Beruang Salju Bab 32 Rencana Keji Koksu Terhadap Pangeran

Beruang Salju Bab 32 Rencana Keji Koksu Terhadap Pangeran
32 Rencana Keji Koksu Terhadap Pangeran

Setelah berkata begitu, Lengky Lumi menoleh kepada Gochin Talu dan Liong Tie Siang tanyanya, “Bukankah kalian pun mengetahui hal itu juga?”

Gochin Talu, Liong Tie Siang telah mengangguk serentak. Demikian juga halnya dengan beberapa orang pahlawan lainnya yang telah menjadi pengikutnya Tiat To Hoat-ong, dengan serentak telah membenarkan keterangan Lengky Lumi.

Bukan main gusarnya pangeran Ghalik, mukanya sampai merah padam dan tubuhnya menggigil keras di mana dirasakan dadanya hendak meledak.

Demikian juga Sasana, karena gadis ini diliputi kemarahan yang sangat. ”Ngaco balau!” teriak gadis itu. “Aku sendiri yang telah mendengarnya kalian telah mengatur rencana busuk yang hendak mencelakai ayahku!”

“Kuncu bisa berkata begitu, karena pangeran Ghalik adalah ayahmu! Adakah seorang puteri yang hendak memberatkan dosa dan kesalahan ayahnya? Kuncu berusaha untuk meringankan dosa ayahmu maka telah melemparkan semua kesalahan ke punggung kami! Hmm, dengan memutar balik urusan bahwa kami yang ingin memberontak. Kuncu bermaksud melindungi ayahmu dengan niatnya yang buruk terhadap Kaisar?” Dan setelah berkata begitu, Tiat To Hoat-ong tertawa bergelak-gelak.

Pangeran Ghalik sudah tidak menahan kemarahan hatinya, dengan suara bengis dia membentak: “Tangkap penghianat itu!”

Hek Pek Siang-sat merupakan dua orang jago Persia yang memang telah lama bekerja di bawah kekuasaan pangeran Ghalik, dengan demikian, mereka telah banyak melakukan pekerjaan untuk kebaikan pangeran. Tentu saja merekapun bersetia pada pangeran tersebut. Sekarang mendengar perintah pangeran dengan sendirinya mereka telah meloncat dengan serentak kepada Tiat To Hoat-ong, yang ingin dibekuknya.

Waktu itu Tiat To Hoat-ong tengah dalam keadaan lemah sekali, kerena mukanya selain masih pucat, juga memang seluruh kekuatan hawa murninya belum lagi pulih semuanya. Karena itu jika Hek Pek Siang-sat menyerang di waktu itu, tentu Tiat To Hoat-ong tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan dirinya.

Tapi Lengky Lumi, Gochin Talu maupun Liong Tie Siang tidak berdiam diri. Dengan gesit sekali ke tiga orang itu telah berdiri di sekelilingnya Tiat To Hoat-ong.

Waktu Hek Pek Siang-sat ingin melompat menyerang Tiat-to Hoat-ong, Lengky Lumi telah menggerakkan tangan kanannya, di mana dia menangkis gempuran yang dilakukan oleh Hek Siang-sat, si Hitam itu.

Benturan terjadi dengan kuat, terdengar suara yang keras sekali. Tubuh Lengky Lumi terhuyung dua langkah demikian juga dengan Hek Siang-sat telah melangkah mundur setindak lebih.

Memang selama ini, Lengky Lumi berada di bawah perintah Hek Pek Siang-sat, dan ini tidak memuaskan hati Lengky Lumi. Sejak lama karena dia menghendaki, dia hanya berada di bawah perintah langsung pangeran Ghalik.

Sekarang dia memiliki kesempatan untuk jadi pengikut Tiat To Hoat-ong yang menjanjikan padanya. Jika berhasil meruntuhkan pangeran Ghalik sehingga kelak keamanan negara dan seluruh kekuasaan atas angkatan perang Mongolia berada di tangan Koksu ini, Lengky Lumi akan diangkat sebagai panglima perang untuk angkatan darat sedangkan Gochin Talu jadi panglima angkatan lautnya dan Liong Tie Siang akan diangkat sebagai panglima keamanan kotaraja.

Dengan janji-janji muluk seperti itulah ketiga orang tersebut yang semula adalah pahlawannya pangeran Ghalik, akhirnya telah menjadi pengikutnya Tiat-to Hoat-ong. Lengky Lumi bertiga Gochin Talu maupun Liong Tie Siang masing-masing memang memiliki banyak sekali anak buah. Maka dengan berpalingnya mereka menjadi pengikutnya Tiat To Hoat-ong dengan sendirinya merekapun telah mengajak semua anak buah mereka untuk berpihak pada Tiat To Hoat-ong.

Sedangkan Hek Siang-sat mendongkol bukan main tidak berhasil serangannya yang dirintangi Lengky Lumi. Beruntun dia menyerang beberapa kali, namun Lengky Lumi telah menghadapinya dengan gagah sekali, mati-matian berusaha melindungi Tiat To Hoat-ong. Demikian juga halnya dengan Gochin Talu dan Liong Tie Siang yang menghadapi Pek Siang-sat si Putih, di mana mereka telah bertempur dengan seru.

Tiat To Hoat-ong yang melihat perkembangan telah terjadi seperti itu, segera menyingkir ke pinggiran, ke dekat para pahlawan yang jadi pengikutnya, yang semuanya telah mencabut senjata mereka masing-masing untuk bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan dan melindungi keselamatan Tiat To Hoat-ong.

Waktu itu tampak pengeran Ghalik sendiri telah mencabut senjatanya, goloknya, dengan itu diapun telah melompat ke dekat Tiat To Hoat-ong karena dia penasaran sekali dituduh hendak memberontak pada Kaisarnya. Maka pangeran Ghalik bernafsu sekali untuk membinasakan Tiat To Hoat-ong.

Pangeran Ghalik juga menyadari bahwa kepandaiannya memang masih berada di bawah kepandainnya Tiat To Hoat-ong. Namun sekarang lain, Tiat To Hoat-ong tengah terluka dan tenaga dalamnya belum pulih kembali dan biarpun jalan darah di sekujur tubuh berjalan lancar, tokh semangatnya itu belum bisa dikumpulkan buat dipergunakan bertempur.

Golok pangeran Ghalik menyambar cepat sekali dan bertenaga sangat kuat sekali. Di waktu itu para pahlawan yang melindungi Tiat To Hoat-ong pun ragu-ragu karena mereka sebelumnya memang merupakan anak buah pangeran Ghalik walaupun kini mereka telah berkhianat dan berdiri di pihaknya Tiat To Hoat-ong.

Tokh melihat pangeran Ghalik yang berada dalam keadaan murka seperti itu mereka terpengaruh juga dan memandang ragu-ragu. Hanya beberapa orang saja yang menggerakkan senjata mereka berusaha menangkis bacokan pangeran Ghalik.

Pangeran Ghalik menarik kembali goloknya dengan muka merah padam dan mata mendelik dia membentak: “Kalian mundur tinggalkan Koksu sendiri!”

Bentakan itu berpengaruh para pahlawan itu ragu-ragu dan senjata mereka diturunkan sebagian ada yang menundukkan kepalanya.

Namun di saat itulah Tiat To Hoat-ong berkata nyaring: “Kalian hadapi dia. Jika ada yang bisa menangkapnya tentu jasanya tak akan dilupakan oleh kaisar dan akan kuberitahukan jasanya pada Kaisar agar memperoleh imbalan yang setimpal dengan jasanya itu!”

Perkataan Tiat To Hoat-ong memiliki pengaruh yang tidak kecil, karena waktu itu empat orang pahlawan telah melompat ke depan Tiat To Hoat-ong untuk melindungi Koksu itu. Mereka menghadapi pangeran Ghalik dengan sikap menantang dan senjata terhunus!

Bukan main murkanya pageran Ghalik, dia melompat akan membacok lagi, namun Sasana telah berteriak: “Ayah tahan.....!”

Pangeran Ghalik menahan goloknya yang melayang di tengah udara melirik pada puterinya. “Kenapa?”

“Biarlah aku yang menghadapi mereka!” kata Sasana dengan suara yang nyaring. Tubuhnya telah melompat ke dekat ayahnya.

Pangeran Ghalik memang pernah melihat kelihayan puterinya, dia mengangguk. “Mari kita membereskan mereka bersama-sama!” dan setelah berkata begitu tampak tubuh pangeran Ghalik telah melompat dengan gesit, goloknya berkelebat membacok seorang pahlawan yang menghalangi di depannya Tiat To Hoat-ong. Golok itu bergerak cepat, pun mengandung tenaga yang kuat sekali, angin bacokan itu menderu-deru.

Pahlawan itu mengangkat goloknya menangkis keras beradu senjata itu. Namun disertai dengan suara “trang!” golok pahlawan itu tertebas putus menjadi dua potong dan potongan golok itu jatuh ke lantai dan menimbulkan suara berkentrongan nyaring sekali.

Pangeran Ghalik tidak membuang-buang kesempatan lagi, dia menyusul dengan bacokan melintang dari samping kiri menebas ke kanan, pun bacokan itu cepat sekali.

Pahlawan yang seorang itu tengah terkesiap kaget karena goloknya tertebas putus dan kini dia diserang lagi dengan bacokan yang hebat dengan sendirinya telah membuat pahlawan tersebut jadi mengeluh dan berusaha mengelakkan diri. Walaupun dia mengetahui terlambat baginya untuk menghindarkan diri dari bacokan.

Tapi belum lagi serangan pangeran Ghalik tiba, di waktu itulah pahlawan yang seorangnya lagi telah menangkis golok pangeran Ghalik dengan kuat. Kembali golok pahlawan itu telah tertabas putus, karena golok yang dipergunakan oleh pangeran Ghalik ternyata merupakan golok mestika. Walaupun begitu tokh pahlawan yang seorang itu telah tertolong jiwanya dari kematian.

Dan di saat seperti ini pula, Sasana telah menjejakkan kakinya, tubuhnya telah mencelat ringan sekali sambil mengulurkan tangan kanannya untuk menotok Jing-kin-hiat dari pahlawan yang seorang itu.

Pahlawan tersebut berusaha untuk mengelakkan diri dengan melompat ke samping. tapi dia berlaku kurang cepat dari jari telunjuk Sasana telah menotok tepat sekali Jing-kin-hiat nya, sehingga tubuh pahlawan itu seketika terkulai lemas tidak bertenaga dan tidak bisa bergerak lagi.

Sasana tidak berhenti hanya sampai di situ saja karena dengan gerakan yang cepat luar biasa tampak dia telah menyerang lagi dengan bacokannya beberapa kali. Dua kali mengenai sasaran di mana dua orang pahlawan lain telah dilukai tidak berkutik lagi karena telah tertotok jalan darahnya, sedangkan dua totokan lainnya yang dilancarkan Sasana kepada Tiat To Hoat-ong mengenai tempat kosong.

Waktu itu keadaan memang tidak menguntungkan buat Tiat To Hoat-ong, di mana Koksu tersebut juga menyadari bahwa dia harus cepat-cepat meloloskan diri dari tempat itu.

Pangeran Ghalik yang tengah diliputi kegusaran yang sangat, telah meloncat lagi dengan goloknya yang membacok ke arah kepala Koksu itu. Gerakannya cepat, dia yakin bacokannya kali ini tentu akan berhasil sebab Koksu telah terluka di dalam, jelas tak mungkin bisa menghindarkan diri dari bacokannya itu.

Tapi di saat golok tengah meluncur dengan tenaga yang kuat dan Koksu dalam keadaan terancam maut, dan memang Koksu itu tidak memiliki kesempatan untuk berkelit lagi, tampak sesosok bayangan yang bergerak cepat dan gesit sekali sambil menangkis golok pangeran Ghalik dengan pedangnya sehingga berbunyi nyaring sekali dan golok pangeran Ghalik tersampok ke samping.

Rupanya orang yang menolong Koksu tak lain dari Liong Tie Siang, di mana Liong Tie Siang yang mencekal sebatang pedang mestika. Setelah ditangkisnya yang pertama berhasil menyelamatkan Tiat To Hoat-ong, dia telah membarengi lagi dengan tusukan yang beruntun sampai tiga kali mengincar tiga tempat yang mematikan di tubuh pangeran Ghalik.

Tikaman-tikaman maut seperti itu memaksa pangeran Ghalik harus mengelakkan diri dengan melompat mundur dua tindak ke belakang. Dia juga memutar goloknya untuk melindungi tubuhnya dari tikaman selanjutnya dari Liong Tie Siang.

Kemudian dengan suara yang bengis pangeran Ghalik telah membentak, “Liong Tie Siang apakah engkau benar-benar hendak memberontak? Tahukah kau hukuman apa yang bisa kau terima jika semua persoalan di sini kulaporkan pada kaisar?”

Tapi Liong Tie Siang rupanya memang telah nekad. Dia tertawa dingin, katanya, “Pangeran Ghalik, kau jangan memutar balik persoalan. Engkau yang ingin memberontak dan bermaksud hendak mengganggu keselamatan kaisar. Tapi sekarang engkau menuduh kami yang ingin memberontak! Terimalah tikaman ini! Nanti di hadapan Kaisar, akupun ingin melihat, apakah kau yang dapat menuduh kami atau memang Kaisar lebih mempercayai keterangan Koksu!”

Membarengi dengan perkataannya itu, tampak Liong Tie Siang bergerak cepat sekali pedangnya beruntun telah menikam dan menusuk dengan cepat dan juga jurus yang dipergunakan begitu luar biasa. Pedangnya itu berkelebat-kelebat cepat bagaikan secercah sinar perak yang bergulung-gulung di sekitar pangeran Ghalik seperti juga seekor Naga putih yang tengah mengamuk.

Pangeran Ghalik sendiri sesungguhnya memiliki kepandaian yang cukup tinggi, di mana diapun memiliki ilmu silat yang boleh diandalkannya. Karena waktu Kaisar Mancu meninggal di tangan Yo Ko, dan pasukan tentara Mongolia telah ditarik mundur pulang ke tanah air mereka, waktu itu pangeran Ghalik memang telah berguru pada seorang aneh yang memiliki kepandaian tinggi. Namun sejauh itu nama gurunya itu tidak diketahuinya, karena guru tersebut seorang Han, tidak mau memberi tahukannya. Namun seluruh kepandaian dan ilmu dari gurunya telah diwariskannya.

Kini di saat dia tengah marah seperti itu maka pangeran Ghalik telah mengeluarkan ilmu goloknya. Goloknya juga menderu-deru menyambar dahsyat sekali, mengimbangi pedang Liong Tie Siang yang bergulung-gulung sangat hebat.

Ke duanya sama-sama mempergunakan senjata mustika, karena itu mereka dapat bertempur dengan seru, tidak ada salah seorang di antara mereka yang terdesak. Malah semakin lama tampak mereka seperti tidak memperdulikan keselamatan jiwa mereka lagi, telah terkurung oleh gulungan-gulungan sinar pedang dan golok, tubuh mereka hanya berkelebat seperti bayangan belaka.

Sasana yang bertempur dengan tubuhnya yang lincah, telah menghadapi beberapa orang pahlawan pengikut Tiat To Hoat-ong, tangan si gadis berkelebat-kelebat cepat dan berbahaya, karena biarpun dia mempergunakan jari telunjuknya namun setiap totokan yang dilancarkan bisa melumpuhkan lawannya. Malah jika saja totokan itu mengenai jalan darah yang mematikan tentu lawannya itu akan menemui kematian, atau sedikitnya akan bercacad.

Waktu itu Hek Pek Siang-sat juga telah mementang mata mereka lebar-lebar mengawasi jalannya pertempuran antara pangeran Ghalik dengan Liong Tie Siang. Karena jika junjungan mereka terancam bahaya, ke duanya akan segera turun tangan menolonginya.

Gochin Talu yang menyaksikan pertempuran telah dimulai, di mana keadaan kacau seperti itu, telah melompat ke samping Tiat To Hiat ong hatinya pun berpikir: “Yang terutama sekali Koksu yang harus diselamatkan dulu!”

Tangan kanannya juga cepat sekali melingkari pinggang Tiat To Hoat-ong, dia telah berkata perlahan sekali: “Mari kita menyingkir, Koksu.....!” di mana Gochin Talu telah menjejakkan kakinya, tubuhnya mencelat ringan membawa kabur Tiat To Hoat-ong.

Koksu itu girang bukan main karena dia melihat Gochin Talu memang tetap berdiri di pihaknya, bahkan sekarang tengah berusaha untuk menyelamatkan dirinya. Dia yakin, Gochin Talu tentu akan dapat membawanya pergi keluar dari istana yang menyerupai perbentengan itu.

Tapi Gochin Talu belum lagi bergerak jauh baru beberapa tombak, telah berkelebat sesosok tubuh dengan gerakan yang gesit bukan main. Belum lagi tubuhnya berhasil menyandak, Gochin Talu yang ingin melarikan Tiat To Hoat-ong, di waktu itu telah berkesiuran angin pukulan yang dingin luar biasa, seperti juga selapis es dingin membungkus Gochin Talu dan Tiat To Hoat-ong.

Tapi Gochin Talu telah cepat-cepat melompat ke pinggir untuk menghindarkan diri dari pukulan itu. Namun gerakannya jadi terhambat oleh pukulan tersebut, dan juga orang yang menghalanginya telah berada di hadapannya. Orang itu tidak lain dari Swat Tocu!

“Hmm!” mendengus Swat Tocu dengan suara yang dingin. “Hendak dibawa lari kemana si gundul itu?”

Swat Tocu bukan hanya mengejek melainkan tangan kanannya telah digerakkan untuk menghantam Gochin Talu. Kemudian menyusul tangan kirinya menyambar lagi akan menghantam lebih kuat. Cara menyerang Swat Tocu merupakan serangan yang mengandung tenaga Inti Es yang dahsyat sekali, karena itu sekujur tubuh Gochin Talu dan Tiat To Hoat-ong telah diliputi oleh selapis uap dingin yang luar biasa.

Gochin Talu yang mengetahui bahwa Swat Tocu bukan orang sembarangan, dan menyadari walaupun dia mengerahkan seluruh kepandaiannya tidak mungkin bisa menghadapi Swat Tocu, hanya memikirkan cara untuk meloloskan diri. Karena diserang dahsyat seperti itu oleh Swat Tocu, dan dalam keadaan terdesak dengan membawa-bawa Tiat To Hoat-ong yang membuat gerakan Gochin Talu kurang begitu leluasa, dia berusaha untuk menyingkir ke pinggir kiri kemudian menjejakkan kakinya pula, untuk melarikan diri lagi.

Melihat orang ingin menyingkir, Swat Tocu tertawa dingin, katanya: “Jangan harap kau bisa angkat kaki seenakmu begitu saja! Tinggalkan si gundul itu!” dan tangan kanannya telah bergerak cepat sekali, kembali segumpal uap dingin yang menusuk tulang menyambar lagi ke arah Gochin Talu.

Tiat To Hoat-ong tengah terluka di dalam walaupun dia telah berhasil membuka jalan darahnya yang semula membeku itu, tokh dia tidak bisa mempergunakan Soboc nya lagi, karenanya, begitu Gochin Talu disêrang beruntun dengan pukulan tenaga Inti Es dari Swat Tocu, Tiat To Hoat-ong dalam gendongan Gochin Talu jadi mengigil keras sekali karena dia merasakan hawa yang dingin melebihi es itu bagaikan menyusup ke dalam tulang sumsumnya, membuat tubuhnya menggigil dan giginya berceratukan menahan hawa dingin yang meliputi sekujur tubuhnya.

Tiat To Hoat-ong juga menyadari, jika keadaan seperti ini berlangsung terus, niscaya akan menyebabkan dia terluka di dalam lagi. Berarti dia akan mengalami luka yang tidak ringan dan kemungkinan besar akan membuat dirinya jadi bercacad.

Tapi Gochin Talu memang tidak berdaya untuk cepat-cepat menyingkirkan Tiat To Hoat-ong dari tempat tersebut. Terlebih lagi memang Swat Tocu, tokoh rimba persilatan yang liehay luar biasa itu tidak mau melepaskannya dan telah melancarkan pukulannya berulang kali, sehingga hawa dingin itu semakin tebal dan juga semakin mengigilkan tubuh. Gochin Talu sendiri telah menggigil menahan dingin dan ia masih berusaha untuk bertahan agar dirinya tidak rubuh karena hawa dingin itu.

Swat Tocu memang tidak ingin membiarkan Tiat To Hoat-ong dibawa pergi Gochin Talu, karena dia telah menyerang terus dengan pukulan Inti Esnya itu. “Tinggalkan si gundul. Kau boleh angkat kaki!” bentak Swat Tocu dengan suara yang dingin.

Waktu itu Gochin Tolu, yang sesungguhnya memiliki kepandaian yang tinggi, tengah memutar otak untuk mencari jalan meloloskan diri. Jika menghadapi jago-jago biasa, tentu Gochin Talu tidak memperoleh kesulitan. Cuma saja, sekarang justru yang merintanginya adalah Swat Tocu, seorang tokoh rimba persilatan yang memiliki kepandaian yang luar biasa dan sulit diukur tingkatannya.

Dengan nekad, akhirnya Gochin Talu mempergunakan tangan kiri untuk menyerang kepada Swat Tocu, dia bermaksud begitu Swat Tocu mundur menghindarkan pukulannya itu, dia ingin mempergunakan kesempatan itu untuk berusaha melarikan diri lagi.

Namun yang membuat Gochin Talu jadi kaget bukan main, di saat itu tampak pukulannya seperti lenyap tidak berbekas dan tidak memberikan hasil apa-apa. Malah Swat Tocu telah menyerang lagi dengan tangan kanannya, segumpal hawa sangat dingin menerjang ke diri Gochin Talu dan Tiat To Hoat-ong.

Gochin Talu mengeluh, dia berusaha membuang diri bergulingan di tanah bersama Tiat To Hoat-ong.

Swat Tocu tertawa tawar, katanya dengan dingin: “Hemmm, mengapa engkau tetap hendak melarikan si gundul? Tinggalkan dia dan engkau boleh pergi dari sini!”

Tapi Gochin Talu yang telah bergulingan di lantai, tetap merangkul Tiat To Hoat-ong, yang dipeluknya kuat sekali, kemudian mengerahkan tenaga dalamnya pada ke dua tangannya. Tahu-tahu dia melontarkan tubuh Tiat To Hoat-ong sejauh empat tombak lebih sambil katanya, “Menyingkirlah lebih dulu Koksu!”

Walaupun tubuh Tiat To Hoat-ong tinggi besar, namun dia telah berhasil dilontarkan begitu jauh, membuktikan tenaga dalam Gochin Talu memang tidak lemah. Tiat To Hoat-ong sendiri walaupun dalam keadaan terluka namun masih bisa turun di tanah tanpa terbanting.

Sebagai seorang yang licik dan cerdik, tentu saja Tiat To Hoat-ong pun kenal bahaya, begitu ke dua kakinya menyentuh tanah, segera dia menjejakkan lagi kédua kakiñya tubuhnya telah melompat sejauh dua tombak lebih, dia berusaha untuk melarikan diri.

Swat Tocu tidak memperdulikan Gochin Talu, tahu-tahu tubuhnya telah berkelebatan dan berdiri di hadapan Koksu itu, kemudian katanya. dengan tawar: “Kau hendak menyingkir ke mana?!”

Muka Tiat To Hoat-ong berobah merah padam, dia telah menatap Swat Tocu dengan bola mata terpentang lebar-lebar mendelik pada Swat Tocu. “Jika kau ingin membunuhku, bunuhlah! Aku tak takut! Lakukanlah, jangan menghinaku terlebih jauh!” keras sekali suara Tiat To Hoat-ong.

Swat Tocu tertawa mengejek.

“Hemm, jika memang engkau berani untuk menerima kematian, tentu sejak tadi tidak ada niatan untuk melarikan diri! Baik! Baik! Jika memang engkau meminta aku mengirimmu menghadap ke Giam-lo-ong aku tentu tidak akan mengecewakanmu, aku akan meluluskan keinginanmu itu. Dan setelah berkata begitu, Swat Tocu menggerakkan ke dua tangannya, yang siap akan dihantamkan kepada Tiat To Hoat-ong.

Sedangkan Tiat To Hoat-ong telah mengawasi dengan hati mengeluh, karena dia yakin dirinya segera akan terbinasa. Begitu hawa Inti Es dari Swat Tocu menerjang dirinya, tentu tubuhnya akan membeku dan dia menemui kematian. Namun dia tidak memiliki jalan lain untuk meloloskan diri, untuk memberikan perlawananpun dia sama sekali tidak berdaya, karena tengah terluka seperti itu.

Dengan sendirinya Tiat To Hoat-ong hanya menantikan tibanya kematian. Cuma yang membuat dia menyesal, dirinya harus menerima kematian dengan cara yang mengecewakan seperti ini......

“Tahan Swat Tocu Locianpwe!” tiba-tiba ada suara yang berteriak nyaring, disusul sesosok tubuh yang melompat ke samping Swat Tocu.

Swat Tocu menahan gerakan tangannya yang telah berada di tengah udara setengah terangkat itu, dia melirik. Dilihatnya orang yang mencegahnya itu tidak lain dari Yo Him.

“Kenapa?!” tanya Swat Tocu dengan suara yang dingin.

“Locianpwe!” kata Yo Him cepat. “Kumohon agar kau jangan membinasakannya.....!” kata Yo Him itu disusul dengan tubuhnya yang membungkuk memberi hormat.

Swat Tocu telah mendengus lagi,

“Si gundul itu terlalu bertingkah, jika memang aku hendak membunuhnya. Siapa yang berani melarangku?!”

Yo Him tersenyum sabar, diapun telah menyahut, “Tapi Locianpwe, jika memang dia dibinasakan tentu akan menimbulkan badai yang tidak kecil dalam kalangan Kang-ouw, karena Kaisarnya jelas akan mengerahkan seluruh pahlawannya untuk melakukan penangkapan dan membinasakan jago-jago daratan Tiong-goan, di mana jêlas yang akan menjadi korban kelak nanti orang-orang yang tidak bersalah! Karena bisa saja Kaisarnya menuduh bahwa yang telah mencelakainya adalah kita orang-orang Han!”

Swat Tocu berdiam sejenak, namun akhirnya dia tertawa dingin.

“Aku tidak perduli semua itu!” katanya. “Ada hubungan apa denganku? Aku hanya berurusan dengan si gundul ini!”

“Tapi Locianpwe! Akibatnya sangat besar sekali buat orang-orang Han yang lemah. Untuk keselamatan mereka, bebaskan pendeta itu. Nanti boanpwe akan menjelaskan lagi urusan yang jauh lebih penting!”

Swat Tocu ragu-ragu, tapi akhirnya dia telah mengangguk juga.

“Baiklah!” katanya. “Memandang muka terang ayahmu Sin-tiauw-tay-hiap, mau juga aku memenuhi permintaanmu ini!”

Waktu itu Tiat To Hoat-ong tertawa dingin.

“Mengapa kau belum turun tangan juga?” ejeknya. “Jika memang kau ingin membinasakanku, ayoh turun tangan cepat. Aku ingin melihat apakah engkau memiliki keberanian untuk membunuhku!”

Muka Swat Tocu jadi berubah merah padam karena gusar. Tadi telah menyanggupi permintaan Yo Him untuk tidak membunuh Tiat To Hoat-ong, namun sekarang pendeta ini menantang sedemikian rupa, maka matanya memancarkan sinar yang sangat tajam sekali. Dia bermaksud akan menyerang lagi pada Tiat To Hoat-ong.

“Biarlah Swat Tocu Locianpwe, jangan locianpwe membunuhnya. Kita akan mengurus suatu urusan yang jauh lebih penting......!”

Kemudian Yo Him berkata kepada Tiat To Hoat-ong katanya dengan tawar: “Pergilah! Jika memang kelak ternyata engkau mencelakai orang-orang Han yang tidak bersalah, aku tentu akan mengajak locianpwe-locianpwe lainnya untuk mencarimu! Waktu itu biarpun engkau berlutut sambil menangis memohon pengampunan tidak akan kami layani......!”

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar