29 Pertemuan Rahasia Koksu Mongol
Menghadapi serangan seperti
ini Yo Him tidak boleh berayal, memang ke lima pendeta itu jika ingin
dibandingkan dengan kepandaian Yo Him, mereka masih berada di bawah beberapa
tingkat. Cuma saja yang luar biasa adalah ilmu mereka, yaitu kombinasi dari
ilmu gulat Mongolia dan ilmu Yoga, yang menjurus ke arah latihan ilmu Soboc nya
Tiat To Hoat-ong!
Belum sempat Yo Him
menghindari serangan dari pendeta yang menduduki “pintu” Thian yang berada di
“pintu” Kong, Beng dan Liang telah mengeluarkan suara bentakan yang bengis dan
serentak telah menyerang juga, sehingga angin serangannya itu menderu-deru kuat
sekali.
Tidak ada pilihan lain buat Yo
Him, dia memutar ke dua tangannya, dan dengan gerakan yang cepat bukan main.
Dia telah memutar tubuhnya seperti gangsing, hawa sakti dari ke dua telapak
tangannya telah menghantam kuat sekali.
Terdengar suara “bukk, bukk,
bukkk, bukkk, bukkk!” lima kali, disusul dengan seruan kaget tertahan dari ke
lima pendeta tersebut, di mana mereka telah terhuyung mundur masing-masing dua
langkah ke belakang. Tubuh Yo Him bergoyang-goyang, namun kedudukan ke dua
kakinya tetap tidak tergoyahkan.
Di waktu itu Yo Him tidak
membuang waktu sia-sia, dia membarengi dengan tangan kanannya terulur kepada pendeta
yang menduduki “pintu” Kong, di mana dia mencengkcram baju di punggung si
pendeta terpental. Menyusul beruntun tangan Yo Him bergerak lagi dua kali, dua
orang pendeta lainnya telah berhasil dilontarkan sejauh dua tombak lebih keluar
kamar. Sedangkan dua orang pendeta lainnya, telah berdiri tergagap, karena
mereka tidak menyangka sama sekali kepandaian Yo Him demikian tinggi.
Sedangkan Yo Him setelah
berhasil melontarkan ke dua pendeta yang tadi, membarengi dengan uluran
tangannya menyambar lagi ke punggung pendeta yang satu lagi, yang pertama-tama
tadi dilontarkan, yang waktu itu baru bisa berdiri dengan tubuh yang
bergoyang-goyang.
Pendeta itu terkejut, ia
mengeluarkan seruan tertahan ketika melihat menyambarnya ke dua tangan Yo Him.
Tetapi dia bisa melihat menyambarnya ke dua tangan Yo Him tanpa bisa
mengelakkan dari cengkeram Yo Him karena itu tubuhnya telah terlempar kembali
ke tengah udara. Yang mengejutkan justeru tubuhnya itu meluncur ke arah sebuah
tiang. Jika memang kepalanya membentur tiang itu, jika tidak mati, tentu
kepalanya itu sedikitnya akan retak.
Sisa ke dua pendeta lainnya
yang telah tersadar dari tertegun mereka, waktu melihat ancaman yang dialami
oleh kawan mereka yang seorang itu, cepat-cepat telah menjejakkan kakinya.
Tubuhnya mereka berbareng mencelat menyambut ke arah kawan mereka. Gerakan
mereka gesit sekali, tetapi yang berhasil menyambar lengan dari pendeta yang
seorang itu adalah si pendeta yang menjadi pimpinan mereka, karena dia bergerak
lebih gesit. Dan begitu berhasil mencekal lengan kawannya, dia menariknya, dan
ketika dia hinggap di lantai, kawannya itu bisa diselamatkan sehingga kepalanya
tidak sampai membentur tiang itu.
Dengan berhasilnya dilontarkan
ketiga orang pendeta tersebut, berarti pecahlah barisan pengepungan ke lima
pendeta itu. Yang membuat mereka jadi kaget justru belum lagi mereka memulai
dengan penyerangan mereka, dalam satu gebrakan Yo Him telah berhasil memukul
pecah barisan mereka, malah hampir saja kawan mereka yang seorang ini tercelaka
karenanya.
Ke lima pendeta itu telah
berdiri pula di hadapan Yo Him dengan sikap bersiap sedia untuk menyerang. Yo
Him telah tertawa dingin, katanya: “Lebih baik kalian pergi melaporkan pada
Koksu kalian, besok aku akan pergi menemuinya. Namun jika Koksu kalian memiliki
urusan penting sekali denganku, mintalah agar dia sendiri yang datang ke mari!”
Mendengar perkataan Yo Him
seperti itu, ke lima pendeta ini rupanya telah terpukul pecah nyalinya, mereka
tidak berani mendesak lagi. Hanya si pemimpinnya telah berkata: “Baiklah, Yo
kongcu menimbulkan kesulitan untuk kalian sendiri. Jika memang Koksu kami
murka, maka kami tidak bisa berbuat lain lagi dan janganlah Yo kongcu nanti
menyesali kami. Sebab kami telah mengundang Yo kongcu dengan cara yang
baik.....!”
Setelah berkata begitu, si
pendeta yang jadi pimpinan dari ke empat pendeta lainnya, telah memberi
isyarat, agar mereka segera mengundurkan diri.
Yo Him hanya memperlihatkan
senyum mengejek, dia mengawasi kepergian ke lima pendeta itu. Sedangkan di
dalam hatinya Yo Him yakin, tidak lama lagi tentunya Tiat To Hoat-ong akan
melakukan sesuatu yang licik dan jahat sekali untuk mencelakainya bersama
kawan-kawannya.
Karena itu, begitu ke lima
pendeta tersebut berlalu, Yo Him lalu meminta kepada Cin Piauw Ho, Wang Put Liong,
Liu Ong Kiang dan Ko Tie yang dibangunkan dari tidurnya, agar mereka segera
berwaspada. Malam itu mereka tidak akan tidur, karena mereka kuatir Tiat To
Hoat-ong melakukan sesuatu, tindakan yang kasar.
Tetapi menanti sekian lama,
tidak terjadi sesuatu apapun lagi sampai menjelang fajar.
Matahari memancarkan sinarnya
yang hangat, dan tampak pasukan keamanan istana pangeran Ghalik mulai sibuk
pula di tempat mereka masing-masing dengan penjagaan yang ketat.
Waktu pelayan mengantarkan
makanan pagi untuk Yo Him dan kawan-kawannya, pelayan itu telah menyerahkan
sehelai surat kepada Yo Him yang dilipat kecil sekali. Setelah Yo Him
membukanya dan membacanya, ternyata surat itu dari Sasana.
Isi surat tersebut antara
lain:
“Malam ini datang ke tempatku
untuk bertemu, ada yang sangat penting ingin kusampaikan.”
Surat itu tidak ditanda
tangani, dan hanya terdapat beberapa huruf kecil lagi di bawahnya yang
berbunyi:
“Datang seorang diri tepat
kentongan ke dua.”
Yo Him menghela napas. Ia
menyadari dirinya mulai terlibat dalam pergolakan yang terjadi di istananya
pangeran Ghalik ini. Di mana dengan janjinya dia bersedia membantu Sasana,
berarti Yo Him telah membiarkan dirinya terseret dalam pergolakan tersebut.
Menjelang kentongan ke dua Yo
Him bersiap-siap untuk menuju ke istananya Sasana. Sebelum meninggalkan
kawan-kawannya, Yo Him telah berpesan jika selama dia pergi dan tempat
kawan-kawannya itu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, maka Liu Ong Kiang
diminta agar melepaskan panah api bersuara, untuk isyarat kepada Yo Him, yang
berjanji akan segera secepatnya kembali.
Istana dari puteri pangeran
Ghalik ternyata merupakan sebagian dari istana pangeran Ghalik yang terletak di
sebelah barat dari bangunan yang menyerupai perbentengan itu. Dan istana tempat
kediaman Sasana merupakan tempat yang indah sekali, dipenuhi oleh pohon-pohon
bunga beraneka warna.
Di istana ini, Sasana
menempatinya bersama ibunya, dan dilayani oleh para pelayan wanita. Tidak
seorang pria pun penghuni istana yang diijinkan untuk memasuki bagian dari
istana tersebut, selain pangeran Ghalik sendiri.
Ketika Yo Him tiba di tempat
tersebut, keadaan sunyi sekali, hanya sinar rembulan yang memancarkan sinarnya
yang guram. Dan ketika itu Yo Him melihat seorang pelayan wanita yang tengah
berjalan menuju ke dalam istana. Cepat-cepat Yo Him menyusulnya, dengan
beberapa kali lompatan, dia telah mengejar pelayan itu.
Si pelayan terkejut waktu
tiba-tiba di dekatnya berkelebat sesosok tubuh, tetapi setelah melihat jelas
bahwa orang itu tidak lain dari Yo Him, mukanya jadi berseri-seri.
“Yo Him kongcu? Kuncu kami
tengah menantikan kedatanganmu!” katanya.
Segera pelayan itu mengajak Yo
Him menuju ke sebuah ruangan. Benar saja Sasana telah menantikan di situ, dan
waktu melihat Yo Him memang memenuhi panggilannya, mukanya jadi berseri-seri
waktu dia menyambut.
“Yo kongcu, akhirnya kau mau
memenuhi undanganku! Maafkanlah, aku mengundangmu dengan cara yang kurang
begitu sopan......!”
“Di dalam surat nona
dinyatakan ada urusan yang sangat penting, sesungguhnya urusan apakah itu?”
tanya Yo Him sambil menatap kepada si gadis dengan hati yang agak berdegup
tergoncang, karena dia melihat betapa jelita dan cantik rupawannya puteri
pangeran Ghalik. Gadis itu bagaikan seorang dewi belaka, dengan senyumannya yang
begitu manis, tubuhnya yang langsing menggiurkan, dan juga dengan keagungannya
dalam pakaiannya yang reboh itu.
“Benar Yo kongcu, memang ada
urusan penting yang ingin kurundingkan bersamamu.....!” kata Sasana kemudian.
“Dan urusan itu mengenai urusan Tiat To Hoat-ong. Pagi tadi, Koksu negara kami
itu telah menemuiku. Kami telah bertengkar, dan Koksu kami itu telah mengancam
akan mengambil tindakan yang bisa merugikan diriku dan ayahku!”
“Lalu apa yang dilakukan oleh
nona?” tanya Yo Him.
“Melaporkan seluruhnya pada
ayahku, dan ayahku telah mengadakan penjagaan yang ketat sekali. Tetapi yang
membuat kami ragu-ragu, kami tidak mengetahui, siapa-siapa saja di antara anak
buah ayah yang telah berpihak pada Tiat To Hoat-ong. Inilah yang mempersulit
ayah.
“Memang ada beberapa orangnya
yang menjadi kepercayaan ayah, namun sejauh itu jumlah kami diperkirakan
sekarang jauh lebih sedikit dari jumlah yang dimiliki Tiat To Hoat-ong, sebab
Koksu kami itu memiliki banyak sekali jago-jago yang berkepandaian tinggi. Terutama
sekali, memang dia telah mendatangkan jago-jago Mongolia yang menjadi keponakan
murid maupun saudara seperguruannya......!”
Mendengar keterangan Sasana,
Yo Him teringat sesuatu.
„Apakah keponakan Tiat To
Hoat-ong itu terdiri dari pendeta-pendeta muda dari Mongolia?!” tanya Yo Him.
Sasana mengangguk.
Yo Him segera menceritakan
pengalamannya ke marin malam di mana dia telah bertempur dengan ke lima pendeta
yang datang menyatroni kamarnya.
Kepandaian mereka memang tidak
seberapa tinggi tapi tampaknya mereka memiliki semacam barisan untuk mengepung.
Entah masih berapa banyak lagi anak buah Tiat To Hoat-ong namun urusan ini
kukira harus diselesaikan oleh ayahmu secepat mungkin, nona. Karena jika
menanti sampai Tiat To Hoat-ong berhasil memasukkan orang-orangnya lebih banyak
lagi di istana ini, jelas ayahmu lebih sulit lagi kedudukannya.....!”
Sasana mengangguk.
“Memang Tiat To Hoat-ong pun
telah mengatakan kepadaku, bahwa dia batal pergi ke- kotaraja, karena dia ingin
menundanya sebulan lagi, di mana kukira selama sebulan dia akan berusaha untuk
dapat memupuk kekuatan dan menghimpun jago-jagonya yang lebih banyak lagi
jumlahnya. Namun ayahku waktu kuberitahukan perihal itu, telah mengeluarkan
pengumuman tadi pagi, tidak perduli siapapun adanya, mulai hari ini dilarang
untuk memasukkan orang luar ke dalam istana!
“Dengan demikian, keinginan
Tiat To Hoat-ong yang hendak menyusupkan orang-orangnya bisa dibendung
sebagian. Jika memang hal itu dilakukan juga secara diam-diam, berarti ayah
memiliki alasan yang kuat untuk menumpasnya!”
Yo Him mengangguk pelahan,
namun urusan tingkat atas seperti ini sesungguhnya tidak menarik perhatian Yo
Him, karena yang lebih menarik hatinya adalah paras si gadis yang ada di
hadapannya yang begitu jelita.
“Lalu, tindakan apa yang nona
rencanakan? Dan bantuan-bantuan apakah yang sekiranya bisa kuberikan?!” tanya
Yo Him kemudian dengan suara yang perlahan, sambil mengawasi si gadis.
“Jika memang Yo kongcu tidak
keberatan aku bermaksud untuk pergi ke tempatnya Tiat To Hoat-ong bersama
denganmu!” menyahuti Sasana.
Yo Him tercekat hatinya.
“Apakah...... apakah nona
telah memperhitungkan baik-baik kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi?
Karena kukira, di sana tentu berkumpul banyak sekali kawan-kawan Tiat To
Hoat-ong. Aku memang tidak jeri berurusan dengannya namun dalam hal ini,
walaupun aku bisa menghadapi Tiat To Hoat-ong, tokh nona terancam oleh anak
buahnya yang pasti berjumlah tidak sedikit itu.......!”
Sasana tersenyum.
“Semua itu telah
kuperhitungkan baik-baik. Dan jika memang keadaan terpaksa sekali di mana kita
terpaksa menghadapi orang-orangnya Tiat To Hoat-ong, guruku telah memberikan
janjinya akan membantu!” menyahuti Sasana.
“Guru nona?” tanya Yo Him
sambil mengawasi si gadis. “Bolehkah aku mengetahui siapa guru nona?”
Sasana tersenyum, lalu
menyahuti: “Guruku seorang Locianpwe, yang menurut pengakuannya merupakan
sahabat dekat ayahmu..... nanti kau juga mengetahuinya, Yo kongcu!”
Yo Him masih penasaran, dia
telah bertanya: “Siapakah she guru nona?”
Sasana tertawa lagi. “Nanti
juga guruku itu akan menyusul......!”
Yo Him mengangguk. “Baiklah,
mari kita segera berangkat!” katanya.
“Tunggu dulu Yo kongcu!”kata
Sasana. “Aku hendak memakai ini dulu!”
Setelah berkata, Sasana
mengeluarkan sehelai kain hitam, yang kemudian dikenakan untuk menutup mukanya.
Lalu mengambil sehelai lainnya, untuk diberikan kepada Yo Him. “Kaupun lebih
baik memakai topeng ini, Yo kongcu, untuk menghindarkan kerewelan!”
Yo Him menurut, dia telah
menutupi mukanya dengan topeng itu. Kemudian dengan gerakan yang gesit, Yo Him
berdua dengan Sasana telah berlari-lari di atas genting.
Sasana memang mengenal benar
keadaan di istana tersebut, sehingga beberapa pos penjagaan telah mereka lewati
dengan mudah. Ilmu meringankan tubuh gadis itupun tidak rendah, walaupun masih
berada di bawah ginkang Yo Him, namun gadis itu memiliki ginkang yang bukan
sembarangan.
Sambil berlari-lari di atas
genting, Yo Him memperhatikan gerak-gerik si gadis. Dia melihat cara melompat
dan berlari si gadis mengingatkan Yo Him pada seseorang.
“Akh, tidak mungkin!” pikir Yo
Him kemudian. “Orang tua itu tidak mungkin berada di tempat ini. Tapi ilmu
gadis ini memang mirip dengan ilmunya orang tua itu!”
Dan setelah berpikir begitu,
Yo Him juga teringat ketika si gadis dengan nekad berusaha untuk memisahkan
Tiat To Hoat-ong dan Swat Tocu.
Walaupun lweekang si gadis
belum sesempurna ke dua tokoh itu, dan juga walaupun gadis ini masih berada di
tingkat bawah kepandaian ke dua orang itu, namun dengan jurus yang luar biasa,
dia bisa meminjam ke dua tenaga yang hebat itu, sehingga dia tidak terluka dan
ke dua orang tokoh persilatan itu, Swat tocu dan juga Tiat To Hoat-ong telah
bisa dipisahkan.
Jurus yang dipergunakan oleh
si gadis yang mempergunakan tolakan ke dua tangannya dengan berbareng, yang
satu menolak tangan Tiat To Hoat-ong, sedangkan yang lainnya tangan si gadis
telah menolak tangan Swat Tocu mengingatkan Yo Him kepada ilmu Kong-beng-kun
atau Kepalan Kosong, yang dimiliki sebagai ilmu andalan seseorang yang dikenalnya.
Namun Yo Him tidak yakin bahwa Sasana menerima pelajaran ilmu “Kong-beng-kun”
dari orang tersebut.
Begitu juga waktu pernah
Sasana menyerangnya dengan jari tunggal yang ingin menotok Yo Him, yang semula
Yo Him menduga sebagai “It-yang-cie” yang kemudian ternyata bukan, baru
sekarang Yo Him teringat lagi, bahwa jurus tersebut merupakan salah satu jurus
dari Kong-beng-kun juga, hanya saja, yang dirobah ialah dari pukulan dijadikan
totokan jari tunggal. Namun gerakan tersebut memang merupakan salah satu
gerakan Kong-beng-kun yang bernama “Naga Menerobos Matahari.”
Sambil mengikuti berlari-lari
di belakang Sasana, pikiran Yo Him bekerja terus. Dia jadi berpikir keras,
entah siapa sebenarnya guru dari puteri pangeran Ghalik ini. Dengan demikian,
berarti si gadis telah memperoleh ilmu yang tinggi sekali, walaupun latihannya
belum lagi sempurna.
Cuma, yang membuat Yo Him
tidak mengerti, ilmu Kong-beng-kun itu, dia memang memilikinya juga, yang
pernah diterimanya dari Ciu Pek Thong, selama dia berguru pada Oey Yok Su dan
berdiam di pulau Tho-hoa-to. Karena selama itu Ciu Pek Thong, si tua berandalan
itupun menetap di pulau itu, menemani Oey Yok Su untuk bermain catur. Secara
tak resmi, Ciu Pek Thong merupakan guru Yo Him.
“Apakah Ciu Locianpwe yang
menjadi guru puteri pangeran ini?!” berpikir Yo Him dalam hatinya. “Tapi...:
akh, tidak mungkin! Tidak mungkin! Mana mungkin Ciu Locianpwe mau menurunkan
kepandaiannya pada gadis Mongolia ini, terlebih lagi dialah puteri dari
pangeran Ghalik, yang memiliki tngas untuk membasmi para jago-jago daratan
Tiong-goan.”
Dengan berpikir seperti itu,
Yo Him jadi bingung sendirinya, jadi tidak mengerti dan menduga-duga. Karena
semakin diperhatikan olehnya, semakin terlihat jelas bahwa memang Sasana
memiliki ilmu yang banyak persamaannya dengan ilmu-ilmu yang pernah
diperolehnya dari Ciu Pek Thong.
Waktu itu Sasana telah berlari
sampai di balik batu gunung, di mana dia telah melompat menyelinap ke balik
batu gunung itu. Tangannya melambai memanggil Yo Him.
Yo Him juga melompat ke balik
batu gunung itu, berdiri di dekat si gadis. Jarak mereka dekat sekali, sehingga
Yo Him bisa mencium bau harum yang menerjang hidungnya. Bau yang membuat tenaga
dan semangat Yo Him tergoncang, di mana tubuhnya dirasakan jadi lemas dan hatinya
berdegupan tidak hentinya.
Itulah bau harum yang
benar-benar membuat pikiran Yo Him melayang-layang. Namun akhirnya pemuda ini
cepat-cepat menetapkan pikirannya, diapun membathin: “Akh, urusan besar ada di
depan mata, bagaimana mungkin sekarang ini aku berpikir yang tidak-tidak.....!”
Waktu Yo Him berpikir begitu,
kebetulan si gadis tengah menoleh dan beberapa helai anak rambutnya yang telah
menyentuh mukanya si pemuda. Kembali membuat jantung pemuda ini tergoncang
karenanya, sebab waktu itu dia mencium harumnya rambut itu, selain lembut
bagaikan sutera.
“Mereka berada di dalam kamar
rahasia di balik batu gunung-gunungan ini!” menjelaskan Sasana. “Kita harus
hati-hati, karena kita tidak boleh diketahui oleh mereka, bisa menimbulkan
kerincuhan dan pekerjaan kita akan gagal karenanya. Sedapat mungkin kita harus
bisa menyelidiki keadaan mereka, di mana nanti bisa menyusun rencana sebaik
mungkin guna menghadapi mereka.....!”
Yo Him mengangguk.
“Apakah Tiat To Hoat-ong juga
berada di dalam ruangan rahasia itu?” tanya Yo Him dengan suara yang berbisik.
Sasana mengangguk.
“Ya, menurut hasil
penyelidikan dari beberapa orang-orang kepercayaanku yang mengawasi gerak-gerik
mereka, Tiat To Hoat-ong memang sering mengadakan pertemuan dengan
orang-orangnya di tempat ini. Dan sekarang diapun tengah memimpin pertemuan di
antara anak buahnya itu. Yang terpenting bagi kita, harus dapat menyelidiki,
siapa-siapa saja orang ayah yang telah ditarik ke pihaknya dan
pahlawan-pahlawan ayah yang mana saja telah mengkhianati ayah......!”
Yo Him mengiyakan. Merekapun
telah memasang mata. Keadaan di sekitar tempat itu sunyi sekali, tidak terlihat
seorang manusia pun juga. Namun setelah berdiam sekian lama akhirnya mereka
mendengar samar-samar suara orang yang tengah bercakap-cakap.
Yo Him memasang pendengarannya
lebih tajam, dia mendengar beberapa patah perkataan yang tidak jelas, seperti:
“Harus dapat..... dua malam sejak sekarang ini..... kematian pangeran......
kita akan berhasil...... urusan rahasia...... di antara keterangan.....
Kaisar..... para pahlawan......” Dan setelah itu tidak begitu jelas lagi
kata-kata berikutnya, karena suara orang yang berkata-kata itu semakin perlahan
dan semakin tidak jelas.
Yo Him menoleh kepada si gadis
dia bilang: “Jika dilihat demikian, tampaknya mereka benar-benar tengah
mengatur suatu rencana untuk mencelakai ayahmu, nona......! Kaisarpun
disebut-sebut oleh mereka!”
Sasana mengangguk.
“Karena itu bantuan Yo kongcu
kami harapkan sekali! Memang guruku sangat liehay, dia bisa menghadapi beberapa
orang-orang penting Tiat To Hoat-ong, namun yang perlu kita selidiki, fitnah
apa yang hendak dilontarkan oleh Tiat To Hoat-ong kepada ayah, yang akan
dilaporkan kepada Kaisar!”
“Apakah kau tidak mengetahui
kunci rahasia dari ruangan itu?” tanya Yo Him.
Si gadis mengangguk.
“Aku mengetahui, tetapi jika
sekarang kita menggeser batu itu yang merupakan pintu utama ruangan rahasia
tersebut, tentu akan menimbulkan suara yang cukup keras dan akan diketahui oleh
mereka......”
Setelah berkata begitu, Sasana
berdiam sejenak, kemudian dia telah berpikir beberapa waktu lamanya. Sampai
akhirnya dia mengulurkan tangannya mencekal tangan Yo Him, katanya lagi: “Mari
kau ikut aku, ada tempat yang bisa kita pergunakan mengintai mereka!”
Tetapi baru saja mereka ingin
meninggalkan tempat tersebut, Yo Him melihat sesosok tubuh yang berkelebat
gesit sekali, gerakannya begitu ringan dan cepat, sehingga dia seperti juga
bayangan saja. Yo Him menahan tangan si gadis yang ditariknya agak keras,
bisiknya: “Diam dulu...... ada orang!”
Sosok bayangan itu telah
bergerak dekat sekali di sebelah kanan mereka, dan Sasana juga telah
melihatnya. Setelah melihat jelas, ternyata orang itu tidak lain dari Swat
Tocu!
“Aneh!” bisik Yo Him dengan
suara perlahan sekali di pinggir telinga si gadis. “Apa maksudnya Swat Tocu
datang ke mari? Apakah..... apakah dia pun telah berkomplot dengan Tiat To
Hoat-ong.
Tetapi berkata sampai di situ,
Yo Him telah menggeleng sendirinya. Waktu menggeleng begitu, dia merasakan
beberapa helai anak ramput Sasana bermain di mukanya, menggelitik perasaannya,
karena anak-anak rambut itu diterbangkan oleh desiran angin malam. Bau harumnya
menggelitik perasaan Yo Him juga.
Namun dalam keadaan seperti
ini Yo Him harus menindih perasaannya. Dia pun tidak berani menggeser tubuhnya
dari sisi si gadis, karena sedikit saja mereka menimbulkan suara yang perlahan,
tentu Swat Tocu akan mengetahui kehadiran mereka di tempat itu, karena Swat
Tocu memang merupakan tokoh persilatan yang jarang tandingannya. Sedangkan Yo
Him dan Sasana sendiri belum mengetahui di pihak mana Swat Tocu berdiri, musuh
atau memang kawan dan juga apa maksud kedatangannya kembali ke istana pangeran
Ghalik ini.
“Tidak mungkin!” akhirnya Yo
Him berbisik lagi pada Sasana. “Tidak mungkin Swat Tocu berhasil dipengaruhi
oleh Tiat To Hoat-ong. Dia seorang tokoh rimba persilatan yang setingkat dengan
Oey Locianpwe, ayahku atau beberapa tokoh persilatan lainnya dari angkatan
tua...... maka tidak mungkin dia mau membiarkan dirinya diperalat oleh Tiat To
Hoat-ong. Namun apa maksudnya datang ke mari lagi? Apakah dia mengandung maksud
buruk terhadap ayahmu?”
Sasana berdiam diri saja,
hanya wajahnya memperlihatkan bahwa gadis ini diliputi perasaan tegang. Matanya
juga mengawasi tajam, tangannya mencekal keras sekali pada pergelangan tangan
Yo Him, sehingga Yo Him merasakan telapak tangan yang dingin dan begitu
lembut..... halus sekali.
“Kau tidak usah kuatir,
kuyakin bahwa Swat Tocu Locianpwe tidak akan berdiri di pihak Tiat To Hoat-ong.
Kita hanya perlu mengawasi dulu, apa yang ingin dikerjakannya!”
Waktu itu Swat Tocu telah
melompat ke samping batu gunung, yang berhadapan dengan Yo Him dan Sasana,
hanya terpisah beberapa batang pohon. Rupanya Swat Tocu juga telah
memperhatikan keadaan di sekitar tempat itu, sampai akhirnya tampak dia
menggerakkan tangan kanannya, mempergunakan telapak tangannya yang ditempel
pada batu gunung di hadapannya.