Anak Rajawali Lanjutan (Beruang Salju) Jilid 36

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Rajawali Lanjutan (Beruang Salju) Jilid 36
 
Anak rajawali Jilid 36

Kakek tua baju kuning itu juga tertawa terkekeh dengan suara yang aneh. Sikapnya itu membuat Oey Yok Su tambah gusar, karena dilihatnya kakek tua itu seperti meremehkannya.

“Sekarang kau terimalah……!” kata Oey Yok Su kemudian sambil bersiap hendak menghantam lagi.

“Tunggu dulu……!” kata kakek tua baju kuning itu dengan suara nyaring.

Oey Yok Su menunda gerakan tangannya, dia batal buat menyerangnya.

“Apa yang ingin kau katakan? Atau memang kau hendak menyatakan bahwa engkau jeri dan ingin menyudahi urusan dengan begitu saja?” ejek Oey Yok Su.

“Ohhh, tentu saja tidak!” menyahuti kakek tua baju kuning itu, “Tentu saja bukan begitu! Tapi aku memiliki urusan yang jauh lebih penting, aku harus mengurus soal mantuku ini..... urusan kita bisa kita urus nanti saja!”

Oey Yok Su tertawa dingin.

“Urusan gadis itu justeru menjadi urusanku!” sahut Oey Yok Su kemudian. “Mana bisa kau mengatakannya bukan menjadi urusan kita? Bukankah sudah kukatakan bahwa aku bermaksud mengambilnya menjadi muridku?”

Wajah kakek baju kuning itu berobah tidak sedap dipandang. Jika sebelumnya dia selalu tertawa tergelak-gelak. Justeru sekarang dia mengawasi Oey Yok Su dengan sinar mata yang tajam.

“Oey Loshia, ternyata engkau hanya mengada-ada saja..... Engkau hanya mencari alasan untuk menimbulkan urusan denganku.....!” Suaranya terdengar menyeramkan sekali. Dia telah berkata dengan sikap yang memperlihatkan kegusaran.

Oey Yok Su tidak memperdulikan sikap si kakek baju kuning yang gusar seperti itu, dia tertawa dingin, tawar sekali sikapnya.

“Hemmm, biarpun tanpa adanya urusan gadis itu, tetap saja engkau harus berurusan denganku!”

Kakek berbaju kuning itu memandang Oey Yok Su dengan sinar mata dingin, kemudian katanya: “Baiklah..... mari kita bereskan dulu urusan kita, baru nanti aku menyelesaikan urusan mantuku itu……!”

Oey Yok Su juga bersiap-siap, di mana kakek tua baju kuning itu telah melangkah menghampiri ke dekatnya.

Ko Tie dan Kam Lian Cu jadi berdebar hati mereka, menyaksikan dua orang tokoh tua yang sakti itu akan mengadu kepandaian.

Walaupun Ko Tie dan Kam Lian Cu tidak mengetahui siapa adanya kakek tua baju kuning itu, tapi mereka yakin bahwa kakek tua itu adalah seorang yang memiliki kepandaian dan kesaktian yang luar biasa yang tidak berada di sebelah bawah kepandaian Oey Yok Su.

Karena itu, niscaya itulah merupakan suatu pertempuran yang seru sekali dan jarang terjadi.

Oey Yok Su dengan suara tawar telah bertanya: “Dengan cara bagaimana kita mengadu kepandaian?!”

“Terserah padamu!” menyahuti kakek tua baju kuning itu dengan suara yang dingin.

Oey Yok Su mendengus, dia bilang: “Baiklah, kita bertanding mempergunakan ilmu Im dulu……!”

Kakek tua itu tampak ragu-ragu. Mengadu ilmu Im atau ilmu lunak merupakan kepandaian yang sempurna sekali dari Oey Yok Su. Dia mengetahui sin-kang Oey Yok Su hampir mencapai pada tingkat yang paling sempurna.

Walaupun dia memiliki kepandaian tinggi. Dia tidak jeri pada Oey Yok Su, akan tetapi, jika memang hanya bertanding dengan mempergunakan ilmu tertentu, itulah yang akan membuat dia menghadapi kesulitan yang tidak kecil.

Lain jika mereka bertempur dengan mempergunakan ilmu yang mana saja, bertempur secara umum terbuka. Dia yakin masih bisa menghadapi Oey Yok Su.

Jika memang harus mempergunakan ilmu Im, yaitu tenaga lunak, dimana mengandalkan kemahiran sin-kang, berarti kakek tua berbaju kuning itu menghadapi kesukaran yang tidak kecil. Dia yakin pula, bahwa sin-kangnya tentu berada di bawah dari sin-kang Oey Yok Su. Cuma saja untuk menolaknya iapun malu, maka ia mengangguk.

“Baik!” ia menerima tantangan tersebut, dan ia telah berkata lagi kemudian sambil mengangkat ke dua tangannya: “Apakah kita mulai sekarang saja?”

Oey Yok Su tersenyum tawar, dan katanya: “Jika memang demikian, kita membiarkan golongan muda itu menyaksikan dan mereka sebagai saksi?”

Kakek tua berbaju kuning itu mengangguk.

“Ya, bukankah memang kau bermaksud mengambilnya sebagai murid, dan akupun bermaksud mengambilnya sebagai mantuku? Apa, salahnya membiarkan dia menyaksikan semua ini?”

Oey Yok Su memandang dengan muka dingin kepada kakek berbaju kuning itu, kemudian katanya: “Baiklah, mari kita mulai!” Lalu Oey Yok Su duduk bersila di tanah, dia memejamkan matanya.

Kakek berbaju kuning itupun telah duduk bersimpuh di hadapan Oey Yok Su.

Ko Tie dan Kam Lian Cu tidak mengerti, entah apa yang hendak dilakukan ke dua tokoh sakti itu dengan perbuatan mereka, karena dari itu, mereka bermaksud untuk menyaksikannya, dengan apa yang disebut bertempur dengan mempergunakan cara Im tersebut.

Oey Yok Su pertama-tama telah menggoreskan jari telunjuknya pada tanah, sehingga di tanah tergores lukisan bulat melingkar, seperti juga sebuah bola, dan lingkaran itu cukup besar, mungkin setengah tombak.

Sedangkan kakek tua berbaju kuning itu telah menunduk dan dia memperhatikan lingkaran itu. Dia mengawasi sekian lama, sampai akhirnya dia pun mengulurkan tangan kanannya, menggoresnya juga.

Dia menggores melukis bukan lingkaran, tapi empat persegi, dan juga dia berhasil untuk menggores sama kuatnya, dengan jari telunjuknya. Dikala itu diapun telah berusaha untuk menggores dalam bentuk empat persegi yang lebih lebar dari luasnya lingkaran yang dilukis oleh Oey Yok Su.

Oey Yok Su mengawasi lukisan empat persegi tersebut, tapi kemudian tertawa dingin.

“Hemmm.....!” Dan tangan kanannya telah bergerak dengan cepat sekali, di mana tahu-tahu jari telunjuknya itu telah melukis lagi setangkai bunga Bwee-hoa!

Kakek baju kuning diam beberapa saat. Tampaknya dia tengah berpikir keras sambil mengawasi bunga Bwee-hoa yang terlukis di atas tanah.

Itulah cara melukis yang sangat pandai sekali, karena waktu Oey Yok Su menggerakkan jari tangannya, dia cuma menggerakkannya perlahan, tapi jarinya bergerak begitu lincah tahu-tahu telah melukis selesai satu kuntum bunga Bwee-hoa, dengan hanya satu kali jalan lukisan atau coretan jari tangannya.

Setelah mengawasi sekian lama, tampak kakek baju kuning itu menggerakkan jari telunjuknya, dia melukis lagi sekuntum bunga, tapi bunga teratai.

Demikianlah, ke dua jago tua yang memiliki kepandaian luar biasa tingginya tengah mengadu ilmu dengan cara yang aneh seperti itu seperti juga tengah mengadu ilmu melukis saja layaknya, membuat Ko Tie dan Kam Lian Cu jadi heran.

Sedangkan Kam Lian Cu telah berkata dengan suara yang nyaring: “Kalian tidak akan menang dengan mengadu ilmu seperti itu.....!”

Oey Yok Su dan kakek berbaju kuning sama sekali tidak memperdulikan teriakan si gadis. Malah tampaknya mereka berdua semakin mencurahkan perhatian mereka buat lebih tekun mengamati gambar-gambar yang dilukis lawan mereka.”

“Bebaskan aku dari totokanmu!” teriak Kam Lian Cu lagi dengan suara nyaring!

Tapi teriakannya itu tidak diperdulikan oleh ke dua orang yang tengah mengadu ilmu itu. Memang tampaknya Oey Yok Su dengan kakek baju kuning itu tengah mengadu ilmu yang tidak ada artinya, seperti tengah berlomba melukis saja.

Namun sebenarnya, cara mengadu ilmu seperti itu merupakan cara bertanding kelas tinggi, di mana masing-masing menimbulkan jurus demi jurus, untuk dapat menindih jurus yang lawan berikan. Memang semuanya merupakan dalam bentuk lukisan.

Tapi di waktu itu, lukisan itu memiliki arti seperti juga merupakan gerakan yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan jika tengah bertempur.

Seperti pertama kali Oey Yok Su melukis lingkaran, ia memperlihatkan dalam lukisannya itu, bahwa ia akan bergerak dengan lincah untuk mengelilingi si kakek baju kuning itu, sehingga dia tidak dapat menghadapi Oey Yok Su yang bergerak mengelilinginya.

Justeru kakek baja kuning itu telah melukis empat persegi. Hal ini merupakan suatu isyarat bahwa ia akan menghadapi Oey Yok Su dengan langkah empat penjuru, dan memang ia berhasil memecahkan cara “pengepungan” Oey Yok Su.

Demikian juga dengan menggambar bunga, setiap garis lukisan itu merupakan gerakan dari ilmu silat mereka, karenanya mereka telah memperlihatkan kehebatan ilmu masing-masing.

Itulah pertandingan tingkat tinggi. Tapi bagi yang tidak mengerti, menganggap itulah semacam lomba gambar belaka.

Satu harian hampir si kakek baju kuning itu dan Oey Yok Su tenggelam dalam ketekunan mengeluarkan kepandaian masing-masing, melupakan Kam Lian Cu dan Ko Tie.

Waktu itu tampak Kim Go atau Kera berbulu emas telah muncul lagi.

Ia mengeluarkan suara pekikan yang aneh.

Kakek baju kuning telah menoleh dan tangan kanannya digerakkan perlahan, memberi isyarat.

Kera itu rupanya kera peliharaan kakek baju kuning, karena patuh sekali, setelah ia diberi isyarat tersebut, ia segera duduk bersimpuh di dekat kakek baju kuning.

Oey Yok Su melirik kepada kera bulu kuning itu, iapun segera menggumam: “Hemmmmmm, menjijikkan.”

“Tidak perlu kau menghina Go-jie, karena walaupun bagaimana belum tentu engkau lebih baik dan lebih cakap darinya!” kata kakek baju kuning itu, tidak senang.

Oey Yok Su tidak melayani perkataan si kakek baju kuning, dia telah mengawasi lukisan seekor kura-kura yang digambar oleh kakek tua itu. Kemudian tangannya bergerak. Dia menggambar seekor menjangan.

Begitulah, ke dua jago tua ini masih terus tenggelam dalam pertarungan lewat gambar.

Perlahan-lahan totokan pada diri Kam Lian Cu telah terbuka sehingga si gadis jadi girang.

Dengan mengeluarkan seruan nyaring, dia melompat berdiri menyambar pedangnya.

Baru saja si gadis bisa mencekal pedangnya, waktu itu kakek baju kuning telah menggerakkan tangan kanannya, berkesiuran angin yang dingin dan tajam sekali.

Dan Kam Lian Cu terjungkal lagi, rubuh terguling tidak bisa bergerak, karena tertotok lagi.

Bukan main mendelunya Kam Lian Cu, tapi benar-benar si gadis tidak berdaya.

“Aku tidak bermusuhan denganmu, mengapa mempersulit diriku?!” teriak Kam Lian Cu penasaran.

Kakek baju kuning itu mendengus, katanya: “Jangan marah…… kau adalah calon mantuku…… kau harus dengar kata-kata dan baik-baik menurut kata-kataku…..... !”

Dan kakek baju kuning itu tidak memperdulikan Kam Lian Cu lagi, karena dia tengah tekun memperhatikan gambar yang dilukis Oey Yok Su.

Ternyata waktu itu Oey Yok Su melukiskan garis-garis pat-kwa, segi delapan.

Si kakek baju kuning menyoreng sekian lama memperhatikan, tetap saja dia tidak berhasil mencari jalan untuk memecahkan jurus itu. Dia tidak bisa melukiskan sebuah gambar lainnya.

Oey Yok Su tertawa dingin.

“Kau menyerah?” tanyanya.

Mendengar ejekan itu, bukan main gusarnya si kakek berbaju kuning. Dia penasaran sekali.

“Hemmm!” dia mendengus. “Jangan tergesa dulu, belum tentu aku tidak bisa memecahkan jurusmu ini!”

Oey Yok Su tertawa tawar. Dia memang ahli sekali dalam hal ilmu Pat-kwa. Pulaunya saja To-hoa-to, telah diaturnya menurut susunan Pat-kwa.

Karena itu, tidak mengherankan jika kali ini Oey Yok Su telah mengeluarkan ilmu Pat-kwanya itu, dan membuat kakek baju kuning jadi pusing sendirinya.

Di waktu itu, si kakek baju kuning itu rupanya jadi semakin tidak sabar, karena dia belum juga berhasil untuk mencari jurus yang bisa memecahkan jurus yang dipergunakan Oey Yok Su.

Akhirnya, karena ia berulang kali tidak berhasil untuk mencarikan jurus yang tepat, dia jadi gusar. Tahu-tahu tangan kanannya menghantam.

“Kita mengadu secara Yang saja!” teriaknya. Telapak tangannya itu mengandung kekuatan sin-kang yang dahsyat sekali.

Oey Yok Su mengerutkan alisnya.

Dia tidak ayal mengangkat tangan kanannya juga buat membendung tenaga serangan kakek baju kuning itu. Tenaga mereka saling bentur satu dengan yang lainnya.

Nyaring sekali terjadinya benturan tenaga si kakek baju kuning dengan tenaga Oey Yok Su.

Namun ke duanya tetap duduk di tempatnya, masih saling berhadapan. Hanya tenaga dalam yang mereka kerahkan itu merupakan sin-kang yang kuat sekali. Saling mendorong, saling menghisap dan menerjang dahsyat sekali.

Tampak Oey Yok Su mendongkol bukan main, karena seperti yang telah di janjikan mereka tadi, bahwa mereka akan mengadu ilmu secara Im bukan dengan cara Yang. Akan tetapi, kakek baju kuning itu, setelah tidak berhasil memecahkan jurus Pat-kwa yang digambarkannya itu, ia telah menyerangnya dengan cara seperti membokong

Untung saja Oey Yok Su memang memiliki sin-kang yang luar biasa kuatnya. Dengan demikian ia telah berhasil menyalurkan dengan cepat sekali pada tangannya dan menangkis.

Tenaga serangan dari kakek baju kuning itu memang sangat kuat, namun di sanggap oleh tangkisan yang sama kuatnya dari Oey Yok Su membuatnya dia tidak memperoleh hasil sama sekali.

Di waktu itu tampak Oey Yok Su memandang tajam sekali kepada kakek baju kuning tersebut.

Tampaknya kakek baju kuning ini tengah memutar otak untuk mencari jalan, guna dapat merubuhkan Oey Yok Su dengan segera. Sedangkan Oey Yok Su pun tengah mengempos semangatnya. Ia telah berusaha untuk dapat menyerang juga dengan tenaga yang bergelombang jauh lebih kuat.

Namun memang pada dasarnya kakek baju kuning itu memiliki tenaga dalam yang hampir setingkat dengannya, membuat mereka seperti juga hanya duduk saling berhadapan dan juga telah saling menempelkan tangan belaka. Tidak terlihat salah seorang di antara mereka yang terdorong atau yang tertarik oleh kekuatan tenaga dalam lawan.

Beberapa kali kakek baju kuning itu berusaha untuk menambah tenaganya. Tapi usahanya selalu gagal.

Kera bulu kuning rupanya melihat kakek baju kuning mengalami kesulitan buat merubuhkan Oey Yok Su, jadi tidak sabar.

Dengan mengeluarkan suara aneh, kera bulu kuning itu melompat gesit sekali.

Tubuhnya melesat akan mencakar muka Oey Yok Su.

Harus dimengerti, jika seseorang tengah menghadapi pertandingan tingkat tinggi, dan telah mengeluarkan seluruh tenaga sin-kangnya, maka ia tidak boleh terpecahkan perhatiannya. Begitu buyar perhatiannya, tenaga dalamnya akan kacau dan berarti dia akan mengalami luka di dalam yang berat.

Belum lagi jika memang tenaga serangan dari lawannya menghantam lebih kuat lagi, niscaya orang yang terbuyarkan perhatiannya akan menemui ajalnya.

Karena itu, apa yang dilakukan oleh kera bulu kuning itu merupakan hal yang sangat membahayakan sekali jiwa Oey Yok Su. Sebab kalau sampai perhatian Oey Yok Su pecah, berarti dia akan menerima bencana yang tidak kecil buat dirinya.

Namun kakek baju kuning itu sendiri ketika melihat kera bulu kuning itu menerjang akan mencakar muka Oey Yok Su, dia jadi kaget bukan main. Jika sampai kera itu benar-benar menerjang maju, tentu binatang itu akan mengalami celaka.

Oey Yok Su bukanlah lawan yang ringan dan biasa, karena itu apa yang dilakukan oleh kera bulu kuning itu benar-benar merupakan perbuatan ceroboh.

Namun kakek baju kuning tidak bisa mencegah atau melarangnya, karena dia tengah mengerahkan sin-kangnya juga, dengan begitu dia tidak bisa berseru. Sekali saja dia bersuara, maka akan buyarlah pengerahan tenaga dalamnya.

Sedangkan kera bulu kuning itu telah menerjang sampai di dekat Oey Yok Su. Tangannya juga, dengan kuku-kuku yang panjang-panjang telah diulurkan buat mencakar.

Tampak Oey Yok Su tertawa dingin.

Di waktu itulah mendadak sekali, tahu-tahu kaki kiri Oey Yok Su telah terangkat.

Kera bulu kuning itu tertendang dengan keras, tubuhnya sampai terpental bergulingan di tanah, dia juga mengeluarkan suara jeritan kesakitan.

Masih untung kera bulu kuning itu cuma ditendang oleh kaki Oey Yok Su, dan tenaga tendangan Oey Yok Su tidak sepenuhnya, karena seluruh kekuatan tenaga dalamnya berada pada ke dua telapak tangannya.

Maka dari itu, kera bulu kuning tidak perlu sampai menemui kematiannya.

Sedangkan si kakek baju kuning, menyaksikan Oey Yok Su mempergunakan kakinya menendang kera itu, segera juga mempergunakan kesempatan tersebut buat menerjang dengan tenaganya yang lebih kuat.

Tapi Oey Yok Su memang tetap memusatkan tenaga dalamnya pada ke dua tangannya. Dengan demikian dia bisa menghadapi dan menyanggah terus tenaga dorongan dari kakek tua baju kuning itu.

Ko Tie yang menyaksikan kera bulu kuning itu ingin menyerang Oey Yok Su, bukan main mendongkolnya. Segera dia terpikir, dasarnya seekor binatang tetap saja binatang, dan juga ia mengharapkan kera bulu kuning itu tertendang mati oleh kaki Oey Yok Su.

Namun harapan Ko Tie ternyata tidak terkabul. Kera itu masih merangkak bangun. Hanya saja tampaknya binatang itu jadi ketakutan dan tidak berani terlalu dekat dengan Oey Yok Su lagi.

Rupanya tendangan Oey Yok Su yang diterimanya telah membuat dia kesakitan dan jadi jeri berurusan dengan Oey Yok Su.

Kam Lian Cu waktu itu telah mengawasi jalannya pertempuran. Dia sendiri jadi bingung mengharapkan siapakah yang menang di antara ke duanya.

Jika ia mengharapkan Oey Yok Su yang menang, kakek tua majikan pulau To-hoa-to itu memiliki perangai yang aneh sekali. Karena itu jika memang dia menang, belum tentu akan menggembirakan.

Sedangkan kakek baju kuning itupun tampaknya seorang yang aneh juga, karena dia seorang yang luar biasa, tampaknya sebagai majikan dari kera bulu kuning itu. Dan ia pun mengandung maksud untuk mengambil Kam Lian Cu sebagai mantunya

Tentu saja jika sampai kakek baju kuning itu yang menang, Kam Lian Cu akan menghadapi urusan yang tidak menggembirakannya. Terlebih lagi di saat itu ia tertotok dan rebah tidak berdaya di tanah tidak bisa menggerakkan tangan dan tubuhnya, adalah di sebabkan kakek baju kuning itu.

Dan akhirnya Kam Lian Cu cuma mengawasi saja, dia melihat rambut kakek tua berbaju kuning, yang tumbuh panjang dan telah putih semuanya itu seakan juga telah berdiri disebabkan tengah mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.

Pertarungan antara kakek tua itu dengan Oey Yok Su benar-benar merupakan pertandingan yang sangat seru sekali, karena memang tampaknya ke dua orang itu bertempur dengan tidak menimbulkan suara dan keributan. Tapi itulah pertempuran yang menentukan.

Sekali saja salah seorang di antara mereka memperoleh angin dan dapat mendesak lawannya, kemungkinan akan mendapat luka dalam yang parah sekali.

Oey Yok Su telah memandang kepada si kakek berbaju kuning dengan sorot mata yang sangat tajam sekali. Dia melihat bahwa kakek tua itu berulang kali berusaha mengerahkan seluruh sin-kangnya, untuk menindihnya.

Namun sebagai Tong-shia atau juga si tua yang adatnya aneh pemilik pulau To-hoa-to, dia mana mau membiarkan lawannya mendesak dirinya terus menerus.

Dia sebagai Loshia yang sangat terkenal sekali. Kwee Ceng mantunya, Oey Yong yang sangat terkenal itu adalah puterinya, sedangkan Kwee Siang adalah cucunya, di mana dialah cakal bakal dari Go-bie-pay maka dari itu, dia tidak mau memberikan kesempatan kepada lawannya buat mendesak dirinya.

Di waktu itulah majikan pulau To-hoa-to tersebut telah menghirup udara bersih, dia mengempos semangatnya, dan menyalurkan sin-kangnya.

Mendadak sekali terjadi perobahan.

Tenaga mendorongnya bukan merupakan tenaga yang mengandung kekerasan, karena tenaga Oey Yok Su yang tersalur keluar dari ke dua telapak tangannya itu, seperti juga bergelombang. Sebentar keras, sebentar lagi menjadi lunak.

Dengan demikian membuat kakek baju kuning itu jadi kaget juga karenanya.

Mati-matian kakek baju kuning itu berusaha merobah cara bertempurnya. Jika tadi dia selalu mengerahkan tenaga dalamnya menyalurkan sin-kangnya dengan kekerasan.

Tapi sekarang justeru dia mengganti caranya juga. Dia telah mendorong dan menghisap berulang kali, bergantian.

Jika memang Oey Yok Su tengah menerjang mendorong dengan kekuatan lweekangnya yang dahsyat, maka justeru kakek tua baju kuning itu telah mempergunakan cara menyedot.

Tapi jika memang Oey Yok Su tengah menyedot, dia justeru membarengi dengan mendorong.

Dengan cara bertempur seperti itu, barulah dia bisa mengimbangi tenaga dalam Oey Yok Su.

Semakin lama pertempuran itu meningkat pada tingkat yang lebih menentukan, bahkan tampak dari kepala Oey Yok Su telah mengepul asap yang tipis. Dan juga rambut dari kakek baju kuning itu telah berdiri kaku, membuktikan ke duanya masing-masing telah mengerahkan tenaga dalam mereka dengan sekuatnya.

Tapi pertempuran itu terus juga berlangsung.

Kera bulu kuning itu rupanya sudah berkurang rasa sakitnya. Dia mengeluarkan suara aneh, melirik kepada Kam Lian Cu. Dilihatnya si gadis rebah dalam keadaan tertotok tidak berdaya dan tidak bisa bergerak.

Satu kali lagi kera bulu kuning itu mengeluarkan suara pekik yang nyaring, dan juga segera dengan sikap gembira dia menghampiri kepada si gadis, bermaksud hendak mengganggu gadis itu.

Muka Kam Lian Cu berobah pucat pias, dia jadi ketakutan bukan main, kalau saja kera bulu kuning itu mengganggunya seperti sebelumnya.

Sedangkan Ko Tie dalam keadaan rebah tidak berdaya karena luka berat, dan Oey Yok Su tengah menghadapi kakek tua berbaju kuning itu, berarti mereka tidak mungkin bisa menolongi dirinya dari gangguan kera bulu kuning itu.

Apalagi memang dirinya sendiri tengah rebah dalam keadaan tertotok, maka dia tidak akan bisa melakukan sesuatu apapun juga buat membela dirinya.

Kera bulu kuning itu telah menghampiri dekat sekali dengan si gadis. Tapi kera itu berdiri tertegun di tempatnya beberapa saat, tampaknya dia ragu-ragu, dia cuma mengeluarkan suara merengek yang aneh sekali.

Rupanya kera itu, yang melihat di tangan Kam Lian Cu tergenggam pedang, jadi ragu-ragu. Karena dia pernah terluka lengannya oleh tikaman pedang Kam Lian Cu. Maka sekarang melihat pedang tersebut, dia teringat bagaimana gadis itu pernah melukainya, membuat dia tidak berani untuk segera menghampiri lebih dekat.

Setelah mengawasi sekian lama dan yakin bahwa Kam Lian Cu memang tidak dapat menggerakkan tubuh maupun tangan dan kakinya,barulah dia melangkah maju mendekati lagi.

Perlahan-lahan dia mengambil pedang si gadis.

Kam Lian Cu tidak bisa mencegahnya.

Pedang itu setelah dimainkan beberapa kali oleh si kera bulu kuning, segera dilemparkannya, sehingga pedang itu terlempar jauh sekali.

Sedangkan Kam Lian Cu semakin lama jadi semakin ketakutan, karena dia mengetahui bahwa sekali ini tentu dia tidak akan memiliki nasib baik buat menghindar dari gangguan kera bulu kuning itu.

Karenanya, dia hampir saja menangis, karena marah, takut dan juga ngeri melihat muka kera bulu kuning yang menyeringai sangat menyeramkan itu……

Kera bulu kuning itu telah menghampiri semakin dekat, dia telah berjongkok di samping si gadis.

Tangan kanannya yang jari-jari tangannya terdapat kuku-kuku yang runcing dan sangat kotor, telah mencolek muka Kam Lian Cu. Dia mengeluarkan suara yang aneh sekali.

Kam Lian Cu mengeluh.

Dia yakin, bahwa kali ini tentu dirinya akan menjadi korban monyet kurang ajar ini.

Sedangkan kera bulu kuning itu telah tertawa menyeringai, suara tertawanya itu sangat menyeramkan.

Ko Tie sendiri merasakan darahnya meluap karena amarah. Namun dia tidak berdaya buat menolongi Kam Lian Cu walaupun menyaksikan si gadis tengah terancam keselamatannya diganggu oleh kera berbulu kuning itu.

Kera bulu kuning itu telah berani lebih kurang ajar lagi dengan mengulurkan tangan kanannya. Dia melepaskan pakaian si gadis yang sebelah atas.

Kam Lian Cu menjerit-jerit.

“Tidak! Jangan……!” teriaknya dengan kalap karena ketakutan.

Sedangkan kera bulu kuning itu terus juga berusaha melepaskan pakaian Kam Lian Cu

Di waktu itu, segera tampak kakek baju kuning yang mendengar teriakan si gadis, telah menoleh.

Dia kaget melibat kera bulu kuning itu bermaksud hendak memperkosa si gadis.

Anakrawali 36.178 . . . . . . .
Anakrawali 36.177.

Oey Yok Su tertawa tawar. Dia memang ahli sekali dalam hal ilmu Pat-kwa. Pulaunya saja To-hoa-to, telah diaturnya menurut susunan Pat-kwa.

Karena itu, tidak mengherankan jika kali ini Oey Yok Su telah mengeluarkan ilmu Pat-kwanya itu, dan membuat kakek baju kuning jadi pusing sendirinya.

Di waktu itu, si kakek baju kuning itu rupanya jadi semakin tidak sabar, karena dia belum juga berhasil untuk mencari jurus yang bisa memecahkan jurus yang dipergunakan Oey Yok Su.

Akhirnya, karena ia berulang kali tidak berhasil untuk mencarikan jurus yang tepat, dia jadi gusar. Tahu-tahu tangan kanannya menghantam.

“Kita mengadu secara Yang saja!” teriaknya. Telapak tangannya itu mengandung kekuatan sin-kang yang dahsyat sekali.

Oey Yok Su mengerutkan alisnya.

Dia tidak ayal mengangkat tangan kanannya juga buat membendung tenaga serangan kakek baju kuning itu. Tenaga mereka saling bentur satu dengan yang lainnya.

Nyaring sekali terjadinya benturan tenaga si kakek baju kuning dengan tenaga Oey Yok Su.

Namun ke duanya tetap duduk di tempatnya, masih saling berhadapan. Hanya tenaga dalam yang mereka kerahkan itu merupakan sin-kang yang kuat sekali. Saling mendorong, saling menghisap dan menerjang dahsyat sekali.

Tampak Oey Yok Su mendongkol bukan main, karena seperti yang telah di janjikan mereka tadi, bahwa mereka akan mengadu ilmu secara Im bukan dengan cara Yang. Akan tetapi, kakek baju kuning itu, setelah tidak berhasil memecahkan jurus Pat-kwa yang digambarkannya itu, ia telah menyerangnya dengan cara seperti membokong

Untung saja Oey Yok Su memang memiliki sin-kang yang luar biasa kuatnya. Dengan demikian ia telah berhasil menyalurkan dengan cepat sekali pada tangannya dan menangkis.

Tenaga serangan dari kakek baju kuning itu memang sangat kuat, namun di sanggap oleh tangkisan yang sama kuatnya dari Oey Yok Su membuatnya dia tidak memperoleh hasil sama sekali.

Di waktu itu tampak Oey Yok Su memandang tajam sekali kepada kakek baju kuning tersebut.

Tampaknya kakek baju kuning ini tengah memutar otak untuk mencari jalan, guna dapat merubuhkan Oey Yok Su dengan segera. Sedangkan Oey Yok Su pun tengah mengempos semangatnya. Ia telah berusaha untuk dapat menyerang juga dengan tenaga yang bergelombang jauh lebih kuat.

Namun memang pada dasarnya kakek baju kuning itu memiliki tenaga dalam yang hampir setingkat dengannya, membuat mereka seperti juga hanya duduk saling berhadapan dan juga telah saling menempelkan tangan belaka. Tidak terlihat salah seorang di antara mereka yang terdorong atau yang tertarik oleh kekuatan tenaga dalam lawan.

Beberapa kali kakek baju kuning itu berusaha untuk menambah tenaganya. Tapi usahanya selalu gagal.

Kera bulu kuning rupanya melihat kakek baju kuning mengalami kesulitan buat merubuhkan Oey Yok Su, jadi tidak sabar.

Dengan mengeluarkan suara aneh, kera bulu kuning itu melompat gesit sekali.

Tubuhnya melesat akan mencakar muka Oey Yok Su.

Harus dimengerti, jika seseorang tengah menghadapi pertandingan tingkat tinggi, dan telah mengeluarkan seluruh tenaga sin-kangnya, maka ia tidak boleh terpecahkan perhatiannya. Begitu buyar perhatiannya, tenaga dalamnya akan kacau dan berarti dia akan mengalami luka di dalam yang berat.

Belum lagi jika memang tenaga serangan dari lawannya menghantam lebih kuat lagi, niscaya orang yang terbuyarkan perhatiannya akan menemui ajalnya.

Karena itu, apa yang dilakukan oleh kera bulu kuning itu merupakan hal yang sangat membahayakan sekali jiwa Oey Yok Su. Sebab kalau sampai perhatian Oey Yok Su pecah, berarti dia akan menerima bencana yang tidak kecil buat dirinya.

Namun kakek baju kuning itu sendiri ketika melihat kera bulu kuning itu menerjang akan mencakar muka Oey Yok Su, dia jadi kaget bukan main. Jika sampai kera itu benar-benar menerjang maju, tentu binatang itu akan mengalami celaka.

Oey Yok Su bukanlah lawan yang ringan dan biasa, karena itu apa yang dilakukan oleh kera bulu kuning itu benar-benar merupakan perbuatan ceroboh.

Namun kakek baju kuning tidak bisa mencegah atau melarangnya, karena dia tengah mengerahkan sin-kangnya juga, dengan begitu dia tidak bisa berseru. Sekali saja dia bersuara, maka akan buyarlah pengerahan tenaga dalamnya.

Sedangkan kera bulu kuning itu telah menerjang sampai di dekat Oey Yok Su. Tangannya juga, dengan kuku-kuku yang panjang-panjang telah diulurkan buat mencakar.

Tampak Oey Yok Su tertawa dingin.

Di waktu itulah mendadak sekali, tahu-tahu kaki kiri Oey Yok Su telah terangkat.

Kera bulu kuning itu tertendang dengan keras, tubuhnya sampai terpental bergulingan di tanah, dia juga mengeluarkan suara jeritan kesakitan.

Masih untung kera bulu kuning itu cuma ditendang oleh kaki Oey Yok Su, dan tenaga tendangan Oey Yok Su tidak sepenuhnya, karena seluruh kekuatan tenaga dalamnya berada pada ke dua telapak tangannya.

Maka dari itu, kera bulu kuning tidak perlu sampai menemui kematiannya.

Sedangkan si kakek baju kuning, menyaksikan Oey Yok Su mempergunakan kakinya menendang kera itu, segera juga mempergunakan kesempatan tersebut buat menerjang dengan tenaganya yang lebih kuat.

Tapi Oey Yok Su memang tetap memusatkan tenaga dalamnya pada ke dua tangannya. Dengan demikian dia bisa menghadapi dan menyanggah terus tenaga dorongan dari kakek tua baju kuning itu.

Ko Tie yang menyaksikan kera bulu kuning itu ingin menyerang Oey Yok Su, bukan main mendongkolnya. Segera dia terpikir, dasarnya seekor binatang tetap saja binatang, dan juga ia mengharapkan kera bulu kuning itu tertendang mati oleh kaki Oey Yok Su.

Namun harapan Ko Tie ternyata tidak terkabul. Kera itu masih merangkak bangun. Hanya saja tampaknya binatang itu jadi ketakutan dan tidak berani terlalu dekat dengan Oey Yok Su lagi.

Rupanya tendangan Oey Yok Su yang diterimanya telah membuat dia kesakitan dan jadi jeri berurusan dengan Oey Yok Su.

Kam Lian Cu waktu itu telah mengawasi jalannya pertempuran. Dia sendiri jadi bingung mengharapkan siapakah yang menang di antara ke duanya.

Jika ia mengharapkan Oey Yok Su yang menang, kakek tua majikan pulau To-hoa-to itu memiliki perangai yang aneh sekali. Karena itu jika memang dia menang, belum tentu akan menggembirakan.

Sedangkan kakek baju kuning itupun tampaknya seorang yang aneh juga, karena dia seorang yang luar biasa, tampaknya sebagai majikan dari kera bulu kuning itu. Dan ia pun mengandung maksud untuk mengambil Kam Lian Cu sebagai mantunya

Tentu saja jika sampai kakek baju kuning itu yang menang, Kam Lian Cu akan menghadapi urusan yang tidak menggembirakannya. Terlebih lagi di saat itu ia tertotok dan rebah tidak berdaya di tanah tidak bisa menggerakkan tangan dan tubuhnya, adalah di sebabkan kakek baju kuning itu.

Dan akhirnya Kam Lian Cu cuma mengawasi saja, dia melihat rambut kakek tua berbaju kuning, yang tumbuh panjang dan telah putih semuanya itu seakan juga telah berdiri disebabkan tengah mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.

Pertarungan antara kakek tua itu dengan Oey Yok Su benar-benar merupakan pertandingan yang sangat seru sekali, karena memang tampaknya ke dua orang itu bertempur dengan tidak menimbulkan suara dan keributan. Tapi itulah pertempuran yang menentukan.

Sekali saja salah seorang di antara mereka memperoleh angin dan dapat mendesak lawannya, kemungkinan akan mendapat luka dalam yang parah sekali.

Oey Yok Su telah memandang kepada si kakek berbaju kuning dengan sorot mata yang sangat tajam sekali. Dia melihat bahwa kakek tua itu berulang kali berusaha mengerahkan seluruh sin-kangnya, untuk menindihnya.

Namun sebagai Tong-shia atau juga si tua yang adatnya aneh pemilik pulau To-hoa-to, dia mana mau membiarkan lawannya mendesak dirinya terus menerus.

Dia sebagai Loshia yang sangat terkenal sekali. Kwee Ceng mantunya, Oey Yong yang sangat terkenal itu adalah puterinya, sedangkan Kwee Siang adalah cucunya, di mana dialah cakal bakal dari Go-bie-pay maka dari itu, dia tidak mau memberikan kesempatan kepada lawannya buat mendesak dirinya.

Di waktu itulah majikan pulau To-hoa-to tersebut telah menghirup udara bersih, dia mengempos semangatnya, dan menyalurkan sin-kangnya.

Mendadak sekali terjadi perobahan.

Tenaga mendorongnya bukan merupakan tenaga yang mengandung kekerasan, karena tenaga Oey Yok Su yang tersalur keluar dari ke dua telapak tangannya itu, seperti juga bergelombang. Sebentar keras, sebentar lagi menjadi lunak.

Dengan demikian membuat kakek baju kuning itu jadi kaget juga karenanya.

Mati-matian kakek baju kuning itu berusaha merobah cara bertempurnya. Jika tadi dia selalu mengerahkan tenaga dalamnya menyalurkan sin-kangnya dengan kekerasan.

Tapi sekarang justeru dia mengganti caranya juga. Dia telah mendorong dan menghisap berulang kali, bergantian.

Jika memang Oey Yok Su tengah menerjang mendorong dengan kekuatan lweekangnya yang dahsyat, maka justeru kakek tua baju kuning itu telah mempergunakan cara menyedot.

Tapi jika memang Oey Yok Su tengah menyedot, dia justeru membarengi dengan mendorong.

Dengan cara bertempur seperti itu, barulah dia bisa mengimbangi tenaga dalam Oey Yok Su.

Semakin lama pertempuran itu meningkat pada tingkat yang lebih menentukan, bahkan tampak dari kepala Oey Yok Su telah mengepul asap yang tipis. Dan juga rambut dari kakek baju kuning itu telah berdiri kaku, membuktikan ke duanya masing-masing telah mengerahkan tenaga dalam mereka dengan sekuatnya.

Tapi pertempuran itu terus juga berlangsung.

Kera bulu kuning itu rupanya sudah berkurang rasa sakitnya. Dia mengeluarkan suara aneh, melirik kepada Kam Lian Cu. Dilihatnya si gadis rebah dalam keadaan tertotok tidak berdaya dan tidak bisa bergerak.

Satu kali lagi kera bulu kuning itu mengeluarkan suara pekik yang nyaring, dan juga segera dengan sikap gembira dia menghampiri kepada si gadis, bermaksud hendak mengganggu gadis itu.

Muka Kam Lian Cu berobah pucat pias, dia jadi ketakutan bukan main, kalau saja kera bulu kuning itu mengganggunya seperti sebelumnya.

Sedangkan Ko Tie dalam keadaan rebah tidak berdaya karena luka berat, dan Oey Yok Su tengah menghadapi kakek tua berbaju kuning itu, berarti mereka tidak mungkin bisa menolongi dirinya dari gangguan kera bulu kuning itu.

Apalagi memang dirinya sendiri tengah rebah dalam keadaan tertotok, maka dia tidak akan bisa melakukan sesuatu apapun juga buat membela dirinya.

Kera bulu kuning itu telah menghampiri dekat sekali dengan si gadis. Tapi kera itu berdiri tertegun di tempatnya beberapa saat, tampaknya dia ragu-ragu, dia cuma mengeluarkan suara merengek yang aneh sekali.

Rupanya kera itu, yang melihat di tangan Kam Lian Cu tergenggam pedang, jadi ragu-ragu. Karena dia pernah terluka lengannya oleh tikaman pedang Kam Lian Cu. Maka sekarang melihat pedang tersebut, dia teringat bagaimana gadis itu pernah melukainya, membuat dia tidak berani untuk segera menghampiri lebih dekat.

Setelah mengawasi sekian lama dan yakin bahwa Kam Lian Cu memang tidak dapat menggerakkan tubuh maupun tangan dan kakinya,barulah dia melangkah maju mendekati lagi.

Perlahan-lahan dia mengambil pedang si gadis.

Kam Lian Cu tidak bisa mencegahnya.

Pedang itu setelah dimainkan beberapa kali oleh si kera bulu kuning, segera dilemparkannya, sehingga pedang itu terlempar jauh sekali.

Sedangkan Kam Lian Cu semakin lama jadi semakin ketakutan, karena dia mengetahui bahwa sekali ini tentu dia tidak akan memiliki nasib baik buat menghindar dari gangguan kera bulu kuning itu.

Karenanya, dia hampir saja menangis, karena marah, takut dan juga ngeri melihat muka kera bulu kuning yang menyeringai sangat menyeramkan itu……

Kera bulu kuning itu telah menghampiri semakin dekat, dia telah berjongkok di samping si gadis.

Tangan kanannya yang jari-jari tangannya terdapat kuku-kuku yang runcing dan sangat kotor, telah mencolek muka Kam Lian Cu. Dia mengeluarkan suara yang aneh sekali.

Kam Lian Cu mengeluh.

Dia yakin, bahwa kali ini tentu dirinya akan menjadi korban monyet kurang ajar ini.

Sedangkan kera bulu kuning itu telah tertawa menyeringai, suara tertawanya itu sangat menyeramkan.

Ko Tie sendiri merasakan darahnya meluap karena amarah. Namun dia tidak berdaya buat menolongi Kam Lian Cu walaupun menyaksikan si gadis tengah terancam keselamatannya diganggu oleh kera berbulu kuning itu.

Kera bulu kuning itu telah berani lebih kurang ajar lagi dengan mengulurkan tangan kanannya. Dia melepaskan pakaian si gadis yang sebelah atas.

Kam Lian Cu menjerit-jerit.

“Tidak! Jangan……!” teriaknya dengan kalap karena ketakutan.

Sedangkan kera bulu kuning itu terus juga berusaha melepaskan pakaian Kam Lian Cu

Di waktu itu, segera tampak kakek baju kuning yang mendengar teriakan si gadis, telah menoleh.

Dia kaget melibat kera bulu kuning itu bermaksud hendak memperkosa si gadis.

“Jangan!” berseru kakek tua itu karena lupa bahwa ia tengah mengadu kekuatan dengan Oey Yok Su.

Begitu dia berseru mencegah, maka tubuhnya segera juga terlontarkan ke tengah udara. Rupanya, waktu dia berseru, tenaga dalamnya jadi buyar, dan tenaga dalam dari Oey Yok Su telah menerjangnya, membuat dia terlempar jauh ke tengah udara.

Di saat itu terlihat, kera bulu kuning jadi kaget mendengar cegahan kakek tua itu. Dia segera berlari menghampiri si kakek.

Kakek tua baju kuning melompat berdiri, napasnya memburu keras. Walaupun dia telah kena terlontarkan oleh kekuatan tenaga dalam Oey Yok Su, akan tetapi dia masih sempat buat mengendalikan dirinya, sehingga tenaganya tidak buyar dan dia tidak sampai terluka karenanya.

Dia masih tetap dalam keadaan sehat. Hal itu juga disebabkan memang kekuatan dan kepandaian kakek tua sangat tinggi sekali.

“Mengapa engkau harus tergesa-gesa seperti itu? Kau tidak boleh menganggu dulu nona mantuku itu.....!” kata kakek tua tersebut kepada kera bulu kuning.

Kera bulu kuning itu seperti juga mengerti apa yang dikatakan olah kakek tua tersebut dia berulang kali mengeluarkan suara yang aneh dan kepala tertunduk, seakan juga dia memang tengah menyesali apa yang telah dilakukannya.

Oey Yok Su waktu itu telah melompat berdiri.

“Kera biadab tidak tahu malu……!” bentaknya dengan suara yang nyaring sekali, disusul dengan tubuhnya yang melesat ke tengah udara.

Sepasang tangannya telah menyambar kepala kera bulu kuning karena Oey Yok Su bermaksud hendak menghantam binasa kera itu, yang bermaksud tadi berlaku kurang ajar terhadap Kam Lian Cu.

Tapi kera bulu kuning itu segera juga melompat menyingkir ke samping kakek tua itu.

Kakek tua itulah yang mewakilinya menangkis pukulan yang dilakukan oleh Oey Yok Su.

Merekapun segera melakukan adu kekuatan lagi.

Tapi sekarang ini justeru mereka telah mengadu juga gin-kang mereka!

Sambil menyerang bertubi-tubi, mereka telah bergerak ke sana ke mari dengan lincah.

Kera bulu kuning itu, Kim Go, ketika melihat kakek tua itu tengah bertempur seru lagi dengan Oey Yok Su, mereka mengikuti dengan sebentar-sebentar mengeluarkan suara yang aneh. Juga dia berulang kali melirik kepada si gadis, Kam Lian Cu!

Tampaknya kera itu masih penasaran. Memang ukuran tubuhnya yang sama seperti tinggi tubuh manusia dewasa, maka sikap dan kelakuannya juga sama seperti manusia, dimana dia begitu tergiur melihat gadis cantik itu.

Karenanya, begitu melihat Oey Yok Su dan kakek tua itu telah bertempur semakin menjauhi tempat itu, di mana mareka terlibat dalam pertempuran yang seru, kera bulu kuning itu rupanya sudah tidak bisa menahan diri lagi.

Segera juga melompat ke dekat si gadis. Dia bermaksud untuk melakukan sesuatu lagi. Ke dua tangannya telah diulurkan kepada dada si gadis, dia meremasnya dengan mata meram melek.

Keruan saja Kam Lian Cu jadi menjerit-jerit ketakutan dan marah setengah mati, namun si gadis benar-benar tidak berdaya, karena tubuhnya tidak bisa bergerak.

Waktu itu si kera bulu kuning itu tampaknya semakin lama jadi semakin berani. Dia bermaksud akan melepaskan pakaian si gadis di sebelah bawah, karena tampaknya memang kera ini sudah tidak kuat membendung akan napsu birahinya…… sampai akhirnya dia tidak menyadarinya bahwa waktu itu ada sesosok tubuh yang tengah mendekatinya, sesosok bayangan berpakaian serba putih…….

“Bukk!” sosok bayangan putih itu telah menghantam dengan dahsyat punggung kera itu.

Seperti juga dihantam oleh pukulan alu yang besar, kera itu merasakan sakit bukan main, tulang punggungnya seperti juga akan patah.

Malah kera itu juga tampak telah terjungkal rubuh bergulingan di tanah beberapa tombak jauhnya. Disebabkan kesakitan yang hebat, kera itu juga telah berulang kali mengeluarkan suara yang aneh.

Di waktu itu, sosok bayangan putih itu telah menerjangnya lagi, menyerang berulang kali.

Kera itu tidak tahan menghadapi pukulan sosok bayangan putih itu, dia memutar tubuhnya, dengan diringi oleh pekiknya yang aneh, dia telah melarikan diri.

Sosok bayangan putih itu tidak mengejarnya. Ternyata dia seorang pemuda yang memiliki wajah tampan dan jantan sekali dengan tubuh yang tegap dan tinggi.

Dia menghampiri si gadis she Kam, mengulurkan tangannya membebaskan si gadis dari totokan.

Bukan main malunya Kam Lian Cu, karena melihat pemuda itu sempat melihat dadanya yang terbuka.

Tapi dia sangat bersyukur, di dalam saat-saat dirinya terancam bencana yang begitu hebat, telah muncul pemuda tampan ini, yang telah menolonginya. Sedangkan si pemuda telah melirik kepada Ko Tie. Matanya memancarkan sinar yang mengandung kebencian.

Kam Liau Cu telah mengeluarkan pakaian baru dari buntalannya dan mengenakannya. Barulah dia kemudian merangkapkan ke dua tangannya, membungkuk memberi hormat menyatakan terima kasihnya kepada tuan penolongnya ini.

“Terima kasih atas pertolongan in-kong, si apakah in-kong sebenarnya?!” tanya Kam Lian Cu.

Pemuda tampan berbaju putih itu, yang wajahnya sangat tampan tapi jantan, telah berkata:

“Aku Gorgo San…..”

“Ohh…… tampaknya anda bukan seorang Han……?” tanya Kam Lian Cu.

Pemuda itu mengangguk sambil melirik kepada Ko Tie.

“Mengapa dia rebah terluka seperti itu?” tanyanya, nada suaranya terdengar sinis sekali, seperti juga menghina.

Kam Lian Cu memandang kepada Ko Tie. Dia menghela napas. Katanya: “Justeru kawanku itu terluka di dalam yang parah.....!”

Gorgo San yang sebelumnya memang telah kita kenal sebagai murid Dalpa Tacin, tertawa tawar. Ia memang tidak menyukai Ko Tie.

“Mengapa kau tertotok seperti tadi? Apakah engkau dilukai oleh dia?!” sambil berkata begitu, tampak Gorgo San menunjuk kepada Ko Tie.

Kam Lian Cu menggeleng.

“Dia…… dia malah kawanku.....!”

“Hemm......!” Gorgo San telah mendengus dingin.

Dia melangkah buat menghampiri Ko Tie.

Sedangkan Ko Ti pun kenal siapa pemuda itu. Dia tahu, tentu Gorgo San tidak akan segan-segan turunkan tangan kejam padanya.

Benar saja, waktu Gorgo San telah tiba di dekatnya, pemuda itu berkata dengan bengis,

“Sekarang engkau tidak akan lolos dari kematian di tanganku!”

Sambil berkata begitu tangan kanannya bergerak menghantam dengan dahsyat.

Namun, justeru ketika telapak tangannya bergerak, di saat itulah berkesiuran juga angin pukulan dari arah belakangnya.

Gorgo San segera mengelak, dia batal menghajar Ko Tie.

Ketika dia menoleh, dilihatnya yang menyerang dirinya tidak lain Kam Lian Cu.

“Kau.....?!” katanya dengan sikap tidak puas.

Kam Lian Cu jadi salah tingkah, dia bilang: “In-kong, kau telah menolongiku, tapi mengapa kau hendak mencelakai kawanku?”

“Gorgo San tidak segan-segan membunuh dia!” katanya dengan suara menyeramkan. “Selama Gorgo San berada di permukaan bumi, dia tidak boleh ada bersamaku!”

Mendengar nada suara Gorgo San yang menunjukkan bahwa ia sangat membenci Ko Tie dan juga seakan menaruh dendam yang hebat, Kam Lian Cu segera dapat menduganya bahwa Gorgo San tentunya memang musuh Ko Tie.

Sedangkan Ko Tie dengan suara yang tawar telah berkata: “Jika memang kau membunuhku sekarang, kau bukan seorang gagah..... percuma saja, karena engkau adalah seorang pengecut yang paling hina di dunia ini!”

Muka Gorgo San berobah merah, karena murka, tubuhnya menggigil menahan amarah.

“Hemmm, aku tidak perduli apakah orang akan menyebutku sebagai manusia hina, tapi yang terpenting engkau harus mampus!”

Setelah berkata begitu, dengan bengis kembali ia berusaha menyerang Ko Tie.

Tapi Kam Lian Cu mana mau membiarkan Gorgo San mencelakai Ko Tie dalam keadaan tidak berdaya seperti itu. Karenanya, segera juga dia melompat dan menghantam punggung Gorgo San lagi.

Bukan kepalang gusarnya Gorgo San.

“Wanita tidak berbudi! Aku telah menyelamatkan dirimu, ternyata engkau berbalik memusuhi diriku!” Sambil berkata begitu, segera juga dia menghantam kepada Kam Lian Cu, karena dia mendongkol bukan main merasa dirinya dihalang-halangi oleh si gadis.

Sedangkan Kam Lian Cu melayaninya, mereka jadi bertempur seru sekali.

Kepandaian Gorgo San memang tinggi. Dia merupakan murid tunggal Dalpa Tacin, dengan sendirinya, ilmunya juga luar biasa.

Namun Kam Lian Cu pun memiliki kepandaian yang tinggi, walaupun tak setinggi Oey Yok Su atau kakek tua baju kuning itu. Namun untuk menghadapi Gorgo San, dia tampaknya masih bisa mempertahankan diri.

Dikala itu Gorgo San telah menyerang semakin lama jadi semakin hebat.

Kam Liam Cu juga telah menyalurkan seluruh kepandaiannya, dia merasakan bahwa Gorgo San memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, karena itu dia tidak berani meremehkannya. Tadi ia masih setengah hati buat menyerang Gorgo San, mengingat pemuda tampan dengan muka berpotongan jantan itu, merupakan tuan penolongnya.

Akan tetapi setelah bertempur beberapa jurus. segera dia merasakan bahwa Gorgo San seorang yang bertangan telengas.

Setiap serangan yang dilakukan Gorgo San sangat ganas, dan ini membuktikan hatinya yang kejam.

Terlebih lagi memang Kam Lian Cu telah melihat Gorgo San memusuhi Ko Tie, jelas tentunya Gorgo San bukan seorang yang baik-baik. Apalagi menyaksikan Gorgo San begitu hina, melihat Ko Tie dalam keadaan tidak berdaya.

Justeru dia hendak menyerang dan membinasakan Ko Tie. Dan itulah sikap seorang yang rendah dan hina. Dan sekarang Kam Lian Cu justeru tidak segan-segan lagi buat balas menyerang dengan ilmunya yang terhebat.

Gorgo San sendiri heran, dia melihat gadis ini memiliki kepandaian yang tinggi.

Yang membuatnya tidak mengerti mengapa tadi Kam Lian Cu dalam keadaan tertotok tidak berdaya?

Maka Gorgo San telah mencurahkan perhatiannya lebih baik lagi, dia menyerang semakin gencar dan berusaha tidak memberikan napas dan kesempatan kepada Kam Lian Cu membalas menyerang.

Dalam keadaan seperti itu, Kam Lian Cu melayaninya terus. Mereka berdua jadi bertempur seru, tubuh mereka berkelebat-kelebat ke sana ke mari dengan lincah sekali.

Di saat mereka tengah bertanding, mendadak sekali terlihat Oey Yok Su dan si kakek baju kuning tengah bertempur sambil mendatangi. Waktu itu Oey Yok Su telah melihat Gorgo San.

“Bagus! Rupanya bocah busuk itu berada di sini!” Sambil berkata begitu, tiba-tiba Oey Yok Su tampaknya sudah tak memperdulikan ia si kakek baju kuning itu, tubuhnya melesat sangat cepat sekali ke dekat Gorgo San.

Waktu itu Gorgo San tengah berusaha merubuhkan Kam Lian Cu. Dia tengah bergirang hati sebab melihat Kam Lian Cu terdesak hebat, dan tidak lama lagi tentu dia akan dapat merubuhkannya.

Tapi justeru di saat-saat seperti itulah, dia mendengar bentakan Oey Yok Su. Dia telah melompat juga untuk menyingkirkan diri.

Kagetnya tidak terkira, karena dia menyadari jika menghadapi Oey Yok Su, tentu dalam beberapa jurus saja dia akan dapat dirubuhkan oleh majikan To-hoa-to yang sangat lihay itu.

Tapi Oey Yok Su tak mau melepaskannya.

“Mau kabur ke mana kau?” teriak Loshia dengan suara yang bengis, tubuhnya seperti juga gulungan warna hijau, telah melompat mengejar Gorgo San.

Tapi Gorgo San tidak mau membuang-buang waktu, dia berusaha melarikan diri!

Hatinya terguncang keras, mati-matian dia melarikan diri dengan mengerahkan seluruh gin-kangnya!

Si kakek baju kuning justeru melihat Oey Yok Su tahu-tahu telah meninggalkannya dan mengejar Gorgo San, segera melompat sambil berteriak: “Oey Loshia, mengapa kau jadi pengecut, bukan menghadapi aku malah ingin menganggu seorang pemuda?!”

Dia bukan hanya berteriak begitu saja, karena sepasang tangannya menghantam kuat sekali di saat tubuhnya masih terapung di tengah udara. Dia menghantam kepada punggung Oey Yok Su.

Sebetulnya Oey Yok Su pada waktu itu hampir dapat mengejar Gorgo San, dia tengah bersiap-siap hendak menghantam rubuh Gorgo San dan Gorgo San tengah mengeluh.

Tapi justeru dia merasakan hantaman yang begitu dahsyat dari si kakek baju kuning, telah membuat Oey Yok Su mau tidak mau membatalkan serangannya kepada Gorgo San.

Dia membalikkan tubuhnya, terpaksa dia menghadapi si kakek tua baju kuning itu.

Mendongkol bukan main Oey Yok Su, dia berseru: “Urusan kita masih bisa diselesaikan nanti, kita masih memiliki banyak waktu! Tapi sekarang aku ingin menangkap keparat cilik itu!”

Tapi kakek tua itu tidak mau memperdulikan, dia menyerang terus gencar sekali.

“Kau anggap aku budakmu, sehingga seenakmu saja kau perintahkan aku menantikan kau melakukan sesuatu?” katanya dengan mengejek dan telah menyerang dengan dahsyat.

Dikala itu terlihat Gorgo San telah melarikan diri secepat mungkin. Dalam waktu yang singkat dia telah menghilang dan tidak terlihat bayangannya lagi.

Bukan main mendongkolnya Oey Yok Su. Dia jadi mendelu sekali. Kemurkaannya itu telah ditumpahkannya kepada si kakek tua baju kuning.

Sedangkan kakek tua itu tampak gembira bisa membikin Oey Yok Su jadi murka seperti itu.

“Ya, dengan demikian kita bisa bertempur sepuas hati! Mengapa harus diselingi dengan segala persoalan tidak ada artinya?” katanya.

Kakek tua berbaju kuning itu telah melayani terus setiap kali serangan Oey Yok Su. Tapi sejenak kemudian dia melirik melihat Kam Lian Cu yang berdiri diam tidak tertotok.

“Ihhh, kau sudah terbebaskan?!” katanya dengan suara terkejut.

Dia menunda serangannya kepada Oey Yok Su dan melompat ke samping untuk menghindarkan diri dari serangan Oey Yok Su. Kemudian dia menyentil dengan jari telunjuk tangan kanannya, dengan tenaga dalamnya dia bermaksud menotok si gadis lagi.

Tapi Kam Lian Cu sekarang ini telah bersiap sedia, dia tidak mau membiarkan dirinya ditotok lagi oleh kakek tua itu.

Begitu dia melihat si kakek menyentil dan merasakan menyambarnya angin serangan, seketika itu juga Kam Lian Cu melesat menjauhi diri. Kakek tua itu tertegun melihat totokannya tidak berhasil mengenai sasarannya, malah Kam Lian Cu telah melesat menjauhi diri dari tempatnya.

“Ihhhhh, kau mau ke mana?!” teriaknya. Dia bermaksud meninggalkan Oey Yok Su, buat mengejar si gadis.

Tapi Oey Yok Su kini gilirannya buat merintangi si kakek, dia menyerang hebat pada kakek itu.

“Mengapa engkau harus mengurusi urusan kecil tidak ada artinya dengan menunda pertempuran kita?!” Setelah berkata begitu, gencar sekali Oey Yok Su menyerang si kakek.

Dengan demikian kakek tua baju kuning tersebut sudah tidak memiliki kesempatan buat mengejar Kam Lian Cu.

Dia telah melayani Oey Yok Su dengan penasaran sekali, dan juga setiap serangan yang dilakukannya merupakan serangan yang mengandung kematian.

Ko Tie yang menyaksikan hal itu jadi menghela napas. Dia berpikir di dalam hatinya:

“Mereka berdua memiliki kepandaian yang tinggi luar biasa, jika memang mereka bertempur terus seperti itu, niscaya akhirnya mereka akan terluka bersama atau terbunuh bersama..... Tidak mungkin di antara mereka ada yang menang atau kalah, pasti ke duanya yang akan menerima malapetaka tidak kecil……!”

Setelah berpikir begitu, Ko Tie jadi menghela napas berulang kali lagi.

Sedangkan dari kejauhan tampak berlari-lari sesosok bayangan kuning! Dialah kera bulu kuning itu, yang mendatangi sambil memperdengarkan suaranya yang aneh.

Melihat Kam Lian Cu sudah berdiri dan berada di tempat yang terpisah jauh, justeru kera bulu kuning itu telah mengeluarkan suara pekik yang aneh lagi.

Kemudian dengan buas dia menghampiri Ko Tie.

Tampaknya kera bulu kuning itu bermaksud hendak melampiaskan kemarahan hatinya kepada Ko Tie.

Menyaksikan hal itu Kam Lian Cu jadi kaget bukan main, karena dia mengetahui bahwa Ko Tie bukanlah seorang yang dapat diandalkan menghadapi kera itu dengan keadaannya yang tengah terluka parah itu. Tentu Ko Tie akan terbunuh di tangan kera yang buas tersebut.

Dengan segera si gadis telah melompat ke dekat kera bulu kuning. Dia telah mengayunkan tangannya menyerang kera itu.

Jika tadi dia dalam keadaan tertotok memang dia tidak berdaya menghadapi kera itu. Justeru sekarang ini dia dalam keadaan bebas, karenanya dia bisa menyerang dengan hebat kepada kera itu.

Sedangkan kera tersebut yang menyadari bahwa Kam Lian Cu memang memiliki kepandaian yang tinggi, dan jeri buat pedang si gadis, telah melawan setengah hati.

Kera itu selalu main mundur.

Namun akhirnya setelah lewat beberapa saat, dia melihat si gadis tidak mencabut keluar pedangnya, yang ternyata pedangnya telah terpental mengeletak jauh di tanah, maka kera bulu kuning itu jadi semakin berani.

Semula kera ini menduga bahwa pedang si gadis belum dicabut keluar. Sekarang setelah pertempuran itu berlangsung sekian lama dan si gadis masih tidak bersenjatakan pedang, hanya mengandalkan ke dua tangannya, kera itu semakin berani.

Dengan mengeluarkan suara pekik yang menyeramkan tampak tubuhnya berkelebat-kelebat gesit sekali. Dia mencakar dan bermaksud mencengkeram kepada si gadis.

Kam Lian Cu mengelakkan diri, di dalam hatinya si gadis heran bukan main, karena dia melihatnya bahwa si kera bulu kuning itu bersilat seperti juga mempergunakan ilmu silat yang teratur dan juga bagaikan seorang ahli silat.

“Tentunya kera bulu kuning ini telah dididik baik sekali oleh kakek baju kuning itu!” berpikir Kam Lian Cu.

Gadis itu mengempos semangatnya, dia mengerahkan tenaga dalamnya berusaha untuk dapat mendesak kera itu dengan pukulan-pukulan yang bisa mematikan.

Tapi kera tersebut juga bisa bergerak gesit, dia bukan hanya menghindarkan diri belaka. Dia selalu dapat balas menyerang juga kepada Kam Lian Cu.

Begitulah, manusia dengan kera telah bertempur seru sekali. Tapi yang luar biasa justeru kera itu bertempur dengan mempergunakan jurus-jurus ilmu silat……

Kakek baju kuning juga melihat betapa keranya telah bertempur dengan Kam Lian Cu.

Dia kuatir sekali kalau-kalau kera itu melukai si gadis. Karena memang dia telah penuju gadis itu akan dijadikan nona mantunya.

Tetapi untuk mencegah kera itu menyerang si gadis lebih jauh, dia tidak memiliki kesempatan, karena Oey Yok Su telah mengikatnya dalam pertempuran yang seru.

Di waktu itu terlihat, kera itu juga memang berimbang kepandaiannya dengan Kam Lian Cu. Hal ini disebabkan si gadis sering merasa jijik harus bertemu tangan dengan binatang itu, karenanya dia selalu menghindarkan diri dari bentrokan tangan mereka. Hal itu telah membuat kera itu menang angin dan memperoleh banyak kesempatan, tampaknya mereka jadi seperti berimbang.

Oey Yok Su melihat pertempuran tersebut, tiba-tiba mengeluarkan tertawa yang nyaring sekali.

“Bagus! manusia dengan kera bertempur! Aku ingin melihat, apakah kera itu yang engkau bangga-banggakan itu dapat menandingi si gadis dan memperoleh kemenangan?”

Itulah ejekan buat si kakek, membuat kakek tua itu jadi tidak senang, pada wajahnya dia memperlihatkan sikap tidak puas, matanya jalang sekali.

“Tentu saja Go-jie akan memperoleh kemenangan! Kita lihat saja, tidak lama lagi calon menantuku itu akan dapat dirubuhkannya!”

“Dirubuhkannya? Tapi jika memang dibunuhnya?!” tanya Oey Yok Su. “Bukankah harapanmu buat memperoleh seorang menantu secantik gadis itu akan sia-sia belaka?!”

Kakek tua itu bungkam.

Sedangkan ke dua tangannya telah menghujani Oey Yok Su dengan pukulan-pukulan yang sangat gencar.

Oey Yok Su memang sejak dulu selalu berusaha untuk mencapai tingkat kedudukan sebagai jago nomor wahid dalam rimba persilatan, Te It Eng-hiong. sehingga pernah diadakan pertandingan di antara lima jago luar biasa, yang terdiri dari Ong Tiong Yang, Oey Yok Su, It Teng Taysu, Ang Cit Kong maupun Auwyang Hong.

Tapi selama itu, ke lima jago tersebut tidak berhasil menentukan siapa yang memiliki kepandaian tertinggi.

Namun akhirnya Ong Tiong Yang lah yang mereka anggap sebagai jago Nomor Satu di dalam rimba persilatan.

Sejak kematian Ong Tiong Yang, antara Auwyang Hong dengan Oey Yok Su, maupun dengan Ang Cit Kong dan It Teng Taysu, tidak pernah tercapai suatu pemutusan, siapakah yang paling lihay di antara mereka.

Karena itu pula Oey Yok Su setiap saat telah melatih diri dengan giat. Bahkan di antara empat jago luar biasa itu telah berusaha memiliki kitab Kiu-im-cin-keng, untuk dapat mempelajarinya dengan cermat isinya.

Terakhir, sampai menjelang usia tua dari ke empat jago luar biasa itu, bahkan di antaranya telah ada yang putus napas karena usia tua, mereka berempat masih belum bisa menentukan siapakah di antara mereka yang memiliki kepandaian paling tinggi.

Kemudian tinggal Oey Yok Su yang memiliki usia paling panjang, dan ia merupakan satu-satunya jago dari tingkatan tua yang memiliki kepandaian tinggi yang masih hidup.

Dengan sendirinya dia dianggap satu-satunya jago nomor satu di dalam rimba persilatan di jamannya itu.

Sekarang ada si kakek baju kuning, yang penasaran dan menganggap kepandaiannya lebih tinggi dari Oey Yok Su.

Waktu mereka bertemu, Oey Yok Su tidak menyangka bahwa kakek tersebut memiliki kepandaian yang tinggi, maka dia tidak memandang sebelah mata.

Namun setelah mereka bertempur, ternyata kakek tua berbaju kuning itu memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi. Dan hal ini benar-benar mengherankan sekali hati Oey Yok Su. Mengapa dulu-dulu tidak pernah kakek tua berbaju kuning ini muncul.

Dan sekarang mereka tengah bertempur dengan seru sekali, buat menentukan siapakah di antara mereka yang memiliki kepandaian lebih tinggi. Dan Oey Yok Su melihat, lagak dan tabiat dari kakek baju kuning itu memang agak mirip dengan Ciu Pek Thong.

Hanya saja bedanya, jika Ciu Pek Thong memang telah resmi memiliki kepandaian yang berada di sebelah bawah Oey Yok Su. Sedangkan kakek baju kuning ini belum lagi dapat dipastikan apakah dia yang lebih rendah dari Oey Yok Su atau memang sebaliknya.

Karena itu Oey Yok Su telah mengerahkan seluruh kepandaiannya, namun sejauh itu dia masih belum bisa merubuhkan kakek tua baju kuning itu.

Sedangkan kepandaian kakek baju kuning itu pun mengejutkannya, beberapa kali hampir saja Oey Yok Su kena didesaknya.

Hanya saja memang dasarnya Oey Yok Su memiliki kepandaian tinggi, dia bisa mengimbanginya.

Terlebih lagi setelah Oey Yok Su mempergunakan ilmu silat campur aduknya, yang sebagian telah dicernakan dari inti sari Kiu-im-cin-keng. Dan juga telah dikombinasikannya dengan langkah-langkah Pat-kwanya. Dengan demikian membuat kakek baju kuning itu jadi gelagapan juga.

Kakek tua baju kuning itu berusaha untuk dapat mengatasi keadaan dengan merobah cara bersilatnya. Usahanya itu beberapa kali telah di lakukannya, namun selalu gagal.

Oey Yok Su dapat membuat dia bingung, karena setiap serangan yang dilakukan Oey Yok Su di luar dugaan. Juga kakek baju kuning itu akhirnya tidak bisa mendekati tempat di mana Oey Yok Su berada.

Hal ini disebabkan memang Oey Yok Su telah melangkah menurut peraturan Pat-kwa.

Seperti di dalam Sin-tiauw-hiap-lu, telah dijelaskan juga, jurus-jurus langkah Pat-kwa ini telah dipergunakan Oey Yong untuk menyelamatkan Kwee Siang.

Dan sekarang, sama halnya. Dengan Oey Yok Su mempergunakan langkah Pat-kwa seperti itu, membuat kakek baju kuning itu tidak dapat untuk mendekatinya.

Setiap kali kakek tua baju kuning itu menyerangnya, maka dia menghantam tempat kosong.

Sedangkan Oey Yok Su leluasa untuk mendesaknya, sehingga lama kelamaan membuat kakek itu penasaran dan murka sekali.

“Kau main curang…… kau hina sekali, kau main curang tidak berani menghadapiku secara berterang!” teriak kakek baju kuning itu berulang kali dengan suara yang mengandung kemarahan.

Tapi Oey Yok Su tidak melayani teriakan-teriakan kakek tua itu. Dia meneruskan serangannya dengan caranya seperti itu.

Dan selalu pula, dia memang berhasil membuat kakek itu jadi kebingungan karena si kakek selalu gagal dengan serangannya, sedangkan dirinya selalu di serang dari arah yang sukar diterka.

Waktu itu perrempuran antara Kam Lian Cu dengan kera bulu kuning itu terus berlangsung. Beberapa kali baju si gadis kena dijambret oleh kera bulu kuning.

Muka Kam Lian Cu merah padam karena murka. Dia penasaran sekali, karena dia merasa tidak yakin bahwa dirinya akan dapat dirobohkan oleh seekor kera seperti itu.

Dia mengempos semangatnya, dan tidak perduli lagi akan perasaan jijiknya, dengan demikian dia telah menangkis setiap serangan tangan kera bulu kuning itu.

Setiap kali menangkis, si gadis mempergunakan tenaga lweekang yang kuat, membuat kera itu jadi kesakitan setiap kali tangannya terbentur dengan tangan Kam Lian Cu.

Dengan mempergunakan cara seperti inilah Kam Lian Cu akhirnya baru bisa menguasai keadaan.

Kam Lim Cu melihat pedangnya menggeletak cukup jauh darinya di atas tanah. Dia berusaha untuk mendekati pedang itu. Karena jika dia berhasil mengambil pedang itu dengan bersenjatakan pedang menghadapi kera tersebut tentunya dia tidak akan menghadapi kesulitan.

Tapi yang sulit sekarang adalah kera itu seperti dapat membaca isi hati si gadis. Dia selalu mendesak si gadis agar tidak dapat mendekati tempat menggeletaknya pedang tersebut.

Begitulah mereka bertempur terus, sampai akhirnya Kam Lian Cu berhasil juga menggeser tubuhnya berada di dekat pedang itu.

Dengan mempergunakan gin-kangnya, waktu si kera bulu kuning tengah menghindarkan diri dari serangan tangan kanannya, Kam Lian Cu telah menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya melesat ke tengah udara, dan dia menyambar pedangnya.

Berhasil! Pedangnya itu telah dicekalnya kuat dan berdiri tegak menantikan terjangan si kera bulu kuning.

Kera bulu kuning ketika melihat Kam Lian Cu berhasil mengambil pedangnya, jadi berdiri tertegun.

Tampaknya kera ini ngeri dan jeri buat menerjang terus, karena memang di waktu itu ia segera juga terbayang kembali, betapa lengannya pernah tertikam oleh pedang si gadis.

Dia mengeluarkan suara erangan yang aneh, sedangkan Kam Lian Cu melihat kera itu seperti ketakutan dan bimbang buat menerjang kepadanya. Dia mengeluarkan suara tertawa dingin disertai tubuhnya melesat sangat cepat sekali, dengan pedangnya ditikamkan kepada dada kera bulu kuning tersebut.

Kera itu mengeluarka pekik seperti ketakutan, dia telah memutar tubuhnya dan berlari.

Kam Lian Cu mengejarnya.

Begitulah, antara kera dengan manusia telah saling kejar mengejar.

Kakek tua baju kuning ketika melihat Kam Lian Cu mengejar keranya dengan menggenggam pedangnya, jadi terkejut. Dia kuatir kalau sampai keranya itu kena dilukai si gadis.

Sedangkan dia sendiri tengah dilibat oleh Oey Yok Su, dengan demikian dia tidak berhasil untuk membagi perhatiannya guna menolongi keranya.

Karena mengetahui jika dibiarkan terus keranya akan memperoleh bahaya yang tidak kecil, si kakek tua telah bersiul.

Nyaring suara siulannya, dan kera itu seperti mengerti maksud siulan itu. Dengan segera kera itu berlari menghampiri kakek tua tersebut.

Oey Yok Su melihat kera itu menghampiri, segera menghantam dengan tangan kanannya

Kera itu berkelit.

Kakek tua tersebut juga menghantam lagi kepada Oey Yok Su, guna mencegah Oey Yok Su menyerang keranya itu.

Di waktu itu Kam Lian Cu telah mengejar semakin dekat. Pedangnya siap buat ditikamkan kepada kera itu.

Kera tersebut mengeluarkan suara yang aneh, kemudian berlari menjauhi lagi.

“Hentikan dulu! Hentikan dulu!” teriak si kakek baju kuning itu. “Aku ingin mengurus dulu urusanku!”

“Cisssss. tidak tahu aturan!” bentak Oey Yok Su mendongkol, “Kita bertempur sampai ada penentuan siapa di antara kita yang lebih tinggi kepandaiannya!”

“Aku menyerah!” teriak kakek tua itu tiba-tiba sekali, “Aku menyerah! Engkaulah yang memiliki kepandaian lebih tinggi dariku!”

Rupanya kakek tua itu menyerah, karena dia sangat menguatirkan sekali keranya, dan dia tidak mau kalau sampai keranya itu nanti mengalami sesuatu yang tidak diinginkan. Karena itu dia lebih rela untuk menyerah saja, Oey Yok Su tidak melibat terus padanya.

Puas Oey Yok Su mendengar pengakuan si kakek. Dia juga tidak mendesak lebih jauh.

“Jadi kau mengakui bahwa kepandaian kau berada di bawah kepandaianku?!” tanya Oey Yok Su dingin.

Kakek tua itu menghela napas dalam-dalam.

“Ya..... kau memang lebih lihay dariku!” kata si kakek tua tersebut. Dan dia sudah tidak memperdulikan Oey Yok Su lagi, dia melompat mengejar Kam Lian Cu.

Bukan kepalang kagetnya Kam Lian Cu melihat si kakek tua menyudahi pertempurannya dengan Oey Yok Su. Kalau sampai dia menyerang dirinya, tentu saja Kam Lian Cu tidak akan dapat menghadapinya.

Sedangkan kakek tua itu memang bergerak cepat sekali. Dia tahu-tahu telah berada di samping Kam Lian Cu. Belum lagi Kam Lian Cu sempat menyerangnya, kakek tua itu telah mengulurkan tangannya.

Sebat bukan main, dan Kam Lian Cu sendiri tidak mengetahui entah dengan cara apa, tahu-tahu pedangnya telah kena dirampas oleh kakek itu.

“Ohhh, mantuku, mengapa engkau hendak mencelakai Go-jie? Apakah dia kurang ajar?” tanya si kakek, seperti juga bertanya kepada seorang yang dikasihinya.

Kam Lian Cu kalap bercampur takut.

“Kembalikan pedangku!” katanya dengan nekad dan hendak menerjang kepada si kakek.

Tapi kakek tua tersebut telah melemparkan pedang itu, yang meluncur jauh sekali, menancap di sebatang pohon.

Dikala itu terlihat betapa Kam Lian Cu menjejakkan kakinya, tubuhnya segera juga melompat akan mengambil pedangnya.

Tapi kakek tua itu segera menghalanginya

“Jangan kau memaksa aku menotokmu sehingga engkau tidak bisa bergerak seperti tadi!” katanya.

Kam Lian Cu tertegun. Dia mengawasi kakek tersebut dengan sorot mata jeri.

Ancaman kakek tua itu memang benar, jika kakek tua itu menotoknya, tentunya Kam Lian Cu tidak mungkin bisa menghindarkan diri dan akan membuat dia rubuh kembali.

Karenanya, Kam Lian Cu akhirnya hanya berdiam diri saja, dia cuma mengawasi kakek tua itu.

Waktu itu si kakek tua tersebut telah berkata lagi: “Kau baik-baik harus mendengar kata-kataku!”

Kam Lian Cu tidak menyahuti.

Di waktu itu kera bulu kuning melihat si kakek telah berhasil menghadapi Kam Lian Cu segera berlari mendatangi dengan mengeluarkan suara pekik yang aneh.

Sedangkan Kam Lian Cu menoleh kepada Oey Yok Su, karena dia mengharapkan Oey Yok Su yang akan menolongnya.

Tapi pada waktu itu Oey Yok Su yang telah merasa puas karena mendengar kakek tua tersebut telah manyatakan dia yang memiliki kepandaian lebih tinggi, dengan bersenandung perlahan, telah melangkah untuk meninggalkan tempat itu.

“Awan hitam bergulung, salju turun,
gunung hijau, air sungai mengalir.....
terus sepanjang dunia masih berputar.....!”

Senandung Oey Yok Su dengan suara perlahan, dan dia semakin menjauh, suara senandungnya semakin samar.

Sedangkan Kam Lian Cu jadi tambah gugup.

Walaupun bagaimana dia sesungguhnya hanya menumpahkan harapan pada Oey Yok Su.

Dan sekarang melihat Oey Yok Su telah pergi, maka habislah harapannya.

Kakek tua itu tertawa.

“Kau tampaknya gugup dan ketakutan!” katanya dingin sekali.

“Sebetulnya tidak perlu engkau gugup dan ketakutan seperti itu karena aku tidak akan menyiksa dirimu. Aku tidak memusuhi dirimu, malah aku ingin mengambil engkau sebagai mantuku......!”

Mendengar perkataan kakek tua tersebut, Kam Lian Cu berpikir cepat. Jika memang dia mengadakan perlawanan dan membangkang, berarti dia hanya mencari susah buat dirinya sendiri. Maka dari itu dia berpikir untuk pura-pura menurut saja terhadap perintah kakek tua itu.

“Baiklah, apa yang kau inginkan?” tanya Kam Lian Cu kemudian sambil menatap kepada kakek tua itu.

“Aku ingin mengambil engkau menjadi mantuku!” kata kakek tua tersebut.

“Mana anakmu?” tanya Kam Lian Cu. “Tanpa engkau memperkenalkan anakmu kepadaku, bagaimana mungkin aku bisa memastikan bahwa aku bersedia menjadi mantumu atau memang menolaknya permintaanmu itu!?”

Dingin suara Kam Lian Cu.

Kakek tua itu tertawa.

“Kau pasti menerima keinginanku itu karena anakku itu selain memiliki kepandaian yang sangat tinggi, dialah satu-satunya calon ahli waris dari seluruh kepandaianku ini!” kata kakek tua itu dengan gembira.

Tapi Kam Lian Cu menggeleng.

“Tidak, sebelum aku diperkenalkan dengan anakmu, maka aku tidak bisa memberikan keputusan!” katanya.

“Kalian sudah bertemu!” kata kakek tua itu

“Aku sudah bertemu dengan anakmu?!” tanya Kam Lian Cu sambil mementang matanya lebar-lebar.

Kakek tua itu mengangguk.

“Ya..... kalian memang telah bertemu! Tapi sekarang ini lebih bagus aku tidak memperkenalkan dulu, karena engkau tentu akan banyak tingkah! Nanti saja, jika sudah tiba waktunya, aku akan memberitahukan!”

“Mana ada aturan seperti itu?” kata Kam Lian Cu.

“Ini adalah aturanku!” menyahuti kakek tua itu.

Muka Kam Lian Cu berobah merah padam. “Aku tidak mau!” tiba-tiba dia menggeleng dan berkata dengan tegas.

“Tidak mau? Tidak mau apa?!” tanya kakek.

“Aku tidak mau menjadi mantumu!” kata Kam Lian Cu. “Karena tampaknya engkau seorang yang aneh sekali!”

“Hemmm, jika memang demikian baiklah. Aku akan merobek tubuhmu, aku akan membunuhmu dengan menyiksanya hebat terlebih dulu, agar engkaupun tidak bisa menjadi isteri orang lain! Dengan menolak anakku sebagai suamimu, maka sama saja engkau telah menghina aku!”

Menggidik tubuh Kam l.ian Cu mendengar ancaman kakek tua ini, yang tampaknya agak sinting.

“Mengapa diam?!” bentak kakek tua itu dengan suara yang masih bengis.

Kam Lian Cu menghela napas.

“Locianpwe.....!”

“Jangan kau memanggilku dengan sebutan locianpwe..... kau harus memanggilku dengan sebutan ayah, karena aku adalah mertuamu!” kata si kakek.

Bukan main mendongkolnya si gadis.

“Aku ingin melihat anakmu. Tidak bisa pernikahan diadakan dengan cara paksa seperti ini!” kata Kam Lian Cu kemudian.

“Hem, tidak ada pilihan, mau atau tidak, engkau harus mau menjadi isteri anakku!”

“Tapi.......!”

“Mengapa harus pakai tetapi……!?” tanya kakek tua itu. “Aku sudah menyukai kau dan bersedia mengambil kau menjadi mantuku, itu….., itu saja sudah merupakan peruntungan yang sangat bagus buat kau!

“Hemmmm, walaupun ada gadis yang bersedia menjadi isteri anakku dan berlutut menangis memohon-mohon, belum tentu dia akan kuambil sebagai mantuku! Engkau memiliki rejeki demikian bagus, ternyata benar-benar tidak perduli.....!”

Kam Lian Cu hanya terdiam.

Sedangkan kera bulu kuning itu mengeluarkan suara pekik yang aneh. Matanya memancarkan sinar yang sangat tajam, menunjukkan bahwa dia tengah bernapsu birahi kepada si gadis.

Kam Lian Cu tampak sebal sekali melihat monyet itu, dia mendengus beberapa kali dan membuang pandangannya.

Sedangkan pada saat itu tampak si kakek tua itu telah berkata: “Sekarang juga engkau harus turut bersamaku..... dan nanti akan menikah dengan anakku!”

Kam Lian Cu menggeleng.

“Tidak, aku tidak mau ikut sekarang denganmu!” katanya kemudian terpaksa.

“Ihhhh, kau masih pura-pura menolak?” tanya Si kakek, mukanya jadi bengis

Kam Lian Cu menghela napas. Bukan main bingung hati si gadis. Menghadapi kakek tua ini dia benar-benar tidak berdaya. Jika memang dia bersikeras, berarti dia akan menghadapi bahaya tidak kecil juga, bukankah kepandaian kakek tua itu memang sangat tinggi sekali dan bukan menjadi tandingannya.

Karena itu dalam waktu yang hanya beberapa detik itu, dia telah memutar otak.

“Aku bersedia menjadi mantumu, tapi harus ada syaratnya!” kata Kam Lian Cu

Sepasang alis si kakek berdiri.

“Engkau sudah diberi rejeki bagus untuk menjadi isteri anakku, masih bertingkah seperti ini harus mengajukan syarat?” kata si kakek sengit.

“Jika memang kau tidak mau memenuhi syaratku ini, lebih baik aku mati dan tidak sudi menjadi isteri anakmu!”

“Baiklah!” Kata kakek tua itu setelah bimbang sejenak. “Aku menerima syaratmu. Katakanlah, syarat apakah itu?!”

Kam Lian Cu bimbang, tapi akhirnya dia menunjuk Ko Tie yang rebah di tanah tidak berdaya dalam keadaan terluka parah.

“Kau harus menyembuhkannya dulu. Setelah dia sembuh, aku akan ikut bersama kau pergi menemui anakmu!” kata Kam Lian Cu.

Kakek tua itu tampak jadi bimbang lagi, untuk sejenak dia berdiam diri.

“Bagaimana, apakah kau menerima syaratku itu?!” tanya Kam Lian Cu dengan menatap tajam kepada kakek tua tersebut, sedangkan hatinya berdebar keras sekali. Dia kuatir kalau kakek tua itu menolaknya, berarti dia pun tidak akan berdaya jika dipaksa oleh kakek tua itu untuk ikut dengannya.

Sedangkan kakek tua tersebut tidak menyahutinya.

“Bagaimana?!” tanya si gadis menegasi.

Kakek tua tersebut berkata ragu-ragu: “Untuk menyembuhkan pemuda itu........!” Dia tidak meneruskan perkataannya lagi.

“Kenapa?!” tanya Kam Lian Cu, “Apakah ada sesuatu yang luar biasa?!” tanya Kam Lian Cu.

“Bukan..... bukan begitu.....!”

“Atau memang kepandaianmu kurang tinggi, sehingga engkau tidak bisa mengobatinya?”

“Hemmmmmm, enak saja kau bicara!” bentak kakek tua tersebut. “Kau berani memandang rendah kepandaianku?!”

“Bukan begitu! Oey Yok Su sanggup mengobati pemuda itu, tapi karena engkau muncul dan mengganggunya, dia tidak jadi mengobatinya. Tapi kau tampaknya memang tidak sanggup buat mengobati pemuda itu!

“Dengan demikian jelas kepandaianmu memang kurang tinggi untuk dapat mengobati pemuda itu. Bukankah dengan berkata begitu aku tidak bersalah!?”

Muka kakek itu berobah.

“Aku tidak akan kalah dengan Oey Yok Su!” katanya dengan temberang.

“Jika tadi aku mengakui bahwa dia memiliki kepandaian yang lebih tinggi dariku, karena aku kuatir kalau-kalau engkau melukai Go-jie! Hemmm, engkau ternyata pandai membakar-bakar!

“Kuberitahukan, bahwa pemuda itu terluka parah sekali. Di dalam tubuhnya telah terjadi pergolakan Im dan Yang, dua macam hawa murni yang bergolak dan bercampur menjadi satu.

“Dengan keadaannya seperti itu, jelas agak sulit buat menyembuhkannya….. Tentu akan memakan waktu yang lama sekali!

“Sedikitnya aku harus mengerahkan lwekangku mengobatinya selama satu minggu! Dengan demikian hari pernikahan puteraku dengan kau akan tertunda juga cukup lama!”

Setelah berkata begitu, tampak kakek tua tersebut memandang tertegun kepada Ko Tie.

Sedangkan Ko Tie rebah dalam keadaan tidak berdaya. Sesungguhnya, dia mendongkol sekali melihat kakek tua itu hendak memaksa Kam Lian Cu buat menikah dengan anaknya.

Tapi Ko Tie memang dalam keadaan tidak berdaya, maka dia diam saja, sambil memejamkan matanya. Karena memang dia tidak memiliki kesanggupan buat menghadapi kakek itu, sedangkan buat menggerakkan tubuh dan tangannya saja dia tidak sanggup.

Kam Lian Cu telah mengawasi kakek itu, dia bilang, “Jika memang engkau tidak mau mengobati pemuda itu, biarlah aku akan bunuh diri saja. Aku tidak sudi menjadi isteri puteramu!”

“Ohhhh, jangan! Jangan nekad seperti itu!” kata si kakek yang jadi gugup sekali.

“Kau sanggup mengobatinya?” bertanya Kam Lian Cu, mendesaknya.

Kakek itu mengangguk.

“Ya, ya, aku sanggup. Tapi kau tidak boleh memungkiri janjimu. Jika memang aku berhasil mengobati pemuda itu, maka engkau tidak boleh menolak lagi untuk menjadi isteri puteraku, menjadi mantuku! Kau mengerti?”

Kam Lian Cu mengangguk.

“Ya, aku mengerti!”

“Nah jika demikian aku akan mengobati pemuda itu!” kata kakek tua itu.

Dia segera menghampiri Ko Tie.

Waktu itu Ko Tie memejamkan matanya saja. Sebetulnya dia tidak mengharapkan dirinya diobati oleh kakek tua itu. Jika dia harus mati, diapun tidak menyesal.

Hanya saja, justeru sekarang, dia jadi mengharapkan bisa sembuh. Karena jika dia sembuh, berarti dia yang bisa menolongi Kam Lian Cu dari tangan kakek tua itu, agar mencegah si gadis dikawinkan dengan putera si kakek.

Karena itu, Ko Tie berdiam diri saja, dia membiarkan ketika kakek tua tersebut telah memegang tangannya.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar