Beruang Salju Bab 07 Wanita Penggendong Mayat Bayi

Beruang Salju Bab 07 Wanita Penggendong Mayat Bayi

07 Wanita Penggendong Mayat Bayi

Didengar dari nada suara tertawa itu, tentunya ia seorang wanita......!” Dan Sung Ceng Siansu dalam waktu beberapa detik itu berusaha untuk mengingat tokoh wanita di rimba persilatan yang memiliki kepandaian tinggi tentunya orang yang tengah mendatangi itu, setidaknya lweekangnya sudah dilatih lebih limapuluh tahun.

Sedang Sung Ceng Siansu berpikir begitu, suara tertawa yang halus dan perlahan itu tetap terdengar, dan akhirnya dari permukaan hutan itu muncul sesosok tubuh. Memang seorang wanita, tetapi bukan seperti yang diduga oleh Sung Ceng Siansu.

Yang muncul justru seorang wanita yang cantik jelita, paras mukanya segar, usianya tidak lebih dari duapuluh lima tahun, hidungnya mancung. Sepasang alisnya melengkung seperti bulan sabit, sepasang matanya yang lentik dengan sinarnya yang gemerlapan itu seperti juga bintang Pak-tauw, dan juga bibirnya yang merah dan kecil mungil, bagaikan juga buah tho. Rambutnya yang hitam dan tebal itu, dibuntut kuda dan diikat oleh sehelai pita berwarna merah. yang berkibar-kibar terhembus angin.

Wanita cantik ini memakai gaun atas yang berwarna merah darah, sedangkan gaun bawahnya berwarna kuning gading dengan diberi hiasan berwarna-warni pada tepian bawah gaun tersebut. Iapun mengenakan cukup banyak barang-barang perhiasan pada pergelangan tangannya, leher, di rambutnya dan juga di telinganya.

Di ke dua tangannya yang dilipat pada dadanya, tampak menggendong sesuatu. Dan waktu wanita cantik jelita ini telah mendatangi dekat, barulah Sung Ceng Siansu dan Li Su Han bisa, melihat jelas apa yang digendong oleh wanita tersebut.

Dan Sung Ceng Siansu maupun Lie Su Han telah mengeluarkan suara seruan tertahan, mereka kaget tidak terkira.

Ternyata yang berada dalam gendongan wanita cantik tersebut, tidak lain dari seorang bayi berusia beberapa bulan, yang matanya tengah terpejam, dan mukanya pucat pias.

Langkah kaki wanita tersebut perlahan sekali, selangkah demi selangkah menghampiri Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han, namun kenyataan ia bisa juga untuk dapat pula bergerak cepat luar biasa, karena hanya sekejap mata saja ia telah berada di hadapan Bi-lek-hud Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han. Hal itu memperlihatkan bahwa ginkang wanita cantik ini memang tinggi sekali.

Lenyap suara tertawanya, terdengar senandungnya:

“Anakku, tidurlah..... tidurlah esok kau bangun untuk bergembira bermain dengan ibu...... tidurlah anakku..... tidurlah anakku......!”

Suara wanita cantik ini halus sekali, ia pun menggerak-gerakkan perlahan ke dua tangannya, seperti tengah menimang-nimang anak tersebut. Tetapi bayi yang berada dalam pelukan ke dua tangan wanita tersebut diam saja, dan wajahnya yang pucat itu, pias sekali. Setelah berada dekat sekali, barulah Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han melihatnya nyata bahwa bayi tersebut ternyata sudah tidak bernapas!

Bayi yang digendong oleh wanita cantik tersebut ternyata hanyalah sesosok mayat bayi belaka!

Bi-lek-hud yang biasanya gemar tertawa, seketika berobah menjadi pucat dan hatinya tergetar. Sedangkan Lie Su Han telah mengeluarkan suara seruan tertahan. Ke dua tangannya menggéndong Lie Ko Tie erat-erat, yang dipeluknya dengan ketat.

Wanita cantik itu masih menina bobokan bayi yang telah menjadi mayat itu, seperti juga ingin menidurkan bayi tersebut. Tidak terlihat perasaan sedih, berduka, kesal, merana, maupun perasaan lainnya. Wajahnya itu begitu polos, hanya memancarkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.

“Tidurlah anak..... tidurlah anak..... engkau tidur yang nyenyak, besok engkau bangun dengan riang gembira, bermain dengan ibu..... tidurlah anak....!”

dan suara wanita cantik tersebut semakin halus, tergetar, dan telah mengayunkan ke dua tangan, seperti menimang-nimang mayat bayi itu, agar mau tertidur!

Tetapi setelah melakukan semua itu, di saat Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han tengah berdiri bengong mengawasi keadaan di hadapan mereka yang demikian luar biasa, tiba-tiba wanita cantik tersebut telah menoleh kepada Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han dengan wajah yang bengis, sinar matanya yang sangat tajam sekali:

“Kalian datang ke tempat ini hanya mengganggu ketenangan tidurnya anakku.....!” bentaknya itu disertai dengan langkah kakinya yang mendekati Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han.

Belum lagi Sung Ceng Siansu dam Lie Su Han menyahuti, tahu-tahu tangan kanan wanita itu telah bergerak mengebut.

“Wuttt......!” serangkum angin yang kuat sekali menerjang Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han dengan serentak. Dan yang luar biasa sekali adalah tubuh Sung Ceng Siansu dan Lie Su Han terpental seketika itu juga.

Jika tubuh Sung Ceng Siansu begitu terpental, dia dapat berjumpalitan dan kemudian turun ke tanah dengan ke dua kakinya terlebih dulu. Justru Lie Su Han begitu terpental, segera dia terbanting bergulingan di tanah bersama-sama dengan keponakannya yang berada dalam gendongannya itu.

Lie Su Han juga tidak bisa segera bangkit berdiri, ia merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan matanya berkunang-kunang.

Wanita cantik itu tertawa dingin, ia berkata lagi: “Kalian perlu dihajar lagi.....!” Dan tampaklah tangan kanan wanita bergerak cepat menghantam kepada Sung Ceng Siansu.

Gerakan wanita tersebut sangat cepat dan kuat, tubuhnya bergerak ringan dengan mayat bayi berada dalam gendongan salah satu tangannya dan angin kebutan tangannya itu telah menyambar ke arah Sung Ceng Siansu.

Tentu saja Sung Ceng Siansu tidak berani berbuat ayal dengan berdiam diri, ia telah merasakan betapa kuatnya tenaga kebutan wanita tersebut. Dengan merasakan kebutan wanita tersebut Sung Ceng Siansu telah mengetahuinya bahwa lweekang yang dimiliki wanita tersebut sangat dahsyat sekali.

Sekarang ia diserang dengan kebutan seperti itu lagi. Dengan gesit Sung Ceng Siansu melompat ke tengah udara, dan tubuhnya berjumpalitan di tengah udara kemudian menekuk ke dua kakinya, tangannya memeluk ke dua kakinya dan tubuhnya telah meluncur turun dengan kepala menyeruduk ke arah dada si wanita cantik yang memiliki sikap aneh dan telengas itu.

Dengan cara menyerang menyerudukan kepalanya seperti itu, Sung Ceng Siansu bermaksud mempergunakan kekebalan dan kekuatan batok kepalanya untuk menyerang si wanita cantik tersebut. Tetapi wanita cantik tersebut memang memiliki kepandaian yang tinggi sekali. Dengan kecepatan luar biasa, ia telah berkelit ke samping dan tahu-tahu tangannya yang satu itu telah bergerak menghantam batok kepala Sung Ceng Siansu.

“Dukkk!?’ hantaman itu kuat sekali mengenai sasarannya.

Walaupun kepala Sung Ceng Siansu tidak sampai pecah atau retak, tokh kenyataannya begitu ia turun berdiri di atas tanah, ia merasakan pusing dan terhuyung beberapa langkah, dengan tubuh yang seperti akan jatuh terjerembab.

Hebat, inilah pengalaman yang pertama kali dialami oleh Sung Ceng Siansu. Karena biasanya, walaupun dia menyeruduk dinding batu atau batang pohon, malah korban serudukannya itu yang akan hancur berantakan, dan dia tidak merasa pusing sedikitpun juga.

Namun sekarang dia ditabok begitu saja oleh telapak tangan wanita tersebut, ia merasakan kepalanya seperti dihantam oleh benda keras yang kuat sekali, membuat ia merasa sangat pusing.

Dengan demikian, segera dia mengetahui bahwa lweekang yang dimiliki wanita cantik yang aneh ini memang berada di sebelah atasnya.

Tetapi Sung Ceng Siansu penasaran sekali ia mengeluarkan suara tertawanya, walaupun tidak secerah biasanya, namun suara tertawanya itu memang ciri khasnya. Berbareng tubuhnya bergerak lagi, di mana ia telah melompat dan menyeruduk lagi cepat sekali mempergunakan kepalanya.

Di saat itulah, segera tampak wanita cantik tersebut mengeluarkan suara tertawa dingin, dan segera ia menggerakkan tangannya untuk menghantam lagi. Cepat dan tepat sekali, telapak tangannya telah mengenai sasarannya sehingga terdengar suara “dukkk!” yang keras sekali, kepala Sung Ceng Siansu kena dihantam lagi oleh telapak tangan wanita cantik tersebut.

Tubuh si pendeta kali ini terpelanting bergulingan di atas tanah, karena hantaman telapak tangan wanita aneh tersebut benar-benar kuat sekali. Dia merasakan matanya berkunang-kunang dan juga di saat itu terlihat Sung Ceng Siansu tidak bisa segera berdiri, malah mengeluarkan suara erangan perlahan, seperti mengeluh kesakitan.

Sedangkan wanita cantik itu telah menimang-nimang mayat bayi di tangannya. Mulutnya masih bersenandung dengan suara yang lembut, selembut seorang ibu yang tengah mencurahkan kasih sayangnya pada anaknya.

“Tidurlah anakku..... tidurlah..... tidurlah..... tidurlah yang nyenyak anakku sayang..... engkau akan bangun esok dengan riang dan gembira, bermain lincah dengan ibu...... tidurlah anakku sayang..... tidurlah......!”

Tetapi justru mayat bayi itu diam kaku dengan wajah yang tetap pucat dan sepasang mata yang terpejam, sama sekali tidak bergerak. Tidak menyahuti, dan tidak bernapas.....

Sung Ceng Siansu telah menggedik-gedikkan kepalanya beberapa kali, dan kemudian bangkit berdiri. Tetapi belum lagi ia sempat membuka mulut. Wanita aneh yang cantik itu telah berkata dengan suara yang halus, ditujukan kepada mayat bayi yang berada dalam gendongannya:

“Anakku ibumu hendak menghajar dulu seekor babi.........!” dan sambil berkata begitu. tanpa menoleh kepada Sung Ceng Siansu tangannya telah mengebut lagi dengan kuat.

Sung Ceng Siansu belum sempat mempersiapkan diri, di saat itu serangkum angin serangan yang kuat sekali telah menyambar dengan dahsyat. Tubuh Sung Ceng Siansu telah terpental kembali dengan kuat, sehingga mukanya mencium tanah.

Darah segar mengucur keluar dari hidungnya, bibirnya juga telah pecah dan mengeluarkan darah. Dan yang lebih celaka lagi, justru giginya sudah rontok dua......!

Inilah pengalaman yang baru pertama kali dialami oleh Sung Ceng Siansu. Dengan demikian ia kaget dan penasaran sekali.

Kaget, karena ia melihat kepandaiannya kini seperti tidak ada artinya apa-apa dalam menghadapi wanita tersebut, dan juga penasaran, karena baru dua kali gebrak, justru dua kali itu pula wanita cantik tersebut telah berhasil membuatnya terguling seperti itu. Dengan demikian jelas wanita cantik jelita yang aneh tersebut memiliki kepandaian yang sulit sekali diukur.

Di saat itu Lie Su Han yang baru saja bangkit berdiri sambil berusaha mengangkat tubuh keponakannya, yaitu Lie Ko Tie, justru telah merasakan menyambarnya serangkum angin yang kuat sekali. Belum lagi Lie Su Han sempat mengangkat Lie Ko Tie di waktu itulah Lie Su Han terjungkal lagi, mukanya telah menyambar sebatang pohon, karena tubuhnya seperti terbang, terangkat dan terlempar kuat sekali. Begitu mukanya menghantam batang pohon, di saat itu juga Lie Su Han pingsan tidak sadarkan diri. Tubuhnya menggeletak di bawah batang pohon itu.

Sung Ceng Siansu jadi mengeluh. Ia teringat akan anjuran Auwyang Bun agar segera melarikan diri dan meninggalkan tempat tersebut. Tanpa menanti apa-apa lagi dengan sendirinya Sung Ceng Siansu jadi menyesal bukan main, karena wanita cantik jelita yang aneh dan menggendong mayat seorang bayi tersebut, benar-benar sangat tangguh sekali. Di mana kepandaiannya sulit sekali dijajakinya.

Tetapi Sung Ceng Siansu tidak bisa berpikir terlalu lama. Di waktu itu segera terlihat betapa wanita yang menggendong bayi yang telah menjadi mayat dalam rangkulannya itu melangkah mendekati dia, sambil mulutnya terus juga bersenandung:

“Anakku..... sebentar lagi malam tiba, tidurlah...... tidurlah yang nyenyak..... ibu akan mengusir nyamuk-nyamuk jahat ini, agar engkau bisa tidur dengan nyenyak......!”

Dan mulutnya memang bersenandung seperti ingin menidurkan “bayi” yang telah menjadi mayat itu. Namun tangannya yang satu telah digerakkan lagi ke arah Sung Ceng Siansu. Hebat kesudahannya. Tubuh Sung Ceng Siansu seperti diterjang oleh gelombang laut yang hebat sekali dan sangat kuat, tanpa bisa dipertahankan lagi, tubuhnya telah terpental ke tengah udara.

Tetapi Sung Ceng Siansu cepat-cepat mengempos semangatnya. Ia menyalurkan tenaga lweekangnya pada sekujur tubuhnya. Dan ia memang memiliki kepandaian yang agak aneh yaitu menyerang lawannya selalu dengan serudukan kepalanya yang kebal dan kuat itu. Di mana iapun selalu berlompatan dengan sepasang kaki ditekuk dan dirangkul oleh ke dua tanganya, karena iapun memiliki ginkang yang terlatih baik sekali.

Sekarang tubuhnya telah melayang di udara demikian cepat akibat tenaga sampokan tangan wanita cantik jelita yang aneh dan mengerikan itu. Namun Sung Ceng Siansu sekarang tidak mau tubuhnya sampai terbanting pula. Cepat sekali ia menguasai tubuhnya, lalu ia menjejakkan kakinya dan tubuhnya melompat ke udara ringan sekali, ia telah menyerudukkan kepalanya itu pada si wanita cantik tersebut.

Kali ini Sung Ceng Siansu berlaku hati-hati sekali. Di mana ia menyeruduk sambil mempersiapkan ke dua tangannya, walaupun ke dua kakinya tetap ditekuknya, namun ke dua telapak tangannya itu dipentang, seperti juga seekor burung yang tengah merentangkan ke dua sayapnya.

Wanita cantik itu memperdengarkan suara tertawa dingin, dan menghantam dengan telapak tangannya ke kepala Sung Ceng Siansu. Namun belum lagi tangan wanita cantik tersebut mengenai kepala si pendeta yang sesungguhnya gemar tertawa itu, tiba-tiba Sung Ceng Siansu telah menggerakkan ke dua tangannya. Hebat bulan main kesudahannya, sepasang tangan Sung Ceng Siansu telah bentrok dengan tangan wanita cantik jelita yang aneh dan bertangan telengas tersebut.

Tetapi yang menderita kerugian adalah Sung Ceng Siansu. Karena begitu tangan mereka saling bentur, tubuh Sung Ceng Siansu terpental keras dan terbanting lagi di atas tanah bergulingan beberapa kali.

Belum sempat Sung Ceng Siansu bangun berdiri, wanita cantik jelita tersebut telah melompat ke sampingnya dan telah mengulurkan tangannya.

“Brettth......!” tahu-tahu bahu Sung Ceng Siansu kena dicakarnya. Cakaran yang dilakukan oleh wanita cantik berkepandaian tinggi tersebut bukan cakaran sembarangan. Karena begitu ia mencakar, segera pakaian yang dipakai Sung Ceng Siansu bagian bahunya telah kena terobek lebar dan darah segera mengucur deras sebab kulit tangannya juga telah ikut robek.

Ternyata dengan kuku-kuku jari tangannya yang memang runcing dan cukup panjang, wanita cantik tersebut telah mempergunakannya sebagai pengganti senjata tajam. Luka yang derita oleh Sung Ceng Siansu juga bukan luka sembarangan. Sebab begitu tercakar, ketika itu juga si pendeta merasakan tubuhnya menjadi panas, bagaikan mengeluarkan uap. Ternyata pada jari tangan wanita tersebut terdapat racun yang bekerjanya cepat sekali.

Sung Ceng Siansu kaget bukan main. Pendeta gemuk yang dijuluki Bi-lek-hud si Budha Tertawa tersebut, kini sudah tidak ada tertawanya lagi.

Dengan bersungguh-sungguh ia memusatkan pada kekuatan lweekangnya untuk membendung racun yang mulai menjalar di setiap jalan darahnya di bagian bahunya. Ia berusaha mendesak racun tersebut keluar dari permukaan kulit bahunya.

Tetapi rupanya racun itu memang hebat sekali, karena Sung Ceng Siansu telah berusaha mendorongnya keluar sampai mempergunakan sebagian besar tenaga lweekangnya, tokh racun itu tidak bisa didorong keluar keseluruhannya. Malah yang sebagian lagi, yang terdorong keluar oleh kekuatan lweekang si pendeta, telah berkumpul di dalam lapisan kulit bagian bahu si pendeta. Dengan begitu, racun tersebut sewaktu-waktu bisa bekerja kembali, begitu daya tahan Sung Ceng Siansu berkurang atau lenyap.

“Tidurlah anakku sayang..... tidurlah ibu sedang menghajar seekor babi gemuk biar dia mampus cepat-cepat.....! Tidurlah anakku sayang, besok engkau akan bermain dengan ibu...... tidurlah......!”

Menina bobokan wanita cantik tersebut pada mayat bayi yang berada dalam pelukannya.

Walaupun mulutnya menina bobokan bayi yang telah menjadi mayat dalam rangkulannya itu tokh tangan wanita cantik itu bekerja cepat sekali. Di mana tangan kanannya itu berkelebat-kelebat cepat sekali bagaikan telah berubah menjadi sepuluh tangan. Karena cepatnya setiap saat gerakan yang dilakukannya menyambar ke berbagai tubuh dari si pendeta yang dijuluki Bi-lek-hud.

Bukan main kagetnya Sung Ceng Siansu melihat kecepatan berkelebatnya tangan wanita cantik tersebut, dan ia sudah tidak keburu lagi untuk mengelakkan diri, di mana tahu-tahu Sung Ceng Siansu merasakan di beberapa bagian anggota tubuhnya terasa sakit dan pedih sekali. Rupanya tangan wanita cantik itu telah berhasil menggurat beberapa bagian anggota tubuh Sung Ceng Siansu seperti lengannya, pundaknya, punggungnya, dadanya dan paha dari Bi-lek-hud.

Darah juga telah mengucur deras sekali dari luka-luka tubuh Sung Ceng Siansu karena setiap luka yang dideritanya itu sangat lebar, kulit tubuhnya terobek dan darah mengucur banyak sekali membasahi tubuhnya, menyebabkan keadaan Sung Ceng Siansu mengenaskan sekali.

Wanita cantik tersebut tidak melancarkan cakaran-cakarannya lagi. Ia melompat mundur sambil tertawa-tawa menina bobokan mayat bayi di dalam rangkulannya:

“Tidurlah yang nyenyak anakku...... tidurlah..... tidurlah anakku......!”

Tetapi hebat penderitaan Sung Ceng Siansu waktu itu, ia merasakan tubuhnya seperti terbakar oleh kobaran api. Dia merasakan di dalam tubuhnya seperti juga berjalan puluhan ekor kelabang atau semut yang membuat ia bergelinjang dan disusul kemudian dengan perih dan pedih pada setiap bagian anggota tubuhnya. Ke dua kakinya berkelejotan terus menerus tidak bisa dikendalikan dan sepasang tangannya juga seperti ingin bergerak di luar kehendaknya.

Wajah Sung Ceng Siansu waktu itu mengejang kaku, karena dua guratan yang panjang terdapat di mukanya. Dan juga, darah telah melumuri wajah si pendeta gemuk itu, mulutnya jadi menyeringai diluar kemauannya dan sepasang matanya terpentang lebar dan mengeluarkan jeritan yang panjang. Tampaknya Sung Ceng Siansu sangat tersiksa dengan keadaannya seperti itu.

Lie Su Han yang waktu itu telah tersadar dari pingsannya, tengah merangkak bangun, iapun telah berusaha mengangkat Lie Ko Tie, yang dirangkulnya dan kemudian mementangkan ke dua kakinya untuk melarikan diri dari tempat tersebut.

Tetapi wanita cantik berkepandaian liehay itu telah tertawa renyai dengan nadanya yang seperti juga mengejek. Ia telah menina bobokan terus mayat bayi dalam rangkulannya:

“Tidurlah anakku....... tidurlah, ibu hendak menangkap seekor babi lainnya......!”

dan dikala mulutnya berkata begitu dengan nada yang penuh kasih sayang ditujukan kepada mayat bayi dalam rangkulannya namun ke dua kakinya telah menjejak. Tubuhnya melompat seperti juga terbang, dan tahu-tahu telah berada disamping Lie Su Han, di mana tangan si wanita cantik telah bergerak, dan “breeettt!” Segera juga pakaian di bagian punggung Lie Su Han kena dirobeknya, bahkan kulit punggung Lie Su Han juga telah robek oleh cakaran tangan wanita tersebut, darah segera mengucur deras.

Lie Su Han menggeliat sambil mengaduh. Rangkulannya pada Lie Ko Tie terlepas, sehingga Lie Ko Tie menggelinding di atas tanah dalam keadaan masih tertotok. Kemudian tubuh Lie Su Han terjerunuk dan jatuh lemas.

Wanita cantik tersebut telah memandang Lie Su Han dengan sorot mata yang dingin. kemudian menina bobokan mayat bayi dalam rangkulannya.

Lie Su Han berusaha untuk berdiri walaupun sekujur tubuhnya dirasakan pada sakit dan pedih. Sepasang kaki Lie Su Han gemetaran tenaganya seperti lenyap meninggalkan raganya, di mana luka pada punggungnya itu pedih sekali seperti digerayangi oleh ribuan ekor semut.

Kepandaian Lie Su Han memang berada jauh di bawah Sung Ceng Siansu, dengan demikian daya tahan yang dimiliki Lie Su Han juga tidak sekuat Sung Ceng Siansu. Dengan begitu, sekali ia terluka, seluruh tenaganya telah punah dan juga di waktu ia berhasil lari, ia telah terjungkal kembali di atas tanah.

Lie Su Han juga meraung keras dengan wajah yang telah bersemu hijau gelap. Ia menggeliat-geliat kesakitan.

Wanita cantik aneh yang memiliki kepandaian tinggi itu mengeluarkan suara tertawanya lagi yang renyai, kaki kanannya bergerak menendang tubuh Lie Su Han, sehingga Lie Su Han terlempar ke udara tinggi sekali hampir tiga tombak. Kemudian jatuh menggelinding di atas tanah pula. Dengan begitu, penderitaan Lie Su Han jadi lebih hebat lagi, terutama kulit pada wajahnya terasa seperti mengejang kaku.

“Paman......!” tiba-tiba Lie Ko Tie menjerit dengan suatu yang nyaring.

Hati anak lelaki ini ngeri melihat keadaan pamannya. Ia memang dalam keadaan tertotok, tetapi ia tertotok pada jalan darah Tian-cie-hiat, sehingga tubuhnya saja yang kaku, di mana sepasang tangan dan kakinya tidak bisa digerakkan. Tetapi Ah-hiatnya (jalan darah gagu)nya tidak tertotok, anak lelaki ini masih bisa bicara. Karena tidak tahan melihat penderitaan pamannya, anak lelaki she Lie ini telah menangis mengucurkan airmata.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar