Beruang Salju Bab 74 Hemmm, Kau Berasal Cabang Mana?

Bab 74 Hemmm, Kau Berasal Cabang Mana?
74 Hemmm, Kau Berasal Cabang Mana?

Dan karena dari itu pula menyebabkan pihak kerajaan tidak mau bertindak ceroboh dan sembarangan. Sebab walaupun bagaimana tidak dapat pihak kerajaan main terjang saja, di mana korban-korban yang akan berjatuhan pasti sangat banyak.

Lengky Lumi dan Gochin Talu sendiri telah berusaha menghubungi beberapa orang tokoh Kay-pang, di mana tokoh-tokoh Kay-pang itu dipicuk oleh mereka dengan harta dan pangkat. Dengan demikian tokoh-tokoh Kay-pang itu telah bekerja buat mereka, dan merupakan musuh dalam selimut buat pihak Kay-pang.

Tokoh-tokoh Kay-pang yang telah bekerja buat kerajaan Mongolia tersebutlah yang selalu memberikan keterangan-keterangan penting mengenai kegiatan Kay-pang belakangan ini, sehingga buat kerajaan mengetahui jelas keadaan dan kekuatan Kay-pang.

Yang masih diperhitungkan baik-baik oleh pihak kerajaan justru adalah kekuatan orang-orang gagah Kang-ouw seperti Yo Ko, Oey Yok Su, Kwee Ceng, Oey Yong, dan lain-lainnya.

Rapat besar Kay-pang tersebut memang merupakan rapat besar perkumpulan pengemis yang terbesar sepanjang sejarah yang ada. Karena kali ini Yeh-lu Chi telah perintahkan seluruh pengemis dari berbagai tempat di seluruh daratan Tiong-goan agar menghadiri rapat besar tersebut.

Dengan begitu, bisa dibayangkan betapa banyak para pengemis yang berkumpul di tempat tersebut, di mana jumlah mereka meliputi puluhan ribu orang, dan juga terdiri dari berbagai golongan maupun tingkatan. Boleh dibilang sebagian besar dari anggota pengemis hadir di lembah tersebut.

Sedangkan orang-orang gagah seperti Yo Ko, Oey Yong, Kwee Ceng, dan yang lain-lainnya, telah berkumpul di lembah tersebut. Begitu pula halnya dengan Yo Him dan Sasana mereka telah hadir juga. Ciu Pek Thong dan juga tokoh-tokoh Kang-ouw yang memiliki kepandaian tinggi, semuanya telah berkumpul buat memberikan bantuan mereka jika saja Kay-pang menerima ancaman dari luar, umpamanya dari pihak kerajaan.

Swat Tocu sendiri juga ikut hadir di lembah tersebut, di mana Swat Tocu tetap mengajak Ko Tie sehingga anak itu telah bisa melihat bahkan berkenalan dengan tokoh-tokoh terkemuka dari rimba persilatan di daratan Tiong-goan.

Memang di lembah tersebut telah berkumpul para orang-orang gagah yang semuanya memiliki kepandaian sangat tinggi dan juga namanya menggetarkan rimba persilatan. Dengan demikian, Kay-pang memiliki tulang punggung yang sangat kuat.

Memang semua ini terjadi secara kebetulan sekali, di mana Kay-pang memang harus mengadakan dan menyelenggarakan rapat besar yang setiap limabelas tahun satu kali diselenggarakan dengan segala upacara kebesaran.

Disamping itu, bertepatan dengan diselenggarakannya rapat besar tersebut, justru situasi politik yang terdapat di daratan Tiong-goan tengah berkecamuk gelombang yang hebat sekali di mana Kay-pang terancam kemusuhan oleh Kaisar yang tengah berkuasa di saat itu.

Karena dari itu orang-orang gagah yang waktu itu memang tengah berjuang, berusaha hendak menentang penjajahan di negeri mereka ternyata telah berkumpul di dalam rapat besar Kay-pang tersebut. Mereka berkumpul buat mengadakan suatu pertemuan di antara mereka membicarakan situasi pada saat itu.

Karena dari itu pula, dalam keadaan demikian Kay-pang secara tidak langsung telah menerima bantuan dan dukungan yang kuat sekali dari para orang-orang gagah itu.

Seperti Yo Ko, sebenarnya tokoh persilatan yang sangat gagah ini sudah tak ingin mencampuri lagi urusan di dalam rimba persilatan, karena memang ia sudah ingin hidup tenang menyendiri. Akan tetapi tokh Yo Ko akhirnya terlibat lagi dalam pergolakan yang terjadi.

Demikian juga halnya dengan Swat Tocu, seorang tokoh sakti, yang semula telah hidup menyendiri di pulau Salju. Akan tetapi akhirnya setelah menerima Ko Tie sebagai muridnya maka sejak saat itu dia terlibat lagi dalam kancah pergolakan yang terdapat di dalam rimba persilatan.

Disamping itu, Sasana, puteri dari pangeran Ghalik merupakan salah satu sumber kericuhan yang terdapat di waktu itu. Karena justru Sasana mengandung maksud buat mengadakan pembalasan dendam terhadap sakit hati ayahnya, yang akhirnya harus membuang jiwa dengan cara yang begitu mengecewakan.

Tentu saja jika seorang diri Sasana tidak mungkin sanggup melaksanakan pembalasan dendamnya itu. Karenanya iapun telah meminta bantuan Yo Him, putera Yo Ko, buat membantu usahanya itu. Disamping itu pula para orang-orang gagah di daratan Tiong-goan sendiri telah menyatakan kesediaan mereka buat membantu Sasana, karena mereka telah memperoleh simpatik dari pangeran Ghalik yang mengakhiri masa hidupnya dengan keadaan yang begitu tragis.

Karena itu pula, karena menyaksikan pangeran Ghalik memiliki jiwa yang sebenarnya sangat baik, dan juga sekarang puterinya memang bermaksud menentang penjajahan yang ada di daratan Tiong-goan, walaupun yang menjajah negara Tiong-goan waktu itu adalah bangsanya sendiri, semua orang gagah jadi merasa simpati dan berkasihan kepada Sasana. Dan disebabkan itu pula mereka bersedia membantu puteri pangeran Ghalik tersebut.

Begitulah mereka telah berkumpul di dalam lembah tersebut. Karena justru di dalam rapat besar yang diselenggarakan pihak Kay-pang akan dirundingkan juga urusan yang sangat penting di luar kepentingan Kay-pang sendiri, terutama sekali perihal bagaimana menghadapi penjajah yang ada pada waktu itu.

Yeh-lu Chi yang telah membuka rapat tersebut dengan upacara sebagaimana biasa berlaku, di dampingi beberapa orang Tianglo Kay-pang.

Memang waktu rapat besar Kay-pang dibuka, sama sekali tidak muncul persoalan apapun juga, karena memang waktu itu pihak lawan, yaitu para pahlawan musuh belum lagi bertindak.

Rupanya yang dibicarakan Kay-pang adalah mengenai susunan pengurus Kay-pang, anggaran dasar perkumpulan itu sendiri dan penggantian beberapa orang Tianglo. Disamping itu pula, persoalan yang pokok besar dibicarakan Kay-pang adalah bagaimana harus dapat menentukan sikap terhadap penjajah yang tengah berkuasa di saat itu.

Waktu Yeh-lu Chi membicarakan persoalan bagaimana sikap Kay-pang yang harus di tempuh dalam menghadapi pemerintahan penjajah, keadaan sangat hening. Di dalam keheningan yang ada, justru terlihat ketegangan meliputi wajah semua orang yang hadir pada waktu itu.

Juga terlihat betapa ancaman akan meledaknya suatu kerusuhan dan keonaran bisa saja terjadi di setiap detik. Akan tetapi selama itu Yeh-lu Chi tetap dengan pendiriannya, mengemukakan tindakan-tindakan apa saja yang harus ditempuh oleh seorang anggota Kay-pang dalam menghadapi pemerintahan penjajah.

Pokok pembicaraan yang terpenting Yeh-lu Chi memang mengucapkan tentang menentang dan penentangan dan sikap tidak mau tunduk terhadap pemerintah penjajah. Disamping itu Yeh-lu Chi pun menegaskan bahwa Kay-pang walaupun bagaimana tetap saja akan menentang adanya penjajahan di negeri mereka.

Walaupun bagaimana bentuknya peraturan yang dikeluarkan oleh pihak penjajah, tetap saja Kay-pang harus berdiri di atas keadilan dan menentang pemerintahan yang ada, disebabkan pemerintahan yang tengah berkuasa di daratan Tiong-goan merupakan bangsa asing yang tentu akan menindas rakyat Tiong-goan.

Disamping itu, diperintahkan juga oleh Yeh-lu Chi, bahwa anggota-anggota Kay-pang harus berusaha membela rakyat yang ditindas oleh orang-orang pemerintahan penjajah itu. Walaupun bagaimana bentuk persoalannya, akan tetapi jika seorang anggota Kay-pang bentrok dengan pemerintah penjajah disebabkan membela seseorang rakyat yang tertindas perbuatannya itu akan didukung oleh seluruh anggota Kay-pang yang ada.

Waktu Yeh-lu Chi berkata-kata sampai di situ ada seorang pengemis tua berjenggot putih telah mengangkat tangannya, katanya: “Maaf Pangcu, dapatkan tecu bertanya?!”

Yeh-lu Chi mengawasi pengemis tua tersebut, dia tidak mengenalnya, karena dia merasa baru pertama kali ini bertemu dengan pangemis tua itu.

Diam-diam Yeh-lu Chi jadi heran, dia bertanya-tanya di dalam hatinya, entah siapa adanya pengemis tua berjenggot putih tersebut.

Anggota Kay-pang lainnya juga telah mengawasi pengemis tua itu. Mereka menduga mungkin juga pengemis tua berjenggot putih itu berasal dari Kay-pang daerah, yang merupakan cabang-cabang Kay-pang yang terpencil dan sekarang mewakili perkumpulannya.

Setelah mengawasi sekian lama, akhirnya Yeh-lu Chi mengangguk.

“Baiklah!” katanya. “Silahkan apa yang ingin kau tanyakan?!”

“Soal mengenai sikap Kay-pang terhadap pemerintahan yang ada sekarang ini!” menyahuti pengemis tua itu.

“Ya, apa maksudmu?” tanya Yeh-lu Chi. “Apakah ada sesuatu yang kurang jelas?!”

“Sikap kita terhadap pemerintahan yang ada sekarang ini tentunya kurang bijaksana, jika saja disertai dengan rasa permusuhan! Kita harus melihat kenyataan yang ada, walaupun pemerintahan yang sekarang ini dikendalikan olek orang-orang Boan, akan tetapi mereka dapat memerintah dengan baik, mengatur negara dengan baik, sehingga kemakmuran negeri bertambah maju pesat sekali. Kemiskinan yang semula merajai seluruh daratan Tiong-goan perlahan-lahan mulai dapat di atasi.....!”

Berkata sampai di situ pengemis tua berjenggot putih tersebut telah mengawasi sekitarnya dengan sorot mata yang tajam bersinar, seperti juga ia tengah memandang dengan sikap yang berwibawa sekali, seakan juga ingin menindih pengaruh dari Yeh-lu Chi, agar semua pengemis yang hadir di tempat itu tunduk dan berdiam diri saja atas kata-katanya.

Akan tetapi kenyataannya, akibat perkataan pangemis tua berjenggot tersebut, beberapa orang pengemis telah berdiri dan mengeluarkan seruan marah. Tampaknya pengemis-pengemis itu gusar karena pengemis berjenggot tersebut telah membela pemerintah penjajah.

“Apakah orang-orang Boan itu telah menyogok pangkat dan harta kepadamu?!” memaki beberapa orang pengemis itu. “Atau memang engkau telah menjadi kaki tangannya orang-orang Boan itu?!”

Mendengar pertanyaan dan cacian-cacian yang menyindir langsung kepadanya, pengemis berjenggot putih itu tetap saja membawa sikap yang agung dan tidak memperlihatkan perasaan gentar.

Malah, pengemis berjenggot putih telah mendengus memperdengarkan suara tertawa dingin, katanya: “Tenang! Tenang! Kalian tokh belum lagi mendengar seluruh perkataan dan pernyataanku? Bagaimana mungkin aku mengutarakan pendapat dan saranku, jika baru berkata sampai di situ saja kalian telah menimbulkan kegaduhan seperti ini?!”

“Cepat katakan, apa saranmu! Jika memang saranmu yang di luar dari kepantasan engkau harus dihukum!” teriak beberapa orang pengemis dari golongan lima karung dengan nada yang tetap gusar.

“Ya, jika memang saranmu itu menganjurkan kami agar berkhianat, maka engkau harus dihukum!”

“Katakan!”

“Ayo katakan!”

Begitulah para pengemis itu jadi ramai sekali berteriak-teriak dengan suara mengandung kegusaran.

Akan tetapi pengemis tua berjenggot tersebut tetap saja tenang-tenang dengan sikapnya yang angkuh dan keagung-agungan, katanya,

“Hemm, jika memang kalian ingin menghukum aku, itu pun tidak menjadi sebab untuk aku batal menyebutkan saranku! Aku akan mengemukakan semua saran dan pendapatku, demi kebaikan Kay-pang secara menyeluruh!

“Perkumpulan Kay-pang bukan perkumpulan kecil, dalam Kay-pang terdapat ribuan, bahkan puluhan sampai ratusan ribu anggota, yang semua keselematannya berada di tangan para pemimpinnya! Jika memang para pemimpinnya membimbingnya ke arah yang salah dan sesat, yang bisa menghancurkan Kay-pang, keselamatan mereka terancam!”

Berkata sampai di situ, kembali pengemis tua berjenggot putih itu telah menyapu ke sekeliling tempat tersebut dengan sorot mata yang sangat tajam sekali.

“Engkau tidak perlu menggunakan alasan-alasan apapun juga. Jika memang kau menganjurkan agar kami menghianati negara kami, dan engkaupun terbukti berkhianat, maka engkau harus dihukum seberat-beratnya!” teriak beberapa orang pengemis golongan tua dengan marah.

“Ya, dia telah berkhianat!” teriak beberapa orang pengemis lainnya.

“Hukum pengkhianat!' teriak yang lainnya dengan suara yang ramai dan berisik.

“Ya, hukum! Hukum!” teriak yang lainnya.

Dalam waktu sekejap mata saja, telah timbul keributan di tempat tersebut, karena memang waktu itu terlihat betapapun juga para pengemis itu menaruh kecurigaan kepada pengemis tua berjenggot putih itu telah berkhianat.

Didengar dari perkataannya jelas pengemis tua berjenggot putih tersebut seperti juga memihak, kepada pemerintahan penjajah.

Walaupun menghadapi situasi seperti itu, tampaknya pengemis tua berjenggot putih itu tetap tenang. Dia menoleh kepada Yeh-lu Chi, dengan sorot mata yang tajam sekali dia bertanya: “Bagaimana Pangcu, apakah tecu boleh meneruskan saran tecu ini?!”

Yeh-lu Chi yang melihat keadaan telah berobah menjadi ribut seperti itu, segera mengangkat tangannya. Seketika keadaan jadi sirap dan tenang kembali.

“Baik! Kau katakanlah apa saranmu itu!” kata Yeh-lu Chi. “Akan tetapi, seperti saudara-saudara kita telah kemukakan, jika saja memang saran yang kau berikan itu sengaja membujuk kami agar berkhianat kepada tanah air sendiri dan juga memihak kepada pihak penjajah orang-orang Boan itu, hemmmm, tentu saja Kay-pang harus memutuskan menghukum seberat-beratnya anggota yang memiliki hati bercabang seperti itu.....!”

Setelah berkata seperti itu, Yeh-lu Chi mengangkat tangannya, katanya lagi: “Dengarlah wahai seluruh anggota Kay-pang! Berikanlah kesempatan orang ini bicara! Mungkin juga sarannya merupakan saran yang baik, kita harus mendengarkannya dulu, baru nanti mempertimbangkannya sebaik mungkin!”

Karena pangcu mereka telah meminta agar mereka tenang dan tidak menimbulkan keributan, membiarkan dan memberikan kesempatan kepada pengemis tua tersebut bicara guna mengemukakan sarannya, maka para pengemis itupun berdiam diri.

Di saat itu pengemis tua tersebut telah mendehem beberapa kali, barulah kemudian dia berkata dengan suara yang nyaring, sama sekali dia tidak memperlihatkan perasaan jeri.

“Sesungguhnya apa yang diinginkan oleh kita dari Kay-pang, tentunya kesejahteraan rakyat di seluruh negeri! Dan tentunya tujuan dan cita-cita seperti itu milik dari semua orang gagah!

“Jika kita menyaksikan dapat melihat bukti, bahwa rakyat berangsur-angsur dapat hidup lebih baik dan makmur, walaupun negeri berada di tangan bangsa asing. Mengapa pula kita harus terlalu meributkan? Bukankah hal itu hanya akan memancing keributan-keributan belaka dan bentrokan dengan pihak kerajaan, sehingga jika terjadi bentrokan yang lebih keras lagi, rakyat juga yang akan bersengsara......!”

Yeh-lu Chi mendengus perlahan, hatinya semakin tidak menyukai pengemis tua tersebut yang tidak diketahuinya duduk di dalam cabang perkumpulan daerah mana. Dengan demikian Yeh-lu Chi juga memperhatikan baik-baik pengemis tua tersebut, waktu dia tengah berkata-kata seperti itu.

Sedangkan pengemis tua tersebut telah menyapu sekitar tempat itu dengan sorot mata yang sangat tajam, juga telah memandang kepada semua pengemis dengan sinar mata yang memancar bengis. Sama sekali tidak terlihat perasaan jeri sama sekali pada dirinya, walaupun semua pengemis yang berkumpul di tempat itu memandangnya dengan sorot mata membenci dan juga penuh amarah.

Setelah berdiam diri sejenak, barulah pengemis tua tersebut berkata lagi dengan suara yang lebih nyaring,

“Dan kalian dengarlah, jika memang kalian bersikeras dan tidak mau mengambil sikap yang bijaksana, sehingga pihak kerajaan mengambil tindakan keras terhadap Kay-pang, siapa yang akan rugi? Memang kita dari sekian banyak tokoh-tokoh Kay-pang dapat menyelamatkan diri dengan mengandalkan kepandaian yang dimilikinya. Akan tetapi bagaimana nasib anggota Kay-pang, yang mulai dari tingkatan satu karung, dua karung, tiga karung dan empat karung, di mana kepandaian mereka tentunya masih lemah dan rendah, dan tentu mereka yang akan bercelaka!”

Terdengar suara yang riuh karena para pengemis itu telah meluap kemarahannya waktu orang tua berjenggot yang merupakan pengemis tua yang tidak diketahui asal usulnya tersebut berkata sampai di situ.

“Walaupun kami harus membuang jiwa, kami rela, jika memang orang-orang Boan itu bisa diusir dari daratan Tiong-goan!” teriak beberapa orang pengemis.

“Ya, kami bersedia buat mati demi negara dan tanah air!” teriak yang lainnya.

“Kami akan memperjuangkan kebebasan tanah air kami, agar tidak selamanya dijajah!” teriak pengemis-pengemis yang lainnya dengan suara yang bareng. “Walaupun kami harus menebusnya dengan jiwa kami, akan tetapi kami rela!”

Begitulah, masih banyak lagi pengemis-pengemis lainnya yang berteriak-teriak dengan suara yang berisik sekali penuh amarah.

Sedangkan Yeh-lu Chi berusaha menenangkan mereka.

Dari rombongan pengemis golongan enam karung, rupanya ada yang sudah tidak bisa membendung hawa amarahnya, karena dari rombongan itu telah melompat ke arah si pengemis tua tersebut seorang pengemis berusia empatpuluh tahun lebih.

Dengan muka yang merah padam karena marah yang tidak bisa dibendung lagi, pengemis tersebut telah membentak: “Siapa kau sebenarnya?! Aku yakin, kau tentunya bukan anggota Kay-pang, di mana kau hanya menyamar belaka.....!”

Mendengar perkataan pengemis tersebut, pengemis tua itu telah tertawa tawar, sikapnya tetap tenang dan sabar, sama sekali dia tidak menjadi marah atau menjadi takut. Malah jawabnya: “Lho, aku biasa dipanggil dengan sebutan Cing Pang An!”

“Hemmm, kau berasal dari cabang daerah mana?!” tegur pengemis itu lagi.

Pengemis tua itu, Cing Pang An, tidak segera menyahuti, bola matanya memain beberapa kali berputar-putar, tampaknya dia jadi mendongkol sekali.

“Melihat engkau membawa enam karung tentunya kedudukanmu masih satu tingkat di bawah kedudukanku! Apa yang termuat di dalam larangan dan pantangan Kay-pang? Salah satu dari larangan itu adalah bersikap kurang ajar terhadap yang tingkatannya lebih tinggi dan lebih tua! Pantaskah sikapmu ini terhadapku? Seharusnya, jika memang kita mematuhi peraturan yang terdapat di dalam Kay-pang, engkau harus dihukum berat sekali!”

Mendengar perkataan Cing Pang An, pengemis berkarung enam itu telah tertawa dingin.

“Aku tidak percaya bahwa engkau adalah anggota Kay-pang, tentu engkau orangnya Kaisar Boan itu, yang tengah menyamar sebagai pengemis!” Setelah berkata begitu. tampak pengemis berkarung enam itu melangkah mendekati, maksudnya ingin menyerang kepada Cing Pang An.

Akan tetapi Cing Pang An membawa sikap yang tenang sekali, katanya: “Sebelum kau memperlihatkan kekurang ajaranmu lebih jauh, sekarang katakanlah siapa namamu?”

“Hemmmm, aku dipanggil Kay Som Song!”

Dan setelah menyahuti seperti itu, Kay Som Song mengeluarkan bentakan, ke dua tangannya juga bergerak dengan cepat sekali, karena jarak mereka memang terpisah tidak jauh.

Sedangkan Cing Pang An tidak bergerak dari tempat berdirinya, dia hanya mengawasi saja datangnya serangan dari Kay Som Song. Tampaknya dia tidak memandang mata terhadap serangan lawannya.

Kay Som Song sendiri memperoleh kenyataan seperti ini jadi tambah murka, karena dilihatnya pengemis tua Cing Pang An bagaikan tidak memandang sebelah mata padanya. Dia telah mengempos semangatnya, tenaga serangannya itu semakin hebat dan kuat. Angin serangan yang menderu-deru menyambar kepada Cing Pang An, dan di waktu itu terlihat betapa Kay Som Song mengincar hulu hati sebagai sasarannya.

Dalam keadaan seperti itu, Cing Pang An menggerakkan tangan kirinya, dia menangkis seenaknya tanpa menggeser kedudukan ke dua kakinya.

Sepasang tangan itu saling bentur, bahkan benturan tersebut terjadi sangat kuat sekali. Terlihat tubuh Kay Som Song telah terhuyung mundur, bagaikan terdorong oleh suatu kekuatan yang tidak tampak.

Di saat mana Cing Pan An, tidak tinggal diam, dia telah membarengi menghantam dengan telapak tangannya.

Kay Som Song pun tidak berani lengah dari berayal, sebab dia menyadarinya, jika saja dia berlaku lambat, niscaya akan membuat dirinya terluka parah. Karena dari itu, cepat-cepat dia menangkis dengan ke dua tangannya namun kedudukan ke dua kakinya belum lagi bisa tetap, karena dari itu walaupun dia menangkis sepenuh tenaga, tokh tenaga tangkisan itu hanya sebesar enam bagian tenaga lweekangnya belaka.

Kembali terdengar benturan yang keras di antara tangan Kay Som Song dengan tangan Cing Pang An. Tenaga bentrokan tersebut telah menyebabkan tubuh Kay Som Song terpental lagi.

Cing Pang An segera menyerang pula. Akan tetapi baru saja dia menggerakkan tangannya buat menghantam, di waktu itu Yeh-lu Chi telah membentak: “Tahan......!”

Cing Pang An tidak meneruskan serangannya, dia telah menahan meluncur tangannya, karena dia tidak berani melanggar cegahan dari Pangcu Kay-pang tersebut. Alasannya, jika saja dia membandel, tentu Pangcu Kay-pang itu akan perintahkan tokoh-tokoh Kay-pang buat menghadapinya guna mencegahnya dengan kekerasan.

“Dia yang telah mencari-cari urusan denganku, Pangcu!” kata Cing Pang An dengan suara aseran. “Hemmm, di dalam rapat besar kita ini ternyata masih terdapat anggota Kay-pang yang ingin main hakim sendiri, padahal yang di sini terdapat Pangcu Kay-pang, dan alangkah memalukan sekali tindakannya itu.....!”

Mendengar ejekan dari Cing Pang An, muka Kay Som Song berobah merah padam, dia gusar bukan main dan sebenarnya dia ingin menerjang lagi. Jika saja tidak dilihatnya Yeh-lu Chi telah menggerakkan tangan kanannya, mengisyaratkan agar dia tidak menerjang lebih jauh.

“Dengarlah!” kata Yeh-lu Chi. “Sebenarnya Kay Som Song tidak bisa dipersalahkan, karena kau sendiri tidak diketahui dengan jelas berasal dari cabang Kay-pang daerah mana, sehingga Kay Som Song bermaksud buat membuktikan bahwa engkau memang benar-benar anggota Kay-pang.....!”

Mendengar perkataan Yeh-lu Chi, muka Cing Pang An berobah, dia mendengus dua kali, katanya: “Jika memang keputusan Pangcu seperti itu, tampaknya Pangcu pilih kasih dan berat sebelah!”

“Mengapa kau bisa berkata begitu?!” tanya Yeh-lu Chi sambil mengerutkan alisnya.

“Karena Pangcu tidak mendengar sampai habis dulu keterangan dan saranku, malah telah membenarkan orang menimbulkan keonaran disini, di dalam rapat besar kita yang tengah diselenggarakan!”

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar