22 Pukulan Inti Es Swat Tocu
Muka Pangeran Ghalik jadi
berubah. “Ini...... ini......!” katanya dengan suara terbata-bata.
“Hmmm, dalam hal ini kau
mengakuinya bukan, bahwa yang perintahkan orang-orangmu untuk membongkar
kuburan Auwyang Hong dan Ang Cit Kong adalah kau sendiri?” tanya Cek Tian
tambah bengis.
Pangeran Ghalik memandang
ragu.
Memang peristiwa pembongkaran
kuburan di Hoa-san, yaitu kuburan Auwyang Hong dan Ang Cit Kong, yang sampai
saat itu masih merupakan teka teki buat Yo Ko, Lo Boan Thong Ciu Pek Tong dan
tokoh-tokoh lainnya, ternyata dilakukan oleh orang-orangnya pangeran Ghalik.
Sebelum penyerbuan ke daratan
Tiong-goan, Kublai Khan memang perintahkan Tiat To Hoat-ong untuk berusaha
membinasakan jago-jago daratan Tiong-goan, jika dapat membujuk mereka dan
menguasai jago-jago daratan Tiong-goan agar mau bekerja untuk pihak Mongolia.
Memang Tiat To Hoat-ong berhasil menjalankan tugasnya dengan baik, banyak juga
jago-jago Tiong-goan yang berhasil ditarik ke pihaknya.
Disamping Tiat To Hoat-ong,
Kublai Khan telah perintahkan pangeran Ghalik, agar pangeran itu menyelusup
pula ke daratan Tiong-goan membawa jago-jago pilihannya, guna menimbulkan
kekacauan dan mengadu domba satu dengan yang lainnya dari sekian banyak para
jago-jago Tiong-goan.
Memang pangeran Ghalik
memiliki otak yang cerdas sekali sehingga setelah mempelajari selama setahun
lebih, dia telah mengetahui siapa saja yang terpandai di antara para jago-jago
Tiong-goan, diapun menyebar orangnya untuk mencari jejak dari para jago-jago tersebut.
Dan perintahkan jago-jago Tiong-goan yang telah berpihak pada Mongolia untuk
mengantarkan surat palsu kepada Yo Ko, It Teng Taysu dan juga jago lainnya,
dengan memalsukan surat-surat mereka.
Dengan demikian pangeran
Ghalik ingin mengadu domba mereka. Dan untuk menimbulkan kecurigaan satu dengan
yang lainnya di antara para jago-jago itu, sengaja pangeran Ghalik telah
perintahkan orang-orangnya untuk membongkar kuburan Auwyang Hong dan Ang Cit
Kong di puncak Hoa-san. Dan para tokoh sakti yang diundang dengan undangan
palsu itu, diminta berkumpul di Hoa-san.
Memang pangeran Ghalik
berhasil dengan tipunya ini, sehingga Yo Ko dan tokoh-tokoh sakti lainnya hanya
tercurah perhatiannya pada urusan terbongkarnya kuburan Auwyang Hong dan Ang
Cit Kong oleh orang-orang yang tidak diketahui siapa adanya. Dengan begitu
perhatian mereka terhadap urusan negara berkurang banyak. Dan itu sangat besar
artinya buat Kublai Khan.
Tetapi siapa tahu sekarang ini
justeru telah muncul Cek Tian dan Auwyang Phu, yang ingin menuntut balas.
Setelah lewat puluhan tahun, di mana Kublai Khan telah berkuasa sebagai seorang
Kaisar yang berdaulat di seluruh daratan Tiong-goan. Soal pembongkaran kuburan
di puncak Hoa-san itu timbul lagi.
“Sekarang kedatangan kami ibu
dan anak ingin meminta pertanggungan jawab dari kau pangeran Ghalik!” kata Cek
Tian dengan suara berang. Dilihatnya pangeran Ghalik berdiri bengong saja
dengan golok melintang di depan dadanya. Malah Cek Tian bukan sekedar berkata
begitu saja, sepasang tangannya dengan ke dua kaki di tekuk berjongkok, telah
didorongkan kuat sekali, mulutnya memperdengarkan suara “krokkk, krookk” yang
nyaring, karena memang dia telah menyerang dengan mempergunakan Ha-mo-kang.
Pangeran Ghalik seperti baru
tersadar, cepat ia mengelak.
Gerakannya terlambat sedikit,
pergelangan tangan kirinya terkena serempetan angin pukulan yang hebat itu.
Malah belum lagi pangeran Ghalik sempat untuk mengadakan persiapan di waktu itu
Cek Tian telah menyerang lagi dengan Ha-mo-kangnya.
Hebat cara menyerang Cek Tian,
karena ia benar-benar bersakit hati atas dibongkarnya kuburan suaminya itu,
yaitu suami tidak sah, yang merangkap sebagai majikan dan guru itu.
Berulangkali pangeran Ghalik
berusaha menghindarkan diri, berulang kali pula ia diserangnya. Karena memang
Cek Tian telah menyerang secara bertubi-tubi dengan hebat.
Pangeran Ghalik jadi terdesak
hebat. Sama sekali pangeran Ghalik tidak bisa memberikan perlawanan, di mana ia
main mundur.
Dalam keadaan terdesak seperti
itu, tampak berkelebat sesosok bayangan dari ruangan dalam, disusul dengan
teriakan seorang wanita, yang didengar dari suaranya tentu seorang wanita tua,
yang berkata: “Pangeran, jangan kuatir, biar kuhajar perempuan kurang ajar
itu......!” malah menyusul dengan perkataannya itu, berkelebat juga tiga sinar
putih, yang menyambar ke arah Cek Tian.
Tiga sinar putih itu adalah
sinar dari senjata rahasia berbentuk jarum yang halus, yang menyebar ke tiga
bagian anggota tubuh yang mematikan di diri Cek Tian.
Tentu saja Cek Tian tidak mau
membiarkan tubuhnya dijadikan sasaran dari serangan senjata rahasia tersebut,
ia telah menunda serangan Ha-mo-kangnya pada Pangeran Ghalik dan melompat
berdiri, menghindarkan diri dari ketiga jarum rahasia itu.
Sesosok bayangan itupun telah
tiba pula di hadapan Cek Tian, tanpa banyak rewel telah menggerakkan tangan
kanannya untuk mencengkeram.
Sekali melihat cara bergerak
wanita itu dan juga cara melepaskan ke tiga batang jarum rahasia itu yang
mengandung maut, Cek Tian segera mengetahui bahwa lawannya kali ini merupakan
lawan yang berat dan memiliki kepandaian tinggi. Dia mengelakkan diri cepat
sekali.
Tetapi lawan yang baru ini
telah melakukan penyerangan yang gencar, sampai Cek Tian berulang kali harus
menghindarkan diri. Dia baru bisa melihat bahwa penyerangnya itu adalah seorang
nenek yang telah tua sekali, jauh lebih tua dari dia sendiri......
Ternyata nenek tua yang baru
muncul ini, yang usianya telah lanjut sekali, dan rambutnya yang putih itu
bagaikan perak berkilauan adalah si nenek yang telah dijumpai Yo Ko di muka
kuil di puncak Hoa-san duapuluh tahun yang lalu. Dialah yang telah melukai Sin
Tiauw milik Yo Ko dengan jarumnya itu, dan juga dia telah bertempur dengan Yo
Ko ratusan jurus, dengan mempergunakan ikat pinggangnya.
Dan ia membantu pangeran Ghalik
membongkar kuburan Auwyang Hong dan Ang Cit Kong di mana dia merupakan seorang
tokoh berkepandaian tinggi yang mau bekerja untuk kerajaan Mongolia. Dan
setelah Kublai Khan berhasil menguasai daratan Tiong-goan, pangeran Ghalik
mengangkat nenek tua itu mengadi penasehatnya, pembantunya yang bisa dipercaya.
Kini waktu mendengar suara
ribut-ribut, ia telah keluar dari kamarnya dan kebetulan melihat pangeran
Ghalik tengah mengalami ancaman bencana yang tidak kecil.
Itulah sebabnya dia segera
maju menyerang.
Nenek tua itu she Liong
bernama Tie Siang. Dia merupakan seorang wanita yang memiliki kepandaian yang
sangat tinggi sekali. Waktu dulu terjadi pertempuran yang seru antara dia
dengan Yo Ko di puncak Hoa-san. Kepandaiannya hanya terpaut sedikit saja dari
Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko. Baca Sin-tiauw-thian-lam.
Setelah melihat Cek Tian
berhasil mengelakkan beberapa serangan cengkeram tangannya, tampak si nenek tua
Liong Tie Siang telah melepaskan ikat pinggangnya. Bagaikan seekor naga yang
bergulung-gulung, ikat pinggang itu telah menyambar-nyambar akan menyerang Cek
Tian.
Auwyang Phu melihat ibunya
didesak oleh wanita tua itu yang memiliki kepandaian sangat tinggi, segera
mengeluarkan bentakan bengis merubuhkan dua orang lawannya lagi, lalu melompat
akan membantu ibunya.
Jago-jago lain melihat
munculnya Liong Tie Siang, telah melompat menyingkir, untuk menyaksikan saja.
Karena mereka mengetahui bahwa Liong Tie Siang merupakan nenek liehay yang
memiliki kepandaian bukan main tingginya, di mana tentu nenek she Liong ini
tentu akan dapat menghadapi Cek Tian dan Auwyang Phu.
Tanpa membuang-buang waktu,
ang-kin Liong Tie Siang telah berputar-putar. Memang Liong Tie Siang
mengandalkan senjatanya yang istimewa ini. Dengan ang-kinnya ini entah telah
berapa banyak jago-jago rimba persilatan yang berhasil dirubuhkannya.
Sedangkan dulu di puncak
Hoa-san, Yo Ko sendiri agak repot menghadapi ang-kin si nenek, walaupun
akhirnya Liong Tie Siang telah melarikan diri karena tidak berdaya menghadapi
Sin-tiauw-tay-hiap.
Sedangkan Cek Tian dan Auywang
Phu walaupun memiliki kepandaian warisan Auwyang Hong yang hebat bukan main,
tetapi karena mereka berlatih diri tanpa bimbingan dari Auwyang Hong secara
langsung, melainkan melatih sendiri sedapat dan sebisa mereka, dengan demikian,
kepandaian mereka itu tidak sempurna. Hebat ilmunya, namun latihannya yang
kurang sempurna, arti dari ilmu yang hebat itu menurun banyak.
Sekarang menghadapi ang-kin
Liong Ti Siang yang hebat, tentu saja Cek Tian dan Auwyang Phu jadi ripuh
sendirinya, mereka ibu dan anak jadi sibuk sekali.
Ujung ang-kin itu sebentar
menyambar ke kiri, menyambar ke pinggang menyambar ke bawah, menyambar ke
daerah yang mematikan. Malah ang-kin itu sebentar keras dan kaku sekali,
seperti juga tongkat yang menyerang untuk menggemplang, dilain saat berobah
lagi menyadi lemas dan lunak, akan melibat dan mengikat ibu dan anak itu.
Auwyang Phu beberapa sekali
berusaha mempergunakan Ha-mo-kangnya untuk menghadapi Liong Tie Siang, namun
sejauh itu ia masih belum sempat juga mempergunakan ilmu tersebut.
Begitu juga dengan Cek Tian
yang tidak berhasil untuk mempergunakan ilmu andalannya itu. Ia bersama
puteranya selalu main mundur saja.
Melihat keadaan seperti itu,
Swat Tocu jadi tertarik. Dia merupakan seorang tokoh sakti dan kini melihat
nenek tua itu memiliki kepandaian tinggi sekali, disamping itu juga memang
tampaknya Cek Tian dan Auwyang Phu tidak berdaya di bawah serangan ang-kin
nenek tua she Liong itu.
Dengan demikian ia telah
bermaksud untuk maju main-main dengan Liong Tie Siang. Terlebih lagi ia pun
ingat waktu di luar istana, ia telah menjanjikan ibu dan anak itu bahwa ia akan
membantu mereka menghadapi pangeran Ghalik dan orang-orangnya.
Setelah berdiam diri sejenak
lamanya, akhirnya Swat Tocu telah tertawa nyaring. katanya: “Kalian ibu dan
anak, mundurlah, biarlah aku yang main dengan nyonya itu......!”
Dan walaupun mulutnya
perintahkan Cek Tian dan Auwyang Phu mundur, tidak menanti sampai Cek Tian dan
anaknya itu mundur, tubuh Swat Tocu telah melompat maju ke tengah gelanggang.
Gerakan tubuhnya itu gesit sekali, sehingga tidak bisa dilihat jelas cara
bergeraknya. Tahu-tahu ia telah berada di hadapan Liong Tie Siang.
Sambil melompat begitu, Swat
Tocu juga telah menggerakkan tangan kirinya, katanya: “Mundurlah dulu, nyonya.
Mari kita bicara......!”
Waktu itu Liong Tie Siang
tengah melancarkan serangan ang-kinnya dengan cepat dan mengandung kekuatan
yang bisa mematikan kepada Cek Tian dan Auwyang Phu.
Namun waktu merasa samberan
angin kibasan tangan Swat Tocu yang aneh sekali, di mana menyambarnya angin
dingin bukan main dan tubuhnya seperti terbungkus oleh lapisan es, Liong Tie
Siang mengeluarkan suara jeritan tertahan, karena heran dan kaget.
Gesit bukan main, tampak Liong
Tie Siang telah melompat mundur dua tindak ke belakang.
Mempergunakan kesempatan itu,
Cek Tian dan Auwyang Phu telah mundur.
Dengan mata mendelik, Liong
Tie Siang telah mengawasi Swat Tocu.
“Siapa kau, manusia edan?”
tegurnya, dia menyebut Swat Tocu dengan sebutan manusia edan, karena melihat pakaian
Swat Tocu yang aneh dan terbuat dari kulit binatang buas.
Swat T'ocu tertawa.
“Aku Swat Tocu, tentu kau
pernah mendengar......!” sahutnya sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Tubuh Liong Tie Siang jadi
menggigil. Kagetnya tidak terkira mengetahui bahwa orang aneh ini adalah Swat
Tocu, tokoh sakti dari Pulau Salju yang terkenal itu. Namun melihat muka Swat
Tocu yang masih begitu muda, paling tidak hanya limapuluh tahun lebih,
sedangkan menurut perkiraannya, di mana Swat Tocu telah terkenal sejak delapanpuluh
tahun lalu tentu usianya kini telah seratus tahun lebih, Liong Tie Siang jadi
ragu dan tidak mempercayainya. Maka setelah mengawasi beberapa waktu lamanya,
ia telah tertawa dingin.
“Heemm engkau ingin
menggertakku dengan mempergunakan nama Swat Tocu?” ejeknya.
Swat Tocu tidak melayani
ejekan itu, melainkan dia menggerakan ke dua tangannya.
“Terimalah seranganku ini,
engkau akan mengetahui apakah aku ini Swat Tocu.” Dan membarengi dengan
perkataannya dan tampak dia telah menyerang dengan tenaga Inti Esnya.
Liong Tie Siang seketika
merasakan tubuhnya seperti dikurung oleh hawa dingin, bagaikan dirinya telah
dikuasai oleh lapisan es, dingin sekali. Cepat tanpa berayal sedikitpun juga,
Liong Tie Siang telah menggerakkan ang-kinnya.
Maksudnya dia ingin mendesak
dia dengan Pukulan Inti Esnya terlebih jauh.
Waktu itulah Swat Tocu agar
orang itu tak mundur sama sekali, dia mengulurkan tangan kanannya, dan mencekal
ujung ang-kin.
“Ke mari kau......!” bentaknya
menarik dengan kuat sekali.
Swat Tocu memang telah
memiliki latihan lweekang yang sempurna sekali. Begitu ang-kin ditarik, begitu
tubuh Liong Tie Siang terbetot keras.
Kepandaian Liong Tie Siang
juga tidak lemah. Dia sesungguhnya memiliki lweekang yang sempurna juga. Namun
karena ia tidak menyangka akan diperlakukan seperti itu, malah Swat Tocu
menariknya dengan tiba-tiba dan mempergunakan lweekang yang kuat sekali, dengan
sendirinya tubuh Liong Tie Siang terbetot melayang menghampiri Swat Tocu.
Di saat tubuh Liong Tie Siang
akan menubruk kepadanya di waktu itulah tampak Swat Tocu telah menghajar dengan
telapak tangan kanannya memapaki ke arah dada nenek tersebut.
Liong Tie Siang kaget bukan
main, itulah berbahaya untuk dirinya. Pukulan yang dilakukan Swat Tocu bukanlah
pukulan biasa. Dia memukul dengan mempergunakan Pukulan Inti Esnya, dengan
demikian, jika terkena serangan itu, berarti darah di sekujur tubuhnya akan
beku, dan ia juga akan terbinasa.
Tetapi dirinya tengah berada
di tengah udara, malah menghampiri ke arah Swat Tocu, bagaikan tengah
menghampiri maut. Lawannya itupun seorang tokoh sakti dari pulau Salju. Dengan
demikian, Liong Tie Siang menghadapi bahaya kematian......
Tetapi seperti yang dijelaskan
bahwa kepandaian yang dimiliki Liong Tie Siang memang merupakan kepandaian yang
tidak rendah. Walaupun belum bisa disejajarkan dengan kepandaian Yo Ko, It Teng
Taysu ataupun Oey Yok Su, namun di waktu itu dalam jamannya itu, mungkin Liong
Tie Siang merupakan jago wanita yang ke dua setelah Siauw Liong Lie.
Karena itu,walaupun tengah
menghadapi ancaman bahaya seperti itu, sama sekali ia tidak jadi gugup. Setelah
menetapkan goncangan hatinya, waktu melihat telapak tangan Swat Tocu tengah
menyambar ke arah dirinya, dan hawa dingin juga telah menyelubunginya, ia telah
keluarkan suara seruan nyaring seperti pekik tikus. Kemudian cepat bukan main
dia menggerakkan ke dua tangannya, dia telah menyampoknya dengan seluruh
kekuatan yang ada.
Memang Liong Tie Siang
berhasil menangkis telapak tangan Swat Tocu.
Malah tubuh Liong Tie Siang
juga terpental ke belakang, berjumpalitan dan berhasil hinggap di tanah kembali
dengan selamat, tidak urung dia menggigil kedinginan. Ketika tadi telapak
tangannya itu bentrok dengan telapak tangan Swat Tocu, dia merasakan dari
telapak tangan Swat Tocu bagaikan mengalir menerobos hawa yang dingin sekali,
melebihi dinginnya es. Dan juga sekarang, walaupun dia telah berhasil
menyelamatkan diri dari kematian di tangan Swat Tocu, tidak urung ujung
ang-kinnya masih dipegang oleh Swat Tocu.
Begitulah, ujung ang-kin yang
satu dicekal oleh Swat Tocu, ujung yang lainnya dicekal oleh Liong Tie Siang,
mereka berdiri saling mengawasi.
Walaupun tubuh mereka diam,
tidak bergerak sama sekali, begitu juga halnya dengan ke dua tangan dan ke dua
kaki mereka masing-masing tidak saling bergerak, kenyataannya memang
mempelihatkan bahwa mereka sebetulnya tengah mengadu lweekang tingkat tinggi.
Sebab tadi begitu Liong Tie
Siang terpental, dan telah hinggap di atas lantai tanpa kurang suatu apapun
juga, di saat itulah Swat Tocu tanpa membuang waktu telah mengerahkan ilmu Inti
Esnya melalui ujung dari ang-kin yang masih dicekalnya itu.
Segulung hawa dingin yang luar
biasa telah tersalurkan ke tangan Liong Tie Siang.
Sedangkan Liong Tie Siang
waktu merasakan menerobosnya hawa dingin dari ujung ang-kinnya, telah
cepat-cepat mengerahkan seluruh kekuatan lweekangnya. Ia mempergunakan hawa
Yang, hawa panas untuk melawan hawa dingin tersebut.
Memang baru Liong Tie Siang
berhasil, dia bisa menghadapi hawa dingin, namun perlahan-lahan hawa dingin itu
menindih hawa Yang yang dikerahkannya, dan juga hawa dingin mulai menerobos
perhatiannya, sehingga berangsur-angsur tubuh Liong Tie Siang mulai mengigil.
Semakin lama semakin keras, menggigil semakin kuat, bagaikan dia berada di
tengah-tengah danau es yang dingin sekali......
Liong Tie Siang mengeluh di
dalam hatinya, dia yakin bahwa lawannya ini memang Swat Tocu adanya, yang
sangat terkenal itu, yaitu tokoh sakti yang kepandaiannya memang tidak berada
di bawah kepandaian ke lima jago luar biasa lainnya.
Dengan demikian, Liong Tie
Siang mati-matian mengadakan perlawanan.
Memang masih ada terdapat satu
jalan yang bisa menyelamatkan dirinya. Yaitu dengan melepaskan ujung ang-kin
yang dicekalnya, sehingga dia terlepas dari pengaruh Inti Esnya Swat Tocu, dan
dia bisa menyelamatkan dirinya.
Tetapi Liong Tie Siang tidak
rela jika harus melepaskan ang-kinnya itu terjatuh di tangan lawannya.
Setelah berpikir sekian lama
dan merasakan pertahanan dirinya kian tergempur dan tidak lama lagi jika dia
bertahan seperti ini, tentu dirinya akan terluka oleh Inti Esnya Swat Tocu.
Liong Tie Siang jadi nekad dan dia mengeluarkan suara pekikan yang mirip dengan
suara pekikan seekor tikus.
Kemudian dengan cepat ia
menjejakkan ke dua kakinya lagi, bukan menerjang kepada lawannya, hanya
melompat mundur. Dan sambil melompat mundur itu, dia menarik sekuat tenaga
ang-kinnya, maka karena Swat Tocu bertahan juga dengan cekalan yang kuat,
ang-kin itu yang jadi korban terputuskan di tengah, menjadi dua potong.
Yang sepotong dicekal oleh
Swat Tocu, sedangkan yang sepotong lagi dicekal oleh Liong Tie Siang.
Waktu itu, tampak Liong Tie
Siang setelah berhasil melepaskan diri dari libatan tenaga dingin lawannya, dia
telah mengatur jalan pernapasannya, dan sisa hawa dingin yang menguasai tubuhnya
itu telah lenyap. Dia berkata dengan suara yang tawar:
“Swat Tocu, di antara kita
tidak terdapat permusuhan, dan juga engkau dengan pihak Mongolia tidak
tersangkut paut hubungan dan urusan apapun juga. Malah engkau sebagai seorang
tokoh sakti yang hidup di pulau Esmu dan juga sebagai seorang tokoh sakti yang
dihormati oleh semua jago-jago rimba persilatan, sekarang mengapa engkau
memusuhi kami?”
Swat Tocu tertawa.
“Aku tidak memusuhi kalian,
aku juga tak mau tahu apa yang ingin kalian lakukan, karena aku hanya tahu jika
diriku tidak diganggu, akupun tidak akan mengganggu dan tidak mau tahu urusan
kalian! Sekarang aku hanya tertarik untuk main-main beberapa ratus jurus dengan
kalian, terutama dengan kau!”
Mendengar jawaban yang
diberikan oleh Swat Tocu, bukan main mendongkolnya Liong Tie Siang. Karena
walaupun Swat Tocu mengatakan bahwa dia tidak mau mencari urusan dengannya dan
pihak kerajaan Mongolia, namun dilihat dari sikapnya, memang ia tengah mencari
urusan dan gara-gara......
“Baiklah......!” kata Liong
Tie Siang kemudian. “Jika memang kau tetap ingin mengadu kepandaian denganku,
akupun tidak bisa menolak. Biarlah aku akan mempertaruhkan jiwa tuaku ini.
Akupun ingin mengetahui berapa hebat sih kepandaian Swat Tocu yang terlalu
dipuji-puji dan dibesar-besarkan itu......!”
Memang Liong Tie Siang
merupakan seorang wanita yang tidak mau mengalah menghadapi siapapun. Sejak
mudanya dia selalu bersikap keras pada siapapun juga. Jika sekarang dia mau
bertekuk lutut bekerja di bawah perintahnya pangeran Ghalik, pangeran yang
memiliki kepandaian lebih rendah dari dia, karena pangeran itu memperlakukannya
dengan baik dan menghormat.