Beruang Salju Bab 27 Kegagalan Untuk Meloloskan Diri

Beruang Salju Bab 27 Kegagalan Untuk Meloloskan Diri

27 Kegagalan Untuk Meloloskan Diri

“Mengenai urusan ini,” kata Sasana lagi. “Ayahku belum lagi mengetahuinya. Ayahku baru dapat menduga-duga tentang maksud buruk Tiat To Hoat-ong namun belum mengetahui keseluruhnya. Hanya aku yang secara keseluruhan mengetahui rencana busuk dari koksu itu.

“Lalu apa yang ingin nona lakukan?” tanya Yo Him.

“Tentu saja, tanpa bukti tidak bisa aku bertindak,” kata Sasana. “Tiat To Hoat-ong setelah mencelakai kalian segera akan meninggalkan tempat ini untuk pergi ke kotaraja. Racun yang dipergunakannya itu adalah racun yang bekerja lambat sekali, di mana baru bekerja selewatnya lima hari.

“Biarpun bekerja lambat, racun itupun merupakan racun yang tidak pernah dapat ditarik jiwanya dari genggaman elmaut! Racun itu diolah dari nyalinya ular berbisa, nyali kelabang, nyali kalajengking, nyali kodok hitam, dan juga beberapa macam nyali dari binatang-binatang berbisa lainnya, sehingga merupakan racun yang luar biasa......!”

Yo Him tercekat hatinya. Walaupun bagaimana dia tak menyangka bahwa Tiat To Hoat-ong akan mengambil tindakan sekeji itu.

“Jika memang Tiat To Hoat-ong telah berangkat ke kotaraja. Lewat beberapa hari racun itu baru bekerja, dengan demikian pihakmu akan menduga bahwa ayahku yang telah meracuni kalian dan itu merupakan suatu keuntungan buat Tiat To Hoat-ong, karena dia berhasil mengadu domba antara pihakmu dengan ayahku? Sedangkan pada Kaisar dia bisa menyampaikan bahwa itu adalah jasanya dan juga akan melontarkan fitnah yang berat sekalipada ayahku!”

“Jadi maksud nona?” tanya Yo Him.

“Seperti yang telah kukatakan padamu bahwa aku ingin mengadakan jual beli denganmu. Persoalan ini belum diketahui oleh ayahku maka dari itu, aku yang memberikan janji padamu, bahwa ketiga orang sahabatmu akan kubebaskan, setelah itu kau sendiri harus membantu aku untuk melindungi ayahku, menghadapi orang-orangnya Tiat To Hoat-ong!”

Yo Him bimbang, dia berdiam diri sejenak lamanya, tidak memberikan jawaban terhadap “tawaran” istimewa gadis tersebut.

Sasana mengawasi Yo Him dengan sinar mata yang berkilauan. Di bawah sinarnya rembulan yang menerangi tempat itu, dengan berada di taman bunga yang penuh pohon-pohon bunga beraneka warna, si gadis demikian cantik. Sinar matanya itupun menggoncangkan perasaan Yo Him. Tetapi cepat sekali Yo Him bisa mengendalikan perasaannya, dia mengangguk.

“Baiklah, jika memang benar apa yang dikatakan oleh nona mengenai rencana busuk Tiat To Hoat-ong terhadap diriku dan kawan-kawan itu, aku bersedia membantumu! Tetapi perlu kutegaskan di sini, bahwa aku tidak menjanjikan untuk membantu ayahmu.

“Jika sekarang aku menyanggupi itupun hanya untukmu, dengan adanya jual beli di antara kita! Juga bantuanku hanya terbatas melindungi ayahmu dari tangan jahat Tiat To Hoat-ong aku tidak mengatakan akan melindungi keseluruhannya. Sebab di luar dari urusan ayahmu dengan Tiat To Hoat-ong, bukanlah menjadi urusanku lagi!”

“Itupun telah lebih dari cukup!” kata Sasana sambil tersenyum dan wajahnya berseri-seri. “Terima kasih Yo kongcu dengan kesediaanmu untuk membantuku, maka semua urusan tentu dapat dibereskan dengan baik! Jiwa ayahku tentu bisa terhindar dari bencana!”

Yo Him mengawasi si gadis beberapa saat lamanya, di mana tampak wajah Sasana berseri-seri dan di bawah cahaya rembulan begitu cantik, senyumnya pun menawan sekali. Pemuda ini jadi menghela napas. katanya dengan suara yang agak perlahan:

“Nona, mengenai janjiku itu memang akan kutepati, tetapi aku tidak berani memastikan akan berhasil membantumu menghadapi Tiat To Hoat-ong dengan orang-orangnya. Aku hanya berjanji akan membantumu sekuat tenaga dan engkau juga akan membebaskan kawan-kawanku, sedangkan mengenai kekuatan Tiat To Hoat-ong dengan orang-orangnya itu hanya engkau juga yang mengetahuinya.

“Benar, itu adalah urusanku. Tapi yang kubutuhkan adalah bantuanmu, Yo kongcu, karena hanya engkau yang pasti dapat menghadapi Tiat To Hoat-ong, sedangkan orang-orangnya itu adalah urusanku dan ayahku di mana kami akan sanggup menghadapinya. Asal memang kau sedia membantu kami dan menepati janjimu, semuanya akan beres.”

Setelah berkata begitu, Sasana telah mengerling sejenak pada Yo Him, lalu melanjutkan lagi perkataannya: “Besok malam kawan-kawanmu itu akan kubebaskan...... dan Yo Kongcu kau boleh memberitahukan pada mereka agar bersiap-siap!”

Yo Him mengangguk. Sasana telah memutar tubuhnya untuk berlalu.

Yo Him pun telah kembali ke kamarnya. Dia menceritakan semuanya ini pada Cin Piauw Ho dan Liu Ong Kiang. Sedangkan Wang Put Liong yang waktu itu telah terbangun juga mendengarkan cerita tersebut. Tampaknya Wang Put Liong jadi gelisah sekali.

“Wang Locianpwe, kau boleh menungguku di markas Kay-pang bersama dengan Liu Locianpwe!” kata Yo Him.

Kemudian dia menoleh kepada Cin Piauw Ho, katanya: “Kesehatanmu telah pulih walaupun racun yang mengendap di tubuhmu belum bisa dilenyapkan, Cin toako! Maka jika memang kau berhasil meninggalkan tempat ini, tentu kau bisa pergi ke Cia-leng-kwan. Mudah-mudahan saja kau bisa memperoleh penawar racun yang tepat dalam waktu-waktu yang dekat, namun disamping itu akupun akan mencari obat untukmu Cin toako. Jika urusan di sini telah selesai, aku akan segera menyusulmu ke Cia-leng-kwan.”

Cin Piauw Ho menghela napas dalam-dalam, kemudian katanya: “Baiklah, terima kasih atas bantuan yang selama ini diberikan Yo Siauwhiap!”

Yo Him juga telah berpesan kepada Liu Ong Kiang untuk membawa serta Ko Tie meninggalkan tempat itu, di mana Yo Him menjanjikan dalam beberapa bulan mendatang nanti ia akan mengunjungi markas Kay-pang untuk menjemput Ko Tie kembali, disamping itu tentu karena pada orang tersebut terdapat urusan yang penting sekali. Juga Yo Him telah berkata kepada Liu Ong Kiang, agar setelah nanti keluar dari istana pangeran Ghalik ini Liu Ong Kiang boleh menyelêsaikan urusan Kay-pang yang tengah goyah mengalami perpecahan itu.

Liu Ong Kiang tidak membantah, hanya saja yang memberatkan hatinya ia kuatirkan keselamatan Yo Him. Sebab dengan berada seorang diri di dalam istananya pangeran Ghalik ini sama saja Yo Him dengan berada di kandang harimau, yang sewaktu-waktu bisa menerkamnya.

Malah Liu Ong Kiang meragukan Sasana, yang dikuatirkannya justeru tengah memasang penangkap untuk Yo Him di mana pangeran Ghalik memang sengaja memperalat puterinya yang jelita itu untuk menjebak Yo Him. Namun Yo Him telah tetap dengan keputusannya.

Keesokan malamnya, dalam kesunyian malam yang telah begitu larut dan juga kepekatan di sekitar istananya pangeran Ghalik, tampak beberapa sosok tubuh tengah bergerak perlahan-lahan menuju ke pintu istana pintu gerbang yang besar dan megah itu. Dua orang penjaga yang melihat sosok tubuh itu segera membentak dengan suara yang keras, “Siapa?”

“Aku! Cepat buka pintu!” menyahuti salah seorang sosok tubuh itu dengan suara yang nyaring, suara seorang wanita.

Salah seorang penjaga pintu istana itu mengangkat tinggi-tinggi pelita tengtoleng di tangannya, sehingga dia dapat melihat jelas orang di depannya. Seorang gadis yang cantik jelita sedangkan di belakangnya tampak empat orang lelaki yang dikenalnya sebagai “tamu istimewa” dari pangeran Ghalik, bersama mereka juga tampak seorang anak lelaki.

“Oh Kuncu?” seru mereka kaget. Dan tanpa banyak rewel lagi mereka segera membuka pintu gerbang istana.

Ternyata gadis yang cantik jelita itu tidak lain dari Sasana bersama-sama, dengan Yo Him, Cin Piauw Ho, Liu Ong Kiang, Wang Put Liong dan Ko Tie. Setelah pintu gerbang terpentang Yo Him merangkapkan tangannya memberi hormat kepada Cin Piauw Ho, Liu Ong Kiang dan Wang Put Liong, di mana waktu itu Wang Put Liong yang sepasang tangannya masih terborgol oleh rantai besi, tengah digendong oleh Cin Piauw Ho, sedangkan Ko Tie digendong oleh Liu Ong Kiang.

“Cin toako, Wang Locianpwe, selamat jalan! Juga kau Ko Tie, selama dalam perjalanan, kau tidak boleh nakal, ya?! Kau tunggu aku di tempatnya Liu Locianpwe. Nanti aku akan datang menjemputmu!”

Ko Tie mengiyakan, padahal di hati bocah itu merasa berat untuk berpisah dengan Yo Him, namun dia tidak berani mengemukakan perasaannya.

Begitulah, Cin Piauw Ho, Wang Put Liong, Liu Ong Kiang dan Ko Tie telah meninggalkan istana yang mirip perbentengan tersebut. Namun baru saja mereka melangkah beberapa tindak tiba-tiba dari arah belakang mereka telah menyambar angin yang berkesiuran cepat sekali ke punggung Liu Ong Kiang. Ternyata itulah beberapa batang jarum yang tengah menyambar ke jalandarah-jalandarah yang mematikan di tubuh Liu Ong Kiang dan Cin Piauw Ho.

Yo Him yang mengetahui itu, jadi terkejut. Dilihatnya jarum-jarum itu menyambar dengan tenaga timpukan yang sangat kuat sekali. Maka Yo Him telah mengebut dengan lengan bajunya, di mana jarum-jarum itu telah runtuh ke tanah sebelum tiba pada sasarannya.

“Mau pergi kemanakah, tuan?” tegur suara yang dingin, namun bengis sekali. “Apakah pelayanan kami selama ini kurang baik, sehingga kalian ingin meninggalkan tempat kami secara diam-diam seperti ini?!”

Semua orang menoleh, tampak beberapa sosok tubuh berdiri di dekat tembok istana ini, di tempat yang agak terhindar dari penerangan api tengtonglengnya si penjaga pintu gerbang tersebut. Salah seorang di antara mereka yang berdiri paling depan, yang memiliki bentuk tubuh yang tinggi besar, dan juga dilihat dari cara berpakaiannya itu tidak lain dari Tiat To Hoat-ong.

Muka Sasana jadi berobah ketika melihat Koksu negaranya itu. Dia telah mengawasi sejenak, namun puteri pangeran Ghalik ini cepat dapat menguasai perasaannya. Dia telah berkata dengan disertai senyumnya: “Oh, Koksu? Kebetulan sekali, ada sesuatu yang ingin kusampaikan?”

Tiat To Hoat-ong melangkah maju beberapa langkah ke depan, membungkukkan tubuhnya sedikit memberi hormat lalu dengan muka yang bengis dan dingin. Dia bilang. “Kuncu, kebetulan sekali aku lewat di tempat ini dan melihat kalian......! Tetapi yang membuatku jadi heran, mengapa mereka ini, tamu-tamu kita yang terhormat tampaknya ingin meninggalkan istana ayahmu. Merekapun tampaknya semuanya membawa perbekalan seperti juga akan melakukan suatu perjalanan yang jauh......!”

Sasana mengerti, itulah kata-kata sindiran dari Koksu negara. Tetapi Sasana telah tersenyum, katanya dengan sikap yang tenang. “Mereka telah menemui ayahku, telah meminta ijin untuk meninggalkan tempat ini!”

“Lalu pangeran telah mengijinkan mereka pergi?” tanya Tiat To Hoat-ong sambil memperdengarkan suara tertawa dingin.

“Ya!” Sasana mengangguk, ”Memang ayahku telah memberikan ijin......!”

“Hmmm seperti Kuncu ketahui, setiap orang di dalam istana ini, kecuali pangeran dan aku, maka yang hendak keluar dari istana ini harus memiliki “surat jalan” yang ditandatangani oleh pangeran! Tentu peraturan yang, dikeluarkan oleh ayah Kuncu diketahui jelas olehmu, bukan?!”

Muka si gadis jadi berobah merah, ternyata Tiat To Hoat-ong memang mendesaknya terus.

Dan belum lagi si gadis sempat mencarikan jawaban yang tepat, Tiat To Hoat-ong telah menoleh kepada Yo Him dengan sorot mata yang tajam bengis sekali, namun ia membungkukkan sedikit tubuhnya dengan agak memberi hormat, dia bilang dengan suara yang dingin.

“Hawa udara di malam selarut ini dingin sekali, harap tuan-tuan kembali ke tempat kalian. Karena salah-salah nanti kesehatan kalian terganggu.”

Yo Him memandang pada Sasana, dia seperti menantikan keputusan dari puteri pangeran Ghalik tersebut.

Sedangkan Sasana waktu itu telah mengambil keputusan, diapun berkata dengan suara yang nyaring: “Koksu! Kau dengarlah! Untuk sekali ayah tergesa-gesa, sehingga ayahku lupa untuk memberikan surat jalan yang seperti Koksu katakan tadi! Memang merekapun adalah merupakan tamu-tamu istimewa, sehingga mereka tidak memerlukan segala macam peraturan seperti itu! Mereka adalah kesatria ternama, maka jika memang harus ikuti peraturan yang ada itu tentunya kukira kurang begitu menyenangkan untuk mereka......!”

“Begini saja Kuncu, kita kembali dulu ke dalam, di mana kita pergi menghadap pada ayah Kuncu, dan nanti setelah pangeran menyatakan mereka memang tidak perlu surat jalan untuk keluar dari istana ini, akupun tentu tidak berani untuk merintanginya......!

“Terlebih lagi selama berada di sini, aku bertugas untuk menjaga keselamatan pangeran dan juga seluruh istana ini berada dalam penguasaanku, itu semua untuk keselamatan kalian juga! Tidak bisa aku bersikap sembarangan, setidak-tidaknya setiap peraturan yang telah diadakan oleh pangeran jelas tidak bisa dilanggar oleh siapapun juga. Semua ini untuk keselamatan dari seluruh penghuni istana ini juga! Maafkanlah Kuncu aku hanya sekedar menjalankan tugas......”

Muka Sasana berubah merah. Biasanya Tiat To Hoat-ong tidak pernah membantah perkataannya.

Sebagai puteri dari pangeran Ghalik, yang menjadi orang kepercayaan utama dari kaisar dan memiliki kehidupan yang mutlak, mutlak terhadap angkatan perang kerajaan, tentu saja Sasana merupakan orang yang agung dan dihormati sekali. Namun malam ini, tampaknya Tiat To Hoat-ong memang ingin mencegah kepergian dari Cin Piauw Ho dan yang lain-lain tersebut, tanpa memperdulikan Sasana pula.

“Koksu!” kata Sasana dengan suara yang nyaring. “Apa yang kukatakan adalah yang sebenarnya! Apakah memang Koksu tidak mempercayai perkataanku? Jika memang kita pergi menemui ayahku, akan sama pula jawabannya......!”

Tiat To Hoat-ong tersenyum dengan sikap tawar.

”Tetapi jika memang aku mendengarnya langsung dari pangeran, tentu hal itu berarti aku tidak menyalahi tugasku ini!” menyahuti Tiat To Hoat-ong.

Melihat keadaan semakin runyam seperti ini, tiba-tiba Sasana teringat sesuatu maka katanya sambil mengawasi Tiat To Hoat-ong: “Koksu kudengar malam ini seharusnya Koksu sudah berangkat ke kota raja untuk memberikan laporan kepada Kaisar! Tapi mengapa Koksu belum berangkat? Lagi pula kekuasaan untuk keamanan istana ini, seluruhnya telah diserahkan kepada Gochin Talu!”

Koksu negara tersebut tersenyum.

“Kebetulan sekali kesehatanku terganggu, memang benar perkataan Kuncu bahwa keberangkatanku ke kota raja ditunda dua hari lagi sampai kesehatanku pulih!” menyahuti Koksu tersebut. “Karena itu, walaupun seluruh wewenang mengadakan penjagaan untuk keamanan istana ini telah diserahkan kepada Gochin Talu, tokh aku tetap bertanggung jawab penuh akan keamanan di tempat ini selama aku berada di sini? Bukankah Gocin Talu ini, hanyalah memang merupakan wakilku semata jika aku tidak berada di tempat?” Tiat To Hoat-ong tersenyum.

Sasana terdesak lagi, sedangkan Yo Him telah melihat keadaan semakin tidak beres, sedangkan anak buah Tiat To Hoat-ong, tujuh orang pendeta Mongolia yang berpakaian sama dengan Tiat To Hoat-ong, hanya usia mereka semuanya mungkin baru tigapuluhan tahun, telah menghampiri berdiri di belakang Tiat To Hoat-ong, menahan kepergian Cin Piauw Ho dan yang lainnya mempergunakan jarum rahasianya itu, maka memperlihatkan bahwa Tiat To Hoat-ong tidak main-main untuk mencegah kepergian mereka. Jelas walaupun bagaimana koksu negara itu akan berusaha menahan kepergian Cin Piauw Ho dan lainnya.

“Kuncu,” kata Yo Him kepada Sasana. “Jika memang urusan yang dikatakan oleh Taysu itu merupakan suatu peraturan di sini, apa salahnya jika Kuncu tolong pergi mengambilkan “surat jalan” yang dimaksudkan oleh Taysu? Bukankah Kuncu bisa pergi menemui ayahmu dan meminta “surat jalan” itu?”

Tiat To Hoat-ong tertawa menyeringai, katanya, “Ya, jika memang Kuncu bersedia untuk pergi menghadap pangeran hanya seorang diri, itupun tidak ada halangannya. Tetapi kuharap tuan-tuan kembali dulu ke tempat kalian! Kukira alangkah baiknya jika kalian meninggalkan tempat ini besok pagi, dengan melakukan perjalanan di tengah malam begini bukankah merupakan perjalanan yang menyebalkan?”

Setelah berkata begitu Tiat To Hoat-ong mengambil sikap seperti mempersilahkan Yo Him dan yang lainnya untuk kembali ke dalam istana. Sedangkan Sasana mengawasi Koksu itu dengan sepasang alis yang mengkerut, otaknya bekerja keras sekali, untuk mencari jalan guna menyingkirkan Koksu tersebut.

Dilihatnya ke tujuh pendeta muda, yang diketahui oleh Sasana merupakan kawan-kawan Tiat To Hoat-ong, yang baru datang dari Mongolia belum lama yang lalu, telah memperlihatkan sikap bersiap-siap untuk menghadapi sesuatu. Merekapun tampaknya memiliki kepandaian yang tidak rendah.

Diam-diam di hati Sasana juga telah menimbang-nimbang menakar kekuatan. Yo Him memang bisa menghadapi Tiat To Hoat-ong. Walaupun belum dapat dipastikan Yo Him bisa merubuhkan Koksu negara yang sangat lihay itu di mana kepandaiannya tinggi sekali. Namun sedikitnya Tiat To Hoat-ong juga tidak bisa berbuat banyak pada Yo Him. Sedangkan yang diragukan Sasana adalah ke tujuh orang anak buah Tiat To Hoat-ong itu. Sasana mungkin bisa menghadapi dua orang di antara mereka. Lalu yang lima orang lagi siapa yang menghadapinya?

Cin Piauw Ho baru saja sembuh dari keracunan itupun belum sembuh keseluruhan, di mana racun yang mengendap di tubuhnya belum lagi bisa dipunahkan. Dengan demikian, tenaga dalamnya belum lagi dipergunakan karena tidak bisa dikerahkan.

Sekali saja Cin Piauw Ho mengempos semangat dan tenaga lweekangnya, sehingga hawa murninya bergolak, berarti bisa membahayakan keselamatannya, racun yang mengendap dalam darahnya akan menerjang ke jantung. Begitu pula Liu Ong Kiang, diapun tengah terluka, walaupun lukanya itu telah mulai pulih tokh semangatnya tidak bisa dipergunakan penuh keseluruhannya.

Dan yang paling utama Liu Ong Kiang tidak dapat bergerak dengan leluasa. Wang Put Liong pun dalam keadaan terborgol. Sedangkan Ko Tie tidak memiliki kepandaian apa-apa. Jika memang sampai terjadi pertempuran di antara mereka berarti yang akan menderita kerugian adalah pihaknya.

Maka Sasana akhirnya mengambil sikap lunak, katanya: “Baiklah, jika memang Taysu menghendakinya begitu, biarlah nanti aku akan memberitahukan pada ayah. Agar ayah bisa memberikan apa yang dikehendaki oleh Taysu! Nah Yo kongcu, marilah ajak kawan-kawanmu untuk kembali......!”

Tiat To Hoat-ong memperdengarkan tertawa dingin, sikapnya sinis sekali.

“Kuncu, jika memang beberapa hari mendatang nanti aku telah berangkat ke kota raja, kuharap saja, tidak terjadi peristiwa seperti sekarang ini, di mana pangeran lupa memberikan “surat jalan” yang diperlukan para tamu-tamu kita itu. Engkau yang harus mengingatkannya, karena kukira Gochin Talu tidak akan mengambil sikap seperti yang kulakukan. Dia seorang yang memiliki sifat yang kasar dan tidak mengenal kesopanan, dikuatirkan nanti dia melakukan sesuatu yang bisa mendatangkan malu untuk kita...... di mana dia bertindak kurang hormat pada tamu-tamu kita ini!”

Sasana mengerti, itulah ancaman yang diberikan oleh Tiat To Hoat-ong. Sama saja arti perkataannya itu dengan ingin mengatakan bahwa Gochin Talu adalah anak buahnya juga.

Kemungkinan besar jika terjadi Sasana berusaha meloloskan “tawanan istimewa” tersebut, berarti Gochin Talu akan mengambil tindakan tegas dengan meperlakukan mereka dengan tindakan yang agak kasar. Untuk kata-kata itu Sasana telah tertawa tawar. Kemudian bersama-sama Yo Him serta yang lainnya telah kembali ke dalam.

Sedangkan Tiat To Hoat-ong telah mengawasi kepergian Sasana bersama dengan tamu-tamu istimewa tersebut. Setelah mereka lenyap dari pandangan mata, Koksu negara itu telah menoleh kepada ke tujuh pendeta Mongolia katanya: “Kalian berdiam di sini, larang setiap orang keluar dari pintu gerbang ini, tidak seorangpun diijinkan untuk meninggalkan istana ini. Siapa yang bersikeras dan memaksa, kalian boleh menangkapnya dan menahannya!”

“Kami menerima perintah Koksu!” menyahuti ke tujuh pendeta itu. Merekapun memperlihatkan sikap yang menghormat sekali.

Tiat To Hoat-ong bergegas menuju ke tempat kediaman pangeran Ghalik, yaitu di dekat bagian tengah istana itu. Di mana penjagaan di istana tersebut ketat sekali. Tetapi karena Koksu yang masuk, maka tidak ada seorang penjaga yang mencegahnya. Ketika sampai di ruangan dalam, Tiat To Hoat-ong melihat di muka sebuah kamar, berdiri dua orang, yang tidak lain dari Liong Tie Siang dan seorang pendeta Mongolia berusia empatpuluh tahun.

Ke dua orang tersebut yang melihat Tiat To Hoat-ong segera menghampirinya dengan segera. Malah Liong Tie Siang telah mengedipkan matanya, tangannya menunjuk ke dalam kamar.

“Pangeran Ghalik berada di kamarnya, tampaknya ada sesuatu yang tengah menyusahkan hatinya!” bisik Liong Tie Siang perlahan pada Koksu negara itu.

Tiat To Hoat-ong mengangguk, dia menoleh kepada pendeta Mongolia yang berusia empatpuluh tahun lebih, katanya: “Lengky Lumi sejak sekarang kau memiliki tugas baru! Awasi manusia she Yo itu dan kawan-kawannya. Jika memang mereka melakukan sesuatu yang mencurigakan, segera laporkan kapadaku. Jika memang terpaksa engkau boleh segera turun tangan untuk menangkap atau membinasakan mereka!

“Tadi ada seorang kawan kita yang telah melaporkan maksud mereka yang hendak meninggalkan istana secara diam-diam, untung aku masih keburu menghalanginya, sehingga mereka tidak sampai keburu meninggalkan tempat ini. Tampaknya Kuncu Sasana berdiri di pihak mereka, dan juga putri dari pangeran Ghalik itu telah mengetahui maksud kita. Dia yang berusaha meloloskan orang-orang itu! Rencana yang telah kita atur sebelumnya berjalan sebagaimana telah ditetapkan......”

Lengky Lumi telah merangkapkan tangan memberi hormat, diapun berlalu meninggalkan tempat itu. Lengky Lumi adalah seorang pendeta Mongolia yang tangguh, ia memiliki latihan Yoga yang tinggi sekali, terutama sekali ilmu gulatnya.

Memang baru empat bulan lebih dia datang ke daratan Tiong-goan, untuk diperbantukan pada pangeran Ghalik. Namun diam-diam, dia pun telah berhasil dipengaruhi oleh Tiat To Hoat-ong, di mana Lengky Lumi akhirnya bekerja untuk Tiat To Hoat-ong, bukannya mengawal keselamatan pangeran Ghalik. Malah Lengky Lumi merupakan mata-mata yang selalu mengawasi pada setiap gerak geriknya pangeran tersebut yang selalu melaporkan sesuatunya kepada Tiat To Hoat-ong.

Setelah Lengky Lumi pergi, Tiat To Hoat-ong berkata pada Liong Tie Siang: “Dan kau tetap diam di sini. Nanti jika ada sesuatu yang penting aku akan segera memanggilmu. Aku hendak pergi menemui pangeran.....!”

Liong Tie Siang mengangguk, dilihatnya Tiat To Hoat-ong dengan langkah lebar telah mendekati pintu kamar. Kamar itu adalah kamar pribadi pangeran Ghalik, di mana pangeran tersebut memang berada di dalamnya. Tadi pangeran Ghalik telah perintahkan Liong Tie Siang dan Lengky Lumi untuk mengadakan penjagaan di muka kamarnya, siapapun dilarang mengganggunya. Tetapi justru sekali yang ingin masuk ke dalam kamar itu adalah Tiat To Hoat-ong dengan demikian Liong Tie Siang berdiam diri saja.

Tiat To Hoat-ong telah sampai di depan pintu kamar, Koksu ini telah berdiam sejenak mendengarkan. Dia mendengar suara langkah kaki yang berat satu-satu. Tampaknya pangeran Ghalik memang belum tidur. Tengah berjalan mondar-mandir dalam kamarnya.

Setelah mendengarkan sekian lama akhirnya Tiat To Hoat-ong mengetuk pintu itu.

“Siapa?” terdengar suara pangeran Ghalik yang bertanya dengan mempergunakan bahasa Mongolia.

“Ada sesuatu yang penting hendak dilaporkan. Apakah aku boleh mengganggu sebentar?!” menyahuti Tiat To Hoat-ong.

“Hmm!” terdengar suara pangeran Ghalik disusul kemudian dengan suara dibukanya pintu, lalu daun pintu terpentang. Tampak pangeran Ghalik sendiri yang membuka pintu tersebut. “Ada urusan penting apakah malam selarut ini koksu menghadap?”

Tiat To Hoat-ong membungkukkan sedikit tubuhnya, katanya: “Baru saja tadi aku dapat menyelesaikan suatu urusan yang mungkin tidak kecil, dan ingin memperoleh keterangan dari pangeran mengenai keadaan yang sebenarnya!” kemudian Tiat To Hoat-ong melangkah masuk.

Pangeran Ghalik mempersilahkan Koksu negara yang memiliki kepandaian tinggi itu untuk duduk di sebuah kursi di hadapannya. Dipandanginya Tiat To Hoat-ong dengan sorot mata menyelidik, kemudian tanyanya: “Urusan apa yang ingin dilaporkan Koksu hingga tampak Koksu begitu tergopoh-gopoh dan hendak melaporkan sendiri?!”

Tiat To Hoat-ong memperlihatkan senyum tawar. Dia bilang dengan sikap sinis: “Tadi Kuncu Sasana ingin mengijinkan orang she Yo dan beberapa orang tawanan lainnya, termasuk orang she Wang yang kita tahan di kamar khusus itu, untuk meninggalkan istana ini. Menurut Kuncu, semua itu adalah atas persetujuan dari pangeran!

“Tetapi, karena seperti peraturan,yang telah dikeluarkan oleh pangeran, selain pangeran dan aku berdua, maka setiap orang yang hendak meninggalkan istana harus membawa surat ijin keluar dari pangeran. Namun mereka tidak memiliki surat ijin keluar itu, maka telah kularang mereka meninggalkan istana. Sekarang, yang ingin kuketahui, apakah semua itu benar atas perintah pangeran?!”

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar