51 Pentilan Maut Khim Kecil
Penggotong joli itu rupanya
jadi gusar melihat lagak muda mudi itu, maka dia telah membentak lagi dengan
suara yang bengis: “Apakah kalian tuli, heh? Tidakkah kalian dengar Loyamu
mengatakan bahwa kalian dipanggil menghadap oleh Hujin kami?!”
Yo Him dan Sasana tetap duduk
di tempat mereka tanpa bergeming sedikitpun juga. Hanya Yo Him yang telah
mengangkat kepalanya. Dia telah menunjuk kepada dirinya sendiri sambil
tanyanya: “Apakah kau maksudkan kami berdua?!”
Orang itu, si penggotong joli
yang seorang ini, jadi gusar bukan main.
“Pemuda kurang ajar, kau
rupanya minta dihajar, heh?!” dan sambil berkata begitu, dia telah melangkah
dua tindak ke depan, sambil mengulurkan tangannya untuk mencengkeram pundak Yo
Him.
Namun waktu itu Kwie Losam
yang tengah sibuk dengan makanannya, tiba-tiba telah menjatuhkan sepotong
daging, diapun berseru: “Dagingku jatuh...... ai bisa kotor.....!” dan
tangannya telah diulurkan untuk mengambil daging itu.
Dia duduk di samping Yo Him,
maka orang itu, yaitu si penggotong joli, jika ingin menghampiri Yo Him harus
berada di dekatnya. Dan waktu tangan Kwie Losam diulurkan untuk mengambil
dagingnya, justru kaki si penggotong joli itu tengah menindak dan waktu itulah
Kwie Losam telah memutar tangannya. Telapak tangannya jadi menghadap ke atas
dan telapak kaki orang itu menginjak telapak tangannya.
Kwie Losam menjerit kesakitan
sambil berseru: “Aduhhh, aduhhh...... tanganku terinjak!” Dan dia telah
menghentak tangannya itu.
Tidak ampun lagi si penggotong
joli itu merasakan dirinya seperti dihentak oleh satu kekuatan yang hebat,
namun tidak terlihat. Tubuhnya terlontar dan terguling di lantai! Mukanya jadi
merah ketika dia melompat berdiri dengan cepat.
Kwie Losam telah memegangi
tangan kanannya itu, yang diurut-urut dengan tangan kirinya, dia masih
mengaduh-aduh dengan muka yang meringis, diapun menggumam: “Aduh, tanganku
diinjak-injak..... manusia kurang ajar, mengapa kau menginjak tanganku, heh?!”
Dan sambil berkata begitu,
Kwie Losam juga telah mendeliki si penggotong joli yang baru saja melompat
berdiri dengan muka merah padam, tampaknya penggotong joli itu tengah gusar
sekali. Dan sekarang, setelah dia yang dibikin terguling begitu oleh Kwie
Losam, justru sekarang dia yang ditegur dan juga dideliki seperti itu, dengan
sendirinya membuat si penggotong joli marah bukan main.
Dia melangkah menghampiri, dia
telah menggerakan tangan kanannya sambil bentaknya. “Kau main-main dengan tuan
besarmu, heh?!”
Kepalan tangannya itu
mengandung kekuatan yang bisa memukul hancur batu, karena belum lagi tinjunya
tiba pada sasaran, Kwie Losam telah merasakan sambaran angin yang kuat sekali.
“Hei, hei, tidak
karuan-karuan. Setelah menginjak tanganku, sekarang kau mau main pukul? Atau
memang kau tidak takut pada hukum yang ada?!” teriak Kwie Losam dengan suara
yang seperti gusar dan gugup. Tubuhnya telah bergoyang goyang dengan tangan
kirinya masih mengusap-usap tangan kanannya yang tadi “terinjak” oleh kaki si
penggotong joli itu.
Kepalan tangan si penggotong
joli telah menyambar cepat. Namun ketika kepalan tangan itu hampir mengenai
dada, mendadak Kwie Losam memiringkan tubuhnya, seperti bergoyang tanpa
diseagaja, sehingga kepalan tangan itu menyambar lewat di pinggir dadanya. Dan
Kwie Losam seperti orang yang kaget telah mengulurkan tangan kirinya mencekal
tangan si penggotong joli, sambil teriaknya. “Hei, hei, mengapa kau memukul
aku?!”
Rupanya Kwie Losam ini
mencekal tangan si penggotong joli itu bukan untuk menahan tinju lawannya,
melainkan dia malah telah mendorong. Dengan sendirinya tangan si penggotong
joli itu jadi meluncur lebih cepat lagi ke depan, tubuh si penggotong joli itu
jadi terjerunuk ke depan. Dan waktu itu tenaga pukulan di tambah dengan tenaga
dorongan tangan Kwie Losam, membuat pukulan itu keras bukan main, menghantam
telak sekali tembok ruangan.
“Duukkk!” terdengar suara
benturan yang sangat kuat sekali, disusul juga oleh jerit ke sakitan si
penggotong joli itu, yang telah berjingkrakan sambil menjerit-jerit tidak
hentinya dan mengipas-ngipas tangannya yang kanan, yang waktu itu telah merah
bengkak, karena pukulannya pada tembok itu luar biasa kuatnya, sampai tembok
itu saja gempur sebagian!
Menyaksikan semua, wanita
setengah baya menggerakkan alisnya, tahu-tahu dia menjentik jari tangannya. Sulit
dilihat gerakannya, tapi tahu-tahu Kwie Losam merasakan sambaran angin yang
tajam di arah punggungnya.
Kwie Losam seperti orang yang
kebakaran jenggot telah melompat berdiri, dia telah mengebut-ngebut baju bulu
Tiauwnya, seperti orang yang mendongkol: “Hanya membikin baju kotor, dasar
manusia kasar!”
Tapi kebutannya pada baju
Tiauwnya itu sesungguhnya merupakan tangkisan terhadap serangan senjata rahasia
si wanita setengah baya itu. Rupanya wanita itu telah menyerang dengan
mempergunakan jarum rahasia yang halus, dan semua jarum-jarum itu telah
menancap di baju bulu Tiauwnya Kwie Losam.
“Hu, hu, rupanya ada semut
atau binatang lainnya yang kurang ajar! Bajuku ini mengapa jadi gatal
dipakainya?!” teriak Kwie Losam sambil membuka baju bulu Tiauwnya itu. Dia
memeriksanya, kemudian dia mencabut tiga batang jarum yang halus-halus.
“Hi, rupanya bajuku ini
tertusuk jarum-jarum celaka ini, untung saja tidak sampai melukai tubuhku!
Entah di mana bajuku ini dihinggapi jarum-jarum celaka ini.....!”
Dia telah melemparkannya
dengan sembarangan tanpa menoleh lagi, tetapi sesungguhnya ke tiga batang jarum
itu telah menyambar balik ke arah ke tiga orang lelaki yang berdiri paling
depan di dekat wanita setengah baya itu! Jarum itu meluncur dengan cepat
sekali, dengan kekuatan yang sangat deras sekali, sehingga ke tiga lelaki itu
terkejut dan telah melompat dengan gesit ke atas dua tombak lebih. Dengan
demikian mereka bisa menyelamatkan diri dari sambaran jarum-jarum itu.
Ketiga batang jarum itu telah
menancap di tiang, dan amblas tidak meninggalkan bekas! Itulah cara menimpuk
yang mempergunakan lweekang tingkat tinggi!
Kwie Losam waktu itu telah
berseru lagi seperti orang yang tengah mendongkol: “Sialan benar, bajuku jadi
berlobang..... malah sampai tiga lobang. Jika kujual, tentunya baju ini akan
turun harganya..... Hu! Hu!!”
Yo Him dan Sasana yang melihat
tingkah laku Kwie Losam jadi tersenyum saja.
Memang buat tamu-tamu lainnya,
mereka mengira bahwa Kwie Losam benar-benar tengah mendongkol karena baju bulu
Tiauwnya itu rusak. Mereka tidak mengetahui bahwa tadi telah terjadi urusan
yang bisa minta korban jiwa. Dan soal tergulingnya si penggotong joli itu
dianggap mereka sebagai peristiwa kebetulan, di mana memang tanpa disengaja si
penggotong joli itu menginjak tangan Kwie Losam, sehingga dia tergelincir dan
jatuh. Mereka tidak menyangka bahwa semua itu adalah perbuatan dan permainan
Kwie Losam.
Di saat itu, si penggotong
joli yang tadi telah dirubuhkan, menghampiri Kwie Losam lagi. Kali ini dia
tidak membentak, tanpa mengeluarkan sepatah perkataan, dia melompat sambil
mengayunkan kepalan tangannya.
Kwie Losam yang tengah
mengibas-ngibaskan bajunya itu, seperti tidak melihat pukulan lawan, dia telah
membungkukkan tubuhnya untuk mengangkat ujung baju Tiauwnya itu. Dengan
membungkuk seperti itu, tinju penggotong joli tersebut telah menyambar lewat di
atasnya.
Dengan demikian, tubuh si
penggotong joli itu jadi terjerunuk lagi, dan waktu itulah Kwie Losam telah
mengangkat kaki kanannya menendang ke belakang dan “Dukkk!” tubuh si penggotong
joli itu telah terlempar pula.
Namun sekarang dia telah
bersiap sedia dan berwaspada. Walaupun dia ditendang hebat oleh Kwie Losam toh
dia hanya terlempar tanpa perlu terguling lagi, karena dia telah hinggap di
atas lantai dengan ke dua kaki terlebih dulu! Hanya mukanya saja yang merah
padam karena gusar.
Begitu ke dua kakinya mengenai
lantai, segera tubuhnya telah melambung lagi, dia menerjang kepada Kwie Losam.
Malah sepasang tangannya telah bekerja dengan cepat sekali, di mana tampak ke
dua tangan itu menghantam saling susul.
Itulah cara menyerang yang
sangat dahsyat. Yo Him sendiri yang melihat cara menyerang orang itu, yang
mempergunakan ilmu Kuku Garuda atau Eng-jiauw-kang tersebut, yang ingin
mencengkeram dan menampar dengan telapak tangannya, merupakan ilmu yang telah
dilatihnya cukup baik.
Diantara berkesiuran angin
serangan itu, tampak Kwie Losam tidak menjadi gugup. Dengan gerakan tubuh yang
sangat ringan sekali dia telah menyingkir ke samping kanan. Namun waktu dia
menyingkir begitu, dia bukan tinggal berdiam diri, tangan kanannya diulurkan,
ingin menotok jalan darah yang ada di punggung si penggotong joli tersebut.
Gerakannya itu sangat gesit sekali, terutama jari tangannya yang menyambar,
tahu-tahu telah menempel pada baju si penggotong joli tersebut.
Penggotong joli itu rupanya
jadi kaget, mengetahui lawannya ini memang tangguh sekali, disamping memiliki
ginkang yang sempurna. Karenanya, dia telah mengeluarkan suara seruan yang
bengis sambil merobah gerakan tubuhnya, yang waktu itu masih terapung di tengah
udara, hanya saja tangannya dengan kuat menyampok ke belakang. Benturan tangan
yang terjadi telah membuat si penggotong joli itu meminjam tenaga tersebut
untuk meluncur terpisah dua tombak dari Kwie Losam.
Waktu itulah, ke lima orang
bertubuh tinggi besar dan bengis, telah melompat mengepung Kwie Losam. Dan juga
penggotong joli yang seorangnya lagi, telah ikut melompat untuk menyerang Kwie
Losam tanpa membuang-buang waktu lagi. Gerakan yang dilakukannya itu bukan main
cepatnya, di mana dia menyerang dengan dahsyat sekali, karena melihat kawannya
seperti juga dipermainkan oleh Kwie Losam dan serangan jarum dari si nyonya
setengah baya itu gagal mengenainya, malah ke tiga batang jarum yang halus itu
telah dikembalikan lagi oleh Kwie Losam menyerang mereka bertiga, maka kali ini
dia telah menyerang dengan pukulan tanpa sungkan-sungkan lagi.
Kwie Losam sendiri rupanya
mengetahui bahwa orang-orang ini memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi,
dan tidak boleh dipandang remeh karenanya, diapun telah berwaspada. Di kala dia
menerima serangan yang saling susul dari penggotong joli yang ke dua itu, dia
telah berhasil menemukannya, dan gerakan demi gerakan telah menyebabkan pukulan
yang dilancarkan oleh si penggotong joli yang ke dua tersebut mengenai tempat
kosong.
Waktu itu, cepat luar biasa
Kwie Losam bukan hanya sekedar berkelit, kaki kanannya telah menyambar lagi
untuk menghantam. Gerakannya bukan hanya merupakan tendangan biasa, karena
selain menendang, juga Kwie Losam telah mempergunakan lweekangnya. Sehingga si
penggotong joli yang ke dua itu harus cepat-cepat menyelamatkan menghindarkan
tendangan lawan pada kepungannya.
Kwie Losam rupanya tidak
diberi kesempatan bernapas oleh lawan-lawannya, karena waktu itu ke lima orang
lelaki bertubuh tinggi besar itu telah menerjang maju. Mereka telah menyerang
bergantian, seperti juga mereka mempergunakan pengepungan dari sebuah barisan
tin pengepung, yang disebut Ngo-heng-tin, barisan lima bintang.
Dengan demikian, jika seorang
dari mereka berlima gagal menyerang Kwie Losam, dia segera mundur, dan
kedudukannya dirobah, dia menggantikan kedudukan kawannya, sedangkan kawannya
itu menyerang Kwie Losam. Dengan demikian, jurus demi jurus telah lewat, dan
secara bergantian mereka telah menyerang tidak hentinya.
Dengan diiringi suara tertawa
yang nyaring tahu-tahu Kwie Losam telah mengeluarkan ilmu pukulan yang kuatnya
seperti angin topan, menderu-deru menyerang ke delapan penjuru, karena sepasang
tangannya telah bergerak dengan cepat sekali, menyambar, menghantam dan juga
menotok, sehingga dia bertempur seperti serabutan. Dia ingin memukul pecah
barisan tin lawannya.
Tetapi ke lima orang bertubuh
tinggi besar tersebut benar-benar memiliki barisan tin yang terlatih baik.
Mereka dapat bekerja sama dengan kompak, membela diri dan menyerang secara
bergantian dengan teratur sekali, sehingga selama itu pula Kwie Losam jadi
terkepung terus dalam barisan yang mirip-mirip dengan barisan yang disebut
Ngo-heng-tin.
Wanita setengah baya i,tu masih
duduk tenang-tenang di tempatnya. Dia mengawasi jalan pertandingan antara Kwie
Losam dengan ke lima orangnya itu dengan sikap acuh tak acuh, matanya saja yang
memancarkan sinar tajam luar biasa.
Dan waktu itu, Yo Him telah
berdiri menantikan kesempatan untuk membantui Kwie Losam, kalau saja Kwie Losam
terdesak dan berada dalam ancaman maut. Demikian juga halnya dengan Sasana,
gadis itu berdiri dengan tangannya mencekal gagang pedang. Setiap saat jika
memang diperlukan, dia akan segera mencabutnya, untuk dipergunakan menyerang ke
lima lelaki itu.
Ke dua penggotong joli telah
kembali ke samping si wanita setengah baya, salah seorang di antara mereka
berdua telah membungkukkan tubuh, membisikkan sesuatu kepada wanita setengah
baya itu, yang mengangguk beberapa kali.
Pertempuran antara Kwie Losam
dengan ke lima orang bertubuh tinggi besar yang mempergunakan barisan
Ngo-heng-tin itu berlangsung terus.
Ciang-kui, pengurus rumah
penginapan itu, telah keluar pula. Dia telah gagal untuk membujuk tamu-tamunya.
Jangankan untuk mengosongkan empat buah kamar, sedangkan mengosongkan sebuah
kamar saja sulit. Tidak ada tamunya yang mau mengalah.
Dengan demikian, dia tengah
memikirkan kata-kata yang diucapkannya nanti kepada tamu-tamunya yang galak
itu, namun ketika dia melangkah keluar. Ciang-kui rumah penginapan itu jadi
berdiri menjublek dengan muka yang pucat. Karena dia menyaksikan jalannya
pertempuran tersebut, dia jadi tambah ketakutan.
Sedangkan para pelayan juga
telah menyingkir jauh-jauh, mereka kuatir kalau-kalau mereka akan jadi sasaran
dari pukulan orang-orang yang tengah bertanding itu.
Pelayan yang tadi menerima
hadiah sebesar limabelas tail, telah berdiri ragu-ragu, antara mendoakan
tamunya yang istimewa dan terbuka tangannya memperoleh kemenangan atau memang
diapun jeri untuk tamu-tamu itu yang mungkin bisa saja menghantam dia dengan
tiba-tiba. Bukankah Ciang-kuinya tadipun telah dihajar begitu rupa?
Para tamu lainnya hanya
mengawasi jalannya pertempuran itu dengan perasaan yang sama, yaitu mengharapkan
tamu istimewa yang galak itu dapat dikalahkan oleh Kwie Losam, karena mereka
umumnya tidak menyukai tamu-tamu itu yang galak dan jual lagak dengan
tepuk-tepuk meja dan menyiksa Ciang-kui rumah penginapan tersebut. Dengan
demikian, mereka mulai girang jika saja ke lima lelaki bertubuh tinggi besar
itu bisa dihajar oleh Kwie Losam.
Bukankah para tamu-tamu galak
itu mempergunakan aturan, yaitu ingin memaksa tamu-tamu yang lebih dulu datang
ke rumah penginapan ini untuk mengosongkan kamar mereka dan mengalah kepadanya?
Bukankah itu keterlaluan? Karena dari itu, beberapa kali tampak di antara
tamu-tamu tersebut bersorak girang, jika Kwie Losam tengah mendesak salah
seorang lawannya.
Namun setiap kali habis
bersorak girang, tamu itu yang jadi mengkeret ketakutan sendiri. Dia jeri kalau
Kwie Losam nanti yang dirobohkan, dan tamu-tamu istimewa yang galak itu,
terutama lelaki yang berewokan tersebut, akan menghajar mereka.....
Setelah menyaksikan sekian
lama masih tidak ada yang dirubuhkan, nyonya setengah baya itu rupanya sudah
tidak sabar lagi. Dia membentak dengan suara yang perlahan, suaranya itu juga
suara antara mau dan tidak untuk bicara. Dia seperti berkata seenaknya saja:
“Manusia-manusia tidak punya guna, menyingkirlah kalian.....!”
Ke lima orang itu, yang
mempergunakan barisan Ngo-heng-tin, rupanya mengerti bahwa junjungan
perintahkan mereka agar mundur, maka setelah mendesak Kwie Losam satu kali
lagi, segera ke lima lelaki bertubuh tinggi besar itu telah melompat mundur,
meninggalkan Kwie Losam.
Kwie Losam melihat ke lima
lawannya melompat mundur, segera dia mengebut-ngebut bajunya sambil memaki
panjang pendek: “Celaka! Sungguh celaka! Kukira di tempat penyeberangan di tepi
sungai Huang-ho ini merupakan tempat yang ramai dan menarik untuk dijadikan tempat
pelesiran, tidak tahunya banyak begal dan copet yang hendak menggerayangi
barang-barangku! Hemmm! Hemmm! Bajuku juga jadi kotor.....!”
Maka ke lima lelaki bertubuh
tinggi besar itu jadi berobah merah mendengar perkataan Kwie Losam, mereka
mengerti telah diejek oleh Kwie Losam. Mereka berjumlah lima orang, tetapi
mereka tidak berdaya melakukan satu apapun juga untuk merubuhkan lawannya yang
hanya seorang diri itu. Sehingga telah membuat ke lima lelaki bertubuh tinggi
besar itu jadi malu sendirinya!
Dan kini, tampaknya nyonya
junjungan mereka itu telah menggusari mereka, yang disebut sebagai
manusia-manusia tidak punya guna. Dengan demikian pula, ke lima lelaki bertubuh
tinggi besar itu, walaupun telah berdiri di pinggir si nyonya setengah baya
itu, tokh mata mereka masih mendelik mengawasi Kwie Losam, dan jika saja memang
mereka memiliki kesempatan lagi, tentu mereka akan segera menerjang maju untuk
mengepung lagi.
Sedangkan si nyonya setengah
baya itu telah berkata dengan suara yang tawar, ditujukan kepada Kwie Losam:
“Manusia celaka, apa maksudmu menimbulkan onar di sini?!”
Kwie Losam telah menoleh
kepada nyonya setengah baya itu. Kemudian dia memperlihatkan sikap seperti
terkejut, lalu mengangkat ke dua tangannya, dia telah menjura memberi hormat,
sambil katanya: “Maaf, maaf, tidak tahunya tengah berhadapan dengan Sun Kauw-cu
yang mulia!”
Wanita setengah baya telah
mengerutkan sepasang alisnya, dia berkata tawar: “Jika kau telah mengenali aku,
mengapa engkau masih ingin menimbulkan kesulitan buat dirimu dan tidak
cepat-cepat menggelinding enyah dari depan biji mataku, agar engkau bisa
melindungi selembar jiwa bututmu itu?!”
Kwie Losam telah tertawa lagi,
dia menjura sambil katanya: “Aku sama sekali tidak pernah bermaksud menganggu
orang-orangmu, Sun Kauw-cu. Tetapi seperti yang kau saksikan, merekalah yang
telah mengganggu ketenangan dan selera makanku...... dan juga, memang kau
sendiri Sun Kauw-cu, telah mempergunakan jarum-jarum pusakamu untuk menggaruki
tubuhku yang kebetulan sedang gatal! Terima kasih! Terima kasih! Apakah
sekarang aku boleh melanjutkan makan?!”
Muka Sun Kauw-cu itu telah
berobah merah, tampaknya dia gusar sekali.
“Kwie Losam, kau jangan
terkebur, walaupun engkau memiliki kepandaian yang tinggi, belum tentu engkau
bisa malang melintang sekehendak hatimu tanpa perlu kuatir akan dirubuhkan
orang!” dan setelah berkata begitu Sun Kauw-cu mendengus beberapa kali dia lalu
bilang: “Baiklah, aku yang akan memperlihatkan kepadamu, bahwa kepandaianmu itu
sebenarnya tidak ada artinya apa-apa di mataku.....!”
Belum lagi habis perkataan Sun
Kauw-cu itu, tahu-tahu dia telah berdiri. Cara dia berdiri tidak bisa diikuti
oleh mata manusia biasa, karena dia berdiri dengan cepat sekali, tahu-tahu
tubuhnya telah tegak.
Tangan kanannya telah merogoh
saku bajunya, tahu-tahu dia telah mengeluarkan sebuah Khim (alat musik seperti
kecapi) berukuran kecil sekali seperti barang mainan saja. Dan kecapi kecil itu
diperlengkapi dengan tali-talinya, di saat ketika tali-tali itu dipetik oleh
Sun Kauw-cu, ternyata bisa menimbulkan suara yang melengking nyaring!
Inilah senjata yang luar biasa
sekali, karena biarpun bentuknya kecil. Khim itu, yang ukurannya tidak lebih
dari sejengkal tangan, telah menimbulkan suara yang nyaring menusuk telinga.
Yo Him sebagai seorang yang
memiliki kepandaian tinggi, segera mengetahui bahwa Sun Kauw-cu memetik
kecapinya itu bukan asal memetiknya saja, karena dia telah menyalurkan tenaga
lweekangnya pada ujung jari telunjuknya. Dengan demikian suara Khim itu juga
merupakan suara yang hebat sekali.
Ciang-kui rumah penginapan itu
sendiri sampai memekik kaget dan ke dua tangannya segera menutupi ke dua
telinganya, rupanya suara Khim telah menyakiti telinganya. Demikian juga dengan
para pelayan dan para tamu yang berada di ruangan tersebut. Semuanya merasakan
telinga mereka sakit sekali.
“Celaka! Wanita ini memang
memiliki lweekang yang sempurna sekali. Jika dia mementil terus Khim nya itu,
niscaya tamu-tamu di rumah penginapan ini akan menjadi korbannya...... Aku
harus cepat-cepat mencegahnya!” pikir Yo Him terkejut.
Tetapi belum lagi dia sempat
bergerak, Kwie Losam telah tertawa, dia bilang: “Sun Kauw-cu, jika memang
engkau ingin mengadu kepandaian denganku si tua Kwie Losam, maka engkau jangan
menantangku di sini karena orang-orang yang tidak berdosa dan tidak bersalah
itu semuanya akan menjadi korban tangan jahatmu! Hemmm, akupun mengetahui, kau
bersama beberapa orang kaki tanganmu ini melakukan perjalanan tentunya ingin
melakukan suatu perbuatan busuk lagi, bukan?!”
“Perbuatan busuk? Apa
maksudmu?!” bentak Sun Kauw-cu dengan suara yang mengandung kemarahan, dia
telah mementil satu kali lagi Khim nya, suara yang mendengung halus namun tajam
telah menerjang pendengaran semua orang di ruangan itu.
Ciang-kui rumah penginapan dan
juga para tamu-tamu lainnya jadi berteriak-teriak kesakitan. Telinga mereka
seperti tertusuk sesuatu yang tidak tampak, jantung mereka tergoncang hebat.
Tanpa berjanji terlebih dulu, tanpa memperdulikan waktu itu bunga-bunga salju
tengah turun deras, mereka serabutan berlari keluar ruangan.
Kwie Losam telah berkata lagi
dengan suara yang dingin: “Aku tahu engkau tentu ingin pergi ke kota raja,
bukankah benar dugaanku itu?!” tanyanya.
Diapun telah menyambungi lagi
tanpa memperdulikan muka Sun Kauw-cu itu berobah merah: “Kau ingin menekuk
lutut bekerja pada Kaisar Mongolia itu, engkau ingin memperhamba diri, mengajak
semua perkumpulan Lang-kauw (Perkumpulan Serigala) menekuk lutut pada Kublai
Khan. Kau akan bekerja untuknya, menerima pangkat, lalu mengerahkan seluruh
Lang-kauw untuk mengobrak-abrik orang-orang Han yang tidak mau tunduk di bawah
pemerintah raja Mongolia itu! Bukankah begitu, Sun Kauw-cu yang mulia.....?!”
Muka Sun Kauw-cu jadi berobah
merah padam, dia berseru: “Sungguh tajam kupingmu! Hemmm, jika benar, apa yang
ingin kau lakukan? Jika tidak, apa yang kau ingin kau bilang. Aku berhak untuk
mengurusi diriku sendiri, mengapa engkau ingin mencampuri urusanku?”
Kwie Losam tertawa.
“Jika memang hanya engkau
seorang diri yang ingin memperhamba diri kepada Kaisar Mongolia itu, memang hal
itu tidak menjadi persoalan buatku..... Tetapi justru engkau bermaksud mengajak
semua anggota Lang-kauw, agar menekuk lutut bekerja menjadi anjingnya
orang-orang Boan itu! Tidakkah itu merupakan hal yang memalukan! Belum lagi
ancaman yang bisa kalian telah timbulkan, yaitu kau sekalian bermaksud akan
mengobrak-abrik orang-orang Han yang tak mau tunduk pada Kublai Khan. Sungguh
cita-cita yang luar biasa hebatnya! Haha haha, membuat aku bisa tertawa sampai
mati.....!!”
Muka Sun Kauw-cu berobah jadi
merah keungu-unguan. Dia mengeluarkan suara bentakan lagi, jari tangannya
mementil beberapa kali Khim nya itu dan suara menggelegar-gelegar.
Untung saja Yo Him telah
memiliki lweekang yang sempurna, dia bisa mengerahkan lweekangnya untuk
mengendalikan diri menerima suara Khim itu. Sedangkan Sasana yang lweekangnya
tidak setinggi Yo Him, telah diminta untuk mengenakan potongan bajunya disumpal
ke dalam telinganya.