Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 79

Kisah Membunuh Naga (To Liong To/ Bu Kie) Bagian 79
Chin Yung/Jin Yong
-------------------------------
-----------------------------

Bagian 79

Waktu menikam ujung pedang menggetar dan mengeluarkan suara, suatu tanda, bahwa tikaman itu disertai dengan Lweekang yang sangat tinggi, sehingga para hadirin menyambutnya dengan tepukan tangan. Cie Jiak berkelit dan In Lie Heng mengirim lagi serangan berantai Bintang Tay hwie chee dan Yan coe Tiauw soen (Anak walet terbang diatas air). Dengan egosan yang indah Cie Jiak memunahkan kedua serangan itu. “In Liok hiap, aku mengalah dalam tiga jurus untuk membalas budi kecintaanmu waktu aku berada di Boe tong pai,” katanya. Hampir berbareng, ujung cambuk menyambar dada In Lie Heng. Pendekar Boe tong itu melompat ke samping dan membabat dengan pedang dalam pukulan Hong Ho yap ( Angin menyapu daun teratai ). "Tak!" cambuk dan pedang kebenterok dan In Lie Heng merasa telapak tangannya seperti terbeset, sehingga pedangnya hampir-hampir terlepas. Ia kaget.

Ia tak menyana bahwa Cie Jiak memiliki Lweekang yang begitu kuat. Buru-buru ia mengempos semangat dan menyerang pula dengan memusatkan seantero pikirannya.

Cambuk Cie Jiek seolah-olah selembar benang sutera, sedang tubuhnya berkelebat-kelebat dan terputar-putar tak henti-hentinya. Gerakan-gerakan itu baik cambuk maupun manusianya seperti juga bukan gerakan manusia biasa.

Tiba-tiba HoanYauw berbisik. "Dia setan! Dia bukan manusia!"

Mendengar perkataan itu Boe Kie menggigil. Kalau waktu itu ia bukan berada ditengah tengah ribuan orang.ia mungkin akan merasa bahwa yang dilihatnya adalah roh Cioe Cie Jiak. Ia mengenal dan pernah melihat macam-macam ilmu silat, tapi belum pernah menyaksikan ilmu yang seaneh itu. “Apa dia memiliki ilmu siluman?" tanya didalam hati.

Tapi biarpun Cioe Cie Jiak lihay, Thay kek Kiam hoat yang digubah oleh Thio Sam Hong dapat dikatakan suatu ilmu pedang tertinggi di dalam dunia. Maka itu, meskipun tak bisa melukai lawan, sedikitnya untuk sementara waktu In Lie Heng masih dapat mempertahankan diri. Hanya banyak orang sudah lihat, bahwa pendekar Boe tong itu akan kalah, apa ia kalah dengan masih hidup atau kalah membuang jiwa adalah suatu yang masih belum bisa diramalkan.

Tiba tiba terdengar teriakan nyaring. "Celaka! Song Ceng soe hampir putus jiwa. Cioe Toa ciangboen ! Kalau kau tak menemani lakimu waktu putus jiwa kau bakal jadi janda yang kurang terhormat."

Semua orang menengok kearah suara itu, Yang teriak bukan lain dari pada Cioe Tian. Ia tahu bahwa berkat latihannya seorang jago Boe tong-pay sangat pandai dalam mempertahankan pemusatan pikirannya, hingga andaikan gunung Tay san roboh, paras mukanya bisa tak berubah.

Melihat In Lie Heng jatuh dibawah angin ia coba membantu pendekar Boe tong itu dengan mengacaukan pemusatan pikiran Cioe Cie Jiak Tapi nyonya muda itu tenang2 saja dan terus bertempur tanpa memperdulikan teriakan itu.

"Hai! Cioe Kauwnio dari Go bie pay !" teriak pula Cioe tian. "Lakimu sudah hampir putus jiwa. Dia mau memberi pesanan kepadamu. Dia kata, dia punya tiga kali tujuh dua puluh satu anak diluaran. Sesudah dia mati, dia minta kurawat anak2 itu supaya dia bisa mati dengan mata meram. Cioe Kauwnio! Apa kausuka meluluskan permintaan lakimu itu?"

Mendcagar ocehan itu, banyak orang tertawa terpingkal-pingkal tapi Cioe Jiak tetap tak menghiraukan.

"Aha!” Cioe Tian teriak pula. "Biat coat Soet hay! Sudah lama kita tak pernah bertemu. Apa kau baik?"

Mendadak tanpa memutar tubuh Cie Jiak melompat kebelakang beberapa tombak jauhnya dan dengan berbareng menyabetkan cambuknya yang bagaikan seekor naga menyambar kemuka Cioe Tian. Si semberono yang sama sekali tak duga bakal diserang secara begitu, kaget tak kepalang dan dalam kagetnya ia berdiri terpaksa sebab ujung cambuk tahu-tahu sudah hampir menyentuh mukanya.

Untung juga, Yo Siauw yang berdiri didekat Cioe Tian dan yang selalu berwaspada, keburu mengangkat sebuah meja dan melontarkannya, "Plak! plak!" meja itu terbelah karena terpukul cambuk.

Sesudah itu Cie Jiak lantas saja molompat balik dan menyerang In Lie heng lagi.

Sesudah memperhatikan beberapa lama, Jie lian Cioe masih juga belum bisa menangkap intisari daripada silat cambuk itu, "Andai kata aku yang maju, aku tak akan bisa mengeluarkan Tay kek Kiam hoat yang lebih baik dari Laktee.” pikirnya. "Dalam pertandingan jangka panjang perempuan itu mungkin akan kecapaian dan Lak

tee mungkin akan memperoleh kemenangan." Melihat kelihayan Thay kek Kiam hoat, ia merasa bangga dan ia percaya, bahwa adiknya tak akan kalah.

Perubahan-perubahan paras muka Jie Lian Coe yang sebentar jengkel, sebentar girang tidak terlepas dari mata Cioe Cie Jiak, "Jie jiesiok kau jangan bergirang dulu!" katanya dengan mendadak. Aku sengaja mengalah dalam dua ratus dan sesudah duaratus jurus, barulah kuambil jiwanya supaya nama besarnya tak hancur lebur. Sebentar jika kau yang maju, dalam tiga puluh jurus aku akan ambil jiwamu!" Tiba-tiba cambuk bergemetar dan membuat lingkaran-lingkaran besar dan kecil yang lantas saja mengurung In Lie Heng. Sebagaimana diketahui, gerakan Tay kek koen dan Tay kek Kiam hoat juga berdasarkan lingkaran-lingkaran. Perbedaannya ialah, lingkaran yang dibuat Cioe Cie jiak puluhan kali lebih cepat daripada lingkaran In Lie Heng. sebab tenaga pedang kena ditarik, tanpa merasa tubuh In Lie Heng berputar beberapa kali dan .... pedang itu mendadak terlepas dari tangannya.

Bagaikan ular ujung cambuk menyambar batok kepala In Lie Heng, Jie Lian Cioe mencelos hatinya. Tanpa menghiraukan jiwa sendiri, ia melompat dan coba menangkap senjata musuh. Cie jiak menendang dan tendangan itu mampir tepat dipinggang Jie Jiehiap.

Pada detik yang sangat berbahaya, satu bayangan manusia berkelebat dan menangkis sabetan cambuk. Orang yang menolong adalah Boe Kie. Dengan Kian koen Tay loie. ia memindahkan tenaga cambuk. Tapi perubahan Cie Jiak aneh dan cepat. Mendadak ia melepaskan cambuknya dan dengan dua telapak tangan ia memukul dada Boe Kie. Kalau Boe Kie memindahkan tenaga pukulan itu dengan Kian koen Tay lo ie, maka tenaga itu akan jatuh di muka In Lie Heng, sebab tangan kanannya masih dilibat ujung cambuk, maka ia segera mengangkat tangan kirinya dan menyambut dengan keras juga.

Diluar dugaan begitu lekas tiga telapak tangan kebentrok, Boe Kie mendapat kenyataan bahwa kedua telapak tangan Cie Jiak tidak berisikan Lweekang. "Celaka!" ia mengeluh. "Sesudah melawan In liok siok duaratus jurus lebih Lweekangnya habis, jika aku meneruskan pukulan ini jiwanya mesti melayang". Sebab tahu, kelihayan Cie jiak, maka waktu menyambut pukulan itu, ia telah menggunakan seantero tenaga Lweekangnya. Untuk menolong jiwa Cie Jiak ia harus secara menarik pulang tenaga itu. Hal ini bertentangan dengan peraturan ilmu silat. Jika seorang menarik pulang Lweekang yang ba ru saja dikeluarkan, maka itu berarti bahwa tenaga dalam tersebut akan menghantam dirinya sendiri.

Tapi Lweekang Boe Kie sudah mencapai tingkat tertinggi, sehingga tenaga yang memukul balik itu paling banyak akan membuat dadanya sesat. Tapi alangkah kagetnya, baru saja ia menarik pulang tenaga itu, tiba-tiba ia merasakan serangan tenaga Cie Jiak yang menghantam bagaikan "gelombang dahsyat." Dak!” kedua telapak tangan Cie Jiak mampir tepat di dadanya. Dengam demikian ia seperti juga menerima pukulan berbareng dari dua musuh. Biarpun kuat, Kioe yang Sin kang tidak cukup kuat untuk melindungi tubuhnya dari serangan itu. Apa pula pukulan Cie Jiak tiba pada detik yang "kosong,” yaitu pada detik tenaganya baru saja digunakan dan tenaga baru belum keburu dikerahkan. Tak ampun lagi Boe Kie terjengkang, matanya gelap dan ia muntah darah. Cie Jiak tahu, bahwa dalam pertandingan biasa ia bukan tandingan Boe Kie. Maka itu begitu berhasil dengan bokongannya ia segera mementang jari-jari tangan kirinya dan coba mencengkeram dada Boe Kie.

Untung sungguh meskipun terluka berat, pikirannya anak ini tidak menjadi kalut. Melihat sambaran tangan, mati-matian ia menggeser tubuhnya. "Bret!" bajunya dibagian dada robek semakin membesar. Cie jiak lantas saja mementang jari-jari tangan kanannya dan bergerak untuk menancapkannya didada itu.

Pada saat itu, Boe Kie sudah tidak bisa ditolong atau menolong diri. Jie Lian Cioe tertendang hiatnya dibagian lutut dan tidak bisa bergerak, sedang ln Lie Heng tidak keburu menolong lagi.

Tangan Cie Jiak terangkat - . - tapi tangan itu mendadak berhenti ditengah udara. Mengapa? Sebab matanya melihat bekas luka didada itu dan dalam otaknya lantas berkelebat peristiwa diatas Kong beng teng, waktu ia melukai Boe Kie dengan Ie thian kiam. Mengingat itu, rasa kemanusiaannya mendadak muncul dan gerakan tangannya terhenti.

Dilain detik In Lie Heng, Wie It Siauw, Yo Siauw dan Hoan Yauw menubruk dengan berbareng. Wie It Siauw menghadang didepan pemimpinnya, Yo Siauw dan Hoan Yauw menyerang Cie Jiak dari kiri dan kanan, sedang In Lie Heng lalu mendukung Boe Kie dan membawanya ke luar lapangan.

Keadaan jadi kalut. Murid murid Go bie dan pendeta2 Siauw lim berteriak-teriak dan menyerbu dengan senjata terhunus. Melihat Boe Kie sudah disingkirkan, Yo Siauw dan Hoan Yauw lantas mengundurkan diri. Wie It Siauw lalu mendukung Jie Lian Cioe dan kembali ke gubuk Beng kauw.

Muka dan pakaian Boe Kie berlumuran darah. Orang yang paling kaget adalah Tio Beng, sehingga mukanya berubah pucat pasi. Boe Kie tersenyum dan berkata dengan suara perlahan, "Tak apa-apa," ia segera bersila dilantai dan perlahan-lahan mengerahkan Kioe yang Cin khie untuk mengobati lukanya.

"Siapa lagi yang mau memberi pelajaran kepadaku?" teriak Cie Jiak.

Hoan Yauw segera mengencangkan ikatan pinggangnya dan bertindak keluar gubuk. "Hoan Yoe soe!" seru Boe Kie. "Aku memerintahmu - . - kau tidak boleh bertanding. Kita - - - kita menyerah kalah,” Sehabis berkata begitu ia muntah darah lagi.

Hoan Yauw tidak berani membantah. Jika ia keluar juga, luka sang Kauwcoe pasti akan bertambah berat. Apapula satu pertandingan melawan Cie Jiak hanya berarti kebinasaannya.

Beberapa kali Cie Jiak menantang tanpa mendapat jawaban. Bahwa Boe Kie terluka sebab menarik pulang tenaganya sendiri, tidak diketahui oleh orang lain. Para hadirin hanya menganggap bahwa nyonya itu lebih tinggi ilmunya dan bahwa dia sudah mengampuni jiwa Boe Kie. Apa yang diketahui orang hanyalah, bahwa Cie Jiak sudah merobohkan tiga tokoh kelas utama dalam Rimba persilatan, sehingga oleh karenanya orang2 yang semula masih ingin mengukur tenaga sudah mengurungkan niatnya.

Sesudah Cie Jiak menunggu beberapa lama lagi si pendeta tua dari Tat mo tong maju ke depan dan berkata seraya merangkap kedua tangannya. "Song Hoejin, Ciang boen jin Go bie pay memiliki ilmu silat nomor satu dikolong langit. Siapa yang tidak mufakat?" Ia mengajukan pertanyaan itu tiga kali beruntun, tanpa mendapat tantangan. "Kalau begitu,” kata si pendeta akhirnya. "Sesuai dengan persetujuan yang sudah dicapai, Kim mo Say ong Cia Soen diserahkan kepada pertimbangan Song Hujin. Selain itu, siapapun juga yang sekarang memegang To liong to harus menyerahkan kepada Song Hujin. Hal ini sudah disetujui oleh segenap orang gagah dan tidak dapat dibantah lagi."

Ketika sipendeta bicara, Boe Kie sedang mengerahkan Kioe yang Cin kie dan seantero semangat pikirannya berada dalam suatu "kekosongan." Mendadak kupingnya menangkap kata-kata Kim mo Say ong Cia Soen diserahkan kepada pertimbangan Song Hoejin. Ia terkejut hampir ia muntah darah lagi. Tio Beng yang terus berwaspada lihat perubahan pada paras muka pemuda itu dan ia mengerti sebab musababnya. "Kita boleh merasa girang apa bila Giehoe diserahkan kepada pertimbangan Cioe Cie

cie. Ia tak tega membinasakan kau dan ini membuktikan bahwa ia masih mencintai kau. Ia masih mengharap pemulihan hubungan dengan kau dan ia pasti tidak akan mencelakai Giehoe. Legakanlah hatimu," Boe Kie menyetujui pendapat itu dan ketenangannya pulih.

Sementara itu matahari sudah menyelam kebarat dan seluruh lapangan mulai diliputi dengan kegelapan malam.

"Kim mo say ong Cia soen dipenjarakan di belakang gunung," kata pula sipendeta Tatmo tong. "Lantaran sekarang sudah malam dan kalian sudah lapar, maka besok tengah hari saja kita berkumpul lagi disini dan loolap akan mengantar Song Hojein kepenjara untuk melepaskan Cia Soen. Besok kita akan menyaksikan ilmu silat Song Hoejin yang tiada tandingannya dikolong langit.

Boe Kie,Yo Siauw dan Hoan Yauw mengawasi Tio Beng. Didalam hati, mereka memuji tebakan si nona yang sangat jitu. Serombongan pendeta Siauw lim itu ternyata sudah menetapkan tipu untuk mencelakai jago-jago nomer satu.

Biarpun berkepandaian tinggi, Cie Jiak tentu tak bisa melawan Touw ok bertiga. Mungkin sekali nyonya muda itu akan membuang jiwa dalam pertempuran.

Sementara itu Cie Jiak kembali ke gubuk Go bie pay dan menengok suaminya.

Sesudah berdiam sejenak, sipendeta berkata lagi. "Para enghiong, dengarlah! Kalian datang berkunjung dikuil kami dan kalian adalah tamu kami yang terhormat. Jika diantara kalian terdapat ganjelan, maka kami harap dengan memandang muka kami yang tipis, janganlah kalian coba membereskan ganjelan itu ditempat ini, Sesudah makan malam, kalian boleh berjalan-jalan disegala tempat, kecuali ditempat untuk menyimpan kitab-kitab yang terletak dibelakang kuil kami.

Sesudah itu semuta orang bubar dari lapangan dan kembali ketempat peristirahatan. Boe Kie didukung Hoan Youw dan rombongm Beng kauw pulang kepesanggrahan mereka. Boe Kie terluka berat, tetapi sesudah menelan sembilan butir pil buatannya sendiri dan sesudah mengerahkan hawa Kioe yang, kira-kira tengah malam, sehabis memuntahkan darah hitam, lukanya sudah sembuh seluruhnya. Yo Siauw, Hoan Yauw, Jie Lian Cioe, In Lie Heng dan lain-lain semuanya kaget tercampur girang. Mereka memuji Lweekang Boe Kie yang sangat luar biasa. Kalau orang lain yang terluka begitu berat dia sedikitnya harus beristirahat satu dua bulan, biarpun diobati oleh tabib yang paling pandai-

Sehabis makan dua mangkok nasi dan mengaso lagi, Boe Kie berbangkit dan berkata, “Aku mau keluar sebentar." Ia seorang Kauwcoe dan meskipun ia tidak memberitahukan maksudnya, tak seorangpun berani menanya.

“Kau baru sembuh, harus berhati hati," kata In Lie Heng.

Boe Kie mengaagguk. Melihat paras muka Tio beng yang mengunjuk kekuatiran besar ia tersenyum, seperti juga ia mau mengatakan, "Jangan kuatir!"

Ia keluar dari pesanggrahan dan menengadah. Rembulan memancarkan sinarnya yang gilang gemilang dan langit terang dengan bintang-bintang. Diluar kuil ia bertemu dengan seorang tie kekeong. “Aku ingin bertemu dengan Ciang soe jia Go bi pay,” katanya. Kumohon Taysoe suka mengantar."

Melihat orang yang bicara adalah Kauwcoe dari Beng kauw, pendeta itu membungkuk dan mengiakan. Ia lalu berjalan kearah barat dan sesudah melalui kira-kira satu li, ia menuding serentengan gubuk seraya berkata, "Itulah tempat Go bie pay. Lelaki dan perempuan tidak boleh bertemu sembarangan, Siauw Ceng hanya bisa mengantar sampai disini." Sebenarnya apa yang dtakuti olehnya adalah pertempuran aotara Boe Kie dan Cie Jiak. Kalau terjadi begitu, ia bisa terbawa-bawa.

“Jika kau memberitahukan hal ini kepada orang lain, banyak orang bakal jadi kaget,” kata Boe Kie sambil tersenyum. Bagaimana kalau aku totok jalan darahmu supaya kau menunggu aku disini."

“Siauwceng akan menutup mulut," kata si pendeta tergesa-gesa. "Kauwcoe tak usah kuatir." Ia memutar tubuh dan lalu berjalan cepat-cepat.

Boe Kie mendekati gubuk-gubuk itu. Mendadak dua bayangan berkelebat dan dua pendeta wanita mencekal pedang terhunus, menghadang didcpannya. "Siapa?" bentak salah seorang.

"Beng Kauw Thio Boe Kie." jawabnya. "Aku minta bertemu dengan Song Hoejin."

Kedua nikouw itu terkesiap. "Thio... Thio Kauwcoe tunggu ... aku akan melaporkan," kata yang satu dengan suara gemetar. Ia memutar tubuh dan sesudah berjalan beberapa tindak, ia meniup suitan bambu.

Hari ini adalah hari kegemilangan Go bie pay, dihidapan ribuan enghiong, ciang bun jin Go bie pay telah megalahkan tiga tokoh terutama pada jaman ini. Sejmenjak Go bie pay didirikan, inilah suatu kejadian yang pertama kali. Tapi, sesudah membunuh dua pemimpin Kay pang, menjatuhkan dua pendekar Boe tong dan melukai Kauwcoe dari Beng kauw, Go bie pay mendapat banyak musuh. Lagi pula sesudah merebut gelar jago silat aomor satu di kolong langit, Cie Jiak dibuat iri hati oleh entah berapa banyak orang.

Maka itulah, malam ini Go bie pay membuat penjagaan yang sangat keras. Hampir berbareng dengan tanda pendeta wanita itu dari empat penjuru muncul empat puluh orang lebih yang mencekal pedang terhunus. Boe Kie tenang-tenang saja. Dengan menaruh kedua tangannya di belakang, ia berdiri tegak.

Pendeta wanita yang meniup suitan segera masuk kedalam untuk memberi laporan. Beberapa saat kemudian, ia keluar lagi dan berkata. “Ciang boen jin kami mengatakan, bahwa karena lelaki dan perumpuan tidak boleh bertemu dengan begitu saja ditengah malam buta, maka Ciang boen jin kami mempersilahkani Thio Kauwcoe balik kembali."

"Aku mengerti ilmu ketabiban dan aku coba mengobati Song Ceng Soe Siauw hiap" kata Boe Kie. "Aku tidak mengandung lain maksud.”

Pendeta itu kelihatannya kaget. Ia masuk lagi. Sesudah agak lama, baru dia keluar lagi. "Ciang boen jin undang Thio Kauwcoe masuk." katanya.

Sesudah menepuk-nepuk pinggangnya untuk memperlihatkan, bahwa ia tidak membawa senjata, Boe Kie segera mengikut pendeta wanita itu masuk kedalam. Setibanya diruangan tengah, ia lihat Cie Jiak sedang duduk termenung sambil menopang dagu. Mendengar tindakan kaki, nyonya itu tidak menengok atau berkisar. Sehabis menuang teh dan menaruh cangkir di depan Boe Kie, pendeta wanita itu lalu meninggalkan ruangan tersebut.

Dibawah sinar lilin, untuk beberapa saat Boe Kie mengawasi bekas tunangannya yang mengenakan baju warna hijau. Diantara kesunyian suasana diliputi dengan peringatan-peringatan masa yang lampau, dan sewaktu Boe Kie merasa sangat berduka. “Bagaimana dengan luka Song Soeko?” tanyanya. "Boleh aku menengoknya?"

Cie Jiak tetap tidak menengok. “Tulang kepalanya hancur," jawabnya dengan suara dingin. "Lukanya sangat berat. Rasanya tak bisa hidup lagi. Entahlah apa dia bisa melewati malam ini."

"Kau tahu bahwa ilmu ketabibanku tidak terlalu jelek. Aku bersedia untuk menolongnya sedapat mungkin.”

"Mengapa kau mau menolong dia?"

Boe Kie terkejut. Beberapa saat kemudian barulah ia menjawab. “Aku bersalah terhadap mu dan aku merasa sangat malu. Apalagi hari ini kau sudah menaruh belas kasihan dan mengampuni jiwaku. Adalah sepantasnya saja jika aku pun berusaha untuk menolong Song Soeko."

“Kaulah yang lebih dahulu mengampuni jiwaku. Apa kau kira aku tak tahu? Jika kau berhasil menolong Song Toako balasan budi apa yang di pinta olehmu?"

"Satu jiwa ditukar dengan satu jiwa. Aku datang untuk minta kau menolong Gie hoe.”

Cie Jiak menuding kedalam. "Ia berada disitu," katanya.

Ketika Boe Kie menolak kamar, kamar itu gelap gulita. Ia segara mengambil ciak tay, tempat menancap lilin. Cie Jiak tetap tak bergerak.

Boe Kie membuka kelambu. Ia lihat Song Ceng Soe berada dalam keadaan pingsan, napasnya lemah, kedua matanya melotot dan paras mukanya menakutkan. Ia lalu memeriksa nadi. Ketukan nadinya kalut, sebentar cepat sebentar perlahan kulit tubuhnya dingin dan memang juga, kalau tidak keburu ditolong, dia sukar melewati malam itu. Perlahan-lahan ia meraba-raba batok kepala Ceng Soe. Ia mendapat kenyataan bahwa pada bagian depan dan bagian belakang kepala ada empat potong tulang yang hancur. Pukulan song hong Koan nyie yang dikirim Jie Lian Cioe yang disertai dengan sepuluh bagian tenaga dalam dan kalau Song Ceng Soe sendiri tidak memiliki Lweekang yang kuat, ia siang2 sudah binasa.

Boe Kie lalu menutup kelambu, menaruh ciak tay dimeja dan duduk dikursi bambu sambil mengasah otak untuk mencari jalan guna mengobatinya. Sebagai murid tiap kok ie sian, kepandaiannya dalam ilmu ketabiban sudah jarang ada tandingannya. Tapi luka Ceng Soe terlampau berat, sehingga ia sama sekah tak punya pegangan.

Sesudah duduk disitu kira2 semakanan nasi, ia berjalan keluar dan berkata: "Song Hoe-jin, aku tak bisa mengatakan apa aku akan berhasil dalam usaha mengobati Song-soeko. Apakah kau suka mempermisikan untuk aku mencoba-coba."

"Kalau kau tak bisa menolong, didalam dunia tak ada orang lain yang akan bisa menolong."

"Andaikata aku berhasil, muka dan ilmu silatnya mungkin tak bisa pulih seperti kala.

"Kau bukan dewa. Kutahu kau akan berusaha sedapat mungkin untuk menolong jiwanya

supaya kau bisa menjadi koenma dengan tidak usah malu sendiri." ( Koen-ma - suami seorang puteri raja muda ).

Jantung Boe Kie memukul keras. Ia sama sekali tak mempunyai maksud begitu, tapi merasa tak enak untuk bertempur dengan tunangannya itu. Ia lalu kembali kekamar Ceng-soe, mem buka selimut dan menotok delapan "hiat" pada tubuh pemuda itu. Kemudian, dengan tangan yang hampir tulang-tulangnya patah atau hancur dan akhirnya melabur tulang-tulang itu dengan semacam koyo hitam yang dikoreknya dari sebuah kotak emas. Koyo itu bukan lain dari pada Hek giok Toan siok ko-Koyo untuk mengobati tulang patah dari Siauw lim boen di See-hek. Sebagaimana diketahui, Koyo itu diberikan oleh Tio Beng untuk mengobati Jie Thay Giam dan In Lie Heng dan masih ada lebihnya: Sesudah itu, ia dengan secepat mungkin segera mengerahkan Kioe yang Cin khie dan mengirim hawa yang hangat kedalam otak Song Ceng Soe.

Sesudah tulang2nya disambung dan kepalanya dilabur obat, paras muka Song Ceng soe

tak berubah jadi lebih jelek, Boe Kie girang di dalam hatinya timbul harapan besar. Sebab ia sendiri baru saja terluka, maka sehabis mengerahkan Lweekang, napasnya lantas saja ter-sengal2. Untuk beberapa lama ia berdiri didepan ranjang dan menenteramkan jalan pernapasannya.

Sesudah itu ia meninggalkan Song Ceng soe dan menaruh ciak tay diatas meja. Dari sinar lilin ia melihat muka Cie Jiak yang pucat pasi. Diluar lapat2 terdengar suara tindakan kaki. Ia tahu, bahwa itulah suara tindakan murid2 Go-bie pay yang jaga malam.

“Song soeko mungkin sekali bisa ditolong,” kata Boe Kie. "Legakanlah hatimu.”

"Kau tak punya pegangan pasti dalam menolong dia, akupun tak pumya pegangan pasti dalam menolong Cia Tayhiap," kata Cie Jiak.

Boe Kie tahu bahwa yang dikatakan Cie Jiak memang sebenarnya. Biarpun dibantu oleh dua jago Go bie pay Cie Jiak belum tentu berhasil. Bahkan mungkin dia membuang jiwa. "Apa kau tahu dimana Giehoe dipenjarakan dan bagaimana penjagaannya ?" tanyanya.

"Tidak" jawabnya. "Penjagaan apa yang diatur Siauw lim pay?"

Boe Kie segera menceritakan apa yang ia tahu dan segala pengalamannya dalam pertempuran melawan tiga pendeta Siauw lim.

"Kalau kau tidak berhasil akupun lebih tak kan berhasil," kata Cie Jiak sesudah Boe Kie selesai menutur.

"Cie Jiak," kata Boe Kie dengan bernafsu, "apabila kita berdua bekerja sama kita pasti berhasil. Dengan tenaga Soen yang (keras) aku melibat cambuk ketiga pendeta itu sedang kau sendiri bisa menerjang dengan tenaga Im-Jioe (lembek). Begitu kau menerobos masuk ke dalam Kim kong Hok mo coan, kita menyerang dari dalam dan dari luar dan kita pasti akan berhasil."

Cie Jiak tertawa dingin. “Dahulu, kita pernah memadu janji untuk menjadi suami isteri," katanya, "Kini jiwa suamiku berada dalam bahaya- Hari ini aku mengampuni jiwamu. Orang luar tentu akan bilang bahwa aku berbuat begitu sebab aku sukar melupakan kecintaan. Tapi apabila kau meminta bantuan dalam memukul Kim kong Hok mo can, orang-orang gagah dikolong langit tentu akan mencaci aku sebagai perempuan yang tak tahu malu.”

"Perduli apa omongan orang luar?” kata Boe Kie. “Kita hanya perlu menanya hati sendiri, apakah kita ada yang berbuat sesuatu yang memalukan atau tidak."

“Bagaimana kalau aku menanya dalam hati sendiri, aku merasa, bahwa aku telah berbuat sesuatu yang memalukan?" kata Cie Jiak.

Boe Kie tertegun. "Kau... kau..." katanya.

"Thio Kauwcoe," memutus Cie Jiak. "Bahwa kita berdua berada bersama-sama ditengah malam buta, sudah sangat tak pantas. Thio Kauwcoe kau pergilah !"

Boe Kie menyoja sambil membungkuk, "Song Hoejin, sedari kecil kau berlaku sangat baik kepadaku," katanya. "Kumohon kali ini kau suka berbuat baik lagi kepadaku. Selama Thio Boe Kie masih hidup, dia takkan melupakan budimu yang sangat besar."

Cie Jiak membungkam. Ia tidak menjawab "ya" atau "tidak". Iapun tidak pernah menengok, sehingga Boe Kie tidak bisa lihat paras mukanya. Baru saja Boe Kie mau memohon lagi, nyonya muda itu tiba-tiba berteriak, "Ceng hoei Soe cie, antarkanlah tamu kita."

Pintu terbuka dan Ceng hoei Soethay berdiri diambang pintu dengan mencekal pedang terhunus. Dengan mata berapi pendeta wanita itu mengawasi Boe Kie.

Mendadak Boe Kie menekuk kedua lututnya dan berlutut. Ia menyampingkan segala perasaan malu sebab mati hidupnya sang ayah angkat tergantung atas kemauan Cie Jiak untuk memberi pertolongan. Sesudah memanggutkan kepala empat kali ia berkata, “Song-hoejin, memohon belas kasihanmu.”

Cie Jiak tetap duduk bagaikan patung.

"Thio Boe Kie, Ciang boenjin menyuruh kau pergi!" bentak Ceng hoei. Kalau kau masih rewel, kau benar-benar manusia rendah yang tak mengenal malu!" Ia mencaci begitu karena menduga Boe Kie minta menikah dengan Cie Jiak sesudah Song Ceng Soe mati.

Boe Kie menghela napas. Ia bangkit dan terus berjalan keluar.

Setibanya digubuk Beng kauw, Tio beng menyambutnya dengan berkata. "Song Ceng soe dapat ditolong bukan? Kau jadi orang mulia dengan menggunakan Hek hiok Toan siok koku."

"Beng moay, kau sungguh pintar! Tapi aku tidak bisa katakan, apa dia bisa ditolong atau tidak.”

"Hmm... Kau coba menolong Song ceng soe untuk ditukar dengan Cia Tay hiap. Boe Kie ko ko makin lama otakmu makin tidak beres!"

"Mengapa begitu? Aku tak mengerti maksud mu.”

"Dengan seantero kepandaianmu, kau berusaha untuk menolong Song ceng soe. Itu berarti bahwa kau sedikitpun tak ingat lagi kecintaan Cioe Ciecie. Coba pikir, bagaimana dia tidak jadi mendongkol?"

Boe Kie terkejut. Tak dapat ia menjawab perkataan si nona. Tak bisa jadi Cie Jiak merasa senang kalau suaminya binasa. Tapi ia ingat perkataan nyonya itu. “Kutahu, kau akan berusaha sedapat mungkin untuk menoloug jiwanya, supaya kau bisa menjadi koenma dengan tak usah merasa malu sendiri" Perkataan itu mengunjuk bahwa didalam hati Cie Jiak merasa mendongkol.

Melihat Boe Kie membungkam, Tio beng berkata pula. "Apakah kau merasa menyesal sesudah menolong jiwa Song ceng soe?" Sehabis bertanya begitu, tanpa menunggu jawaban ia masuk kedalam. Boe Kie duduk diatas batu. Sambil mengawasi rembulan, pikirannya melayang kemasa lampau. Ia ingat bahwa sebelum setahun sesudah meninggalkan Peng hwee to, kedua orang tuanya meninggal dunia. Semenjak itu ia hampir diliputi kedukaan. Banyak kali ia coba berbuat, tapi akibatnya jadi sebaliknya. "Ah... kalau tahu bakal begini lebih baik berdiam terus di Peng hwee to dan hidup tenteram bersama ayah ibu dan Giehoe,” katanya didalam hati.

Pada keesokan paginya para enghiong kembali berkumpul dilapangan yang kemarin, kali ini si pendeta Tat mo tong yang berlaku sebagai juru bicara tanpa minta permisi dari Kong tie. “Para enghiong dengarlah,” teriaknya. “Dalam pie boe kemarin Song hoejin dari Go bie pay telah memperoleh kemenangan terakhir, sehingga sebagai mana sudah disetujui, hari ini kami mengundang ia untuk pergi kebelakang gunung guna melepaskan Kim mo Say ong Cia Soen. Mari." Sehabis berkata begitu ia berjalan lebih dahulu sebagai penunjuk jalan, diikuti oleh rombongan Go bie pay dan lain-lain. Melihat Cie Jiak tidak mengenakan pakaian berkabung Boe Kie tahu, bahwa jiwa Song Ceng Soe dapat dikatakan sudah tertolong.

Setibanya dipuncak bukit, sipendeta Tat mo tong segera berkata. "Ini penjara dibawah tanah diantara ketiga pohon siong itu. Penjaga penjara ialah ketiga tetua dari partai kami. Sesudah mengalahkan ketiga tetua kami itu, Song Hoejin boleh lantas mengambil Cia Soen.

Melihat paras muka Boe Kie yang penuh kebingungan Yo Siauw berbisik. "Kauwcoe tak usah kuatir, Wie Hok kiong dan Swe Poet Tek sudah mempersiapkan Ngo heng kie dikaki bu-kit2. Apabila Go bie pay tidak mau menyerahkan Cia Soen, kita boleh segera mengunakan kekerasan.”

Alis Boe Kie berkerut. “Tindakan itu melanggar persetujuan dan kita akan kehilangan kepercayaan,” katanya.

"Untuk menolong Cia Say ong, kita tidak bisa terlalu memperhatikan hal yang sedemikian," kata Yo Siauw.

"Musuh Cia Tayhiap terlalu banyak," sela Tio Beng. "Kita harus menjaga juga senjata gelap."

"Benar," kata Boe Kie. "Hoan Yoesoe Tiat koen Too tiang, Cioe heng, Pheng Tay Soe, kuminta kalian berdiri ditempat sudut dan menjaga serangan gelap."

“Boe Kie Koko," bisik nona Tio, "kuingin ajukan sebuah usul. Jika ada orang menggunakan senjata rahasia, kita boleh segera menggunakan itu untuk merampas Cia Thayhiap. Dengan demikian, tidak seorang pun bisa mengatakan, bahwa kita melanggar janji. Kalau tidak ada yang membokong, sebaiknya Yo Cosoe memerintahkan salah seorang untuk melepaskan senjata rahasia, supaya didalam kekalutan kita bisa turun tangan.

Yo Siauw tertawa. "Bagus! tipu itu sungguh lihay.” katanya. Ia segera berlalu untuk mengatur persiapaan.

Boe Kie merasa, bahwa siasat itu bukan cara seorang ksatria. Tapi untuk menolong jiwa ayah angkatnya, ia tidak bisa terlalu menghiraukan soal itu lagi. Diam-diam ia merasa sangat berterima kasih terhadap Tio Beng. “Beng moay dan Yo Cosoe adalah orang-orang pandai pada jaman ini," katanya didalam hati. Sungguh untung aku bisa mendapat bantuan mereka."

Sementara itu Cioe Cie Jiak sudah maju menghampiri ketiga pohon siong dan berkata sambil membungkuk. "Sam wie adaiah tetua Siauw-lim pay yang memiliki kepandaian sangat tinggi! Jika dengan sendirian aku melawan Sam wie, aku bukan saja berlaku tidak adil, tapi juga tidak menghormat kalian."

"Song Hoejin boleh mengambil pembantu,” si pendeta Tat mo tong.

"Karena mengalahnya para enghiong, secara kebetulan aku merebut kemenangan," kata Cie Jiak. Dalam memperoleh kemenangan itu, aku mengandalkan ilmu silat mendiang guruku, Biat coat Soethay. Jika tiga lawan tiga biarpun menang, kemenangan itu belumlah cukup untuk memperlihatkan hasil yang jerih payah mendiang guruku dalam mengajar aku. Kalau satu lawan tiga, aku jadi berlaku kurang hormat terhadap tuan rumah. Begini saja. Aku akan meminta bantuannya seorang Bocah yang kemarin jatuh di-dalam tanganku dan yang lukanya sampai sekarang belum sembuh betul, Bocah itu dahulu pernah muntah-muntah darah karena dipukul Siansoe (mendiang guruku). Kejadian ini diketahui oleh semua orang. Dengan meminta bantuannya aku tidak merugikan nama baik Sian soe."

Mendengar perkataan itu, Boe Kie jadi girang sekali. "Benar saja dia meloloskan permohonanku,” katanya didalam hati.

Sementara itu Cie Jiak sudah berseru. Thio Boe Kie kau keluarlah!"

Kecuali Yo Siauw dan beberapa pemimpin lain, para anggauta Beng Kauw tidak tahu mau Kauwcoe mereka, mereka merasa sangat gusar. Tapi diluar dugaan, sang Kauwcoe kelihatan girang dan menghampiri dengan paras muka berseri-seri. Sambil menyoja, ia berkata. “Terima kasih atas belas kasihan Song Hoejin yang kemarin sudah meagampuni jiwaku." Untuk menebus dosa dahulu hari dan demi keselamatan ayah angkatnya, ia sudah mengambil keputusan untuk menelan segala hinaan.

"Sebab lukamu belum sembuh, akupun bukan sungguh2 mengharapkan bantuanmu," kata Cie Jiak.

“Aku hanya menanti perintah," jawab Boe Kie.

Dengan sekali menggerakkan tangan kanannya, Cie Jiak membuat belasan lingkaran besar dan kecil dengan cambuknya. Hampir berbareng ia membalik tangan kirinya dan tahu2 ia sudah memegang sebilah golok pendek yang bersinar hijau. Para orang gagah yang kemarin sudah menyaksilcan kelihayan cambuk tak pernah menduga bahwa jago betina itu akan menggunakan juga lain snnjata. Kedua senjata itu sangat berlainan sifatnya, yang satu panjang yang lain pendek, yang satu lemas yang lain keras. Bahwa Cie Jiak dapat menggunakan kedua senjata itu dengan berbareng, merupakan bukti bahwa ia benar2 memiliki kepandaian tinggi. Para enghiong lantas saja terbangun semangatnya dan merasa pasti bahwa mereka akan menyaksikan pertempuran yang luar biasa.

Boe Kie segera merogoh saku dan mengeluarkan dua batang Seng hwee leng. Ia maju ke gelanggang. Tiba-tiba tindakannya limbung dan ia sengaja batuk-batuk seperti orang yang masih menderita luka berat. Ia bertekad untuk menyerahkan semua jasa pada Cie Jiak.

Perlahan-lahan Touw ok bertiga mengangkat tambang mereka, siap sedia untuk menyambut serangan lawan.

Cie Jiak mendekati Boe Kie dan berbisik, "Kau pernah bersumpah untuk membalas sakit hati piauw moaymu. Kalau si pembunuh ayah angkatmu, apakah kau masih mau menolong dia.”

Boe Kie terkejut, “Kadang-kadang Giehoe, dia terserang penyakit kalap dan ia bisa melakukan perbuatan yang sebenarnya tidak diinginkan olehnya" jawabnya.

Sesaat itu dilereng bukit sekonyong-konyong terdengar suara khim dan seruling. Boe Kie girang, Dilain saat dengan diiringi oleh tiga suara tali khim empat nona yang mengenakan baju putih dan masing-masing memegang satu khim muncul dipuncak bukit. Beberapa detik kemudian dengan iringan suara seruling, empat gadis baju hitam yang masing-masing membawa sebatang seruling, memperlihatkan diri. Delapan wanita muda itu lantas saja berdiri didelapan penjuru dan mulai memperdengarkan sebuah lagu yang sangat merdu. Diantara iringan lagu itu seorang gadis cantik yang menggunakan baju warna kuning muda perlahan-lahan mendaki puncak bukit. Benar saja wanita itu bukan lain daripada si nona baju kuning yang pernah ditemui Boe Kie diantara orang-orang

di Kay pang di Louw liong.

Begitu melihat, Pangcoe Kay pang Soe Kong Sek lantas saja memburu dan menubrukdan memeluk sibaju kuning, "Yo Ciecie!" teriaknya. "Tetua dan Liong tauw kami dibinasakan orang. Ia menuding Cie Jiak dan berteriak pula, "Dari Go bie pay dan Siauw lim pay yang turun tangan jahat.”

Si baju kuning manggut-manggut. "Aku sudah tahu," katanya. Hmm.. Kioe im pek koet jiauw belum tentu merupakan ilmu yang paling tinggi." ( Kioe im Pek koet jiauw - cengkeraman tulang putih dari kitap Kioe im Cin-keng ).

Munculnya si baju kuning sudah menarik perhatian semua orang dan perkataan itu didengar oleh semua kuping. Para enghiong yang berusia lanjut dan berpengalaman terkejut di dalam hari. Mereka bertanya-tanya, “Kioe im pek koet jiauw? Apakah Kioe im pek koet jiauw yang pada seabad yang lalu dikenal sebagai ilmu silat sangat jahat dan yang belakangan hilang dari Rimba persilatan?

Sementara itu dengan bergandengan tangan si baju kuning dan Soe hong Sek menuju ke rombongan Kay pang, Nona aneh itu kemudian duduk disebuah batu besar.

"Siapa wanita itu?" tanya Cie Jiak. "Aku baru pernah ketemu sekali," jawab Boe Kie. Aku tahu nama dan asal usulnya".

"Dia she Yo!"

"Kau tak salah.”

Cie Jiak mengeluarkan suara dihidung. “Mulailah!” katanya seraya mengedut cambuknya yang lantas saja meayambar Touw ok dan dengan menuruti gerakan itu tubuhnya melesat keatas, akan kemudian, hinggap diantara tiga pohon siong. Serangan dan lompatan itu yang sangat cepat dan indah mengagumkan semua orang. Dilain saat, cambuknya sudah beradu dengan tambang Touw lan. Touw ok dan Touw ciat buru-buru mengangkat senjata mereka dan menyerang dari kiri kanan. Boe Kie segera melompat untuk menolong, tapi begitu lekas kakinya hinggap ditanah tubuhnya terhuyung, Banyak orang mengeluarkan seruan tertahan. Mereka menduga pemuda itu sudah tak punya tenaga untuk berkelahi.

Mereka tak tahu, bahwa Boe Kie sedang menggunakan ilmu Seng hwee leng yang sangat aneh. Selagi terhuyung Seng hwee leng menghantam dada Touw lan yang "terikat" dengan cambuk Cie Jiak dan sukar meinbela diri. Melihat bahaya Touw ok dan Touw ciat lantas saja merubah arah serangannya terhadap Cie jiak dan kedua tambang menyambar Boe Kie seperti dua ekor naga. Sekali lagi semua orang terkesiap. Pada detik yang sangat berbahaya, Boe Kie menggulingkan diri kearah Touw ok yang menyambutnya dengan totokan jari kepundak. Dengan Kian koen Tay lo ie, Boe Kie memunahkan totokan dan hampir berbarengan tubuhnya bergulingan kejurusan Touw ciat.

Demikianlah Boe Kie terus menggunakan ilmu Seng hwee leng yang aneh. Ia bergulingan kesana-sini. Ia kelihatannya bingung, repot dan terdesak. Tapi pada detik terakhir serangan2 berbahaya, ia selalu dapat meloloskan diri dari bencana.

Sesudah lewat puluhan jurus, orang-orang gagah yang berpengalaman mulai merasa bahwa Boe Kie sedang menggunakan ilmu silat luar biasa, misalnya sebangsa ilmu Coei pat-sian (Delapan dewa mabuk ). Tapi ilmu itu banyak lebih sukar dan mengandung perubahan-perubahan yang lebih sulit daripada segala ilmu yang dikenal dalam wilayah Tionggoan.

Pada hakekatnya silat Persia kuno itu digunakan untuk melawan hanya seorang dari ketiga tetua Siauw lim, dengan mudah Boe Kie bisa memperoleh kemenangan. Kekuatan ketiga ketua itu terletak pada kerja sama mereka yang sangat erat. Sesudah mempelajari Kim kong Hok-mo coan bersama-sama selama puluhan tahun, pikiran mereka sudah terjalin menjadi satu. Kalau yang satu menghadapi bahaya, dua yang lain segera membantu secara wajar. Maka itulah, sesudah bertempur kira-kira duapuluh jurus, Boe Kie belum juga bisa mendapat kemajuan.

Pada dasarnya sebagian kecil silat Seng hwee leng termasuk di jalanan sesat sedang Kim kong Hok mo coan berdasarkan ilmu Sang Buddha menaklukan segala apa yang sesat.

Dengan demikian sesudah bertempur beberapa lama lagi, sifat iblis dari ilmu Seng hwee leng itu mulai mempengaruhi Boe Kie. Dibawah tekanan ilmu yang bersih suci, pikiran Boe Kie mulai kalut. Tanpa diketahui oleh para hadirin ia menghadapi bencana. Andaikata tidak terpukul dalam seratus jurus lagi ia bakal roboh sendiri. Bahwa Beng kauw sering dinamakan orang sebagai "Agama iblis" ( Mo kauw ), bukan sama sekali tidak beralasan, sedang ilmu silat Seng hwee leng adalan gubahan "si Orang tua dari Pegunungan," "si raja iblis yang bisa membunuh manusia tanpa berkedip. Pada waktu meyakinkan ilmu itu, Boe Kie tidak melihat dan tidak merasakan apapun juga. Tapi sekarang dalam menghadapi musuh besar yang menggunakan ilmu lurus bersih, bagian yang berbabaya dari ilmu tersebut menonjolkan diri.

Tiba tiba ia tertawa-tertawa berkakakan yang bernada "iblis" dan membangunkan bulu roma. Mendadak, sehabis tertawa itu, dari dalam tanah diantara ketiga pohon siong terdengar suara orang menghafalkan kitab-Budha. Boe Kie kaget dan mengenali, bahwa yang menghafalkan kitab bukan lain dari pada ayah angkatnya. Ia mengerti, bahwa sedari dipenjarakan, setiap hari orangtua itu mendengari penghafalan kitab suci yang dilakukan oleh ketiga pendeta Siauw-lim. Sang ayah angkat pernah menolak untuk melarikan diri karena ia merasa mempunyai alasan dosanya terlalu besar: "Apakah sesudah mendengari pembacaan kitab suci selama beberapa bulan, Giehoe mendusin?" tanya Boe Kie didalam hati.

Sementara itu, tekanan tambang ketiga pendeta itu mulai berkurang.

Cia Soen menghafal terus.

Boe Kie belum menyelami intisari dari pada pelajaran Budha. Tapi kata-kata yang diucapkan oleh Cia Soen dimengerti olehnya dan kira-kira berarti begini: Segala sesuatu didalam dunia merupakan kekosongan. Aku sama sekali tidak memikiri badanku atau badan orang lain. Kalau ada orang membunuh aku atau menyembelih aku, akupun tak merasa gusar, karena aku tak menganggap tubuhku sebagai milik sendiri."

"Apakah sesudah berdiam disini beberapa bulan Giehoe benar-benar sudah mencapai tingkat yang bebas dari rasa kaget, rasa takut dan kuatir?” tanya Boe Kie didalam hati. "Apakah memang benar-benar ingin menasehati supaya tidak memikiri lagi keselamatannya tidak usah menolong lagi jiwanya?"

Ilmu Kim kong Hok mo coan bersumber dan digubah dari kitab suci Kim kong beng. Pada tingkat yang paling tinggi, kitab itu tidak membedakan lagi antara kau dan aku antara hidup dan mati, sedang segala apa dialami ini di pandang sebagai suatu khayal atau kekosongan. Biarpun ilmunya tinggi. Pada waktu berhadapan dengan lawan, ketiga pendeta Siauw lim itu masih mempunyai keinginan untuk menindih lawan dan memperoleh kemenangan. Mereka bisa melupakan soal mati atau hidup, tapi belum bisa membedakan perbedaan antara kau dan aku. Itulah sebabnya mengapa mereka belum mencapai puncak tertinggi dari Kim kong Hok mo coan dan kekuatan Lingkaran (Coan) itu belum mempunyai tenaga yang sebesar-besarnya. Apa yang selama beberapa bulan didengar Cia Soen bukan lain dari hafalan Kim kong keng.

Sementara itu sambil bertempur Boe Kie memikiri hafalan ayah angkatnya dan sedikit banyak ia dapat menangkap arti Kim kong keng. Karena maksudnya pengaruh pelajaran Buddha perlahan-lahan pengaruh iblis dalam alam pikirannya jadi kurang. Dengan kekurangan pengaruh iblis itu, kelancaran silat Seng hwee-leng juga turut berkurang. Tiba-tiba pundaknya tersabet tambang. Tanpa terasa BoeKie mengerahkan Kian lioen Tay lo ie Sin kang dan Kioe yang Sin kang untuk memunahkan pukulan itu. "Hm! .... sesudah aku tidak berhasil dengan ilmu Seng hwee leng, mengapa aku tidak mau mencoba Kian koen dan Kioe yang?" pikirnya. Ia melirik dan mendapat kenyataan bahwa Cie Jiak memperlihatkan gejala kalah. "Sudahlah!" ia mengambil keputusan. Kalau sekarang aku tidak mengeluarkan semua tenaga, begitu lekas Cie Jiak kalah, Giehoe tidak akan dapat ditolong.

Memikir begitu sambil membentak keras, ia segera menyerang dengan Kian koen Tay lo ie. Namun Cia Soen masih terus menghafal Kim kong keng, tapi ia tidak bisa memperhatikan lagi sebab seluruh semangatnya di tumplek kepada Kian koen Tay lo ie. Dengan gerakan2 kilat ia menyambut dan menerima pukulan-pukulan ketiga lawan, supaya Cie Jiak mendapat kesempatan untuk menerobos masuk ke dalam lingkaran.

Karena adanya serangan yang hebat itu yang disertai Lweekang yang dahyat. ketiga ketua Siauw lim juga lantas menambah Lweekang mereka untuk melawannya.

Semua orang lihat perubahan itu, makin lama pertempuran jadi makin hebat. Perlahan-lahan diatas kepala ketiga pendeta muncul uap putih, satu tanda mereka sudah mengerahkan tenaga dalam yang sebesar-besarnya. Diatas kepala Boe Kie juga terlihat uap air, tapi uap itu halus dan tidak buyar, seolah-olah selembar benang. Inilah bukti bahwa Lweekang Boe Kie lebih tinggi dari pada tenaga dalam ketiga lawannya.

Para enghiong menyaksikan kejadian itu dengan perasaan kagum. Kemaren Boe Kie terluka berat. Siapa nyana, dalam waktu semalaman saja, ia sudah sembuh seluruhnya! Lweekang pemuda itu sungguh-sungguh sudah tiba di tingkat yang tak dapat diukur lagi. Sekarang semua orang tahu bahwa tadi ia hanya berlagak payah.

Selama pertempuran itu, Cie Jiak belum pernah benar2 mengadu tenaga. Ia hanya berkelahi dari luar lingkaran tambang. Ia baru menerjang kalau terdapat lowongan dan baru ia buru-buru melompat mundur jika mendapat serangan balasan. Cara berkelahi itu segara memperlihatkan perbedaan antara kepandaiannya dan kepandaian Boe Kie. Para hadirin lantas saja saling mengutarakan pendapat.

"Kata orang ilmu silat kauwcoe dari Beng kauw tiada tandingannya di dunia ini! Sekarang aku mengakui, bahwa nama besar itu bukan nama kosong!"

Kemarin ia sengaja mengalah terhadap Song Hoe jin. Inilah yang dinamakan laki-laki sejati sungkan berkelahi melawan wanita."

"Bukan begitu! Dahulu Song Hoe jin tunangan Thio Kauwcoe! Apa kau tak tahu? Ini yang dinamakan golok tua masih ingat kecintaan lama."

Dan banyak lagi pendapat lainnya.

Sesudah bertempur kira-kira setengah jam lagi, paras muka ketiga pendeta Siauw lim berubah merah dan jubah pertapaan mereka jadi melembung, seperti di tiup angin dari sebelah dalam. Dilain pihak pakaian Boe Kie masih tetap seperti biasa.

Pada waktu itu, Kioe yang Cin khie dalam tubuh Boe Kie sudah banyak lebih kuat dari pada beberapa waktu berselang. Kekuatan itu di tambah lagi dengan latihan pernapasan Thay kek koen yang diturunkan oleh Thio Sam Hong. Dengan demikian, Boe Kie mempunyai keuletan luar biasa. Ia masih bisa bertanding satu atau dua jam lagi tanpa merasa lelah. Inilah keuntungan yang mau digunakan olehnya. Ia mengambil keputusan untuk bertempur dalam jangka panjang sampai ketiga lawannya kecapaian.

Ketiga pendeta itu juga tahu kenyataan tersebut. Mereka mengerti bahwa kelelahan yang lama akan merugikan pihaknya. Maka itu beberapa saat kemudian, seraya membentak keras mereka memperhebat serangan! Ketiga tambang berkelebat seperti kilat dalam macam-macam serangan dan tenaga.

Boe Kie kaget. Ia mengempos semangat dan menyambut setiap serangan. "Biarpun ilmu silat Cie Jiak luar biasa, ia belum berlatih cukup sehingga kerja sama dengan dia tidak bisa menyamai kerja sama dengan Gwa-kong dan Yo Co soe,” pikirnya. Dengan sendirian aku tak akan bisa mempertahankan diri. Rasanya aku bakal kalah lagi dan hari ini tidak akan bisa menolong Gie hoe. Hai ! ... Bagaimana baiknya?"

Sebab pikirannya bingung tenaganya lantas saja berkurang. Ketiga pendeta sungkan menyia-nyiakan kesempatan itu. Mereka menyerang dengan hebatnya. Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam otaknya Boe Kie. Ia ingat kecintaan ayah angkatnya di Pheng hwee to. Ia ingat bahwa demi kepentingan dirinya orang tua itu rela menceburkan diri kedalam dunia Kang ouw dan menghadapi rupa-rupa bahaya. Didetik itu juga ia mengambil keputusan bahwa apabila sang Giehoe tidak dapat ditolong, ia sendiri sungkan hidup sendirian didunia ini.

Selagi otaknya bekerja tahu-tahu tambang Touw lan menyambar punggungnya. Mendadak saja ia mengeluarkan pukulan aneh. Ia mengangkat tangan kiri, membiarkan tambang memukul lengan dan memunahkan tenaga pukulannya itu dengan Kian koen Tay lo ie, berbareng dengan itu ia menangkis tambang Touw ok dan Touw-ciat dengan Seng hwee leng yang dicekal dalam tangan kanannya. Tiba-tiba, bagaikan seekor burung, tubuhnya melesat keatas dan dengan sekali memutar ditengah udara ia sudah melibat tambang Touw lan dipohon siong yang diduduki itu.

Itulah perbuatan yang tidak pernah diduga orang. Sesudah melibat, Boe Kie menarik

tambang itu erat-erat. Tak kepalang kagetnya Touw lan yang lantas saja menarik tambangnya dengan sekuat tenaga. Sebagaimana diketahui, batang pohon siong itu telah dilubangkan oleh ketiga pendeta untuk digunakan sebagai berduduk. Oleh karena itu biarpun besar, kekuatannya kurang. Maka itulah begitu ditarik oleh Boe-Kie dan Touw lan dengan satu suara "krekek," batang itu patah dan pohonnya roboh.

Boe Kie menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Selagi Touw ok dan Touw ciat tertegun, kedua tangannya mendorong pohon yang diduduki Touw ok, dengan seluruh tenaganya. Pohon itu kalah kuat dan lantas patah. Dengan suara ribut kedua pohon itu jatuh menimpa pohon yang diduduki Touwciat, dan menendang pohon ketiga itu yang sudah bergoyang-goyang lantas turut roboh.

Keadaan berubah gempar suara dengan robohnya pohon dicampur teriakan-teriakan para hadirin.

Secepat kilat Boe Kie menimpuk Touw ok dan Touw ciat dengan kedua Seng hwee leng.

Biarpun kepandaian tinggi, kedua pendeta itu jadi bingung karena harus menyelamatkan diri dari tindihan batang pohon dan dari sambaran Seng hwee leng. Dilain detik Boe Kie menggulingkan diri dan masuk kedalam lingkaran Kim kong Hok mo coan. Dengan lewat dikolong batang pohon yang sedang roboh. Dengan sekali mendorong, ia sudah mengisarkan batu yang menutup lobang penjara.

"Giehoe lekas keluar!" teriaknya. Sebab kuatir ayah angkatnya menolak, tanpa menunggu jawaban, tangannya mencengkeram baju orang tua itu dan mengangkatnya keatas.

Pada detik itu, tambang Touw ok dan Touw ciat sudah menyambar. Buru-buru Boe Kie melepaskan ayah angkatnya, mengambil dua Seng hwee leng dari sakunya dan menimpuk. Begitu menimpuk, kedua tangannya menangkap ujung tambang yang menyambar. Baru saja kedua pendeta itu mau mengerahkan Lweekang untuk membetot tambang mereka, kedua Seng hwee leng sudah hampir menyentuh muka. Karena terpaksa, mereka melepaskan tambang dan melonpat mundur untuk menyelamatkan jiwa dari timpukan itu.Hampir berbareng dengan mundurnya Touw ok dan Touw ciat, Touw lan sudah menerjang dan tangan kirinya menghantam dada Boe Kie.

"Cie Jiak, tahan dia!" teriak Boe kie sambil melompat kesamping dengan mendukung Cia Soen.

Kalau ia bisa membawa keluar ayah angkatnya dari kalangan ketiga pohon siong, ia sudah berhasil dalam usahanya. Cie Jiak kelihatan bersangsi.

"Anakku Boe Kie," kata Cia Soen, "dosaku sangat besar dan ditempat ini dengan mempelajari kitab suci, hatiku tenang. Guna apa kau menolong aku?" Sehabis berkata ia coba memberontak.

Boe Kie tahu ayah angkatnya berkepandaian tinggi dan kalau orang tua itu tak mau pergi ia sukar membantah. Maka itu ia lantas saja berkata. "Giehoe, anak mohon.maaf!" Hampir berbareng jari tangannya menotok beberapa "hiat" hingga Kim mo Say ong tak bisa bergerak lagi.

Karena kelambatan sedetik dua itu, ketiga pendeta sudah keburu datang dan menyerang. "Lepaskan dia!" bentak Touw ok.

Pukulan ketiga pendeta itu hebat bukan main. Sebelum pukulannya sampai, tekanan angin sudah menindih dari empat penjuru. Boe Kie terpaksa melepaskan lagi ayah angkatnya dan menangkis pukulan itu, "Cie Jiak, lekas bawa Gi hoe!” serunya. Dengan meng-gerak2kan kedua tangannya kian kemari, Boe Kie menahan pukulan ketiga lawannya. Itulah ilmu Kian koen Tay lo ie yang paling tinggi. Lweekang pemuda itu bergerak-gerak kian kemari dengan berbareng menahan dan menyedot tenaga pukulan ketiga pendeta. Dalam menggunakan ilmu itu, Boe Kie harus mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, karena aduan tenaga ini banyak lebih berat dari pada adu Lweekang satu lawan satu. Sebab tangkisan itu ketiga pendeta "terikat" dan tak bisa memperhatikan Cia Soen lagi.

Boe Kie tahu bahwa ia tak bisa mempertahankan diri dalam waktu lama. Tapi ia pun tak memerlukan waktu yang lama. Begitu lekas Cie Jiak sudah membawa ayah angkatnya ketempat yang selamat ia bisa berusaha untuk meloloskan diri.

Sekarang Cie Jiak tak bersangsi lagi. Ia melompat mendekati Cia Soen.

"Fui... perempuan hina!..." bentak Kim-mo Say ong. Ia tak bisa melanjutkan perkataan sebab keburu ditotok "hiat" dagunya.

“Manusia she Cia!" Cie Jiak balas membentak. “Aku mau menolong, mengapa kau mencaci aku. Dosamu sangat besar dan jiwamu sekarang berada di tanganku. Apa kau rasa aku tak bisa ambil jiwamu?” Sehabis berkata begitu ia mengangkat tangan kanannya, mementang lima jari dan bergerak untuk menepuk batok kepala Cia Soen.

"Cie Jiak! Jangan...!" teriak Boe Kie dengan suara parau.

Ketiga pendeta Siauw lim sedikitpun tak punya niatan untuk mencelakai Boe Kie. Tapi pertandingan itu adalah aduan tenaga mati atau hidup. Kedua belah pihak menggunakan koat (teori) “menempel” dan sebelum ada yang kalah, masing-masing sukar melepaskan "tempelan" itu. Begitu lekas Boe Kie berteriak dengan hati mencelos, hawa tulennya lantas saja berkurang dan ia lantas saja merasakan tindihan tenaga lawan yang menyerang bagaikan gelombang. Cepat-cepat ia mengempos serangan untuk mempertahankan diri.

Tapi Cie Jiak tidak lantas turunkan tangan. Sambil melirik Boe Kie ia tertawa dingin. "Thio Boe Kie," katanya. "Hari itu waktu di kota Hauw coe kau telah meninggalkan aku dari upacara pernikahan, apakah kau pernah memikir, bahwa kau akan menemui kejadian di hari ini ?"

Boe Kie bingung dan karena kebingungan itu, ia menghadapi bencana. Keringat mengucur dari tubuhnya.

=====================


DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar