Pendekar Wanita Penyebar Bunga (San Hoa Lihiap) Bagian 5

Liang Ie Shen, Seri Thian San-03: Pendekar Wanita Penyebar Bunga (San Hoa Lihiap) Bagian 5 Dan sekarang ia menghadapi pula lain "pemuda," hatinya menjadi goncang.
 
 Pendekar Wanita Penyebar Bunga (San Hoa Lihiap) Bagian 5 
Dan sekarang ia menghadapi pula lain "pemuda," hatinya menjadi goncang. Jangan kata untuk memperoleh kemenangan, guna membela diri saja ia merasa sulit. Maka itu, mengetahui Cio

Keng To sudah pulang, ia kaget.

Justeru kepala Gielimkun itu kaget, justeru Sin Cu kirim tusukannya yang liehay. Sia-sia saja Tonghong Lok membela diri, pundaknya kena juga ditusuk, hingga tulang pundaknya

terpapas sebagian. Ia lantas berlompat, dengan melupakan sakitnya, ia membuang dirinya ke tanah, untuk lari bergulingan di tanah mudun.

Itulah tanda jeri yang berlebihan, sebab Sin Cu tidak menguber, hanya sembari tertawa, dia putar tubuhnya untuk menghampirkan si muda-mudi.

"Nah, sekarang tentulah kau percaya aku!" katanya pada si nona.

Nona itu tidak menyahuti, ia hanya mendelik!

Si pemuda maju, untuk memberi hormat.

"Terima kasih untuk bantuan kau!" ia berkata.

"Kita repot bertempur, sampai kita tak sempat belajar kenal!" kata Sin Cu sembari ia membalas hormat. Ia bicara sambil bersenyum.

Nona itu tetap membungkam. Adalah si pemuda, yang menyahuti dengan cepat.

“Inilah sumoay-ku, Cio Bun Wan," ia memperkenalkan.

"Aku sendiri Seng Hay San. Sumoay-ku ini adalah puterinya Cio Lookiam-kek, guruku."

Bun Wan menoleh dengan cepat.

"Kau toh bukan hendak berbesan dengannya, untuk apa kau menjelaskan hal keluargaku!" katanya kepada si anak muda.
Sin Cu tidak menjadi kurang senang, sebaliknya, ia tertawa geli. Bun Wan rupanya merasa bahwa ia sudah terlepasan bicara, wajahnya lantas menjadi merah sendirinya.
Seng Hay San tidak layani sumoay itu.
"Orang toh sudah mengetahui namanya suhu?" katanya,
pelahan. “Ia pun bukannya orang lain, ada apa halangannya
untuk memberi penjelasan?"
"Aku bernama Ie Sin Cu," Sin Cu berkata, tak
memperdulikan suheng dan sumoay itu, yang ia anggap
Jenaka lagak lagunya. "Guruku ialah Thio Tan Hong. Dengan
sebenarnya kita bukanlah orang luar!"
Seng Hay San terkejut hingga ia mengeluarkan suara
tertahan dan lompat mencelat.
"Pantas kau begini liehay, kiranya kau muridnya Thio
Tayhiap!." ia berseru.
Si nona pun heran, ia sampai angkat kepalanya, akan awasi
"pemuda" itu.
"Thio Tan Hong kesohor gagah dan mulia, kenapa dia ambil
murid begini ceriwis?" ia kata dalam hati kecilnya.
Sin Cu tidak ambil perduli sikapnya dua orang itu.
"Guruku sudah lama mengagumi gurumu yang kesohor," ia
berkata, "sampai sebegitu jauh guruku tidak berjodoh untuk

389
membuat pertemuan dengan gurumu, maka itu sekarang
hendak aku mewakilkannya untuk menghadap Cio
Lookiamkek. Aku minta encie Bun Wan sukalah mengajak aku
menemuinya."
"Terima kasih, sebenarnya kita tidak berani menerima
kunjunganmu," berkata Hay San, yang mendahului si Nona
Cio.
Thio Tan Hong benar masih muda dibanding sama gurunya
tetapi Sin Cu omong demikian merendah, Hay San menjadi
malu hati. Ia memang jujur dan polos sekali. Ia pun heran
atas sikap sumoaynya. Katanya di dalam hati: “Ini orang she
Ie begini halus dan sopan, kenapa sumoay bilang dia ceriwis?"
"Tarolah kata ayahku ada di rumah, dia pasti tidak nanti
menemui kau!" kata Nona Cio dingin. Agaknya hatinya
menjadi panas pula.
"Sumoay, kau kenapa..."
Hay San heran, ia tanya adik seperguruan itu, tapi ia
dipotong si sumoay. "Kau... kau apa?" Si nona pun mendelik.
Sebenarnya Hay San hendak menanya, kenapa adik itu
bersikap tak manis, karena ia dipegat, ia lantas merubah
haluan.
"Bukankah suhu sudah pulang ?" demikian ia tanya.
"Kenapa suhu tidak ada di rumah?"
"Siapa yang bilang ayah sudah pulang?" si nona membaliki,
suaranya tawar.
"Toh kau yang mengatakannya tadi..." katanya.

390
"Kau melihat memedi barangkali! Kapannya aku bilang
begitu?"
Hay San menjadi heran sekali.
"Rupanya aku salah dengar," ia bilang. "Kuku garuda tadi
bilang suhu sudah pulang maka juga dia telah datang ke
mari."
"Memang beberapa hari yang lalu ayah telah minta
pertolongan membawa surat, katanya lagi beberapa hari dia
bakal pulang dengan naik kapal," berkata si nona. "Sampai
sekarang ayah belum balik. Hm, kuku garuda itu liehay
kupingnya, maka pantaslah dia dapatkan tikamannya!..."
Tiba-tiba si nona berhenti bicara. Ia ingat bahwa yang
menikam si kuku garuda adalah si pemuda ceriwis...
"Jikalau begitu, aku tidak berjodoh untuk menemui Cio
Lookiamkek," berkat a Sin Cu. Ia agaknya menyesal.
Bun Wan masih bersikap tawar, ia tidak memberikan
penyahutan.
Sin Cu berdiri dengan hati tak enak. Ia tahu sebabnya sikap
dingin dari si nona. Tadi ia telah kesalahan berbuat kurang
manis. Karena terpaksa, ia rangkap kedua tangannya seraya
berkata: "Pesan lisan dari Tiat Keng Sim telah aku sampaikan,
di sini sudah tidak ada urusan apa-apa lagi, aku meminta diri."
"Terima kasih untuk bantuan kau ini, saudara Ie," berkata
Hay San sambil ia membalas hormat.
"Tentang Tiat Suheng, kami sudah mendapat tahu.
Memang sengaja Tiat Suheng meminta kau menyampaikan
pe-sannya itu, supaya kami dapat berkenalan denganmu. Itu

391
pun menandakan, Tiat Suheng pandang kau bukan seperti
orang luar. Mengenai urusan Tiat Suheng itu, dari terancam
bahaya dia pasti bakal mendapatkan keselamatannya,
tentangnya tak usah saudara buat kuatir."
Ada maksudnya kenapa Hay San menyebutkan Sin Cu
bukan orang lain. Perkataannya itu sebenarnya ditujukan
kepada Cio Bun Wan. Sin Cu sebaliknya menjadi heran.
Kenapa Tiat Keng Sim menyuruh ia menyampaikan pesannya
itu? Mengenai urusannya Keng Sim sendiri, rupanya pemuda
itu sudah mengatur segala apa. Apakah siasatnya itu? Ia tidak
tahu, Keng Sim ingin ia datang ke Peksee cun, untuk belajar
kenal sama Cio Bun Wan. Hanya sayang, kejadiannya ada di
luar dugaan Keng Sim. Sebab ia justeru bentrok sama Nona
Cio...
Sin Cu kembali ke kota, bertemu sama Thio Hek, ia
tuturkan pengalamannya selama dua hari.
Thio Hek pun heran atas sikapnya Keng Sim itu, tak dapat
ia menerkanya.
"Tentang Yap Toako , sudah datang beritanya," kemudian
ia pun memberi keterangan. Katanya nusa lagi bakal ada
datang orang untuk berhubungan sama kita. Cuma nusa lagi
itu ada harian pemeriksaan atas dirinya Tiat Keng Sim oleh
tiehu bersama pihak Nippon...
Sin Cu ketarik hati, ia agaknya heran.
"Bagaimana kau bisa ketahui halnya peperiksaan itu?" ia
tanya.
"Tentang itu telah ada permaklumannya," menjawab Thio
Hek. "Banyak orang telah membilang hendak menonton
sidang itu."

392
Pemeriksaan secara terbuka itu ada keinginannya Tiat Keng
Sim, ia menang dari tiehu. Pihak Nippon menerima baik
permintaan itu karena kepercayaannya tak bakal terjadi
sesuatu.
"Kalau begitu," berkata Sin Cu kemudian, "di harian sidang
itu, kau baik berdiam di rumah, untuk menanti orang yang
akan berhubungan dengan kita. Aku hendak pergi menonton."
Thio Hek terima baik pengaturan itu.
Sidang yang bakal dibuka itu adalah hal baru untuk kota
Tay-ciu. Ada luar biasa yang tiehu hendak periksa perkara
bersama-sama pihak asing, dan peperiksaan itu terbuka untuk
khalayak ramai. Tapi untuk kebanyakan penduduk, yang
mengarti keadaan, mereka itu mendongkol dan penasaran.
Mereka membenci pihak asing itu, mereka tak puas terhadap
tiehu, yang dikatakan pengecut sebab sudah membiarkan
pihak asing mencampuri tahu wewenangnya.
Demikian di harian peperiksaan, sejak pagi sudah
berkumpul banyak orang di muka kantor, untuk menyaksikan
sidang. Di antara orang banyak itu, Sin Cu menyelipkan
dirinya.
Kira tengah hari, tiehu dari Tayciu muncul bersama seorang
pembesar Nippon yang tubuhnya gemuk. Melihat orang asing
itu, banyak orang mengangkat tangannya untuk menunjuk.
"Dialah wakil Nippon, namanya Takahashi!" kata seorang.
Takahashi itu datang bersama dua pengiring, salah satu di
antaranya Sin Cu kenali sebagai Egukhi, dan ke tujuh. Yang
satunya lagi, menurut katanya seorang penduduk, adalah

393
Segokhi, perwakilan militer Nippon di Tayciu, dan dia katanya
ada dan ke enam.
Kapan tiehu sudah duduk di muka meja pengadilan, ia
bawa aksinya. Ia menepuk meja, lantas ia mencabut sebatang
ciam, yang ia terus lemparkan.
"Bawa menghadap si orang jahat!" ia memberi titah. Ciam
itu ada tanda kekuasaannya untuk memanggil persakitan atau
terdakwa.
Perintah itu di jalankan seorang hamba polisi, maka tak
lama kemudian, Tiat Keng Sim telah dibawa menghadap.
Pemuda itu bersikap gagah. Dia tidak bertekuk lutut,
sebaliknya dia berdiri tegar, sepasang matanya yang bersorot
bengis mengawasi ke arah si orang asing.
Takahashi gentar hatinya menyaksikan sikap gagah itu.
Tapi ia menggeprak meja.
"Orang jahat yang bernyali besar! Tahukah kau
kesalahanmu?" ia menegur. Ia mendahulukan tiehu. Ia bicara
dalam bahasanya, lalu ada juru bahasa yang
menterjemahkannya.
"Tidak tahu!" sahut Keng Sim keras.
"Kau telah membunuh orang dan merampas barang!"
bentakTakahashi. "Kau sudah pukul mati seorang kapten kapal
Nippon, kau telah rampas barang-barang dari kapal itu! Kau
juga sudah begitu berani merobek-robek bendera Matahari
Terbit kita! Kesalahanmu telah nyata, kau mesti dihukum
berat! Eh, tiehu, aku bilang, Tidak usah kau memeriksa lagi.
Biarlah Kolonel Segoshi yang menjalankan hukuman potong
kepadanya!"

394
Jumawa wakil ini. Kata-katanya yang belakangan itu
ditujukan kepada tiehu.
Keng Sim tertawa dingin. Ia kata: "Kau harus ketahui, lebih
dulu daripada itu Kapten kamu sudah bunuh orang Tionghoa,
sudah merampas barang-barangnya, dan di sebelah itu ada
belasan orang lain yang sudah dilukakan! Aku lakukan
perbuatanku itu untuk membela keadilan, umpama benar aku
telah membunuh orang, itu berarti satu jiwa ganti satu jiwa!
Barang-barang yang aku rampas itu asalnya ada barangbarangnya
kapal Tionghoa. Kapalmu sendiri itu hari juga
sudah lari menyingkir, mana dapat kamu menampak
kerugian!"
Takahashi menjadi gusar sekali, dia menoleh kepada tiehu.
"Tiehu, apakah boleh satu penjahat mengacau di muka
pengadilan?" ia menegur. "Bawa dia pergi!"
***
Tiehu kaget dan ketakutan, mukanya menjadi pucat dan
tubuhnya gemetaran. Ia telah cabut pula sebatang ciam tetapi
tidak berani ia melemparkannya, karena ia ditatap dengan
mata bengis oleh Tiat Keng Sim.
"Di muka sidang orang bicara dari hal keadilan!" Keng Sim
berkata. "Sebelum perkara jadi terang dan keadilan didapat,
siapa berani menangkap aku?"
Suara itu keren dan berpengaruh. Di antara orang banyak
pun terdengar seruan pujian, suatu tanda pemuda itu telah
peroleh bantuan semangat.
Takahashi mendongkol hingga mukanya menjadi merah
padam.

395
"Baik!" ia berseru. "Kau bilang kapten kapal kami
membunuh orang! Apakah buktinya? Dan kau, kenapakah kau
merobek bendera Matahari kami?"
Keng Sim kasi dengar suaranya yang nyaring: "Kapal
Nippon datang ke Tiongkok, dia mesti turut aturan kita!
Kaptennya itu telah membunuh orang dan merampas barang,
juga telah menyelundupi barang gelap, maka itu, kapal itu
mesti dipandang sebagai kapal perompak! Aku percaya,
negaranya juga tidak bakal akuhi kapal semacam itu sebagai
kapal pemerintahmu! Kapal itu kapal bajak, dia tapinya
mengerek bendera Nippon, itu artinya dia menghinakan
negaramu sendiri! Aku wakilkan kamu menyingkirkan bendera
itu, itu berarti aku telah melindungi kehormatan negaramu!
Maka itu selayaknya kamu berterima kasih padaku!"
Takahashi menepuk-nepuk meja.
"Kau mendustai Kau membela ngawur!" dia berteriakteriak.
Keng Sim tidak pedulikan bentakan itu.
"Bukankah barusan kau menyebut-nyebut tentang bukti?"
dia bertanya. "Aku ada punya buktinya! Di sini ada saksisaksinya!"
Baru si anak muda tutup mulutnya, dari antara orang
banyak muncul seorang wanita yang rambutnya kusut awutawutan,
sembari menangis ia jalan di antara orang banyak
untuk maju ke depan sidang.
"Aku mohon keadilan paduka!" ia berkata, masih ia
menangis. "Suamiku telah dibunuh mati, aku juga dilukai!

396
Barang-barangku telah dirampas semua, yang dapat dirampas
pulang tidak ada separahnya!...”
Dialah jandanya pemilik perahu yang kena dibajak.
Menyusuli nyonya ini, yang terus mengulun, ada belasan
orang lain yang maju ke muka sidang, setiap dua orang dari
mereka ada menggotong bale-bale papan di atas mana ada
rebah kurban-kurban pembajakan, ada yang tangannya
kutung, ada yang kakinya singkal, ada yang luka-lukanya
masih mengucurkan darah. Itulah kurban-kurban pembajakan
dan penganiayaan yang dimaksudkan.
“Inilah semua bukti!" seru Keng Sim. "Apa lagi kamu
hendak bilang?"
Takahashi tidak pernah menyangka orang bisa
menghadapkan bukti-bukti semacam itu, matanya menjadi
terpentang lebar. Sebenarnya ia masih hendak pentang aksi
lagi, untuk menegur, atau lantas datang lagi serombongan
orang dengan dakwaan mereka masing-masing. Satu nenek
ubanan mengadu anaknya kena dibunuh. Ada satu nyonya
yang mendakwa suaminya telah dibinasakan. Yang lainnya lagi
mengadu puteranya dianiaya hingga mati, anak gadisnya
dirampas. Pula ada yang mendakwa rumahnya sudah dibakar
musnah. Suara mereka itu berisik, wanitanya pada menangis.
Takahashi gusar, bingung dan berkuatir. Inilah hebat.
"Usir ini semua babi!" tiba-tiba ia berteriak. Rupanya ia
telah lantas dapat pulang ketabahannya.
Segoshi sudah lantas lompat bangun dari kursinya, untuk
meng-hampirkan para saksi itu, dengan bengis ia hajar roboh
seorang tua, setelah mana ia hampirkan si nenek-nenek.

397
Di lain pihak Egukhi lompat seraya menghunus pedangnya
dengan apa ia membabat Keng Sim.
Pemuda itu lihat bahaya mengancam, dengan gesit ia
berkelit, hingga pedang membabat tempat kosong. Ia tidak
lantas layani penyerangnya ini, hanya dengan berlompat, ia
hampirkan Segoshi, dengan dua tangannya ia jambak
bebokongnya orang yang hendak mencelakai si nenek, hingga
nenek itu menjadi dapat ditolong.
Segoshi pandai jujit-su, ia lantas melenggak, kedua
tangannya dibuang ke belakang, untuk menyekal keras atasan
sikut penyerangnya. Atas ini Keng Sim rapatkan tubuhnya.
Sejenak saja terlihat Keng Sim menggemblok di
punggungnya Segoshi, itu tandanya ia segera bakal dibanting
musuhnya itu. Celaka kalau ia terbanting ke undakan tangga
batu.
Ie Sin Cu melihat tegas, ia kaget, dengan sendirinya ia
lompat, untuk menolongi si anak muda.
Egukhi melihat semua itu, ia girang bukan main. Ia tertawa
dan kata: "Binatang cilik, kiranya ada harinya yang kau roboh
di tangan jagoanku!" Ia tidak cuma mengejek, ia lantas geraki
pedangnya untuk membacok pemuda itu.
Sin Cu masih terpisah jauh, sia-sia ia mencoba menolong.
Orang banyak pun berteriak bahna kagetnya.
Hanya sekelebatan saja, terlihatlah tubuh Segoshi
terjerunuk ke arah Egukhi, menyambut datangnya pedang dan
ke tujuh itu.

398
Egukhi tengah menyerang, tidak dapat ia menarik pulang
pedangnya, maka itu tidak dapat dicegah lagi yang ujung
pedang nancap di dadanya Segoshi.
Segera terdengar tertawanya Keng Sim, yang tubuhnya
mencelat, menyusul mana kedua tangannya melayang ke
kedua kuping orang kupingnya Egukhi!
"Di muka sidang negaraku kau berani mengacau, apakah di
matamu masih ada undang-undang pemerintahku?" pemuda
itu menegur.
Dalam keadaan tanggung seperti itu, tidak keburu Egukhi
menarik pedangnya untuk menangkis serangan. Ia pun kaget
dengan kesudahan itu. Ia tidak menyangka bahwa Keng Sim
berhasil membebaskan diri dan berbalik menjadi si pemenang.
Keng Sim ketahui lawan liehay, ketika kedua tangannya
ditangkap, ia sengaja segera menempelkan tubuhnya,
berbareng dengan itu, belum lagi ia sempat dibanting jeriji
tangannya sudah menotok punggungnya Segoshi, hingga dia
ini kaget, dia merasakan punggungnya itu sakit, gatal dan
kaku. Tentu saja, karenanya, tidak dapat dia meneruskan
gerakannya, untuk mengangkat dan membanting. Sebaliknya,
dia tidak berdaya sama sekali ketika si anak muda dorong
tubuhnya ke arah Egukhi. Maka jadilah dia kurban pedang
bangsanya itu.
Habis dihajar kupingnya barulah Egukhi dapat mencabut
pedangnya. Atas itu Segoshi memperdengarkan jeritan hebat,
dari dadanya darah muncrat menyembur, tubuhnya terus
roboh.
Egukhi kaget dan murka, maka ia lantas tumplaki
kemarahannya kepada Keng Sim. Tapi anak muda itu tidak
ada di hadapannya. Ia kaget bukan main.

399
"Celaka!" serunya. Ia tahu musuh sudah menggeser ke
belakangnya, dari itu dengan sebat ia memutar tubuh. Hanya
sayang untuknya, ia terlambat, selagi ia terlambat, selagi ia
berputar, tangannya yang memegang pedang telah didulukan
disamber Keng Sim. Cuma sekejab saja, tangan itu sudah
menjadi teklok, hingga pedangnya jatuh menggontrang di
lantai!
Keng Sim berlaku cerdik dan sebat, setelah bikin Segoshi
mati kutunya, ia tolak tubuhnya orang itu ke arah Egukhi,
untuk pakai dia sebagai tameng hidup, lalu selagi pedang
nancap dan sukar ditarik, ia melesat ke belakang dan ke tujuh
itu, untuk tanpa menangkis ketika menyamber dengan orang
di saat ia diserang.
Justeru musuh sudah tidak berdaya, dengan satu sontekan
dengan kakinya, Keng Sim bikin pedang musuh itu meletik
naik, untuk ia sambut dengan tangannya. Tapi ia tidak gunai
pedang itu sebagai senjata, hanya dengan memegang itu
dengan kedua tangannya, ia mematahkannya, hingga pedang
menjadi dua potong.
Egukhi roboh karena kesakitan, ia merayap bangun, justeru
itu, ia menyaksikan pedangnya dibikin patah, maka habislah
dayanya.
Keng Sim lemparkan kedua kutungan pedang.
"Budak-budak kate (pendek) ini ada sangat kurang ajar!" ia
lantas berkata dengan nyaring.
"Mereka bernyali sangat besar, berani menggunai pedang
di muka pengadilan, berani menganiaya orang di muka
khalayak ramai! Maka itu, tayjin, aku minta keadilanmu!"

400
Tiehu kaget dan takut sampai tubuhnya gemetaran,
mulutnya bungkam.
Justeru itu Takahashi menggeprak-geprak meja.
"Terbalik! Terbalik!" dia berteriak-teriak.
Menyusuli suaranya wakil Nippon itu, dari pintu belakang
kantor itu muncul dengan mendadak sebarisan serdadu
Nippon yang semua bersenjatakan pedang yang panjang dan
mengkilap, sambil berseru mereka terus menerjang ke arah
Keng Sim.
Barisan itu ada barisan pengawalnya Takahashi. Tidak
dapat mereka itu turut muncul di muka sidang, dari itu mereka
telah diatur bersembunyi di belakang kantor, apabila ada
tanda barulah mereka boleh keluar. Mereka memang bangsa
galak, begitu dengar suara Takahashi, mereka lantas
menyerbu.
Di muka sidang itu, terus sampai di muka kantor, ada
berkumpul ratusan penduduk.
Semua mereka panas hatinya semenjak mereka saksikan
kejumawa-an pihak asing itu, yang tidak menghormati tiehu
dan tidak mengindahkan pengadilan. Mereka gusar melihat si
aki dan si nenek dianiaya, maka syukur mereka dapatkan
Keng Sim turun tangan. Mereka puas dengan kesudahannya
pertempuran itu. Tapi mereka kaget atas datangnya itu
barisan serdadu asing, bahkan beberapa anak muda lantas
mendidih darahnya, melupakan segala apa, mereka maju,
untuk bantu Keng Sim, guna menerjang pasukan asing itu.
Keng Sim tidak berdiam saja yang ia dikepung, ia membuat
perlawanan. Dengan cepat ia robohkan lima atau enam orang.
Tapi musuh berjumlah kira tiga puluh orang, semuanya

401
bersenjata, tidak gampang untuk cepat-cepat merobohkan
mereka semua. Di antara anak-anak muda yang maju,
beberapa orang pun terluka, malah satu orang terbacok
kutung sebelah lengannya.
Di dalam saat itu, Sin Cu telah maju menyerang. Lebih
dulu ia ayun sebelah tangannya melayangkan lima buah
bunga emasnya. Satu musuh dapat berkelit, empat yang
lainnya roboh sebagai kurban senjata rahasia itu.
Setelah itu, Sin Cu menghunus pedangnya, ia membekal
senjata rahasianya dalam jumlah berbatas, tidak dapat ia obral
itu. Maka ia lantas menggunai pedang. Dalam saat kacau itu,
dari arah pintu timur terdengar suara berisik, lalu tertampak
membuinya banyak orang, yang di kepalai oleh satu nona
dengan baju merah, yang tangannya mencekal pedang. Atas
datangnya mereka itu, orang banyak menyingkir ke kedua
belah, untuk memberi jalan. Rombongan itu terdiri dari orangorang
yang dandan sebagai nelayan, senjata mereka adalah
tempuling dan joran pancing besar. Pula lantas terlihat cara
berkelahi mereka yang luar biasa. Setiap dua nelayan menjadi
satu gabungan. Satu yang memegang tempuling menangkis
golok musuh, lantas yang satunya lagi merabu kaki musuh itu
dengan pancingnya, segera musuh itu roboh terguling. Cara
ini tidak pernah gagal, maka dalam tempo yang pendek,
semua musuh itu dapat diringkus, hingga pertempuran lantas
berakhir. Cuma pemimpinnya pasukan itu, yang nampaknya
kosen, mesti dirobohkan si nona dengan sebelah tangannya
ditabas kutung sesudah pertempuran beberapa jurus.
Sin Cu lantas saja kenali nona baju merah itu, ialah Cio Bun
Wan. Maka mengartilah ia sekarang akan duduknya hal.
Pantas Seng Hay San membilangi ia untuk ia jangan berkuatir,
kiranya mereka itu sudah siap sedia.

402
Baru sekarang Takahashi ketakutan. Ia berniat melarikan
diri tetapi kedua kakinya tidak sudi menuruti suara hatinya.
Selagi ia bergemetaran, Keng Sim seret ia dari kursinya, untuk
ditelikung, buat dihadapkan kepada tiehu.
"Budak-budak kate (pendek) ini menghina undang-undang
negara kita, di muka sidang pengadilan mereka mengacau dan
menyerbu, maka itu tiehu tayjin, yang berwenang membelai
negara, tidak dapat tayjin tidak mengurus mereka!" demikian
suara nyaring dari pemuda she Tiat ini.
Tiehu kaget dan ketakutan, sekian lama ia tidak dapat
bersuara.
“Ini... ini..." katanya kemudian, suaranya terputus-putus.
"Bagaimana sekarang...? Kalau nanti perompak kate (pendek)
datang menyerbu kota, bagaimana kita bisa menangkisnya?
Tentara kita berjumlah sedikit sekali..."
Keng Sim tertawakan wedana itu.
"Di sini ada begini banyak orang, kenapa masih berkuatir
tidak ada orang yang menangkis mereka?" ia berkata.
Gedung pengadilan itu, atau lebih benar kantor tiehu, telah
dirumung banyak sekali orang.
"Kita bersedia untuk melawan mereka!" banyak suara
berseru. Tapi juga ada yang berteriak: "Jikalau tiehu tayjin
takut perompak, nah lekaslah angkat kaki, kabur dari sini,
urusan di Tayciu itu, kita yang nanti membereskannya!"
Tiehu berdebaran hatinya. Tahu ia, kalau ia berlaku
penakut terus, rakyat bakal berontak.

403
"Tiat Siangkong," ia lantas berkata, "urusan hari ini aku
serahkan saja padamu untuk menyelesaikannya."
"Untuk membela negara dan lindungi rakyat, itulah tugas
setiap manusia," berkata Keng Sim, "tetapi tayjin adalah
bapak rakyat, dari itu tidak dapat tayjin menyimpang dari
tugasmu. Sekarang marilah kita bekerja sama."
Tiehu tidak punya daya, ia menurut saja. Keng Sim segera
pilih beberapa penduduk yang kenamaan, yang ia tahu
hatinya jujur, maka mereka itu bersama-sama tiehu lantas
diajak berunding, mendamaikan cara untuk melawan kalau
ada serbuan musuh. Sedang semua musuh yang ditawan
berikut Takahashi, dijebluskan dalam penjara untuk ditahan.
Tiehu ingin Keng Sim terus berada bersama ia tetapi si
anak muda menolak.
"Aku masih ada punya urusan lain," pemuda itu memberi
alasan.
Tiehu ingat orang sudah ditahan beberapa hari, mungkin
dia ingin menemui sahabat-sahabatnya, ia tidak dapat
memaksa. Lagi-nya ia kuatir hati si anak muda berubah kalau
ia menggunai paksaan.
Keng Sim segera bertindak keluar, diikuti oleh barisan
nelayan yang tadi dipimpin Cio Bun Wan. Mereka itu bersoraksorai
karena kegembiraannya. Rakyat pun turut bergembira,
sedang tadinya mereka berkuatir sekali menyaksikan aksi
pihak musuh yang garang itu.
Tanpa merasa Ie Sin Cu mengikuti keluar.

404
Bun Wan tidak perhatikan itu "pemuda," adalah Keng Sim
yang melihat orang, tangan siapa ia lantas tarik. Lebih dulu
daripada itu ia mengawasi dengan wajah tersenyum.
"Mari kita pergi bersama!" mengajak Keng Sim.
Karena orang berbicara, Bun Wan menoleh. Melihat si nona
berpaling, Sin Cu bersenyum kepadanya. Bun Wan membalas
mengangguk, ia hanya tetap tawar sikapnya. Sama sekali ia
tidak sudi bicara, hingga Sin Cu pun tidak dapat membuka
mulutnya.
Sin Cu sendiri jengah, merah mukanya. Belum pernah
tangannya dipegangi seorang pria dan sekarang Keng Sim
mencekalnya dan ditarik. Syukur untuknya, mereka berada di
antara banyak orang dan Keng Sim juga tidak memperhatikan
padanya.
Tiga muda-mudi ini berjalan bersama. Mereka diawasi
penduduk, yang berkumpul di jalan-jalan besar. Mereka itu
penduduk yang berdekatan, yang baru saja mendengar kabar
perihal huru-hara di kantor tiehu. Rata-rata orang puji Keng
Sim dan caci bangsa kate (pendek).
Supaya tidak terganggu orang banyak itu, Keng Sim ajak
dua kawannya ambil jalan kecil, untuk menghindarkan diri.
Sampai jauh ia masih dengar suara riuh dari rakyat jelata itu.
"Semakin perompak kejam, semakin naik amarahnya
rakyat," bilang Keng Sim sembari jalan. "Peristiwa hari ini ada
bukti nyata."
Mendengar itu, Ie Sin Cu berkata di dalam hatinya: “Inilah
rupanya sebab kenapa pemuda ini suka serahkan dirinya
ditawan. Dia hendak membangunkan semangat rakyat, dia
mengatur siasatnya itu."

405
Cuma Nona Ie masih belum tahu apa sebabnya selagi tiehu
dan panitya penduduk berunding di dalam kantor, untuk
membicarakan daya akan menghadapi musuh nanti, pemuda
itu meninggalkannya. Adakah urusan lebih penting daripada
daya perlawanan terhadap musuh?
Selagi Sin Cu ingin minta keterangan pada Keng Sim,
pemuda itu sendiri mengawasi ia dan Bun Wan sambil
tertawa. Dia kata: "Apakah kamu berdua telah saling
berkenalan?"
"Hm, bagus sahabatmu!" menyahut si Nona Cio.
Keng Sim heran.
"Saudara Ie ini sungguh satu sahabat sejati," ia bilang.
"Kita berdua berkenalan di permukaan sungai. Pertama kali
aku bertemu dia selagi dia melupakan segala bahaya untuk
menolong seorang nelayan ayah dan gadisnya."
"Dengan begitu dia benar seorang gagah dan mulia
hatinya, cuma..."
Bun Wan tidak melanjuti kata-katanya itu.
"Cuma?..." tanya Keng Sim.
"Cuma dia rada ceriwis..." si nona hendak menyahuti,
hanya karena memandang toasuheng itu, batal membuka
mulutnya. Ia kata saja: "Cuma dia terlalu muda sedikit..."
Keng Sim tertawa. Ia sebenarnya mengandung maksud,
ialah supaya sumoay itu mengikat jodoh dengan "pemuda" ini,
ia hanya tidak tahu, sumoay itu sudah menanam bibit
asmaranya terhadap Seng Hay San.

406
"Saudara Tiat, kau hendak pergi ke mana?" tanya Sin Cu,
yang tidak perdulikan sikapnya Bun Wan.
"Kau sendiri hendak pergi ke mana?" pemuda itu balik
menanya.
"Pasti sekali, aku hendak pulang ke rumahku," jawab Sin
Cu.
"Kalau begitu, aku juga hendak pergi ke rumahmu!" ujar si
anak muda.
Sin Cu heran. Ia lihat orang tidak tengah bergurau. Ia
berpikir: "Dia kata kepada tiehu dia punya urusan penting,
kenapa sekarang dia punyakan tempo luangnya untuk ikut
padaku?" Ia masgul tetapi ia pun girang. Ia jalan terus, ke
rumahnya Thio Hek.
Tidak lama, tibalah mereka. Ketika Sin Cu dipapak Thio
Hek, yang baru keluar dari rumahnya, ia heran, bahkan
terperanjat, sebab nelayan itu ada bersama seorang yang ia
tidak sangka-sangka.
"Kau di sini?" katanya pada orang itu, siapa pun menegur:
"Oh, kiranya kau?"
"Ya, kiranya kau?" Keng Sim pun berkata.
Orang itu ada Seng Hay San, yang tetap dengan
dandanannya sebagai nelayan yang sederhana.
“Ini Seng Toako adalah utusannya Toako Yap Cong Liu,"
Thio Hek lantas mengajar kenal. "Seng Toako yang bakal
mengajak kita pergi kepada Yap Toako itu."

407
"Kapan kau kenal Yap Toako?" Keng Sim tanya sutee-nya
itu. "Kenapa aku tidak tahu? Sumoay membilangi aku, Yap
Toako ada mengirim utusan, aku tanya siapa utusan itu, ia
tidak hendak memberitahukan. Kiranya kau!"
"Selama beberapa bulan ini aku bersama sumoay berada
di tempatnya Yap Toako," Hay San memberikan jawaban,
"bahkan beberapa kali kita sudah pernah bertempur sama
rombongan perompak. Baru beberapa hari yang lalu kita
pulang. Sudah beberapa bulan kau pesiar, suko, tidak ada
ketikanya untuk kita memberi keterangan padamu."
Keng Sim tertawa.
"Kamu telah menjadi dewasa, sekarang kamu pandai
bekerja!" ia bilang. "Aku tadinya menduga kamu masih
berdiam tetap di rumah, memain menangkap burung dan
mengail ikan!..."
Hay San pun tertawa.
"Dalam beberapa hari ini kita memang berdiam di rumah,"
ia mengasi tahu. "Syukur suko tidak ketahui yang kita pernah
meninggalkan rumah, jikalau tidak, kau tentu tidak bakal
mengutus ini saudara Ie datang ke Peksee cun untuk mencari
kita. Di samping itu aku juga menyangka yang saudara Ie ini
adalah bala bantuan yang diundang Yap Toako. Baru tadi aku
terima suaranya Yap Toako, yang menyuruh aku datang ke
mari untuk menyambut seorang gagah dari Shoatang yang
toako undang. Tadinya aku menduga kepada Toaliongtauw Pit
Kheng Thian, siapa tahu sebenarnya ini saudara Ie! Sungguh
kebetulan! Coba kemarin ini aku tidak bertemu sama saudara
Ie ini, pastilah aku dan sumoay telah kena dibekuk si kuku
garuda!"
"Apakah kau pun kenal Pit Kheng Thian?" Sin Cu menyelak.

408
"Belum pernah aku bertemu sama dia," jawab Hay San,
"hanya namanya toaliongtauw dari lima propinsi Utara begitu
terkenal, siapakah yang belum pernah mendengarnya?"
Mendengar itu, Keng Sim mengerutkan kening.
"Nama orang, bayangan pohon," katanya, seperti kepada
dirinya sendiri, "kata-kata ini beralasan juga. Hanya belum
tentu semua orang sama dengan namanya yang kesohor itu.
Maka itu, janganlah kasi diri kita digetarkan oleh nama lain
orang. Aku dengar Pit Kheng Thian ada pemimpin partai Kaypang
di Utara, sekarang dia menjadi kepala kaum kangouw,
rupanya dia berhak juga memangku kedudukannya itu."
Seng Hay San tidak kenal Kheng Thian, ia berdiam saja,
tidak demikian dengan Ie Sin Cu. Biar ia tak berkesan baik
terhadap pemimpin kaum pengemis itu, ia kurang senang atas
pandangannya Keng Sim ini. Ia kata dalam hatinya:
"Kau belum pernah ketemu Pit Kheng Thian, kenapa kau
menimbang secara begini sembrono? Apa mungkin seorang
pemimpin pengemis tak dapat menjadi pemimpin kaum
kangouw seumumnya?"
Keng Sim ada dari keluarga berpangkat, ia pun pandai ilmu
surat berbareng ilmu silat, maka itu, pandangannya mengenai
orang kangouw ada sedikit berlainan, rada memandang
enteng. Sin Cu adalah lain. Nona ini benar ada puteri tunggal
dari satu menteri, tetapi Ie Kiam bukan sembarang orang
berpangkat, ia beda dari menteri-menteri lainnya. Ie Kiam
telah jadi menteri, tapi di rumahnya ia suka bekerja kasar, ia
tidak bawa lagaknya si menteri yang agung dan mulia. Sin Cu
mewariskan sifat ayahnya ini. Sudah begitu, ia pun
terpengaruh Thio Tan Hong, gurunya yang sederhana, yang
kenyang mengumbara dan pernah merasai pelbagai

409
penderitaan, sedang sahabat-sahabatnya adalah kaum
kangouw. Mungkin Sin Cu tidak cocok dengan semua orang
kangouw tetapi sedikitnya ia sangat menghargai mereka yang
gagah dan mulia hatinya.
Biar bagaimana, Sin Cu hargai sepak terjangnya Keng Sim,
maka itu, cuma sebentar, lantas lenyap perasaannya tak puas
barusan.
"Kuku garuda apa itu?" Keng Sim tanya Hay San. "Kenapa
mereka ganggu kamu?"
"Katanya kuku garuda itu, dia mendengar kabar suhu
sudah pulang, dia lantas datang untuk melakukan
penangkapan," Hay San menerangkan.
Keng Sim heran.
"Apakah artinya ini?" katanya. "Memangnya suhu bersalah
apa?"
“Itulah aku tidak tahu," jawab Hay San.
Keng Sim melirik pada Bun Wan.
"Aku juga tidak tahu," berkata si nona, suaranya kurang
tegas.
Sin Cu pun heran sekali.
"Cio Keng To mencuri pedang di dalam istana di mana dia
mengacau, karenanya dia kabur ke luar negeri," ia berpikir.
"Tiat Keng Sim ada murid kepalanya, kenapa sebagai murid
dia tidak ketahui itu? Nampaknya Bun Wan tahu duduknya
hal, mengapa ia tidak mau memberi keterangan pada suhengnya
ini?"

410
Coba Sin Cu menghadapi ini setahun berselang, tentu ia
sudah membeber rahasia kepada Keng Sim, tetapi sekarang ia
telah punyakan pengalaman, ia mulai mengenal dunia, dapat
ia mengendalikan diri. Ia berpikir pula: "Cio Keng To menutup
rahasia terhadap muridnya, mesti ada sebabnya. Halnya Keng
To mencuri pedang di istana, sedikit sekali orang yang
mengetahuinya, cuma thaysucouw serta beberapa orang lain.
Suhu percaya aku, maka itu ia tuturkan aku rahasianya
sejumlah orang kangouw , dari itu mana boleh aku bicara
sembara-ngan."
Karena ini, ia terus menutup mulut.
Hay San pun berkata pula: "Maksudnya Yap Toako yaitu
aku mengantarkan kedua saudara ini ke sana, habis itu,
sepulangnya aku, aku mesti membantu tentara rakyat di sini
membelai kota Tayciu. Kau sendiri, suheng, bagaimana
sikapmu?"
“Itu pun baik," berkata Keng Sim. "Nanti aku pujikan kau
kepada tiehu. Kau, Cio Sumoay, kau bagaimana?"
"Aku juga ingin berdiam di sini membantu Seng Suko,"
sahut si nona.
"Yap Toako sangat mengharap bantuan kau, suko," kata
Hay San. Keng Sim berpikir. "Begitupun baik," ia menjawab.
"Tentang ini aku mesti pulang dulu, untuk memberikan tahu
ayahku. Katanya Yap Toako lagi menghadapi kesulitan, di
mana urusan menentang musuh penting sekali, seharusnya
saja aku pergi ke sana."
Pemuda ini bicara secara tawar, sikap ini tidak memuaskan
Sin Cu. Keng Sim seperti beranggapan, asal ia pergi, urusan

411
akan beres. Tapi kapan Sin Cu ingat orang liehay dan berani,
sekejab itu juga lenyap lagi perasaan tak puasnya itu.
Sampai di situ, mereka berpisahan. Di waktu magrib Keng
Sim kembali, agaknya ia kecewa.
"Begitu lekas ayah dibebaskan, dia lantas berangkat
menuju ke ibukota propinsie," ia beritahu. "Ah, jauh-jauh aku
pulang, untuk menolongi ayah, tapi sekarang aku tidak dapat
bertemu dengannya..."
Ia menjadi sangat masgul. Kembali Ie Sin Cu menjadi
heran.
"Hubungan antara ayah dan anak sangat erat," ia pikir,
"kenapa Tiat Hong pergi tanpa tunggu lagi selesainya perkara
puteranya ini? Adakah orang yang memaksakan kepergian-nya
itu atau ia pergi karena saking kuatirnya berdiam di sini lebih
lama pula?"
Hay San tidak tahu apa yang si "pemuda" pikir.
"Habis sekarang apa suheng hendak turut kami pergi
bersama?" ia tanya kakak seperguruan itu. "Kita berangkat
besok."
Keng Sim angkat kepalanya, sambil dongak, ia
bersenanjung:
"Orang gagah itu, darahnya disiarkan ke daiam debu, maka
kaiau negara di daiam susah, mana sempat dia mengurus
rumah tangga? Pergi, tentu pergi!"
Demikian besoknya Sang Hay San berangkat bersama-sama
Ie Sin Cu, Thio Hek dan Tiat Keng Sim. Mereka meninggalkan
Tayciu, Hay San yang menjadi penunjuk jalan. Baru dua hari,

412
sampai sudah mereka di tempat yang termasuk daerah
pengaruh tentara rakyat. Itulah sebuah gunung di tepi laut,
gunung yang menjadi cabangnya gunung Sian Hee Nia, cukup
tinggi dan lebat hutannya, markasnya berada di dalam rimba.
Selagi memasuki gunung, mereka lihat tentara rakyat tengah
memotong kayu dan atau menanam sayur, pakaian mereka
cumpang-camping, tandanya mereka hidup sengsara, tetapi
mereka bekerja dengan gembira, sembari pasang omong atau
tertawa.
Sin Cu kagumi mereka itu.
Keng Sim sebaliknya memikir lain. Katanya dalam hatinya:
"Mereka ada hanya serombongan yang tak teratur, tidak heran
mereka tidak dapat melawan kaum perompak. Aku harus
membantui Yap Cong Liu mengatur rapi mereka ini..."
Kapan Yap Cong Liu dengar hal kedatangan tetamutetamunya,
ia girang bukan main. Ia lantas mengundang ke
markasnya, ialah sebuah tenda terbuat dari kulit kerbau.
Tenda itu paling jempol tapi toh ada bocornya...
Kapan Sin Cu berempat sudah berada di dalam tenda,
mereka disambut beberapa orang, satu di antaranya berkumis
pendek dan kaku, mukanya hitam mengkilap, bajunya ada
beberapa tambalannya. Dia mirip kuli tani yang kenyang
panas kepanasan dan hujan kehujanan. Dia lantas
menyodorkan dua tangannya yang hitam seraya berkata:
"Setiap hari aku memikirkan kamu, hampir aku mati
karenanya! Inikah Tiat Kongcu?" Dengan kedua tangannya, ia
tepuk pundaknya si anak muda. Terang ia hendak menunjuk
kegirangannya yang luar biasa. Hanya begitu ia menepuk, di
pundaknya Keng Sim bertapak sepasang tangan hitam!

413
Di antara empat pemuda itu Keng Sim yang berdandan
paling perlente dan bersih, tapi sekarang baju itu kena dibikin
kotor.
Orang hitam itu insaf akan perbuatannya itu.
"Ah, aku membuat kotor pakaiannya tetamu agungku!"
katanya, tertawa. Ia lantas saja mengebuti pakaiannya
pemuda itu, gerak tangannya pelahan-pelahan, tetapi
tangannya itu kotor, ia membuatnya baju orang semakin kotor
lagi!
Keng Sim menjadi jengah sendirinya. Ia memberi hormat.
"Adakah ini Yap Tongnia?" ia tanya.
“Tongnia" itu artinya komandan, di sini diartikan komandan
tentara suka rela, tentara rakyat, bukannya komandan yang
diangkat pemerintah, maka itu, si orang hitam tertawa
berkakakan.
“Tongnia... tongnia ... tongnia apakah?" katanya. "Aku
adalah Yap Cong Liu, semua saudara memanggil aku Yap
Loohek si Hitam atau Yap Toako saja, maka itu janganlah
kamu sungkan-sungkan! Ada terlebih tua beberapa tahun dari
kamu semua, baiklah aku aguli ketuaanku itu, jadinya kamu
semua panggillah aku Yap Toako saja!"
Keng Sim kata di dalam hatinya: "Di kota Tayciu setiap hari
orang dengar nama besar dari Yap Cong Liu, semua orang
bilang dialah seorang luar biasa, siapa sangka dialah seorang
dusun tua..."
Pemuda ini menyebutnya orang dusun, ia tidak tahu Yap
Cong Liu berasal kuli parit yang umum paling pandang enteng

414
dan orang-orang sebawa-hannya kebanyakan ada kuli-kuli
parit yang menjadi kawan sekerjanya.
Ie Sin Cu lantas menyampaikan suratnya Pit Kheng Thian
dan Ciu San Bin. Yap Cong Liu buka itu surat dan
membebernya di hadapannya.
"Ah!" katanya, "banyak surat yang kenal aku, aku tidak
kenal mereka! Kau saja yang membacakannya!"
Dengan sembarangan saja ia angsurkan surat itu pada
seorang di sampingnya, orang mana bertubuh melengkung,
dan pakaiannya, walaupun ada tambelannya, cukup bersih.
Rupanya dialah si suya atau ahli pemikir. Dia ini menyambut
surat itu, terus dia membaca.
Bunyi surat melainkan memberitahu rombongan bala
bantuan akan datang lagi beberapa hari, bahwa mereka
bersedia akan bekerja sama guna melawan musuh. Cuma di
suratnya Pit Kheng Thian ditambahkan kata-kata ini: "Sudah
lama aku kagumi nama besar saudara. Penduduk pesisir timur
selatan bebas dari ilas-ilasan perompak, semua itu mengandal
pada tenagamu. Aku diangkat jadi Toaliong-tauw, sebenarnya
aku malu sekali, karena aku tidak punya kepandaian apa-apa,
maka itu aku nanti berdiam di bawah perintah saudarasaudara,
untuk menanti segala titahmu."
Mendengar itu, Yap Cong Liu tertawa terbahak.
"Pit Kheng Thian menulis surat, kenapa bunyinya begini
macam? Tentulah ini surat ditulis oleh suya-nya! Dia kepala
pengemis, aku kepala kuli parit, bukankah kita sem-babat? Dia
lebih liehay daripada aku, aku justeru hendak angkat dia
menjadi toako, hendak aku serahkan semua saudara di sini
untuk dia suruh-suruh, kenapa dia begini sungkan? Tidakkah

415
ini lucu? Hahaha! Pasti ini bukan tulisannya Pit Kheng Thian
sendiri!"
Cong Liu tidak tahu, surat itu ada buah kalam sendiri dari
Pit Kheng Thian. Kepala pengemis itu di luar terlihat kasar,
pikirannya tapi tajam dan halus. Leluhurnya dulu ada panglima
di bawahan Thio Su Seng. Anak cucu leluhur ini diwajibkan
menjadi hweeshio atau paderi lamanya sepuluh tahun, selama
sepuluh tahun itu mereka mesti hidup dari mengemis. Jadi
Kheng Thian bukan sembarang pengemis, maka juga dia
mengarti ilmu surat.
Keng Sim tidak puas dengan kata-katanya pemimpin
tentara rakyat ini. Ia bukannya hendak memperebuti
pengaruh. Hanya sebab Cong Liu sangat memandang tinggi
kepada Pit Kheng Thian. Kenapa, belum lagi orang tiba, Cong
Liu sudah hendak menyerahkan kedudukannya?
Di sini, pandangan Ie Sin Cu beda lagi dari orang she Tiat
ini. Sin Cu justeru memikir: "Pit Kheng Thian sebenarnya
memikir jauh, dia ingin menjadi kepala, tetapi dia berpurapura
merendahkan diri, dia tak sejujur Yap Cong Liu."
Tentara r akyat ini bersarang di atas gunung, di dalam
rimba, barang makanan mereka setiap hari ada beras kasar
dan sayur hutanan, tapi malam ini, untuk menyambut Keng
Sim beramai, istimewa mereka menyembelih seekor babi
hutan. Tapi nasinya tetap ada pesaknya, maka sulit Sin Cu
memakannya. Tetapi Yap Cong Liu sangat ramah tamah, ia
jepit potongan-potongan daging babi yang besar, ia letaki itu
ke dalam mangkoknya Keng Sim dan Sin Cu.
Nona Ie menjadi malu hati, mau atau tidak, terpaksa ia
dahar banyak juga...

416
Malamnya Sin Cu berempat dipernahkan di tenda yang baru
dibangun. Itu pun tenda kulit kerbau, tapi semuanya baru,
maka itu tidak ada bahagiannya yang bocor, tak usah mereka
takuti hujan. Berempat mereka masing-masing mengambil
satu pojokan.
Malam itu Nona Ie sukar mendapat pulas. Ia gulak-gulik, di
depan matanya seperti berbayang beberapa orang.
Pertama-tama petaan Thio Tan Hong, gurunya, lalu Tiat
Keng Sim, si pemuda sahabat yang baru. Habis itu
bayangannya Pit Kheng Thian. Yang terakhir ialah Yap Cong
Liu. "Ya, Tiat Keng Sim rada mirip guruku," ia berpikir. Tibatiba
ia tertawa dalam hati. Sedetik saja, lalu ia merasakan ada
perbedaannya juga, entah di bahagian mana... ia merasa
kepalanya berat akan memikirkan perbedaan itu.
"Yap Cong Liu tolol di mata Tiat Keng Sim, ia tapinya sedikit
mirip dengan guruku," ia berpikir pula, kapan petaan
pemimpin tentara rakyat itu lewat di depan matanya. Juga ia
tak dapat jelaskan kemiripan itu. Nampaknya Cong Liu kasar
tetapi dia jujur dan polos, dia tak pandai mengatur kata-kata.
Mengenai Pit Kheng Thian, kalau dia dibanding sama Tan
Hong, Keng Sim atau Cong Liu, dia agaknya kalah. Petaan
orang she Pit ini lantas kealingan bayangannya Keng Sim.
Orang she Tiat ini justeru masih muda dan tampan, dan
tingkatnya pun berimbang dengan ia, tak seperti Tan Hong
dan Cong Liu.
Berselang dua hari ada datang serombongan nelayan,
jumlahnya dua tiga ratus orang. Mereka di kirim Cio Bun Wan,
yang pernah didik mereka. Seng Hay San pun pernah turut
mendidiknya. Mereka ini bawa berita bahwa di kota Tayciu
sudah berdiri barisan suka rela tetapi kurang pemimpinnya.

417
"Kalau begitu, baiklah saudara Seng yang pulang." Cong Liu
mengasi pikiran.
Hay San suka pulang. Keng Sim juga ingin kembali, tapi ia
dicegah Cong Liu, yang minta ia mendidik barisan nelayan itu.
Maka ia jadi berdiam terus. Setelah rapi mengatur barisannya,
Keng Sim minta ijin dari Cong Liu untuk mulai menggempur
musuh. Komandan itu menolak. Ketika ia majukan lagi
permintaannya, sampai beberapa kali, tetap ia ditolak. Ia
menjadi kurang puas. Diam-diam ia kata pada Sin Cu:
"Tentara ini berdiam lama di gunung, makan dan pakainya
sulit, dengan terus berdiam saja, apakah kita bukan mencari
kemusnahan sendiri? Kita datang ke mari untuk memerangi
perompak, sekarang sudah lewat setengah bulan, kita
terpekur saja, apakah artinya ini?"
Sin Cu tidak habis sabar seperti sahabatnya ini. Ia tenangtenang
saja.
"Yap Toako tidak hendak memberi persetujuan, mungkin
ada sebabnya," ia bilang.
"Sebab apakah itu? Hm! Ia tentunya jeri!"
Biasanya Sin Cu hargakan pemuda ini, sekarang ia
dapatkan orang seperti memandang enteng kepada Yap Cong
Liu, ia tidak puas. Maka dengan dingin ia kata: "Apakah cuma
kau yang bisa berpikir dan lain orang tidak? Menarik bengkung
busur untuk memanah harimau dari gunung Lam San,
menggosok pedang guna menyingkirkan ular naga dari laut
Pak Hay. Apakah artinya itu? Untuk melawan perompak, tidak
perlu kita terlalu tergesa-gesa. Bukankah kau pernah berkata
begini? Siapa tahu kalau Yap Toako tengah bersiap-siap untuk
menarik panahnya dan mengasah pedangnya?"

418
Melihat orang tidak puas dan kata-katanya dipakai
memukul padanya, Keng Sim terpaksa bungkam. Tapi tetap ia
tidak puas, maka ia berpikir: "Aku pandai membaca kitab
perang, dapatkan Yap Cong Liu dibandingkan denganku?"
Cong Liu tidak menggeraki pasukan perangnya, itu bukan
berarti ia berdiam saja. Setiap hari ia ada mengirim mata-mata
untuk mencari tahu gerak-gerik perompak. Demikian itu hari,
seorang mata-matanya pulang dengan berita perompak
hendak menyerbu gunung dari tiga jurusan, bahwa tentaranya
akan sampai di kaki gunung.
Komandan itu bersikap tenang sekali.
"Untuk dapat merayap naik, perompak mesti gunai
temponya setengah harian," ia bilang, "Sekarang kita tengok
dulu gerak-gerik mereka, sesudah itu baru kita mendamaikan
daya untuk menyambut mereka itu..."
Lantas ia ajak Sin Cu dan Keng Sim mendaki puncak, untuk
dari tempat tinggi itu mengawasi musuh. Sin Cu dan Keng Sim
pandai ilmu enteng tubuh, malah Keng Sim hendak
pertontonkan kepandaiannya itu. Sebentar saja mereka
berdua sudah sampai di atas puncak. Kapan Keng Sim
menoleh, ia dapatkan Cong Liu ada bersama. Komandan ini
tidak bermuka merah, napasnya tidak memburu. Keng Sim
menjadi kagum, maka hilanglah beberapa bahagian dari
pandangannya terhadap pemimpin itu, tidak lagi ia tak melihat
mata.
Kaum perompak benar maju dari tiga jurusan timur, barat
dan utara. Dua yang di timur dan utara, barisannya panjang
bagaikan ular. Mereka menyebabkan debu mengepul naik dan
binatang liar lari sera-butan. Yang di barat sebaliknya
berjumlah sedikit, mungkin cuma tiga sampai lima ratus jiwa.
Selagi barisan ini mendaki, di atas udara ada sekumpulan

419
burung terbang lewat, makin lama makin tinggi, sampai
lenyap dari pemandangan.
Sesudah menyaksikan sekian lama, Cong Liu ajak kawankawannya
pulang. Terus ia mengadakan rapat.
Keng Sim bilang: "Kita harus terjang musuh dengan pakai
ilmu perangnya Sun Cu. Kalau tentara kita berlipat sepuluh
kali, kita mengurung, kalau cuma lima kali, kita menerjang,
dan bila hanya satu kali, mesti kita mencoba memecah tenaga
musuh itu. Jikalau tenaga kita berimbang, kita harus rebut
kemenangan, tapi kalau jumlah kita lebih sedikit, harus kita
mundur teratur. Begitu juga kalau kita lebih lemah, kita mesti
menyingkir dari pertempuran."
Cong Liu semua mengawasi. Sejumlah tauwbak, ialah
pemimpin rombongan-rombongan kecil, menjadi heran yang
orang sempat mengapali buku kitab perang.
"Dasar dia mahasiswa, dia pandai mengapal!" kata satu
tauwbak, berbisik.
"Siapa itu Sun Cu? Dia umur berapa?" lain tauwbak
berbisik. "Kalau Sun Cu pasti tidak salah, Loo Cu lebihlebih!..."
Keng Sim nampaknya bangga, ia kata pula: "Sekarang
ternyata tenaga musuh lebih besar daripada kita, kalau kita
memecah diri untuk melayani mereka, pasti kita kalah.
Rombongan musuh di barat lebih lemah, kalau kita lawan
mereka, kita jadi terlebih kuat. Maka mari kita serang
bahagian baratnya itu, kemudian baru kita terjang yang di
timur, kita pasti menang."
"Oh, begitu!" kata si suya. "Kau menyebut-nyebut Sun Cu,
aku jadi bingung."

420
Cong Liu berkata:
"Kita bangsa kasar, kita tidak mengarti ilmu perangnya Sun
Cu. Kalau menurut aku, kalau si perompak kate (pendek)
datang, kita boleh main-main dengan mereka secara
menggiling berputaran..."
"Apakah itu cara menggiling berputaran?" Sin Cu tanya.
"Pernahkah kau lihat keledai menarik penggilingan?" Cong
Liu balik menanya. "Keledai itu lari terputar-putar menarik
penggilingan, lama-lama matanya kabur dan kepalanya
pusing, apabila kita lepaskan dia, dia masih lari berputaran
terus..."
"Apa hubungannya itu dengan cara menyerang si
perompak?" Sin Cu tanya pula.
"Ha, penting hubungannya!" sahut komandan itu, tertawa.
"Kita mesti bikin perompak itu menjadi si keledai tolol, kita
pancing mereka supaya mereka lari-larian dan berputaran di
atas gunung ini. Kita jangan bertempur dengan mereka, kita
hanya berputaran, main petak. Kita kenal baik gunung kita,
kita dapat lari lebih cepat. Secara begitu kita nanti bikin
mereka mati letih."
Pemimpin ini bicara secara biasa, perkataannya gampang di
mengarti, maka semua tauwbak, besar dan kecil, menjadi
kegirangan.
"Akur!" seru mereka. "Mari kita bekerja menuruti akalnya
tongnia. Kita bikin perompak itu mampus kecapean!"

421
"Kitab perang dahulu kala tidak pernah mencacat cara
berperang ini," kata Keng Sim tawar, "Rangsum kita tidak
cukup, apakah bukan kita yang bakal mati lelah?"
"Musuh datang dari tempat jauh, mereka bisa bawa berapa
banyak rangsum?" seorang berkata, "Kita hidup bagaikan
mengandal gunung makan gunung, mengandal air meminum
air, kita pun dibantu rakyat jelata, kenapa kita mesti takut
main penggilingan dengan mereka itu?"
Keng Sim tidak perdulikan orang itu.
"Kalau turut caramu ini, berapa lama kita akan main petak
sama perompak kate (pendek) itu?" ia tanya Cong Liu.
"Tentang temponya tidak dapat dipastikan," pemimpin itu
menyahuti. "Mungkin sepuluh hari, mungkin setengah bulan.
Atau mungkin juga satu bulan..."
"Kalau begitu, sampai kapan dapat kita gebos mereka
hingga ke laut?" Keng Sim tanya pula, tetap dengan tawar.
"Kau takut lawan musuh keras dengan keras, kau dapat
menyingkir dari mereka. Tapi bagaimana jadinya dengan
rakyat yang bersengsara? Apakah kau tidak hendak tolong
mereka? Nah, pergilah kau main petak, aku sendiri hendak
berperang!"
Semua tauwbak menjadi kaget. Cong Liu mengedipi mata
pada mereka itu.
Seorang lantas berkata, keras: "Di antara kita, siapakah
yang tidak berani mati dan jeri menempur musuh? Kau...
kau..."
"Cukup!" Cong Liu menyelak. "Tiat Kongcu juga memikir
untuk negara dan rakyat, kita jangan berisik. Ada alasannya

422
kenapa Tiat Kongcu ingin segera menggempur musuh kita.
Cuma perompak itu licik bagaikan rase, kita mesti perhatikan
itu."
"Perduli apa mereka licik sebagai rase, garang seperti
srigala atau harimau, aku tidak takut!" Keng Sim berkata pula.
"Aku akan bawa barisanku untuk serang mereka!"
Cong Liu menyeringai.
"Kalau begitu, baik, aku nanti kirim orang untuk
membantu," katanya.
"Tidak usah!" Keng Sim menampik. "Kau sendiri baiklah
main petak sama mereka itu!"
Cong Liu antar pemuda itu keluar dari tenda, ia cekal keras
tangan orang.
"Tiat Kongcu, kau hendak berperang, aku tidak dapat
melarang kau," katanya. "Aku cuma harap kau berhati-hati
dalam satu hal..." Pemimpin ini berkata dengan sungguhsungguh,
hati Keng Sim tergerak juga. Maka maulah ia
mendengar apa pesan tongnia itu.
***
"Perompak kate (pendek) itu licik, mereka pandai
menggunai tipu daya, kita harus berhati-hati," berkata Cong
Liu. "Kita mesti jaga tentara sembunyi mereka."
Di dalam hatinya, Keng Sim berpikir: “Inilah pengetahuan
umum dalam urusan perang, tak usahlah kau mengingatinya.
Laginya dari puncak telah aku melihat tegas-tegas, di garis ini
jumlah musuh paling juga lima atau enam ratus jiwa, mana

423
ada tentara sembunyinya?" Maka itu ia menjawab dengan
sembarangan saja: "Aku tahu."
"Di waktu berperang, baiklah pasukanmu ini jangan
dipersatukan," Cong Liu memesan pula. "Kita mesti bernyali
besar tetapi terliti, kita mesti memikir untuk merebut
kemenangan, terutama kita mesti menjaga jangan sampai
kalah. Maka itu baiklah kau memecah barisan, yaitu satu
barisan kecil dijadikan pelopor, untuk maju di paling depan,
guna mencari tahu tenaga musuh. Kau sendiri boleh ambil
kedudukan di tengah. Biarlah Iie Siangkong paling belakang,
untuk menjadi pembantu. Secara begini, andaikata benar kita
menghadapi tentara sembunyi, tidak nanti kita sampai kena
dikurung musuh."
Mendengar itu, Keng Sim tertawa.
"Walaupun aku bodoh, tahu jugalah aku sedikit tentang
ilmu perang!" ia berkata. "Tentang itu tak usahlah saudaraku
memberi petunjuk padaku."
Sebenarnya Yap Cong Liu masih hendak memesan lagi
tetapi satu tauwbak telah datang sambil berlari-lari padanya
mengundang ia lekas kembali ke markas. Maka itu, selagi
hendak berlalu, ia hanya memesan: "Umpama kata benar
saudara sampai bertemu tentara bersembunyi musuh, lekaslah
kau mundur ke timur selatan."
"Aku tahu," sahut Keng Sim tawar, ia mengangguk pelahan.
Jumlah tentara Keng Sim ini ada dua ratus jiwa lebih, ia
kumpul mereka jadi satu pasukan besar, ia titahkan lekas
menuju ke lembah barat, untuk lantas menyambut musuh.
"Tadi Yap Toako pesan..." berkata Ie Sin Cu, untuk
menyadarkan.

424
"Dia tahu apa!" jawab Keng Sim. "Di depan takut pada
harimau, di belakang jeri pada srigala, apakah itu namanya
perang? Aku sudah lihat tegas musuh berjumlah cuma lima
ratus jiwa, tentara kita dua ratus, jadi satu lawan dua, sudah
cukup! Lucu Yap Cong Liu, dia menyuruh aku memecah
pasukanku menjadi tiga barisan. Jumlah kita sudah sedikit,
lalu hendak dipecah tiga pula, habis bagaimana kita dapat
berperang?"
Besar nyalinya anak muda ini, ia percaya akan
kemenangannya kemenangan besar ia sampai tak
memikirkan kemungkinan bisa kalah...
Jalanan sukar tetapi Keng Sim desak barisannya maju
dengan cepat. Dalam tempo dua jam, tibalah mereka di
lembah barat itu. Kecuali Keng Sim sendiri bersama Sin Cu,
semua orang telah mulai bernapas sengal-sengal. Baru tiba di
mulut lembah, mereka sudah dapat lihat satu pasukan musuh,
yang mendatangi dalam rombongan-rombongan dari empat
lima orang. Keng Sim berada di sebelah atas, mereka itu
berada di sebelah bawah, maka itu, mereka itu tengah
mendaki.
"Mari maju!" berseru Keng Sim dengan titahnya, sambil ia
kibaskan pedangnya, pun mendahulukan berlompat maju,
guna mulai menyerang.
Tentara suka rela nelayan itu memang benci perompak
kate (pendek) itu, yang biasa sangat mengganggu mereka,
hati mereka panas, sekarang mereka menyaksikan kepala
perang mereka sudah maju, mereka pun lantas menyerbu,
tanpa takut mati, tanpa menghiraukan mereka masih lelah.
Hebat serangannya Keng Sim. Sejumlah musuh lantas
putus tangannya atau kutung kakinya, atau mereka itu

425
terdupak roboh bergeluntungan ke dalam lembah. Setelah
belasan menjadi kurban, yang lainnya ketakutan dan lari balik.
Tentara nelayan pun menyerbu mereka secara hebat.
Keng Sim tertawa lebar.
"Bagaimana?" tanyanya kepada Sin Cu.
Saking puas, ia menjadi bangga. Sin Cu juga tidak
menyangka musuh demikian tak punya guna, ia menjadi
gembira sekali, maka tempo si anak mudah mengejar, ia turut
memburu.
Tentara perompak itu lari sampai di tempat di mana ada
hutan alang-alang atau rumput, yang tinggi sependirian,
mereka lari serabutan masuk ke dalam situ.
"Biar mereka kabur ke sarangnya, mereka mesti diserbu
dan diseret keluar!" berseru Keng Sim. Ia terus memberi
contoh.
Tentara nelayan itu berani tapi tanpa pengalaman, mereka
memang tengah gembira dan sengit, mereka terus ikuti
pemimpinnya yang kosen itu. Hanya begitu lekas mereka
sudah masuk ke dalam rimba itu, tiba-tiba ada terdengar
dentuman meriam, yang disusul sama teriakan-teriakan riuh
dari empat penjuru. Nyatalah tentara perompak telah
mengatur siasat, di situ mereka menyembunyikan diri, setelah
memancing lawan, sekarang mereka keluar untuk membalas
menerjang.
Keng Sim dan barisannya lantas kena dikurung. Dua
perampok, yang tubuhnya tinggi dan besar, lompat kepada
Keng Sim, untuk menyerang dengan goloknya. Dengan dua
kali tangkisan beruntun, si anak muda dapat menyingkirkan
ancaman bahaya itu.

426
Salah satu musuh itu adalah Otonu dan ke tujuh, yang
pernah diketemukan di dalam kapal upeti, dan kawannya
adalah Sakada Eio, juga dan ke tujuh, maka tidak heran, habis
itu, Keng Sim kena dikurung mereka.
Tentara sembunyi musuh itu berjumlah kira-kira seribu
orang, sama mereka yang tadi memancing, jumlah semua ada
seribu lima ratus lebih, dari itu bisalah di mengerti yang
barisannya Keng Sim jadi kalah lima enam lipat. Maka juga
sia-sia saja tentara nelayan itu mencoba berulang-ulang,
mereka tidak dapat menoblos kurungan. Sebaliknya, mereka
terdesak hingga mereka terkurung makin rapat.
Keng Sim menjadi gusar berbareng cemas. "Awas!" ia
berteriak, lalu ia menyerang hebat dengan jurusan "Batu
pecah, langit gentar." Pedangnya menikam kepada kedua
lawannya, bergantian tetapi sangat cepat.
Sakada Eio berlaku ayal, lengannya bahagian atas kena
ketikam. Otonu dapat berkelit, terus ia hendak menolong
kawannya, tetapi ia kena terbentur hingga terhuyung, hampir
ia jatuh. Keduanya tidak mau mundur, meski yang satu sudah
terluka. Lekas juga mereka dibantui beberapa kawannya lagi.
Maka Keng Sim kembali kena terkurung.
Ie Sin Cu dapat melihat kawannya terancam, ia hendak
membantu, untuk ini, lebih dulu ia robohkan dua musuhnya,
yang mengepung padanya. Belum lagi sampai pada Keng Sim,
bunga emasnya, lima buah, sudah menyamber. Lima musuh
terserang semua, yang roboh hanya dua. Untuk sejenak, Sin
Cu tercengang, tapi segera ia ingat, musuh ada mengenakan
baju lapis. Dua musuh yang roboh itu kebetulan terhajar
tenggorokannya. Musuh yang lain mesti diserang jalan
darahnya, baru mereka bisa dibikin jatuh.

427
Karena ini, ketika Nona Ie menyerang pula, kembali dengan
lima buah bunga emasnya, kali ini ia arah tenggorokan. Ia
berhasil merobohkan tiga musuh. Dua yang lain bebas ialah
Otonu dan Sakada Eio. Hanya celaka Otonu, karena dia
menangkis senjata rahasia, dia kena dibarengi Keng Sim,
meski benar dia bisa menangkis, hebat lengannya terhajar,
hingga tak dapat dia geraki tangannya itu, terpaksa dia lari
pergi. Sakada Eio lantas turut menyingkir.
Keng Sim terlepas dari kurungan, tetapi pasukannya tidak,
mereka masih tetap terkepung, bersama Sin Cu ia mencoba
menyerbu hebat, hanya, tertoblos yang selapis, masih ada
lapisan yang lainnya, demikian seterusnya. Mana dapat
mereka membunuh habis ratusan musuh itu?
Tentara nelayan merasakan kesukaran hebat. Sudah mesti
menangkis musuh, mereka juga menderita dari tusukan ujung
rumput dan duri, hingga banyak yang terluka. Sakit hatinya
Keng Sim menyaksikan penderitaan tentaranya itu.
"Biar aku terbinasa di sini, akan aku dayakan agar kamu
lolos dari kurungan!" dia berseru. Ia putar pedangnya untuk
menyerang hebat sekali.
Musuh membuka jalan untuk ini pemuda yang gagah,
sebaliknya, tentara nelayan mereka pegat terus. Maka itu,
ketika kemudian Keng Sim menoleh ke belakang, ia dapatkan
ia berada sendirian saja, di sana Ie Sin Cu lagi bertempur seru
sama musuh, guna membuka jalan untuk barisannya yang
tetap terkurung.
"Setan alas!" ia mengutuk dalam hatinya. "Aku menyerbu
seorang diri, aku lolos, siapa tahu tentaraku tetap terkurung!
Bukankah mereka itu bisa dapat susah?"

428
Tidak ayal lagi, ia kembali, akan menyerang balik. Segera ia
merasakan kesulitan dengan pedangnya, yang bukan pedang
mustika. Pedangnya itu lekas menjadi puntul.
"Menyesal aku tidak dengar perkataannya Yap Cong Liu..."
katanya masgul.
Sekarang ia menginsafi kekeliruannya. Ketika itu Otonu dan
Sakada Eio, yang sudah dapat beristirahat, datang pula. Maka
itu, pengurungan musuh jadi bertambah kuat, kurungan
menjadi terlebih ringkas.
Keng Sim sangat berduka dan mendongkol karena sia-sia
saja ia menyerang balik, ia tidak sanggup mendekati Sin Cu
atau pasukannya, saking kuatnya pertahanan lawan, yang
merintangi kembalinya itu.
Dalam saat barisan nelayan terancam bahaya kemusnahan
itu, tiba-tiba ada terdengar riuh suara anak panah yang lewat
mengawung di tengah udara, habis mana terlihat datangnya
satu pasukan penolong. Bahkan sekilas lalu saja, satu lapis
kurungan musuh sudah lantas kena didobrak.
Musuh ada menyiapkan dua buah meriam, yang bisa
menembak jauh beberapa puluh tombak, menampak
datangnya bala batuan lawan itu, mereka lantas menembak
dengan meriamnya itu.
Tentara penolong itu mendengar suara mengguntur,
mereka pada jatuhkan diri untuk bersetiarap, dengan begitu
mimis lewat bagaikan hujan di atasan tubuh mereka. Benar
mereka tidak kena tertembak tetapi majunya mereka jadi
terhalang.
Keng Sim menyaksikan itu semua.

429
"Saudara Ie, akan aku membuka jalan untukmu, pergi kau
bikin mampus dua tukang tembak meriam itu" ia kata pada
Sin Cu, habis mana ia menyerang ke arah meriam. Ia
lemparkan pedangnya, ia cekuk dua musuh, untuk diangkat
tubuhnya, buat dibulang-balingkan bagai senjata.
Pusing kepalanya dua perompak itu, dengan goloknya
mereka menyerang kalang kabutan, tapinya yang kena
diserang justeru kawan mereka sendiri, kemudian mereka pun
terbacok golok ngawur, hingga mereka terbinasa.
Keng Sim lemparkan kedua mayat musuh, ia bekuk dua
yang lain, ia pakai pula mereka itu sebagai senjata. Siasat ini
ia pakai berulangkah. Dengan begini ia berhasil membuka
jalan, dan Sin Cu dapat mengikuti. Dari itu setelah datang
dekat kepada meriam, untuk menyerang, si nona segera
gunai bunga emasnya.
Sedetik saja, dua tukang meriam itu roboh binasa, maka
bungkam juga kedua meriamnya.
Di lain saat, barisan penolong dan tentara nelayan berhasil
saling mendekati satu sama lain, untuk menggabungkan diri,
karena ini, mereka lantas bisa bekerja sama. Barisan penolong
itu dipimpin Teng Bouw Cit, atau hutongnia, pemimpin yang
kedua.
Keng Sim girang berbareng likat.
"Mana Yap Toako?" ia tanya.
"Yap Toako menitahkan aku datang menyambut," Bouw Cit
menjawab. “ Toako sendiri membawa pasukannya pergi ke
tenggara, mungkin sekarang ia pun tengah menempur musuh
di jurusan sama."

430
Keng Sim terkejut. Ia tahu jumlah mereka semua, sekarang
Bouw Cit membawa empat atau lima ratus orang, pasti
jumlahnya pasukannya Cong Liu menjadi kecil sekali, tinggal
separuhnya. Dapat mereka melawan musuh di dua jurusan di
sana itu?
"Bagaimana ini bisa?" katanya. "Dia membagi separuh
tentaranya, bagaimana dia bisa melayani dua rombongan
musuh di dua jurusan?"
"Yap Toako bilang, berapa bisa kita lindungi, kita lindungi,"
menerangkan Bouw Cit. “ Toako kenal baik wilayah ini, kau
adalah orang baru, maka itu toako ingin menolong dulu pada
pihakmu. Toako pesan untuk jangan berkuatir."
Keng Sim malu dan menyesal sendirinya.
"Mari kita lantas mundur ke tenggara!" katanya.
Dengan adanya bala bantuan ini, jumlah tentara suka rela
tetap ada terlebih kecil, tetapi Keng Sim membuka jalan, Bouw
Cit mengikuti dia. Sin Cu ambil tempat di tengah. Orang
berkelahi sambil mundur.
Berselang setengah jam mereka berhasil keluar dan rimba
alang-alang itu. Tapi masih mereka berkelahi terus. Lagi
setengah jam barulah mereka tiba di mulut gunung. Pihak
musuh masih mengejar, karena mana, Keng Sim berkuatir.
Mereka telah berkelahi lama dan tujuan masih jauh. Sampai
kapan mereka bisa tiba di tenggara itu akan menggabungi diri
dengan pasukannya Cong Liu?
Sakada Eio dan Otonu kedua dan ke tujuh, telah dapat
beristirahat, dengan sejumlah tentaranya, mereka hendak
mengurung. Untuk itu mereka ambil jalan samping, guna tiba
lebih dahulu di sebelah depan. Lantas mereka pegat jalannya

431
Keng Sim, hingga si anak muda menjadi mendongkol, ia
segera menyerang.
Kalau ia tak selelah itu, dapat Keng Sim pukul mundur
kedua musuh, sekarang ia cuma dapat membikin keadaan
berimbang. Meski begini, ia mesti berkelahi mati-matian.
Karena ia terhalang, Sin Cu turut terhalang juga.
Selagi pertempuran itu berlangsung dahsyat sekali, terlihat
debu mengepul, satu pasukan mendatangi cepat sekali, maka
segera tertampak satu orang dengan toyanya yang besar. Dia
hebat sekali, belasan perompak lantas kena dibikin terjungkal.
"Pit Kheng Thian!" Sin Cu berseru apabila ia telah melihat
tegas roman orang.
Kheng Thian itu memandang si nona, ia tertawa dan
mengangguk, lalu terus ia menghajar musuh. Cepat sekali ia
telah datang dekat. Tanpa membilang suatu apa, ia hajar
Sakada Eio dengan toyanya. Sakada Eio menangkis dengan
goloknya. Dia bersilat dengan ilmu golok Angin Keramat, yang
liehay. Dia memang bertenaga besar sekali. Habis menangkis,
dia bakal membalas menyerang. Dia percaya tangkisannya itu
akan membuatnya senjata lawan terpental. Kali ini tapinya dia
menduga keliru. Begitu kedua senjata bentrok, dia menjadi
kaget sekali, hingga dia menjerit dan tangannya kesakitan.
Telapakan tangannya pecah dan berdarah akibat bentrokan
itu. Inilah disebabkan tenaga besar luar biasa dari si orang she
Pit.
Kheng Thian penasaran yang ia cuma bisa membikin
mental golok musuh, ia terus mengulangi serangannya,
dengan tenaga yang dikerahkan.
"Bagus! Kau terima lagi satu toya!" ia berseru.

432
Sakada Eio menjadi jeri, ia balik tubuhnya, untuk
menyingkirkan diri. Ia dipegat Keng Sim, yang menendang
padanya, lantas saja ia terhuyung, karena dengkulnya adalah
yang kena ditendang itu. Justru itu, datang pula samberannya
Kheng Thian. Tidak ampun lagi, ia roboh dengan polonya
pecah berarakan.
Otonu licik, melihat kawannya terbinasa, ia lantas lari.
Jumlah tentaranya Pit Kheng Thian ini ada seribu lebih,
digabung menjadi satu dengan tentaranya Tiat Keng Sim,
jumlah mereka jadi melebihkan tentara musuh, maka itu,
sebentar kemudian, keadaan jadi terbalik, ialah sekarang
musuh yang kena dilabrak hingga mereka buyar dan lari
kucar-kacir, banyak yang terbinasa dan luka.
Kheng Thian hendak mengejar, untuk melabrak terus tetapi
Sin Cu cegah padanya.
"Lebih baik kita pergi membantui Yap Tongnia ," Sin Cu
usulkan.
"Jangan kuatir,"
Kheng Thian mengasi keterangan. "Aku sudah perintah Pit
Goan Kiong membawa seribu serdadu pergi ke sana."
Sin Cu tetap berkuatir, karena ia tahu musuh berjumlah
besar. Melihat ia sudah menang, Kheng Thian tidak
memaksakan kehendaknya. Keng Sim segera kumpuli
tentaranya dan menghitung. Yang terbinasa dan terluka ada
kira-kira enam puluh orang. Jumlah kurban ini kecil kalau
diingat hebatnya pertempuran, tetapi ia berduka, karena ia
insaf inilah tentara nelayan yang dilatih baik sekali oleh Seng
Hay San. Ia cekal tangannya Sin Cu, sembari menghela napas
ia berkata: "Aku pandai membaca kitab ilmu perang, nyatanya
kepandaian itu tidak dapat dipakai dalam perang yang

433
sebenarnya, buktinya telah terbinasa dan terluka begini
banyak saudara... Ah, mana aku ada punyai muka untuk
pulang dan menemui Yap Toako?"
Pit Kheng Thian lihat pergaulan orang yang erat itu, tak
senang hatinya, tetapi ia bisa mengendalikan diri. Maka sambil
tertawa lebar ia kata: "Menang atau kalah adalah umum
dalam peperangan, buat apa kau pikirkan itu? Kau bertentara
beberapa ratus jiwa, kau bisa layani seribu lebih serdadu
musuh, itu pun sudah bagus! Saudara, apakah she-mu?"
(bersambung)
CATATAN
1) hal 104, pertempuran itu diceritakan dalam Peng Cong
Hiap Eng (Dua Musuh Turunan). Dalam cerita tsb juga
diceritakan hubungan antara keluarga Pit dan keluarga Thio
Tan Hong.
2) hal 125, pertikaian tiga murid Peng Hweeshio diceritakan
dalam Hoan Kiam Kie Ceng (Sebilah Pedang Mustika) dan
Peng Cong Hiap Eng (Dua Musuh Turunan). Setelah sekian
lama menghilang, peta dan harta peninggalan Thio Su Seng,
yang petunjuknya berupa lukisan, akhirnya ditemukan oleh
Thio Tan Hong dalam cerita Peng Cong Hiap Eng

434
PENDEKAR WANITA PENJEBAK BUNGA
(SAN HOA LIE HIAP)
Dituturkan oleh: Bu Beng Cu
Diterbitkan untuk Masyarakat Cerita Silat
Surabaya 2008
Jilid 2
Kheng Thian lihat orang gagah, ia menyangka Keng Sim
menduduki tempat penting dalam tentara rakyat, ingin bergaul
erat dengannya.
Keng Sim perkenalkan dirinya, bahwa ia datang dari Tayciu
untuk menggabungi diri dengan Yap Cong Liu. Kemudian ia
menambahkan: "Pit Toaliongtauw, syukur kau keburu datang.
Terima kasih untuk bantuanmu ini."
Teng Bouw Cit lalu memperkenalkan terlebih jauh, katanya:
"Tuan ini ada putera dari Giesu Tiat Hong, yang di Tayciu
terkenal untuk ilmu silat dan ilmu suratnya. Baiklah kamu
bersahabat."
"Oh, kiranya satu kongcu..." kata Kheng Thian di dalam
hatinya seraya ia lirik anak muda itu. Karena ia melirik, ia
dapatkan Sin Cu, yang sudah lepaskan tangannya yang dicekal
Keng Sim, masih berdiri di damping si pemuda. Kembali timbul
rasa tak puasnya. Maka dengan tertawa tawar ia kata dalam
hatinya: “Ie Sin Cu ada satu wanita gagah, kenapa dia boleh
penujui mahasiswa begini macam?"
Berbareng dengan itu. Kheng Thian lantas ingat bahwa
orang yang Sin Cu paling puja adalah Thio Tan Hong, dan Tan

435
Hong pun seorang mahasiswa. Mengingat ini, kalau tadinya ia
cuma tak senang terhadap Keng Sim, dengan tiba-tiba saja ia
jadi bersikap "bermusuh" terhadap pemuda itu...
Sebaliknya adalah Tiat Keng Sim. Ia mulanya memandang
enteng kepada orang sebangsa Kheng Thian ini, tapi setelah
kekalahannya apa yang orang bilang, ia menyangka saja
mereka itu sahabat-sahabat erat, dari itu, ia turut tertawa.
Malam itu semua orang bergembira, maka juga Yap Cong Liu
melakukan keistimewaan, ialah ia menitahkan menyembelih
belasan ekor babi untuk mereka berpesta, guna memberi
selamat atas kemenangan mereka.
Keng Sim telah gunai satu ketika akan secara pribadi
menghaturkan maaf kepada Cong Liu.
Pemimpin itu tertawa, ia kata: "Tidak ada artinya! Aku
cuma pernah lebih sering bentrok sama perompak kate
(pendek) itu, aku jadi terlebih berpengalaman sedikit. Setelah
aku pikirkan, kata-katamu tentang ilmu perang Sun Cu itu
benar beralasan. Bukankah kau telah bilang, menurut kitab
Sun Cu itu, kalau musuh banyak dan kita sedikit kita mesti
menyingkir dari perang mati-matian? Aku pikir, memang satu
kali kita toh mesti bertempur secara memutuskan dengan
musuh perompak ini! Untuk itu, kita mesti mencari daya yang
paling menguntungi kita. Laoko, lain kali akan aku minta kau
menutur kepadaku tentang ilmu perang Sun Cu itu. Sudikah
kau, Laoko, menerima murid setolol aku ini?"
Keng Sim jengah sendirinya. Ia lihat Cong Liu pandai
merendah, meski sudah berjasa besar, dia tidak jumawa, dia
tidak mengagulkan diri. Ia kata: "Sekarang barulah aku insaf,
membaca kitab perang saja masih belum berarti. Aku berlagak
pintar, aku main kunya kata-kata Sun Cu, aku pakai bukan di
tempatnya! Pantas aku kalah. Cuma satu hal aku minta toako
sudi menerangkan padaku..."

436
Cong Liu tetap merendahkan diri.
"Baiklah Tiat Siang-kong yang memperka-takan itu, nanti
kita merunding bersama," ia bilang. Ia lantas saja ketahui
tabiat pemuda ini, maka itu, ia lantas bawa lagaknya
merendah.
"Toako," Keng Sim menanya, "kenapa kau ketahui musuh
mengatur tentara sembunyi?"
Cong Liu bertindak ke luar tenda sambil tertawa. Ia lihat di
luar tangsi, anak buahnya lagi repot menyembelih babi dan
kambing, suara mereka riuh. Jauh di atas rimba terlihat
burung-burung berter-bangan, masih ada yang belum terbang
jauh. Ia kata: "Tadi pagi di waktu kita memeriksa di atas
puncak, bukankah di sana tertampak banyak burung berterbangan?"
Ia maksudkan hutang alang-alang.
Tiba-tiba saja Keng Sim sadar.
"Ya!" sahutnya. "Jikalau di sana tidak ada tentara
sembunyi, tidak nanti burung-burung itu kabur terbang. Yap
Toako, kau pandai sekali memikir!"
“Inilah tidak berarti!" Cong Liu masih tertawa. "Setiap
orang tani mengetahui tentang ini, aku cuma pakai itu dan
memindahkannya ke medan perang..."
Keng Sim malu sendirinya. Ia mengarti sekarang bahwa
kepandaian tidak terdapat di buku saja.
Besoknya selagi berpesta, Yap Cong Liu mengajukan usul
mengangkat Pit Kheng Thian menjadi congciehui, yaitu
pemimpin umum, untuk pergerakan mereka menentang
perompak kate (pendek). Ia sendiri rela menjadi pembantu

437
saja. Tentang ini, ia sudah mengasi penjelasan kepada
orangnya, yang tidak menyatakan sesuatu.
Kheng Thian sangat setujui usul itu, meskipun di mulutnya,
di muka orang banyak berulang-ulang ia menampik. Ia
menanti saja saatnya untuk menerima "dengan terpaksa."
Adalah justeru sejenak itu, Keng Sim campur bicara.
"Tidak, inilah tidak dapat!" katanya. "Yap Toako sudah
sering menempur musuh, kau telah ketahui baik perihal
musuh itu, toako juga ada penduduk setempat, untukmu jadi
lebih banyak yang me-nguntungi. Kalau toako ditukar lain
orang, kendati dia pandai sekali, dalam hal pengalaman, dia
kalah dari toako."
"Tapi Pit Toaliongtauw mengepalai lima propinsi Utara,
sudah beratus kali dia berperang sama tentara negeri,
pengalaman perangnya itu lebih menang daripada aku."
berkata Cong Liu. "Laginya dalam hal menghadapi perompak,
kita harus bekerja sama, kita harus sering berunding. Aku
menjadi pembantunya toaliongtauw, apakah halangannya?
Toaliongtauw beratus kali lebih pandai daripada aku, baiklah
dia diminta menjadi pemimpin besar."
Keng Sim tidak mau mengarti. Ia tahu tindakannya Kheng
Thian yang bakal diambil: Lagi sekali dia berpura-pura
mengalah, lantas ia bakal menerima. Maka ia berkata pula:
"Memang, buat melawan perompak kita mesti bekerja sama,
bersatu padu! Kalau begitu, buat apa kita saling mengalah?
Laginya, berperang melawan tentara negeri beda dengan
berperang melawan perompak ini. Sekarang ini di pesisir dari
beberapa propinsi, siapa juga mengetahui toako adalah
pemimpin utama tentara rakyat, kalau toako ditukar sama lain
orang, banyak ruginya, sedikit kebaikannya. Toako hendak
menyerahkan kedudukan, itu tandanya toako pandai
menghormati orang sebawahan, dan Pit Toaliongtauw suka

438
mengalah, menampik kedudukan itu, ini pun menandakan
toaliongtauw jujur. Dua-dua toako dan toaliongtauw adalah
orang-orang yang harus dihargakan. Toako, sudah selayaknya
toako menerima baik penampikan toaliongtauw, dari itu harap
toako tidak mengalah terlebih jauh!"
Berpengaruh suaranya Keng Sim ini, maka juga beberapa
orang, yang tadinya setuju pemimpin mereka menyerahkan
kedudukan kepada Pit Kheng Thian, sekarang pada menahan
pula pemimpinnya itu. Bukan main mendongkolnya Kheng
Thian atas cegahannya Keng Sim ini. Tentu saja ia tidak dapat
berbuat apa-apa lagi. Dasar ia pandai membawa diri, lantas ia
tertawa lebar.
"Dasar Tiat Kongcu seorang sekolahan," katanya,
"pandangannya menjadi jauh dan luas, apa yang kukatakan,
telah ia mendahuluinya menguraikan. Ya, Yap Toako, kaulah
harapan orang ramai, jangan kau mengalah pula! Bukankah
perlawanan kepada perompak juga bakal ada hari
penutupnya? Di belakang hari masih banyak sekali urusan
besar dalam mana kita bisa bergandeng tangan dan bekerja
sama!"
Mendengar ini, Sin Cu tergerak hatinya. Ia heran. "Kenapa
Pit Kheng Thian lepehkan pula bahpauw yang sudah masuk ke
dalam mulutnya?" ia kata dalam hatinya. "Mungkinkah ia telah
merubah tabiatnya? Teranglah sudah ia ada mengandung
sesuatu maksud..."
Yap Cong Liu jujur, tidak pernah ia memikir curang, maka
itu, mendengar perkataannya Kheng Thian itu, ia bilang:
"Kalau Pit Toaliongtauw memaksanya, baiklah, aku terima
perintah. Toaliongtauw benar, kecuali perlawanan kita
sekarang terhadap pemberontak, di belakang hari masih ada
banyak urusan dalam mana kita harus bekerja sama. Aku
lihat, baiklah atur begini saja! Sekarang aku tetap menjadi

439
pemimpin tentara rakyat melawan perompak, tapi
toaliongtauw mesti jadi bengcu, kepada ikatan. Bukankah
toaliongtauw telah menjadi bengcu di lima propinsi Utara?
Maka lain kali, akan aku kumpulkan semua orang gagah kaum
Rimba Hijau di dua propinsi Kangsouw dan Ciatkang supaya
mereka memasuki ikatan toaliongtauw itu. Kalau nanti
perompak sudah dapat diusir pergi dan pesisir aman sentosa,
kami semua suka mendengar segala titah toaliongtauw."
Ini pun ada keinginannya Pit Kheng Thian, tapi untuk
sesaat ia masih menampik, setelah ia dibujuk, barulah ia
menerima, maka itu perjanjian lantas diperkuat. Mengenai
ikatan itu, Keng Sim tidak ketarik hati, dari itu, ia tidak campur
bicara. Ia pun tidak menyangka bahwa Pit Kheng Thian ada
menyimpan maksud yang dalam, bahwa Cong Liu hendak
dipakai tenaganya nanti.
Habis upacara perserikatan, Kheng Thian tarik Cong Liu ke
samping, untuk diajak bicara berdua saja. Mereka kasakkusuk.
Sin Cu dapat lihat kelakuan orang itu, ia tidak dapat
menduga apa-apa, ia hanya terkejut sendirinya tempo ia
dapatkan Cong Liu mengawasi padanya sambil bersenyum.
"Apakah bisa jadi mereka bukan sedang berdamai hanya
lagi membicarakan urusan-ku?" si nona menduga-duga. Ia jadi
bercuriga. Ia memandang kepada Kheng Thian, ia pun dapat
orang lagi mengawasi padanya. Lantas saja ia kata dalam
hatinya: "Di antara semua orang ini, yang ketahui aku wanita
cuma Pit Kheng Thian dan Pit Goan Kiong, jikalau mereka itu
membuka rahasia, terang sudah tidak dapat aku berdiam lebih
lama pula di sini."
Hatinya si nona menjadi lega pula kapan kemudian ia
dapatkan Cong Liu bicara terus secara wajar, terhadapnya
pemimpin itu tidak mengubah sikap.

440
Semenjak perginya Seng Hay San, Ie Sin Cu berdiam di
dalam sebuah tenda bertiga bersama Thio Hek dan Tiat Keng
Sim, tetapi malam itu, Yap Cong Liu menitahkan orangnya
membangun tiga tenda lagi, terus dia minta si nona dan Keng
Sim masing-masing menempati sebuah tenda, sebuah tenda
lagi untuk Pit Kheng Thian. Thio Hek tetap menempati tenda
yang lama. Alasan dari ini adalah supaya masing-masing
merdeka.
Keng Sim paling senang kalau orang hargakan padanya, ia
senang dengan ini cara perlayanan. Sin Cu tapinya bercuriga.
Dia halus perasaannya, lantas dia dapat menduga inilah pasti
ada buahnya kasak-kusuk Kheng Thian dengan Cong Liu tadi.
Dia menjadi tidak puas. Dia anggap Kheng Thian kurang
terhormat. Di lain pihak, dia senang mendapatkan sebuah
tenda. Memang dia kuatir, kalau lama-lama tinggal bersama
Keng Sim, pemuda itu nanti curigai atau pergoki dia. Maka itu
dengan gembira dia menghaturkan terima kasih kepada Cong
Liu.
Cong Liu telah mengatur pula pasukannya dengan rapi, ia
pun berserikat sama tentara rakyat di lain-lain tempat. Selama
itu, dia menjadi repot sekali. Pula selama itu, sikapnya
terhadap Sin Cu tidak pernah berubah, hingga si nona raguragu
kalau orang telah mengetahui rahasia penyamarannya
itu.
Lewat setengah bulan, selesai sudah segala pengaturannya
Cong Liu, perhubungannya dengan lain-lain pasukan rakyat
pun sudah erat, maka mulailah ia menggeraki pasukan
perangnya menggempur kawanan perompak. Dalam beberapa
kali pertempuran, musuh bisa didesak balik ke arah pesisir,
sampai di Seeouw, sepuluh lie dari tepi laut. Di sini perompak
itu dapat bertahan sebab mereka dapat bantuan serombongan
ronin, yang baru tiba dari negerinya.

441
Selagi kedua pihak berhadapan, Cong Liu ambil sikap
mengacip atau mengurung, hingga jalanan keluar musuh
tinggallah jalan ke tepi laut. Secara begitu, mereka tidak dapat
molos ke lain wilayah di mana mereka dapat mengacau pula
rakyat pesisir. Di saat Cong Liu hendak menjanjikan satu hari
yang memutuskan, tiba-tiba saja datanglah utusan perompak,
terdiri dari dua orang, yang mengajak pihak tentara rakyat itu
mengirim wakil untuk menghadiri pesta mereka, katanya pesta
musim rontok, di waktu mana sekalian diadakan pertandingan
besar. Di akhirnya ditegaskan, apa pihak tentara rakyat itu
suka mengambil bagian.
Membaca surat undangan itu, Keng Sim tidak puas
terhadap bunyinya. Terang surat itu mesti ditulis oleh satu
pengkhianat, yang menyerah kepada pihak perompak itu. Ia
lantas jelaskan bunyinya surat kepada Cong Liu semua.
"Mereka mengundang kita mengadu kepandaian, pasti
mereka mengandung maksud tidak baik," Keng Sim
mengutarakan dugaannya. "Di jaman Cun Ciu dahulu,
memang biasa terjadi, selagi kedua negara berperang,
peperangan suka ditunda, ialah di musim rontok, untuk kedua
pihak turut ambil bagian dalam pertandingan memanah sambil
menunggang kuda. Sekarang mereka gunai alasan ini, untuk
menunda pertempuran, buat mengadu kepandaian dengan
lain cara. Dulu orang berperang saudara, sekarang lain, malah
sekarang, yang berperang bukan pemerintah Nippon sendiri,
hingga tidak dapat kita menerima mereka sebagai musuh
resmi. Menurut pikiranku, baik kita jangan perdulikan surat
undangan ini dan si utusan kita rangket masing-masing lima
puluh rotan, habis kita usir mereka!"
"Bagus kau masih ada punya kesabaran untuk berbicara
panjang lebar," berkata Pit Kheng Thian. "Paling benar robek
saja suratnya itu!"

442
Yap Cong Liu berpikir.
"Memang perompak kate (pendek) banyak akal bulusnya,"
berkata ia, "tetapi tenaga kita cukup, tidak usah kita berkuatir.
Aku pikir, dia menggunai akal, kita baik menggunai akal juga,
ialah akal lawan akal. Artinya kita terima undangannya dan
pergi mengambil bagian dalam pertandingan itu."
"Toako ada punya daya apa?" Keng Sim tanya.
Cong Liu bersenyum.
"Kita lihat gelagat saja!" sahutnya. "Sekarang kita kirim
wakil kita, yang nyalinya besar, yang umpama kata dapat
membuka jalan dan menyingkir dari kurungan seribu atau
selaksa serdadu musuh..."
"Kalau begitu, aku suka pergi bersama saudara Ie Sin Cu!"
Keng Sim paling dulu mencatatkan namanya.
Kheng Thian melirik kepada anak muda itu, ia tertawa.
"Tiat Siangkong, ini urusan mengadu jiwa!" katanya. “Ini
tak dapat dibanding dengan membuat syairmu..."
Tidak senang Keng Sim mendengar suara itu, air mukanya
sampai berubah.
Cong Liu dapat lihat roman orang, ia segera campur bicara.
"Tiat Kongcu lie hay, pastilah dia tidak bakal gagal,"
katanya. "Laginya ada baik apabila yang pergi lebih banyak
lagi. Pit Toako, apakah kau ada minat mengikut pergi, untuk
turut ambil bagian? Dengan kau turut, segala apa pasti
menjadi terlebih baik lagi."

443
Mulanya tidak ada niatnya Kheng Thian untuk mengambil
bagian, tetapi mendengar Keng Sim hendak pergi bersama Sin
Cu dan si nona setuju, ia menjadi jelus, ingin ia segera
memberikan namanya, hanya malang malang sama
kedudukannya sebagai bengcu, terpaksa ia diam saja.
Sekarang Cong Liu membuka suara, ia lantas gunai ketikanya
itu.
"Toako menitahkan aku, mana berani aku membantah?" ia
memberi alasan.
Habis ini ditetapkan lagi dua nama, ialah Teng Bouw Cit
dan The Kan Louw, dua pemimpin sebawahan dan tauwbak
tentara rakyat. Jawaban diberikan kepada utusan musuh
bahwa besok mereka akan memenuhi janji.
Demikian besoknya, Keng Sim berlima pergi ke tempat
musuh, yang berupa sebuah lapangan terbuka di tepi laut.
Gelanggang luas tetapi seperti penuh oleh beberapa ribu
perompak kate (pendek). Di tengah gelanggang terlihat
belasan jago Nippon tengah berlatih. Mereka ini lantas
menyambut tetamu-tetamunya.
Seorang, yang rupanya menjadi kepala, yang bertubuh
tinggi besar, mengulurkan tangannya, sembari dia berkata
dalam bahasanya: "Orang-orang gagah Tiongkok harus dipuji,
marilah kita bersahabat!"
Kheng Thian majukan dirinya ke depan, ia sambut tangan
orang itu. Ia meyakinkan tenaga kimkong cie, ingin ia
membejak tangan lawan hingga tulang-tulang tangannya
remuk, tetapi waktu ia memencet, ia merasakan jeriji orang
bagaikan jari besi. Tentu saja ia menjadi heran.
Di pihak lain, tuan rumah pun terperanjat. Ia adalah Ishii
Taro, seorang dan ke delapan yang baru tiba dari negerinya,

444
yang liehay yudo dan kendonya, sedang tubuhnya kebal, kuat
bagaikan baja atau besi akibat latihan semenjak dari kecil
tubuhnya direndam obat. Ia pun ingin menghancurkan tangan
tetamunya, ia menjadi kaget merasakan tangan orang keras
sekali, jari tangannya terasakan sakit. Maka lekas-lekas ia
lepaskan cekalannya dan menarik pulang tangannya itu. Ia
tapinya penasaran, ingin ia berjabat tangan sama Sin Cu.
"Tak usah pakai adat peradatan!" berkata si nona, yang
tetap menyamar sebagai pemuda sambil tertawa manis,
berbareng dengan mana sebelah kakinya menjejak sepotong
batu di depannya, hingga batu itu hancur.
Ishii dapat lihat itu, ia terkejut.
"Benarkah pemuda tampan dan halus ini lebih liehay dari
pada kawannya si tubuh kasar ini?" tanya ia dalam hatinya.
Karena ini, ia batal mencoba tenaga tangannya si nona. Ia
tidak menduga Sin Cu sebenarnya menggunai akal, karena
nona ini tak sudi berpegang tangan dengan tangannya yang
kasar dan berbulu. Sin Cu memang mengenakan sepatu yang
berlapisan besi, dan gerakan kakinya dibarengi sama aksi
seperti ia salah angkat kaki dan terjerunuk.
Tanpa banyak bicara lagi, Ishii pimpin tetamu-tetamunya
ke tengah gelanggang di mana ada seorang, yang roman atau
sikap dedaknya menyolok mata sekali. Kedua pempilingannya
naik, romannya jelek, sepasang matanya tajam bersinar.
“Inilah wasit dalam pertandingan ini," Ishii
memperkenalkan. “Ia ada Hasegawa, dan ke sembilan paling
terkenal di negeri kami!"
Diam-diam Keng Sim beramai terkejut. Tidak disangka
musuh mendatangkan jago dan ke sembilan. Maka bisa di
mengerti liehaynya jago ini.

445
Hasegawa ini bersikap temberang. Dia ada dan ke
sembilan, dia tak ingin turut dalaan pertandingan, dari itu dia
angkat diri sebagai wasit, untuk memimpin pertandingan. Dia
mengangguk acuh tak acuh.
"Bagus!" katanya. "Sekarang ini kita tengah berlatih, yang
menang sampai sekarang ini ada Konu Saburo, maka siapa di
antara kamu yang hendak bertanding dengannya?"
Dia omong Nippon, lantas ada yang salin.
Teng Bouw Cit kata pada Pit Kheng Thian: "Lainnya ilmu
silat aku tidak mengarti, untuk tenaga, aku mempunyai
beberapa kati, coba aku yang melayani dia." Lantas ia tindak
meng-hampirkan Konu Saburo.
Cuma saling mengangguk saja, kedua jago itu sudah lantas
mulai bertempur. Mereka bergulat. Tiba-tiba saja, Bouw Cit
kena dibanting. Semua orang Nippon bersorak-sorai.
Keng Sim mengkerutkan kening, pikirnya: "Teng Bouw Cit
ada hutongnia, kenapa dia begini tidak punya guna?" Ia
menjadi masgul.
Bouw Cit terbanting untuk segera merayap bangun, untuk
bergulat pula. Lagi sekali ia kena dirobohkan, tapi lekas juga ia
berbangkit pula akan menantang lagi. Kejadian ini diulangkan
hingga tujuh delapan kali.
Konu kewalahan sedang maksudnya adalah membikin
terluka musuh, agar dia tak dapat berbangkit pula. Bouw Cit
sebaliknya satu jago gwakee, bahagian luar, dan selama
bekerja sebagai kuli tambang beberapa puluh tahun tubuhnya
jadi kuat dan ulat sekali, baru dibanting pulang pergi sebagai
itu, ia bagaikan baru merasa gatal. Ia tidak lantas dinyatakan

446
kalah, sebab menurut aturan pertandingan itu, siapa
terbanting dan dapat lompat bangun pula, dia berhak untuk
melanjuti bergulat.
Lagi sekali mereka bergulat. Hati Konu keder sendirinya.
Bouw Cit sebaliknya tetap tabah. Kali ini ia dapat mencekal
kedua lengan lawannya, sembari berseru, ia kerahkan
tenaganya. Segera tubuh Konu terlempar, jatuh terbanting.
Malang untuknya, kepalanya mengenai batu, kepala itu
berlobang dan mengeluarkan darah, maka juga jangan kata
berlompat bangun, bergeming pun ia tidak dapat.
Pihak Nippon kaget, mereka bersuara riuh. Lalu seorang
masuk ke kalangan seraya memutar goloknya dan berseru:
"Lebih baik kita gunai senjata tajam!"
Ie Sin Cu tertawa haha hihi, ia bertindak masuk ke dalam
gelanggang. Ia tidak menghunus pedangnya, ia hanya
loloskan angkinnya, ialah ikat pinggang terbuat dari sutera.
Pihak tuan rumah menjadi heran, tidak kecuali jagonya,
yang memegang golok itu, ialah Koso, dan ke tujuh. Ia heran
menyaksikan si pemuda memutar-mutar angkinnya itu.
"Eh, kau bikin apa?" tegurnya.
"Bukankah kamu yang bilang hendak mengadu
kepandaian?" Sin Cu membaliki.
"Kalau begitu kenapa kau tidak menghunus pedang?"
"Menurut aturan bertanding bangsaku, untuk mengadu
kepandaian kita mesti melihat pihak lawan," sahut Sin Cu
tenang, "setelah itu baru kita tetapkan cara me- layaninya.
Untuk melayani kau? Tidak ada harganya untuk aku

447
menghunus pedang!..." Ia putar pula angkin-nya, hingga
berkibar dan melilit. “Inilah senjataku!" ia tambahkan sambil
tertawa.
Pembicaraan mereka selalu diterjemahkan tukang salin,
karenanya, sifat mengejek dari Sin Cu menjadi kurang hebat,
dia melainkan dapat dilihat dari aksinya, maka itu Koso
merasa bahwa orang pandang tak mata kepadanya. Ia
menjadi gusar sekali.
"Baik, pakailah sabukmu!" dia membentak, lantas goloknya
menyabat, cepat dan bengis.
"Hure!" bersorak jago-jago Nippon.
Sin Cu berlaku ayal-ayal gesit, ialah tepat golok hampir
mengenakan dadanya, baru ia berkelit. Bagus gerakan
tubuhnya, yang lemas tetapi sebat.
Keng Sim kagum hingga ia berseru memuji nona itu. Tapi
segera ia dapat perasaan aneh, hingga ia kata di dalam
hatinya: "Gesit tetapi halus dan lemas sekali tubuh saudara Ie
ini, kenapa dia mirip sama gerak-geriknya satu nona?" Karena
ini, kalau tadinya ia tidak mencurigai apa-apa, sekarang ia
menjadi berpikir. Ia ingat tidak pernah orang membuka baju
luar dan di waktu mandi, Thio Hek dan ia selalu diminta
menanti di luar. Ia mau percaya atas kebiasaan orang akan
tetapi sekarang? Karena berpikir, ia menjadi diam saja.
Justeru itu ia dapatkan Pit Kheng Thian memandang
kepadanya dengan mata dibuka lebar, ia terperanjat. Ia pun
lantas mendapat dengar sorak yang ramai.
Nyata Sin Cu untuk kedua kali berkelit secara manis dari
bacokan lawannya.

448
Segera datang serangan yang ketiga kali dari Koso. Itulah
ilmu silat golok "Sufu" atau "Angin Keramat." Sinar golok
berkilauan. Sin Cu seperti kena dikurung kiri kanannya, ke
mana tubuhnya berkelit, ke situ golok menyusul.
Dengan gerakannya "Burung ho mencelat ke langit," Sin Cu
berloncat tinggi beberapa kaki, dengan begitu golok lewat di
bawah kakinya ketika Koso menyerang ia yang terakhir.
Kembali sorak ramai, juga dari pihak lawan, karena mereka
ini belum pernah menyaksikan cara berlompat demikian indah.
Belum lagi Koso sempat menarik goloknya, Sin Cu sudah
turun menaruh kaki sejarak setombak lebih dari padanya.
Nona kita bersenyum, sabuknya dikibaskan. Ia berkata: "Tiga
kali sudah kau menyerang, sekarang datang giliranku!"
Kata-kata ini sudah lantas dibuktikan.
Koso membabat, tetapi sabuk melayang lewat, lalu kembali,
maka ia terus ulur tangan kirinya, guna menyambar, niatnya
untuk membetot. Ia berlaku sangat cepat tetapi buktinya,
sabuk terlebih cepat pula, tidak dapat ia mencekal. Setelah itu,
ikat pinggang itu menyambar pula.
Berulang-ulang Koso disambar pergi datang, ia menangkis,
ia gagal. Ia mau menangkap, ia gagal pula. Sabuk menyambar
berulang-ulang, tidak pernah mengenai sasarannya, akan
tetapi dengan begitu Koso repot sendiri, hingga sebentar
kemudian, ia bermandikan keringat.
Di matanya para hadirin, sabuk Sin Cu bergerak bagus
sekali, manis untuk ditonton, di mata Koso, hebatnya bukan
main, karena saban-saban ia terancam bahaya bakal kena
disambar dan dililit. Kalau ia kena menjadi sasaran, pasti
celakalah ia. Paling untung ia bakal terlempar tubuhnya. Lagi

449
sesaat, dari bermandikan peluh, Koso menjadi pusing
kepalanya dan kabur matanya. Terlalu hebat mesti mengikuti
gerak-geriknya sabuk, ia mesti berputaran tak tuasnya.
Ie Sin Cu terdengar tertawa terkekeh, lalu itu ditutup
dengan seruannya: "Kena!"
Kali ini sabuk menyamber golok, golok lantas ditarik keras.
Terlepaslah senjata itu dari tangannya Koso, terus terlempar
tinggi, hingga sinar peraknya berkilauan di antara sorot
matahari, memperlihatkan suatu bayangan. Cepat terbangnya
golok itu, cepat juga melayang turunnya. Orang semua kaget,
ada di antaranya yang mencoba menyingkir. Tapi golok jatuh
lempang ke arah Koso sendiri.
"Hebat!" memuji Keng Sim. Ia mendapatkan sabuk Sin Cu
bukan cuma membuatnya golok terpental, itupun diberikuti
ilmu melepas senjata rahasia. Tidak demikian golok tak akan
kembali ke arah pemiliknya.
Sin Cu pandai menggunai kimhoa, bunga emasnya, dan kali
ini, golok Koso ia terbangkan menuruti gerakan ilmunya itu
melepas senjata rahasia, maka golok turun menyamber
menuruti kehendaknya. Itulah kepandaian ajarannya In Lui
yang liehay.
Sampai di situ orang lantas dengar satu suara tertawa yang
rada luar biasa, segera terlihat munculnya seorang Nippon,
yang terus mendekati gelanggang. Dia membawa sehelai
tambang, yang ujungnya dikalak hidup, tambang itu segera
diayun, dilemparkan ke arah golok, maka sekejap saja, golok
itu kena disambar, terus ditarik. Di lain saat, goloknya Koso
sudah berada di dalam genggamannya.
Keng Sim kagum untuk caranya menggunai bandring atau
lasso itu. Tapi itu pun menjadi tanda, pihak Nippon tidak dapat

450
dipandang ringan, di antara mereka itu ada orang-orang yang
liehay.
Pihak Nippon bersorak-sorai, antaranya ada yang menyebut
nama jagonya itu. Keng Sim mengarti bahasa orang, maka
tahulah ia, pelempar lasso jempolan itu bernama Kagawa
Ryuki, dan ke delapan. Dalam bala bantuan Nippon itu ada
satu jagonya dari dan sembilan dan dua dan delapan. Dan
sembilan ialah Hasegawa, dia tidak turun bertanding. Dan
delapan yakni yang satu adalah penyambut tetamu tadi, Ishii
Taro, dan yang lainnya Kagawa Ryuki ini. Mereka ini berdua
disiapkan untuk melawan musuh paling tangguh, mereka
bakal keluar di saat terakhir, siapa tahu, dua kali pihak
lawannya menang beruntun dan Sin Cu mempertontonkan
sabuknya yang liehay itu hingga mau atau tidak, Kagawa
mesti lantas maju.
Setelah menanggapi golok, Kagawa Ryuki lilitkan lassonya
di lengannya.
"Mari kita mencoba-coba!" dia menantang. "Kau boleh
gunai senjata apa kau suka, aku siap sedia untuk
melayaninya!"
Penterjemah segera salin kata-kata yang menantang itu.
Belum lagi Sin Cu memberikan jawabannya, tahu-tahu
sabuknya telah disambar lasso orang dan terus ditarik, hingga
ia kena terbetot dua tindak. Ia menjadi kaget sekali.
Kagawa tidak berhenti sampai di situ. Dia tertawa terkekeh,
tetapi tangan kirinya bergerak. Dengan begini dia
membuatnya lassonya, yang panjang tiga tombak lebih,
menjadi pendek. Di pihak lain, dengan satu gerakan yang
menyusuli itu, dia membuatnya golok Koso di tangannya
melesat menyambar lawan!

451
Semua gerakan terjadi cepat bagaikan kilat berkelebat,
tetapi juga Sin Cu tidak mau menyerah kalah. Setelah kena
terbetot, hatinya menjadi tenang dan mantap. Bagaikan kilat
ia bergerak, sebelah tangannya turut bergerak pula, lalu
"Tas!" putuslah lassonya Kagawa sebelum lasso itu sempat
ditarik pulang. Sekarang orang lihat di tangan Sin Cu terdapat
sebuah pedang pendek yang tajam mengkilap.
Tubuhnya Kagawa berputar, lantas golok Nippon itu
terkutung dua, karena Sin Cu kembali menggunai pedangnya
yang tajam itu. Tapi ia pun bukannya tidak berkurban. Ujung
sabuknya kena disambar musuh, yang menariknya keras
sekali, hingga sabuk itu putus!
Kegagalan Kagawa ini membuatnya masgul dan malu,
hingga ia berdiri diam di pinggiran gelanggang itu.
Sin Cu putus sabuknya tetapi ia merasa puas sekali.
"Awas!" sekonyong-konyong terdengar peringatannya Keng
Sim.
Nona Ie terkejut, sebab tahu-tahu Kagawa, dengan
sebatang golok, sudah menerjang tanpa tanda apa juga.
Sedang barusan saja dia berdiri diam. Sin Cu boleh gagah
tetapi dalam hal pengalaman dan kelicinan, ia kalah dari
lawannya ini, yang sebagai dan delapan, telah ulung dalam
pelbagai pertempuran. Dia berdiam hanya menggunai akal,
setelah lihat lawannya alpa, dia lantas membokong. Dia
membekal goloknya yang tajam, sedang tadi dia pakai
goloknya Koso.
Kaget Sin Cu mendengar suaranya Keng Sim. Syukur ia
tabah dan dapat berlaku tenang dan gesit. Tidak ada jalan
lain, ia lantas melenggak sebatas pinggang, berkelit dengan

452
gerakan "Jembatan papan besi," rambutnya hampir
mengenakan tanah. Dengan begitu, golok lewat cuma sedikit
di atasan mukanya.
Kembali riuh sorak-sorainya pihak Nippon, yang bergembira
berbareng menganjurkan jagonya.
Tentu sekali nona kita menjadi mendongkol sekali. Ia
menekan ujung pedangnya tanah. Selewatnya golok di
mukanya, ia geraki kedua kakinya, untuk berlompat bangun,
untuk berdiri pula, sembari berlompat, tangannya diayun.
Dengan ujung pedangnya ia membabat lengan lawannya itu.
Kagawa pun sebat sekali, dapat ia berkelit, cuma karena
ayal sedikit, ikat pinggangnya, sehelai ban kulit, kena
terlanggar ujung pedang hingga putus.
"Bagus!" berseru Pit Kheng Thian, nyaring suaranya, hingga
ia membuatnya pihak Nippon bungkam, sedang tadi mereka
girang bukan kepalang, suara mereka sangat riuh. Selagi
Kheng Thian berteriak itu, teriakannya Keng Sim telah
menyusulinya.
"Celaka!" demikian suaranya si orang she Tiat ini.
"Apa?" tanya Kheng Thian kaget, suaranya pun tergandet.
Nyatanya Kagawa Ryuki tidak berhenti sampai di situ. Ia
belum mau menyerah kalah. Dengan tiba-tiba tangan kirinya
menyambar lengan Sin Cu, tangan kanannya, yang memegang
golok, membacok ke pundak si nona.
Sebenarnya Sin Cu hendak membikin kutung golok lawan,
ia cuma berhasil memutuskan tali pinggang saja, sekarang ia
dibarengi lawannya itu ia terancam bahaya. Dalam hal ilmu
golok, Kagawa ada jago nomor tiga di negerinya. Ilmu

453
goloknya itu pun dapat dipakai menyerang terus menerus.
Inilah justeru hebatnya.
Dengan terpaksa Sin Cu berkelit sambil mengentak
tangannya dengan tiba-tiba, dengan begitu ia menjadi lolos
dari bahaya, tetapi waktu ia hendak membalas menyerang, ia
segera dirabu, dihujani bacokan-bacokan yang dahsyat sekali.
Ia menjadi repot membela diri. Dengan begitu, ia menjadi
terdesak.
Kagawa menang di atas angin tetapi ia tidak dapat lantas
merebut kemenangan terakhir. Sia-sia saja rangsakannya itu,
percuma beberapa puluh bacokannya, tidak ada satu yang
mengenai sasarannya.
Maka kemudian ia campur pakai ilmu silat "Tanpa golok."
Artinya ia bisa berkelahi dengan tangan kosong dan dengan
tangan kosong itu dapat merampas senjata musuh. Ini ilmu
mirip sama ilmu "Tangan kosong memasuki rimba golok" dari
ilmu silat Tionghoa, melainkan cara bergeraknya yang
berlainan.
Nona Ie kena didesak, karenanya, ia mengandal kepada
keringanan tubuhnya, kepada kegesitannya berkelit atau
bergerak.
Menampak pihaknya kembali menang di atas angin, orangorang
Nippon membuka pula suaranya, untuk memuji
jagonya, buat membantu menganjurkan semangat orang.
Keng Sim dan Kheng Thian mulai berkuatir untuk Sin Cu.
Orang pun terdesak.
Sin Cu tapinya tidak terdesak hingga ia tidak berdaya.
Melainkan sebentar saja ia kalah angin, atau segera terjadi
perubahan pula. Ialah di dalam rangsakannya Kagawa, ia

454
terus bergerak cepat, melesat sana dan melesat sini, saban ia
berada dekat lawannya, ia mulai main menotok. Perubahan ini
membuat hatinya Keng Sim dan Kheng Thian menjadi lega.
Biar bagaimana, Sin Cu adalah muridnya Thio Tan Hong, ia
pun cerdas sekali dengan melihat keadaan, ia lekas dapat
mengimbanginya. Ia mencari bahagian-bahagian yang lemah
dari musuh. Biar bagaimana sebat orang mainkan goloknya, ia
masih menang lincah, maka kemenangan bahagian ini ia
pergunakan. Ia berkelebatan menggunai ilmu silat ajaran In
Lui ialah "Menembusi bunga mengitarkan pohon."
Ilmu silat In Lui ini berdasarkan gerakan tubuh
"memindahkan wujud, menukar kedudukan," tubuh bergerak
seperti menari, cepat dan halus, menarik dipandangnya. Keng
Sim menjadi sangat ketarik hatinya, hingga ia memuji.
Mendengar ini, Kheng Thian mengkerutkan alisnya dan
mengawasi orang dengan mata tajam...
Kagawa juga bukan seorang bodoh. Ia tidak mau mengikuti
orang berputaran secepat itu, sebaliknya ia gunakan
kecepatannya di lain pihak. Ialah ia menyerang dengan
bengis, maksudnya untuk mendahului turun tangan dengan
berhasil.
Beberapa puluh jurus lewat pula. Habis ini, Sin Cu nampak
kendor gerakannya.
"Kau berputaran pesat sekali, tenagamu habis sendirinya,"
pikir Kagawa. Ia lantas menanti ketika yang baik, atau
mendadak ia membacok hebat.
Kelihatan tubuh Sin Cu terhuyung ke depan, seperti yang
hendak jatuh. Melihat itu, semua orang Nippon sudah lantas
bersorak. Belum lagi suara mereka berhenti, atau suara "Buk!"

455
menyusulnya, terlihatlah tubuh Kagawa yang besar itu
terlempar dan terbanting setombak lebih, goloknya pun
berada di tangan lawannya, yang terus mematahkannya
menjadi dua potong. Sin Cu telah menggunai tipu daya, selagi
ia disusuli serangan, ia mendak berkelit, tangannya menotok
jalan darah kwangoan hiat dari musuh, hingga sejenak saja,
kaku tubuh Kagawa, dengan begitu, setelah goloknya
dirampas, tubuhnya itu ditolak naik dengan kaget dan keras.
Sampai dia telah terbanting. Kagawa masih tidak mengarti
akan kekalahannya itu. Pihak Nippon menjadi heran dan
membuatnya berisik, lalu satu di antaranya majukan diri,
untuk menantang berkelahi. Dialah Ishii Taro, dan delapan.
Pit Kheng Thian tahu Nippon ini mesti lebih liehay daripada
Kagawa, ia berniat maju guna menggantikan Sin Cu, tapi
belum lagi ia maju, ia ingat di sana masih ada Hasegawa dan
sembilan. Sebagai toaliongtauw, kepala ikatan, pantas kalau ia
melayani dan sembilan itu. Ia cuma tidak tahu aturan
bertanding cara Nippon, kalau bukan sama tingkat, dan
sembilan tidak dapat turun tangan.
Tengah Kheng Thian bersangsi itu, Keng Sim telah
bertindak ke gelanggang. Ia mejadi girang berbareng
berkuatir. Kata ia di dalam hatinya: “Ishii Taro sebanding
dengan aku, mana Keng Sim bisa menjadi tandingannya?"
Sejenak kemudian ia berpikir pula: "Pihak kita sudah menang
tiga babak, kalah satu babak tidak apa. Biarlah ini anak
sekolah tolol dapat bagiannya, supaya lenyap
temberangnya!..."
Ishii Taro dan Keng Sim sudah lantas bertanding. Hebat
pukulannya Ishii berat dan dahsyat anginnya. Di depan dia,
Keng Sim berlaku ringan dan gesit. Setelah belasan jurus dan
merasa mengetahui ilmu silat orang, Keng Sim mulai

456
mendesak, kedua tangannya keluar saling susul dengan
lincah.
Pihak Nippon kembali menjadi heran. Mereka agulkan ilmu
silat golok mereka paling jempol, sekarang mereka lihat orang
yang bisa melayani jago mereka itu. Hebat keduanya saling
serang.
Beberapa waktu lagi telah lewat. Tiba-tiba terdengar
seruannya Keng Sim: "Kena!" Dan bebokongnya Ishii kena
ditepuk, hingga jago itu terhuyung. Dia tidak roboh. Cepat
sekali dia menahan tubuhnya, terus dia membalik diri dan
tertawa. Adalah itu waktu, mendadak dia membalas
menyerang.
Keng Sim menyerang tetapi ialah yang merasakan
tangannya sakit. Ia seperti menghajar besi. Tentu saja,
karenanya ia terkejut atas datangnya serangan, yang dimulai
dengan suara tertawa. Lekas-lekas ia berkelit ke kiri, sikutnya
diangkat naik, dengan begitu, pundaknya cuma terbentur
sambil lalu, ia hanya terhuyung sedikit.
Ishii heran bukan main, sedang ia percaya ia bakal
menghajar ringsak musuhnya ini.
Sekarang Keng Sim tahu orang kuat dan kebal, rupanya
kekebalan itu sama dengan Kimciongtiauw atau Lonceng Emas
atau Tiatpousan atau Baju Besi. Sementara Ishii ingat akan
ilmu silat Tionghoa bahagian dalam, Iweekang, yang
keistimewaannya gesit dan dapat meminjam tenaga lawan. Ia
pikir: "Siapa nyana mahasiswa lemah ini sempurna ilmu
dalamnya..." Meski dia memikir begitu, dia tidak jeri. Dia
percaya betul ketangguhan tubuhnya sendiri.
Segera keduanya bergebrak pula. Setelah beberapa puluh
jurus, beberapa kali Keng Sim dapat menghajar tubuh

457
lawannya, tidak dapat ia membuat orang roboh atau
kesakitan, hanya ia sendiri yang merasa tangannya sakit.
Percuma saja serangannya itu, ia malah membikin Ishii murka
dan berkaokan. Ia sendiri dua kali kena diserang tetapi ia
dapat mengegos tubuhnya, ia lolos dari bahaya.
Setelah lagi beberapa jurus mereka masih tetap seri,
mendadak Keng Sim lompat keluar kalangan seraya berseru
dalam bahasa Nippon: "Tahan!"
"Kenapa?" Ishii tanya.
"Bukankah kita seri saja?" Keng Sim balik menanya.
"Benar."
"Kalau begitu percuma kita bertanding terus, tidak ada
artinya."
"Habis kau hendak menyudahi saja? Tidak, tidak dapat!
Pihakmu telah menang tiga kali dan kali ini belum ada
keputusannya."
"Dengan bertempur secara begini, tidak bakal ada
akhirnya." Keng Sim bersenyum.
"Habis kau ingin berbuat apa?" Ishii menegaskan.
"Baik kita gunai lain cara. Kau pukul aku tiga kali, aku pukul
kau tiga kali juga. Di waktu aku hajar kau, kau tidak dapat
berkelit, kau tidak boleh membalas. Demikian juga aku."
"Tapi, kalau tetap tidak ada yang kalah juga?"
"Usul aku yang majukan, kalau kita seri, anggaplah aku
yang kalah," Keng Sim kasi kepastian.

458
Ishii girang, ia terima baik cara bertanding begini. Ia benar
tangguh tetapi setelah kenyang dihajar lawannya, sedikitnya ia
merasakan sakit juga di tubuh bagian dalamnya, hingga ia
pikir: "Kalau aku terus bertempur, mungkin aku akhirnya
kalah. Syukur dia adalah satu telur busuk!" Lantas dia tanya:
"Siapa yang memukul lebih dulu?"
Keng Sim tertawa ketika ia memberikan jawabannya: "Kami
ada bangsa terhormat dan menghormati tetangga, maka
pastilah sekali suka aku mengalah untuk kau yang memukul
lebih dulu." Ia lantas gunai kakinya membuat guratan bundar
di tanah, dua lingkaran, untuk mereka seorang satu. Ia pun
menambahkan: "Siapa yang keluar dari lingkaran dia pun
terhitung kalah."
"Bagus!" seru Ishii. "Aku berterima kasih yang kau suka
mengalah."
Keduanya lantas mengambil lingkarannya masing-masing,
berdiri berhadapan. Ishii bernapsu sekali, segera ia ayun
kepalannya dan menyerang. Ia mengarah muka orang. Ia
pikir: "Biar Iweekang kau liehay, kau toh tidak bisa
melatihdirimu menjadi berkepala besi!"
Keng Sim mendak, maka kepalan lewat di atasan embunembunannya.
Hebat serangan Ishii, karena ia tidak mengenai sasarannya,
tubuhnya maju ke depan hampir roboh. Keng Sim sebaliknya
berdiri diam, tubuhnya tidak miring, kakinya tidak bergerak,
maka itu bukan dinamakan berkelit.
"Masih ada dua lagi!" kata Keng Sim sambil tertawa. "Kau
incarlah biar tepat!"

459
Ishii pikir perkataan orang benar, ia harus mengincar biar
betul. Keng Sim sudah lantas mengerahkan tenaga dalamnya,
ia pasang dadanya. Ishii memasang mata, terus ia
menyerang. Kesudahannya, ia menjadi sangat heran, ia
seperti menghajar besi, kepalannya itu mental balik.
"Tubuhnya kuat seperti besi, seperti tubuhku saja,"
pikirnya.
"Nah, tinggal satu lagi!" berkata Keng Sim tertawa. "Kau
hajarlah!"
Ishii tidak membilang suatu apa, sembari menekuk
dengkul, untuk memasang kuda-kuda, ia menyerang perut
lawannya. Ia telah kerahkan tenaganya. Ia pikir, perut lemah,
tidak nanti perut dapat dibikin kuat seperti besi. Ketika
kepalannya mengenai sasarannya, kembali ia terkejut. Kepalan
itu seperti memukul kapok, lalu kena tersedot. Belum lagi ia
sempat menarik pulang kepalannya itu, Keng Sim sudah
mengeropos semangatnya, perutnya dibikin melem-bung
kaget. Maka Ishii kena tertolak keras, dia terpental mundur
beberapa kaki.
"Nah, sekarang giliranku!" kata Keng Sim tertawa. Ia
angkat tinggi kepalanya.
Ishii berdiri tercengang, herannya bukan buatan. Ia sampai
memikir musuh menggunai ilmu siluman. Tentu sekali,
sekarang hatinya gentar. Tempo ia pandang Keng Sim, ia
melihat sepasang alis yang berdiri, dua biji mata yang tajam,
kepalan yang diangkat tinggi tetapi tidak segera dikasi turun...
Bagaikan persakitan, Ishii diam saja, hatinya ciut. Beberapa
kali pundaknya diangkat. Cuma sebentar ia jeri, lantas ia
besarkan hatinya. Ia tetap dan delapan.

460

"Telur busuk, kau hendak memukul atau tidak?" akhirnya ia

menegur. Ia jadi mendongkol.

Keng Sim tidak menjadi gusar, bahkan dia tertawa.

"Aku akan segera memukul!" katanya, tetap tertawa. Ia

benar lantas memukul, tetapi, belum lagi mengenai tubuh

orang, ia sudah menarik pulang. ia menggertak.

Ishii pengkeratkan lehernya, tubuhnya minggir sedikit,

pundak kirinya diangkat naik, seperti untuk membentur

kepalan. Tapi kepalan Keng Sim telah ditarik pulang, percuma

segala gerakannya itu untuk membela diri. Malah kaki

kanannya menggeser setindak.

"Bagerol" dia mendamprat saking sengit.

Justeru ia bersuara, justeru serangan datang, tepat kepada

pundak kanannya, di tulang piepee, karena tidak bersiap

sedia, ia mesti mundur dua tindak, hampir ia keluar dari lingkaran. Ia terkesiap, peluhnya mengucur keluar ketika ia lihat kakinya hampir keluar dari rel...

Keng Sim cerdik, ia menduga bahagian lemah dari lawan ada di punggungnya, ia lalu mencari ketika untuk menyerang ke bahagian anggauta itu. Tapi Hasegawa pun cerdik sekali, dia dapat menduga hati musuh. Malah dia lantas memberi peringatan kepada kawannya: "Awas, si telur busuk hendak menggunai akal! Jagalah punggungmu, berdiri tegar, jangan miring!"

Keng Sim mengarti bahasa Jepang, ia kagum untuk Hasegawa. Tetapi, berbareng dengan itu, ia pun sadar, maka dengan lantas ia menyerang. Tangannya dibawakan dari samping, ia juga tidak meninju hanya menekan jalan darah soankie hiat di dada.


DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar