Beruang Salju Bab 16 Tangan Kanan Kaisar Mongolia

Beruang Salju Bab 16 Tangan Kanan Kaisar Mongolia

16 Tangan Kanan Kaisar Mongolia

Waktu itu Ko Tie juga selalu menanyakan siapa-siapa saja yang menjadi tokoh Kay-pang, dan mengapa mereka lebih rela hidup sebagai pengemis, dan juga tidak mau hidup dengan cara yang layak, mengenakan pakaian yang tambal-tambal dan juga tampaknya kotor sekali. Padahal mereka memiliki kepandaian tinggi.

Liu Ong Kiang yang mendengar pertanyaan anak ini telah tertawa, katanya: “Inilah keistimewaan Kay-pang, karena memang kami umumnya terdiri dari orang-orang yang memiliki kepandaian lumayan, namun kami sengaja memilih Kay-pang sebagai perkumpulan kami, dan hidup sebagai pengemis, melakukan pekerjaan meminta belas kasihan orang...... Karena itu pula, kamipun telah berusaha untuk hidup prihatin, membuka mata dan juga memasang telinga, menyaksikan betapa di dunia ini sesungguhnya banyak sekali manusia yang sengsara dan hidup menderita karena kemiskinan dan ketiadaan......!

“Itulah sebabnya, kami puas sebagai pengemis, karena kami tidak akan melakukan suatu kejahatan. Pekerjaan kamipun kami anggap tidak hina, sebab disamping sebagai pengemis kami memiliki tugas khusus yang harus dilakukan dengan penuh kegagahan, yaitu membela setiap orang yang lemah, yang berada dalam tindasan si kuat namun busuk hatinya dan jahat!

“Maka dari itu, Kay-pang merupakan sebuah perkumpulan dari manusia-manusia yang mulia hatinya. Aku bukan hendak memuji diri sendiri dengan membuka mulut lebar dan menepuk dada, namun memang kenyataan Kay-pang telah banyak sekali melakukan perbuatan-perbuatan mulia. Terlebih lagi waktu jabatan Pangcu berada di tangan Ang Cit Kong Pangcu!”

Ko Tie yang mendengar cerita Liu Ong Kiang, jadi mendengarkan dengan hati yang tertarik sekali. Terlebih lagi mendengar sepak terjang mengenai Kay-pang, di mana perkumpulan pengemis, yang walaupun sebagai perkumpulan dari para pengemis-pengemis itu di seluruh daratan Tiong-goan tersebut, tokh kenyataannya sepak terjang yang dilakukan oleh anggota Kay-pang umumnya tidak menyimpang dan tidak berbeda dengan sepak terjang yang dilakukan para pendekar Kang-ouw dari jalan putih dan lurus.

Malah Liu Ong Kiang telah menceritakan, betapa banyak anggota Kay-pang yang telah berhasil menumpas ratusan orang penjahat dengan mengandalkan kepandaiannya, telah mendirikan jasa yang tidak keçil untuk kemajuan partai mereka. Dan Liu Ong Kiang mengatakan kepada Ko Tie: “Engko kecil, engkau pun bisa kalau saja kau tekun mempelajari ilmu silat, rajin-rajin berlatih dan memperoleh bimbingan yang baik dari seorang guru yang liehay. Menurut penglihatan pamanmu ini, engkau memiliki bakat dan tulang yang baik untuk mempelajari ilmu silat. Maka jika memang engkau bersungguh-sungguh untuk menghayati ilmu silat, tentu engkau akan berhasil dengan baik......!”

Ko Tie memandang Liu Ong Kiang dengan sepasang mata terpentang lebar-lebar, lalu katanya perlahan: “Paman pengemis, sesungguhnya seseorang yang mempelajari ilmu silat, apa saja yang harus dipelajari?”

“Banyak....., engkau harus melatih ginkang, tenaga dalam yang disebut lweekang atau lwee-keh, dan juga engkau harus mempelajari ilmu pukulan tangan kosong dan ilmu pedang. Banyak sekali pelajaran yang harus engkau pelajari. Disamping itu, memakan waktu yang tidak sedikit, karena paling cepat sepuluh tahun baru engkau bisa merampungkan pelajaranmu dan memperoleh kepandaian yang tinggi, juga pengalaman dan latihan-latihan yang teratur perlu sekali, agar dapat meningkatkan kepandaianmu itu, ke tingkat yang jauh lebih sempurna. Maka dari itu, seseorang yang mempelajari ilmu silat jelas tidak boleh berlaku congkak dan angkuh karena orang yang pandai, masih terdapat orang yang jauh lebih pandai lagi. Disamping itu pula, jika seseorang menguasai benar lweekang, yaitu tenaga dalam, belum tentu dia memiliki ginkang yang sempurna.

“Itulah sebabnya, seorang jago yang memiliki serupa kepandaian, belum tentu menguasai ilmu lainnya. Semakin kita mempelajari ilmu silat, semakin sedikit kepandaian yang baru kita kuasai. Kita melihat ilmu silat itu semakin banyak ragamnya. Semakin tinggi kepandaian silat seorang, semakin keras pula keinginannya untuk mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi dan memperdalam kepandaiannya, karena ilmu silat itu sendiri tidak akan habis dipelajari, walaupun sampai ajal kita......!”

Ko Tie mendengarkan keterangan yang diberikan oleh Liu Ong Kiang dengan tekun.

Waktu itu tampak mendatangi seorang pelayan, yang telah menghampiri Liu Ong Kiang katanya: “Ada seorang tamu ingin bertemu dengan Yo kongcu......!”

Liu Ong Kiang mengerutkan alisnya.

“Siapa?” tanya pengemis ini kemudian setelah berdiam bimbang.

”Seorang bangsawan Mongolia dan seorang pendeta Mongolia,” menjelaskan pelayan itu.

Muka Liu Ong Kiang jadi berobah mendengar keterangan si pelayan, sampai pengemis ini berdiam diri sejenak lamanya.

Pelayan itu menantikan keputusan Liu Ong Kiang tidak sabar, tanyanya: “Apakah ke dua tamu itu diundang ke mari saja?”

Cepat-cepat Liu Ong Kiang menggelengkan kepalanya, ia menggumam: “Jangan......! Jangan......! Hai, mengapa di saat-saat seperti ini muncul gangguan seperti ini?”

Liu Ong Kiang menggumam begitu, karena ia mengetahui, dengan munculnya ke dua orang Mongolia itu, yang menurut si pelayan terdiri dari seorang bangsawan Mongolia dan seorang pendeta Mongolia, tentu akan menimbulkan kesulitan untuk mereka. Namun karena Yo Him memang tidak boleh diganggu di saat seperti itu, di mana selain bisa membahayakan keselamatan Cin Piauw Ho dan juga bisa membuat celaka Yo Him kalau sampai perhatiannya terpecah oleh gangguan yang tidak diinginkan di saat ia tengah memusatkan seluruh tenaga dalamnya mengobati luka Cin Piauw Ho.

Akhirnya Liu Ong Kiang berkata: “Biarlah aku yang pergi menemui mereka......!” si pengemis juga menoleh kepada Ko Tie, katanya: “Kau tunggu di sini saja, Tie-jie!”

Ko Tie mengiyakan.

Bersama pelayan itu, Liu Ong Kiang telah turun dari loteng dan menuju ke ruang bawah penginapan itu. Segera dilihatnya dua orang Mongolia, seorang yang berpakaian sebagai bangsawan Mongolia dan seorang lagi berpakaian sebagai Lhama (pendeta), tengah duduk di sebuah meja, sebelah kanan ruangan tersebut.

Waktu mendengar suara langkah kaki yang menuruni undakan anak tangga, tampak ke dua orang Mongolia itu menoleh. Dan Liu Ong Kiang waktu mengenali si pendeta Mongolia tersebut, jadi kaget bukan main, karena ia segera mengenali bahwa Lhama itu tidak lain dari Koksu Mongolia, yaitu Tiat To Hoat-ong. Sedangkan yang seorang lagi yang berpakaian seorang bangsawan Mongolia itu, berusia hampir limapuluh tahun dan memiliki potongan muka persegi empat, tampaknya gagah, tidak dikenalnya.

Karena telah terlanjur turun, Liu Ong Kiang juga tak bisa menarik diri lagi, dia menghampiri dan sambil tertawa berkata, “Ha, tidak disangka-sangka bisa bertemu dengan dua orang mulia di tempat seperti ini!”

Tiat To Hoat-ong telah mengawasi Liu Ong Kiang dengan sorot mata tajam. Sedangkan bangsawan Mongolia juga telah meneliti keadaan si pengemis, lalu menoleh kepada pelayan yang datang bersama Liu Ong Kiang.

“Mana pemuda she Yo itu?” tegur yang berpakaian sebagai bangsawan Mongolia itu.

Waktu itu daratan Tiong-goan telah dikuasai oleh Kublai Khan, dengan demikian orang-orang Mongolia merupakan orang-orang yang selain dihormati dan ditakuti. Si pelayan juga telah menjura: “Siauwjin telah menyampaikan pesan Taijin, tetapi tuan pengemis ini yang menjadi sahabat Yo Kongcu, mengatakan dia yang akan menemui Taijin!”

Sewaktu menyahuti begitu, tampaknya pelayan ini ketakutan sekali. Ia kuatir bangsawan Mongolia itu akan murka dan ia bisa celaka.

Tiat To Hoat-ong telah mendesis dengan suara angkuh dan sikap dingin, katanya tawar: “Manusia seperti engkau mana ada harganya menemui kami? Suruh pemuda she Yo itu turun ke mari!”

Muka Liu Ong Kiang tidak berobah mendengar ejekan tersebut, dia malah tertawa.

”Sabar, sabar......!” katanya kemudian. “Yo Kongcu sedang berpakaian, tidak lama lagi tentu Yo Kongcu akan turun menemui kalian. Tetapi bolehkah aku si pengemis miskin mengetahui apa maksud ke dua taijin dan Taysu mencari Yo Kongcu?”

“Hemmmm,” orang Mongolia yang berpakaian bangsawan itu telah mendengus dingin. “Ada sesuatu yang perlu kami tanyakan padanya!”

“Ya, suruh dia turun untuk menemui kami!” berkata Tiat To Hoat-ong dengan suara mengandung kemendongkolan. “Rewel-rewel banyak mulut seperti kau ini, akan kami hajar biar kau dikirim ke akherat.....!”

“Galak sekali pendeta ini, berpikir Liu Ong Kiang. Hemm, dia sebagai Koksu negara, memang telah kudengar perihal kepandaiannya yang tinggi, hanya di bawah setingkat dari kepandaian Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko. Sekarang ia bisa muncul bersama bangsawan ini, yang tidak kuketahui siapa adanya, apa yang ingin mereka lakukan?

Tetapi walaupun berpikir begitu, namun Liu Ong Kiang tahu bahwa ke dua orang ini tentunya mengandung maksud tidak baik, dengan sabar ia berkata: “Yo Kongcu tidak lama lagi akan turun menemui kalian tetapi jika memang kalian memiliki urusan penting, kalian sampaikan kepadaku, biar nanti kuberitahukan pada Yo Kongcu......!”

“Oh pengemis bau yang terlalu banyak mulut!” teriak Tiat To Hoat-ong, dia juga telah menggebrak meja keras sekali, sehingga meja itu miring. Sebab salah satu kakinya hampir patah menjadi dua, belum putus. “Kau memang perlu dibungkamkan!” Dan Tiat To Hoat-ong telah mengambil cawan di depannya, tahu-tahu dia telah menyiram Liu Ong Kiang dengan arak yang berada di dalam cawan itu.

Arak itu bagaikan selembar benang putih, telah menyambar ke muka Liu Ong Kiang.

Walaupun kepandaian Liu Ong Kiang memang tidak bisa mengimbangi kepandaian Tiat To Hoat-ong, namun diapun tidak lemah. Saat melihat arak yang menyambar ke arah dirinya disertai tenaga dalam yang tinggi, si pengemis telah menyingkir ke samping tanpa menunggu tibanya arak itu pada sasaran. Maka arak yang tidak berhasil mengenai sasaran, telah mengenai dinding ruangan itu, dan seketika dinding itu jadi berlobang sedalam lima dim!

Si pelayan yang berdiri agak jauh dari tempat itu berobah pucat, mengawasi dengan ketakutan. Ia beranggapan pendeta Mongolia ini mempergunakan ilmu siluman, karena dengan siraman arak saja ia bisa membuat dinding batu itu berlobang begitu dalam. Kalau tadi sampai mengenai muka si pengemis, tentu muka itu akan berlobang dan pasti rusaknya, juga si pengemis akan menemui kematian, sebab kepalanya akan pecah remuk oleh siraman arak tersebut.

Liu Ong Kiang sendiri jadi mengeluh dalam hati. Apa yang pernah didengar bahwa Tiat To Hoat-ong merupakan Koksu kerajaan Mongolia yang sakti, memang benar. Hanya sekarang, di saat kerajaan Mongolia telah berhasil menguasai daratan Mongolia, Koksu ini lebih bengis lagi, di mana ia selalu bertindak dengan tangan besi, karena kekuasaan yang ada di tangannya sebagai Koksu negara membuatnya ia memiliki pengaruh yang sangat besar.

Terlebih lagi memang tokoh-tokoh sakti daratan Tiong-goan telah hidup mengasingkan diri. Maka boleh di bilang sejak kémenangan kublai Khan merebut daratan Tiong-goan, Koksu negara yang memiliki kepandaian sangat tinggi itu, tidak pernah menemui tandingan lagi.

Waktu terjadi pertempuran di Siang-yang, walaupun Liu Ong Kiang tidak ikut serta, namun sebagai seorang tokoh Kay-pang, ia memang ikut mengerahkan anggota Kay-pang guna bantu perjuangan dari para orang-orang gagah melindungi Siang-yang. Dan perihal diri Koksu negara Tiat To Hoat-ong telah banyak didengarnya. Dan sekarang, begitu melihat kepada Tiat To Hoat-ong, pakaiannya dan keadaannya, seketika ia telah menduga kepada Koksu yang bengis tersebut.

Melihat siraman araknya gagal, Tiat To Hoat-ong jadi gusar bukan main, dengan penasaran ia telah menyambar cawan yang satunya yang masih ada isinya. Ia menyiram lagi. Namun kali ini arak tidak menyambar dalam bentuk seutas benang, melainkan terpecah dalam butir-butir seperti air hujan.

Liu Ong Kiang tahu apa akibatnya jika ia tidak berhasil menyelamatkan diri dari arak itu, maka ia melompat tinggi sekali. Tiga tombak, hampir saja kepalanya menyentuh wuwungan.

Butir-butir arak itu telah lewat di bawah kakinya, dan kembali menghantam dinding itu berlobang-lobang bagaikan ditusuk oleh benda tajam! Hal ini memperlihatkan lweekang Tiat To Hoat-ong telah memperoleh kemajuan yang pesat sekali dan kepandaiannya itu luar biasa sekali.

Muka Liu Ong Kiang jadi pucat waktu turun ke lantai dan baru saja ia ingin berkata dengan sengit karena kuatir dan penasaran menjadi satu, untuk memaki si pendeta dan berusaha mencegah pendeta itu menyerang lebih lanjut, bangsawan Mongolia itu telah berkata kepada Koksu negara tersebut: “Koksu, biarkan dulu aku menanyakan beberapa soal kepada pengemis itu!”

Tiat To Hoat-ong sesungguhnya tengah penasaran dan ingin menimpuk sekalian dengan cawan di tangannya. Waktu melihat serangan araknya tidak berhasil juga namun mendengar cegahan dari bangsawan Mongolia tersebut, ia mengangguk dengan perlahan. Mau ia patuh pada permintaan bangsawan Mongolia itu, tetapi patuhnya itu patuh terpaksa!

“Pengemis bau, sekarang kau katakan, kuminta kau bicara yang jujur, karena sekali saja kau berdusta, maka jangan mempersalahkan aku nanti memperlakukan kau tidak baik! Nah, pertama-tama yang ingin kuketahui, pemuda yang telah menimbulkan kegaduhan di kota ini, yaitu dengan melawan seekor binatang dan seorang berpakaian aneh, apakah benar-benar she Yo?”

Si pengemis mengangguk.

“Ya,” sahutnya. Walaupun mendongkol dan penasaran, Liu Ong Kiang tidak berani main gila di hadapan Tiat To Hoat-ong.

“Dan pemuda she Yo itu, yang katanya memiliki kepandaian sangat tinggi, sehingga bisa mengusir biruang yang ganas dan seorang yang aneh dan memiliki kepandaian hebat itu. Apakah orang she Yo yang ada hubungannya dengan Yo Ko?”

Ditanya begitu, Liu Ong Kiang berdiam diri sejenak, namun ia segera teringat, ketika Yo Him sedang bercakap-cakap dengan Swat Tocu, semua orang yang waktu itu berada di tempat tersebut, jelas telah mendengar sendiri bahwa Yo Him adalah putera dari Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko. Percuma saja jika memang si pengemis she Liu ini menyangkal, terpaksa ia mengangguk juga.

“Benar, memang tepat!” katanya. “Ada urusan apakah Taijin dan Taysu...... berdua ingin bertemu dengannya?”

Bangsawan Mongolia itu telah memperdengarkan suara dingin, sikapnya semakin tawar dan matanya mengawasi bengis kepada Liu Ong Kiang.

“Di mana dia berada sekarang?” tanya bangsawan Mongolia itu.

“Ada di kamarnya......!” menyahuti Liu Ong Kiang.

“Mengapa dia tidak segera turun menemui kami, atau memang ia tengah berusaha melarikan diri? Hemmmm, jangan mimpi, di sekeliling rumah penginapan ini telah kami tempatkan orang-orang kami. Jangankan orang she Yo itu, seekor lalatpun tidak akan lolos dari mata kami! Perintahkan dia turun menemui kami!”

Liu Ong Kiang tahu, Yo Him sekarang ini tentu tengah mengerahkan tenaga dalamnya, dan tidak boleh diganggu. Permintaan bangsawan Mongolia tersebut tidak mungkin dikabulkannya. Maka sambil tertawa ia berkata: “Sayang sekali Yo Kongcu belum bisa menemui Taijin dan Taysu sekarang ini. Tunggulah sebentar lagi jika memang pekerjaan Yo Kongcu selesai, ia tentu akan turun menemui kalian.....”

“Apa yang sedang dilakukannya di sana......?” tanya bangsawan Mongolia itu dengan bengis.

“Ia......!” Tetapi Liu Ong Kiang tidak bisa meneruskan perkataannya, sebab Tiat To Hoat-ong tahu-tahu telah menjejakkan kakinya, tubuhnya gesit sekali telah melompat ke samping Liu Ong Kiang, di waktu itulah tangan kanan pendeta itu diulurkan untuk membekuk Liu Ong Kiang.

Walaupun kepandaian Liu Ong Kiang tidak setinggi kepandaian Tiat To Hoat-ong, namun ia merupakan seorang tokoh Kay-pang yang memiliki kepandaian boleh juga. Melihat dirinya hendak dibekuk oleh pendeta Mongolia tersebut, ia telah mengelakkan diri dengan memiringkan tubuhnya ke kanan dan menggeser kakinya untuk menjauhi diri dari pendeta Mongolia yang berangasan itu.

Tiat To Hoat-ong melihat si pengemis berusaha menjauhi diri dari dia, cepat sekali dia membangkol mempergunakan tangannya yang lain waktu itulah cepat bukan main. Dengan gerakan yang sulit diikuti oleh pandangan mata tubuh Liu Ong Kiang telah terjerembab kena dibangkol oleh Tiat To Hoat-ong. Malah belum lagi si pengemis tahu apa yang terjadi tangan kanannya telah dicekal oleh pendeta Mongolia tersebut, yang telah memijit nadinya, sehingga punahlah semua tenaga si pengemis. Waktu Tiat To Hoat-ong menariknya agar si pengemis itu berdiri, dia telah tertawan tanpa daya dan hanya berdiri tidak bisa memberikan perlawanan.

“Hemm, pengemis bau seperti engkau ini biasanya bersekongkol dengan orang-orang Song itu..... mereka adalah para penghianat dan pemberontak. Mereka harus ditangkap semuanya!” Suara Tiat To Hoat-ong menyeramkan. “Mereka merupakan manusia-manusia yang tidak tahu mampus, tidak mau mengakui kekuasaan dari Khan kami yang agung......!”

Liu Ong Kiang telah memandang kepada Tiat To Hoat-ong dengan sorot mata mengandung kemendongkolan, katanya: “Hemm, engkan main kasar seperti ini, apakah kau kira engkau merupakan jago yang paling gagah dan nomor satu di kolong langit! Kudengar waktu menghadapi Sin-tiauw-tay-hiap, engkau sampai terkencing-kencing dan terkentut-kentut.....!”

Mendengar perkataan Liu Ong Kiang, bukan main murkanya Tiat To Hoat-ong, mukanya merah padam dan ia mengangkat tangan kirinya maksudnya ingin menghantam pecah batok kepala Liu Ong Kiang.

Namun bangsawan Mongolia itu telah menahan gerakan tangan Tiat To Hoat-ong, katanya tawar: “Koksu, kau tidak perlu membinasakan dia dulu, kita belum lagi bertemu dengan pemuda she Yo itu......!”

Tiat To Hoat-ong jadi gagal dengan maksudnya, ia tidak jadi turunkan tangan mautnya itu. Namun dengan muka yang merah padam karena masih murka, dia berkata bengis: “Jika nanti benar engkau berserikat dengan manusia-manusia pemberontak itu, hemm, aku akan menghantam pecah batok kepalamu ini......!” Dan setelah berkata begitu, Tiat To Hoat-ong tetap memegangi tangan Liu Ong Kiang, yang terus juga dipijit jalan darahnya, sampai pengemis itu tetap tidak memiliki tenaga untuk mengadakan perlawanan.

Liu Ong Kiang tidak jeri, memang ia mengakui tidak ungkulan ia menghadapi Tiat To Hoat-ong, di mana tidak mungkin ia bisa mendampingi pendeta yang liehay dan berangasan itu, namun dengan diperlakukan demikian kasar oleh pendeta ia jadi gusar dan penasaran sekali. Dia telah memperdêngarkan suara tertawa dingin, katanya tawar:

“Tiat To Hoat-ong, aku memang tidak pernah bertemu denganmu, tetapi sebagai Koksu negara Mongolia yang engkau banyak dikenal orang. Sayang sekali, semula aku pernah membayangkan bahwa seorang Koksu dari Mongolia yang merupakan kerajaan yang selalu diagung-agungkan itu tentunya seorang Koksu yang benar-benar hebat dan gagah! Sayang sekali......!”

“Apanya yang sayang sekali?” bentak Tiat To Hoat-ong tambah murka.

Liu Ong Kiang sengaja menghela napas, dia telah meneruskan perkataannya: “Sudah kukatakan, aku merasa sayang, bahwa apa yang telah kubayangkan itu ternyata meleset!” menyahuti begitu, Liu Ong Kiang menyeringai tertawa, sama sekali dia tidak jeri, walaupun dia telah terjatuh ke dalam Koksu Mongolia.

“Mengapa?” bentak Tiat To Hoat-ong penasaran.

“Karena Koksu yang terkenal dari kerajaan Mongolia yang katanya begitu agung, ternyata tidak lebih tidak kurang dari pada seekor buduk yang gemar menggigit......!” sahut Liu Ong Kiang.

Hebat ejekan Liu Ong Kiang, muka Tiat To Hoat-ong merah seperti dibakar, ia mengerang satu kali, dan seketika lupa diri. Tangannya digerakkan, tahu-tahu tubuh Liu Ong Kiang telah dilemparkan dengan sekuat tenaga, dan tubuh si pengemis menggelinding di lantai berguling-guling.

Namun Liu Ong Kiang memang telah nekad. Sambil merangkak berdiri ia telah memperdengarkan suara mengejek, lalu katanya lagi mengoceh: “Dan memang benar-benar terbukti sekarang, apa yang disebut sebagai Koksu negara itu tidak lebih dari seekor anjing buduk yang gemar menggigit, jika menghadapi lawan yang lebih lemah, memperlihatkan taringnya. Tetapi jika menghadapi manusia yang memiliki kepandaian tinggi, lalu cepat-cepat sembunyikan ekor! Sungguh Koksu yang bau kotoran anjing dan babi.....!”

Si pengemis memang hidup di kalangan kaum pengemis, yang biasa menggunakan kata-kata makian yang kasar dan kotor, sekarang kata-kata kasar itu dipergunakan untuk memaki Tiat To Hoat-ong. Koksu negara yang sangat agung dan dihormati semua orang. Jangankan rakyat, sedangkan Kaisar sendiri, Kublai Khan, menghormatinya.

Bisa dibayangkan perasaan murka yang bergolak di dada Tiat To Hoat-ong.

Karena terlalu murka, untuk sejenak Tiat To Hoat-ong hanya bisa berdiam diri saja di tempatnya, dia mengawasi Liu Ong Kiang dengan sepasang mata yang terpentang lebar-lebar, bagaikan biji matanya akan melompat keluar.

“Pengemis anjing, kau......!” memaki Tiat To Hoat-ong dengan murka yang tidak tertahan. Sesungguhnya bisa saja dia binasakan Liu Ong Kiang, tetapi pengemis itu terlalu menghina dan membuat dia gusar seperti itu maka pendeta Mongolia yang liehay ini justeru jadi tidak ingin membinasakan Liu Ong Kiang, di waktu itu juga dia ingin menyiksa Liu Ong Kiang dengan cara yang hebat, agar si pengemis nanti mati dengan perlahan-lahan, untuk hidup tidak bisa, matipun tidak dapat.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar