Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 76

Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 76
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------

Bagian 76

“Ya” kata Boe Kie. “Selama beberapa hari ini tak boleh kau berpisahan dari aku.” Sesudah berdiam beberapa saat, ia berkata pula. “Belum cukup setahun, cara bagaimana ilmu silatnya bisa maju begitu pesat? Pada jaman ini, didalam dunia ini, kecuali aku mungkin tidak ada lain orang yg bisa melindungi jiwamu.”

Pada keesokan paginya, Boe Kie menggali lubang dan mengubur jenazah suami istri Touw. Bersama Tio Beng, ia mengunjuk hormat yang penghabisan kepada kakek dan nenek itu.

Baru saja mereka bertindak untuk meninggalkan tempat itu, di kuil Siauw Lim Sie sekonyong2 terdengar suara lonceng yang gencar bersambung sambung. Beberapa saat kemudian diudara sebelah timur muncul sinar api yang berasap hijau, disebelah selatan sinar berasap merah, dibarat putih dan diutara hitam. Beberap li dari empat sinar itu, kelihatan lain sinar yang berasap kuning sehingga denga demikian kelima sinar api itu mengurung kuil Siauw Lim Sie.

“Ngo heng kie datang kesini!” seru Boe Kie. “Mereka datang mungkin secara resmi dan terang2an. Lekas!” Cepat2 ia dan Tio Beng menukar pakaian, mencuci muka dan berlari2 kearah kuil dengan menggunakan ilmu ringan badan. Baru beberapa li mereka sudah bertemu dengan sepasukan anggota Beng Kauw yang mengenakan baju putih dan membawa bendera2 keceil warna kuning.

“Apa Gan Kie cie berada dalam pasukanku?” tanya Boe Kie dengan suara nyaring. (Kie cie = pemimpin bendera)

Mendengar teriakan itu, Gia Hoan Ciang Kie Soe Hauw Touw Kie menengok dan begitu lihat Boe Kie, ia bersorak kegirangan. Buru2 ia menghampiri dan berlulut sambil berkata “Houw Touw Kie Gan Hoan menghadap kepada Kauw coe!” Semua anggota pasukan turut berturut dan kemudian bersorak2.

Ternyata di bawah pimpinan Kong beng Cosoe Yo Siauw dan Kong beng Yo Soe Hoan Yauw, tokoh2 Beng Kauw dan lima pasukan Ngo Heng Kie menyateroni Siauw Lim Sie untuk menuntut dimerdekakannya Cia Soen.

Para pemimpin Beng Kauw mengerti, bahwa kedatangan mereka di Siauw Lim Sie dapat mengakibatkan pertempuran besar2an. Menurut pantas, tindakan yang penting itu harus diputuskan dan dipimpin oleh kauwcoe sendiri. Tapi karena waktu sudah mendesak, mereka tidak bisa menunggu Boe Kie lagi. Apabila mereka datang pada harian Toan Ngo, usaha menolong Cia Soen akan terlebih sukar karena pada waktu itu orang2 gagah dari berbagai golongan sudah berkumpul dikuil Siauw Lim Sie. Maka itulah sesudah berdamai masak2, mereka mengambil keputusan untuk menyateroni Siauw Lim Sie sepuluh hari sebelum Toan Ngo.

Pertemuan itu tentu saja sangat menggirangkan Boe Kie.

Sementar itu, beberapa anggota pasukan sudah meniup terompet pertanda tentang kedatangan Kauwcoe tak lama kemudian, Yo Siauw, Hoan Yauw, In Thian Ceng wie It Siauw, In Ya Ong, Cioe Tian, Pheng Eng Giok, Swee Poet Tek, Tiat Koan Toojien dan yang lain2 datang dengan beruntun. Mereka memberitahukan, bahwa oleh karena harus berada pada tempatnya masing2 disekitar kuil, maka empat bendera, yaitu Swie kim, Kie bok, Ang Soei dan Tat hwee, tidak bisa menghadap kepada kauwcoe. Melihat tokoh2 Beng Kauw kumpul semua tak kepalang girangnya Boe Kie.

Sesudah saling memberi hormat, Yo Siauw dan Hoa Yaow secara resmi memohon maaf untuk kelancangan mereka yang sudah bertindak tanpa persetujuan atau perintah Kauwcoe.

“Kalian jangan terlalu sungkan,” kata Boe Kie. “Kita semua bersatu padu dan bertekad untuk menolong Ciat Hoat Ong. Hal ini membuktikan gie khie, rasa setia kawan yang sangat kuat didalam agama kita, untuk itu aku merasa sangat berterima kasih, mana bisa jadi aku mempersalahkan kalian?” Sesudah berkata begitu, ia segera menceritakan segala pengalamannya, hasil penyelidikannya Siauw Lim Sie dan pertempuran melawan tiga tetua Siauw Lim, mendengar bahwa semua kejadian itu merupakan akibat dari tipu busuk nya Seng Koan, semua orang jadi gusar sekali dan Cioe Tian serta Tiat koan too jin yang berangasan lantas saja mencaci.

Sesudah menuturkan pengalamannya, Boe Kie berkata pula, “Hari ini dengan pasukan besar kita datang di Siauw Lim Sie, sedapat mungkin kita harus coba mempertahankan keakuran. Apabila kita terpaksa turun tangan, maka tujuan kita yang pertama ialah menolong Cia Hoat Ong dan tujuan kedua membekuk Seng Koen. Seboleh2 jangan sampai jatuh terlalu banyak korban!” Semua orang berjanji untuk memperlihatkan pesan pemimpin mereka.

Sambil berpaling kepada Tio Beng, Boe Kie berkata lagi, “Beng-moay, sebaiknya kau menyamar supaya tak usah menimbulkan lain urusan.”

Si nona tersenyum, “Gan Taoko,” katanya, “Biarlah aku menyamar sebagai anggota pasukanmu.”

Biarpun belum tahu hubungan antara Kauw coe dan nona itu, tapi mendengar istilah “Beng moay”, Gan Hoan mengerti, bahwa antara sang pemimpin dan si nona mempunyai hubungan yang sangat erat. Ia lantas saja mengingatkan dan memerintahkan salah seorang anggota pasukannya membuka jubah luarnya dan menyerahkannya kepada Tio Beng.

Dengan membawa jubah itu, si nona berlari2 kehutan untuk menukan pakaian dan memoles mukanya dengan tanah. Tak lama kemudia dia kembali sebagai seorang anggota Houw Touw kie yang kurus dan bermuka kehitam2an.

Dengan diiringi suara terompet para pemimpin Beng Kauw segera mendaki gunung kearah kuit.

Pemimpin Siauw Lim Sie sudah menerima surat resmi dari Beng Kauw dan dengan membawa sejumlah pendeta, Kong tie Siansoe menyambut dipendopo diluar kuil.

Sesudah bilagui Seng Koen, bahwa Beng kauw bersekutu dengan Jie Lam Ong, Kong Tie menyambut dengan penuh kegusaran. Ia hanya merangkap kedua tangannya tanpa mengeluarkan sepatah kata, sedang paras mukanya kelihatan menyeramkan.

“Untuk satu urusan penting, kami ingin bertemu dengan Hong thio Sengceng,” kata Boe Kie sambil menyoja.

“Persilahkan!” kata Kong tie yang lalu mengantar rombongan itu. Diluar pintu kuil, rombongan Boe Kie disambut oleh Kong Boen Sian Soe. Mendengar kedatangan Boe Kie sebagai Kauwcoe dari Beng Kauw, Kong Boen tak mau melanggar adat istiadat Rimba Persilatan. Ia keluar menyambut dengan mengajak Sioe coe (pemimpin) Tat mo tong To kan tong dan Cong keng kok. Sesudah saling memberi hormat, ia mengajak para tamu masuk di Thay Hiong. Po thian dan beberapa pendeta kecil lantas saja menyuguhkan teh.

“Hong thio Sing Ceng,” kata Boe Kie, “Tanpa urusan penting, kami tentu tidak berani datang disini. Maksud kunjungan kami ialah untuk memohon dimerdekakannya Hoe Kauw Hoat Ong cia hoat Ong kami. Untuk budi yang sangat besar itu, kami pasti tak akan melupakan dan akan berusaha untuk membalasnya.”

O mie to hoed!” kata Kong boen. “Pada hakekatnya tentang beribadat harus berpokok belas kasihan dan tidak boleh membunuh. Menurut kebiasaan, kami memang tidak boleh menyukarkan Cia Soen. Tapi sebagaimana diketahui, suhenku Kong kian telah binasa didalam tangan Cia Siesoe. Sebagaimana pemimpin dalam satu agama, Thio Kauwcoe tentu pahan akan peraturan didalam rimba persilatan.

“Didalam peristiwa yang menyedihkan itu, terselip latar belakang yang berbelit2 dan sesudah mengetahui latar belakang itu kita sebenarnya tidak dapat mempersalahkan Cia Hoat Ong,” kata Boe Kie yang lalu menjelaskan jalannya peristiwa, cara bagaimana untuk menghilangkan satu permusuhan besar. Kong kian rela menerima pukulan Cia Soen.

Baru Boe Kie memutar separuh, Kong Boen sudah berbangkit dan berdiri sambil membungkuk. Dengan sinar mata berlinang2, ia berkata: “Siancay! Siancay! Untuk menolong sesama manusia, Kongkian suhen rela membuat pengorbanan yg besar itu. Jasanya sungguh tak kecil.”

Berapa pendeta lantas saja membaca doa. Para pemimpin Beng Kauw pun segera bangun berdiri sebagai tanda menghormat kepada pendeta suci itu.

“Sesudah mencelakai Kongkian seng ceng sebab kesalahan tangan, Cia Hoat ong berduka dan menyesal,” kata pula Boe Kie. “Tapi seumpamanya urusan ini lalu diusut lebih jauh orang yg berdosa adalah Goan tin Taysoe dari Siauw Lim sie.” Melihat Seng Koen tidak berada disitu, ia berkata, “Aku memohon supaya Goan tin Taysoe disuruh keluar guna dipadu di hadapan orang banyak, supaya Hong thio Seng ceng bisa membuktikan, apa aku berdusta atau tidak.”

“Benar,” sela Cioe Tian. “Di Kong beng teng keledai gundul itu berlagak mampus, lekas panggil dia keluar!” Si sembrono rupa2nya masih sakit hati terhadap Seng Koen yg telak mempersakitinya dalam pertempuran di Kong beng teng.

Boe Kie melirik dan menegur, “Cioe Sianseng, kau tak boleh berlaku kurang ajat dihadapan Hong thio Taysoe.”

“Aku bukan maki dia, aku maki penjahat Seng Koen,” jawabnya, tapi ia tidak berani bicara apa2 lagi.

Mendengar perkataan Cioe Tian, Kong tie yang sudah bergusar tidak bisa menahan sabar lagi, “Tapi bagaimana dengan kebinasaan Kong seng sute?” tanyanya.

“Kong seng ceng berdarah panas, beradat polos dan memiliki sifat ksatria sejati,” jawab Boe Kie. “Di Kong beng teng aku pernah menerima pelajarannya dan aku merasa sangat kagum akan kepandaiannya. Aku turut berdukacita untuk kemalangannya. Ia mati karena diserang oleh manusia jahat dan hal itu tiada sangkut pautnya dengan agama kami.”

Kongtie tertawa dingin, “Thio kouwcoe mencuci tangan bersih2,” ejeknya.

“Apakah persekutuan antara Koencoe dari Jie lamong dan Beng Kauw bukan sebuah kenyataan?”

Muka Boe Kie berubah merah. “Memang benar, sesudah kebentrok dengan ayah dan kakaknya, Koencoe telah masuk kedalam agama kami,” sahutnya. “Perbuatannya terhadap Siauw Lim Sie memang satu kesalahan. Aku berjanji akan selalu bersedia mengajak dia datang kemari guna mengakui kedosaannya dan memohon maaf.”

“Thio Kauwcoe, pandai sunggu kau menggoyang lidah!” bentak Kong tie. “Apa dengan berkata begitu kau tidak akan ditertawai oleh para orang gagak dikolong langit?”

Boe Kie jadi serba salah. Sebagai seorang jujur, didalam hati ia mengaku, bahwa perbuatan Tio Beng dalam menyerang dan menangkap pendeta2 Siauw Lim Sie memang suatu kedosaan terhadap Siauw Lim Sie. Biarpun urusan itu bukan urusan Beng Kauw, tapi setelah si nona masuk ke dalam agamanya, ia tidak bisa mencuci tangan begitu saja.

Selagi ia bersangsi, Tiat Koan Toojin yang meluap darahnya sudah mulai membentak:

“Kong tie taysoe! Dengan memandang sebagai pendeta suci yang tertua, kauwcoe kami sudah berlaku sangat sungguh terhadapmu. Sebaiknya kau tahu diri sebagai pemimpin Beng kauw dan sebagai seorang ksatria, mana bisa jadi kauwcoe kami bicara sembarangan? Kau menghina kauwcoe kami dan itu berarti kau menghina Beng Kauw yang mempunyai anggota ratusan laksa. Meskipun kauwcoe sangat baik hati dan tidak mempunyai rasa gusar, hinaan itu tidak ditelan begitu saja oleh kami semua,” pada waktu itu Beng Kauw sudah menguasai banyak daerah dengan tentara rakyat berjumlah besar dan istilah “ratusan laksa” tidaklah terlalu berlebih2an.

Kong tie tertawa tawar, “Ratusan laksa?” ia mengulang. “Apa kalian mau menginjak Siauw Lim Sie sampai jadi bumi rata? Bukan baru sekarang. Mo Kauw menghina Siauw Lim. Bahkan kami sampai kena ditawan dan dikurung di Ban hoat si, kami tidak mempersalahkan siapapun juga. Kami hanya boleh merasa menyesal karena ceteknya kepandaian kami. Huh huh! … Lebih dahulu membasmi Siauw Lim, kemudian menumpas Boetong, yang merajai Rimba Persilatan, hanyalah Beng Kauw. Sungguh gagah! Sungguh angker!”

Boe Kie lantas saja ingat. Bahwa kata2 itu, “Lebih dahulu membasmi Siauw Lim dan sebagainya yang di “ukir” dengan coretan tangan dalam ilmu Kim Kong Tay lek cie, terdapat pada patung Tat me Couw soe. Huruf2 dituli oleh salah seorang jagoan Tio Beng, sesudah para pendeta Siauw Lim Sie tertawan dan dibawa pergi. Waktu itu, Kouw Touw too Hoao Yauw masih menghamba dibawah perintah Tio Beng, tapi didalam hati ia lelah, untuk menyingkirkan bencana yang diatur oleh Tio Beng, sesudah semua orang pergi, buru2 ia kembali ke Tat Mo tong dan memutar patung tersebut, sehingga pulih ketempat asalnya, yaitu menghadapi tembk, belakangan waktu rombongan Boe Kie dalam kuil Siauw Lim sie dengan bantuan In Ya Ong, Yo Siauw memutar patung itu dan membaca huruf2 tersebut. Sesudah membaca, mereka memulangkan kedudukan patung itu seperti tadinya, yaitu menghadap tembok, belakangan waktu rombongan Boe Kie dalam kuil Siau Lim sie, dengan bantuan Yo Siauw emutar patung itu dan membaca huruf2 tersebut. Sesudah membaca, mereka memulangkan kedudukan patung itu seperti tadinya, yaitu menghadap ketembok, supaya jangan samapi diketahui oleh orang Siauw Lim Sie. Tapi sekarang ternyata bahwa pihak Siauw Lim sie toh mengetahui juga.

Boe kie yang jujur tidak pandai bicara. Ia mengakui bahwa penulisan huruf2 itu dimuka patung yg di papas rata adalah perbuatan Tio Beng yg paling tak pantas. Ia merasa malu dan tidak bisa menjawab sindiran Kong tie.

Melihat sang Kauwcoe membungkam, Yo Siauw segera maju menolong. “Kami sungguh tidak mengerti maksud perkataan Kong tie Tay soe,” katanya. “Mendiang ayahanda thio Kauwcoe adalah seorang murid Boe tong. Hal ini diketahui oleh semua orang. Andaikata benar2 kami, orang2 Beng Kauw, gila2an, kami pasti masih tidak berani menghina ayahanda Kauwcoe kami sendiri. Disamping itu, ukiran jari tangan itu dilakukan dengan menggunakan ilmu Kim kong Tay tek cie, yaitu ilmu rahasia Siauw Lim Sie yang tak sembarangan diturunkan kepada orang. Diantara orang2 agama kami tidak satupun yang mengenal ilmu tersebut. Kong ti taysoe adalah seorang ahli yang mengenal ilmu silat dalam rimba persilatan, sehingga taysoe tentu tahu, apa dengan bicara begini aku berdusta atau tidak,” jawab Yo Siauw itu membuat Kong tie tidak bisa membuka suara lagi.

“Ketika bertengkar disini tak ada gunanya,” kata Kong boen dengan suara sabar. “Menurut pendapat looiap, sebaiknya kita sekarang pergi ke Tat mo tong untuk melihat dengan mata sendiri.” Kong boen seorang yang sabar dan mulia hatinya. Iapun tahu bahwa Beng kauw bertenaga besara dan kalau sampai terjadi bentrokan besar2an Siauw Lim sie mungkin menjadi hancur.

“Begitupun baik,” kata Boe Kie sambil menyapi seluruh ruangan dengan menanya. Melihat Tio Beng tidak turut masuk disitu, hatinya agak lega.

Dengan Tio kek ceng (pendeta menyambut tamu) sebagai pembuka jalan; semua orang lantas saja menuju ke Tat mo tong. Tat mo tong adalah tempat istirahat dan semedhi dari pendeta2 Siauw Lim sie yang berkedudukan tinggi. Pendeta yang tingkatannya terendah tak akan berani masuk keruangan itu! Bahkan sioe Co (kepala) Tat mo tong sendiri berlaku semabrangan terhadap pendeta2 yang berada disitu.

Begitu tiba didepan ruangan yg pintu nya tertutup. Kong tia lantas berkata, “Hong thio mengajak para sioecoe (tuan) dari Beng Kauw datang di Tat mo tong untuk melihat patung Cee couw (leluhur yang pertama).”

Sesudah menunggu beberapa saat dan di dalam tidak terdengar suara apa2, sioecoe dari Tat mo tong lantas saja menolak pintu. Didalam ruangan itu terdapat sembilan pendeta tua yang bersemedhi diatas tikar sambil memejamkan mata. Cara mereka bersemedhi berbeda-beda, ada yang berlutut, yang tidur, ada yg mengangkat sebelah kiri dan sebagainya, Boe Kie tahu bahwa mereka sedang melatih diri dalam lweekang yang tertinggi dan cara bersemedi yang aneh2 itu dilakukan dengan mencontoh patung2 lima ratus lohan. Kesembilan pendeta itu tidak menghiraukan kedatangan Hong thio. Dengan mulut membungkam dan badan tidak bergerak, mereka seolah2 sembilan patung.

“Waktu aku datang di Siauw Lim Sie, dalam ruangan ini hanya terdapat sembilan tikar rombeng,” kata Boe Kie didalam hati. Diantara pendeta2 yang ditawan Beng Moay juga tidak terdapat sembilan pendeta tua. Kemana mereka pergi?”

Kong beng, Koen tie dan yang lain2 juga tidak memperdulikan sembilan pendeta itu. Mereka segera berlulut dihadapan patung tat mo couw soe. “Hari ini tee coe mengganggu Cee couw dan untu kekurang ajaran ini, teecoe mohon di ampuni,” kata Kong boen yang lalu memerintahkan enam orang murid untuk memutar patung tersebut. Enam murid itu segera maju, menangkap kedua tangan mereka dan mulut mereka berkemak kemik membaca doa. Sesudah itu, dengan sikap hormat barulah mereka mengerahkan lweekang dan memutar patung tersebut yang beratnya dua ribu kati lebih.

Baru saja patung itu terputar separuh, semua orang mengeluarkan seruan kaget. Mengapa? Sebab muka patung lengkap, sempurna dengan mulut mata kuping dan hidung yg tak ada cacatnya!

Itulan kejadian yang sungguh2 mengejutkan. Sebagaimana diketahui, muka patung itu telah dipapas orang sehingga rata dan menyerupai papan batu dan diatas papan batu itu tertulis “Lebih dahulu membasmi Siauw Lim kemudia menumpas Boetong, yang merajai Rimba Persilatan, hanyalah Beng Kauw.” Mengapa sekarang muka itu lengkap sempurna?

Dengan rasa penasaran Kong tie maju memeriksa. Ia mendapat kenyataan, bahwa muka patung itu dipahat sebuat batu besar. Muka patung bukan ditempelkan pada bagian muka yg dulu sudah dipapas rata. Tegasnya dari muka sampai ke badan, patung itu terbuat dari sepotong batu raksasa.

Semua orang saling mengawasi dengan mulut ternganga. Untuk beberapa lama mereka tak dapat mengeluarkan sepatah kata. Kemungkinan satu2nya ialah lebih dulu orang membuat sebuah patung baru kemudian mengeluarkan patung lama dati Tat mo tong dan akinya memasukkan patung baru itu kedalam Tat mo tong. Tapi ini tak mungkin dilakukan tanpa diketahui orang. Selama beberapa bulan yg belakangan Siauw Lim sie, dijaga keras sehingga jangankan sebuah patung raksas sedang sebuah mangkok pun takkan bisa keluar masuk di Tat mo tong tanpa diketahui.

Melihat kekagetan para pendeta Yo Siauw tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik itu. “Siauw Lim sie mempunyai rejeki yang besar dan pahal terhadap semsama manusia yang tiada batasnya” ,katanya dengan suara nyaring. “Tat mo Loocouw telah memperlihatkan keangkerannya dan memperbaiki sendiri patungnya yang dirusak orang. Kejadian ini benar2 kejadian yg menggirangkan dan patut diberi selamat.” Sehabis berkata begitu, ia menekuk kedua lututnya dan berlutut di hadapan patung.

Boe kie dan lain2 tokoh Beng Kauw lantas saja mengikuti. Para pendeta Siauw Lim tak bisa berbuat lain daripada membalas hormat. Kong boen couw telah memperlihatkan keangkeran dan memperbaiki sendiri kerusakan itu, ia menduga bahwa itu semua kerjaan Beng Kauw. Tapi biar bagaimanapun juga andaikata benar kerjaan Beng Kauw dapat dikatakan sudah coba memperbaiki kesalahannya dan sudah menghaturkan maaf dengan demikian, kegusaran para pendeta lantas saja berkurang.

“Patung sudah baik kembali dan hal ini tak usah disebut2 lagi,” kata Kong boen yang lalu memerintahkan keenam murid Siauw Lim untuk memutar kembali patung itu. Sesudah itu ia berkata pula, “Semalam Kauw Tio datang berkunjung dan sudah berkenalan dengan ketiga susiok loolap, Touw ok susiok dan Thio Kauwcoe telah berjanji, bahwa asl Khioe kauwcoe dapat memecahkan Kim kong Hok mo coan, maka Thio Kauwcoe lantas boleh membawa Ciao Siecoe pergi. Apa benar ada perjanjian begitu?”

“Benar,” jawab Boe Kie. “Touw ok Taysoe telah mengatakan begitu. Aku merasa sangat kagum tehadap ilmu sam wie ko ceng dan kutahu bukan tandingan mereka. Semalam aku sudah dikalahkan dan sebagai pecundang mana berani aku menjual lagak lagi?”

“Omieko hoad, Thio kauwcoe mengeluarkan kata2 yg terlalu berat,” kata Kong Boen. “Semalam menang atau kalah belum ada keputusannya dan ketiga soesiok loolap merasa sangat berterimakasih akan kemuliaan Thio Kauwcoe.”

Mendengar kelihaian ketiga tetua Siauw Lim itu, sebagai biasanya ahli2 silat, tokoh2 Beng Kauw lantas saja kepingin menyaksikan kepandaian mereka. “Kauwcoe,” kata In Thian Ceng, “Karena pihak Siauw lim sendiri yang ingin menjajal kepandaian, maka kita terpaksa harus meminta pelajaran dari mereka. Tujuan kedatangan kita adalah untuk menolong Cia Heng tee. Kita terpaksa berbuat begitu dan sama sekali bukan mau menjajal lagak di Siauw Lim sie.”

Sebagi cucu Boe Kie sangat mengindahkan perkataan kakeknya. Apa pula untuk mencapai tujuan mereka, Beng Kauw tidak mempunyai pilihan lain dari pada bertempur. “Mendengar ilmu yang sangat tinggi dari ketiga tetua Siauw Lim saudara2ku ingin sekali menemui mereka dan pertemuan ini sangat menggirangkan kita semua.”

“Persilahkan!” kata Kong tie yang lantas mengajak para tamunya kepuncak bukit yang terletak dibelakang kuil.

Kaki bukit itu dijaga rapat2 oleh pasukan Ang Soei Kie, tapi Kong boen dan kawan2nya tidak menghiraukan. Dengan sikap tenang mereka mendaki bukit. Begitu tiba dipuncak Kong Boen dan Kong Tie menghampiri pohon siong dan melaporkan kedatangan rombongan Beng Kauw sambil membungkuk. “Bagus! Bagus sungguh!” kata Touw ok. “Soal sakit hati Yo po Thian sudah beres dan soal patung Cie Cauw juga sudah beres. Bagus! Thio Kauwcoe beberapa orang yg mau main?”

Sesudah memikir sejenak Boe Kie menjawab “Semalam aku sudha berkenalan dengan singkang Sam wie yang sangat tinggi dan menurut pantas aku tidak boleh memperlihatkan lagi kebodohanku kehadapan Sam wie. Akan tetapi karena antara Cia hoat ong dan aku terdapat perhubungan ayan dan anak dan dengan saudara2 lain nya mempunyai perhubungan persaudaraan, maka dengan tidak mengimbangi tenaga sendiri kami terpaksa harus berusaha juga untuk menolongnya. Menurut pendapatku jalan yang paling adil ialah aku meminta bantuan dua saudara sehingga tiga melawan tiga.”

“Thio Kauwcoe tak usah berlaku sungkan,” kata Touw ok. “Apabila didalam kalangan Beng Kauw terdapat orang lain yang berkepandaian sama tingginya seperti Kauwcoe maka dengan dua orang saja Kauwcoe akan bisa membinasakan kami bertiga. Tapi menurut pendapat loolap didalam dunia tak ada yg bisa menyamai kepandaian Kauwcoe. Maka itu sebaiknya kauwcoe menggunakan lebih banyak orang untuk mengurubuti kami.”

Tioe Can Tiat koan Toojin dan lain2 saling mengawasi. Mereka menganggap Touw Ok sangat sombong. Tapi dalam kesombongan itu, si pendeta mengakui bahwa didalam dunia tak ada orang bisa menandingi Bie Koe, satu pujian tinggi bagi Kauwcoe mereka.

Boe Kie membungkuk dan berkata, “Biarpun agama kami tidak bisa berendeng dengan Siauw Lim pay, tapi dalam sejarah ratusan tahun kami masih memiliki juga beberapa orang pandai. Aku sendiri sebenarnya menduduki kursi kauwcoe hanya untuk sementara waktu. Kalau bicara tentang kepandaian, di dalam agama kami terdapat banyak orang yg berkepandaian lebih tinggi daripada aku. Wie Hok ong serahkanlah karcis nama ini kepada Sam wie ko ceng!” Sehabis berkata begitu ia merogoh saku dan mengeluarkan selembar karcis nama yg tercantum nama2 para tokoh Beng Kauw yg berkunjung.

Wie It Siauw mengerti bahwa Boe Kie ingin supaya ida memperlihatkan ilmu ringan badannya yang tiada keduanya di dalam dunia. Ia membungkuk dan menyambuti karcis nama itu. Mendadak tanpa memutar tubuh ia melesat atau lebih benar terpental bagaikan menyambarnya sebutir peluru ketengah2 tiga pohon siong dn dalam satu gerakan yang indah, menyodorkan karcis nama itu kepada Touw Ok.

Ketiga tetua Siauw Lim itu sudah kenyang makan asam garam dunia dan mempunyai pengalaman yang sangat luas. Tapi ilmu ringan badan yg lihai itu baru pernah dilihatnya.

Tanpa terasa mereka berseru “Bagus!”

Dengan membungkuk sedikit Touw ok menyambuti karcis nama itu. Begitu lima jari tangannya menyentuh kertas, begitu Wie It siauw merasa badannya kesemutan. Ia terkejut dan segera mengerahkan lweekang untuk melawannya.

Sedetik kemudian Youw Ok sudah mengambil karcis nama itu dan giliran tenaga lweekannya yang dirasai Ceng ek Hok ong lantas saja hilang. Paras muka Wie it siauw berubah. Ia tak menduga bahwa pendeta itu memiliki lweekang yg sedemikian tinggi. Ia tidak berani berdiam lama2 disitu. Sesudah memanggutkan kepala, ia melayang diatas rumput dan kembali kepada Boe Kie. Ilmu ringan badan yg digunakannya ialah Co siang hoei (Terbang diatas rumput).

Biarpun bukan ilmu luar biasa, ia melakukannya secara lain dari yang lain.

Kong boen dan Kong tie tahu dengan mendapat pelajaran dari dan latihan semata2 orang tak dapat mencapai ilmu ringan badan pada tingkat yang begitu tinggi. Disamping guru dan latihan, Wie Hok Ong mempunyai bakat yang tidak dipunyai orang lain.

“Sesudah Thio Kauwcoe mengambil keputusan untuk tiga melawan tiga, bolehkan loolap mendapat tahu, disampai Wie Hok Ong siapa lagi yang memberi pelajaran kepada kami?” tanya Touw Ok.

“Wie Hok Ong sudah menerima pelajaran lweekang dari taysoe,” jawabnya. “Yang akan membantu aku adalah Co Yoe Kong beng Siocia.”

“Sungguh lihai mata pemuda itu,” Touw Ok memuji didalam hati. Ia sudah bisa lihat pengiriman lweekang dengan melalui karcis nama.

Siapa itu Co yoe kong beng Soe cia? Apa mereka lebih lihat dari Wie hok ong? Sebgai orang yg sudah lama menutup diri, ia pernah mendengar Co yoe Kong beng Soe cie. Sementara itu, Yo Siauw dan Hoan Yaow, lantas saja maju dan berkat sambil membungkuk, “Kami menunggu perintah Kauwcoe.”

“Sam wi ko ceng menggunakan senjata lemas,” kata Boe Kie. “Senjata apa yang harus kita gunakan?” Diwaktu biasa Boe Kie, Yo Siauw dan Hoan Yauw tidak pernah menggunakan senjata. Tapi dalam menghadapi lawan berat, tidak bisa mereka berlaku sombong dan bertempur dengan tangan kosong. Sebagai ahli2 silat kelas utama mereka bisa menggunakan senjata apapun juga.

“Terserah kepada Kauwcoe,” jawab Yo Siauw.

Boe Kie ingat apa yang dilihat semalam, cara bagaimana dengan senjata pendek Ho kian siang sat menyerang tambang yang panjang dan telah menarik keuntungan dari senjata yang pendek itu, ia lantas saja mengeluarkan enam batang Seng hwee leng dari sakunya dan sesudah menyerahkan masing2 dua batang kepada mereka.

“Yo Siauw dan Hoan Yauw,” ia berkata, “Dalam mengunjungi Siauw Lim, kami tidak berani membekal senjata. Aku hanya membawa mustika dari agama kami. Biarlah kami menggunakan saja mestika ini.” Yo Siauw dan Hoan Yauw lantas saja menerima “leng” itu dengan membungkuk.

Baru saja mereka mau berdamai untuk menetapkan siasat pertempuran, tiba2 Kong tie membentak, “Kouw Louwtoo! Di Ban hoat si kita telah menaruh ganjelan. Mana bisa disudahi begitu saja?”

“Mari, mari! Loolap ingin minta pelajaran. Hari ini loolap tidak dipengaruhi Sip Hiang Joan kin san dan biarlah hari ini kita mendapat keputusan siapa yang lebih unggul.”

“Meyesal aku, tidak bisa menerima tantangan itu,” jawab Hoan Yauw dengan suara tawar.

“Hari ini aku sudah menerima perintah Kauw coe untuk memecahkan Kim Kong Hok mo coan. Apabila Taysoe mau membalas sakit hati yang dulu, sesudah tugas selesai, aku pasti akan melayani.”

Kong tie segera mengambil sebatang pedang dari salah seorang murid Siauw Lim Sie, “Secara tak tahu diri aku berani, melawan ketiga susiokku,” katanya. “Kalau tak mati, sebentar kau tentu terluka berat. Sakit hatiku akan tidak bisa dibalas lagi.”

Hoan Yauw tertawa dingin. “Apa selain tuan dalam Beng Kauw tidak terdapat lain jago?” tanyanya dengan nada mengejek.

Semua orang tahu, bahwa dalam berkata begitu Kong tie ingin membikin panas hatinya orang2 Beng Kauw. Tapi kalau ejekan itu ditelan begitu saja, derajat dan keangkeran Beng Kauw akan merosot. Dalam kedudukan, sesudah Hoan Yaum adalah Peh bie Eng Ong Ing thian Ceng. Tapi mengingat usia sang kakek yang sudah lanjut Boe Kie bersangsi untuk meminta bantuannya. Selagi ia menimbang2 untuk menarik In Ya Ong, pamannya, In Thian Ceng mendadak maju beberapa tindak dan lalu berkata, “Kauw coe, In Thian Ceng memohon tugas.”

“Gwakong sudah lanjut usia, sebaiknya Kuku (paman) saja yang…”

“Benar aku sudah tua, tapi usiaku tak mungkin melampaui Sam wie ko ceng. Kalau siauw lim punya jago2 tua, apa Beng Kauw tak punya?”

Boe Kie tahu bahwa kakeknya memiliki kepandaian sangat tinggi yang sedikitnya tak kalah dari Yo Siauw dan Hoan Yauw. Maka itu sesudah memikir sejenak ia segera mengangguk dan berkata, “Baiklah Hoan Yoesoe, simpanlah tenagamu untuk melayani Kong tie Seng ceng. Aku sekarang memohon bantuan Gwakong.”

In Thian Ceng membungkuk dan lalu mengambil sepasang “leng” dari tangan Hoan Yauw.

“Sam wie Susiok!” kata Kong boen dengan suara nyaring. “Yang ini ialah In Loo Enghiong bergelar Peh bie kauw yang. Dahulu ia mendirikan Peh bie kauw yang berseteru dengan enam partai besar. Ia seorang enghiong yg berkepandaian tinggi. Yang itu adalah Yo sianseng. Baik lweekang maupun gwakang ia sudah mencapai tingkat tertinggi. Ia adalah seorang tokoh terutama dalam Beng Kauw. Sudah banyak jago Koen Loen dan Go Bie rubuh ditangannya.”

Touw ciat tertawa, “Selamat bertemu! Selamat bertemu!” katanya. “Cobalah kita lihat, apakah murid2 Siauw Lim bisa melayani atau tidak.”

Tiga lambang lantas saja bergerak dan membuat tiga buah lingkaran.

Semalam, ditempat gelap, Boe Kie bertempur dengan hanya mengandalkan perasaannya terhadap sambaran angin dari tambang2 itu. Tapi sekarang, diwaktu tengah hari, bukan saja gerakan tambang bahkan kerut muka ketiga kakek itu juga dapat dilihat tegas olehnya. Sesudah menundukkan Seng hwee leng kemuka bumi dan menyoja, ia berkata, “Maaf!” Hampir berbareng ia membabat tambang Touw lan dengan leng yg di pegang dalam tangan kanannya. Begitu kedua senjata yang aneh itu kebentrok, Touw Lan dan Boe Koie merasa lengan mereka kesemutan.

Boe Kie tahu bahwa andaikata pihaknya bisa memperoleh kemenangan, kemenangan tidak akan bisa di dapat secara mudah. Paling sedikit ia harus bertempur lima ratus jurus.

Memikir begitu ia segera mengambil keputusan untuk melelahkan ketiga pendeta itu dan kemudian barulah mencari lowongan untuk mengirim pukulan2 yang memutuskan. Demikianlah ia segera melawan keras juga. Kioe yang sin kang yang berada dalam tubuhnya makin digunakan jadi makin kuat dan pukulan2 nya kian berat. Penonton yang lweekangnya kurang kuat terpaksa mundur setindak demi setindak sebab tak tahan, disambar angin pukulan.

Sesudah bertanding kira2 semakanan nasi ketiga tambang jadi lebih pendek tambangnya, makin kuat pembelaannya.

Semula pertempuran berlangsung dalam tiga psang lawan, tapi sesudah lewat setengah jam, Yo Siauw dan In Thian Ceng tidak bisa mempertahankan diri lagi sehingga keadaan jadi berubah mereka berdua mengerubuti Touw Lan, sedang Boe Kie melayani Touw Ok dan Toyw Ciat.

Dalam pertempuran itu, In Thian Ceng menggunakan ilmu silat keras, sedang Yo Siauw mengubah2 caranya, sebentar lembek sebentar keras. Antara enam orang itu, yang silanya paling resap ditonton adalah Yo Siauw. Dalam tangannya kedua lengan itu berputar2, menyambar2 dan menari2. sebentar kedua senjata itu digunakan sebagai pedang, sebentar sebagai golok, sebentar sebagai tombak yg menikam, membabat dan memapas. Dilain detik ia mengubah cara bersilat dan kedua leng itu digunakan sebagai poan koan pit yang menyambar2 dalam usaha untuk menotok jalan darah lawan. Baru beberapan gebrakan sudah berubah lagi, sekarang leng di tangan kiri sebagai pisau, leng ditangan kanan sebagai soecek (pusut). Sesaat kemudian kedua senjata itu memegang peranan sebagai cambuk dan toya. Demikianlah, belum cukup seratus jurus Yo Siauw sudah mengubah2 kedua leng itu menjadi dua puluh dua macam senjata.

Hoan Yaow biasanya sangat temberang sebab ia menganggap bahwa ia mengenal semua ilmu silat dikolong langit. Tapi sekarang, melihat kelihaian Yo Siauw, ia merasa takluk tercampur kagum. Sudah lama Cioe Tian bermusuhan dengan Yo Siauw dan mereka pernah bertempur beberapa kali. Makin lama ia menonton makin besar rasa malunya. “Baruku tahu si kura2 Yo Siauw sengaja mengalah terhadapku,” pikirnya.

“Tadinya kukira kepandaiannya hanya lebih setingkat daripada aku. Kuanggap ia menang sebab mujur. Siapa nyana ilmu sikura2 sebenarnya banyak lebih tinggi daripada aku.”

Tapi sesudah Yo Siauw mengubah2 silatnya, Touw Lan tetap bisa melayani kedua lawannya secara tenang. Perlahan2 diatas kepala In Thiang Ceng mengepul uap putih, suatu tanda bahwa si kakek sedang mengerahkan lweekang terhebat. Karena penuh dengan hawa jubahnya yang berwarna putih juga mulai melembung setiap kali ia bertindak. Diatas tanah terlihat apak kaki yang dalam sehingga sesudah bertempur hampir satu jam, tanah dalam gelanggang pertandingan penuh dengan tapak2 kaki.

Tiba2 si kakek mengoper leng ditangan kanan ketangan kiri dan menggunakan kedua senjata itu untuk menekan tambang Touw Lan. Hampir berbareng tangan kanannya yang sudah tidak bersenjata menghantam Touw Lan dengan pukulan Pek Tongciang. Bagaikan kilat Touw Lan mengangkat tangan kirinya, mementang lima jari tangan, mengepalnya dan kemudia menyambut Pek kong ciang In thian Ceng dengan tinju itu.

Kong beon dan Kong tie mengeluarkan seruan tertahan, bahwa kaget dan kagum. Pukulan Touw Lan itu adalah Siauw sie bie ciang, salah satu dari tujuhpuluh dua ilmu silat Siauw Lim sie yg tersohor. Siauw sie bie ciang bukan saja sukar dipelajari dan meminta waktu lama dalam latihan, tapi menurut kebiasaan waktu mau mengeluarkan pukulan tersebut seseorang harus lebih dahulu memasang kuda2 dan mengerahkan lweekang untuk beberapa saat. Bahwa Touw Lan bisa menggunakan pukulan tersebut dengan begitu saja adalah diluar dugaan. Sesudah memukul Touw Lan lalu mengedut tambangnya ygn lantas saja menyambar.

Karena sebelah tangannya harus mengadu tenaga dengan In Thian ceng, maka tenaga tangan Touw Lan yang memegang tambang yg melayani Yo Siauw lantas saja berkurang. Akan tetapi ia segera menambal kelemahannya itu dengan pukulan2 yg luar baisa, sehingga tambang itu seperti juga seekor ular sakti berterbangan kian kemari. Yo Siauw melawan dengan tidak kalah siasatnya dan ilmu yg dipergunakannya terus berubah2. Karena lebih sedap lagi pandangan mata, maka perhatian penonton lebih banyak ditujukan kepada pertempuran ini daripada pertandingan antara Boe Kie dan kedua tetua dari Siauw Lim.

Dilihat sekelebatan, pukulan2 Touw ok, Touw ciat dan Boe Kie biasa saja. Kehebatan pertandingan itu bukan terletak pada pukulan2nya, tapi pada lweekangnya. Pada hakekatnya, pertandingan itu sepuluh kali lebih berbahaya daripada pertempuran Touw Lan, Yo Siauw dan In Thia Ceng. Salah sedikit saja, kalau tidak mati tentu terluka berat.

Satu jam lebih mereka sudah bertempur dan matahari sudah mulai mendoyong ke barat. Ketika itu Kong Boen, Kong tia dan Hoan Yauw, Wie it Siaw dan lain2 ahli silat kelas satu sudah biasa lihat kemungkinan menang atau kalahdari kedua belah pihak. Dipihak Boe Kie, uap putih yg mengepul dari kepala In thian ceng jandi makin tebal, sedang di pihat Siauw lim daun2 dari pohon siong yg diduduki Tauw Ciat, bergoyang2 tak henti2nya. Ini berarti, bahwa sambil bersandar Tauw Ciat harus meminjam tenaga pohon itu untuk melawan sinkangnya Boe kie. Demikianlah apabila In Thian Ceng yang roboh lebih dahulu, maka BengKauwlah yang kalah dan manakala Touw ciat yg lebih dulu tak tahan, Siauw lim sie lah yang kena di jatuhkan.

Hal itu tentu saja diketahui oleh keenam orang yg sedang bertempur itu. Sesudah mengadu tangan tigapuluh kali lebih, In thian ceng tahu bahwa ia bukan tandingan Touw Lan. Ia merasa sangat menyesal dan berkata dalam hati, “Hari ini yang terpenting adalah menolong Cia Hengtee. Namaku kalah menangku urusan kecil. Apapula kalau aku mesti kalah dalam tangannya seorang tetua Siauw Lim, nama besar Peh bie Eng Ong tidak akan jadi merosot. Yang penting kekalahanku berarti Cia Heng tee tak bisa ditolong. Ah!... tiada jalan lain dari pada mati2an dan kalau perlu, mengorbankan jiwa yang tua ini.” Memikir begitu, ia mundur setindak dan dengan seluruh lweekang nya, ia mengirim pula belasan pukulan. Tapi Siauw sie ciang yg sudah dilatih Touw Lan selama beberapa puluh tahun, bukan main hebatnya. In Thian Ceng mundur setindak, tenaga Siauw sie bie ciang maju stindak. Dengan perkataan lain semakin jauhnya jarak sama sekali tak memperkurang tenaga pukulan itu.

Melihat kawannya sudah jauh dibawah angin Yo Siauw segera mengambil keputusan untuk menukar siasat. Ia ingin merangkap kedua Seng hwee leng untuk menjepit tambang dan mengadu tenaga dengan Touw Lan, supaya tekanan terhadap In Thian Ceng bisa berkurang. Tapi baru saja ia mau menjepit, tambang itu mendadak di kedut dan menyambar mukanya. Ia terkesiap. Bagaikan kilat ia menimpuk dada Touw Lan dengan kedua “leng” dan kedua tangannya lalu menangkap ujung tambang yang segera dibetot.

Melihat timpukan yg hebat itu, dengan sikut kiri Touw Lan mengentus “leng” yang menyambar ke dada kiri dan berbareng ia miringkan badan untuk mengegos “leng” yang satunya lagi. Diluar dugaan ditengah jalan senjata itu tiba2 terputar dan menyambar Touw ciat! Inilah kelihaian Yo Siauw hanyalah timpukan “kosong” sedang timpukan kepada Touw ciat barulah serangan sungguh2 yang disertai seluruh lweekangnya.

Ketika itu Touw ciat tengah melayani Boe Kie. Ia merasa girang, bahwa meskipun dikerubuti dua orang Touw Lan sudah berada diatas angin. Ia tak pernah mimpi, bahwa ia bakal diserang secara begitu aneh dan tahu2 sebatang seng hweleng sudah tiba didepan mukanya. Tapi sebagai ahli silat kelas utama dalam kagetnya ia tak jadi bingung. Dengan dua jari tangan ia berhasil menjepit senjata itu. Tapi terpecahnya perhatian sanagt merugikan dirinya dalam pertandingan lweekang melawan Boe Kie. Pohon siong lantas saja bergoyang2 kerang dan daun2 yang seperti jarum jatuh ketanah bagaikan hujan gerimis. Tentu saja Boe Kie sungkan menyia2kan kesempatan ini. Ia segera mengempos semangat dan menambah tenaga. Pohon siong bergoyang lebih keras dan ranting2 kecil turut jatuh kebawah.

Melihat bahaya, Touw ok bangun berdiri melompat kesamping saudara seperguruannya dan kemudian menempelkan telapak tangan kirinya dipundak Touw ciat. Sesudah mendapat bantuan, barulah Touw ciat bisa mempertahankan dirinya lagi.

Dilain bagian, pengaduan tenaga antara Touw Lan, Yo Siaw dan In Thian Ceng sudah mencapai detik2 memutuskan. Yo Siauw membetot tambang, lweekang In thian Ceng terus mengirim pukulan2 dahsyat. Ini berarti bahwa Touw Lan diserang oleh dua tenaga yang bertentangan satu sama lain yang satu membentot, yang lain mendorong (memukul). Untuk melayani kedua itu ia harus menggunakan semua tenaga dalamnya. Tapi biarpun berat, ia kelihatannya masih bisa mempertahankan diri.

Orang2 Siauw Lim dan Beng Kauw mengerti, bahwa menang kalah akan segera mendapat keputusan. Mungkin sekali, antara enam tokoh itu ada beberapa yang akan binasa atau terluka berat. Puncak bukit itu menjadi sunyi senyap. Banyak orang basah bajunya karena keringat yang mengucur, sebagai akibat dari rasa tegang yg sangat hebat.

Mendadak saja, diantara kesunyian terdengar suara manusia yang keluar dari bawah tanah. “Yo Cosoe, In Taoko, anak Boe kie, dengarlah. Tangan Cia Soen berkelepotan darah hukuman mati tak cukup untuk menebus dosa. Hari ini kalian berusaha untuk menolong aku dan melakukan pertempuran mati hidup melawan tiga ketua Siauw Lim. Kalau karena usaha menolong aku ini ada seorang saja yang binasa, maka kedosaanku akan lebih besar lagi. Anak Boe Kie! Ajaklah semua saudara meninggalkan Siauw Lim Sie. Jika kau membandel, aku akan segera mengambil keputusan untuk memutuskan urat2ku, supaya aku tak usah menanggung kedosaan yg lebih besar.”

Biarpun perlahan, suara itu menusuk kuping setiap orang. Sebab Cia Soe berbicara dengan menggunakan Say coe hauw (geram singa) yang pernah digunakan dahulu dipulau Ong poan san.

Boe Kie tahu ayah angkatnya tidak bicara main2. iapun tahu, jika pertempuran dilangsungkan, kakeknya, Yo Siauw, Touw Ciat dan Touw Lan akan binasa atau terluka. Selagi ia bersangsi, Cia Soen sudah membentak “Boe Kie! Apa kau belum mau mundur?”

“Baik Gie Hoe!” jawabnya sambil mundur setindak dan kemudian berkata dengan suara nyaring, “Hari ini kami tidak bisa memecahkan Kim kong hong mo coan. Lain hari kami akan datang pula untuk meminta pelajaran. Gwa kong, Yo Cosoe, berhentilah!” seraya berkata begitu ia mendorong tenaga Touw Ok dan Tauw ciat dikedua tambang dan lalu menarik pulang tenaganya sendiri.

Tapi Yo Siauw dan In thian ceng tidak berani lantas menarik pulang tenaganya. Jika berbuat begitu mereka akan dilakukan oleh tenaga lawan. Touw Lan pun sedemikian. Melihat begitu Boe kie segera berjalan kedepan kakenya dan mengibas kedua tangannya, ia menyambut tenaga Touw Lan dan In thiang Ceng yang saling menyerang dari kiri kanan. Hampir berbareng, ia menempelkan sebatang seng hwee leng di tambang Touw Lan. Tambang itu ditarik Yo Siauw dan Touw Lan sehinggak tegang bagaikan tali gendewa. Tapi begitu lekas tersentuh “leng” lantas saja berubah lemas sebab kedua tenaga dipunahkan oleh Kin koen tay lo ie sin kang. Sesudah tangannya dipunah cekalan Yo Siauw tiba2 terlepas dan tambang itu jatuh di tanah. Tapi begitu tambang jatuh, Yo Siauw membungkuk dan menjemputnya lagi.

Touw Lan terkejut. Ia menduga Yo Siauw mau menyerang pula. Tapi maksud Yo Cosoe bukan begitu. Ia maju beberapa tindak dan berkata seraya mengangsurkan ujung tambang kepada Touw Lan. “Taysoe, terimalah senjatamu!”

Touw Lan dapat menebak kemauan Yo Siauw. Ia pun lantas menjemput dua “leng” yang menggeletak ditanah dan memulangkannya kepada Yo Siauw.

Sesudah mendapat pengalaman itu, hilanglah segalah rasa sombong dalam hati ketiga pendeta itu. Mereka mengerti, bahwa jika pertempuran dilangsungkan terus, kedua belah pihak akan celaka bersama2. “Sesudah menutup diri selama beberapa puluh tahun, loolap merasa girang bahwa hari ini, kami bisa berkenalan dengan jago2 di ini jaman,” kata Touw Ok. “Boe Kauwcoe, Beng kauw mempunyai banyak orang pandai, kau sendiri seorang luar biasa. Loolap mengharap bahwa dengan tenaga itu Beng Kauw bisa menolong sesama manusia dan tidak berbuat sesuatu yang mencelakai rakyat/

Boe Kie membungkuk, “Terima Kasih atas nasehat Taysoe,” jawabnya.

“Baiklah,” kata Touw ciat. “Kami bertiga akan menunggu kunjungan Kauwcoe yang ketiga kali.”

“Ya,” kata Boe Kie. “Kami terpaksa berbuat begitu, terutama karena antara Cia Ho tong dan aku terdapat hubungan ayah dan anak.”

Touw Ok menghela napas. Ia segera memejamkan mata dan tidak berkata apa2 lagi.

Boe Kie dan kawan2nya lantas saja meminta diri dari Kang Boen dan yang lain2. dengan dipimpin oleh Phen Eng giok, kelima pasukan Ngo beng kie turut mundur sampai jarah sepuluh li dari Kuil Siauw Lim sie. Anggota Houw ouw kie segera membuat belasan tenda2 besar dilereng gunung untuk tempat meneduh nya seluruh barisan Beng Kauw.

Boe Kie berduka dan duduk termenung. Didalam Beng Kauw ada orang berkepandaian lebih tinggi dari Yo Siauw dan In Thian Ceng. Andaikata ia menukar mereka dengan Hoan Yauw dan Wie It Siauw hasilnya takkan berberda.

Pheng Eng giok bisa menebak apa yang dipikir oleh sang Kauwcoe. “Kauwcoe…” katanya. “Mengapa kau melupakan Thio cinjin?”

“Apabila thay suhu suka turun gunung bersama2 aku, kita berdua rasanya akan dapat memecahkan Kim kong hok mo coan,” katanya dengan suara sangsi. “Akan tetapi, hal itu berarti rusaknya keakuran antara Siauw Lim dan Boe tong, sehingga belum tentu thay suhu sudi meluluskan dan kedua, biarpun dalam ilmu silat thay suhu sudah mencapai tingkat tinggi, tapi usianya sudah terlalu tua. Kalau sampai terjadi sesuatu… mungkin sekali Toa supeh dan yang lain2 tak dapat menyetujui…”

Mendadak In Thian Ceng bangun berdiri dan tertawa terbahak2. “Bagus! Bagus!” serunya. “Jika Thio Cinjin suka membantu, kutanggung kita berhasil.” Tiba2 dia membungkam, sedang mulutnya masih ternganga. Paras mukanya berseri2, tai ia berdiri seperti patung. Semua orang merasa heran.

“In heng, apa kau rasa Thio Cinjin mau turun gunung?” tanya Yo Siauw. Tapi si kakek tidak menyahut dan badannya tak bergerak.

Boe Kie kaget dan buru2 memegan nadinya. Astaga! Nadi sang kakek sudah berhenti mengetuk! Sebab tadi sudah menggunakan banyak tenaga, orang tua itu meninggal dunia seperti lampu kehabisan minyak.

Boe Kie memeluk jenazah kakeknya dan menangis dengan disusul oleh In Ya Ong yang menubruk mendiang ayahandanya. Semua orang yg berkumpul turut mengucurkan air mata. Warta tentang meninggalnya Peh bie Eng ong lantas saja disampaikan kepada segenap barisan Beng Kauw. Diantara anggota2 pasukan Nio heng kie terdapat banyak orang yg dulu menggabungkan diri pada Peh bie kauw dan mereka itulah yang paling bersedih hati.

Selama beberapa hari Beng Kauw sibuk mengurus urusan kematian In Thian Ceng. Selama beberapa hari itu, tokoh2 rimba persilatan yang mendapat undangan sudah mulai tiba pada Siauw Lim sie. Antara mereka, banyak yang dtg di tenda2 Beng Kauw untuk menyatakan turut berduka cita dan bersembahyang. Disamping bersembahyang mereka mengirim delapan belas pendeta untuk membaca doa guna roh nya. In thian ceng tapi pendeta2 itu diusir oleh In Ya ong.

Selama beberapa hari Boe Kie kalut pikirannya. Perundingan dengan Yo Siauw, Phen Eng Giok, Tio Beng dan yang lain2nya tak menghasilkan sesuatu yg menyenangkan. Nona Tio menyarankan untuk menarup sip hiang Joan kien san dimakanan Touw ok bertiga dan mengusulkan untuk meminta bantuan Hian beng Jie loo guna membantu Boe Kie. Tapi Boe Kie dan Yo Siauw menolak saran2 itu.

Tanpa terasa tibalah harian Toan Ngo atau Toan yang (tanggal lima bulan lima Imlek. Yaitu perayaan peh coen). Hari itu Boe Kie mengajak tokoh2 Beng Kauw datang dikuil Siauw Lim sie. Ketika mereka tiba, semua ruangan dikuil besar itu sudah penuh dengan tamu. Semua orang tahu bahwa Eng Hiong Thay Hwee dibuka untuk menghukum Cia Soen. Antara orang2 gagah iu ada yang untuk membalas sakit hati terhadap Cia Soen ada yang ingin melihat atau merebut To Liong To dan ada pula yang hanya ingin menonton kematian. Untuk melayani tamu2 itu, Siauw Lim Sie mengerahkan seratus lebih tie kek ceng (pendeta penyambut tamu).

Dari Boetong pay datang dua orang yaitu Jie Lian Coe dengan In Lie Hong, Boe Kie menemui paman gurunya dan menanyakan kesehatan sang kakek guru. “Apa kau pernah dengar harunya (?) Ceng Soe dan Tan Yoe Liang?” tanya Jie Lian cioe dengan suara perlahan.

Secara ringkas Boe kie lalu menceritakan segala pengalamannya. Dari sang paman ia mendapat tahu, bahwa sebegitu jauh Boe Tong san belum pernah dikacau oleh Tan Yoe Liang dan Song Ceng Soe. Bahwa Song Wan Kiauw berdua dengan Thio Siong Kee tidak turut datang di Siauw Lim sie adalah untuk melindungi sang guru dari bokongan manusia2 rendah, Jie Lian cioe selanjutnya memberitahukan bahwa perbuatan Song Ceng Soe telah memberi pukulan sangat hebat kepada Song Wan Kiauw yang tak enak makan dan tak enak tidur, sehingga badannya berubah sangat kurus. Iapun menerangkan bahwa peristiwa itu ditutup rapat2 dari kuping sang guru.

“Kita harap saja Song suko bisa cepat2 tersadar, supaya Toesupeh ayah dan anak bisa berkumpul kembali,” kata Boe Kie.

“Ya kita semua berharap begitu,” kata sang paman.

Selama satu jam, jumlah tamu yang datang terus bertambah, Ho Kian Siang sat dan jago pedang dari Ceng hay pay yang malam itu menyerang tiga tetua Siauw Lim, juga turut datang Hwa san pay dan koong tong pay. Koen loen pay dan lain2 partai mengirim wakit. Hanya orang Go bie pay yang tak muncul. Boe Kie mengharap2 Cie Jiak datang sendiri, supaya ia bisa memberi keterangan tentang sikapnya yang luar biasa pada hari itu. Tapi dalam mengharap2, hatikecilnya merasa tak enak untuk bertemu muka daengan nona Cie. Rombongan Beng Kauw menempati ruangan ada disebelah barat dan mereka tidak bercampur dengan orang banyak. Boe kie sengaja mengambil tindakan penjagaan, sebab Beng Kauw mempunyai banyak musuh dan kalau musuh bertemu dengan musuh akibatnya bisa mengacaukan Eng hiong tay hwee.

Menjelang Ngo sie (atau jam sebelas siang sampai lohor) para tie kek ceng mengundang para tamu supaya berkumpul disebuah lapangan luas yang terletak disebelah kanan kuil. Diatas lapangan itu semula sebbuah kebun sayur yang luasnya beberapa ratus bauw, didirikan belasan gubuk raksasa yang diatur meja2 dan kursi2 yang baru selesai dibuat. Atas undangan tie kek ceng, para tamu lantas mengambil tempat duduk.

Sesudah para tamu berduduk, sebaris demi sebaris, menurut tingkatannya, para pendeta keluar dari kuil untuk memulai pertemuan resmi dengan orang2 gagah di kolong langit. Barisan terakhir ialah Kong tie seng ceng yang diikuti oleh sembilan pendeta tua dari Tat mo tong. Mereka menuju ketengah2 lapangan dan sesudah memberi hormat, Kong tie berkata:

“Hari ini para enghiong datang berkunjung dan membikin terang muka Siauw Lim sie. Hanya menyesal Heng Thio soeheng mendadak sakit dan tidak bisa menemui para tamu yg terhormat. Ia meminta loolap untuk menghaturkan maaf kepada kalian semua.”

Boe Kie heran. “Hari itu ketika Kong-boen Taysoe datang bersembahyang kepada Gwakong, mukanya tidak menunjukkan orang sakit,” pikirnya. “Apa bias jadi orang yang mempunyai Lweekang seperti dia bisa mendadak mendapat sakit berat? Apa bukan ia terluka?”

Sesudah berdiam sejenak Kong tie berkata pula, “Kim mo Say ong Cia Soen banyak dosanya dan sekarang kami berhasil menangkap dia. Karena Siauw lim-pay tidak berani mengambil keputusan sendiri, maka kami sudah mengundang orang-orang gagah dalam Rimba Persilatan untuk merundingkan cara menghukumnya.” Dalam mengucapkan pidato pembukaan itu, Kong tie seperti sedang berduka, sedang memikirkan sakitnya Kong boen Taysoe.

Eng hiong Tayhwee yang terakhir diadakan Keng cie kwan dan selama lebih kurang seratus tahun belum pernah diadakan lagi pertemuan orang-orang gagah yang sedemikian besar. Maka itu, kejadian ini merupakan salah satu kejadian terpenting dalam dunia persilatan. Tapi apa mau tuan rumah mendapat sakit dan mendengar pengumuman itu, kegembiraan para hadirin lantas berkurang banyak.

Dengan matanya yang sangat tajam Boe Kie menyapu barisan Siauw lim sie. Ia tidak lihat Goan tin dan Tan Yoe Liang. “Sesudah aku membuka topeng Goan tin dihadapan Touw ok bertiga, apa dia sudah dihukum?” tanyanya dalam hati, “Apa tak munculnya Kong boen Taysoe ada sangkut pautnya dengan hal ini?”

Sesudah bicara sambil merangkap kedua tangannya Kong tie mundur beberapa langkah. Tiba-tiba disudut tenggara bangkit seseorang yang tubuhnya tinggi besar dan janggutnya yang berwarna dan melambai-lambai tertiup angin. Ia berparas angker dan tangannya memegang tiga butir ‘tiat tan’ (peluru besi). Banyak orang segera mengenali bahwa ia bernama Hee Cioe seorang guru silat di Soecoan timur. Begitu bangun berdiri ia segera berkata dengan suara nyaring, “Cia Soen telah melakukan banyak sekali kejahatan. Bahwa ia sudah ditangkap oleh Siauw lim-pay merupakan berkah bagi seluruh Rimba Persilatan, Kong boen dan Kong tie Seng ceng bersikap terlalu sungkan. Manusia yang begitu jahat boleh segera dibunuh saja. Untuk apa berdamai lagi? Tapi sesudah kita semua terlanjur berkumpul di sini, boleh dinamakan To say Tay hwee (pertemuan untuk membunuh singa). Untuk membalaskan sakit hatinya orang-orang yang binasa tanpa berdosa, sebaiknya kita menghukum mati dia dengan siksaan.”

Hee Cioe bicara dengan bernapsu karena salah seorang saudaranya telah dibunuh Cia Soen dan selama beberapa puluh tahun ia telah berusaha membalaskan sakit hati. Usul itu segera saja disetujui oleh beberapa puluh orang.

Mendadak diantara suara ramai terdengar suara yang menyeramkan. “Cia Soen adalah Hoe kauw Hoatong dari Beng kauw. Kalau Siauw lim-pay tidak merasa takut terhadap Beng kauw sudah lama mereka tentu sudah turun tangan. Apa dengan mengumpulkan kita, mereka ingin membagi tanggung jawab di atas pundak kita semua? Hee lookoesoe menurut pendapatku, pikiranmu sudah gila.” Semua segera mengarah ke suara itu, tapi orang yang bicara tidak kelihatan batang hidungnya. Ternyata dia seorang kate kecil dan waktu bicara dia tidak bangun berdiri.

“Apa Cioe poet sie Soema Hengtee?” teriak Hee Cioe, “Cia Soen telah membunuh adikku, seorang laki-laki bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Kuharap para pendeta Siauw lim sie suka mengeluarkan dia dan loohoe akan bacok mati dia. Carilah orang she Hee di Coan tong.” (Cioe poet sie – Gelaran yang berarti “Mabuk tak mati”)

Cioe poet sie Soema Cian Ciong tertawa dingin. “Hee To ko semua orang kangouw tahu bahwa To liong to yang termulia dalam Rimba Persilatan telah jatuh ditangan Cia Soen,” katanya. “Kalau Siauw lim pay berhasil membekuk Cia Soen bukankah itu berarti bahwa Siauw lim-pay juga sudah berhasil merebut To liong to? Membunuh Cia Soen urusan kecil, mendapat To liong to barulah urusan besar. Kong tie Taysoe, kuharap kau jangan berlagak bodoh. Keluarkanlah To liong to supaya kita semua bisa melihatnya. Selama ribuan tahun Siauw lim-pay sebagai partai utama dalam Rimba Persilatan. Dengan golok mustika itu, Siauw lim-pay tak jadi lebih agung. Tanpa golok mustika itu, Siauw lim-pay takkan jadi lebih rendah. Dengan To liong to atau tanpa To liong to, Siauw lim-pay sudah menduduki kedudukan termulia dalam Rimba Persilatan.”

Soema Cian Ciong adalah salah satu orang aneh dalam Rimba Persilatan. Dia tak punya guru dan tak punya murid. Dia bebas bagaikan burung hoe liar, tidak masuk partai manapun jua dan sangat jarang bertempur sehingga orang tak tahu sampai berapa tinggi kepandaiannya. Kalau berbicara, dia bicara seenaknya saja, tak ragu-ragu untuk mengejek atau menyindir.

Perkataan Soema Cian Ciong segera saja mendapat sambutan hangat. Beberapa orang turut bicara dan meminta supaya Siauw lim-pay segera mengeluarkan To liong to untuk diperlihatkan kepada semua tamu.

“To liong to tidak ada ditangan kami,” kata Kong tie dengan suara perlahan. “Selama hidup loolap pun belum pernah melihat golok mustika itu.”

Pernyataan itu diluar dugaan dan mengejutkan semua orang. Keadaan segera berubah ramai, banyak orang berebut menyatakan pendapat. Semula semua tamu menduga bahwa To liong to ada sangkut paut dengan pertemuan ini.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar