Beruang Salju Bab 45 Pencurian Ilmu Silat Yo Ko!

Beruang Salju Bab 45 Pencurian Ilmu Silat Yo Ko!
45 Pencurian Ilmu Silat Yo Ko!

Karena mungkinkah seorang yang hebat dan memiliki kepandaian yang luar biasa tingginya seperti Sin-tiauw-tay-hiap, tampaknya menurut cerita Kou Sie-ko, telah tunduk dan patuh pada si pendeta gemuk. Begitu juga perihal dengan Pangcu mereka, yaitu Yeh-lu Chi dan isterinya maupun puterinya Pangcu itu. Lalu kawannya Pangcu mereka yang keadaannya begitu aneh dan akhirnya semua itu telah tunduk di bawah perintah si pendeta tanpa memiliki perlawanan sedikitpun juga.

Dengan demikian telah membuat kawanan pengemis itu memandang kawannya setengah percaya setengah tidak.

Rupanya Kou Sie-ko itu mengetahui bahwa kawan-kawannya itu kurang mempercayai ceritanya, dia telah bilang: “Apa yang kuceritakan itu semuanya dari hal yang sebenarnya. Dan juga ini akan ada ekornya yang lebih aneh lagi..... kalian dengarkanlah baik-baik.....!”

Waktu berkata sampai di situ, Kou Sie-ko tidak meneruskan ceritanya dulu, dia telah mengawasi kawan-kawannya, lalu tanyanya: “Sekarang coba kalian katakan dulu, apakah yang telah kualami itu peristiwa yang aneh atau tidak?!”

Kawanan pengemis itu telah mengangguk.

“Itulah aneh dan menguatirkan sekali. Mengapa Pangcu dan Pangbo serta puterinya bisa dikuasai begitu rupa tanpa perlawanan sama sekali? Bagaimana jika si pendeta gemuk itu mencelakai mereka!”

“Sabar.....!” kata Kou Sie-ko kemudian. “Kalian dengar dulu..... hal itu belum sampai demikian jauh, karena akupun tetap mengikuti mereka. Perasaanku pada waktu itu sama seperti perasaan kalian, yaitu menguatirkan keselamatan Pangcu, isterinya dan puterinya itu. Maka aku berusaha menguntit dengan hati-hati sekali, agar aku tidak dipergoki pendeta gemuk itu. Bukankah jika diapun mempergunakan ilmu sihirnya kepadaku, maka akan membuat urusan jadi berantakan?!”

Setelah berkata sampai di situ, Kou Sie-ko menghela napas beberapa kali, baru dia melanjutkan lagi ceritanya: “Dan waktu itu, si pendeta gemuk tersebut telah membawa Pangcu, Sin-tiauw-tay-hiap dan juga orang yang berpakaian aneh, isteri Pangcu, puterinya dan bocah kecil ke sebuah hutan yang lebat sekali. Dia mengajak mereka memasuki sebuah goa yang luas, yang terdapat di dalam hutan itu. Itulah goa buatan.

“Aku tidak berani terlalu dekat dengan mereka, aku hanya mengintai dari kejauhan ssja. Maka dari itu, ketika si pendeta gemuk tengah bicara kepada Pangcu dan yang lainnya, aku tidak mendengar perkataannya itu. Aku hanya melihat Pangcu dan yang lainnya telah melangkah kaku memasuki goa itu dengan tindakan kaki yang berat. Namun dari mereka tidak terlihat sedikitpun sikap perlawanan karena mereka telah melangkah dengan patuh sekali.....!”

“Dan bagaimana dengan Sin-tiauw-tay-hiap.....?!” tanya salah seorang kawan Kou Sie-ko.

”Diapun sama. Tayhiap itu mengalami nasib sama seperti Pangcu dan yang lainnya. Sin-tiauw-tay-hiap telah memasuki goa itu dengan langkah kaki yang berat dan kaku......!”

“Aku...... aku kurang begitu yakin.....!” kata salah seorang pengemis itu.

“Kau kurang yakin...? Kurang yakin bagaimana?” tanya Kou Sie-ko.

“Aku kurang yakin jika Sin-tiauw-tay-hiap itu patuh terhadap perintah si pendeta gemuk itu. Walaupun sempurna dan tingginya kepandaian pendeta gemuk itu, tidak dapat dia memperlakukan Sin-tiauw-tay-hiap seperti itu..... Bukankah di jaman ini Sin-tiauw-tay-hiap merupakan satu-satunya manusia yang memiliki kepandaian ilmu silat tertinggi di kolong langit, merupakan jago nomor satu.....!”

“Maka dari itu, bukankah sejak dari semula aku telah mengemukakan dugaanku. Kemungkinan besar pendeta gemuk itu telah mempergunakan ilmu sihirnya untuk menguasai Sin-tiauw-tay-hiap dan yang lainnya?

“Bicara soal kepandaian silat, tentu saja hal itu tidak bisa dikatakan untuk masalah ini. Biarpun, Sin-tiauw-tay-hiap memiliki ilmu silat yang tinggi serta sempurna namun satu kali saja dia dikuasai oleh ilmu sihir si pendeta, jelas untuk itu dia akan terpengaruh dan patuh pada setiap perintah si pendeta, tanpa dia dapat mengeluarkan kepandaiannya untuk melabrak si pendeta gemuk tersebut.....!”

“Lalu bagaimana terusnya cerita itu?” tanya salah seorang di antara pengemis-pengemis tersebut.

“Aku seharian telah bersembunyi di tempat yang agak jauh dengan goa itu. Aku hanya mengintai saja, dan menyaksikan betapa si pendeta telah berulang kali memerintahkan Sin-tiauw-tay-hiap bersilat, untuk membawakan beberapa jurus ilmu silat andalannya. Sedangkan pendeta itu mengawasi saja, rupanya dia tengah memperhatikan untuk mempelajari jurus-jurus ilmu silat......!”

Yo Him kaget bukan main. Inilah berbahaya. Jika memang apa yang diceritakan oleh si pengemis yang dipanggil dengan sebutan Kou Sie-ko itu benar, maka ayahnya tengah terancam bahaya yang tidak kecil, disamping itu ilmu silat ayahnya bisa dikorek habis oleh si pendeta. Memang benar, untuk kepandaian silat mungkin ayahnya tidak ada tandingannya lagi, namun jika memang ayahnya itu dipengaruhi oleh semacam pengaruh ilmu sihir, inilah sulit untuk dibilang juga.

Jika memang Yo Him tidak berhasil untuk menindih perasaannya itu, tentu dia sudah lompat keluar untuk menanyakan lebih jelas perihal ayahnya pada Kou Sie-ko itu. Namun akhirnya Yo Him bisa juga menahan diri. Dia mendengarkan pula ceritanya Kou Sie-ko yang waktu itu telah meneruskan ceritanya pula.

“Kulihat Yo Tayhiap telah bersilat dengan tangan tunggalnya, mukanya begitu kaku, dibilang tertawa bukan tertawa, dibilang menangis bukan menangis. Dia bersilat dengan bola mata yang memandang lurus-lurus tidak pernah bergerak, maka dilihat selintasan, jelas dia seperti juga mayat hidup yang bisa bergerak. Sedangkan Pangcu dan yang lainnya hanya berdiri kaku seperti patung di pinggiran, sama sekali tidak bergerak, mereka benar-benar telah dipengaruhi oleh suatu kekuatan sihir.

“Setelah Sin-tiauw-tay-hiap bersilat beberapa saat, akhirnya pendeta gemuk itu tertawa bergelak-gelak, diapun telah bilang: “Bagus! Bagus! Sekarang aku ingin mengetahui ilmu andalanmu yang disebut Am-jian-sio-hun-kun!! Dan waktu itu, seperti juga seorang yang tidak memiliki perasaan lagi, Sin-tiauw-tay-hiap telah mengangguk, malah telah bersilat dengan jurus-jurus dari ilmu silat yang diinginkan oleh pendeta gemuk tersebut!

“Setiap gerakan tangan yang dilakukan Sin-tiauw-tay-hiap mengandung desiran angin yang kuat menderu-deru, dan memiliki kekuatan yang bisa menghancurkan batu-batu kerikil yang kena diterpa oleh terjangan angin pukulan itu. Malah waktu itu, daun-daun pohon telah berguguran dan ranting-ranting telah patah kena diterjang oleh gempuran tenaga ke dua tangan Sin-tiauw-tay-hiap, sedangkan si pendeta gemuk itu telah tertawa terbahak-bahak.”

Hebat cerita Kou Sie-ko ini, karena dia bukan hanya bercerita dengan mimik muka bersungguh-sungguh, malah Yo Him yang mendengarkan telah tergoncang hatinya.

Ilmu Am-jian-sio-hun-kun merupakan ilmu gubahan ayahnya yang sangat hebat dan merupakan kepandaian andalannya Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko. Dan Yo Him sendiri memang telah menerima pelajaran ilmu tersebut, memperolehnya langsung dari ayahnya, di mana dia telah berhasil menguasainya dengan baik.

Am-jian berarti kedukaan yang sangat. Sio Hun berarti kehilangan roh, atau kehilangan semangat. Tapi jika Am-jian-sio-hun-kun dirangkap menjadi satu, empat huruf itu memiliki arti “perpisahan”, maka dari itu Am-jian-sio-hun-kun berarti “ilmu silat Perpisahan”.

Dengan lain perkataan, ilmu itu digubah sebagai peringatan dari perpisahan yang mendukakan sangat ketika Yo Ko harus berpisah dengan Siauw Liong Lie.

Ilmu Am-jian-sio-hun-kun ini terdiri dari tujuhbelas jurus, semuanya berisikan ilmu pukulan yang luar biasa sekali, yang tersusun sebagai berikut:

Kie-jin-yu-thian (Kesedihan Yang Melampaui Batas), Bu-tiong-seng-yu (Dalam Kekosongan Terdapat Isi), Toh-nie-tay-sui (Menyeret Lumpur Membawa Air), Sim-khia-jiok-tiauw (Hati Takut Daging Meloncat), Bu-beng-kie-miauw (Tak Tahu Apa Kebagusannya, berarti heran), Jiak-yu-so-sit (Seperti Juga Kehilangan Sesuatu), To-heng-gek-sie (Jalan Jungkir Balik), Kek-sie-sio-yang (Di balik Sepatu Menggaruk Rasa Gatal), Lat-put-ciong-sin (Kemauan Besar, Tenaga Kurang), Heng-sie-cauw-jiok (Mayat Berjalan) Yong-jin-cu-yu (Sigoblok Kejengkelan Sendiri), Bin-put-tui-tee (Karangan Tak Cocok Dengan Kalimat), Liok-sin-put-an (Pikiran Tak Tenteram), Kiong-touw-bwee-louw (Menemui Jalan Buntu), Bin-bu-jin-sek (Di muka Tak Ada Cahaya Manusia), Hua-phia-ciong-kie (Menggambar Kuwe Menghilangkan Lapar), Siong-jip-hui-hui (Pikiran Melantur).

Itulah ke tujuhbelas jurus dari ilmu Am-jian-sio-hun-kun yang telah diciptakan oleh Yo Ko, Sin-tiauw-tay-hiap itu, waktu dia tengah merana disebabkan perpisahannya dengan Siauw Liong Lie, Kouw-kouwnya yang sangat dicintai dan akhirnya menjadi isteri. Dalam kedukaan yang mendalam seperti itulah, akhirnya Yo Ko berhasil menggubah ilmu silat yang aneh dan luar biasa hebatnya itu.

Dengan demikian, sekarang mendengar bahwa Yo Ko tengah dipengaruhi oleh pendeta gemuk yang pandai ilmu sihir itu, dan juga ayahnya itu tengah dipengaruhi untuk dikorek ilmu silatnya tersebut, membuat Yo Him sangat berkuatir sekali. Dengan tidak diinginkannya dia telah mengucurkan keringat dingin dan telah memasang telinga terus untuk mendengarkan lebih jauh cerita dari si pengemis tersebut.

Waktu itu Kou Sie-ko telah melanjutkan ceritanya lagi, dia bilang: “Memang luar biasa sekali, bukan hanya Sin-tiauw-tay-hiap saja yang menurut dan patuh pada pendeta gemuk itu, bahkan tidak lama kemudian Pangcu dan juga kawannya, maupun isteri Pangccu, telah bersilat membawakan ilmu silat masing-masing untuk diperlihatkan kepada pendeta gemuk itu.”

“Si pendeta gemuk sambil menyaksikan mereka bersilat, telah berulang kali memuji-muji: “Bagus, bagus! Hemm, tidak lama lagi, kalian harus menuruti perintahku membasmi orang-orang rimba persilatan..... Hahaha, jika aku berhasil mengumpulkan ilmu silat dari seluruh aliran yang ada di daratan Tiong-goan ini, tentu aku menjadi seorang jago nomor satu di kolong langit ini tanpa ada tandingannya lagi!” Dan pendeta gemuk itu telah tertawa bergelak-gelak keras sekali.

Hati Yo Him jadi tergetar, karena dia mendengar perkataan dari Kou Sie-ko itu, yang membawakan ceritanya demikian rupa mengenai perkataan pendeta gemuk itu mengandung maksud yang bisa membahayakan jago-jago Kang-ouw. Dengan cita-citanya yang ingin mempengaruhi semua jago-jago yang memiliki kepandaian hebat dengan mempergunakan ilmu sihirnya, lalu memaksa jago-jago itu, untuk mengeluarkan kepandaiannya, sehingga si pendeta gemuk itu bisa mencangkoknya.

Dengan demikian telah membuat Yo Him bisa menduga. Badai yang akan ditimbulkan oleh pendeta gemuk itu di dalam kalangan Kang-ouw tentu hebat sekali. Belum lagi sekarang negeri tengah dijajah oleh kerajaan Boan dan peperangan baru saja selesai, di mana rakyat masih juga bersengsara. Jika memang terjadi badai dan gelombang hebat serta banjir darah di kalangan Kang-ouw oleh tingkah pola dari pendeta gemuk itu, niscaya akan berjatuhan korban yang sangat banyak sekali.

Waktu itu Kou Sie-ko telah meneruskan perkataannya lagi, menyambung ceritanya, dia bilang: “Jika memang hendak dibilang, sungguh membuat hati jadi tidak mengerti. Aku menyaksikan dengan mata kepala sendiri, kusaksikan benar dan tidak salah lihat, bahwa Sin-tiauw-tay-hiap, Pangcu dan juga yang lainnya, setelah selesai bersilat, membungkuk memberi hormat kepada pendeta gemuk itu, yang tetap duduk dengan sikap seorang Kaisar tengah menghadapi bawahannya.

“Acap kali dia hanya mengebutkan lengan jubahnya, barulah Sin-tiauw-tay-hiap dan yang lainnya menyingkir ke samping. Waktu pendeta gemuk itu menunjuk ke arah goa besar itu, maka berbarislah Sin-tiauw-tay-hiap dan juga yang lainnya, telah memasuki goa itu.

“Peristiwa itu terjadinya di daerah mana?” tanya kawan-kawannya Kou Sie-ko.

“Tidak jauh dari tempat ini..... jika memang kalian berjanji tidak menimbulkan onar, aku akan mengajak kalian, mengajaknya ke sana. Tetapi jika memang belum ada kesempatan yang baik, jangan sekali-kali kalian mencoba untuk menolong Pangcu, sebab bukan kita akan berhasil dengan usaha untuk menolongi Pangcu justru kita sendiri bisa-bisa ditawan pendeta gemuk itu juga. Dengan demkian, tentu akan membuat usaha kita selanjutnya sia-sia belaka, di mana kita tidak akan bisa memberikan laporan ke markas Kay-pang.....!”

“Hemm, walaupun bagaimana tangguhnya pendeta gemuk itu, tetap jika semua Tianglo kita turun tangan, tentu dengan mudah pendeta gemuk itu akan dirubuhkan dan Pangcu akan dapat tertolong.....!”

“Atau salah seorang di antara kita pergi ke markas untuk memberikan laporan kepada para Tianglo...... agar mereka segera bisa datang ke mari, guna memberikan pertolongan kepada Pangcu kita.....!” usul salah seorang di antara pengemis-pengemis itu.

“Jika memang ada di antara kita yang bersedia untuk pergi ke markas guna memberikan laporan pada para Tianglo itulah memang lebih baik lagi!” Dan setelah berkata begitu, maka segera juga Kou Sie-ko telah mengawasi kawan-kawannya itu, tanyanya lagi: “Siapa di antara kalian yang ingin melakukan tugas tersebut?”

“Baiklah, biarlah aku akan pergi memberitahukan peristiwa ini kepada para Tianglo..... dan juga, jika memang kalian tidak bertemu dengan para Tianglo dalam lima hari, berarti terdapat kesulitan kami, namun kami usahakan dalam lima hari untuk tiba di tempat ini.....!”

Kou Sie-ko telah mengangguk, dan diapun telah berpesan: “Jika memang dapat diusahakan, para Tianglo itu datang dengan beberapa Hu-tianglo......! Tampaknya pendeta itu bukanlah lawan yang ringan.....!”

Pengemis yang seorang telah mengiyakan.

“Tunggu dulu.....!” tiba-tiba Yo Him telah melompat dari tempat persembunyiannya, diapun tahu-tahu telah berada di hadapan Kou Sie-ko dan pengemis-pengemis yang lainnya. Gerakannya itu memperlihatkan ginkangnya memang telah sempurna sekali.

Para pengemis jadi terkejut sekali, karena tahu-tahu pemuda itu telah berada di hadapan mereka.

“Siapa kau?!” bentak Kou Sie-ko dengan terkejut dan melompat berdiri, matanya mencilak memandang penuh curiga pada pemuda she Yo tersebut.

Yo Him telah angkat tangannya memberi hormat, diapun bilang: “Kou Locianpwe, jika memang Kou Locianpwe tidak keberatan, maukah Kou Locianpwe membawa aku untuk pergi menemui Yo tayhiap, karena aku ingin menolonginya!”

Kou Sie-ko dan kawan-kawannya telah memandang curiga, diapun telah bertanya:

“Siapa kau sebenarnya?!”

Yo Him tersenyum, dia menyahuti: “Aku she Yo dan bernama Him, dan akulah putera dari Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko......!”

“Apa?!” tanya Kou Sie-ko dengan suara yang terkejut dan dia telah memandang setengah percaya dan tidak, tapi kemudian dia menyahuti juga: “Jika demikian tentunya kau bisa memperlihatkan kepada kami, bahwa dirimu benar-benar putera Tayhiap itu....!”

Mendengar perkataan Kou Sie-ko, Yo Him telah tersenyum.

“Apakah itu ada perlunya untuk para Locianpwe? Bukankah tadi Kou Locianpwe telah menceritakan bahwa ayahku tengah berada dalam bahaya, maka dari itu aku hanya mohon pada Kou Locianpwe untuk mengajakku ke tempat pendeta gemuk itu. Nanti akan ku perlihatkan apakah aku sesungguhnya putera Yo Tayhiap atau bukan.....! Nanti kalian boleh melihat pula, setelah pertemuanku dengan ayahku itu, apakah aku berdusta atau tidak.....!”

Kou Sie-ko telah memandang dengan sorot mata mengandung kecurigaan, lalu tanyanya dengan hati-hati: “Apakah kau bukan..... bukan orangnya si pendeta gemuk itu.....?!”

Yo Him tersenyum, dia telah memanggil, “Sasana, ke mari kau!”

Sasana telah melompat keluar, dia kemudian menjura kepada para pengemis itu.

“Inilah muridnya Ciu Locianpwe, Ciu Pek Thong!” menjelaskan Yo Him. “Dan jika memang kalian masih tidak mempercayainya, aku akan mengajak kalian bertemu dengan Ciu Locianpwe, karena memang Ciu Locianpwe bersama kami tengah melakukan perjalanan......!”

Para pengemis itu telah memandang Yo Him dengan sikap yang tidak dingin seperti tadi, dan Kou Sie-ko telah berkata: “Baiklah, kami akan mengajak Yo kongcu untuk menemui pendeta gemuk itu, tapi dia memiliki ilmu sihir. Jika memang benar apa yang kau katakan, bersama kalian ikut serta Ciu Locianpwe maka ajak saja Ciu Locianpwe bersama kita, dengan demikian, tentu kita bisa menghindarkan bahaya yang tidak kita inginkan.....!”

Yo Him tersenyum, dia mengerti arti perkataan dari Kou Sie-ko itu, yaitu memang pengemis ini masih mencurigainya, maka dari itu secara tidak langsung pengemis ini ingin bertemu dengan Ciu Pek Thong.

Yo Yim beranggapan memang ada baiknya juga dia mengajak pengemis-pengemis tersebut bertemu dengan Ciu Pek Thong. Bukankah dengan adanya bantuan Ciu Pek Thong, dia lebih leluasa untuk menghadapi pendeta gemuk.

Menurut cerita dari Kou Sie-ko, pengemis yang menggemblok lima lembar karung tersebut, memang pendeta gemuk itu belum tentu memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi, tetapi yang dikuatirkannya adalah ilmu sihirnya yang tangguh, di mana Yo Ko dan juga Yeh-lu Chi dan yang lainnya telah dipengaruhi oleh ilmu sihir itu.

Dengan demikian telah membuat Yo Him mengangguk menerima permintaan Kou Sie-ko tersebut. Begitulah, Yo Him dan Sasana telah mengajak para pengemis itu untuk pergi menemui Ciu Pek Thong.

Setelah bertemu dengan Ciu Pek Thong, barulah para pengemis itu percaya habis, bahwa Yo Him adalah puteranya Yo Ko. Dengan demikian, merekapun telah menceritakan sekali lagi semuanya dialami oleh Kou Sie-ko.

Ciu Pek Thong kaget bukan main mendengar Yeh-lu Chi tertawan oleh pendeta gemuk itu. Seperti diketahui bahwa Yeh-lu Chi adalah murid kesayangannya. Pangcu pengemis itu dalam bahaya yang cukup besar, maka Ciu Pek Thong sambil berjingkrak tidak sabar telah menarik tangan Yo Him, kemudian katanya: “Ayo cepat ajak aku pergi ke tempatnya pendeta gemuk itu.....!”

Kou Sie-ko yang jadi penunjuk jalan, dia telah mengajak Ciu Pek Thong dan yang lainnya ke sebuah permukaan hutan yang lebat, terpisah belasan lie dari tempat di mana Ciu Pek Thong dan rombongan pangeran Ghalik berada. Hutan itu besar dan lebat sekali.

Selama dalam perjalanan menuju ke tempat itu tampaknya Ciu Pek Thong tidak sabar, karena selain Yo Him, yang lainnya memiliki ginkang yang tidak begitu tinggi, sehingga beberapa kali Ciu Pek Thong harus menunggui orang-orang itu, harus menanti dengan gelisah, karena dia memikirkan keselamatan muridnya itu.

Akhirnya mereka tiba juga di hutan itu.

Keadaan di sekitar tempat tersebut sepi sekali. Kou Sie-ko telah berkata: “Kita harus hati-hati..... jika pendeta itu mengetahui kedatangan kita dan dia mendahului mempergunakan ilmu sihirnya, celakalah kita......!”

Ciu Pek Thong yang sudah tidak sabar segera melompat ke dalam hutan itu.

Benar saja, tidak jauh dari tempatnya berada, di antara pohon yang besar, tampak sebuah goa yang sangat besar. Dan goa itu juga tidak kosong, tampak beberapa orang yang tengah duduk termenung. Dan yang membuat terkejut Ciu Pek Thong segera dia mengenalinya orang-orang itu tidak lain dari Sin-tiauw-tay-hiap Yo Ko, Yeh-lu Chi, Kwee Hu, Yeh-lu Kie, Swat Tocu dan Ko Tie!

Yo Him tidak kurang terkejutnya, malah Yo Him telah lari menghampiri ayahnya.

“Ayah.....!” panggilnya.

Namun Yo Ko tidak bergerak dari tempat duduknya, dia hanya mengawasi Yo Him dengan sorot mata yang kosong, seperti juga arwahnya telah meninggalkan raganya, di mana dia seperti tidak kenal pada Yo Him, anaknya.

Di samping Yo Ko tampak duduk Yeh-lu Chi dan Kwee Hu. Begitu juga keadaan ke dua orang ini sama seperti Yo Ko, mereka diam saja walaupun Ciu Pek Thong telah menggoyang-goyangkan tubuh Yeh-lu Chi, sambil sang guru itu telah memanggil-manggil muridnya ini.

Bukan main gusarnya Ciu Pek Thong melihat keadaan Yeh-lu Chi dan yang lainnya seperti itu. Dia sampai berjingkrak dan berseru, “Pendeta busuk itu entah telah mempergunakan ilmu siluman apa, sehingga membuat muridku seperti patung ini?”

Sambil berseru begitu, Ciu Pek Thong beberapa kali telah menotok beberapa jalan darah di tubuh Yeh-lu Chi, namun Yeh-lu Chi tetap dengan keadaannya itu, yang berdiam seperti patung. Jadi sudah jelas bahwa Yeh-lu Chi bukan dalam keadaan tertotok.

Ciu Pek Thong jadi berjingkrakan bingung sekali, dia pun telah berseru-seru dengan panik, karena ilmu totokannya sama sekali tidak memberikan hasil. Seumur hidupnya baru kali ini dia meng hadapi kejadian seperti ini.

“Mana pendeta busuk itu? Mana dia si pendeta busuk itu?!” berseru-seru Ciu Pek Thong berulang kali. Dia juga telah memandang sekelilingnya untuk melihat dan mencari-cari si pendeta gemuk itu untuk mengadakan pembalasan.

Namun keadaan di sekitar hutan itu sunyi sekali, tidak ada orang lainnya, selain Yo Ko, Kwee Hu, Yeh-lu Chi, Yeh-lu Kie. dan juga Swat Tocu dan Ko Tie, yang semuanya dalam keadaan seperti patung itu. Pendeta yang mereka cari itu tidak terlihat batang hidungnya.

Bukan main penasarannya Ciu Pek Thong, dia pun tengah murka melihat keadaan muridnya seperti itu. Dengan gerakan gesit sekali Ciu Pek Thong mengelilingi hutan itu, namun orang yang dicarinya itu masih juga belum dapat ditemuinya.

Di waktu itu, Yo Him juga bingung bukan main, sedangkan Kou Sie-ko dan pengemis-pengemis lainnya telah duduk di hadapan Yeh-lu Chi, mereka menguatirkan sekali keselamatan Pangcu mereka ini. Tapi mereka tidak berdaya untuk menolong Pangcu mereka, yang keadaannya seperti patung itu.

Setelah berputaran ke sana ke mari di hutan itu, maka Ciu Pek Thong kemudian kembali lagi ke tempat dekat goa itu. Dia menggerutu seorang diri: “Jika memang aku berhasil menemui pendeta itu, hemm, hemm, akan kupatahkan batang lehernya menjadi bubur.....!” Dan ocehan itu tidak hentinya diucapkan oleh Ciu Pek Thong.

Tetapi baru saja Ciu Pek Thong hendak mencoba menotok lagi Yeh-lu Chi guna menolonginya dari keadaannya yang seperti patung itu, tiba-tiba terdengar suara tertawa yang keras panjang sekali. Suara tertawa yang mengalun seperti juga suara gelombang lautan yang datang sambung menyambung tidak hentinya, merupakan suara tertawa yang disertai tenaga lweekang yang sangat kuat sekali.

Ciu Pek Thong telah melompat gesit, dia berlari seperti terbang menuju ke arah datangnya suara tertawa itu, karena dia menduga orang yang tertawa panjang itu adalah si pendeta gemuk, yang tengah dicarinya.

Begitu cepatnya Ciu Pek Thong berlari ke arah datangnya suara tertawa tersebut sehingga dalam waktu sekejap mata saja dia telah lenyap dari pandangan mata semua orang. Sedangkan Yo Him sendiri sebetulnya ingin ikut mengejarnya, namun dia membatalkan niatnya, karena dia segera teringat untuk menjaga ayah dan yang lainnya, yang keadaannya seperti patung itu. Dengan Ciu Pek Thong seorang diri saja juga sudah lebih dari cukup.

Lama juga Ciu Pek Thong pergi, tetapi tidak lama kemudian dia telah kembali, dia melangkah perlahan-lahan, di depannya berjalan seorang pendeta gemuk. Ciu Pek Thong yang biasanya berandalan dan jenaka, kali ini berjalan dengan langkah kaki satu-satu bagaikan patung saja.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar