar samping yang di sebelah selatan adalah kamar Ho Pit Ong, sedang kamar di sebelah utara kamarnya Lok Thung Kek. Pintu kamar itu tertutup rapat.

Lok heng! teriak Ho Pit Ong, Lok heng!

Dari dalam kamar terdengar sahutan Lok Thung Kek.

Ho Pit Ong mendorong pintu tapi pintu terkunci. Lok heng!  panggilnya, Lekas buka pintu! Ada urusan penting.

Urusan apa? Tanya Lok Thung Kek. Aku sedang berlatih ilmu silat. Jangan mengganggu.

Ho Pit Ong dan Lok Thung Kek adalah saudara seperguruan. Kepandaian pun kira-kira berimbang. Tapi karena Lok Thung Kek seorang kakek yang lebih tua dan juga karena dia lebih berakal budi, maka Ho Pit Ong selalu menghormatinya. Mendengar jawaban sang kakek yang kurang enak ia tidak berani memanggil lagi.

Hoan Yauw bingung. Dalam tipuan ini, sang waktu memainkan peranan penting. Kalau harus menunggu sampai tenaga racun berkurang, rahasianya akan bocor. Maka itu tanpa memperdulikan segala cara ia segera mendobrak daun pintu dengan pundaknya dan pintu lantas saja terbentang. Hamper berbarengan terdengar jeritan seorang wanita.

Mendengar suara terpentalnya pintu, Lok Thung Kek yang sedang berdiir di depan ranjang segera menengok. Paras mukanya lantas saja berubah pucat, kaget bercampur malu. Di tengah ranjang tergeletak seorang wanita yang tubuhnya terbungkus dengan selembar kasur tipis dan kasur itu dibebat dengan seutas tambang. Apa yang bisa dilihat adalah rambutnya terurai. Wanita itu mengawasi Ho Pit Ong dan Hoan Yauw dengan mata membelalak dan paras mukanya menunjukkan ketakutan besar. Hoan Yauw lantas saja mengenali bahwa dia itu tidak lain adalah Han kie (selir seorang raja muda she Han). Hok Ong benar-benar hebat, katanya di dalam hati. Seorang diri ia masuk ke dalam Ong hoe (gedung raja muda) dan dengan begitu cepat ia sudah berhasil menculik Han-kie. Wie It Siauw berhasil sebab meskipun di dalam Ong hoe terdapat banyak sekali pengawal, yang diperhatikan dan dilindungi hanyalah Jie lam ong, Sie coe (putra seorang pangeran) dan Koen coe. Raja muda itu mempunyai banyak selir dan seorangpun tak pernah menduga bahwa seorang selir bakal diculik. Selain itu gerak gerik Wie Hok Ong juga cepat luar biasa dan tanpa penjagaan istimewa, dengan mudah ia sudah bisa menculik Han-kie. Tapi menaruh wanita cantik itu di ranjang Lok Thung Kek lebih sukar daripada menculiknya. Sesudah menunggu beberapa lama barulah di kakek kelihatan keluar dari kamarnya dan dengan menggunakan kesempatan itu, ia melompat masuk dan meletakkan tubuh Han kie di pembaringan.

Waktu kembali ke kamarnya melihat sosok tubuh wanita, Lok Thung kaget tak kepalang. Bagaikan kilat ia melompat ke atas genteng tapi Wie It Siauw sudah pergi jauh. Penyelidikannya di sekitar rumah itu tidak memberi hasil. Buru-buru ia balik ke kamar dan ia jadi lebih kaget lagi.

Hari itu dalam perjamuan di taman bunga, melihat kecantikan Han-kie, semangat Lok Thung terbang. Ia pulang dengan perasaan duka dan menyesal. Ia merasa menyesal mengapa tidak lebih dulu ia bertemu dengan si cantik. Tapi sesudah Han-kie menjadi selir Jie lam ong, biar bagaimanapun juga ia tidak berani mengganggu. Belakangan ia mendapat seseorang baru yang cukup cantik sehingga perlahan-lahan ia dapat melupakan Han-kie.

Mimpipun ia tak pernah bahwa Han-kie bisa mendadak berada di pembaringannya. Ia kaget bercampur heran. Sesudah berpikir sejenak ia menduga bahwa perbuatan itu dilakukan oleh murid kenalannya yang bernama Yoe liong soe. Murid itu rupanya sudah bisa menebak isi hatinya dan diam-diam sudah menculik si cantik sambil menyeringai ia mengawasi Han kie dan mengajukan beberapa pertanyaan tapi wanita itu tidak bisa menjawab. Ia sadar bahwa jalan darah Han kie telah ditotok.

Baru saja mengangsurkan tangannya untuk membuka jalan darah tiba-tiba Ho Pit Ong mengetuk pintu dan Kauw Tauw-too mendobraknya. Itulah kejadian yang tidak terduga. Ia tidak bisa menyangkal lagi. Tiba-tiba dalam otaknya berkelabat sebuah ingatan. Ia menduga bahwa kedatangan Kauw Tauw-too adalah atas perintah Jie lam ong yang sudah tahu penculikan itu untuk menangkapnya.

Dalam keadaan begitu, jalan satu-satunya adalah kabur. Bagaikan kilat tangan kanannya mengulurkan tongkat tanduk menjangan, tangan kirinya mendukung Han kie dan ia segera bergerak untuk melompat keluar dari jendela.

Ho Pit Ong terkejut, Lok Soeko! teriaknya, Lekas keluarkan obat pemunah!

Apa?  tegas sang kakak.

Entah bagaimana Siauw tee dan Kouw Tay-soe kena racun Sip hiang Joan kin san, jawabnya.

Apa katamu? ia tegaskan lagi.

Ho Pit Ong mengulangi keterangannya.

Bukankah Sip hiang Joan kin san dipegang olehmu? tanya Lok Thung Kek dengan suara heran.

Siauw tee pun merasa sangat heran, sahutnya. Kami empat orang, tadi makan dan minum. Secara mendadak, kami semua kena racun. Lok Soeko keluarkanlah obat pemunah. Sesudah makan obat itu, kita boleh bicara lagi.

Hati Lok Thung Kek jadi lega. Ia segera menaruh Han kie di pembaringan dan menyuruhnya menghadap ke tembok. Ho Pit Ong yang tahu kesukaan kakaknya, tidak merasa heran melihat adanya seorang wanita dalam kamar sang kakak. Dalam kebingungannya ia tidak memperhatikan siapa adanya wanita itu. Tapi biar bagaimanapun dalam keadaan biasa, tak tentu ia bisa segera mengenali. Hari itu, dalam perjamuan di taman bunga, yang diperhatikannya bukan si cantik, tapi makanan dan arak yang istimewa.

Sesudah menaruh Han kie, Lok Thung Kek berkata, Kouw Tay-soe, tunggulah di kamar saudara Ho, aku akan datang membawa obat. Seraya berkata begitu, ia mendorong tubuh kedua orang itu. Badan Ho Pit Ong bergoyang-goyang hampir ia jatuh. Hoan Yauw pun berlagak sempoyongan. Tapi ada sesuatu yang tidak pernah diperhitungkan oleh pemimpin Beng-kauw itu. Ia memiliki Lweekang yang sangat tinggi dan waktu didorong secara wajar, di luar keinginannya, dari dalam tubuhnya lantas keluar semacam tenaga untuk melawan dorongan itu. Sebagai seorang ahli silat kelas satu, Lok Thung Kek lantas saja merasakan perbedaan antara dua dorongannya. Karena kuatir salah, ia mendorong lagi, kali ini dengan menggunakan tenaga. Ho Pit Ong dan Kouw Tauw-too jatuh dengan berbarengan. Tapi Lok Thung Kek lantas mendapat kepastian bahwa adik seperguruannya benar-benar jatuh sebab tenaga dalamnya kosong  sedang Kouw Tauw-too hanya berlagak jatuh.

Kouw Tay-soe, maaf, katanya sambil mengangsurkan tangannya mau membangunkan Hoan Yauw. Begitu tangan menyentuh tangan, ia segera memijit Hwee-cong hiat dan Thong-tie hiat di pergelangan tangan Kauw Tauw too.

Tapi Hoan Yauw cukup hebat. Ia segera tahu bahwa rahasianya sudah diketahui. Dengan cepat ia menotok Hoen-boen hiat di punggung Ho Pit Ong supaya dalam tiga jam ia tak dapat bergerak. Setelah Ho Pit Ong tak berdaya, ia tidak usah kuatir lagi sebab paling banyak ia harus melayani Lok Thung Kek seorang diri.

Huh-huh!  ia tertawa dingin, Lok Thung Kek, kau mau hidup atau mati. Sungguh besar nyalimu! Selir Ong-ya kau berani culik.

Hian beng Jie lo tertegun. Selama belasan tahun mereka menganggap Kouw Touw too seorang gagu. Lok Thung Kek sudah lama mencurigainya tapi ia belum pernah berpikir bahwa Hoan Yauw bukan seorang gagu. Ia mengerti bahwa ia sekarang berada dalam keadaan sangat berbahaya.

Baru sekarang kutahu bahwa Kouw Tay-soe bukan seorang gagu, katanya.  Perlu apa kau memperdayai orang selama belasan tahun?

Aku berlagak gagu atas perintah Ong-ya, jawabnya. Sebab tahu hatimu bercabang, ia memerintahkan aku untuk mengamat-amati gerak gerikmu.

Keterangan itu sebenarnya agak mustahil tapi Lok Thung Kek yang telah kebingungan tak bisa lagi menggunakan otaknya yang cerdas. Ia terkesiap dan badannya lemas. Apakah Ong-ya memerintahkan kau untuk menangkapku? tanyanya. Huh huh! Biarpun kau berkepandaian tinggi, belum tentu kau bisa menangkap Lok Thung Kek. Seraya berkata begitu, ia mengambil tongkatnya, siap sedia untuk bertempur.

Hoan Yauw tertawa. Lok Sianseng, katanya dengan suara mengejek. Andaikata ilmu silat Kouw Tauw-too tidak bisa menandingi kau, itu tak seberapa. Kalau kau mau merobohkan aku, paling sedikit kau harus berkelahi dalam seratus atau dua ratus jurus. Memang tidak terlalu sukar untuk kau kalahkan aku. Tapi jangan harap kau bisa membawa lari Han kie dan menolong soeteemu.

Lok Thung Kek mengawasi adik seperguruannya dengan sorot mata berduka. Sedari muda ia belajar silat bersama-sama dan puluhan tahun ia belum pernah terpisahkan. Mereka berdua tidak menikah dan di dalam dunia ini, tiada orang yang lebih dicintainya seperti adik seperguruan itu. Maka itu, biar bagaimanapun juga ia tidak akan bisa melarikan diri seorang diri dengan meninggalkan Ho Pit Ong.

Melihat hati si kakek tergerak, Hoan Yauw segera memanggil Soen Sam Hwie dan Lie Sie Coei. Sesudah menutup pintu kamar, ia berkata, Lok Sianseng, urusan ini belum keluar. Kouw Tauw-too bersedia untuk melindungi kau.

Bagaikan kilat Hoan Yauw lalu menotok Ah hiat (hiat gagu) dan Joan ma hiat (hiat yang membuat badan lemas) Soen Sam Hwie dan Lie Sie Coei. Sesudah itu ia berkata dengan perlahan, Kau sendiri tentu tidak akan membocorkan rahasia ini, sedang soeteemu pasti tak akan mau mencelakai kau. Kouw Tauw-too berlagak gagu dan ia akan tetap berlagak gagu. Kedua sahabat itupun tak menjadi rintangan, Kouw Tauw-too akan menotok Sie hiatnya untuk menutup mulutnya, Soen Sam Hwie dan Lie Sie Coei kaget tak kepalang. Ia tak nyana bahwa urusan makan daging anjing akan berbuntut begitu hebat. Mereka ingin minta dikasihani tapi mereka tidak bisa untuk diajak bicara sama sekali. Sambil menunjuk pada Han kie Hoan Yauw lalu berkata pula. Mengenai wanita cantik itu, loo lap ingin mengusulkan dua jalan. Pertama mencuci tangan bersih-bersih. Kita membawa dia dan kedua sahabat itu ke tempat sepi dan membunuh mereka. Aku akan melaporkan kepada Ong-ya bahwa Han-kie main gila dengan Lie Sie Coei yang tampan dan mereka mencoba melarikan diri. Tapi mereka berpapasan dengan Kouw Tauw-too yang dalam kegusarannya sudah membunuh mereka. Kalau mau, boleh kita mengampuni jiwa Soen Sam Hwie. Jalan kedua kau membawa lari Han-kie dan coba sembunyikan di tempat aman. Apa kau berhasil atau tidak bukan urusanku.

Tanpa merasa Lok Thung Kek berpaling dan mengawasi Han-kie. Si cantik balas mengawasi dan sorot matanya memohon. Ia mengerti bahwa Han-kie ingin mengambil jalan kedua. Melihat kecantikan wanita itu, ia merasa tak tega untuk membunuhnya.

Terima kasih untuk maksudmu yang baik, katanya. Tapi apakah yang kau ingin dilakukan olehku? Ia tahu bahwa Kouw Tauw-too mampunyai sesuatu untuk diajukan kepadanya. Tanpa mengharap balasan budi, si pendeta pasti tak gampang mau menyudahi urusan ini.

Permintaanku sangat sederhana, jawab Hoan Yauw. Ciang poen-jin, Go Bie-pay, Biat Coat Soethay adalah istriku sedang si nona she Cioe adalah anak kami berdua. Aku ingin minta obat pemunah Sip hiang Joan kin san untuk menolong mereka supaya mereka bisa melarikan diri. Di hadapan Kauwcoe aku yang bertanggungjawab. Apabila aku melibatkan kau, biarlah semua anggota Kouw Tauw-too dan Biat Coat Soethay menjadi manusia hina dina yang binasa secara mengerikan dan tidak bisa terlahir lagi ke dunia.

Hoan Yauw sudah memperhitungkan bahwa sebagai orang yang suka bercinta, Lok Thung Kek tentu akan percaya jika ia mengarang cerita yang berdasarkan percintaan. Ia sangat sekali membenci Biat Coat Soethay sebab sudah mendengar keterangan Yo Siauw bahwa pendeta wanita itu telah membinasakan banyak anggota Beng-kauw. Itulah sebabnya mengapa ia tidak merasa segan untuk mengarang cerita yang tidak-tidak, yang menodai nama baik Biat Coat. Mengenai sumpah, ia sama sekali tak menghiraukan sumpah. Dalam hal ini, orang harus ingat bahwa Hoan Yauw masih memiliki sifat-sifat yang sesat dan ia dapat melakukan perbuatan yang biasanya tak akan diperbuat oleh tokoh-tokoh Rimba Persilatan.

Mendengar keterangan itu, Lok Thung Kek terkejut tapi sesaat kemudian ia tersenyum. Perbuatan yang diakui Kouw Tauw-too dianggapnya sebagai perbuatan lumrah. Biarpun berbahaya, ianggap menukar obat pemunah dengan wanita cantik ada harganya juga. Kalau begitu, menculik selir Ong-ya dan menaruhnya di dalam kamarku juga perbuatan Kouw Tay-soe bukan? tanyanya.

Kau memberi aku obat, aku membalasnya dengan Han-kie, jawabnya. Mulai dari sekarang kita bersahabat untuk selama-lamanya.

Lok Thung Kek girang. Mendadak ia mendapat satu ingatan dan bertanya, Tapi cara bagaimana soeteeku bisa kena Sip hiang Joan kin san? Dari mana kau mendapatkan racun itu?

Gampang sekali, jawabnya. Racun itu disimpan oleh soeteemu dan soeteemu suka minum arak. Sesudah dia mabuk, apa kau kira Kouw Tauw-too masih tidak bisa mencuri racun itu?

Sekarang Lok Thung Kek tak ragu lagi, Baiklah. Kouw Tay-soe, katanya. Kami berdua akan mengikat sahabat denganmu. Aku tidak akan menjual kau tapi kuharap kau jangan memasang jebakan lain yang sehebat ini.

Hoan Yauw tertawa. Sambil menunjuk Han-kie ia berkata, Lain kali kalau ada wanita secantik dia, kuharap Lok Sianseng suka memasang jaring supaya aku terjaring di dalam jaring bahagia.

Mereka tertawa terbahak-bahak tapi masing-masing mempunyai perhitungan sendiri-sendiri. Diam-diam Lok Thung Kek memikirkan daya untuk menyembunyikan Han-kie dan sesudah itu ia akan berusaha untuk membinasakan si Tauw-too jahat.

Dilain pihak, Hoan Yauw tahu bahwa biarpun sekarang Lok Thung Kek tunduk tapi begitu dia telah menyembunyikan Han-kie di tempat yang aman, Hian beng Jie lo tentu akan membuat perhitungan dengannya. Tapi pada waktu itu, rombongan keenam partai sudah tertolong dan ia sendiri sudah menyingkir ke tempat lain.

Sementara itu Lok Thung Kek sedang mengkhayal, ia tidak segera mengeluarkan obat pemunah. Hoan Yauw tidak mau mendesak terlalu keras sebab bila ia berbuat begitu si kakek tentu akan curiga. Ia duduk dan berkata, Lok heng, mengapa kau tidak segera membuka jalan darah Han-kie? Ayolah! Untuk merayakan keberuntunganmu, kita boleh minum beberapa cawan arak. Di bawah sinar lampu, ada arak, nona cantik apalagi yang mau dicari oleh seorang manusia yang hidup dalam dunia ini?

Selagi Hoan Yauw bicara, si kakek mengasah otaknya. Ban hoat sie tempat yang ramai, kelamaan Han-kie berada dalam kamar akan berbahaya. Ia segera mengeluarkan tongkatnya dan mencabut salah satu cabang tanduk menjangan. Ia mengambil cawan dan menuang sedikit bubuk obat ke dalam cawan itu, Kouw Tay-soe, katanya, Tipumu sangat hebat dan aku menyerah kalah. Ambillah obat ini.

Hoan Yauw menggelengkan kepalanya. Begitu sedikit? katanya. Mana bisa cukup?

Obat ini lebih dari cukup, kata Lok Thung Kek. Jangankan dua orang enam tujuh orang masih bisa ditolong.

Mengapa kau begitu pelit? kata Hoan Yauw, Apa halangannya jika kau beri lebih banyak? Untuk berterus terang, aku kuatir diperdayai olehmu karena kau sangat licin dan cerdik.

Karena penolakan itu, Lok Thung Kek curiga. Kouw Tay-soe, apakah mau ditolong olehmu tidak hanya Biat Coat dan putrimu? tanyanya.

Baru saja Hoan Yauw mau memberi keterangan, di luar rumah sudah terdengar suara ramai-ramai dan langkah kaki tujuh delapan orang. Tapak kakinya terlihat di sini, kata seorang. Apakah mungkin Han-kie dibawa ke Ban hoat sie?

Muka Lok Thung Kek berubah pucat. Ia segera memasukkan cangkir obat ke dalam sakunya. Ia menduga bahwa Kouw Tauw-too sudah menyiapkan orang dan begitu ia menyerahkan obat itu, si pendeta akan turun tangan.

Hoan Yauw menggoyang-goyangkan tangannya. Ia lalu mengambil selembar seprai menyelimuti seluruh tubuh Han-kie dan menutup kelambu.

Lok Sianseng! Apa Lok Sianseng ada? demikian terdengar suara seruan orang.

Hoan Yauw menunjuk mulutnya. Dengan isyarat itu ia mau mengatakan bahwa karena ia dikenal sebagai orang gagu, ia tidak bisa memberi jawaban dan biarlah Lok Thung Kek yang menjawab.

Ada apa? bentak si kakek.

Seorang selir Ong-ya diculik orang, jawabnya. Tapak kaki penculik diikuti sampai di sini.

Lok Thung Kek menatap muka Hoan Yauw dengan sorot mata gusar. Hoan Yauw tersenyum dan dengan gerakan-gerakan tangan, ia menyilakan Lok Thung Kek mengusir orang-orang itu.

Jangan bikin ribut di sini! bentak Lok Thung Kek. Cari ke tempat lain! Ia seorang berkepandaian tinggi dan berkedudukan tinggi dan sangat disegani. Orang-orang itu tidak berani bersuara lagi dan lalu berpencar untuk menggeledah berbagai pelosok kelenteng Ban hoat sie.

Lok Thung Kek mengerti bahwa sesudah terjadi kejadian itu, Ban hoat sie akan dijaga keras dan usaha membawa Han-kie keluar kelenteng hampir tidak bisa dilakukan lagi. Alisnya berkerut dan kedua matanya mengawasi Hoan Yauw dengan sorot benci.

Tiba-tiba, Hoan Yauw teringat sesuatu. Lok heng, bisiknya, Di Ban hoat sie terdapat sebuah tempat yang aman untuk sementara waktu menyembunyikan kesayanganmu. Satu dua hari kemudian sesudah penjagaan agak kendor, kita bisa berusaha lain.

Paling aman dalam kamarmu sendiri! kata si kakek dengan gusar.

Hoan Yauw tertawa. Apa Lok heng rela menyerahkan wanita yang begitu cantik kepadaku?

tanyanya dengna nada mengejek.

Di mana tempat itu?  bentak si kakek.

Hoan Yauw tersenyum dan menuding puncak menara.

Sebagai orang yang cerdas, Lok Thung Kek lantas saja bisa melihat tepatnya usul itu. Ia mengacungkan jempol dan memuji. Bagus!

Sebagaimana diketahui, menara itu merupakan penjara untuk rombongan keenam partai. Secara kebetulan Cong koan (pengurus) penjara adalah Yoe liong coe, murid kepala si kakek. Orang bisa mencurigai tempat lain tapi orang pasti tak akan mimpi bahwa selir Ong-ya disembunyikan di puncak menara yang terjaga ketat.

Orang-orang itu sudah pergi ke tempat lain, bisik Hoan Yauw. Kita harus segera bertindak tidak boleh menunda lagi. Ia segera mengikat empat sudut seprai sehingga tubuh han-kie merupakan bungkusan besar. Ia mengangkat bungkusan itu dan mengangsurnya kepada Lok Thung Kek.

Hoan Yauw mengerti, Mau menolong orang harus menolong sampai akhir, katanya, Biarlah! Aku akan menolong kau dan kau menyerahkan obat kepadaku.

Seraya berkata begitu, ia mengangkat bungkusan itu menaruhnya di atas pundak. Kau harus menjaga baik-baik, bisiknya. Kalau ada yang coba menahan, binasakan saja.

Lok Thung Kek menggutkan kepala dan segera keluar lebih dahulu. Hoan Yauw turut keluar dan sesudah merapatkan pintu sambil manggul Han-kie, ia berjalan ke arah menara.

Waktu itu kira-kira sudah jam sembilan malam. Kecuali sejumlah pengawal yang menjaga di luar menara, dalam pekarangan kelenteng tidak terdapat manusia lain. Melihat Kouw Tauw-too dan Lok Thung Kek, para pengawal segera memberi hormat dengan membungkuk dan membuka jalan.

Sebelum tiba di pintu, Yoe liong coe mendapat berita dari bawahannya, sudah keluar menyambut dan berkata dengan suara girang, Soehoe! Mari masuk!

Lok Thung Kek mengangguk dan bersama Kouw Tauw-too, ia segera menuju ke pintu. Mendadak pintu menara terbuka dan dari dalam keluar seorang yang tidak lain adalah Tio Beng!

Lok Thung Kek terkesiap. Ia tak pernah menduga secara kebetulan majikannya berada dalam menara.

Sambil menengok ke Yoe liong coe, Tio Beng berkata sambil tertawa, Gurumu mempunyai seorang murid yang sangat baik. Karena hanya ingat menyambut guru, kau tidak memperdulikan aku lagi.

Yoe liong coe membungkuk. Siauwjin tak tahu kedatangan Koen-coe, katanya. Untuk kelalaian itu, mohon Koen-coe sudi memaafkan.

Penjagaanmu sangat memuaskan, kata si nona. Kurasa Beng-kauw takkan gampang bisa turun tangan.

Sesudah Boe Kie mengacau, Tio Beng yang tidak tahu bahwa yang datang ke kota raja hanya tiga orang, merasa kuatir Beng-kauw akan menyatroni lagi dengan rombongan besar. Maka itu, Tio Beng segera datang sendiri ke menara untuk memeriksa penjagaan. Ia merasa sangat puas karena penjagaan terlalu rapi dan di setiap lantai ditaruh dua orang yang berkepandaian tinggi. Ia menengok pada Kouw Tauw-too dan tersenyum, Kouw Tauw-too, katanya, Aku justru sedang mencari kau.

Kouw Tauw-too manggut-manggutkan kepalanya.

Aku mau minta kau mengantar aku ke satu tempat, kata si nona pula.

Hoan Yauw mengeluh di dalam hati. Ia sudah berhasil menipu Lok Thung Kek dan obat pemunah sudah berada di depan mata. Siapa sangka, Tio Beng datang mengacau? Ia mau menolak tapi dalam peranan sebagai orang gagu ia tidak boleh bicara. Biarlah si tua bangka yang menolong aku, pikirnya. Ia mengangkat bungkusan dan mengangsurkannya ke Lok Thung Kek.

Si kakek terkejut.

Lok Sianseng, kata Tio Beng, Apa isi bungkusan itu?

Oh, jawabnya tergugu, Kasur Kouw Tay-soe.

Kausr? Perlu apa Kouw Tay-soe membawa kasur kemari?  Ia tertawa dan berkata pula. Kouw Tay-soe menganggap aku terlalu bodoh dan tak sudi menerima aku sebagai muridnya. Sekarang ia sampai harus membawa kasur sendiri.

Hoan Yauw menggeleng-gelengkan kepala dan menggerak-gerakkan tangan kanannya. Biar si tua yang mencuri jalan keluar, katanya di dalam hati. Huh-huh inilah enaknya jadi seorang gagu.

Tio Beng tidak mengerti gerakan tangan itu dan ia mengawasi Lok Thung Kek. Si kakek cukup hebat, dalam sekejap ia sudah memikirkan jawaban yang bagus. Sebagaimana Coejin tahu, beberapa siluman telah datang mengacau, katanya. Kami kuatir kuatir mereka menyatroni lagi untuk menolong tawanan itu. Maka itu kami berdua telah mengambil keputusan untuk bermalam di sini guna menjaga diri. Kasur itu kasur Kouw Tay-soe.

Tio Beng girang sekali. Sebenarnya aku sendiri memang ingin sekali meminta bantuan Lok Sianseng dan Kouw Tay-soe untuk menjaga menara ini, katanya sambil tertawa, Tapi aku belum berani membuka mulut sebab menganggap bahwa dengan meminta begitu aku minta terlalu banyak. Aku sungguh merasa girang bahwa tanpa diminta kalian berdua sudi mengeluarkan tenaga begitu besar. Kouw Tay-soe, dengan adanya Lok Sianseng, kurasa kawanan siluman tidak akan berani mengacau. Biarlah kau sendiri ikut aku. Seraya berkata begitu ia memegang tangan Hoan Yauw.

Hoan Yauw tidak bisa meloloskan diri lagi. Jalan satu-satunya adalah menyerahkan bungkusan kepada Lok Thung Kek yang lalu menyambuti. Baiklah aku menunggu kau di menara, kata si kakek.

Soehoe, mari teecoe yang membawanya, kata Yoe liong coe.

Tak usah, kata sang guru sambil tertawa. Aku ingin mengambil hati Kouw Tay-soe. Tugas ini harus dipanggul olehku sendiri.

Di dalam hati Hoan Yauw mengutuk si kakek. Tiba-tiba ia menepuk bungkusan itu. Baik juga Han-kie sudah tertotok jalan darahnya sehingga tepukan itu tidak mengakibatkan teriakan. Tapi Lok Thung Kek sudah ketakutan setengah mati. Ia tidak berani bercanda lagi dan sesudah membungkuk kepada majikannya ia segera melangkah masuk ke dalam menara. Diam-diam ia sudah memperhitungkan tindakannya. Begitu ia tiba di atas menara, ia akan mengeluarkan Han-kie dari bungkusannya dan membungkus sebuah kasur dengan sprei itu. Andaikata Kouw Tauw-too mengadu kepada Tio Beng biarpun mesti mati ia tak akan mengaku.

Dengan rasa bingung dan heran, Hoan Yauw mengikuti Tio Beng keluar dari Ban hoat sie. Ke mana nona itu mau pergi? Sambil memakai tudung yang semula tergantung di punggungnya Tio Beng berbisik,Kouw Tay-soe, mari kita menemui si bocah Boe Kie.

Hoan Yauw terkejut dan melirik si nona. Ia mendapati kenyataan bahwa muka nona Tio Beng bersemu dadu, sikapnya seperti orang malu bercampur girang. Hati Hoan Yauw jadi lega. Ia lantas saja ingat pertemuan malam itu di Ban hoat sie antara kedua orang muda itu. Cara-cara mereka bukan seperti musuh besar. Tiba-tiba ia sadar, Aha! serunya di dalam hati, Mungkin sekali Koen-coe mencintai Kauwcoe. Sejenak kemudian ia berpikir, Tapi tapi mengapa dia mengajak aku dan bukan Hian-beng Jie lo yang menjadi orang kepercayaannyaAku tahu, aku gagu dan tidak bisa membocorkan rahasia. Ya! Itulah sebabnya. Berpikir begitu, ia manggut-manggutkan kepalanya dan tersenyum.

Mengapa kau tertawa? tanya si nona.

Kouw Tauw-too menggerak-gerakkan kedua tangannya dalam isyarat bahwa biarpun harus masuk ke dalam sarang harimau ia akan turut serta dan melindungi keselamatan si nona.

Tio Beng tidak buka suara lagi dan lalu berjalan mengikuti si gagu. Tak lama kemudian tiba di depan penginapan Boe Kie.

Koen-coe benar-benar hebat, pikir Hoan Yauw, Ia sudah tahu tempat penginapan Kauwcoe.

Mereka segera masuk ke dalam. Kami ingin bertemu dengan seorang tamu she Can, kata Tio Beng kepada pengurus hotel. Si nona tahu bahwa dalam rumah penginapan itu Boe Kie menggunakan nama Can Ah Goe.

Seorang pelayan segera masuk ke dalam untuk memberitahukan Boe Kie. Pemuda itu sedang bersemedi sambil menunggu tanda api di kelenteng Ban hoat sie. Mendengar kedatangan seorang tamu, ia merasa heran dan segera pergi ke ruangan tengah. Melihat Tio Beng dan Hoan Yauw ia kaget, Celaka! ia mengeluh. Mungkin rahasia Hoan Yoe Soe bocor dan Tio Kauwnio datang untuk berhitungan denganku. Ia menyoja dan berkata, Maaf! Karena tak tahu Kauwnio datang berkunjung aku sudah tidak keburu menyambut.

Tio Beng balas memberi hormat.  Tempat ini bukan tempat bicara, katanya dengan suara perlahan. Mari kita pergi ke sebuah rumah makan kecil untuk minum tiga cawan arak.

Tio Beng berjalan lebih dulu. Di seberang rumah penginapan lewat lima rumah terdapat sebuah rumah makan kecil dengan hanya beberapa meja kayu. Karena sudah malam, di rumah makan itu tidak terdapat tamu lain. Tio Beng segera memilih sebuah meja di ruang tengah dan duduk berhadapan dengan Boe Kie. Hoan Yauw tertawa dalam hati. Ia menggerak-gerakkan kedua tangannya memberi isyarat bahwa ia ingin minum arak di ruangan depan dan Tio Beng segera manggutkan kepalanya.

Sesudah Kouw Tauw-too keluar, si nona lalu memanggil pelayan dan memesan tiga kati daging kambing serta dua kati arak putih.

Boe Kie merasa sangat heran. Nona itu bagaikan pohon bercabang emas dan berdaun giok. Mengapa dia mengajaknya makan minum di dalam rumah makan yang kecil dan kotor? Apa maksudnya?

Sementara itu si nona sudah mengisi dua cawan arak. Sesudah meneguk salah sebuah cawan, ia berkata sambil tertawa, Nah! Arak ini tidak beracun. Kau boleh minum dengna hati lega! Seraya berkata begitu, ia menaruh cawan yang isinya sudah dicicipinya di hadapan Boe Kie.

Ada urusan apa nona mengajak aku kemari, tanya Boe Kie.

Minum dulu tiga cawan baru kita bisa bicara, jawabnya. Untuk kehormatanmu, aku minum lebih dahulu. Ia mengangkat dan mengeringkan isi cawannya. Boe Kie pun segera mengangkat cawannya. Tiba-tiba hidungnya mengendus bau yang sangat harum. Di bawah sinar lampu di pinggir cawan, samar-samar ia melihat tapak bibir yang berwarna merah. Dari bau harum itu, duri Yanciekah? Dari badan si nonakah? Hatinya berdebar-debar tapi ia segera meneguk cawannya.

Kita minum dua cawan lagi, kata Tio Beng. Kutahu kau selalu curiga. Maka itu isi setiap cawan akan lebih dahulu dicicipi olehku.

Boe Kie membungkam. Di dalam hati, ia memang merasa jeri terhadap nona Tio yang mempunyai banyak akal bulus, ia merasa senang bahwa setiap cawan yang disuguhkan kepadanya diminum lebih dahulu oleh si nona sehingga dengan demikian ia tak usah menempuh bahaya. Tapi minum arak yang sudah diteguk oleh seorang wanita mengakibatkan perasaan yang sukar dilukiskan dalam hatinya. Ketika ia mengangkat muka, si nona ternyata sedang mengawasi dengna bibir tersungging senyum dan pipi berwarna dadu. Buru-buru Boe Kie melengos.

Thio Kauwcoe, Kata Tio Beng dengan suara perlahan, Apa kau tahu siapa sebenarnya aku?

Boe Kie menggelengkan kepala.

Hari ini aku akan berterus terang, katanya pula. Ayahku ialah Jie lam ong yang berkuasa atas seluruh angkatan perang kerajaan. Aku wanita Mongol, namaku Mingming Temur. Tio Beng adalah nama Han yang dipilih olehku. Hong-siang telah menganugerahkan aku gelar Siauwbeng Koen-coe.

Kalau bukan sudah diberitahukan oleh Hoan Yauw, Boe Kie tentu akan merasa kaget. Bahwa si nona sudah bicara terus terang adalah sangat luar biasa. Sebagai manusia yang tidak bisa berpura-pura pemuda itu tidak menunjukkan rasa kaget.

Tio Beng heran, Mengapa kau tenang saja? tanyanya. Apa kau sudah tahu?

Bukan, sahutnya. Tapi sejak awal aku sudah menduga. Kau seorang wanita muda belia tapi kau bisa menguasai tokoh-tokoh ternama dalam Rimba Persilatan. Sejak awal aku sudah menduga bahwa kau bukan sembarang orang.

Nona Tio mengusap-usap cawan arak. Untuk beberapa saat, ia tidak mengeluarkan sepatah kata. Akhirnya ia berkata dengan suara perlahan, Thio Kongcoe, aku ingin mengajukan sebuah pertanyaan dan kuharap kau suka menjawab dengan setulus hati. Bagaimana sikapmu apabila aku membunuh Cioe Kauwnio?

Cioe Kauwnio tidak berdosa terhadapmu, jawabnya dengan suara heran.  Mengapa kau mau bunuh dia?

Ada orang-orang yang tidak disukai aku dan aku segera membunuh mereka, kata si nona.  Apa kau kira aku hanya membunuh orang yang berdosa terhadapku? Ada manusia yang berdosa terhadapku tapi aku tidak membunuh mereka. Seperti kau sendiri, apakah dosamu terhadapku belum cukup besar?  Sambil berkata begitu, sinar matanya menunjukkan sinar bercanda.

Boe Kie menghela nafas, Tio Kauwnio,  katanya.  Aku berdosa terhadapmu karena terpaksa. Aku bagaimanapun selalu tak dapat melupakan budimu yang sudah menolong Sam soe-peh dan Liok soe-siok ku.

Tio Beng tertawa dan berkata, Kau seorang yang berotak miring. Jie Thay Giam dan In Lie heng terluka karena perbuatan orang-orangku. Tapi kau bukan saja tidak menyalahkan aku bahkan kau menghaturkan terima kasih.

