Beruang Salju Bab 10 Keganasan Racun Sam-hun-tok

Beruang Salju Bab 10 Keganasan Racun Sam-hun-tok

10 Keganasan Racun Sam-hun-tok

Ternyata Yo Him sejak meninggalkan Tho-hoa-to telah mengembara di dalam dataran Tiong-goan. Dengan begitu Yo Him hendak menghibur hati, karena ia berduka sekali jika membayangkan betapa kerajaan Song telah terjatuh ke dalam tangan Kublai Khan. Dengan demikian, maka Yo Him semakin tak memperdulikan keadaan perkembangan pemerintahan di saat itu, di mana Kublai Khan telah mengeluarkan peraturan-peraturan, yang mengharuskan rakyat di Tiong-goan mengkepang rambutnya, juga harus bicara mempergunakan bahasa Mongolia. Dan pula mengenai pajak-pajak yang membebani rakyat.

Semua itu semakin dilihat semakin mendatangkan kesedihan di hati Yo Him. Pemuda ini hanya bertekad, jika ia bertemu dengan peristiwa yang tak adil, maka ia akan membantunya, turun tangan membereskannya, tetapi sama sekali Yo Him tidak bermaksud untuk mencampuri soal-soal yang menyangkut urusan kepemerintahan.

Tentang peraturan yang juga dikeluarkan Kublai Khan, bahwa rakyat di daratan Tiong-goan harus mengkepang rambutnya, pun tak dipatuhi oleh Yo Him, di mana ia hanya mengikat rambutnya dan kemudian dia memakai sebuah kopyah. Dengan kepandaiannya yang tinggi, memang Yo Him bisa melakukan banyak sekali perbuatan-perbuatan mulia, membela yang lemah tertindas dari si kuat tetapi jahat.

Dengan begitu, Yo Him bisa terhibur juga hatinya, karena dirinya memiliki kepandaian yang tinggi seperti itu, ia sama sekali tidak pernah menemui kesulitan dalam melakukan segala tindakan-tindakannya. Dengan demikian, nama Yo Him semakin terkenal saja, dengan julukannya Sin-tiauw-thian-lam, Rajawali Sakti dari Langit Selatan.

Sekarang dengan ikut sertanya Ko Tie, Yo Him mengajak anak tersebut ke tempat yang indah, untuk pesiar dan menikmati keindahan alam yang ada. Dengan Begitu, Yo Him berusaha untuk menghibur anak ini agar riang gembira.

Ko Tie juga melihat bahwa Yo Him sangat sayang padanya. Hanya hatinya sering merasa berduka jika ia teringat kepada Lie Su Han, pamannya. Ia menguatirkan keselamatan dan kesehatan pamannya tersebut.

Sering Ko Tie menyatakan kepada Yo Him perasaannya itu, dan Yo Him mengatakan, bahwa mereka kelak akan mencari Lie Su Han, paman Ko Tie tersebut. Tetapi Ko Tie ketika ditanya Yo Him di mana tempat Lie Su Han ini, juga tidak mengetahuinya. Dan juga Ko Tie memang tidak mengetahui dari Siang-yang pamannya itu akan pergi ke mana.

Selama mengajak Ko Tie melakukan perjalanan bersama dengannya, Yo Him juga telah menurunkan sejurus dua jurus ilmu silat, pada dasarnya. Ia juga telah melatih ilmu meringankan tubuh anak kecil itu.

Ko Tie ternyata memiliki otak yang cukup terang. Walaupun tidak terlalu luar biasa, namun iapun bukan seorang anak yang bodoh. Setiap pelajaran ilmu silat yang diajarkan Yo Him dapat diterimanya dengan baik. Dengan demikian Yo Him jadi bergembira dan bersemangat mendidik anak itu. Beberapa macam ilmu pukulan kepalan tangan kosong, telah diajarkan juga kepada anak tersebut.

Hari itu mereka berada di propinsi Kwie-cu, di mana mereka berada di luar kota Lung-an-kwan, terpisah puluhan lie di sebuah tegalan rumput yang tumbuh cukup lebar. Yo Him dan Ko Tie tengah melakukan perjalanan dengan sikap yang gembira dan juga telah bercakap-cakap juga. Banyak yang diceritakan Yo Him mengenai keadaan di rimba persilatan. Terutama sekali Yo Him menceritakan kepada Ko Tie mengenai peperangan di Siang-yang, di mana saat-saat jatuhnya kota tersebut ke dalam tangan Kubilai Khan.

Sedang mereka bercakap-cakap sambil melakukan perjalanan, di waktu itu dari arah belakang mereka terdengar suara derap langkah kaki kuda, yang tengah mencongklang cepat sekali. Dan juga tidak lama kemudian, waktu Yo Him dan Ko Tie menoleh ke belakang, mereka melihat seekor kuda berbulu kuning kecoklatan tengah berlari dengan cepat dan gesit sekali. Tubuh kuda itu tinggi besar, merupakan potongan kuda Mongolia.

Yo Him menarik tangan Ko Tie, yang diajaknya minggir, karena Yo Him melihat kuda itu mencongklang cepat sekali menuju ke arah mereka. Seperti juga akan menerjang mereka.

Penunggang kuda tersebut seorang lelaki bertubuh tinggi besar, memelihara berewok yang tebal dan kaku, dengan kopiah yang melesak menutupi kepalanya dan juga dengan pakaian yang singset berwarna hitam. Tetapi waktu itu ia melarikan kuda tunggangannya itu dengan tubuh yang agak dibungkukkan, tangan kirinya memegang tali les, sedang tangan kanannya memegangi dadanya, dari mana mengucur darah merah membasahi tangannya. Rupanya penunggang kuda itu tengah terluka pada dadanya oleh senjata tajam.

Ketika kuda tunggangannya berlari cepat akan melewati Yo Him dan Ko Tie. Di saat itulah tampak lelaki berewokan tersebut sudah tak bisa mempertahankan dirinya. Tubuhnya bergoyang-goyang dan akhirnya telah terlempar dari punggung kudanya, terbanting di atas rumput yang cukup tebal.

Yo Him mengerutkan alisnya, ia cepat-cepat mengajak Ko Tie menghampiri. Di waktu itu, ia telah melihat lelaki berewok tersebut telah rebah telentang di atas rumput dengan napas yang lemah sekali. Wajahnya yang garang itu pucat sekali dan tangannya masih memegangi luka di dadanya, mulutnya yang tampaknya kering itu telah mengeluh perlahan, keluhan kesakitan.

Kuda tunggangan orang tersebut telah berlari cepat sekali, mencongklang terus walaupun majikannya telah terbanting jatuh di rumput. Sekejap mata saja kuda tunggangan tersebut telah lenyap dari pandangan mata.

Yo Him berjongkok untuk memeriksa keadaan orang tersebut. Ia melihat luka di dada lelaki itu cukup besar, di mana di bagian dadanya itu merobek ke arah dada kiri dan juga seperti telah terluka di bagian dadanya itu oleh tabasan mata pedang. Dan waktu itu. lelaki berewokan tersebut tengah mengeluh dengan suara yang perlahan sekali: “Air...... Air.....!”

Yo Him cepat-cepat mengambil kantong airnya, membuka tutupnya dan memberi minum kepada orang tersebut. Setelah cukup banyak meneguk air, kesegaran lelaki berewok itu agak pulih dan ia menoleh memandang sayu pada Yo Him tanyanya dengan suara lemah: “Siapa...... siapakah Kongcu.....?! Terima kasih....... terima kasih atas pertolongan yang diberikan olehmu!”

Yo Him mengulapkan tangannya, katanya: “Jangan berkata begitu. Sudah kewajiban kita untuk saling tolong menolong satu dengan yang lainnya...... Mengapa saudara terluka demikian rupa?”

“Aku..... aku telah dilukai oleh Tok-ong-kiu-cie (Raja Racun Berjari Sembilan). Aku terkena tabasan mata pedangnya yang beracun, sehingga aku...... aku akan segera terbinasa...... karena racun itu akan bekerja setelah lewat dua kali duapuluh empat jam...... dan sekarang telah lewat dua hari dua malam, di mana racun ini mulai bekerja...... sehingga....... sehingga seluruh tenagaku habis..... dan mungkin malam ini, malam terakhir aku bisa hidup terus..... Karena racun itu telah mulai bekerja dan tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya..... seluruh otot dan urat di tubuhku akan hancur, dan juga daging tubuhku akan mencair busuk.....!”

Mendengar perkataan lelaki berewok tersebut, Yo Him mengerutkan alisnya.

“Racun yang jahat sekali..... permusuhan apakah yang terdapat antara saudara dengan Tok-ong-kiu-cie itu?” tanya Yo Him kemudian.

“Aku hanya menemuinya untuk meminta semacam obat untuk suhengku, tetapi..... ia tak mau memberikannya, sehingga aku mendesaknya terus, dan kami bertempur, di mana akhirnya aku telah dilukai begini rupa.....!”

Yo Him menghela napas, ia meminta lelaki berewok tersebut mengangkat tangan kanannya yang memegangi lukanya tersebut, dan kemudian memeriksa luka itu dengan teliti. Dilihatnya, sesungguhnya robekan yang terjadi pada kulit di dada lelaki berewok tersebut, tidak terlalu dalam, hanya lebar. Dan di sekeliling bekas luka tersebut tampak sinar kehitam-hitaman, rupanya daging di bagian tempat terluka tersebut juga mulai membusuk.

Dengan demikian, tampaknya lelaki berewok itu memang telah keracunan yang hebat.

Yo Him cepat-cepat merogoh saku bajunya ia mengeluarkan semacam yo-wan (obat pil) yang berwarna merah darah, katanya: “Walaupun obat ini bukan merupakan obat nomor satu di dalam dunia tetapi memiliki khasiat yang cukup ampuh untuk menyembuhkan orang yang keracunan. Memang racun yang dipergunakan oleh Tok-ong-kiu-cie itu tidak kuketahui. Entah ia mempergunakan racun apa, tetapi kukira pil ini bisa mengurangi sedikit rasa sakit dan juga bisa membendung bekerjanya racun itu sementara waktu.

Tetapi lelaki berewok tersebut menggelengkan kepalanya lemah sekali. Iapun tersenyum,

“Terima kasih kongcu..... terima kasih atas maksud baikmu itu..... tetapi sayang sekali racun yang dipergunakan oleh Tok-ong-kiu-cie ini merupakan racun yang bekerjanya sangat hebat, dan juga tidak mungkin bisa dipunahkan oleh obat biasa. Itulah racun “Sam-hun-tok” yaitu racun Tiga Arwah, di mana jika seseorang terkena racun ini, dua hari pertama memang masih tidak mengalami sesuatu, tetapi setelah memasuki hari ketiga, arwah tidak mungkin bisa direbut kembali dari malaikat elmaut. Percuma saja..... bukan aku tidak mempercayai khasiat dari obat pilmu itu, tetapi memang tidak mungkin racun yang telah mengendap di dalam tubuhku ini dapat dipunahkan oleh obat itu......!”

Yo Him baru pertama kali mendengar perihal Tok-ong-kiu-cie. si Raja Racun Berjari Sembilan itu, dan juga baru pertama kali ini ia mendengar perihalnya racun Sam-hun-tok tersebut. Dilihatnya napas lelaki berewok itu telah semakin perlahan, dan juga sewaktu itu, rupanya lelaki berewok tersebut telah semakin lemah.

Setelah memaksa dua kali dan orang brewok itu masih menolak, akhirnya Yo Him menyimpan lagi obatnya itu. Ia masukan kembali ke dalam sakunya.

“Kongcu,” kata lelaki berewok tersebut sambil mengawasi Yo Him. “Ada sesuatu permintaan yang hendak kuajukan, meminta pertolonganmu. Entah kau akan meluluskannya atau tidak?”

“Katakanlah, jika memang aku bisa membantu, tentu aku akan membantunya......!” kata Yo Him cepat.

“Aku telah terluka oleh racun Sam-hun-tok dan hanya bisa disembuhkan oleh semacam obat..... obat yang luar biasa.....!”

“Obat apa itu?” tanya Yo Him.

“Obat yang luar biasa dan sulit sekali diperoleh...... tetapi aku telah yakin tidak mungkin aku bisa memperolehnya......!” menyahuti lelaki berewok tersebut dengan suara yang semakin lemah.

Yo Him memperhatikan muka lelaki berewok itu yang semakin pucat dan bibirnya telah mengering kembali, tampak tergetar.

“Katakanlah..... mungkin aku bisa mencarikannya,” kata Yo Him.

Tetapi lelaki brewok tersebut tersenyum lemah sambil menggelengkan kepalanya.

“Tidak..... tidak mungkin,” katanya. “Obat itu sukar sekali diperoleh. Tidak semua orang bisa memiliki dan tidak mungkin terdapat pada tabib-tabib biasa..... obat itu hanya dimiliki oleh seseorang......!”

Berkata sampai di situ orang berewok yang tengah terluka keracunan itu menggeliat. Ia mengeluh kesakitan dan tangan kanannya telah memegangi lukanya, mukanya semakin pucat.

Yo Him cepat-cepat menotok beberapa jalan darah di sekitar lukanya untuk mengurangi perasaan sakit yang diderita oleh lelaki berewok tersebut, tetapi usaha yang dilakukan oleh Yo Him ternyata tidak berhasil. Tampaknya lelaki berewok tersebut semakin menderita kesakitan. Beberapa kali ia merintih, suaranya semakin lemah dan perlahan, akhirnya pingsan tidak sadarkan diri.

Melihat itu, Yo Him tahu ia tidak boleh berlaku ayal untuk menolong jiwa orang ini. Segera ia mengeluarkan lagi obat yang tadi ditolak oleh lelaki berewok tersebut. Ia memijit pil tersebut dengan mempergunakan tenaga lweekangnya, dan di waktu itu telah membuat pil tersebut terpijit menjadi bubuk halus dan memasukkannya ke dalam mulut lelaki brewok tersebut. Dan lalu menuangkan sedikit air ke dalam mulut lelaki berewok itu, lalu ia memijit di bawah dagu lelaki berewok tersebut sehingga bubuk obat itu terdorong oleh air masuk tenggorokan orang itu.

Kemudian Yo Him meminta Ko Tie agar memeluk lehernya, menggemblok di punggungnya. Dan sambil menggendong Ko Tie, tampak Yo Him telah mengangkat tubuh lelaki berewok tersebut, ia berlari cepat sekali.

Tujuannya adalah kota atau kampung yang terdekat dengan tempat itu. Ia menggunakan ginkangnya, tubuhnya seperti terbang, di mana ke dua kakinya bagaikan tidak menginjak rumput. Dan di saat itu biarpun ia membawa Ko Tie di punggungnya dan juga membawa tubuh lelaki berewok tersebut dengan ke dua tangannya, namun tidak mengurangi kepesatan larinya Yo Him.

Tidak lama kemudian Yo Him telah melihat pintu kota Lung-an-kwan. Ia mempercepat larinya dan tubuhnya bagaikan terbang memasuki pintu kota. Ia berpapasan dengan beberapa penduduk kota tersebut yang memandang heran sekali.

Yo Him tidak memperdulikannya. Ia berlari terus memasuki kota itu, mencari rumah obat. Setelah melewati tiga lorong yang panjang di dalam kota itu, ia melihat sebuah rumah obat itu yang cukup besar, maka dihampirinya rumah obat itu untuk meminta tabib pemilik rumah obat tersebut memeriksa luka lelaki berewok yang digendongnya.

Pemilik rumah obat itu adalah seorang tabib yang sudah lanjut usia, mungkin telah tujuhpuluh tahun, memakai baju thung-sia dengan hun-cwe (pipa tembakau yang memiliki batang panjang), memelihara kumis sedikit, yang telah berubah warnanya menjadi putih. Ketika memeriksa luka di dada lelaki berewok tersebut, lelaki itu mengerutkan alisnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. Lalu ia bilang dengan suara perlahan,

“Sayang sekali telah terlambat..... ia tidak mungkin tertolong.....” dan tabib itu telah menghela napas lagi.

“Sianseng tolonglah.....!” kata Yo Him memohon dengan sangat, ia juga sangat berkuatir sekali. “Mungkin Sianseng memiliki semacam obat yang bisa memperlambat menjalarnya racun itu.”

Tabib itu berdiam sejenak seperti berpikir lalu dia berkata dengan suara yang perlahan: “Baiklah biarlah aku memberikan padanya ramuan dari campuran Bwee-tan, Kiok-cie, Sin-lung dan Cuk-liu-tan. Mungkin ramuan ini bisa memperpanjang namun setelah itu tidak mungkin orang ini hidup lebih lama lagi......!”

Setelah berkata begitu, tabib tersebut segera bekerja meramu obat-obatan yang disebutkannya tadi. Dengan bantuan Yo Him akhirnya tabib itu telah mencekoki lelaki berewok tersebut dengan ramuan obatnya itu.

Yo Him sendiri berpikir, jika memang ramuan obat tabib itu mujarab dan benar-benar lelaki berewok itu bisa diperpanjang hidupnya selama lima hari, ia akan berusaha mencari obat yang diperlukan oleh lelaki berewok itu.

Selesai mencekoki obat itu ke dalam mulut lelaki berewok tersebut segera tabib itu berkata pada Yo Him, “Semua bahan obat-obatan yang telah kucampur menjadi satu untuk diberikan kepada dia terdiri dan bahan obat-obatan yang serba mahal, dengan harga seluruhnya limabelas tail perak.....!”

Yo Him tidak rewel-rewel lagi telah membayar harga yang diminta tabib itu, lalu dengan mengajak Ko Tie meninggalkan rumah obat tersebut. Yo Him telah menggendong si lelaki berewok untuk mencari rumah penginapan.

Di dalam kamar rumah penginapan, Yo Him melihat bahwa napas lelaki berewok mulai lancar walaupun masih lemah. Namun wajahnya tidak memperlihatkan ia tengah menderita kesakitan, tenang sekali tidurnya. Yo Him menghela napas dalam-dalam ia berpikir, “Kalau dilihat dari cara berpakaiannya, tampaknya ia seorang Kang-ouw yang memiliki kepandaian tidak rendah. Namun siapakah sebenarnya Tok-ong-kiu-cie itu?”

Yo Him telah menunggui lelaki berewok tersebut bersama Ko Tie. Tetapi setelah hari menjelang malam, dan lelaki berewok tersebut belum tersadar dari pingsannya, Yo Him telah memerintahkan Ko Tie untuk tidur. Yo Him sendiri menunggui lelaki berewok tersebut sampai ketika keesokan paginya.

Di waktu matahari fajar mulai menyingsing memperlihatkan diri, lelaki berewok tersebut baru siuman. Dan di waktu itulah, Yo Him telah memberikan kepada lelaki berewok tersebut sedikit air teh. Dengan sabar Yo Him juga telah menyuapi bubur yang telah dibawakan oleh pelayan rumah penginapan tersebut. Setelah dapat menelan lima atau enam sendok bubur dengan telanan yang agak sulit, lelaki berewok itu menggelengkan kepalanya waktu Yo Him mengangsurkan sendok berikutnya.

“Bagaimana keadaan saudara?” tanya Yo Him dengan penuh perhatian.

Lelaki berewok itu telah berusaha untuk tersenyum, ia bilang dengan lemah: “Kukira aku telah berada di akherat tidak tahunya, masih berada di dunia......! Biasanya setiap orang yang menjadi korban racun Sam-hun-tok dalam tiga hari, jiwanya tidak bisa dipertahankan...... tetapi sekarang mengapa aku masih hidup terus?”

Yo Him tersenyum.

“Itulah kebesaran Thian..... mungkin memang belum tibanya saudara menemui kematian......!” kata Yo Him dengan disertai senyumannya untuk menghibur lelaki berewok tersebut. Iapun melanjutkan pula perkataannya: “Dan obat yang pernah kau sebut itu, yang kau bilang obat itu merupakan obat yang sulit dicari, sesungguhnya obat apa? Jika memang kau bersedia menyebutkan namanya, mungkin aku bisa bantu mencarikannya. Atau jika memang obat itu hanya dimiliki oleh seorang saja, siapakah orang itu...... biarlah siauwte pergi menemuinya untuk memintanya mungkin akan diberikannya!”

Lelaki berewok tersebut telah tersenyum pahit, dengan suara yang lemah ia berkata: “Orang itu aneh sekali dan hatinyapun kejam dan jiwanya jahat sekali, ia merupakan raja iblis yang paling terkenal di dalam rimba persilatan..... yaitu Sam-touw-liong (Naga berkepala tiga) Wie Go Ciang......!”

Yo Him sebelumnya sering mendengar perihal diri Sam-touw-liong Wie Go Ciang, Iblis yang menguasai propinsi Souw-ciu, tetapi ia tak menyangka sama sekali bahwa Wie Go Ciang merupakan seorang iblis yang paling ditakuti dan disegani oleh orang-orang persilatan seperti si lelaki berewok, karena dilihatnya bahwa lelaki berewok itu setidaknya pasti memiliki kepandaian yang tinggi.

Namun buat menghibur lelaki berewok tersebut, Yo Him telah berkata dengan suara yang sabar, “Tenanglah saudara..... aku akan berusaha untuk pergi menemuinya......!”

Tetapi di mulut ia berkata begitu, sedangkan di hatinya ia jadi berpikir keras. Untuk mencapai Souw-ciu dari Lung-an-kwan harus memakan waktu perjalanan hampir satu bulan. Dengan demikian jelas ia tidak memiliki waktu yang begitu banyak guna menemui iblis she Wie itu. Bukankah lelaki berewok itu tengah dalam keadaan sekarat dan mungkin hanya bisa bertahan lima hari saja? Jelas, untuk mencapai Souw-ciu hanya dalam waktu lima hari perjalanan tak mungkin bisa dilaksanakan.

Sedangkan lelaki berewok tersebut tersenyum pahit, katanya: “Kongcu, engkau tak perlu menghiburku lagi. Aku telah mengetahui bahwa diriku juga tidak akan lama lagi hidup di dunia...... percuma saja jika engkau berusaha untuk pergi ke Souw-ciu. Belum tentu iblis she Wie itu bersedia membagikan obatnya kepadamu, juga tidak mungkin aku bisa bertahan terus sampai satu bulan lebih. Engkau melakukan perjalanan dengan kuda jempolan yang bagaimanapun juga tentu untuk mencapai ke Souw-ciu memakan waktu hampir satu bulan, dan kembali pula ke mari telah satu bulan. Berarti dua bulan..... di waktu itu aku telah putus napas.....!”

“Jika demikian, biarlah aku mengajakmu sekalian menuju ke Souw-ciu untuk mempersingkat waktu. Tentu jika Wie Go Ciang melihat keadaanmu seperti ini, saudara, dia tentu akan bersedia menolongnya.....!”

Lelaki berewok tersebut tersenyum pahit lagi. Ia bilang dengan sikapnya yang sudah berputus asa, katanya: “Jika memang kau hendak menghiburku dengan kata-kata bahwa sekarang ini aku perlu bergembira dan makan yang enak-enak itu masih lebih pantas. Tetapi untuk mengharapkan obat dari Wie Go Ciang itulah merupakan suatu impian yang sulit terlaksana...... Sudahlah Kongcu..... akupun sudah tidak berpikir untuk hidup lebih lama lagi. Jika memang engkau bisa memenuhi satu permintaanku, yaitu kelak engkau pergi ke kota Cia-leng-kwan untuk menemui orang yang bernama Kwan Po Sin, menyampaikan padanya perihal kematianku di tangannya Tok-ong-kiu-cie. Itupun telah lebih dari cukup dan aku sangat berterima kasih.....!”

Yo Him menghela napas, dan akhirnya ia berkata dengan disertai anggukan kepalanya.

“Baiklah tenangkan hatimu..... saudara...... aku akan laksanakan pesanmu itu......!” kata Yo Him. “Tetapi walaupun bagaimana kita harus berusaha untuk memperoleh obat yang kau butuhkan itu......!”

Namun si lelaki berewok telah tersenyum pahit sambil katanya dengan suara yang putus asa: “Sayang sekali aku tidak berhasil memperoleh obat untuk menyembuhkan penyakit suhengku..... hai..... hai, jika memang aku harus menemui kematian. Itu sesungguhnya bukan persoalan yang terlalu kusesalkan..... namun sayang sekali suhengku harus membuang jiwa disebabkan aku gagal memperoleh obat yang dibutuhkannya.......!”

Dan setelah berkata begitu, lelaki berewok tersebut menghela napas lemah berulang kali, lalu katanya lagi: “Dan aku Cin Piauw Ho, benar-benar merupakan manusia tidak guna. Setelah gagal memperoleh obat yang dibutuhkan suhengku itu, justru aku harus membuang jiwa disini sehingga aku tidak berhasil menemui suhengku itu lagi......!”

Yo Him menghela napas juga dan katanya kemudian sambil cepat-cepat tersenyum: “Siapakah suhengmu itu Cin-heng?”

“Suhengku she Bun dan bernama Ie Wang. Ia telah dilukai oleh lawannya dari Tibet yang telah mempergunakan racun yang sangat berbisa sekali, dan juga hanya Tok-ong-kiu-cie yang bisa menyembuhkannya. Telah dua kali suhengku itu mendatangi Tok-ong-kiu-cie di mana ia mohon agar Tok-ong-kiu-cie bersedia untuk mengobatinya tetapi dua kali itu pula Tok-ong-kiu-cie selalu menolaknya. Sedangkan racun yang mengendap di dalam tubuh suhengku itu kian hari kian membahayakan.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar