Pendekar Wanita Penyebar Bunga (San Hoa Lihiap) Bagian 5
Dan sekarang ia menghadapi
pula lain "pemuda," hatinya menjadi goncang. Jangan kata untuk
memperoleh kemenangan, guna membela diri saja ia merasa sulit. Maka itu,
mengetahui Cio
Keng To sudah pulang, ia
kaget.
Justeru kepala Gielimkun itu
kaget, justeru Sin Cu kirim tusukannya yang liehay. Sia-sia saja Tonghong Lok
membela diri, pundaknya kena juga ditusuk, hingga tulang pundaknya
terpapas sebagian. Ia lantas
berlompat, dengan melupakan sakitnya, ia membuang dirinya ke tanah, untuk lari
bergulingan di tanah mudun.
Itulah tanda jeri yang
berlebihan, sebab Sin Cu tidak menguber, hanya sembari tertawa, dia putar
tubuhnya untuk menghampirkan si muda-mudi.
"Nah, sekarang tentulah
kau percaya aku!" katanya pada si nona.
Nona itu tidak menyahuti, ia hanya
mendelik!
Si pemuda maju, untuk memberi
hormat.
"Terima kasih untuk
bantuan kau!" ia berkata.
"Kita repot bertempur,
sampai kita tak sempat belajar kenal!" kata Sin Cu sembari ia membalas
hormat. Ia bicara sambil bersenyum.
Nona itu tetap membungkam.
Adalah si pemuda, yang menyahuti dengan cepat.
“Inilah sumoay-ku, Cio Bun
Wan," ia memperkenalkan.
"Aku sendiri Seng Hay
San. Sumoay-ku ini adalah puterinya Cio Lookiam-kek, guruku."
Bun Wan menoleh dengan cepat.
"Kau toh bukan hendak
berbesan dengannya, untuk apa kau menjelaskan hal keluargaku!" katanya
kepada si anak muda.
Sin Cu tidak menjadi kurang
senang, sebaliknya, ia tertawa geli. Bun Wan rupanya merasa bahwa ia sudah
terlepasan bicara, wajahnya lantas menjadi merah sendirinya.
Seng Hay San tidak layani
sumoay itu.
"Orang toh sudah
mengetahui namanya suhu?" katanya,
pelahan. “Ia pun bukannya
orang lain, ada apa halangannya
untuk memberi
penjelasan?"
"Aku bernama Ie Sin
Cu," Sin Cu berkata, tak
memperdulikan suheng dan
sumoay itu, yang ia anggap
Jenaka lagak lagunya.
"Guruku ialah Thio Tan Hong. Dengan
sebenarnya kita bukanlah orang
luar!"
Seng Hay San terkejut hingga
ia mengeluarkan suara
tertahan dan lompat mencelat.
"Pantas kau begini
liehay, kiranya kau muridnya Thio
Tayhiap!." ia berseru.
Si nona pun heran, ia sampai
angkat kepalanya, akan awasi
"pemuda" itu.
"Thio Tan Hong kesohor
gagah dan mulia, kenapa dia ambil
murid begini ceriwis?" ia
kata dalam hati kecilnya.
Sin Cu tidak ambil perduli
sikapnya dua orang itu.
"Guruku sudah lama mengagumi
gurumu yang kesohor," ia
berkata, "sampai sebegitu
jauh guruku tidak berjodoh untuk
389
membuat pertemuan dengan
gurumu, maka itu sekarang
hendak aku mewakilkannya untuk
menghadap Cio
Lookiamkek. Aku minta encie
Bun Wan sukalah mengajak aku
menemuinya."
"Terima kasih, sebenarnya
kita tidak berani menerima
kunjunganmu," berkata Hay
San, yang mendahului si Nona
Cio.
Thio Tan Hong benar masih muda
dibanding sama gurunya
tetapi Sin Cu omong demikian
merendah, Hay San menjadi
malu hati. Ia memang jujur dan
polos sekali. Ia pun heran
atas sikap sumoaynya. Katanya
di dalam hati: “Ini orang she
Ie begini halus dan sopan,
kenapa sumoay bilang dia ceriwis?"
"Tarolah kata ayahku ada
di rumah, dia pasti tidak nanti
menemui kau!" kata Nona
Cio dingin. Agaknya hatinya
menjadi panas pula.
"Sumoay, kau
kenapa..."
Hay San heran, ia tanya adik
seperguruan itu, tapi ia
dipotong si sumoay.
"Kau... kau apa?" Si nona pun mendelik.
Sebenarnya Hay San hendak
menanya, kenapa adik itu
bersikap tak manis, karena ia
dipegat, ia lantas merubah
haluan.
"Bukankah suhu sudah
pulang ?" demikian ia tanya.
"Kenapa suhu tidak ada di
rumah?"
"Siapa yang bilang ayah
sudah pulang?" si nona membaliki,
suaranya tawar.
"Toh kau yang
mengatakannya tadi..." katanya.
390
"Kau melihat memedi
barangkali! Kapannya aku bilang
begitu?"
Hay San menjadi heran sekali.
"Rupanya aku salah
dengar," ia bilang. "Kuku garuda tadi
bilang suhu sudah pulang maka
juga dia telah datang ke
mari."
"Memang beberapa hari
yang lalu ayah telah minta
pertolongan membawa surat,
katanya lagi beberapa hari dia
bakal pulang dengan naik
kapal," berkata si nona. "Sampai
sekarang ayah belum balik. Hm,
kuku garuda itu liehay
kupingnya, maka pantaslah dia
dapatkan tikamannya!..."
Tiba-tiba si nona berhenti
bicara. Ia ingat bahwa yang
menikam si kuku garuda adalah
si pemuda ceriwis...
"Jikalau begitu, aku
tidak berjodoh untuk menemui Cio
Lookiamkek," berkat a Sin
Cu. Ia agaknya menyesal.
Bun Wan masih bersikap tawar,
ia tidak memberikan
penyahutan.
Sin Cu berdiri dengan hati tak
enak. Ia tahu sebabnya sikap
dingin dari si nona. Tadi ia
telah kesalahan berbuat kurang
manis. Karena terpaksa, ia
rangkap kedua tangannya seraya
berkata: "Pesan lisan
dari Tiat Keng Sim telah aku sampaikan,
di sini sudah tidak ada urusan
apa-apa lagi, aku meminta diri."
"Terima kasih untuk
bantuan kau ini, saudara Ie," berkata
Hay San sambil ia membalas
hormat.
"Tentang Tiat Suheng,
kami sudah mendapat tahu.
Memang sengaja Tiat Suheng
meminta kau menyampaikan
pe-sannya itu, supaya kami
dapat berkenalan denganmu. Itu
391
pun menandakan, Tiat Suheng
pandang kau bukan seperti
orang luar. Mengenai urusan
Tiat Suheng itu, dari terancam
bahaya dia pasti bakal
mendapatkan keselamatannya,
tentangnya tak usah saudara
buat kuatir."
Ada maksudnya kenapa Hay San
menyebutkan Sin Cu
bukan orang lain. Perkataannya
itu sebenarnya ditujukan
kepada Cio Bun Wan. Sin Cu
sebaliknya menjadi heran.
Kenapa Tiat Keng Sim menyuruh
ia menyampaikan pesannya
itu? Mengenai urusannya Keng
Sim sendiri, rupanya pemuda
itu sudah mengatur segala apa.
Apakah siasatnya itu? Ia tidak
tahu, Keng Sim ingin ia datang
ke Peksee cun, untuk belajar
kenal sama Cio Bun Wan. Hanya
sayang, kejadiannya ada di
luar dugaan Keng Sim. Sebab ia
justeru bentrok sama Nona
Cio...
Sin Cu kembali ke kota, bertemu
sama Thio Hek, ia
tuturkan pengalamannya selama
dua hari.
Thio Hek pun heran atas
sikapnya Keng Sim itu, tak dapat
ia menerkanya.
"Tentang Yap Toako ,
sudah datang beritanya," kemudian
ia pun memberi keterangan.
Katanya nusa lagi bakal ada
datang orang untuk berhubungan
sama kita. Cuma nusa lagi
itu ada harian pemeriksaan
atas dirinya Tiat Keng Sim oleh
tiehu bersama pihak Nippon...
Sin Cu ketarik hati, ia
agaknya heran.
"Bagaimana kau bisa
ketahui halnya peperiksaan itu?" ia
tanya.
"Tentang itu telah ada
permaklumannya," menjawab Thio
Hek. "Banyak orang telah
membilang hendak menonton
sidang itu."
392
Pemeriksaan secara terbuka itu
ada keinginannya Tiat Keng
Sim, ia menang dari tiehu.
Pihak Nippon menerima baik
permintaan itu karena
kepercayaannya tak bakal terjadi
sesuatu.
"Kalau begitu,"
berkata Sin Cu kemudian, "di harian sidang
itu, kau baik berdiam di
rumah, untuk menanti orang yang
akan berhubungan dengan kita.
Aku hendak pergi menonton."
Thio Hek terima baik
pengaturan itu.
Sidang yang bakal dibuka itu
adalah hal baru untuk kota
Tay-ciu. Ada luar biasa yang
tiehu hendak periksa perkara
bersama-sama pihak asing, dan
peperiksaan itu terbuka untuk
khalayak ramai. Tapi untuk
kebanyakan penduduk, yang
mengarti keadaan, mereka itu
mendongkol dan penasaran.
Mereka membenci pihak asing
itu, mereka tak puas terhadap
tiehu, yang dikatakan pengecut
sebab sudah membiarkan
pihak asing mencampuri tahu
wewenangnya.
Demikian di harian
peperiksaan, sejak pagi sudah
berkumpul banyak orang di muka
kantor, untuk menyaksikan
sidang. Di antara orang banyak
itu, Sin Cu menyelipkan
dirinya.
Kira tengah hari, tiehu dari
Tayciu muncul bersama seorang
pembesar Nippon yang tubuhnya
gemuk. Melihat orang asing
itu, banyak orang mengangkat
tangannya untuk menunjuk.
"Dialah wakil Nippon,
namanya Takahashi!" kata seorang.
Takahashi itu datang bersama
dua pengiring, salah satu di
antaranya Sin Cu kenali
sebagai Egukhi, dan ke tujuh. Yang
satunya lagi, menurut katanya
seorang penduduk, adalah
393
Segokhi, perwakilan militer
Nippon di Tayciu, dan dia katanya
ada dan ke enam.
Kapan tiehu sudah duduk di
muka meja pengadilan, ia
bawa aksinya. Ia menepuk meja,
lantas ia mencabut sebatang
ciam, yang ia terus lemparkan.
"Bawa menghadap si orang
jahat!" ia memberi titah. Ciam
itu ada tanda kekuasaannya
untuk memanggil persakitan atau
terdakwa.
Perintah itu di jalankan
seorang hamba polisi, maka tak
lama kemudian, Tiat Keng Sim
telah dibawa menghadap.
Pemuda itu bersikap gagah. Dia
tidak bertekuk lutut,
sebaliknya dia berdiri tegar,
sepasang matanya yang bersorot
bengis mengawasi ke arah si
orang asing.
Takahashi gentar hatinya
menyaksikan sikap gagah itu.
Tapi ia menggeprak meja.
"Orang jahat yang
bernyali besar! Tahukah kau
kesalahanmu?" ia menegur.
Ia mendahulukan tiehu. Ia bicara
dalam bahasanya, lalu ada juru
bahasa yang
menterjemahkannya.
"Tidak tahu!" sahut
Keng Sim keras.
"Kau telah membunuh orang
dan merampas barang!"
bentakTakahashi. "Kau
sudah pukul mati seorang kapten kapal
Nippon, kau telah rampas
barang-barang dari kapal itu! Kau
juga sudah begitu berani
merobek-robek bendera Matahari
Terbit kita! Kesalahanmu telah
nyata, kau mesti dihukum
berat! Eh, tiehu, aku bilang,
Tidak usah kau memeriksa lagi.
Biarlah Kolonel Segoshi yang
menjalankan hukuman potong
kepadanya!"
394
Jumawa wakil ini. Kata-katanya
yang belakangan itu
ditujukan kepada tiehu.
Keng Sim tertawa dingin. Ia
kata: "Kau harus ketahui, lebih
dulu daripada itu Kapten kamu
sudah bunuh orang Tionghoa,
sudah merampas
barang-barangnya, dan di sebelah itu ada
belasan orang lain yang sudah
dilukakan! Aku lakukan
perbuatanku itu untuk membela
keadilan, umpama benar aku
telah membunuh orang, itu
berarti satu jiwa ganti satu jiwa!
Barang-barang yang aku rampas
itu asalnya ada barangbarangnya
kapal Tionghoa. Kapalmu
sendiri itu hari juga
sudah lari menyingkir, mana
dapat kamu menampak
kerugian!"
Takahashi menjadi gusar
sekali, dia menoleh kepada tiehu.
"Tiehu, apakah boleh satu
penjahat mengacau di muka
pengadilan?" ia menegur.
"Bawa dia pergi!"
***
Tiehu kaget dan ketakutan,
mukanya menjadi pucat dan
tubuhnya gemetaran. Ia telah
cabut pula sebatang ciam tetapi
tidak berani ia
melemparkannya, karena ia ditatap dengan
mata bengis oleh Tiat Keng
Sim.
"Di muka sidang orang
bicara dari hal keadilan!" Keng Sim
berkata. "Sebelum perkara
jadi terang dan keadilan didapat,
siapa berani menangkap
aku?"
Suara itu keren dan
berpengaruh. Di antara orang banyak
pun terdengar seruan pujian,
suatu tanda pemuda itu telah
peroleh bantuan semangat.
Takahashi mendongkol hingga
mukanya menjadi merah
padam.
395
"Baik!" ia berseru.
"Kau bilang kapten kapal kami
membunuh orang! Apakah
buktinya? Dan kau, kenapakah kau
merobek bendera Matahari
kami?"
Keng Sim kasi dengar suaranya
yang nyaring: "Kapal
Nippon datang ke Tiongkok, dia
mesti turut aturan kita!
Kaptennya itu telah membunuh
orang dan merampas barang,
juga telah menyelundupi barang
gelap, maka itu, kapal itu
mesti dipandang sebagai kapal
perompak! Aku percaya,
negaranya juga tidak bakal
akuhi kapal semacam itu sebagai
kapal pemerintahmu! Kapal itu
kapal bajak, dia tapinya
mengerek bendera Nippon, itu
artinya dia menghinakan
negaramu sendiri! Aku wakilkan
kamu menyingkirkan bendera
itu, itu berarti aku telah
melindungi kehormatan negaramu!
Maka itu selayaknya kamu
berterima kasih padaku!"
Takahashi menepuk-nepuk meja.
"Kau mendustai Kau
membela ngawur!" dia berteriakteriak.
Keng Sim tidak pedulikan
bentakan itu.
"Bukankah barusan kau
menyebut-nyebut tentang bukti?"
dia bertanya. "Aku ada
punya buktinya! Di sini ada saksisaksinya!"
Baru si anak muda tutup mulutnya,
dari antara orang
banyak muncul seorang wanita
yang rambutnya kusut awutawutan,
sembari menangis ia jalan di
antara orang banyak
untuk maju ke depan sidang.
"Aku mohon keadilan
paduka!" ia berkata, masih ia
menangis. "Suamiku telah
dibunuh mati, aku juga dilukai!
396
Barang-barangku telah dirampas
semua, yang dapat dirampas
pulang tidak ada
separahnya!...”
Dialah jandanya pemilik perahu
yang kena dibajak.
Menyusuli nyonya ini, yang
terus mengulun, ada belasan
orang lain yang maju ke muka
sidang, setiap dua orang dari
mereka ada menggotong
bale-bale papan di atas mana ada
rebah kurban-kurban
pembajakan, ada yang tangannya
kutung, ada yang kakinya
singkal, ada yang luka-lukanya
masih mengucurkan darah.
Itulah kurban-kurban pembajakan
dan penganiayaan yang
dimaksudkan.
“Inilah semua bukti!"
seru Keng Sim. "Apa lagi kamu
hendak bilang?"
Takahashi tidak pernah
menyangka orang bisa
menghadapkan bukti-bukti
semacam itu, matanya menjadi
terpentang lebar. Sebenarnya
ia masih hendak pentang aksi
lagi, untuk menegur, atau
lantas datang lagi serombongan
orang dengan dakwaan mereka
masing-masing. Satu nenek
ubanan mengadu anaknya kena
dibunuh. Ada satu nyonya
yang mendakwa suaminya telah
dibinasakan. Yang lainnya lagi
mengadu puteranya dianiaya
hingga mati, anak gadisnya
dirampas. Pula ada yang
mendakwa rumahnya sudah dibakar
musnah. Suara mereka itu
berisik, wanitanya pada menangis.
Takahashi gusar, bingung dan
berkuatir. Inilah hebat.
"Usir ini semua
babi!" tiba-tiba ia berteriak. Rupanya ia
telah lantas dapat pulang
ketabahannya.
Segoshi sudah lantas lompat
bangun dari kursinya, untuk
meng-hampirkan para saksi itu,
dengan bengis ia hajar roboh
seorang tua, setelah mana ia
hampirkan si nenek-nenek.
397
Di lain pihak Egukhi lompat
seraya menghunus pedangnya
dengan apa ia membabat Keng
Sim.
Pemuda itu lihat bahaya
mengancam, dengan gesit ia
berkelit, hingga pedang
membabat tempat kosong. Ia tidak
lantas layani penyerangnya
ini, hanya dengan berlompat, ia
hampirkan Segoshi, dengan dua
tangannya ia jambak
bebokongnya orang yang hendak
mencelakai si nenek, hingga
nenek itu menjadi dapat
ditolong.
Segoshi pandai jujit-su, ia
lantas melenggak, kedua
tangannya dibuang ke belakang,
untuk menyekal keras atasan
sikut penyerangnya. Atas ini
Keng Sim rapatkan tubuhnya.
Sejenak saja terlihat Keng Sim
menggemblok di
punggungnya Segoshi, itu
tandanya ia segera bakal dibanting
musuhnya itu. Celaka kalau ia
terbanting ke undakan tangga
batu.
Ie Sin Cu melihat tegas, ia
kaget, dengan sendirinya ia
lompat, untuk menolongi si
anak muda.
Egukhi melihat semua itu, ia
girang bukan main. Ia tertawa
dan kata: "Binatang
cilik, kiranya ada harinya yang kau roboh
di tangan jagoanku!" Ia
tidak cuma mengejek, ia lantas geraki
pedangnya untuk membacok
pemuda itu.
Sin Cu masih terpisah jauh, sia-sia
ia mencoba menolong.
Orang banyak pun berteriak
bahna kagetnya.
Hanya sekelebatan saja,
terlihatlah tubuh Segoshi
terjerunuk ke arah Egukhi,
menyambut datangnya pedang dan
ke tujuh itu.
398
Egukhi tengah menyerang, tidak
dapat ia menarik pulang
pedangnya, maka itu tidak
dapat dicegah lagi yang ujung
pedang nancap di dadanya
Segoshi.
Segera terdengar tertawanya
Keng Sim, yang tubuhnya
mencelat, menyusul mana kedua
tangannya melayang ke
kedua kuping orang kupingnya
Egukhi!
"Di muka sidang negaraku
kau berani mengacau, apakah di
matamu masih ada undang-undang
pemerintahku?" pemuda
itu menegur.
Dalam keadaan tanggung seperti
itu, tidak keburu Egukhi
menarik pedangnya untuk
menangkis serangan. Ia pun kaget
dengan kesudahan itu. Ia tidak
menyangka bahwa Keng Sim
berhasil membebaskan diri dan
berbalik menjadi si pemenang.
Keng Sim ketahui lawan liehay,
ketika kedua tangannya
ditangkap, ia sengaja segera
menempelkan tubuhnya,
berbareng dengan itu, belum
lagi ia sempat dibanting jeriji
tangannya sudah menotok
punggungnya Segoshi, hingga dia
ini kaget, dia merasakan
punggungnya itu sakit, gatal dan
kaku. Tentu saja, karenanya,
tidak dapat dia meneruskan
gerakannya, untuk mengangkat
dan membanting. Sebaliknya,
dia tidak berdaya sama sekali
ketika si anak muda dorong
tubuhnya ke arah Egukhi. Maka
jadilah dia kurban pedang
bangsanya itu.
Habis dihajar kupingnya
barulah Egukhi dapat mencabut
pedangnya. Atas itu Segoshi
memperdengarkan jeritan hebat,
dari dadanya darah muncrat
menyembur, tubuhnya terus
roboh.
Egukhi kaget dan murka, maka
ia lantas tumplaki
kemarahannya kepada Keng Sim.
Tapi anak muda itu tidak
ada di hadapannya. Ia kaget
bukan main.
399
"Celaka!" serunya.
Ia tahu musuh sudah menggeser ke
belakangnya, dari itu dengan
sebat ia memutar tubuh. Hanya
sayang untuknya, ia terlambat,
selagi ia terlambat, selagi ia
berputar, tangannya yang
memegang pedang telah didulukan
disamber Keng Sim. Cuma
sekejab saja, tangan itu sudah
menjadi teklok, hingga
pedangnya jatuh menggontrang di
lantai!
Keng Sim berlaku cerdik dan
sebat, setelah bikin Segoshi
mati kutunya, ia tolak
tubuhnya orang itu ke arah Egukhi,
untuk pakai dia sebagai tameng
hidup, lalu selagi pedang
nancap dan sukar ditarik, ia
melesat ke belakang dan ke tujuh
itu, untuk tanpa menangkis
ketika menyamber dengan orang
di saat ia diserang.
Justeru musuh sudah tidak
berdaya, dengan satu sontekan
dengan kakinya, Keng Sim bikin
pedang musuh itu meletik
naik, untuk ia sambut dengan
tangannya. Tapi ia tidak gunai
pedang itu sebagai senjata,
hanya dengan memegang itu
dengan kedua tangannya, ia
mematahkannya, hingga pedang
menjadi dua potong.
Egukhi roboh karena kesakitan,
ia merayap bangun, justeru
itu, ia menyaksikan pedangnya
dibikin patah, maka habislah
dayanya.
Keng Sim lemparkan kedua
kutungan pedang.
"Budak-budak kate
(pendek) ini ada sangat kurang ajar!" ia
lantas berkata dengan nyaring.
"Mereka bernyali sangat
besar, berani menggunai pedang
di muka pengadilan, berani
menganiaya orang di muka
khalayak ramai! Maka itu,
tayjin, aku minta keadilanmu!"
400
Tiehu kaget dan takut sampai
tubuhnya gemetaran,
mulutnya bungkam.
Justeru itu Takahashi
menggeprak-geprak meja.
"Terbalik!
Terbalik!" dia berteriak-teriak.
Menyusuli suaranya wakil
Nippon itu, dari pintu belakang
kantor itu muncul dengan
mendadak sebarisan serdadu
Nippon yang semua
bersenjatakan pedang yang panjang dan
mengkilap, sambil berseru
mereka terus menerjang ke arah
Keng Sim.
Barisan itu ada barisan
pengawalnya Takahashi. Tidak
dapat mereka itu turut muncul
di muka sidang, dari itu mereka
telah diatur bersembunyi di
belakang kantor, apabila ada
tanda barulah mereka boleh
keluar. Mereka memang bangsa
galak, begitu dengar suara
Takahashi, mereka lantas
menyerbu.
Di muka sidang itu, terus
sampai di muka kantor, ada
berkumpul ratusan penduduk.
Semua mereka panas hatinya
semenjak mereka saksikan
kejumawa-an pihak asing itu,
yang tidak menghormati tiehu
dan tidak mengindahkan
pengadilan. Mereka gusar melihat si
aki dan si nenek dianiaya,
maka syukur mereka dapatkan
Keng Sim turun tangan. Mereka
puas dengan kesudahannya
pertempuran itu. Tapi mereka
kaget atas datangnya itu
barisan serdadu asing, bahkan
beberapa anak muda lantas
mendidih darahnya, melupakan
segala apa, mereka maju,
untuk bantu Keng Sim, guna
menerjang pasukan asing itu.
Keng Sim tidak berdiam saja
yang ia dikepung, ia membuat
perlawanan. Dengan cepat ia
robohkan lima atau enam orang.
Tapi musuh berjumlah kira tiga
puluh orang, semuanya
401
bersenjata, tidak gampang
untuk cepat-cepat merobohkan
mereka semua. Di antara
anak-anak muda yang maju,
beberapa orang pun terluka,
malah satu orang terbacok
kutung sebelah lengannya.
Di dalam saat itu, Sin Cu
telah maju menyerang. Lebih
dulu ia ayun sebelah tangannya
melayangkan lima buah
bunga emasnya. Satu musuh
dapat berkelit, empat yang
lainnya roboh sebagai kurban
senjata rahasia itu.
Setelah itu, Sin Cu menghunus
pedangnya, ia membekal
senjata rahasianya dalam
jumlah berbatas, tidak dapat ia obral
itu. Maka ia lantas menggunai
pedang. Dalam saat kacau itu,
dari arah pintu timur
terdengar suara berisik, lalu tertampak
membuinya banyak orang, yang
di kepalai oleh satu nona
dengan baju merah, yang
tangannya mencekal pedang. Atas
datangnya mereka itu, orang
banyak menyingkir ke kedua
belah, untuk memberi jalan.
Rombongan itu terdiri dari orangorang
yang dandan sebagai nelayan,
senjata mereka adalah
tempuling dan joran pancing
besar. Pula lantas terlihat cara
berkelahi mereka yang luar
biasa. Setiap dua nelayan menjadi
satu gabungan. Satu yang
memegang tempuling menangkis
golok musuh, lantas yang satunya
lagi merabu kaki musuh itu
dengan pancingnya, segera
musuh itu roboh terguling. Cara
ini tidak pernah gagal, maka
dalam tempo yang pendek,
semua musuh itu dapat
diringkus, hingga pertempuran lantas
berakhir. Cuma pemimpinnya
pasukan itu, yang nampaknya
kosen, mesti dirobohkan si
nona dengan sebelah tangannya
ditabas kutung sesudah
pertempuran beberapa jurus.
Sin Cu lantas saja kenali nona
baju merah itu, ialah Cio Bun
Wan. Maka mengartilah ia
sekarang akan duduknya hal.
Pantas Seng Hay San membilangi
ia untuk ia jangan berkuatir,
kiranya mereka itu sudah siap
sedia.
402
Baru sekarang Takahashi
ketakutan. Ia berniat melarikan
diri tetapi kedua kakinya
tidak sudi menuruti suara hatinya.
Selagi ia bergemetaran, Keng
Sim seret ia dari kursinya, untuk
ditelikung, buat dihadapkan
kepada tiehu.
"Budak-budak kate
(pendek) ini menghina undang-undang
negara kita, di muka sidang
pengadilan mereka mengacau dan
menyerbu, maka itu tiehu
tayjin, yang berwenang membelai
negara, tidak dapat tayjin
tidak mengurus mereka!" demikian
suara nyaring dari pemuda she
Tiat ini.
Tiehu kaget dan ketakutan,
sekian lama ia tidak dapat
bersuara.
“Ini... ini..." katanya
kemudian, suaranya terputus-putus.
"Bagaimana sekarang...?
Kalau nanti perompak kate (pendek)
datang menyerbu kota, bagaimana
kita bisa menangkisnya?
Tentara kita berjumlah sedikit
sekali..."
Keng Sim tertawakan wedana
itu.
"Di sini ada begini
banyak orang, kenapa masih berkuatir
tidak ada orang yang menangkis
mereka?" ia berkata.
Gedung pengadilan itu, atau
lebih benar kantor tiehu, telah
dirumung banyak sekali orang.
"Kita bersedia untuk
melawan mereka!" banyak suara
berseru. Tapi juga ada yang
berteriak: "Jikalau tiehu tayjin
takut perompak, nah lekaslah
angkat kaki, kabur dari sini,
urusan di Tayciu itu, kita
yang nanti membereskannya!"
Tiehu berdebaran hatinya. Tahu
ia, kalau ia berlaku
penakut terus, rakyat bakal
berontak.
403
"Tiat Siangkong," ia
lantas berkata, "urusan hari ini aku
serahkan saja padamu untuk
menyelesaikannya."
"Untuk membela negara dan
lindungi rakyat, itulah tugas
setiap manusia," berkata
Keng Sim, "tetapi tayjin adalah
bapak rakyat, dari itu tidak
dapat tayjin menyimpang dari
tugasmu. Sekarang marilah kita
bekerja sama."
Tiehu tidak punya daya, ia
menurut saja. Keng Sim segera
pilih beberapa penduduk yang
kenamaan, yang ia tahu
hatinya jujur, maka mereka itu
bersama-sama tiehu lantas
diajak berunding, mendamaikan
cara untuk melawan kalau
ada serbuan musuh. Sedang
semua musuh yang ditawan
berikut Takahashi, dijebluskan
dalam penjara untuk ditahan.
Tiehu ingin Keng Sim terus
berada bersama ia tetapi si
anak muda menolak.
"Aku masih ada punya
urusan lain," pemuda itu memberi
alasan.
Tiehu ingat orang sudah
ditahan beberapa hari, mungkin
dia ingin menemui
sahabat-sahabatnya, ia tidak dapat
memaksa. Lagi-nya ia kuatir
hati si anak muda berubah kalau
ia menggunai paksaan.
Keng Sim segera bertindak
keluar, diikuti oleh barisan
nelayan yang tadi dipimpin Cio
Bun Wan. Mereka itu bersoraksorai
karena kegembiraannya. Rakyat
pun turut bergembira,
sedang tadinya mereka
berkuatir sekali menyaksikan aksi
pihak musuh yang garang itu.
Tanpa merasa Ie Sin Cu
mengikuti keluar.
404
Bun Wan tidak perhatikan itu
"pemuda," adalah Keng Sim
yang melihat orang, tangan
siapa ia lantas tarik. Lebih dulu
daripada itu ia mengawasi
dengan wajah tersenyum.
"Mari kita pergi
bersama!" mengajak Keng Sim.
Karena orang berbicara, Bun
Wan menoleh. Melihat si nona
berpaling, Sin Cu bersenyum
kepadanya. Bun Wan membalas
mengangguk, ia hanya tetap
tawar sikapnya. Sama sekali ia
tidak sudi bicara, hingga Sin
Cu pun tidak dapat membuka
mulutnya.
Sin Cu sendiri jengah, merah
mukanya. Belum pernah
tangannya dipegangi seorang
pria dan sekarang Keng Sim
mencekalnya dan ditarik.
Syukur untuknya, mereka berada di
antara banyak orang dan Keng Sim
juga tidak memperhatikan
padanya.
Tiga muda-mudi ini berjalan
bersama. Mereka diawasi
penduduk, yang berkumpul di
jalan-jalan besar. Mereka itu
penduduk yang berdekatan, yang
baru saja mendengar kabar
perihal huru-hara di kantor
tiehu. Rata-rata orang puji Keng
Sim dan caci bangsa kate
(pendek).
Supaya tidak terganggu orang
banyak itu, Keng Sim ajak
dua kawannya ambil jalan
kecil, untuk menghindarkan diri.
Sampai jauh ia masih dengar
suara riuh dari rakyat jelata itu.
"Semakin perompak kejam,
semakin naik amarahnya
rakyat," bilang Keng Sim
sembari jalan. "Peristiwa hari ini ada
bukti nyata."
Mendengar itu, Ie Sin Cu
berkata di dalam hatinya: “Inilah
rupanya sebab kenapa pemuda
ini suka serahkan dirinya
ditawan. Dia hendak
membangunkan semangat rakyat, dia
mengatur siasatnya itu."
405
Cuma Nona Ie masih belum tahu
apa sebabnya selagi tiehu
dan panitya penduduk berunding
di dalam kantor, untuk
membicarakan daya akan
menghadapi musuh nanti, pemuda
itu meninggalkannya. Adakah
urusan lebih penting daripada
daya perlawanan terhadap
musuh?
Selagi Sin Cu ingin minta
keterangan pada Keng Sim,
pemuda itu sendiri mengawasi
ia dan Bun Wan sambil
tertawa. Dia kata:
"Apakah kamu berdua telah saling
berkenalan?"
"Hm, bagus
sahabatmu!" menyahut si Nona Cio.
Keng Sim heran.
"Saudara Ie ini sungguh
satu sahabat sejati," ia bilang.
"Kita berdua berkenalan
di permukaan sungai. Pertama kali
aku bertemu dia selagi dia
melupakan segala bahaya untuk
menolong seorang nelayan ayah
dan gadisnya."
"Dengan begitu dia benar
seorang gagah dan mulia
hatinya, cuma..."
Bun Wan tidak melanjuti
kata-katanya itu.
"Cuma?..." tanya
Keng Sim.
"Cuma dia rada
ceriwis..." si nona hendak menyahuti,
hanya karena memandang
toasuheng itu, batal membuka
mulutnya. Ia kata saja:
"Cuma dia terlalu muda sedikit..."
Keng Sim tertawa. Ia
sebenarnya mengandung maksud,
ialah supaya sumoay itu
mengikat jodoh dengan "pemuda" ini,
ia hanya tidak tahu, sumoay
itu sudah menanam bibit
asmaranya terhadap Seng Hay
San.
406
"Saudara Tiat, kau hendak
pergi ke mana?" tanya Sin Cu,
yang tidak perdulikan sikapnya
Bun Wan.
"Kau sendiri hendak pergi
ke mana?" pemuda itu balik
menanya.
"Pasti sekali, aku hendak
pulang ke rumahku," jawab Sin
Cu.
"Kalau begitu, aku juga
hendak pergi ke rumahmu!" ujar si
anak muda.
Sin Cu heran. Ia lihat orang
tidak tengah bergurau. Ia
berpikir: "Dia kata
kepada tiehu dia punya urusan penting,
kenapa sekarang dia punyakan
tempo luangnya untuk ikut
padaku?" Ia masgul tetapi
ia pun girang. Ia jalan terus, ke
rumahnya Thio Hek.
Tidak lama, tibalah mereka.
Ketika Sin Cu dipapak Thio
Hek, yang baru keluar dari
rumahnya, ia heran, bahkan
terperanjat, sebab nelayan itu
ada bersama seorang yang ia
tidak sangka-sangka.
"Kau di sini?"
katanya pada orang itu, siapa pun menegur:
"Oh, kiranya kau?"
"Ya, kiranya kau?"
Keng Sim pun berkata.
Orang itu ada Seng Hay San,
yang tetap dengan
dandanannya sebagai nelayan
yang sederhana.
“Ini Seng Toako adalah
utusannya Toako Yap Cong Liu,"
Thio Hek lantas mengajar
kenal. "Seng Toako yang bakal
mengajak kita pergi kepada Yap
Toako itu."
407
"Kapan kau kenal Yap
Toako?" Keng Sim tanya sutee-nya
itu. "Kenapa aku tidak
tahu? Sumoay membilangi aku, Yap
Toako ada mengirim utusan, aku
tanya siapa utusan itu, ia
tidak hendak memberitahukan.
Kiranya kau!"
"Selama beberapa bulan ini
aku bersama sumoay berada
di tempatnya Yap Toako,"
Hay San memberikan jawaban,
"bahkan beberapa kali
kita sudah pernah bertempur sama
rombongan perompak. Baru
beberapa hari yang lalu kita
pulang. Sudah beberapa bulan
kau pesiar, suko, tidak ada
ketikanya untuk kita memberi
keterangan padamu."
Keng Sim tertawa.
"Kamu telah menjadi
dewasa, sekarang kamu pandai
bekerja!" ia bilang.
"Aku tadinya menduga kamu masih
berdiam tetap di rumah, memain
menangkap burung dan
mengail ikan!..."
Hay San pun tertawa.
"Dalam beberapa hari ini
kita memang berdiam di rumah,"
ia mengasi tahu. "Syukur
suko tidak ketahui yang kita pernah
meninggalkan rumah, jikalau
tidak, kau tentu tidak bakal
mengutus ini saudara Ie datang
ke Peksee cun untuk mencari
kita. Di samping itu aku juga
menyangka yang saudara Ie ini
adalah bala bantuan yang
diundang Yap Toako. Baru tadi aku
terima suaranya Yap Toako,
yang menyuruh aku datang ke
mari untuk menyambut seorang
gagah dari Shoatang yang
toako undang. Tadinya aku
menduga kepada Toaliongtauw Pit
Kheng Thian, siapa tahu
sebenarnya ini saudara Ie! Sungguh
kebetulan! Coba kemarin ini
aku tidak bertemu sama saudara
Ie ini, pastilah aku dan
sumoay telah kena dibekuk si kuku
garuda!"
"Apakah kau pun kenal Pit
Kheng Thian?" Sin Cu menyelak.
408
"Belum pernah aku bertemu
sama dia," jawab Hay San,
"hanya namanya
toaliongtauw dari lima propinsi Utara begitu
terkenal, siapakah yang belum
pernah mendengarnya?"
Mendengar itu, Keng Sim
mengerutkan kening.
"Nama orang, bayangan
pohon," katanya, seperti kepada
dirinya sendiri,
"kata-kata ini beralasan juga. Hanya belum
tentu semua orang sama dengan
namanya yang kesohor itu.
Maka itu, janganlah kasi diri
kita digetarkan oleh nama lain
orang. Aku dengar Pit Kheng
Thian ada pemimpin partai Kaypang
di Utara, sekarang dia menjadi
kepala kaum kangouw,
rupanya dia berhak juga
memangku kedudukannya itu."
Seng Hay San tidak kenal Kheng
Thian, ia berdiam saja,
tidak demikian dengan Ie Sin
Cu. Biar ia tak berkesan baik
terhadap pemimpin kaum
pengemis itu, ia kurang senang atas
pandangannya Keng Sim ini. Ia
kata dalam hatinya:
"Kau belum pernah ketemu
Pit Kheng Thian, kenapa kau
menimbang secara begini
sembrono? Apa mungkin seorang
pemimpin pengemis tak dapat
menjadi pemimpin kaum
kangouw seumumnya?"
Keng Sim ada dari keluarga
berpangkat, ia pun pandai ilmu
surat berbareng ilmu silat,
maka itu, pandangannya mengenai
orang kangouw ada sedikit
berlainan, rada memandang
enteng. Sin Cu adalah lain.
Nona ini benar ada puteri tunggal
dari satu menteri, tetapi Ie
Kiam bukan sembarang orang
berpangkat, ia beda dari
menteri-menteri lainnya. Ie Kiam
telah jadi menteri, tapi di
rumahnya ia suka bekerja kasar, ia
tidak bawa lagaknya si menteri
yang agung dan mulia. Sin Cu
mewariskan sifat ayahnya ini.
Sudah begitu, ia pun
terpengaruh Thio Tan Hong,
gurunya yang sederhana, yang
kenyang mengumbara dan pernah
merasai pelbagai
409
penderitaan, sedang
sahabat-sahabatnya adalah kaum
kangouw. Mungkin Sin Cu tidak
cocok dengan semua orang
kangouw tetapi sedikitnya ia
sangat menghargai mereka yang
gagah dan mulia hatinya.
Biar bagaimana, Sin Cu hargai
sepak terjangnya Keng Sim,
maka itu, cuma sebentar,
lantas lenyap perasaannya tak puas
barusan.
"Kuku garuda apa
itu?" Keng Sim tanya Hay San. "Kenapa
mereka ganggu kamu?"
"Katanya kuku garuda itu,
dia mendengar kabar suhu
sudah pulang, dia lantas
datang untuk melakukan
penangkapan," Hay San
menerangkan.
Keng Sim heran.
"Apakah artinya
ini?" katanya. "Memangnya suhu bersalah
apa?"
“Itulah aku tidak tahu,"
jawab Hay San.
Keng Sim melirik pada Bun Wan.
"Aku juga tidak
tahu," berkata si nona, suaranya kurang
tegas.
Sin Cu pun heran sekali.
"Cio Keng To mencuri
pedang di dalam istana di mana dia
mengacau, karenanya dia kabur
ke luar negeri," ia berpikir.
"Tiat Keng Sim ada murid
kepalanya, kenapa sebagai murid
dia tidak ketahui itu?
Nampaknya Bun Wan tahu duduknya
hal, mengapa ia tidak mau
memberi keterangan pada suhengnya
ini?"
410
Coba Sin Cu menghadapi ini
setahun berselang, tentu ia
sudah membeber rahasia kepada
Keng Sim, tetapi sekarang ia
telah punyakan pengalaman, ia
mulai mengenal dunia, dapat
ia mengendalikan diri. Ia
berpikir pula: "Cio Keng To menutup
rahasia terhadap muridnya,
mesti ada sebabnya. Halnya Keng
To mencuri pedang di istana,
sedikit sekali orang yang
mengetahuinya, cuma thaysucouw
serta beberapa orang lain.
Suhu percaya aku, maka itu ia
tuturkan aku rahasianya
sejumlah orang kangouw , dari
itu mana boleh aku bicara
sembara-ngan."
Karena ini, ia terus menutup
mulut.
Hay San pun berkata pula:
"Maksudnya Yap Toako yaitu
aku mengantarkan kedua saudara
ini ke sana, habis itu,
sepulangnya aku, aku mesti
membantu tentara rakyat di sini
membelai kota Tayciu. Kau
sendiri, suheng, bagaimana
sikapmu?"
“Itu pun baik," berkata
Keng Sim. "Nanti aku pujikan kau
kepada tiehu. Kau, Cio Sumoay,
kau bagaimana?"
"Aku juga ingin berdiam
di sini membantu Seng Suko,"
sahut si nona.
"Yap Toako sangat
mengharap bantuan kau, suko," kata
Hay San. Keng Sim berpikir.
"Begitupun baik," ia menjawab.
"Tentang ini aku mesti
pulang dulu, untuk memberikan tahu
ayahku. Katanya Yap Toako lagi
menghadapi kesulitan, di
mana urusan menentang musuh
penting sekali, seharusnya
saja aku pergi ke sana."
Pemuda ini bicara secara
tawar, sikap ini tidak memuaskan
Sin Cu. Keng Sim seperti
beranggapan, asal ia pergi, urusan
411
akan beres. Tapi kapan Sin Cu
ingat orang liehay dan berani,
sekejab itu juga lenyap lagi
perasaan tak puasnya itu.
Sampai di situ, mereka
berpisahan. Di waktu magrib Keng
Sim kembali, agaknya ia
kecewa.
"Begitu lekas ayah
dibebaskan, dia lantas berangkat
menuju ke ibukota
propinsie," ia beritahu. "Ah, jauh-jauh aku
pulang, untuk menolongi ayah,
tapi sekarang aku tidak dapat
bertemu dengannya..."
Ia menjadi sangat masgul.
Kembali Ie Sin Cu menjadi
heran.
"Hubungan antara ayah dan
anak sangat erat," ia pikir,
"kenapa Tiat Hong pergi
tanpa tunggu lagi selesainya perkara
puteranya ini? Adakah orang
yang memaksakan kepergian-nya
itu atau ia pergi karena
saking kuatirnya berdiam di sini lebih
lama pula?"
Hay San tidak tahu apa yang si
"pemuda" pikir.
"Habis sekarang apa
suheng hendak turut kami pergi
bersama?" ia tanya kakak
seperguruan itu. "Kita berangkat
besok."
Keng Sim angkat kepalanya,
sambil dongak, ia
bersenanjung:
"Orang gagah itu,
darahnya disiarkan ke daiam debu, maka
kaiau negara di daiam susah,
mana sempat dia mengurus
rumah tangga? Pergi, tentu
pergi!"
Demikian besoknya Sang Hay San
berangkat bersama-sama
Ie Sin Cu, Thio Hek dan Tiat
Keng Sim. Mereka meninggalkan
Tayciu, Hay San yang menjadi
penunjuk jalan. Baru dua hari,
412
sampai sudah mereka di tempat
yang termasuk daerah
pengaruh tentara rakyat.
Itulah sebuah gunung di tepi laut,
gunung yang menjadi cabangnya
gunung Sian Hee Nia, cukup
tinggi dan lebat hutannya,
markasnya berada di dalam rimba.
Selagi memasuki gunung, mereka
lihat tentara rakyat tengah
memotong kayu dan atau menanam
sayur, pakaian mereka
cumpang-camping, tandanya
mereka hidup sengsara, tetapi
mereka bekerja dengan gembira,
sembari pasang omong atau
tertawa.
Sin Cu kagumi mereka itu.
Keng Sim sebaliknya memikir
lain. Katanya dalam hatinya:
"Mereka ada hanya
serombongan yang tak teratur, tidak heran
mereka tidak dapat melawan
kaum perompak. Aku harus
membantui Yap Cong Liu
mengatur rapi mereka ini..."
Kapan Yap Cong Liu dengar hal
kedatangan tetamutetamunya,
ia girang bukan main. Ia
lantas mengundang ke
markasnya, ialah sebuah tenda
terbuat dari kulit kerbau.
Tenda itu paling jempol tapi
toh ada bocornya...
Kapan Sin Cu berempat sudah
berada di dalam tenda,
mereka disambut beberapa
orang, satu di antaranya berkumis
pendek dan kaku, mukanya hitam
mengkilap, bajunya ada
beberapa tambalannya. Dia
mirip kuli tani yang kenyang
panas kepanasan dan hujan
kehujanan. Dia lantas
menyodorkan dua tangannya yang
hitam seraya berkata:
"Setiap hari aku
memikirkan kamu, hampir aku mati
karenanya! Inikah Tiat
Kongcu?" Dengan kedua tangannya, ia
tepuk pundaknya si anak muda.
Terang ia hendak menunjuk
kegirangannya yang luar biasa.
Hanya begitu ia menepuk, di
pundaknya Keng Sim bertapak
sepasang tangan hitam!
413
Di antara empat pemuda itu
Keng Sim yang berdandan
paling perlente dan bersih,
tapi sekarang baju itu kena dibikin
kotor.
Orang hitam itu insaf akan
perbuatannya itu.
"Ah, aku membuat kotor
pakaiannya tetamu agungku!"
katanya, tertawa. Ia lantas
saja mengebuti pakaiannya
pemuda itu, gerak tangannya
pelahan-pelahan, tetapi
tangannya itu kotor, ia
membuatnya baju orang semakin kotor
lagi!
Keng Sim menjadi jengah
sendirinya. Ia memberi hormat.
"Adakah ini Yap
Tongnia?" ia tanya.
“Tongnia" itu artinya
komandan, di sini diartikan komandan
tentara suka rela, tentara
rakyat, bukannya komandan yang
diangkat pemerintah, maka itu,
si orang hitam tertawa
berkakakan.
“Tongnia... tongnia ...
tongnia apakah?" katanya. "Aku
adalah Yap Cong Liu, semua
saudara memanggil aku Yap
Loohek si Hitam atau Yap Toako
saja, maka itu janganlah
kamu sungkan-sungkan! Ada
terlebih tua beberapa tahun dari
kamu semua, baiklah aku aguli
ketuaanku itu, jadinya kamu
semua panggillah aku Yap Toako
saja!"
Keng Sim kata di dalam
hatinya: "Di kota Tayciu setiap hari
orang dengar nama besar dari
Yap Cong Liu, semua orang
bilang dialah seorang luar
biasa, siapa sangka dialah seorang
dusun tua..."
Pemuda ini menyebutnya orang
dusun, ia tidak tahu Yap
Cong Liu berasal kuli parit
yang umum paling pandang enteng
414
dan orang-orang sebawa-hannya
kebanyakan ada kuli-kuli
parit yang menjadi kawan
sekerjanya.
Ie Sin Cu lantas menyampaikan
suratnya Pit Kheng Thian
dan Ciu San Bin. Yap Cong Liu
buka itu surat dan
membebernya di hadapannya.
"Ah!" katanya,
"banyak surat yang kenal aku, aku tidak
kenal mereka! Kau saja yang
membacakannya!"
Dengan sembarangan saja ia
angsurkan surat itu pada
seorang di sampingnya, orang
mana bertubuh melengkung,
dan pakaiannya, walaupun ada
tambelannya, cukup bersih.
Rupanya dialah si suya atau
ahli pemikir. Dia ini menyambut
surat itu, terus dia membaca.
Bunyi surat melainkan
memberitahu rombongan bala
bantuan akan datang lagi
beberapa hari, bahwa mereka
bersedia akan bekerja sama
guna melawan musuh. Cuma di
suratnya Pit Kheng Thian
ditambahkan kata-kata ini: "Sudah
lama aku kagumi nama besar
saudara. Penduduk pesisir timur
selatan bebas dari ilas-ilasan
perompak, semua itu mengandal
pada tenagamu. Aku diangkat
jadi Toaliong-tauw, sebenarnya
aku malu sekali, karena aku
tidak punya kepandaian apa-apa,
maka itu aku nanti berdiam di
bawah perintah saudarasaudara,
untuk menanti segala
titahmu."
Mendengar itu, Yap Cong Liu
tertawa terbahak.
"Pit Kheng Thian menulis
surat, kenapa bunyinya begini
macam? Tentulah ini surat
ditulis oleh suya-nya! Dia kepala
pengemis, aku kepala kuli
parit, bukankah kita sem-babat? Dia
lebih liehay daripada aku, aku
justeru hendak angkat dia
menjadi toako, hendak aku
serahkan semua saudara di sini
untuk dia suruh-suruh, kenapa
dia begini sungkan? Tidakkah
415
ini lucu? Hahaha! Pasti ini
bukan tulisannya Pit Kheng Thian
sendiri!"
Cong Liu tidak tahu, surat itu
ada buah kalam sendiri dari
Pit Kheng Thian. Kepala
pengemis itu di luar terlihat kasar,
pikirannya tapi tajam dan
halus. Leluhurnya dulu ada panglima
di bawahan Thio Su Seng. Anak
cucu leluhur ini diwajibkan
menjadi hweeshio atau paderi
lamanya sepuluh tahun, selama
sepuluh tahun itu mereka mesti
hidup dari mengemis. Jadi
Kheng Thian bukan sembarang
pengemis, maka juga dia
mengarti ilmu surat.
Keng Sim tidak puas dengan
kata-katanya pemimpin
tentara rakyat ini. Ia
bukannya hendak memperebuti
pengaruh. Hanya sebab Cong Liu
sangat memandang tinggi
kepada Pit Kheng Thian.
Kenapa, belum lagi orang tiba, Cong
Liu sudah hendak menyerahkan
kedudukannya?
Di sini, pandangan Ie Sin Cu
beda lagi dari orang she Tiat
ini. Sin Cu justeru memikir:
"Pit Kheng Thian sebenarnya
memikir jauh, dia ingin
menjadi kepala, tetapi dia berpurapura
merendahkan diri, dia tak
sejujur Yap Cong Liu."
Tentara r akyat ini bersarang
di atas gunung, di dalam
rimba, barang makanan mereka
setiap hari ada beras kasar
dan sayur hutanan, tapi malam
ini, untuk menyambut Keng
Sim beramai, istimewa mereka
menyembelih seekor babi
hutan. Tapi nasinya tetap ada
pesaknya, maka sulit Sin Cu
memakannya. Tetapi Yap Cong
Liu sangat ramah tamah, ia
jepit potongan-potongan daging
babi yang besar, ia letaki itu
ke dalam mangkoknya Keng Sim
dan Sin Cu.
Nona Ie menjadi malu hati, mau
atau tidak, terpaksa ia
dahar banyak juga...
416
Malamnya Sin Cu berempat
dipernahkan di tenda yang baru
dibangun. Itu pun tenda kulit
kerbau, tapi semuanya baru,
maka itu tidak ada bahagiannya
yang bocor, tak usah mereka
takuti hujan. Berempat mereka
masing-masing mengambil
satu pojokan.
Malam itu Nona Ie sukar
mendapat pulas. Ia gulak-gulik, di
depan matanya seperti berbayang
beberapa orang.
Pertama-tama petaan Thio Tan
Hong, gurunya, lalu Tiat
Keng Sim, si pemuda sahabat
yang baru. Habis itu
bayangannya Pit Kheng Thian.
Yang terakhir ialah Yap Cong
Liu. "Ya, Tiat Keng Sim
rada mirip guruku," ia berpikir. Tibatiba
ia tertawa dalam hati. Sedetik
saja, lalu ia merasakan ada
perbedaannya juga, entah di
bahagian mana... ia merasa
kepalanya berat akan
memikirkan perbedaan itu.
"Yap Cong Liu tolol di
mata Tiat Keng Sim, ia tapinya sedikit
mirip dengan guruku," ia
berpikir pula, kapan petaan
pemimpin tentara rakyat itu
lewat di depan matanya. Juga ia
tak dapat jelaskan kemiripan
itu. Nampaknya Cong Liu kasar
tetapi dia jujur dan polos,
dia tak pandai mengatur kata-kata.
Mengenai Pit Kheng Thian,
kalau dia dibanding sama Tan
Hong, Keng Sim atau Cong Liu,
dia agaknya kalah. Petaan
orang she Pit ini lantas
kealingan bayangannya Keng Sim.
Orang she Tiat ini justeru
masih muda dan tampan, dan
tingkatnya pun berimbang
dengan ia, tak seperti Tan Hong
dan Cong Liu.
Berselang dua hari ada datang
serombongan nelayan,
jumlahnya dua tiga ratus
orang. Mereka di kirim Cio Bun Wan,
yang pernah didik mereka. Seng
Hay San pun pernah turut
mendidiknya. Mereka ini bawa
berita bahwa di kota Tayciu
sudah berdiri barisan suka
rela tetapi kurang pemimpinnya.
417
"Kalau begitu, baiklah
saudara Seng yang pulang." Cong Liu
mengasi pikiran.
Hay San suka pulang. Keng Sim
juga ingin kembali, tapi ia
dicegah Cong Liu, yang minta
ia mendidik barisan nelayan itu.
Maka ia jadi berdiam terus.
Setelah rapi mengatur barisannya,
Keng Sim minta ijin dari Cong
Liu untuk mulai menggempur
musuh. Komandan itu menolak.
Ketika ia majukan lagi
permintaannya, sampai beberapa
kali, tetap ia ditolak. Ia
menjadi kurang puas. Diam-diam
ia kata pada Sin Cu:
"Tentara ini berdiam lama
di gunung, makan dan pakainya
sulit, dengan terus berdiam
saja, apakah kita bukan mencari
kemusnahan sendiri? Kita
datang ke mari untuk memerangi
perompak, sekarang sudah lewat
setengah bulan, kita
terpekur saja, apakah artinya
ini?"
Sin Cu tidak habis sabar
seperti sahabatnya ini. Ia tenangtenang
saja.
"Yap Toako tidak hendak
memberi persetujuan, mungkin
ada sebabnya," ia bilang.
"Sebab apakah itu? Hm! Ia
tentunya jeri!"
Biasanya Sin Cu hargakan
pemuda ini, sekarang ia
dapatkan orang seperti
memandang enteng kepada Yap Cong
Liu, ia tidak puas. Maka
dengan dingin ia kata: "Apakah cuma
kau yang bisa berpikir dan
lain orang tidak? Menarik bengkung
busur untuk memanah harimau
dari gunung Lam San,
menggosok pedang guna
menyingkirkan ular naga dari laut
Pak Hay. Apakah artinya itu?
Untuk melawan perompak, tidak
perlu kita terlalu
tergesa-gesa. Bukankah kau pernah berkata
begini? Siapa tahu kalau Yap
Toako tengah bersiap-siap untuk
menarik panahnya dan mengasah
pedangnya?"
418
Melihat orang tidak puas dan
kata-katanya dipakai
memukul padanya, Keng Sim
terpaksa bungkam. Tapi tetap ia
tidak puas, maka ia berpikir:
"Aku pandai membaca kitab
perang, dapatkan Yap Cong Liu
dibandingkan denganku?"
Cong Liu tidak menggeraki
pasukan perangnya, itu bukan
berarti ia berdiam saja.
Setiap hari ia ada mengirim mata-mata
untuk mencari tahu gerak-gerik
perompak. Demikian itu hari,
seorang mata-matanya pulang
dengan berita perompak
hendak menyerbu gunung dari
tiga jurusan, bahwa tentaranya
akan sampai di kaki gunung.
Komandan itu bersikap tenang
sekali.
"Untuk dapat merayap
naik, perompak mesti gunai
temponya setengah
harian," ia bilang, "Sekarang kita tengok
dulu gerak-gerik mereka,
sesudah itu baru kita mendamaikan
daya untuk menyambut mereka
itu..."
Lantas ia ajak Sin Cu dan Keng
Sim mendaki puncak, untuk
dari tempat tinggi itu
mengawasi musuh. Sin Cu dan Keng Sim
pandai ilmu enteng tubuh,
malah Keng Sim hendak
pertontonkan kepandaiannya
itu. Sebentar saja mereka
berdua sudah sampai di atas
puncak. Kapan Keng Sim
menoleh, ia dapatkan Cong Liu
ada bersama. Komandan ini
tidak bermuka merah, napasnya
tidak memburu. Keng Sim
menjadi kagum, maka hilanglah
beberapa bahagian dari
pandangannya terhadap pemimpin
itu, tidak lagi ia tak melihat
mata.
Kaum perompak benar maju dari
tiga jurusan timur, barat
dan utara. Dua yang di timur
dan utara, barisannya panjang
bagaikan ular. Mereka
menyebabkan debu mengepul naik dan
binatang liar lari sera-butan.
Yang di barat sebaliknya
berjumlah sedikit, mungkin
cuma tiga sampai lima ratus jiwa.
Selagi barisan ini mendaki, di
atas udara ada sekumpulan
419
burung terbang lewat, makin
lama makin tinggi, sampai
lenyap dari pemandangan.
Sesudah menyaksikan sekian
lama, Cong Liu ajak kawankawannya
pulang. Terus ia mengadakan
rapat.
Keng Sim bilang: "Kita
harus terjang musuh dengan pakai
ilmu perangnya Sun Cu. Kalau
tentara kita berlipat sepuluh
kali, kita mengurung, kalau
cuma lima kali, kita menerjang,
dan bila hanya satu kali,
mesti kita mencoba memecah tenaga
musuh itu. Jikalau tenaga kita
berimbang, kita harus rebut
kemenangan, tapi kalau jumlah
kita lebih sedikit, harus kita
mundur teratur. Begitu juga
kalau kita lebih lemah, kita mesti
menyingkir dari
pertempuran."
Cong Liu semua mengawasi.
Sejumlah tauwbak, ialah
pemimpin rombongan-rombongan
kecil, menjadi heran yang
orang sempat mengapali buku
kitab perang.
"Dasar dia mahasiswa, dia
pandai mengapal!" kata satu
tauwbak, berbisik.
"Siapa itu Sun Cu? Dia
umur berapa?" lain tauwbak
berbisik. "Kalau Sun Cu
pasti tidak salah, Loo Cu lebihlebih!..."
Keng Sim nampaknya bangga, ia
kata pula: "Sekarang
ternyata tenaga musuh lebih
besar daripada kita, kalau kita
memecah diri untuk melayani
mereka, pasti kita kalah.
Rombongan musuh di barat lebih
lemah, kalau kita lawan
mereka, kita jadi terlebih
kuat. Maka mari kita serang
bahagian baratnya itu,
kemudian baru kita terjang yang di
timur, kita pasti
menang."
"Oh, begitu!" kata
si suya. "Kau menyebut-nyebut Sun Cu,
aku jadi bingung."
420
Cong Liu berkata:
"Kita bangsa kasar, kita
tidak mengarti ilmu perangnya Sun
Cu. Kalau menurut aku, kalau
si perompak kate (pendek)
datang, kita boleh main-main
dengan mereka secara
menggiling berputaran..."
"Apakah itu cara
menggiling berputaran?" Sin Cu tanya.
"Pernahkah kau lihat
keledai menarik penggilingan?" Cong
Liu balik menanya.
"Keledai itu lari terputar-putar menarik
penggilingan, lama-lama
matanya kabur dan kepalanya
pusing, apabila kita lepaskan
dia, dia masih lari berputaran
terus..."
"Apa hubungannya itu
dengan cara menyerang si
perompak?" Sin Cu tanya
pula.
"Ha, penting
hubungannya!" sahut komandan itu, tertawa.
"Kita mesti bikin
perompak itu menjadi si keledai tolol, kita
pancing mereka supaya mereka
lari-larian dan berputaran di
atas gunung ini. Kita jangan
bertempur dengan mereka, kita
hanya berputaran, main petak.
Kita kenal baik gunung kita,
kita dapat lari lebih cepat.
Secara begitu kita nanti bikin
mereka mati letih."
Pemimpin ini bicara secara
biasa, perkataannya gampang di
mengarti, maka semua tauwbak,
besar dan kecil, menjadi
kegirangan.
"Akur!" seru mereka.
"Mari kita bekerja menuruti akalnya
tongnia. Kita bikin perompak
itu mampus kecapean!"
421
"Kitab perang dahulu kala
tidak pernah mencacat cara
berperang ini," kata Keng
Sim tawar, "Rangsum kita tidak
cukup, apakah bukan kita yang
bakal mati lelah?"
"Musuh datang dari tempat
jauh, mereka bisa bawa berapa
banyak rangsum?" seorang
berkata, "Kita hidup bagaikan
mengandal gunung makan gunung,
mengandal air meminum
air, kita pun dibantu rakyat
jelata, kenapa kita mesti takut
main penggilingan dengan
mereka itu?"
Keng Sim tidak perdulikan
orang itu.
"Kalau turut caramu ini,
berapa lama kita akan main petak
sama perompak kate (pendek)
itu?" ia tanya Cong Liu.
"Tentang temponya tidak
dapat dipastikan," pemimpin itu
menyahuti. "Mungkin
sepuluh hari, mungkin setengah bulan.
Atau mungkin juga satu
bulan..."
"Kalau begitu, sampai
kapan dapat kita gebos mereka
hingga ke laut?" Keng Sim
tanya pula, tetap dengan tawar.
"Kau takut lawan musuh
keras dengan keras, kau dapat
menyingkir dari mereka. Tapi
bagaimana jadinya dengan
rakyat yang bersengsara?
Apakah kau tidak hendak tolong
mereka? Nah, pergilah kau main
petak, aku sendiri hendak
berperang!"
Semua tauwbak menjadi kaget.
Cong Liu mengedipi mata
pada mereka itu.
Seorang lantas berkata, keras:
"Di antara kita, siapakah
yang tidak berani mati dan
jeri menempur musuh? Kau...
kau..."
"Cukup!" Cong Liu
menyelak. "Tiat Kongcu juga memikir
untuk negara dan rakyat, kita
jangan berisik. Ada alasannya
422
kenapa Tiat Kongcu ingin
segera menggempur musuh kita.
Cuma perompak itu licik
bagaikan rase, kita mesti perhatikan
itu."
"Perduli apa mereka licik
sebagai rase, garang seperti
srigala atau harimau, aku
tidak takut!" Keng Sim berkata pula.
"Aku akan bawa barisanku
untuk serang mereka!"
Cong Liu menyeringai.
"Kalau begitu, baik, aku
nanti kirim orang untuk
membantu," katanya.
"Tidak usah!" Keng
Sim menampik. "Kau sendiri baiklah
main petak sama mereka
itu!"
Cong Liu antar pemuda itu
keluar dari tenda, ia cekal keras
tangan orang.
"Tiat Kongcu, kau hendak
berperang, aku tidak dapat
melarang kau," katanya.
"Aku cuma harap kau berhati-hati
dalam satu hal..."
Pemimpin ini berkata dengan sungguhsungguh,
hati Keng Sim tergerak juga.
Maka maulah ia
mendengar apa pesan tongnia
itu.
***
"Perompak kate (pendek)
itu licik, mereka pandai
menggunai tipu daya, kita
harus berhati-hati," berkata Cong
Liu. "Kita mesti jaga
tentara sembunyi mereka."
Di dalam hatinya, Keng Sim
berpikir: “Inilah pengetahuan
umum dalam urusan perang, tak
usahlah kau mengingatinya.
Laginya dari puncak telah aku
melihat tegas-tegas, di garis ini
jumlah musuh paling juga lima
atau enam ratus jiwa, mana
423
ada tentara sembunyinya?"
Maka itu ia menjawab dengan
sembarangan saja: "Aku
tahu."
"Di waktu berperang,
baiklah pasukanmu ini jangan
dipersatukan," Cong Liu memesan
pula. "Kita mesti bernyali
besar tetapi terliti, kita
mesti memikir untuk merebut
kemenangan, terutama kita
mesti menjaga jangan sampai
kalah. Maka itu baiklah kau
memecah barisan, yaitu satu
barisan kecil dijadikan
pelopor, untuk maju di paling depan,
guna mencari tahu tenaga
musuh. Kau sendiri boleh ambil
kedudukan di tengah. Biarlah
Iie Siangkong paling belakang,
untuk menjadi pembantu. Secara
begini, andaikata benar kita
menghadapi tentara sembunyi,
tidak nanti kita sampai kena
dikurung musuh."
Mendengar itu, Keng Sim
tertawa.
"Walaupun aku bodoh, tahu
jugalah aku sedikit tentang
ilmu perang!" ia berkata.
"Tentang itu tak usahlah saudaraku
memberi petunjuk padaku."
Sebenarnya Yap Cong Liu masih
hendak memesan lagi
tetapi satu tauwbak telah
datang sambil berlari-lari padanya
mengundang ia lekas kembali ke
markas. Maka itu, selagi
hendak berlalu, ia hanya
memesan: "Umpama kata benar
saudara sampai bertemu tentara
bersembunyi musuh, lekaslah
kau mundur ke timur
selatan."
"Aku tahu," sahut
Keng Sim tawar, ia mengangguk pelahan.
Jumlah tentara Keng Sim ini
ada dua ratus jiwa lebih, ia
kumpul mereka jadi satu
pasukan besar, ia titahkan lekas
menuju ke lembah barat, untuk
lantas menyambut musuh.
"Tadi Yap Toako
pesan..." berkata Ie Sin Cu, untuk
menyadarkan.
424
"Dia tahu apa!"
jawab Keng Sim. "Di depan takut pada
harimau, di belakang jeri pada
srigala, apakah itu namanya
perang? Aku sudah lihat tegas
musuh berjumlah cuma lima
ratus jiwa, tentara kita dua
ratus, jadi satu lawan dua, sudah
cukup! Lucu Yap Cong Liu, dia
menyuruh aku memecah
pasukanku menjadi tiga
barisan. Jumlah kita sudah sedikit,
lalu hendak dipecah tiga pula,
habis bagaimana kita dapat
berperang?"
Besar nyalinya anak muda ini,
ia percaya akan
kemenangannya kemenangan besar
ia sampai tak
memikirkan kemungkinan bisa
kalah...
Jalanan sukar tetapi Keng Sim
desak barisannya maju
dengan cepat. Dalam tempo dua
jam, tibalah mereka di
lembah barat itu. Kecuali Keng
Sim sendiri bersama Sin Cu,
semua orang telah mulai
bernapas sengal-sengal. Baru tiba di
mulut lembah, mereka sudah
dapat lihat satu pasukan musuh,
yang mendatangi dalam
rombongan-rombongan dari empat
lima orang. Keng Sim berada di
sebelah atas, mereka itu
berada di sebelah bawah, maka
itu, mereka itu tengah
mendaki.
"Mari maju!" berseru
Keng Sim dengan titahnya, sambil ia
kibaskan pedangnya, pun
mendahulukan berlompat maju,
guna mulai menyerang.
Tentara suka rela nelayan itu
memang benci perompak
kate (pendek) itu, yang biasa
sangat mengganggu mereka,
hati mereka panas, sekarang mereka
menyaksikan kepala
perang mereka sudah maju,
mereka pun lantas menyerbu,
tanpa takut mati, tanpa
menghiraukan mereka masih lelah.
Hebat serangannya Keng Sim.
Sejumlah musuh lantas
putus tangannya atau kutung
kakinya, atau mereka itu
425
terdupak roboh bergeluntungan
ke dalam lembah. Setelah
belasan menjadi kurban, yang
lainnya ketakutan dan lari balik.
Tentara nelayan pun menyerbu
mereka secara hebat.
Keng Sim tertawa lebar.
"Bagaimana?"
tanyanya kepada Sin Cu.
Saking puas, ia menjadi
bangga. Sin Cu juga tidak
menyangka musuh demikian tak
punya guna, ia menjadi
gembira sekali, maka tempo si
anak mudah mengejar, ia turut
memburu.
Tentara perompak itu lari
sampai di tempat di mana ada
hutan alang-alang atau rumput,
yang tinggi sependirian,
mereka lari serabutan masuk ke
dalam situ.
"Biar mereka kabur ke
sarangnya, mereka mesti diserbu
dan diseret keluar!"
berseru Keng Sim. Ia terus memberi
contoh.
Tentara nelayan itu berani
tapi tanpa pengalaman, mereka
memang tengah gembira dan
sengit, mereka terus ikuti
pemimpinnya yang kosen itu.
Hanya begitu lekas mereka
sudah masuk ke dalam rimba
itu, tiba-tiba ada terdengar
dentuman meriam, yang disusul
sama teriakan-teriakan riuh
dari empat penjuru. Nyatalah
tentara perompak telah
mengatur siasat, di situ
mereka menyembunyikan diri, setelah
memancing lawan, sekarang
mereka keluar untuk membalas
menerjang.
Keng Sim dan barisannya lantas
kena dikurung. Dua
perampok, yang tubuhnya tinggi
dan besar, lompat kepada
Keng Sim, untuk menyerang
dengan goloknya. Dengan dua
kali tangkisan beruntun, si
anak muda dapat menyingkirkan
ancaman bahaya itu.
426
Salah satu musuh itu adalah
Otonu dan ke tujuh, yang
pernah diketemukan di dalam
kapal upeti, dan kawannya
adalah Sakada Eio, juga dan ke
tujuh, maka tidak heran, habis
itu, Keng Sim kena dikurung
mereka.
Tentara sembunyi musuh itu
berjumlah kira-kira seribu
orang, sama mereka yang tadi
memancing, jumlah semua ada
seribu lima ratus lebih, dari
itu bisalah di mengerti yang
barisannya Keng Sim jadi kalah
lima enam lipat. Maka juga
sia-sia saja tentara nelayan
itu mencoba berulang-ulang,
mereka tidak dapat menoblos
kurungan. Sebaliknya, mereka
terdesak hingga mereka
terkurung makin rapat.
Keng Sim menjadi gusar
berbareng cemas. "Awas!" ia
berteriak, lalu ia menyerang
hebat dengan jurusan "Batu
pecah, langit gentar."
Pedangnya menikam kepada kedua
lawannya, bergantian tetapi
sangat cepat.
Sakada Eio berlaku ayal,
lengannya bahagian atas kena
ketikam. Otonu dapat berkelit,
terus ia hendak menolong
kawannya, tetapi ia kena
terbentur hingga terhuyung, hampir
ia jatuh. Keduanya tidak mau
mundur, meski yang satu sudah
terluka. Lekas juga mereka
dibantui beberapa kawannya lagi.
Maka Keng Sim kembali kena
terkurung.
Ie Sin Cu dapat melihat
kawannya terancam, ia hendak
membantu, untuk ini, lebih
dulu ia robohkan dua musuhnya,
yang mengepung padanya. Belum
lagi sampai pada Keng Sim,
bunga emasnya, lima buah,
sudah menyamber. Lima musuh
terserang semua, yang roboh
hanya dua. Untuk sejenak, Sin
Cu tercengang, tapi segera ia
ingat, musuh ada mengenakan
baju lapis. Dua musuh yang
roboh itu kebetulan terhajar
tenggorokannya. Musuh yang
lain mesti diserang jalan
darahnya, baru mereka bisa
dibikin jatuh.
427
Karena ini, ketika Nona Ie
menyerang pula, kembali dengan
lima buah bunga emasnya, kali
ini ia arah tenggorokan. Ia
berhasil merobohkan tiga
musuh. Dua yang lain bebas ialah
Otonu dan Sakada Eio. Hanya
celaka Otonu, karena dia
menangkis senjata rahasia, dia
kena dibarengi Keng Sim,
meski benar dia bisa
menangkis, hebat lengannya terhajar,
hingga tak dapat dia geraki
tangannya itu, terpaksa dia lari
pergi. Sakada Eio lantas turut
menyingkir.
Keng Sim terlepas dari
kurungan, tetapi pasukannya tidak,
mereka masih tetap terkepung,
bersama Sin Cu ia mencoba
menyerbu hebat, hanya,
tertoblos yang selapis, masih ada
lapisan yang lainnya, demikian
seterusnya. Mana dapat
mereka membunuh habis ratusan
musuh itu?
Tentara nelayan merasakan
kesukaran hebat. Sudah mesti
menangkis musuh, mereka juga
menderita dari tusukan ujung
rumput dan duri, hingga banyak
yang terluka. Sakit hatinya
Keng Sim menyaksikan
penderitaan tentaranya itu.
"Biar aku terbinasa di
sini, akan aku dayakan agar kamu
lolos dari kurungan!" dia
berseru. Ia putar pedangnya untuk
menyerang hebat sekali.
Musuh membuka jalan untuk ini
pemuda yang gagah,
sebaliknya, tentara nelayan
mereka pegat terus. Maka itu,
ketika kemudian Keng Sim
menoleh ke belakang, ia dapatkan
ia berada sendirian saja, di
sana Ie Sin Cu lagi bertempur seru
sama musuh, guna membuka jalan
untuk barisannya yang
tetap terkurung.
"Setan alas!" ia
mengutuk dalam hatinya. "Aku menyerbu
seorang diri, aku lolos, siapa
tahu tentaraku tetap terkurung!
Bukankah mereka itu bisa dapat
susah?"
428
Tidak ayal lagi, ia kembali,
akan menyerang balik. Segera ia
merasakan kesulitan dengan
pedangnya, yang bukan pedang
mustika. Pedangnya itu lekas
menjadi puntul.
"Menyesal aku tidak
dengar perkataannya Yap Cong Liu..."
katanya masgul.
Sekarang ia menginsafi
kekeliruannya. Ketika itu Otonu dan
Sakada Eio, yang sudah dapat
beristirahat, datang pula. Maka
itu, pengurungan musuh jadi
bertambah kuat, kurungan
menjadi terlebih ringkas.
Keng Sim sangat berduka dan
mendongkol karena sia-sia
saja ia menyerang balik, ia
tidak sanggup mendekati Sin Cu
atau pasukannya, saking
kuatnya pertahanan lawan, yang
merintangi kembalinya itu.
Dalam saat barisan nelayan
terancam bahaya kemusnahan
itu, tiba-tiba ada terdengar
riuh suara anak panah yang lewat
mengawung di tengah udara,
habis mana terlihat datangnya
satu pasukan penolong. Bahkan
sekilas lalu saja, satu lapis
kurungan musuh sudah lantas
kena didobrak.
Musuh ada menyiapkan dua buah
meriam, yang bisa
menembak jauh beberapa puluh
tombak, menampak
datangnya bala batuan lawan
itu, mereka lantas menembak
dengan meriamnya itu.
Tentara penolong itu mendengar
suara mengguntur,
mereka pada jatuhkan diri
untuk bersetiarap, dengan begitu
mimis lewat bagaikan hujan di
atasan tubuh mereka. Benar
mereka tidak kena tertembak
tetapi majunya mereka jadi
terhalang.
Keng Sim menyaksikan itu
semua.
429
"Saudara Ie, akan aku membuka
jalan untukmu, pergi kau
bikin mampus dua tukang tembak
meriam itu" ia kata pada
Sin Cu, habis mana ia
menyerang ke arah meriam. Ia
lemparkan pedangnya, ia cekuk
dua musuh, untuk diangkat
tubuhnya, buat
dibulang-balingkan bagai senjata.
Pusing kepalanya dua perompak
itu, dengan goloknya
mereka menyerang kalang
kabutan, tapinya yang kena
diserang justeru kawan mereka
sendiri, kemudian mereka pun
terbacok golok ngawur, hingga
mereka terbinasa.
Keng Sim lemparkan kedua mayat
musuh, ia bekuk dua
yang lain, ia pakai pula
mereka itu sebagai senjata. Siasat ini
ia pakai berulangkah. Dengan
begini ia berhasil membuka
jalan, dan Sin Cu dapat
mengikuti. Dari itu setelah datang
dekat kepada meriam, untuk
menyerang, si nona segera
gunai bunga emasnya.
Sedetik saja, dua tukang
meriam itu roboh binasa, maka
bungkam juga kedua meriamnya.
Di lain saat, barisan penolong
dan tentara nelayan berhasil
saling mendekati satu sama
lain, untuk menggabungkan diri,
karena ini, mereka lantas bisa
bekerja sama. Barisan penolong
itu dipimpin Teng Bouw Cit,
atau hutongnia, pemimpin yang
kedua.
Keng Sim girang berbareng
likat.
"Mana Yap Toako?" ia
tanya.
"Yap Toako menitahkan aku
datang menyambut," Bouw Cit
menjawab. “ Toako sendiri
membawa pasukannya pergi ke
tenggara, mungkin sekarang ia
pun tengah menempur musuh
di jurusan sama."
430
Keng Sim terkejut. Ia tahu
jumlah mereka semua, sekarang
Bouw Cit membawa empat atau
lima ratus orang, pasti
jumlahnya pasukannya Cong Liu
menjadi kecil sekali, tinggal
separuhnya. Dapat mereka
melawan musuh di dua jurusan di
sana itu?
"Bagaimana ini
bisa?" katanya. "Dia membagi separuh
tentaranya, bagaimana dia bisa
melayani dua rombongan
musuh di dua jurusan?"
"Yap Toako bilang, berapa
bisa kita lindungi, kita lindungi,"
menerangkan Bouw Cit. “ Toako kenal
baik wilayah ini, kau
adalah orang baru, maka itu
toako ingin menolong dulu pada
pihakmu. Toako pesan untuk
jangan berkuatir."
Keng Sim malu dan menyesal
sendirinya.
"Mari kita lantas mundur
ke tenggara!" katanya.
Dengan adanya bala bantuan
ini, jumlah tentara suka rela
tetap ada terlebih kecil,
tetapi Keng Sim membuka jalan, Bouw
Cit mengikuti dia. Sin Cu
ambil tempat di tengah. Orang
berkelahi sambil mundur.
Berselang setengah jam mereka
berhasil keluar dan rimba
alang-alang itu. Tapi masih
mereka berkelahi terus. Lagi
setengah jam barulah mereka
tiba di mulut gunung. Pihak
musuh masih mengejar, karena
mana, Keng Sim berkuatir.
Mereka telah berkelahi lama
dan tujuan masih jauh. Sampai
kapan mereka bisa tiba di
tenggara itu akan menggabungi diri
dengan pasukannya Cong Liu?
Sakada Eio dan Otonu kedua dan
ke tujuh, telah dapat
beristirahat, dengan sejumlah
tentaranya, mereka hendak
mengurung. Untuk itu mereka
ambil jalan samping, guna tiba
lebih dahulu di sebelah depan.
Lantas mereka pegat jalannya
431
Keng Sim, hingga si anak muda
menjadi mendongkol, ia
segera menyerang.
Kalau ia tak selelah itu,
dapat Keng Sim pukul mundur
kedua musuh, sekarang ia cuma
dapat membikin keadaan
berimbang. Meski begini, ia
mesti berkelahi mati-matian.
Karena ia terhalang, Sin Cu
turut terhalang juga.
Selagi pertempuran itu
berlangsung dahsyat sekali, terlihat
debu mengepul, satu pasukan
mendatangi cepat sekali, maka
segera tertampak satu orang
dengan toyanya yang besar. Dia
hebat sekali, belasan perompak
lantas kena dibikin terjungkal.
"Pit Kheng Thian!"
Sin Cu berseru apabila ia telah melihat
tegas roman orang.
Kheng Thian itu memandang si
nona, ia tertawa dan
mengangguk, lalu terus ia
menghajar musuh. Cepat sekali ia
telah datang dekat. Tanpa
membilang suatu apa, ia hajar
Sakada Eio dengan toyanya.
Sakada Eio menangkis dengan
goloknya. Dia bersilat dengan
ilmu golok Angin Keramat, yang
liehay. Dia memang bertenaga
besar sekali. Habis menangkis,
dia bakal membalas menyerang.
Dia percaya tangkisannya itu
akan membuatnya senjata lawan
terpental. Kali ini tapinya dia
menduga keliru. Begitu kedua
senjata bentrok, dia menjadi
kaget sekali, hingga dia
menjerit dan tangannya kesakitan.
Telapakan tangannya pecah dan
berdarah akibat bentrokan
itu. Inilah disebabkan tenaga
besar luar biasa dari si orang she
Pit.
Kheng Thian penasaran yang ia
cuma bisa membikin
mental golok musuh, ia terus
mengulangi serangannya,
dengan tenaga yang dikerahkan.
"Bagus! Kau terima lagi
satu toya!" ia berseru.
432
Sakada Eio menjadi jeri, ia
balik tubuhnya, untuk
menyingkirkan diri. Ia dipegat
Keng Sim, yang menendang
padanya, lantas saja ia
terhuyung, karena dengkulnya adalah
yang kena ditendang itu.
Justru itu, datang pula samberannya
Kheng Thian. Tidak ampun lagi,
ia roboh dengan polonya
pecah berarakan.
Otonu licik, melihat kawannya
terbinasa, ia lantas lari.
Jumlah tentaranya Pit Kheng
Thian ini ada seribu lebih,
digabung menjadi satu dengan
tentaranya Tiat Keng Sim,
jumlah mereka jadi melebihkan
tentara musuh, maka itu,
sebentar kemudian, keadaan
jadi terbalik, ialah sekarang
musuh yang kena dilabrak
hingga mereka buyar dan lari
kucar-kacir, banyak yang
terbinasa dan luka.
Kheng Thian hendak mengejar,
untuk melabrak terus tetapi
Sin Cu cegah padanya.
"Lebih baik kita pergi
membantui Yap Tongnia ," Sin Cu
usulkan.
"Jangan kuatir,"
Kheng Thian mengasi
keterangan. "Aku sudah perintah Pit
Goan Kiong membawa seribu
serdadu pergi ke sana."
Sin Cu tetap berkuatir, karena
ia tahu musuh berjumlah
besar. Melihat ia sudah
menang, Kheng Thian tidak
memaksakan kehendaknya. Keng
Sim segera kumpuli
tentaranya dan menghitung.
Yang terbinasa dan terluka ada
kira-kira enam puluh orang.
Jumlah kurban ini kecil kalau
diingat hebatnya pertempuran,
tetapi ia berduka, karena ia
insaf inilah tentara nelayan
yang dilatih baik sekali oleh Seng
Hay San. Ia cekal tangannya
Sin Cu, sembari menghela napas
ia berkata: "Aku pandai
membaca kitab ilmu perang, nyatanya
kepandaian itu tidak dapat
dipakai dalam perang yang
433
sebenarnya, buktinya telah
terbinasa dan terluka begini
banyak saudara... Ah, mana aku
ada punyai muka untuk
pulang dan menemui Yap
Toako?"
Pit Kheng Thian lihat
pergaulan orang yang erat itu, tak
senang hatinya, tetapi ia bisa
mengendalikan diri. Maka sambil
tertawa lebar ia kata:
"Menang atau kalah adalah umum
dalam peperangan, buat apa kau
pikirkan itu? Kau bertentara
beberapa ratus jiwa, kau bisa
layani seribu lebih serdadu
musuh, itu pun sudah bagus!
Saudara, apakah she-mu?"
(bersambung)
CATATAN
1) hal 104, pertempuran itu
diceritakan dalam Peng Cong
Hiap Eng (Dua Musuh Turunan).
Dalam cerita tsb juga
diceritakan hubungan antara
keluarga Pit dan keluarga Thio
Tan Hong.
2) hal 125, pertikaian tiga
murid Peng Hweeshio diceritakan
dalam Hoan Kiam Kie Ceng
(Sebilah Pedang Mustika) dan
Peng Cong Hiap Eng (Dua Musuh
Turunan). Setelah sekian
lama menghilang, peta dan
harta peninggalan Thio Su Seng,
yang petunjuknya berupa
lukisan, akhirnya ditemukan oleh
Thio Tan Hong dalam cerita
Peng Cong Hiap Eng
434
PENDEKAR WANITA PENJEBAK BUNGA
(SAN HOA LIE HIAP)
Dituturkan oleh: Bu Beng Cu
Diterbitkan untuk Masyarakat
Cerita Silat
Surabaya 2008
Jilid 2
Kheng Thian lihat orang gagah,
ia menyangka Keng Sim
menduduki tempat penting dalam
tentara rakyat, ingin bergaul
erat dengannya.
Keng Sim perkenalkan dirinya,
bahwa ia datang dari Tayciu
untuk menggabungi diri dengan
Yap Cong Liu. Kemudian ia
menambahkan: "Pit
Toaliongtauw, syukur kau keburu datang.
Terima kasih untuk bantuanmu
ini."
Teng Bouw Cit lalu
memperkenalkan terlebih jauh, katanya:
"Tuan ini ada putera dari
Giesu Tiat Hong, yang di Tayciu
terkenal untuk ilmu silat dan
ilmu suratnya. Baiklah kamu
bersahabat."
"Oh, kiranya satu
kongcu..." kata Kheng Thian di dalam
hatinya seraya ia lirik anak
muda itu. Karena ia melirik, ia
dapatkan Sin Cu, yang sudah
lepaskan tangannya yang dicekal
Keng Sim, masih berdiri di
damping si pemuda. Kembali timbul
rasa tak puasnya. Maka dengan
tertawa tawar ia kata dalam
hatinya: “Ie Sin Cu ada satu
wanita gagah, kenapa dia boleh
penujui mahasiswa begini
macam?"
Berbareng dengan itu. Kheng
Thian lantas ingat bahwa
orang yang Sin Cu paling puja
adalah Thio Tan Hong, dan Tan
435
Hong pun seorang mahasiswa.
Mengingat ini, kalau tadinya ia
cuma tak senang terhadap Keng
Sim, dengan tiba-tiba saja ia
jadi bersikap
"bermusuh" terhadap pemuda itu...
Sebaliknya adalah Tiat Keng
Sim. Ia mulanya memandang
enteng kepada orang sebangsa
Kheng Thian ini, tapi setelah
kekalahannya apa yang orang
bilang, ia menyangka saja
mereka itu sahabat-sahabat
erat, dari itu, ia turut tertawa.
Malam itu semua orang bergembira,
maka juga Yap Cong Liu
melakukan keistimewaan, ialah
ia menitahkan menyembelih
belasan ekor babi untuk mereka
berpesta, guna memberi
selamat atas kemenangan
mereka.
Keng Sim telah gunai satu
ketika akan secara pribadi
menghaturkan maaf kepada Cong
Liu.
Pemimpin itu tertawa, ia kata:
"Tidak ada artinya! Aku
cuma pernah lebih sering
bentrok sama perompak kate
(pendek) itu, aku jadi
terlebih berpengalaman sedikit. Setelah
aku pikirkan, kata-katamu
tentang ilmu perang Sun Cu itu
benar beralasan. Bukankah kau
telah bilang, menurut kitab
Sun Cu itu, kalau musuh banyak
dan kita sedikit kita mesti
menyingkir dari perang
mati-matian? Aku pikir, memang satu
kali kita toh mesti bertempur
secara memutuskan dengan
musuh perompak ini! Untuk itu,
kita mesti mencari daya yang
paling menguntungi kita.
Laoko, lain kali akan aku minta kau
menutur kepadaku tentang ilmu
perang Sun Cu itu. Sudikah
kau, Laoko, menerima murid
setolol aku ini?"
Keng Sim jengah sendirinya. Ia
lihat Cong Liu pandai
merendah, meski sudah berjasa
besar, dia tidak jumawa, dia
tidak mengagulkan diri. Ia
kata: "Sekarang barulah aku insaf,
membaca kitab perang saja
masih belum berarti. Aku berlagak
pintar, aku main kunya
kata-kata Sun Cu, aku pakai bukan di
tempatnya! Pantas aku kalah.
Cuma satu hal aku minta toako
sudi menerangkan
padaku..."
436
Cong Liu tetap merendahkan
diri.
"Baiklah Tiat Siang-kong
yang memperka-takan itu, nanti
kita merunding bersama,"
ia bilang. Ia lantas saja ketahui
tabiat pemuda ini, maka itu,
ia lantas bawa lagaknya
merendah.
"Toako," Keng Sim
menanya, "kenapa kau ketahui musuh
mengatur tentara
sembunyi?"
Cong Liu bertindak ke luar
tenda sambil tertawa. Ia lihat di
luar tangsi, anak buahnya lagi
repot menyembelih babi dan
kambing, suara mereka riuh.
Jauh di atas rimba terlihat
burung-burung berter-bangan,
masih ada yang belum terbang
jauh. Ia kata: "Tadi pagi
di waktu kita memeriksa di atas
puncak, bukankah di sana
tertampak banyak burung berterbangan?"
Ia maksudkan hutang
alang-alang.
Tiba-tiba saja Keng Sim sadar.
"Ya!" sahutnya.
"Jikalau di sana tidak ada tentara
sembunyi, tidak nanti
burung-burung itu kabur terbang. Yap
Toako, kau pandai sekali
memikir!"
“Inilah tidak berarti!"
Cong Liu masih tertawa. "Setiap
orang tani mengetahui tentang
ini, aku cuma pakai itu dan
memindahkannya ke medan
perang..."
Keng Sim malu sendirinya. Ia
mengarti sekarang bahwa
kepandaian tidak terdapat di
buku saja.
Besoknya selagi berpesta, Yap
Cong Liu mengajukan usul
mengangkat Pit Kheng Thian
menjadi congciehui, yaitu
pemimpin umum, untuk pergerakan
mereka menentang
perompak kate (pendek). Ia
sendiri rela menjadi pembantu
437
saja. Tentang ini, ia sudah
mengasi penjelasan kepada
orangnya, yang tidak
menyatakan sesuatu.
Kheng Thian sangat setujui
usul itu, meskipun di mulutnya,
di muka orang banyak
berulang-ulang ia menampik. Ia
menanti saja saatnya untuk
menerima "dengan terpaksa."
Adalah justeru sejenak itu,
Keng Sim campur bicara.
"Tidak, inilah tidak
dapat!" katanya. "Yap Toako sudah
sering menempur musuh, kau
telah ketahui baik perihal
musuh itu, toako juga ada
penduduk setempat, untukmu jadi
lebih banyak yang
me-nguntungi. Kalau toako ditukar lain
orang, kendati dia pandai
sekali, dalam hal pengalaman, dia
kalah dari toako."
"Tapi Pit Toaliongtauw
mengepalai lima propinsi Utara,
sudah beratus kali dia
berperang sama tentara negeri,
pengalaman perangnya itu lebih
menang daripada aku."
berkata Cong Liu.
"Laginya dalam hal menghadapi perompak,
kita harus bekerja sama, kita
harus sering berunding. Aku
menjadi pembantunya
toaliongtauw, apakah halangannya?
Toaliongtauw beratus kali
lebih pandai daripada aku, baiklah
dia diminta menjadi pemimpin
besar."
Keng Sim tidak mau mengarti.
Ia tahu tindakannya Kheng
Thian yang bakal diambil: Lagi
sekali dia berpura-pura
mengalah, lantas ia bakal menerima.
Maka ia berkata pula:
"Memang, buat melawan
perompak kita mesti bekerja sama,
bersatu padu! Kalau begitu,
buat apa kita saling mengalah?
Laginya, berperang melawan
tentara negeri beda dengan
berperang melawan perompak
ini. Sekarang ini di pesisir dari
beberapa propinsi, siapa juga
mengetahui toako adalah
pemimpin utama tentara rakyat,
kalau toako ditukar sama lain
orang, banyak ruginya, sedikit
kebaikannya. Toako hendak
menyerahkan kedudukan, itu
tandanya toako pandai
menghormati orang sebawahan, dan
Pit Toaliongtauw suka
438
mengalah, menampik kedudukan
itu, ini pun menandakan
toaliongtauw jujur. Dua-dua
toako dan toaliongtauw adalah
orang-orang yang harus
dihargakan. Toako, sudah selayaknya
toako menerima baik penampikan
toaliongtauw, dari itu harap
toako tidak mengalah terlebih
jauh!"
Berpengaruh suaranya Keng Sim
ini, maka juga beberapa
orang, yang tadinya setuju
pemimpin mereka menyerahkan
kedudukan kepada Pit Kheng
Thian, sekarang pada menahan
pula pemimpinnya itu. Bukan
main mendongkolnya Kheng
Thian atas cegahannya Keng Sim
ini. Tentu saja ia tidak dapat
berbuat apa-apa lagi. Dasar ia
pandai membawa diri, lantas ia
tertawa lebar.
"Dasar Tiat Kongcu
seorang sekolahan," katanya,
"pandangannya menjadi
jauh dan luas, apa yang kukatakan,
telah ia mendahuluinya
menguraikan. Ya, Yap Toako, kaulah
harapan orang ramai, jangan
kau mengalah pula! Bukankah
perlawanan kepada perompak
juga bakal ada hari
penutupnya? Di belakang hari
masih banyak sekali urusan
besar dalam mana kita bisa
bergandeng tangan dan bekerja
sama!"
Mendengar ini, Sin Cu tergerak
hatinya. Ia heran. "Kenapa
Pit Kheng Thian lepehkan pula
bahpauw yang sudah masuk ke
dalam mulutnya?" ia kata
dalam hatinya. "Mungkinkah ia telah
merubah tabiatnya? Teranglah
sudah ia ada mengandung
sesuatu maksud..."
Yap Cong Liu jujur, tidak
pernah ia memikir curang, maka
itu, mendengar perkataannya
Kheng Thian itu, ia bilang:
"Kalau Pit Toaliongtauw
memaksanya, baiklah, aku terima
perintah. Toaliongtauw benar,
kecuali perlawanan kita
sekarang terhadap pemberontak,
di belakang hari masih ada
banyak urusan dalam mana kita
harus bekerja sama. Aku
lihat, baiklah atur begini
saja! Sekarang aku tetap menjadi
439
pemimpin tentara rakyat
melawan perompak, tapi
toaliongtauw mesti jadi
bengcu, kepada ikatan. Bukankah
toaliongtauw telah menjadi
bengcu di lima propinsi Utara?
Maka lain kali, akan aku
kumpulkan semua orang gagah kaum
Rimba Hijau di dua propinsi
Kangsouw dan Ciatkang supaya
mereka memasuki ikatan
toaliongtauw itu. Kalau nanti
perompak sudah dapat diusir pergi
dan pesisir aman sentosa,
kami semua suka mendengar
segala titah toaliongtauw."
Ini pun ada keinginannya Pit
Kheng Thian, tapi untuk
sesaat ia masih menampik,
setelah ia dibujuk, barulah ia
menerima, maka itu perjanjian
lantas diperkuat. Mengenai
ikatan itu, Keng Sim tidak
ketarik hati, dari itu, ia tidak campur
bicara. Ia pun tidak menyangka
bahwa Pit Kheng Thian ada
menyimpan maksud yang dalam,
bahwa Cong Liu hendak
dipakai tenaganya nanti.
Habis upacara perserikatan,
Kheng Thian tarik Cong Liu ke
samping, untuk diajak bicara
berdua saja. Mereka kasakkusuk.
Sin Cu dapat lihat kelakuan
orang itu, ia tidak dapat
menduga apa-apa, ia hanya
terkejut sendirinya tempo ia
dapatkan Cong Liu mengawasi
padanya sambil bersenyum.
"Apakah bisa jadi mereka
bukan sedang berdamai hanya
lagi membicarakan
urusan-ku?" si nona menduga-duga. Ia jadi
bercuriga. Ia memandang kepada
Kheng Thian, ia pun dapat
orang lagi mengawasi padanya.
Lantas saja ia kata dalam
hatinya: "Di antara semua
orang ini, yang ketahui aku wanita
cuma Pit Kheng Thian dan Pit
Goan Kiong, jikalau mereka itu
membuka rahasia, terang sudah
tidak dapat aku berdiam lebih
lama pula di sini."
Hatinya si nona menjadi lega
pula kapan kemudian ia
dapatkan Cong Liu bicara terus
secara wajar, terhadapnya
pemimpin itu tidak mengubah
sikap.
440
Semenjak perginya Seng Hay
San, Ie Sin Cu berdiam di
dalam sebuah tenda bertiga
bersama Thio Hek dan Tiat Keng
Sim, tetapi malam itu, Yap
Cong Liu menitahkan orangnya
membangun tiga tenda lagi,
terus dia minta si nona dan Keng
Sim masing-masing menempati
sebuah tenda, sebuah tenda
lagi untuk Pit Kheng Thian.
Thio Hek tetap menempati tenda
yang lama. Alasan dari ini
adalah supaya masing-masing
merdeka.
Keng Sim paling senang kalau
orang hargakan padanya, ia
senang dengan ini cara
perlayanan. Sin Cu tapinya bercuriga.
Dia halus perasaannya, lantas
dia dapat menduga inilah pasti
ada buahnya kasak-kusuk Kheng
Thian dengan Cong Liu tadi.
Dia menjadi tidak puas. Dia
anggap Kheng Thian kurang
terhormat. Di lain pihak, dia
senang mendapatkan sebuah
tenda. Memang dia kuatir,
kalau lama-lama tinggal bersama
Keng Sim, pemuda itu nanti
curigai atau pergoki dia. Maka itu
dengan gembira dia
menghaturkan terima kasih kepada Cong
Liu.
Cong Liu telah mengatur pula
pasukannya dengan rapi, ia
pun berserikat sama tentara
rakyat di lain-lain tempat. Selama
itu, dia menjadi repot sekali.
Pula selama itu, sikapnya
terhadap Sin Cu tidak pernah
berubah, hingga si nona raguragu
kalau orang telah mengetahui
rahasia penyamarannya
itu.
Lewat setengah bulan, selesai
sudah segala pengaturannya
Cong Liu, perhubungannya
dengan lain-lain pasukan rakyat
pun sudah erat, maka mulailah
ia menggeraki pasukan
perangnya menggempur kawanan
perompak. Dalam beberapa
kali pertempuran, musuh bisa
didesak balik ke arah pesisir,
sampai di Seeouw, sepuluh lie
dari tepi laut. Di sini perompak
itu dapat bertahan sebab
mereka dapat bantuan serombongan
ronin, yang baru tiba dari
negerinya.
441
Selagi kedua pihak berhadapan,
Cong Liu ambil sikap
mengacip atau mengurung,
hingga jalanan keluar musuh
tinggallah jalan ke tepi laut.
Secara begitu, mereka tidak dapat
molos ke lain wilayah di mana
mereka dapat mengacau pula
rakyat pesisir. Di saat Cong
Liu hendak menjanjikan satu hari
yang memutuskan, tiba-tiba
saja datanglah utusan perompak,
terdiri dari dua orang, yang
mengajak pihak tentara rakyat itu
mengirim wakil untuk
menghadiri pesta mereka, katanya pesta
musim rontok, di waktu mana
sekalian diadakan pertandingan
besar. Di akhirnya ditegaskan,
apa pihak tentara rakyat itu
suka mengambil bagian.
Membaca surat undangan itu,
Keng Sim tidak puas
terhadap bunyinya. Terang
surat itu mesti ditulis oleh satu
pengkhianat, yang menyerah
kepada pihak perompak itu. Ia
lantas jelaskan bunyinya surat
kepada Cong Liu semua.
"Mereka mengundang kita
mengadu kepandaian, pasti
mereka mengandung maksud tidak
baik," Keng Sim
mengutarakan dugaannya.
"Di jaman Cun Ciu dahulu,
memang biasa terjadi, selagi
kedua negara berperang,
peperangan suka ditunda, ialah
di musim rontok, untuk kedua
pihak turut ambil bagian dalam
pertandingan memanah sambil
menunggang kuda. Sekarang
mereka gunai alasan ini, untuk
menunda pertempuran, buat
mengadu kepandaian dengan
lain cara. Dulu orang
berperang saudara, sekarang lain, malah
sekarang, yang berperang bukan
pemerintah Nippon sendiri,
hingga tidak dapat kita
menerima mereka sebagai musuh
resmi. Menurut pikiranku, baik
kita jangan perdulikan surat
undangan ini dan si utusan
kita rangket masing-masing lima
puluh rotan, habis kita usir
mereka!"
"Bagus kau masih ada
punya kesabaran untuk berbicara
panjang lebar," berkata
Pit Kheng Thian. "Paling benar robek
saja suratnya itu!"
442
Yap Cong Liu berpikir.
"Memang perompak kate
(pendek) banyak akal bulusnya,"
berkata ia, "tetapi
tenaga kita cukup, tidak usah kita berkuatir.
Aku pikir, dia menggunai akal,
kita baik menggunai akal juga,
ialah akal lawan akal. Artinya
kita terima undangannya dan
pergi mengambil bagian dalam
pertandingan itu."
"Toako ada punya daya
apa?" Keng Sim tanya.
Cong Liu bersenyum.
"Kita lihat gelagat saja!"
sahutnya. "Sekarang kita kirim
wakil kita, yang nyalinya
besar, yang umpama kata dapat
membuka jalan dan menyingkir
dari kurungan seribu atau
selaksa serdadu musuh..."
"Kalau begitu, aku suka
pergi bersama saudara Ie Sin Cu!"
Keng Sim paling dulu mencatatkan
namanya.
Kheng Thian melirik kepada
anak muda itu, ia tertawa.
"Tiat Siangkong, ini
urusan mengadu jiwa!" katanya. “Ini
tak dapat dibanding dengan
membuat syairmu..."
Tidak senang Keng Sim
mendengar suara itu, air mukanya
sampai berubah.
Cong Liu dapat lihat roman
orang, ia segera campur bicara.
"Tiat Kongcu lie hay,
pastilah dia tidak bakal gagal,"
katanya. "Laginya ada
baik apabila yang pergi lebih banyak
lagi. Pit Toako, apakah kau
ada minat mengikut pergi, untuk
turut ambil bagian? Dengan kau
turut, segala apa pasti
menjadi terlebih baik
lagi."
443
Mulanya tidak ada niatnya
Kheng Thian untuk mengambil
bagian, tetapi mendengar Keng
Sim hendak pergi bersama Sin
Cu dan si nona setuju, ia
menjadi jelus, ingin ia segera
memberikan namanya, hanya malang
malang sama
kedudukannya sebagai bengcu,
terpaksa ia diam saja.
Sekarang Cong Liu membuka
suara, ia lantas gunai ketikanya
itu.
"Toako menitahkan aku,
mana berani aku membantah?" ia
memberi alasan.
Habis ini ditetapkan lagi dua
nama, ialah Teng Bouw Cit
dan The Kan Louw, dua pemimpin
sebawahan dan tauwbak
tentara rakyat. Jawaban
diberikan kepada utusan musuh
bahwa besok mereka akan
memenuhi janji.
Demikian besoknya, Keng Sim
berlima pergi ke tempat
musuh, yang berupa sebuah
lapangan terbuka di tepi laut.
Gelanggang luas tetapi seperti
penuh oleh beberapa ribu
perompak kate (pendek). Di
tengah gelanggang terlihat
belasan jago Nippon tengah
berlatih. Mereka ini lantas
menyambut tetamu-tetamunya.
Seorang, yang rupanya menjadi
kepala, yang bertubuh
tinggi besar, mengulurkan
tangannya, sembari dia berkata
dalam bahasanya:
"Orang-orang gagah Tiongkok harus dipuji,
marilah kita bersahabat!"
Kheng Thian majukan dirinya ke
depan, ia sambut tangan
orang itu. Ia meyakinkan
tenaga kimkong cie, ingin ia
membejak tangan lawan hingga
tulang-tulang tangannya
remuk, tetapi waktu ia
memencet, ia merasakan jeriji orang
bagaikan jari besi. Tentu saja
ia menjadi heran.
Di pihak lain, tuan rumah pun
terperanjat. Ia adalah Ishii
Taro, seorang dan ke delapan
yang baru tiba dari negerinya,
444
yang liehay yudo dan kendonya,
sedang tubuhnya kebal, kuat
bagaikan baja atau besi akibat
latihan semenjak dari kecil
tubuhnya direndam obat. Ia pun
ingin menghancurkan tangan
tetamunya, ia menjadi kaget
merasakan tangan orang keras
sekali, jari tangannya
terasakan sakit. Maka lekas-lekas ia
lepaskan cekalannya dan
menarik pulang tangannya itu. Ia
tapinya penasaran, ingin ia
berjabat tangan sama Sin Cu.
"Tak usah pakai adat
peradatan!" berkata si nona, yang
tetap menyamar sebagai pemuda
sambil tertawa manis,
berbareng dengan mana sebelah
kakinya menjejak sepotong
batu di depannya, hingga batu
itu hancur.
Ishii dapat lihat itu, ia
terkejut.
"Benarkah pemuda tampan
dan halus ini lebih liehay dari
pada kawannya si tubuh kasar
ini?" tanya ia dalam hatinya.
Karena ini, ia batal mencoba
tenaga tangannya si nona. Ia
tidak menduga Sin Cu
sebenarnya menggunai akal, karena
nona ini tak sudi berpegang
tangan dengan tangannya yang
kasar dan berbulu. Sin Cu
memang mengenakan sepatu yang
berlapisan besi, dan gerakan
kakinya dibarengi sama aksi
seperti ia salah angkat kaki
dan terjerunuk.
Tanpa banyak bicara lagi,
Ishii pimpin tetamu-tetamunya
ke tengah gelanggang di mana
ada seorang, yang roman atau
sikap dedaknya menyolok mata
sekali. Kedua pempilingannya
naik, romannya jelek, sepasang
matanya tajam bersinar.
“Inilah wasit dalam
pertandingan ini," Ishii
memperkenalkan. “Ia ada
Hasegawa, dan ke sembilan paling
terkenal di negeri kami!"
Diam-diam Keng Sim beramai
terkejut. Tidak disangka
musuh mendatangkan jago dan ke
sembilan. Maka bisa di
mengerti liehaynya jago ini.
445
Hasegawa ini bersikap
temberang. Dia ada dan ke
sembilan, dia tak ingin turut
dalaan pertandingan, dari itu dia
angkat diri sebagai wasit,
untuk memimpin pertandingan. Dia
mengangguk acuh tak acuh.
"Bagus!" katanya.
"Sekarang ini kita tengah berlatih, yang
menang sampai sekarang ini ada
Konu Saburo, maka siapa di
antara kamu yang hendak
bertanding dengannya?"
Dia omong Nippon, lantas ada
yang salin.
Teng Bouw Cit kata pada Pit
Kheng Thian: "Lainnya ilmu
silat aku tidak mengarti,
untuk tenaga, aku mempunyai
beberapa kati, coba aku yang
melayani dia." Lantas ia tindak
meng-hampirkan Konu Saburo.
Cuma saling mengangguk saja,
kedua jago itu sudah lantas
mulai bertempur. Mereka
bergulat. Tiba-tiba saja, Bouw Cit
kena dibanting. Semua orang
Nippon bersorak-sorai.
Keng Sim mengkerutkan kening,
pikirnya: "Teng Bouw Cit
ada hutongnia, kenapa dia
begini tidak punya guna?" Ia
menjadi masgul.
Bouw Cit terbanting untuk
segera merayap bangun, untuk
bergulat pula. Lagi sekali ia
kena dirobohkan, tapi lekas juga ia
berbangkit pula akan menantang
lagi. Kejadian ini diulangkan
hingga tujuh delapan kali.
Konu kewalahan sedang
maksudnya adalah membikin
terluka musuh, agar dia tak
dapat berbangkit pula. Bouw Cit
sebaliknya satu jago gwakee,
bahagian luar, dan selama
bekerja sebagai kuli tambang
beberapa puluh tahun tubuhnya
jadi kuat dan ulat sekali,
baru dibanting pulang pergi sebagai
itu, ia bagaikan baru merasa
gatal. Ia tidak lantas dinyatakan
446
kalah, sebab menurut aturan
pertandingan itu, siapa
terbanting dan dapat lompat
bangun pula, dia berhak untuk
melanjuti bergulat.
Lagi sekali mereka bergulat.
Hati Konu keder sendirinya.
Bouw Cit sebaliknya tetap
tabah. Kali ini ia dapat mencekal
kedua lengan lawannya, sembari
berseru, ia kerahkan
tenaganya. Segera tubuh Konu
terlempar, jatuh terbanting.
Malang untuknya, kepalanya
mengenai batu, kepala itu
berlobang dan mengeluarkan
darah, maka juga jangan kata
berlompat bangun, bergeming
pun ia tidak dapat.
Pihak Nippon kaget, mereka
bersuara riuh. Lalu seorang
masuk ke kalangan seraya
memutar goloknya dan berseru:
"Lebih baik kita gunai
senjata tajam!"
Ie Sin Cu tertawa haha hihi,
ia bertindak masuk ke dalam
gelanggang. Ia tidak menghunus
pedangnya, ia hanya
loloskan angkinnya, ialah ikat
pinggang terbuat dari sutera.
Pihak tuan rumah menjadi
heran, tidak kecuali jagonya,
yang memegang golok itu, ialah
Koso, dan ke tujuh. Ia heran
menyaksikan si pemuda
memutar-mutar angkinnya itu.
"Eh, kau bikin apa?"
tegurnya.
"Bukankah kamu yang
bilang hendak mengadu
kepandaian?" Sin Cu
membaliki.
"Kalau begitu kenapa kau
tidak menghunus pedang?"
"Menurut aturan
bertanding bangsaku, untuk mengadu
kepandaian kita mesti melihat
pihak lawan," sahut Sin Cu
tenang, "setelah itu baru
kita tetapkan cara me- layaninya.
Untuk melayani kau? Tidak ada
harganya untuk aku
447
menghunus pedang!..." Ia
putar pula angkin-nya, hingga
berkibar dan melilit. “Inilah
senjataku!" ia tambahkan sambil
tertawa.
Pembicaraan mereka selalu
diterjemahkan tukang salin,
karenanya, sifat mengejek dari
Sin Cu menjadi kurang hebat,
dia melainkan dapat dilihat
dari aksinya, maka itu Koso
merasa bahwa orang pandang tak
mata kepadanya. Ia
menjadi gusar sekali.
"Baik, pakailah
sabukmu!" dia membentak, lantas goloknya
menyabat, cepat dan bengis.
"Hure!" bersorak
jago-jago Nippon.
Sin Cu berlaku ayal-ayal
gesit, ialah tepat golok hampir
mengenakan dadanya, baru ia
berkelit. Bagus gerakan
tubuhnya, yang lemas tetapi
sebat.
Keng Sim kagum hingga ia
berseru memuji nona itu. Tapi
segera ia dapat perasaan aneh,
hingga ia kata di dalam
hatinya: "Gesit tetapi
halus dan lemas sekali tubuh saudara Ie
ini, kenapa dia mirip sama
gerak-geriknya satu nona?" Karena
ini, kalau tadinya ia tidak
mencurigai apa-apa, sekarang ia
menjadi berpikir. Ia ingat
tidak pernah orang membuka baju
luar dan di waktu mandi, Thio
Hek dan ia selalu diminta
menanti di luar. Ia mau
percaya atas kebiasaan orang akan
tetapi sekarang? Karena
berpikir, ia menjadi diam saja.
Justeru itu ia dapatkan Pit
Kheng Thian memandang
kepadanya dengan mata dibuka
lebar, ia terperanjat. Ia pun
lantas mendapat dengar sorak
yang ramai.
Nyata Sin Cu untuk kedua kali
berkelit secara manis dari
bacokan lawannya.
448
Segera datang serangan yang
ketiga kali dari Koso. Itulah
ilmu silat golok
"Sufu" atau "Angin Keramat." Sinar golok
berkilauan. Sin Cu seperti
kena dikurung kiri kanannya, ke
mana tubuhnya berkelit, ke
situ golok menyusul.
Dengan gerakannya "Burung
ho mencelat ke langit," Sin Cu
berloncat tinggi beberapa
kaki, dengan begitu golok lewat di
bawah kakinya ketika Koso
menyerang ia yang terakhir.
Kembali sorak ramai, juga dari
pihak lawan, karena mereka
ini belum pernah menyaksikan
cara berlompat demikian indah.
Belum lagi Koso sempat menarik
goloknya, Sin Cu sudah
turun menaruh kaki sejarak
setombak lebih dari padanya.
Nona kita bersenyum, sabuknya
dikibaskan. Ia berkata: "Tiga
kali sudah kau menyerang,
sekarang datang giliranku!"
Kata-kata ini sudah lantas
dibuktikan.
Koso membabat, tetapi sabuk
melayang lewat, lalu kembali,
maka ia terus ulur tangan
kirinya, guna menyambar, niatnya
untuk membetot. Ia berlaku
sangat cepat tetapi buktinya,
sabuk terlebih cepat pula,
tidak dapat ia mencekal. Setelah itu,
ikat pinggang itu menyambar
pula.
Berulang-ulang Koso disambar pergi
datang, ia menangkis,
ia gagal. Ia mau menangkap, ia
gagal pula. Sabuk menyambar
berulang-ulang, tidak pernah
mengenai sasarannya, akan
tetapi dengan begitu Koso
repot sendiri, hingga sebentar
kemudian, ia bermandikan
keringat.
Di matanya para hadirin, sabuk
Sin Cu bergerak bagus
sekali, manis untuk ditonton,
di mata Koso, hebatnya bukan
main, karena saban-saban ia
terancam bahaya bakal kena
disambar dan dililit. Kalau ia
kena menjadi sasaran, pasti
celakalah ia. Paling untung ia
bakal terlempar tubuhnya. Lagi
449
sesaat, dari bermandikan
peluh, Koso menjadi pusing
kepalanya dan kabur matanya.
Terlalu hebat mesti mengikuti
gerak-geriknya sabuk, ia mesti
berputaran tak tuasnya.
Ie Sin Cu terdengar tertawa
terkekeh, lalu itu ditutup
dengan seruannya: "Kena!"
Kali ini sabuk menyamber
golok, golok lantas ditarik keras.
Terlepaslah senjata itu dari
tangannya Koso, terus terlempar
tinggi, hingga sinar peraknya
berkilauan di antara sorot
matahari, memperlihatkan suatu
bayangan. Cepat terbangnya
golok itu, cepat juga melayang
turunnya. Orang semua kaget,
ada di antaranya yang mencoba
menyingkir. Tapi golok jatuh
lempang ke arah Koso sendiri.
"Hebat!" memuji Keng
Sim. Ia mendapatkan sabuk Sin Cu
bukan cuma membuatnya golok
terpental, itupun diberikuti
ilmu melepas senjata rahasia.
Tidak demikian golok tak akan
kembali ke arah pemiliknya.
Sin Cu pandai menggunai
kimhoa, bunga emasnya, dan kali
ini, golok Koso ia terbangkan
menuruti gerakan ilmunya itu
melepas senjata rahasia, maka
golok turun menyamber
menuruti kehendaknya. Itulah
kepandaian ajarannya In Lui
yang liehay.
Sampai di situ orang lantas
dengar satu suara tertawa yang
rada luar biasa, segera
terlihat munculnya seorang Nippon,
yang terus mendekati
gelanggang. Dia membawa sehelai
tambang, yang ujungnya dikalak
hidup, tambang itu segera
diayun, dilemparkan ke arah
golok, maka sekejap saja, golok
itu kena disambar, terus
ditarik. Di lain saat, goloknya Koso
sudah berada di dalam
genggamannya.
Keng Sim kagum untuk caranya
menggunai bandring atau
lasso itu. Tapi itu pun
menjadi tanda, pihak Nippon tidak dapat
450
dipandang ringan, di antara
mereka itu ada orang-orang yang
liehay.
Pihak Nippon bersorak-sorai,
antaranya ada yang menyebut
nama jagonya itu. Keng Sim
mengarti bahasa orang, maka
tahulah ia, pelempar lasso
jempolan itu bernama Kagawa
Ryuki, dan ke delapan. Dalam
bala bantuan Nippon itu ada
satu jagonya dari dan sembilan
dan dua dan delapan. Dan
sembilan ialah Hasegawa, dia
tidak turun bertanding. Dan
delapan yakni yang satu adalah
penyambut tetamu tadi, Ishii
Taro, dan yang lainnya Kagawa
Ryuki ini. Mereka ini berdua
disiapkan untuk melawan musuh
paling tangguh, mereka
bakal keluar di saat terakhir,
siapa tahu, dua kali pihak
lawannya menang beruntun dan
Sin Cu mempertontonkan
sabuknya yang liehay itu
hingga mau atau tidak, Kagawa
mesti lantas maju.
Setelah menanggapi golok,
Kagawa Ryuki lilitkan lassonya
di lengannya.
"Mari kita
mencoba-coba!" dia menantang. "Kau boleh
gunai senjata apa kau suka,
aku siap sedia untuk
melayaninya!"
Penterjemah segera salin
kata-kata yang menantang itu.
Belum lagi Sin Cu memberikan
jawabannya, tahu-tahu
sabuknya telah disambar lasso
orang dan terus ditarik, hingga
ia kena terbetot dua tindak.
Ia menjadi kaget sekali.
Kagawa tidak berhenti sampai
di situ. Dia tertawa terkekeh,
tetapi tangan kirinya
bergerak. Dengan begini dia
membuatnya lassonya, yang
panjang tiga tombak lebih,
menjadi pendek. Di pihak lain,
dengan satu gerakan yang
menyusuli itu, dia membuatnya
golok Koso di tangannya
melesat menyambar lawan!
451
Semua gerakan terjadi cepat
bagaikan kilat berkelebat,
tetapi juga Sin Cu tidak mau
menyerah kalah. Setelah kena
terbetot, hatinya menjadi
tenang dan mantap. Bagaikan kilat
ia bergerak, sebelah tangannya
turut bergerak pula, lalu
"Tas!" putuslah
lassonya Kagawa sebelum lasso itu sempat
ditarik pulang. Sekarang orang
lihat di tangan Sin Cu terdapat
sebuah pedang pendek yang
tajam mengkilap.
Tubuhnya Kagawa berputar,
lantas golok Nippon itu
terkutung dua, karena Sin Cu
kembali menggunai pedangnya
yang tajam itu. Tapi ia pun
bukannya tidak berkurban. Ujung
sabuknya kena disambar musuh,
yang menariknya keras
sekali, hingga sabuk itu
putus!
Kegagalan Kagawa ini
membuatnya masgul dan malu,
hingga ia berdiri diam di
pinggiran gelanggang itu.
Sin Cu putus sabuknya tetapi
ia merasa puas sekali.
"Awas!"
sekonyong-konyong terdengar peringatannya Keng
Sim.
Nona Ie terkejut, sebab
tahu-tahu Kagawa, dengan
sebatang golok, sudah
menerjang tanpa tanda apa juga.
Sedang barusan saja dia
berdiri diam. Sin Cu boleh gagah
tetapi dalam hal pengalaman
dan kelicinan, ia kalah dari
lawannya ini, yang sebagai dan
delapan, telah ulung dalam
pelbagai pertempuran. Dia
berdiam hanya menggunai akal,
setelah lihat lawannya alpa,
dia lantas membokong. Dia
membekal goloknya yang tajam,
sedang tadi dia pakai
goloknya Koso.
Kaget Sin Cu mendengar
suaranya Keng Sim. Syukur ia
tabah dan dapat berlaku tenang
dan gesit. Tidak ada jalan
lain, ia lantas melenggak
sebatas pinggang, berkelit dengan
452
gerakan "Jembatan papan
besi," rambutnya hampir
mengenakan tanah. Dengan
begitu, golok lewat cuma sedikit
di atasan mukanya.
Kembali riuh sorak-sorainya
pihak Nippon, yang bergembira
berbareng menganjurkan
jagonya.
Tentu sekali nona kita menjadi
mendongkol sekali. Ia
menekan ujung pedangnya tanah.
Selewatnya golok di
mukanya, ia geraki kedua
kakinya, untuk berlompat bangun,
untuk berdiri pula, sembari
berlompat, tangannya diayun.
Dengan ujung pedangnya ia
membabat lengan lawannya itu.
Kagawa pun sebat sekali, dapat
ia berkelit, cuma karena
ayal sedikit, ikat
pinggangnya, sehelai ban kulit, kena
terlanggar ujung pedang hingga
putus.
"Bagus!" berseru Pit
Kheng Thian, nyaring suaranya, hingga
ia membuatnya pihak Nippon
bungkam, sedang tadi mereka
girang bukan kepalang, suara
mereka sangat riuh. Selagi
Kheng Thian berteriak itu,
teriakannya Keng Sim telah
menyusulinya.
"Celaka!" demikian
suaranya si orang she Tiat ini.
"Apa?" tanya Kheng
Thian kaget, suaranya pun tergandet.
Nyatanya Kagawa Ryuki tidak
berhenti sampai di situ. Ia
belum mau menyerah kalah.
Dengan tiba-tiba tangan kirinya
menyambar lengan Sin Cu,
tangan kanannya, yang memegang
golok, membacok ke pundak si
nona.
Sebenarnya Sin Cu hendak
membikin kutung golok lawan,
ia cuma berhasil memutuskan
tali pinggang saja, sekarang ia
dibarengi lawannya itu ia terancam
bahaya. Dalam hal ilmu
golok, Kagawa ada jago nomor
tiga di negerinya. Ilmu
453
goloknya itu pun dapat dipakai
menyerang terus menerus.
Inilah justeru hebatnya.
Dengan terpaksa Sin Cu
berkelit sambil mengentak
tangannya dengan tiba-tiba,
dengan begitu ia menjadi lolos
dari bahaya, tetapi waktu ia
hendak membalas menyerang, ia
segera dirabu, dihujani
bacokan-bacokan yang dahsyat sekali.
Ia menjadi repot membela diri.
Dengan begitu, ia menjadi
terdesak.
Kagawa menang di atas angin
tetapi ia tidak dapat lantas
merebut kemenangan terakhir.
Sia-sia saja rangsakannya itu,
percuma beberapa puluh
bacokannya, tidak ada satu yang
mengenai sasarannya.
Maka kemudian ia campur pakai
ilmu silat "Tanpa golok."
Artinya ia bisa berkelahi
dengan tangan kosong dan dengan
tangan kosong itu dapat
merampas senjata musuh. Ini ilmu
mirip sama ilmu "Tangan
kosong memasuki rimba golok" dari
ilmu silat Tionghoa, melainkan
cara bergeraknya yang
berlainan.
Nona Ie kena didesak,
karenanya, ia mengandal kepada
keringanan tubuhnya, kepada
kegesitannya berkelit atau
bergerak.
Menampak pihaknya kembali
menang di atas angin, orangorang
Nippon membuka pula suaranya,
untuk memuji
jagonya, buat membantu
menganjurkan semangat orang.
Keng Sim dan Kheng Thian mulai
berkuatir untuk Sin Cu.
Orang pun terdesak.
Sin Cu tapinya tidak terdesak
hingga ia tidak berdaya.
Melainkan sebentar saja ia
kalah angin, atau segera terjadi
perubahan pula. Ialah di dalam
rangsakannya Kagawa, ia
454
terus bergerak cepat, melesat
sana dan melesat sini, saban ia
berada dekat lawannya, ia
mulai main menotok. Perubahan ini
membuat hatinya Keng Sim dan
Kheng Thian menjadi lega.
Biar bagaimana, Sin Cu adalah
muridnya Thio Tan Hong, ia
pun cerdas sekali dengan
melihat keadaan, ia lekas dapat
mengimbanginya. Ia mencari
bahagian-bahagian yang lemah
dari musuh. Biar bagaimana
sebat orang mainkan goloknya, ia
masih menang lincah, maka
kemenangan bahagian ini ia
pergunakan. Ia berkelebatan
menggunai ilmu silat ajaran In
Lui ialah "Menembusi
bunga mengitarkan pohon."
Ilmu silat In Lui ini
berdasarkan gerakan tubuh
"memindahkan wujud,
menukar kedudukan," tubuh bergerak
seperti menari, cepat dan
halus, menarik dipandangnya. Keng
Sim menjadi sangat ketarik
hatinya, hingga ia memuji.
Mendengar ini, Kheng Thian
mengkerutkan alisnya dan
mengawasi orang dengan mata
tajam...
Kagawa juga bukan seorang
bodoh. Ia tidak mau mengikuti
orang berputaran secepat itu,
sebaliknya ia gunakan
kecepatannya di lain pihak.
Ialah ia menyerang dengan
bengis, maksudnya untuk
mendahului turun tangan dengan
berhasil.
Beberapa puluh jurus lewat
pula. Habis ini, Sin Cu nampak
kendor gerakannya.
"Kau berputaran pesat
sekali, tenagamu habis sendirinya,"
pikir Kagawa. Ia lantas
menanti ketika yang baik, atau
mendadak ia membacok hebat.
Kelihatan tubuh Sin Cu
terhuyung ke depan, seperti yang
hendak jatuh. Melihat itu,
semua orang Nippon sudah lantas
bersorak. Belum lagi suara
mereka berhenti, atau suara "Buk!"
455
menyusulnya, terlihatlah tubuh
Kagawa yang besar itu
terlempar dan terbanting
setombak lebih, goloknya pun
berada di tangan lawannya,
yang terus mematahkannya
menjadi dua potong. Sin Cu
telah menggunai tipu daya, selagi
ia disusuli serangan, ia
mendak berkelit, tangannya menotok
jalan darah kwangoan hiat dari
musuh, hingga sejenak saja,
kaku tubuh Kagawa, dengan
begitu, setelah goloknya
dirampas, tubuhnya itu ditolak
naik dengan kaget dan keras.
Sampai dia telah terbanting.
Kagawa masih tidak mengarti
akan kekalahannya itu. Pihak
Nippon menjadi heran dan
membuatnya berisik, lalu satu
di antaranya majukan diri,
untuk menantang berkelahi.
Dialah Ishii Taro, dan delapan.
Pit Kheng Thian tahu Nippon
ini mesti lebih liehay daripada
Kagawa, ia berniat maju guna
menggantikan Sin Cu, tapi
belum lagi ia maju, ia ingat
di sana masih ada Hasegawa dan
sembilan. Sebagai
toaliongtauw, kepala ikatan, pantas kalau ia
melayani dan sembilan itu. Ia
cuma tidak tahu aturan
bertanding cara Nippon, kalau
bukan sama tingkat, dan
sembilan tidak dapat turun
tangan.
Tengah Kheng Thian bersangsi
itu, Keng Sim telah
bertindak ke gelanggang. Ia
mejadi girang berbareng
berkuatir. Kata ia di dalam
hatinya: “Ishii Taro sebanding
dengan aku, mana Keng Sim bisa
menjadi tandingannya?"
Sejenak kemudian ia berpikir
pula: "Pihak kita sudah menang
tiga babak, kalah satu babak
tidak apa. Biarlah ini anak
sekolah tolol dapat bagiannya,
supaya lenyap
temberangnya!..."
Ishii Taro dan Keng Sim sudah
lantas bertanding. Hebat
pukulannya Ishii berat dan
dahsyat anginnya. Di depan dia,
Keng Sim berlaku ringan dan
gesit. Setelah belasan jurus dan
merasa mengetahui ilmu silat
orang, Keng Sim mulai
456
mendesak, kedua tangannya
keluar saling susul dengan
lincah.
Pihak Nippon kembali menjadi
heran. Mereka agulkan ilmu
silat golok mereka paling
jempol, sekarang mereka lihat orang
yang bisa melayani jago mereka
itu. Hebat keduanya saling
serang.
Beberapa waktu lagi telah
lewat. Tiba-tiba terdengar
seruannya Keng Sim:
"Kena!" Dan bebokongnya Ishii kena
ditepuk, hingga jago itu
terhuyung. Dia tidak roboh. Cepat
sekali dia menahan tubuhnya,
terus dia membalik diri dan
tertawa. Adalah itu waktu,
mendadak dia membalas
menyerang.
Keng Sim menyerang tetapi
ialah yang merasakan
tangannya sakit. Ia seperti
menghajar besi. Tentu saja,
karenanya ia terkejut atas
datangnya serangan, yang dimulai
dengan suara tertawa.
Lekas-lekas ia berkelit ke kiri, sikutnya
diangkat naik, dengan begitu,
pundaknya cuma terbentur
sambil lalu, ia hanya
terhuyung sedikit.
Ishii heran bukan main, sedang
ia percaya ia bakal
menghajar ringsak musuhnya
ini.
Sekarang Keng Sim tahu orang
kuat dan kebal, rupanya
kekebalan itu sama dengan
Kimciongtiauw atau Lonceng Emas
atau Tiatpousan atau Baju
Besi. Sementara Ishii ingat akan
ilmu silat Tionghoa bahagian
dalam, Iweekang, yang
keistimewaannya gesit dan
dapat meminjam tenaga lawan. Ia
pikir: "Siapa nyana
mahasiswa lemah ini sempurna ilmu
dalamnya..." Meski dia
memikir begitu, dia tidak jeri. Dia
percaya betul ketangguhan
tubuhnya sendiri.
Segera keduanya bergebrak
pula. Setelah beberapa puluh
jurus, beberapa kali Keng Sim
dapat menghajar tubuh
457
lawannya, tidak dapat ia
membuat orang roboh atau
kesakitan, hanya ia sendiri
yang merasa tangannya sakit.
Percuma saja serangannya itu,
ia malah membikin Ishii murka
dan berkaokan. Ia sendiri dua
kali kena diserang tetapi ia
dapat mengegos tubuhnya, ia
lolos dari bahaya.
Setelah lagi beberapa jurus
mereka masih tetap seri,
mendadak Keng Sim lompat
keluar kalangan seraya berseru
dalam bahasa Nippon:
"Tahan!"
"Kenapa?" Ishii
tanya.
"Bukankah kita seri
saja?" Keng Sim balik menanya.
"Benar."
"Kalau begitu percuma
kita bertanding terus, tidak ada
artinya."
"Habis kau hendak
menyudahi saja? Tidak, tidak dapat!
Pihakmu telah menang tiga kali
dan kali ini belum ada
keputusannya."
"Dengan bertempur secara
begini, tidak bakal ada
akhirnya." Keng Sim bersenyum.
"Habis kau ingin berbuat
apa?" Ishii menegaskan.
"Baik kita gunai lain
cara. Kau pukul aku tiga kali, aku pukul
kau tiga kali juga. Di waktu
aku hajar kau, kau tidak dapat
berkelit, kau tidak boleh
membalas. Demikian juga aku."
"Tapi, kalau tetap tidak
ada yang kalah juga?"
"Usul aku yang majukan,
kalau kita seri, anggaplah aku
yang kalah," Keng Sim
kasi kepastian.
458
Ishii girang, ia terima baik
cara bertanding begini. Ia benar
tangguh tetapi setelah kenyang
dihajar lawannya, sedikitnya ia
merasakan sakit juga di tubuh
bagian dalamnya, hingga ia
pikir: "Kalau aku terus
bertempur, mungkin aku akhirnya
kalah. Syukur dia adalah satu
telur busuk!" Lantas dia tanya:
"Siapa yang memukul lebih
dulu?"
Keng Sim tertawa ketika ia
memberikan jawabannya: "Kami
ada bangsa terhormat dan
menghormati tetangga, maka
pastilah sekali suka aku
mengalah untuk kau yang memukul
lebih dulu." Ia lantas
gunai kakinya membuat guratan bundar
di tanah, dua lingkaran, untuk
mereka seorang satu. Ia pun
menambahkan: "Siapa yang
keluar dari lingkaran dia pun
terhitung kalah."
"Bagus!" seru Ishii.
"Aku berterima kasih yang kau suka
mengalah."
Keduanya lantas mengambil
lingkarannya masing-masing,
berdiri berhadapan. Ishii
bernapsu sekali, segera ia ayun
kepalannya dan menyerang. Ia
mengarah muka orang. Ia
pikir: "Biar Iweekang kau
liehay, kau toh tidak bisa
melatihdirimu menjadi
berkepala besi!"
Keng Sim mendak, maka kepalan
lewat di atasan embunembunannya.
Hebat serangan Ishii, karena
ia tidak mengenai sasarannya,
tubuhnya maju ke depan hampir
roboh. Keng Sim sebaliknya
berdiri diam, tubuhnya tidak
miring, kakinya tidak bergerak,
maka itu bukan dinamakan
berkelit.
"Masih ada dua
lagi!" kata Keng Sim sambil tertawa. "Kau
incarlah biar tepat!"
459
Ishii pikir perkataan orang
benar, ia harus mengincar biar
betul. Keng Sim sudah lantas
mengerahkan tenaga dalamnya,
ia pasang dadanya. Ishii
memasang mata, terus ia
menyerang. Kesudahannya, ia
menjadi sangat heran, ia
seperti menghajar besi,
kepalannya itu mental balik.
"Tubuhnya kuat seperti
besi, seperti tubuhku saja,"
pikirnya.
"Nah, tinggal satu
lagi!" berkata Keng Sim tertawa. "Kau
hajarlah!"
Ishii tidak membilang suatu
apa, sembari menekuk
dengkul, untuk memasang
kuda-kuda, ia menyerang perut
lawannya. Ia telah kerahkan
tenaganya. Ia pikir, perut lemah,
tidak nanti perut dapat
dibikin kuat seperti besi. Ketika
kepalannya mengenai
sasarannya, kembali ia terkejut. Kepalan
itu seperti memukul kapok,
lalu kena tersedot. Belum lagi ia
sempat menarik pulang
kepalannya itu, Keng Sim sudah
mengeropos semangatnya,
perutnya dibikin melem-bung
kaget. Maka Ishii kena
tertolak keras, dia terpental mundur
beberapa kaki.
"Nah, sekarang
giliranku!" kata Keng Sim tertawa. Ia
angkat tinggi kepalanya.
Ishii berdiri tercengang,
herannya bukan buatan. Ia sampai
memikir musuh menggunai ilmu
siluman. Tentu sekali,
sekarang hatinya gentar. Tempo
ia pandang Keng Sim, ia
melihat sepasang alis yang
berdiri, dua biji mata yang tajam,
kepalan yang diangkat tinggi
tetapi tidak segera dikasi turun...
Bagaikan persakitan, Ishii
diam saja, hatinya ciut. Beberapa
kali pundaknya diangkat. Cuma
sebentar ia jeri, lantas ia
besarkan hatinya. Ia tetap dan
delapan.
460
"Telur busuk, kau hendak
memukul atau tidak?" akhirnya ia
menegur. Ia jadi mendongkol.
Keng Sim tidak menjadi gusar,
bahkan dia tertawa.
"Aku akan segera
memukul!" katanya, tetap tertawa. Ia
benar lantas memukul, tetapi,
belum lagi mengenai tubuh
orang, ia sudah menarik
pulang. ia menggertak.
Ishii pengkeratkan lehernya,
tubuhnya minggir sedikit,
pundak kirinya diangkat naik,
seperti untuk membentur
kepalan. Tapi kepalan Keng Sim
telah ditarik pulang, percuma
segala gerakannya itu untuk
membela diri. Malah kaki
kanannya menggeser setindak.
"Bagerol" dia
mendamprat saking sengit.
Justeru ia bersuara, justeru
serangan datang, tepat kepada
pundak kanannya, di tulang
piepee, karena tidak bersiap
sedia, ia mesti mundur dua
tindak, hampir ia keluar dari lingkaran. Ia terkesiap, peluhnya mengucur keluar
ketika ia lihat kakinya hampir keluar dari rel...
Keng Sim cerdik, ia menduga
bahagian lemah dari lawan ada di punggungnya, ia lalu mencari ketika untuk
menyerang ke bahagian anggauta itu. Tapi Hasegawa pun cerdik sekali, dia dapat
menduga hati musuh. Malah dia lantas memberi peringatan kepada kawannya: "Awas,
si telur busuk hendak menggunai akal! Jagalah punggungmu, berdiri tegar, jangan
miring!"
Keng Sim mengarti bahasa
Jepang, ia kagum untuk Hasegawa. Tetapi, berbareng dengan itu, ia pun sadar,
maka dengan lantas ia menyerang. Tangannya dibawakan dari samping, ia juga
tidak meninju hanya menekan jalan darah soankie hiat di dada.