Sam soe-peh terluka kira-kira dua puluh tahun yang lalu dan pada waktu itu kau belum lahir, kata Boe Kie.

Tapi biar bagaimanapun juga, orang-orang itu adalah kaki tangan ayahku dan kalau mereka kaki tangan ayahku merekapun menjadi kaki tanganku, kata si nona. Ah! Kau coba menyimpang dari pokok pembicaraan. Aku Tanya, jika aku membunuh untuk membalas sakit hati?

Boe Kie berpikir sejenak,  Aku tak tahu,  jawabnya.

Mengapa tak tahu? desak si nona. Kau tidak mau bicara terus terang bukan?

Ayah dan ibuku mati karena didesak orang, kata Boe Kie dengan suara berduka. Hari itu di gunung Boe tong san, di hadapan jenazah kedua orang tuaku, aku telah bersumpah bahwa di kemudian hari sesudah aku besar, aku akan membalas sakit hati. Aku mengingat muka orang-orang Siauw liem, Go bie, Koen loen dan Khong tong-pay yang waktu itu berada di Boe tong. Saya masih kecil dan hatiku penuh dengan kebencian. Tapi sesudah aku besar, sesudah aku memperoleh lebih banyak pengetahuan, sakit hatiku kian lama kian berkurang.

Pada hakekatnya aku tak tahu siapa yang sebenarnya sudah mencelakai kedua orang tuaku. Saya tidak boleh menuduh Khong tie Siansoe, Thie kim Sianseng dan tokoh-tokoh lain. Aku tidak boleh menuduh kakek atau pamanku (In Ya Ong), aku bahkan tidak pantas menuduh orang-orangmu seperti A-toa, A-jie, Hian-beng Jie lo dan yang lainnya. Selama beberapa hari aku merenungkan hal itu dalam pikiranku. Apabila manusia tidak saling bunuh, apabila semua manusia hidup damai dan bersahabat, bukankah kehidupan akan menjadi lebih berarti daripada sekarang ini? Pikiran itu sudah lama berada dalam otaknya tapi sebegitu jauh belum pernah ia utarakan kepada orang lain. Malam itu entah bagaimana ia membuka isi hatinya kepada Tio Beng dalam rumah makan kecil itu. Sesudah bicara, ia sendiri malah merasa heran mengapa ia sudah bicara begitu.

Tio Beng tahu bahwa Boe Kie bicara sungguh-sungguh. Hatimu sangat mulia, katanya sesudah berdiam beberapa saat. Manusia seperti aku tidak bisa berbuat seperti kau. Kalau ada orang membinasakan ayah dan kakakku, aku bukan saja akan menumpas keluarganya tapi bahkan membasmi sahabat-sahabat dan kenalan-kenalannya.

Aku pasti akan merintangi.

Mengapa begitu?

Karena lebih banyak kau membunuh manusia, lebih besar dosamu dan lebih berbahaya keadaanmu. Tio Kauwnio, bilanglah terus terang, apa kau pernah membunuh orang?

Sampai kini, belum. Tapi sesudah aku lebih tua, aku akan membunuh banyak sekali manusia. Leluhurku Kaisar Genghiz Khan, Kubilai-khan dan yang lain. Sungguh sayang aku seorang wanita. Kalau lelaki huh huh! Aku pasti akan melakukan sesuatu yang maha besar.  Ia menuang arak ke cawannya dan meneguk isinya. Setelah itu, ia tertawa dan berkata pula, Thio Kongcoe, kau belum menjawab pertanyaanku.

Bila kau membunuh Cioe Kauwnio atau salah seorang sahabatku maka aku takkan menganggapmu sebagai sahabat lagi,  jawabnya. Aku tak mau bertemu muka lagi selama-lamanya dan jika bertemu juga aku takkan mau bicara lagi denganmu.

Dengan demikian, kau kini menganggapku sebagai sahabatmu, bukan? tanya si nona dengan suara dingin.

Andaikata aku membenci kau, aku tentu sungkan minum bersama kau di tempat ini,  sahutnya. Hai!...Aku merasa sukar untuk membenci orang. Di dunia ini, manusia yang paling dibenci olehku adalah Hoen-goan Pel lek-cioe Seng Koen. Tapi setelah dia mati aku berbalik merasa kasihan di dalam hati, seolah-olah aku mengharap supaya dia tak mati.

Bagaimana perasaanmu, andaikata besok aku mati? tanya Tio Beng. Di dalam hatimu kau tentu berkata, Terima kasih kepada Langit dan Bumi, musuh yang kejam sudah mampus dan aku boleh tidak usah terlalu pusing. Kau tentu berpikir begitu bukan?

Tidak! Tidak! Aku sama sekali tak mengharapkan kematianmu. Tidak! Wie Hok Ong hanya menakut-nakuti kau, mengancam untuk menggores mukamu. Bicara terus terang, aku merasa sangat kuatir. Tio Kauwnio, kuharap kau tidak menyulitkannya lebih lama. Lepaskanlah tokoh-tokoh keenam partai itu. Marilah kita hidup damai. Bukankah kehidupan begitu lebih bahagia daripada bermusuhan yang berlarut-larut?

Bagus! Akupun mengharapkan itu. Kau seorang Kauwcoe dari Beng-kauw. Perkataanmu berharga bagaikan emas. Pergilah kau memberitahukan supaya mereka semua mengabdi kepada kerajaan. Ayahku akan melaporkan kepada Hong-siang agar mereka diberi anugerah.

Boe Kie menggelengkan kepala dan berkata dengan suara perlahan,  Kami bangsa Han mempunyai suatu tekad. Tekad itu ialah mengusir kekuasaan Mongol dari bumi bangsa kami.

Tiba-tiba si nona bangkit.  Apa?  tegasnya.  Kau berani mengeluarkan kata-kata itu? Apakah itu bukan berarti pemberontakan?

Aku memang sudah memberontak,  jawabnya,  Apa kau belum tahu?

Lama sekali si nona mengawasi wajah Boe Kie. Perlahan-lahan sinar kegusaran menghilang dari paras wajahnya dan berganti dari sinar kedukaan dan putus harapan. Perlahan-lahan ia duduk dan berkata dengan suara parau,  Aku sudah tahu. Aku hanya ingin dengar kepastiannya dari mulutmu sendiri.

Boe Kie berhati lemah. Melihat kedukaan si nona ia terus merasa berduka. Kalau dapat, ia bersedia untuk menuruti segala kemauan nona Tio. Hanya urusan itu adalah urusan nusa dan bangsa maka ia harus tetap kokoh pada pendiriannya, ia tak tahu bagaimana caranya menghibur Tio Beng dan ia membungkam sambil menundukkan kepala.

Selang beberapa lama ia berkata,  Tio Beng Kauwnio, sekarang sudah larut malam. Biarlah aku mengantar kau pulang.

Apakah kau tak sudi menemani aku duduk-duduk di sini lebih lama lagi?

Bukan! Kalau kau masih ingin minum dan berbicara aku bersedia untuk menemani terus.

Tio Beng tersenyum, Kadang-kadang aku melamun, katanya. Andaikata aku bukan seorang Mongol, bukan seorang putri pangeran tapi hanya seorang wanita Han biasa seperti Cioe Kauwnio, mana yang lebih cantik.

Boe Kie terkejut, ia tak duga si nona bakal mengajukan pertanyaan begitu. Tapi hal ini tidak mengherankan. Tio Beng adalah seorang Mongol yang beradat polos. Tanpa merasa pemuda itu mengawasi wajah si nona yang sangat ayu dan tanpa merasa pula ia berkata, Tentu saja kau lebih cantik.

Mata Tio Beng bersinar girang, ia menyodorkan tangan kanannya dan mencekal tangan Boe Kie. Thio Kongcoe apakah kau merasa senang jika kau sering-sering bertemu denganku? tanyanya dengan suara lemah lembut. Apakah kau sudi datang pula jika aku mengundang kau minum arak lagi di rumah ini?

Jantung Boe Kie memukul keras. Sesudah menentramkan hatinya ia menjawab, Aku tidak bisa berdiam lama-lama di sini, beberapa hari lagi aku harus pergi ke Selatan.

Perlu apa kau pergi ke Selatan?

Kurasa kau bisa menebak sendiri. Kalau aku memberitahukan maksudku kau tentu akan gusar.

Tio Beng mengawasi keluara jendela memandang sang rembulan dengan sinarnya yang putih bagaikan perak. Tiba-tiba ia berkata, Thio Kongcoe kau telah berjanji untuk melakukan tiga permintaanku. Apa kau masih ingat?

Tentu saja masih ingat. Nona boleh memberitahukan dan dalam batas kemampuanku, aku akan melakukan perintahmu.

Si nona menatap wajah Boe Kie dan berkata, Sekarang aku baru mempunyai sebuah permintaan, aku minta kau mengambil golok To-liong to.

Boe Kie tahu bahwa permintaan yang diajukan Tio Beng pasti bukan permintaan yang mudah dilakukan. Tapi ia sama sekali tak menduga bahwa permintaan pertama sudah begitu sukar.

Melihat paras Boe Kie yang menunjukkan rasa susah hati. Tio Beng bertanya, Bagaimana? Apa kau tak sudi melakukan permintaanku? Apakah dilakukannya permintaan itu melanggar sifat kesatriaan dalam Rimba Persilatan?

Sebagaimana kau tahu, To-liong to adalah milik ayah angkatku, Kim mo Say Ong Cia Tay-hiap. Tak dapat aku mengkhianati Giehoe dan menyerahkan golok itu kepadamu.

Aku bukan menyuruh kau mencuri, merampas atau menipu. Akupun bukan ingin memiliki golok itu. Aku hanya minta kau meminjamnya dari ayahmu dan memberikannya kepadaku supaya aku bisa bermain-main dengan golok itu untuk satu jam lamanya. Sesudah satu jam, aku akan memulangkannya kepada Cia Tay-hiap. Kalian berdua adalah ayah dan anak. Apa bisa jadi Cia Tay-hiap akan tak sudi untuk meminjamkannya dalam jangka waktu hanya satu jam. Aku bukan ingin merampas harta benda atau membunuh manusia. Apakah hal itu melanggar kesatriaan dalam Rimba Persilatan?

Biarpun namanya tersohor, To-liong to sebenarnya tidak terlalu luar biasa hanya lebih berat dan lebih tajam dari golok biasa.

Dalam Rimba Persilatan terdapat kata-kata sebagai berikut. Boe lim cie coen po to to liong, hauw leng thian hee boh kam poet ciong, ie thian poet coet swee ie ceng hong (Yang termulia dalam Rimba Persilatan, golok mustika membunuh naga, perintahnya di kolong langit tiada manusia yang berani tidak menurut, ie thian tidka keluar siapa yang bisa melawan ketajamannya). Ie thian kiam berada dalam tanganku terlihat seperti To-liong to. Kalau kau tidak percaya padaku untuk melihat golok mustika itu, kau boleh berdiri di sampingku. Dengan memiliki kepandaian yang begitu tinggi kau tak usah takut bahwa aku main gila terhadapmu.

Mendengar keterangan itu, Boe Kie berpikir. Sesudah rombongan keenam partai tertolong memang ia juga ingin segera berangkat untuk mengajak ayah angkatnya pulang ke Tiongkok supaya orang tua itu bisa menduduki kursi Kauwcoe. Kalau nona Tio hanya ingin melihat-lihat golok itu dalam waktu satu jam biarpun dia mau main gila, dengan penjagaan yang hati-hati mungkin tak kan terjadi sesuatu yang tak diinginkan, ia ingat bahwa menurut ayah angkatnya di dalam golok tersebut bersembunyi rahasia pelajaran ilmu silat yang sangat tinggi. Ayahnya telah mendapatkan To-liong to sebelum kedua matanya buta. Tapi sebegitu lama orang tua itu, yang berotak sangat cerdas masih belum bisa memecahkan rahasia tersebut. Maka itu, dalam waktu satu jam nona Tio rasanya takkan bisa berbuat banyak. Selain itu, ayah angkatnya dan ia sudah berpisah kurang lebih sepuluh tahun. Mungkin sekali dalam sepuluh tahun ayah angkat itu sudah berhasil menembus tabir rahasia dari To-liong to.

Melihat Boe Kie belum juga menjawab, Tio Beng tertawa. Kau tidak sudi meluluskan? tegasnya. Terserah padamu, aku ingin mengajukan permintaan lain, permintaan yang lebih sukar.

Boe Kie tahu bahwa Tio Beng pintar dan banyak akalnya. Apabila nona itu mengajukan permintaan lain yang lebih sulit, ia lebih takkan bisa memenuhi janji. Maka itu, buru-buru ia menjawab, Baiklah! Aku bersedia untuk meminjamkan To-liong to kepadamu. Tapi kita berjanji pahit dulu, aku hanya meminjamkan dalam jangka waktu satu jam. Manakala kau berani main gila, berani coba-coba merampasnya, aku tentu takkan tinggal diam.

Akur! Aku tak bisa bersilat dengan golok. Perlu apa aku inginkan golok yang berat itu? Andaikata kau menghadiahkannya kepadaku dengan segala kehormatan, belum tentu aku sudi menerimanya. Kapan kau mau berangkat untuk mengambilnya?

Dalam beberapa hari ini.

Bagus. Akupun akan segera berkemas. Jika kau sudah menetapkan tanggalnya, harap kau segera memberitahukan padaku.

Boe Kie terkejut, Kau mau ikut? tanyanya.

Tentu saja, kudengar ayah angkatmu berdiam di sebuah pulau terpencil. Jika orang tua itu tidak mau pulang, apakah kau mesti berlayar berlaksa li untuk mengambil golok itu dan menyerahkannya kepadaku dalam jangka waktu satu jam dan kemudian kau harus melakukan perjalanan berlaksa li lagi untuk memulangkannya dan sesudah itu pulang ke Tiong goan? Itu terlalu gila!

Boe Kie manggut-manggutkan kepalanya. Pelayaran menyeberangi samudera penuh dan masih merupakan sebuah pertanyaan, apa ia bisa mencapai pulau Peng hwee to atau tidak. Sekali jalan saja masih belum tentu, apalagi sampai tiga kali. Perkataan Tio Beng mungkin sekali benar. Sesudah berdiam di pulau itu selama puluhan tahun, juga belum tentu ayah angkat mau pulang ke Tiong goan. Sesudah berpikir beberapa saat ia berkata, Angin dan ombak samudera tidak mengenal kasihan. Perlu apa nona pergi menempuh bahaya itu?

Kalau kau boleh menempuh bahaya, mengapa aku tidak boleh? si nona balas bertanya.

Apakah ayahmu sudi meluluskan?

Ayah menyuruh aku memimpin jago-jago Kang ouw dan selama beberapa tahun aku pergi ke berbagai tempat tanpa pengawalan ayah.

Mendengar keterangan Tio Beng  ayah menyuruh aku memimpin jago-jago Kang ouw tiba-tiba Boe Kie ingat sesuatu.

Dalam usaha menyambut Gie hoe entah kapan aku bisa kembali, pikirnya. Jika dia menggunakan tipu memancing harimau dari gunung dan dengan menggunakan kesempatan itu dia menyerang Beng-kauw secara besar-besaran keadaan bisa berbahaya. Tapi kalau dia ikut aku, kaki tangannya pasti tidak akan berani bergerak sembarangan. Berpikir begitu lantas saja mengangguk dan berkata, Baiklah, begitu aku sudah menetapkan tanggal keberangkatan, aku akan segera memberitahu kau.

Belum habis ia bicara, dari jendela mendadak terlihat sinar api yang kemerah-merahan diikuti dengan teriak-teriakan di tempat jauh.

Tio Beng melongok keluar. Celaka! ia mengeluh. Menara Ban hoat sie kebakaran! Kouw Tay-soe! Kouw tay-soe!  ia berteriak berulang-ulang tapi Kouw Tauw-too tak muncul. Ia pergi ke ruang depan ternyata pendeta itu sudah tidak kelihatan lagi baying-bayangnya. Menurut keterangan pengurus rumah makan, Kouw Tauw-too sudah pergi lama sudah kira-kira dua jam. Bukan main rasa herannya si nona tapi ia masih belum menduga bahwa si pendeta telah mengkhianatinya.

Sementara itu, melihat sinar api yang berkobar-kobar di atas menara. Boe kIe jadi kuatir akan keselamatan paman-pamannya dan tokoh lain yang baru saja kembali Lweekang mereka. Tio Kauwnio, aku tak bisa menemani lebih lama lagi, katanya. Seraya berkata begitu, ia melompat ke luar jendela.

Tunggu! Aku ikut! seru si nona. Tapi ketika ia keluar dari jendela, Boe Kie sudah hilang dari pandangan.

Sekarang marilah kita lihat Lok Thung Kek yang sesudah Koen-coe dan Kouw Tauw-too berlalu, dengan hati lega ia merangkul Han-kie ke kamar Yoe liong coe, yang terletak di tengah-tengah lantai ketujuh. Kau tunggu di luar, tak seorangpun boleh masuk ke sini, kata si kakek kepada muridnya. Begitu Yoe liong coe keluar, ia segera membuka bungkusan dan mengeluarkan Han-kie yang paras mukanya pucat dan sinar matanya menunjukkan duka besar. Sesudah berada di sini, kau tak usah takut, bujuk si kakek. Aku tentu akan memperlakukan kau baik-baik. Ia belum berani membuka jalan darah si cantik sebab kuatir dia berteriak. Sesudah menaruh Han-kie di ranjang Yoe liong coe, ia menurunkan kelambu dan kemudian mengambil satu kasur yang lalu dibungkus dengan sprei yang tadi membungkus tubuh si cantik. Ia menaruh bungkusan itu di samping ranjang.

Lok Thung Kek adalah orang yang sangat berhati-hati. Buru-buru ia keluar dari kamar itu dan memesan Yoe liong coe bahwa tak seorangpun boleh masuk ke dalam kamar. Ia tahu muridnya sangat taat kepadanya dan pesan itu pasti takkan dilanggar.

Sesudah beres menyembunyikan Han-kie, ia lalu memikirkan tindakan selanjutnya. Bila aku mau Kouw Tauw-too menutup mulut, aku harus membalas budi kepadanya,  pikirnya. Jalan satu-satunya adalah melepaskan si nenek kecintaannya dan anak perempuannya. Untung juga Kauwcoe Mo-kauw telah mengacau di sini dan pengacau itu ada sangkut pautnya dengan Cioe Kauwnio. Sesudah menolong, aku bisa mengatakan bahwa kedua orang itu ditolong oleh si Kauwcoe Mo-kauw. Koen-coe pasti takkan curiga dan tak akan menyalahkanku sebab Kauwcoe memang mempunyai kepandaian yang sangat tinggi. Sesudah mengambil keputusan, ia segera pergi ke kamar tahanan Biat Coat Soethay.

Semua murid wanita Goe bie-pay ditahan di lantai empat sedang Biat Coat sendiri mengingat kedudukannya sebagai seorang ciang boen jin, ditahan sendirian di dalam sebuah kamar.

Lok Thung Kek memerintahkan penjaga membuka pintu dan ia lantas masuk ke dalam. Pendeta wanita itu ternyata sedang bersemedi seraya memejamkan matanya. Biat Coat Soethay, apa kau baik?  tegur si kakek.

Perlahan-lahan Biat Coat membuka kedua matanya. Baik apa?katanya dengan suara dongkol.

Kau sangat keras kepala, kata Lok Thung Kek. Coe jin mengatakan bahwa tak guna kau diberi hidup lebih lama lagi dan ia sudah memerintahkan aku untuk mengirim kau ke dunia baka.

Baiklah, kata si nenek dengan suara tawar. Tapi tak perlu tuan turun tangan sendiri. Aku hanya ingin meminjam sebatang pedang pendek. Di samping itu, sebagai keinginanku terakhir kuminta tuan sudi memanggil muridku Cioe Cie Jiak. Aku ingin bicara dengannya.

Lok Thung Kek mengiyakan. Ia keluar dan memerintahkan seorang penjaga untuk membawa nona Cioe. Cinta ibu dan anak memang tak sama dengan cinta lain,  pikirnya.

Beberapa saat kemudian, Cie Jiak sudah datang. Lok Sianseng, kata Biat Coat. Kumohon kau keluar dulu. Pembicaraan kami tidak memakan waktu yang lama.

Sesudah si kakek berlalu, Cie Jiak merapatkan pintu lalu menubruk gurunya. Ia menangis sesegukan. Biarpun Biat Coat berhati besi tapi pada saat itu, pada detik-detik perpisahan untuk selama-lamanya hatinya seperti disayat sembilu. Ia mengusap-usap rambut muridnya.

Nona Cioe tahu bahwa gurunya takkan bicara panjang-panjang. Maka itu, lebih dulu ia menceritakan bagaimana caranya ia sudah ditolong Boe Kie dan kedua kawannya.

Alis si nenek berkerut. Selang beberapa saat ia berkata, Mengapa ia hanya menolong kau, tidak menolong yang lain?

Muka si nona berubah merah, Entahlah, jawabnya.

Hmm! Bocah itu terlalu jahat, kata sang guru dengan suara gusar. Dia kepala siluman dari kawanan siluman Mo-kauw. Tak mungkin dia mempunyai hati yang baik. Dia memasang jaring untuk menjaring kau.

Diabdia memasang jaring apa? tanya si nona dengan suara heran.

Kita adalah musuh kawanan Mo-kauw,  terang sang guru. Dengan Ie thian kiam aku telah membunuh banyak sekali siluman. Mereka sangat membenci Go bie-pay. Mana bisa jadi mereka benar-benar mau menolong? Siluman she Thio itu jatuh hati kepadamu, diam-diam dia menyuruh orang menangkap kita dan kemudian untuk mengambil hati, dia sendiri yang menolong kau.

Tapi Soehoe, kata si nona dengan suara lemah lembut. Kulihat ia tidak berpura-pura.

Si nenek lantas naik darah. Apa kau kata? bentaknya, Rupanya kau telah mengikuti contoh si binatang Kie Siauw Hoe dan sudah jatuh cinta kepada siluman itu. Kalau aku masih bertenaga, dengan sekali hantam aku sudah mengambil jiwamu.

Cie Jiak ketakutan, dengan tubuh gemetar ia berkata, Murid tak berani.

Apa sungguh-sungguh tidak berani atau kau hanya mencoba memperdaya gurumu?

Murid sungguh-sungguh tak berani melanggar ajaran Soehoe.

Kalau begitu, kau berlututlah dan bersumpah.

Nona Cioe segera menekuk kedua lututnya tapi ia tak tahu sumpah apa yang harus diucapkan olehnya.

Kata Biat Coat, Kau harus bersumpah begini. Aku, Cie Jiak bersumpah kepada Langit bahwa kalau di kemudian hari aku jatuh cinta kepada Kauwcoe Mo-kauw Thio Boe Kie dan menjadi suami istri dengan dia, maka roh kedua orang tuaku yang sekarang berada di alam baka akan merasa tidak aman. Sedang guruku Biat Coat Soethay akan menjadi setan yang jahat dan akan mengganggu aku seumur hidup. Apabila dari perkawinan itu terlahir anak maka semua anak lelaki akan menjadi budak, anak perempuan akan menjadi pelacur.

Tak kepalang kagetnya nona Cioe. Ia orang yang berwatak lemah lembut dan di dalam lubuk hatinya terdapat kasih sayang terhadap sesama umat manusia.

Tapi sekarang ia harus mengucapkan sumpah yang begitu hebat. Sumpah yang menyebut roh kedua orang tuanya, sumpah yang menyeret juga anak-anaknya yang belum lahir. Tapi melihat sinar mata gurunya yang berkilat-kilat, ia tidak berani membantah. Dengan kepala puyeng dan dengan suara parau, ia mengucapkan kata-kata yang diucapkan Biat Coat.

Sesudah muridnya itu bersumpah begitu berat, paras si nenek berubah lunak, “kau bangunlah,? katanya.

Dengan air mata bercucuran, Cie Jiak lantas bangun berdiri.

Sesaat kemudian, Biat Coat berkata pula dengan suara halus bercampur rasa terharu yang sangat besar. “Cie Jiak, aku bukan sengaja menekan kau. Setiap tindakanku adalah untuk kebaikanmu sendiri. Kau masih berusia muda dan mulai dari sekarang, gurumu tidak bisa memilik kau lagi. Apabila kau mengikuti contoh Kie Soecimu, maka di alam baka, gurumu tak akan merasa senang. Disamping itu, ada sesuatu yang sangat penting. Apapula gurumu sekarang ingin menyerahkan tanggung jawab yang sangat berat di atas pundakmu, sehingga kau sedikitpun tak bisa berlaku sembarangan.? Seraya berkata begitu, ia mencabut sebuah cincin besi dari telunjuk kirinya dan berdiri tegak, “Murid wanita Go Bie Pay, Cioe Cie Jiak, kau berlututlah untuk menerima amanat!? katanya dengan suara angker.

Cie Jiak terkejut dan segera menekuk lututnya.

Sambil mengangkat cincin besi itu tinggi-tinggi, Biat Coat Soethay berkata pula.

“Ciang Boen Jin Go Bie Pay turunan ketiga pendeta wanita Biat Coat, dengan ini menyerahkan kedudukan Ciang Boen Jin kepada murid wanita turunan keempat, Cioe Cie Jiak.?

Tak kepalang kagetnya nona Cioe. Sedang kepalanya masih pusing sebagai akibat pengucapan sumpah yang berat itu, ia mendapat lain kekagetan hebat. Ia hanya mengawasi sang guru dengan mulut ternganga dan mata membelalak.

“Cioe Cie Jiak, keluarkan tangan kirimu untuk menerima cincin besi sebagai tanda Ciang Boen Jin dari partai kita,? kata pula si nenek.

Bagaikan seorang linglung, si nona menyodorkan tangan kirinya dan sang guru segera memasukkan cincin itu ke telunjuknya.

Sekarang baru Cie Jiak bisa membuka suara, “soehoe? katanya dengan suara bergemetar, teecoe masih sangat muda dan belum lama belajar ilmu, cara bagaimana teecoe bisa memikul beban yang begitu berat? Soehoe jangan berkata begitu, dengan sesungguhnya teecoe tak dapat… “ ia tak dapat meneruskan perkataannya dan sambil menangis ia memeluk kedua betis gurunya.

Mendengar suara tangisan, Lok Thung Kek yang sudah sangat tidak sabaran, lantas saja mengetuk pintu, “Hei! Apa belum beres?? teriaknya.

“Jangan rewel!? bentak Biat Coat. Ia mengawasi si murid dan berkata dengan suara menyeramkan, “Cie Jiak, apakah kau membantah perintah gurumu?? tanpa menunggu jawaban, ia segera menyebutkan peraturan dan larangan bagi seorang Ciang Boen Jin Go Bie Pay dan menyuruh murid itu menghafal larangan tersebut.

Nona Cioe jadi makin bingung. Dengan air mata bercucuran, ia berkata, “soehoe, teecoe…. Sungguh-sungguh…. Tak…. Sanggup… “

“Cie Jiak!? bentak si nenek dengan gusar. “Apa benar-benar kau mau membantah perintahku? Seorang murid yang melawan kemauan guru adalah murid yang menghina guru,? tapi meskipun suaranya keras hatinya sedih seperti tersayat pisau. Ia merasa kasihan terhadap muridnya itu. Ia bakal segera meninggalkan dunia ini dan secara mendadak ia menaruh beban seberat itu di atas bahu seorang wanita muda yang lemah. Memang mungkin sekali Cie Jiak tidak menunaikan tugasnya secara memuaskan. Akan tetapi ia tahu, bahwa diantara murid-murid Go Bie Pay, nona Cioe-lah yang paling cerdas otaknya. Demi kepentingan dan kemakmuran Go Bie Pay, hanyalah dia seorang yang pantas menjadi Ciang Boen Jin. Ia dapat membayangkan, bahwa sesudah ia pulang ke alam baka, murid kecil itu akan menghadapi macam-macam kesukaran dan penderitaan. Mengingat begitu, bukan main rasa dukanya. Dengan kedua tangan ia membangunkan Cie Jiak yang lalu dipeluknya. “Cie Jiak,? katanya dengan suara lembut. “kau dengarlah, bahwa aku sudah menyerahkan kedudukan Ciang Boen Jin kepadamu dan bukan salah seorang dari para kakak seperguruanmu adalah bukan karena aku memilih kasih. Sebab musababnya ialah seorang Ciang Boen Jin partai kita harus memiliki ilmu silat yang sangat tinggi yang dapat bersaing dengan lain-lain partai.?

“tapi soehoe,? kata Cie Jiak. “ilmu silat teecoe kalah jauh dari para suci.?

Biat Coat tersenyum, “kepandaian mereka sangat terbatas,? katanya. “Sesudah mencapai batas tertentu, mereka sukar bisa maju lebih jauh. Inilah soal bakat yang tak dapat diubah dengan tenaga manusia. Biarpun sekarang ilmu silatmu masih kalah jauh dari para sucimu, tapi di hari kemudian kepandaian yang bakal dimiliki olehmu tak dapat diukur bagaimana tingginya, Hm… tak dapat diukur bagaimana tingginya.?

Dalam bingungnya. walaupun mendengar, Cie Jiak tak bisa menangkap maksud perkataan sang guru.

Sesaat kemudian Biat Coat mendekati muridnya dan berbisik di kuping si nona. “kau sekarang Ciang Boen Jin partai kita dan adalah kewajibanku untuk memberitahukan suatu rahasia besar kepadamu. Couwsoe pendiri partai kita ialah Kwee Liehiap, puteri kedua Tay Hiap Kwee Ceng. Pada waktu tentara goan merampas kota Siang Yang, dalam peperangan yang sangat hebat, Kwee Tayhiap gugur untuk nusa dan bangsa. Sebelum melepaskan napasnya yang penghabisan, ia memberitahukan rahasia besar ini kepada Couwsoe Kwee Liehiap. Pada jaman itu, nama Kwee Tayhiap menggetarkan seluruh dunia. Ia memiliki dua rupa ilmu yang sangat istimewa, pertama ilmu perang dan kedua ilmu silat. Isteri Kwee Tayhiap adalah Oey Yong, Oey Liehiap seorang wanita yang pintar luar biasa. Siang-siang ia sudah menduga, bahwa kota Siang Yang pasti akan dirampas oleh tentara goan yang sangat kuat. Kedua suami isteri itu telah mengambil keputusan untuk membalas budi negara dengan mengorbankan jiwa. Inilah keputusan yang biasa diambil oleh kesatria-kesatria yang bersetia kepada negara. Tapi bukankah sayang sekali apabila dua rupa ilmu Kwee Tayhiap turut menjadi musnah? Apapun Oey Liehiap sudah menduga, bahwa orang mongol akan menguasai Tiongkok dan hal itu pasti akan menimbulkan rasa penasaran dalam hati segenap bangsa Han. Disatu waktu bangsa Han tentu akan memberontak untuk menggulingkan pemerintah penjajahan. Pemberontakan itu akan merupakan peperangan hebat. Manakala saatnya tiba, maka kedua ilmu Kwee Tayhiap akan berguna besar, Oey Liehiap merundingkan hal ini dengan suaminya. Akhirnya mereka mengambil suatu keputusan. Ia mengundang tukang yang pandai betul dalam pembuatan senjata. Tukang itu melebur Hian Tiat Kiam, milik Yo Ko Tay Hiap, dan dengan menambahkannya dengan emas murni dari daerah barat, ia membuat Ie Thian Kiam.

Cie Jiak terkejut, ia mengenal Ie Thian Kiam dan sudah lama ia mendengar nama To Liong To. Tapi baru sekarang ia mengetahui sejarah kedua senjata mustika itu.

Biat Coat melanjutkan penuturannya. “Dengan menggunakan waktu sebulan, Oey Liehiap dan Kwee Tayhiap menulis ilmu perang dan ilmu silat yang kemudian disembunyikan dalam pedang dan golok itu. Yang disembunyikan di dalam To Liong To adalah ilmu perang. Golok itu dinamakan To Liong. Nama itu mengandung arti bahwa di kemudian hari, orang bisa mendapatkan kitab ilmu perang di dalam golok tersebut harus mengusir Tat Coe dan membunuh kaisar Tat Coe. Yang disembunyikan di dalam Ie Thian Kiam ialah kitab ilmu silat, antaranya yang paling berharga adalah Kioe Im Cin Keng dan Hang Liong Sip Pat Ciang. Kedua suami isteri mengharap, supaya di belakang hari, orang yang mendapatkannya bisa berbuat kebaikan terhadap sesama manusia, bisa menumpas kejahatan dan menolong rakyat.

“Sesudah pembuatan pedang dan golok mustika itu selesai. Oey Liehiap menyerahkan To Liong To kepada Kwee Kong (paduka Kwee) Poh Louw dan Ie Thian Kiam kepada Kwee Couw Soe. Tak usah dikatakan lagi, Kwee Couw Soe telah mendapat pelajaran ilmu silat dari ayah dan ibunya, sedang Kwee Kong Poh Louw mendapat pelajaran ilmu pedang dari kedua orang tuanya. Tapi Kwee Kong Poh Louw gugur bersama-sama ayah dan ibunya. Bakat Kwee Couw Soe tidak sesuai dengan pelajaran ilmu silat dari ayahandanya. Maka itulah sebabnya mengapa ilmu silat partai kita berbeda dari ilmu silat Kwee Tayhiap.?

Dari para kakek seperguruannya, Cie Jiak memang sudah mendengar cara bagaimana berbagai partai persilatan berebut To Liong To, sehingga belakang mereka naik ke Boe Tong dan sebagai akibatnya, kedua orang tua Boe Kie sampai membunuh diri. Sekarang baru ia tahu, bahwa pedang dan golok itu mempunyai sangkut paut yang sangat rapat dengan Go Bie Pay.

Sementara itu, Biat Coat Soethay melanjutkan penuturannya. “selama kurang lebih seratus tahun, di dalam rimba persilatan timbul gelombang hebat. Beberapa kali, pedang dan golok itu menukar majikan. Belakangan orang hanya tahu, bahwa To Liong To adalah “Boe Lim Cie Coen? (yang termulia dalam rimba persilatan) dan yang dapat menandinginya hanyalah Ie Thian Kiam, tapi orang tak tahu mengapa golok itu dipandang sebagai “Boe Lim Cie Coen? Kwee Kong Poh Louw mati muda. Ia tak punya keturunan dan tak punya murid yang bisa mewarisi kepandaiannya dan rahasia besar itu. Maka itulah, hanya Couw Soe seorang yang tahu rahasia itu. Selama hidupnya, Couw Soe telah beruasaha sekuat tenaga untuk mencari To Liong To, tapi semua usahanya tinggal sia-sia.

Pada waktu mau meninggal dan CouwSoe telah memberitahukan rahasia ini kepada Insoe (guruku yang besar badannya) It Ceng SoeThay. Insoe adalah seorang yang sangat mulia dan lemas hatinya. Ia mempunyai seorang murid durhaka. Belakangan bukan saja To Liong To tidak dicari, bahkan Ie Thian Kiam dicuri oleh soecieku itu yang mempersembahkannya kepada kaisar Goan. Insoe sangat berduka dan mati mereras. Sebelum menutup mata, ia juga memerintahkan supaya aku mengambil pulang kedua senjata mustika itu.

“Ah, kalau begitu teecoe mempunyai seorang soepeh yang kurang baik.? Kata Cie Jiak.

Paras muka Biat Coat lantas saja berubah dingin bagaikan es. “Kau masih memanggil Soepeh kepada manusia pengkhianat itu?? katanya dengan suara gusar.

Si nona menundukkan kepalanya dan tidak berani menjawab.

“Akhirnya murid pengkhianat itu tidak terlolos dari tanganku.? Kata pula Biat Coat. “Karena hatinya jahat, ilmu silatnya tak terlalu tinggi. Kau boleh merasa bangga bahwa gurumu tak menyia-nyiakan pesan Soecouw-mu. Pada akhirnya aku berhasil membersihkan rumah tangga kita.? (membersihkan rumah tangga kita berarti menyingkirkan kejahatan dalam kalangan sendiri)

“Membersihkan rumah tangga kita?? menegas si nona.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar