Beruang Salju Bab 67 Rahasia Para Saudagar Galak

Beruang Salju Bab 67 Rahasia Para Saudagar Galak
67 Rahasia Para Saudagar Galak

Mereka berusaha mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian mereka, akan tetapi mereka tidak berhasil merubuhkan pendeta itu. Walaupun mereka telah mengeroyok seperti itu, akan tetapi pendeta itu dapat menghadapi mereka bagaikan kucing yang tengah mempermainkan rombongan tikus.

Para saudagar tersebut semakin lama jadi semakin gusar dan penasaran. Suara bentakan mereka terdengar berulang kali, karena mereka menyerang semakin hebat. Dalam keadaan seperti itu, tampak jelas, betapa tubuh In Lap Siansu berkelebat ke sana ke mari menghindar dari pukulan lawannya. Dan dalam suatu kesempatan yang ada, tahu-tahu tangan kanan In Lap Siansu telah menyambar dan mencengkeram baju salah seorang saudagar itu. Kemudian dia melontarkan ke samping kanan.

Menyusul lagi dia mencengkeram dua orang lawannya, yang juga dilontarkannya. Cepat sekali cara bekerja In Lap Siansu, karena dalam sekejap mata saja telah tiga orang lagi yang dilontarkannya.

Begitulah para saudagar tersebut jadi tak berani terlalu mendesak si pendeta, mereka telah mengepung sambil sekali-kali menyerang. Akan tetapi, mereka tidak berani terlalu mendesak seperti tadi.

In Lap Siansu tertawa sabar, katanya: “Apa untungnya kita bertempur seperti ini, lebih bijaksana jika memang sicu sekalian menyudahi pertempuran ini......!”

Akan tetapi para saudagar itu bukannya berhenti-henti dari pengepungan yang mereka lakukan, justru mereka menyerang semakin gencar. Sekarang mereka telah berhasil mengatur kedudukan diri mereka masing-masing pula. Mereka menyerang semakin ketat dan kuat.

In Lap Siansu berpikir, jika memang dia menghadapi lawannya dengan cara seperti itu terus, tentu selamanya dia akan dikepung dan pertempuran itu tidak akan berkesudahan. Karena berpikir seperti itu, In Lap Siansu merobah cara bertempurnya. Kini dia menggerakkan ke dua tangannya yang sering disilang.

Setiap kali ke dua tangan itu dipentang, dari telapak tangannya meluncur angin serangan yang luar biasa kuatnya. Dan yang menakjubkan, angin serangan itu menerjang kepada salah seorang lawannya, dan lawannya itu kejengkang ke belakang, rubuh di atas lantai, karena dia seperti juga dihantam oleh lempengan besi yang keras dan kuat. Setiap kali In Lap Siansu mengulangi gerakan tangannya, seorang lawannya rubuh.

Dan setelah melakukannya enam atau tujuh kali. In Lap Siansu bertanya lagi, akan tetapi suaranya tawar dan dia sudah habis sabar: “Apakah kalian masih ingin memaksa aku turunkan tangan keras......?”

Sisa dari saudagar-saudagar itu telah melompat ke belakang dengan wajah gusar. Sedangkan saudagar yang semula telah rubuh, lompat bangun dengan wajah merah padam.

“Kami akan mengadu jiwa.....!” teriak mereka sambil mencabut senjata masing-masing, yaitu pedang panjang yang berkilauan dan tajam sekali. Pedang itu digerakkan untuk menikam dan menabas kepada In Lap Siansu.

Sebagai seorang pendeta yang memiliki kepandaian sangat tinggi, sebenarnya In Lap Siansu bisa saja menurunkan tangan keras mempercepat selesainya pertempuran itu. Namun jika In Lap Siansu mempergunakan serangan yang mengandung kekerasan, lawan-lawannya itu disamping terluka parah, pun kemungkinan di antara mereka ada yang mati.

Inilah yang tak diinginkan oleh In Lap Siansu, karena dia tidak mau jatuh korban dalam pertempuran tersebut. Bukankah di antara mereka memang tidak terdapat urusan yang perlu diperbesar? Dan juga In Lap Siansu hanya bermaksud mengusir orang-orang ini dari rumah penginapan tersebut, agar mereka tidak berlaku bengis kepada pelayan dan tamu-tamu rumah penginapan ini.

Karena itu In Lap Siansu dalam menurunkan tangan menghadapi serangan lawan-lawannya setengah hati. Dia tidak mendesak terlalu keras, akan tetapi justru lawan-lawannya itu seperti nekad sekali.

Karena desakan yang terus menerus dari lawannya, akhirnya In Lap Siansu bertindak keras sedikit dengan menghadapi pedang lawannya itu. Dengan mempergunakan jepitan jari telunjuknya, pedang lawannya telah patah berulang kali. Setiap menyambar salah satu pedang lawannya, In Lap Siansu telah menjepitnya dan pedang itu menjadi patah.

Para saudagar itu jadi terkejut, mereka melompat mundur, dan akhirnya tanpa mengucapkan sepatah perkataan juga telah memutar tubuh mereka berlalu dari rumah penginapan itu.

Kasir dan pelayan rumah penginapan dapat bernapas lega, dan mereka cepat-cepat mengucapkan terima kasih kepada In Lap Siansu.

Sedangkan In Lap Siansu sendiri tidak berdiam terlalu lama di rumah penginapan tersebut, karena dia menaruh kecurigaan kepada saudagar-saudagar tersebut. Setelah membayar harga minuman dan makanan yang telah dimakannya, In Lap Siansu meninggalkan rumah penginapan itu pula, karena pendeta ini bermaksud untuk mengikuti belasan orang saudagar tersebut.

Ternyata belasan orang saudagar tersebut telah berhasil menumpang di sebuah rumah penduduk, yang mereka bayar dengan harga yang mahal sekali.

In Lap Siansu mengawasi dari kejauhan, dan menantikan sampai sang malam tiba.

Ketika itu, di sekitar tempat tersebut lewat belasan orang pengemis. Waktu melihat In Lap Siansu berdiam di balik sebatang pohon, mereka bercuriga. Segera salah seorang di antara pengemis itu menghampiri si pendeta dan menegurnya: “Taysu, apa yang tengah kau lakukan di situ?”

In Lap Siansu tersenyum.

“Aku sedang mencari tempat yang baik untuk membaca Liam-kheng, hanya sayangnya justru Pinceng belum herhasil menemui tempat yang baik, untuk Pinceng dengan tenang membaca Liam-kheng.....!” dusta In Lap Siansu.

Pengemis itu mencilak matanya, dia rupanya masih bercuriga dan tidak mempercayai keterangan In Lap Siansu.

“Jika memang Taysu kesulitan untuk menemukan tempat yang tenang membaca Liam- kheng, mari ikut bersama dengan kami. Kami akan menunjukkan sebuah tempat yang sangat baik.....!” kata pengemis tersebut.

In Lap Siansu ragu-ragu sejenak akan tetapi waktu itu diapun telah berpikir, bahwa dia telah mengetahui tempat berdiamnya belasan orang saudagar yang diduganya sebagai saudagar gadungan itu. Dan dalam menantikan tibanya sang malam, memang tidak perlu dia berada di situ terus! Karenanya, In Lap Siansu mengiyakan dan ikut bersama rombongan pengemis itu.

“Siapakah sebenarnya Taysu dan berasal dari kuil mana?” tanya beberapa orang pengemis itu, yang rupanya ingin mengetahui siapa adanya pendeta ini, yang tampaknya agak luar biasa.

In Lap Siansu menyebutkan gelarannya.

Tiba-tiba muka belasan orang pengemis itu jadi berobah, mereka memperlihatkan sikap terkejut.

“Akh, jika begitu..... Taysu ternyata seorang yang patut kami hormati..... maafkan kami tadi berlaku kurang hormat!” kata belasan orang pengemis itu sambil merangkapkan tangan mereka memberi hormat.

In Lap Siansu cepat-cepat membalas hormat pengemis-pengemis itu.

“Janganlah sicu sekalian berlaku sungkan seperti itu!” katanya.

“Kami telah mendengar dari beberapa orang Tianglo di partai kami, bahwa Taysu merupakan seorang yang selalu bertindak di atas keadilan, karena itu, sungguh suatu keberuntungan yang tidak ternilai harganya buat kami dengan adanya pertemuan seperti ini.....!” kata pengemis-pengemis itu.

“Tianglo kalian hanya membesar-besarkan saja diriku!” kata In Lap Siansu. “Oya menurut apa yang Pinceng dengar, bahwa kalian berkumpul di Hou-ciu untuk menghadiri rapat besar yang akaa diselenggarakan oleh Kay-pang. Bukankah begitu?!”

Pengemis-pengemis itu mengangguk.

“Benar, kami memang telah diperintahkan untuk berkumpul di Hou-ciu karena di malaman Cap-go di bulan ini kami yang akan mengadakan rapat besar. Pangcu kami yang akan langsung memimpin rapat besar partai kami itu,” menjelaskan si pengemis. Pengemis-pengemis lainnya juga membenarkan hal itu, banyak yang mereka ceritakan.

In Lap Siansu tersenyum.

“Justru Pinceng datang ke Hou-ciu ingin menyaksikan keramaian, malah ada sesuatu yang ingin Pinceng sampaikan kepada Pangcu kalian! Ada sesuatu urusan yang sangat penting, menyangkut keselamatan Kay-pang. Secara kebetulan sekali Pinceng mengetahui urusan tersebut, sehingga Pinceng merasa bertanggung jawab juga sebagai sesama sahabat dalam rimba persilatan, untuk memberikan kisikan pada Kay-pang mengenai ancaman yang akan mengganggu partai kalian.....!”

Pengemis-pengemis itu jadi terkejut,

“Urusan apakah itu, Taysu?!” tanya mereka serentak.

In Lap Siansu menghela napas.

“Sebulan yang lalu, secara kebetulan di In-kang-kwan, Pinceng telah menginap di sebuah rumah penginapan. Bersama Pinceng di dalam rumah penginapan itu bermalam juga empat orang hamba negeri, dan mereka tengah bercakap-cakap di kamar mereka. Sesungguhnya Pinceng tidak bermaksud untuk mendengarkan parcakapan mereka, akan tetapi mereka menyebut-nyebut perihal Kay-pang beberapa kali, menyebabkan pinceng jadi tertarik dan mendengarkan juga percakapan mereka.....!” In Lap Siansu menceritakan pengalamannya.

“Dan apa yang pinceng dengar ternyata benar-benar mengejutkan, karena mereka tengah membicarakan perihal pengepungan dan juga menghancurkan rapat besar yang akan diselenggarakan oleh Kay-pang. Dari percakapan mereka itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak kerajaan akan mengutus orangnya untuk menggagalkan rapat besar itu, malah ingin juga menghasut Kay-pang agar terpecah bela!

Itulah yang diketahui oleh pinceng. Dan sesungguhnya pinceng ingin menawan mereka, untuk meminta keterangan yang lebih jelas. Namun pinceng pikir, jika pinceng melakukan hal seperti itu, sama saja dengan memukul rumput mengejutkan ular..... Karenanya Pinceng mengambil keputusan untuk cepat-cepat menemui Pangcu Kay-pang saja!”

Pengemis-pengemis itu jadi kaget, dan mereka telah bisik-bisik satu dengan yang lainnya. Akhirnya salah seorang diantara mereka telah berkata: “Jika demikian, Taysu memang perlu cepat-cepat dipertemukan dengan Pangcu kami, akan tetapi justru kami belum lagi mengetahui apakah Pangcu kami telah tiba di Hou-ciu ini. Tetapi ada baiknya jika memang kalau kami ajak bertemu dengan seorang pemimpin kami!”

In Lap Siansu menyetujui usul pengemis-pengemis itu. Demikianlah In Lap Siansu telah diajak oleh para pengemis tersebut ke sebuah kuil tua yang terletak di sebelah barat dari Hou-ciu. Kuil itu merupakan kuil yang tidak begitu besar, masih terawat baik sekali. Dan kuil tersebut merupakan kuil milik Kay-pang cabang Hou-ciu, di mana semua pengemis memang biasanya berkumpul di kuil itu.

In Lap Siansu ternyata dipertemukan dengan seorang peagemis tua, yang di punggungnya menggemblok lima karung. Dan dia merupakan seorang pengemis yang senang tersenyum dan ramah.

In Lap Siansu melihat betapa di kuil tersebut berkumpul banyak sekali pengemis-pengemis dari segala tingkatan. Ada yang membawa dua karung, tiga karung dan empat karung. Dan jumlah mereka pun hampir meliputi limaratus orang lebih.

Biasanya, di kuil tersebut paling tidak berkumpul limapuluh lebih orang pengemis. Namun justru sekarang di Hou-ciu akan diselenggarakan rapat besar Kay-pang, maka banyak pengemis-pengemis dari luar daerah yang ditampung di kuil tersebut, tidak terlalu mengherankan jika jumlah pengemis-pengemis yang terdapat di kuil itu sangat banyak sekali.

Akan tetapi walaupun jumlah mereka lebih dari limaratus orang pengemis, namun tidak ada seorangpun di antara mereka yang menimbulkan suara berisik.

Pengemis tua yang menggemblok lima karung itu ternyata bernama Kay Cing Kay. Dia seorang yang ramah. Dan waktu itu telah menanyakan maksud kedatangan In Lap Siansu.

Sebelum In Lap Siansu menjelaskan, salah seorang dari belasan orang pengemis yang membawa In Lap Siansu ke kuil tersebut telah menceritakan apa yang tadi telah diceritakan oleh In Lap Siansu,

Kay Cing Kay terkejut bukan main, dia sampai mengeluarkan seruan tertahan.

“Ihhh, apakah ada urusan penting seperti itu?!” berseru Kay Cing Kay, “Inilah urusan yang tidak boleh dibuat main-main, karena jika kelak sudah tiba waktunya dan kita telah berkumpul tanpa bersiaga, lalu menerima serangan dari orang-orang kerajaan, tentu rapat itu akan kacau atau......”

Setelah berkata begitu, Kay Cing Kay menoleh kepada In Lap Siansu, tanyanya dengan sikap menghormat sekali. “Taysu bisakah Taysu memberitahukan kepadaku, apakah memang yang didengar oleh Taysu dapat dipertanggung jawabkan?!”

In Lap Siansu menghela napas dalam-dalam sambil tersenyum, dia merangkapkan sepasang tangannya, katanya: “Jika memang urusan biasa tentu Pinceng tidak akan, bercapai lelah melakukan perjalanan ke Hou-ciu ini..... Justru karena mengetahui bahwa Kay-pang merupakan sebuah perkumpulan yang berdiri di atas keadilan dan Pangcu dari Kay-pang pun patut dihormati, dengan sendirinya Lolap merasa bertanggung jawab untuk memberitahukan secepat mungkin ancaman yang akan terjadi pada Kay-pang!”

“Soal benar atau tidaknya berita tersebut, memang Pinceng mendengar langsung dari hamba-hamba negeri itu..... karena itu tidak dapat Pinceng menyatakan sendiri, apakah itu bisa dipertanggung jawabkan atau tidak. Namun jika memang Pinceng telah memberitahukan hal itu kepada Kay-pang, dan yang perlu dilakukan oleh Kay-pang adalah bersiap siaga saja. Tokh hal itu tidak ada ruginya? Yang Pinceng kuatirkan justru kalau-kalau ada orang-orang kerajaan yang sempat menyelusup ke dalam barisan Kay-pang!”

Kay Cing Kay mengangguk sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

“Kami bukan tidak mempercayai keterangan Taysu, akan tetapi inilah urusan besar. Jika memang pihak kerajaan benar-benar menaruh perhatian pada rapat besar yang akan diselenggarakan oleh Kay-pang dan mengandung maksud tidak baik. Memang sudah seharusnya kami berlaku waspada..... Terima kasih atas jerih payah Taysu......!”

In Lap Siansu pun segera menjelaskan perihal pertempurannya dengan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar. Dan In Lap Siansu telah mengemukakan kecurigaannya bahwa belasan orang saudagar tersebut adalah hamba-hamba negeri yang tengah menyamar.

“Kemungkinan besar orang-orang kerajaan menyelusup masuk ke Hou-ciu dengan cara menyamar, misalnya dengan menyamar sebagai saudagar atau juga dengan cara lainnya.....!” In Lap Siansu mengemukakan dugaannya.

Kay Cing Kay pun mengangguk mengiyakan, katanya bahwa In Lap Siansu akan segera dibawa menghadap Pangcunya jika saja Pangcu mereka telah datang di Hou-ciu.

“Sayangnya sampai hari ini Pangcu kami belum lagi tiba di Hou-ciu, dan kami sendiri tengah menantikan kedatangan Pangcu kami itu. Jika memang Taysu tidak keberatan, maukah kiranya Taysu menantikan sampai tibanya Pangcu kami itu, agar dapat menjelaskan seluruh apa yang diketahui oleh Taysu?”

In Lap Siansu mengangguk dan katanya. “Justru Pinceng memang ingin menyelidiki keadaan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar itu...... Jika memang mereka adalah orang-orang istana Kaisar yang tengah menyamar, maka pinceng tentu akan turunkan tangan keras pada mereka tanpa sungkan-sungkan lagi!”

“Jika demikian, biarlah begitu malam tiba Taysu bersamaku pergi menyelidiki keadaan belasan orang saudagar itu! Apakah Taysu tidak keberatan jika aku ikut serta?”

In Lap Siansu tersenyum.

“Mengapa harus keberatan? Bukankah dengan bersedianya sicu untuk pergi bersama-sama Pinceng menyelidiki keadaan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar itu, jika terjadi pertempuran lagi akan meringankan pekerjaan Pinceng?!” kata In Lap Siansu sambil tertawa lebar.

Begitulah, banyak yang dibicarakan oleh In Lap Siansu dengan Kay Cing Kay.

Menurut keterangan yang diberikan Kay Cing Kay bahwa tokoh-tokoh Kay-pang yang sudah memperoleh enam karung ke atas, mereka berdiam sementara di sebuah gedung yang terletak di sebelah timur kota itu, yaitu rumah milik hartawan she Bun.

“Jika memang Pangcu telah tiba di Hou-ciu tentu pangcu pun akan di bawa ke rumah Bun Wangwe, karena di sanalah semua tokoh-tokoh Kay-pang telah berkumpul.....!” Kay Cing Kay mengakhiri penjelasannya.

Waktu itu, In Lap Siansu telah meminum teh yang disajikan untuknya, lalu tanyanya: “Jika memang demikian, apakah setelah kita pergi menyelidiki keadaan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar itu, kita akan pergi menemui tokoh-tokoh Kay-pang yang lainnya? Siapa tahu ada di antara mereka yang bisa memberikan petunjuk yang lebih baik lagi?”

Kay Cing Kay mengangguk mengiyakan.

Begitulah mereka telah melewati waktu sambil bercakap-cakap. Dan akhirnya malam pun telah tiba......

In Lap Siansu dan Kay Cing Kay pun bersiap-siap untuk pergi menyelidiki keadaan belasan orang saudagar itu.

Rumah di mana belasan orang saudagar itu bermalam ternyata sebuah rumah yang tidak begitu besar. Dari kejauhan In Lap Siansu dan Kay Cing Kay telah melihat api penerangan di rumah itu belum dipadamkan, memperlihatkan bahwa belasan orang saudagar tersebut tentunya belum tidur.

In Lap Siansu memperingati Kay Cing Kay agar pengemis ini berhati-hati.

“Mereka semuanya memiliki kepandaian yang lumayan, jika kita kurang hati-hati, tentu akan menimbulkan kecurigaan mereka!” pesan In Lap Siansu.

In Lap Siansu berpesan begitu karena selama berangkat dari kuil tempat di mana berkumpul murid-murid Kay-pang, dia memperoleh kenyataan Kay Cing Kay memiliki kepandaian yang masih berada di bawahnya beberapa tingkat. In Lap Siansu kuatir kalau-kalau nanti Kay Cing Kay menimbulkan gerakan yang bisa memancing kecurigaan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar itu, yang tentu saja akan mempersulitkan mereka juga dalam hal menyelidiki keadaan belasan orang-orang itu.

Kay Cing Kay tidak tersinggung oleh pesan In Lap Siansu, sebab dia memang menyadari juga bahwa In Lap Siansu memiliki kepandaian yang jauh di atas kepandaiannya. Malah diam-diam Kay Cing Kay sendiri merasa kagum sekali akan kemahiran ginkang si pendeta, yang dapat berlari cepat dan ringan sekali.

Begitulah, mereka mengambil tempat di belakang rumah tersebut, mereka melompat masuk dari pekarangan di belakang yang sepi dan tidak terlihat seorang manusia pun juga, karena semua orang tengah berkumpul di ruang depan bercakap-cakap. Tuan rumah rupanya telah menyediakan beberapa macam masakan dan arak untuk belasan orang tamu mereka.

Waktu In Lap Siansu dan Kay Cing Kay melewati ruangan dapur, mereka melihat nyonya rumah berseri-seri, karena dia rupanya telah memperoleh hadiah besar dari tamunya, membuatnya jadi memasak dengan bersemangat seperti itu.

Dengan gerakan yang ringan dan tanpa bersuara, In Lap Siansu dan Kay Cing Kay melewati dapur. Dengan berani mereka telah masuk ke ruang tengah, dan menempatkan diri mereka di sebuah kamar. Mereka mendekam di bawah pembaringan.

Dengan demikian mereka dapat mendengarkan dengan leluasa percakapan dari belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar tersebut. In Lap Siansu dan Kay Cing Kay mendengar mereka tertawa-tawa dengan gembira. Salah seorang di antara mereka tengah berkata dengan sikap yang riang,

“Jika memang usaha kita nanti berhasil, tentu kita akan memperoleh kenaikan pangkat. Dan Kaisar tentu akan memberikan tanda jasa buat kita di samping hadiah yang cukup banyak..... Karena dari itu, walaupun bagaimana kita harus bekerja sebaik mungkin!”

“Ya!” beberapa orang kawannya telah menyahut.

Lalu salah seorang kawannya yang lain telah bertanya: “Sesungguhnya semua yang dikerahkan ke Hou-ciu ini berjumlah berapa orang?”

“Cukup banyak, hampir meliputi sepuluhribu orang! Dari istana saja telah diutus dua ribu orang...... semuanya merupakan pahlawan dan jago-jago istana. Maka Kay-pang jangan harap dapat hidup lagi, pasti akan hancur lebur...... hahahahaha.....!!”

Orang itu tertawa keras sekali, tampaknya dia tengah gembira dipengaruhi oleh arak yang telah cukup banyak diteguknya. Sedangkan kawan-kawannya tertawa keras mengiringi tertawa kawannya, dan mereka tampaknya gembira sekali.

Waktu itu In Lap Siansu dan Kay Cing Kay telah saling pandang. Mereka telah mendengar jelas betapapun juga saudagar-saudagar ini memang merupakan orang-orang dari kerajaan yang tengah menyamar dan ingin menghancurkan kay-pang. Setidak-tidaknya memang mereka tentunya bermaksud untuk menggagalkan rapat besar Kay-pang yang akan diselenggarakan di Hou-ciu.

Di kala itu, dengan suara yang cukup nyaring, salah seorang di antara belasan orang saudagar itu telah berkata dengan suara yang mengandung perasaan bangga,

”Seperti yang telah diucapkan oleh Kaisar bahwa kalau urusan ini berjalan lancar dan Kay-pang dapat disapu bersih, atau sedikitnya harus terjatuh ke dalam tangan kita, maka jasa yang akan diimbali oleh Kaisar bukan merupakan imbalan yang kecil. Selain menerima hadiah yang besar juga akan memperoleh kenaikan pangkat! Karena itu, kita harus bekerja sungguh, dalam beberapa hari itu tentu kawan-kawan kita akan tiba!”

“Ya,” di saat itu, kita harus bersikap tidak saling kenal satu dengan yang lainnya.....!” kata yang lainnya. Jika telah tiba waktunya, yaitu di malam Cap-go mendatang, kita serentak bergerak. Tidak mungkin lagi Kay-pang bisa mengadakan persiapan untuk memberikan perlawanan yang berarti!”

“Hemmm, kalau tidak salah, Ho Ciangkun juga ikut serta dalam penghancuran Kay-pang ini?” tanya seorang yang lainnya.

“Ya, Ho Ciangkun memang akan tiba di Hou-ciu tanggal tigabelas, dan selama satu hari akan memberikan petunjuknya apa yang harus kita lakukan. Karena itu, selama beberapa hari ini kita masih memiliki kesempatan untuk bersenang-senang, asalkan kita tetap tidak membuka rahasia diri kita. Tentu seluruh penduduk Hou-ciu menduga bahwa kita adalah saudagar-saudagar yang kebetulan singgah di kota ini!”

“Pengemis-pengemis yang berkumpul di Hou-ciu telah cukup banyak. Menurut apa yang kulihat mungkin jumlah mereka telah meliputi beberapa ribu orang! Hemmm, mereka sama sekali tidak menyadari bahwa saat-saat kehancuran buat Kay-pang telah di ambang pintu!”

Dan mereka tertawa lagi.

Muka Kay Cing Kay merah padam, dia sangat marah. Apa yang dilaporkan oleh In Lap Siansu ternyata tidak meleset bahwa pihak kerajaan memang bermaksud untuk menghancurkan Kay-pang. Dengan demikian membuat Kay Cing Kay gusar bukan main.

Jika memang In Lap Siansu tidak menahannya, tentu Kay Cing Kay telah melompat keluar dari tempat persembunyiannya untuk menerjang orang-orang kerajaan yang menyamar sebagai saudagar-saudagar itu.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar