56 Perintah Membunuh Dari Lang-kauw-cu!
Yo Him dan Sasana kembali ke
kamar masing-masing, tampaknya mereka tidak memperdulikan sikap orang-orang
itu.
Malam itu, Yo Him dan Sasana
tertidur nyenyak. Walaupun demikian, mereka tetap berlaku waspada dan tidak
lenyap kesiap siagaan mereka, kalau-kalau orang-orang Lang-kauw menyatroni
mereka. Tetapi malam itu berlalu tanpa terjadi sesuatu apapun juga.....
Keesokan paginya, waktu
matahari pagi telah terbit agak tinggi, Yo Him dan Sasana telah melanjutkan perjalanan
mereka. Ke duanya tetap mempergunakan kuda mereka yang dijalankan
perlahan-lahan, karena memang mereka melakukan perjalanan tidak terlalu
tergesa-gesa.
Setelah meninggalkan kota
tersebut belasan lie, tiba-tiba pasangan muda mudi ini bertemu dengan suatu
peristiwa yang menegangkan sekali, peristiwa yang di luar dugaan dan bisa
mendirikan bulu tengkuk.
Awal peristiwa tersebut
dimulai ketika Yo Him akan mengajak Sasana untuk beristirahat. Waktu itulah
mata Sasana telah melihat sesuatu yang menggeletak di tengah jalan.
“Engko Him...... lihat.....!”
teriak Sasana sambil menunjuk ke arah benda itu.
Yo Him memperhatikan arah yang
ditunjuk oleh Sasana sehingga dia bisa melihat benda yang menpgeletak di tengah
jalan. Setelah memperhatikan dengan cermat, maka dia memperoleh kenyataan
itulah sesosok tubuh manusia yang tengah rebah di tengah jalan. Tentunya itulah
sesosok tubuh manusia yang telah mati, karena sama sekali tidak bergerak.
Cepat-cepat Yo Him melarikan
kudanya lebih cepat menghampiri sosok tubuh itu. Sasana mengikuti di belakang
si pemuda.
Ketika sampai di dekat sosok
tubuh itu, Sasana mengeluarkan seruan tertahan terlebih dulu, sedangkan muka Yo
Him berobah, karena dilihatnya sosok tubuh itu merupakan sosok tubuh manusia
yang telah menjadi mayat.
Hanya saja keadaan mayat
tersebut luar biasa, tubuhnya seperti dicingcang oleh senjata tajam. Orang
tersebut menemui kematian dengan cara yang mengenaskan sekali, tubuhnya hancur
seperti juga tidak ada salah satu anggota tubuhnya yang utuh.
Yo Him cepat melompat turun
dari kudanya, dia memeriksa keadaan mayat itu. Mayat seorang laki-laki berusia
antara limapuluh tahunan. Walaupun mukanya tercacah rusak dan sulit dikenali
lagi, namun masih bisa diketahui akan usia lanjut itu.
Sasana yang tidak kuat hatinya
melihat pemandangan yang mengiriskan hati itu, telah membuang pandang ke arah
lain, dan dia tidak mau melihat keadaan mayat tersebut yang telah rusak seperti
itu.
Sedangkan Yo Him memeriksa
terus keadaan mayat tersebut, sampai akhirnya dia melihat dari cara berpakaian
mayat tersebut, tentunya orang ini adalah seorang rimba persilatan. Dia mungkin
telah bertempur dengan musuhnya dan dibinasakan dengan cara yang mengenaskan
seperti itu.
Setelah memeriksa sekian lama,
akhirnya Yo Him menghampiri Sasana.
“Korban dari pertempuran, dia
mungkin di binasakan oleh seseorang yang telengas sekali dan tubuhnya telah
dicingcang hancur lumat.....” menjelaskan Yo Him.
“Mari kita berangkat!”
mengajak Sasana yang tidak mau melihat lagi mayat yang telah hancur rusak itu.
Yo Him mengangguk sambil
melompat ke atas kuda tunggangannya.
Tetapi baru saja Yo Him duduk
di atas kudanya, tiba-tiba menyambar dua batang panah yang pesat sekali. Panah
itu telah melesat sebatang ke arah punggung Yo Him, sedangkan yang sebatang
lagi menyambar ke punggung Sasana. Panah itupun menyambar dengan cepat dan
kuat, menimbulkan kesiuran angin yang keras sekali.
Sasana terkejut, dia
mempergunakan cambuk di tangannya menyampok anak panah yang menyambar ke arah
punggungnya, karena untuk mengelakkan sambaran anak panah itu, penyerangnya
memang memanah secara membokong.
Tetapi berbeda dengan Yo Him,
waktu dia merasakan sambaran anak panah ke arah punggungnya, pemuda ini tetap
tenang. Dia memutar tubuhnya sedikit, kemudian mempergunakan jari telunjuknya
untuk menyentil.
Perlahan sentilan yang
dilakukan Yo Him namun kesudahannya sangat hebat, karena anak panah itu
seketika menjadi patah dua dan jatuh di atas tanah.
Sedangkan Sasana melompat
turun dari kudanya, tangannya cepat sekali mencabut pedangnya. Gerakan yang
dilakukannya itu merupakan gerakan berwaspada terhadap serangan berikutnya dari
musuh.
Yo Him bukan bertindak seperti
Sasana, karena tahu-tahu tangan pemuda ini telah menekan pelana kudanya.
Kemudian tubuhnya dengan ringan melesat ke belakang berjumpalitan beberapa kali
di udara, tubuhnya melesat ke arah dari mana datangnya sambaran anak panah itu.
Waktu tubuh Yo Him tengah
meluncur di tengah udara, telah menjepret lagi suara yang keras, disusul dengan
mengaungnya menyambar sebatang anak panah lagi.
Sasana menjerit perlahan
dengan kaget, sebab Yo Him tengah terapung di tengah udara. Jelas sulit baginya
untuk menghindarkan diri dari sambaran anak panah itu. Terlebih lagi anak panah
itu dilepaskan dengan tenaga yang kuat sekali, menyambarnya sampai mengaung.
Yo Him sebenarnya terkejut
juga waktu melihat sebatang anak panah menyambar ke arahnya dengan pesat. Waktu
itu jaraknya pun sudah tidak jauh lagi. Akan tetapi sebagai seorang yang
memiliki kepandaian telah tinggi, ia tidak menjadi gugup.
Anak panah menyambar lurus ke
arah dirinya, melesat dengan cepat. Dan jalan satu-satunya Yo Him hanya
mementang mulutnya. Begitu anak panah itu menyambar tiba, dia menggigitnya.
Sedangkan tubuhnya sendiri meluncur turun terus dengan pesat. Tangan kanannya
digerakkan menghantam ke arah sebatang pohon yang ada di dekat tempat itu.
Batang pohon itu bergoyang
keras, karena seperti dihantam oleh lempengan baja, banyak daunnya yang rontok.
Dari atas pohon itu telah melesat sesosok tubuh, dengan tangan kanannya
mencekal busur yang berukuran besar. Rupanya akibat goncangan di pohon tersebut
memaksa dia melompat turun.
Dialah seorang laki-laki
berusia empatpuluh tahun lebih, dengan muka yang bengis. Dan orang tersebut,
dengan memakai baju singsat warna hijau dan celana biru, telah menggerakkan
busurnya ketika tubuhnya tengah meluncur turun, di mana tubuh Yo Him juga
berada tidak jauh dari tempatnya berada. Karena itu ujung anak panah itu
menyambar tepat di jurusan pundaknya pemuda she Yo itu.
Yo Him rupanya telah
mengetahui bahwa penyerang gelap itu bersembunyi di atas pohon tersebut,
karenanya dia menghantam dengan kekuatan lweekangnya ke arah pohon tersebut.
Sekarang melihat orang itu
melompat turun dari atas pohon dan mempergunakan busurnya untuk menyerang dan
menotok pundaknya, Yo Him telah memperdengarkan tertawa dingin. Cepat sekali
tangan kanannya digerakkan, dia menyampok dengan kuat.
“Takkk.....!” terdengar suara
benturan antara tangan Yo Him dengan busur tersebut. Tetapi Yo Him jadi terkejut,
hatinya terkejut, karena dia merasakan pergelangan tangannya sakit bukan main.
Jika sebelumnya Yo Him menduga bahwa busur itu terbuat dari kayu seperti
umumnya busur yang ada, tetapi sekarang dia menemui kenyataan yang mengejutkan.
Busur itu terbuat dari semacam
benda logam yang keras sekali. Karenanya waktu pergelangan tangannya menangkis
dan saling bentur dengan ujung busur tersebut, membuat Yo Him menderita
kesakitan.
Tetapi laki-laki yang
bersenjata busur itupun bukannya tidak kaget karena diapun mengeluarkan
seruan-seruan tertahan dan melompat mundur beberapa langkah ke belakang dengan
muka berobah. Kiranya tangkisan tangan Yo Him yang mengandung kekuatan
lweekang, membuat busur logamnya itu tergetar, dan getaran yang terjadi
menyebabkan telapak tangan orang tersebut pedih sekali. Itulah sebabnya dia
mengeluarkan seruan jeritan tertahan.
Yo Him mengawasi orang itu
beberapa saat, kemudian tanyanya dengan sabar: ”Siapa kau? Mengapa menyerang
menggelap seperti itu kepada kami?!”
Laki-laki bersenjata busur
tersebut melintangi busurnya, sahutnya angkuh: “Tidak perlu kau mengetahui
siapa aku dan dari mana datangnya, lalu apa sebabnya aku menyerang kalian......
yang terpenting kalian harus mampus di tanganku!”
Yo Him tidak segera menyahuti.
Dia mengawasi orang itu sampai akhirnya dilihatnya, orang tersebut memiliki
mata yang sipit sekali seperti mata elang, sedangkan bibirnya lebar dengan
hidung yang besar bengkung. Karenanya dia segera menduga orang ini memang bukan
sebangsa manusia baik-baik.
“Hemmm, aku mengerti, tentunya
kau tidak mau menyatakan bahwa dirimu adalah anak buah dari Sun Cie Siang
Kauw-cu, dari Lang-kauw itu, bukan?!”
Orang tersebut mukanya
berobah, tetapi sejenak kemudian dia telah berkata: “Hemmm, dari mana kau
mengetahui bahwa aku adalah orang kepercayaan dari Sun Kauw-cu? Memang Sun
Kauw-cu mengutus diriku untuk mengambil jiwa kalian.....!”
Yo Him tersenyum.
“Apakah belasan orang kawanmu
yang telah kami berikan pelajaran sedikit pahit itu cukup sebagai contoh dan
kau pun ingin minta diberikan hajaran?!” tanyanya dengan suara yang tawar.
Orang tersebut telah gusar dan
bentaknya: “Kau terlalu bicara besar, tahukah kau siapa diriku sebenarnya?!”
“Bukankah tadi kau sendiri
yang mengatakan bahwa aku tidak perlu mengetahui siapa namamu, dari mana
asalmu.....? Karena itu, akupun tidak ingin mengetahui siapa adanya kau! Hanya
saja sebagai salah seorang kaki tangan Sun Cie Siang dari Lang-kauw, jelas kau
bukan sebangsa manusia baik-baik!”
Kembali orang bermuka bengis
itu telah mengibaskan busurnya, serunya gusar: “Hemm, engkau terlalu congkak,
pemuda jelek! Kau kira di Lang-kauw tidak terdapat orang-orang yang memiliki
kepandaian tinggi, sehingga kau menjadi congkak seperti itu.....! Baiklah!
Baiklah kau terimalah ini!”
Dan berbareng dengan
perkataannya itu, dengan sebat sekali tangan kanannya bergerak ke arah
sampingnya. Tahu-tahu dia mengambil sebatang anak panah, tanpa mengatakan suatu
apapun juga, terdengar suara menjepret dari busurnya. Anak panah itu melesat
menyambar ke arah Yo Him dengan cepat sekali.
Yo Him berdiam diri di
tempatnya, sama sekali tidak mengelakkan sambaran anak panah itu, walaupun
jarak mereka sangat dekat sekali.
Orang dari Lang-kauw yang
bersenjata panah itu rupanya girang bukan main, dia yakin Yo Him akan celaka
oleh kesombongannya sendiri. Jarak mereka terlalu dekat, dan jarang sekali ada
orang yang bisa menghindarkan anak panahnya dari jarak sedekat itu. Sedangkan
untuk menghindarkan diri dari sambaran anak panahnya di jarak yang cukup jauh
saja sudah sulit bukan main.
Dengan senyum dikulum, dia
telah menggerakkan tangan kirinya lagi, menyusul busurnya itu menjempret, dan
menyambar pula anak panah lainnya.
Yo Him telah melihat anak
panah pertama menyambar ke arahnya. Cepat luar biasa Yo Him membuka mulutnya,
dia menunduk sedikit dan tahu-tahu telah menggigit anak panah itu.
Kemudian tampak anak panah ke
dua yang telah menyambar. Yo Him mempergunakan anak panah tersebut, dia
menjepit dengan mempergunakan ibu jari dan telunjuknya, menjepit anak panah
tersebut yang tidak bergeming lagi.
Bukan main terkejutnya orang
dari Lang-kauw tersebut karena betapa kuatnya tenaga gigitan gigi Yo Him dan
jepitan dari telunjuk dan ibu jarinya itu, sehingga menunjukkan bahwa Yo Him
memang memiliki lweekang yang tinggi sekali.
Sebagai seorang ahli panah
yang telah puluhan tahun mengandalkan kepandaian memanahnya tersebut, yang
selain memiliki kekuatan memanahnya tersebut, yang selain memiliki kekuatan
memanah yang kuat sekali, karena busur yang yang dipergunakannya terbuat dari
besi, juga memang orang tersebut memiliki tenaga dalam yang cukup terlatih
baik.
Dengan demikian, setiap kali
dia melepaskan anak panahnya ke korbannya, tentu tenaga melesat anak panah itu
bisa menembus sebungkah batu dalam sekali. Terlebih lagi jika menembusi tubuh
manusia, tentu akan menembusi sampai anak panah itu meluncur keluar dari bagian
lainnya tubuh sang korban.
Tetapi sekarang Yo Him dengan
mudah memunahkan sambaran anak panahnya. Ada yang digigit tidak berdaya oleh
giginya, juga hanya dijepit oleh jari telunjuk dan ibu jarinya. Dengan demikian
membuat orang tersebut jadi memandang tercengang sejenak.
Yo Him tertawa sambil
melontarkan anak panah yang dijepitnya tadi oleh telunjuknya. Dia melontarkan
ke arah batang pohon di belakang orang tersebut.
Anak panah itu melesat
memperdengarkan suara mengaung yang keras. Orang itu melompat ke samping kiri
karena menyangka dirinya yang diserang. Sedangkan anak panah yang dilontarkan
Yo Him telah menyambar batang pohon tersebut dan menancap dalam sekali, sampai
di ekornya.
Tentu saja satu kali lagi
orang Lang-kauw itu tercengang dengan hati tercekat. Yo Him melontarkan anak
panah tersebut dengan mempergunakan tangannya belaka, diapun melempar dengan
seenaknya dan tampaknya tidak mempergunakan tenaga. Namun anak panah bisa
menembus begitu dalam di batang pohon. Dengan demikian memperlihatkan tenaga
menimpuk Yo Him memang sangat luar biasa.
Sedangkan anak panah yang
tergigit di gigi Yo Him telah diturunkan oleh tangan kiri Yo Him. Kemudian
kembali Yo Him menimpuk.
Kali ini Yo Him menimpuk ke
arah atas, ke tengah udara. Anak panah ini melesat tinggi sekali, kemudian
membalik, meluncur turun, dan kemudian menancap di bumi. Akan tetapi yang luar
biasa melesatnya anak panah itu menancap bukan pada mata panah belaka,
melainkan telah menembus terus ke dalam bumi sampai lenyap, ekor anak panah itu
sama sekali tidak terlihat lagi.
Itulah satu pertunjukan yang
benar-benar mengagumkan sekali tanpa terasa orang Lang-kauw itu berseru
memujinya: “Bagus!” Dan di saat itu tangan kirinya berperak dengan cepat
sehingga disusul dengan beruntun suara menjepret yang tidak berkesudahan.
Ternyata orang Lang-kauw itu
telah memanah tidak hentinya. Dia melepaskan anak panahnya disusul dengan anak
panah yang berikutnya, lalu disusul dengan yang lainnya lagi, sehingga anak
panah itu seperti berangkai dalam menyambar ke arah sasarannya, yaitu Yo Him.
Yo Him kagum terhadap
kesebatan tangan dari orang tersebut, yang bisa memanah begitu cepat. Disamping
itu yang membuat Yo Him kagum juga adalah kekuatan memanahnya. Busur yang
dipegangnya adalah busur yang terbuat dari benda logam dan berat sekali. Untuk
merentangkan busur tersebut memerlukan tenaga menarik yang kuat sekali.
Sekarang orang tersebut telah dapat memanah beruntun seperti itu. Bisa
dibayangkan tenaga yang telah dipergunakan.
Waktu itu Yo Him tidak bisa
berpikir terlalu lama, karena melihat sambaran anak panah yang begitu beruntun
tidak hentinya saling susul menyambar ke dirinya. Tapi dengan sebat Yo Him bisa
menghadapi ancaman bahaya serangan anak panah itu dengan mudah.
Anak panah yang pertama telah
disentilnya dan anak panah itu terpental ke sampingnya, menyambar ke arah
sebatang pohon dan menancap dalam di situ. Anak panah ke dua disentil lagi,
kemudian anak panah ke tiga dielakkannya dengan melompat ke samping, anak panah
keempat telah disentil pula.
Akan tetapi orang dari
Lang-kauw itu juga liehay dalam hal mempergunakan panahnya. Waktu Yo Him
merobah ke dua kakinya, dia pun telah merobah arah memanahnya, sehingga anak
panahnya itu tetap saja berangkai dan bagaikan memiliki mata, mengikuti arah di
mana Yo Him berada.
Karena jengkel dan mendongkol,
Yo Him mengeluarkan pedangnya, diputar pedangnya sehingga bergulung-gulung
menimbulkan angin berkesiuran. Kemudian anak panah yang menyambar datang
ditabasnya. Dengan demikian, setiap anak panah yang menyambar ke arah Yo Him,
selain terpental ke arah lain tidak berhasil mengenai sasaran, juga anak panah
itu telah tertabas putus menjadi dua atau tiga potong.
Tidak bosannya orang Lang-kauw
itu memanah terus, dan anak panah menyambar membanjir ke arah Yo Him. Dan
selama itu Yo Him melindungi dirinya dengan pedangnya yang diputar cepat dan
kuat.
Terdengar suara “tringg,
trakkkk, trukkk!” berulang kali. Anak panah yang dilepaskan oleh orang
Lang-kauw yang bermuka bengis itu selalu gagal mengenai sasarannya.
Rupanya orang tersebut telah
habis sabar. Dia melihat biarpun dia memanah terus tentu tidak mungkin dapat
mendesak Yo Him, kalau saja dia mempergunakan cara memanah seperti itu.
Karenanya, sekarang dia merobah cara memanahnya.
Cepat bukan main, dia memanah
berbagai tempat. Jika sebelumnya dia memanah satu jurusan, sehingga anak
panahnya itu seperti berangkai dan menyambar beruntun ke arah Yo Him. Sekarang
justru anak panah itu dibagi empat arah. Dia memanah ke arah tengah di dada Yo
Him, memanah paha, memanah lengan dan juga memanah ke arah atas, yaitu
tenggorokan pemuda itu.
Dengan demikian telah membuat
Yo Him harus memecahkan perhatiannya, arah dan sasaran anak panah orang
tersebut tidak berketentuan menyambarnya, juga sebentar ke bawah, ke atas atau
ke kiri kanan tidak menentu dan sulit diterka. Akan tetapi yang jauh lebih
hebat lagi anak-anak panah itu seperti nyambung menyambung tidak pernah
terpisah satu dengan yang lainnya.
Karena bernafsu sekali memanah
seperti itu, tanpa disadarinya persediaan anak panahnya telah habis. Karena
sudah tidak memiliki anak panah lagi yang bisa dipergunakan, orang Lang-kauw
itu telah menggereng gusar.
Begitu dia melepaskan anak
panahnya yang terakhir, berbareng tubuhnya juga menerjang kepada Yo Him.
Gerakan yang dilakukannya itu sangat cepat dan bengis sekali, di mana busurnya
yang terbuat dari logam itu telah menyambar ke bagian yang bisa mematikan,
yaitu jalan darah Su-kiong-hiat di dekat dada sebelah kiri Yo Him.
Menyaksikan menyambarnya
serangan busur lawannya, Yo Him tidak tinggal diam. Setelah pedangnya itu
menangkis anak panah terakhir yang dilepaskan lawannya, Yo Him pun cepat sekali
menekuk kaki kanannya, tubuhnya mencongkol dan di waktu itulah pedangnya telah
diangkat dengan mata pedang menghadap ke arah atas. Dengan demikian, jika saja
orangnya Sun Cie Siang menyerang terus dengan busur besinya tersebut, niscaya
dada orang itu akan berlobang oleh mata pedang lawannya!
Menyaksikan apa yang dilakukan
oleh Yo Him, orang tersebut terkejut, cepat-cepat dia menarik pulang busurnya.
Dia membalingkannya satu kali, ujung busurnya itu telah menyampok pedang Yo
Him, sehingga terdengar suara benturan yang keras sekali, pedang Yo Him jadi
mencong ke samping.
Yo Him juga mempergunakan
kesempatan tersebut untuk melompat mundur. Akan tetapi orangnya Sun Cie Siang
tersebut kembali menerjang bengis sekali dengan busurnya. Busur besi itu
diputar, sehingga ke dua ujung busur itu menyambar silih berganti mengancam
akan menotok bagian-bagian yang mematikan Yo Him.
Akan tetapi kepandaian Yo Him
telah mencapai tingkat yang tinggi sekali. Mana mungkin orang itu bisa berhasiI
dengan busurnya tersebut untuk menotok jalan darah di tubuh Yo Him? Karena waktu
pedangnya itu mencong, dengan mudah Yo Him menggeser kaki kanannya, dan cepat
luar biasa pedangnya telah menyambar kembali ke arah perut lawannya!
Orangnya Sun Cie Siang
tersebut kaget bukan main, karena dia tidak menyangkanya bahwa Yo Him bisa
bertindak secepat itu. Dengan menggeser kedudukan kakinya, Yo Him telah
menghindarkan diri dari totokannya. Dan kini malah pedang pemuda tersebut yang
telah menikam ke arah perutnya. Jika memang dia tidak keburu berkelit, niscaya
perutnya itu akan berlobang.
Lekas-lekas orang itu berusaha
untuk menangkis dengan mempergunakan busurnya, dia telah mengibas, dan busur
besi itu telah menyampok pedang Yo Him. Dan berbareng dengan itu, tangan
kanannya telah diulurkan lebih panjang sehingga busurnya itu akan menyampok ke
arah muka Yo Him.
Hebat cara menyerang orang
itu, karena dia bertindak bagaikan dia telah nekad dan hendak mengadu jiwa
dengan Yo Him.
Tetapi Yo Him dengan mudah
dapat menghindarkan kembali serangan busur orang tersebut dan pedangnya
berkelebat dua kali. Kali ini tidak ampun lagi pundak dari lawannya tergores
mata pedangnya, sehingga bajunya pecah robek dan juga kulit di pundaknya telah
terluka sehingga darah mengucur dengan deras.
Orang itu mengeluarkan seruan
gusar, tanpa memperdulikan lukanya itu, dia menerjang lagi dengan busurnya.
Kali ini benar-benar dia kalap dan nekad sekali. Sebab dia tidak memperdulikan
keselamatan dirinya pula, dia menyerang beruntun sampai lima jurus.
Yo Him menggerakkan pedangnya
dengan lincah, tiga kali beruntun pemuda ini berhasil melukai tubuh orang itu,
sehingga darah melumuri sekujur tubuh orang tersebut. Barulah lawannya itu
menghentikan penyerangannya dan meloncat mundur dengan wajah merah padam karena
murka dan penasaran.
Yo Him tersenyum sabar,
katanya: “Lebih baik kau menggelinding pergi..... Hemmm, jika memang engkau
memaksa terus, maka aku akan menurunkan tangan yang lebih keras lagi. Jelas
jiwamu sulit untuk dilindungi.....!”
Lawannya yang telah terluka
sama sekali tidak mengacuhkan perkataan Yo Him, telah menggerakkan busurnya,
untuk mulai menyerang pula. Belum lagi dia menerjang maju, justru dari kejauhan
terdengar suatu suara nyaring: “Thang Suko mengapa kau terluka seperti itu?!”
Suara itu terdengar jelas sekali, walaupun dari jarak yang cukup jauh.
Yo Him menoleh ke arah
datangnya suara tersebut, dilihatnya bahwa sesosok tubuh tengah melesat
mendatangi dengan cepat sekali, dan sosok tubuh itu adalah seorang laki-laki
berusia empatpuluh tahun lebih, dengan tubuh yang penuh oleh bulu-bulu halus.
Wajahnya yang bengis berpotongan panjang, dengan bibir yang lebar, tampak mirip
sekali dengan muka seekor kera!
Sasana juga telah melihat muka
orang itu yang menyerupai muka monyet, hampir saja si gadis mengeluarkan seruan
kaget. Dia memandang heran, mengapa ada seorang manusia yang memiliki muka
demikian buruk sehingga mungkin lebih baik muka seekor monyet dibandingkan
dengan mukanya itu.
Cepat sekali orang bermuka
seperti monyet itu telah tiba di dekat Yo Him dan yang lainnya berada. Dia
segera juga menghampiri orang yang bersenjata busur besi sambil serunya: “Thang
Suko, apakah orang ini telah menghinamu?!”
Orang yang bersenjata busur
besi tersebut, yang dipanggil dengan sebutan Thang Suko itu mendengus perlahan,
katanya dengan penuh kebencian pada Yo Him: “Ya, kami tengah bertempur, dan aku
bermaksud untuk membunuhnya, karena ini ada perintah dari Sun kauw-cu!”
Orang bermuka monyet, dengan
sekujur tubuh yang ditumbuhi bulu-bulu kuning keemas-emasan itu, telah tertawa
keras sekali, tubuhnya sampai tergoncang, katanya: “Baik, serahkanlah
kepadaku..... biar aku saja yang membunuhnya..... Tahu beres, kau tidak perlu
bersusah payah, Thang Suko!”
Thang Suko itu mengangguk, dia
masih sempat bilang: “Kau harus hati-hati Sam laote!”
Orang bermuka seperti monyet
itu, yang dipanggil dengan sebutan Sam laote telah mengangguk, dia tidak
menyahuti dan tubuhnya meluncur menerjang ke arah Yo Him. Gerakannya memang
gesit sekali.
Tadi saja waktu dia mendatangi
telah diperlihatkannya ginkang yang tinggi. Karena dari tempat yang begitu
jauh, dalam waktu hanya beberapa detik saja, telah berhasil tiba di dekat Thang
sukonya, dan kini juga menyerang dengan gerakan yang sama lincah dan gesitnya.
Sepasang tangannya itu telah meluncur ke arah Yo Him.