Beruang Salju Bab 72 Kota Pengemis, Sepi Pengemis

Beruang Salju Bab 72 Kota Pengemis, Sepi Pengemis
72 Kota Pengemis, Sepi Pengemis

Setelah berkata dia telah membentak nyaring sekali, suara bentakannya itu bagaikan guntur. Dia telah melompat sambil menggerakkan goloknya, di mana dia menyerang dengan bacokan yang lurus ke arah salah seorang tentara negeri yang berada di sebelah kanan.

“Ceppp!” kuat sekali golok si pengemis telah membacok kepala dari lawannya yang seorang itu, sehingga batok kepala lawannya terbelah menjadi dua. Dengan demikian, tampak jelas bahwa si pengemis telah bertekad hendak menghabisi ke lima orang lawannya ini, tanpa membiarkan seorangpun dari lawannya meloloskan diri.

Lawannya yang terbacok batok kepalanya sampai terbelah itu tidak sempat mengeluarkan suara jeritan, karena tubuhnya seketika terjungkal dan rubuh binasa di saat itu juga.

Sisanya yang dua orang ketakutan bukan main, muka mereka pucat sekali. Tanpa mengucapkan sepatah katapun juga, mereka tebah membuang golok masing-masing dan telah memutar tubuh mereka, melarikan diri.

Gerakan mereka sangat cepat, akan tetapi lebih cepat lagi gerakan yang dilakukan si pengemis karena dengan disertai suara bentakan bengisnya, dia menyerang hebat sekali. Serangan goloknya itu telah menabas melintang, maka robeklah punggung dari salah seorang tentara negeri itu, yang seketika rubuh tidak dapat bergerak lagi.

Sedangkan tentara negeri yang seorang itu, yang tinggal sendirian, jadi ketakutan bukan main. Dia melarikan diri sekuat tenaganya, berusaha menerobos keluar dari ruangan rumah makan itu.

Akan tetapi si pengemis telah melompat kembali dengan goloknya yang menyambar ke punggung tentara negeri yang seorang itu. Tubuh si pengemis meluncur bagaikan seekor burung rajawali. Dan dia telah bertekad, lawannya yang seorang inipun harus dibinasakannya.

Dalam keadaan seperti itu tentara negeri yang seorang ini, rupanya menyadari bahwa dirinya sulit meloloskan diri dari tangan si pengemis. Dia telah membalikkan tubuhnya dan menggerakkan goloknya, dia telah menangkis sekuat tenaga.

“Tunggu!” golok si pengemis telah tertangkis.

Waktu goloknya kena ditangkis dan tubuhnya tengah meluncur turun, si pengemis tidak tinggal diam, karena cepat sekali dia telah membacok pula.

Sedangkan tentera negeri yang seorang itu pun, begitu dapat menangkis serangan si pengemis, segera juga dia menyerang dengan membabi buta. Goloknya digerakkan ke sana ke mari, dan membacok tidak hentinya.

Berulang kali golok mereka saling bentur. Dalam keadaan terdesak dan nekad seperti itu di saat ketakutan, si tentara negeri tersebut segera memperoleh kelebihan tenaga, yang entah datang dari mana. Karena setiap bacokannya maupun tangkisan yang dipergunakan dengan golok yang disertai tenaga sepenuhnya, dapat menghadapi serangan si pengemis.

Akan tetapi si pengemis sendiri tidak tinggal diam. Melihat lawannya nekad, diapun telah memperhebat serangannya. Hanya saja si pengemis setiap kali menyerang selalu disertai dengan perhitungan yang matang.

Waktu itulah terlihat si pengemis rupanya memperoleh kesempatan yang baik, di saat mana tentara negeri yang seorang itu telah menyerang tempat kosong dan tubuhnya terjerunuk, si pengemis membarengi dengan menekuk kaki kirinya. Waktu tubuhnya tengah doyong, cepat sekali dia telah membacok dengan sikap menyerampang ke arah pinggang si tentara negeri.

Tentara negeri itu telah kehilangan keseimbangan tubuhnya, karena dia sudah tidak memiliki kekuatan sama sekali. Dan di waktu melihat si pengemis menyerang seperti itu, dia mengeluarkan suara seruan nyaring sambil menangkis. Akan tetapi gerakannya terlambat.

Waktu itu golok si pengemis telah mengenai pinggangnya dan darah mengucur keluar, golok yang dipergunakan tentara negeri itu baru tiba. Dan benturan ke dua batang golok itu sangat perlahan sekali, sebab tenaga tangkisan dari tentara negeri itu lenyap di tengah jalan.

Dengan sepasang mata melotot besar sekali dan mulut setengah terbuka, serta wajah yang memucat, tampak tubuh si tentara negeri itu terhuyung-huyung ke belakang dengan lemah, sampai akhirnya terjungkal rubuh tak bernapas lagi.

Sedangkan si pengemis masih dalam sikap berjongkok dan setelah melihat lawannya roboh tidak bergerak lagi, perlahan-lahan si pengemis memperbaiki kedudukan ke dua kakinya. Dia telah menghela napas dalam-dalam, dan kemudian melemparkan golok di tangannya yang berlumuran darah. Dia juga telah bergumam perlahan:

“Hem, dengan keadaan seperti ini, berarti Kay-pang akan menghadapi kesulitan tidak kecil. Di sini telah berkumpul banyak sekali orang-orang kerajaan. Mereka cepat sekali akan mendengar peristiwa ini! Pengemis-pengemis yang bertingkat masih rendah dan berkepandaian tidak tinggi harus dilarang keluar, karena kemungkinan orang-orang kerajaan itu akan membalas dendam dengan membinasakan pengemis-pengemis itu!”

Dan setelah menggumam seperti itu, si pengemis menghela napas lagi. Apa yang dipikirkannya itu memang demi kepentingan Kay-pang. Yang dikuatirkan si pengemis justru keselamatan dari pengemis-pengemis yang memiliki kepandaian lemah. Dan orang-orang kerajaan itu melakukan balas dendam dengan asal bunuh terhadap setiap pengemis yang mereka jumpai.

Karena dari itu, si pengemis telah terpikir keras sekali. Dia bermaksud untuk segera melaporkan apa yang telah terjadi kepada pemimpinnya.

Sedangkan waktu itu, tampak betapa Tung Lo Sang dan wanita setengah baya bersama si gadis cilik dan ke dua pemuda itu menghampiri si pengemis.

“Hebat sekali kepandaian in-kong. Ke lima tentara negeri itu sebenarnya memiliki kepandaian yang tinggi. Akan tetapi in-kong dapat menghadapinya dengan baik sekali, di mana in-kong telah berhasil membinasakan mereka dengan segera.....!” memuji Tung Lo Sang.

Sedangkan si pengemis hanya mengulapkan tangannya.

“Soal ini bukan menjadi persoalan di mana kepandaian yang harus dibicarakan, karena seperti kalian lihat, urusan ini menyangkut keselamatan Kay-pang. Dilihat perkembangan yang ada memperlihatkan bahwa orang-orang kerajaan memang telah berkumpul di tempat ini buat mengacaukan rapat besar Kay-pang. Dan juga, tentunya memang pihak kerajaan telah mengerahkan sejumlah besar kekuatannya buat menumpas Kay-pang.....! Hemm..... hemm!”

Berulang kali si pengemis mendengus seperti itu. Dia juga mengerutkan alisnya dalam-dalam, memperlihatkan bahwa dia tengah berpikir keras sekali.

Sedangkan Tung Lo Sang menghela napas.

“Jika memang In-kong tidak menertawai kami, maka kami bersedia buat membantu Kay-pang sekuat tenaga kami!” kata Tung Lo Sang menawarkan jasa baiknya.

Akan tetapi si pengemis telah menggeleng, dia berkata dengan suara yang mulai agak sabar: “Terima kasih! Tentu saja kami tidak mau mempersulit orang lain! Urusan ini menyangkut dengan Kay-pang. Tentu saja Kay-pang akan dapat menyelesaikan urusan ini sebaik mungkin!

“Bukan berarti bahwa kami tidak menghargai tawaran dari kalian yang bermaksud baik membantu kami. Akan tetapi memang kenyataan yang ada memperlihatkan bahwa jika kalian ikut serta dalam urusan ini, akan menimbulkan penafsiran lain lagi, di mana kalian merupakan orang luar dari golongan kami kaum pengemis.

“Dan jika pihak kerajaan menuduh bahwa kami justru mengundang orang luar buat membantu pihak kami, maka malapetaka yang hebat akan mengancam dunia persilatan, di mana pihak kerajaan bisa saja memiliki alasan buat memusuhi orang rimba persilatan!”

Tung Lo Sang dan ke empat orang kawannya berdiam diri saja, mereka sama sekali tidak memberikan komentar apa-apa.

Sedangkan si pengemis telah memanggil beberapa orang pelayan, dan dia telah perintahkan pelayan-pelayan itu buat membereskan meja dan kursi yang tadi berantakan karena pertempuran, dan juga membawa mayat-mayat dari tentara negeri itu, serta membersihkan lantai.

“Semua kerugian yang diderita kalian, akan kuganti!” kata si pengemis sambil merogoh sakunya. Dia telah mengeluarkan beberapa puluh tail perak, dan memberikan kepada si pelayan.

Pelayan itu menerima sambil mengucapkan terima kasih berulang kali.

Setelah berdiam sejenak di rumah makan tersebut, si pengemis menyatakan dia harus berlalu untuk pergi melaporkan peristiwa tersebut kepada pimpinan-pimpinan Kay-pang.

Tung Lo Sang dan kawan-kawannya tidak bisa menahan juga, karena mereka menyadari bahwa Kay-pang memang tengah menghadapi urusan besar. Jika memang pihak kerajaan telah menaruh perhatian pada Kay-pang dan bermaksud ingin menumpasnya, besar kemungkinan Kay-pang akan mengalami badai dan gelombang yang tidak kecil.

Sedangkan Tung Lo Sang bersama wanita setengah baya dan si gadis cilik serta ke dua pemuda telah meneruskan makan mereka, baru kemudian meninggalkan rumah makan tersebut.

Y

Jika hari-hari sebelumnya di kota tersebut banyak berkeliaran pengemis-pengemis yang memenuhi berbagai jalan, justru setelah peristiwa berdarah di rumah makan tersebut, keadaan di kota itu sangat sepi sekali.

Karena boleh dibilang jarang sekali ada pengemis yang berkeliaran, dan juga, hanya sekali-kali saja tampak pengemis di jalan kota tersebut. Akan tetapi itupun bukan pengemis sembarangan, karena dia tentunya seorang yang memiliki kepandaian tinggi, sedikitnya memiliki empat atau lima karung di punggungnya.

Dengan begitu pula, segera terlihat betapa pun juga memang pengemis tua yang telah membinasakan beberapa orang tentara kerajaan dan Hong Tia Liang berdua kawannya, telah melaporkan kepada pimpinannya perihal yang menyangkut dalam ancaman yang bisa saja terjadi. Karena dari itu, walaupun memang pihak Kay-pang jeri pada pihak kerajaan negeri, tokh tetap saja untuk mencegah jatuhnya korban pada pihak Kay-pang, mereka telah dilarang berkeliaran di kota tersebut. Ini untuk mencegah bentrokan.

Selama itu pula, pihak Kay-pang telah perintahkan berapa orang pengemis yang memiliki kepandaian tinggi untuk pergi melakukan penyelidikannya, karena walaupun bagaimana tetap saja mereka berwaspada, di mana mereka bersiap-siap kalau saja pihak kerajaan bertindak.

Sedangkan tokoh-tokoh pengemis yang berdatangan ke kota tersebut semakin banyak juga, dan mereka telah berdiam di beberapa tempat. Tokoh-tokoh rimba persilatan yang memiliki hubungan erat dengan Kay-pang pun telah banyak berkumpul.

Rapat besar Kay-pang hanya tinggal beberapa hari lagi. Dan di kota tersebut telah diliputi oleh hawa yang tegang karena bentrokan besar di antara Kay-pang dengan pihak kerajaan sulit dielakkan lagi. Jika pihak Kay-pang dibantu oleh tokoh-tokoh sakti rimba persilatan justru pihak kerajaan telah mengerahkan para pahlawannya yaag semuanya memiliki kepandaian tinggi.

Dengan begitu pula, keadaan yang tegang ini menguasai semua penduduk kota tersebut. Jika memang tidak perlu membeli sesuatu atau mengurus suatu persoalan penting, tentunya penduduk kota tersebut tidak berani keluar rumah. Mereka seperti juga menyadari akan bahaya yang bisa saja mencelakai mereka.

Karena dari itu, banyak juga penduduk kota yang berusaha mencegah anak-anak atau kerabat mereka berada di luar rumah.

Selain keadaan yang sepi dari para penduduk kota itu, juga hanya tampak orang-orang asing dengan cara berpakaian mereka masing-masing.

Orang-orang asing yang banyak memenuhi rumah makan dan penginapan. Semuanya terdiri dari beberapa golongan, akan tetapi dari sikap mereka terlihat jelas bahwa mereka memiliki sikap yang keras dan agak bengis. Karena besar kemungkinan orang-orang asing yang berpakaian sebagai pelajar, pedagang maupun sebagai petani, semuanya adalah para pahlawan kerajaan yang tengah menyamar.

Karena dari itu, ketegangan yang berlangsung di kota itu sangat terasa sekali oleh penduduk.

Pada malam itu, sehari lagi akan tiba rapat besar Kay-pang, tampak di atas genteng penduduk, beberapa sosok tubuh yang berkelebatan sangat gesit sekali. Di saat itu sudah mendekati kentongan ke dua.

Dan gerakan dari sosok-sosok tubuh tersebut sangat lincah sekali, mereka telah melompat dari genting rumah yang satu ke genting rumah yang lainnya, di mana membuktikan bahwa ginkang mereka tinggi sekali.

Setelah berlari-lari sekian lama di atas genting penduduk, sosok tubuh yang bergerak bagaikan bayangan tersebut, berhenti di atas genting salah sebuah rumah penduduk, yang merupakan rumah yang cukup besar.

Mereka di bawah cahaya rembulan tampak seperti orang-orang yang memiliki bentuk tubuh sangat tinggi serta tegap. Sikap mereka gagah sekali. Mereka semuanya mengenakan pakaian ya-heng-ie, yaitu pakaian untuk jalan malam.

Waktu itu, salah seorang di antara mereka yang memelihara kumis tipis dan wajahnya berbentuk segi empat, dengan hidung yang terlalu mancung seperti patuk burung, telah berkata kepada kawan-kawannya dengan suara yang datar: “Tampaknya tidak ada pengemis busuk yang berani memperlihatkan diri!”

Kawan-kawannya mengangguk.

“Ya, mereka semua menyembunyikan diri!” menyahuti salah seorang di antara kawan-kawannya itu, yang mukanya berbentuk segi tiga tirus, suaranya nyaring sekali.

“Hemmm, walaupun sekarang mereka-mereka menyembunyikan diri, akan tetapi besok malam tokh tiba waktunya, di mana mereka akan mengadakan rapat besar, dengan begitu mereka pasti berkumpul dan kita bisa menumpas mereka!” menyahuti orang yang berkata-kata tadi.

“Ya..... jika demikian kita tunggu saja sampai mereka berkumpul, barulah kita bergerak!” kata kawannya yang lain.

Orang itu mengangguk, tetapi kemudian dia seperti berpikir sesaat lamanya, barulah kemudian dia berkata lagi,

“Jika memang dilihat begini, rupanya kita akan berhasil menumpas mereka! Hanya saja yang perlu kita perhitungkan, justru Kay-pang dibantu oleh tokoh-tokoh rimba persilatan yang umumnya memiliki kepandaian tinggi! Penyelidikan yang telah dilakukan oleh bawahanku, menyatakan bahwa Yo Ko, Kwe Ceng juga tokoh-tokoh Kang-ouw lainnya, telah berkumpul di kota ini, hanya saja mereka datang dengan menyamar!!”

“Lalu, apakah kita harus bergerak malam ini agar memancing mereka memperlihatkan diri?” tanya dua orang kawannya hampir berbareng.

“Jangan, kita tidak bisa memukul rumput mengejutkan ular!” menyahuti orang yang memiliki hidung terlalu memancung seperti patuk burung itu.

“Lalu, bagaimana langkah-langkah yang perlu kita lakukan sekarang?” tanya lagi yang memiliki potongan muka segi tiga.

“Menurut perintah yang diberikan oleh Lauw Ciangkun, kita tidak boleh bertindak sembarangan. karena jika sampai mereka mencium tindakan kita dan rencana-rencana yang telah disusun itu diketahui oleh mereka, niscaya kita bisa memperoleh kegagalan!”

Setelah berkata begitu, orang bermuka segi empat tersebut menghela napas beberapa kali, diapun telah berpaling melihat sekelilingnya, mengawasi sekitar tempat itu.

Di waktu itulah terlihat betapapun juga telah terdapat kebimbangan di antara mereka. Dan rupanya mereka belum lagi memiliki rencana untuk melakukan penyelidikan kepada pihak Kay-pang.

Jika saja memang mereka mencoba dengan kekerasan buat mendatangi tempat-tempat berdiamnya anggota Kay-pang, tentunya akan membuat mereka menghadapi kesulitan yang tidak kecil. Sebab mereka akan menghadapi tokoh-tokoh rimba persilatan yang berkepandaian sangat tinggi.

Di waktu itulah, orang yang bermuka empat persegi telah berkata dengan suara yang datar: “Apakah tidak lebih baik jika kita pergi menculik beberapa orang pengemis buat mengorek keterangan dari mereka?”

Kawan-kawannya setuju.

Begitulah mereka telah berlari-lari lagi di atas genting penduduk, mereka memang memiliki ginkang yang tinggi, dengan demikian mereka dapat berlari cepat sekali, sehingga tubuh mereka seperti juga bayangan.

Di antara dinginnya udara malam, orang-orang yang berpakaian ya-heng-ie tersebut, yang mungkin berjumlah sembilan orang itu, telah berkelebat-kelebat terus, sehingga jika waktu itu kebetulan ada penduduk yang melihatnya, tentu akan menduga bahwa itu adalah bayangan hantu yang tengah berkeliaran.

Setelah memutari kota tersebut dengan mengambil jalan di atas genting, maka orang-orang tersebut berhenti di muka sebuah kuil tua. Kuil itu telah rusak, pintunya yang reyot tertutup rapat. Keadaan di sekitar tempat tersebut sangat sepi sekali.

Akan tetapi, orang-orang itu yang memang memiliki kepandaian tinggi dan pendengaran yang tajam seperti mendengar suara napas manusia.

Semuanya saling pandang beberapa saat, kemudian yang hidungnya mancung seperti patuk burung, telah berkata kepada kawan-kawannya dengan berbisik: “Hati-hati.....!”

Kawan-kawannya mengangguk, karena mereka pun mendengar suara napas manusia. Bahkan didengar dari napas manusia itu jumlah orang di dalam kuil tersebut tentunya bukan seorang diri.

Orang berhidung mancung itu telah memberikan isyarat kepada kawan-kawannya. Salah seorang diantara mereka mengerti arti isyarat tersebut, dia telah mengangguk dan tubuhnya mencelat ke dinding kuil.

Akan tetapi, waktu itu tubuhnya dengan ringan hinggap di atas dinding kuil, orang tersebut mengeluarkan suara seruan kaget, karena dari dalam telah menyambar angin serangan yang kuat sekali, sehingga menyebabkan tubuhnya tidak bisa berdiri tetap di dinding kuil tersebut, di mana dia telah terjengkang ke belakang dan jatuh rubuh kembali.

Kawan-kawannya yang berjumlah delapan orang jadi terperanjat mereka seketika bersiap-siap. Sedangkan orang yang tadi rubuh, telah membentak marah setelah dia berdiri di atas tanah.

“Manusia rendah, keluarlah perlihatkan dirimu!” bentakan itu dibarengi dengan tubuhnya melompat lagi ke atas dinding, sekarang dia berlaku waspada sekali.

Benar saja dalam kuil itu menyambar lagi angin serangan yang kuat.

Sekarang orang berpakaian ya-heng-ie itu telah bersiap-siap, sehingga dia bisa bertahan dari angin serangan tersebut, dan telah berhasil menangkisnya, sehingga tubuhnya bergoyang sedikit saja. Namun tidak sampai rubuh.

Membarengi dengan itu dia bermaksud untuk melompat masuk. Akan tetapi belum lagi dia menjejakkan sepasang kakinya, tampak berkeliauan beberapa titik cahaya, yang menyambar dengan cepat sekali ke arahnya.

Orang itu menyadari bahwa itulah sambaran senjata rahasia. Segera juga dia mengibas dengan tangannya, angin kibasan itu membuat senjata-senjata rahasia tersebut gugur kembali ke tanah.

Sedangkan orang berpakaian ya-heng-ie tersebut tidak membuang waktu pula. Dia telah melompat ke dalam, dan sambil melompat turun, diapun menggerakkan sepasang tangannya, yang digerakkan seperti titiran. Maksudnya untuk menjaga serangan gelap yang tiba-tiba.

Benar saja, belum lagi ke dua kakinya hinggap di tanah, justru dia telah disambar oleh suatu kekuatan yang sangat dahsyat, sehingga orang berpakaian ya-heng-ie tersebut mengeluarkan seruan kaget bercampur marah.

Dia tengah berada dalam kedudukan lemah, tubuhnya sedang terapung di tengah udara sehingga dia tidak bisa mengerahkan seluruh kekuatannya. Ketika dia menangkis justru tubuhnya yang telah terpental dan punggungnya menghantam dinding kuil.

Sebenarnya orang yang berpakaian ya-heng-ie itu telah berusaha buat mengendalikan meluncur tubuhnya. Dia berusaha agar tubuhnya tidak sampai terbanting dan membentur keras pada dinding kuil tersebut.

Akan tetapi dia gagal dengan usahanya itu. Karena dia telah terpental dan punggungnya telah menghantam cukup keras pada dinding kuil, menyebabkan dia merasakan kepalanya pening, disamping matanya berkunang-kunang tidak bisa melihat dengan jelas.

Waktu itu ke delapan orang kawannya telah melompat naik ke atas dinding kuil.

Mereka semuanya berlaku sangat waspada sekali, gerakan mereka pun sangat ringan sekali. Akan tetapi begitu ke dua kaki mereka masing-masing hinggap di atas dinding kuil tersebut, seketika mereka merasakan menyambarnya angin serangan yang sangat kuat dan datangnya bergelombang.

Cepat-cepat mereka telah berusaha buat menangkis dan memunahkan tenaga serangan itu. Dua orang di antara mereka yang berada di tengah, rupanya gagal dengan usahanya, sebab begitu mereka menangkis, tidak ampun lagi tubuh mereka terpental keluar kuil.

Sedangkan enam dari orang berpakaian ya-heng-ie tersebut, dengan dipimpin oleh orang yang memiliki hidung mancung seperti patuk burung, telah mengeluarkan suara bentakan dan melompat turun menerjang ke tengah-tengah taman kuil tersebut.

Rupanya di depan pekarangan kuil ini memang telah berkumpul belasan orang. Di bawah cahaya rembulan, mereka semuanya berpakaian sebagai pengemis, dan merekapun telah berdiri dengan berbaris menghadapi dinding kuil tersebut.

Itulah sebabnya, setiap kali ada orang yang melompat mereka telah menyerang dengan mempergunakan lweekang mereka dari jarak jauh.

Keenam orang berpakaian ya-heng-ie tersebut telah melompat turun dan berhasil menginjak tanah. Merekapun memiliki kepandaian yang tinggi, karenanya mereka segera membarengi dengan serangannya, untuk mencegah pengemis-pengemis itu menyerang mereka lagi.

Akan tetapi barisan pengemis tersebut sangat tenang sekali, di mana mereka telah mengeluarkan bentakan yang serentak, lalu mengacungkan sepasang tangan masing-masing serentak ke depan, mereka menyerang dengan dahsyat sekali.

Walaupun keenam orang berpakaian ya-heng-ie itu memiliki kepandaian yang tinggi dan kekuatan tenaga lweekang yang cukup tangguh tokh mereka masih terdesak. Serangan mereka seperti lenyap, malah tenaga serangan dari barisan pengemis itu membuat mereka terhuyung-huyung beberapa langkah.

Orang yang berpakaian ya-heng-ie berhidung mancung mengeluarkan suara seruan yang mengandung kemarahan. Dia menyerang ke depan dengan terjangan yang kuat sekali.

Dalam keadaan seperti ini segera juga terlihat betapapun tangguhnya barisan pengemis, akan tetapi menghadapi serangan nekad dan juga kalap dari orang yang memiliki kepandaian tinggi seperti yang dimiliki si hidung mancung seperti patuk burung itu, membuat barisan pengemis itu tidak bisa menyerang lebih jauh.

Sedangkan ke lima orang berpakaian ya-heng-ie yang lainnya telah mengeluarkan suara bentakan, merekapun membarengi menerjang juga.

Tidak bisa dielakkan, segera terjadi pertempuran. Akan tetapi rombongan pengemis yang berjumlah belasan orang, yang sejak tadi menutup mulut rapat-rapat, telah menyerang lawan-lawannya dengan berdiam diri. Hanya sepasang tangan mereka menyerang hebat sekali, semakin lama tenaga dalam yang mereka pergunakan semakin hebat dan kuat.

Sedangkan ke dua orang Ya-heng-ie yang tadi terpelanting keluar kuil, telah melompat masuk pula. Waktu mereka melompat dan berdiri di atas dinding, segera mereka menyaksikan betapa ke enam orang kawan mereka tengah bertempur dengan barisan pengemis yang jumlahnya belasan orang. Segera juga mereka tidak membuang waktu lagi dan melompat buat menyerang.

Hebat pertempuran yang berlangsung itu. Kepandaian dari delapan orang berpakaian ya-heng-ie tersebut tidak rendah, disamping itu memang kepandaian dari barisan pengemis tersebut pun cukup tinggi. Pertempuran itu menyebabkan mereka bergerak gesit sekali, dan gerakan mereka secepat bayangan, karena mereka masing-masing selain mengeluarkan kepandaian simpanan juga telah mempergunakan ginkang tingkat tinggi.

Sedangkan orang yang berpakaian ya-heng-ie yang tadi telah terlempar dan punggungnya menghantam dinding sehingga menyebabkan pandangan matanya berkunang-kunang, menyebabkan dia jadi pusing, telah berdiri perlahan-lahan.

Dia menggedikkan kepalanya beberapa kali, rasa pusingnyapun telah berkurang, sedangkan matanya tidak berkunang-kunang seperti tadi.

Waktu itu dia melihat ke delapan orang kawannya tengah bertempur dengan belasan orang pengemis. Setelah mengawasi sekian lamanya, diapun segera melompat ikut menyerang.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar