Bab 11
Dan kebetulan sekali Bi Kim
jatuh cinta pula kepada Yo Han, walaupun Yo Han sendiri tidak mencintanya
karena sejak remaja, Yo Han telah jatuh cinta kepada Tan Sian Li, Si Bangau
Merah! Yo Han meninggalkan keluarga Gan di kota raja. Bi Kim merasa penasaran
karena belum mendapatkan kepatian dari Yo Han, maka ia pun mendesak ayahnya
untuk mengundang jagoan-jagoan istana dan mengajarkan ilmu silat kepadanya.
Ternyata ia berbakat dan terutama sekali ia pandai memainkan sepasang pedang.
Setelah ditunggu-tunggu tidak
juga Yo Han datang, bahkan tidak ada berita, Gan Bi Kim merasa penasaran. Ia
merasa bahwa ia telah menguasai ilmu pedang dan pandai menjaga diri, maka pada
suatu hari, ia pun lolos dari gedung ayahnya, meninggalkan sepucuk surat dan
menyatakan kepada ayah ibunya bahwa ia pergi untuk mencari tunangannya, yaitu
Yo Han!
Pada sore hari itu, kebetulan
sekali ia pun tiba di dusunitu. Ia sudah lelah dan ingin bermalam di dusun itu.
Akan tetapi betapa herannya melihat semua rumah di dusun itu tertutup pintu dan
jendelanya, bahkan di jalan pun tidak nampak seorang pun manusiai Akan tetapi,
ia tahu benar bahwa dusun itu bukan dusun kosong. Pekarangan rumah bersih
terpelihara, juga sawah ladang dan tanaman di sekeliling perumahan durun. Dan
lebih dari itu, ia pun mendengar gerakan orang-orang di dalam rumah-rumah yang
tertutup rapat dan, yang tidak dipasangi lampu walaupun senja telah mendatang.
Karena merasa heran dan
penasaran ketika mendengar tangis anak kecil dari sebuah rumah dan tangis itu
berhenti tiba-tiba seolah-olah mulut anak yang menangis itu didekap tangan, ia
tidak sabar lagi dan mengetuk daun pintu rumah itu.!Paman atau bibi, bukalah
pintunya. Aku bukan orang jahat, aku seorang gadis yang kebetulan kemalaman dan
ingin bermalam di dusun ini. Biarkan aku menginap semalam di rumah kalian, akan
kuberi pengganti kerugian!!
Setelah beberapa kali mengetuk
pintu dan berteriak, akhirnya terdengar jawaban seorang wanita dari dalam,
tanpa membuka pintu. Nona, maafkan kami.... tempat kami penuh sesak.... eh,
kalau Nona ingin bermalam.... datanglah ke rumah kepala dusun, di sebelah itu,
sepuluh rumah dari sini.!
Terpaksa Bi Kim meninggalkan
rumah itu, menuju ke kanan sampai ia tiba di depan rumah kepala dusun. Mudah
saja menemukan rumah itu karena jauh lebih besar dibandingkan rumah-rumah lain,
dan hanya rumah besar ini saja yang daun pintu sebelah depan terbuka, dan di
dalam rumah itu dipasangi lampu penerangan yang cukup banyak. Ketika ia
memasuki pekarangan, beberapa orang bermunculan dari tempat gelap, agaknya
mereka ini pun ketakutan.
Nona mencari siapakah?!
seorang setengah tua bertanya dengan suara gemetar, juga tiga orang temannya
nampak ketakutan.
Aku seorang yang kebetulan
lewat dan kemalaman di dusun ini, aku hendak minta pertolongan lurah agar suka
menerimaku semalam ini.!
Empat orang itu saling
pandang, kemudian menengok ke arah dalam rumah dan orang setengah tua tadi
berbisik, Nona, pergilah dari sini. Di rumah ini kedatangan seorang penjahat
yang menakutkan. Dia sedang memaksa lurah untuk menjamunya dengan pesta. Dia
jahat sekali!!
Mendengar ini, Gan Bi Kim
tersenyum dan meraba gagang siang-kiam yang tergantung di punggungnya, Aku
tidak takut, bahkan kalau ada penjahat mengganggu rumah ini, aku akan
mengusirnya.!
Kembali empat orang itu saling
pandang. Kalau begitu, masuklah, pergilah ke ruangan belakang, ruangan makan.
Akan tetapi, kami tidak berani mengantarmu, Nona.! kata mereka dan kembali
mereka menyelinap ke dalam bayangan-bayangan yang gelap.
Tentu saja Bi Kim merasa heran
dan penasaran. Dengan langkah lebar ia memasuki rumah itu. Sunyi saja, agaknya
semua orang, seperti empat orang pria tadi, sudah lari menyingkir dan
bersembunyi ketakutan. Akan tetapi terdengar suara di ruangan belakang dan ia
pun menuju ke sana.
Ruangan itu luas dan terang
sekali. Sebuah meja makan besar penuh hidangan yang masih mengepulkan uap
berada di tengah ruangan. Seorang pria tinggi besar duduk makan minum seorang
diri, dilayani oleh tiga orang wanita muda. Seorang laki-laki berusia lima
puluh tahun lebih, tinggi kurus, berdiri di sudut, memandang dengan sikap
takut-takut.
Mendengar langkah kaki, pria
yang sedang makan itu menoleh dan melihat Bi Kim, wajahnya berseri, matanya
memandang penuh selidik dan dengan suaranya yang parau berwibawa dia bertanya,
Siapa kau? Mau apa kau masuk ke sini?!
Karena tidak tahu mana, lurah
yang ia cari, Bi Kim memandang kepada pria yang sedang makan itu, bertanya, Aku
ingin bertemu dengan lurah dusun ini. Mana dia?!
Aku.... akulah Lurah So dari
dusun ini, Nona....! Lurah So berkata dengan gagap.
Kini Bi Kim menoleh kepada
pria tinggi besar yang bukan lain adalah Siangkoan Kok itu. Hemmm, jadi orang
inikah yang datang mengacau?! tanya Bi Kim sambil menoleh kepada Lurah So. Akan
tetapi lurah ini tidak berani mengeluarkan suara, bahkan menunduk karena takut
membuat marah tamunya. Juga tiga orang wanita muda itu tidak berani bergerak.
Ha-ha-ha, engkau cantik.
manis, Nona, engkau jauh lebih cantik daripada tiga orang perempuan di dusun
ini. Sayang puteri lurah ini telah melarikan diri. Biar engkau menjadi
penggantinya menemaniku makan minum. Mari, Nona, duduklah di sini, makan minum
sepuasnya!!
Hemmm, kiranya engkau ini
jahanam busuk, manusia tak tahu diri, begitu datang ke rumah orang bertindak
sewenang-wenang. Setelah aku datang, jangan harap engkau akan dapat menjual
lagak lagi. Hayo pergilah cepat meninggalkan rumah ini, meninggalkan dusun ini,
atau sepasang pedangku akan membuat engkau menjadi setan tanpa kepala!! Berkata
demikian, untuk menggertak, Bi Kim mencabut sepasang pedangnya. Sepasang pedang
yang baik karena ayahnya mencarikan sepasang pedang pilihan untuk puterinya.
Nampak kilat menyambar ketika gadis. itu mencabut sepasang pedangnya. Akan
tetapi, Siangkoan Kok tertawa dan sama sekali tidak kelihatan gentar.!Ha-ha-ha,
bagus sekali. Aku memang lebih senang kalau gadis cantik yang menemani aku
makan minum bukan seorang wanita lemah. Nah, sekararg kita bertaruh, Nona.
Kalau aku kalah olehmu, biar aku pergi tanpa banyak cakap lagi. Akan tetapi
kalau engkau yang kalah, engkau harus menemani aku makan minum sampai mabuk.
Bagaimana?!
Wajah Bi Kim berubah merah
sekali, matanya mencorong penuh kemarahan. Jahanam busuk!! katanya melihat
orang itu bangkit dan menghampirinya. Engkau memang layak dibasmi!! Dan
sepasang pedangnya sudah menyambar ganas. Akan tetapi, Siangkoan Kok dapat
mengelak dengan mudah dan dia segera mengenal bahwa ilmu pedang nona ini bukan
ilmu sembarangan, melainkan ilmu pedang yang tinggi nilainya. Hal ini tidak
mengherankan karena Bi Kim dilatih oleh jagoan-jagoan istana yang lihai. Maka,
timbul penyakit lama Siangkoan Kok.
Dia tidak segera mengalahkan
gadis yang tingkatnya masih jauh di bawahnya itu, bahkan dia menggulung kedua
lengan bajunya agar tidak sampai robek, menggunakan kedua lengan untuk menangkis
serangan pedang sambil memperhatikan jurus-jurus ilmu pedang itu untuk menambah
pengetahuannya yang sudah banyak. Tentu saja Lurah So dan tiga orang gadis
dusun yang dipaksa menjadi pelayan tadi merasa ketakutan, apalagi melihat
betapa tamu yang ditakuti itu mampu melawan si gadis yang berpedang hanya
dengan tangan kosong saja. Juga Bi Kim sendiri terkejut bukan main. Tak
disangkanya bahwa penjahat ini memang luar biasa, memiliki kesaktian. Apalagi
ia, bahkan guru-gurunya belum tentu mampu menandingi kakek ini!
Pada saat pertandingan itu
berlangsung, muncullah Sian Li dan Ciang Hun. Akan tetapi karena kedua orang
pendekar ini tidak mengenal Bi Kim, tentu saja mereka tidak dapat turun tangan
membantu. Mereka tidak tahu apa yang terjadi, siapa gadis ber-siang-kiam itu
dan mengapa pula berkelahi melawan kakek, yang amat lihai itu. Seperti yang
mereka duga, kakek itu hanya mempermainkan lawannya dan setelah dia mengenal
benar ilmu pedang pasangan dari Bi Kim, tiba-tiba Siangkoan Kok membentak
nyaring dan tahu-tahu sepasang pedang itu telah berpindah tangan! Dia
menyeringai ketika Bi Kim meloncat ke belakang dengan kaget.
Ha-ha-ha, engkau kalah, Nona.
Nah, engkau harus menemani aku makan minum sampai mabuk!!
Tidak sudi! Sebelum mati aku
tidak akan mengaku kalah!! bentak Bi Kim dan ia pun menerjang lagi, kini dengan
tangan kosong. Kini Sian Li dan Ciang Hun tidak ragu-ragu lagi. Jelas bahwa
gadis itu merupakan orang yang menentang penjahat lihai itu, maka keduanya
sudah melompat ke depan untuk mencegah Bi Kim bertindak nekat. Dengan sepasang
pedang saja bukan lawan kakek itu, apalagi bertangan kosong.
Tahan....!! kata Sian Li dan
dari samping ia telah menangkap pergelangan tangan Bi Kim dan menariknya ke
samping. Bi Kim yang tertangkap pergelangan tangannya, merasa tenaganya lumpuh,
maka ia terkejut sekali dan menurut saja ditarik ke samping.Siangkoan kok
mengerutken alisnya memandang kepada Sian Li yang berpakaian merah dan Ciang
Hun yang gagah. Huh, siapa lagi ini kalian yang datang mengganggu kesenanganku!!
katanya sambil melemparkan sepasang pedang rampasan itu ke arah Bi Kim. Biarpun
hanya dilempar sambil lalu saja, namun sepasang pedang itu meluncur bagaikan
anak panah ke arah Sian Li dan Ciang Hun!
Jelas bahwa kakek yang lihai
itu sengaja hendak menguji kepandaian dua orang muda yang baru muncul! Dengan
tenang Sian Li menangkap pedang yang meluncur ke arahnya, dari samping dengan
jalan menjepitnya di antara telunjuk dan ibu jarinya, seperti anak-anak
menangkap capung pada ekornya. Sedangkan Ciang Hun lebih repot, mengelak ke
samping lalu memutar tubuh dan menangkap pedang itu pada gagangnya dari
belakang! Dari cara menangkap pedang ini saja sudah dapat dinilai bahwa tingkat
kepandaian Si Bangau Merah lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Gak Ciang Hun!
Siangkoan Kok agak terkejut.
Kiranya dua orang muda ini hebat! Sama sekali tidak boleh dipandang ringan,
tidak dapat disamakan dengan kepandaian Bi Kim.
Ciang Hun dan Sian Li
menyerahkan sepasang pedang itu kembali kepada Bi Kim, kemudian Sian Li
menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka Siangkoan Kok. Engkau ini orang tua
yang kelihatan gagah perkasa, juga memiliki ilmu kepandaian tinggi, sungguh
menjijikkan sikapmu di dusun ini, bertindak seperti perampok kecil saja!!
Wajah Siangkoan Kok berubah
kemerahan. Bocah bermulut lancang!! Setelah berkata demikian, dia menubruk ke
arah Sian Li dan mengirim serangan kilat. Namun, nampak bayangan merah
berkelebat dan Sian Li sudah dapat mengelak dari serangan dahsyat itu, dan
ketika tubuhnya turun, di depan kakek itu, ia sudah memegang sebatang suling
berselaput emas, sikapnya gagah dan tenang sekali.
Siangkoan Kok terkejut,
apalagi ketika melihat suling emas itu? Alisnya berkerut mengingat-ingat.
Pakaian merah! Tentu saja!
Hemmm, apakah engkau ini yang
berjuluk Si Bangau Merah?! tanyanya sambil memandang penuh selidik.
Sian Li menggerakkan sulingnya
dan terdengar suara berdesing, disusul ucapannya yang lantang, Memang benar aku
yang dijuluki Si Bangau Merah.!
Bagus! Ha-ha-ha, hari ini aku
sungguh beruntung, dapat bertemu dengan tokoh-tokoh muda dunia kang-ouw. Dan
engkau siapa orang muda?! tanyanya. Tidak mengapa, biarkan aku menebak siapa
engkau!! Setelah berkata demikian, tubuhnya berkelebat dan tangannya mendorong
dengan telapak tangan terbuka ke arah dada Ciang Hun. Pemuda ini sama sekali
tidak menduga akan diserang, maka dia tidak sempat mengelak lagi, lalu
mengerahkan tenaga sin-kangnya dan menggerakkan kedua tangan terbuka menyambut.
Dukkkkk!! Keduanya terdorong
ke belakang. Ciang Hun sudah berjongkok dan berlutut dengan sebelah kaki, kedua
tangannya depan dada, kedua telapak tangannya menghadap ke atas.
Siangkoan Kok terbelalak. Wah,
apakah engkau memiliki sin-kang yang disebut Tenaga Inti Bumi? Engkau mengambil
tenaga dari tanah?!
Diam-diam Gak Ciang Hun
tertegun dan kagum. Sekali beradu tenaga yang membuat dia terlempar dan
terpaksa memasang kuda-kuda Dewa Menyangga Bumi untuk memulihkan tenaga dan
siap menghadapi serangan lanjutan lawan, dan kakek itu sudah mengenal dasar
ilmunya. Memang dia tadi menggunakan tenaga yang menjadi ilmu warisan keluarga
Gak, bahkan mendiang kakeknya, Bu-beng Lo-kai atau dahulu bernama Gak Bun Beng
sebelum meninggal dunia telah mengoperkan tenaga kepadanya sehingga biarpun
bakatnya tidak sangat baik, namun dia telah dapat menghimpun tenaga ginkang
itu.
Orang muda, apa hubunganmu
dengan mendiang Beng-san Siang-eng (Sepasang Garuda Beng-san)?! tanyanya lagi.
Ciang Hun tidak ingin
menyombongkan dirinya akan tetapi dia pun bangga dengan nama besar kedua
ayahnya. Mereka adalah ayah kandungku!! jawabnya gagah sama sekali tidak merasa
sungkan mengaku bahwa dia memiliki dua orang ayah kandung! Memang suatu hal
yang aneh dalam keluarga itu. Ayahnya adalah sepasang pendekar kembar yang
mencintai seorang wanita, maka keduanya menjadi suami wanita itu dan lahirlah
Ciang Hun, anak dari seorang ibu dan dua orang ayah.
Ha-ha-ha-ha-ha, pantas kalian
berani mengganggu kesenanganku. Nah, mengingat bahwa kalian keturunan
orang-orang pandai, mari kuundang kalian makan minum denganku, Bangau Merah
dari orang muda she Gak! Dan engkau juga! Nona. Permainan siang-kiam (sepasang
pedang) darimu tadi cukup lumayan, membuktikan bahwa engkau pun telah dilatih
oleh guru yang pandai. Ha-ha-ha, marilah orang-orang muda, kita mempererat
perkenalan dengan makan minum!! Siangkoan Kok tidak berpura-pura dengan
keramahan ajakannya ini.
Tadinya dia adalah majikan
yang dihormati seperti seorang raja kecil. Akan tetapi sekarang semua kemuliaan
itu habislah sudah.anak buahnya dibasmi pasukan pemerintah, Ban-kwi-kok (Lembah
Selaksa Setan) telah diobrak-abrik, seluruh hartanya habis.Habislah sudah
kesemuanya, bahkan dia kehilangan anak yang disayangnya walaupun hanya anak
tiri, kehilangan isteri yang dia bunuh sendiri, juga kehilangan murid tersayang
yang diambilnya secara paksa menjadi isteri, juga murid ini dia bunuh.
Sekarang, dia sebatang kara, tidak memiliki apa-apa lagi.
Karena itu, melihat tiga orang
muda ini, yang gagah perkasa dan juga dua orang di antaranya adalah gadis-gadis
perkasa yang cantik, timbul keinginan hatinya untuk bersahabat dengan mereka.
Siapa tahu dia dapat menguasai mereka dan dengan bantuan tiga orang muda
seperti ini dia tentu akan mampu membangun lagi perkumpulannya yang terbasmi
dan dia akan jaya kembali.
Sejak tadi Sian Li
memperhatikan pria yang tinggi besar gagah dan berwibawa itu. Ketika ia
melakukan perjalanan untuk menyelidiki Pao-beng-pai, ia telah mencari
keterangan tantang perkumpulan itu, tentang ketuanya dan tentang puteri ketua
yang pernah datang mengacau pertemuan tiga keluarga besar. Pao-beng-pai telah
terbasmi dan di tempat yang tidak jauh dari bekas sarang Pao-beng-pai, terdapat
kakek yang lihai ini.
Bukankah engkau yang bernama
Siangkoan Kok, majikan di Ban-kwi-kok dan ketua Pao-beng-pai yan telah hancur?!
Pertanyaan yang dilontarkan
Sian Li ini sungguh amat mengejutkan hati semua orang. Bukan hanya Gak Ciang
Hun dan Dan Bi Kim yang terkejut juga Lurah So dan semua orang yang tadi sibuk
melayani kakek itu. Lurah So dan para pembantunya menjadi pucat mendengar
bahkan kakek itu adalah ketua Pao-beng-pai, perkumpulan yang mereka takuti.
Mereka semua sudah mendengar akan Pao-beng-pai dan ketuanya, yaitu Siangkoan
Kok majikan Lembah SelaksaSetan, akan tetapi hanya namanya saja yang mereka
ketahui, belum pernah melihat orangnya.
Ha-ha-ha, engkau hebat, Si
Bangau Merah! Tidak percuma engkau mendapat julukan itu karena engkau memang
cerdik, lihai dan bermata tajam. Aku memang Siangkoan Kok!!
Bagus! Kiranya engkau ketua
Pao-beng-pai! Dan gadis siluman yang berani menantang keluarga kami itu adalah
puterimu. Suruh ia keluar untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya!! Sian Li
membentak.
Sian-moi, kiranya tak perlu
bicara lagi dengan iblis seperti ini!! kata Ciang Hun yang sudah mencabut
pedangnya.
Benar, jahanam ini iblis yang
kejam dan jahat yang harus dibasmi!! kata pula Gan Bi Kim yang sudah siap
dengan sepasang pedangnya pula.
Ha-ha-ha, kiranya kalian
hanyalah pendekar-pendekar muda yang menjadi antek penjajah Mancu!! bekas ketua
Pao-beng-pai itu mengejek sambil menertawakan mereka.
Wajah Sian Li berubah merah.
Jahanam busuk! Kalau kami menentangmu, hal itu tidak ada sangkut pautnya dengan
pemerintah. Bagi kami, engkau bukanlah pejuang, melainkan penjahat busuk yang
suka mengganggu rakyat. Bersiaplah untuk mampus!! Sian Li sudah menerjang
dengan senjata sulingnya, Ciang Hun dan Bi Kim juga cepat menggerakkan senjata
mereka, mengeroyok.
Siangkoan Kok adalah seorang
datuk yang lihai sekali. Akan tetapi, sekarang dia menghadapi pengeroyokan tiga
orang muda yang tangguh, terutama sekali Si Bangau Merah dan Gak Ciang Hun. Dua
orang muda ini adalah keturunan pendekar-pendekar lihai, maka dia tidak berani
memandang rendah dan kakek itu sudah mencabut pedangnya, memutar senjata itu
menyambut serangan para pengeroyoknya.
Kalau tiga orang muda itu
menyerang dengan pengerahan seluruh tenaga dan kepandaian mereka, menyerang
dengan semangat besar, sebaliknya Siangkoan Kok hanya melindungi dirinya dengan
gulungan sinar pedang. Dia tidak bersemangat untuk berkelahi. Apalagi mengingat
bahwa dua orang di antara para pengeroyoknya adalah keturunan keluarga pendekar
yang tangguh. Dia tidak ingin menambah jumlah musuh di luar pasukan pemerintah
yang telah membasmi perkumpulannya, bahkan mungkin dia ingin bekerja sama
dengan kelompok lain untuk membalas dendam kepada pemerintah penjajah Mancu,
seperti yang telah dijanjikannya kepada ketua Thian-li-pang di Bukit Setan.
Selain itu, dia juga merasa gentar kalau-kalau Pendekar Bangau Putih, ayah Si
Bangau Merah ini, dan juga Pendekar Tangan Sakti Yo Han akan muncul.
Maka, setelah memutar
pedangnya dengan dahsyat, membuat tiga orang pengeroyoknya dengan hati-hati
mundur menjaga jarak, tiba-tiba Siangkoan Kok meloncat ke kiri dan sebelum tiga
orang muda yang mengeroyoknya sempat mencegah, dia sudah mencengkeram leher
baju Lurah So dan menempelkan pedangnya di leher lurah yang menjadi pucat
ketakutan itu.!Kalau ada yang menyerangku, aku akan lebih dulu menyembelih
lurah ini!! bentak Siangkoan Kok sambil mendorong tubuh lurah itu di depannya
dan terus mendorongnya keluar rumah.
Ciang Hun, Sian Li, dan Bi Kim
tentu saja tidak berani menyerang lagi. Bagaimanapun juga, mereka tidak mau
mengorbankan nyawa lurah yang tidak berdosa itu. Mereka hanya dapat memandang
ketika lurah itu didorong keluar oleh Siangkoan Kok. Sian Li hanya dapat
mengancam ketua Pao-beng-pai itu.
Siangkoan Kok, kalau engkau
membunuhnya, aku bersumpah untuk mengejarmu dan tidak akan berhenti sampai aku
dapat membunuhmu!!
Ketua Pao-beng-pai itu tertawa
bergelak. Ha-ha-ha, aku sedang malas bertanding, Nona manis, dan aku
menangkapnya hanya untuk mencegah kalian mendesakku, bukan untuk membunuhnya.
Lurah ini telah begitu baik untuk melayaniku makan minum, tentu aku tidak akan
membunuhnya.!
Setelah tiba di luar rumah,
Siangkoan Kok berlompatan jauh sambil tetap menggandeng Lurah So dan baru
setelah tiba di tepi sebuah hutan dia melepaskan lurah itu dan menghilang ke
dalam hutan. Sian Li dan yang lain juga tidak mau mengejar, mengejar seorang
seperti Siangkoan Kok yang melarikan diri ke dalam hutan amatlah berbahaya.
Melihat tiga orang muda yang
berhasil mengusir ketua Pao-beng-pai, Lurah So yang dilepaskan oleh kakek itu
tanpa dilukai, segera menghampiri dan memberi hormat, menghaturkan terima kasih
kepada mereka dan memohon agar malam itu mereka suka bermalam di rumahnya.
Pertama, agar kami sekeluarga
sempat menghaturkan terima kasih kepada Sam-wi (Kalian Bertiga), dan kedua,
agar hati kami sekeluarga merasa aman dan tenteram. Kalau Sam-wi pergi
sekarang, malam ini pasti kami tidak dapat tidur dan ketakutan membayangkan
iblis itu kembali ke rumah kami.! Demikian antara lain Lurah So membujuk
mereka. Karena alasan itu masuk akal juga, akhirnya Ciang Hun, Sian Li dan Bi
Kim menerima undangan itu.
Seluruh penghuni dusun itu
bersukaria karena lurah mereka terbebas dari gangguan ketua Pao-beng-pai yang
mereka takuti. Dan para penghuni itu memuji-muji pemuda dan dua orang gadis
perkasa itu. Keluarga Lurah So juga menghaturkan terima kasih dan mengadakan
pesta kecil untuk menyambut mereka.
Sehabis makan minum, akhirnya
tiga orang muda itu mendapat kesempatan untuk bicara bertiga saja di ruangan
belakang rumah Lurah So. Tidak ada anggauta keluarga yang berani mengganggu
mereka bertiga yang sedang bercakap-cakap. Dalam kesempatan ini, Gan Bi Kim
berkenalan dengan Gak Ciang Hun dan Tan Sian Li.
Aku berterima kasih sekali
kepada Tai-hiap (Pendekar Besar) dan Li-hiap (Pendekar Wanita),! kata Gan Bi
Kim. Aku sungguh tidak tahu diri, dengan ilmu silatku yang masih rendah aku
berani menentang ketua Pao-beng-pai yang lihai itu. Kalau Ji-wi (Anda Berdua)
tidak datang, entah bagaimana jadinya dengan diriku.! kata Bi Kim.
Aih, Nona, harap jangan merendahkan
diri. Ilmu pedangmu sudah cukup hebat, hanya ilmu kepandaian ketua Pao-beng-pai
itu memang luar biasa. Hanya setelah kita bertiga maju bersama, baru dapat
mengusirnya.! kata Ciang Hun.
Benar, Enci, di antara kita
tidak perlu sungkan, kita adalah dari golongan yang sama, yaitu menentang
perbuatan jahat. Siapakah engkau, Enci, dan bagaimana engkau dapat tiba di
tempat ini dan berkelahi dengan ketua Pao-beng-pai itu?!Gan Bi Kim menghela
napas panjang. Aku hanya orang biasa saja, adik yang gagah, tidak seperti
engkau yang berjuluk Si Bangau Merah dan kakak ini yang keturunan orang-orang
sakti. Ketua Pao-beng-pai itu sampai mengenal kalian dan merasa gentar. Aku
bernama Gan Bi Kim berasal dari kota raja dan aku sedang melakukan perjalanan
mengembara untuk meluaskan gengalaman setelah aku mempelajari sedikit ilmu
silat dari para guru di kota raja sebagai bekal untuk membela diri. Ketika tiba
di sini, aku mendengar akan kejahatan kakek. tadi yang menguasai rumah keluarga
Lurah So, maka aku datang untuk menegur dan mengusirnya, tidak tahu bahwa kakek
itu adalah ketua Pao-beng-pai yang amat lihai. Nah, sekarang aku mengharapkan
keterangan tentang kalian, karena aku hanya mendengar julukanmu, tidak tahu
siapa namamu dan nama kakak ini.!
Namaku Tan Sian Li, enci Kim.!
kata Sian Li yang segera merasa akrab dengan gadis kota raja yang dari sikapnya
saja dapat diduga bahwa ia seorang gadis terpelajar, bahkan ada sikap agung dan
anggun seperti gadis pingitan atau gadis bangsawan.
Dan namaku Gak Ciang Hun, nona
Gan,! Ciang Hun memperkenalkan diri dan dia seperti terpesona memandang gadis
itu. Ada sesuatu yang amat menarik hatinya pada gadis itu, entah sinar matanya
yang lembut, atau mulutnya yang memiliki bibir yang mempesonakan.
Aih, Gan-toako, kita
segolongan dan aku sudah merasa akrab dengan enci Kim. Kiranya tidak perlu
bersungkan-sungkan menyebut ia nona segala!! kata Sian Li yang wataknya terbuka
dan jujur.
Hi Kim tersenyum dan memandang
kepada pemuda itu. Li-moi berkata benar, Gak-toako. Aku pun merasa seolah-olah
sudah mengenal kalian selama bertahun-tahun.!
Ciang Hun tersenyum girang.
Baiklah, Kim-moi (adik Kim).!
Enci Kim, engkau seorang gadis
kota raja, lembut dan pandai, kenapa bersusah-susah bertualang seperti gadis
kang-ouw? Kalau aku sendiri lain lagi, memang aku dari keluarga petualang, aku
seorang gadis kang-ouw yang sudah biasa hidup berkelana. Tapi engkau....!
Bi Kim tersenyum dan memegang
lengan Sian Li. Aih, jangan berkata seperti itu, Li-moi. Engkau lebih dalam
segala-galanya dibandingkan aku, kenapa mesti memuji-muji aku? Engkau lebih
lihai, engkau lebih cantik, lebih muda! Aku mendengar dari para guruku di kota
raja tentang dunia persilatan yang luas, mendengar tentang tokoh-tokoh dunia
persilatan, bahkan aku pernah mendengar nama besar Si Bangau Putih dan
puterinya, Si Bangau Merah. Maka, aku tertarik dan ingin meluaskan pengalamanku
dengan merantau.! Tentu saja Bi Kim tidak mau menceritakan bahwa kepergiannya
adalah untuk mencari Yo Han, pemuda idamannya yang telah ditunangkan dengannya
oleh neneknya. Dan engkau sendiri, dari mana hendak ke mana, Li-moi? Dan juga
engkau, Gak-toako?!
Panjang ceritanya,! kata Sian
Li. Beberapa pekan yang lalu, diadakan pertemuan dari tiga keluarga besar Pulau
Es, Gurun Pasir, dan Lembah Naga Siluman. Aku pun hadir dan dalam pertemuan
itu, muncul puteri ketua Pao-beng-pai yang menantangkami. Ia dapat dikalahkan
dan pergi. Aku menjadi penasaran dan pergi menyelidiki Pao-beng-pai....!
Dan karena aku mengkhawatirkan
keselamatan siauw-moi Tan Sian Li, maka aku lalu mengejarnya dan berhasil, maka
kami melakukan perjalanan bersama.! sambung Ciang Hun.
Tapi aku mendengar berita
bahwa Pao-beng-pai telah dibasmi oleh pasukan pemerintah,! kata Hi Kim.
Benar, kami terlambat dan
kami. tidak dapat bertemu dengan gadis iblis itu, melainkan dengan, ayahnya di
sini.!
Jadi kalian berdua saja berani
datang mencari puteri ketua Pao-beng-pai? Itu berbahaya sekali! Baru ketuanya
saja tadi sudah selihai itu. Apalagi kalau perkumpulan itu belum terbasmi dan
terdapat banyak anak buahnya.!kata Gan Bi Kim kagum akan keberanian dua orang
itu.
Aku bukan hanya menyelidiki
Pao-beng-pai, enci Kim. Sebetulnya, penyelidikan terhadap Pao-beng-pai hanya
sambil Lalu saja. yang terutama sekali kepergianku adalah untuk mencari
Han-koko....! Sian Li berhenti sebentar sambil memandang kepada Gak Ciang Hun
yang nampak tenang saja karena pemuda ini sudah pernah mendengar pengakuan Si
Bangau Merah.
Han-koko? Siapa itu Han-koko?!
tanya Bi Kim, tersenyum. Sian Li baru ingat bahwa Bi Kim sama sekali tidak mengenal
kekasihnya itu, dan sebagai seorang gadis yang tidak merasa perlu merahasiakan
hubungannya dengan Yo Han terhadap seorang sahabat yang dipercayanya, ia pun
tertawa.!Aih, aku sampai lupa bahwa engkau belum mengenal Han-ko, enci Kim. Dia
berjuluk Sin-ciang Tai-hiap (Pendekar Tangan Sakti) bernama Yo Han.... eh,
engkau kelihatan terkejut, apakah engkau sudah mengenalnya, Enci?!
Tentu saja aku terkejut,! Bi
Kim tersenyum, menahan debaran jantungnya, Siapa yang tidak pernah mendengar
akan nama besar Sin-ciang Tai-hiap? Dan engkau menyebutnya Han-koko? Agaknya
engkau mempunyai hubungan yang erat dengan dia. Masih ada hubungan keluargakah,
Li-moi?!
Sian Li tersenyum dan
tiba-tiba saja kedua pipinya menjadi kemerahan dan sambil menundukkan mukanya
dengan tersipu ia berkata, Boleh dibilang begitulah karena dia.... dan aku....
kami saling mencinta dan mengharapkan kelak menjadi suami isteri.! Karena
mukanya ditundukkan ketika mengatakan itu, Sian Li tidak melihat betapa mata Bi
Kim terbelalak, mukanya pucat napasnya terengah sejenak. Bahkan ia lalu
menunduk dan mengusapkan tangannya ke arah kedua matanya untuk mengusir cepat
dua titik air matanya. Akan tetapi, Ciang Hun yang sejak tadi mengamatinya,
melihat perubahan ini dan diam-diam dia pun merasa terkejut dan heran, hatinya
menduga-duga.
Ketika Sian Li mengangkat muka
memandang kepada sahabat barunya itu, Bi Kim sudah dapat menguasai perasaan
hatinya. Baru saja ia mengalami guncangan batin yang hebat. Siapa orangnya
tidak akan merasa seperti ditikam jantungnya kalau mendengar pengakuan, seorang
gadis yang dikaguminya bahwa gadis itu saling mencinta dengan pria yang selama
ini dicari dan dirindukannya karena pria itu adalah tunangannya! Menurut
gejolak hatinya, ingin ia marah-marah kepada Sian Li. Akan tetapi ia lalu
mengingat-ingat kembali, membayangkan sikap Yo Han terhadap dirinya. Pemuda
yang ditunangkan dengannya oleh neneknya itu belum pernah menyatakan cinta
kepadanya, bahkan minta waktu untuk dapat memberi jawaban dan mengambil
keputusan tentang niat neneknya menjodohkan mereka.
Kau kenapakah, enci Kim?
Kelihatan termenung....! kata Sian Li.
Bi Kim mengangkat muka
memandang kepadanya dan tersenyum manis! Lalu ia menggelengkan kepalanya. Tidak
apa-apa, adik manis, hanya aku merasa terharu mendengar bahwa pendekar wanita
Bangau Merah saling mencinta dengan Pendekar Tangan Sakti. Li-moi, melihat
usiamu yang masih muda, tentu belum lama engkau berkenalan dengan Pendekar
Tangan Sakti.!
Sian Li memandang Bi Kim
dengan lucu dan tertawa terkekeh. Hi-hi-hik, engkau keliru sama sekali, enci
Kim. Usiaku memang baru delapan belas tahun, akan tetapi aku telah berkenalan
dan akrab dengan Han-ko sejak aku berusia empat tahun!!
Bi Kim terbelalak, memandang
kepada Gak Ciang Hun, lalu menatap lagi wajah Sian Li. Aku.... aku tidak
mengerti....! katanya bingung.
Sian Li tersenyum dan memegang
lengan Bi Kim. Tidak perlu heran, enci Kim. Ketahuilah, ketika aku berusia
empat tahun, Han-ko ikut orang tuaku, bahkan menjadi murid ayah dan ibu.
Kemudian kami berpisah dan baru belasan tahun kemudian kami saling bertemu
kembali dan langsung kami saling jatuh cinta, maksudku.... sejak kanak-kanak
pun kami sudah saling mencinta, walaupun sifat cinta itu berubah....! Kembali
sepasang pipi itu menjadi merah sekali, semerah warna pakaiannya.Setelah
mendengar semua itu tahulah Bi Kim bahwa tidak mungkin ia dapat mengharapkan Yo
Han menjadi calon jodohnya. Bukan Sian Li yang merampas tunangannya.
Gadis ini dan Yo Han sudah
saling mencinta, bahkan sejak kecil! Kalau ia berkeras mempertahankan usul
neneknya mengenai perjodohan itu, berarti ialah yang merampas kekasih orang!
Keangkuhan yang timbul dari harga dirinya sebagai seorang dari keluarga
bangsawan, membuat Bi Kim dapat menekan perasaannya dan saat itu juga ia sudah
mematahkan hubungan batinnya dengan Yo Han. Ia tidak boleh dan tidak akan suka
mencinta Yo Han yang telah menjadi kekasih si Bangau Merah!
Untuk mengalihkan perhatian
dan melupakan rasa nyeri seperti ada pisau menikam ulu hatinya, Bi Kim bertanya
dengan suara heran, Adik manis, kenapa engkau mencari kekasihmu itu? Dan kenapa
pula dia meninggalkanmu?! Pertanyaan yang wajar saja dari seorang gadis kepada
gadis lain, walaupun sesungguhnya pertanyaan itu mengandung keinginan untuk
mengetahui lebih jelas tentang hubungan antara Sian Li dan Yo Han.
Ahhh, banyak sekali yang
menyebabkannya, Enci dan sebetulnya hal ini merupakan rahasiaku....!
Siauw-moi, aku merasa lelah
dan mengantuk. Bagaimana kalau engkau lanjutkan percakapanmu dengan adik Bi Kim
saja, dan aku beristirahat lebih dulu?! kata Ciang Hun yang merasa tidak enak
karena agaknya kehadirannya hanya akan membuat canggung dua orang gadis itu
bercakap-cakap secara akrab. Sian Li tersenyum dan mengangguk, diam-diam merasa
terharu dan juga senang karena pemuda itu sungguh tahu diri dan dapat memaklumi
keadaandirinya. Ia selalu merasa tidak enak kepada Ciang Hun kalau di depan
pemuda itu harus menceritakan segala hal mengenai Yo Han, padahal Ciang Hun
mencintanya.
Gak-toako seorang pemuda yang
bijaksana dan baik sekali, aku amat kagum dan menghormatinya, apalagi di antara
dia dan aku masih ada hubungan kekeluargaan, maksudku, dia masih keturunan
keluarga perguruan Pulau Es, sedangkan kakekku keturunan keluarga Gurun Pasir
dan nenekku keluarga Pulau Es.! kata Sian Li kepada Bi Kim setelah mereka
tinggal berdua saja.
Aku pun kagum kepadanya. Dia
seorang pemuda yang lihai, pendiam dan sopan,! kata Bi Kim. Akan tetapi, kalau
engkau enggan menceritakan tentang dirimu dan kekasihmu, aku pun tidak akan
memaksamu, Li-moi.!
Ah, tidak sama sekali, Enci.
Kepadamu aku tidak merasa sungkan atau enggan untuk menceritakan, hanya kalau
ada Gak-toako...., aku tidak tega untuk banyak bercerita tentang Han-koko dan
aku....!
Tidak tega?! Bi Kim memandang
penuh selidik, terheran-heran, Kenapa tidak tega?!
Karena dia mencintaku, enci
Kim. Dan aku tentu saja tidak dapat membalas cintanya, walaupun aku suka dan
hormat kepadanya. Aku sudah menceritakan tentang hubunganku dengan Han-koko,
dan Gak-twako dapat menerima kenyataan itu dengan hati lapang. Dia bijaksana
sekali! Dan aku tidak ingin menyinggung perasaannya kalau banyak bercerita
tentang Han-ko di depannya.!
Bi Kim semakin terheran-heran
dan kagum. Dara ini sungguh luar biasa, pikirnya. Begitu jujur, begitu terbuka!
Aih, kasihan dia kalau begitu, Li-moi. Pahit sekali memang kalau orang bertepuk
sebelah tangan dalam soal asmara. Nah, sekarang ceritakan, kenapa engkau saling
berpisah dengan kekasihmu?!
Sian Li bercerita. Tanpa
tedeng aling-aling lagi. Diceritakannya tentang ayah ibunya yang agaknya tidak
menyetujui hubungan cintanya dengan Yo Han, bahkan ayah ibunya telah memilihkan
jodoh untuknya, yaitu seorang pangeran!
Akan tetapi aku tidak mau,
Enci. Aku tidak sudi dijodohkan dengan pangeran itu, walaupun pangeran itu
terkenal gagah dan tampan, kabarnya pandai ilmu silat juga.!
Siapakah pangeran itu? Mungkin
aku sudah tahu.!
Dia Pangeran Cia
Sun.!Diam-diam Bi Kim semakin heran dan terkejut. Tentu saja ia tahu siapa
pangeran itu. Seorang pangeran yang menjadi pujaan hampir semua gadis di kota
raja. Setiap orang gadis merindukannya dan mengharapkan menjadi isterinya!
Bahkan ia sendiri, sebelum ditunangkan dengan Yo Han, pernah beberapa kali
melihat pangeran itu dan ia sendiri pun merasa terpikat! Dan gadis ini.... Si
Bangau Merah ini, malah menolak dijodohkan dengan Pangeran Cia Sun. Bukan main!
Hem, menurut penilaianku, dia
seorang pangeran yang baik sekali, berbeda dengan para pangeran lainnya. Dia
tidak congkak, manis budi dan dekat dengan rakyat.!
Biar seratus kali lebih baik
dari itu, aku tidak sudi, Enci. Aku hanya mau berjodoh dengan Han-ko! Nah,
ketika ayah dan ibu mengajakku menghadiri pertemuan tiga keluarga besar, aku
mengharapkan dapat bertemu dengan Han-koko di sana. Akan tetapi ternyata dia
tidak ada. Lalu muncul puteri ketua Pao-beng-pai membuat kekacauan dan
menantang-nantang kami. Setelah ia dapat diusir pergi, aku lalu diam-diam
meninggalkan ayah ibu karena aku ingin mencari Han-koko dan menyelidiki
Pao-beng-pai. Sebetulnya, aku ingin membatalkan niat ayah. dan ibu mempertemukan
aku dengan pangeran itu di kota raja, dan mencari Han-koko sampai dapat.!
Ke mana sih perginya kekasihmu
itu, Li-moi?! tanya Bi Kim, diam-diam merasa heran dan geli juga melihat betapa
ada persamaan antara ia dan Si Bangau Merah ini. Ia pun sedang mencari-cari Yo
Han seperti yang dilakukan Sian Li. Hanya bedanya, ia mencari pemuda itu
sebagai tunangan, sedangkan Sian Li sebagai kekasih! Amat besar bedanya memang,
dan kenyataan ini menikam hatinya. Pertunangannya belum resmi itu atas kehendak
neneknya, sedangkan saling mencinta tentu saja atas kehendak mereka yang
bersangkutan!
Han-koko menerima tugas berat,
yaitu mencari puteri Pendekar Suling Naga Sim Houw yang hilang diculik orang
sejak anak itu masih kecil sekali, baru dua tiga tahun usianya. Sampai
sekarang, dua puluh tahun lebih sudah berlalu dan tak pernah ada berita tentang
anak itu. Semua usaha yang dilakukan Pendekar Suling Naga dan isterinya tidak
berhasil. Bahkan andaikata anak itu ditemukan juga, anak itu tidak mengenal
orang tua kandungnya, dan suami isteri itu pun tidak akan dapat mengenal puteri
mereka. Dan Han-koko bertugas mencari anak yang hilang itu!!
Aih, betapa sukarnya tugas
itu. Bagaimana mungkin dapat mencarinya kalau tidak pernah melihat anak yang
kini tentu telah menjadi seorang gadis dewasa itu?! kata Bi Kim yang ikut
merasa prihatin mendengar betapa tunangannya, pria yang dicintariya akan tetapi
yang mencinta gadis lain itu dibebani tugas yang demikian, sulitnya. Andaikata
dapat menemukan gadis itu, bagaimana dapat yakin bahwa ia adalah anak yang
hilang itu?!
Memang ada ciri khasnya, Enci.
Menurut keterangan orang tuanya, anak itu memiliki dua buah tanda yang khas,
yaitu sebuah tahi lalat hitam di pundak kirinya dan sebuah noda merah di
telapak kaki kanannya. Nah, kurasa di dunia ini tidak ada dua orang yang
memiliki tanda-tanda yang serupa seperti itu!!
Aku akan ingat ciri itu,
Li-moi, agar aku dapat membantu mencarinya.!
Terima kasih, enci Kim. Engkau
baik sekali. Aku merasa bingung harus ke mana mencari kekasihku itu. Aku amat
merindukannya, Enci, dan dia tentu akan berbahagia sekali kalau dapat mencari
gadis itu bersamaku.!
Tanpa disadarinya, ucapan itu
menikam ulu hati Bi Kim yang segera berpamit untuk beristirahat di kamarnya.
Mereka bertiga mendapatkan masing-masing sebuah kamar di keluarga Lurah So yang
amat menghormati tiga orang pendekar itu.
***
Bi Kim rebah di atas
pembaringan kamarnya, menelungkup dan menangis menahan isak agar jangan sampai
suara tangisnya terdengar oleh orang lain di luar kamar. Ia merasa hatinya
seperti diremas-remas, pedih dan perih bukan main rasanya. Ingatannya
melayang-layang pada segala peristiwa yang lalu, ketika untuk pertama kali ia
bertemu dengan Yo Han. Pertama kali Yo Han datang berkunjung ke rumah keluarga
ayahnya sebagai murid mendiang paman-kakeknya Ciu Lam Hok, keluarga ayahnya
sedang dilanda malapetaka. Ayahnya yang menjadi penanggung jawab gedung pusaka
kerajaan, diancam hukuman berat karena banyak benda pusaka penting hilang
dicuri orang. Yo Han menyelidiki dan ternyata yang melakukan pencurian adalah
Coan-ciangkun yang sengaja melakukan hal itu untuk memaksa keluarga Gan
menyerahkan ia untuk menjadi isteri panglima itu. Yo Han berhasil menyelamatkan
Gan Seng, ayahnya dan dalam keadaan berbahagia itu, neneknya yang bersembahyang
di depan meja sembahyang paman-kakeknya, menetapkan perjodohannya dengan Yo
Han!
Semua itu terbayang kembali
olehnya. Ikatan pertunangan itu pula yang mendorongnya untuk dengan tekun tanpa
mengenal waktu, melatih diri dengan ilmu silat dari guru-guru silat yang pandai
dari istana atas bantuan ayahnya sehingga kini ia menguasai ilmu kepandaian
silat yang lumayan. Semua itu dilakukannya demi cintanya kepada Yo Han yang
dianggap calon suaminya. Calon suaminya seorang pendekar besar, maka akan
janggallah kalau ia tidak mengerti ilmu silat sama sekali. Kemudian, karena
merasa rindu kepada tunangannya itu yang tak kunjung datang, ia lalu
meninggalkan rumah orang tuanya dan pergi mencari Yo Han!
Dan sekarang, Si Bangau Merah
Tan Sian Li yang mengagumkan hatinya itu mengaku terus terang bahwa Sian Li
saling mencinta dengan Yo Han, bahkan hubungan mereka jauh lebih dahulu
daripada pertemuannya dengan pemuda itu. Pantas saja Yo Han belum dapat
menerima usul perjodohan yang diajukan neneknya! Kiranya pemuda itu telah
mempunyai seorang kekasih!
Bi Kim terpaksa mendekap
mukanya dengan bantal karena tangisnya menjadi-jadi. Nafasnya sampai terasa
sesak karena ia menahan-nahan sekuatnya agar jangan sampai terdengar suara
tangisnya.
Bi Kim merasa semakin tidak
tahan. Berduka di dalam kamar yang asing, seorang diri digerogoti kenangan
lama, membuat ia merasa sumpek dan pengap. Malam telah tiba dan suasana sunyi.
Ia membuka daun pintu dan melangkah keluar, melalui gang masuk ke dalam taman
bunga milik keluarga lurah itu. Agak lega rasanya ketika ia berada di luar, di
udara terbuka.
Ia melangkah terus. Malam
tidak gelap benar karena ada banyak sekali bintang di langit, tak terhitung
banyaknya karena langit cerah tanpa mendung sehingga hampir semua bintang
bermunculan ada yang tersenyum, ada yang berkedip-kedip. Bunga-bunga di taman
itu banyak yang mekar indah karena memang waktu itu musim bunga sudah berumur
dua bulan sehingga suasana di taman itu indah sekali, bermandikan cahaya
bintang yang kehijauan. Ditambah lagi suara jangkerik dan belalang seperti
sekumpulan musik yang mendendangkan lagu malam dalam irama yang bebas namun
tidak kacau, bahkan serasi.
Tiba-tiba suasana itu, yang
pada mulanya menghibur, kini bagaikan menyentuh perasaannya, mendatangkan
keharuan yang mendalam sehingga ia terhuyung, menutupi muka dengan tangannya
dan menangis. Kini ia berada di luar rumah dan ia tidak begitu menahan isak
tangisnya, dan terdengar rintihan kalbunya keluar melalui mulutnya dalam bentuk
tangis lirih dan sedu sedan.
Ia sama sekali tidak tahu
bahwa Gak Ciang Hun yang sejak tadi duduk melamun seorang diri di dekat kolam
ikan, kini bangkit dan memandang kepadanya dari sebelah kiri. Pemuda itu
menghela napas panjang, dan alisnya berkerut. Dia telah melihat perubahan sikap
gadis itu sejak Sian Li mengaku bahwa ia dan Yo Han saling mencinta. Dia
melihat betapa Gan Bi Kim terbelalak dengan muka pucat dan napasnya terengah
ketika mendengar pengakuan Sian Li itu dan betapa gadis itu berusaha untuk
menenangkan diri secepatnya. Dia menduga-duga, akan tetapi tidak menemukan
jawabannya. Dan kini, selagi dia melamun seorang diri di dalam taman
mengenangkan nasib dirinya yang menderita penolakan cintanya terhadap Sian Li,
atau lebih tepat lagi menderita putusnya cinta karena Sian Li mengaku bahwa
gadis itu hanya mencinta Yo Han, tiba-tiba saja dia melihat Bi Kim menangis
sedih seorang diri di dalam taman! Karena merasa terharu dan iba, bagaikan
terkena pesona dan seperti tidak disadarinya, Ciang Hun melangkah perlahan
menghampiri. Setelah dekat, dia berkata lirih.
Adik Bi Kim....!
Bi Kim tersentak kaget,
seperti diseret dari dunia lamunan kembali ke dunia kenyataan yang pahit dan
membingungkan. Cepat-cepat ia menghapus air mata dengan tangannya,
mengucek-ucek kedua matanya, memaksa bibirnya tersenyum. Aih, kiranya
Gak-toako.... kaget sekali aku karena tidak mengira di sini ada orang lain.!
Hati Ciang Hun semakin
terharu. Gadis ini jelas sedang menderita batin yang membuatnya berduka, akan
tetapi masih berusaha untuk bersikap wajar yang amat canggung. Dia pun tidak
berpura-pura lagi karena dia merasa kasihan dan ingin sekali dapat membantunya,
kalau memang gadis itu membutuhkan bantuan.
Kim-moi, sejak tadi aku berada
di sini, ingin menikmati malam musim bunga yang indah ini. Malam amat cerah, langit
bersih terhias bintang-bintang.
Kenapa engkau malah berduka
dan menangis, Kim-moi?!
Aku.... aku tidak berduka,
tidak menangis....! Bi Kim cepat membantah, akan tetapi suaranya membuktikan
bahwa ia memang habis menangis, bahkan sisa tangisnya, masih terkandung dalam
getaran suaranya.
Ah, Kim-moi, biarpun kita baru
berkenalan hari ini, akan tetapi tentu engkau juga sudah merasakan seperti yang
kami rasakan, yaitu bahwa kita adalah satu golongan dan seperti keluarga
sendiri. Di antara saudara atau sahabat baik, kalau yang seorang mengalami
kesulitan, sudah sepantasnya kalau yang lain membantu, bukan? Andaikata aku
yang mengalami kesusahan, apakah engkau tidak bersedia untuk menolongku,
Kim-moi?!
Tentu saja, Toako! Engkau
sendiri dan Li-moi tadi pun sudah menolongku dari ancaman ketua Pao-beng-pai.
Tentu aku akan mengulurkan tangan membantumu kalau aku bisa.!!Nah, demikian
pula dengar aku, Kim-moi. Sekarang aku mengulurkan tangan dan aku bersedia
untuk membantumu mengatasi kesusahanmu. Nah, maukah engkau menceritakan mengapa
engkau begini bersedih?!
Ditanya orang lain tentang
kesedihannya dengan suara yang demikian penuh perhatian dan ikut merasakan,
keharuan memenuhi hati Bi Kim dan tak tertahankan lagi air matanya bercucuran.
Akan tetapi ia menggigit bibir dan tidak mau mengeluarkan suara tangis. Ia
menggeleng kepala dan menghapus air matanya dengan saputangannya yang sudah
basah.
Engkau.... engkau atau
siapapun di dunia ini tidak akan dapat menolongku, Toako....memang sudah
ditakdirkan bahwa nasibku amat buruk....! kembali ia mengusapkan saputangan ke
arah kedua matanya.
Siauw-moi, tidak ada nasib
buruk itu! Segala sesuatu yang terjadi menimpa diri kita sudah sewajarnya, dan
ada sebab akibatnya. Bukan nasib buruk, karena nasib buruk itu hanya pandangan
seseorang yang kecil hati dan tidak tabah menghadapi kenyataan hidup. Kenyataan
hidup memang tidak selalu putih, ada kalanya hitam, tidak selalu manis, ada
kalanya pahit. Akan tetapi, manis atau pun pahit, kalau kita dapat menerimanya
sebagai suatu kenyataan hidup yang tidak terlepas dari hukum alam, maka kita
dapat menghadapinya dengan tabah.
Tidak ada masalah yang tidak
dapat diatasi, asalkan kita tabah, tidak meninggalkan daya ikhtiar dan didasari
penyerahan kepada Yang Maha Kuasa, Kim-moi. Aku tadi sudah melihat perubahan
pada sikapmu. Ketika Li-moi bercerita dengan terus terang, memang wataknya
terbuka dan jujur, bahwa ia dan Yo Han saling mencinta, aku melihat engkau
terbelalak kaget dan mukamu pucat sekali. Kim-moi, aku yakin bahwa kedukaanmu tentu
ada hubungannya dengan cerita Li-moi itu, atau setidaknya, ada hubungannya
dengan Yo Han. Benarkah dugaanku?!
Bi Kim menundukkan mukanya,
sampai lama tidak menjawab, hanya menarik napas panjang berulang kali. Ia tahu
bahwa ia tidak dapat mengelak lagi, dan kalau sampai Sian Li mengetahui hal
ini, sungguh amat tidak enak. Pemuda ini dapat dipercaya, dan dengan bantuan
pemuda ini ia akan lebih mudah menyembunyikan rahasianya dari Sian li.
Gak-toako,! katanya sambil
memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata tajam, Kalau aku berterus terang
kepadamu, maukah engkau berjanji untuk merahasiakan ini dari adik Sian Li?!
Aku berjanji demi
kehormatanku, Kim-moi.!
Ketahuilah, Toako, bahwa guru
dari Sin-ciang Tai-hiap Yo Han adalah adik nenekku. Pada suatu hari, Yo-toako
datang berkunjung ke kota raja dan dia berhasil menolong ayahku yang terancam
malapetaka karena beberapa buah pusaka istana lenyap padahal ayahku menjabat
sebagai pengatur gedung pusaka itu. Karena bersyukur, di depan meja sembahyang
paman kakekku itu, nenekku lalu menjodohkan aku dengan Yo-toako.!
Ah, begitukah....,! Gak Ciang
Hun menggumam lirih.
Ya begitulah, Toako. Biarpun
perjodohan itu belum diresmikan, akan tetapi sejak saat itu, aku sudah
menganggap diriku sebagai calon isteri Yo Han. Dan dapat kau bayangkan betapa
kaget rasa hatiku ketika tadi aku mendengar bahwa adik Tan Sian Li saling
mencinta dengan Yo Han.!
Ciang Hun mengangguk-angguk
dan mengerutkan alisnya. Apakah Yo Han sudah menyetujui ikatan jodoh itu?!
Gadis itu menggeleng. Belum,
Toako. Bahkan dia minta agar urusan perjodohan itu ditangguhkan sampai dia
menyelesaikan tugas-tugasnya. Usul perjodohan itu datang dari nenek, dan dia
belum menyatakan setuju atau tidak setuju.!
Akan tetapi.... maafkan
pertanyaanku ini, apakah kalian sudah saling mencinta?!
Gadis itu menarik napas
panjang dan wajahnya nampak memelas sekali walaupun tidak kelihatan jelas di
bawah sinar ribuan bintang yang lembut, namun tarikan muka itu membuat Ciang
Hun maklum bahwa pertanyaannya mendatangkan kepedihan hati.
Terus terang saja, Toako, aku
amat kagum kepadanya dan selama ini aku menganggap bahwa aku cinta padanya.
Akan tetapi.... ah, cinta sepihak tidak mungkin, bukan? Dia sudah saling
mencinta dengan adik Sian Li.... aku akan memberitahu kepada nenekku dan orang
tuaku bahwa aku tidak mungkin berjodoh dengannya.!Hening sejenak, kemudian Bi
Kim tercengang melihat pemuda itu tertawa, akan tetapi suara tawanya sumbang.
Haha-ha-heh-heh, alangkah lucunya! Betapa lucunya....!!!
Tentu saja Bi Kim mengerutkan
alisnya dan wajahnya berubah merah, pandang matanya bersinar tajam karena
marah. Ia mengira bahwa pemuda itu mengejeknya! Padahal, ia telah
mempercayainya dan menceritakan rahasia hatinya yang sebetulnya tidak harus
diceritakan kepada siapa pun.
Toako, kau.... kau
mentertawakan aku....!!! bentaknya marah.
Ciang Hun menyadari sikapnya
yang dapat menimbulkan kesalahpahaman itu, maka dia menghentikan tawanya dan
cepat mengangkat kedua tangan ke depan dada meminta maaf. Maafkan aku,
Siauw-moi. Aku sama sekali bukan mentertawakan engkau melainkan mentertawakan
diriku sendiri karena sungguh amat lucu keadaan kita berdua!! Kembali dia
tertawa akan tetapi menahan sehingga tawanya tidak bersuara.
Bi Kim masih mengerutkan
alisnya. Hemmm, apanya yang lucu dengan ceritaku tadi?!
Dengarlah, Kim-moi. Sudah lama
aku pun jatuh cinta kepada adik Tan Sian Li! Dan kautahu, sebelum aku sempat
menyatakan cintaku kepadanya, ia mengaku kepadaku seperti yang diceritakan
kepadamu tadi, yaitu bahwa ia mencinta Yo Han dan hanya mau berjodoh dengan Yo
Han. Kau tentu mengerti betapa hancurnya perasaan hatiku, namun aku dapat
menerima kenyataan pahit itu. Sama sekali tidak aku duga bahwa engkau mengalami
hal yang sama benar dengan aku, dan kita berdua sama-sama mendengar keputusan
yang menghancurkan itu dari mulut Li-moi. Hanya bedanya di antara kita, engkau
mencinta yang laki-laki, aku mencinta yang perempuan. Ha-ha-ha, bukankah lucu
sekali?!
Ciang Hun tertawa-tawa lagi
dan sekali ini, Bi Kim juga tertawa. Mereka berdua tertawa-tawa, akan tetapi
tawa mereka sumbang dan makin lama, suara tawa mereka semakin sumbang dan
akhirnya Bi Kim menangis, dan Ciang Hun juga mengeluh dan menahan tangisnya!
Dalam keadaan seperti itu,
keduanya dapat saling merasakan betapa sedih dan perihnya hati yang hampa
karena cinta sepihak. Perasaan yang mendatangkan iba diri karena diri serasa
tiada harganya, tidak ada yang menyayang! Dan timbullah perasaan iba yang
mendalam satu lama lain.
Kim-moi,kita harus dapat
menerima kenyataan.... sudahlah, Kim-moi, jangan bersedih lagi....! karena
merasa iba sekali, Ciang Hun mendekat dan menyentuh lengan gadis itu.
Bagaikan tanggul penahan air
bah yang bobol, bendungan itu pecah dan setengah menjerit Bi Kim menangis dan
merangkul Ciang Hun, menangis di dada pemuda itu sampai mengguguk. Semua
perasaan pedih perih dan duka yang sejak tadi ditahan-tahannya dalam hati, kini
terlepas semua melalui tangisnya yang meledak-ledak.
Ciang Hun mengelus rambut itu
dan dia pun berdongak memandang langit penuh bintang-bintang, kedua matanya
sendiri basah. Dia maklum bahwa gadis itu sedang ditekan perasaan yang amat
berat, maka jalan terbaik adalah membiarkannya menangis melarutkan semua
tekanan batin yang dapat menimbulkan penyakit luar dan dalam.
Setelah tangisnya itu agak mereda,
seperti badai yang mereda, Ciang Hun berkata, Eh, Kim-moi, lihatlah betapa
bodohnya kita. Apakah dengan gagalnya cinta kita, lalu dunia ini akan kiamat?
Lihat di langit itu, jutaan bintang mentertawakan kita yang lemah. Kita bukan
orang lemah, kita harus mampu menanggulangi semua tantangan hidup. Kegagalan
hanya akan memperkuat batin kita, mematangkan kita. Sama sekali keliru kalau
kita putus asa dan membiarkan diri tenggelam dalam kecewa dan duka.!
Bi Kim sadar dan ia pun
seperti baru menyadari bahwa ia telah menangis di atas dada Ciang Hun. Ia
melepaskan rangkulannya dan tersipu. Ia menghapus sisa air matanya, memandang
kepada pemuda itu, mencoba untuk tersenyum.
Engkau benar, Toako. Maafkan
atas kelemahanku, dan maafkan kelakuanku tadi yang tidak pantas.!
Tidak ada yang perlu
dimaafkan, Siauw-moi, tidak ada yang tidak pantas. Aku mengerti perasaanmu dan
aku dapat merasakan pula kepahitan yang melanda hatimu. Kita sama-sama
mengalaminya, akan tetapi sama-sama pula dapat mengatasinya, bukan?!
Terima kasih, Gak-toako.!Ciang
Hun lalu menasehati agar gadis itu kembali ke kamarnya karena akan kurang baik
dugaan orang kalau ada yang melihat mereka berada di taman berdua saja pada
waktu malam seperti itu. Bi Kim menyetujui dan ia pun kembali ke kamarnya,
meninggalkan Ciang Hun yang termenung seorang diri di taman itu. Mulai saat
itu, tumbuhlah perasaan aneh di dalam hati kedua orang itu. Mereka saling
merasa kasihan, dan perasaan ini menumbuhkan suatu perasaan baru dari cinta,
ingin saling menghibur, saling membahagiakan!
Pohon cinta memang dapat
tumbuh dengan perantaraan belas kasihan, atau kekaguman, senasib, kesamaan
pandangan, kesamaan selera dan banyak perasaan, lain lagi. Dan sekali orang
jatuh cinta, maka segala yang ada pada diri orang yang dicintai nampak indah,
segala yang dilakukan orang yang dicinta selalu menyenangkan hati. Tidak
terlalu berlebihan kalau orang mengatakan bahwa cemberut seorang yang dicinta
menjadi pemanis, sebaliknya senyum seorang yang dibenci makin menyebalkan!
Pada keesokan harinya,
pagi-pagi sekali Sian Li sudah bangun dan mandi. Ketika ia keluar dari dalam
kamarnya dengan mengenakan pakaian bersih, seperti biasa pakaiannya serba merah
sehingga ia nampak segar dan jelita bagaikan setangkai bunga mawar merah di
waktu pagi, masih segar membasah bermandikan embun pagi, ia melihat Gan Bi Kim
dan Gak Ciang Hun juga sudah mandi dan mereka duduk di ruangan dalam di luar
kamar mereka.
Setelah mereka duduk bertiga,
Sian Li berkata. Pagi ini aku akan melanjutkan perjalananku, dan sebelum aku
bertemu dengan Han-ko, aku tidak akan pulang.!
Memang, sebaiknya kalau kita
bertiga pergi dari sini,! kata Ciang Hun. Tidak enak kalau mengganggu keluarga
Lurah So terlalu lama.!
Adik Sian Li, aku akan mencoba
untuk membantumu, ikut mencarikan anak yang hilang itu. Siapa tahu aku akan
bertemu dengan gadis yang mempunyai tanda-tanda di pundak kiri dan kaki kanan
itu. Siapa namanya?!
Namanya Sim Hui Eng,! jawab
Sian Li.
Aku pun akan membantumu
mencari Yo Han, kalau jumpa akan kuberitahu bahwa engkau mencarinya. Paling
lambat pada hari Sin-cia (Tahun Baru Imlek), berhasil atau tidak, aku akan
memberi kabar kepadamu, di rumah orang tuamu di Ta-tung.! kata Ciang Hun.
Sian Li tersenyum memandang
kepada dua orang sahabatnya itu. Terima kasih, kalian baik sekali. Karena kita
bertiga mencari orang, maka akan lebih besar harapannya akan berhasil kalau
kita berpencar. Kita mencari dengan berpencar dan berjanji saling jumpa lagi
pada hari Sin-cia. Bagaimana pendapat kalian?!
Setuju!! kata Ciang Hun. Pada
hari Sin-cia, aku akan berkunjung ke rumahmu, Li-moi.!
Dan bagaimana dengan kau, Kim?
Di mana kita akan bertemu hari Sin-cia nanti?!
Aku setuju dengan pendapat
Gak-toako. Aku pun akan berkunjung ke rumahmu pada hari Sin-cia, Li-moi.!
Bagus! Aku akan menanti
kunjungan kalian dengan hati gembira. Ayah dan ibu juga tentu akan bergembira
sekali bila menerima kunjungan kalian. Nah, sekarang kita berangkat!!
Tiga orang muda perkasa itu
lalu berpamit kepada Lurah So sekeluarga, kemudian meninggalkan rumah dan dusun
itu. Setelah tiba di perempat jalan, mereka berpisah. Sian Li menuju ke utara,
Ciang Hun ke selatan dan Bi Kim ke timur.
***
Gadis itu duduk di bawah
pohon, agak jauh dari jalan raya dan tidak nampak dari jalan karena tempat itu
agak tertutup oleh hutan kecil yang berada di luar tembok kota raja. Gadis yang
usianya sekitar dua puluh tiga tahun itu anggun dan cantik jelita. Pakaiannya
indah dan rambutnya digelung tinggi dan dihias tiara kecil. Melihat pakaiannya
pantasnya ia seorang puteri bangsawan yang kaya raya. Namun sungguh aneh, ia
berada seorang diri di tempat sunyi itu, bahkan lebih aneh lagi, ia duduk
termenung dengan air mata mengalir menuruni kedua pipinya.
Kalau orang mengetahui sikap
gadis itu, dia tentu dan semakin terheran-heran. Gadis itu adalah puteri ketua
Pao-beng-pai yang ketika itu disebut Sang Puteri atau Nona Dewi. Oleh semua
anggauta Pao-beng-pai dan bahkan di dunia kang-ouw, ia dikenal sebagai puteri
ketua Pao-beng-pai Siangkoan Kok, dan nama gadis itu adalah Siangkoan Eng atau
biasa dipanggil ayah ibunya Eng Eng saja.