Si Tangan Sakti Bab 11

Baca Cersil Mandarin Online: Si Tangan Sakti Bab 11

Bab 11

Dan kebetulan sekali Bi Kim jatuh cinta pula kepada Yo Han, walaupun Yo Han sendiri tidak mencintanya karena sejak remaja, Yo Han telah jatuh cinta kepada Tan Sian Li, Si Bangau Merah! Yo Han meninggalkan keluarga Gan di kota raja. Bi Kim merasa penasaran karena belum mendapatkan kepatian dari Yo Han, maka ia pun mendesak ayahnya untuk mengundang jagoan-jagoan istana dan mengajarkan ilmu silat kepadanya. Ternyata ia berbakat dan terutama sekali ia pandai memainkan sepasang pedang.

Setelah ditunggu-tunggu tidak juga Yo Han datang, bahkan tidak ada berita, Gan Bi Kim merasa penasaran. Ia merasa bahwa ia telah menguasai ilmu pedang dan pandai menjaga diri, maka pada suatu hari, ia pun lolos dari gedung ayahnya, meninggalkan sepucuk surat dan menyatakan kepada ayah ibunya bahwa ia pergi untuk mencari tunangannya, yaitu Yo Han!

Pada sore hari itu, kebetulan sekali ia pun tiba di dusunitu. Ia sudah lelah dan ingin bermalam di dusun itu. Akan tetapi betapa herannya melihat semua rumah di dusun itu tertutup pintu dan jendelanya, bahkan di jalan pun tidak nampak seorang pun manusiai Akan tetapi, ia tahu benar bahwa dusun itu bukan dusun kosong. Pekarangan rumah bersih terpelihara, juga sawah ladang dan tanaman di sekeliling perumahan durun. Dan lebih dari itu, ia pun mendengar gerakan orang-orang di dalam rumah-rumah yang tertutup rapat dan, yang tidak dipasangi lampu walaupun senja telah mendatang.

Karena merasa heran dan penasaran ketika mendengar tangis anak kecil dari sebuah rumah dan tangis itu berhenti tiba-tiba seolah-olah mulut anak yang menangis itu didekap tangan, ia tidak sabar lagi dan mengetuk daun pintu rumah itu.!Paman atau bibi, bukalah pintunya. Aku bukan orang jahat, aku seorang gadis yang kebetulan kemalaman dan ingin bermalam di dusun ini. Biarkan aku menginap semalam di rumah kalian, akan kuberi pengganti kerugian!!

Setelah beberapa kali mengetuk pintu dan berteriak, akhirnya terdengar jawaban seorang wanita dari dalam, tanpa membuka pintu. Nona, maafkan kami.... tempat kami penuh sesak.... eh, kalau Nona ingin bermalam.... datanglah ke rumah kepala dusun, di sebelah itu, sepuluh rumah dari sini.!

Terpaksa Bi Kim meninggalkan rumah itu, menuju ke kanan sampai ia tiba di depan rumah kepala dusun. Mudah saja menemukan rumah itu karena jauh lebih besar dibandingkan rumah-rumah lain, dan hanya rumah besar ini saja yang daun pintu sebelah depan terbuka, dan di dalam rumah itu dipasangi lampu penerangan yang cukup banyak. Ketika ia memasuki pekarangan, beberapa orang bermunculan dari tempat gelap, agaknya mereka ini pun ketakutan.

Nona mencari siapakah?! seorang setengah tua bertanya dengan suara gemetar, juga tiga orang temannya nampak ketakutan.

Aku seorang yang kebetulan lewat dan kemalaman di dusun ini, aku hendak minta pertolongan lurah agar suka menerimaku semalam ini.!

Empat orang itu saling pandang, kemudian menengok ke arah dalam rumah dan orang setengah tua tadi berbisik, Nona, pergilah dari sini. Di rumah ini kedatangan seorang penjahat yang menakutkan. Dia sedang memaksa lurah untuk menjamunya dengan pesta. Dia jahat sekali!!

Mendengar ini, Gan Bi Kim tersenyum dan meraba gagang siang-kiam yang tergantung di punggungnya, Aku tidak takut, bahkan kalau ada penjahat mengganggu rumah ini, aku akan mengusirnya.!

Kembali empat orang itu saling pandang. Kalau begitu, masuklah, pergilah ke ruangan belakang, ruangan makan. Akan tetapi, kami tidak berani mengantarmu, Nona.! kata mereka dan kembali mereka menyelinap ke dalam bayangan-bayangan yang gelap.

Tentu saja Bi Kim merasa heran dan penasaran. Dengan langkah lebar ia memasuki rumah itu. Sunyi saja, agaknya semua orang, seperti empat orang pria tadi, sudah lari menyingkir dan bersembunyi ketakutan. Akan tetapi terdengar suara di ruangan belakang dan ia pun menuju ke sana.

Ruangan itu luas dan terang sekali. Sebuah meja makan besar penuh hidangan yang masih mengepulkan uap berada di tengah ruangan. Seorang pria tinggi besar duduk makan minum seorang diri, dilayani oleh tiga orang wanita muda. Seorang laki-laki berusia lima puluh tahun lebih, tinggi kurus, berdiri di sudut, memandang dengan sikap takut-takut.

Mendengar langkah kaki, pria yang sedang makan itu menoleh dan melihat Bi Kim, wajahnya berseri, matanya memandang penuh selidik dan dengan suaranya yang parau berwibawa dia bertanya, Siapa kau? Mau apa kau masuk ke sini?!

Karena tidak tahu mana, lurah yang ia cari, Bi Kim memandang kepada pria yang sedang makan itu, bertanya, Aku ingin bertemu dengan lurah dusun ini. Mana dia?!

Aku.... akulah Lurah So dari dusun ini, Nona....! Lurah So berkata dengan gagap.

Kini Bi Kim menoleh kepada pria tinggi besar yang bukan lain adalah Siangkoan Kok itu. Hemmm, jadi orang inikah yang datang mengacau?! tanya Bi Kim sambil menoleh kepada Lurah So. Akan tetapi lurah ini tidak berani mengeluarkan suara, bahkan menunduk karena takut membuat marah tamunya. Juga tiga orang wanita muda itu tidak berani bergerak.

Ha-ha-ha, engkau cantik. manis, Nona, engkau jauh lebih cantik daripada tiga orang perempuan di dusun ini. Sayang puteri lurah ini telah melarikan diri. Biar engkau menjadi penggantinya menemaniku makan minum. Mari, Nona, duduklah di sini, makan minum sepuasnya!!

Hemmm, kiranya engkau ini jahanam busuk, manusia tak tahu diri, begitu datang ke rumah orang bertindak sewenang-wenang. Setelah aku datang, jangan harap engkau akan dapat menjual lagak lagi. Hayo pergilah cepat meninggalkan rumah ini, meninggalkan dusun ini, atau sepasang pedangku akan membuat engkau menjadi setan tanpa kepala!! Berkata demikian, untuk menggertak, Bi Kim mencabut sepasang pedangnya. Sepasang pedang yang baik karena ayahnya mencarikan sepasang pedang pilihan untuk puterinya. Nampak kilat menyambar ketika gadis. itu mencabut sepasang pedangnya. Akan tetapi, Siangkoan Kok tertawa dan sama sekali tidak kelihatan gentar.!Ha-ha-ha, bagus sekali. Aku memang lebih senang kalau gadis cantik yang menemani aku makan minum bukan seorang wanita lemah. Nah, sekararg kita bertaruh, Nona. Kalau aku kalah olehmu, biar aku pergi tanpa banyak cakap lagi. Akan tetapi kalau engkau yang kalah, engkau harus menemani aku makan minum sampai mabuk. Bagaimana?!

Wajah Bi Kim berubah merah sekali, matanya mencorong penuh kemarahan. Jahanam busuk!! katanya melihat orang itu bangkit dan menghampirinya. Engkau memang layak dibasmi!! Dan sepasang pedangnya sudah menyambar ganas. Akan tetapi, Siangkoan Kok dapat mengelak dengan mudah dan dia segera mengenal bahwa ilmu pedang nona ini bukan ilmu sembarangan, melainkan ilmu pedang yang tinggi nilainya. Hal ini tidak mengherankan karena Bi Kim dilatih oleh jagoan-jagoan istana yang lihai. Maka, timbul penyakit lama Siangkoan Kok.

Dia tidak segera mengalahkan gadis yang tingkatnya masih jauh di bawahnya itu, bahkan dia menggulung kedua lengan bajunya agar tidak sampai robek, menggunakan kedua lengan untuk menangkis serangan pedang sambil memperhatikan jurus-jurus ilmu pedang itu untuk menambah pengetahuannya yang sudah banyak. Tentu saja Lurah So dan tiga orang gadis dusun yang dipaksa menjadi pelayan tadi merasa ketakutan, apalagi melihat betapa tamu yang ditakuti itu mampu melawan si gadis yang berpedang hanya dengan tangan kosong saja. Juga Bi Kim sendiri terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa penjahat ini memang luar biasa, memiliki kesaktian. Apalagi ia, bahkan guru-gurunya belum tentu mampu menandingi kakek ini!

Pada saat pertandingan itu berlangsung, muncullah Sian Li dan Ciang Hun. Akan tetapi karena kedua orang pendekar ini tidak mengenal Bi Kim, tentu saja mereka tidak dapat turun tangan membantu. Mereka tidak tahu apa yang terjadi, siapa gadis ber-siang-kiam itu dan mengapa pula berkelahi melawan kakek, yang amat lihai itu. Seperti yang mereka duga, kakek itu hanya mempermainkan lawannya dan setelah dia mengenal benar ilmu pedang pasangan dari Bi Kim, tiba-tiba Siangkoan Kok membentak nyaring dan tahu-tahu sepasang pedang itu telah berpindah tangan! Dia menyeringai ketika Bi Kim meloncat ke belakang dengan kaget.

Ha-ha-ha, engkau kalah, Nona. Nah, engkau harus menemani aku makan minum sampai mabuk!!

Tidak sudi! Sebelum mati aku tidak akan mengaku kalah!! bentak Bi Kim dan ia pun menerjang lagi, kini dengan tangan kosong. Kini Sian Li dan Ciang Hun tidak ragu-ragu lagi. Jelas bahwa gadis itu merupakan orang yang menentang penjahat lihai itu, maka keduanya sudah melompat ke depan untuk mencegah Bi Kim bertindak nekat. Dengan sepasang pedang saja bukan lawan kakek itu, apalagi bertangan kosong.

Tahan....!! kata Sian Li dan dari samping ia telah menangkap pergelangan tangan Bi Kim dan menariknya ke samping. Bi Kim yang tertangkap pergelangan tangannya, merasa tenaganya lumpuh, maka ia terkejut sekali dan menurut saja ditarik ke samping.Siangkoan kok mengerutken alisnya memandang kepada Sian Li yang berpakaian merah dan Ciang Hun yang gagah. Huh, siapa lagi ini kalian yang datang mengganggu kesenanganku!! katanya sambil melemparkan sepasang pedang rampasan itu ke arah Bi Kim. Biarpun hanya dilempar sambil lalu saja, namun sepasang pedang itu meluncur bagaikan anak panah ke arah Sian Li dan Ciang Hun!

Jelas bahwa kakek yang lihai itu sengaja hendak menguji kepandaian dua orang muda yang baru muncul! Dengan tenang Sian Li menangkap pedang yang meluncur ke arahnya, dari samping dengan jalan menjepitnya di antara telunjuk dan ibu jarinya, seperti anak-anak menangkap capung pada ekornya. Sedangkan Ciang Hun lebih repot, mengelak ke samping lalu memutar tubuh dan menangkap pedang itu pada gagangnya dari belakang! Dari cara menangkap pedang ini saja sudah dapat dinilai bahwa tingkat kepandaian Si Bangau Merah lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Gak Ciang Hun!

Siangkoan Kok agak terkejut. Kiranya dua orang muda ini hebat! Sama sekali tidak boleh dipandang ringan, tidak dapat disamakan dengan kepandaian Bi Kim.

Ciang Hun dan Sian Li menyerahkan sepasang pedang itu kembali kepada Bi Kim, kemudian Sian Li menudingkan telunjuk kirinya ke arah muka Siangkoan Kok. Engkau ini orang tua yang kelihatan gagah perkasa, juga memiliki ilmu kepandaian tinggi, sungguh menjijikkan sikapmu di dusun ini, bertindak seperti perampok kecil saja!!

Wajah Siangkoan Kok berubah kemerahan. Bocah bermulut lancang!! Setelah berkata demikian, dia menubruk ke arah Sian Li dan mengirim serangan kilat. Namun, nampak bayangan merah berkelebat dan Sian Li sudah dapat mengelak dari serangan dahsyat itu, dan ketika tubuhnya turun, di depan kakek itu, ia sudah memegang sebatang suling berselaput emas, sikapnya gagah dan tenang sekali.

Siangkoan Kok terkejut, apalagi ketika melihat suling emas itu? Alisnya berkerut mengingat-ingat. Pakaian merah! Tentu saja!

Hemmm, apakah engkau ini yang berjuluk Si Bangau Merah?! tanyanya sambil memandang penuh selidik.

Sian Li menggerakkan sulingnya dan terdengar suara berdesing, disusul ucapannya yang lantang, Memang benar aku yang dijuluki Si Bangau Merah.!

Bagus! Ha-ha-ha, hari ini aku sungguh beruntung, dapat bertemu dengan tokoh-tokoh muda dunia kang-ouw. Dan engkau siapa orang muda?! tanyanya. Tidak mengapa, biarkan aku menebak siapa engkau!! Setelah berkata demikian, tubuhnya berkelebat dan tangannya mendorong dengan telapak tangan terbuka ke arah dada Ciang Hun. Pemuda ini sama sekali tidak menduga akan diserang, maka dia tidak sempat mengelak lagi, lalu mengerahkan tenaga sin-kangnya dan menggerakkan kedua tangan terbuka menyambut.

Dukkkkk!! Keduanya terdorong ke belakang. Ciang Hun sudah berjongkok dan berlutut dengan sebelah kaki, kedua tangannya depan dada, kedua telapak tangannya menghadap ke atas.

Siangkoan Kok terbelalak. Wah, apakah engkau memiliki sin-kang yang disebut Tenaga Inti Bumi? Engkau mengambil tenaga dari tanah?!

Diam-diam Gak Ciang Hun tertegun dan kagum. Sekali beradu tenaga yang membuat dia terlempar dan terpaksa memasang kuda-kuda Dewa Menyangga Bumi untuk memulihkan tenaga dan siap menghadapi serangan lanjutan lawan, dan kakek itu sudah mengenal dasar ilmunya. Memang dia tadi menggunakan tenaga yang menjadi ilmu warisan keluarga Gak, bahkan mendiang kakeknya, Bu-beng Lo-kai atau dahulu bernama Gak Bun Beng sebelum meninggal dunia telah mengoperkan tenaga kepadanya sehingga biarpun bakatnya tidak sangat baik, namun dia telah dapat menghimpun tenaga ginkang itu.

Orang muda, apa hubunganmu dengan mendiang Beng-san Siang-eng (Sepasang Garuda Beng-san)?! tanyanya lagi.

Ciang Hun tidak ingin menyombongkan dirinya akan tetapi dia pun bangga dengan nama besar kedua ayahnya. Mereka adalah ayah kandungku!! jawabnya gagah sama sekali tidak merasa sungkan mengaku bahwa dia memiliki dua orang ayah kandung! Memang suatu hal yang aneh dalam keluarga itu. Ayahnya adalah sepasang pendekar kembar yang mencintai seorang wanita, maka keduanya menjadi suami wanita itu dan lahirlah Ciang Hun, anak dari seorang ibu dan dua orang ayah.

Ha-ha-ha-ha-ha, pantas kalian berani mengganggu kesenanganku. Nah, mengingat bahwa kalian keturunan orang-orang pandai, mari kuundang kalian makan minum denganku, Bangau Merah dari orang muda she Gak! Dan engkau juga! Nona. Permainan siang-kiam (sepasang pedang) darimu tadi cukup lumayan, membuktikan bahwa engkau pun telah dilatih oleh guru yang pandai. Ha-ha-ha, marilah orang-orang muda, kita mempererat perkenalan dengan makan minum!! Siangkoan Kok tidak berpura-pura dengan keramahan ajakannya ini.

Tadinya dia adalah majikan yang dihormati seperti seorang raja kecil. Akan tetapi sekarang semua kemuliaan itu habislah sudah.anak buahnya dibasmi pasukan pemerintah, Ban-kwi-kok (Lembah Selaksa Setan) telah diobrak-abrik, seluruh hartanya habis.Habislah sudah kesemuanya, bahkan dia kehilangan anak yang disayangnya walaupun hanya anak tiri, kehilangan isteri yang dia bunuh sendiri, juga kehilangan murid tersayang yang diambilnya secara paksa menjadi isteri, juga murid ini dia bunuh. Sekarang, dia sebatang kara, tidak memiliki apa-apa lagi.

Karena itu, melihat tiga orang muda ini, yang gagah perkasa dan juga dua orang di antaranya adalah gadis-gadis perkasa yang cantik, timbul keinginan hatinya untuk bersahabat dengan mereka. Siapa tahu dia dapat menguasai mereka dan dengan bantuan tiga orang muda seperti ini dia tentu akan mampu membangun lagi perkumpulannya yang terbasmi dan dia akan jaya kembali.

Sejak tadi Sian Li memperhatikan pria yang tinggi besar gagah dan berwibawa itu. Ketika ia melakukan perjalanan untuk menyelidiki Pao-beng-pai, ia telah mencari keterangan tantang perkumpulan itu, tentang ketuanya dan tentang puteri ketua yang pernah datang mengacau pertemuan tiga keluarga besar. Pao-beng-pai telah terbasmi dan di tempat yang tidak jauh dari bekas sarang Pao-beng-pai, terdapat kakek yang lihai ini.

Bukankah engkau yang bernama Siangkoan Kok, majikan di Ban-kwi-kok dan ketua Pao-beng-pai yan telah hancur?!

Pertanyaan yang dilontarkan Sian Li ini sungguh amat mengejutkan hati semua orang. Bukan hanya Gak Ciang Hun dan Dan Bi Kim yang terkejut juga Lurah So dan semua orang yang tadi sibuk melayani kakek itu. Lurah So dan para pembantunya menjadi pucat mendengar bahkan kakek itu adalah ketua Pao-beng-pai, perkumpulan yang mereka takuti. Mereka semua sudah mendengar akan Pao-beng-pai dan ketuanya, yaitu Siangkoan Kok majikan Lembah SelaksaSetan, akan tetapi hanya namanya saja yang mereka ketahui, belum pernah melihat orangnya.

Ha-ha-ha, engkau hebat, Si Bangau Merah! Tidak percuma engkau mendapat julukan itu karena engkau memang cerdik, lihai dan bermata tajam. Aku memang Siangkoan Kok!!

Bagus! Kiranya engkau ketua Pao-beng-pai! Dan gadis siluman yang berani menantang keluarga kami itu adalah puterimu. Suruh ia keluar untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya!! Sian Li membentak.

Sian-moi, kiranya tak perlu bicara lagi dengan iblis seperti ini!! kata Ciang Hun yang sudah mencabut pedangnya.

Benar, jahanam ini iblis yang kejam dan jahat yang harus dibasmi!! kata pula Gan Bi Kim yang sudah siap dengan sepasang pedangnya pula.

Ha-ha-ha, kiranya kalian hanyalah pendekar-pendekar muda yang menjadi antek penjajah Mancu!! bekas ketua Pao-beng-pai itu mengejek sambil menertawakan mereka.

Wajah Sian Li berubah merah. Jahanam busuk! Kalau kami menentangmu, hal itu tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintah. Bagi kami, engkau bukanlah pejuang, melainkan penjahat busuk yang suka mengganggu rakyat. Bersiaplah untuk mampus!! Sian Li sudah menerjang dengan senjata sulingnya, Ciang Hun dan Bi Kim juga cepat menggerakkan senjata mereka, mengeroyok.

Siangkoan Kok adalah seorang datuk yang lihai sekali. Akan tetapi, sekarang dia menghadapi pengeroyokan tiga orang muda yang tangguh, terutama sekali Si Bangau Merah dan Gak Ciang Hun. Dua orang muda ini adalah keturunan pendekar-pendekar lihai, maka dia tidak berani memandang rendah dan kakek itu sudah mencabut pedangnya, memutar senjata itu menyambut serangan para pengeroyoknya.

Kalau tiga orang muda itu menyerang dengan pengerahan seluruh tenaga dan kepandaian mereka, menyerang dengan semangat besar, sebaliknya Siangkoan Kok hanya melindungi dirinya dengan gulungan sinar pedang. Dia tidak bersemangat untuk berkelahi. Apalagi mengingat bahwa dua orang di antara para pengeroyoknya adalah keturunan keluarga pendekar yang tangguh. Dia tidak ingin menambah jumlah musuh di luar pasukan pemerintah yang telah membasmi perkumpulannya, bahkan mungkin dia ingin bekerja sama dengan kelompok lain untuk membalas dendam kepada pemerintah penjajah Mancu, seperti yang telah dijanjikannya kepada ketua Thian-li-pang di Bukit Setan. Selain itu, dia juga merasa gentar kalau-kalau Pendekar Bangau Putih, ayah Si Bangau Merah ini, dan juga Pendekar Tangan Sakti Yo Han akan muncul.

Maka, setelah memutar pedangnya dengan dahsyat, membuat tiga orang pengeroyoknya dengan hati-hati mundur menjaga jarak, tiba-tiba Siangkoan Kok meloncat ke kiri dan sebelum tiga orang muda yang mengeroyoknya sempat mencegah, dia sudah mencengkeram leher baju Lurah So dan menempelkan pedangnya di leher lurah yang menjadi pucat ketakutan itu.!Kalau ada yang menyerangku, aku akan lebih dulu menyembelih lurah ini!! bentak Siangkoan Kok sambil mendorong tubuh lurah itu di depannya dan terus mendorongnya keluar rumah.

Ciang Hun, Sian Li, dan Bi Kim tentu saja tidak berani menyerang lagi. Bagaimanapun juga, mereka tidak mau mengorbankan nyawa lurah yang tidak berdosa itu. Mereka hanya dapat memandang ketika lurah itu didorong keluar oleh Siangkoan Kok. Sian Li hanya dapat mengancam ketua Pao-beng-pai itu.

Siangkoan Kok, kalau engkau membunuhnya, aku bersumpah untuk mengejarmu dan tidak akan berhenti sampai aku dapat membunuhmu!!

Ketua Pao-beng-pai itu tertawa bergelak. Ha-ha-ha, aku sedang malas bertanding, Nona manis, dan aku menangkapnya hanya untuk mencegah kalian mendesakku, bukan untuk membunuhnya. Lurah ini telah begitu baik untuk melayaniku makan minum, tentu aku tidak akan membunuhnya.!

Setelah tiba di luar rumah, Siangkoan Kok berlompatan jauh sambil tetap menggandeng Lurah So dan baru setelah tiba di tepi sebuah hutan dia melepaskan lurah itu dan menghilang ke dalam hutan. Sian Li dan yang lain juga tidak mau mengejar, mengejar seorang seperti Siangkoan Kok yang melarikan diri ke dalam hutan amatlah berbahaya.

Melihat tiga orang muda yang berhasil mengusir ketua Pao-beng-pai, Lurah So yang dilepaskan oleh kakek itu tanpa dilukai, segera menghampiri dan memberi hormat, menghaturkan terima kasih kepada mereka dan memohon agar malam itu mereka suka bermalam di rumahnya.

Pertama, agar kami sekeluarga sempat menghaturkan terima kasih kepada Sam-wi (Kalian Bertiga), dan kedua, agar hati kami sekeluarga merasa aman dan tenteram. Kalau Sam-wi pergi sekarang, malam ini pasti kami tidak dapat tidur dan ketakutan membayangkan iblis itu kembali ke rumah kami.! Demikian antara lain Lurah So membujuk mereka. Karena alasan itu masuk akal juga, akhirnya Ciang Hun, Sian Li dan Bi Kim menerima undangan itu.

Seluruh penghuni dusun itu bersukaria karena lurah mereka terbebas dari gangguan ketua Pao-beng-pai yang mereka takuti. Dan para penghuni itu memuji-muji pemuda dan dua orang gadis perkasa itu. Keluarga Lurah So juga menghaturkan terima kasih dan mengadakan pesta kecil untuk menyambut mereka.

Sehabis makan minum, akhirnya tiga orang muda itu mendapat kesempatan untuk bicara bertiga saja di ruangan belakang rumah Lurah So. Tidak ada anggauta keluarga yang berani mengganggu mereka bertiga yang sedang bercakap-cakap. Dalam kesempatan ini, Gan Bi Kim berkenalan dengan Gak Ciang Hun dan Tan Sian Li.

Aku berterima kasih sekali kepada Tai-hiap (Pendekar Besar) dan Li-hiap (Pendekar Wanita),! kata Gan Bi Kim. Aku sungguh tidak tahu diri, dengan ilmu silatku yang masih rendah aku berani menentang ketua Pao-beng-pai yang lihai itu. Kalau Ji-wi (Anda Berdua) tidak datang, entah bagaimana jadinya dengan diriku.! kata Bi Kim.

Aih, Nona, harap jangan merendahkan diri. Ilmu pedangmu sudah cukup hebat, hanya ilmu kepandaian ketua Pao-beng-pai itu memang luar biasa. Hanya setelah kita bertiga maju bersama, baru dapat mengusirnya.! kata Ciang Hun.

Benar, Enci, di antara kita tidak perlu sungkan, kita adalah dari golongan yang sama, yaitu menentang perbuatan jahat. Siapakah engkau, Enci, dan bagaimana engkau dapat tiba di tempat ini dan berkelahi dengan ketua Pao-beng-pai itu?!Gan Bi Kim menghela napas panjang. Aku hanya orang biasa saja, adik yang gagah, tidak seperti engkau yang berjuluk Si Bangau Merah dan kakak ini yang keturunan orang-orang sakti. Ketua Pao-beng-pai itu sampai mengenal kalian dan merasa gentar. Aku bernama Gan Bi Kim berasal dari kota raja dan aku sedang melakukan perjalanan mengembara untuk meluaskan gengalaman setelah aku mempelajari sedikit ilmu silat dari para guru di kota raja sebagai bekal untuk membela diri. Ketika tiba di sini, aku mendengar akan kejahatan kakek. tadi yang menguasai rumah keluarga Lurah So, maka aku datang untuk menegur dan mengusirnya, tidak tahu bahwa kakek itu adalah ketua Pao-beng-pai yang amat lihai. Nah, sekarang aku mengharapkan keterangan tentang kalian, karena aku hanya mendengar julukanmu, tidak tahu siapa namamu dan nama kakak ini.!

Namaku Tan Sian Li, enci Kim.! kata Sian Li yang segera merasa akrab dengan gadis kota raja yang dari sikapnya saja dapat diduga bahwa ia seorang gadis terpelajar, bahkan ada sikap agung dan anggun seperti gadis pingitan atau gadis bangsawan.

Dan namaku Gak Ciang Hun, nona Gan,! Ciang Hun memperkenalkan diri dan dia seperti terpesona memandang gadis itu. Ada sesuatu yang amat menarik hatinya pada gadis itu, entah sinar matanya yang lembut, atau mulutnya yang memiliki bibir yang mempesonakan.

Aih, Gan-toako, kita segolongan dan aku sudah merasa akrab dengan enci Kim. Kiranya tidak perlu bersungkan-sungkan menyebut ia nona segala!! kata Sian Li yang wataknya terbuka dan jujur.

Hi Kim tersenyum dan memandang kepada pemuda itu. Li-moi berkata benar, Gak-toako. Aku pun merasa seolah-olah sudah mengenal kalian selama bertahun-tahun.!

Ciang Hun tersenyum girang. Baiklah, Kim-moi (adik Kim).!

Enci Kim, engkau seorang gadis kota raja, lembut dan pandai, kenapa bersusah-susah bertualang seperti gadis kang-ouw? Kalau aku sendiri lain lagi, memang aku dari keluarga petualang, aku seorang gadis kang-ouw yang sudah biasa hidup berkelana. Tapi engkau....!

Bi Kim tersenyum dan memegang lengan Sian Li. Aih, jangan berkata seperti itu, Li-moi. Engkau lebih dalam segala-galanya dibandingkan aku, kenapa mesti memuji-muji aku? Engkau lebih lihai, engkau lebih cantik, lebih muda! Aku mendengar dari para guruku di kota raja tentang dunia persilatan yang luas, mendengar tentang tokoh-tokoh dunia persilatan, bahkan aku pernah mendengar nama besar Si Bangau Putih dan puterinya, Si Bangau Merah. Maka, aku tertarik dan ingin meluaskan pengalamanku dengan merantau.! Tentu saja Bi Kim tidak mau menceritakan bahwa kepergiannya adalah untuk mencari Yo Han, pemuda idamannya yang telah ditunangkan dengannya oleh neneknya. Dan engkau sendiri, dari mana hendak ke mana, Li-moi? Dan juga engkau, Gak-toako?!

Panjang ceritanya,! kata Sian Li. Beberapa pekan yang lalu, diadakan pertemuan dari tiga keluarga besar Pulau Es, Gurun Pasir, dan Lembah Naga Siluman. Aku pun hadir dan dalam pertemuan itu, muncul puteri ketua Pao-beng-pai yang menantangkami. Ia dapat dikalahkan dan pergi. Aku menjadi penasaran dan pergi menyelidiki Pao-beng-pai....!

Dan karena aku mengkhawatirkan keselamatan siauw-moi Tan Sian Li, maka aku lalu mengejarnya dan berhasil, maka kami melakukan perjalanan bersama.! sambung Ciang Hun.

Tapi aku mendengar berita bahwa Pao-beng-pai telah dibasmi oleh pasukan pemerintah,! kata Hi Kim.

Benar, kami terlambat dan kami. tidak dapat bertemu dengan gadis iblis itu, melainkan dengan, ayahnya di sini.!

Jadi kalian berdua saja berani datang mencari puteri ketua Pao-beng-pai? Itu berbahaya sekali! Baru ketuanya saja tadi sudah selihai itu. Apalagi kalau perkumpulan itu belum terbasmi dan terdapat banyak anak buahnya.!kata Gan Bi Kim kagum akan keberanian dua orang itu.

Aku bukan hanya menyelidiki Pao-beng-pai, enci Kim. Sebetulnya, penyelidikan terhadap Pao-beng-pai hanya sambil Lalu saja. yang terutama sekali kepergianku adalah untuk mencari Han-koko....! Sian Li berhenti sebentar sambil memandang kepada Gak Ciang Hun yang nampak tenang saja karena pemuda ini sudah pernah mendengar pengakuan Si Bangau Merah.

Han-koko? Siapa itu Han-koko?! tanya Bi Kim, tersenyum. Sian Li baru ingat bahwa Bi Kim sama sekali tidak mengenal kekasihnya itu, dan sebagai seorang gadis yang tidak merasa perlu merahasiakan hubungannya dengan Yo Han terhadap seorang sahabat yang dipercayanya, ia pun tertawa.!Aih, aku sampai lupa bahwa engkau belum mengenal Han-ko, enci Kim. Dia berjuluk Sin-ciang Tai-hiap (Pendekar Tangan Sakti) bernama Yo Han.... eh, engkau kelihatan terkejut, apakah engkau sudah mengenalnya, Enci?!

Tentu saja aku terkejut,! Bi Kim tersenyum, menahan debaran jantungnya, Siapa yang tidak pernah mendengar akan nama besar Sin-ciang Tai-hiap? Dan engkau menyebutnya Han-koko? Agaknya engkau mempunyai hubungan yang erat dengan dia. Masih ada hubungan keluargakah, Li-moi?!

Sian Li tersenyum dan tiba-tiba saja kedua pipinya menjadi kemerahan dan sambil menundukkan mukanya dengan tersipu ia berkata, Boleh dibilang begitulah karena dia.... dan aku.... kami saling mencinta dan mengharapkan kelak menjadi suami isteri.! Karena mukanya ditundukkan ketika mengatakan itu, Sian Li tidak melihat betapa mata Bi Kim terbelalak, mukanya pucat napasnya terengah sejenak. Bahkan ia lalu menunduk dan mengusapkan tangannya ke arah kedua matanya untuk mengusir cepat dua titik air matanya. Akan tetapi, Ciang Hun yang sejak tadi mengamatinya, melihat perubahan ini dan diam-diam dia pun merasa terkejut dan heran, hatinya menduga-duga.

Ketika Sian Li mengangkat muka memandang kepada sahabat barunya itu, Bi Kim sudah dapat menguasai perasaan hatinya. Baru saja ia mengalami guncangan batin yang hebat. Siapa orangnya tidak akan merasa seperti ditikam jantungnya kalau mendengar pengakuan, seorang gadis yang dikaguminya bahwa gadis itu saling mencinta dengan pria yang selama ini dicari dan dirindukannya karena pria itu adalah tunangannya! Menurut gejolak hatinya, ingin ia marah-marah kepada Sian Li. Akan tetapi ia lalu mengingat-ingat kembali, membayangkan sikap Yo Han terhadap dirinya. Pemuda yang ditunangkan dengannya oleh neneknya itu belum pernah menyatakan cinta kepadanya, bahkan minta waktu untuk dapat memberi jawaban dan mengambil keputusan tentang niat neneknya menjodohkan mereka.

Kau kenapakah, enci Kim? Kelihatan termenung....! kata Sian Li.

Bi Kim mengangkat muka memandang kepadanya dan tersenyum manis! Lalu ia menggelengkan kepalanya. Tidak apa-apa, adik manis, hanya aku merasa terharu mendengar bahwa pendekar wanita Bangau Merah saling mencinta dengan Pendekar Tangan Sakti. Li-moi, melihat usiamu yang masih muda, tentu belum lama engkau berkenalan dengan Pendekar Tangan Sakti.!

Sian Li memandang Bi Kim dengan lucu dan tertawa terkekeh. Hi-hi-hik, engkau keliru sama sekali, enci Kim. Usiaku memang baru delapan belas tahun, akan tetapi aku telah berkenalan dan akrab dengan Han-ko sejak aku berusia empat tahun!!

Bi Kim terbelalak, memandang kepada Gak Ciang Hun, lalu menatap lagi wajah Sian Li. Aku.... aku tidak mengerti....! katanya bingung.

Sian Li tersenyum dan memegang lengan Bi Kim. Tidak perlu heran, enci Kim. Ketahuilah, ketika aku berusia empat tahun, Han-ko ikut orang tuaku, bahkan menjadi murid ayah dan ibu. Kemudian kami berpisah dan baru belasan tahun kemudian kami saling bertemu kembali dan langsung kami saling jatuh cinta, maksudku.... sejak kanak-kanak pun kami sudah saling mencinta, walaupun sifat cinta itu berubah....! Kembali sepasang pipi itu menjadi merah sekali, semerah warna pakaiannya.Setelah mendengar semua itu tahulah Bi Kim bahwa tidak mungkin ia dapat mengharapkan Yo Han menjadi calon jodohnya. Bukan Sian Li yang merampas tunangannya.

Gadis ini dan Yo Han sudah saling mencinta, bahkan sejak kecil! Kalau ia berkeras mempertahankan usul neneknya mengenai perjodohan itu, berarti ialah yang merampas kekasih orang! Keangkuhan yang timbul dari harga dirinya sebagai seorang dari keluarga bangsawan, membuat Bi Kim dapat menekan perasaannya dan saat itu juga ia sudah mematahkan hubungan batinnya dengan Yo Han. Ia tidak boleh dan tidak akan suka mencinta Yo Han yang telah menjadi kekasih si Bangau Merah!

Untuk mengalihkan perhatian dan melupakan rasa nyeri seperti ada pisau menikam ulu hatinya, Bi Kim bertanya dengan suara heran, Adik manis, kenapa engkau mencari kekasihmu itu? Dan kenapa pula dia meninggalkanmu?! Pertanyaan yang wajar saja dari seorang gadis kepada gadis lain, walaupun sesungguhnya pertanyaan itu mengandung keinginan untuk mengetahui lebih jelas tentang hubungan antara Sian Li dan Yo Han.

Ahhh, banyak sekali yang menyebabkannya, Enci dan sebetulnya hal ini merupakan rahasiaku....!

Siauw-moi, aku merasa lelah dan mengantuk. Bagaimana kalau engkau lanjutkan percakapanmu dengan adik Bi Kim saja, dan aku beristirahat lebih dulu?! kata Ciang Hun yang merasa tidak enak karena agaknya kehadirannya hanya akan membuat canggung dua orang gadis itu bercakap-cakap secara akrab. Sian Li tersenyum dan mengangguk, diam-diam merasa terharu dan juga senang karena pemuda itu sungguh tahu diri dan dapat memaklumi keadaandirinya. Ia selalu merasa tidak enak kepada Ciang Hun kalau di depan pemuda itu harus menceritakan segala hal mengenai Yo Han, padahal Ciang Hun mencintanya.

Gak-toako seorang pemuda yang bijaksana dan baik sekali, aku amat kagum dan menghormatinya, apalagi di antara dia dan aku masih ada hubungan kekeluargaan, maksudku, dia masih keturunan keluarga perguruan Pulau Es, sedangkan kakekku keturunan keluarga Gurun Pasir dan nenekku keluarga Pulau Es.! kata Sian Li kepada Bi Kim setelah mereka tinggal berdua saja.

Aku pun kagum kepadanya. Dia seorang pemuda yang lihai, pendiam dan sopan,! kata Bi Kim. Akan tetapi, kalau engkau enggan menceritakan tentang dirimu dan kekasihmu, aku pun tidak akan memaksamu, Li-moi.!

Ah, tidak sama sekali, Enci. Kepadamu aku tidak merasa sungkan atau enggan untuk menceritakan, hanya kalau ada Gak-toako...., aku tidak tega untuk banyak bercerita tentang Han-koko dan aku....!

Tidak tega?! Bi Kim memandang penuh selidik, terheran-heran, Kenapa tidak tega?!

Karena dia mencintaku, enci Kim. Dan aku tentu saja tidak dapat membalas cintanya, walaupun aku suka dan hormat kepadanya. Aku sudah menceritakan tentang hubunganku dengan Han-koko, dan Gak-twako dapat menerima kenyataan itu dengan hati lapang. Dia bijaksana sekali! Dan aku tidak ingin menyinggung perasaannya kalau banyak bercerita tentang Han-ko di depannya.!

Bi Kim semakin terheran-heran dan kagum. Dara ini sungguh luar biasa, pikirnya. Begitu jujur, begitu terbuka! Aih, kasihan dia kalau begitu, Li-moi. Pahit sekali memang kalau orang bertepuk sebelah tangan dalam soal asmara. Nah, sekarang ceritakan, kenapa engkau saling berpisah dengan kekasihmu?!

Sian Li bercerita. Tanpa tedeng aling-aling lagi. Diceritakannya tentang ayah ibunya yang agaknya tidak menyetujui hubungan cintanya dengan Yo Han, bahkan ayah ibunya telah memilihkan jodoh untuknya, yaitu seorang pangeran!

Akan tetapi aku tidak mau, Enci. Aku tidak sudi dijodohkan dengan pangeran itu, walaupun pangeran itu terkenal gagah dan tampan, kabarnya pandai ilmu silat juga.!

Siapakah pangeran itu? Mungkin aku sudah tahu.!

Dia Pangeran Cia Sun.!Diam-diam Bi Kim semakin heran dan terkejut. Tentu saja ia tahu siapa pangeran itu. Seorang pangeran yang menjadi pujaan hampir semua gadis di kota raja. Setiap orang gadis merindukannya dan mengharapkan menjadi isterinya! Bahkan ia sendiri, sebelum ditunangkan dengan Yo Han, pernah beberapa kali melihat pangeran itu dan ia sendiri pun merasa terpikat! Dan gadis ini.... Si Bangau Merah ini, malah menolak dijodohkan dengan Pangeran Cia Sun. Bukan main!

Hem, menurut penilaianku, dia seorang pangeran yang baik sekali, berbeda dengan para pangeran lainnya. Dia tidak congkak, manis budi dan dekat dengan rakyat.!

Biar seratus kali lebih baik dari itu, aku tidak sudi, Enci. Aku hanya mau berjodoh dengan Han-ko! Nah, ketika ayah dan ibu mengajakku menghadiri pertemuan tiga keluarga besar, aku mengharapkan dapat bertemu dengan Han-koko di sana. Akan tetapi ternyata dia tidak ada. Lalu muncul puteri ketua Pao-beng-pai membuat kekacauan dan menantang-nantang kami. Setelah ia dapat diusir pergi, aku lalu diam-diam meninggalkan ayah ibu karena aku ingin mencari Han-koko dan menyelidiki Pao-beng-pai. Sebetulnya, aku ingin membatalkan niat ayah. dan ibu mempertemukan aku dengan pangeran itu di kota raja, dan mencari Han-koko sampai dapat.!

Ke mana sih perginya kekasihmu itu, Li-moi?! tanya Bi Kim, diam-diam merasa heran dan geli juga melihat betapa ada persamaan antara ia dan Si Bangau Merah ini. Ia pun sedang mencari-cari Yo Han seperti yang dilakukan Sian Li. Hanya bedanya, ia mencari pemuda itu sebagai tunangan, sedangkan Sian Li sebagai kekasih! Amat besar bedanya memang, dan kenyataan ini menikam hatinya. Pertunangannya belum resmi itu atas kehendak neneknya, sedangkan saling mencinta tentu saja atas kehendak mereka yang bersangkutan!

Han-koko menerima tugas berat, yaitu mencari puteri Pendekar Suling Naga Sim Houw yang hilang diculik orang sejak anak itu masih kecil sekali, baru dua tiga tahun usianya. Sampai sekarang, dua puluh tahun lebih sudah berlalu dan tak pernah ada berita tentang anak itu. Semua usaha yang dilakukan Pendekar Suling Naga dan isterinya tidak berhasil. Bahkan andaikata anak itu ditemukan juga, anak itu tidak mengenal orang tua kandungnya, dan suami isteri itu pun tidak akan dapat mengenal puteri mereka. Dan Han-koko bertugas mencari anak yang hilang itu!!

Aih, betapa sukarnya tugas itu. Bagaimana mungkin dapat mencarinya kalau tidak pernah melihat anak yang kini tentu telah menjadi seorang gadis dewasa itu?! kata Bi Kim yang ikut merasa prihatin mendengar betapa tunangannya, pria yang dicintariya akan tetapi yang mencinta gadis lain itu dibebani tugas yang demikian, sulitnya. Andaikata dapat menemukan gadis itu, bagaimana dapat yakin bahwa ia adalah anak yang hilang itu?!

Memang ada ciri khasnya, Enci. Menurut keterangan orang tuanya, anak itu memiliki dua buah tanda yang khas, yaitu sebuah tahi lalat hitam di pundak kirinya dan sebuah noda merah di telapak kaki kanannya. Nah, kurasa di dunia ini tidak ada dua orang yang memiliki tanda-tanda yang serupa seperti itu!!

Aku akan ingat ciri itu, Li-moi, agar aku dapat membantu mencarinya.!

Terima kasih, enci Kim. Engkau baik sekali. Aku merasa bingung harus ke mana mencari kekasihku itu. Aku amat merindukannya, Enci, dan dia tentu akan berbahagia sekali kalau dapat mencari gadis itu bersamaku.!

Tanpa disadarinya, ucapan itu menikam ulu hati Bi Kim yang segera berpamit untuk beristirahat di kamarnya. Mereka bertiga mendapatkan masing-masing sebuah kamar di keluarga Lurah So yang amat menghormati tiga orang pendekar itu.

***

Bi Kim rebah di atas pembaringan kamarnya, menelungkup dan menangis menahan isak agar jangan sampai suara tangisnya terdengar oleh orang lain di luar kamar. Ia merasa hatinya seperti diremas-remas, pedih dan perih bukan main rasanya. Ingatannya melayang-layang pada segala peristiwa yang lalu, ketika untuk pertama kali ia bertemu dengan Yo Han. Pertama kali Yo Han datang berkunjung ke rumah keluarga ayahnya sebagai murid mendiang paman-kakeknya Ciu Lam Hok, keluarga ayahnya sedang dilanda malapetaka. Ayahnya yang menjadi penanggung jawab gedung pusaka kerajaan, diancam hukuman berat karena banyak benda pusaka penting hilang dicuri orang. Yo Han menyelidiki dan ternyata yang melakukan pencurian adalah Coan-ciangkun yang sengaja melakukan hal itu untuk memaksa keluarga Gan menyerahkan ia untuk menjadi isteri panglima itu. Yo Han berhasil menyelamatkan Gan Seng, ayahnya dan dalam keadaan berbahagia itu, neneknya yang bersembahyang di depan meja sembahyang paman-kakeknya, menetapkan perjodohannya dengan Yo Han!

Semua itu terbayang kembali olehnya. Ikatan pertunangan itu pula yang mendorongnya untuk dengan tekun tanpa mengenal waktu, melatih diri dengan ilmu silat dari guru-guru silat yang pandai dari istana atas bantuan ayahnya sehingga kini ia menguasai ilmu kepandaian silat yang lumayan. Semua itu dilakukannya demi cintanya kepada Yo Han yang dianggap calon suaminya. Calon suaminya seorang pendekar besar, maka akan janggallah kalau ia tidak mengerti ilmu silat sama sekali. Kemudian, karena merasa rindu kepada tunangannya itu yang tak kunjung datang, ia lalu meninggalkan rumah orang tuanya dan pergi mencari Yo Han!

Dan sekarang, Si Bangau Merah Tan Sian Li yang mengagumkan hatinya itu mengaku terus terang bahwa Sian Li saling mencinta dengan Yo Han, bahkan hubungan mereka jauh lebih dahulu daripada pertemuannya dengan pemuda itu. Pantas saja Yo Han belum dapat menerima usul perjodohan yang diajukan neneknya! Kiranya pemuda itu telah mempunyai seorang kekasih!

Bi Kim terpaksa mendekap mukanya dengan bantal karena tangisnya menjadi-jadi. Nafasnya sampai terasa sesak karena ia menahan-nahan sekuatnya agar jangan sampai terdengar suara tangisnya.

Bi Kim merasa semakin tidak tahan. Berduka di dalam kamar yang asing, seorang diri digerogoti kenangan lama, membuat ia merasa sumpek dan pengap. Malam telah tiba dan suasana sunyi. Ia membuka daun pintu dan melangkah keluar, melalui gang masuk ke dalam taman bunga milik keluarga lurah itu. Agak lega rasanya ketika ia berada di luar, di udara terbuka.

Ia melangkah terus. Malam tidak gelap benar karena ada banyak sekali bintang di langit, tak terhitung banyaknya karena langit cerah tanpa mendung sehingga hampir semua bintang bermunculan ada yang tersenyum, ada yang berkedip-kedip. Bunga-bunga di taman itu banyak yang mekar indah karena memang waktu itu musim bunga sudah berumur dua bulan sehingga suasana di taman itu indah sekali, bermandikan cahaya bintang yang kehijauan. Ditambah lagi suara jangkerik dan belalang seperti sekumpulan musik yang mendendangkan lagu malam dalam irama yang bebas namun tidak kacau, bahkan serasi.

Tiba-tiba suasana itu, yang pada mulanya menghibur, kini bagaikan menyentuh perasaannya, mendatangkan keharuan yang mendalam sehingga ia terhuyung, menutupi muka dengan tangannya dan menangis. Kini ia berada di luar rumah dan ia tidak begitu menahan isak tangisnya, dan terdengar rintihan kalbunya keluar melalui mulutnya dalam bentuk tangis lirih dan sedu sedan.

Ia sama sekali tidak tahu bahwa Gak Ciang Hun yang sejak tadi duduk melamun seorang diri di dekat kolam ikan, kini bangkit dan memandang kepadanya dari sebelah kiri. Pemuda itu menghela napas panjang, dan alisnya berkerut. Dia telah melihat perubahan sikap gadis itu sejak Sian Li mengaku bahwa ia dan Yo Han saling mencinta. Dia melihat betapa Gan Bi Kim terbelalak dengan muka pucat dan napasnya terengah ketika mendengar pengakuan Sian Li itu dan betapa gadis itu berusaha untuk menenangkan diri secepatnya. Dia menduga-duga, akan tetapi tidak menemukan jawabannya. Dan kini, selagi dia melamun seorang diri di dalam taman mengenangkan nasib dirinya yang menderita penolakan cintanya terhadap Sian Li, atau lebih tepat lagi menderita putusnya cinta karena Sian Li mengaku bahwa gadis itu hanya mencinta Yo Han, tiba-tiba saja dia melihat Bi Kim menangis sedih seorang diri di dalam taman! Karena merasa terharu dan iba, bagaikan terkena pesona dan seperti tidak disadarinya, Ciang Hun melangkah perlahan menghampiri. Setelah dekat, dia berkata lirih.

Adik Bi Kim....!

Bi Kim tersentak kaget, seperti diseret dari dunia lamunan kembali ke dunia kenyataan yang pahit dan membingungkan. Cepat-cepat ia menghapus air mata dengan tangannya, mengucek-ucek kedua matanya, memaksa bibirnya tersenyum. Aih, kiranya Gak-toako.... kaget sekali aku karena tidak mengira di sini ada orang lain.!

Hati Ciang Hun semakin terharu. Gadis ini jelas sedang menderita batin yang membuatnya berduka, akan tetapi masih berusaha untuk bersikap wajar yang amat canggung. Dia pun tidak berpura-pura lagi karena dia merasa kasihan dan ingin sekali dapat membantunya, kalau memang gadis itu membutuhkan bantuan.

Kim-moi, sejak tadi aku berada di sini, ingin menikmati malam musim bunga yang indah ini. Malam amat cerah, langit bersih terhias bintang-bintang.

Kenapa engkau malah berduka dan menangis, Kim-moi?!

Aku.... aku tidak berduka, tidak menangis....! Bi Kim cepat membantah, akan tetapi suaranya membuktikan bahwa ia memang habis menangis, bahkan sisa tangisnya, masih terkandung dalam getaran suaranya.

Ah, Kim-moi, biarpun kita baru berkenalan hari ini, akan tetapi tentu engkau juga sudah merasakan seperti yang kami rasakan, yaitu bahwa kita adalah satu golongan dan seperti keluarga sendiri. Di antara saudara atau sahabat baik, kalau yang seorang mengalami kesulitan, sudah sepantasnya kalau yang lain membantu, bukan? Andaikata aku yang mengalami kesusahan, apakah engkau tidak bersedia untuk menolongku, Kim-moi?!

Tentu saja, Toako! Engkau sendiri dan Li-moi tadi pun sudah menolongku dari ancaman ketua Pao-beng-pai. Tentu aku akan mengulurkan tangan membantumu kalau aku bisa.!!Nah, demikian pula dengar aku, Kim-moi. Sekarang aku mengulurkan tangan dan aku bersedia untuk membantumu mengatasi kesusahanmu. Nah, maukah engkau menceritakan mengapa engkau begini bersedih?!

Ditanya orang lain tentang kesedihannya dengan suara yang demikian penuh perhatian dan ikut merasakan, keharuan memenuhi hati Bi Kim dan tak tertahankan lagi air matanya bercucuran. Akan tetapi ia menggigit bibir dan tidak mau mengeluarkan suara tangis. Ia menggeleng kepala dan menghapus air matanya dengan saputangannya yang sudah basah.

Engkau.... engkau atau siapapun di dunia ini tidak akan dapat menolongku, Toako....memang sudah ditakdirkan bahwa nasibku amat buruk....! kembali ia mengusapkan saputangan ke arah kedua matanya.

Siauw-moi, tidak ada nasib buruk itu! Segala sesuatu yang terjadi menimpa diri kita sudah sewajarnya, dan ada sebab akibatnya. Bukan nasib buruk, karena nasib buruk itu hanya pandangan seseorang yang kecil hati dan tidak tabah menghadapi kenyataan hidup. Kenyataan hidup memang tidak selalu putih, ada kalanya hitam, tidak selalu manis, ada kalanya pahit. Akan tetapi, manis atau pun pahit, kalau kita dapat menerimanya sebagai suatu kenyataan hidup yang tidak terlepas dari hukum alam, maka kita dapat menghadapinya dengan tabah.

Tidak ada masalah yang tidak dapat diatasi, asalkan kita tabah, tidak meninggalkan daya ikhtiar dan didasari penyerahan kepada Yang Maha Kuasa, Kim-moi. Aku tadi sudah melihat perubahan pada sikapmu. Ketika Li-moi bercerita dengan terus terang, memang wataknya terbuka dan jujur, bahwa ia dan Yo Han saling mencinta, aku melihat engkau terbelalak kaget dan mukamu pucat sekali. Kim-moi, aku yakin bahwa kedukaanmu tentu ada hubungannya dengan cerita Li-moi itu, atau setidaknya, ada hubungannya dengan Yo Han. Benarkah dugaanku?!

Bi Kim menundukkan mukanya, sampai lama tidak menjawab, hanya menarik napas panjang berulang kali. Ia tahu bahwa ia tidak dapat mengelak lagi, dan kalau sampai Sian Li mengetahui hal ini, sungguh amat tidak enak. Pemuda ini dapat dipercaya, dan dengan bantuan pemuda ini ia akan lebih mudah menyembunyikan rahasianya dari Sian li.

Gak-toako,! katanya sambil memandang kepada pemuda itu dengan sinar mata tajam, Kalau aku berterus terang kepadamu, maukah engkau berjanji untuk merahasiakan ini dari adik Sian Li?!

Aku berjanji demi kehormatanku, Kim-moi.!

Ketahuilah, Toako, bahwa guru dari Sin-ciang Tai-hiap Yo Han adalah adik nenekku. Pada suatu hari, Yo-toako datang berkunjung ke kota raja dan dia berhasil menolong ayahku yang terancam malapetaka karena beberapa buah pusaka istana lenyap padahal ayahku menjabat sebagai pengatur gedung pusaka itu. Karena bersyukur, di depan meja sembahyang paman kakekku itu, nenekku lalu menjodohkan aku dengan Yo-toako.!

Ah, begitukah....,! Gak Ciang Hun menggumam lirih.

Ya begitulah, Toako. Biarpun perjodohan itu belum diresmikan, akan tetapi sejak saat itu, aku sudah menganggap diriku sebagai calon isteri Yo Han. Dan dapat kau bayangkan betapa kaget rasa hatiku ketika tadi aku mendengar bahwa adik Tan Sian Li saling mencinta dengan Yo Han.!

Ciang Hun mengangguk-angguk dan mengerutkan alisnya. Apakah Yo Han sudah menyetujui ikatan jodoh itu?!

Gadis itu menggeleng. Belum, Toako. Bahkan dia minta agar urusan perjodohan itu ditangguhkan sampai dia menyelesaikan tugas-tugasnya. Usul perjodohan itu datang dari nenek, dan dia belum menyatakan setuju atau tidak setuju.!

Akan tetapi.... maafkan pertanyaanku ini, apakah kalian sudah saling mencinta?!

Gadis itu menarik napas panjang dan wajahnya nampak memelas sekali walaupun tidak kelihatan jelas di bawah sinar ribuan bintang yang lembut, namun tarikan muka itu membuat Ciang Hun maklum bahwa pertanyaannya mendatangkan kepedihan hati.

Terus terang saja, Toako, aku amat kagum kepadanya dan selama ini aku menganggap bahwa aku cinta padanya. Akan tetapi.... ah, cinta sepihak tidak mungkin, bukan? Dia sudah saling mencinta dengan adik Sian Li.... aku akan memberitahu kepada nenekku dan orang tuaku bahwa aku tidak mungkin berjodoh dengannya.!Hening sejenak, kemudian Bi Kim tercengang melihat pemuda itu tertawa, akan tetapi suara tawanya sumbang. Haha-ha-heh-heh, alangkah lucunya! Betapa lucunya....!!!

Tentu saja Bi Kim mengerutkan alisnya dan wajahnya berubah merah, pandang matanya bersinar tajam karena marah. Ia mengira bahwa pemuda itu mengejeknya! Padahal, ia telah mempercayainya dan menceritakan rahasia hatinya yang sebetulnya tidak harus diceritakan kepada siapa pun.

Toako, kau.... kau mentertawakan aku....!!! bentaknya marah.

Ciang Hun menyadari sikapnya yang dapat menimbulkan kesalahpahaman itu, maka dia menghentikan tawanya dan cepat mengangkat kedua tangan ke depan dada meminta maaf. Maafkan aku, Siauw-moi. Aku sama sekali bukan mentertawakan engkau melainkan mentertawakan diriku sendiri karena sungguh amat lucu keadaan kita berdua!! Kembali dia tertawa akan tetapi menahan sehingga tawanya tidak bersuara.

Bi Kim masih mengerutkan alisnya. Hemmm, apanya yang lucu dengan ceritaku tadi?!

Dengarlah, Kim-moi. Sudah lama aku pun jatuh cinta kepada adik Tan Sian Li! Dan kautahu, sebelum aku sempat menyatakan cintaku kepadanya, ia mengaku kepadaku seperti yang diceritakan kepadamu tadi, yaitu bahwa ia mencinta Yo Han dan hanya mau berjodoh dengan Yo Han. Kau tentu mengerti betapa hancurnya perasaan hatiku, namun aku dapat menerima kenyataan pahit itu. Sama sekali tidak aku duga bahwa engkau mengalami hal yang sama benar dengan aku, dan kita berdua sama-sama mendengar keputusan yang menghancurkan itu dari mulut Li-moi. Hanya bedanya di antara kita, engkau mencinta yang laki-laki, aku mencinta yang perempuan. Ha-ha-ha, bukankah lucu sekali?!

Ciang Hun tertawa-tawa lagi dan sekali ini, Bi Kim juga tertawa. Mereka berdua tertawa-tawa, akan tetapi tawa mereka sumbang dan makin lama, suara tawa mereka semakin sumbang dan akhirnya Bi Kim menangis, dan Ciang Hun juga mengeluh dan menahan tangisnya!

Dalam keadaan seperti itu, keduanya dapat saling merasakan betapa sedih dan perihnya hati yang hampa karena cinta sepihak. Perasaan yang mendatangkan iba diri karena diri serasa tiada harganya, tidak ada yang menyayang! Dan timbullah perasaan iba yang mendalam satu lama lain.

Kim-moi,kita harus dapat menerima kenyataan.... sudahlah, Kim-moi, jangan bersedih lagi....! karena merasa iba sekali, Ciang Hun mendekat dan menyentuh lengan gadis itu.

Bagaikan tanggul penahan air bah yang bobol, bendungan itu pecah dan setengah menjerit Bi Kim menangis dan merangkul Ciang Hun, menangis di dada pemuda itu sampai mengguguk. Semua perasaan pedih perih dan duka yang sejak tadi ditahan-tahannya dalam hati, kini terlepas semua melalui tangisnya yang meledak-ledak.

Ciang Hun mengelus rambut itu dan dia pun berdongak memandang langit penuh bintang-bintang, kedua matanya sendiri basah. Dia maklum bahwa gadis itu sedang ditekan perasaan yang amat berat, maka jalan terbaik adalah membiarkannya menangis melarutkan semua tekanan batin yang dapat menimbulkan penyakit luar dan dalam.

Setelah tangisnya itu agak mereda, seperti badai yang mereda, Ciang Hun berkata, Eh, Kim-moi, lihatlah betapa bodohnya kita. Apakah dengan gagalnya cinta kita, lalu dunia ini akan kiamat? Lihat di langit itu, jutaan bintang mentertawakan kita yang lemah. Kita bukan orang lemah, kita harus mampu menanggulangi semua tantangan hidup. Kegagalan hanya akan memperkuat batin kita, mematangkan kita. Sama sekali keliru kalau kita putus asa dan membiarkan diri tenggelam dalam kecewa dan duka.!

Bi Kim sadar dan ia pun seperti baru menyadari bahwa ia telah menangis di atas dada Ciang Hun. Ia melepaskan rangkulannya dan tersipu. Ia menghapus sisa air matanya, memandang kepada pemuda itu, mencoba untuk tersenyum.

Engkau benar, Toako. Maafkan atas kelemahanku, dan maafkan kelakuanku tadi yang tidak pantas.!

Tidak ada yang perlu dimaafkan, Siauw-moi, tidak ada yang tidak pantas. Aku mengerti perasaanmu dan aku dapat merasakan pula kepahitan yang melanda hatimu. Kita sama-sama mengalaminya, akan tetapi sama-sama pula dapat mengatasinya, bukan?!

Terima kasih, Gak-toako.!Ciang Hun lalu menasehati agar gadis itu kembali ke kamarnya karena akan kurang baik dugaan orang kalau ada yang melihat mereka berada di taman berdua saja pada waktu malam seperti itu. Bi Kim menyetujui dan ia pun kembali ke kamarnya, meninggalkan Ciang Hun yang termenung seorang diri di taman itu. Mulai saat itu, tumbuhlah perasaan aneh di dalam hati kedua orang itu. Mereka saling merasa kasihan, dan perasaan ini menumbuhkan suatu perasaan baru dari cinta, ingin saling menghibur, saling membahagiakan!

Pohon cinta memang dapat tumbuh dengan perantaraan belas kasihan, atau kekaguman, senasib, kesamaan pandangan, kesamaan selera dan banyak perasaan, lain lagi. Dan sekali orang jatuh cinta, maka segala yang ada pada diri orang yang dicintai nampak indah, segala yang dilakukan orang yang dicinta selalu menyenangkan hati. Tidak terlalu berlebihan kalau orang mengatakan bahwa cemberut seorang yang dicinta menjadi pemanis, sebaliknya senyum seorang yang dibenci makin menyebalkan!

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Sian Li sudah bangun dan mandi. Ketika ia keluar dari dalam kamarnya dengan mengenakan pakaian bersih, seperti biasa pakaiannya serba merah sehingga ia nampak segar dan jelita bagaikan setangkai bunga mawar merah di waktu pagi, masih segar membasah bermandikan embun pagi, ia melihat Gan Bi Kim dan Gak Ciang Hun juga sudah mandi dan mereka duduk di ruangan dalam di luar kamar mereka.

Setelah mereka duduk bertiga, Sian Li berkata. Pagi ini aku akan melanjutkan perjalananku, dan sebelum aku bertemu dengan Han-ko, aku tidak akan pulang.!

Memang, sebaiknya kalau kita bertiga pergi dari sini,! kata Ciang Hun. Tidak enak kalau mengganggu keluarga Lurah So terlalu lama.!

Adik Sian Li, aku akan mencoba untuk membantumu, ikut mencarikan anak yang hilang itu. Siapa tahu aku akan bertemu dengan gadis yang mempunyai tanda-tanda di pundak kiri dan kaki kanan itu. Siapa namanya?!

Namanya Sim Hui Eng,! jawab Sian Li.

Aku pun akan membantumu mencari Yo Han, kalau jumpa akan kuberitahu bahwa engkau mencarinya. Paling lambat pada hari Sin-cia (Tahun Baru Imlek), berhasil atau tidak, aku akan memberi kabar kepadamu, di rumah orang tuamu di Ta-tung.! kata Ciang Hun.

Sian Li tersenyum memandang kepada dua orang sahabatnya itu. Terima kasih, kalian baik sekali. Karena kita bertiga mencari orang, maka akan lebih besar harapannya akan berhasil kalau kita berpencar. Kita mencari dengan berpencar dan berjanji saling jumpa lagi pada hari Sin-cia. Bagaimana pendapat kalian?!

Setuju!! kata Ciang Hun. Pada hari Sin-cia, aku akan berkunjung ke rumahmu, Li-moi.!

Dan bagaimana dengan kau, Kim? Di mana kita akan bertemu hari Sin-cia nanti?!

Aku setuju dengan pendapat Gak-toako. Aku pun akan berkunjung ke rumahmu pada hari Sin-cia, Li-moi.!

Bagus! Aku akan menanti kunjungan kalian dengan hati gembira. Ayah dan ibu juga tentu akan bergembira sekali bila menerima kunjungan kalian. Nah, sekarang kita berangkat!!

Tiga orang muda perkasa itu lalu berpamit kepada Lurah So sekeluarga, kemudian meninggalkan rumah dan dusun itu. Setelah tiba di perempat jalan, mereka berpisah. Sian Li menuju ke utara, Ciang Hun ke selatan dan Bi Kim ke timur.

***

Gadis itu duduk di bawah pohon, agak jauh dari jalan raya dan tidak nampak dari jalan karena tempat itu agak tertutup oleh hutan kecil yang berada di luar tembok kota raja. Gadis yang usianya sekitar dua puluh tiga tahun itu anggun dan cantik jelita. Pakaiannya indah dan rambutnya digelung tinggi dan dihias tiara kecil. Melihat pakaiannya pantasnya ia seorang puteri bangsawan yang kaya raya. Namun sungguh aneh, ia berada seorang diri di tempat sunyi itu, bahkan lebih aneh lagi, ia duduk termenung dengan air mata mengalir menuruni kedua pipinya.

Kalau orang mengetahui sikap gadis itu, dia tentu dan semakin terheran-heran. Gadis itu adalah puteri ketua Pao-beng-pai yang ketika itu disebut Sang Puteri atau Nona Dewi. Oleh semua anggauta Pao-beng-pai dan bahkan di dunia kang-ouw, ia dikenal sebagai puteri ketua Pao-beng-pai Siangkoan Kok, dan nama gadis itu adalah Siangkoan Eng atau biasa dipanggil ayah ibunya Eng Eng saja.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar