Beruang Salju Bab 69 Hai, mengapa harus telengas?

Beruang Salju Bab 69 Hai, mengapa harus telengas?
69 Hai, mengapa harus telengas?

Karena itu, pemuda ini tentu saja tidak mau bercelaka bersama-sama dengan lawannya, terlebih lagi wanita yang berusia tigapuluh tahun lebih telah memperingatinya: “Ji-jie, hati-hati!”

Pemuda belasan tahun tersebut batal dengan serangan lututnya, dia telah menarik pulang lututnya dan kemudian membarengi dengan hajaran tangan kanannya.

“Bukkk!” pinggang Hong Tia Liang kena dipukulnya dengan keras.

Hong Tia Liang sendiri terkejut melihat pemuda itu menarik pulang lututnya. Sebenarnya orang she Hong tersebut bermaksud mempergunakan kesempatan itu buat melompat mundur.

Justru perhatiannya terpecahkan, belum lagi dia berhasil melompat mundur, pinggangnya telah kena dihantam begitu keras oleh pemuda belasan tahun itu.

Memang benar pukulan pemuda belasan tahun itu tidak terlalu dahsyat dan tidak bisa mematikan, akan tetapi Hong Tia Liang merasakan pingggangnya seperti juga ingin patah! Waktu dia meringis seperti itu justru pemuda belasan tahun tersebut telah membentak dan ke dua tangannya silih berganti telah menyerang lagi!

Tenaga serangan yang dipergunakan pemuda belasan tahun tersebut semakin lama semakin kuat. Rupanya setelah melihat bahwa serangannya pada pinggang Hong Tia Liang tidak membcrikan hasil dan tidak menyebabkan orang she Hong tersebut rubuh, dia jadi penasaran dan setiap serangannya telah ditambah dengan kekuatan lweekangnya. Di antara berkesiuran angin serangan ke dua tangannya itu, tampak pemuda belasan tahun tersebut juga sekali-kali mempergunakan ke dua kakinya melakukan tendangan yang silih berganti.

Sesungguhnya Hong Tia Liang seorang jago rimba persilatan yang memiliki nama tidak kecil di dalam rimba persilatan di daratan Tiong-goan, akan tetapi sekarang dia seperti dipermainkan oleh seorang pemuda belasan tahun, dengan sendirinya dia jadi gusar bukan main.

Sepasang tangan Hong Tia Liang telah menyambar dengan kekuatan lweekang yang penuh karena sekali saja mengenai sasarannya, niscaya akan menyebabkan korban pukulannya menjadi terluka di dalam yang cukup berat dan parah.

Pemuda belasan tahun itupun rupanya menyadari bahaya yang mengancam dirinya, sehingga cepat-cepat dia telah merobah cara bertempurnya. Jika tadi dia menyerang dengan beruntun, sekarang ini justru dia kerap kali lebih banyak mengelakkan diri dari serangan Hong Tia Liang.

Melihat perobahan cara bertempur dari pemuda belasan tahun tersebut, semangat Hong Tia Liang terbangun. Diiringi oleh suara bentakan berulang kali yang sangat bengis sekali, dia telah menyerang semakin gencar.

Sedangkan ke empat orang kawan dari pemuda belasan tahun ini jadi berkuatir juga. Mereka telah melihatnya bahwa tenaga serangan dari Hong Tia Liang selalu mengandung kekuatan lweekang yang kuat, juga sangat telengas sekali.

Sepatutnya pemuda itu bukan tandingan Hong Tia Liang. Hanya saja disebabkan pemuda belasan tahun tersebut memang sangat tabah dan dengan sendirinya dia masih dapat memberikan perlawanan terus.

Sedangkan Hong Tia Liang sendiri semakin lama semakin bernafsu. Apa lagi dilihatnya pemuda belasan tahun itu telah mandi keringat dan jatuh di bawah angin tanpa bisa membalas menyerang, membuat dia semakin gencar menyerang lawannya.

Sedangkan pemuda belasan tahun itu diam-diam mengeluh di dalam hatinya. Diapun sangat mendongkol, karena dia berpikir bahwa Hong Tia Liang tentunya bukan sebangsa manusia baik-baik, dilihat dari cara menyerangnya yang memang telengas dan juga selalu mengincar bagian-bagian yang mematikan.

Setelah lewat lagi beberapa jurus, tampak pemuda belasan tahun tersebut mengeluarkan seluruh tenaganya, disertai seruan yang sangat nyaring, dia menerjang maju dengan sepasang tangan diputar bagaikan kitiran.

Hebat cara menyerang yang dilakukan pemuda itu. Itulah serangan yang seperti juga pukulan nekad buat mengadu jiwa dengan lawan.

Hong Tia Liang yang tengah bergirang karena berhasil mendesak pemuda belasan tahun tersebut dan yakin pemuda itu akan dapat dirubuhkan, tidak memperdulikan serangan pemuda belasan tahun tersebut, malah waktu tangan si pemuda belasan tahun itu menyambar datang ke dekatnya dia telah menangkisnya dengan sampokan.

“Bukkk!” terdengar suara benturan yang keras sekali, disusul dengan suara seruan tertahan dari pemuda belasan tahun tersebut. Tubuh pemuda belasan tahun itu terhuyung, dan akhirnya dia terjengkang ke belakang.

Ke empat orang kawan pemuda belasan tahun itu terkejut bukan main, malah oranq tua yang berusia limapuluh tahun lebih telah melompat akan memberikan pertolongan kepada pemuda belasan tahun itu.

Akan tetapi Hong Tia Liang di saat itu yang melihat adanya kesempatan baik buat dirinya, dia tidak mau mensia-siakannya. Dia melompat sambil melancarkan pukulan dari jarak jauh.

Sedangkan pemuda belasan tahun itu waktu terjengkang ke belakang, juga tidak tinggal diam. Begitu punggungnya menyentuh lantai segera dia bergulingan.

Setelah berguligan tiga tali, pemuda belasan tahun tersebut melompat bangun. Pemuda belasan tahun tersebut yang merasakan berkesiuran angin serangan dari arah belakangnya, cepat sekali berjongkok dan tahu-tahu dengan jurus “Kuda Merah Marah Menendang”, dia telah menyepak ke belakang.

Tendangan kaki pemuda belasan tahun ini justru menjurus ke arah selangkangan Hong Tia Liang. Hati Hong Tia Liang terkesiap. Dia tidak membayangkan adanya serangan seperti itu.

Akan tetapi karena sudah tidak keburu mengelakkan diri, Hong Tia Liang membatalkan serangannya, hanya saja tangan kanannya telah diturunkan, dan dia mencengkeram kaki dari pemuda belasan tahun itu.

Cekalan yang dilakukan Hong Tia Liang sangat kuat sekali dan membarengi dengan mana diapun telah menyentaknya, melontarkan tubuh pemuda belasan tahun itu.

Hati pemuda belasan tahun tersebut terkesiap kaget, waktu mengetahui bahwa kakinya telah kena dicengkeram oleh Hong Tia Liang. Akan tetapi buat menarik pulang kakinya sudah tidak keburu. Dalam keadaan seperti itu, dia merasakan Hong Tia Liang menyentak, membuat tubuhnya melayang ke tengah udara.

Celakanya Hong Tia Liang justru tidak melepaskan cengkeramannya, dia telah memutar tubuh pemuda belasan tahun tersebut. Dengan demikian membuat pemuda itu terputar-putar di tengah udara dan merasakan kepalanya sangat pusing di samping matanya telah berkunang-kunang.

Orang tua yang berusia limapuluh tahun lebih yang bermaksud menolong, pemuda belasan tahun tersebut, juga telah melihat apa yang terjadi. Dia melompat dan menghantam pundak Hong Tia Liang.

Tubuhnya berkelebat sangat cepat sekali, dan tangannya sangat sebat. Yang luar biasa tenaga serangannya sangat lunak dan tidak menimbulkan suara sedikitpun juga. Cuma saja, waktu akan tiba pada sasarannya, di waktu itulah tenaga serangan dari orang tua tersebut berobah sifatnya menjadi sangat keras dan kuat.

Hong Tia Liang yang tengah asyik memutar-mutar tubuh pemuda belasan tahun itu baru dapat merasakan menyambarnya angin serangan di saat kepalan tangan dari orang tua itu hanya terpisah beberapa dim saja dari punggungnya.

Sebagai seorang yang telah kawakan dan memiliki pengalaman yang cukup banyak di dalam rimba persilatan. Hong Tia Liang tidak menjadi gugup. Justru, dia telah menyentak tangan kanannya, membiarkan tubuh pemuda itu sebagai tamengnya.

Jika saja orang tua itu meneruskan serangannya, niscaya akan menyebabkan pukulan itu jatuh di tubuh pemuda belasan tahun tersebut.

Akan tetapi orang tua berusia limapuluh tahun itu memiliki mata yang celi, dia tidak meneruskan serangannya, karena menyadari bahwa yang terancam adalah jiwa dari kawannya sendiri. Dia telah menarik pulang tangannya dan berbareng telah mendupak dengan mempergunakan kaki kanannya.

Sekali ini Hong Tia Liang sudah tidak bisa menghindarkan diri. Tendangan yang dilakukan orang tua itu sangat cepat dan kuat sekali, mengenai pinggulnya. Tidak ampun lagi tubuh Hong Tia Liang bergulingan di lantai, sedangkan cengkeramannya pada kaki pemuda belasan tahun tersebut terlepas.

Orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu telah melompat membuntuti pemuda belasan tahun tersebut berdiri, kemudian memayangnya kembali ke meja mereka.

Setelah mendudukkan pemuda belasan tahun tersebut di kursinya, orang tua tersebut kembali menghampiri Hong Tia Liang. Dengan sorot mata yang tajam sekali, orang tua itu mengawasi kepada Hong Tia Liang.

Hong Tia Liang waktu itu baru saja merangkak bangun berdiri dengan muka yang merah padam.

“Bagus! Kau pandai sekali main bokong seperti itu!” mengejek Hong Tia Liang dengan sengit dan gusar.

Orang tua itu tetap membawa sikap yang sabar hanya matanya yang memancarkan sinar sangat tajam sekali.

“Hemmm, main bokong? Mana lebih baik, main bokong atau memang menghina seorang anak kecil yang tidak pantas menjadi tandingannya?” menyahuti orang tua tersebut dengan memperlihatkan senyum mengejek.

Hong Tia Liang dari malu jadi tambah gusar, karena itu tanpa mengucapkan sepatah perkataan pun juga, tubuhnya telah melesat menerjang kepada orang tua tersebut. Dia mengerahkan lweekangnya pada ke dua tangannya, angin serangan itu menyambar bagaikan badai yang bergemuruh.

Orang tua tersebut berdiri dengan sikap yang tenang sekali. Dia telah mengawasi meluncurnya tangan lawannya, dan waktu terpisah hanya beberapa detik saja, saat itulah orang tua tersebut bergerak lincah mengelakkan serangan itu. Telapak tangan kanannya menepuk ke pundak lawannya.

Hong Tia Liang mengeluarkan suara tertahan. dia telah berkelit ke samping dengan gerakan Rajawali Membuka Sayap. Di mana sambil tubuhnya miring ke samping, dia telah mementangkan ke dua tangannya dan mencelat pergi.

Waktu itulah, orang tua berusia limapuluh tahun lebih tersebut telah mengeluarkan seruan. Sedikitpun juga dia tidak ingin memberikan kesempatan kepada Hong Tia Liang buat memperbaiki kedudukan dirinya. Orang tua itu menyusul dengan sepasang tangannya menyerang dengan cepat dan kuat sekali, namun tidak menimbulkan suara, karena memang orang tua berusia limapuluh tahun itu sengaja mempergunakan tenaga yang bersifat lunak.

Tetapi Hong Tia Liang telah menduga bahwa lawannya akan menyusuli dengan serangan hebat kepadanya. Dia telah mengibas ke belakang dengan tangan kanannya tanpa menoleh lagi.

“Dukk!” tangan kanannya berhasil menyambut tangan orang tua tersebut. Akan tetapi buat kagetnya Hong Tia Liang justru sampokannya itu malah membuat tubuhnya terjerunuk ke depan. Hampir saja Hong Tia Liang kehilangan keseimbangan tubuhnya dan akan terjerunuk ke depan. Beruntung Hong Tia Liang masih sempat buat mengimbangi keseimbangan tubuhnya.

“Hemmm, kepandaian seperti ini ingin dipertontonkan di hadapanku!”mengejek orang tua itu lagi. Dan dia melangkah ingin menyerang pula kepada Hong Tia Liang yang waktu itu telah berhasil berdiri tetap walaupun matanya terasa berkunang-kunang.

Hong Tia Liang mengeluh.

Jika memang orang tua tersebut benar-benar menyerangnya lagi, sedangkan dia sendiri belum dapat memusatkan seluruh kekuatannya. Dan rasa pusing di kepalanya belum lagi berkurang, pandangan matanya masih berkunang-kunang, niscaya hanya akan membuat dia jadi pecundang belaka.

Dalam keadaan terancam seperti itu, Hong Tia Liang mengempos seluruh sisa tenaganya. Dan dia berusaha juga buat menghampiri kalau-kalau lawannya menyerang lagi.

Sedangkan orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu telah melangkah mendekati.

Di waktu itu terlihat jelas, betapa pun juga, Hong Tia Liang memang bukan menjadi tandingan dari orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu. Jika memang pertandingan itu dilanjutkan sampai beberapa jurus lagi, niscaya akan menyebabkan Hong Tia Liang sendiri yang menderita kerugian yang tidak kecil malah kemungkinan ada terluka berat atau terbinasa memang dia.

Waktu itu orang tua berusia limapuluh tahun itu telah tidak jauh lagi terpisah dari Hong Tia Liang,

“Hemmm, sekarang kau siap-siaplah buat menerima seranganku lagi!” kata orang tua itu dengan suara mendesis dan sangat dingin sekali. Ke dua tangan orang tua tersebut digerakkan buat melancarkan serangan.

Hong Tia Liang mementang matanya lebar-lebar, walaupun dia menyadari, bahwa dirinya bukan menjadi tandingannya orang tua tersebut. Akan tetapi dalam keadaan terdesak seperti itu, dia telah mengerahkan seluruh sisa tenaganya.

Mendadak sekali berkelebat sesosok bayangan, disusul bentakan: “Lihat serangan!” dan orang tua berusia limapuluh tahun tersebut merasakan menyambarnya angin serangan yang sangat kuat ke arah pundaknya.

Tanpa berayal lagi, orang tua itu memutar tubuhnya. Dia memang tengah mengerahkan tenaga sinkangnya pada ke dua tangannya, dan sekarang menerima serangan bokongan seperti itu, dia mempergunakan tenaga yang telah disalurkan pada ke dua telapak tangannya tersebut buat menangkis.

“Brukkkk!” tenaga tangkisan dari orang tua itu saling bentur dengan tenaga penyerangnya, dan tubuh orang yang menyerang secara membokong tersebut telah bergoyang-goyang beberapa kali, akan tetapi tetap saja terdengar suara mengejeknya: “Hemmm, kau ternyata memiliki kepandaian yang lumayan!” Dan dia telah melompat lagi menyerang.

Penyerang gelap itu tidak lain dari orang tua yang menjadi sahabatnya Hong Tia Liang.

Dia rupanya telah melihat bahwa Hong Tia Liang tidak mungkin dapat menghadapi lawannya lagi. Dan juga dia melihat Hong Tia Liang seperti telah kehabisan tenaganya, maka cepat-cepat dia melompat buat mewakili Hong Tia Liang menghadapi orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu.

Kepandaian kawan Hong Tia Liang ini jauh lebih tinggi dari kepandaian Hong Tia Liang sendiri. Orang tua yang berusia limapuluh tahun lebih itu sendiri telah merasakan bahwa lweekang lawannya ini berada di atas lweekang Hong Tia Liang, karenanya dia berlaku jauh lebih hati-hati.

Di saat itu terlihat betapa kawannya Hong Tia Liang telah mengeluarkan suara bentakan yang nyaring sekali dan ke dua tangannya dengan berbareng telah menyerang lagi silih berganti.

Di antara berkesiuran angin serangan tersebut, terlihat betapa orang tua limapuluhan tahun itu membentak:”Tahan! Aku ingin bicara dulu!”

Kawan Hong Tia Liang sebenarnya telah menggerakkan ke dua tangannya, akan tetapi mendengar teriakan itu, dia telah menahan ke dua tangannya!

“Apa yang ingin kau katakan?!” tanya kawan Hong Tia Liang dengan sikap mengejek. “Hemmm, apakah engkau kuatir mampus di tanganku?!”

Mendengar pertanyaan seperti itu, orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu memperdengarkan suara tertawa dingin, kemudian dia menyahuti: “Hemmm, disini tidak ada perkataan takut atau berani, akan tetapi yang ingin kukatakan justru di antara kita tidak terdapat permusuhan dan persoalan apapun juga, dan bentrokan tadi yang terjadi dengan kawanmu itu hanya disebabkan salah paham belaka! Jika memang kau tetap bersikeras hendak menarik panjang urusan ini, aku orang she Tung tidak bisa berkata apa-apa!”

Sedangkan kawan Hong Tia Liang telah tertawa mengejek.

“Tidak perlu kau bicara memutar seperti itu, tadi di saat engkau berada di atas angin, dan dapat mendesak hebat kepada kawanku, justru kau telah mendesaknya terus dengan serangan-serangan yang bisa mematikan. Karena dari itu, sekarang di saat kau berurusan denganku, Wie Sung Ie, ternyata kau menyadari bahwa kepandaianmu tidak ada artinya di mataku dan tidak mungkin engkau dapat menghadapiku. Dan karenanya engkau telah berusaha buat menyudahi saja pertempuran ini! Hemm! Hm! Mari maju! Mari maju! Mari kita mengukur kepandaian kita!”

Dan berkata sampai di situ, cepat bukan main dia telah menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya mencelat menyerang lagi kepada orang she Tung itu.

Orang she Tung tersebut yang melihat Wie Sung Ie menyerang, juga tidak mau tinggal diam.

“Baiklah!” katanya. “Kau terlalu memaksa!”

Wie Sung Ie tertawa mengejek waktu melihat orang she Tung itu telah mulai balas menyerang, karena dia pun telah melompat ke atas dan sepasang tangannya telah menyerang silih berganti.

Karena memang orang she Tung itu telah bermaksud balas menyerang, dia kali ini tidak berkelit, hanya menantikan tibanya serangan lawannya. Dengan gerakan yang sangat manis sekali. tubuhnya didoyongkan agak ke belakang. Orang she Tung tersebut telah mengangkat ke dua tangannya, dia mendorong ke depan.

“Bukkk!” kuat sekali tenaga dorongan dari orang she Tung tersebut.

Wie Sung Ie sendiri tergetar akibat terjangan tenaga tangkisan dari lawannya itu. Hanya saja, karena memang lweekangnya sangat tinggi dia tidak menjadi gugup, dan cepat sekali dia dapat menguasai keadaan dan balas menyerang.

Orang she Tung itu baru saja menyerang dengan sendirinya dia belum memiliki kesempatan buat menarik pulang ke dua tangannya. Sedangkan serangan Wie Sung Ie telah tiba. Dia jadi mengeluh, dan cepat membuang diri.

Celakanya, waktu dia tengah membuang diri seperti itu, tiba-tiba sekali datang serangan dari arah belakangnya.

Kiranya Hong Tia Liang telah dapat menguat dirinya, pening di kepalanya telah mulai berkurang sedangkan matanya sudah tidak berkunang-kunang lagi.

Waktu itulah Hong Tia Liang melihat betapa kawannya telah berhasil mendesak orang she Tung tersebut. Tanpa membuang-buang waktu Hong Tia Liang telah melompat mendekati orang she Tung tersebut. Waktu orang she Tung itu tengah melompat ke belakang, dia membarengi dengan serangannya.

Orang she Tung itu sudah tidak memiliki jalan lain lagi, karenanya dia hanya dapat menangkis. Cuma saja disebabkan kuda-kuda ke dua kakinya sudah tidak kuat lagi karena waktu itu tubuhnya tengah melompat, dia tidak bisa menangkis dengan baik.

Sedangkan saat itu Hong Tia Liang telah menyerang dengan sekuat tenaganya.

“Bukkk!” tubuh orang she Tung itu terpental.

Wanita setengah baya yang menjadi kawannya mengeluarkan seruan tertahan. Kemudian menoleh kepada gadis cilik di sampingnya dan kepada ke dua pemuda itu, katanya: “Kalian hati-hati, aku ingin menolong paman Tung kalian.”

Dan setelah berpesan begitu, dengan gerakan yang ringan sekali, wanita setengah baya tersebut telah melesat kepada Hong Tia Liang, di saat mana sebenarnya Hong Tia Liang tengah bermaksud melompat menerjang lagi.

Di waktu itulah, cepat luar biasa wanita tersebut telah menghantam.

Hong Tia Liang di saat itu tengah bernafsu sekali buat menghantam lagi kepada orang she Tung itu. Akan tetapi tiba-tiba dia melihat berkelebat sesosok bayangan, disusul dengan berkesiuran angin serangan kepadanya. Karena dari itu, cepat-cepat dia membatalkan maksudnya hendak menyerang orang she Tung itu, melainkan dia menghadapi serangan bokongan dari lawannya yang baru.

Waktu dia mengetahui bahwa yang menyerangnya itu adalah wanita kawan orang she Tung tersebut, Hong Tia Liang tertawa mengejek.

“Hemm, mengapa engkau membela laki-laki yang tidak punya guna seperti itu?” tegur Hong Tia Liang dengan suara mengejek, “Baiklah aku akan memberikan saran kepadamu. Lebih baik engkau menjadi isteriku saja, kau tentu akan bahagia sekali!”

Dan setelah mengejek ceriwis seperti itu, tampak Hong Tia Liang telah tertawa bergelak-gelak dengan nyaring sekali.

Bukan main gusarnya wanita setengah baya tersebut. Tanpa mengatakan suatu apapun juga tampak dia telah menggerakkan ke dua tangannya, dia menyerang dengan hebat sekali. Tenaga serangannya itu ternyata tidak berada di sebelah bawah kekuatan orang she Tung, karenanya Hong Tia Liang tidak berani memandang remeh.

Hong Tia Liang pun mengempos semangatnya dia menangkis, kemudian membarengi menyerang lagi. Kekuatan mereka rupanya berimbang.

Sedangkan Wie Sung Ie sendiri telah melompat ke dekat orang she Tung. Dia tidak mau membuang-buang waktu lagi, cepat-cepat dia melancarkan serangan.

Orang she Tung tersebut rupanya baru saja dapat menguasai dirinya, dan menyadari akan bahaya yang mengancam dirinya. Orang she Tung tersebut mengempos semangatnya, dan dengan mempergunakan sisa tenaganya, dia telah menangkisnya.

“Bukkkk!” terdengar suara benturan lagi yang sangat kuat.

Waktu tubuh orang she Tung itu terhuyung, justru Wie Sung Ie telah melompat dan menyerang pula dengan beruntun. Orang she Tung itu dalam keadaan terancam bahaya yang tidak kecil.

Laki berusia enambelas tahun dan pemuda yang seorangnya lagi, serta si gadis cilik itu, yang menyaksikan keselamatan orang she Tung tersebut terancam, telah mengeluarkan suara seruan tertahan. Dan mereka bermaksud akan bergerak buat memberikan pertolongan.

Akan tetapi belum lagi mereka bergerak, telah berkelebat sesosok bayangan yang sangat gesit sekali dari arah luar rumah makan itu, disusul dengan suara orang tertawa dan mengejek:

“Hai, hai, mengapa harus telengas seperti itu?”

Menyusul dengan ejekan tersebut, tampak sosok bayangan itu telah menggerakkan tangan kanannya. Dia telah menangkis serangan Wie Sung Ie. Tenaga tangkisannya tampak sangat perlahan, akan tetapi begitu tangan mereka saling bentur, seketika itu juga tubuh Wie Sung Ie terlempar ke belakang.

Rupanya tenaga tangkisan dari sosok tubuh itu walaupun tampaknya perlahan sekali, tokh kekuatan tenaga dalam yang dipergunakannya tersebut sangat hebat sekali.

Wie Sung Ie sendiri kaget tidak terkira.

Sama sekali di luar dugaan, bahwa orang yang baru datang itu dapat membuat dia terlempar seperti itu! Sesungguhnya Wie Sung Ie memang memiliki kepandaian yang tinggi. Dan sekarang dia hanya dalam satu gebrakan telah dapat dibuat terpental seperti itu benar-benar membuat ia penasaran sekali.

Orang yang baru datang itu telah berdiri tegak dengan ke dua tangan bertolak pinggang, tidak hentinya tertawa.


DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar