07 Wanita Penggendong Mayat Bayi
Didengar dari nada suara
tertawa itu, tentunya ia seorang wanita......!” Dan Sung Ceng Siansu dalam
waktu beberapa detik itu berusaha untuk mengingat tokoh wanita di rimba
persilatan yang memiliki kepandaian tinggi tentunya orang yang tengah
mendatangi itu, setidaknya lweekangnya sudah dilatih lebih limapuluh tahun.
Sedang Sung Ceng Siansu
berpikir begitu, suara tertawa yang halus dan perlahan itu tetap terdengar, dan
akhirnya dari permukaan hutan itu muncul sesosok tubuh. Memang seorang wanita,
tetapi bukan seperti yang diduga oleh Sung Ceng Siansu.
Yang muncul justru seorang
wanita yang cantik jelita, paras mukanya segar, usianya tidak lebih dari
duapuluh lima tahun, hidungnya mancung. Sepasang alisnya melengkung seperti
bulan sabit, sepasang matanya yang lentik dengan sinarnya yang gemerlapan itu
seperti juga bintang Pak-tauw, dan juga bibirnya yang merah dan kecil mungil,
bagaikan juga buah tho. Rambutnya yang hitam dan tebal itu, dibuntut kuda dan
diikat oleh sehelai pita berwarna merah. yang berkibar-kibar terhembus angin.
Wanita cantik ini memakai gaun
atas yang berwarna merah darah, sedangkan gaun bawahnya berwarna kuning gading
dengan diberi hiasan berwarna-warni pada tepian bawah gaun tersebut. Iapun
mengenakan cukup banyak barang-barang perhiasan pada pergelangan tangannya,
leher, di rambutnya dan juga di telinganya.
Di ke dua tangannya yang
dilipat pada dadanya, tampak menggendong sesuatu. Dan waktu wanita cantik
jelita ini telah mendatangi dekat, barulah Sung Ceng Siansu dan Li Su Han bisa,
melihat jelas apa yang digendong oleh wanita tersebut.
Dan Sung Ceng Siansu maupun
Lie Su Han telah mengeluarkan suara seruan tertahan, mereka kaget tidak
terkira.
Ternyata yang berada dalam
gendongan wanita cantik tersebut, tidak lain dari seorang bayi berusia beberapa
bulan, yang matanya tengah terpejam, dan mukanya pucat pias.
Langkah kaki wanita tersebut
perlahan sekali, selangkah demi selangkah menghampiri Sung Ceng Siansu dan Lie
Su Han, namun kenyataan ia bisa juga untuk dapat pula bergerak cepat luar
biasa, karena hanya sekejap mata saja ia telah berada di hadapan Bi-lek-hud
Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han. Hal itu memperlihatkan bahwa ginkang wanita
cantik ini memang tinggi sekali.
Lenyap suara tertawanya, terdengar
senandungnya:
“Anakku, tidurlah.....
tidurlah esok kau bangun untuk bergembira bermain dengan ibu...... tidurlah
anakku..... tidurlah anakku......!”
Suara wanita cantik ini halus
sekali, ia pun menggerak-gerakkan perlahan ke dua tangannya, seperti tengah
menimang-nimang anak tersebut. Tetapi bayi yang berada dalam pelukan ke dua
tangan wanita tersebut diam saja, dan wajahnya yang pucat itu, pias sekali.
Setelah berada dekat sekali, barulah Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han melihatnya
nyata bahwa bayi tersebut ternyata sudah tidak bernapas!
Bayi yang digendong oleh
wanita cantik tersebut ternyata hanyalah sesosok mayat bayi belaka!
Bi-lek-hud yang biasanya gemar
tertawa, seketika berobah menjadi pucat dan hatinya tergetar. Sedangkan Lie Su
Han telah mengeluarkan suara seruan tertahan. Ke dua tangannya menggéndong Lie
Ko Tie erat-erat, yang dipeluknya dengan ketat.
Wanita cantik itu masih menina
bobokan bayi yang telah menjadi mayat itu, seperti juga ingin menidurkan bayi
tersebut. Tidak terlihat perasaan sedih, berduka, kesal, merana, maupun
perasaan lainnya. Wajahnya itu begitu polos, hanya memancarkan kasih sayang
seorang ibu kepada anaknya.
“Tidurlah anak..... tidurlah
anak..... engkau tidur yang nyenyak, besok engkau bangun dengan riang gembira,
bermain dengan ibu..... tidurlah anak....!”
dan suara wanita cantik
tersebut semakin halus, tergetar, dan telah mengayunkan ke dua tangan, seperti
menimang-nimang mayat bayi itu, agar mau tertidur!
Tetapi setelah melakukan semua
itu, di saat Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han tengah berdiri bengong mengawasi
keadaan di hadapan mereka yang demikian luar biasa, tiba-tiba wanita cantik
tersebut telah menoleh kepada Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han dengan wajah yang
bengis, sinar matanya yang sangat tajam sekali:
“Kalian datang ke tempat ini
hanya mengganggu ketenangan tidurnya anakku.....!” bentaknya itu disertai
dengan langkah kakinya yang mendekati Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han.
Belum lagi Sung Ceng Siansu
dam Lie Su Han menyahuti, tahu-tahu tangan kanan wanita itu telah bergerak
mengebut.
“Wuttt......!” serangkum angin
yang kuat sekali menerjang Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han dengan serentak. Dan
yang luar biasa sekali adalah tubuh Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han terpental
seketika itu juga.
Jika tubuh Sung Ceng Siansu
begitu terpental, dia dapat berjumpalitan dan kemudian turun ke tanah dengan ke
dua kakinya terlebih dulu. Justru Lie Su Han begitu terpental, segera dia
terbanting bergulingan di tanah bersama-sama dengan keponakannya yang berada
dalam gendongannya itu.
Lie Su Han juga tidak bisa
segera bangkit berdiri, ia merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan
matanya berkunang-kunang.
Wanita cantik itu tertawa
dingin, ia berkata lagi: “Kalian perlu dihajar lagi.....!” Dan tampaklah tangan
kanan wanita bergerak cepat menghantam kepada Sung Ceng Siansu.
Gerakan wanita tersebut sangat
cepat dan kuat, tubuhnya bergerak ringan dengan mayat bayi berada dalam
gendongan salah satu tangannya dan angin kebutan tangannya itu telah menyambar
ke arah Sung Ceng Siansu.
Tentu saja Sung Ceng Siansu
tidak berani berbuat ayal dengan berdiam diri, ia telah merasakan betapa
kuatnya tenaga kebutan wanita tersebut. Dengan merasakan kebutan wanita
tersebut Sung Ceng Siansu telah mengetahuinya bahwa lweekang yang dimiliki
wanita tersebut sangat dahsyat sekali.
Sekarang ia diserang dengan
kebutan seperti itu lagi. Dengan gesit Sung Ceng Siansu melompat ke tengah
udara, dan tubuhnya berjumpalitan di tengah udara kemudian menekuk ke dua
kakinya, tangannya memeluk ke dua kakinya dan tubuhnya telah meluncur turun
dengan kepala menyeruduk ke arah dada si wanita cantik yang memiliki sikap aneh
dan telengas itu.
Dengan cara menyerang
menyerudukan kepalanya seperti itu, Sung Ceng Siansu bermaksud mempergunakan
kekebalan dan kekuatan batok kepalanya untuk menyerang si wanita cantik
tersebut. Tetapi wanita cantik tersebut memang memiliki kepandaian yang tinggi
sekali. Dengan kecepatan luar biasa, ia telah berkelit ke samping dan tahu-tahu
tangannya yang satu itu telah bergerak menghantam batok kepala Sung Ceng
Siansu.
“Dukkk!?’ hantaman itu kuat
sekali mengenai sasarannya.
Walaupun kepala Sung Ceng
Siansu tidak sampai pecah atau retak, tokh kenyataannya begitu ia turun berdiri
di atas tanah, ia merasakan pusing dan terhuyung beberapa langkah, dengan tubuh
yang seperti akan jatuh terjerembab.
Hebat, inilah pengalaman yang
pertama kali dialami oleh Sung Ceng Siansu. Karena biasanya, walaupun dia
menyeruduk dinding batu atau batang pohon, malah korban serudukannya itu yang
akan hancur berantakan, dan dia tidak merasa pusing sedikitpun juga.
Namun sekarang dia ditabok
begitu saja oleh telapak tangan wanita tersebut, ia merasakan kepalanya seperti
dihantam oleh benda keras yang kuat sekali, membuat ia merasa sangat pusing.
Dengan demikian, segera dia
mengetahui bahwa lweekang yang dimiliki wanita cantik yang aneh ini memang
berada di sebelah atasnya.
Tetapi Sung Ceng Siansu
penasaran sekali ia mengeluarkan suara tertawanya, walaupun tidak secerah
biasanya, namun suara tertawanya itu memang ciri khasnya. Berbareng tubuhnya
bergerak lagi, di mana ia telah melompat dan menyeruduk lagi cepat sekali
mempergunakan kepalanya.
Di saat itulah, segera tampak
wanita cantik tersebut mengeluarkan suara tertawa dingin, dan segera ia
menggerakkan tangannya untuk menghantam lagi. Cepat dan tepat sekali, telapak
tangannya telah mengenai sasarannya sehingga terdengar suara “dukkk!” yang
keras sekali, kepala Sung Ceng Siansu kena dihantam lagi oleh telapak tangan
wanita cantik tersebut.
Tubuh si pendeta kali ini
terpelanting bergulingan di atas tanah, karena hantaman telapak tangan wanita
aneh tersebut benar-benar kuat sekali. Dia merasakan matanya berkunang-kunang
dan juga di saat itu terlihat Sung Ceng Siansu tidak bisa segera berdiri, malah
mengeluarkan suara erangan perlahan, seperti mengeluh kesakitan.
Sedangkan wanita cantik itu
telah menimang-nimang mayat bayi di tangannya. Mulutnya masih bersenandung
dengan suara yang lembut, selembut seorang ibu yang tengah mencurahkan kasih
sayangnya pada anaknya.
“Tidurlah anakku.....
tidurlah..... tidurlah..... tidurlah yang nyenyak anakku sayang..... engkau
akan bangun esok dengan riang dan gembira, bermain lincah dengan ibu......
tidurlah anakku sayang..... tidurlah......!”
Tetapi justru mayat bayi itu
diam kaku dengan wajah yang tetap pucat dan sepasang mata yang terpejam, sama
sekali tidak bergerak. Tidak menyahuti, dan tidak bernapas.....
Sung Ceng Siansu telah
menggedik-gedikkan kepalanya beberapa kali, dan kemudian bangkit berdiri.
Tetapi belum lagi ia sempat membuka mulut. Wanita aneh yang cantik itu telah
berkata dengan suara yang halus, ditujukan kepada mayat bayi yang berada dalam
gendongannya:
“Anakku ibumu hendak menghajar
dulu seekor babi.........!” dan sambil berkata begitu. tanpa menoleh kepada
Sung Ceng Siansu tangannya telah mengebut lagi dengan kuat.
Sung Ceng Siansu belum sempat
mempersiapkan diri, di saat itu serangkum angin serangan yang kuat sekali telah
menyambar dengan dahsyat. Tubuh Sung Ceng Siansu telah terpental kembali dengan
kuat, sehingga mukanya mencium tanah.
Darah segar mengucur keluar
dari hidungnya, bibirnya juga telah pecah dan mengeluarkan darah. Dan yang
lebih celaka lagi, justru giginya sudah rontok dua......!
Inilah pengalaman yang baru
pertama kali dialami oleh Sung Ceng Siansu. Dengan demikian ia kaget dan
penasaran sekali.
Kaget, karena ia melihat
kepandaiannya kini seperti tidak ada artinya apa-apa dalam menghadapi wanita
tersebut, dan juga penasaran, karena baru dua kali gebrak, justru dua kali itu
pula wanita cantik tersebut telah berhasil membuatnya terguling seperti itu.
Dengan demikian jelas wanita cantik jelita yang aneh tersebut memiliki
kepandaian yang sulit sekali diukur.
Di saat itu Lie Su Han yang
baru saja bangkit berdiri sambil berusaha mengangkat tubuh keponakannya, yaitu
Lie Ko Tie, justru telah merasakan menyambarnya serangkum angin yang kuat
sekali. Belum lagi Lie Su Han sempat mengangkat Lie Ko Tie di waktu itulah Lie
Su Han terjungkal lagi, mukanya telah menyambar sebatang pohon, karena tubuhnya
seperti terbang, terangkat dan terlempar kuat sekali. Begitu mukanya menghantam
batang pohon, di saat itu juga Lie Su Han pingsan tidak sadarkan diri. Tubuhnya
menggeletak di bawah batang pohon itu.
Sung Ceng Siansu jadi
mengeluh. Ia teringat akan anjuran Auwyang Bun agar segera melarikan diri dan
meninggalkan tempat tersebut. Tanpa menanti apa-apa lagi dengan sendirinya Sung
Ceng Siansu jadi menyesal bukan main, karena wanita cantik jelita yang aneh dan
menggendong mayat seorang bayi tersebut, benar-benar sangat tangguh sekali. Di
mana kepandaiannya sulit sekali dijajakinya.
Tetapi Sung Ceng Siansu tidak
bisa berpikir terlalu lama. Di waktu itu segera terlihat betapa wanita yang
menggendong bayi yang telah menjadi mayat dalam rangkulannya itu melangkah
mendekati dia, sambil mulutnya terus juga bersenandung:
“Anakku..... sebentar lagi
malam tiba, tidurlah...... tidurlah yang nyenyak..... ibu akan mengusir
nyamuk-nyamuk jahat ini, agar engkau bisa tidur dengan nyenyak......!”
Dan mulutnya memang bersenandung
seperti ingin menidurkan “bayi” yang telah menjadi mayat itu. Namun tangannya
yang satu telah digerakkan lagi ke arah Sung Ceng Siansu. Hebat kesudahannya.
Tubuh Sung Ceng Siansu seperti diterjang oleh gelombang laut yang hebat sekali
dan sangat kuat, tanpa bisa dipertahankan lagi, tubuhnya telah terpental ke
tengah udara.
Tetapi Sung Ceng Siansu
cepat-cepat mengempos semangatnya. Ia menyalurkan tenaga lweekangnya pada
sekujur tubuhnya. Dan ia memang memiliki kepandaian yang agak aneh yaitu menyerang
lawannya selalu dengan serudukan kepalanya yang kebal dan kuat itu. Di mana
iapun selalu berlompatan dengan sepasang kaki ditekuk dan dirangkul oleh ke dua
tanganya, karena iapun memiliki ginkang yang terlatih baik sekali.
Sekarang tubuhnya telah melayang
di udara demikian cepat akibat tenaga sampokan tangan wanita cantik jelita yang
aneh dan mengerikan itu. Namun Sung Ceng Siansu sekarang tidak mau tubuhnya
sampai terbanting pula. Cepat sekali ia menguasai tubuhnya, lalu ia menjejakkan
kakinya dan tubuhnya melompat ke udara ringan sekali, ia telah menyerudukkan
kepalanya itu pada si wanita cantik tersebut.
Kali ini Sung Ceng Siansu
berlaku hati-hati sekali. Di mana ia menyeruduk sambil mempersiapkan ke dua
tangannya, walaupun ke dua kakinya tetap ditekuknya, namun ke dua telapak
tangannya itu dipentang, seperti juga seekor burung yang tengah merentangkan ke
dua sayapnya.
Wanita cantik itu
memperdengarkan suara tertawa dingin, dan menghantam dengan telapak tangannya
ke kepala Sung Ceng Siansu. Namun belum lagi tangan wanita cantik tersebut
mengenai kepala si pendeta yang sesungguhnya gemar tertawa itu, tiba-tiba Sung
Ceng Siansu telah menggerakkan ke dua tangannya. Hebat bulan main kesudahannya,
sepasang tangan Sung Ceng Siansu telah bentrok dengan tangan wanita cantik
jelita yang aneh dan bertangan telengas tersebut.
Tetapi yang menderita kerugian
adalah Sung Ceng Siansu. Karena begitu tangan mereka saling bentur, tubuh Sung
Ceng Siansu terpental keras dan terbanting lagi di atas tanah bergulingan beberapa
kali.
Belum sempat Sung Ceng Siansu
bangun berdiri, wanita cantik jelita tersebut telah melompat ke sampingnya dan
telah mengulurkan tangannya.
“Brettth......!” tahu-tahu
bahu Sung Ceng Siansu kena dicakarnya. Cakaran yang dilakukan oleh wanita cantik
berkepandaian tinggi tersebut bukan cakaran sembarangan. Karena begitu ia
mencakar, segera pakaian yang dipakai Sung Ceng Siansu bagian bahunya telah
kena terobek lebar dan darah segera mengucur deras sebab kulit tangannya juga
telah ikut robek.
Ternyata dengan kuku-kuku jari
tangannya yang memang runcing dan cukup panjang, wanita cantik tersebut telah
mempergunakannya sebagai pengganti senjata tajam. Luka yang derita oleh Sung
Ceng Siansu juga bukan luka sembarangan. Sebab begitu tercakar, ketika itu juga
si pendeta merasakan tubuhnya menjadi panas, bagaikan mengeluarkan uap.
Ternyata pada jari tangan wanita tersebut terdapat racun yang bekerjanya cepat
sekali.
Sung Ceng Siansu kaget bukan
main. Pendeta gemuk yang dijuluki Bi-lek-hud si Budha Tertawa tersebut, kini
sudah tidak ada tertawanya lagi.
Dengan bersungguh-sungguh ia
memusatkan pada kekuatan lweekangnya untuk membendung racun yang mulai menjalar
di setiap jalan darahnya di bagian bahunya. Ia berusaha mendesak racun tersebut
keluar dari permukaan kulit bahunya.
Tetapi rupanya racun itu
memang hebat sekali, karena Sung Ceng Siansu telah berusaha mendorongnya keluar
sampai mempergunakan sebagian besar tenaga lweekangnya, tokh racun itu tidak
bisa didorong keluar keseluruhannya. Malah yang sebagian lagi, yang terdorong
keluar oleh kekuatan lweekang si pendeta, telah berkumpul di dalam lapisan
kulit bagian bahu si pendeta. Dengan begitu, racun tersebut sewaktu-waktu bisa
bekerja kembali, begitu daya tahan Sung Ceng Siansu berkurang atau lenyap.
“Tidurlah anakku sayang.....
tidurlah ibu sedang menghajar seekor babi gemuk biar dia mampus
cepat-cepat.....! Tidurlah anakku sayang, besok engkau akan bermain dengan
ibu...... tidurlah......!”
Menina bobokan wanita cantik
tersebut pada mayat bayi yang berada dalam pelukannya.
Walaupun mulutnya menina
bobokan bayi yang telah menjadi mayat dalam rangkulannya itu tokh tangan wanita
cantik itu bekerja cepat sekali. Di mana tangan kanannya itu berkelebat-kelebat
cepat sekali bagaikan telah berubah menjadi sepuluh tangan. Karena cepatnya
setiap saat gerakan yang dilakukannya menyambar ke berbagai tubuh dari si
pendeta yang dijuluki Bi-lek-hud.
Bukan main kagetnya Sung Ceng
Siansu melihat kecepatan berkelebatnya tangan wanita cantik tersebut, dan ia
sudah tidak keburu lagi untuk mengelakkan diri, di mana tahu-tahu Sung Ceng
Siansu merasakan di beberapa bagian anggota tubuhnya terasa sakit dan pedih
sekali. Rupanya tangan wanita cantik itu telah berhasil menggurat beberapa
bagian anggota tubuh Sung Ceng Siansu seperti lengannya, pundaknya,
punggungnya, dadanya dan paha dari Bi-lek-hud.
Darah juga telah mengucur
deras sekali dari luka-luka tubuh Sung Ceng Siansu karena setiap luka yang
dideritanya itu sangat lebar, kulit tubuhnya terobek dan darah mengucur banyak
sekali membasahi tubuhnya, menyebabkan keadaan Sung Ceng Siansu mengenaskan
sekali.
Wanita cantik tersebut tidak
melancarkan cakaran-cakarannya lagi. Ia melompat mundur sambil tertawa-tawa
menina bobokan mayat bayi di dalam rangkulannya:
“Tidurlah yang nyenyak
anakku...... tidurlah..... tidurlah anakku......!”
Tetapi hebat penderitaan Sung
Ceng Siansu waktu itu, ia merasakan tubuhnya seperti terbakar oleh kobaran api.
Dia merasakan di dalam tubuhnya seperti juga berjalan puluhan ekor kelabang
atau semut yang membuat ia bergelinjang dan disusul kemudian dengan perih dan
pedih pada setiap bagian anggota tubuhnya. Ke dua kakinya berkelejotan terus
menerus tidak bisa dikendalikan dan sepasang tangannya juga seperti ingin
bergerak di luar kehendaknya.
Wajah Sung Ceng Siansu waktu
itu mengejang kaku, karena dua guratan yang panjang terdapat di mukanya. Dan
juga, darah telah melumuri wajah si pendeta gemuk itu, mulutnya jadi
menyeringai diluar kemauannya dan sepasang matanya terpentang lebar dan
mengeluarkan jeritan yang panjang. Tampaknya Sung Ceng Siansu sangat tersiksa
dengan keadaannya seperti itu.
Lie Su Han yang waktu itu
telah tersadar dari pingsannya, tengah merangkak bangun, iapun telah berusaha
mengangkat Lie Ko Tie, yang dirangkulnya dan kemudian mementangkan ke dua
kakinya untuk melarikan diri dari tempat tersebut.
Tetapi wanita cantik
berkepandaian liehay itu telah tertawa renyai dengan nadanya yang seperti juga
mengejek. Ia telah menina bobokan terus mayat bayi dalam rangkulannya:
“Tidurlah anakku.......
tidurlah, ibu hendak menangkap seekor babi lainnya......!”
dan dikala mulutnya berkata
begitu dengan nada yang penuh kasih sayang ditujukan kepada mayat bayi dalam
rangkulannya namun ke dua kakinya telah menjejak. Tubuhnya melompat seperti juga
terbang, dan tahu-tahu telah berada disamping Lie Su Han, di mana tangan si
wanita cantik telah bergerak, dan “breeettt!” Segera juga pakaian di bagian
punggung Lie Su Han kena dirobeknya, bahkan kulit punggung Lie Su Han juga
telah robek oleh cakaran tangan wanita tersebut, darah segera mengucur deras.
Lie Su Han menggeliat sambil
mengaduh. Rangkulannya pada Lie Ko Tie terlepas, sehingga Lie Ko Tie
menggelinding di atas tanah dalam keadaan masih tertotok. Kemudian tubuh Lie Su
Han terjerunuk dan jatuh lemas.
Wanita cantik tersebut telah
memandang Lie Su Han dengan sorot mata yang dingin. kemudian menina bobokan
mayat bayi dalam rangkulannya.
Lie Su Han berusaha untuk
berdiri walaupun sekujur tubuhnya dirasakan pada sakit dan pedih. Sepasang kaki
Lie Su Han gemetaran tenaganya seperti lenyap meninggalkan raganya, di mana
luka pada punggungnya itu pedih sekali seperti digerayangi oleh ribuan ekor
semut.
Kepandaian Lie Su Han memang
berada jauh di bawah Sung Ceng Siansu, dengan demikian daya tahan yang dimiliki
Lie Su Han juga tidak sekuat Sung Ceng Siansu. Dengan begitu, sekali ia
terluka, seluruh tenaganya telah punah dan juga di waktu ia berhasil lari, ia
telah terjungkal kembali di atas tanah.
Lie Su Han juga meraung keras
dengan wajah yang telah bersemu hijau gelap. Ia menggeliat-geliat kesakitan.
Wanita cantik aneh yang
memiliki kepandaian tinggi itu mengeluarkan suara tertawanya lagi yang renyai,
kaki kanannya bergerak menendang tubuh Lie Su Han, sehingga Lie Su Han
terlempar ke udara tinggi sekali hampir tiga tombak. Kemudian jatuh
menggelinding di atas tanah pula. Dengan begitu, penderitaan Lie Su Han jadi
lebih hebat lagi, terutama kulit pada wajahnya terasa seperti mengejang kaku.
“Paman......!” tiba-tiba Lie
Ko Tie menjerit dengan suatu yang nyaring.
Hati anak lelaki ini ngeri
melihat keadaan pamannya. Ia memang dalam keadaan tertotok, tetapi ia tertotok
pada jalan darah Tian-cie-hiat, sehingga tubuhnya saja yang kaku, di mana
sepasang tangan dan kakinya tidak bisa digerakkan. Tetapi Ah-hiatnya (jalan
darah gagu)nya tidak tertotok, anak lelaki ini masih bisa bicara. Karena tidak
tahan melihat penderitaan pamannya, anak lelaki she Lie ini telah menangis
mengucurkan airmata.