69 Hai, mengapa harus telengas?
Karena itu, pemuda ini tentu
saja tidak mau bercelaka bersama-sama dengan lawannya, terlebih lagi wanita
yang berusia tigapuluh tahun lebih telah memperingatinya: “Ji-jie, hati-hati!”
Pemuda belasan tahun tersebut
batal dengan serangan lututnya, dia telah menarik pulang lututnya dan kemudian
membarengi dengan hajaran tangan kanannya.
“Bukkk!” pinggang Hong Tia
Liang kena dipukulnya dengan keras.
Hong Tia Liang sendiri
terkejut melihat pemuda itu menarik pulang lututnya. Sebenarnya orang she Hong
tersebut bermaksud mempergunakan kesempatan itu buat melompat mundur.
Justru perhatiannya
terpecahkan, belum lagi dia berhasil melompat mundur, pinggangnya telah kena
dihantam begitu keras oleh pemuda belasan tahun itu.
Memang benar pukulan pemuda
belasan tahun itu tidak terlalu dahsyat dan tidak bisa mematikan, akan tetapi
Hong Tia Liang merasakan pingggangnya seperti juga ingin patah! Waktu dia
meringis seperti itu justru pemuda belasan tahun tersebut telah membentak dan
ke dua tangannya silih berganti telah menyerang lagi!
Tenaga serangan yang
dipergunakan pemuda belasan tahun tersebut semakin lama semakin kuat. Rupanya
setelah melihat bahwa serangannya pada pinggang Hong Tia Liang tidak membcrikan
hasil dan tidak menyebabkan orang she Hong tersebut rubuh, dia jadi penasaran
dan setiap serangannya telah ditambah dengan kekuatan lweekangnya. Di antara
berkesiuran angin serangan ke dua tangannya itu, tampak pemuda belasan tahun
tersebut juga sekali-kali mempergunakan ke dua kakinya melakukan tendangan yang
silih berganti.
Sesungguhnya Hong Tia Liang
seorang jago rimba persilatan yang memiliki nama tidak kecil di dalam rimba
persilatan di daratan Tiong-goan, akan tetapi sekarang dia seperti dipermainkan
oleh seorang pemuda belasan tahun, dengan sendirinya dia jadi gusar bukan main.
Sepasang tangan Hong Tia Liang
telah menyambar dengan kekuatan lweekang yang penuh karena sekali saja mengenai
sasarannya, niscaya akan menyebabkan korban pukulannya menjadi terluka di dalam
yang cukup berat dan parah.
Pemuda belasan tahun itupun
rupanya menyadari bahaya yang mengancam dirinya, sehingga cepat-cepat dia telah
merobah cara bertempurnya. Jika tadi dia menyerang dengan beruntun, sekarang
ini justru dia kerap kali lebih banyak mengelakkan diri dari serangan Hong Tia
Liang.
Melihat perobahan cara
bertempur dari pemuda belasan tahun tersebut, semangat Hong Tia Liang
terbangun. Diiringi oleh suara bentakan berulang kali yang sangat bengis
sekali, dia telah menyerang semakin gencar.
Sedangkan ke empat orang kawan
dari pemuda belasan tahun ini jadi berkuatir juga. Mereka telah melihatnya
bahwa tenaga serangan dari Hong Tia Liang selalu mengandung kekuatan lweekang
yang kuat, juga sangat telengas sekali.
Sepatutnya pemuda itu bukan
tandingan Hong Tia Liang. Hanya saja disebabkan pemuda belasan tahun tersebut
memang sangat tabah dan dengan sendirinya dia masih dapat memberikan perlawanan
terus.
Sedangkan Hong Tia Liang
sendiri semakin lama semakin bernafsu. Apa lagi dilihatnya pemuda belasan tahun
itu telah mandi keringat dan jatuh di bawah angin tanpa bisa membalas
menyerang, membuat dia semakin gencar menyerang lawannya.
Sedangkan pemuda belasan tahun
itu diam-diam mengeluh di dalam hatinya. Diapun sangat mendongkol, karena dia
berpikir bahwa Hong Tia Liang tentunya bukan sebangsa manusia baik-baik,
dilihat dari cara menyerangnya yang memang telengas dan juga selalu mengincar
bagian-bagian yang mematikan.
Setelah lewat lagi beberapa
jurus, tampak pemuda belasan tahun tersebut mengeluarkan seluruh tenaganya,
disertai seruan yang sangat nyaring, dia menerjang maju dengan sepasang tangan
diputar bagaikan kitiran.
Hebat cara menyerang yang
dilakukan pemuda itu. Itulah serangan yang seperti juga pukulan nekad buat
mengadu jiwa dengan lawan.
Hong Tia Liang yang tengah
bergirang karena berhasil mendesak pemuda belasan tahun tersebut dan yakin
pemuda itu akan dapat dirubuhkan, tidak memperdulikan serangan pemuda belasan
tahun tersebut, malah waktu tangan si pemuda belasan tahun itu menyambar datang
ke dekatnya dia telah menangkisnya dengan sampokan.
“Bukkk!” terdengar suara
benturan yang keras sekali, disusul dengan suara seruan tertahan dari pemuda
belasan tahun tersebut. Tubuh pemuda belasan tahun itu terhuyung, dan akhirnya
dia terjengkang ke belakang.
Ke empat orang kawan pemuda
belasan tahun itu terkejut bukan main, malah oranq tua yang berusia limapuluh
tahun lebih telah melompat akan memberikan pertolongan kepada pemuda belasan
tahun itu.
Akan tetapi Hong Tia Liang di
saat itu yang melihat adanya kesempatan baik buat dirinya, dia tidak mau
mensia-siakannya. Dia melompat sambil melancarkan pukulan dari jarak jauh.
Sedangkan pemuda belasan tahun
itu waktu terjengkang ke belakang, juga tidak tinggal diam. Begitu punggungnya
menyentuh lantai segera dia bergulingan.
Setelah berguligan tiga tali,
pemuda belasan tahun tersebut melompat bangun. Pemuda belasan tahun tersebut
yang merasakan berkesiuran angin serangan dari arah belakangnya, cepat sekali
berjongkok dan tahu-tahu dengan jurus “Kuda Merah Marah Menendang”, dia telah
menyepak ke belakang.
Tendangan kaki pemuda belasan
tahun ini justru menjurus ke arah selangkangan Hong Tia Liang. Hati Hong Tia
Liang terkesiap. Dia tidak membayangkan adanya serangan seperti itu.
Akan tetapi karena sudah tidak
keburu mengelakkan diri, Hong Tia Liang membatalkan serangannya, hanya saja
tangan kanannya telah diturunkan, dan dia mencengkeram kaki dari pemuda belasan
tahun itu.
Cekalan yang dilakukan Hong
Tia Liang sangat kuat sekali dan membarengi dengan mana diapun telah
menyentaknya, melontarkan tubuh pemuda belasan tahun itu.
Hati pemuda belasan tahun
tersebut terkesiap kaget, waktu mengetahui bahwa kakinya telah kena dicengkeram
oleh Hong Tia Liang. Akan tetapi buat menarik pulang kakinya sudah tidak keburu.
Dalam keadaan seperti itu, dia merasakan Hong Tia Liang menyentak, membuat
tubuhnya melayang ke tengah udara.
Celakanya Hong Tia Liang
justru tidak melepaskan cengkeramannya, dia telah memutar tubuh pemuda belasan
tahun tersebut. Dengan demikian membuat pemuda itu terputar-putar di tengah
udara dan merasakan kepalanya sangat pusing di samping matanya telah
berkunang-kunang.
Orang tua yang berusia
limapuluh tahun lebih yang bermaksud menolong, pemuda belasan tahun tersebut,
juga telah melihat apa yang terjadi. Dia melompat dan menghantam pundak Hong
Tia Liang.
Tubuhnya berkelebat sangat
cepat sekali, dan tangannya sangat sebat. Yang luar biasa tenaga serangannya
sangat lunak dan tidak menimbulkan suara sedikitpun juga. Cuma saja, waktu akan
tiba pada sasarannya, di waktu itulah tenaga serangan dari orang tua tersebut
berobah sifatnya menjadi sangat keras dan kuat.
Hong Tia Liang yang tengah
asyik memutar-mutar tubuh pemuda belasan tahun itu baru dapat merasakan
menyambarnya angin serangan di saat kepalan tangan dari orang tua itu hanya
terpisah beberapa dim saja dari punggungnya.
Sebagai seorang yang telah
kawakan dan memiliki pengalaman yang cukup banyak di dalam rimba persilatan.
Hong Tia Liang tidak menjadi gugup. Justru, dia telah menyentak tangan
kanannya, membiarkan tubuh pemuda itu sebagai tamengnya.
Jika saja orang tua itu
meneruskan serangannya, niscaya akan menyebabkan pukulan itu jatuh di tubuh
pemuda belasan tahun tersebut.
Akan tetapi orang tua berusia
limapuluh tahun itu memiliki mata yang celi, dia tidak meneruskan serangannya,
karena menyadari bahwa yang terancam adalah jiwa dari kawannya sendiri. Dia
telah menarik pulang tangannya dan berbareng telah mendupak dengan
mempergunakan kaki kanannya.
Sekali ini Hong Tia Liang
sudah tidak bisa menghindarkan diri. Tendangan yang dilakukan orang tua itu
sangat cepat dan kuat sekali, mengenai pinggulnya. Tidak ampun lagi tubuh Hong
Tia Liang bergulingan di lantai, sedangkan cengkeramannya pada kaki pemuda
belasan tahun tersebut terlepas.
Orang tua berusia limapuluh
tahun lebih itu telah melompat membuntuti pemuda belasan tahun tersebut
berdiri, kemudian memayangnya kembali ke meja mereka.
Setelah mendudukkan pemuda
belasan tahun tersebut di kursinya, orang tua tersebut kembali menghampiri Hong
Tia Liang. Dengan sorot mata yang tajam sekali, orang tua itu mengawasi kepada
Hong Tia Liang.
Hong Tia Liang waktu itu baru
saja merangkak bangun berdiri dengan muka yang merah padam.
“Bagus! Kau pandai sekali main
bokong seperti itu!” mengejek Hong Tia Liang dengan sengit dan gusar.
Orang tua itu tetap membawa
sikap yang sabar hanya matanya yang memancarkan sinar sangat tajam sekali.
“Hemmm, main bokong? Mana
lebih baik, main bokong atau memang menghina seorang anak kecil yang tidak
pantas menjadi tandingannya?” menyahuti orang tua tersebut dengan
memperlihatkan senyum mengejek.
Hong Tia Liang dari malu jadi
tambah gusar, karena itu tanpa mengucapkan sepatah perkataan pun juga, tubuhnya
telah melesat menerjang kepada orang tua tersebut. Dia mengerahkan lweekangnya
pada ke dua tangannya, angin serangan itu menyambar bagaikan badai yang
bergemuruh.
Orang tua tersebut berdiri
dengan sikap yang tenang sekali. Dia telah mengawasi meluncurnya tangan
lawannya, dan waktu terpisah hanya beberapa detik saja, saat itulah orang tua
tersebut bergerak lincah mengelakkan serangan itu. Telapak tangan kanannya
menepuk ke pundak lawannya.
Hong Tia Liang mengeluarkan
suara tertahan. dia telah berkelit ke samping dengan gerakan Rajawali Membuka
Sayap. Di mana sambil tubuhnya miring ke samping, dia telah mementangkan ke dua
tangannya dan mencelat pergi.
Waktu itulah, orang tua
berusia limapuluh tahun lebih tersebut telah mengeluarkan seruan. Sedikitpun
juga dia tidak ingin memberikan kesempatan kepada Hong Tia Liang buat
memperbaiki kedudukan dirinya. Orang tua itu menyusul dengan sepasang tangannya
menyerang dengan cepat dan kuat sekali, namun tidak menimbulkan suara, karena
memang orang tua berusia limapuluh tahun itu sengaja mempergunakan tenaga yang
bersifat lunak.
Tetapi Hong Tia Liang telah
menduga bahwa lawannya akan menyusuli dengan serangan hebat kepadanya. Dia
telah mengibas ke belakang dengan tangan kanannya tanpa menoleh lagi.
“Dukk!” tangan kanannya
berhasil menyambut tangan orang tua tersebut. Akan tetapi buat kagetnya Hong
Tia Liang justru sampokannya itu malah membuat tubuhnya terjerunuk ke depan.
Hampir saja Hong Tia Liang kehilangan keseimbangan tubuhnya dan akan terjerunuk
ke depan. Beruntung Hong Tia Liang masih sempat buat mengimbangi keseimbangan
tubuhnya.
“Hemmm, kepandaian seperti ini
ingin dipertontonkan di hadapanku!”mengejek orang tua itu lagi. Dan dia
melangkah ingin menyerang pula kepada Hong Tia Liang yang waktu itu telah
berhasil berdiri tetap walaupun matanya terasa berkunang-kunang.
Hong Tia Liang mengeluh.
Jika memang orang tua tersebut
benar-benar menyerangnya lagi, sedangkan dia sendiri belum dapat memusatkan
seluruh kekuatannya. Dan rasa pusing di kepalanya belum lagi berkurang,
pandangan matanya masih berkunang-kunang, niscaya hanya akan membuat dia jadi
pecundang belaka.
Dalam keadaan terancam seperti
itu, Hong Tia Liang mengempos seluruh sisa tenaganya. Dan dia berusaha juga
buat menghampiri kalau-kalau lawannya menyerang lagi.
Sedangkan orang tua berusia
limapuluh tahun lebih itu telah melangkah mendekati.
Di waktu itu terlihat jelas,
betapa pun juga, Hong Tia Liang memang bukan menjadi tandingan dari orang tua
berusia limapuluh tahun lebih itu. Jika memang pertandingan itu dilanjutkan
sampai beberapa jurus lagi, niscaya akan menyebabkan Hong Tia Liang sendiri
yang menderita kerugian yang tidak kecil malah kemungkinan ada terluka berat
atau terbinasa memang dia.
Waktu itu orang tua berusia
limapuluh tahun itu telah tidak jauh lagi terpisah dari Hong Tia Liang,
“Hemmm, sekarang kau
siap-siaplah buat menerima seranganku lagi!” kata orang tua itu dengan suara
mendesis dan sangat dingin sekali. Ke dua tangan orang tua tersebut digerakkan
buat melancarkan serangan.
Hong Tia Liang mementang
matanya lebar-lebar, walaupun dia menyadari, bahwa dirinya bukan menjadi
tandingannya orang tua tersebut. Akan tetapi dalam keadaan terdesak seperti
itu, dia telah mengerahkan seluruh sisa tenaganya.
Mendadak sekali berkelebat
sesosok bayangan, disusul bentakan: “Lihat serangan!” dan orang tua berusia
limapuluh tahun tersebut merasakan menyambarnya angin serangan yang sangat kuat
ke arah pundaknya.
Tanpa berayal lagi, orang tua
itu memutar tubuhnya. Dia memang tengah mengerahkan tenaga sinkangnya pada ke
dua tangannya, dan sekarang menerima serangan bokongan seperti itu, dia
mempergunakan tenaga yang telah disalurkan pada ke dua telapak tangannya
tersebut buat menangkis.
“Brukkkk!” tenaga tangkisan
dari orang tua itu saling bentur dengan tenaga penyerangnya, dan tubuh orang
yang menyerang secara membokong tersebut telah bergoyang-goyang beberapa kali,
akan tetapi tetap saja terdengar suara mengejeknya: “Hemmm, kau ternyata
memiliki kepandaian yang lumayan!” Dan dia telah melompat lagi menyerang.
Penyerang gelap itu tidak lain
dari orang tua yang menjadi sahabatnya Hong Tia Liang.
Dia rupanya telah melihat
bahwa Hong Tia Liang tidak mungkin dapat menghadapi lawannya lagi. Dan juga dia
melihat Hong Tia Liang seperti telah kehabisan tenaganya, maka cepat-cepat dia
melompat buat mewakili Hong Tia Liang menghadapi orang tua berusia limapuluh
tahun lebih itu.
Kepandaian kawan Hong Tia
Liang ini jauh lebih tinggi dari kepandaian Hong Tia Liang sendiri. Orang tua
yang berusia limapuluh tahun lebih itu sendiri telah merasakan bahwa lweekang
lawannya ini berada di atas lweekang Hong Tia Liang, karenanya dia berlaku jauh
lebih hati-hati.
Di saat itu terlihat betapa
kawannya Hong Tia Liang telah mengeluarkan suara bentakan yang nyaring sekali
dan ke dua tangannya dengan berbareng telah menyerang lagi silih berganti.
Di antara berkesiuran angin
serangan tersebut, terlihat betapa orang tua limapuluhan tahun itu
membentak:”Tahan! Aku ingin bicara dulu!”
Kawan Hong Tia Liang
sebenarnya telah menggerakkan ke dua tangannya, akan tetapi mendengar teriakan itu,
dia telah menahan ke dua tangannya!
“Apa yang ingin kau katakan?!”
tanya kawan Hong Tia Liang dengan sikap mengejek. “Hemmm, apakah engkau kuatir
mampus di tanganku?!”
Mendengar pertanyaan seperti
itu, orang tua berusia limapuluh tahun lebih itu memperdengarkan suara tertawa
dingin, kemudian dia menyahuti: “Hemmm, disini tidak ada perkataan takut atau
berani, akan tetapi yang ingin kukatakan justru di antara kita tidak terdapat
permusuhan dan persoalan apapun juga, dan bentrokan tadi yang terjadi dengan
kawanmu itu hanya disebabkan salah paham belaka! Jika memang kau tetap
bersikeras hendak menarik panjang urusan ini, aku orang she Tung tidak bisa
berkata apa-apa!”
Sedangkan kawan Hong Tia Liang
telah tertawa mengejek.
“Tidak perlu kau bicara memutar
seperti itu, tadi di saat engkau berada di atas angin, dan dapat mendesak hebat
kepada kawanku, justru kau telah mendesaknya terus dengan serangan-serangan
yang bisa mematikan. Karena dari itu, sekarang di saat kau berurusan denganku,
Wie Sung Ie, ternyata kau menyadari bahwa kepandaianmu tidak ada artinya di
mataku dan tidak mungkin engkau dapat menghadapiku. Dan karenanya engkau telah
berusaha buat menyudahi saja pertempuran ini! Hemm! Hm! Mari maju! Mari maju!
Mari kita mengukur kepandaian kita!”
Dan berkata sampai di situ,
cepat bukan main dia telah menjejakkan ke dua kakinya, tubuhnya mencelat
menyerang lagi kepada orang she Tung itu.
Orang she Tung tersebut yang
melihat Wie Sung Ie menyerang, juga tidak mau tinggal diam.
“Baiklah!” katanya. “Kau terlalu
memaksa!”
Wie Sung Ie tertawa mengejek
waktu melihat orang she Tung itu telah mulai balas menyerang, karena dia pun
telah melompat ke atas dan sepasang tangannya telah menyerang silih berganti.
Karena memang orang she Tung
itu telah bermaksud balas menyerang, dia kali ini tidak berkelit, hanya
menantikan tibanya serangan lawannya. Dengan gerakan yang sangat manis sekali.
tubuhnya didoyongkan agak ke belakang. Orang she Tung tersebut telah mengangkat
ke dua tangannya, dia mendorong ke depan.
“Bukkk!” kuat sekali tenaga
dorongan dari orang she Tung tersebut.
Wie Sung Ie sendiri tergetar
akibat terjangan tenaga tangkisan dari lawannya itu. Hanya saja, karena memang
lweekangnya sangat tinggi dia tidak menjadi gugup, dan cepat sekali dia dapat
menguasai keadaan dan balas menyerang.
Orang she Tung itu baru saja
menyerang dengan sendirinya dia belum memiliki kesempatan buat menarik pulang
ke dua tangannya. Sedangkan serangan Wie Sung Ie telah tiba. Dia jadi mengeluh,
dan cepat membuang diri.
Celakanya, waktu dia tengah
membuang diri seperti itu, tiba-tiba sekali datang serangan dari arah
belakangnya.
Kiranya Hong Tia Liang telah
dapat menguat dirinya, pening di kepalanya telah mulai berkurang sedangkan
matanya sudah tidak berkunang-kunang lagi.
Waktu itulah Hong Tia Liang
melihat betapa kawannya telah berhasil mendesak orang she Tung tersebut. Tanpa
membuang-buang waktu Hong Tia Liang telah melompat mendekati orang she Tung
tersebut. Waktu orang she Tung itu tengah melompat ke belakang, dia membarengi
dengan serangannya.
Orang she Tung itu sudah tidak
memiliki jalan lain lagi, karenanya dia hanya dapat menangkis. Cuma saja
disebabkan kuda-kuda ke dua kakinya sudah tidak kuat lagi karena waktu itu
tubuhnya tengah melompat, dia tidak bisa menangkis dengan baik.
Sedangkan saat itu Hong Tia
Liang telah menyerang dengan sekuat tenaganya.
“Bukkk!” tubuh orang she Tung
itu terpental.
Wanita setengah baya yang
menjadi kawannya mengeluarkan seruan tertahan. Kemudian menoleh kepada gadis
cilik di sampingnya dan kepada ke dua pemuda itu, katanya: “Kalian hati-hati,
aku ingin menolong paman Tung kalian.”
Dan setelah berpesan begitu,
dengan gerakan yang ringan sekali, wanita setengah baya tersebut telah melesat
kepada Hong Tia Liang, di saat mana sebenarnya Hong Tia Liang tengah bermaksud
melompat menerjang lagi.
Di waktu itulah, cepat luar
biasa wanita tersebut telah menghantam.
Hong Tia Liang di saat itu
tengah bernafsu sekali buat menghantam lagi kepada orang she Tung itu. Akan
tetapi tiba-tiba dia melihat berkelebat sesosok bayangan, disusul dengan
berkesiuran angin serangan kepadanya. Karena dari itu, cepat-cepat dia
membatalkan maksudnya hendak menyerang orang she Tung itu, melainkan dia
menghadapi serangan bokongan dari lawannya yang baru.
Waktu dia mengetahui bahwa
yang menyerangnya itu adalah wanita kawan orang she Tung tersebut, Hong Tia
Liang tertawa mengejek.
“Hemm, mengapa engkau membela
laki-laki yang tidak punya guna seperti itu?” tegur Hong Tia Liang dengan suara
mengejek, “Baiklah aku akan memberikan saran kepadamu. Lebih baik engkau
menjadi isteriku saja, kau tentu akan bahagia sekali!”
Dan setelah mengejek ceriwis
seperti itu, tampak Hong Tia Liang telah tertawa bergelak-gelak dengan nyaring
sekali.
Bukan main gusarnya wanita
setengah baya tersebut. Tanpa mengatakan suatu apapun juga tampak dia telah
menggerakkan ke dua tangannya, dia menyerang dengan hebat sekali. Tenaga
serangannya itu ternyata tidak berada di sebelah bawah kekuatan orang she Tung,
karenanya Hong Tia Liang tidak berani memandang remeh.
Hong Tia Liang pun mengempos
semangatnya dia menangkis, kemudian membarengi menyerang lagi. Kekuatan mereka
rupanya berimbang.
Sedangkan Wie Sung Ie sendiri
telah melompat ke dekat orang she Tung. Dia tidak mau membuang-buang waktu
lagi, cepat-cepat dia melancarkan serangan.
Orang she Tung tersebut
rupanya baru saja dapat menguasai dirinya, dan menyadari akan bahaya yang
mengancam dirinya. Orang she Tung tersebut mengempos semangatnya, dan dengan
mempergunakan sisa tenaganya, dia telah menangkisnya.
“Bukkkk!” terdengar suara
benturan lagi yang sangat kuat.
Waktu tubuh orang she Tung itu
terhuyung, justru Wie Sung Ie telah melompat dan menyerang pula dengan
beruntun. Orang she Tung itu dalam keadaan terancam bahaya yang tidak kecil.
Laki berusia enambelas tahun
dan pemuda yang seorangnya lagi, serta si gadis cilik itu, yang menyaksikan
keselamatan orang she Tung tersebut terancam, telah mengeluarkan suara seruan
tertahan. Dan mereka bermaksud akan bergerak buat memberikan pertolongan.
Akan tetapi belum lagi mereka
bergerak, telah berkelebat sesosok bayangan yang sangat gesit sekali dari arah
luar rumah makan itu, disusul dengan suara orang tertawa dan mengejek:
“Hai, hai, mengapa harus
telengas seperti itu?”
Menyusul dengan ejekan
tersebut, tampak sosok bayangan itu telah menggerakkan tangan kanannya. Dia
telah menangkis serangan Wie Sung Ie. Tenaga tangkisannya tampak sangat
perlahan, akan tetapi begitu tangan mereka saling bentur, seketika itu juga
tubuh Wie Sung Ie terlempar ke belakang.
Rupanya tenaga tangkisan dari
sosok tubuh itu walaupun tampaknya perlahan sekali, tokh kekuatan tenaga dalam
yang dipergunakannya tersebut sangat hebat sekali.
Wie Sung Ie sendiri kaget
tidak terkira.
Sama sekali di luar dugaan,
bahwa orang yang baru datang itu dapat membuat dia terlempar seperti itu!
Sesungguhnya Wie Sung Ie memang memiliki kepandaian yang tinggi. Dan sekarang
dia hanya dalam satu gebrakan telah dapat dibuat terpental seperti itu
benar-benar membuat ia penasaran sekali.
Orang yang baru datang itu
telah berdiri tegak dengan ke dua tangan bertolak pinggang, tidak hentinya
tertawa.