73 Pengorbanan Pengemis Tua
Belasan orang pengemis yang
tengah mengepung ke delapan orang berpakaian ya-heng-ie tersebut, rupanya telah
dapat melihat penyerangnya orang yang berpakaian ya-heng-ie tersebut. Mereka
tidak menjadi gentar dengan adanya tambahan seorang lawan ini, karena mereka
telah menyambuti dan mengepung orang yang berpakaian ya-heng-ie itu bersama ke
delapan orang kawan-kawannya, dengan rapat dan ketat.
Sembilan orang berpakaian
ya-heng-ie tersebut semakin terkurung dan mulai terdesak. Mereka memang
memberikan perlawanan yang gigih, akan tetapi mereka tidak bisa membuka
kepungan itu guna menerobos keluar.
Di saat pertempuran itu tengah
berlangsung justru tampak berkelebat sesosok bayangan dari ruangan dalam kuil
tersebut. Begitu orang itu muncul, dibarengi dengan bentakannya yang nyaring:
“Hentikan.....!”
Maka belasan orang pengemis
yang mendengar suara bentakan tersebut, telah cepat-cepat melompat mundur,
membuka kepungan mereka. Mereka juga telah melompat ke dekat orang yang baru melompat
keluar itu, yang ternyata seorang pengemis berusia lanjut, lebih dari enampuluh
tahun.
Pengemis tua tersebut rupanya
telah menyaksikan sejak tadi jalannya pertempuran tersebut, karenanya dia telah
melompat keluar dari tempat persembunyiannya waktu melihat kawan-kawannya belum
berhasil merubuhkan kesembilan lawan-lawannya.
Dengan sinar mata yang sangat
tajam, pengemis tua tersebut telah mengawasi ke sembilan orang berpakaian
ya-heng-ie tersebut, sikapnya sangat gagah sekali.
“Siapakah kalian dan apa
maksud kalian masuk ke tempat kami?!” tegurnya dengan suara yang tawar sedang
matanya telah memandang tajam memancarkan sinar yang berkilauan, menunjukan
bahwa dia memiliki lweekang yang tinggi sekali.
Di waktu itu terlihat ke
sembilan orang berpakaian ya-heng-ie tersebut telah memandang si pengemis tua
itu dengan sikap bermusuhan mengandung dendam, malah yang berhidung mancung
seperti patuk burung telah melangkah maju dan membentak,
“Hemmm, apakah kuil ini milik
kalian? Kami datang ke mari buat bersembahyang, akan tetapi tidak hujan tidak
angin justru pengemis-pengemis rendah itu telah menyerang kami! Hemmm, bagus
kami masih belum menurunkan tangan keras kepada mereka buat
membinasakannya......!”
Mendengar jawaban seperti itu,
si pengemis tua memperdengarkan tertawa dingin.
“Kalian datang ke kuil ini
hendak bersembahyang? Hemmm, apakah kalian menduga bahwa kami ini adalah
bocah-bocah ingusan yang bisa didustai begitu saja? Baik! Baik!
“Dengan demikian kami tidak
akan sungkan-sungkan lagi kepada kalian, karena dilihat dari cara berpakaian
kalian, yang mengenakan Ya-heng-ie, disamping itu juga melihat kepandaian
kalian yang tidak rendah, memperlihatkan bahwa kalian datang ke mari tentunya
dengan mengandung maksud tidak baik! Sekarang katakan siapa yang telah
perintahkan kalian datang ke mari dan juga siapa diri kalian sebenarnya?!”
Mendengar begitu, orang yang
memiliki hidung sangat mancung, telah berkata tawar: “Baik, kami memang ingin
membekuk tikus-tikus jembel yang tidak tahu diri.....!”
Setelah berkata begitu, tanpa
menanti para pengemis itu mengepung mereka, justru dia melompat sambil
menyerang dengan ke dua tangannya.
Gerakan dari orang berhidung
mancung tersebut telah diikuti oleh kawan-kawannya, di mana ke delapan orang
berpakaian ya-heng-ie yang lainnya seperti telah mengetahui bahwa mereka harus
menyerang terlebih dahulu buat merebut waktu.
Para pengemis itu segera
bergerak hendak melayani serangan dari orang-orang tersebut. Akan tetapi
pengemis tua itu telah mengibaskan tangannya memberi isyarat agar
kawan-kawannya mundur.
Sedangkan serangan orang
berhidung mancung tersebut telah meluncur datang. Jarak mereka sangat dekat
sekali. Jika memang pengemis tua tersebut tidak dapat bergerak cepat dalam
beberapa detik itu, niscaya dia akan menjadi korban dari cengkeraman tangan
lawannya.
Akan tetapi kepandaian
pengemis tua tersebut memang cukup tinggi. Dalam keadaan terdesak seperti itu,
sama sekali dia tidak menjadi gugup, dia telah memiringkan tubuhnya, sehingga
serangan dari lawannya itu hanya menyerempet dadanya dan kulit dadanya itu
telah robek.
Darah tampak mengucur dari
dada si pengemis tua, akan tetapi merupakan luka ringan yang tidak
membahayakan.
Melihat darah mengucur dari
dadanya, pengemis tua tersebut telah mengeluarkan bentakan nyaring. Dia
mencengkeram punggung orang berhidung mancung tersebut, kemudian membarengi
lagi dengan hajaran lututnya pada dagu orang berhidung mancung. Waktu lawannya
tengadah karena tendangan lututnya seketika tangan si pengemis tua yang satunya
telah bergerak mencekik leher lawannya.
Cekikan itu dilakukan dengan
mempergunakan jari telunjuk dan jempol. Itulah cekikan Kim-na-ciu yang sangat
hebat. Cekikan kecil yang bisa memutuskan napas lawan, begitu leher lawan
terkena cekikan tersebut. Karena justru bagian yang dicekik tersebut terdiri
dari jalan darah yang sangat penting dan bisa mematikan.
Sedangkan waktu itu terlihat
betapa si pengemis tua tersebut bermaksud untuk membinasakan lawannya.
Rupanya luka didadanya akibat
serempetan cengkeraman tangan lawannya, membuat pengemis tua tersebut jadi
murka sekali. Dan di saat menyerang, dia tidak berlaku sungkan pula.
Hebat sekali ancaman yang
dialami orang berhidung mancung tersebut yang mengenaskan dan tidak akan dapat
memberikan perlawanan lagi begitu lehernya tercekik.
Mati-matian orang berhidung
mancung itu mendorongkan tubuhnya mendesak cengkeraman tangan dari pengemis tua
tersebut. Dan dengan cara seperti itu, dia telah berhasil menjauhi lehernya
dari incaran tangan lawannya.
Akan tetapi pengemis tua tersebut
tidak mau berhenti sampai di situ walaupun jarak sasarannya telah berobah.
Tangannya tetap mengincar leher lawannya yang ingin dicekiknya.
Namun saat seperti itu rupanya
menguntungkan juga buat lawannya.
Orang berhidung mancung yang
berhasil mendoyongkan tubuhnya dan lehernya terpisah cukup jauh, telah
meneruskan juga cengkeraman tangannya. Kali ini dengan kenekadannya itu dia
berhasil mencengkeram dada si pengemis tua tersebut.
Waktu berhasil mencengkeram,
seketika dia mempergunakan seluruh tenaga lweekangnya untuk mencengkeram
sekuat-kuatnya.
Si pengemis tua menderita
kesakitan hebat dan menjadi sangat gusar, tanpa memperdulikan segala apapun
juga, tahu-tahu tangan kirinya bergerak menampar batok kepala lawannya.
“Plakkk!” batok kepala dari
orang berhidung mancung tersebut telah dihantam hancur, seketika dia terbinasa,
tidak menarik napas lagi.
Di saat itu ke delapan orang
kawan dari orang berhidung mancung tersebut waktu melihat kawannya telah
terbinasa, jadi mengeluarkan seruan gusar. Ketika melihat dada si pengemis tua
telah robek kena dicengkeram oleh kawan mereka, seketika mereka telah melompat
buat menyerang.
Waktu itu si pengemis tua
mempergunakan tangan kirinya memegangi dadanya dia mengeluarkan suara keluhan
kesakitan. Dalam keadaan seperti ini, diapun telah melangkah mundur
terhuyung-huyung beberapa langkah. Wajahnya pucat pias.
Sedangkan ke delapan orang
berpakaian ya-heng-ie itu telah menerjang maju, di mana mereka telah menyerang
dengan pukulan yang bertubi-tubi.
Di saat itulah terlihat betapa
si pengemis tua mengalami ancaman bahaya yang tidak kecil. Dan dia masih
berusaha buat mengerahkan seluruh kekuatannya, buat menerima dan menyambuti
serangan ke delapan orang tersebut.
Belasan orang pengemis lainnya
yang melihat kawan mereka terluka parah dadanya, mengeluarkan seruan marah.
Tidak menanti sampai ke
delapan orang berpakaian Ya-heng-le tersebut berhasil menyerang si pengemis
tua, belasan pengemis tersebut telah menerjang buat menghalangi.
Si pengemis tua ternyata
terluka cukup parah, walaupun dia berusaha mengerahkan seluruh kekuatan dan
tenaga dalamnya, akan tetapi akibat terlalu banyak darah yang mengucur dan
beberapa urat jalan darah di dekat dadanya terputus, sehingga membuat dia lemas
sendirinya. Tidak ampun lagi dia telah rubuh terlukai dan numprah di tanah.
Untung saja belasan orang
pengemis yang lainnya telah keburu datang, mereka segera mengepung dan
menyerang ke delapan orang berpakaian ya-heng-ie tersebut. Dengan begitu, ke
delapan orang tersebut tidak bisa mendekati atau menyerang si pengemis tua.
Di saat itu, belasan orang
pengemis tersebut yang menguatirkan keselamatan si pengemis itu , telah
berulang kali menyerang dengan hebat, karena mereka bermaksud menyelesaikan
pertempuran itu secepatnya, buat merubuhkan dan menangkap ke delapan orang
berpakaian ya-heng-ie tersebut.
Karena sekarang orang
berhidung mancung tersebut telah terbinasa, dengan demikian tidak dapat ke
delapan orang berpakaian ya-heng-ie tersebut menyerang terlalu hebat.
Kepandaian mereka juga berada di sebelah bawah kepandaian belasan orang
pengemis tersebut, di samping jumlah mereka yang lebih sedikit.
Begitulah, setelah bertempur
beberapa jurus akhirnya ke delapan orang tersebut terdesak di bawah angin.
Dalam keadaan seperti itu
terlihat ke delapan orang tersebut sebentar lagi tentu akan dapat dirubuhkan
oleh belasan orang pengemis tersebut.
Sedangkan belasan orang
pengemis itu yang melihat bahwa lawan-lawannya telah jatuh di bawah angin dan
terdesak, mereka semakin bersemangat.
Lewat beberapa jurus lagi,
tubuh orang dari orang-orang berpakaian ya-heng-ie tersebut terpental. Menyusul
yang seorangnya lagi terpental karena hantaman telapak tangan dari salah
seorang pengemis yang mengepungnya, tubuhnya bergulingan di atas tanah.
Di saat itulah terlihat bahwa
tenaga serangan pengemis itu semakin hebat kepada ke lima orang berpakaian
ya-heng-ie itu.
Nyali dari ke lima orang
berpakaian ya-heng-ie tersebut mulai ciut, dengan berseru nyaring, tampak
mereka berusaha memberikan perlawanan yang lebih gigih.
Sedangkan belasan pengemis itu
telah menyerang semakin hebat.
Ketika orang berpakaian
ya-heng-ie yang tadi dibuat terpental, telah dapat bangun kembali. Akan tetapi
mereka tidak bisa segera maju buat menyerang dan membantu ke lima kawan mereka,
di mana ke tiga orang tersebut berdiri dengan muka yang pucat karena disebabkan
mereka terluka di dalam.
Dalam keadaan seperti ini
rupanya ke lima orang berpakaian ya-heng-ie yang sedang bertempur tidak bisa
memberikan perlawanan yang lebih baik. Permainan ilmu silat mereka semakin
kacau, penjagaan diri mereka pun semakin lemah.
Ahirnya dua orang di antara
mereka terpental lagi, karena kena dihantam oleh seorang pengemis yang berusia
pertengahan.
Jumlah orang herpakaian
ya-heng-ie tersebut hanya tinggal tiga orang. Dan mereka semakin lemah serta
terdesak. Dalam keadaan seperti itu rupanya mereka juga berusaha mencari
kesempatan buat meloloskan diri.
Di antara berkesiuran angin
serangan, tiba-tiba seorang diantara ke tiga orang berpakaian ya-heng-ie tersebut
mengeluarkan suara bentakan bengis. Dia telah menggerakkan tangan kanannya
menimpukkan beberapa butir benda hitam. Benda hitam itu meluncur menyambar
kepada beberapa orang pengemis di depannya.
Menduga bahwa benda-benda
hitam tersebut adalah senjata rahasia, sambil memaki murka beberapa orang
pengemis itu mengelakkan diri dengan melompat menyingkir.
Di saat itu, terlihat betapa
beberapa benda bulat hitam tersebut jatuh di atas tanah, mengeluarkan suara
ledakan yang nyaring sekali dan gumpalan asap yang sangat tebal.
Pengemis-pengemis tersebut
jadi terkejut mereka melompat menjauhi diri.
Kesempatan ini telah
dipergunakan sebaik-baiknya oleh orang-orang berpakaian ya-heng-ie tersebut, di
mana ke tiga orang itu telah menerjang keluar dan telah berusaha untuk mencapai
dinding kuil tesebut, karena mereka bermaksud hendak melompat keluar melarikan
diri.
Pengemis-peagemis lainnya
tidak tinggal diam, mereka segera memburu. Bahkan beberapa orang pengemis
lainnya telah melompat untuk menyerang ke tiga orang berpakaian ya-heng-ie
tersebut, karena memang mereka bermaksud mencegah lawan-lawannya itu melarikan
diri.
Sedangkan salah seorang dari
orang berpakaian ya-heng-ie tersebut melontarkan lagi beberapa benda hitam yang
bulat. Malah jumlahnya semakin banyak, membuat di sekitar tempat tersebut
dipenuhi oleh asap yang tebal sekali. Sedangkan di waktu itu pengemis-pengemis
tersebut kuatir asap itu beracun dan telah melompat mundur buat menjauhi diri.
Kesempatan kali ini tidak
disia-siakan oleh ke tiga orang berpakaian ya-heng-ie tersebut, mereka
melompati dinding kuil dengan segera dan sekuat tenaga mereka.
Akan tetapi beberapa orang
pengemis yang penasaran telah menyerang mereka mempergunakan senjata rahasia,
mereka menyerang sekenanya saja.
Terdengar suara jeritan dari
salah seorang yang berpakaian ya-heng-ie itu. Rupanya serangan tersebut telah
mengenai tepat sekali pada pundaknya. Sedangkan ke lima orang berpakaian
ya-heng-ie lainnya juga telah melompat buat melompati dinding kuil tersebut.
Gerakan mereka ternyata gesit
sekali, tetapi lebih cepat lagi timpukan senjata rahasia dari beberapa orang
pengemis tersebut.
Dengan begitu, segera juga dua
orang di antaranya telah rubuh, dan seketika menghembuskan napasnya yang
terakhir, karena senjata rahasia itu telah menembusi jantungnya. Sedangkan ke
tiga orang berpakaian ya-heng-ie itu meneruskan lompatan mereka, menyusul ke
tiga orang kawan mereka.
Sebenarnya para pengemis itu
bermaksud mengejarnya, namun pengemis tua yang terluka parah di dadanya telah
berseru perlahan: “Jangan dikejar.....!”
Karenanya belasan pengemis itu
telah batal mengejar, dan mereka telah batal untuk memburu ke enam orang
berpakaian ya-heng-ie tersebut. Mereka segera menghampiri pengemis tua itu.
Dengan dipayang oleh dua orang
pengemis, pengemis tua itu dibawa masuk ke ruangan dalam kuil tersebut.
Cepat sekali beberapa orang
pengemis lainnya membawa air hangat dan obat, buat mengobati luka di dada dari
pengemis tua tersebut. Waktu itu terlihat betapa si pengemis tua menderita
kesakitan yang hebat. Darah yang mengucur keluar juga sangat banyak sekali.
Beberapa orang pengemis
tersebut telah memencarkan diri, membagi diri di beberapa tempat sekitar
ruangan, karena mereka rupanya berkuatir, kalau-kalau nanti ada musuh yang
menyelinap masuk lagi. Mereka melakukan penjagaan dengan penuh kewaspadaan.
Sedangkan pengemis tua itu
walaupun menderita luka parah pada dadanya, dia tidak merintih. Hanya berdiam
diri dengan mengigit bibirnya. Dan pengemis yang berusaha mengobati lukanya
memandang berkuatir sekali.
Luka yang diderita oleh
pengemis tua tersebut sangat parah sekali, dinding jantungnya kena diremas
pecah oleh lawannya tadi. Darah yang mengucur keluar dengan deras berasal dari
luka di jantungnya itu.
Pengemis yang mengobat luka si
pengemis tua tersebut pun yakin bahwa si pengemis tua tersebut tidak memiliki
harapan buat hidup terus. Hal ini disebabkan dinding jantung yang pecah itu
mengeluarkan darah dengan deras.
Saat itu terlihatlah betapa si
pengemis tua itu telah bermandikan keringat, karena dia menahan rasa sakit yang
sangat luar biasa.
Dengan suara yang gemetar
menahan rasa sakit, akhirnya pengemis tua itu tersebut berkata: “Pergilah
kalian memberitahukan kawan-kawan yang lain, bahwa orang-orang kerajaan mulai
bergerak, agar mereka berwaspada.....!”
Berkata sampai di situ, si
pengemis tua berhenti dan mengerang menahan rasa sakit. Darah yang mengalir
dari jantungnya semakin deras juga mengalirnya.
Di saat itulah terlihat bahwa
keadaan pengemis tua ini makin semakin melemah.
Sedangkan pengemis yang tengah
mengobatinya berusaha menutup luka di jantung dari pengemis tua tersebut.
Bahkan telah menaburkan dengan obat bubuk. Akan tetapi gagal, karena di waktu
itu tampak dia menggeliat beberapa kali, kemudian tubuhnya mengejang kaku dan
diam tidak bergerak lagi, sedangkan mukanya pucat pias, sepasang matanya
terpentang lebar-lebar.
Pengemis-pengemis lainnya yang
melibat keadaan pengemis tua tersebut jadi mengeluarkan seruan tertahan, muka
mereka pucat semuanya, kemudian menangis terisak-isak. Akan tetapi pengemis tua
tersebut diam mengejang kaku tidak bergerak lagi, karena memang dia telah
berpulang ke alam baka.
Sedangkan keadaan di sekitar
kuil tersebut sangat sunyi sekali, selain isak tangis dari pengemis-pengemis
itu, suara lainnya tidak terdengar. Suara keresekan daun-daun bagaikan musik
yang mengiringi tangisan dari para pengemis tersebut
Malam kian larut......
Akhirnya para pengemis itu
berunding, dan mereka berkemas-kemas meninggalkan kuil tersebut. Rupanya mereka
ingin memberitahukan kepada kawan-kawan mereka perihal kejadian tersebut,
disamping mengurus penguburan dari pengemis tua itu.
Semua pengemis Kay-pang memang
telah berkumpul di kota tersebut, hanya saja mereka terbagi-bagi di berbagai
tempat, dan hanya di antara mereka-mereka saja yang mengetahuinya.
Sedangkan besok akan tiba
saatnya rapat besar Kay-pang berlangsung.
◄Y►
Rapat besar Kay-pang telah
dibuka di lembah Kam-su-kok yang terpisah duapuluh lie lebih dari pintu sebelah
timur-tenggara. Dan banyak sekali orang yang sejak pagi-pagi buta
berduyun-duyun berangkat ke lembah tersebut. Orang yang berduyun-duyun pergi ke
sana semuanya berpakaian pengemis.
Akan tetapi di samping itu,
ada juga orang-orang yang berpakaian sasterawan, pedagang ataupun juga
berpakaian sebagai rakyat jelata biasa saja.
Berbagai peristiwa telah
mengawali pembukaan rapat besar Kay-pang tersebut, di mana memang telah jatuh
banyak korban. Akan tetapi tokh rapat besar Kay-pang tersebut tetap berlangsung
dan tetap diselenggarakan, seperti juga tidak pernah terjadi sesuatu pada
hari-hari sebelumnya.
Sedangkan Yeh-lu Chi sebagai
Pangcu dari Kay-pang telah membuka rapat besar tersebut dengan penuh semangat,
dan penjagaan yang diatur pun sangat ketat sekali. Karenanya, dia pun telah
mengerahkan murid-murid Kay-pang dari berbagai golongan buat melakukan
penjagaan yang keras sekali, karena menjaga kalau-kalau orang kerajaan
menyelusup masuk ke dalam lembah buat mengacaukan rapat besar Kay-pang
tersebut.
Banyak orang-orang yang
berpakaian sebagai sasterawan, orang-orang rimba persilatan dari berbagai pintu
perguruan yang memiliki tali persahabatan dengan pihak Kay-pang harus melewati
pemeriksaan yang ketat sebelum diijinkan masuk ke dalam lembah.
Akan tetapi, walaupun
pemeriksaan dilakukan dengan ketat sekali, tokh tidak urung masih banyak juga
orang-orang kerajaan yang berhasil menyelusup masuk ke dalam lembah tersebut
buat mengikuti jalannya rapat besar Kay-pang tersebut.
Walaupun bagaimana rapat besar
Kay-pang ini memiliki arti yang besar dan penting buat pihak kerajaan, karena
di dalam rapat besar itu, pihak Kay-pang akan membicarakan bagaimana sikap
mereka terhadap pihak kerajaan.
Memang pihak kerajaan telah
dapat menduganya, bahwa Kay-pang tentu akan mengambil keputusan yang tetap
seperti yang lalu-lalu, yaitu memusuhi pihak kerajaan Mongolia yang telah
berhasil berkuasa di daratan Tiong-goan. Tetapi justru perkembangan jalannya
rapat besar Kay-pang tersebut harus diikuti dulu sebelum bertindak dan menumpas
Kay-pang, kalau saja perkumpulan pengemis tersebut bermaksud buruk buat
mengganggu pemerintahan dari kerajaan yang sekarang.
Itulah sebabnya mengapa Kaisar
dari pihak kerajaan telah mengerahkan orang-orangnya yang terdiri dari
jago-jago yang memiliki kepandaian tinggi buat mengikuti jalannya rapat besar
Kay-pang tersebut.
Sebagai Koksu negara, Tiat To
Hoat-ong pun telah bekerja keras. Dia berusaha menyusun kekuatan di mana
sekiranya usaha penumpasan Kay-pang tidak akan gagal, kalau saja Kay-pang
memang bermaksud menentang terhadap kekuasaan kerajaan yang ada pada saat itu.
Disamping Tiat To Hoat-ong,
Gochin Talu dan Lengky Lumi juga telah dipercayakan oleh Kaisar buat memimpin
tigaribu pahlawan istana, yang akan menumpas Kay-pang, kalau saja memang
terbukti kelak hasil rapat besar Kay-pang memberikan tanda-tanda bahwa pihak
Kay-pang ingin mengganggu pemerintah Mongolia.
Sedangkan pihak Kay-pang
sendiri telah menerima dukungan yang kuat sekali dari segala lapisan
orang-orang gagah dalam kalangan kang-ouw.