71 Pengemis Melarat Unjuk Gigi
“Ya, kau yang mulai!” sahut si
pengemis.
“Tidak! Kau saja!” kata Hong
Tia Liang yang tidak bersedia menyerang.
“Hemm, jika aku yang
menyerangmu, tentu dalam satu jurus kau telah dapat kurubuhkan!”
“Aku tidak percaya!”
Si pengemis tertawa.
Kemudian dengan cepat ia
melangkah menghampiri Hong Tia Liang.
“Lihatlah, dalam satu jurus
ini aku akan merubuhkan dirimu!” kata si pengemis.
Berbareng dengan habisnya
perkataan pengemis itu. tangan kanannya telah digerakkan menghantam kepada Hong
Tia Liang.
Cara menyerang si pengemis
biasa saja, karena dia telah menyerang dengan gerakan tangan yang sederhana
sekali, bahkan dia seperti tidak mempergunakan kekuatan tenaga sama sekali.
Hong Tia Liang sendiri semula
menduga bahwa serangan dari si pengemis merupakan serangan menggertak belaka.
Akan tetapi waktu angin serangan itu menyambar datang, dia jadi kaget
sendirinya, karena dia merasakan angin serangan itu kuat sekali, menerjang ke
dadanya. Bahkan Hong Tia Liang merasakan napasnya sesak dan pandangan matanya
berkunang-kunang!
Waktu itulah Hong Tia Liang
mati-matian mengempos semangatnya. Dia telah mengerahkan seluruh tenaganya, dan
berusaha buat menghindar.
Akan tetapi terlambat......
Karena tampak tubuh Hong Tia
Liang telah terpental bergulingan di lantai.
Si pengemis tertawa keras.
“Apa yang kukatakan tadi tidak
salah, bukan?” tanyanya. “Jika aku yang menyerangmu tentu dalam satu jurus aku
dapat merubuhkan dirimu! Tokh aku menyerangmu hanya mempergunakan dua bagian
tenaga dalamku! Jika memang aku mempergunakan lima bagian tenaga dalamku,
jangan harap engkau masih bisa bernapas dan hidup lebih lama lagi!”
Hong Tia Liang jadi menggidik.
Dan dia mengakui jika saja memang si pengemis membuktikan perkataannya itu dan
menyerang dia lebih kuat, jelas dia tidak bisa hidup lebih lama lagi.
Tadi saja serangan si pengemis
telah membuat napasnya jadi sesak dan matanya gelap berkunang-kunang. Akan
tetapi Hong Tia Liang tidak mau menyerah begitu saja.
“Tinggal..... tinggal empat
jurus lagi!” katanya dengan suara tergagap.
“Ya, empat jurus lagi!” kata
si pengemis. sambil tersenyum. “Selama empat jurus itu engkau boleh menyerang
diriku. Jika memang aku tidak bisa merubuhkan dirimu, itulah nasibku yang
benar-benar sial, karena aku harus menggorok leherku sendiri!”
Sambil berkata begitu, si
pengemis telah tertawa bergelak-gelak.
Hong Tia Liang saat itu telah
berhasil berdiri, mukanya pucat. Tubuhnya juga agak sempoyongan.
Sejenak lamanya dia berdiri,
berusaha mengatur jalan pernapasannya, buat mengempos dan mengumpulkan tenaga
dalamnya! Dan setelah dia merasakan bahwa tenaga dalamnya kumpul, Hong Tia
Liang membentak bengis. Tubuhnya menerjang kepada si pengemis dengan terjangan
nekad dan pukulan yang mengandung maut, karena dia bermaksud menghantam binasa
si pengemis.....!
Hong Tia Liang rupanya
menyerang dengan sekuat tenaganya. Dia percaya, jika memang serangannya ini
berhasil mengenai sasarannya, niscaya si pengemis akan terhajar binasa. Akan
tetapi pengemis itu memang benar-benar sangat tangguh sekali, selain
lweekangnya yang telah mahir, ginkangnya sangat sempurna sekali.
Waktu melihat Hong Tia Liang
telah menyerangnya, dia berdiam diri dulu sejenak. Baru kemudian di waktu
serangan Hong Tia Liang akan tiba, dia telah mencelat dengan gesit sekali.
Dalam waktu yang singkat dia telah lenyap dari hadapan Hong Tia Liang, karena
pengemis itu telah berada di belakang orang she Hong tersebut.
Belum lagi Hong Tia Liang
sempat memutar tubuhnya, waktu itulah tangan kanan si pengemis telah menepuk
pundaknya, dengan tepukan yang tampaknya sangat perlahan sekali. akan tetapi
hasilnya memang sangat luar biasa, karena tubuh Hong Tia Liang seketika
terjungkal terjerunuk ke depan, di mana mukanya telah mencium tanah!
Hong Tia Liang terbang
semangatnya, dia kaget tidak terkira. Dalam keadaan seperti itu Hong Tia Liang
sudah tidak bisa menguasai keseimbangan tubuhnya. Dia telah terjungkal dengan
membarengi bergulingan belaka. Hanya itu satu-satunya jalan buat menghindarkan
agar tidak menerima luka di dalam yang terlalu hebat.
Pengemis itu sendiri telah
tertawa dingin, katanya dengan mengejek: “Nah, kau berdirilah, marilah kita
teruskan lagi! Tinggal tiga jurus lagi!”
Sedangkan Hong Tia Liang telah
merangkak bangun, dari hidungnya yang telah bocor mengalir keluar darah yang
merah membasahi bibir dan pipinya. Waktu itu dia berdiri dengan hati yang
bimbang dan ngeri. Sebab dia telah menyadari bahwa dirinya memang bukan menjadi
tandingan dari pengemis tersebut. Kalau tokh pertempuran ini diteruskan, niscaya
dirinya yang akan terbinasa seperti juga Wie Sung Ie, kawannya itu.
Akan tetapi si pengemis telah
tertawa dingin berulang kali dan menantangnya agar dia menyerang lagi. Akhirnya
dengan nekad, Hong Tia Liang menyerang lagi. Kali ini dia berlaku nekad dan
kalap karena dia telah berpikir, jika tokh dia harus terbinasa di tangan si
pengemis, maka sedikitnya dia harus dapat membinasakan pengemis itu juga, agar
mereka mati bersama-sama.
Setelah menerjang dengan kuat,
sepasang tangan dan kakinya digerakkan dengan serentak. Dia telah menyerang
dengan membabi buta dan juga mempergunakan seluruh kekuatan tenaga yang masih
bersisa di dirinya.
Orang she Tung, wanita
setengah baya, gadis kecil dan ke dua pemuda itu, berdiri kagum memandang si
pengemis yang mempermainkan Hong Tia Liang. Mareka sangat kagum atas kepandaian
pengemis itu.
Sedangkan si pengemis sendiri
yang menghadapi kenekadan Hong Tia Liang, tidak merobah cara bertempurnya,
karena dia tetap saja tertawa-tawa dan berulang kali menggerak tangannya buat
menangkis serangan lawannya. Dan jika memang Hong Tia Liang menyerang dengan
desakan nekad, dia telah mencelat ke samping, sambil terus menghitung: “Tinggal
dua jurus lagi....., tinggal satu jurus lagi!”
Hong Tia Liang semakin kalap
saja waktu melihat telah empat jurus dia masih belum bisa merubuhkan pengemis
itu. Sedangkan untuk mendesak saja dia sudah tidak bisa, apa lagi mengharapkan
bisa merubuhkan pengemis itu.
Karenanya pada jurus yang
terakhir itu, Hong Tia Liang sudah tidak memikiri keselamatan dirinya. Sambil
disertai bentakan yang bengis tubuhnya mencelat cepat sekali, dia telah
menyerang sekuat tenaga dengan ke dua telapak tangan yang dibuka.
Si pengemis sendiri tidak
menyingkir, dia menantikan sampai tibanya serangan Hong Tia Liang. Setelah
dekat, dia menyambuti dengan ke dua telapak tangannya.
“Bukkkk!” Luar biasa sekali
tenaga tangkisan dari pengemis itu, sehingga tubuh Hong Tia Liang terpental
sejauh empat tombak lebih, kemudian terbanting di lantai dengan napas yang
telah putus! Dia telah menemui ajalnya!
Si pengemis berdiam diri
sejenak, dia menghela napas dalam. Rupanya pengemis ini mengatur jalan
pernapasannya buat memulihkan semangat dan tenaganya.
Hong Tia Liang tadi waktu
menyerang kiranya telah mempergunakan seluruh sisa tenaganya, sehingga tenaga
serangannya itu hebat bukan main. Walaupun si pengemis memang memiliki
kepandaian yang tinggi, tokh kenyataannya serangan dari Hong Tia Liang
menyebabkan goncangan yang tidak kecil pada kuda-kuda ke dua kakinya, di mana
tenaga murninya telah tergoncang juga.
Itulah sebabnya si pengemis
telah cepat-cepat mengatur jalan pernapasannya, karena dia bermaksud untuk
dapat memulihkan tenaga dan semangatnya, agar tidak terluka di dalam akibat
serangan nekad Hong Tia Liang tadi.
Orang she Tung itu cepat-cepat
menghampiri si pengemis guna menyatakan terima kasihnya.
Sambil merangkapkan ke dua
tangannya dia menjura kepada pengemis itu, katanya: “Terima kasih atas
pertolongan yang diberikan in-kong!”
Si pengemis tertawa, dia telah
menyingkir tidak mau menerima pemberian hormat yang dilakukan orang she Tung
tersebut. Dia hanya bilang: “Jangan banyak peradatan..... jangan banyak
paradatan...... sudahlah..... sudahlah..... itu suatu yang tidak berarti sama
sekali, dia memang seorang manusia busuk yang patut memperoleh ganjaran!”
Sedangkan kawan orang she
Tung, yaitu wanita setengah baya, gadis cilik dan ke dua pemuda itu, juga telah
datang menghampiri dan menjura menghaturkan terima kasih kepada pengemis itu.
Si pengemis pun sama seperti
tadi telah menghindar tidak mau menerima pemberian hormat tersebut, bahkan dia
telah bilang juga: “Jika kalian selalu mempergunakan cara-cara peradatan,
maafkan, aku si pengemis melarat tak bisa menemani terlalu lama!”
Karena si pengemis berkata
begitu, ke lima orang tersebut jadi tidak memberikan hormat lebih lanjut, cuma
saja orang she Tung itu telah berkata: “Sesungguhnya, memang kami sangat
berterima kasih sekali. Jika memang in-kong tidak mau menerima pernyataan
terima kasih kami, itulah yang tidak bisa kami katakan. Akan tetapi tetap saja
di dalam hati kami sangat berterima kasih sekali!”
Sedangkan si pengemis telah
tertawa, katanya: “Mengenai ucapan terima kasih, dapat dipergunakan dalam
kesempatan lainnya, tetapi memang apa yang telah kulakukan ini demi kepentingan
Kay-pang juga, perkumpulanku. Karena ke dua orang ini sesungguhnya merupakan
dua orang musuh Kay-pang yang membahayakan dan memang harus dimusnahkan. Karena
dari itu, mau atau tidak, memang aku si pengemis melarat harus dapat turun
tangan membinasakannya, guna melenyapkan bibit bahaya buat kaum kami!
“Mereka adalah dua orang
perwira kerajaan yang tengah menyamar dan bermaksud ingin mengacaukan rapat
besar Kay-pang yang tidak lama lagi akan diselenggarakan!”
Mendengar perkataan si
pengemis, orang she Tung tersebut telah memperlihatkan sikap yang terkejut,
malah dia mengeluarkan seruan tertahan.
“Apa maksudnya ke dua orang
itu berurusan dengan kami yang bukan anggota Kay-pang? Bukankah mereka memiliki
tugas menyamar guna mengacaukan rapat besar Kay-pang? Jika memang mereka berdua
tidak mencari urusan dengan kami, tokh penyamaran mereka itu, dapat berlaku
dengan baik dan tidak akan diketahui?!”
Dengan bertanya seperti itu
tampaknya memang orang the Tung tersebut diliputi perasaan heran.
Si pengemis tertawa, kaatanya
untuk menjelaskan. “Kalian jangan heran justru mereka merupakan dua orang
perwira yang memiliki adat aseran. Walaupun mereka memiliki tugas yang cukup
berat dari atasannya guna menyamar dan menyelusup ke dalam rapat besar Kay-pang
tokh kenyataannya mereka tidak bisa menahan diri, sehingga membuat mereka harus
menemui kegagalan dalam melakukan tugas mereka dan malah telah menemui kematian
di tanganku si pengemis melarat!”
“Dengan demikian, kami telah
menyusahkan in-kong!” kata orang she Tung itu.
“Uh tidak, mengapa harus
menyusahkan diriku? Bukankah semua ini kulakukan atas kehendakku sendiri!” kata
si pengemis cepat sekali.
“Ya, justru karena kami, maka
in-kong telah membunuh ke dua orang itu, menyebabkan dendam dari pihak kerajaan
terhadap Kay-pang semakin besar juga!”
“Tidak, kalian jangan berpikir
seperti itu!” kata si pengemis cepat. “Janganlah kalian menduga yang
tidak-tidak!”
Setelah berkata begitu si
pengemis menghela napas dalam-dalam, tampaknya dia tengah berpikir keras
sekali, sampai akhirnya dia berkata lagi.
“Memang Kay-pang kamipun telah
mengetahui perihal maksud pihak kerajaan yang ingin menghancurkan kami, karena
bermaksud menanamkan kekuasaan yang besar di daratan Tiong-goan, sehingga tidak
ada sesuatu kekuatan pun yang bisa menggoyahkan kedudukannya di tahta kerajaan!
Jika memang mau dipikirkan masak-masak maka tampaknya memang sulit sekali buat
dihadapi secara berterang.
“Karena sekali saja kami
melakukan suatu kesalahan yang kecil, maka kesalahan kecil tersebut segera di
pegangnya oleh pihak kerajaan sebagai bahan untuk dapat menghancurkan kami
dengan kekuatannya! Hemm, akan tetapi kami dari Kay-pang tidak merasa gentar!”
Waktu berkata begitu,
tampaknya si pengemis memancarkan perasaan gusar dari wajahnya. Sama sekali dia
tak memperlihatkan perasaan gentar. Walaupun dia tengah berurusan dengan pihak
kerajaan, di mana memang diapun telah membunuh ke dua orang dari kerajaan
berarti pihak kerajaan akan melakukan pengejaran yang sangat ketat padanya.
Orang she Tung itu, bersama
dengan wanita setengah baya, si gadis cilik dan ke dua pemuda itu, juga merasa
kagum sekali.
Di saat orang she Tung itu,
yang telah mem perkenalkan dirinya bernama Tung Lo Sang, ingin berkata-kata
lagi di saat itulah terdengar suara langkah kaki yang sangat berat dan ramai.
Di ambang pintu rumah makan
tersebut telah muncul lima orang tentara berpakaian lengkap, yang sebagian
terbuat dan besi. Di pinggang mereka tampak tergantung masing-masing sebatang
golok. Dan dua orang di antara mereka telah mencabut goloknya dari sarungnya,
dan telah mencekalnya kuat-kuat, sinar dari golok yang berkilauan itu tampak
mengerikan.
“Siapa yang telah berani
membunuh Hong Ciangkun? Siapa yang telah berani membinasakan Hong Ciangkun?”
teriak mereka dengan suara yang berisik sekali.
Akan tetapi si pengemis
tersenyum mengejek, dengan tenang dia menyahuti: “Aku yang telah membunuhnya!”
Waktu itu tampak jelas sekali,
ke lima orang ini yang rupanya telah menerima laporan dari seseorang mengenai
pembunuhan tersebut dan datang tergesa-gesa, sudah tidak mau banyak bicara
lagi. Mereka telah melompat dan cepat sekali telah menggerakkan golok
masing-masing menyerang kepada si pengemis.
Gerakan mereka tampaknya tidak
bisa diremehkan, karena ilmu golok mereka tidak ringamn. Tampaknya mereka
berlima bukanlah tentara kerajaan biasa, sedikitnya mereka merupakan
orang-orang yang memiliki kepandaian cukup tinggi hanya saja menyamar sebagai
tentara negeri.
Sedangkan si pengemis telah
berkata dingin, “Kalian menyingkir ke samping dulu, biarlah aku yang melayani
mereka!” Kata-kata itu ditujukan kepada Tung Lo Sang dan ke empat orang
kawannya.
Tung Lo Sang dan ke empat
orang kawannya tidak berani membantah, mereka segera menyingkir ke samping
ruangan. Mereka juga yakin bahwa pengemis ini memang memiliki kepandaian yang
tinggi sekali, sehingga tidak perlu dikuatirkan untuk melayani ke lima orang
tentara negeri tersebut.
Di waktu itu tampak ke lima
orang tentara negeri tersebut telah menggerakkan golok mereka masing-masing
menyerang dengan hebat. Semula yang dua orang dulu menyerang dengan golok
mereka, karena justru memang merekalah yang semula telah mencabut golok.
Menyusul kemudian ke tiga
orang tentara negeri lainnya yang telah mempergunakan golok mereka ikut
menyerang. Mereka telah menyerang dari segala jurusan dengan cara mengeroyok.
Sinar golok telah berkilauan menyambar ke arah si pengemis.
Akan tetapi si pengemis tetap
berdiri tenang-tenang di tempatnya, sama sekali ia tidak jeri dan tidak
bergeming dari tempatnya berdiri. Hanya saja matanya yang telah dipentang
lebar-lebar dan telah mengawasi menyambarnya golok dari ke lima orang lawannya.
Waktu melihat senjata dan ke
lima orang lawannya menyambar dekat, seketika itu juga si pengemis mulai
bergerak. Dia dapat bergerak gesit sekali, karena dengan menggoyangkan tubuh
bagian atas, dia dapat menghindarkan diri dari sambaran ke dua golok lawannya,
sedangkan ke tiga golok dari lawan-lawannya yang lain dihadapi dengan cara
menyentil, menyampok dan juga mengibas dengan lengan bajunya.
Dengan mudah dan dalam waktu
sekejap mata saja, dia berhasil memunahkan serangan dari lawan-lawannya itu.
Rupanya ke lima orang tentara
negeri itu jadi terkejut melihat pengemis ini dapat dalam satu gerakan saja
telah memunahkan serangan mereka bertiga. Di antara seruan yang sangat nyaring
dan bengis sekali, tampak mereka berlima telah mengulangi serangannya. Akan
tetapi sekarang ke lima tentara negeri itu berlaku hati-hati. Dalam menyerang
mereka pun memperhitungkan tenaga dan sasaran yang mereka intai dengan cermat.
Akan tetapi pengemis tersebut
benar-benar sangat tangguh, karena dia memang memiliki kepandaian yang sangat
tinggi sekali, sehingga setiap serangan yang dilancarkan oleh lawannya, dapat
dihadapi dengan baik.
Malah ketika salah seorang
tentara negeri itu melompat dan menyerang dengan bacokan yang mematikan ke
batang lehernya, si pengemis kali ini tidak menyingkir, dia tidak berusaha
mengibas dengan lengan bajunya. Cuma saja, waktu golok menyambar detang, dia
telah mempergunakan ke dua jari tangannya, di mana dia telah menjepit golok
itu.
Hebat jepitan yang dilakukan
oleh si pengemis. Karena golok tersebut tidak dapat bergerak lebih jauh, dan
telah mandek di tengah udara. Cepat luar biasa si pengemis telah menggerakkan
tangan kanannya, dia juga menotok ke arah biji mata lawannya.
Tentu saja hal ini membuat
lawannya jadi kaget tidak terkira dan cepat-cepat telah melompat mundur, karena
mau tidak mau dia harus melindungi ke dua biji matanya, di mana dia harus
melepaskan goloknya dan melompat ke belakang. Terlambat sedikit saja, niscaya
biji matanya akan menjadi korban yang tidak akan dapat dielakkan lagi, dan
berarti dia akan buta seumur hidupnya.
Sedangkan si pengemis sendiri
setelah memperoleh golok rampasannya, dia melompat dan menggerakkan goloknya
itu berulang kali, membacok ke sana ke mari. Tampak golok-golok lawannya setiap
kali terbentur oleh golok si pengemis, telah terpental dan hampir terlepas dari
cekalan masing-masing.
Sedangkan si pengemis setelah
bertempur belasan jurus lagi, merasa bahwa waktunya telah tiba. Dia
mengeluarkan suara bentakan nyaring dan di saat itu goloknya telah
menyambar-nyambar seperti juga menyambarnya petir. Dengan cepat pula telah
berhasil menyampok dua golok dari ke dua orang lawannya, yang seketika terpental
terlepas dari tangannya, karena golok itu telah menancap di langkan ruangan
rumah makan tersebut.
Ke dua orang tentara negeri
itu melompat mundur dengan wajah yang pucat dan merasakan telapak tangan mereka
sangat nyeri sekali.
Dalam keadaan seperti ini, si
pengemis telah mengeluarkan suara seruan sangat nyaring, tubuhnya berkelebat
dan goloknya telah bekerja kembali, di mana dia telah membacok ke dua orang
lawannya yang lainnya!
Ke dua lawannya itu telah
berusaha menangkis, akan tetapi salah seorang di antara mereka rupanya
menangkis dengan tergesa-gesa, sehingga tenaga menangkisnya itu tidak
sepenuhnya, membuat goloknya jadi terdorong dengan kuat, terpental dan belakang
golok itu telah menghantam mukanya.
Untung saja dia masih dapat
mempertahankan meluncurnya golok tersebut. Dengan demikian telah membuat golok
itu tidak sampai membelah kepalanya namun mukanya telah berlumuran darah segar.
Dengan mengeluarkan suara
bentakan bengis, dia telah membacok buat mengadu jiwa. Golok lawannya, dengan
muka yang berlumuran darah segar itu telah menderu-deru menyambar sekuat
tenaga, karena dia bermaksud untuk binasa bersama-sama dengan si pengemis.
Dalam keadaan seperti ini,
seketika juga si pengemis mempergunakan jurus yang mementingkan penyerangan di
bagian bawah. Dia menekuk ke dua kakinya dan telah menggerakkan goloknya dengan
cara menyilang, dia menyerang ke dua kaki lawannya.
Serangan tentara itu jatuh di
tempat kosong karena si pengemis tahu-tahu telah berjongkok.
Belum lenyap kagetnya, justru
ke dua kakinya telah disambar golok si pengemis. Karena dalam keadaan terdesak
seperti itu sudah tidak ada lain jalan, dia melompat ke atas.
Lompatan yang dilakukannya
sangat tergesa-gesa sekali, dan lebih cepat lagi gerakan golok dari si pengemis
yang menyambar ke arah atas, ke arah selangkangannya.
Seketika tubuh di bagian bawah
dari tentara negeri tersebut telah terbelah dua, darah mengucur deras sekali,
dengan diiringi oleh suara jeritan kematian. Tubuhnya roboh menggeletak tidak
bernapas lagi.
Si pengemis telah bersilat
terus dengan goloknya yang berlumuran darah. Dia menyerang ke sana ke mari
dengan gerakan yang sangat cepat.
Akan tetapi ke empat orang
lawannya, yang kini telah ciut nyalinya dan juga telah lenyap keberanian mereka
karena menyaksikan pemandangan yang ngiris atas kematian kawan mereka yang
seorang itu, membuat mereka menyerang dengan hanya main berputaran tidak
hentinya.
Setiap serangan mereka tidak
memiliki arti dan juga selalu main kucing-kucingan belaka, jika memang si
pengemis menyerang salah seorang.
Setelah membinasakan salah
seorang lawannya, si pengemis juga terpikir bahwa dia tidak dapat mengampuni ke
empat orang lawannya itu, karena salah seorang di antara mereka ada yang lolos
dari tangannya tentu mereka akan datang membawa kawan lagi yang jumlahnya lebih
banyak.
Setelah berpikir begitu, si
pengemis menggerakkan goloknya lebih cepat pula dengan jurus yang sulit diterka
ke arah mana sasarannya.
Tak lama kemudian, setelah
lewat tiga jurus, terlihat si pengemis berhasil membacok pundak salah seorang
lawannya, yang seketika menjerit nyaring dan terhuyung mundur dengan tubuh yang
bergoyang-goyang. Muka orang tersebut pucat pias, dan tubuhnya menggigil,
goloknya terlepas. Ternyata bacokan dari si pengemis hampir saja membuat pundak
orang itu putus.
Sedangkan ke tiga orang
tentara negeri yang lainnya ketika menyaksikan kawan mereka telah rubuh lagi,
segera berseru nyaring, mereka telah melompat mundur untuk menjauhi diri.
Rupanya mereka bertiga yakin
bahwa diri mereka bukan tandingan dari si pengemis. Jika memang mereka
memaksakan diri juga buat bertempur terus, niscaya hanya akan menyebabkan
mereka akan menemui kematian di tangan si pengemis. Karena dari itu mereka
bermaksud hendak melarikan diri.
Akan tetapi si pengemis tidak
mau membiarkan mereka melarikan diri, secepat kilat golok si pengemis telah
bergerak, dia telah menyerang dahsyat sekali. Dalam penyerangannya itu dia
melakukan tiga gerakan mengincar ke tiga orang lawannya sekali gus.
Si pengemis memang telah
menyerang dengan gerakan yang sulit sekali dielakkan lawannya. Karena disamping
kekuatan tenaga dalamnya yang hebat, juga setiap serangan itu memiliki gerakan
yang aneh, menyebabkan ke tiga orang lawannya bermaksud hendak menangkis, namun
ternyata tidak dapat. Karena memang gerakan si pengemis begitu aneh, dan
tahu-tahu bahu mereka bertiga telah kena dibacok.
Seketika ke tiga orang itu
mengeluarkan suara teriakan kesakitan.
Dengan tubuh terhuyung mereka
mundur beberapa langkah dan berusaha mempertahankan diri dengan gerakan yang
sangat lemah sekali, darah telah mengucur keluar dari tubuh mereka.
“Pengemis busuk, kami akan
membalas kebaikan hatimu ini!” kata mereka hampir berbareng dengan suara
mengancam dan mengandung dendam.
Akan tetapi si pengemis malah
tertawa dingin. Dia telah membentak: “Kalian bermaksud hendak melarikan diri?
Hemm, jangan harap. Tidak nantinya aku akan melepaskanmu....!”