11 Engkaukah Sin-tiauw-thian-lam?
“Racun itu semacam racun yang
agak aneh di mana bekerjanya sangat lambat. Namun mengerikan sekali akibatnya,
yaitu setiap korbannya akan hancur satu persatu urat dan nadi besarnya. Setiap
tujuh hari satu dari sekian banyak urat besar di tubuhnya akan putus, dengan
begitu, jika telah terputuskan 72 urat nadi dari sekujur tubuhnya, jangan
diharap jiwanya tersebut bisa ditolong kembali, walaupun menerima obat dewa!
Selama berada dalam cengkeraman racun yang jahat seperti itu Bun suheng juga
sangat menderita. Setiap tujuh hari ia harus menderita hebat dikala mana urat
besarnya putus satu. Bisa kau bayangkan Kongcu betapa menderita dan sakitnya
setiap urat nadi besar Bun suheng akan terputuskan itu......!”
Sebagai seorang ahli silat
yang telah memiliki kepandaian tinggi, tentu saja Yo Him mengetahui pentingnya
ke tujuhpuluh dua urat nadi besar yang biasa dinamakan sebagai Cit-cap-jie
Sin-hiat itu. Jika memang ke tujuhpuluh dua urat besar Cit-cap-jie Sin-hiat
tersebut terputuskan, maka jangan harap orang yang bersangkutan bisa hidup
wajar sebagaimana biasa.
Karena selain akan musnah
seluruh tenaga dan kekuatannya, di mana korban tersebut akan rebah terus tanpa
bisa duduk atau berdiri untuk matipun tidak bisa, hidup tidak punya guna.
Itulah yang ditakuti oleh setiap korban yang akan terputuskan urat besar
Cit-cap-jie Sin-hiat nya, karena korban itu akan menjadi manusia bercacad yang
benar-benar tidak punya guna lagi.
“Bun suheng telah berputus
asa, dan waktu itu hanya tinggal menantikan saat-saatnya yang mengenaskan itu
di rumahnya gie-heng (saudara angkat) ku yaitu Kwan Po Sin. di kota
Cia-leng-kwan.....! Aku telah menjanjikan pada suhengku itu untuk pergi menemui
Tok-ong-kiu-cie guna memaksanya untuk membagikan obat yang diperlukan suhengku
itu walaupun dengan jalan yang bagaimanapun juga..... Tetapi usahaku itu gagal
sama sekali, bahkan aku telah dilukai sedemikian rupa di mana akupun telah
terkena racun yang begitu berbahaya dari Raja Obat tersebut.....!
“Dan hanya Wie Go Ciang, itu
si Sam-touw-liong yang banyak mempelajari soal racun, karena sebagai iblis
telengas, ia memang telah merantau kemana-mana mengumpulkan berbagai macam
racun, dengan begitu ia mengerti banyak sekali soal racun. Sayangnya iapun
merupakan seorang yang berhati kejam, dengan demikian harapan untuk memperoleh
bantuan darinya sama juga kita mengharapkan hujan uang dari langit......!”
Yo Him masih memaksakan diri
untuk tersenyum karena hatinya sendiri telah berpikir. Memang sulit sekali
untuk mencarikan obat buat Cin Piauw Ho. Karena menurut tabib yang telah
memberikan obat padanya kemarin itu, telah menyatakan paling tidak daya tahan
yang dimiliki Cin Piauw Ho sampai lima hari saja. Setelah itu tentu ia akan
terbinasa tidak bisa ditolong lagi.
Namun urusan ini adalah urusan
jiwa yang penting sekali, harus ditolongnya. Yo Him akan berusaha sekuat tenaga
dan kemampuan yang ada padanya untuk mencarikan obat buat Cin Piauw Ho.
Walaupun hatinya sendiri tidak yakin akan bisa menolong jiwa Cin Piauw Ho dalam
lima hari mendatang, di mana sekarang ini telah lewat satu hari. Berarti
tinggal empat hari lagi Yo Him memiliki waktu untuk mencarikan obat dan
pertolongan buat orang she Cin tersebut.
Setelah menghibur Cin Piauw Ho
beberapa saat lamanya, kemudian menganjurkan Cin Piauw Ho agar tidur memelihara
tenaganya. Yo Him juga telah bersemedhi guna mengatur jalan pernapasannya.
Sebagai seorang tokoh muda yang telah memiliki lweekang cukup sempurna dengan
sendirinya cukup bagi Yo Him duduk bersemedhi selama sepertanakan nasi,
kesegarannya telah pulih kembali.
Waktu Yo Him membuka mata
dilihatnya Lie Ko Tie telah berada di dekatnya duduk mengawasi saja.
“Engkau tentu telah lapar,
Tie-jie?” tanya Yo Him sambil bangkit. “Tunggulah aku pesan makanan untuk
kita......!”
Kepada pelayan Yo Him telah
memesan beberapa macam makanan dan bersama Ko Tie mereka bersantap, sedangkan
Cin Piauw Ho rebah dengan mata terpejamkan. Walaupun ia tidak tertidur, tokh ia
berdiam diri saja, sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya. di mana racun yang
mengendap di dalam tubuhnya itu memang mulai bekerja.
Untuk melapangkan hati, Yo Him
mengajak Ko Tie berjalan-jalan mengelilingi kota tersebut. Mereka melihat kota
ini cukup ramai di mana banyak orang berdagang dan juga mereka banyak yang
menyaksikan keramaian tersebut, seperti pertunjukan-pertunjukan penjual silat.
Sekali-sekali mereka berjumpa dengan rombongan tentara Mongolia, namun Yo Him
tidak mau mencari urusan dengan para tentara tersebut dan mereka telah
menyingkir saja.
Tetapi waktu Yo Him mengajak
Ko Tie menyaksikan sebuah pertunjukan wayang orang yang terletak di tengah
lapangan rumput. Di waktu itulah Yo Him melihat seseorang yang agak luar biasa
keadaannya. Ia melihat seorang lelaki berusia empatpuluh tahun lebih,
berpakaian compang-camping dengan wajah yang kurus, kumis yang sedikit tumbuh
selembar-selembar, membawa sebatang tongkat kayu di tangan kanannya, tengah
berdiri mengikuti jalan cerita pertunjukan wayang orang yang berlangsung di
atas panggung.
Pertunjukan wayang orang itu menceritakan
kisah klasik di mana perihal cerita Hong Sin dan memang cukup menarik
pertunjukan tersebut, di mana para pemainnya memiliki keahlian yang
mengagumkan. Sedangkan seorang gadis yang berpakaian baju merah dengan celana
kuning gading, telah mengelilingi lapangan rumput itu, mendatangi seorang demi
seorang para penonton, sambil mengangsurkan sebuah kantong yang cukup besar
ukurannya terbuat dari kain meminta saweran.
Ko Tie sendiri tampaknya asyik
mengikuti jalan cerita pertunjukan wayang orang tersebut. Rupanya anak ini
senang sekali bisa menyaksikan pertunjukan seperti itu.
Tetapi Yo Him diam-diam
memperhatikan terus tingkah laku dari lelaki berpakaian compang-camping itu,
yang tingkah lakunya mencurigakan sekali. Yo Him melihatnya, sambil berjalan
perlahan, lelaki berpakaian seperti pengemis tersebut menggerakkan tangannya
perlahan ke samping kiri dan kanannya. Tahu-tahu ia telah berhasil menyambar
isi saku dari orang-orang yang berada dekat dengannya. Hal itu ia lakukan
berulang kali, di mana lelaki berpakaian sebagai pengemis tersebut juga telah
berpindah-pindah tempat.
Sedangkan orang-orang yang isi
sakunya telah berpindah ke tangan si pengemis, sama sekali tidak mengetahui
bahwa mereka telah kecopetan. Mereka tengah asyik menyaksikan jalannya
pertunjukan wayang orang tersebut. Di mana tengah berlangsung adegan
pertempuran antara Lo Cin dengan pihak raja laut Hay-liong-ong.
Setelah cukup mencopet uang
dan barang-milik orang-orang yang berada di lapangan rumput tersebut, lelaki
berpakaian compang-camping seperti pengemis itu telah melenggang tenang-tenang
meninggalkan tempat tersebut.
“Tie-jie, aku hendak pergi
sebentar....., kau tontonlah dulu. Nanti kau tunggu aku disini..... aku akan
segera kembali dengan segera.....!” kata Yo Him kepada Ko Tie.
Anak itu heran tetapi ia
mengangguk juga.
Cepat Yo Him mengikuti lelaki
berpakaian compang-camping itu, di mana ia melihatnya lelaki berpakaian
compang-camping tersebut telah meninggalkan lapangan rumput itu menuju ke pintu
kota di sebelah selatan. Ia terus juga menuju ke kiri dan menyusuri jalan kecil
berumput, tidak lama kemudian tiba di muka kuil yang besar. Lelaki berpakaian
compang-camping itu menghampiri emperan kuil tersebut, meletakkan tongkat
kayunya dan kemudian merebahkan tubuhnya di situ. Rupanya ia ingin mengaso.
Yo Him mengambil sebutir batu,
ditimpukkannya ke bahu pengemis itu.
Walaupun tidak terlalu keras,
karena Yo Him menimpuknya dengan perlahan tanpa mempergunakan lweekang tokh
batu itu telah menyambar mengeluarkan suara desiran yang cukup nyaring.
Yo Him bermaksud mempermainkan
pengemis itu, tetapi ia jadi kecele sendiri, karena pengemis itu menggoyangkan
bahunya tanpa menggerakan tubuhnya yang rebah. Batu itu telah berhasil
dielakkannya menyambar terus ke dinding kuil..... “tuk!” menimbulkan suara
benturan yang cukup nyaring.
Sedangkan lelaki berpakaian
compang-camping itu tetap rebah di tempatnya. Tanpa memperhatikan sekitarnya,
bagaikan ia tidak mengetahui sambaran batu itu, dan ia mengelakkan sambaran
batu itu seperti secara kebetulan saja.
Yo Him tertegun sejenak, lalu
mengambil dua butir batu lagi dan menimpuknya. Kali ini Yo Him menimpuk
mempergunakan dua bagian tenaga lweekangnya. Ke dua butir batu itu telah
menyambar cepat sekali ke arah lutut si pengemis dan yang satunya lagi
menyambar pahanya.
Tetapi pengemis tersebut
tiba-tiba mengangkat kakinya, mengulurkan tangannya, ia memperlihatkan sikap
seperti menggaruk.
Ke dua butir batu itu telah
lolos lagi tidak berhasil mengenai sasarannya menyebabkan Yo Him jadi mengerutkan
alisnya.
“Hemm rupanya dia memang
memiliki kepandaian yang tinggi...... pantas saja tangannya liehay mencopet
tanpa korbannya mengetahui bahwa isi saku mereka telah berpindah ke tangan
pengemis ini...... Siapakah dia?” sambil berpikir begitu, Yo Him telah
mengambil lagi dua butir batu dan melontarkannya kepada si pengemis dengan
mempergunakan tenaga lweekang lima bagian.
Ke dua butir batu itu
menyambar cepat sekali berkesiuran keras. Dan dengan demikian walaupun orang
yang memiliki kepandaian tinggi jika diserang seperti itu oleh Yo Him, tentu
sulit mengelakkan diri dalam keadaan rebah seperti itu.
Tetapi pengemis itu tetap
rebah di tempatnya seperti juga tidak mengetahui menyambarnya ke dua butir batu
itu.
Waktu ke dua butir batu
tersebut menyambar dekat pada lengan dan dadanya, pengemis itu telah
menggerakkan tangan kanannya. Tahu tahu dengan mudah ia telah menyambuti ke dua
butir batu itu yang kemudian dibuangnya ke samping. Mulutnya juga mengoceh:
“Jangan jail...... keluarlah perlihatkan dirimu anak muda!”
Yo Him telah keluar melangkah
mendekati pengemis itu, kemudian katanya: “Paman pengemis, rupanya engkau
seorang yang luar biasa! Tidak kusangka di tempat seperti ini aku bisa
menjumpai seorang yang memiliki kepandaian tinggi seperti kau......!”
Pengemis itu telah tertawa
“Hehehe!” dan melompat duduk. Ia memandangi Yo Him dan kemudian katanya dengan
suara yang tawar: “Pemuda tampan, tampaknya kepandaianmu tinggi sekali, dan aku
tidak mungkin bisa menandinginya......! Hemmm. engkau memuji aku tetapi dibalik
dari pujianmu itu justeru engkau hendak mengejekku, bukan?”
Yo Him tersenyum, ia
mengangkat ke dua tangannya yang dirangkapkan kemudian memberi hormat disertai
kata-katanya, “Paman pengemis..... aku she Yo dan bernama Him..... tadi secara
kebetulan aku melihat engkau telah mencopet uang dan barang milik orang-orang
yang tengah menyaksikan wayang orang di padang rumput...... maka aku telah
mengikuti ke mari......! Kalau boleh kutahu, siapa engkau adanya, paman
pengemis?”
Pengemis itu mementang ke dua
matanya lebar-lebar. Ia mengawasi Yo Him dengan sorot mata yang tajam dan
wajahnya jadi bersungguh-sungguh.
“Yo Him? Engkaukah yang
bergelar Sin-tiauw-thian-lam?” tanyanya kemudian.
Yo Him mengangguk.
“Itulah julukan yang diberikan
oleh sahabat rimba persilatan......!” menyahuti Yo Him.
Pengemis itu telah melompat
berdiri, lalu katanya: “Bagus! Bagus! Tidak disangka akan bertemu dengan putera
Sin-tiauw-tai-hiap Yo Ko......! Hahaha, inilah yang dinamakan jodoh. Di mana
kita berjodoh bertemu......!”
Yo Him heran melihat sikap
pengemis itu tetapi ia mengawasi saja.
Sedangkan si pengemis telah
berkata lagi sambil diiringi tertawanya. “Aku Sin-bok-koay-kay (Pengemis Aneh
Berkayu Sakti) Liu Ong Kiang. Akulah si pengemis yang selalu bekerja dengan ke
dua tanganku untuk memindahkan isi saku orang lain ke sakuku......! Dan
tentunya engkau telah mengetahui kebiasaan dari kami kaum pengemis, bukan?
Telah lama aku mendengar namamu, di mana banyak orang-orang rimba persilatan
yang memuja akan kepandaianmu yang tinggi dan hebat..... maka aku dengan
memberanikan diri telah melakukan perjalanan mengelilingi beberapa propinsi dan
puluhan kota serta ratusan kampung untuk menemuimu..... siapa sangka. Hari ini
kita berjodoh untuk bertemu!”
Yo Him jadi heran, ia bertanya
dengan perasaan ingin tahu: “Ada urusan apakah kau mencariku, Liu Lopeh (paman
Liu)...? Bolehkah aku mengetahui?”
Pengemis she Liu itu telah
tertawa. Ia membungkukkan tubuhnya mengambil tongkat kayunya yang
ditimang-timangnya, katanya kemudian, “Jika aku tidak memiliki urusan penting,
untuk apa aku melakukan perjalanan jauh, mendatangi berbagai tempat berusaha
untuk bertemu denganmu, Yo Kongcu? Sekarang baiklah kita duduk-duduk dulu.
Nanti akan kujelaskan......!”
Yo Him telah duduk di tempat
yang ditunjuk oleh pengemis she Liu itu sedangkan pengemis Liu Ong Kiang telah
duduk di tempatnya semula, sambil tertawa ia bilang: “Aku Liu Ong Kiang
sesungguhnya tidak pernah mengharapkan bantuan orang lain, tetapi sekali ini
justru tengah menghadapi suatu urusan yang cukup penting dan juga bisa
membahayakan kami kaum pengemis, maka itu sengaja aku mencarimu Yo Kongcu,
untuk meminta bantuanmu. Entah kau bersedia atau tidak membantu kami?”
“Katakanlah Liu Lopeh, jika
memang aku bisa membantumu, tentu aku bersedia membantunya, tetapi justru
sekarang ini persoalannya saja belum kuketahui.....!” menyahuti Yo Him.
“Tentu dengan memandang muka
Oey Yong Pangcu yang pernah memimpin partai kami, partai Kay-pang, tentu Yo
Kongcu bersedia untuk membantu kami......! Sesungguhnya kami tengah dalam
kesulitan yaitu dua orang pemimpin kami telah mengalami suatu bencana yaitu
ditangkap oleh pihak kerajaan Boan-ciu, di mana mereka sesungguhnya telah
berusaha menghindarkan bentrokan dengan pihak Boan-ciu, namun tanpa disengaja
telah terjadi urusan yang agak aneh......!”
“Urusan aneh, apakah itu Liu
Lopeh?” tanya Yo Him semakin ingin mengetahui.
Pengemis itu menghela napas,
ia menggerak-gerakkan kayu di tangannya, tongkat itu ditimang-timangnya sambil
dipandanginya. Akhirnya ia berkata dengan suara yang agak perlahan: “Ke dua
pemimpin kami masing-masing Sun Tianglo dan Khu Tianglo..... setengah tahun
yang lalu secara kebetulan mereka berada di kota Po-sun-kwan di dalam bilangan
Kang-ouw.
“Sebagaimana biasa, mereka
tidak pernah mencampuri urusan yang biasa saja, karena mereka sebagai Tianglo
kami, tentu tidak sembarangan mencampuri urusan yang tidak penting. Mereka baru
turun tangan jika memang benar-benar menyaksikan urusan yang tidak adil, dan
itupun jika memang urusan tersebut tidak bisa diselesaikan oleh anggota
Kay-pang.
“Tetapi pada malam itu, waktu
ke dua Tianglo kami tengah tidur di sebuah kuil rusak, yang terdapat di kota
tersebut mereka mendengar suara ribut-ribut di luar kuil. Ke duanya sebetulnya
merasa segan untuk bangun dari tidur mereka, tetapi suara ribut-ribut itu
disusul dengan bentrokan senjata tajam yang ramai sekali, menyebabkan mereka
tertarik juga dan keluar untuk melihatnya.
“Ketika berada di luar kuil,
dilihatnya seorang berpakaian hitam dengan muka yang tertutup topeng terbuat
dari kain hitam juga tengah mempergunakan pedang di tangan kanannya telah
melakukan perlawanan terhadap puluhan tertara Mongolia yang mengepungnya dengan
rapat. Di antara tentara Mongolia itu terdapat juga ahli-ahli silat yang
memiliki kepandaian tinggi, sehingga lelaki bertopeng hitam tersebut tidak bisa
melarikan diri dan memecahkan kepungan tersebut.
“Ke dua Tianglo kami yang
menyaksikan jalannya pertempuran itu, jadi tergerak hatinya. Mereka telah
menyaksikan ketidak adilan seperti itu, di mana seorang diri si orang bertopeng
hitam tersebut dikepung dan dikurung ketat oleh puluhan orang-orang lawannya
itu. Apalagi yang mengurungnya itu adalah para tentara Mongolia, dengan begitu,
ke duanya akhirnya menerjang maju untuk memberikan bantuannya kepada orang
pertopeng hitam itu.
“Tetapi tanpa disadari oleh
mereka justru ke dua Tianglo kami itu telah melakukan suatu kesalahan. Dengan
ikut campurnya mereka dalam urusan tersebut. Mereka telah melibatkan diri dalam
urusan yang berekor panjang sekali. Memang dengan majunya ke dua Tianglo kami
itu, di mana Sun Tianglo dan Khu Tianglo memiliki kepandaian tinggi, bisa
memberikan kesempatan untuk orang bertopeng hitam itu bernapas karena begitu
turun tangan ke dua Tianglo kami berhasil melemparkan tiga orang tentara
Mongolia yang mengepung orang bertopeng hitam itu.
“Dengan datangnya bantuan ke
dua Tianglo kami, orang bertopeng hitam tersebut semakin bersemangat. Setelah
memutar pedangnya lebih cepat disertai oleh tenaga lweekangnya yang tersalur
lewat pedangnya, disamping itu ilmu kiam-hoatnya memang luar biasa telah
menyambar-nyambar dengan kuat. Dua orang tentara Mongolia telah berhasil
dilukai mereka. Sambil melakukan perlawanannya terus kepada pengepungnya itu,
beberapa kali orang bertopeng hitam itu mengucap terima kasihnya kepada ke dua
Tianglo kami. Dalam suatu kesempatan, ia melompat ke dekat ke dua Tianglo kami,
di mana Khu Tianglo dan Sun Tianglo jadi berdiri saling memunggungi dengan
orang bertopeng tersebut.
“Tentara Mongolia tersebut
rupanya jadi semakin gusar melihat kawan-kawan mereka yang banyak berjatuhan di
tangan Khu Tianglo dan Sun Tianglo, disamping itu ada beberapa orang yang telah
menjadi korban ketajaman pedangnya si orang bertopeng hitam tersebut. Beberapa
orang dari rombongan tentara Mongolia yang memiliki kepandaian tinggi telah
memutar senjata mereka dengan ganas menyambar-nyambar pada Sun Tianglo, Khu
Tianglo dan orang bertopeng hitam itu.
“Sampai akhirnya pertempuran
yang berlangsung itu semakin lama jadi semakin seru. Dua orang dari rombongan
tentara Mongolia telah berhasil dirobohkan kembali oleh ke dua Tianglo kami,
membuat rombongan tentara Mongolia tersebut melakukan kepungan mereka semakin
ganas...... Sedangkan beberapa orang di antara mereka telah berteriak kepada
orang bertopeng hitam itu: “Sebelum kau menyerahkan kembali peta itu kepada
kami, kau akan kami kejar terus, kemanapun engkau melarikan diri. Walaupun
engkau mengundang kawanmu, kami bisa saja meminta bantuan dari kota raja untuk
melakukan pengejaran ke segala penjuru......
“Sambil berkata begitu, segera
rombongan tentara Mongolia tersebut melakukan tikaman, bacokan dan serangan
tangan kosong yang semakin kuat dan mendesak. Tetapi ke dua Tianglo kami
memiliki kepandaian tinggi, sedangkan orang bertopeng hitam itu juga memiliki
kepandaian yang tidak rendah. Dengan demikian rombongan tentara Mongolia
tersebut, walaupun berjumlah banyak, tokh tidak banyak yang bisa mereka
lakukan.
“Setelah bertempur sekian lama
lagi, akhirnya orang bertopeng hitam itu berkata kepada Khu Tianglo, katanya:
“In-kong..... ada sesuatu yang hendak kami titipkan...... harap in-kong mau
menerimanya.......!” dan sebelum Khu Tianglo sempat menyahuti, di waktu itulah
orang bertopeng hitam tersebut menyusupkan sesuatu barang ke dalam tangan Khu
Tianglo, dan tahu-tahu tubuh orang bertopeng hitam itu telah melompat
berjumpalitan di tengah udara dan tubuhnya seperti seekor burung telah melayang
di tengah udara, tiba di luar gelanggang pertempuran itu. Dia tidak berhenti
sampai di situ saja, tubuhnya telah melompat lagi dan beberapa kali menjejakkan
kakinya. Ia telah terpisah puluhan tombak. Orang bertopeng hitam tersebut
bermaksud melarikan diri.
“Khu Tianglo kami telah
melirik barang yang ada di tangannya, segulung kertas. Rupanya benda ini yang
tengah diperebutkan antara orang bertopeng hitam itu dengan rombongan tentara
Mongolia tersebut. Melihat orang bertopeng hitam hendak melarikan diri, di
waktu itulah tampak beberapa orang tentara Mongolia telah mengejarnya. Namun
seorang yang berpakaian sebagai perwira dan rupanya menjadi pemimpin mereka
telah membentak: “Kembali, biarkan dia pergi...... peta yang kita kehendaki
berada di tangan pengemis itu......!” maka tentara Mongolia yang beberapa orang
itu telah kembali ke gelanggang pertempuran mengepung Khu Tianglo dan Sun
Tianglo.
“Khu Tianglo sendiri
sesungguhnya tidak sudi dititipi barang tersebut karena ia bersama Sun Tianglo
hanya berbaik hati hendak membantu orang bertopeng hitam tersebut. Ia tidak
menyangka orang bertopeng hitam itu akan menitipkan barang itu dengan cara
begitu, tanpa meminta persetujuannya lagi telah menyesapkan gulungan kertas
tersebut ke dalam tangannya. Tetapi hendak mengembalikannya juga sudah tidak
keburu lagi, karena orang bertopeng hitam itu telah lenyap ditelan kegelapan
malam.
“Khu Tianglo kami dan Sun
Tianglo memberikan perlawanan yang gigih terhadap terjangan tentara Mongolia
itu, malah Sun Tianglo telah berkata perlahan pada Khu Tianglo: “Tinggalkan
mereka......!” lalu ke dua Tianglo kami itu dengan gesit telah melarikan diri.
Mereka memiliki ginkang yang mahir, dengan demikian mereka bisa meninggalkan
para lawannya itu dengan mudah......!”
“Lalu bagaimana.....?” tanya
Yo Him yang tertarik hatinya.
Liu Ong Kiang menghela napas
dalam-dalam, lalu katanya: “Tetapi rupanya memang pihak orang Mongolia telah
menyebar orang-orang yang sangat banyak, di antara mereka juga terdapat
jago-jago berkepandaian tinggi yang bertugas di istana Kublai Khan. Rupanya
peta yang telah berada di tangan Khu Tianglo dibutuhkan sekali oleh mereka,
benda yang sangat berharga sekali. Ke dua Tianglo kami itu dikejar oleh puluhan
jago-jago kelas satu dari istana Kublai Khan. Akhirnya dengan cara mengepung
yang rapat dan juga dengan mempergunakan segala akal licik, ke dua Tianglo kami
itu bisa mereka tawan.....!”
Yo Him mengangguk mengerti.
“Jadi maksud Liu Lopeh hendak
meminta aku agar membantui pihak Kay-pang guna membebaskan ke dua Tianglo
kalian dari tangan pemerintah Mongolia?” tanya Yo Him.
Wajah Liu Ong kiang berubah
muram. Ia menunduk sejenak, lalu mengangguk perlahan dan mengawasi Yo Him.
“Jika memang hendak dikatakan
sesungguhnya memalukan sekali. Kay-pang sesungguhnya memiliki cukup banyak
jago-jago yang memiliki kepandaian tinggi. Memang harus diakui sejak ditinggal
oleh Ang Pangcu, Ang Cit Kong, Kay-pang mengalami banyak kemunduran. Sebab
waktu jabatan Pangcu dipegang Oey Yong Pangcu justru seluruh perhatian Oey
Pangcu tidak bisa dicurahkan seluruhnya untuk kemajuan Kay-pang. Disamping itu
juga memang tengah pecah peperangan antara kerajaan Song dengan tentara
Mongolia sehingga Oey Pangcu sibuk untuk berjuang mengerahkan seluruh tenaga
dan perhatiannya guna mempertahankan kota Siang-yang.
“Setelah itu Oey Pangcu
menyerahkan jabatan Pangcu itu kepada Pangcu kami yang sekarang..... selama ini
Kay-pang belum lagi dapat memupuk kekuatan tunggal seperti di masanya jabatan
Pangcu dipegang oleh Ang Cit Kong Pangcu, di mana banyak juga tokoh-tokoh
Kay-pang yang bermaksud memisahkan diri dari Kay-pang. Ada yang hendak mengambil
jalannya masing-masing, begitu juga dengan pimpinan-pimpinan daerah tidak
begitu mematuhi pula perintah dari pusat, mereka seperti berdiri
sendiri-sendiri. Itulah sebabnya kini Kay-pang kekurangan tenaga yang
benar-benar memiliki kepandaian benar-benar tinggi.....”
Yo Him menghela napas, ia ikut
menyesali Kay-pang yang mengalami perpecahan seperti itu. Dengan begitu, sebuah
partai pengemis yang semula begitu kuat dan disegani oleh seluruh orang-orang
rimba persilatan, yang memiliki banyak sekali jagonya dan menguasai seluruh
daratan Tiong-goan dengan anggota pengemisnya tersebut, kini tampaknya mulai
menuju ke jurang perpecahan. Dengan begitu, berarti Kay-pang semakin lama
semakin lemah. Dan jika tidak segera diusahakan untuk memulihkan keadaan
Kay-pang, jelas partai pengemis itu akan bertambah lemah juga.