Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 57

Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 57
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------

Bagian 57

Mendadak di sudut timur terdapat suara tertawa yang sangat nyaring. Swee Poet Tek, apa Yo Co Soe sudah tiba? tanya orang itu, yang ternyata bukan lain daripada In Thian Ceng.

Sebelum Swee Poet Tek keburu menjawab, suara ketawa Yo Siauw sudah terdengar di sudut bara. Eng Ong sungguh lihai, sudah tiba lebih dahulu daripada aku. Katanya.

Yo Co Soe jangan berlaku sungkan, kata In Thian Ceng. Kita berdua tiba bersamaan, tak ada yang kalah tak ada yang menang. Mungkin sekali, karena memandang muka Thio Kauw Co, Yo Co Soe sengaja mengalah terhadapku.

Tidak! kata Yo Siauw. Boanpwee sudah menggunakan semua tenaga tapi setindakpun tidak bisa mendului Eng Ong.

Mereka berbicara begitu sebab di tengah jalan selagi gembira mereka setuju untuk menjajal tenaga kaki. In Thian Ceng memiliki Lweekang yang lebih kuat, tapi Yo Siauw bisa lari lebih cepat, sehingga pada akhirnya mereka tiba pada detik yang bersamaan dan lalu melompat turun dari kedua ujung payon kuil.

Thio Sam Hongsudah mengenal lama nama besarnya In Thian Ceng. Mengingat bahwa jago itu juga mertua Thio Coei San, maka ia lantas saja maju tiga tindak dan menyambut sambil merangkap kedua tangannya. Thio Sam Hongmenyambut In Heng dan Yo Heng. Katanya.

Diam-diam ia merasa heran. Terang-terang In Thian Ceng seorang Kauw Coe dari Peh Bi Kauw, tapi mengapa ia menyebut-nyebut karena memandang Thio Kauw Coe?

In Thian Ceng dan Yo Siauw membalas hormat dengan membungkuk. Sudah lama kami dengar nama harum Thio Cin Jin hanya menyesal sebegitu jauh kami belum mendapat kesempatan untuk bertemu muka. Kata Peh Bie Eng Ong.

Kami bersyukur bahwa hari ini kami bisa melihat wajah Thio cin Jin yang mulia. Kalian adalah guru-guru besar pada zaman ini, kata Thio Sam Hong. Kunjungan kalian merupakan kehormatan untuk Boe Tong San.

Tio Beng jadi lebih jengkel dan gusar. Makin lama jumlah tokoh Beng Kauw makin bertambah. Boe Kie sendiri belum muncul, tapi keterangan Swee Poet Tek tak boleh diabaikan. Memang mungkin pemuda itu sudah mengatur siasat untuk menghancurkan segala rencananya. Makin dipikir, ia makin mendongkol. Dengan mudah ia berhasil melukai Thio Sam Hong. Hasil itu hasil luar biasa. Hari ini adalah satu-satunya utnuk membasmi Boe Tong Pay. Di lain hari kalau Thio Sam Hongsudah sembuh, kesempatai itu tak ada lagi.

Diluar semua penghitungan Beng Kauw mengadu biru. Yang datang pentolan-pentolannya. Apa ia akan berhasil?

Makin dipikir ia makin mendongkol. Biji matanya yang hitam bermain beberapa kali. Tibatiba ia tertawa dingin dan berkata dengan suara mengejek. Dunia Kang Ouw selamanya memuji Boe Tong Pay sebagai partai yang lurus bersih. Huh huh! Mendengar tak sama dengan melihat. Tak dinyana Boe Tong Pay bergandeng tangan dengan Mo Kauw dan mempertahankan tenaga Mo Kauw. Huh Huh!... Sekarang baru kutahu, ilmu silat Boe Tong Pay tiada harganya.

Swee Poet Tek tertawa nyaring. Tio Kauw Nio, katanya pemandanganmu tidak lebih panjang dari panjang rambutmu. Kau sungguh masih kanak-kanak. Dengarlah Thio cin Jin sudah dapat nama besar pada sebelum kakekmu dilahirkan! Anak kecil tahu apa!

Belasan orang yang berdiri di belakang Tio Beng mengawasi hweesio yang gatal mulut itu dengan mata melotot, tapi Poet Tay Hweeshio tenang-tenang saja. Apa aku tidak boleh bicara begitu. Tanyanya. Aku Swee Poet Tek, tapi bila aku bicara, aku tetap bicara. Mau apa kamu? (Swee Poet Tek tak boleh dibicarakan)

Seorang Hweesio jangkung meluap darah. Coe Jin, katanya, permisikan aku membereskan Hweesio gila itu! (Coe Jin Majikan)

Bagus! kata Swee Poet Tek. Aku hweesio gila, kaupun hweesio gila. Yang gila ketemu dengan yang gila, kita boleh minta Thio Cin Jin jadi juru pemisah. Seraya berkata begitu, ia mengibaskan tangannya yang sudah memegang selembar karung.

Tio Beng menggelengkan kepala, Hari ini kita meminta pelajaran Boe Tong, katanya. Kalau yang turun anggota Boe Tong Pay, kita boleh melayani. Berisi atau kosongnya Boe Tong Pay akan dapat dipastikan hari ini. Perhitungan antara kita dan Mo Kauw dapat dibereskan di hari nanti.

Kalau aku belum mencabut urat-urat setan kecil Thio Boe Kie dan membeset kulitnya, belum puas hatiku. Tapi hal itu boleh ditunda untuk sementara waktu.

Mendengar perkataan setan kecil Thio Boe Kie, Thio Sam Hongjadi sangat heran. apa Kauw Coe Beng Kauw juga bernama Thio Boe Kie? tanyanya di dalam hati.

Swee Poet Tek tertawa geli, Kauw coe kami seorang pemuda gagah yang sangat tampan, katanya. Mungkin usiamu lebih muda beberapa tahun daripada Kauw Coe. Apa tak baik kau menikah saja dengan Kauw Coe kami? Kulihat cocok benar.

Sebelum ia habis bicara, orang-orangnya Tio Beng sudah membentak dan mencaci.

Bangsat, tutup mulut!

Diam!

Kau sungguh telah bosan hidup!

Paras muka si nona lantas saja bersemu dadu, sehingga ia nampaknya lebih cantik lagi. Pada paras itu terlihat tiga bagian kegusaran dan tujuh bagian kemalu-maluan. Seorang pemimpin yang berkuasa lantas saja berubah menjadi seorang gadis pemalu. Tapi perubahan itu hanya untuk sedetik dua saja.

Dilain saat, paras muka mereka itu berubah dingin seperti es. Thio Cinjin, katanya dengan nada memandang rendah. Jika kau tak mau turun ke dalam gelanggang, kamipun tak akan memaksa, asal saja kau mengakui terang-terangan, bahwa Boe Tong Pay adalah partai yang mendustai dunia dan mencuri nama. Sesudah kau mengaku begitu, kami akan pergi. Kami bahkan bersedia untuk memulangkan Song Wan Kiauw, Jie Lian Cio dan lain-lain kawanan tikus, kepadamu.

Sesaat itu, Tiat Koat Toojin dan In Ya Ong tiba, disusul dengan Cioe Than dan Pheng Eng Giok. Melihat bertambahnya tenaga Beng Kauw, Tio Beng mengerti bahwa dalam suatu pertempuran memutuskan, pihaknya belum tentu menang. Dan apa yang paling dikuatiri adalah Boe Kie dan siasatnya.

Sambil menyapu pihak lawan dengan matanya yang jeli, si nona berkata dalam hati. Thio Sam Hong di benci kaisar karena hambanya yang sangat besar dan dianggap sebagai thaysan atau Pak Tauw dalam rimba persilatan. Tapi dia sudah begitu tua, berapa tahun lagi dia bisa hidup?

Tak perlu aku mengambil jiwanya. Kalau aku bisa menghina Boe Tong Pay, jasaku sudah cukup besar, memikir begitu, ia lantas saja berkata, tujuan kedatangan kami ke sini adalah untuk menjajal kepandaian Thio Cin Jin. Kalau kami mau mengukur tenaga dengan Beng Kauw, apakah kami tak tahu jalanan ke Kong Beng Teng? Begini saja, sebelum menjajal, kami tidak bisa mengatakan apa ilmu silat Boe Tong berisi atau kosong. Aku mempunyai tiga orang pegawai rumah tangga yang sudah lama mengikuti aku. Yang satu mengerti sedikit ilmu pukulan, yang lain mempunyai lweekang yang cetek, yang ketiga mengenal sedikit ilmu pedang. A Toa, A Jie, A Sam, kemari! Asal Thio Cin Jin bisa mengalahkan mereka, kami akan merasa takluk dan mengakui, bahwa Boe Tong Pay benar-benar mempunyai ilmu silat tinggi. Manakala Thio Cin Jin tidak mau apabila dijajal atau tidak mampu melawan mereka, maka kesimpulannya biarlah ditarik oleh orang-orang Kang Ouw sendiri. Seraya berkata begitu, ia meneput tangan dan tiga orang, yang berdiri di belakangnya lantas saja bertindak ke tengah ruangan.

Yang dinamakan A Toa seorang kakek kurus kering yang kedua tangannya memegang sebatang pedang, pedang itk. Mukanya yang berkerut-kerut diliputi paras sedih.

Yang kedua, A Jie, juga bertubuh kurus, tapi lebih tinggi daripada A Toa. Kepala botak Tha Yang Hiatnya melesak ke dalam, kira-kira setengah dim.

A Sam yang ketiga, berbadan keras padat, sikapnya garang anker bagaikan harimau. Pada mukanya, lengannya, lehernya, pendek kata di bagian-bagian badannya yang terbuka terlihat otot-otot yang menonjol keluar.

Thio Sam Hong, In Thian Ceng, Yo Siauw dan yang lain terkejut. Ketiga orang itu bukan sembarang orang.

Tio Kouw Nio, kata Cioe Thian, mereka bertiga adalah ahli-ahli silat kelas utama dalam rimba persilatan. Melawan mereka Cioe Thian tidak unggulan. Tapi mengapa secara tidak mengenal malu, nona memperkenalkan mereka sebagai pegawai rumah tangga? Apa nona mau berguyon dengan Thio Cin Jin?

Mereka ahli silat kelas utama? menegas Tio Beng. Ah! Aku sendiri tak tahu. Apa kau tahu siapa mereka? Apa kau tahu nama mereka?

Cioe Thian tertegun, ia diam tak dapat menjawab pertanyaan itu.

Si nona tersenyum tawa. Ia menengok kepada Thio Sam Hongdan berkata, Thio Cin Jin lebih dahulu, biarlah kau mengadu pukulan dengan A Sam.

A Sam maju setindak dan sambil merangkap kedua tangannya. Ia berkata, Thio Cin Jin, silahkan! berbareng dengan tantangannya, kaki kirinya menjejak lantai. Brak! tiga batu hijau persegi hancur. Orang tak heran kalau yang hancur hanya batu yang terjejak. Yang luar biasa adalah turut hancurnya dua batu yang lain.

Sesudah kawannya maju, A Toa dan A Jie segera mundur sambil menundukkan kepala.

Sedari masuk ke dalam sam ceng tian, ketiga orang itu selalu mengikuti Tio Beng dengan kepala menunduk, sehingga orang tidak memperhatikan mereka. Siapapun tak menduga bahwa mereka adalha jago-jago yang tidak boleh dibuat gegabah. Tapi begitu mundur, mereka memperlihatkan lagi sikap sebangsa budak belian.

Melihat lihainya A Sam, In Thian Ceng merasa kuatir akan keselamatan Thio Sam Hong. Thio Cin Jin sudah terluka berat, tapi meskipun tidak terluka, dengan usianya yang sudah begitu tinggi, bagaimana ia bisa bertanding dengan orang itu? pikirnya. dilihat gerakgeriknya, orang itu ahli dalam ilmu silat keras. Sudahlah! Biar aku saja yang melayaninya.

Memikir begitu, ia lantas saja berkata dengan suara nyaring. Seorang yang kedudukannya begitu tinggi seperti Thio Cin Jin mana boleh melayani manusia rendah semacam kau! Jangankan Thio Cin Jin, sedang akupun, seorang she In, rasanya masih terlalu tinggi untuk berhadapan dengan seorang budak belian seperti kau. Ia tahu, bahwa ketiga orang itu bukan sembarangan orang, supaya mereka panas dan diterimanya dengan baik tantangannya itu.

A Sam, kata Tio Beng. apa kau masih ingat namamu yang dahulu? cobalah beritahu mereka, supaya mereka bisa menimbang-nimbang apa kau cukup berderajat atau tidak untuk bertanding dengan seorang tokoh Boe Tong Pay. Dalam pembicaraan itu, ia menekankan perkataan Boe Tong Pay.

Sedari Siauw Jin (aku yang rendah) menghadapi kepada Coe Jin, nama yang dahulu telah tak digunakan lagi. Kata A Sam.

Kalau diperintah, siauw jin tidak berani tak berbicara, dahulu Siauw Jin she Oe Boen Cek. Semua orang terkesiap.

Sesaat kemudian, In Thian Ceng membentak, Oe Boen Cek! Pada dua puluh tahun berselang, bukankah kau yang sumpah membinasakan lima jago she Sie Tiangan! Pada malam itu, pembunuh yang mengenakan topeng dan baju merah yang mengaku sebagai Piat Pie Sin Mo Oe Boen Cek telah membunuh tiga belas tokoh rimba persilatan dalam sebuah perjamuan hari ulang tahun. Bukankah kau yang melakukan pembunuhan itu? (Pat Pie Sin Mo Iblis bertangan delapan)

Ingatanmu sangat kuat, aku sendiri telah lupa, jawabnya dengan suara dingin.

Mendengar perkataan itu, semua orang dari Beng Kauw dan Boe Tong Pay meluap darahnya.

Lima jago She Sie adalah orang-orang yang sangat disegani dan dihormati dalam rimba persilatan. Ia berkepandaian tinggi, dan selalu bersedia untuk menolong sesama manusia yang perlu ditolong. Tiba-tiba pada suatu malam, mereka semua dibinasakan oleh seorang bertopeng dan mengenakan baju merah. Pembunuh itu mengaku sebagai Ang Ie Kok Oe Boen Cek. Disamping lima jago She Sie, beberapa tokoh hsp dan gbp turut dibinasakan.

Karena orang tak bisa menyelidiki asal-usul manusia yang bernama Oe Boen Cek itu, maka orang lantas saja menduga, bahwa perbuatan musuh itu dilakukan oleh Beng Kauw dan Peh Bie Kauw.

Tuduhan itu sangat menjengkelkan hati In Thian Ceng, tapi ia tak dapat jalan untuk melampiaskan rasa penasarannya. Tidak dinyana, sesudah berselang dua puluh tahun barulah diketahui pembunuh yang benar.

Biarpun Oe Boen Cek hanya muncul satu kali di Tiong Goan, tapi perbuatannya itu adalah sedemikian hebat, sehingga kalau mau diperhitungkan soal derajat yang berdasarkan tingginya ilmu silat, maka dia memang cukup berderajat untuk bertanding dengan Thio Sam Hong. Di samping itu, andaikata ia tidak menantang Thio Sam Hong, tapi sesudah ia memperkenalkan dirinya menurut pantas seorang tetua. Thio Sam Hongharus turun tangan untuk menegakkan rimba persilatan. Maka itu sesudah ia memperkenalkan diri Oe Boen Cek telah mendesak Thio Sam Hongsedemikian rupa. Sehingga guru besar itu tak bisa mengelakkan diri lagi dari satu pertempuran.

Bagus! seru In Thian Ceng. Kalau benar kau Pat Pie Sin Mo, biarlah aku orang she In yang menyambut tantanganmu. Seraya berkata begitu, ia melompat masuk ke dalam gelanggang. In Thian Ceng, kata Oe Boen Cek, kau siluman, aku iblis, kita berdua sama-sama bangsa jejadian. Orang sendiri tak bertempur dengan orang sendiri. Kalau kau mau juga, kita boleh memilih lain hari untuk berkelahi. Hari ini atas perintah Coe Jin aku hanya ingin menjajal kosongnya ilmu silat Boe Tong Pay. Ia menengok kepada Thio Sam Hongdan berkata pula.

Thio Cin Jin, apabila kau tak sudi turun gelanggang, cukuplah bila kau membuat pengakuan yang diminta Coe Jin. Kami tak akan menggunakan kekerasan.

Thio Sam Hongtersenyum. Di dalam hati ia menimbang-nimbang keadaan yang tengah dihadapinya. Dengan menggunakan Thay Kek Koen, dengan ilmu yang kosong menjatuhkan yang berisi, belum tentu ia kalah dari lawan itu. Apa yang sukar dihadapi ialah sesudah merobohkan as, ia tentu harus mengadu lweekang melawan A Jie. Dan sesudah terluka berat, ia tidak boleh mengerahkan tenaga dalam. Inilah yang paling sulit, ia tak bisa mencari jalan keluar. Tapi api sudah membakar alis, ia tak bisa mundur lagi.

Perlahan-lahan ia maju ke tengah ruangan dan berkata kepada In Thian Ceng. Untuk maksud In Heng yang sangat mulia, pinto merasa sangat berterima kasih. Selama berapa tahun terakhir pinto telah menggubah mengganti dengan semacam ilmu silat yang diberi nama Thay Kek Koen. Ilmu ini agak berbeda dari ilmu silat yang sudah dikenal dalam dunia. Oe Boen Sie Coe mengatakan bahwa ia bertujuan untuk menjajal ilmu silat Boe Tong Pay. Manakala In Heng yang merobohkannya ia tentu merasa tidak puas. Biarlah pinto saja yang melayani berberapa jurus dengan menggunakan Thay Kek Koen. Biarlah kita lihat apakah pinto yang sudah begitu tua masih berharga untuk menunjukkan kebodohan pintoo.

Mendengar perkataan itu, In Thian Ceng girang bercampur khawatir. Ia girang karena dari omongannya, Thio Sam Hongternyata penuh percaya penuh akan kelihaian Thay Kek Koen. Tanpa pegangan kuat, guru besar itu tentu takkan bicara sembarangan. Ia khawatir karena ingat usia Thio Sam Hongdan luka yang dideritanya. Tapi ia tak berani membantah lagi dan sambil merangkap kedua tangannya ia berkata, Boanpwee memberi selamat kepada Thio Cin Jin untuk ilmu silat yang luar biasa itu.

Melihat Thio Sam Hongsudah turun ke gelanggang, Oe Boen Cek jadi agak keder, tapi di lain saat ia bias menetapkan hati, Biarlah aku berkelahi mati-matian, sehingga kedua belah pihak sama-sama rusak. Pikirnya. Ia segera menarik napas dalam-dalam dan mengumpulkan semangat, sedang kedua matanya mengincar Thio Sam Hongtanpa berkedip. Sesaat kemudian tulang-tulangnya berkerotokan.

Mendengar itu, orang-orang Boe Tong dan Beng Kauw saling memandang dengan rasa cemas. Itulah suatu tanda, bahwa Oe Boen Cek sudah mencapai puncak tertinggi dari ilmu silat Gwa Boen (ilmu silat luar) Menurut cerita di dalam dunia hanyalah ketiga pendeta suci Siauw Lim Sie yang sudah mencapai tingkatan itu. Siapapun tak menduga, bahwa Pat Pie Sin Mo memiliki ilmu tersebut yang dikenal sebagai ilmu malaikat Kim Kong Hok Mo.

Thio Sam Hongpun turut merasa kaget.

Orang itu mempunyai asal usul yang tidak kecil! pikirnya. Thay Kek Koen belum tentu bisa melawannya. Perlahan-lahan ia mengankat kedua tangannya. Tapi baru saja ia ingin mengundang lawan untuk memulai, tiba-tiba dari belakang Jie Thay Giam melompat keluar seorang too tong.

Thay Soehoe, katanya. kalau siecoe itu mau menjual ilmu silat Boe Tong, perlu apa thay soehoe turun tangan sendiri? Biarlah teecoe sendiri yang melayani sejurus dua jurus.

Too tong itu, yang mukanya berlepotan tanah, bukan lain daripada Boe Kie. In Thian Ceng, Yo Siauw dan lain-lain jago Beng Kauw lantas saja mengenali dan mereka kegirangan. Tapi Thio Sam Hongdan Jie Thay Giam tentu tak dapat mengenalinya. Mereka menduga, bahwa too tong itu Ceng Hong adanya.

Ini bukan permainan anak-anak, kata Thio Sam Hong. Oe Boen Cek mempunyai kim kong Hok Mo. Mungkin sekalai mereka seorang pentolan dari Siauw Lim cabang See Hek. Dengan sekali pukul, ia bisa menghancurkan tulang-tulangmu.

Dengan tangan kiri, Boe Kie mencekal ujung baju orang tua itu, sedang tangan kanan memegang tangan kiri guru besar itu. Thay Soehoe, katanya, Thay kek Koen yang telah diturunkan kepada Tee Coe belum pernah digunakan. Kebetulan sekali Oe Boen Sie Coe seorang ahli Gwa Kee. Permisikanlah Tee coe untuk menjajal ilmu melawan kekerasan dengan kelemahan, yang kosong memukul yang berisi. Kalau Tee Coe berhasil, bukankah ada baiknya juga? Seraya berkata begitu, ia mengerahkan Kioe Yang Sin Kang, yang dahsyat, yang lembut dan mengirimnya ke tubuh thay Soe Hoe, melalui telapak tangannya.

Pada detik itu, sekonyong-konyong Thio Sam Hongmerasai semacam tenaga yang hebat luar biasa menerobos masuk dari telapak tangannya. Biarpun belum bisa menandingi tenaganya sendiri, tenaga itu yang murni dan yang halus menerobos bagaikan ombak gelombang demi gelombang. Dalam kagetnya, ia mengawasi muka Boe Kie. Kedua mata too tong itu tidak memperlihatkan sinar berkeredepan yang bisa dipunyai oleh seorang ahli silat kelas satu.

Tapi,sayup-sayup, dalam kedua mata itu terlihat selapis sinar kristal yang sangat lembut. Itulah suatu tandan dari lwee kang yang sudah mencapai puncak tertinggi. Thio Sam Hongmakin kaget, selama hidupnya dalam jangka waktu seabad lebih, ia hanya pernah menemui satu, dua orang yang mempunyai sinar mata begitu, misalnya mendiang gurunya sendiri Kak Wan Tay Soe dan Tay Hiap Kwee Ceng. Diantara ahli-ahli silat pada zaman itu, sebegitu jauh yang diketahui ia sendiri yang sudah mencapai tingkat tersebut.

Selama satu dua detik, macam-macam pikiran berkelabat-kelebat dalam otak Thio Sam Hong.

Sementara itu, Boe Kie terus mengirim lwee kangnya. Dilain saat guru besar itu sudah mengambil keputusan. Ia yakin bahwa ditinjau dari lweekang itu yang bertujuan untuk mengobati lukanya si too tong pasti tidak bermaksud jahat. Maka itu, sambil tersenyum ia berkata.

aku sudah tua dan tak punya guna. Pelajaran apa yang kudapat berikan padamu? Tapi jika kau mau juga menjual ilmu gwa kee Oe Boen Sie Coe, kau boleh melakukan itu. Thio Sam Hong menduga, bahwa too tong itu seorang ahli dari partai lain yang sengaja datang untuk membantu Boe Tong Pay. Maka itu, ia telah menggunakan kata-kata rendah.

Budi Thay Soehoe terhadap anak berat bagaikan gunung, kata Boe Kie. Biarpun badan hancur luluh, tak dapat anak membalas budi Thay Soehoe dan para paman, biarpun ilmu silat Boe Tong Pay kita tidak bisa dikatakan tiada tandingannya di dalam dunia, tapi kita pasti tak akan kalah dari ilmu silat Siauw Lim cabang See Hek. Legakanlah hati Thay Soehoe.

Itulah jawaban yang tidak bisa disalahartikan! Jawaban murid terhadap seorang guru, dalam suara yang agak gemetar itu terdengar nada dari cinta yang tidak barbatas, rasa berterima kasih yang tiada taranya dan rasa terharu yang memuncak. Bukan main herannya Thio Sam Hong. Apa benar dia murid Boe Tong? Tanyanya di dalam hati. Mungkin sekali sejarah mendiang gurunya, Kak Wan Tay Soe, terulang pula dan dia belajar secara diam-diam.

Sambil memikir begitu, ia melepaskan tangan Boe Kie dan lalu kembali pada kursinya. Ia melirik Jie Thay Giam, tapi dilihat dari paras mukanya, murid itupun sedang terheran-heran.

Bagi Oe Boen Cek, dipermisikan seorang too tong untuk melayani merupakan hinaan yang sangat besar. Tapi sebagai manusia yang beracun ia tak memperlihatkan kegusarannya.

Dengan sekali pukul, ia akan membinasakan too tong itu dan sudah itu ia akan menantang Thio Sam Honglagi. Anak kecil, kau mulailah, katanya.

Ilmu silat Thay Kek Koen adalah hasil jerih payah Thio Cin Jin, Thay Soehoeku, selama banyak tahu, kata Boe Kie, boanpwee baru saja belajar silat dan sekarang belum bisa melayani intisari daripada ilmu silat itu. Mungkin sekali boanpwee belum dapat merobohkan kau didalam tiga puluh jurus. Apabila benar sedemikian, maka hal itu adalah kesalahanku dan bukan lantaran jeleknya Thay Kek Koen. Sebelum kita bertempur, boanpwee menganggap hal ini perlu dikemukakan terlebih dahulu.

gusarnya Oe Boen Cek berbalik tertawa terbahak-bahak, toa ko, jie ko, lihatlah! serunya. Dalam dunia mana ada bocah segila dia!

A Jie turut tertawa, tapi A Toa tajam matanya. Ia dapat melihat bahwa Boe Kie bukan sembarang orang. sam tee, kau tidak boleh memandang enteng, katanya.

Oe Boen Cek maju setindak dan segera meninju dada Boe Kie dengan tangan kanan. Tinju itu menyambar bagaikan kilat. Diluar dugaan, sebelum tinju pertama mampir pada sasarannya tinju kedua, yang dikirim dengan tangan kiri menyusul. Tinju itu yang dikirim belakangan tiba lebih dahulu dan menyambar muka Boe Kie. Itulah pukulan yang sangat luar biasa.

Sesudah mendengar keterangan dan melihat contoh-contoh Thio Sam Hongmengenali ilmu silat Thay Kek Koen, selama kurang lebih satu jam diam-diam Boe Kie mempelajari isi daripada ilmu silat itu. Melihat menyambarnya dua tinju yang saling susul, ia segera menyambut dengan Long Ciak Bwee kaki kanannya berisi kaki kiri kosong, tapak tangan menyentuh pergelangan tangan kiri musuh dan segera melepaskan tenaganya dengan menggunakan teori menempel. Tanpa tercegah jadi tubuh Oe Boen Cek terhuyung dua tindak. Semua orang terkejut.

Demikianlah, untuk pertama kali, Thay Kek Koen dijajal untuk melawan musuh. Biarpun baru saja menerima pelajaran itu dengan memiliki Kioe Yang Sin Kang dan Kian Koen Tay Li Ie Sin Kang, Boe Kie sudah dapat menggunakan ilmu yang lihai itu. Tinju Oe Boen Cek yang bertenaga ribuan kati seolah-olah amblas di dalam lautan, amblas tanpa berbekas bukan saja begitu, bahkan tubuhnya kena didorong tenaganya sendiri.

Sesudah hilang kagetnya, Oe Boen Cek segera menyerang seperti orang kalap. Tinjunya menyambar-nyambar bagaikan hujan gerimis, berkelebat-kelebat seperti keredengan kilat.

Sehingga ia seolah-olah mempunyai beberapa puluh tangan yang menyerang Boe Kie dengan dahsyatnya. Kecuali Beng Goat, semua orang yang berada dalam ruangan sam Ceng Tian rata-rata ahli silat kelas satu. Mereka kagum melihat serangan itu. Nama besar Pat Pie Sin Mo ternyata bukan nama kosong belaka.

Untuk mengangkat derajat Boe Tong Pay, Boe Kie hanya menggunakan pukulan-pukulan Thay Kek Koen. Dengan beruntung, ia mempergunakan Tan Pian disusul dengan Tee Chioe Siang Sit. Kemudian Pek Ho Liang Chie Dan Louw Sit Yauw Po. Selagi mengeluarkan Chioe Hie Pie Pee (jari-jari tangan memetik pie-pee semacam tetabuhan seperti gitar) tiba-tiba saja ia mendusin dan pada ketika itu, ia menyelami intisari daripada Thay Kek Koen yang pada hakekatnya mempunyai dasar yang bersamaan dengan Kian Koen Tay Li Ie Sin Kang.

Dengan demikian, Chioe Hwie Pie Pee menyambar bagaikan mengalirnya air, dengan keindahan yang mengagumkan.

Pada detik itu, Oe Boen Cek merasa, bahwa bagian atas badannya sudah ditutup dengan tenaga pukulan lawan dan dia tidak dapat berkelit lagi. Dalam menghadapi bahaya, cepatcepat ia mengerahkan tenaga di punggungnya untuk menerima pukulan Boe Kie dan dengan berbareng tinju kanannya disabetkan. Ia mau melawan keras dengan keras, supaya kedua belah pihak celaka bersama-sama.

Diluar dugaan, pada waktu belakangan Boe Kie mengubah gerakannya. Ia membuat sebuah lingkaran dengan kedua tangannya, seperti orang memeluk . (alam semesta). Mendadak saja dari lingaran itu keluar semacam tenaga dahsyat, tenaga yang berputaran seperti pusar laut. Hampir berbareng, tubuh Oe Boen Cek berputar-putar tujuh delapan putaran laksana gangsing. Dengan ilmu Cian Kin Toei, ia berhasil menolong diri. Paras mukanya berubah merah padam, malu bercampur gusar.

Sungguh lihai Thay Kek Koen dari Boe Tong Pay! teriak Yo Siauw.

Oe Boen Lao heng! seru Cioe Tian sambil tertawa nyaring. Lebih baik jika kau dinamakan si gangsing berlengan delapan. (gelar Oe Boen Cek Pat Pie Sin Mo Iblis berlengan delapan) Apa salah orang berputaran? menyambung In Ya Ong. Liang San mempunyai Hek Soan Hong (si angin puyuh hitam). Angin puyuh mesti berputaran, bukan?

Saling sahut, pentolan-pentolan Beng Kauw mengejek sepuas hati.

Sekarang Oe Boen Cek benar-benar kalap. Dari merah, paras mukanya berubah hijau. Dengan mengaum seperti harimau edan, ia menerjang. Cara menyerangnya berubah. Tangan kirinya menghantam dengan tinju atau telapak tangan. Tangan kanannya dengan menggunakan jarijari tangan, menotok atau mencengkram.

Karena belum berlatih dalam Thay Kek Koen, Boe Kie lantas saja keteter. Beberapa saat kemudian terdengar suara Bret! dan tangan baju Boe Kie robek, kesambar jari tangan yang sangat luar biasa itu. Boe Kie terpaksa menggunakan ilmu mengentengkan badan. Oe Boen Cek mencaci dan mengubar. Tapi mana bisa ia mengubar Boe Kie?

Sambil berlari-lari, Boe Kie berpikir, Kalau aku terus kabur, bukankah aku kalah? Aku belum biasa dengan Thay Kek Koen, biarlah aku menyisipkan Kian Koen Tay Lo Ie.

Memikir begitu, ia memutar badan seraya memasang kuda-kuda dari Ya Ma Hoen Coeng, salah satu pukulan Thay Kek Koen, tapi tangan kirinya diam-diam bersiap-sedia untuk mengeluarkan gerakan Kian Koen Tay Lo Ie. Oe Boen Cek menubruk dan menusuk pundak Boe Kie dengan satu jari. Hampir berbareng, ia mengeluarkan kesakitan dan matanya berkunang-kunang, karena entah bagaimana jarinya berbalik menusuk lengan kirinya, sehingga lengan itu hampit tidak bisa diangkat lagi.

Yo Siauw tahu, bahwa Boe Kie bukan menggunakan Thay Kek Koen, tapi ia sengaja berteriak, Lihai sungguh ilmu Thay Kek Koen!

Thay Kek Koen apa! Ilmu siluman! teriak Oe Boen Cek dengan mulut berbusa. Secara nekatnekatan ia mengirim tiga pukulan berantai, sehingga Boe Kie terpaksa melompat mundur.

Dengan mata beringas, ia melompat mundur seraya menyodok dengan dua jari tangannya.

Sekarang Boe Kie sudah bersiap sedia dengan Kian Koen Tay Lo Ie, bagaikan kilat ia menempel dan menarik tangan musuh. Tok! kedua jari tangan Oe Boen Cek amblas di tiang Sam Ceng Tian!

Semua orang kaget tercampur geli.

Sesudah suara tertawa mereda. Mendadak terdengar bentakan Jie Thay Giam. Tahan! Oe Boen Cek, kau menggunakan Kim Kong Cie dari Siauw Lim Pay, bukan?

Boe Kie melompat mundur mendengar Kim Kong Cie dari Siauw Lim Pay ia segera ingat luka Jie Thay Giam dan In Lie Heng dan selama kurang lebih dua puluh tahun, orang-orang Boe Tong Pay menduga bahwa perbuatan itu dilakukan oleh orang Siauw Lim Pay.

Mendengar bentakan Jie Thay Giam terdapat kemungkinan besar, bahwa si penyerang gelap itu adalah Pat Pie Sin Mo.

Sementara itu Oe Boen Cek sudah menjawab dengan suara dingin. Kalau benar Kim Kong Cie, mau apa kau? Siapa suruh kau berkepala batu, tak mau memberitahukan kemana perginya To Liong To? Enakkah menjadi manusia bercacat selama dua puluh tahun?

Oe Boen Cek! teriak Jie Thay Giam. Terima kasih, bahwa hari ini segala apa sudah menjadi terang. Kalua begitu, aku sudah dicelakai oleh Siauw Lim Pay dari See-Hek. Ia berhenti sejenak dan berkata pula dengan suara parau. Hanya sayang Hanya sayang Ngo Tee.. Ia tak dapat meneruskan perkataannya, sedang air matanya mengucur dengan deras.

Sebagaimana diketahui, Thio Coei San membunuh diri sebab Jie Thay Giam dilukai oleh In So So dengan jarum emas. Sehingga ia tak ada muka untuk bertemu pula dengan kakak seperguruannya itu. Tapi sesudah melukai Jie Thay Giam, In So So telah minta bantuan Liong Boen Piauw Kiok untuk membawa pendekar itu pulang ke Boe Tong. Sebenarnya kalau itu hanya mendapat luka itu, luka dari jarum emas, sesudah diobati Jie Sam Hiap akan sembuh  seluruhnya.

Yang mengakibatkan kelumpuhan kaki tangannnya adalah pijitan Tay Lek Kim Kong Cie. Andaikata pada hari itu, orang yang berdosa dapat dicari, suami isteri Thio Coei San tentu tidak akan membunuh diri.

Mengingat begitu dan mengingat pula penderitaannya sendiri, Jie Thay Giam sedih bercampur gusar. Dengan darah mendidih dan kedua mata yang seolah-olah mengeluarkan api, ia menatap wajah musuh besarnya itu.

Mendengar perkataan pamannya, Boe Kie lantas saja ingat cerita yang pernah dituturkan oleh mendiang ayahnya. Dahulu dalam kuil Siauw Lim Sie terdapat seorang Tauw Too (Hweesio yang piara rambut) yang bekerja di dapur dan yang karena sering dianiaya oleh pemilik dapur menjadi sakit hati dan lalu belajar silat secara diam-diam. Belakangan Tauw Too itu membinasakan Sioe Co (pemimpin) Tat Mo Tong, Kouw Tie Sian Soe, dan lalu melarikan diri. Sesudah itu, di dalam Siauw Lim Sie timbul gelombang. Pentolannya pada Berebut kekuasaan. Akhirnya salah seorang pemimpin, yaitu Kouw Hoei Sian Soe pergi ke See Hek dan mendirikan lagi Siauw Lim Pay di daerah tersebut. (baca Kisah Pembunuh Naga Jilid 2 mulai halaman 67)

Oe Boen Sie Coe sungguh kejam, kata Thio Sam Hong. Kami sama sekali tidak pernah menduga, bahwa diantara ahli waris-ahli waris Kouw Hoei Sian Soe terdapat manusia seperti Sie Coe.

Oe Boen Cek menyeringai, Kouw Hoei! katanya. Huh huh! Manusia apa Kouw Hoei? Thio Sam Hong lantas saja mendusin.

Sesudah Jie Thay Giam bercacad karena Kim Kong Cie, Boe Tong Pay lalu mengirim orang ke kuli Siauw Lim Sie untuk menanyakan. Hong Siauw Lim Sie menolak segala tuduhan dan menduga bahwa perbuatan itu dilakukan oleh salah seorang anggota Siauw Lim Pay cabang See Hek. Tetapi sesudah diselidiki dengan seksama, terdapat bukti bahwa cabang See Hek itu sudah lemah sekali. Murid-muridnya kebanyakan hanya mempelajari ajaran agama Buddha dan tidak mengenal ilmu silat. Sekarang mendengar jawaban Oe Boen Cek manusia apa Kouw Hoei Thio Sam Hong segera menarik kesimpulan bahwa dia bukan murid Siauw Lim Pay cabang See Hek, tak mungkin dia mencaci Aoew Soe-nya sendiri.

Maka itu ia lantas saja berkata. Tak Heran! Tak Heran! Sie Cie tentulah ahli waris dari si Tauw Too pembantu dapur. Sie coe bukan saja sudah mempelajari ilmu silatnya, tapi juga sudah menelah kejamannya. Tak heran kalau Siauw Lim Pay rusak dalam tangan Sie Coe. Siapa itu Kong Siang? Apa dia saudara seperguruan Sie Coe?

Benar! Jawabnya. Ia Soehengku, ia bukan Kong Siang, ia bernama Kang Siang. Thio cin jin, bagaimana kalau Pan Jiek Kim Kong Cie dari Kim Kong Boen kami dibandingkan dengan Ciang Hoat dari Boe Tong Pay?

Tidak nempil! bentak Jie Thay Giam. Batok kepalanya sudah dihancurkan oleh guruku.

Sambil berteriak, Oe Boen Cek menubruk. Dengan Jie Hong Sie Pit, Boe Kie merintangi serangan terhadap Jie Thay Giam. Oe Boen Cek, bentaknya. Lekas keluar Hek Giok Toan Siok Ko! (Koyo Giok Hitam untuk menyambung tulang)

Oe Boen Cek terkesiap. Bagaimana dia tahu tanyanya di dalam hati. Koyo penyambung tulang sangat dirahasiakan, walau murid biasa tak mungkit tahu adanya obat luar biasa itu.

Boe Kie mengenal nama obat itu dari kitab obat-obatan mendiang Ouw bahwa di daerah See Hek terdapat semacam ilmu silat Gwa Kee mungking cabang Siauw Lim Pay yang sangat aneh. Tulang manusia yang dipatahkan dengan ilmu itu hanya bisa diobati dengan Hek Giok Toan si Koyo, tapi cara membuat obat itu dengan sangat dirahasiakan dan tak diketahui oleh orang luar.

Mengingat itu, Boe Kie segera menyebutkannya untuk menjajal benar tidaknya catatan dalam kitab itu. Benar saja paras muka Oe Boen Cek segera berubah dan ia tahu bahwa tebakannya tidak meleset.

Anak kecil, cara bagaimana kau tahu nama obat itu? tanyanya.

Keluarkan! bentak Boe Kie. Mengingat nasib kedua orang tuanya karena gara-gara manusia itu, darah Boe Kie mendidih dan ia tak mau banyak bicara.

Sementara itu, sesudah memikir sejenak, hati Oe Boen Cek jadi lebih besar. Tapi biarpun dalam gebrakan pertama, ia mendapat sedikit kesalahan, akan tetapi sesudah ia mengeluarkan Tay Lek Kim Kong Cie, Boe Kie tak berani melawan lagi dan hanya berlari-lari. Maka itu asal saja ia berhati-hati terhadap ilmu menempel dan menarik dari si Too tong, ia pasti akan memperoleh kemenangan, pikirnya. Memikir begitu, ia maju setindak seraya membentak. Binatang kecil! Aku suka mengampuni jiwamu, jika kau berlutut tiga kali. Kalau tidak, lihatlah contoh si orang she Jie.

Alis Boe Kie berkerut. Ia bertekat untuk mendapatkan Hek Giok Toan Siokko, tapi ia belum mendapat jalan untuk memunahkan Tay Lek Kim Kong Cie. Kian Koen Tay Lo Ie memang bisa melukai dia, tapi tidak bisa memaksa dia mengeluarkan obat itu.

Selagi ia mengasah otak, tiba-tiba Thio Sam Hong menggapai seraya berkata, anak, mari sini! Baik, thay Soehoe, jawabnya sambil menghampiri.

Anak, kau dengarlah, kata guru besar itu. Menggunakan maksud tidak menggunakan tenaga.

Thay Kek Koen berputaran bundar tak putus-putusnya mendapat kesempatan mendapat kedudukan baik, sehingga akarnya lawan putus sendirinya. Setiap jurus, setiap pukulan, haruslah bersambung-sambung seperti sungai Tiang Kang, gelombang tak habis-habisnya.

Sesudah memperhatikan cara berkelahinya Boe Kie, Thio Sam Hong sudah mendapat intisari dari pada Thay Kek Koen, tapi karena Boe Kie sudah memiliki ilmu yang tinggi, maka dalam menggunakan pukulan-pukulan Thay Kek Koen, ia masih belum bisa menyelamai maksud terpenting dari Thay Kek Koen, yaitu Wan Coan Poet Toan (berputaran tidak habis-habisnya) Sebagai seorang yang cerdas, beberapa perkataan itu sudah cukup untuk menyadarkan Boe Kie.

Cepat! teriak Oe Boen Cek. Sesudah masuk ke gelanggang, mana bisa kau belajar?

Bisa! Kau sambutlah pukulan yang baru didapat olehku, katanya seraya memutar tubuh. Ia membuat sebuah lingkaran dengan tangan kanannya dan menghantam muka musuh. Itulah pukulan Ko Tam Ma dari Thay Kek Koen. Oe Boen Cek menyambut dengan babatan jari-jari tangannya yang berbentuk golok. Bagaikan kilat Boe Kie mengubah gerakannya. Ia membuat lingkaran dengan kedua tangannya dalam pukulan Song Hong Koan Nyie. Kali ini terlihatlah lihainya ajaran Thio Sam Hong mengenai Wan Coan Poet Toan. Begitu ia mengerahkan tenaga, tubuh Oe Boen Cek terhuyung. Dengan saling susul Boe Kie segera membuat lingkaran-lingkaran. Lingkaran di kiri, lingkaran di kanan, lingkaran besar, lingkaran rata, lingkaran berdiri, lingkaran miring setiap lingkaran meruapakan bola dunia.

Diserang begitu, Oe Boen Cek tak bisa mempertahankan diri lagi. Tubuhnya limbung, terhuyung kian kemari seperti orang mabuk arak. Tiba-tiba dengan nekat dia menyodok dengan lima jari tangannya. Boe Kie menyambut dengan Ia Chioe (tangan awan) tangan kiri tinggi, tangan kanan lebih rendah dan dengan sekali membuat lingkaran, ia sudah menggulung lengan musuh dalam lingkaran itu. Hampir berbareng, ia mengeluarkan tenaga Kioe Yang Sin Kang. Krek krek krek! tulang lengan Oe Boen Cek hancur beberapa tempat.

Mengingat kekejaman musuh dan mengingat pula nasib kedua orang tuanya. Boe Kie turun tangan tanpa sungkan-sungkan. Dengan saling susul ia membuat lingkaran-lingkaran In Chioe diikuti suara patah atau hancurnya tulang setelah lengan kanan, lengan kiri, kemudian betis kiri dan betis kanan. Sambil mengeluarkan teriakan menyayat hati, Oe Boen Cek terguling.

Seumur hidup Boe Kie belum pernah begitu gusar. Kalau bukan ingin mendapatkan Hek Giok Toan Siokko, ia tentu sudah mengambil jiwa musuh besar itu.

Salah seorang pengikut Tio Beng lantas saja memburu dan mendukung jago yang roboh itu, dibawa balik ke barisan sendiri.

Si botak A Jie melompat ke luar dan tanpa menegur lagi, ia menghantam dada Boe Kie.

Sebelum telapak tangan musuh tiba, Boe Kie sudah merasai tindihan tenaga yang sangat berat, maka ia buru-buru mengeluarkan pukulan Sia Hwie Sit untuk menolaknya. Tanpa mengeluarkan sepatah kata, A Jie menancapkan kedua kakinya di lantai dan mengirim pukulan berantai yang disertai Lwee Kang yang sangat dahsyat. Melihat pukulan dan usia musuh, Boe Kie menduga bahwa dia adalah kakak seperguruan Oe Boen Cek. Dia kalah gesit, tapi tenaganya lebih besar daripada Oe Boen Cek.

Dengan menggunakan Kouw Koat (teori) menempel dan menarik dari Thay Kek Koen. Boe Kie coba mendorong, tapi tenaga dalam musuh terlalu kuat. Bukan saja ia tidak berhasil, bahkan dia sendiri kena didorong dan terhuyung beberapa kali. Tiba-tiba semangat Boe Kie terbangun, biarlah aku melawan Lwee Kang dengan Lwee Kang, katanya di dalam hati. aku akan lihat Lwee Kang Siauw Lim atau Kioe Yang Sin Kang yang lebih lihai.

Sesaat itu, telapak tangan si botak kembali menyambar. Sambil mengerahkan Kioe Yang Sin Kang, Boe Kie memapaki dengan tangannya. Itulah keras melawan keras. Dengan mengeluarkan suara nyaring, kedua tangan kebentrok dan tubuh kedua lawan sama-sama bergoyang.

Thio Sam Hong terkejut, dengan cara itu, siapa lebih kuat siapa menang dan bertentangan dengan teori Thay Kek Koen. Pikirnya. kakek itu memiliki Lwee Kang luar biasa tinggi, yang jarang terlihat dalam rimba persilatan. Dalam gebrakan tadi, anak itu mungkin sudah menderita luka.

Tapi sebelum Thio Sam Hong sempat memikir jalan yang baik, tangan Boe Kie dan si botak sudah beradu lagi. Kali ini si kakek bergoyang-goyang, sedang badan Boe Kie tidak bergeming. Ia berdiri tegak dengan paras muka tenang.

Sekali lagi Thio Sam Hong kaget, tapi kaget tercampur heran dan girang.

Kioe Yang Sin Kang dan Lwee Kang Siauw Lim Pay bersumber satu, kedua-duanya digubah oleh Tat Mo Kauw Coe. Bila telah mencapai tingkat tinggi, kedua ilmu itu tidak ada perbedaannya. Tapi sebagaimana diketahui, pendiri partai Kim Kong Boen, Touw Too bagian dapur mendapat ilmunya dengan jalan mencuri bukan didapat dari seorang guru. Pukulanpukulan yang bisa dilihat dengan mata memang mudah dicuri, tapi tenaga dalam yang harus dilatih dengan menjalankan hawa di dalam tubuh, tidak dapat dicuri dengan begitu saja. Maka itulah walaupun Gwa Kang (ilmu luar) Kim Kong Boen sangat lihai dan bersamaan dengan Gwa Kang Siauw Lim Pay yang tulen Lwee Kangnya masih kalah jauh.

A Jie adalah seorang luar biasa dalam Kim Kong Boen. Ia memiliki tenaga yang sangat besar, pembawa dalam dirinya sendiri. Dengan menggunakan cara-cara sendiri, ia berlatih dan akhirnya mendapat Lwee Kang yang sangat kuat yang bahkan melampaui tenaga dalam Couw Soenya, si Touw Too bagian dapur. Selama hidupnya ia jarang menemui lawan yang bisa menyambut tiga pukulannya. Sekarang ia ketemu batunya. Untuk pertama kali ia bertemu dengan seorang lawan yang dapat menindih tenaga dalamnya. Ia kaget bercampur gusar, ia segera menarik napas dalam-dalam dan dengan kedua tangan ia menghantam Boe Kie.

Tiba-tiba Boe Kie berteriak, In Liok Siok, lihatlah! Tit Jie akan balas sakit hati Liok siok.

Ternyata dengan diantar Yo Poet Hwi, Siauw Ciauw, dan yang lain-lain In Lie Heng yang digotong dalam sebuah tandu oleh dua orang anggota Beng Kauw sudah masuk ke dalam ruangan Sam Ceng Tian. Dilain saat jago-jago Ngo Heng Kie pun tiba saling menyusul.

Seraya berteriak begitu, Boe Kie menangkis dengan tangan kanannya, Dak! si botak terhuyung tiga tindak, matanya melotot dan darahnya bergolak.

In Liok Siok! teriak pula Boe Kie. apakah diantara penyerang terdapat manusia gundul itu? Benar! Bahkan dia yang menjadi kepala. Jawabnya.

Sementara itu, si botak mengumpulkan tenaganya, sehingga tulang-tulangnya berkeretakan. Sebelum dia menyeberang, seranglah di tengah sungai! seru Jie Thay Giam. Seruan itu berarti bahwa sebelum A Jie selesai menjalankan pernapasannya dalam mengumpulkan tenaga, Boe Kie harus menyerang lebih dahulu.

Boe Kie mengerti maksud sang paman. Iapun tahu, bahwa sesudah si botak mengumpulkan tenaga, dia bisa mengeluarkan tenaga dalam yang lebih hebat daripada tadi. Baik! jawabnya. Ia maju setindak, tapi tidak menyerang. Di dalam hati ia percaya penuh, bahwa Kioe Yang Sin Kang tak kalah dari Lwee Kang musuh. Semangatnya sudah terbangun dan ia bertekad untuk melayani secara ksatria, sesudah musuh selesai mengumpulkan tenaga.

Dilain detik, A Jie menghantam dengan kedua tangannya. Hebat sungguh tenaganya yang menindih bagaikan gunung roboh, Boe Kie menarik napas dalam-dalam dan Kioe Yang Sin Kang mengalir di dalam tubuhnya. Ia mengangkat kedua tangannya, satu mendorong, satu menyambut, melawan keras dengan keras pulan.

Hampir berbareng, A Jie mengeluarkan teriakan menyayat hati, badannya terbang bagai sebutir peluru, menyambar tembok dan brak! tembok berlubang besar dan tubuh si botak terlempar ke luar dari lubang itu!

Semua orang tertegun, Tio Beng dan kawan-kawannya pucat, jago-jago Boe Tong dan Beng Kauw mengawasi dengan mata membelalak. Selama hidup belum pernah mereka menyaksikan pemandangan sehebat itu.

Sekonyong-konyong dari lubang tembok masuk seorang yang menenteng A Jie, dia lalu menaruhnya di lantai. Orang itu kate, gemuk tubuhnya, lucu mukanya tapi gerak-geriknya bukan lain daripada Gan Hoan. Ciang Kie Soe Houw Touw Kie. Tulang tangan, dada, dan pundak si botak ternyata sudah remuk, terpukul tembok. Sesudah meletakkan A Jie, Gan Hoang menghampiri Boe Kie dan memberi hormat dengan membungkuk dalam. Sesudah itu, dengan gerakan menggelikan hati, ia keluar lagi dari lubang di tembok.

Sesudah si Too Tong merobohkan kedua jagonya. Tio Beng bercuriga dan melihat cara memberi hormatnya Gan Hoan, ia lantas saja mengenali Boe Kie. Celaka sungguh! ia mengeluh. aku sungguh tak pernah menyangka bahwa si setan kecil sudah lebih dahulu berada di sini. Sesudah menetapkan hatinya, ia berkata dengan suara lemah lembut. mengapa kau begitu rendah? Dengan menyamar sebagai seorang Too Tong kau memanggil orang luar sebagai Thay Soehoe, apa kau tak malu?

Melihat dirinya sudah dikenali, Boe Kie lantas saja menjawab dengan suara lantan. Mendiang ayahku Thio Coei San, adalah murid kelima dari Thay Soehoe, aku memang harus memanggil Thay Soehoe. Sehabis berkata begitu, ia menghampir Thio Sam Hong dan berlutut. anak Thio Boe Kie memberi hormat pada Thay Soehoe dan Sam SoePeh, katanya dengan suara gemetar.

Karena keadaan, anak tidak lebih dahulu memperkenalkan diri, untuk kekurang ajaran itu, anak memohon Thay Soehoe dan Sam SoePeh sudi mengampuni.

Perasaan Thio Sam Hong dan Jie Thay Giam tak mungkin dilukiskan dengan kalam. Girang, kaget, heran, sedih, dan terharu mangaduk dalam dada mereka. Untuk beberapa saat kedua orang tua itu tak dapat mengeluarkan sepatah kata. Perlahan-lahan air mata turun dari mata mereka. Mimpi pun mereka tak pernah mimpi, bahwa pemuda yang telah merobohkan kedua jago Kim Kong Boen adalah si anak kurus kering, dia yang telah menghadapi kebinasaan.

Sesudah lampiaskan perasaannya dengan air mata, Thio Sam Hong berbangkit dan membangunkan cucu muridnya. Anak kau tidak mati. Katanya dengan suara parau, Ah Coei San mempunyai turunan ia berhenti sejenak dan tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak. Ia menengok kepada In Thian Ceng dan berteriak, In Heng! Aku memberi selamat, bahwa kau mempunyai seorang cucu yang sangat baik.

Thio Cinjin, jawabnya seraya tertawa lebar, akupun memberi selamat, bahwa kau mempunyai seorang cucu murid yang begitu baik

Tua bangka bangsat! caci Tio Beng. Cucu baik!... cucu murid baik A Toa, coba jajal ilmu pedangnya!

Baik! jawab kakek bermuka sial itu. Ia menghunus Ie Thian Kiam yang mengeluarkan sinar menyilaukan mata.

Pedang itu adalah milik Go Bie Pay, kata Boe Kie. Mengapa sekarang berada dalam tanganmu?

Setan kecil, tau apa kau? bentak si nona. Si tua bangka Biat Coat telah mencuri Ie Thian Kiam dari rumahku. Sekarang pedang itu pulang kepada majikannya yang lama. Ada hubungan apa antara Ie Thian Kiam dan Go Bie Pay?

Boe Kie yang tidak mengenal sejarah pedang mustika itu, tidak dapat membuka mulut lagi.

Tio Kouw Nio, berikanlah Hek Giok Toan Siok kepadaku, katanya dengan menyimpang, sesudah Sam Soepeh dan Liok Soesiok sembuh, kita boleh bikin habis permusuhan ini.

Bikin habis permusuhan ini? menegas si nona dengan suara dingin. Bagus! Apa kau tahu dimana adanya Kong Boen Kong Tie, Song Wan Kiauw dan yang lain-lain?

Boe Kie menggelengkan kepala, Tak tahu. Jawabnya. Bolehkah Tio Kouw Nio memberi keterangan?

Perlu apa aku beritahu kau? jawabnya. Jika aku tidak mencincang padamu sampai menjadi berlaksa potong, tak dapat aku melampiaskan rasa penasaran untuk segala hinaan dalam penjara besi di Lek Lioe Chung. Sehabis berkata begitu, paras si nona bersemu dadu.

Mendengar perkataan hinaan dalam penjara besi di Lek Lioe Chung, paras muka Boe Kie pun lantas berubah merah. Pada hari itu, untuk menolong jiwa para pemimpin Boe Kie, karena terpaksa ia sudah mengitik telapak kaki Tio Beng. Ia sama sekali tidak berniat untuk menghina seorang wanita, tapi biar bagaimanapun jua perbuatan itu sangat melanggar kesopanan. Ia tidak pernah memberitahukan kejadian itu kepada siapapun jua dan kalau sampai diketahui orang, ia malu besar. Sebab tidak bisa membela diri di hadapan orang banyak, ia hanya berkata, Tio Kouw Nio, bilanglah terus terang, kau suka menyerahkan Hek Giok Toan Siokko atau tidak?

Biji mata Tio Beng memain dan ia berkata sambil tersenyum, boleh kau bisa segera mendapatkan Hek Giok Toan Siokko apabila kau meluluskan permintaanku.

Permintaan apa?

Sekarang belum dapat dipikir olehku. Kau tentu bakal mengajukan permintaan yang gila-gila. Apakah aku harus meluluskan juga manakala kau minta membunuh diri sendiri atau mengubah badan menjadi babi dan anjing.

Aku pasti tak akan minta kau membunuh diri atau minta kau menjadi babi dan anjing, hihihi andaikata kau mau, kaupun tak akan bisa melakukan itu.

Sebutlah sekarang, apabila permintaanmu tidak melanggar kesatriaan dalam rimba persilatan dan bisa dilakukan olehku, aku akan meluluskannya.

Baru saja Tio Beng mau bicara lagi, tiba-tiba ia melihat sekuntum kembang mutiara pada kundai Siauw Ciauw dan kembang itu adalah miliknya sendiri yang dihadiahkan kepada Boe Kie. Tiba-tiba saja darahnya meluap. Sambil menggigit gigi, ia berpaling kepada A Toa dan berkata, Putuskan kedua lengan bocah she Thio itu!

Baik,jawabnya. Ia maju setindak menghunus Ie Thian Kiam dan berkata,

Thio Kauw Coe, Coe jin memerintahkan aku memutuskan kedua lenganmu.

Alis Boe Kie berkerut. Ie Thian Kiam tajam luar biasa, tidak bisa dilawan dengan senjata apapun jua. Jalan satu-satunya ialah coba merampas pedang mustika itu dengan tangan kosong dengan menggunakan ilmu Kian Koen Tay Lo Ie. Tapi kalau musuh memiliki ilmu yang tinggi, sekali kurang hati-hati, sekali tergores, ia bisa celaka. Maka itulah ia jadi agak bingung dan tak tahu apa yang harus diperbuatnya.

Sekonyong-konyong Thio Sam Hong memanggil, Boe Kie, kau sudah paham Thay Kek Koen. Disamping ilmu pukulan itu, akupun menggubah Thay Kek Kiam (Ilmu Pedang Thay Kek) Mari! Aku akan mengajar ilmu pedang itu kepadamu supaya kau bisa melayani Sie coe itu.

Terima kasih Thay Soe Hoe, kata Boe Kie. Ia berpaling kepada A Toa dan berkata pula, cianpwee, aku tidak paham ilmu pedang, sesudah Soehoe memberi pelajaran barulah aku melayani cianpwee.

Biarpun ia mempunyai pedang mustika, tapi sudah melihat kelihaian Boe Kie, A Toa masih merasa keder. Sekarang ia girang, ilmu pedang adalah serupa ilmu yang sangat sulit. Untuk mempergunakannya secara lancer, orang harus berlatih sepuluh dan dua puluh tahun. Begitu belajar, begitu memperguanakannya adalah hal yang tak mungkin. Maka itu, ia lantas saja manggutkan kepala dan berkata: baiklah, aku menunggu di sini. Apa dua jam cukup?

Aku akan menurunkan pelajaran di sini, kata Thio Sam Hong. Tak usah dua jam setengah jam sudah lebih dari cukup.

Kecuali Boe Kie, semua orang kaget. Mereka hampir tak percaya kuping sendiri. Andaikata benar Thay Kek Kiam Hoat pandai luar biasa, tetapi dengan mengajar di hadapan orang banyak dan musuh bisa menyaksikannya, rahasia pukulan-pukulan lihai tidak dapat dipertahankan lagi.

Baiklah, kata A Toa. Kalau begitu, sebaiknya aku keluar dari ruangan ini. Tak usah, kata Thio Sam Hong.

Ilmu pedangku gubahan baru. Aku sendiri tak tahu apa dapat digunakan atau tidak. Tuan boleh turut menyaksikan dan kuminta tuan suka memberi petunjuk pada bagian-bagian yang kurang sempurna.

Sesaat itu, Yo Siauw mendadak ingat sesuatu, Ah! teriaknya, Sekarang aku ingat, tuan adalah Giok Bin Sin Kiam tiang loo yang berkedudukan tinggi dalam Kay Pang! Mengapa tuan rela menjadi budaknya orang? (Giok Bin Sin Kiam Sim Malaikat pedang yang mukanya seperti batu pualam, tiang loo tetua Kay Pang partai pengemis. Dalam Rajawali Sakti dan Pasangan Pendekar, Kay Pang dipimpin oleh Kioe Cie Sin Kay Ang Cit Kong)

Mendengar itu, jago-jago Beng Kauw terkesiap, Bukankah kau sudah mati? kata Cioe Tian. Bagaimana.. bagaimana kau bisa hidup lagi?

A Toa menghela napas. Aku manusia sisa mati. Katanya sambil menundukkan kepala. Apa yang sudah lampau perlu apa disebutkan lagi? Telah lama aku sudah bukan tiang loo dari Kay Pang.

Orang-orang yang lebih tua mengetahui, bahwa Giok Bin Sin Kiam Phoei Tong Peng dahulu menjadi kepala dari keempat tetua partai pengemis. Kelihaiannya dalam ilmu pedang telah menggetarkan dunia kang ouw dan disamping itu, ia pun terkenal sebagai pria yang sangat tampan, sepanjang warta, pada belasan tahun berselang, ia telah meninggal dunia karena sakit. Tentu saja munculnya di Sam Ceng tian sangat mengejutkan, lebih-lebih sebab mukanya berubah dan sekarang ia menjadi kaki tangan Tio Beng.

aku merasa sangat girang, bahwa Thay Kek Kiam Hoat akan mendapat pelajaran dari Giok Bin Sin Kiam, kata Thio Sam Hong. Boe Kie, apa kau mempunyai pedang?

Siauw Ciauw segera menghampiri dan menyerahkan Ie Thian Kiam kayu yang diambil dari Lek Lio Chung. Thio Sam Hong menyambut pedang itu dan berkata sambil tersenyum: pedang kayu? Apa kau kira aku akan menulis jimat atau mengusir hawa jahat? Ia berbangkit dan memegang senjata itu di tangan kiri, perlahan-lahan ia membuat lingkaran. Ia mulai bersilat dengan gerakan sangat lambat San Hoan To Goat, toa Kwie Chee Yan Coe Tiauw Coei, Co Lan Sauw, Yoe Lan Siauw dan sebagainya. Boe Kie mengawasi dengan mata tidak berkesiap tapi yang diperhatikannya bukan jurus pedang, hanya jiwa ilmu pedang itu bersambung-sambung.

Sesudah Thio Sam Hong selesai bersilat, tak seorangpun yang menepuk tangan. Mereka semua merasa heran. Apakah ilmu pedang itu yang lambat gerakannya dan tak menunjukkan keluar biasaan apapun jua dapat digunakan untuk melawan Giok Bin Sin Kiam? Tapi ada juga yang memikir lain. Mereka menduga, bahwa Thio Sam Hong sudah sengaja memperlambat gerak-geriknya, supaya dilihat oleh cucu muridnya.

Anak apa kau sudah lihat terang? tanya Thio Sam Hong.

Cukup terang, jawab Boe Kie.

Kau ingat semua?

Sudah lupa sebagian.

Bagus, aku banyak membikin susah kepadamu. Sekarang kau harus memikiri sendiri. Alis Boe Kie berkerut, suatu tanda ia sedang mengasah otak.

Beberapa saat kemudian, Thio Sam Hong bertanya lagi, Bagaimana sekarang?

Sudah lupa sebagian besar. Jawabnya.

Celaka! teriak Cioe Tian. Makin lama makin banyak yang dilupakan. Thio cinjin, ilmu pedangmu sangat sulit tak dapat orang mengangkatnya dengan hanya sekali lihat, coba sekali lagi.

Thio Sam Hong tertawa, Baiklah, aku akan bersilat sekali lagi. Katanya. Seperti tadi ia bersilat pula dengan gerakan perlahan. Sesudah beberapa jurus, semua penonton jadi makin heran sebab jurus-jurus yang diperlihatkan kali ini berbeda dengan jurus-jurus yang tadi.

Gila! Betul-betul gila! Teriak Cioe Tian.

Tapi guru besar itu tak meladeni si sembrono. Ia hanya senyum. Anak, katanya kepada Boe Kie. Bagaimana sekarang?

Masih ada tiga jurus yang belum terlupa.

Thio Sam Hong balik kursinya, sedang Boe Kie jalan terputar di ruangan itu. Tiba-tiba ia mengangkat kepala dan dengan paras muka berseri-seri, ia berseru, sekarang anak lupa semuanya! Lupa seluruhnya.

Bagus! kata sang Thay Soehoe. Sekarang kau boleh minta petunjuk Giok Bin Sin Kiam.

Seraya berkata begitu, ia menyerahkan pedang kayu yang dipegangnya kepada Boe Kie.

Boe Kie seraya menghampiri Phoei Tong Peng dan berkata seraya membungkuk. Phoei Cian Pwee, silahkan.

Cioe Tian menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Hatinya penuh kekuatiran.

Bagaikan seekor kera, Phoei Tong Peng melompat dan sambil berkata, Maaf ia menikam.

Sinar hijau berkelebat disertai dengan suara Srrt hal ini membuktikan, bahwa ia memiliki Lwee Kang yang sangat kuat, sedikitnya tak kalah dengan A Jie.

Semua orang terkejut. Dengan Lwee Kang yang sehebat itu, jangankan ia menggunakan pedang mustika, sedang pedang biasapun sudah sukar dilawan. Meskipun ia sudah tidak memiliki Giok Bin (muka tampan seperti batu pualam), tapi julukan Sin Kiam (pedang malaikat) sungguh bukan nama kosong.

Melihat serangan hebat itu, cepat Boe Kie membuat setengah lingkaran, menempelkan badan pedang kayu di badan Ie Thian Kiam, mengirim Lwee Kang, dan Ie Thian Kiam tertekan ke bawah.

Bagus! puji Phoei Tong Peng seraya membalik pedangnya dan menusuk pundak lawan. Boe Kie memutar senjata dan kedua lawan sama-sama melompat mundur. Ie Thian Kiam tergetar dan mengeluarkan suara unggg yang sangat nyaring.

Kedua pedang itu berbeda bagaikan langit dan bumi. Yang satu bersenjata mustika, yang lain hanya kayu belaka. Akan tetapi, karena bentrokan terjadi pada badan pedang, maka yang tajam tidak dapat berbuat banyak terhadap yang tumpul. Dengan memukul badan pedang maka boleh dikatakan Boe Kie sudah berhasil menangkap jiwa Thay Kek Kiam Hoat.

Tadi waktu memberikan pelajaran yang diturunkan Thio Sam Hong ialah jiwa atau intisari dari Thay Kek Kiam Hoat, tapi bukan justru ilmu pedang itu. Maka itulah, sesudah Boe Kie bisa menyelami intisari daripada ilmu pedang itu dan bisa menggunakan secara bebas, wajar dengan segala perubahan-perubahannya yang bermacam-macam. Dalam otak masih teringat sejuru dua dari apa yang dilihatnya, maka kelancaran itu akan terganggu. In Thian Ceng dan Yo Siauw mengerti prinsip tersebut, tapi Cioe Tian yang ilmunya masih agak cetek, sudah jadi kebingungan.

Suara bentrokan senjata makin lama makin gencar. Dengan jurus-jurus luar biasa, dengan Lwee Kang yang dahsyat dan dengan senjata mustika. Phoei Tong Peng mengirim seranganserangan berantai bagaikan hujan dan angina. Sinar hijau berkelebat-kelebat tak ada hentinya dan hawa dalam Sam Ceng Tian berubah dingin. Boe Kie melayani dengan hati-hati dan tenang. Dalam membela diri atau balas menyerang, pedang kayunya membuat lingkaranlingkaran, lingkaran besar, dan kecil. Lingkara itu seolah-olah benang sutra yang berputarputar dan untuk menggulung Ie Thian Kiam. Makin lama jumlah benang sutera jadi makin banyak. Sesudah bertempur dua ratus jurus lebih, kelincahan Ie Thian Kiam mulai berkurang. Phoei Tong Peng merasa, bahwa berat pedang selalu bertambah, dari lima menjadi enam kati, tujuh, delapan, sepuluh dua puluh.

Si kakek sekarang bangun, ia mengeluarkan keringat dingin. Tiga ratus jurus sudah lewat. Tapi ia belum juga bisa merampas pedang lawan yang terbuat dari pada kayu. Itulah kejadian yang belum pernah dialami. Pihak lawanm seperti juga melepaskan jala raksasa yang makin lama jadi makin kecil. Berulang kali Phoei Tong Peng menukar ilmu pedang, tapi ita tetap tidak dapat kemajuan. Terus menerus Boe Kie membuat lingkaran-lingkaran di antara penonton, kecuali Thio Sam Hong seorang, tak satupun yang bisa melihat tegas apa dia sedang menyerang atau membela diri. Pada hakikatnya Thay Kek Kiam Hoat hanya terdiri daripada lingkaran-lingkaran besar, kecil, miring, berdiri rata dan sebagainya, sehingga jika orang ingin berbicara tentang jurus ilmu pedang itu hanya terdiri dari satu jurus lingkaran. Tapi dalam jurus tunggal itu terdapat perubahan-perubahan yang tiada habisnya.

Sekonyong-konyong Phoei Tong Peng membentak keras, kumis atau alisnya berdiri dan Ie Thian Kiam menyambar dada Boe Kie. Itulah serangan yang disertai dengan seantero tenaga dalam. Boe Kie membalik senjata dan coba menangkis. Mendadak si kakek memutar sedikit pergelangan tangannya merampas dari samping. Kres pedang kayu itu putus enam dim dan Ie Thian Kiam meluncur terus ke dada Boe Kie.

Boe Kie terkesiap. Tapi dalam bahaya, ia tidak jadi bingung. Secepat kilat, telunjuk dan jari tengah tangan kirinya menjepit badan Ie Thian Kiam sedang tangan kanannya membabat lengan kanan musuh dengan pedang bunting. Biarpun kayu, tapi ia sebab membacok dengan tenaga Kioe Yang Sin Kang sampai hati untuk menyerang pula dan merampas pedang mustika itu.

Dengan tangan kiri mencekal Ie Thian Kiam Boe Kie seperti juga jepitan besi. Dalam keadaan begitu, jalan satu-satunya untuk menyelematkan lengan kanannya dari bacokan ialah melepaskan Ie Thian Kiam dan melompat mundur. lepas! bentak Boe Kie sambil menggigit gigi dengan nekat si kakek yang bandel membetot lagi. Kres! lengan itu terbabat putus dan terus meluncur jatuh!

Phoei Tong Peng lebih suka mengorbankan lengan daripada kehilangan pedang.

Sebelum lengan yang jatuh itu menyentuh lantai, tangan kiri si kakek menjambretnya dan mengambil pedang Ie Thian Kiam yang masih terus dicengkram dengan jari-jari tangan dari lengan yang putus itu.

Melihat kegagahan orang tua itu, Boe Kie kaget bercampur kagum dan ia tak sampai hati untuk menyerang pula dan merampas pedang mustika itu. Phoei Tong Peng menghampir Tio Beng dan seraya berkata membungkuk, Coe Jin, Siauw Jin tak punya kemampuan dan rela menerima hukuman.

Aku suruh kau putuskan kedua tangan bocah itu. Katanya dengan suara dingin. Muka si kakek yang sudah pucat jadi lebih pucat lagi. Baiklah. Katanya. Tangan kirinya mengayun Ie Thian Kiam yang dengan sekali berkelebat sudah memutuskan lengan kiri si kakek.

Dengan serentak semua orang mengeluarkan seruan tertahan. Boe Kie gusar tak kepalang. Sambil menuding, ia membentak, Tio Kouw Nio! Sungguh kejam kau! Phoei Sian Seng telah berbuat apa yang dia bisa. Tapi kau masih tak bisa memaafkannya.

Kau, bukan aku yang memutuskan tangannya. Kata si nona dengan suara dingin. Apa kau atau aku yang kejam?

Boe Kie jadi kalap, Kau. Kau teriaknya. Ia tidak bisa mendapatkan kata-kata yang tepat untuk melampiaskan kemarahannya.

Tapi Tio Beng tenang-tenang saja. Budakku, tak perlu kau campur urusan orang lain, ia menengok kepada Thio Sam Hong dan berkata pula. hari ini, dengan memandang muka Thio Kauw Coe, aku memberi ampun kepada Boe Tong Pay, ia mengibaskan tangan kirinya dan membentak. Berangkat! beberapa orang sebawahannya segera mendukung Phoei Tong Peng, A Jie, dan Oe Boen Cek dan kemudian beramai-ramai keluar dari Sam Tian Ceng.

Tahan! teriak Boe Kie sebelum kamu tinggalkan Hek Giok Toan Siokko, jangan harap kamu bisa berlalu dari Boe Tong San! dengan sekali melompat, tangannya menjambret Tio Beng.

Tapi sebelum tangan itu menyentuh si nona, tiba-tiba ia merasa kesiuran angin yang menyambar dari kiri ke kanan. Kedua serangan itu tidak ada suaranya. Tahu-tahu sudah tiba di hadapannya. Ia terkesiap, degnan kecepatan luar biasa ia membalik kedua tangannya dengan tangan kanan menyambut serangan yang datang dari sebelah kanan, tangan kiri menangkis pukulan yang menyambar dari sebelah kir. Begitu kedua tangannya kebentrok dengan tangan musuh, ia merasa tekanan Lwee Kang yang sangat kuat dan lebih hebat lagi, Lwee Kang itu dingin luar biasa. Tiba-tiba ia terkejut, hawa dingin itu sudah dikenalnya. Aha!

Hian Beng Sin Ciang yang dahulu hampir-hampir mengambil jiwanya!

Dalam kagetnya, Boe Kie segera mengerahkan Kioe Yang Sin Kang. Hampir berbareng, iga kiri dan kanannya ditepuk orang sehingga ia terhuyung beberapa tindak. Yang menepuknya adalah dua kakek yang bertubuh kurus jangkung. Selagi sebelah tangan mereka kebentrok dengan kedua tangan Boe Kie, sebelah tangan yang lainnya tanpa mengeluarkan suara sudah menyambar ke iga pemuda itu.

Seraya membentak keras, Yo Siauw dan Wie It Siauw melompat dan menyerang kakek itu.

Plak, plak! kedua jago Beng Kauw itu juga terhuyung beberapa tindak, dada mereka menyesak dan hawa dingin meresap sampai ke tulang.

Nama Beng Kauw sungguh besar, tapi kepandaiannya hanya sebegitu! kata si kakek di sebelah kanan. Sehabis berkata begitu, dengan kawannya, ia melindungi Tio Beng keluar dari Sam Ceng Tian.

Sebab kuatir akan keselamatan Kauw Coe mereka, orang-orang Beng Kuaw tidak mengubar dan mereka lalu mengerumuni Boe Kie yang duduk di lantai dengan dipeluk oleh In Thian Ceng.

Semua orang kelihatan bingung. Sambil tersenyum, Boe Kie menggoyang-goyangkan tangannya supaya orang jangan berkuatir. Perlahan-lahan ia mengerahkan Kioe Yang Sin Kang untuk mengeluarkan racun dingin itu dari dalam tubuhnya. Selagi hawa dingin itu terdesak ke luar, beberapa orang yang Lwee Kangnya agak cetek, bergemetaran badannya.

Tapi karena mencintai pemimpin mereka, tak seorangpun meninggalkan Boe Kie.

Beberapa saat kemudian, Boe Kie berkata, Gwa kong dan saudara-saudara sekalian.

Keadaanku tak apa-apa. Harap kalian jangan kuatir.

Mendengar Kauw Coe mereka bicara, semua orang merasa girang dan lantas mengundurkan diri. Sementara itu, kelihatanlah di atas kepala Boe Kie terus menerus keluar semacam asap berwarna putih, sebagai tanda bahwa pemuda itu sedang mengerahkan Lwee Kang yang dahsyat.

Beberapa saat kemudian, ia membuka baju dan pada kedua iganya terlihat tapak tangan dengan warna kehitam-hitaman. Berkat khasiat Kioe Yang Sin Kang, warna hitam itu perlahan-lahan berubah menjadi ungu, dari ungu menjadi abu-abu yang akhirnya menghilang.

Demikianlah, dalam waktu kira-kira setengah jam Boe Kie sudah berhasil mengusir seantero racun hitam Hian Beng Sin Ciang. Ia berbangkit dan berkata sambil tertawa, Biarpun mesti menghadapi bahaya, kita sekarang sudah mengenal muka musuh.

Yo Siauw dan Wie It Siauw pun tidak terluput dari racun dingin. Tapi sebab pada waktu menangkis, mereka mengeluarkan seluruh Lwee Kang, maka racun itu hanya masuk sampai di pergelangan tangan dan tidak menembus ke isi perut. Maka itu, sesudah mereka bersemedi dan mengerahkan tenaga dalam beberapa lama, merekapun berhasil mengusir racun tersebut.

Beberapa saat kemudian, Gouw Kin Co, Ciang Kie Soe Swie Kim Kie, melaporkan bahwa semua musuh sudah turun gunung.

Jie Thay Giam lantas saja memerintahkan Tie Kek Toojin menyediakan makanan untuk menjamu para anggota Beng Kauw. Selagi makan minum, Boe Kie menceritakan kepada Thay SoeHoe dan Sam SoePehnya segala sesuatu yang terjadi atas dirinya semenjak mereka berpisahan. Mendengar penuturan yang luar biasa itu, semua orang merasa kagum dan heran.

Tahun itu, di ruangan ini juga aku telah beradu tangan dengan si kakek yang memiliki Hian Beng Sin Ciang itu, kata Thio Sam Hong. Pada waktu itu, ia menyamar sebagai perwira tentara mongol. Sampai sekarang, aku masih belum tahu dengan kakek yang mana aku beradu tangan. Kalau dipikir-pikir, aku harus merasa malu, karena sampai hari ini aku masih belum mampu meraba asal-usul kedua orang itu.

Kitapun masih belum tahu siapa adanya wanita She Tio itu, menyambung Yo Siauw. Dia pasti mempunyai orang-orang Seperti Hian Beng Jie Loo (dua kakek yang memiliki Hian Beng Sin Ciang) menakluk di bawah perintahnya.

Kita sekarang menghadapi dua tugas yang harus segera diselesaikan, kata Boe Kie. Pertama kita harus merampas Hek Goan Toan Siokko untuk mengobati luka Jie Sam SoePeh dan In Liok Siok. Kedua, kita harus segera menyelidiki dimana adanya Song Toa Peh dan yang lainlain. Untuk menunaikan kedua tugas ini, kita harus mencari si wanita she Tio.

Jie Thay Giam tertawa getir, Aku sudah bercacad selama kurang lebih dua puluh tahun, sehingga biarpun Hek Goan Toan Siokko bisa dirampas, kurasa cacad ini tak mungkin disembuhkan lagi. Katanya. Perhatian kita sekarang harus ditujukan kepada Toako, Liok Tee dan yang lain-lain.

Kita harus bertindak cepat, kata Boe Kie pula. Kuminta Yo Co Soe, Wie Hok Ong, dan Swee Poet Tek Tay Soe mengikut aku turun gunung untuk mengejar musuh. Dengan berpencaran, kelima Ciang Kie Hoe Soe (wakil pemimpin) dari lima bendera harus pergi ke Go Bie, Hwa San, Koen Loen, Khong Tong, dan Siauw Lim Sie di Hok Kian untuk mengadakan hubungan berbagai partai dan mengadakan penyelidikan. Gwa Kong dan Koe Koe (Paman, In Ya Eng) pulang ke Kang Lim untuk mempersiapkan seluruh pasukan Peh Bie Kie. Tiat Koan Too Tiang dan Cioe Sian Seng, Pheng Thay Soe dan Ciang Kie Soe dari Ngo Heng Kie untuk sementara waktu berdiam di Boe Tong Pay guna memantu Thay Soehoe Thio Cin Jin.

Demikianlah, dengan sikap wajar ia mengeluarkan perinta. Sedang In Thian Ceng, Yo Siauw, Wie It Siauw dan yang lain-lain menerimanya sambil membungkuk. Melihat begitu, bukan main girangnya Thio Sam Hong. Semula guru besar itu masih bersangsi, apakah cucu muridnya yang masih baru begitu muda bisa menguasai jago-jago Beng Kuaw.Sekarang dengan mata kepala sendiri ia menyaksikan bahwa In Thian Ceng dan yang lain-lain benarbenar mengakui Boe Kie sebagai pemimpin mereka yang mempunyai kekuasaan mutlak.

Kepandaiannya yang tinggi dan otaknya yang cerdas biarpun harus dikagumi di mataku tidaklah berharga terlalu besar. Kata Thio Sam Hong di dalam hati. Tapi bahwa ia berhasil menaklukkan memedi-memedi Beng Kuaw dan Peh Bie Kie, hingga mereka sekarang balik ke jalanan lurus sungguh-sungguh satu kejadian yang menakjubkan. Ha!... Coei San ada turunannya memikir begitu, kedua mata guru besar itu mengembang air.

Boe Kie berempat cepat-cepat makan dan sesudah makan, mereka segera meminta diri dari Thio Sam Hong dan segera turun gunung untuk mengejar Tio Beng. In Thian Ceng dan para pemimpin Beng Kauw. menghantar sampai di kaki gunung. Poet Hwi yang rupanya berat untuk segera berpisahan dengan ayahnya mengikuti terus dan sesudah melalui lagi kira-kira satu li, Yo Siauw berkata, Poet Hwi, kau baliklah, rawatlah In Liok Siok sebaik-baiknya.

Baiklah, jawab si nona, mengawasi Boe Kie dan tiba-tiba paras mukanya berubah merah. Boe Kie Koko, katanya dengan suara perlahan. aku ingin bicara sepatah dua patah dengan kau.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar