Si Tangan Sakti Bab 16

Baca Cersil Mandarin Online: Si Tangan Sakti Bab 16

Bab 16

Engkau benar adik Sian Li. Teruskan ceritamu.!

Sian Li lalu menceritakan bahwa dalam perjalanannya, ia pun mendengar tentang kejahatan orang-orang Thian-li-pang, maka ia pun merasa penasaran dan inginmenyelidiki. Ia bertemu dengan para tokoh Bu-tong-pai di lereng Bukit Naga dan mendengar penurutan mereka yang membuat ia terkejut setengah mati, yaitu bahwa kabarnya, Yo Han tewas di tangan ketua Thian-li-pang yang baru.

Apa....?? Tidak mungkin itu!! Cia Sun berseru kaget setengah mati.

Aku sendiri juga tidak percaya, Pangeran. Lebih tidak percaya lagi ketika OuW Seng Bu, ketua baru itu, menceritakan bahwa Han-koko telah membunuh para pimpinan Thian-li-pang, dan bahwa Han-koko datang untuk membunuh dia. Dia melawan di dekat sumur tua dan dia terluka oleh pukulan Han-koko, akan tetapi para anak buah mengeroyok Han-koko yang katanya tergelincir masuk ke dalam sumur tua itu. Dan....dan.... mereka menimbuni sumur tua itu dengan batu.! Suara Sian Li terdengar lirih dan penuh kegelisahan.!Tapi, aku tetap tidak percaya! Memang ketua baru Thian-li-pang itu lihai, akan tetapi tidak mungkin dia mampu membuat Yo-toako terjatuh ke dalam sumur. Tidak mungkin Yo-toako tewas, aku tidak percaya!! kata Cia Sun keras sambil mengepal tinju, akan tetapi suaranya mengandung isak tertahan, tanda bahwa dia juga merasa gelisah sekali.

Pangeran, biarlah adik Sian Li melanjutkan ceritanya. Lalu apa yang terjadi kemudian, Li-moi?!

Aku menuntut kepada Ouw-pangcu agar anak buah Thian-li-pang menggali sumur itu dan menyingkirkan timbunan batu-batu. Akan tetapi dia melarang dengan alasan sumur itu keramat bagi Thian-li-pang dan tidak boleh diganggu. Kami bercekcok lalu berkelahi dan aku dikeroyok oleh mereka.!

Aku tetap tidak percaya! Nona, apakah engkau percaya akan keterangan itu? Bohong, ketua Thian-li-pang itu tentulah orang jahat yang berhasil menguasai Thian-li-pang dengan ilmunya. Mungkin dia yang telah membunuh para pimpinan Thian-li-pang dan menjatuhkan fitnah kepada Yo-toako. Kita harus menyelidiki hal ini!!

Aku pun tidak percaya, Pangeran. Akan tetapi, satu hal yang mencemaskan hatiku adalah kesaksian yang diberikan oleh Cu Kim Giok.!

Cu Kim Giok? Siapakah itu?! tanda Sim Hui Eng dan Cia Sun hampir berbareng.

Cu Kim Giok adalah puteri Paman Cu Kun Tek dan Bibi Pauw Li Sian dari Lembah Naga Siluman. Ia keturunan terakhir keluarga Lembah Naga Siluman dan masih terhitung kerabat yang ada hubungan pertalian kekeluargaan denganku. Aku merasa heran bukan main melihat ia berada di sana, bahkan nampak akrab sekali dengan Ouw-pangcu itu. Kim Giok yang memberi kesaksian bahwa Ouw-pangcu memang terluka parah oleh pukulan Han-koko. Kehadiran Kim Giok di sana bukan sembarangan saja, pasti tersembunyi rahasia di balik itu semua.!

Aih, jangan-jangan gadis itu dipengaruhi oleh Ouw Seng Bu itu.!

Aku pun menduga begitu, Pangeran. Akan tetapi, jelas bahwa Kim Giok tidak menjadi jahat karenanya. Buktinya, ia yang berkali-kali memperingatkan Ouw-pengcu agar jangan membunuhku atau melukaiku. Agaknya ia pun percaya bahwa Ouw-pangcu berada di pihak yang benar, bahwa ketua baru itu seorang pejuang, seorang pendekar dan pahlawan, dan agaknya ia pun membenarkan Ouw-pangcu dalam urusannya dengan Han-koko. Pasti ada apa-apanya di balik semua ini.!

Pangeran, adik Sian Li, kita semua sudah salingmenceritakan apa yang kita alami. Sekarang tidak ada gunanya untuk menduga-duga dan berheran-heran. Yang terpenting, kita harus menyelidiki sumur tua itu dan kita harus dapat melihat kenyataan apakah benar Yo-taihiap tewas seperti dikatakan Ouw-pangcu itu. Dengan demikian, kita tidak ragu lagi dan setelah itu baru kita putuskan, tindakan apa yang akan kita ambil.!

Tepat sekali apa yang dikatakan oleh dinda Hui Eng, Nona. Kami semua harus berusaha sekuat tenaga untuk mencari bukti tentang keadaan Yo-toako. Karena bukan tidak ada sebabnya kalau orang-orang Thian-li-pang menimbuni sumur yang mereka anggap keramat itu dengan batu. Walaupun kita tidak percaya akan berita tewasnya Yo-toako, namun kita harus mendapat kepastian.!

Sian Li mengangguk. Memang kalian benar, dan aku pun sudah mengambil keputusan, tidak akan pergi dari sini sebelum mendapat kenyataan yang jelas tentang diri Han-koko.!

Mereka bertiga lalu turun lagi untuk mencari pedusunan di mana mereka bisa membeli makanan. Setelah membawa bekal makanan kering dan minuman, mereka bertiga lalu berangkat lagi mendaki, Bukit Naga dan mencari jalan agar dapat memasuki daerah perkampungan Thian-li-pang dari belakang, langsung menuju ke sumur tua yang berada di bagian belakang terpisah sebuah bukit kecil dari perkampungan perkumpulan itu.

***

Adik Gan Bi Kim, kau tunggu dulu....!!!

Gan Bi Kim menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuh. Ia melihat pemurda itu berlari cepat menghampirinya. Wajah Bi Kim berseri gembira ketika mengenal bahwa pemuda itu adalah Gak Ciang Hun pemuda yang selalu terbayang di pelupuk matanya semenjak mereka bertemu lalu berpisah. Dalam keadaan berduka karena kasihnya yang gagal terhadap Yo Han, ia bertemu pemuda itu yang juga mengalami derita patah hati karena kasihnya terhadap Si Bangau Merah tidak terbalas. Mereka seolah-olah saling menemukan, saling menghibur dan saling mengisi kekosongan hati masing-masing. Akan tetapi, pertemuan singkat itu segera diakhiri perpisahan, membuat Gan Bi Kim merasa kehilangan. Mereka bertiga, ia, Gak Ciang Hun, dan Tan Sian Li, saling berpisah di jalan perempatan. Sian Li melakukanperjalanan ke utara, Ciang Hun ke selatan, dan Bi Kim ke timur. Mereka bertiga bertujuan sama, yaitu membantu pencarian terhadap puteri Sim Houw yang hilang sejak kecil, yaitu Sim Hui Eng.

Gak-toako....!! Bi Kim berseru dan kini ia pun lari menghampiri, menyambut pemuda itu dengan hati terbuka dan kedua tangan di julurkan ke depan. Semenjak berpisah, ia merasa kehilangan dan kesepian, kehilangan gairah dan semangat.

Kim-moi (adik Kim)....!!

Kedua orang itu, saling menjulurkan kedua tangan, saling tatap tanpa kata. Dua pasang mata itu bersinar-sinar, kemudian mata Ciang Hun berkaca-kaca sedangkan Bi Kim yang berusaha keras menahan keras guncangan hatinya, tidak urung meneteskan beberapa butir air mata saking merasa lega dan bahagia dapat bertemu kembali dengan orang yang amat dikenangnya.

Ketika terdapat beberapa orang pejalan kaki mendatangi, Ciang Hun menggandeng tangan Bi Kim ke tepi jalan dan mengajaknya duduk di atas batu besar. Mari kita bicara di sini, Kim-moi,! katanya.

Setelah duduk saling berhadapan di atas batu, Bi Kim berkata, Toako, aku tadi merasa seperti dalam mimpi ketika mendengar panggilanmu kemudian melihat bahwa benar-benar engkau yang datang. Kiranya bukan mimpi dan betapa bahagianya rasa hatiku melihatmu, Toako.!

Ciang Hun menggenggam tangan yang masih digandengnya. Dari tangan merekayang saling genggam itu saja sudah terasa getaran hati mereka yang berbahagia.

Kim-moi, aku girang sekali bahwa engkau merasa berbahagia melihat aku mengejarmu. Tadinya aku khawatir kalau-kalau engkau akan marah.!

Marah? Aih, Toako, ketika kita saling berpisah, aku merasa kehilangan pegangan, seolah hidupku hampa. Akan tetapi, apakah yang menyebabkan engkau kembali kepadaku? Apakah ada sesuatu yang penting?!

Ciang Hun tersenyum dan menggeleng kepala, nampak agak tersipu, akan tetapi dengan sejujurnya dia berkata, Kim-moi, setelah kita saling berpisah, entah mengapa, hatiku selalu terasa berat. Lalu kupikir betapa besar bahaya yang mengancammu dalam perjalanan seorang diri. Apalagi mengingat bahwa kita sama-sama hendak membantu dan mencari Sim Hui Eng, maka apa salahnya kalau kita mencari bersama? Dengan berdua, atau bertiga dengan Sian Li, kita akan lebih kuat menghadapi bahaya, bukan? Nah, aku lalu berbalik mengejarmu.!

Bi Kim tersenyum, Kalau begitu pikiran kita sama. Aku pun senang sekali engkau akan menemaniku, Toako. Marilah kita segera menyusul Sian Li ke utara.!

Aku pernah mendengar bahwa Yo Han menjadi pemimpin Thian-li-pang di Bukit Naga. Sian Li mungkin sekali mencari Yo Han yang dicintanya itu untuk membantunya karena Yo Han sedang mencari Hui Eng. Mari kita cari Sian Li ke sana, siapa tahu ia pergi ke Thian-li-pang di Bukit Naga.!

Setelah Ciang Hun berada di sampingnya, tentu saja Bi Kim mengikuti saja ke mana pemuda itu pergi. Mereka berdua melakukan perjalanan cepat ke utara dan kini mereka merasakan betapa perjalanan mereka amat menyenangkan, tidak lagi kesepian dan kehilangan.

Kita tinggalkan dulu kedua orang ini dan kita tengok keadaan Sian Li, Hui Eng, dan Cia Sun. Tiga orang ini sudah mengambil keputusan untuk menyelidiki sumur tua di belakang Thian-li-pang untuk mencari bukti kebenaran berita bahwa Yo Han berada di dalam sumur dan ditimbuni batu-batu. Setelah membuat persiapan secukupnya, tiga orang pendekar ini mendaki Bukit Naga dari arah belakang Thian-li-pang. Mereka adalah orang-orang muda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, maka biarpun perjalanan pendakian itu amat sulit bagi orang biasa, mereka dapat juga tiba di belakang bukit yang memisahkan sumur itu dari pusat Thian-li-pang. Tempat ini memang merupakan tempat yang seolah terasing. Juga dianggap keramat oleh para murid Thian-li-pang sehingga tanpa ijin ketua, tak seorang pun anggauta berani memasuki daerah yang menyeramkan itu.

Hari masih pagi sekali ketika mereka mulai mendaki bukit dan kini matahari sudah mulai menyengatkan cahayanya setelah mereka tiba di dekat sumur yang ditimbuni batu-batu. Tempat itu nampak sunyi, tidak nampak ada seorang pun anak buah Thian-li-pang. Hal ini melegakan hati tiga orang pendekar, membuat mereka lebih leluasa untuk melakukan pemeriksaan. Andaikata di situ terdapat anak buah Thian-li-pang, mereka tentu akan merobohkan dulu sebelum dapat melakukan pemeriksaan.

Sian Li mengerutkan alisnya ketika menjenguk ke dalam sumur tua itu. Sumur itu tertutup banyak batu-batu dan rasanya tidak mungkin batu-batu itu dapat digali dan disingkirkan hanya oleh mereka bertiga. Tentu akan memakan waktu berhari-hari!

Ahhh, benarkah Yo-toako ditimbuni batu-batu itu di dalam sumur ini?! Aku sama sekali tidak dapat percaya!!

Sim Hui Eng juga memandang ngeri ke dalam sumur itu, Aihhh, adik Sian Li, bagaimana kita akan dapat menyingkirkan batu-batu itu? Tidak tahu sampai berapa dalamnya sumur ini dan berapa banyaknya batu yang menimbuninya.!

Bagaimanapun juga, kita harus membongkar batu-batu itu dan mengangkatnya keluar dari sumur. Kalau tidak begitu, bagaimana kita akan dapat membuktikan bualan ketua baru Thian-li-pang itu?!

Sian Li berkata, Nanti dulu, Pangeran. Coba engkau dan enci Eng menyerang dan mengeroyokku di dekat sumur ini, aku ingin melihat kemungkinan Han-koko tergelincir ke dalam sumur. Mungkin atau tidak hal itu terjadi kalau kita sedang dikeroyok. Harap kalian mengeroyok dengan sungguh-sungguh, karena kalau benar Han-koko berkelahi melawan ketua Thian-li-pang itu, dan dikeroyok oleh para sekutunya, berarti Han-koko menghadapi banyak lawan tangguh. Nah, mulailah.!

Mengerti apa yang dimaksudkan Si Bangau Merah, Cia Sun dan Hui Eng mengangguk, kemudian keduanya sudah menyerang gadis itu dari kanan kiri. Sian Li mengelak dan menangkis, dan membiarkan dirinya terdesak sampai ke tepi sumur. Dengan cara tidak membalas, ia terdesak mundur sampai ke tepi sumur. Tiba-tiba, nampak bayangan merah berkelebat ke atas dan gadis itu sudah meloncati kedua orang lawannya, bagaikan seekor burung bangau melayang, melampaui kepala mereka.

Cukup!! katanya. Nah, kalian lihat sendiri, aku saja kiranya dalam keadaan gawat menghadapi pengeroyokan, dapat meloloskan, diri dengan mengandalkan gin-kang. Apalagi Han-koko yang memiliki tingkat gin-kang jauh lebih tinggi dariku. Jadi, mustahil kalau sampai mereka itu dapat membuat Han-koko tergelincir ke dalam sumur, bukan?!

Tepat, Nona. Aku pun sama sekali tidak percaya bahwa Yo-toako demikian bodoh untuk dapat dibuat tergelincir ke dalam sumur yang bibirnya cukup tinggi ini.! kata Pangeran Cia Sun sambil menyentuh bibir sumur yang tingginya ada 1 satu meter itu. Dia pasti berbohong!!

Adik Sian Li, lalu apa yang akan kita lakukan sekarang. Apakah tidak lebih baik kita serbu saja Thian-li-pang, menangkap ketuanya dan memaksanya untuk mengaku, atau memaksa dia mengerahkan anak buahnya untuk membongkar batu-batu dalam sumur ini?! kata Hui Eng.

Atau kalau kekuatan mereka terlampau besar bagi kita, biar aku mencari bantuan ke benteng pasukan yang terdekat.!

Nanti dulu, Pangeran. Aku memang mengkhawatirkan keselamatan Han-koko, akan tetapi kurasa andaikata benar dia tewas, tentu bukan karena perkelahian melawan orang-orang jahat itu. Dia mungkin saja tewas atau tertawan karena terjebak, dan mungkin saja tidak berada di dalam sumur ini, melainkan ditawan di suatu tempat rahasia di Thian-li-pang.!

Ahhh, itu mungkin sekali!! kata Cia Sun.

Bagaimana kalau kita bertiga mencari secara terpencar? Dengan terpencar, selain lebih mudah menyusup, juga pencarian dapat dilakukan lebih luas,! kata Hui Eng.

Wajah Sian Li nampak berseri. Demikianlah sebaiknya, enci Eng! Akan tetapi.... ah, aku merasa tidak enak sekali karena selain merepotkan kalian, juga menyeret kalian ke dalam bahaya besar mengingat betapa lihainya mereka.!

Ihhh, nona Tan, mengapa engkau mengatakan demikian? Kakak Yo Han adalah kakak angkatku, sudah sepatutnya kalau aku rela mengorbankan nyawa sekalipun untuk membelanya!! kata Cia` Sun.

Ucapan itu tepat sekali,! sambung Hui Eng. Adik Sian Li, bukankah keluarga orang tua kita sejak dahulu merupakan keluarga besar para pendekar? Aku telah terseret ke dalam dunia sesat, akan tetapi sekarang tibalah saatnya aku menebus semua kekuranganku itu dan memperlihatkan kepada dunia bahwa aku masih tetap keturunan keluarga pendekar!!

Sian Li memandang dengan haru. Kalau begitu, semoga Thian melindungi kita semua. Aku akan mengambil jalan dari sini ke kiri, dan engkau ke kanan, enci Eng. Pangeran sendiri melakukan penyelidikan di sini dan terus ke bagian belakang Thian-li-pang.!

Dan kapan kita bertemu lagi? Di mana?!

Di sini saja. Setelah kita melakukan penyelidikan, kita kembali ke sini dan siang atau sore ini kita harus sudah kembali ke sini mengumpulkan hasil penyelidikan kita.! kata Sian Li.

Setelah bersepakat, Sian Li berkelebat ke kiri dan Hui Eng meloncat ke kanan. Dalam sekejap mata saja kedua orang gadis perkasa itu telah lenyap, meninggalkan Cia Sun seorang diri. Pangeran ini termenung, hatinya diliputi penuh kekhawatiran. Pertama-tama tentu saja dia mengkhawatirkan. Hui Eng, gadis yang dicintanya, kemudian dia mengkhawatirkan Yo Han dan Sian Li. Pihak musuh terlampau kuat, dan jumlah mereka terlalu banyak. Dia memang tidak ingin mencampuri urusan pemerintah tidak mencampuri urusan perjuangan atau pemberontakan.

Akan tetapi sekali ini dia harus mencari bantuan pasukan pemerintah, bukan untuk membasmi pemberontak, melainkan untuk melindungi dua orang gadis itu dan mencari keterangan tentang Yo Han. Biarpun dia tahu bahwa Hui Eng memiliki ilmu kepandaian yang amat hebat, bahkan belum tentu di bawah tingkat kepandaian Si Bangau Merah, akan tetapi menghadapi Thian-li-pang yang memiliki anak buah ratusan orang banyaknya, belum lagi sekutu-sekutunya yang banyak dan lihai, apa yang dapat diperbuat oleh dua orang gadis itu dibantu olehnya sendiri?

Setelah berpikir keras, Cia Sun meninggalkan tempat itu, bukan untuk menyelidiki ke Thian-li-pang, melainkan kembali menuruni bukit itu untuk memasuki dusun di mana tadi mereka membeli bekal makanan. Dia tahu bahwa kurang lebih seratus li dari dusun itu terdapat benteng Siang-heng-koan di mana terdapat pasukan pemerintah. Dia sendiri tidak mungkin pergi ke sana karena dia harus membantu dua orang gadis itu.

Melihat seorang laki-laki sedang menggarap sawah di luar dusun itu, Cia Sun cepat memanggilnya dari tepi sawah. Laki-laki itu bertubuh kuat berkat pekerjaan berat di sawah dan setiap hari mandi cahaya matahari, usianya sekitar empat puluh tahun.

Toako, kesinilah sebentar aku mempunyai urusan penting untuk dibicarakan!! kata Cia Sun.

Melihat seorang pemuda di tepi sawah memanggilnya dan pemuda itu bukan seperti seorang pemuda dusun, petani itu segera menghampiri dan tubuh atas telanjang itu nampak kekar, celananya yang hitam penuh lumpur.

Ada urusan apakah Kongcu memanggil aku?! tanya heran.

Sobat, maukah engkau mendapatkan penghasilan yang lebih besar jumlahnya daripada penghasilan sawahmu, selama beberapa tahun?!

Ehhh? Apa maksudmu Kongcu? Aku tidak mengerti....!

Cia Sun mengeluarkan tiga potong besar emas dari sakunya dan memperlihatkannya kepada petani itu. Emas ini akan kuberikan kepadamu kalau engkau suka melakukan sesuatu untukku.!

Sepasang mata itu terbelalak. Biarpun selama hidupnya belum pernah dia melihat emas sebanyak itu, apalagi memilikinya, akan tetapi dia cukup dewasa untuk mengetahui bahwa tiga potong besar emas itu bukan saja amat mahal harganya dan merupakan jumlah yang lebih besar daripada hasilnya sepuluh tahun bekerja di sawah, bahkan dengan emas itu dia akan mampu membeli sawah yang luas dan rumah tinggal yang cukup baik!

Apa yang harus kulakukan untuk Kongcu? Biarpun aku orang miskin, aku tidak mau kalau disuruh mencuri atau membunuh orang, biar dibayar berapa banyaknya pun!!

Aih, siapa suruh engkau melakukan kejahatan? Tugasmu hanya mudah saja, yaitu mengantarkan surat ke benteng Siang-heng-koan.!

Benteng pasukan....? Ah, mana aku berani, Kongcu? Aku akan ditangkap!!

Suratku akan membuka pintu benteng dan engkau akan diterima dengan kehormatan sebagai utusanku. Katakan dulu, sanggupkah engkau?!

Karena hanya disuruh mengantar surat, dengan penuh semangat petani itu berkata, Aku.... eh, saya sanggup, Kongcu!!

Kalau begitu, mari kita ke rumahmu, akan kubuatkan surat itu.!

Petani itu bergegas mencuci kaki tangannya, lalu mengenakan baju dan capingnya, memanggul cangkulnya dan bersama Cia Sun dia pulang. Rumahnya diujung dusun, sebuah rumah yang amat sederhana dan miskin. Mereka disambut isteri petani itu bersama empat orang anak mereka yang merasa terheran-heran melihat petani itu pulang bersama seorang pemuda tampan bukan petani.

Petani itu menyuruh anak isterinya ke belakang dan dia duduk di tengah rumah bersama tamunya. Atas permintaan Cia Sun, petani itu keluar sebentar untuk membeli alat tulis dan menyewa seekor kuda yang kuat. Kemudian, Cia Sun menulis surat kepada komandan benteng Siang-heng-koan dan surat itu dibubuhi tanda tangan dan cap yang selalu dibawanya.

Nah, sekarang juga engkau cepat pergi menunggang kuda ke benteng itu dan emas ini boleh kaumiliki. Dengan emas ini, engkau akan dapat mengubah keadaan hidup keluargamu. Akan tetapi awas, kalau sampai surat ini tidak kau sampaikan, pasukan benteng itu akan kukerahkan pasukan untuk menangkapmu dan engkau dengan seluruh keluargamu akan dihukum berat. Katakan siapa namamu!! kata Cia Sun sambil menyerahkan surat itu.

Nama hamba Ki Siok....!kata petani itu, kini nampak takut dan hormat. Kalau boleh hamba mengetahui nama Kongcu....!

Katakan saja kepada komandan benteng itu bahwa engkau diutus oleh seorang yang bernama Sun dan serahkan suratku itu. Akan tetapi ingat, tidak boleh orang lain mengetahui tentang urusan kita ini dan siapapun juga tidak boleh melihat surat ini. Juga isteri dan anak-anakmu tidak boleh mengetahui.!

Baik, baik, hamba mengerti....! kata petani itu ketakutan karena sebodoh-bodohnya, dia pun dapat menduga bahwa pengirim surat ini tentulah bukan orang sembarangan, buktinya memiliki emas sebanyak itu, bersikap royal, dan berani mengirim surat kepada komandan benteng.

Setelah melihat sendiri Ki Siok meninggalkan dusun menuju ke benteng Siang-heng-koan cepat Cia Sun kembali mendaki Bukit Naga dan ke tempat yang tadi. Matahari telah naik tinggi, tengahari hampir lewat, namun dekat sumur tua itu nampak sepi, belum kelihatan kedua orang gadis itu kembali. Dia pun menunggu dengan hati berdebar tegang penuh kekhawatiran.

***

Kekuasaan Thian mencakup dan menyelimuti seluruh yang ada, seluruh yang nampak dan yang tidak nampak oleh mata manusia. Keadaan di seluruh alam semesta ini terjadi karena Kekuasaan Thian. Kekuasaan Thian berada di dalam yang paling dalam, di luar yang paling luar, mencakup yang paling kecil sampai paling besar, yang terendah sampai yang tertinggi. Kekuasaan Thian jugalah yang mencipta, memelihara, dan mengadakan sampai yang meniadakan.

Segala sesuatu terjadi karena Kehendak Thian. Segala macam suka, duka, indah buruk, hanya merupakan ulah pikiran yang bergelimang nafsu daya rendah.

Sebab akibat merupakan mata rantai kait mengait yang dibentuk oleh hati akal pikiran kita sendiri. Tidak ada yang lebih kuat daripada Kekuasaan Thian, yang juga bekerja di dalam tubuh kita, dari ujung rambut sampai ke kuku jari kaki. Kekuasaan Thian bekerja sepenuhnya kalau kita menyerah. Penyerahan total yang meniadakan ulah hati akal pikiran sehingga kekuasaan Thian mutlak bekerja. Kalau sudah begitu, tidak ada yang tidak mungkin. Hanya Thianlah Maha Sempurna, Maha Kuasa. Segala kehendakNya jadilah!

Ketika dia terjebak di dalam sumur tua, dan sumur itu ditimbuni batu-batu dari atas, Yo Han mengerahkan segala daya hati akal pikirannya yang memang tugasnya untuk mempertahankan manusia agar hidup dalam dunia ini. Dia berhasil menutup terowongan dalam sumur itu dengan batu besar sehingga batu-batu yang dilemparkan dari atas sumur itu tertahan oleh batu besar.

Yo Han duduk bersila di atasgulungan tali, memusatkan semua rasa diri, seolah-olah tenggelam dan membiarkan dirinya tenggelam ke dalam lautan penyerahan. Sampai malam lewat, dia tidak menyadari dan dia merasa seperti hidup di dalam lautan, atau di dalam udara tanpa datar. Tubuhnya ringan, tidak ada secuil pun pikiran mengganggu batin, bahkan tidak ada lagi rasa enak atau tidak enak. Seperti orang tidur atau orang mati, begitu kiranya keadaan. Yo Han. Hanya bedanya, dia sadar. Dia menyadari bahwa dia berada di dasar sumur tua dan tidak ada jalan keluar. Namun pada saat dia duduk bersila seperti itu, dia tidak merasa khawatir, tidak merasa apa-apa seolah-olah tidak peduli dan tiada bedanya baginya.

Malam lewat dan setelah ada sinar matahari menyorot masuk melalui celah-celah di antara batu-batu di atas, dia seperti terbangun. Dan teringatlah dia akan semua yang terjadi kemarin. Kemarin? Hanya samar-samar dia teringat bahwa malam telah lewat, berarti dia telah semalam berada di terowongan sumur itu. Lima orang pimpinan Thian-li-pang telah tewas dan mayat mereka dilempar ke dalam sumur yang kini ditimbuni batu-batu. Kini semuanya jelas baginya. Ouw Seng Bu membunuhi para pimpinan Thian-li-pang karena ingin menguasai perkumpulan itu. Gila!

Bukankah Ouw Seng Bu murid Lauw Kang Hui bahkan merupakan murid tersayang? Kalau hanya murid mendiang Lauw Kang Hui, bagaimana mungkin dia mampu membunuh lima orang tokoh pimpinan Thian-li-pang yang memiliki tingkat kepandaian lebih tinggi itu. Dan bagaimana pula para murid Thian-li-pang mau menerima dia sebagai ketua baru? Dan yang membuat dia lebih heran lagi, bagaimana gadis yang diperkenalkan kepadanya sebagai puteri Cu Kun Tek, pendekar sakti dari Lembah Naga Siluman, dapat berada di Thian-li-pang, bahkan bersahabat baik dengan Ouw Seng Bu?

Aku harus dapat keluar dari sini. Harus! Aku harus dapat membongkar semua rahasia Ouw Seng Bu, kalau tidak Thian-li-pang akan diselewengkan, dunia kang-ouw akan kacau balau dan kejahatan akan menjadi-jadi. Semoga Thian memberi bimbingan kepadaku.! katanya dalam hati.

Perutnya mulai terasa lapar, akan tetapi dia menampung rembesan air yang menetes-netes turun dari atas dengan kedua tangan dan setelah minum air beberapa teguk, laparnya hilang. Mulailah dia memeriksa semua dinding terowongan itu. Dinding itu terjal ke atas, licin dan keras, tidak mungkin dipanjat, apalagi di atasnya tidak nampak lubang yang cukup besar seperti mulut sumur, melainkan tertutup dan sinar yang masuk pun melalui celah-celah dari samping atas yang tidak nampak dari situ.

Tiba-tiba terdengar suara mencicit dan Yo Han melihat seekor tikus yang cukup besar, sebesar anak kucing, berlari keluar dari sebuah lubang dan menggigit sebuah benda hitam kehijauan. Dia merasa heran bagaimana binatang itu dapat membawa sesuatu dengan gigitan, dan mengeluarkan bunyi mencicit pula. Tikus itu lenyap menyelinap ke dalam lubang kecil dan tak lama kemudian terdengar suara mencicit-cicit anak tikus. Yo Han tersenyum. Betapa besar kekuasaan Thian, pikirnya. Bahkan di tempat seperti ini pun terdapat mahluk hidup. Belum yang tidak nampak olehnya, seperti cacing dan kutu-kutu lainnya, mungkin dalam tetesan-tetesan air itu pun terdapat mahluk hidupnya! Hatinya semakin tenang karena dia yakin bahwa kekuasaan Thian berada di mana-mana, sehingga kalau memang Thian menghendaki dia tidak mati, tentu ada jalan keluar dari situ!

Tikus itu! Dia membawa benda hitam kehijauan dan kembali ke sarang, memberi makan kepada anak-anaknya. Benda tadi tentulah makanan. Teringatlah dia akan jamur-jamur atau tanaman dalam air yang terdapat di terowongan gua di mana dia pernah mempelajari ilmu dari Kakek Ciu Lam Hok!

Kini Yo Han memandang ke arah lubang dari mana tikus tadi keluar. Bukan lubang sesempit kepalan tangan ke mana tikus tadi menghilang, melainkan lubang yang cukup besar, agaknya dia akan dapat memasuki lubang itu dengan merangkak rendah. Siapa tahu, itu merupakan jalan keluar, setidaknya jalan menuju ke tempat makanan! Andaikata bukan jalan keluar sekalipun, kalau dari sana dia bisa mendapatkan makanan sebagai penyambung hidup, itu sudah lumayan namanya.

Akan tetapi, baru dua meter lebih dia merangkak melalui lubang sempit itu, lubang mengecil dan tubuhnya tidak dapat maju lagi. Terpaksa Yo Han mempergunakan tenaganya untuk membongkar batu-batu di depannya, memperbesar terowongan itu sehingga dia dapat maju lagi. Tentu saja pekerjaan ini memakan waktu dan setelah sehari penuh bekerja, dia baru dapat maju sejauh empat meter dan terpaksa menghentikan pekerjaannya karena lelah dan gelap. Dia merangkak mundur dan minum air dengan menadah air rembesan dari atas dengan kedua tangannya sampai kenyang.

Malam itu, Yo Han mengatur tali sehingga merupakan tempat tidur darurat, lumayan untuk membiarkan tubuhnya beristirahat dengan rebah terlentang.

Pada keesokan harinya, begitu ada sinar memasuki terowongan itu, Yo Han sudah bekerja lagi dengan rajin. Dia tidak tergesa-gesa, tidak terlalu memeras tenaganya agar tidak sampai kehabisan tenaga dan kelelahan karena perutnya yang kosong mengurangi banyak tenaganya. Setelah tiga hari lamanya membongkar batu-batu dan hanya minum air, setelah tenaganya hampir habis, lubang itu membesar lagi sehingga dia dapat melanjutkan merangkak ke depan dan ditemukannya jamur atau tumbuhan di antara dinding batu yang basah seperti yang dibawa oleh induk tikus untuk memberi makan kepada anak-anaknya. Yo Han pernah makan jamur ini atas petunjuk mendiang kakek Ciu Lam Hok, maka tanpa ragu lagi dia pun makan beberapa potong jamur. Dan terhindarlah dia dari bahaya kelaparan! Kini dia dapat melanjutkan usahanya mencari jalan keluar dengan menjelajahi lubang-lubang yang banyak terdapat di bawah permukaan bukit itu, merupakan lubang dan terowongan bawah tanah dari batu karang yang kuat.

Sambil mengerahkan seluruh anggauta badannya, seluruh panca inderanya, didasari penyerahan kepada Thian, yakin bahwa kekuatan Thian akan membimbingnya, Yo Han terus bekerja dengan tekun, tak pernah putus asa walaupun beberapa kali lubang yang diikutinya tiba di dinding buntu dan terpaksa dia harus mencari lubang lain.

***

Kalau Yo Han dengan penuh semangat mencari jalan keluar, maka di atasnya, di permukaan bukit itu, terjadi hal-hal yang hebat, yang tentu akan menggelisahkan hati Yo Han kalau dia mengetahuinya. Bayangan tubuh Sim Hui Eng yang ramping padat itu berkelebat cepat, menyelinap di antara pohon-pohon. Ia sedang melakukan penyelidikan terhadap Thian-li-pang, untuk mengetahui lebih banyak tentang perkumpulan itu dan kalau mungkin menyelidiki apakah benar Yo Han telah tewas, ataukah ditahan dalani rumah perkumpulan itu.

Gadis yang anggun dan cantik ini, tidak lagi bersikap dingin angkuh seperti dahulu ketika ia masih menjadi puteri ketua Pao-beng-pai, menggunakan ginkangnya dan gerakannya sedemikian cepat sehingga tidak akan kelihatan oleh orang-orang Thian-li-pang. Akan tetapi, hal ini hanya dugaanya saja karena ia mengira bahwa musuh tidak tahu akan kedatangannya. Padahal, sejak ia bersama Sian Li dan Cia Sun berada di dekat, sumur tua, para murid Thian-li-pang telah melakukan penjagaan dan Ouw Seng Bu sendiri telah mengamati gerak-gerik ketiga orang itu.

Tentu saja kini gerakan Hui Eng juga sudah selalu diamati. Setelah gadis itu kini berpisah jauh dari Sian Li dan Cia Sun, dan ia melihat bagian kanan perkampungan itu nampak tidak terjaga ketat, dengan berani ia melompati pagar dan memasuki bagian belakang sebuah bangunan besar yang hendak diselidikinya. Mungkin ia dapat mendengar percakapan murid Thian-li-pang atau syukur kalau menemukan sesuatu yang akan dapat menunjukkan tentang Yo Han.

Akan tetapi baru saja ia tiba di ruangan terbuka yang tadinya sepi itu, terdengar gerakan orang dan ketika ia cepat memutar tubuhnya, ia melihat dirinya sudah terkepung oleh puluhan orang, anak buah Thian-li-pang yang kesemuanya menyeringai dengan gaya mengejek!

Hemmm....!! Hui Eng tidak menjadi gentar dan ia sudah mempesaiapkan pedang dan kebutannya. Dua orang pria yang agaknya menjadi pimpinan tiga puluh orang lebih anak buah Thian-li-pang itu melangkah maju dan berkata dengan suara yang mengandung ejekan.

Nona, sebaiknya engkau menyerah dan kami hadapkan kepada pangcu daripada tubuhmu yang mulus itu halus lecet-lecet dan mungkin terluka.!

Sinar mata Hui Eng mencorong marah. Aku? Menyerah kepada kalian? Makanlah ini!! Pedangnya menyambar ganas. Dua orang anggauta Thian-li-pang yang memimpin rombongan itu merupakan murid yang sudah agak tinggi tingkatnya. Mereka terkejut melihat berkelebatnya sinar pedang yang menyambar, akan tetapi mereka masih dapat melempar tubuh ke belakang sehingga terhindar dari maut. Para anggauta Thian-li-pang sudah mengepung ketat dan menggerakkan senjata mereka mengeroyok gadis itu.

Tar-tar-tarrr....!!! Sinar merah menyambar-nyambar dan bulu-bulu kebutan yang halus itu merobohkan empat orang pengeroyok. Hui Eng mengamuk. Pedang dan kebutannya menyambar-nyambar menjadi dua gulungan sinar putih dan merah, dan dalam waktu belasan jurus saja sudah ada belasan orang anggauta Thian-li-pang roboh!

Semua mundur!! terdengar bentakan dan muncullah Siangkoan Kok! Datuk ini dengan muka merah karena marah menghadapi bekas puterinya, juga muridnya yang tadinya amat disayangnya. Eng Eng, cepat menyerah!!

Akan tetapi Hui Eng memandang kepada orang yang dahulu dianggap guru dan ayahnya itu dengan mata mencorong. Kenapa aku harus menyerah kepadamu? Aku tidak sudi!!

Siangkoan Kok melotot. Eng Eng, lupakah engkau bahwa aku adalah gurumu, juga pernah menjadi ayahmu yang menyayangmu?!

Aku tidak lupa, semuanya aku tidak lupa, juga betapa engkau dengan kejam hampir membunuhku, dan engkau membunuh pula sumoi Tio Sui Lan, membunuh pula isterimu yang pernah menjadi ibuku. Aku tidak lupa dan sekaranglah saatnya aku membalaskan semua itu!! Setelah berkata demikian, dengan nekat Hui Eng sudah menerjang maju menyerang datuk yang pernah menjadi guru dan ayahnya itu.

Keparat, kalau begitu engkau tidak layak dikasihani!! bentaknya dan Siangkoan Kok menangkis, lalu balas menyerang. Guru dan murid itu segera saling serang dengan dahsyat dan terjadilah pertandingan yang amat seru karena keduanya menyerang untuk membunuh.

Melawan bekas gurunya sendiri itu saja Hui Eng sudah kewalahan, karena betapapun juga, semua ilmunya ia dapatkan dari Siargkoan Kok, sehingga semua gerakannya telah diketahui datuk itu. Biarpun ia mengenal pula gerakan lawan, akan tetapi ia kalah pengalaman dan ilmunya kalah matang. Apalagi kini muncul dua orang tosu dari Pek-lian-kauw dan Pat-kwa-pai yang tanpa banyak cakap sudah maju membantu Siangkoan Kok. Hui Eng terdesak hebat dan ia hanya mampu memutar pedang dan kebutannya untuk menangkis saja, tidak mendapat kesempatan lagi untuk membalas serangan tiga orang lawannya.

Melihat kedua orang tosu yang membantunya itu menyerang dengan sungguh-sungguh, timbul kekhawatiran di hati Siangkoan Kok bahwa gadis itu akan roboh dan tewas, atau akan terluka berat. Hal ini tidak dikehendaki oleh Ouw-pangcu, juga dia sendiri tidak ingin melihat bekas murid dan puterinya itu tewas. Dia masih sayang kepada Eng Eng, bahkan kini, setelah gadis itu bukan lagi puterinya, timbul keinginan di hatinya untuk menarik gadis itu sebagai pengganti isterinya. Dia masih sayang kepada Eng Eng dan rasa sayang sebagai guru dan ayah itu dapat dialihkan menjadi kasih sayang seorang pria terhadap seorang wanita yang menjadi isterinya.

Jangan lukai atau bunuh gadis ini. Kita tangkap hidup-hidup sesuai perintah pangcu!! kata Siangkoan Kok dan mendengar seruan ini, kedua orang tusu lalu mengubah gerakan mereka, tidak lagi menyerang dengan pedang mereka, melainkan menggunakan pedang untuk menangkis dan menyerang dengan totokan tangan kiri untuk merobohkan gadis itu tanpa membunuhnya.

Setelah melakukan perlawanan mati-matian, akhirnya Hui Eng terkena totokan dan roboh terkulai lemas! Siangkoan Kok cepat menelikungnya dan membawanya ke dalam, lalu memasukkannya ke dalam sebuah kamar tahanan yang terbuat dari besi. Jaga baik-baik dan jangan sampai ia lolos!! pesannya kepada beberapa orang Thian-li-pang yang melakukan penjagaan. Akan tetapi, siapa yang berani mengganggunya akan dihukum berat!!

Siangkoan Kok, Im Yang-ji dan Kui Thian-cu lalu meninggalkan tempat tahanan itu karena mereka sudah mendengar berita bahwa kini Ouw-pangcu sedang berusaha untuk menawan Si Bangau Merah.

Seperti juga Hui Eng, Sian Li melakukan penyelidikan melalui samping, perkampungan Thian-li-pang. Ia pun meloncati pagar dan sama sekali tidak mendapatkan perlawanan karena di balik pagar tembok itu tidak nampak seorang pun anggauta Thian-li-pang. Akan tetapi, tidak mudah untuk menjebak Si Bangau Merah. Ia cukup waspada dan melihat keadaan yang sepi itu, ia pun mgklum bahwa agaknya pihak musuh telah mengetahui akan kedatangannya dan sengaja mengosongkan tempat itu untuk memasang perangkap.

Dengan gin-kangnya yang sudah mencapai tingkat tinggi, Sian Li berkelebat dan menyelinap ke dalam sebuah taman kecil dan dari sini ia pun meloncat ke atas benteng dan bersembunyi di balik wuwungan. Gerakannya demikian cepatnya sehingga para anggauta Thian-li-pang yang mengawasinya kehilangan jejaknya. Bahkan Ouw Seng Bu yang diam-diam juga mengamatinya dari dalam, menjadi terkejut dan bingung karena Si Bangau Merah itu tidak nampak lagi.

Dari balik wuwungan, Sian Li mengintai ke bawah dan ia tersenyum mengejek ketika melihat beberapa orang anak buah Thian-li-pang mulai bermunculan dari tempat persembunyian mereka. Seperti telah diduganya, orang-orang Thian-li-pang telah mengetahui akan kedatangannya dan sengaja bersembunyi untuk membiarkan ia masuk ke dalam jebakan mereka. Akan tetapi karena ia lenyap bersembunyi di wuwungan, mereka mulai menjadi bingung dan ada yang keluar mencari-cari.

Sian Li mengambil jalan memutar dan melihat seorang anggauta Thian-li-pang mencari ke arah belakang dengan pedang di tangan dan orang itu melongok-longok, ia lalu bergerak mendekati dari atas. Setelah cukup dekat, Sian Li menggerakkan tangan kanannya dan sepotong genteng yang ia patahkan dari ujung wuwungan menyambar dan tepat mengenai tengkuk orang itu. Dia mengeluh, pedangnya terlepas dan roboh terkulai, pingsan.

Sian Li menanti beberapa lamanya. Setelah yakin tidak ada orang melihat penyerangnya itu, ia melayang turun dan menarik lengan orang yang tak mampu bergerak itu ke dalam sebuah ruangan kosong, dan ia menutupkan daun pintu ruangan itu.

Anggauta Thian-li-pang itu terkejut bukan main ketika totokannya punah dan dia siuman, dia melihat gadis berpakaian merah itu menodongkan pedang tajam yang menggigit kulit lehernya. Pedangnya sendiri!

Kalau engkau tidak mengaku terus terang, pedang ini akan menembus tenggorokanmu!! Sian Li mendesis dan mata orang itu terbelalak, mukanya berubah pucat, apalagi ketika dia merasa perihnya kulit leher di mana ujung pedangnya sendiri menempel.

Saya....saya mengaku terus terang....! katanya lirih.

Hayo katakan di mana Sin-ciang Taihiap Yo Han? Jangan bohong!!

Orang itu semakin ketakutan. Dia.... dia.... di tempat.... tahanan....!

Berdebar rasa hati Sian Li karena lega. Seperti telah diduganya. Ouw Seng Bu membohonginya. Di mana tempat itu? Hayo antar aku ke sana!!

Saya....saya tidak berani.... ahhh...!! Pedang itu menusuk, masuk ke kulit lehernya sampai setengah senti, mendatangkan rasa nyeri dan ketakutan hebat. Sedikit saja nona baju merah itu menusukkan pedang itu, tentu lehernya akan tembus dan matilah dia.

Baik.... baik....! katanya.

Sian Li menarik pedangnya. Hayo jalan dulu, awas, kalau engkau memberi tanda atau berteriak, akan kucincang tubuhmu.!

Dengan tubuh gemetar ketakutan, anak buah Thian-li-pang itu membawa Sian Li menyelinap melalui lorong kecil. Setiap kali melihat ada anak buah Thian-li-pang lainnya, orang itu ditarik oleh Sian Li untuk bersembunyi dan pedangnya menodong punggungnya. Akhirnya, setelah melalui jalan berliku-liku, orang itu membawa Sian Li memasuki ruangan bagian belakang. Bangunan di situ cukup besar dan mereka memasuki gang dan tiba di depan pintu sebuah kamar yang terbuat dari besi dan ada jerujinya yang kokoh kuat. Pintu kamar itu dipasangi rantai yang dikunci.

Dia.... dia di sana....! Orang itu menuding ke dalam kamar tahanan itu. Sian Li menggerakkan tangan kirinya dan orang itu terkulai lemas, tak mampu bergerak lagi karena tertotok. Sian Li menghampiri jeruji pintu kamar itu dan melihat ke dalam. Jantungnya berdebar.

Han-koko....!! Ia berseru, akan tetapi lirih karena tidak ingin membuat gaduh. Ia melihat Yo Han duduk bersila, membelakangi pintu. Ia memang tidak melihat wajah orang itu, akan tetapi perawakannya membuat ia mengenal pemuda itu, apalagi anak buah Thian-li-pang tadi mengatakan bahwa Yo Han ditawan di kamar itu.

Han-koko....!! Ia memanggil lagi, akan tetapi orang yang bersila membelakanginya itu tidak menjawab, tidak bergerak. Agaknya Yo Han terluka parah dan sedang menghimpun hawa murni, maka tidak dapat menjawabnya, pikir Sian Li. Ia melihat betapa Yo Han menarik napas panjang dan menahan napas itu sampai lama.

Ah, Yo Han tentu terjebak musuh dan menderita luka, maka dapat tertawan, pikir Sian Li. Sekaranglah saatnya membebaskannya, karena kalau sampai Ouw Seng Bu dan sekutunya muncul, tidak akan mudah baginya untuk membebaskan kekasih hatinya itu.

Han-koko, jangan khawatir, aku akan menolongmu!! katanya. Ia memperhitungkan bahwa kalau kamar tahanan itu dipasangi jebakan, tentu Yo Han akan memperingatkannya.

Sian Li mengeluarkan sulingnya. Suling itu hanya disaput emas, akan tetapi sebetulnya di sebelah dalamnya terbuat dari baja pilihan yang amat kuat. Ia mengerahkan tenaganya, tenaga gabungan Im-yang-sin-kang dari keluarga Pulau Es seperti yang ia pelajari dari Suma Ceng Liong, memutar sulingnya dengan ilmu Kim-siauw Kiam-sut (Ilmu Pedang Suling Emas) dan sinar emas menyambar ke arah lantai yang membelenggu daun pintu kamar tahanan itu.

Tranggg.... trakkk!! Rantai itu patah dan Sian Li mendorong daun pintu kamar tahanan itu sehingga terbuka. Dengan cepat, namun hati-hati dan tidak kehilangan kewaspadaan, ia pun memasuki kamar tahanan itu. Pada saat itu terdengar suara gaduh di luar dan ketika ia menengok, nampak banyak anak buah Thian-li-pang memasuki rumah tahanan itu. Hemmm, ia telah ketahuan musuh, pikirnya. Ia harus cepat membebaskan Yo Han.

Han-koko, mari kita pergi....! Ia menahan kata-katanya dan terbelalak ketika orang yang tadinya bersila membelakanginya itu meloncat ke depan, membalikkan tubuhnya dan ia berhadapan dengan Ouw Seng Bu! Kiranya, ketua Thian-li-pang itu yang tadi duduk bersila membelakanginya. Memang perawakan ketua baru ini mirip dengan perawakan Yo Han, dan agaknya sang ketua ini sengaja menyamar sehingga rambut yang dikucir bergantung dan melingkar leher itu pun sama, juga pakaiannya.

Ha-ha-ha, Bangau Merah! Sudah kukatakan bahwa Yo Han telah berkhianat, dan dia telah mati di dalam sumur tua, dan engkau masih juga tidak percaya? Sekarang, lebih baik engkau menyerah dan membantu kami berjuang melawan penjajah, sesuai dengan nama besar keluargamu sebagai pendekar-pendekar yang gagah perkasa.!

Keparat Ouw Seng Bu! Engkau tentu telah menjebak Han-koko! Sekarang aku harus membalas dendam kepadamu!! Setelah berkata demikian, Sian Li memutar suling dan menerjang maju. Akan tetapi, Ouw Seng Bu menghindar dengan loncatan ke kiri.

Ha-ha-ha, engkau sudah terkepung dan masih bicara besar? Lihat di luar kamar ini anak buahku telah menghadang dan mengepung. Engkau tidak akan dapat lolos, Tan San Li. Melawan pun tidak ada gunanya karena kalau Yo Han saja tidak mampu menandingi aku, apa lagi engkau.!

Jahanam busuk sombong!! Sian Li berteriak dan ia pun menyerang lagi dengan dahsyat. Diam-diam Ouw Seng Bu terkejut karena serangan Si Bangau Merah itu memang dahsyat dan kuat bukan main. Sulingnya berubah menjadi sinar emas yang mengeluarkan suara melengking-lengking aneh. Dia melompat ke tepi kamar, tangannya menekan tombol di dinding dan di dinding di belakangnya terbuka. Dia melompat masuk.

Pengecut, hendak lari ke mana kau?! bentak Sian Li yang mengejar cepat. Ia pun ,meloncat masuk ke dalam kamar lain di mana Ouw Seng Bu sudah menunggu sambil tersenyum mengejek. Pemuda itu menggerak-gerakkan kedua lengan tangannya secara aneh dan terdengar bunyi tulang-tulangnya berkerotokan! Dia telah menghimpun tenaga dari ilmunya yang sesat, yaitu Bu-kek Hoat-keng yang salah latih. Dan kini wajahnya berubah, masih tampan, akan tetapi senyumnya yang tadinya ramah dan manis itu berubah menjadi wajah menyeringai yang amat menyeramkan, sadis dan dingin, matanya liar dan suara tawanya seperti setan tertawa. Ketika Sian Li melihat keadaan Ouw Seng Bu seperti itu, ia pun tahu bahwa pemuda ini adalah seorang yang tidak waras, atau miring otaknya! Ia tidak tahu bahwa keadaah itu merupakan akibat dari ilmu Bu-kek Hoat-keng yang salah latihan.

Iblis gila!! bentaknya dan ia mengerang lagi dengan Sulingnya. Kamar yang ini berbeda dengan kamar tahanan di depan tadi. Dinding yang tadi terbuka menembus ke kamar tahanan kini sudah menutup kembali dengan sendirinya dan kamar ini lebih luas. Hantaman sulingnya ke arah kepala pemuda itu meloncat ke samping dan ketika suling itu mengejar dengan sambaran ke samping, dia menangkis dengan tangan kirinya.

Takkk....!! Dua tenaga dahsyat bertemu dan akibatnya tubuh Sian Li terdorong ke belakang sampai tiga langkah. Gadis itu terkejut bukan main. Sulingnya yang ditangkis tadi tergetar hebat dan ada tenaga aneh yang amat dingin menyusup melalui suling dan tangannya dan tenaga itu amat kuat sehingga dia terdorong dan terhuyung. Baiknya ia masih mengerahkan. tenaga sin-kang untuk menolak pengaruh hawa dingin aneh itu.

Ha-ha-heh-heh-heh!! Ouw Seng Bu terkekeh menyeramkan dan membusungkan dadanya. Si Bangau Merah, engkau tidak akan menang melawan aku. Ilmuku yang amat hebat ini tidak dapat ditandingi siapapun juga dan sebentar lagi aku akan menjadi jagoan nomor satu di dunia, mengusai dunia kang-ouw, bahkan setelah menjatuhkan pemerintah penjajah Mancu, akulah yang layak dan pantas menjadi kaisar. Ha-ha-ha!!

Gila, dia gila akan tetapi memiliki ilmu yang ajaib,! pikir Sian Li. Ia harus dapat merobohkan orang ini, kalau tidak, ia tentu akan celaka. Baru orang ini saja sudah demikian hebat, kalau para sekutunya datang mengeroyok, ia tahu bahwa ia tidak akan mampu menandingi mereka.

Sian Li mengeluarkan pekik melengking dan kini ia memutar suling emasnya, memainkan ilmu pedangnya yang paling ampuh, yaitu Ang-ho Sin-kun (Silat Bangau Merah) yang ia pelajari dari ayahnya, Pendekar Sakti Bangau Putih.

Sulingnya berubah menjadi sinar emas bergulung-gulung menyilaukan mata, dan tubuhnya juga lenyap berubah menjadi bayangan merah yang berkelebatan terbungkus sinar emas. Dari gulungan sinar emas itu mencuat sinar yang menyerang ke arah Ouw Seng Bu.

Akan tetapi sambil terkekeh-kekeh aneh, Ouw Seng Bu berdiri tegak dan kedua tangannya membuat gerakan-gerakan aneh, kadang diputar seperti baling-baling, dan dari kedua tangan itu menyambar hawa dahsyat yang membuat semua serangan Sian Li tertolak kembali, mental sebelum mengenai tubuh lawan! Ketika Ouw Seng Bu melangkah maju mendekat, hawa pukulan kedua tangannya semakin kuat sehingga kini gulungan sinar emas itu makin menyempit, tanda bahwa Si Bangau Merah terdesak oleh tenaga aneh itu.

Pada saat itu terdengar suara wanita, Bu-ko, jangan bunuh atau lukai ia!!

Mendengar teriakan itu, Ouw Seng Bu terkekeh. Heh-heh-heh, tidak, tidak, sayang, jangan khawatir!! Setelah berkata demikian, tiba-tiba dia meloncat ke belakang dan berlari keluar dari ruangan itu melalui sebuah lorong yang lebarnya sekitar dua meter dan panjang.

Jangan lari!! bentak Sian Li yang mengejar. Terdengar suara keras dan jorong itu sudah tertutup dari depan dan belakang oleh pintu rahasia. Sian Li terkejut, merasa terjebak dalam lorong yang tertutup, akan tetapi karena Ouw Seng Bu masih berada di situ bersamanya, ia tidak takut dan memutar suling lebih cepat untuk menjaga agar orang itu tidak melarikan diri melalui sebuah pintu rahasia.

Heh-heh-heh, engkau takkan dapat lolos, Bangau Merah!! kata Ouw Seng Bu. Tiba-tiba dari lantai lorong itu keluar asap kemerahan memenuhi lorong. Sian Li mencium bau harum menyengat dan tahulah ia bahwa asap itu mengandung racun pembius! Akan tetapi, tidak ada jalan keluar dan jalan satu-satunya hanya menyerang mati-matian pada lawan yang masih tertawa-tawa walaupun asap merah makin menebal. Gadis perkasa yang cerdik ini menyesal akan kebodohannya sendiri. Tentu saja, pikirnya. Ouw Seng Bu telah memakai obat penawar! Asap sudah terpaksa disedotnya ketika ia bernapas.

Keparat keji, pengecut, curang....!! Ia menyerang lagi akan tetapi kepalanya terasa pening, pandang matanya berkunang dan ia pun roboh terkulai pingsan.

Ketika siuman kembali, Sian Li mendapatkan dirinya rebah di atas sebuahdipan. Ia melihat betapa kaki tangannya diikat rantai baja panjang. Cepat ia turun dari pembaringan itu dan mengerahkan tenaga sin-kang untuk mematahkan rantai kaki tangannya.

Jangan, Sian Li. Jangan patahkan, rantai. kaki tanganmu.! terdengar suaraorang. Ia menengok dan melihat Hui Eng juga berada di kamar itu. Juga gadis ini dirantai kaki tangannya, dengan rantai panjang yang membuat ia mampu bergerak ke sana sini, mampu mempergunakan tangan kakinya akan tetapi rantai itu tidak sampai pintu kamar tahanan yang beruji.

Ah, kiranya engkau pun sudah tertawan. Bagaimana dengan pang....  Sian Li teringat. Mereka berada di tangan pemberontak Thian-li-pang, sungguh berbahaya kalau mereka mengetahui bahwa Cia Sun adalah pangeran Mancu. Di mana Sun-toako?!

Entah, kami berpencar, bukan? Aku dikepung dan dikeroyok, tertangkap.!

Tapi kenapa engkau melarang aku mematahkan rantai ini! Kurasa engkau pun akan mampu mematahkan rantai kaki tanganmu.!

Agaknya aku akan mampu mematahkan rantai ini, akan tetapi apa gunanya? Mereka jelas tidak ingin membunuh kita, dan rantai ini bagaimanapun juga masih memberi kebebasan bergerak kepada kita. Dengan mematahkannya, belum berarti kita bebas. Kamar ini kokoh kuat dan terjaga kuat, juga mereka dapat mempergunakan perangkap untuk menangkap kita kembali. Kalau sampai mereka menggantikan rantai ini dengan belenggu yang membuat kita tidak mampu bergerak leluasa, bukankah hal itu lebih menyiksa? Kita harus tenang dan sabar, tidak menuruti kemarahan.!

Sian Li mengangguk membenarkan. Mereka itu lihai, dan orang she Ouw itu agaknya miring otaknya. Dia itu gila, akan tetapi mempunyai ilmu seperti iblis sendiri. Belum pernah selama hidupku bertemu dengan lawan setangguh dengan ilmu seaneh itu.!

Aku.... aku mengkhawatirkan pangeran....! kata Hui Eng lirih.

Agaknya dia tidak seperti kita, tidak tertangkap. Mudah-mudah saja begitu karena kalau dia masih bebas, berarti kita masih mempunyai harapan akan dapat tertolong. Aku sekarang mengerti bahwa anggauta Thian-li-pang yang kutangkap tadi sengaja dipasang sebagai umpan perangkap. Mereka itu lihai dan licik sekali. Aku sekarang sungguh mencemaskan keadaan Han-koko.!

Mereka terdiam karena mendengar langkah kaki yang ringan menghampiri dari luar kamar tahanan. Muncullah Cu Kim Giok, gadis manis dengan mata indah, akan tetapi kini wajahnya agak muram dan matanya mengadung penyesalan.

Hemmm, engkau sungguh tidak tahu malu masih berati muncul di depan kami!! Sian Li langsung menyambut dengan ucapan keras. Ingin aku melihat wajah Paman Cu Kun Tek dan Bibi Pouw Li Sian yang gagah perkasa kalau melihat puterinya seperti ini, membantu orang-orang jahat!!

Cu Kim Giok memandang sedih. Aihhh, tak kusangka akan begini jadinya. Sungguh, aku bersumpah, Sian Li, aku bukan orang yang membela orang jahat. Semua ini hanya salah sangka dari pihakmu saja. Aku berani tanggung bahwa Ouw Seng Bu adalah seorang yang gagah perkasa, seorang pendekar berjiwa pahlawan. Dia mau mengorbankan apa saja dengan perjuangan membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajah. Salahkah aku kalau aku membantu perjuangan yang suci? Engkau terlalu berprasangka dan menganggap buruk. Tentang kematian Pendekar Tangan Sakti Yo Han, sungguh bukan kesalahan Ouw-toako. Aku sendiri menjadi saksi. Yo Han yang berusaha membunuhnya seperti yang telah dilakukan kepada para pimpinan Thian-li-pang, dan Ouw-koko hanya membela diri. Kalau Yo Han tidak tergelincir ke dalam sumur, dan tidak ditimbuni batu, tentu Ouw-koko yang tewas di tangannya. Percayalah Ouw-koko adalah seorang yang baik, seorang pendekar yang....!

Gila! Ya, dia seorang yang miring otaknya, Kim Giok. Tidak tahukah engkau akan hal itu atau pura-pura tidak tahu? Cu Kim Giok, katakan kepada iblis gila Ouw Seng Bu itu bahwa kalau benar Han-koko tewas di tangannya, aku Tan Sian Li akan menggerakkan seluruh keluarga Pulau Es dan Gurun Pasir untuk membalas dendam! Aku tidak akan berhenti berusaha sampai aku dapat memenggal lehernya dan membawa kepalanya dan hatinya untuk sembahyang kepada Han-koko!! Berkata demikian, karena membayangkan kematian Yo Han, kedua mata Sian Li menjadi basah dan suaranya gemetar, walaupun mengandung ancaman yang membuat Kim Giok merasa ngeri.

Sian Li, engkau rela mengorankan apa pun untuk membela Yo Han, karena engkau menganggap dia benar dan mencintanya. Apakah aku tidak boleh membela orang yang kuanggap benar dan yang kucinta?! Dengan muka penuh kesedihan Kim Giok meninggalkan tempat itu dengan cepat dan kedua orang gadis perkasa itu masih sempat mendengar isak tangis yang dibawa lari gadis dari Lembah Naga Siluman itu.

Sungguh aneh! Ia mencinta Ouw Seng Bu....!! kata Sian Li lirih.

Ih, kenapa hal itu kau anggap aneh, Sian Li?! tanya Hui Eng, tersenyum.

Akan tetapi Ouw Seng Bu itu orang gila! Iblis gila!!

Hui Eng tertawa geli dan Sian Li memandang heran. Memang nampak aneh dan lucu melihat gadis itu tertawa-tawa geli, padahal mereka berada dalam tawanan musuh dengan kaki tangan dipasangi rantai! Sungguh merupakan keadaan yang patut mendatangkan tangis, bukan tawa geli! Ini saja sudah membuktikan betapa tabah hati Sim Hui Eng, menghadapi keadaan yang gawat. Dan hal ini membesarkan pula hati Sian Li. Mempunyai seorang kawan sependeritaan setabah ini memang membesarkan hati.

Hemmm, apa yang perlu ditertawakan? Apanya yang lucu?! tanya Sian Li.

Engkau yang lucu,! kata Hui Eng. Kenapa engkau seperti orang kebakaran jenggot melihat gadis itu mencinta Ouw Seng Bu?!

Hushhh! Mana aku berjenggot?! cela Sian Li akan tetapi kini ia pun tertawa geli.

Sian Li, cinta membuat orang yang kita cinta nampak selalu benar selalu baik, selalu menarik, sebaliknya benci membuat orang yang kita benci nampak selalu salah, selalu buruk, selalu menyebalkan. Buktinya, engkau ditunangkan dengan pangeran Cia Sun, engkau malah memilih Yo Han. Dan pangeran memilih aku, padahal ketika itu aku masih puteri ketua Pao-beng-pai yang memberontak terhadap kerajaan keluarganya. Dan aku pun memilih dia, padahal aku selalu tidak suka kepada penjajah Mancu, dan aku yakin, Yo Han juga tidak akan suka memilih lain gadis kecuali engkau. Nah, apa anehnya kalau sekarang gadis itu mencinta Ouw Seng dan menganggap dia selalu baik dan benar?!

Aku mengerti sekarang, enci Eng, dan aku merasa kasihan kepada Kim Giok. Aku hampir yakin bahwa ia telah terbujuk, bahwa Ouw Seng Bu itu seorang yang tidak waras, orang gila yang teramat cerdik dan licik, juga memiliki ilmu silat yang aneh dan berbahaya sekali.!

Kita lihat perkembangannya, adik Sian Li. Kita harus bersabar dan melihat apa yang akan mereka lakukan terhadap kita. Aku yakin mereka akan menghubungi kita, mungkin melalui Cu Kim Giok tadi. Tidak perlu kita bergerak dengan sia-sia, sebaiknya menanti datangnya kesempatan baru kita mematahkan rantai ini dan mencoba untuk lolos.!

Sian Li mengangguk, diam-diam merasa lega dan girang karena mempunyai teman seperti ini boleh diandalkan.

***

Gak Ciang Hun dan Gan Bi Kim tiba di kaki Bukit Naga. Terdapat sebuah kuil tua kosong di kaki bukit sebelah itu dan karena hari menjelang senja, mereka mengambil keputusan untuk melewatkan malam di kuil tua itu. Tadi mereka telah membeli bekal makanan dari dusun terakhir.

Di luar kuil tua yang tidak digunakan lagi itu, mereka berhenti dan terkejut melihat ada seorang tosu duduk bersila di bagian depan kuil. Ciang Hun yang sudah berpengalaman, tidak berani lancang dan dia menghampiri tosu itu. Bi Kim mengikutinya dari belakang, siap menghadapi, segala kemungkinan karena tahu bahwa mereka telah berada di daerah Bukit Naga.

Harap Totiang memaafkan kami berdua. Karena kemalaman di perjalanan kami ingin melewatkan malam di kuil tua ini, kalau saja tidak mengganggu Totiang.!

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar