Beruang Salju Bab 19 Tawanan Harimau Buas

Beruang Salju Bab 19 Tawanan Harimau Buas
19 Tawanan Harimau Buas

Ke dua penjaga itu berobah mukanya, tetapi kemudian salah seorang di antara mereka telah berkata tawar: “Tidak pantas anak kecil itu melihat harimau yang sudah mau mampus seperti kau maka kami melarangnya......!”

Ko Tie memandang ke dua penjaga itu dengan sepasang mata terbuka lebar-lebar, tanyanya kemudian: “Itu suara manusia..... jadi bukan harimau yang terkurung di dalam kamar itu!”

Ke dua penjaga itu mengangguk hampir berbareng.

“Benar,” menyahuti salah seorang di antara mereka. “Memang yang dikurung di dalam kamar ini seorang manusia. Namun ia lebih buas dari harimau. Pernah terjadi, salah seorang sahabat kami yang tidak mematuhi larangan pangeran Ghalik, mereka telah masuk ke dalam kamar itu, dan tubuhnya telah dirobek-robek sampai hancur, menemui kematian yang mengerikan sekali. Sejak saat itulah pangeran kami telah perintahkan untuk selalu menjaga pintu kamar ini, jangan sampai terulang lagi kejadian seperti itu......!”

“Bolehkah aku melihat sejenak orang di dalam kamar itu. Didengar dari suaranya, dia tidak buas seperti yang kalian katakan!”

Ke dua penjaga itu tampak ragu-ragu. tetapi salah seorang akhirnya menyahut, “Baiklah, tetapi jika memang kau mengalami sesuatu yang tidak diinginkan, kau tak bisa mempersalahkan kami, dan juga pada pangeran, tentu kau tidak bisa menunjuk bahwa kami yang memperbolehkan kau masuk ke dalam, hanya engkau sendiri yang telah memaksa kami......!”

Ke dua pengawal itu mengalah demikian karena ia mengetahui bahwa pangeran Ghalik tengah membujuk dan bersikap manis kepada Yo Him, Cin Piauw Ho dan Liu Ong Kiang. Dan anak ini datang bersama mereka bertiga. Dengan begitu, jika menolak keinginan Ko Tie, tentu menimbulkan hal-hal yang tak baik untuk mereka.

Salah seorang di antara ke dua penjaga itu telah mengambil kunci pintu yang berukuran besar dan membukanya.

Ko Tie girang bukan main, ia percaya orang di dalam kamar itu tentunya salah seorang tawanan pangeran Ghalik. Anak ini tabah dan ia yakin tidak mungkin dirinya akan dianiaya oleh orang di dalam kamar itu.

Setelah pintu berlapis besi tersebut dibuka agak lebar, Ko Tie melangkah masuk. Kamar itu tidak memiliki penerangan, apa lagi setelah Ko Tie melangkah masuk, belum lagi ia bisa melihat keadaan ruangan itu, pintu itu telah ditutup lagi rapat-rapat oleh ke dua penjaga tersebut.

Lama juga Ko Tie berdiri diam, untuk membiasakan matanya di tempat gelap. Sampai akhirnya ia bisa melihat juga samar-samar keadaan di kamar itu.

Ternyata ruangan itu memang sangat luas, namun merupakan sebuah ruangan kosong tanpa perabotan sama sekali. Dan belum lagi Ko Tie bisa melihat jelas, ia mendengar teguran parau dari dalam. “Anak kau memaksa masuk ke mari, apakah kau tidak takut?”

Ko Tie berusaha mençari orang yang berkata itu, tetapi dia belum bisa melihatnya.

“Aku berada di sini, di sebelah kanan sudut ruangan ini!” kata orang itu lagi.

Ko Tie menoleh ke arah kanannya, memang samar-samar dia melihat sesosok tubuh yang tengah duduk. Ko Tie melangkah dan mendekatinya.

Setelah berada di dekat orang itu Ko Tie menjadi kaget sendiri. Ia menyaksikan pemandangan yang mengerikan dan aneh sekali.

Orang yang duduk di sudut ruangan itu ada seorang lelaki berusia lanjut, mungkin hampir enampuluh tahun, dengan pakaian yang telah koyak-koyak tidak mirip lagi. Dan yang luar biasa, karena pada pundak kiri dan kanan tampak rantai besi berukuran besar, yang ujung-ujung rantai yang lainnya tergantung ke atas, menancap di dinding tembok itu. Ke dua tangan orang tua itupun dirantai oleh rantai besar, demikian juga dengan ke dua kakinya.

Benar-benar orang tua itu merupakan tawanan dari pangeran Ghalik yang keadaannya menyedihkan sekali. Melihat dari rambut, kumis dan jenggotnya yang tumbuh begitu panjang dan tidak teratur, tentunya telah cukup lama ditahan di situ.

Setelah mengawasi sekian lama akhirnya Ko Tie bisa mengendalikan goncangan hatinya, tanyanya dengan suara bergetar: “Siapa...... paman? Mengapa kau diperlakukan seperti itu?”

Orang itu tersenyum.

“Inilah perbuatan binatang Ghalik itu......! Dia kuatir aku akan melarikan diri dan membunuhnya! Maka dia berpikir, dengan memperlakukan aku seperti ini tentu bisa membuat aku tidak berdaya. Hemmm, hemmm, tetapi suatu saat kelak aku tentu akan membunuh pangeran biadab itu.......!” suara lelaki tua itu terdengar parau dan juga mengandung dendam yang sangat. Sepasang matanya bersinar-sinar dalam kegelapan yang ada, seperti juga mata harimau.

“Apakah paman musuh dari pangeran Ghalik?” tanya Ko Tie lagi.

Orang tua itu berdiam sejenak, lalu menghela napas, sikap garangnya seperti tadi telah lenyap. Lalu katanya: “Jika memang kujelaskan engkau pun tidak akan mengerti karena kau masih kanak-anak!”

“Apakah aku bisa membantu paman untuk membukakan rantai yang menyiksamu itu?” tanya Ko Tie lagi.

Namun orang tua itu telah menggelengkan kepalanya perlahan lesu sekali.

“Jangankan engkau sedangkan aku sendiri tidak berdaya untuk melepaskan rantai itu?” katanya kemudian, “Hemm, kau berusia demikian kecil, namun engkau berani dan baik hati. Siapakah kau nak? Dan mengapa bisa datang ke tempat seperti ini?”

“Aku ikut dengan paman Yo, dan akhirnya bertemu dengan pangeran Ghalik, di mana kami telah dibawa ke mari. Begitu juga dengan paman Cin dan paman Liu, mereka berdua dibawa ke mari juga.....?” menyahuti Ko Tie.

“Apakah paman-pamanmu itu sahabat dari pangeran Ghalik?” tanya orang tua itu lagi, dia mengawasi tajam pada Ko Tie.

Ko Tie menggeleng.

“Paman Yo bilang, malah mereka membenci pangeran Ghalik. Dan jika sekarang mereka memenuhi keinginan pangeran Ghalik hanyalah disebabkan paman Yo kuatir nanti pangeran Ghalik menyiksa paman Liu dan paman Cin yang yang tengah terluka itu..... maka paman Yo telah mengalah!”

“Siapakah nama paman Yo mu itu?” tanya orang tua itu lagi.

“Paman Yo bernama Him.... Apakah paman pernah mendengar tentang paman Yo?”

Orang tua itu menggeleng.

“Tidak hanya mendengar paman Yo mu itu she Yo. Aku jadi teringat kepada seseorang yang she Yo juga. Seorang pendekar budiman yang memiliki kepandaian luar biasa tingginya berhati mulia dan sakti sekali.....!”

Setelah berkata begitu, orang tua tersebut menghela napas dalam. Lalu menggumam perlahan: “Sayang sekali sekarang ini pendekar budiman she Yo itu telah hidup mengasingkan diri. Aku yakin jika saja pendekar sakti she Yo itu mendengar keadaanku seperti ini. Tentu akan datang menolongi aku......!”

“Siapakah pendekar sakti yang paman sebut itu?” tanya Ko Tie tertarik.

Orang tua itu menghela napas lagi.

“Pendekar budiman yang memiliki kesaktian tiada duanya di kolong langit ini bernama Yo Ko, bergelar Sin-tiauw-tay-hiap, dia adalah......!”

“Tunggu dulu, Paman!!” potong Ko Tie.

Orang tua itu berdiam sambil mengawasi Ko Tie, sedangkan dia telah melanjutkan perkataannya lagi: “Tadi paman mengatakan bahwa pendekar sakti yang budiman itu adalah Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko, bukan?!”

“Benar......!” mengangguk orang tua itu. ”Kau pernah bertemu dengannya?” setelah bertanya begitu, orang tua itu ini mengawasi Ko Tie dengan sinar mata yang tajam sekali.

Ko Tie menggeleng.

“Tidak......!” sahutnya.

Semula orang tua itu yang menduga Ko Tie pernah bertemu dengan Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko. Tetapi mendengar jawaban Ko Tie. Ia jadi lesu kembali.

Waktu itu Ko Tie telah melanjutkan perkataannya, “Tetapi aku pernah mendengar perihal pendekar sakti yang budiman itu, belum lama yang lalu.....!” menjelaskan Ko Tie.

Muka orang tua yang keadaannya menyedihkan dengan rantai seperti itu jadi berseri-seri lagi, lalu tanyanya: “Di mana kau mendengar perihal pendekar sakti Yo Taihiap itu? Kapan kau mendengar perihal diri Yo Taihiap itu?”

“Belum lama yang lalu, sebelum bertemu dengan pangeran Ghalik...... itupun dari percakapan antara paman Yo dengan Swat Tocu!”

Segera Ko Tie menceritakan pertemuan Yo Him dengan biruang salju dan Swat Tocu pemilik pulau salju itu.

Mendengar hal itu, orang tua itu jadi girang bukan main, ia sampai memukul pahanya berulang kali, di mana rantai di tangan dan juga kakinya bergerak-gerak gemerincing. “Benarkah itu? Oooh, benarkah paman Yo mu itu putera dari Yo Taihiap? Dan..... oooh, aku tidak menyangka sama sekali tokoh sakti seperti Swat Tocu akhirnya muncul di dalam Kang-ouw lagi, kukira ia telah meninggal dunia......!”

Setelah berkata begitu, tiba-tiba orang tua tersebut menangis terisak isak.

Ko Tie jadi heran melihat sikap orang tua itu. “Paman apakah ada sesuatu yang tidak menyenangkan hatimu!”

Orang tua itu menghapus air matanya, ia mengangkat kepalanya memandang Ko Tie, katanya: “Anak, sesungguhnya aku gembira sekali, putera Yo Taihiap berada di tempat ini, di dalam istana pangeran Ghalik, karena aku masih memiliki harapan akan tertolong......?”

Setelah berkata begitu, orangtua itu menghela napas dalam-dalam dan mulai menceritakan perihal dirinya yang sebenarnya: “Aku sesungguhnya she Wang dan bernama Put Liong. Aku bergelar Sin-hauw-ciang-hiap (Pendekar Pukulan Harimau Sakti), di mana dulu waktu terjadinya pertempuran di Siang-yang antara tentara Mongolia dengan tentara Song aku ikut bertempur dan membantu pihak Song. Namun aku telah tertawan oleh mereka. Tetapi walaupun mereka memaksa agar aku mau tunduk dan bekerja pada mereka, aku menolak dengan keras, sehingga akhirnya aku diperlakukan demikian.

“Semula hanya dikurung di dalam tahanan yang kuat belaka. Ketika aku membinasakan tiga orang Mongolia yang datang ke dalam kamar tahananku, pangeran Ghalik telah perintahkan orang-orangnya untuk merantai diriku seperti ini. Ke dua tulang pie-peku ini telah ditembusi rantai besi, yang ujung rantai telah ditanamkan pada dinding, dengan begitu selain tenagaku lenyap, juga aku tidak mungkin bisa meloloskan diri lagi. Sepasang tangan dan kakiku juga telah dirantai, dengan demikian, keadaanku sama seperti binatang.

“Mereka pun hanya memberikan aku makan satu kali setiap harinya memberikannya dengan melemparkan dari luar pintu seperti juga memberi makan seekor anjing belaka...... Aku kencing dan buang kotoran di sini, sehingga kau tentu bisa merasakan betapa ruangan ini demikian bau......!”

Ko Tie mengangguk. Memang sejak tadi dia memasuki ruangan yang luas tanpa penerangan ini, begitu bau dan tidak sedap untuk hidung. Semula dia menduga bau itu hanya merupakan bau-bau yang tidak sedap dari ruangan yang tidak pernah dilalui udara segar.

“Tetapi sekarang aku yakin, dengan adanya putera Yo Taihiap, tentu aku masih bisa memperoleh kebebasanku, tentu putera Yo Taihiap itu akan mau menolongku, membebaskan aku!” kata Sin-hauw-ciang-hiap (Pendekar Pukulan Harimau Sakti) Wang Put Liong dengan suara bersemangat. “Jika memang aku bisa lolos dari tempat ini, walaupun hanya satu hari, aku akan mempêrgunakannya, untuk berusaha membinasakan pangeran itu, seratus hari aku bisa hidup, selama seratus hari pula aku akan membinasakan pangeran biadab itu.....!”

Setelah berkata begitu, dengan berapi-api dan disertai dengan kemurkaan yang sangat, tampak orang tua she Wang tersebut telah menghela napas berulang kali, katanya lagi: “Tetapi yang mengalami nasib seperti aku ini bukan hanya aku seorang, cukup banyak jago-jago lainnya yang telah terjatuh ke dalam tangan pangeran biadab itu...... Hemm, jika saja aku bisa membinasakan pangeran biadab itu, untuk mati aku puas dan tentunya bisa mati dengan mati yang meram!”

Wang Put Liong sesungguhnya bukan jago sembarangan, di dalam rimba persilatan ia memiliki nama yang cukup disegani, karena ia merupakan seorang pendekar dari aliran lurus dan putih. Waktu pecah peperangan antara kerajaan Mongolia yang menyerbu ke daratan Tiong-goan ke Siang-yang, maka waktu itulah Wang Put Liong telah ikut memperjuangkan tanah airnya untuk mempertahankan dari serbuan musuh.

Tetapi dengan jatuhnya Siang-yang dan berhasilnya Kublai Khan merebut kota-kota lainnya, di mana akhirnya daratan Tiong-goan terjatuh dalam genggaman Kublai Khan, maka Wang Put Liong juga dalam suatu kesempatan, di mana ia tengah dalam keadaan terluka parah, telah ditangkap oleh beberapa orang jago Mongolia yang jadi anak buah dari pangeran Ghalik.

Maka selanjutnya Wang Put Liong jadi tawanan pangeran itu. Malah memperoleh perlakuan yang tidak selayaknya, di mana ia disiksa tanpa hentinya, selain untuk dikorek keterangannya, juga untuk memaksa dia menakluk. Namun sebagai seorang gagah yang membenci kejahatan, dan juga cinta pada tanah air, Wang Put Liong tidak mau menyerah pada musuh, walaupun ia disiksa ia tidak mau menyerah. Ia bahkan lebih rela mati dari pada harus berbalik bekerja untuk musuh.

Dengan demikian, Wang Put Liong telah disiksa hebat, dan boleh dibilang, hampir sebagian besar kepandaiannya telah termusnahkan oleh siksaan-siksaan yang dilakukan orang-orangnya pangeran Ghalik, para algojo yang memiliki kekejaman melebihi binatang buas itu.

Namun Wang Put Liong tidak hendak menyerah, hanya saja sulit buat dia, mati sukar untuk hidup pun tidak bisa, karena biarpun masih bernapas dan juga masih hidup, tetap saja sudah tidak ada artinya lagi, di mana dia sudah merupakan seorang manusia bercacad yang tidak ada gunanya lagi, kepandaiannya juga telah termusnahkan......

Mendengar cerita Wang Put Liong, Ko Tie jadi mengawasi orang tua itu dengan perasaan kasihan. Ia juga merasa kagum untuk kekerasan hari jago ini, yang tidak mau menakluk pada pihak musuh, walaupun telah mengalami penyiksaan seperti itu.

Sedangkan Wang Put Liong telah berkata lagi: “Engko kecil, maukah kau memberitahukan kepada paman Yo mu itu, bahwa aku ingin sekali bertemu dengannya?”

Ko Tie mengangguk cepat.

“Nanti akan kusampaikan pesan paman...... tentu paman Yo bersedia untuk datang ke mari!” kata Ko Tie.

Orang tua she Wang itu mengangguk gembira dan mengucapkan terima kasih.

“Aku pun ingin menyampaikan sesuatu yang penting sekali kepada paman Yo mu itu, di mana menyangkut keselamatan dari beberapa orang tokoh sakti dari daratan Tiong-goan, yang keselamatan mereka terancam sekali oleh kebuasan tentara Mongolia ini dan kelicikan dari Kaisar yang sekarang berkuasa yaitu Kublai Khan!”

Ko Tie mengangguk, dan Wang Put Liong tidak mau menyebutkan rahasia apa yang disebutnya penting itu. Karena ia beranggapan Ko Tie masih terlalu kecil.

Di waktu itu, Ko Tie telah menyatakan dia akan kembali ke tempatnya, sebelum berlalu Ko Tie telah bertanya: “Apakah paman Wang ingin makan sesuatu! Biar nanti aku mengirimkannya?”

Wang Put Liong tersenyum pahit, katanya: “Tidak, percuma makanan itu tidak akan sampai padaku! Jika memang aku bisa bertemu muka sekali saja dengan paman Yo mu itu, putera Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko, tentu aku telah puas, dan jika memang akhirnya aku harus menemui ajalku, akupun puas!”

Ko Tie mengangguk dan meminta diri. Dia mengetuk-ngetuk pintu berlapis besi itu dengan gedoran yang cukup keras, di mana pengawal di luar telah membukanya. Waktu melihat Ko Tie, salah seorang di antara mereka telah berpesan: “Apa yang telah kau lihat tidak boleh diceritakan kepada orang lain. Kau mengerti?”

Ko Tie sudah tidak banyak rewel lagi dengan ke dua pengawal tersebut, ia hanya mengangguk saja dan berlalu dari tempat itu.

Ketika bertemu dengan Yo Him, anak ini menceritakan apa yang telah dialaminya.

“Wang Put Liong? Ohh, dia seorang pendekar yang baik dan cukup terkenal di dalam kalangan Kang-ouw, kepandaiannya juga tidak rendah. Telah banyak perbuatan mulia yang dilakukannya, tidak kusangka ia mengalami nasib buruk seperti ini!”

Setelah berkata begitu, Yo Him menghela napas dalam-dalam. Kemudian waktu mendengar pesan Wang Put Liong yang disampaikan Ko Tie, bahwa orang she Wang itu bermaksud untuk bertemu dengan dirinya, pemuda ini telah mengangguk saja, sedangkan otaknya telah bekerja keras berusaha mencari jalan untuk datang ke tempat itu, guna menemui Wang Put Liong. Ia juga jadi memikirkan, entah rahasia apa yang ingin disampaikan oleh Wang Put Liong yang dikatakannya rahasia penting itu.

Menjelang malam, Yo Him, perintahkan Ko Tie pergi tidur di kamar mereka, disamping itu Yo Him juga periksa keadaan Cin Piaw Ho dan Liu Ong Kiang.

Keadaan Liu Ong Kiang memang telah jauh lebih baik, hanya Cin Piauw Ho yang belum bisa terlalu banyak bergerak. Mereka berdua masih harus rebah beristirahat beberapa hari, namun Yo Him puas melihat keadaan ke dua orang kawannya itu.

Setelah memikirkan sekian lama, akhirnya Yo Him buru-buru mendatangi kamar tahanan Wang Put Liong segera diam-diam.

Begitulah, menjelang tengah malam, Yo Him telah keluar dari kamar.

Keadaan sepi dan sunyi sekali. Namun Yo Him memiliki mata yang awas sekali, ia telah melihat beberapa sosok tubuh bersembunyi di tempat-tempat tertentu. Tentu saja, mereka itu adalah anak buah pangeran Ghalik yang mengadakan pengawasan terhadap gerak-gerik Yo Him dan kawan-kawannya.

Yo Him memiliki ginkang yang sempurna sekali. Ia tidak kuatir dengan adanya orang-orang itu. Dengan diam-diam ia keluar dari kamarnya dan mempergunakan sebutir batu kecil ia menimpukkan ke arah kanan. Suara jatuhnya batu-batu itu membuat orang-orang pangeran Ghalik yang tengah bersembunyi di sekitar tempat tersebut telah menoleh ke arah datangnya suara tersebut.

Mempergunakan kesempatan waktu mereka menoleh seperti itu, Yo Him telah menjejakkan kakinya, tubuhnya telah melompat ringan dan cepat bukan main. Ia telah meninggalkan tempat itu menuju ke arah belakang dari istana tersebut. Memang istana ini sangat luas, terbagi dalam beberapa kelompok ruangan. Tetapi Yo Him tadi telah bertanya jelas pada Ko Tie, sehingga ia tahu ke arah mana yang harus diambilnya.

Banyak pengawal-pengawal istana yang melakukan penjagaan, memang ketat sekali. Namun Yo Him memiliki ginkang yang tinggi dan sempurna, ia bisa bergerak lincah dan juga ia berlaku hati-hati. Dengan demikian, ia bisa melewati semua penjagaan itu dengan mudah, tak jarang Yo Him juga harus mengambil jalan di atas genteng.

Akhirnya setelah melewati beberapa lapis penjagaan, Yo Him tiba di tempat yang ditujunya. Dilihatnya lima orang tengah mengadakan penjagaan di tempat tersebut, dua di depan pintu, tiga lainnya berada tidak berjauhan dari mereka berdua, di sebelah kiri.

Yo Him berdiam diri sejenak di tempat bersembunyinya mengawasi mereka. Jika melihat cara pengawalan yang ketat seperti itu terhadap diri Wang Put Liong, tentu orang she Wang itu merupakan tawanan yang cukup penting.

Dalam hal ini tentu saja Yo Him tidak boleh berlaku ceroboh, oleh karena apabila gagal ia menemui Wang Put Liong, mungkin dirinya tidak akan diperlakukan keras oleh pangeran Ghalik, paling tidak hanya ditegur. Tetapi yang kasihan adalah Wang Put Liong yang akan menerima perlakuan dan siksaan yang membuat dia lebih menderita.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar