67 Rahasia Para Saudagar Galak
Mereka berusaha mengerahkan
seluruh tenaga dan kepandaian mereka, akan tetapi mereka tidak berhasil
merubuhkan pendeta itu. Walaupun mereka telah mengeroyok seperti itu, akan
tetapi pendeta itu dapat menghadapi mereka bagaikan kucing yang tengah
mempermainkan rombongan tikus.
Para saudagar tersebut semakin
lama jadi semakin gusar dan penasaran. Suara bentakan mereka terdengar berulang
kali, karena mereka menyerang semakin hebat. Dalam keadaan seperti itu, tampak
jelas, betapa tubuh In Lap Siansu berkelebat ke sana ke mari menghindar dari
pukulan lawannya. Dan dalam suatu kesempatan yang ada, tahu-tahu tangan kanan
In Lap Siansu telah menyambar dan mencengkeram baju salah seorang saudagar itu.
Kemudian dia melontarkan ke samping kanan.
Menyusul lagi dia mencengkeram
dua orang lawannya, yang juga dilontarkannya. Cepat sekali cara bekerja In Lap
Siansu, karena dalam sekejap mata saja telah tiga orang lagi yang
dilontarkannya.
Begitulah para saudagar
tersebut jadi tak berani terlalu mendesak si pendeta, mereka telah mengepung
sambil sekali-kali menyerang. Akan tetapi, mereka tidak berani terlalu mendesak
seperti tadi.
In Lap Siansu tertawa sabar,
katanya: “Apa untungnya kita bertempur seperti ini, lebih bijaksana jika memang
sicu sekalian menyudahi pertempuran ini......!”
Akan tetapi para saudagar itu
bukannya berhenti-henti dari pengepungan yang mereka lakukan, justru mereka
menyerang semakin gencar. Sekarang mereka telah berhasil mengatur kedudukan
diri mereka masing-masing pula. Mereka menyerang semakin ketat dan kuat.
In Lap Siansu berpikir, jika
memang dia menghadapi lawannya dengan cara seperti itu terus, tentu selamanya
dia akan dikepung dan pertempuran itu tidak akan berkesudahan. Karena berpikir
seperti itu, In Lap Siansu merobah cara bertempurnya. Kini dia menggerakkan ke
dua tangannya yang sering disilang.
Setiap kali ke dua tangan itu
dipentang, dari telapak tangannya meluncur angin serangan yang luar biasa
kuatnya. Dan yang menakjubkan, angin serangan itu menerjang kepada salah
seorang lawannya, dan lawannya itu kejengkang ke belakang, rubuh di atas
lantai, karena dia seperti juga dihantam oleh lempengan besi yang keras dan
kuat. Setiap kali In Lap Siansu mengulangi gerakan tangannya, seorang lawannya
rubuh.
Dan setelah melakukannya enam
atau tujuh kali. In Lap Siansu bertanya lagi, akan tetapi suaranya tawar dan
dia sudah habis sabar: “Apakah kalian masih ingin memaksa aku turunkan tangan
keras......?”
Sisa dari saudagar-saudagar
itu telah melompat ke belakang dengan wajah gusar. Sedangkan saudagar yang
semula telah rubuh, lompat bangun dengan wajah merah padam.
“Kami akan mengadu jiwa.....!”
teriak mereka sambil mencabut senjata masing-masing, yaitu pedang panjang yang
berkilauan dan tajam sekali. Pedang itu digerakkan untuk menikam dan menabas
kepada In Lap Siansu.
Sebagai seorang pendeta yang
memiliki kepandaian sangat tinggi, sebenarnya In Lap Siansu bisa saja
menurunkan tangan keras mempercepat selesainya pertempuran itu. Namun jika In
Lap Siansu mempergunakan serangan yang mengandung kekerasan, lawan-lawannya itu
disamping terluka parah, pun kemungkinan di antara mereka ada yang mati.
Inilah yang tak diinginkan
oleh In Lap Siansu, karena dia tidak mau jatuh korban dalam pertempuran
tersebut. Bukankah di antara mereka memang tidak terdapat urusan yang perlu
diperbesar? Dan juga In Lap Siansu hanya bermaksud mengusir orang-orang ini
dari rumah penginapan tersebut, agar mereka tidak berlaku bengis kepada pelayan
dan tamu-tamu rumah penginapan ini.
Karena itu In Lap Siansu dalam
menurunkan tangan menghadapi serangan lawan-lawannya setengah hati. Dia tidak
mendesak terlalu keras, akan tetapi justru lawan-lawannya itu seperti nekad
sekali.
Karena desakan yang terus
menerus dari lawannya, akhirnya In Lap Siansu bertindak keras sedikit dengan
menghadapi pedang lawannya itu. Dengan mempergunakan jepitan jari telunjuknya,
pedang lawannya telah patah berulang kali. Setiap menyambar salah satu pedang
lawannya, In Lap Siansu telah menjepitnya dan pedang itu menjadi patah.
Para saudagar itu jadi
terkejut, mereka melompat mundur, dan akhirnya tanpa mengucapkan sepatah
perkataan juga telah memutar tubuh mereka berlalu dari rumah penginapan itu.
Kasir dan pelayan rumah
penginapan dapat bernapas lega, dan mereka cepat-cepat mengucapkan terima kasih
kepada In Lap Siansu.
Sedangkan In Lap Siansu
sendiri tidak berdiam terlalu lama di rumah penginapan tersebut, karena dia
menaruh kecurigaan kepada saudagar-saudagar tersebut. Setelah membayar harga
minuman dan makanan yang telah dimakannya, In Lap Siansu meninggalkan rumah
penginapan itu pula, karena pendeta ini bermaksud untuk mengikuti belasan orang
saudagar tersebut.
Ternyata belasan orang
saudagar tersebut telah berhasil menumpang di sebuah rumah penduduk, yang
mereka bayar dengan harga yang mahal sekali.
In Lap Siansu mengawasi dari
kejauhan, dan menantikan sampai sang malam tiba.
Ketika itu, di sekitar tempat
tersebut lewat belasan orang pengemis. Waktu melihat In Lap Siansu berdiam di
balik sebatang pohon, mereka bercuriga. Segera salah seorang di antara pengemis
itu menghampiri si pendeta dan menegurnya: “Taysu, apa yang tengah kau lakukan
di situ?”
In Lap Siansu tersenyum.
“Aku sedang mencari tempat
yang baik untuk membaca Liam-kheng, hanya sayangnya justru Pinceng belum
herhasil menemui tempat yang baik, untuk Pinceng dengan tenang membaca
Liam-kheng.....!” dusta In Lap Siansu.
Pengemis itu mencilak matanya,
dia rupanya masih bercuriga dan tidak mempercayai keterangan In Lap Siansu.
“Jika memang Taysu kesulitan untuk
menemukan tempat yang tenang membaca Liam- kheng, mari ikut bersama dengan
kami. Kami akan menunjukkan sebuah tempat yang sangat baik.....!” kata pengemis
tersebut.
In Lap Siansu ragu-ragu
sejenak akan tetapi waktu itu diapun telah berpikir, bahwa dia telah mengetahui
tempat berdiamnya belasan orang saudagar yang diduganya sebagai saudagar
gadungan itu. Dan dalam menantikan tibanya sang malam, memang tidak perlu dia
berada di situ terus! Karenanya, In Lap Siansu mengiyakan dan ikut bersama
rombongan pengemis itu.
“Siapakah sebenarnya Taysu dan
berasal dari kuil mana?” tanya beberapa orang pengemis itu, yang rupanya ingin
mengetahui siapa adanya pendeta ini, yang tampaknya agak luar biasa.
In Lap Siansu menyebutkan
gelarannya.
Tiba-tiba muka belasan orang
pengemis itu jadi berobah, mereka memperlihatkan sikap terkejut.
“Akh, jika begitu..... Taysu
ternyata seorang yang patut kami hormati..... maafkan kami tadi berlaku kurang
hormat!” kata belasan orang pengemis itu sambil merangkapkan tangan mereka memberi
hormat.
In Lap Siansu cepat-cepat
membalas hormat pengemis-pengemis itu.
“Janganlah sicu sekalian
berlaku sungkan seperti itu!” katanya.
“Kami telah mendengar dari
beberapa orang Tianglo di partai kami, bahwa Taysu merupakan seorang yang
selalu bertindak di atas keadilan, karena itu, sungguh suatu keberuntungan yang
tidak ternilai harganya buat kami dengan adanya pertemuan seperti ini.....!”
kata pengemis-pengemis itu.
“Tianglo kalian hanya
membesar-besarkan saja diriku!” kata In Lap Siansu. “Oya menurut apa yang
Pinceng dengar, bahwa kalian berkumpul di Hou-ciu untuk menghadiri rapat besar
yang akaa diselenggarakan oleh Kay-pang. Bukankah begitu?!”
Pengemis-pengemis itu
mengangguk.
“Benar, kami memang telah
diperintahkan untuk berkumpul di Hou-ciu karena di malaman Cap-go di bulan ini
kami yang akan mengadakan rapat besar. Pangcu kami yang akan langsung memimpin
rapat besar partai kami itu,” menjelaskan si pengemis. Pengemis-pengemis
lainnya juga membenarkan hal itu, banyak yang mereka ceritakan.
In Lap Siansu tersenyum.
“Justru Pinceng datang ke
Hou-ciu ingin menyaksikan keramaian, malah ada sesuatu yang ingin Pinceng
sampaikan kepada Pangcu kalian! Ada sesuatu urusan yang sangat penting,
menyangkut keselamatan Kay-pang. Secara kebetulan sekali Pinceng mengetahui
urusan tersebut, sehingga Pinceng merasa bertanggung jawab juga sebagai sesama
sahabat dalam rimba persilatan, untuk memberikan kisikan pada Kay-pang mengenai
ancaman yang akan mengganggu partai kalian.....!”
Pengemis-pengemis itu jadi
terkejut,
“Urusan apakah itu, Taysu?!”
tanya mereka serentak.
In Lap Siansu menghela napas.
“Sebulan yang lalu, secara
kebetulan di In-kang-kwan, Pinceng telah menginap di sebuah rumah penginapan.
Bersama Pinceng di dalam rumah penginapan itu bermalam juga empat orang hamba
negeri, dan mereka tengah bercakap-cakap di kamar mereka. Sesungguhnya Pinceng
tidak bermaksud untuk mendengarkan parcakapan mereka, akan tetapi mereka
menyebut-nyebut perihal Kay-pang beberapa kali, menyebabkan pinceng jadi
tertarik dan mendengarkan juga percakapan mereka.....!” In Lap Siansu
menceritakan pengalamannya.
“Dan apa yang pinceng dengar
ternyata benar-benar mengejutkan, karena mereka tengah membicarakan perihal
pengepungan dan juga menghancurkan rapat besar yang akan diselenggarakan oleh
Kay-pang. Dari percakapan mereka itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak
kerajaan akan mengutus orangnya untuk menggagalkan rapat besar itu, malah ingin
juga menghasut Kay-pang agar terpecah bela!
Itulah yang diketahui oleh pinceng.
Dan sesungguhnya pinceng ingin menawan mereka, untuk meminta keterangan yang
lebih jelas. Namun pinceng pikir, jika pinceng melakukan hal seperti itu, sama
saja dengan memukul rumput mengejutkan ular..... Karenanya Pinceng mengambil
keputusan untuk cepat-cepat menemui Pangcu Kay-pang saja!”
Pengemis-pengemis itu jadi
kaget, dan mereka telah bisik-bisik satu dengan yang lainnya. Akhirnya salah
seorang diantara mereka telah berkata: “Jika demikian, Taysu memang perlu
cepat-cepat dipertemukan dengan Pangcu kami, akan tetapi justru kami belum lagi
mengetahui apakah Pangcu kami telah tiba di Hou-ciu ini. Tetapi ada baiknya
jika memang kalau kami ajak bertemu dengan seorang pemimpin kami!”
In Lap Siansu menyetujui usul
pengemis-pengemis itu. Demikianlah In Lap Siansu telah diajak oleh para
pengemis tersebut ke sebuah kuil tua yang terletak di sebelah barat dari
Hou-ciu. Kuil itu merupakan kuil yang tidak begitu besar, masih terawat baik
sekali. Dan kuil tersebut merupakan kuil milik Kay-pang cabang Hou-ciu, di mana
semua pengemis memang biasanya berkumpul di kuil itu.
In Lap Siansu ternyata
dipertemukan dengan seorang peagemis tua, yang di punggungnya menggemblok lima
karung. Dan dia merupakan seorang pengemis yang senang tersenyum dan ramah.
In Lap Siansu melihat betapa
di kuil tersebut berkumpul banyak sekali pengemis-pengemis dari segala
tingkatan. Ada yang membawa dua karung, tiga karung dan empat karung. Dan
jumlah mereka pun hampir meliputi limaratus orang lebih.
Biasanya, di kuil tersebut
paling tidak berkumpul limapuluh lebih orang pengemis. Namun justru sekarang di
Hou-ciu akan diselenggarakan rapat besar Kay-pang, maka banyak
pengemis-pengemis dari luar daerah yang ditampung di kuil tersebut, tidak
terlalu mengherankan jika jumlah pengemis-pengemis yang terdapat di kuil itu
sangat banyak sekali.
Akan tetapi walaupun jumlah
mereka lebih dari limaratus orang pengemis, namun tidak ada seorangpun di
antara mereka yang menimbulkan suara berisik.
Pengemis tua yang menggemblok
lima karung itu ternyata bernama Kay Cing Kay. Dia seorang yang ramah. Dan
waktu itu telah menanyakan maksud kedatangan In Lap Siansu.
Sebelum In Lap Siansu
menjelaskan, salah seorang dari belasan orang pengemis yang membawa In Lap
Siansu ke kuil tersebut telah menceritakan apa yang tadi telah diceritakan oleh
In Lap Siansu,
Kay Cing Kay terkejut bukan
main, dia sampai mengeluarkan seruan tertahan.
“Ihhh, apakah ada urusan
penting seperti itu?!” berseru Kay Cing Kay, “Inilah urusan yang tidak boleh
dibuat main-main, karena jika kelak sudah tiba waktunya dan kita telah
berkumpul tanpa bersiaga, lalu menerima serangan dari orang-orang kerajaan,
tentu rapat itu akan kacau atau......”
Setelah berkata begitu, Kay
Cing Kay menoleh kepada In Lap Siansu, tanyanya dengan sikap menghormat sekali.
“Taysu bisakah Taysu memberitahukan kepadaku, apakah memang yang didengar oleh
Taysu dapat dipertanggung jawabkan?!”
In Lap Siansu menghela napas
dalam-dalam sambil tersenyum, dia merangkapkan sepasang tangannya, katanya:
“Jika memang urusan biasa tentu Pinceng tidak akan, bercapai lelah melakukan
perjalanan ke Hou-ciu ini..... Justru karena mengetahui bahwa Kay-pang
merupakan sebuah perkumpulan yang berdiri di atas keadilan dan Pangcu dari
Kay-pang pun patut dihormati, dengan sendirinya Lolap merasa bertanggung jawab
untuk memberitahukan secepat mungkin ancaman yang akan terjadi pada Kay-pang!”
“Soal benar atau tidaknya
berita tersebut, memang Pinceng mendengar langsung dari hamba-hamba negeri
itu..... karena itu tidak dapat Pinceng menyatakan sendiri, apakah itu bisa
dipertanggung jawabkan atau tidak. Namun jika memang Pinceng telah
memberitahukan hal itu kepada Kay-pang, dan yang perlu dilakukan oleh Kay-pang
adalah bersiap siaga saja. Tokh hal itu tidak ada ruginya? Yang Pinceng
kuatirkan justru kalau-kalau ada orang-orang kerajaan yang sempat menyelusup ke
dalam barisan Kay-pang!”
Kay Cing Kay mengangguk sambil
tersenyum dan mengucapkan terima kasih.
“Kami bukan tidak mempercayai
keterangan Taysu, akan tetapi inilah urusan besar. Jika memang pihak kerajaan
benar-benar menaruh perhatian pada rapat besar yang akan diselenggarakan oleh
Kay-pang dan mengandung maksud tidak baik. Memang sudah seharusnya kami berlaku
waspada..... Terima kasih atas jerih payah Taysu......!”
In Lap Siansu pun segera menjelaskan
perihal pertempurannya dengan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar.
Dan In Lap Siansu telah mengemukakan kecurigaannya bahwa belasan orang saudagar
tersebut adalah hamba-hamba negeri yang tengah menyamar.
“Kemungkinan besar orang-orang
kerajaan menyelusup masuk ke Hou-ciu dengan cara menyamar, misalnya dengan
menyamar sebagai saudagar atau juga dengan cara lainnya.....!” In Lap Siansu
mengemukakan dugaannya.
Kay Cing Kay pun mengangguk
mengiyakan, katanya bahwa In Lap Siansu akan segera dibawa menghadap Pangcunya
jika saja Pangcu mereka telah datang di Hou-ciu.
“Sayangnya sampai hari ini
Pangcu kami belum lagi tiba di Hou-ciu, dan kami sendiri tengah menantikan
kedatangan Pangcu kami itu. Jika memang Taysu tidak keberatan, maukah kiranya
Taysu menantikan sampai tibanya Pangcu kami itu, agar dapat menjelaskan seluruh
apa yang diketahui oleh Taysu?”
In Lap Siansu mengangguk dan
katanya. “Justru Pinceng memang ingin menyelidiki keadaan belasan orang yang
berpakaian sebagai saudagar itu...... Jika memang mereka adalah orang-orang
istana Kaisar yang tengah menyamar, maka pinceng tentu akan turunkan tangan
keras pada mereka tanpa sungkan-sungkan lagi!”
“Jika demikian, biarlah begitu
malam tiba Taysu bersamaku pergi menyelidiki keadaan belasan orang saudagar
itu! Apakah Taysu tidak keberatan jika aku ikut serta?”
In Lap Siansu tersenyum.
“Mengapa harus keberatan?
Bukankah dengan bersedianya sicu untuk pergi bersama-sama Pinceng menyelidiki
keadaan belasan orang yang berpakaian sebagai saudagar itu, jika terjadi
pertempuran lagi akan meringankan pekerjaan Pinceng?!” kata In Lap Siansu
sambil tertawa lebar.
Begitulah, banyak yang
dibicarakan oleh In Lap Siansu dengan Kay Cing Kay.
Menurut keterangan yang
diberikan Kay Cing Kay bahwa tokoh-tokoh Kay-pang yang sudah memperoleh enam
karung ke atas, mereka berdiam sementara di sebuah gedung yang terletak di
sebelah timur kota itu, yaitu rumah milik hartawan she Bun.
“Jika memang Pangcu telah tiba
di Hou-ciu tentu pangcu pun akan di bawa ke rumah Bun Wangwe, karena di sanalah
semua tokoh-tokoh Kay-pang telah berkumpul.....!” Kay Cing Kay mengakhiri
penjelasannya.
Waktu itu, In Lap Siansu telah
meminum teh yang disajikan untuknya, lalu tanyanya: “Jika memang demikian,
apakah setelah kita pergi menyelidiki keadaan belasan orang yang berpakaian
sebagai saudagar itu, kita akan pergi menemui tokoh-tokoh Kay-pang yang
lainnya? Siapa tahu ada di antara mereka yang bisa memberikan petunjuk yang
lebih baik lagi?”
Kay Cing Kay mengangguk
mengiyakan.
Begitulah mereka telah
melewati waktu sambil bercakap-cakap. Dan akhirnya malam pun telah tiba......
In Lap Siansu dan Kay Cing Kay
pun bersiap-siap untuk pergi menyelidiki keadaan belasan orang saudagar itu.
Rumah di mana belasan orang
saudagar itu bermalam ternyata sebuah rumah yang tidak begitu besar. Dari
kejauhan In Lap Siansu dan Kay Cing Kay telah melihat api penerangan di rumah
itu belum dipadamkan, memperlihatkan bahwa belasan orang saudagar tersebut
tentunya belum tidur.
In Lap Siansu memperingati Kay
Cing Kay agar pengemis ini berhati-hati.
“Mereka semuanya memiliki
kepandaian yang lumayan, jika kita kurang hati-hati, tentu akan menimbulkan
kecurigaan mereka!” pesan In Lap Siansu.
In Lap Siansu berpesan begitu
karena selama berangkat dari kuil tempat di mana berkumpul murid-murid
Kay-pang, dia memperoleh kenyataan Kay Cing Kay memiliki kepandaian yang masih
berada di bawahnya beberapa tingkat. In Lap Siansu kuatir kalau-kalau nanti Kay
Cing Kay menimbulkan gerakan yang bisa memancing kecurigaan belasan orang yang
berpakaian sebagai saudagar itu, yang tentu saja akan mempersulitkan mereka
juga dalam hal menyelidiki keadaan belasan orang-orang itu.
Kay Cing Kay tidak tersinggung
oleh pesan In Lap Siansu, sebab dia memang menyadari juga bahwa In Lap Siansu
memiliki kepandaian yang jauh di atas kepandaiannya. Malah diam-diam Kay Cing
Kay sendiri merasa kagum sekali akan kemahiran ginkang si pendeta, yang dapat
berlari cepat dan ringan sekali.
Begitulah, mereka mengambil
tempat di belakang rumah tersebut, mereka melompat masuk dari pekarangan di
belakang yang sepi dan tidak terlihat seorang manusia pun juga, karena semua
orang tengah berkumpul di ruang depan bercakap-cakap. Tuan rumah rupanya telah
menyediakan beberapa macam masakan dan arak untuk belasan orang tamu mereka.
Waktu In Lap Siansu dan Kay
Cing Kay melewati ruangan dapur, mereka melihat nyonya rumah berseri-seri,
karena dia rupanya telah memperoleh hadiah besar dari tamunya, membuatnya jadi
memasak dengan bersemangat seperti itu.
Dengan gerakan yang ringan dan
tanpa bersuara, In Lap Siansu dan Kay Cing Kay melewati dapur. Dengan berani
mereka telah masuk ke ruang tengah, dan menempatkan diri mereka di sebuah
kamar. Mereka mendekam di bawah pembaringan.
Dengan demikian mereka dapat
mendengarkan dengan leluasa percakapan dari belasan orang yang berpakaian
sebagai saudagar tersebut. In Lap Siansu dan Kay Cing Kay mendengar mereka
tertawa-tawa dengan gembira. Salah seorang di antara mereka tengah berkata
dengan sikap yang riang,
“Jika memang usaha kita nanti
berhasil, tentu kita akan memperoleh kenaikan pangkat. Dan Kaisar tentu akan
memberikan tanda jasa buat kita di samping hadiah yang cukup banyak..... Karena
dari itu, walaupun bagaimana kita harus bekerja sebaik mungkin!”
“Ya!” beberapa orang kawannya
telah menyahut.
Lalu salah seorang kawannya
yang lain telah bertanya: “Sesungguhnya semua yang dikerahkan ke Hou-ciu ini
berjumlah berapa orang?”
“Cukup banyak, hampir meliputi
sepuluhribu orang! Dari istana saja telah diutus dua ribu orang...... semuanya
merupakan pahlawan dan jago-jago istana. Maka Kay-pang jangan harap dapat hidup
lagi, pasti akan hancur lebur...... hahahahaha.....!!”
Orang itu tertawa keras
sekali, tampaknya dia tengah gembira dipengaruhi oleh arak yang telah cukup
banyak diteguknya. Sedangkan kawan-kawannya tertawa keras mengiringi tertawa
kawannya, dan mereka tampaknya gembira sekali.
Waktu itu In Lap Siansu dan
Kay Cing Kay telah saling pandang. Mereka telah mendengar jelas betapapun juga
saudagar-saudagar ini memang merupakan orang-orang dari kerajaan yang tengah
menyamar dan ingin menghancurkan kay-pang. Setidak-tidaknya memang mereka
tentunya bermaksud untuk menggagalkan rapat besar Kay-pang yang akan
diselenggarakan di Hou-ciu.
Di kala itu, dengan suara yang
cukup nyaring, salah seorang di antara belasan orang saudagar itu telah berkata
dengan suara yang mengandung perasaan bangga,
”Seperti yang telah diucapkan
oleh Kaisar bahwa kalau urusan ini berjalan lancar dan Kay-pang dapat disapu
bersih, atau sedikitnya harus terjatuh ke dalam tangan kita, maka jasa yang
akan diimbali oleh Kaisar bukan merupakan imbalan yang kecil. Selain menerima
hadiah yang besar juga akan memperoleh kenaikan pangkat! Karena itu, kita harus
bekerja sungguh, dalam beberapa hari itu tentu kawan-kawan kita akan tiba!”
“Ya,” di saat itu, kita harus
bersikap tidak saling kenal satu dengan yang lainnya.....!” kata yang lainnya.
Jika telah tiba waktunya, yaitu di malam Cap-go mendatang, kita serentak
bergerak. Tidak mungkin lagi Kay-pang bisa mengadakan persiapan untuk
memberikan perlawanan yang berarti!”
“Hemmm, kalau tidak salah, Ho
Ciangkun juga ikut serta dalam penghancuran Kay-pang ini?” tanya seorang yang
lainnya.
“Ya, Ho Ciangkun memang akan
tiba di Hou-ciu tanggal tigabelas, dan selama satu hari akan memberikan
petunjuknya apa yang harus kita lakukan. Karena itu, selama beberapa hari ini
kita masih memiliki kesempatan untuk bersenang-senang, asalkan kita tetap tidak
membuka rahasia diri kita. Tentu seluruh penduduk Hou-ciu menduga bahwa kita
adalah saudagar-saudagar yang kebetulan singgah di kota ini!”
“Pengemis-pengemis yang
berkumpul di Hou-ciu telah cukup banyak. Menurut apa yang kulihat mungkin
jumlah mereka telah meliputi beberapa ribu orang! Hemmm, mereka sama sekali
tidak menyadari bahwa saat-saat kehancuran buat Kay-pang telah di ambang
pintu!”
Dan mereka tertawa lagi.
Muka Kay Cing Kay merah padam,
dia sangat marah. Apa yang dilaporkan oleh In Lap Siansu ternyata tidak meleset
bahwa pihak kerajaan memang bermaksud untuk menghancurkan Kay-pang. Dengan
demikian membuat Kay Cing Kay gusar bukan main.
Jika memang In Lap Siansu
tidak menahannya, tentu Kay Cing Kay telah melompat keluar dari tempat
persembunyiannya untuk menerjang orang-orang kerajaan yang menyamar sebagai saudagar-saudagar
itu.