Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 24 - Pamanku, Cintaku
Kao Liang lalu keluar dan tak
lama kemudian pintu itu terbuka kembali dan masuklah seorang wanita cantik ke
dalam kamar itu.
Sejenak mereka berpandangan
ketika wanita itu berdiri di tengah kamar. Wajah Kian Lee sebentar pucat sebentar
merah ketika dia memandang wajah cantik yang selama ini sukar untuk
dilupakannya itu, wajah wanita satu-satunya di dunia ini yang pernah
mencengkeram hatinya, yang telah merampas cinta kasihnya akan tetapi juga yang
kemudian menghancurkan hatinya karena wanita ini tidak mungkin menjadi
jodohnya. Dia sama sekali tidak mengira bahwa Ceng Ceng akan memasuki kamarnya.
Kau... kau.... Ceng Ceng....?!
Dia berkata lemah dan gugup, lirih seperti bisikan saja.
Sejenak hati Ceng Ceng seperti
diremas oleh rasa haru. Dia tahu apa yang terjadi di dalam hati pemuda perkasa
ini. Melihat betapa pemuda ini demikian kurus dan pucat, dan wajahnya tampan
itu jelas membayangkan banyak penderitaan batin, dia merasa terharu karena
merasa bahwa dialah yang berdosa telah mengecewakan hati pemuda yang amat baik
ini. Dari pandang mata Kian Lee, dia dapat mengukur isi hatinya dan makin perih
rasa hatinya melihat betapa besar sinar kemesraan dari cinta kasih masih saja
terpancar dari sepasang mata itu yang kini memandangnya.
Paman....!! Cepat Ceng Ceng
menghampiri pembaringan dan menjatuhkan diri berlutut di depan Kian Lee yang
duduk di atas pembaringan. Keponakanmu Ceng Ceng memberi hormat dan
mengharapkan kesembuhan bagimu, Paman Suma Kian Lee.!
Eh.... eh...., Ceng Ceng, bangunlah....!!
Kian Lee berseru gugup. Haha, hampir saja aku lupa bahwa engkau adalah
keponakanku! Ceng Ceng, bangunlah dan duduklah di atas bangku itu....!
Mendengar ini, barulah Ceng
Ceng bangkit dan duduk di atas bangku, mukanya menjadi merah sekali, mungkin
karena dia berlutut tadi demikian anggapan Kian Lee, padahal wanita ini dengan
sekuat tenaga menahan air matanya. Hati Ceng Ceng menjadi lega melihat pemuda
itu kini memandangnya tidak seperti tadi lagi, bahkan ada senyum di bibir
pemuda itu. Sejenak mereka saling berpandangan. Terima kasih, Ceng Ceng, terima
kasih atas kunjungan ini dan sikapmu yang ramah. Bagaimana keadaanmu? Mana,
suamimu dan apakah engkau kini telah menjadi seorang ibu yang baik?!
Ceng Ceng mengangguk-angguk
lalu bangkit berdiri, menghampiri pembaringan. Paman, keadaan kami baik-baik
saja dan kami telah mempunyai seorang anak laki-laki. Akan tetapi biarlah kita
bicara tentang hal itu kelak saja karena aku datang mendengar engkau terluka
parah dan aku ingin mengobatimu, Paman.!
Kian Lee tersenyum. Aku sudah
sembuh, Ceng Ceng, setidaknya, sudah hampir sembuh berkat pengobatan Sai-cu
Kai-ong.!
Aku tahu, Paman, aku sudah
mendengar penuturan orang tua itu dan Paman Kian Bu, akan tetapi selama ini aku
memperdalam ilmu pengobatan dengan penggunaan sinkang dan kim-ciam (jarum emas)
dari guru suamiku.!
Dewa Bongkok dari Istana Gurun
Pasir?!
Ceng Ceng hanya mengangguk.
Hebat sekali!!
Marilah kuperiksa keadaanmu,
Paman. Harap kau suka rebah terlentang,! kata Ceng Ceng dan Kian Lee tidak membantah,
lalu dia rebah terlentang dan hanya memandang ketika dengan cekatan jari-jari
tangan itu menanggalkan semua kancing bajunya sehingga tubuhnya bagian atas
telanjang. Dengan teliti dari halus, jari-jari tangan Ceng Ceng memeriksa dada
dan sekitarnya, menekan sana-sini, meraba sana-sini, dipandang dengan sinar
mata penuh keharuan oleh Kian Lee.
Dia merasa amat terharu
melihat betapa wanita yang selama bertahun-tahun ini dirindukannya, membuat dia
merana, kini memeriksanya dengan sikap begitu lembut dan teliti, membuatnya
teringat benar bahwa wanita ini adalah keponakannya sendiri! Kian Lee yang
melihat betapa wanita yang selama ini merampas semangat hidupnya itu
memeriksanya, wajahnya demikian dekat sehingga dia melihat wajah itu
sejelasnya, merasakan benar kehadirannya, dan merasakan betapa jari-jari itu
dengan amat teliti memeriksanya, memejamkan mata dan merasa malu kepada diri
sendiri mengapa dia tidak mau melihat kenyataan bahwa wanita ini adalah
keponakannya, masih ada hubungan darah daging dengan ibunya sendiri, cucu dari
ibunya!
Kini jari-jari yang cekatan
itu mengancingkan kembali bajunya dan terdengar Ceng Ceng berkata, Seperti yang
telah kuduga, Paman. Memang obat dari Sai-cu Kai-ong amat manjur dan telah
menyelamatkanmu dari bahaya, akan tetapi untuk dapat memulihkan kesehatan dan
tenagamu secara cepat dan tepat, kiranya hanya dapat dilakukan dengan bantuan
sinkang dari luar dan tusukan jarum emas. Dan mengingat bahwa engkau memiliki
dasar tenaga sinkang yang amat kuat, maka diperlukan tenaga yang jauh lebih
kuat darimu, dan untuk itu kiranya kalau aku menggabungkan tenagaku dengan
Paman Kian Bu, engkau akan dapat mudah tertolong sehingga cepat sembuh dan
pulih seperti biasa kembali.!
Kian Lee sudah bangkit duduk
dan memandang kepada Ceng Ceng sambil tersenyum. Sungguh bahagia mempunyai
seorang keponakan seperti engkau, Ceng Ceng. Dan tentu saja aku suka sekali
dapat segera sembuh dan kuat mengingat banyaknya persoalan yang kuhadapi.!
Ceng Ceng lalu membuka daun
pintu dan memanggil masuk Suma Kian Bu dan Sai-cu Kai-ong. Kedua orang itu
bergegas masuk dan kepada mereka Ceng Ceng lalu menceritakan hasil
pemeriksaannya. Harap Sai-cu Kai-ong suka memaafkan kelancanganku. Pengobatanmu
memang luar biasa sekali dan engkau telah menyelamatkan nyawa Paman Kian Lee,
akan tetapi untuk dapat memulihkan kesehatan dan tenaga secara cepat,
pengobatan dengan mengandalkan ramuan obat itu kurang cepat. Paman Kian Lee
terluka oleh pukulan sinkang, maka pengobatan satu-satunya yang tepat dan cepat
hanyalah dengan penggunaan sinkang pula, dibantu dengan penusukan jarum emas
untuk menahan dan membuka jalan-jalan darah tertentu.!
Sebagai seorang ahli
pengobatan, Sai-cu Kai-ong mengangguk-angguk. Sayang aku tidak pandai ilmu
tusuk jarum, dan tentang pengobatan dengan sinkang, siapakah yang mampu
menembus tubuh Kian Lee yang penuh dengan sinkang amat kuat itu?!
Aku akan menggabungkan
tenagaku dengan Paman Kian Bu, Kai-ong, dan tentang penggunaan jarum emas,
kebetulan sekali aku telah mempelajarinya dari guru suamiku.!
Bagus sekali kalau begitu!!
Sai-cu Kai-ong berseru girang dan kagum. Juga Kian Bu merasa girang sekali dan
cepat-cepat dia membantu Ceng Ceng membuka baju Kian Lee, kemudian pemuda itu
duduk bersila di atas pembaringan. Ceng Ceng lalu mengeluarkan empat batang
jarum emas. Dengan gerakan hati-hati namun cekatan, dia lalu menancapkan
jarum-jarum itu pada dahi di antara kedua mata, di tengkuk, dan di kedua pundak
Kian Lee yang sama sekali tidak merasakan nyeri. Kemudian, Ceng Ceng menyuruh
Kian Bu duduk bersila di belakang Kian Lee, sedangkan dia sendiri duduk bersila
di depan pemuda yang diobati itu, kemudian mereka berdua mengulur lengan,
menempelkan telapak tangan di punggung dan dada Kian Lee menurut petunjuk Ceng
Ceng. Mulailah mereka mengerahkan tenaga sinkang mereka dari pusar, sesuai
dengan petunjuk nyonya muda yang lihai itu.
Di dalam Kisah Sepasang
Rajawali telah dituturkan bahwa sebelum menjadi isteri Kao Kok Cu, Ceng Ceng
pernah menjadi murid Ban-tok Mo-li, seorang nenek iblis ahli racun yang amat
lihai dalam hal ilmu terrtartg racun dan dari nenek ini Ceng Ceng telah
mempelajari ilmu-ilmu yang mujijat tentang segala macam racun yang dipergunakan
oleh dunia persilatan. Tentu saja, selain pandai menggunakan racun, dia pandai
pula mengobati segala macam penyakit akibat racun. Setelah dia menjadi isteri
Kao Kok Cu, melihat keahliannya ini. Dewa Bongkok Bu Beng Lojin dari Istana
Gurun Pasir lalu menurunkan pelajaran ilmu pengobatan dari golongan putih yang
mempergunakan sinkang dan jarum emas untuk mengubah keahlian yang berdasarkan
ilmu kaum sesat itu menjadi ilmu yang bersih pula.
Karena hawa pukulan yang
melukai tubuh Kian Lee adalah penggabungan antara tenaga yang sifatnya panas
dan dingin seperti yang dilatih oleh Kian Bu, maka cara pengobatannya juga
menyalurkan dua macam tenaga. Ceng Ceng menyuruh Kian Bu menggunakan inti
tenaga Swat-im Sin-ciang sedangkan dia sendiri mempergunakan sinkang yang
berhawa panas. Dengan dua macam hawa sakti itu, mereka berdua mengalirkan
tenaga mereka ke dalam tubuh Kian Lee. Dan jarum-jarum emas itu melakukan
tugasnya untuk mencegah masuknya hawa-hawa yang amat kuat ini ke bagian-bagian
tertentu yang lemah dan untuk mengurung tenaga sinkang Kian Lee sendiri agar
jangan bangkit melakukan perlawanan.
Terasalah oleh Kian Lee betapa
tubuhnya disusupi dua macam hawa yang amat dingin dan amat panas, dua hawa yang
saling bertentangan dan yang mula-mula membuat tubuhnya kadang-kadang menggigil
kedinginan dan kadang-kadang berkeringat kepanasan, akan tetapi lambat-laun dua
tenaga itu seperti dapat bersatu dan membuat dia merasa nyaman sekali. Tanpa
disadarinya, Kian Lee tertidur dan melihat ini, Ceng Ceng memberi tanda kepada
Kian Bu untuk perlahan-lahan menarik kembali tenaganya. Kemudian nyonya muda
ini dibantu oleh Kian Bu merebahkan Kian Lese yang pulas itu ke atas
pembaringan setelah dia mencabuti kembali empat batang jarum emas tadi.
Biarkan dia tidur. Pengobatan
ini diulang sekali lagi dan dia akan sembuh sama sekali,! kata Ceng Ceng
setelah mereka semua meninggalkan kamar itu dan menutupkan daun pintunya. Bukan
main girangnya hati Kian Bu mendengar ini. Dia memegang tangan Ceng Ceng,
mengepalnya erst-erat dan berkata, Terima kasih, engkau benar-benar keponakanku
yang amat hebat!! katanya. Ceng Ceng hanya tersenyum akan tetapi merasa betapa
matanya menjadi basah.
Sambil menanti sehari semalam
lamanya untuk mengobati Kian Lee lagi, mereka semua bercakap-cakap di ruangan
tamu yang luas. Kesempatan ini mereka pergunakan untuk saling menceritakan
pengalaman mereka dan tentu saja masing-masing menjadi terkejut, marah,
penasaran dan berduka sekali ketika mendengar malapetaka yang menimpa diri
masing-masing. Bekas Jenderal Kao mengepal tinju dan matanya yang lebar
terbelalak.
Brakkk!! Untung meja itu tidak
pecah oleh hantaman tinjunya ketika orang tua ini dengan gemas menampar dengan
tangannya ke atas meja di depannya. Jahanam manakah berani menculik cucuku?
Aihhh, jangan-jangan cucuku itu bukan diculik orang melainkan pergi sendiri dan
hilang seperti yang dialami oleh ayahnya di waktu kecil?!
Ceng Ceng menggeleng
kepalanya. Tidak, Ayah. Kami berdua sudah menyelidiki dan beberapa kali kami
menemukan jejak Cin Liong diajak seseorang. Akan tetapi anehnya, orang yang
mengajaknya itu selalu berganti-ganti sehingga kami menjadi bingung dan sampai
sekarang kami berdua belum berhasil menemukannya.! Nyonya muda itu mengusap air
mata yang menetes turun. Betapapun gagahnya Ceng Ceng, namun sebagai seorang
ibu, tentu saja hatinya seperti disayat-sayat oleh kekhawatiran kalau dia nengingat
akan puteranya yang hilang.
Kini tiba giliran Kao Liang
menceritakan tentang keadaannya yang dipecat atau istilah halusnya dipensiun
dan betapa ketika dia sekeluarga hendak pulang ke kampung halaman, di tengah
jalan terjadi malapetaka sehingga harta bendanya dicuri orang dan semua
anggauta keluarganya diculik orang.
Ehhh....!! Kini Ceng Ceng yang
bangkit berdiri dengan muka pucat. Siapakah mereka yang begitu jahat?!
Dia duduk kembali dan
mendengarkan penuturan ayah mertua dan dua orang adik iparnya itu dan dia
menggeleng-geleng kepala ketika mendengar betapa ayah mertuanya dan dua orang
adik iparnya pernah menyangka keluarga Pulau Es yang melakukannya, bahkan
mereka pernah menyerang Suma Kian Lee dan Suma Kian Bu karena mengira bahwa
mereka inilah yang melakukan semua kejahatan terhadap keluarga mereka.
Akan tetapi, baru kemarin kami
bertemu dengan Sicu Suma Kian Bu dan kami sadar bahwa bukan mereka yang
melakukannya, bahkan mereka berjanji hendak membantu kami.! Kakek itu menutup
penuturannya sambil menarik napas panjang.
Ceng Ceng mengerutkan alisnya.
Memang tidak mungkin kalau kedua orang Paman Suma yang melakukan kejahatan
seperti itu. Ayah, kini timbul dugaanku bahwa sangat boleh jadi hilangnya Cin
Liong ada hubungannya dengan penculikan terhadap keluarga kita itu!!
Ahhh....!! Kao Liong dan dua
orang puteranya berseru kaget.
Saya dan puteramu telah
mengunjungi semua orang yang agaknya dipandang sebagai orang-orang yang
memusuhi Istana Gurun Pasir, akan tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang
melakukan penculikan atas diri Cin Liong. Oleh karena itu, agaknya hanya
orangorang yang memusuhi Ayah saja yang akan melakukannya, tahu bahwa Cin Liong
adalah cucu Ayah. Mengingat akan kedudukan Ayah dahulu, tentu banyak sekali
orang-orang yang memusuhi Ayah.!
Ahhh.... kiranya benar
dugaanmu itu, mantuku. Benar sekali! Bahkan tempo hari kami bertiga pun hampir
celaka oleh puteri mendiang pemberontak Kim Bouw Sin. Sama sekali tidak pernah
kusangka-sangka sebelumnya bahwa Kim Bouw Sin meninggalkan seorang anak yang
kini hendak membalaskan kehancuran keluarganya kepadaku. Mungkin.... mungkin
sekali musuh-musuhku yang selain melakukan penculikan atas diri keluarga kita
juga telah menculik anakmu. Akan tetapi siapa? Para penjahat dan pemberontak
yang jatuh olehku ketika aku masih menjadi panglima begitu banyak, ratusan,
mungkin ribuan. Kemana kita harus menyelidiki?!
Saya dan Kok Cu koko berjanji
akan bertemu di Pao-ting sepekan lagi. Mari kita berunding dengan dia untuk
mengambil keputusan.!
Girang sekali hati ayah dan
dua orang puteranya itu mendengar bahwa dalam waktu sepekan lagi mereka dapat
bertemu dengan Kao Kok Cu karena hanya kepada pendekar inilah mereka
menggantungkan harapan. Mereka lalu meneruskan percakapan, menceritakan
pengalaman masing-masing.
Sementara itu, atas kemauannya
sendiri yang keras, Hweee Li minta agar dia diperkenankan menjaga Kian Lee di
kamarnya. Sai-cu Kai-ong dan Kian Bu tidak bisa melarang gadis yang keras
kepala ini sehingga akhirnya dia diperkenankan menjaga Kian Lee di dalam
kamarnya, ditemani oleh Kian Bu. Adapun Sai-cu Kai-ong sendiri sibuk memasak
obat karena dia hendak memberi kesempatan kepada Ceng Ceng dan ayah mertuanya
untuk bercakap-cakap urusan kekeluargaan mereka yang tentu saja tidak boleh
dicampuri atau didengarkan oleh orang luar. Siauw Hong membantu gurunya ini
dengan tekun.
Pada keesokan harinya, kembali
Ceng Ceng dan Kian Bu mengerahkan sinkang mengobati Kian Lee yang ternyata
benar saja sudah hampir sembuh sama sekali setelah menerima pengobatan pertama
itu. Dibantu pula dengan obat-obat Sai-cu Kai-ong, maka setelah pengobatan ke
dua yang dilakukan Ceng Ceng dibantu oleh Kian Bu, maka boleh dibilang keadaan
Kian Lee sudah pulih kembali! Dia sudah sehat kembali, juga tenaganya sudah
pulih dan hanya tubuhnya saja masih kurus dan mukanya masih agak pucat. Namun,
dia telah sembuh sama sekali!
Tentu saja Kian Bu girang
bukan main. Demikian pula Sai-cu Kai-ong menjadi girang dan raja pengemis ini
lalu memerintahkan para muridnya untuk mempersiapkan masakan dan minuman karena
dia hendak menjamu para tamu yang terhormat itu. Semua orang bergembira dan
mengucapkan selamat kepada Kian Lee yang tersenyum dengan wajah cerah di antara
mereka yang mengelilingi meja perjamuan yang besar dan penuh dengan masakan dan
minuman.
Terima kasih.... terima
kasih,! kata Kian Lee dengan terharu setelah dia minum arak menyambut ucapan
selamat mereka. Terutama sekali terima kasih kuhaturkan kepada Paman Yu Kong
Tek yang berjuluk Sai-cu Kai-ong yang telah menyelamatkan saya. Terima kasih
kepada keponakan saya Ceng Ceng yang telah mempercepat kesembuhan saya dengan
kepandaiannya yang tinggi, dan juga kepada Nona Hwee Li yang telah membantu
adik saya memperoleh jamur panca warna. Kepada Paman Kao Liang dan kedua
Saradara Kao, saya juga berterima kasih atas kunjungan mereka.!
Semua orang tersenyum dan
merendahkan diri. Kemudian Kian Bu berkata, Kita merupakan sekelompok orang
yang masih ada hubungan, baik hubungan keluarga atau persahabatan. Bahkan Paman
Yu Kong Tek ini adalah keturunan dari keluarga yang sejak dahulu bersahabat
dengan keluarga Suling Emas yang tidak dapat dipisahkan dengan riwayat keluarga
kami. Oleh karena itu, mengingat bahwa kita semua telah mengenal riwayat
masing-masing, sukalah kiranya Paman Yu menceritakan riwayatnya, dan riwayat
tempat kuno yang seperti benteng ini.!
Sai-cu Kai-ong teringat akan
janjinya kepada dua saudara Suma bahwa dia akan memperlihatkan bangunan seperti
istana peninggalan nenek moyangnya itu, maka dia lalu menghela napas panjang
dan berkata, Memang, tempat ini dahulunya merupakan istana-istana dari nenek
moyang saya yang menjadi raja pengemis dan terkenal di seluruh dunia pengemis.
Akan tetapi sekarang tinggal bekas-bekasnya saja karena saya lebih senang
menyembunyikan diri di sini bersama beberapa orang murid dan dilayani oleh
mereka yang masih setia kepada keluarga saya. Semenjak ratusan tahun yang lalu,
nenek moyang saya terkenal sebagai keluarga pendekar besar pendiri perkumpulan
Khong-sim Kai-pang. Apalagi ketika berada di bawah pimpinan kakek besar saya Yu
Siang Ki, Khong-sim Kai-pang menjadi makin terkenal sebagai perkumpulan
pengemis yang hanya menggunakan pakaian pengemis sebagai tanda kesederhanaan,
sebagai para pengikut pelajaran Buddha yang suci, hldup sederhana untuk diri
sendiri tanpa banyak keinginan, akan tetapi selalu mempergunakan ilmu warisan
keluarga untuk membela yang lemah tertindas dan menentang yang kuat jahat. Akan
tetapi saya.... ah, setelah tua saya kehilangan semangat, bahkan tidak suka
mencampuri urusan dunia lagi, hidup tenang dan sunyi di tempat ini sampai
datang utusan dari kaisar yang memaksa saya berangkat memimpin pasukan ke
Ho-nan untuk menyelamatkan Pangeran Yung Hwa.! Dengan singkat dia lalu
menceritakan tentang tugasnya itu di mana dia bertemu dengan Suma Kian Bu dan
Suma Kian Lee dan betapa Pangeran Yung Hwa telah berhasil diselamatkan dan kini
telah dengan aman kembali ke istana.
Setelah secara singkat
menceritakan riwayat nenek moyangnya yang didengarkan penuh perhatian oleh
semua orang, kakek itu lalu mengajak para tamunya untuk melihat-lihat keadaan
bangunan kuno yang seperti istana itu. Bangunan itu memang amat besar dan luas,
mempunyai banyak sekali ruangan-ruangan dan kamar-kamar dan di situ tergantung
banyak gambar orang-orang yang berpakaian pengemis namun kelihatan gagah
perkasa dan berwibawa. Itulah gambar-gambar dari para anggauta keluarga Yu dan
Sai-cu Kai-ong Yu Kong Tek memperkenalkan gambar-gambar itu kepada para
tamunya, siapa namanya, hidup di jaman apa dan bagaimana kedudukan masing-masing
di Khong-sim Kai-pang. Juga dia memperlihatkan kamar-kamar bersejarah yang
pernah dipakai oleh para nenek moyangnya, dan kamar-kamar itu dipergunakan
ketika mereka menjabat ketua perkumpulan Khong-sim Kai-pang. Semua kamar-kamar
ini dijaga oleh anak murid yang bertugas menjaga kebersihan kamar itu dan juga
menjaga agar jangan sampai kemasukan orang luar yang dapat mencuri benda-benda
kuno di dalam kamar itu.
Akhirnya Sai-cu Kai-ong
membawa mereka ke sebuah kamar yang besar indah dan angker, yang di pintunya
terjaga oleh empat orang pengemis. Melihat kamar ini lain daripada kamar yang
lain, lebih besar dan lebih megah, Hwee Li tak dapat menahan keinginan tahunya
dan bertanya, Kai-ong, kamar apakah ini?!
Inilah kamar dari leluhur
keluarga Yu yang langsung menurunkan saya,! kata kakek itu dengan wajah
sungguh-sungguh, Dan kamar ini ditempati secara turun-temurun oleh keluarga
yang menurunkan saya secara langsung. Mari, silakan Cu-wi masuk dan
melihat-lihat.!
Kamar itu memang megah dan
diatur seperti ruangan balairung istana, hanya bentuknya sederhana dan tidak
mewah seperti istana yang terhias oleh emas permata. Biarpun tidak mewah, namun
ruangan itu megah dan agung, membuat mereka yang masuk merasa kagum. Dinding
ruangan itu terhias sutera beraneka warna, dan selain terdapat tulisan-tulisan
indah yang menghias dinding, juga terdapat banyak gambar-gambar orang
tergantung rapi.
Itu adalah gambar-gambar dari
para leluhur saya yang pernah menjadi raja di perkumpulan kami,! Sai-cu Kai-ong
menerangkan dengan suara penuh hormat.
Hwee Li yang mendahului
orang-orang lain memandangi gambar-gambar itu, berhenti di depan sebuah gambar
dan memandang gambar itu dengan melongo penuh kagum. Gambar siapakah ini,
Sai-cu Kai-ong?! tanyanya. Tampan dan gagah sekali dia!!
Sai-cu Kai-ong dan semua
tamunya menghampiri Hwee Li. Ternyata gambar itu memperlihatkan seorang pria
muda yang berpakaian pengemis dan bertubuh jangkung, kepalanya memakai topi
pandan yang berhiaskan bunga mawar. Memang gambar itu memperlihatkan seorang
pria yang gagah perkasa dan tampan.
Dia adalah kakek besar saya
yang bernama Yu Siang Ki! kata Sai-cu Kai-ong dengan suara mengandung
kebanggaan. Dia adalah kebanggaan perkumpulan kami karena beliau yang
mengangkat nama Khong-sim Kai-pang ke tempat tinggi sehingga dihormati oleh
seluruh perkumpulan manapun juga. Beliau memimpin perkumpulan kami dengan adil
dan usahanya itu diteruskan oleh putera tunggal beliau yang bernama Yu Goan,
itulah gambarnya. Kakek besar Yu Goan itulah yang memperbaiki istana tua ini,
bahkan dia yang pertama-tama mengumpulkan semua harta benda pusaka di sini,
yang kami jaga terus-menerus dan turun-temurun. Dan deretan sana itu terdapat
gambar-gambar para sahabat leluhur saya.!
Hwee Li yang berjalan paling
dulu telah tiba di depan gambar yang berderet-deret di dinding sebelah kiri dan
dia berseru, Wah, dia ini lebih ganteng lagi! Siapakah dia?!
Ceng Ceng terpaksa tersenyum
karena pujian muridnya itu bukan keluar dari hati seorang wanita yang genit,
melainkan pujian yang keluar dari hati yang jujur dan tulus seperti watak
muridnya itu. Semua orang kini memandang gambar itu. Memang benar, pria yang
bertubuh tinggi besar itu dan berpakaian sastrawan itu amat ganteng, dan
tangannya memegang kipas.
Dia ini bukan orang
sembarangan, dan menjadi sahabat baik dari kakek besar saya Yu Siang Ki. Dia
bernama Kam Liong....!
Heeei.... bukankah itu
sebatang suling emas yang terselip di pinggangnya?! Hwee Li berseru heran
sambil menunjuk ke arah gambar pria ganteng itu. Kian Bu terkejut dan meneliti
dan semua orang kini memang melihat gambar suling yang terselip di pinggang
orang dalam gambar itu, suling yang berwarna kuning emas.
Memang benar,! kata Sai-cu
Kai-ong. Beliau ini adalah putera kesayangan dari pendekar sakti Suling Emas
yang termasyur itu. Tentu saja suling itu adalah senjata pusaka beliau yang
mengangkat nama beliau menjadi pendekar besar Suling Emas. Ketika masih muda,
beliau ini terkenal dengan sebutan Kam-taihiap, akan tetapi setelah tua, beliau
lebih terkenal lagi sebagai Kam-taijin, seorang menteri yang setia. Akan tetapi
sayang.... sayang beliau tewas dalam keadaan tidak begitu baik, mati sebagai
seorang pemberontak! Sai-cu Kai-ong menarik napas panjang.
Tidak!! Tiba-tiba Kian Lee
membantah. Beliau tewas sebagai seorang gagah perkasa dan beliau tetap seorang
menteri yang setia. Dia tewas karena fitnah seorang yang amat jahat, demikian
menurut penuturan ibuku! Kian Lee dan Kian Bu saling pandang dengan alis
berkerut, di dalam hati mereka merasa menyesal sekali kematian orang gagah keturunan
Suling Emas ini adalah akibat perbuatan keji dari kakek besar mereka sendiri,
yaitu Suma Kiat (baca cerita Istana Pulau Es)! Suma Kiat yang jahat itu
mempunyai anak yang lebih jahat lagi, seorang jai-hoa-cat (penjahat pemerkosa
wanita) bernama Suma Hoat, dan dari Suma Hoat inilah ayah mereka Suma Han
diturunkan. Sungguh amat tidak enak menghadapi gambar-gambar para orang-orang
besar keturunan keluarga gagah perkasa itu, yang mengingatkan betapa keluarga
Suma sejak dahulu amat jahat.
Sai-cu Kai-ong mengangguk-angguk.
Mungkin juga, karena aku sendiri pun selalu tidak percaya bahwa putera pendekar
sakti Suling Emas sampai bisa menjadi pemberontak. Senjata pusaka suling emas
itu selalu berada di tangan orang-orang gagah, sebuah senjata yang amat bagus,
ampuh dan luar biasa. Jarang ada orang berkesempatan melihat pusaka itu....!
Aku pernah melihatnya!!
Tiba-tiba Hwee Li berseru.
Sai-cu Kai-ong kembali
menghadapi Hwee Li setelah menoleh ke belakang, ke arah Siauw Hong yang sejak
tadi diam saja dan mengikuti rombongan itu melihat-lihat. Ah, benarkah itu,
Nona? Di mana?!
Tentu saja di tangan Sin-siauw
Seng-jin! Aku melihatnya beberapa bulan yang, lalu.!
Benarkah itu? Sin-siauw
Seng-jin adalah pewaris dari ilmu-ilmu keluarga Suling Emas. Dia adalah cucu
murid dari Gu Toan yang pernah menjadi pelayan setia dari Kam-taijin atau Kam
Liong itu. Gu Toan inilah yang mewarisi semua pusaka dan kitab-kitab ilmu yang
sakti dari keluarga Suling Emas, dan kemudian secara turun-temurun
pusaka-pusaka itu tiba di tangan Sin-siauw Seng-jin. Dimanakah Nona bertemu
dengan dia?!
Hwee Li menoleh kepada Kian
Bu. Kalau kau ingin tahu, Kai-ong, Kau tanyalah kepada Siluman Kecil ini!
Dialah orangnya yang pernah mencoba keampuhan suling emas yang ternyata tidak
berguna itu!!
Jangan sembarangan bicara!!
tiba-tiba terdengar suara bentakan dari belakang. Hwee Li menoleh dan ternyata
yang mengeluarkan suara membentak marah itu adalah Siauw Hong yang tadi
berlutut menghadap kepada gambar Kam Liong dan kini sudah bangkit berdiri.
Apa? Kau membentak-bentak aku,
heh? Kau bocah ini belum pernah dihajar rupanya!! Hwee Li sudah maju
menghampiri dan mengepal tinjunya sedangkan Siauw Hong juga sudah siap dan
memandang marah.
Siapapun tidak boleh menghina
kepada orang yang kami hormati dan junjung tinggi itu. Aku akan membelanya,
dengan nyawaku!! kata pula Siauw Hong, suaranya penuh kesungguhan sehingga Kian
Bu yang telah mengenalnya memandang dengan heran.
Hwee Li!! Tiba-tiba Ceng Ceng
membentak. Mundur kau dan hayo cepat kau minta maaf!!
Hwee Li masih mengepal tinju,
akan tetapi dia menoleh ke arah subonya dan sejenak dua orang wanita itu saling
mengukur! tenaga dengan pandang mata mereka. Akhirnya Hwee Li mengeluh pendek,
dan tersenyum, mata kirinya berkejap kepada subonya. Aku paling tidak kuat
kalau melihat Subo marah kepadaku....! lalu dia menoleh kepada Sai-cu Kai-ong
dan berkata, Kai-ong, harap kaumaafkan kelancanganku tadi, ya?! Dia sama sekali
tidak memandang kepada Siauw Hong dan sengaja minta maaf kepada Sai-cu Kai-ong.
Dasar gadis yang berhati keras seperti baja, mana dia mau mengalah dan minta
maaf kepada Siauw Hong yang dianggapnya masih bocah itu?
Akan tetapi, semua orang
merasa heran ketika Sai-cu Kai-ong menghadapi Siauw Hong dan berkata, Nona Kim
telah minta maaf, hendaknya dilupakan saja kata-kata tadi.! Dan Siauw Hong
mengangguk!.
Paman Yu, benarkah itu....
bahwa Sin-siauw Seng-jin adalah ahli waris yang tulen dari Suling Emas?! Kian
Bu bertanya sambil memandang tajam kepada Sai-cu Kai-ong.
Sai-cu Kai-ong
mengangguk-angguk. Benar! Ketika pendekar sakti Kam Liong sebagai menteri
dikeroyok oleh pasukan kerajaan dan sudah luka-luka parah, beliau berpesan
kepada pelayannya yang setia itu, Gu Toan, untuk melarikan semua pusakanya.
Kabarnya berkat bantuan manusia dewa Bu Kek Siansu sendiri akhirnya Gu Toan
dapat membawa jenazah pendekar Kam Liong dan jenazah muridnya she Ku, juga
membawa semua pusaka, kemudian memakamkan jenazah itu di kuburan keluarga
Suling Emas dan menjaga kuburan di sana. Sin-siauw Sengjin adalah keturunan Gu
Toan itu yang bertugas menjaga baik-baik semua pusaka, mempelajarinya agar
kelak dapat diserahkan kepada yang berhak, yaitu keturunan langsung dari
keluarga Kam, keluarga Suling Emas.!
Ah, mana mungkin itu?! Kian
Lee membantah. Menurut penuturan ayah, keluarga Kam dari pendekar Suling Emas
telah habis, berhenti hanya sampai kepada pendekar Kam Liong itu saja. Pendekar
Kam Liong tewas sebagai seorang menteri yang hidup menyendiri, tidak mempunyai
keluarga, tidak mempunyai isteri dan anak.!
Sai-cu Kai-ong kembali melirik
kepada Siauw Hong, lalu menarik napas panjang dan berkata, Memang demikianlah
yang diketahui orang. Dan tentu saja cerita Suma-taihiap Majikan Pulau Es itu
tidak salah, karena memang hal ini merupakan rahasia pribadi dari Menteri Kam
Liong. Beliau kematian isterinya dan tidak mempunyai anak. Sebagai seorang yang
berbakti kepada leluhurnya, tentu saja hal itu amat menyusahkan hatinya, karena
dia merupakan putera tunggal dari pendekar Suling Emas. Untuk menikah lagi, hal
itu berlawanan dengan hati nuraninya, maka untuk menyambung keturunan nenek
moyangnya, Menteri Kam Liong diam-diam memiliki seorang wanita baik-baik dari
antara para pelayannya. Dari wanita inilah dia memperoleh seorang putera....!
Ahhhhh....!! Kian Bu dan Kian
Lee berseru kaget dan heran.
Memang tidak ada yang tahu,
bahkan sungguh amat mengharukan sekali, mendiang Menteri Kam Liong sendiri
tidak mengetahuinya bahwa beliau mempunyai atau meninggalkan seorang keturunan,
seorang putera!! kata Sai-cu Kai-ong.
Eh, bagaimana pula itu?! Kian
Lee bertanya kaget.
Wanita yang diambilnya sebagai
selir untuk menyambung keturunan itu baru diambilnya beberapa bulan lamanya
sebelum beliau tewas sehingga beliau sendiri tidak tahu bahwa selir itu telah
mengandung ketika beliau tewas. Tidak ada yang tahu akan hal itu kecuali
pelayannya yang setia, yaitu Gu Toan. Karena khawatir kalau-kalau selir itu dan
keturunan Menteri Kam Liong akan dibunuh karena dianggap sebagai keturunan
pemberontak, maka selir itu lalu disingkirkan ke tempat aman oleh Gu Toan. Nah,
keturunan dari Gu Toan inilah yang selalu mengikuti perkembangan keturunan
tunggal itu dan sampai sekarang menjadi tugas Sin-siauw Seng-jin untuk
menyerahkan semua pusaka dan ilmu dari Suling Emas kepada keturunan itu.
Karena, hanya apabila terdapat keturunan langsung yang berbakat, barulah
ilmu-ilmu itu akan diserahkan kepada yang berhak, yaitu keturunan langsung dari
Pendekar Suling Emas. Dan putera selir itulah yang melanjutkan keturunan Suling
Emas, karena putera lain dari keluarga Kam, yaitu yang bernama Kam Han Ki, adik
sepupu Menteri Kam Liong, telalh menjauhkan diri dari keduniaan dan tidak
pernah mempunyai keturunan.!
Koai-lojin....! Kian Lee dan
Kian Bu berbisik. Mereka sudah mendengar cerita ayah mereka bahwa keluarga
Suling Emas yang bernama Kam Han Ki dan murid terutama dari Bu Kek Siansu,
hidup menyendiri dan setelah tua menjadi Koai-lojin yang sakti seperti dewa.
Ah, kalau begitu ada
keturunannya sekarang? Siapa dia....?! Kian Lee bertanya penuh keheranan dan
Kian Bu kembali memandang gambar dari laki-laki ganteng berpakaian sastrawan
membawa kipas dan suling emas itu.
Bukan menjadi hakku untuk
membuka rahasia orang lain. Hanya Sin-siauw Sengjin seorang yang berhak,! jawab
Sai-cu Kai-ong.
Kian Bu bengong memandang
gambar itu, terutama memandang ke arah kipas dan suling emas yang berada pada
pria di dalam gambar itu. Dia merasa bingung sekali. Manakah yang aseli
sebenarnya? Milik orang tuanya ataukah milik Sinsiauw Seng-jin? Ibunya, Puteri
Nirahai, memiliki sebatang suling emas yang juga dahulu katanya diterima dari
kakek Gu Toan, dun juga ibu Kian Lee, bekas ketua Pulau Neraka, Lulu, menerima
pusaka-pusaka peninggalan Suling Emas dari kakek Gu Toan. Akan tetapi sekarang
muncul keturunan kakek Gu Toan yang menyimpan semua pusaka itu!
Kian Bu, bagaimana engkau
sampai bertanding dengan Sin-siau Seng-jin?! Sai-cu Kai-ong bertanya, akan
tetapi yang ditanya masih bengong memandangi gambar itu. Ketika Sai-cu Kai-ong
hendak mendesak, tiba-tiba seorang muridnya tergopoh-gopoh masuk dan melaporkan
bahwa di luar lembah terjadi pertempuran antara orang-orang yang tidak dikenal.
Mendengar ini, Sai-cu Kai-ong berlari keluar diikuti oleh Suma Kian Lee, Ceng
Ceng, Hwee Li, Siauw Hong, bekas Jenderal Kao Liang dan dua orang puteranya,
dan bergegas lari ke arah pertempuran itu. Dalam ketegangan itu, mereka sampai
tidak tahu bahwa Kian Bu masih tetap terlongong memandangi gambar Kam Liong.
Ketika mereka tiba di lembah
bawah puncak, benar saja di sana terjadi pertempuran dahsyat sekali. Yang
bertempur adalah seorang kakek raksasa yang menyeramkan melawan seorang kakek
tua renta yang bersenjata sebatang suling emas! Hwee Li, Ceng Ceng, dan
Jenderal Kao segera mengenal kakek raksasa itu yang bukan lain adalah Hek-tiauw
Lomo, ketua Pulau Neraka, ayah dari Hwee Li! Sedangkan kakek tua yang
bersenjata suling emas itu adalah Sin-siauw Sengjin. Dua orang ini bertempur
dengan seru dan hebatnya dan terdengar suara berdengung dari suling ditangan
Sin-siauw Seng-jin. Akan tetapi sekali ini dia berhadapan dengan seorang lawan
tangguh sehingga keduanya saling serang dengan dahsyatnya. Sedangkan tak jauh
dari situ, beberapa orang anak buah Hek-tiauw Lomo yang berwajah serem-serem
sedang bertanding melawan pengikut-pengikut Sin-siauw Seng-jin yang jumlahnya
lima orang.
Melihat ayahnya bertanding
dengan pewaris Suling Emas itu, Hwee Li segera meloncat ke depan dan berseru,
Ayah....! Aku berada di sini!!
Sai-cu Kai-ong terkejut ketika
mendengar nona berpakaian hitam itu menyebut ayah kepada lawan Sin-siauw
Seng-jin, maka dia pun cepat maju dan berkata kepada sahabatnya itu, Sengjin,
hentikan pertempuran di antara orang sendiri!!
Mendengar seruan Sai-cu
Kai-ong ini, Sin-siauw Seng-jin terkejut dan meloncat mundur, mengelebatkan
sulingnya dan berteriak menyuruh Gin-siauw Lo-jin dan empat orang murid lain
untuk mundur dan menghentikan pertempuran pula. Sepuluh orang anak buah
Hek-tiauw Lomo yang serem-serem itu pun mundur dan berkelompok.
Hek-tiauw Lo-mo sendiri ketika
mendengar suara Hwee Li, sudah menarik kembali golok gergajinya, menyimpannya
di punggung. Kakek ini memandang kepada Hwee Li dengan mata terbelalak lalu
tertawa bergelak. Semua orang merasa ngeri ketika melihat kakek ini tertawa
karena nampak gigi seperti taring di mulut kakek itu! Sungguh seorang kakek yang
mengerikan, seperti iblis saja. Tubuhnya tinggi besar, kelihatan kokoh kuat
seperti batu karang. Di punggungnya nampak golok gergaji dan tombak tulang
ikan, sedangkan di pinggangnya tergambar sebatang pedang.
Ha-ha-ha! Kiranya benar engkau
di sini, anakku! Melihat garuda terbang di atas sini, aku sudah menduga bahwa
engkau tentu berada di sini. Ha-ha-ha, dan ternyata engkau bersama orang-orang
yang berkepandaian tinggi yang berkumpul di lembah ini. Hebat.... hebat....!
Ayah, aku bersama Subo di
sini....!
Hemmm, aku tahu.! Hek-tiauw
Lo-mo lalu menjura dengan kaku ke arah Ceng Ceng sambil berkata, Terima kasih
atas bimbinganmu kepada puteriku, Toanio. Akan tetapi, hari ini terpaksa aku
hendak mengajak puteriku pergi.!
Ah, tidak, Ayah! Aku masih
ingin bersama Subo....!! Dan gadis berpakaian hitam itu menoleh, bukan kepada
subonya, melainkan kepada Kian Lee!
Hushhh! Lima tahun lamanya aku
membiarkan engkau pergi meninggalkan aku menahan hati yang rindu. Anakku,
setelah kini bertemu, apakah engkau masih tidak kasihan kepada ayahmu? Aku
rindu padamu, ingin mengajakmu berkumpul. Apakah engkau hendak menjadi searang
anak yang sama sekali tidak berbakti terhadap ayahmu? Aku hanya memiliki engkau
seorang, Hwee Li anakku....! Aneh sekali, kakek raksasa yang segala-galanya
kelihatan kasar dan keras itu, kini suaranya terdengar menggetar seperti
mengandung isak!
Hwee Li, engkau tahu bahwa
Subomu dan Suhumu sedang sibuk menghadapi banyak urusan. Sekarang, Ayahmu telah
datang dan sebagai seorang anak yang berbakti engkau tidak boleh menyakitkan
hati Ayahmu. Sudah menjadi kewajibanmu, untuk menghibur hati Ayahmu. Kelak
masih banyak waktu untuk kita saling bertemu lagi.!
Mulut yang manis itu cemberut,
lalu tiba-tiba Hwee Li menghampiri Kian Lee dan bertanya, Bagaimana pendapatmu,
Kian Lee? Apakah benar bahwa aku harus turut dengan Ayah?!
Kian Lee terkejut. Tak
disangkanya bahwa dia akan ditanya oleh Hwee Li tentang hal itu. Dan tentu saja
semua orang juga merasa heran, hanya Ceng Ceng yang mengerutkan alisnya karena
guru yang sudah bertahun-tahun mengenal watak muridnya itu merasakan sesuatu
yang membuat dia merasa tidak enak. Dia tahu bahwa muridnya itu jatuh cinta
kepada Kian Lee!
Eh.... ini.... ini.... memang
sebaiknya begitu, Hwee Li. Seorang anak harus berbakti kepada orang tuanya, dan
kurasa ada baiknya kalau engkau ikut bersama ayahmu karena aku yakin bahwa
dengan adanya engkau di sampingnya, engkau akan mencegah terjadinya hal-hal
yang tidak baik.! Dengan ucapan ini Kian Lee hendak mengatakan bahwa dara itu
dapat mencegah ayahnya melakukan kejahatan-kejahatan karena dia sudah mengenal
siapa adanya Hek-tiauw Lo-mo ketua Pulau Neraka yang ganas dan keji seperti
iblis itu.
Mulut itu makin cemberut.
Tapi.... kita baru saja saling berjumpa.... dan kau baru saja sembuh. Aku masih
belum puas bercakap-cakap denganmu, Kian Lee.!
Hwee Li, jangan banyak
membantah. Ayahmu sudah mengajak, aku sebagai gurumu telah menyetujui, dan....
Paman Kian Lee telah menganjurkan pula, mengapa engkau masih banyak membantah?!
Hwee Li membanting-banting
kaki kanannya, lalu mulutnya mengeluarkan lengkingan panjang dan tak lama
kemudian terdengar lengking panjang menjawab. Itulah garudanya yang segera
melayang turun. Hwee Li sekali lagi membanting kaki kanannya dan menghampiri
ayahnya.
Ha-ha-ha! Apakah kau marah,
anakku? Apakah gurumu terlalu galak kepadamu? Apakah ada orang yang membuatmu
tidak senang? Katakan, siapa dia dan aku akan mengeluarkan isi perutnya,
ha-ha-ha!! Semua orang bergidik mendengan ucapan ini, apalagi mata yang lebar
dan liar itu menyapu semua orang yang berada di situ tanpa terkecuali,
seolah-olah dia sama sekali tidak memandang mata kepada mereka.
Sudahlah, Ayah. Mari kita
pergi. Dia menoleh ke arah Kian Lee dan berkata lagi, Benarkah aku harus
pergi?!
Kian Lee hanya mengangguk
karena dia merasa sungkan dan malu untuk menjawab.
Subo, sampai jumpa. Sampaikan
hormatku kepada Suhu,! kata Hwee Li kepada Ceng Ceng. Wanita itu mengangguk dan
hatinya merasa tertusuk ketika dia melihat Hwee Li meloncat ke atas punggung
garuda sambil menangis! Tahulah dia bahwa sebenarnya hati dara itu berat sekali
harus pergi bersama ayahnya.
Muridku yang baik,
hati-hatilah menjaga diri dan kelak kita bertemu kembali!! katanya melambaikan
tangan ketika garuda itu mulai menggerakkan sayapnya dan terbang meninggalkan
tempat itu.
Heiii, Hwee Li, aku ikut....!!
Tiba-tiba Hek-tiauw Lo-mo berseru keras.
Ayah mengikuti dari bawah
saja!! teriak Hwee Li.
Hek-tiauw Lo-mo tertawa
bergelak, dari tangannya menyambar sinar hitam yang halus dan tahu-tahu tubuh
raksasa ini sudah melayang naik bergantung kepada benda halus hitam yang telah
mengait kaki garuda yang terbang tadi. Kiranya kakek itu menggunakan sehelai
jala tipis lembut yang tadi ditujukan ke arah kaki garuda dan kini dia
bergantung kemudian memanjat naik dengan cekatan dan tak lama kemudian dia
sudah duduk di atas punggung garuda di belakang puterinya! Semua orang terkejut
dan kagum karena memang hebat sekali kakek raksasa itu. Anak buahnya lalu
berlari-larian mengikuti arah terbangnya burung garuda.
Setelah orang-orang Pulau
Neraka itu lenyap, Sin-siauw Seng-jin lalu menjatuhkan diri berlutut menghadap
ke arah Sai-cu Kai-ong. Tentu saja kakek ini menjadi terheran-heran dan cepat
dia menghampiri sahabatnya itu dan memeluknya.
Seng-jin, apa artinya ini? Kau
aneh sekali, Twako! Kenapa engkau berlutut di depan adikmu seperti ini?!
Akan tetapi, kakek itu tidak
menjawab, melainkan menundukkan mukanya yang menjadi pucat dan kelihatan
berduka sekali, hampir menangis malah. Makin heranlah Sai-cu Kai-ong dan dia
berkata lagi, Eh, kakakku, Sin-siauw Seng-jin,, apakah yang terjadi? Lihatlah
dia itu....! Sai-cu Kai-ong menuding ke arah Siauw Hong, Telah kudidik dia
sesuai dengan persetujuan antara kita lima belas tahun yang lalu. Lihat, dia
telah menjadi seorangdewasa dan telah memiliki dasar kepandaian yang cukup
kuat. Dan manakah cucuku yang kutitipkan kepadamu? Mengapa tidak Kau bawa
bersamamu? Ah, tentu dia sudah dewasa sekarang!!
Sin-siauw Seng-jin tetap
berlutut dan kini memejamkan mata seperti hendak menahan keluarnya air matanya.
Kai-ong adikku yang baik....
kau.... Kau bunuhlah saja aku sekarang....! akhirnya kakek tua renta itu
berkata.
Sai-cu Kai-ong terkejut bukan
main. Apa.... apa maksudmu.... Twako?!
Cucumu.... cucumu itu.... baru
dua tahun berada bersamaku, lalu diculik orang...., sampai sekarang....!
Ahhh....!! Sai-cu Kai-ong
meloncat berdiri dan mukanya menjadi pucat sekali. Dia memandang kakek yang
masih berlutut itu, kemudian dia menarik napas panjang dan menarik tangan
Sin-siauw Seng-jin.
Seng-jin, marilah kita bicara
di dalam. Marilah kita menenangkan pikiran dulu dan kemudian kita bicara di
antara sahabat-sahabat ini,! katanya dan dia menggandeng tangan Sin-siauw
Seng-jin, diajak naik ke puncak dan mereka semua lalu masuk istana tua itu,
duduk mengelilingi meja besar di ruangan tamu. Sementara itu, setelah tadi
mendengar bahwa kakek itu adalah Sin-siauw Seng-jin, Kian Lee mencari-cari
dengan pandang matanya dan merasa heran karena baru dia tahu bahwa Kian Bu
tidak berada di situ. Dia merasa tidak aneh, karena bukankah Sin-siauw Seng-jin
pernah bertanding melawan adiknya? Tentu adiknya itu menyembunyikan diri agar
jangarn terjadi pertemuan yang tidak enak, pikirnya dan diam-diam memuji
kebijaksanaan adiknya itu.
Setelah duduk, pandang mata
Sin-siauw Seng-jin ditujukan kepada orang-orang asing yang ikut duduk di situ.
Melihat ini, Sai-cu Kai-ong berkata, Tenangkan hatimu, Twako. Mereka ini adalah
sahabat-sahabat sendiri. Beliau ini adalah bekas Panglima Kao Liang bersama dua
orang puteranya, dan nyonya ini adalah mantunya, dan Sicu ini adalah putera
Majikan Pulau Es. Semua adalah orang-orang sendiri....!
Sin-siauw Seng-jin memandang
kagum dan mengangguk-angguk. Sudah lama mendengar nama-nama Cu-wi yang
mulia....! katanya, akan tetapi kembali dia terbenam ke dalam kedukaan.
Sekarang ceritakanlah tentang
diri cucuku, Twako.!
Dua tahun setelah dia ikut
bersamaku, pada suatu hari dia diculik orang yang amat tinggi kepandaiannya.
Aku dan para murid mengejar, akan tetapi setelah dia lari jauh ke luar dari
daerah Tai-hang-san, tentu saja aku tidak berani melanjutkan pengejaran.
Seperti telah kauketahui, Kai-ong, aku dan para murid telah bersumpah tidak
akan meninggalkan puncak Tai-hang-san selama hidup sebelum aku dapat menguasai
secara sempurna semua ilmu warisan itu, kecuali kalau aku dikalahkan orang
dalam pibu. Lima belas tahun telah lewat dan baru-baru ini sebelum aku berhasil
menguasai semua ilmu dengan sempurna, aku telah dikalahkan orang, maka aku
dapat turun puncak dan berkunjung kepadamu untuk mengabari tentang lenyapnya
cucumu itu lima belas tahun yang lalu. Aihhh, Kai-ong, aku merasa bersalah dan
selanjutnya terserah kepadamu....! Dia berhenti sebentar. Ketika aku tiba di
lembah itu, aku melihat raksasa itu sedang mencari-cari orang, sikapnya
mencurigakan dan kami bentrok. Ternyata dia lihai bukan main. Ah, sampai setua
ini ternyata aku belum juga dapat menguasai ilmu-ilmu keluarga Suling Emas!!
Dia menarik napas panjang. Andaikata aku sudah berhasil, tidak mungkin pemuda
itu dapat mengalahkan aku, dan juga raksasa tadi tentu sudah dapat kurobohkan.
Dasar aku yang bodoh dan tidak berbakat....! Lalu dia memandang kepada Siauw
Hong yang sejak tadi mendengarkan saja dan duduk anteng, dan kakek ini lalu
bangkit berdiri, menjura ke arah pemuda itu sambil berkata, Kongcu.... kuharap
saja engkau tidak akan mengecewakan.... leluhurmu....! suaranya seperti
tercekik keharuan.
Siauw Hong balas menjura.
Mudah-mudahan saja, Locianpwe,! jawabnya singkat.
Semua orang saling pandang
dengan heran. Kian Lee mengerutkan alisnya karena dia sama sekali tidak
mengerti apa artinya semua itu. Melihat ini, Saicu Kai-ong lalu berkata kepada
Sin-siauw Seng-jin, Twako, di depan para sahabat yang gagah perkasa ini,
kiranya kita tidak perlu merahasiakan lagi, apa pula karena kita boleh
mengharapkan bantuan mereka untuk mencari cucuku yang hilang.!
Sin-siauw Seng-jin yang sudah
tua sekali itu menarik napas panjang dan mengangguk-angguk. Sebaiknya memang
demikian. Sudah terlampau lama rahasia itu tersimpan di antara keturunan kami
sehingga menjadi beban yang amat menggelisahkan, dan sekarang setelah terdapat
keturunan majikan kami yang tepat untuk mewarisi ilmu dan pusaka dari Pendekar
Suling Emas, sudah sepatutnya pula kalau rahasia ini kubuka saja di depan
orang-orang gagah.!
Mereka semua mendengarkan
penuh perhatian terutama sekali Kian Lee karena pemuda ini pernah mendengar
riwayat keluarga Suling Emas yang diceritakan oleh orang tuanya di Pulau Es.
Bahkan sebetulnya, di antara leluhurnya dan keluarga Suling Emas terdapat
hubungan yang amat dekat, yaitu antara nenek moyang keluarga Suma dan nenek
moyang keluarga Kam. Hanya sayangnya, di antara keluarga Suma, yaitu nenek
moyangnya, muncul banyak orang-orang jahat yang mengganggu keluarga Kam yang
terkenal gagah perkasa itu. Bahkan kehancuran keluarga Kam sejak Menteri Kam
Liong, adalah karena hasil perbuatan jahat dari seorang she Suma, yaitu Suma
Kiat, kakek buyut dari ayahnya sendiri! Dengan perasaan bersalah pemuda Pulau
Es ini mendengarkan, dan dia maklum bahwa adiknya, Kian Bu tentu sengaja tidak
mau muncul karena merasa tidak enak terhadap Sin-siauw Seng-jin, dan memang
benarlah dugaan Kian Lee ini. Kian Bu yang tadinya bengong di dalam ruangan
menghadapi gambar dari Menteri Kam Liong di waktu muda, menjadi terkejut ketika
mengetahui bahwa yang datang bersama orang-orang itu adalah Sin-siauw Seng-jin!
Dia merasa tidak enak untuk keluar, takut kalau-kalau kakek yang belum lama ini
dikalahkannya akan merasa malu dan penasaran sehingga akan terjadi bentrok
antara mereka. Tentu saja dia tidak menghendaki hal ini karena kalau terjadi
demikian, dia merasa sungkan sekali kepada Sai-cu Kai-ong yang begitu baik.
Maka diam-diam dia pun mendengarkan dari balik pintu ruangan.
Sin-siauw Seng-jin mulai
dengan penuturannya. Kakek besarnya, Gu Toan bekas pelayan setia dari Menteri
Kam Liong (baca cerita serial Suling Emas, Cinta Bernoda Darah, Mutiara Hitam,
Istana Pulau Es dan selanjutnya), menyelamatkan pusaka-pusaka Suling Emas dan
membawa jenazah Menteri Kam Liong dan muridnya she Khu, menguburkan mereka di
tanah pekuburan keluarga Suling Emas. Gu Toan lalu menjadi penjaga kuburan dan
diam-diam dia memperdalam ilmu-ilmunya dari kitab-kitab pusaka Suling Emas yang
berada di tangannya, sehingga dia menjadi seorang yang lihai sekali. Dia
khawatir bahwa pusaka-pusaka itu tentu akan dicari dan diperebutkan orang-orang
pandai, maka dia menyimpannya di tempat rahasia, dan dia telah membuat beberapa
buah suling dan kipas palsu, juga kitab-kitab palsu yang dikutipnya dari yang
aseli, lalu menyimpan pusaka-pusaka palsu itu di beberapa tempat. Hal ini
dilakukannya untuk menjaga keamanan yang aseli dan memang dugaannya tidak
meleset karena banyak orang pandai yang mencari pusaka itu sehingga beberapa
pusaka palsu itu dirampas orang. Akan tetapi pusaka yang aseli tetap di dalam
kekuasaannya, disimpan di tempat aman dan rahasia, dan hanya diketahui oleh dia
seindir dan seorang puteranya yang sengaja dia singkirkan jauh-jauh dan tidak
diakuinya sebagai anak secara terbuka agar jangan ada yang tahu bahwa Gu Toan
mempunyai seorang anak laki-laki! Semua ini dilakukan untuk menjaga keselamatan
anaknya berikut pusaka-pusaka itu. Dan akhirnya, seperti yang telah
dikhawatirkannya pula, Gu Toan tewas di tangan seorang di antara mereka yang
memperebutkan pusaka itu. Akan tetapi pusaka Suling Emas yang aselinya selamat
bersama anaknya yang juga menyembunyikan diri, bahkan tidak berani mengaku she
Gu!
Mendengar penuturan sampai di
sini, Kian Lee terbelalak dan mukanya menjadi merah. Ibunya yang dulu bernama
Lulu, ternyata telah mewarisi! kitab-kitab Suling Emas yang palsu! Kitab-kitab
itu diambilnya dari kuburan keluarga Suling Emas seperti yang ditunjukkan oleh
Gu Toan sendiri ketika kakek bongkok ini diserang orang yang lihai. Jadi
kiranya ibunya itu pun hanya memperoleh yang palsu saja, dan agaknya hal itu
disengaja oleh Gu Toan untuk mengalihkan perhatian orang-orang yang
memperebutkan pusaka itu ke arah lain. Dan juga ibu tirinya, Puteri Nirahai
yang meminjam senjata pusaka suling emas dari kakek Gu Toan, hanya menerima
suling yang palsu saja, biarpun benar-benar terbuat dari emas! Ah, kiranya ibu
kandungnya dan ibu tirinya, dua orang wanita perkasa yang memiliki kesaktian
hebat, isteri-isteri dari ayahnya, Pendekar Super Sakti, telah dikelabui oleh
kakek Gu Toan, bekas pelayan Menteri Kam Liong itu!
Betapa berat tugas nenek
moyang kami....! Sin-siauw Seng-jin melanjutkan penuturannya dan kakek ini
kelihatan lelah sekali. Bukan hanya kami tidak lagi menggunakan nama keturunan
kami she Gu agar jangan dikejar-kejar orang, juga kami harus menjaga pusaka itu
dengan taruhan nyawa, mempelajari kitab-kitab yang amat sukar itu....! Kembali
dia kelihatan lelah sekali dan menarik napas panjang. Itu masih belum berapa
sukar. Yang lebih sukar lagi, menjaga dan mengikuti perkembangan keturunan dari
Pendekar Suling Emas, keturunan she Kam dan meneliti kalau-kalau lahir seorang
anak laki-laki yang berbakat dalam keluarga Kam itu agar kami dapat
mengembalikan pusaka kepadanya.!
Kian Lee yang mempunyai dugaan
bahwa Siauw Hong mempunyai hubungan erat dengan urusan itu, mengerling dan dia
melihat Siauw Hong duduk seperti arca sambil menundukkan kepalanya, hanya
mendengarkan tanpa berani memandang kepada kakek Sin-siauw Seng-jin atau kepada
gurunya, Sai-cu Kai-ong.
Sungguh amat luar biasa dan
amat menyukarkan kami selama beberapa keturunan ketika ternyata bahwa keturunan
keluarga Kam tidak ada yang berbakat dalam ilmu silat! Kami tidak boleh
memaksa, dan kami harus meneliti bakat mereka tanpa membuka rahasia mereka.
Akan tetapi selama beberapa keturunan ini, keluarga she Kam hanya menjadi
sastrawan, petani, atau pedagang. Tidak ada seorang pun yang memiliki bakat
baik dalam ilmu silat. Kesukaran kami ini, juga rahasia kami sebagai keturunan
she Gu yang melanjutkan tugas nenek moyang kami Gu Toan sebagai pelayan setia
keluarga Kam, tidak diketahui oleh lain orang, kecuali oleh keluarga Yu inilah
yang selalu membantu kami, dan keluarga Yu sudah kami percaya sepenuhnya
sebagai keturunan dari tokoh-tokoh Khong-sim Kai-pang, sahabat baik dari
keturunan keluarga Kam, semenjak jaman Menteri Kam Liong, yaitu Locianpwe Yu
Siang Ki.! Kakek tua itu berhenti sebentar, kemudian dia mengerling kepada
Siauw Hong yang masih mendengarkan sambil menundukkan mukanya.
Kam-kongcu, bolehkah saya
melanjutkan?! tanyanya kepada pemuda itu dengan sikap hormat.
Semua orang terkejut mendengar
ini, Kian Lee memandang tajam wajah pemuda yang pernah menjadi rekannya! ketika
dia menyamar dan memasuki sayembara sehingga terpilih menjadi pengawal Gubernur
Ho-nan dalam usahanya menyelidiki Pangeran Yung Hwa tempo hari. Kiranya pemuda
ini she Kam, keturunan dari pendekar sakti Suling Emas! Dia melihat Siauw Hong
bangkit dan menjura ke arah Sin-siauw Seng-jin dan Sai-cu Kai-ong, lalu dia
berkata dengan suara lantang dan tenang.
Budi keluarga Gu yang
dilimpahkan kepada keluarga saya sudah setinggi langit dan sedalam lautan,
demikian pula dengan budi dari Suhu. Oleh karena itu, saya hanya menyerahkan
kepada kebijaksanaan Locianpwe dan Suhu saja.! Setelah memberi hormat dia lalu
duduk kembali dengan tubuh tegak dan kini Kian Lee melihat bahwa wajah pemuda
itu memang selain tampan juga mengandung kegagahan yang mengagumkan, yang
terselimut dan tersembunyi di dalam kesederhanaannya. Maka dia merasa kagum
sekali.
Sin-siauw Seng-jin lalu
melanjutkan penuturannya dengan suara tenang dan lambat, Setelah menanti sampai
beberapa keturunan dengan sia-sia, akhirnya saya menemukan bakat itu di dalam
diri Kam Siauw Hong, Kongcu ini. Dialah yang berhak untuk mewarisi seluruh ilmu
dari nenek moyangnya. Karena saya sendiri masih terikat sumpah tidak akan turun
gunung selama belum berhasil menyempurnakan ilmu-ilmu dari keluarga Suling
Emas, dan agar Kam-kongcu memperoleh kesempatan memperluas pengetahuannya, maka
untuk memberi pelajaran dasar ilmu-ilmu silat tinggi, saya mempercayakannya
kepada sahabat saya yang saya percaya penuh, yaitu Sai-cu Kai-ong. Dan bagi
engkau juga, Kam-kongcu, sekarang hendak saya bukakan rahasia yang selama ini
tidak Kongcu ketahui. Kai-ong, harap Kau lanjutkan ceritaku tentang pertunangan
itu.!
Sai-cu Kai-ong menarik napas
panjang dan memandang muridnya. Siauw Hong, betapapun juga engkau harus
bersyukur bahwa keturunan keluarga Gu amat setia kepada keluargamu sehingga
dahulu timbul akalnya untuk menyerahkan engkau kepadaku karena memang banyak
tokoh kang-ouw yang selalu menyelidiki pusaka Suling Emas dan tentu akan
mengganggumu kalau ada yang tahu bahwa engkau keturunannya. Ketahuilah, ketika
engkau masih kecil, sebelum dititipkan kepadaku untuk menjadi muridku, dengan
persetujuan kami berdua, telah diikat tali perjodohan antara engkau dan cucuku,
yaitu Yu Hwi yang kutitipkan kepada Sin-siauw Seng-jin agar dididik dengan
dasar ilmu-ilmu silat tinggi pula. Engkau tahu bahwa semenjak kecil, ayah
bundamu telah meninggal dunia karena sakit, engkau hidup sebatangkara dan
karena itu kami berdua berani mengambil keputusan tentang tali perjodohan itu
agar hubungan baik antara keluarga Kam dan keluarga Yu menjadi makin erat dan
berubah menjadi keluarga.! Kakek berpakaian sederhana itu menarik napas
panjang.
Siauw Hong mengerutkan
alisnya, memandang ke arah gurunya dan kepada Sin-siauw Seng-jin, nampaknya dia
terkejut bukan main bahwa di luar tahunya, dia telah dijodohkan dengan seorang
gadis semenjak dia masih kecil dan belum tahu apa-apa. Akan tetapi, karena
memang dia sudah tidak berkeluarga dan sejak kecil dia menerima budi kedua
orang tua itu, maka dia tidak berkata apa-apa, lalu menunduk kembali.
Sai-cu Kai-ong dapat meraba
isi hati pemuda itu, maka dia berkata lagi, Maafkan kami, muridku. Percayalah
bahwa kami melakukan hal itu demi kebaikanmu dan demi memperkuat tali
perhubungan antara keturunan keluarga Kam dan Yu. Tunanganmu itu, ialah cucuku
yang bernama Yu Hwi, sejak kecil sekali kuserahkan kepada Sin-siauw Seng-jin
untuk dididik. Akan tetapi, seperti yang telah dia ceritakan tadi, terjadi
malapetaka. Dia diculik orang dan sampai sekarang belum diketahui berada di
mana, masih hidup ataukah sudah mati....! Kakek itu berhenti sebentar, mukanya
menjadi pucat.
Kai-ong, harap kaumaafkan
aku....!
Sin-siauw Seng-Jin berkata
pilu. Lalu dia berkata kepada Siauw Hong, Kam-kongcu, sekarang tiba saatnya
engkau harus menggembleng diri dengan ilmu-ilmu peninggalan nenek moyangmu, dan
saya akan menurunkan semua ilmu itu. Setelah Kongcu mempelajarinya dan
mudah-mudahan Kongcu lebih cocok sehingga dapat menguasainya dengan sempurna,
tidak seperti saya yang bodoh, maka sudah menjadi kewajiban Kongcu untuk pergi
mencari tunangan Kongcu itu sampai dapat. Kalau tidak demikian, maka selama
hidup kita akan berhutang kepada keluarga Yu....!
Melihat wajah Sia-cu Kai-ong
yang pucat, dan melihat kedukaan Sin-siauw Seng-jin, bangkit semangat Siauw
Hong. Dia maklum bahwa mereka berdua itu selalu berusaha demi kebaikannya, maka
ikatan jodoh itu pun dia terima dengan hati rela. Baiklah, Locianpwe. Saya akan
mengerahkan seluruh semangat saya untuk mempelajari ilmu-ilmu itu. Suhu, harap
jangan khawatir, teecu kelak akan mencari Yu Hwi sampai dapat! Teecu
bersumpah!!
Sepasang mata kakek itu
menjadi basah, akan tetapi mulutnya tersenyum. Manusia boleh saja berusaha,
namun Tuhan yang kuasa, muridku. Kalau memang Yu Hwi masih hidup, tentu dia
sewaktu-waktu akan dapat bertemu dengan kita. Dan kalau toh sudah meninggal
dunia, kita harus dapat menemukan kuburannya agar tali perjodohan itu dapat
membebaskan dirimu dan engkau berhak untuk berjodoh dengan orang lain.!