Jodoh Rajawali Bab 39 - Katak Buduk

Jodoh Rajawali Bab 39 - Katak Buduk
Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------

Bab 39 - Katak Buduk

Memang Pangeran Bharuhendra atau Liong Bian Cu tidak mau bekerja kepalang tanggung. Pangeran Nepal ini selain hendak membalas kematian ayahnya, juga hendak melanjutkan cita-cita ayahnya, menggulingkan kaisar dan bahkan dia memiliki cita-cita yang lebih tinggi lagi, yaitu menggunakan kesempatan itu untuk bersekutu dengan gubernur-gubernur yang dapat dipengaruhinya untuk menggulingkan Kerajaan Ceng dan mengangkat diri sendiri menjadi kaisar!

Karena itu, dia membuat persiapan sebaiknya. Gurunya adalah seorang yang sakti dan yang berkedudukan tinggi. Selain menjadi koksu dari Nepal, Ban Hwa Sengjin juga merupakan seorang di antara Im-kan Ngo-ok (Si Lima Jahat dari Akhirat)! Pada waktu itu, di antara sekalian datuk persilatan golongan sesat, terdapat Im-kan Ngo-ok yang jarang muncul di dunia kang-ouw, bahkan sudah belasan tahun lamanya mereka itu tidak pernah muncul sama sekali karena sudah merasa tua dan tidak ada semangat lagi untuk menjagoi di dunia persilatan. Akan tetapi sebetulnya mereka itu adalah lima orang yang amat tinggi ilmunya, bahkan mereka oleh dunia kaum sesat di juluki Im-kan Ngo-ok atau Lima Jahat dari Akhirat! Karena ini, Pangeran Liong Bian Cu membujuk kepada gurunya untuk dapat memanggil empat tokoh yang lain agar dapat membantu pergerakannya.

Koksu Nepal juga haus akan kedudukan. Kalau sampai pemuda yang bersemangat besar itu berhasil dan menjadi kaisar, tentu dia akan terangkat menjadi koksu dari kerajaan yang amat besar yang menguasai seluruh Tiongkok! Maka dia pun lalu mengirim surat, membujuk empat orang saudara angkatnya itu untuk datang membantunya, dan menentukan hari dan tempat pertemuan. Harinya kebetulan jatuh pada hari itu dan tempatnya adalah di lembah Huang-ho yang dijadikan benteng itu.

Hari itu, matahari telah naik tinggi dan sinarnya menyinari bumi dengan kerasnya. Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi menyumpah-nyumpah karena dalam keadaan tidak mampu bergerak itu, muka mereka yang tertimpa sinar matahari membuat mereka menderita dan mendongkol sekali. Mereka masih belum terbebas dari totokan dan agaknya sebentar lagi mereka baru akan bebas karena waktu mereka tertotok sampai sekarang sudah berjalan hampir setengah hari. Totokan pemuda sakti Siluman Kecil itu benar-benar amat hebat sehingga dua orang kakek sakti seperti mereka itu tidak dapat membebaskan totokan itu dan harus menanti sampai totokan itu buyar sendiri kekuatan dan pengaruhnya. Mereka yang dikubur sebatas leher itu merasa tersiksa sekali. Mereka tidak mampu mengerahkan tenaga untuk membuat tubuh mereka kebal, maka tentu saja segala gigitan semut pada tubuh mereka terasa semua, membuat mereka berkaok-kaok dan memaki-maki. Anak durhaka, perempuan keparat! Kalau kelak dia dapat olehku, akan kupermainkan dia, kuperkosa sampai mati seperti ibunya!! Hek-tiauw Lo-mo menyumpah-nyumpah karena marah sekali kepada Kim Hwee Li.

Huh, kau takkan berani!! Hek-hwa Lo-kwi mengejek dan menggoyang-goyang kepalanya untuk mengusir lalat yang sejak tadi mengganggunya, hinggap di hidung, di telinga, di bibir sehingga rasanya geli dan tidak enak sekali. Lalat itu terbang dan meluncur turun lagi, diikuti pandang mata Hek-hwa Lo-kwi dan seperti yang dikhawatirkan, kembali hinggap di bibirnya. Kakek ini mendongkol bukan main, lalu membuka mulutnya. Lalat itu bergerak perlahan memasuki mulut dan tiba-tiba.... happp!! mulut itu tertutup dan lalat itu meronta-ronta tertindih lidah sampai akhirnya mati dan diludahkan penuh kepuasan oleh Hek-hwa Lo-kwi.

Aku? Tidak berani? Kau gila!! Hek-tiauw Lo-mo memaki. Masa aku tidak berani kepada anak perempuan yang kubesarkan sendiri itu?!

Ha-ha-ha, apa kau lupa bahwa dia itu tunangan Pangeran Nepal?!

Hek-tiauw Lo-mo bersungut-sungut, Aku menyumpah dia tidak jadi diambil isteri, biar puas aku membalas kekurangajaran dan penghinaannya hari ini!!

Akan tetapi Hek-hwa Lo-kwi hanya tersenyum menyeringai saja. Dia sudah mengenal betul watak orang yang selama ini beberapa kali menjadi musuhnya yang paling besar, juga beberapa kali menjadi rekannya yang saling bantu itu. Kalau Hek-tiauw Lo-mo sudah menghadapi harapan pangkat dan kemuliaan besar, tentu dia akan melupakan lagi ancamannya, terhadap Hwee Li.

Kalau aku tidak akan begitu bodoh menumpahkan kemarahan kepada dua orang dara itu, Lo-mo. Yang merobohkan kita adalah Siluman Kecil yang dibantu oleh Hek-sin Touw-ong. Mereka berdua itulah yang hutang hinaan kepada kita dan kelak mereka harus membayarnya.!

Mereka juga, akan kucari kelak!! kata Hek-tiauw Lo-mo akan tetapi tiba-tiba dia menghentikan kata-katanya dan memandang ke depan dengan mata terbelalak. Kini pengaruh totokan itu sudah mulai mengurang sehingga Hek-hwa Lo-kwi dapat memutar lehernya dan memandang ke arah yang sedang dipandang oleh Hek-tiauw Lo-mo dan dia pun terbelalak sambil mengeluarkan suara tertahan.

Kebetulan sekali tempat di mana mereka dikubur sampai ke leher itu sampai jauh ke sebelah depan terbuka, tidak terhalang oleh batu atau pohon sehingga mereka dapat memandang sampai jauh dan kini dari kejauhan nampak pemandangan yang membuat mereka terbelalak saking terheran-heran. Mereka melihat dari jauh sekali dua orang sedang berlari ke tempat mereka, akan tetapi cara kedua orang itu berlari amat aneh dan bukan main cepatnya. Yang seorang bertubuh jangkung dan larinya cepat sekali, kadang-kadang melompat dengan langkah-langkah lebar akan tetapi kadang-kadang berjungkir balik dan berlari menggunakan kedua tangan menjadi kaki, akan tetapi tidak berkurang kecepatannya, kalau tidak lebih cepat malah! Dan orang ke dua amat pendek, seperti anak-anak pendeknya, akan tetapi larinya juga cepat dan kadang-kadang orang ini menggelundung seperti bola dengan kecepatan luar biasa pula.

Seperti burung-burung terbang saja, dua orang itu telah tiba dekat tempat itu dan kini Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi dapat melihat dengan jelas. Mereka berdua makin terheran ketika dapat mengenal dua orang ini. Yang bertubuh jangkung tadi memang benar-benar seorang yang amat jangkung, tubuhnya seperti sebatang bambu panjang! Kalau diukur dengan ukuran manusia biasa, tentu dia satu setengah kali jangkungnya dari seorang manusia biasa yang cukup jangkung. Ada dua setengah meter jangkungnya! Pakaiannya serba hitam, lengan bajunya lebar sehingga nampak lengan tangannya yang kecil seperti tulang terbungkus kulit. Wajahnya juga kurus sekali, kurus dan serba panjang. Rambutnya sebaliknya malah hanya sedikit dan tidak panjang, bercampur uban dan digelung ke atas model rambut para tosu, matanya juga panjang sehingga nampak sipit. Jenggotnya sedikit dan pendek, demikian pula kumisnya. Orang ini benar-benar luar biasa sekali bentuk tubuhnya.

Orang ke dua tidak kalah anehnya. Kalau orang pertama itu seperti seorang tosu, orang ke dua ini melihat pakaian atau jubahnya dan kepalanya, seperti seorang hwesio saja. Dan bentuk tubuhnya merupakan kebalikan dari tubuh kawannya. Dia bertubuh gendut besar sekali, hanya setinggi pinggang si jangkung dan tingginya seperti seorang bocah berusia sepuluh tahun, maka tubuhnya yang amat besar dan amat pendek itu membuat dia seperti manusia bola yang bulat!

Orang lain yang melihat kedua orang kakek yang sukar ditaksir usianya karena bentuk tubuh mereka yang aneh itu, tentu akan tertawa geli di dalam hati karena memang keduanya merupakan orang-orang aneh, pantasnya menjadi badut-badut sirkus atau pelawak-pelawak panggung wayang. Apalagi muka si gendut pendek, baru melihat mulutnya yang bergerak-gerak itu saja tentu sudah menimbulkan rasa geli dalam hati orang. Wajah mereka benar-benar merupakan kebalikan pula. Si gendut pendek nampak selalu gembira dan tertawa terus, seperti muka bayi gendut kekenyangan, akan tetapi sebaliknya wajah si jangkung itu selalu muram, cemberut dan sedih!

Kalau orang lain bisa tersenyum geli melihat dua orang ini, sebaliknya Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi terkejut sekali dan memandang dengan muka berubah. Mereka berdua mengenal dua orang itu dan terkejutlah mereka, karena dua orang ini bukan orang sembarangan, melainkan dua orang datuk-datuk besar di dunia hitam yang sudah lama menyembunyikan diri. Si jangkung itu adalah Toat-beng Sian-su (Manusia Dewa Pencabut Nyawa) yang merupakan seorang di antara Im-kan Ngo-ok (Lima Jahat), dia merupakan yang termuda, sebenarnya bukan usia mereka yang menentukan urutan itu, melainkan tingkat kepandaian mereka!

Im-kan Ngo-ok memang mempunyai kebiasaan yang amat aneh. Puluhan tahun yang lalu, semenjak mereka masih muda dan mengangkat persaudaraan dan membentuk Im-kan Ngo-ok, mereka bertanding dan mengukur kepandaian, dan dari tingkat ilmu kepandaian inilah mereka menyusun tingkat itu, yang terpandai menjadi Twa-ok (Jahat Nomor Satu), kemudian Ji-ok (Jahat Nomor Dua) dan seterusnya. Dan setiap tiga tahun sekali, mereka berlima tentu selalu mengadakan pertemuan dan mereka kembali mengadu ilmu kepandaian untuk menentukan tingkat baru mereka.

Oleh karena persaingan sebutan inilah maka mereka masing-masing dapat mencapai kemajuan hebat, menciptakan berbagai macam ilmu untuk mengalahkan saudara-saudara angkat sendiri agar naik tingkat mereka. Maka tidak aneh kalau mereka itu sering bertukar tempat atau tingkat selama sepuluhan tahun. Akan tetapi sudah sepuluh tahun lebih mereka tidak lagi mengadu ilmu karena mereka sudah merasa bosan dan masing-masing lebih suka bersembunyi di dalam daerah masing-masing. Dan pada pertandingan adu ilmu yang terakhir kalinya, yaitu belasan tahun yang lalu, Toat-beng Sian-su menduduki tingkat paling bawah atau Ngo-ok (Jahat Nomor Lima).

Adapun kakek yang seperti hwesio itu juga memiliki nama besar yang amat terkenal. Seperti juga Toat-beng Sian-su dan tokoh-tokoh besar dunia hitam, dia hanya dikenal dengan julukannya, yaitu Siauw-siang-cu (Si Gajah Cilik) atau dalam urutan Im-kan Ngo-ok dia memiliki tingkat ke empat, yaitu disebut Su-ok (Jahat Nomor Empat). Jadi pada pertemuan atau pertandingan terakhir, tingkatnya lebih tinggi setingkat dibandingkan dengan si jangkung. Akan tetapi karena sudah sepuluh tahun lebih tidak pernah lagi mengadu kepandaian, maka sekarang sukar dikatakan siapa di antara mereka yang lebih lihai.

Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi sudah mendengar akan kelihaian mereka, yang kabarnya memiliki kepandaian yang tidak lumrah manusia biasa, bahkan jauh melebihi kepandaian para tokoh dunia kang-ouw pada umumnya. Dan mereka berdua ini pun maklum bahwa Koksu, Nepal, yaitu Ban Hwa Sengjin yang amat lihai itu, hanya menduduki tingkat ke tiga dalam urutan Ngo-ok. Jadi selain menjadi Koksu Nepal, juga Ban Hwa Sengjin itu disebut Sam-ok (Jahat Nomor Tiga). Mengingat akan kelihaian Koksu Nepal itu, maka dapat dibayangkan betapa lihainya Su-ok dan Ngo-ok ini, tentu tidak berselisih jauh dari Ban Hwa Sengjin karena sekarang belum diketahui siapa di antara mereka yang lebih lihai.

Sejak dahulu pun, Ngo-ok Toat-beng Sian-su terkenal dengan ginkangnya yang tidak lumrah manusia kang-ouw umumnya. Dia memiliki gerakan yang cepatnya luar biasa, ditambah dengan kaki dan tangannya yang amat panjang, maka dalam perkelahian sukarlah menandingi kecepatan gerakan si jangkung ini. Dan sesuai dengan julukannya sebagai seorang di antara Im-kang Ngo-ok, maka si jangkung ini juga mempunyai kekejaman yang tidak lumrah manusia. Dahulu, di waktu dia masih aktip dalam dunia hitam, dia sengaja melakukan hal-hal yang membikin meremang bulu kuduk orang-orang yang paling kejam sekalipun. Melakukan kejahatan merupakan sesuatu keharusan! untuk mempertahankan gelar mereka sebagai Im-kan Ngo-ok. Hanya setelah kini kelima Ngo-ok itu tidak lagi terjun ke dunia ramai, maka orang tidak lagi mendengar tentang mereka. Hanya Ban Hwa Sengjin seorang saja yang masih terjun di dunia ramai, akan tetapi bukan sebagai tokoh dunia hitam kaum sesat, bahkan dia telah berhasil mengangkat diri menjadi koksu dari negara Nepal, yaitu tempat asalnya di mana dia dikenal sebagai seorang sakti penasihat raja yang bergelar atau berjuluk Lakshapadma.

Tentu saja orang ke empat dari Si Lima Jahat ini, yaitu Siauw-siang-cu yang pendek, dalam hal kejahatan juga tidak kalah dibandingkan dengan si jangkung itu. Melihat wajahnya yang kekanak-kanakan, pakaian dan kepalanya yang seperti pendeta, yang sepatutnya hidup saleh dan beribadat, pantang melakukan kejahatan, sungguh sukar dipercaya bahwa si gendut pendek itu mampu melakukan kejahatan. Akan tetapi kalau orang menyaksikan kejahatan dan kekejaman Su-ok ini, orang akan mengkirik dan mungkin selama hidupnya dia tidak akan mampu melupakan peristiwa mengerikan itu! Bayangkan, untuk menyempurnakan satu di antara ilmu-ilmunya yang aneh dan mujijat saja, Su-ok ini dengan muka masih tersenyum dan jernih, telah merobek perut wanita-wanita yang mengandung begitu saja untuk mengambil anak-anak yang belum dilahirkan itu, untuk campuran obat! yang dibuatnya! Dan dia melakukan hal ini berkali-kali sambil tersenyum cerah, seolah-olah dia merasa girang sekali menyaksikan para korbannya itu merintih, berkelojotan dan sekarat lalu meninggal di depan hidungnya!

Ngo-ok Toat-beng Sian-su yang juga bersikap dan berpakaian seperti pendeta tosu itu pernah menggegerkan dunia kang-ouw dengan perbuatannya yang keji. Dia suka menangkapi wanita-wanita, tidak peduli cantik atau jelek, muda atau tua, untuk diperkosa di depan keluarganya, keluarga si korban! Dan dia memperkosanya sambil membunuhnya! Semua ini dilakukannya bukan karena dorongan nafsu binatang belaka, melainkan untuk menonjolkan kejahatan dan kekejamannya sesuai dengan julukannya agar dia tidak kalah oleh para tokoh Im-kan Ngo-ok yang lain! Dan setiap kali dia membunuh wanita itu secara keji dan mendirikan bulu roma, juga dia lalu mencabut kuku ibu jari tangan kiri korbannya untuk disimpan dan sampai sekarang dalam saku bajunya selalu terdapat seuntai tasbih! yang terbuat dari kuku-kuku wanita yang diuntai dengan benang emas. Melihat panjangnya, tentu sudah ratusan banyaknya!

Ha-ha-ha, larimu masih cepat sekali, Ngo-te!! kata si gendut pendek sambil tertawa-tawa ketika mereka tiba di tempat itu. Kiranya selama ini engkau yang diam saja meringkuk dalam gua silumanmu itu tidak tinggal diam dan tidak melupakan ilmu malingmu! Ha-ha-ha, memang masih sukar untuk menandingi ilmumu melarikan diri itu! Hebat, hebat! Dalam hal lari, aku masih kalah, ha-ha-ha!! Siauw-siang-cu tertawa-tawa.

Wajah yang muram itu menjadi makin keruh. Dan kau masih licik!! kata si jangkung dengan singkat lalu diam tidak mau melanjutkan kata-katanya.

Ha-ha-ha, menangkap ujung bajumu ketika kau membalap sehingga aku tidak sampai tertinggal jauh bukan licik namanya, akan tetapi cerdik! Biarpun dalam hal lari aku kalah, akan tetapi dalam hal kecepatan menangkap dan memukul, kau masih setingkat lebih rendah dariku, adikku yang ke lima!!

Toat-beng Sian-su tidak menjawab, hanya mendengus dan tiba-tiba saja tangannya yang amat panjang itu seperti ular menyambar telah mengirim pukulan ke arah kepala gundul itu. Cepat bukan main gerakannya dan melihat tangan yang sepanjang itu, Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi mengira bahwa si cebol itu pasti tidak akan mampu menghindar.

Akan tetapi, tiba-tiba si pendek itu tertawa. Dukkk!! Tubuhnya sudah terlempar dan menggelundung, terlepas dari hantaman itu dan tahu-tahu tubuhnya itu bukan menggelundung menjauh, melainkan bahkan mendekati si jangkung dan kontan dia mengirim pukulan balasan sambil mencelat bangun. Gerakannya juga cepat dan aneh, dan pukulannya tidak kalah hebatnya daripada pukulan si jangkung, karena dari pukulan itu keluar suara mencicit nyaring, mengejutkan dua orang kakek iblis yang terkubur sampai ke leher itu! Kiranya si pendek ini cerdik bukan main, menggunakan siasat seperti kalau seorang ahli silat menghadapi lawan yang memegang senjata panjang, yaitu mengajak bertanding dari jarak dekat!

Akan tetapi, si jangkung mendengus dan tubuhnya meliuk, seperti seekor tubuh belut saja dia sudah dapat mengelak dan melangkah mundur, selangkah saja dia sudah mundur sampai dua meter jauhnya, dan tiba-tiba tubuhnya sudah berjungkir-balik, kepala dan kedua tangan di bawah membentuk kaki segi tiga, sedangkan kedua kakinya yang panjang itu menjulang tinggi ke atas, berayun-ayun seperti tubuh dua orang yang siap untuk bertanding!

Ha-ha-ha, bagus, bagus! Jungkir-balikmu sudah Kau sempurnakan, ya?! Bagus, coba kau hadapi pukulan Katak Buduk ini!! dan tubuh si pendek gendut tua kini makin pendek karena dia sudah menekuk kedua kakinya, tubuhnya agak condong ke depan, kedua tangan dikembangkan, lagaknya persis seperti seekor katak buduk yang siap untuk melompat! Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi menonton dengan hati tegang karena mereka berdua maklum bahwa mereka akan menyaksikan pertandingan yang amat dahsyat yang dilakukan dengan ilmu-ilmu mujijat tingkat tinggi. Mereka berdua sudah merasa betapa hawa tiba-tiba menjadi berubah, angin menderu-deru ketika dua kaki yang panjang itu digerakkan, dan bau amis yang aneh sekali keluar dari tubuh kakek gendut itu, nampak pula uap hitam mengepul dari tubuh kedua orang aneh yang sudah siap untuk saling gempur.

Tiba-tiba bertiup angin dahsyat sekali dan disusul suara melengking nyaring yang mengguncangkan jantung Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi. Suara ini melengking dari atas, seperti dari udara saja dan hebatnya, suara itu mengandung getaran sedemikian rupa sehingga menyusup ke dalam tubuh dua orang kakek iblis yang terkubur itu dan ketika mereka membarengi dengan pengerahan tenaga maka mereka mampu menembus jalan darah yang tertotok dan sudah banyak kehilangan pengaruhnya itu. Suara lengkingan itu ternyata dapat membantu mereka membebaskan diri.

Blarrr! Blarrr!! Dua orang kakek iblis itu menggunakan lengannya dan mereka dapat menerobos dengan loncatan ke atas, membuat tanah yang menguruk mereka itu terpental dan melayang ke kanan kiri seperti terjadi ledakan di situ.

Dua orang kakek yang sedang berhadapan untuk saling gempur tadi, mendengar suara melengking ini, terkejut, lalu disusul gerakan Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi, mereka makin kaget dan cepat mereka bergerak ke arah dua orang kakek iblis yang baru saja terbebas dari totokan itu.

Hek-tiauw Lo-mo terkejut bukan main ketika tiba-tiba ada lengan yang panjang menekan pundaknya dan sebelum dia mampu melepaskan diri, kekuatan dahsyat menyeretnya dan dia sudah dibanting masuk lagi ke dalam lubang di mana dia tadi terkubur. Ketika dia hendak meronta, dia merasa ada jari-jari tangan menempel di ubun-ubun kepalanya sehingga dia bergidik karena maklum bahwa sedikit saja jari-jari tangan itu bergerak, ubun-ubunnya akan pecah dan dia takkan mampu melindungi nyawanya lagi. Maka dia tak bergerak dan kini dia sudah berjongkok di dalam lubang seperti tadi, hanya kini tidak terpendam melainkan ditekan oleh kakek jangkung!

Juga Hek-hwa Lo-kwi mengalami hal yang sama. Tiba-tiba saja kedua kakinya dipegang orang dan sebelum dia sempat bergerak, dia sudah diseret ke dalam lubang dan sebuah tangan yang gemuk telah mencengkeram hiat-to (jalan darah) di tengkuknya, jalan darah kematian yang membuat dia tidak berani banyak bergerak karena maklum bahwa nyawanya berada di tangan orang.

Ha-ha-ha, kalian ini dua orang iblis busuk kiranya sedang bertapa di sini! Haha-ha, di jaman ini masih ada orang bertapa pendam. Ji-ci (Kakak Perempuan ke Dua), coba lihat ini dua ekor monyet tua, apakah engkau masih mengenal mereka? Yang kutangkap ini adalah bekas pelayan Si Dewa Bongkok, maling yang kabarnya melarikan kitab itu. Ha-haha, dan yang itu tentu adalah sekongkolnya, si Hek-tiauw Lo-mo dari Pulau Neraka! Agaknya mereka kini bertapa untuk menciptakan ilmu permalingan baru!! Su-ok Siauw-siang-cu mengejek sambil tertawa-tawa. Akan tetapi Ngo-ok Toat-beng Sian-su tidak berkata-kata, hanya kini dia menggunakan kepala Hek-tiauw Lo-mo untuk didudukinya, dan jari tangannya masih menempel di ubun-ubun yang didudukinya. Dia menggunakan kepala ketua Pulau Neraka yang ditakuti orang itu sebagai bangku!

Hi-hi-hik, kalian ini dua orang tua bangka masih suka main-main seperti anak-anak saja. Kalau encimu ini tidak cepat datang, tentu kalian tadi sudah saling serang, kembali seperti belasan tahun yang lalu. Apakah selama ini kalian tidak makin tua, akan tetapi berubah kembali menjadi anak-anak?! Dari atas pohon melayang turun tubuh seorang wanita dan ketika Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi memandang, mereka bergidik. Mereka sudah mendengar tentang wanita ini, yang merupakan Ji-ok (Jahat Nomor Dua) dari Im-kan Ngo-ok. Tingkat wanita ini bahkan lebih tinggi setingkat dibandingkan dengan koksu dari Nepal, dan kabarnya memiliki kekejaman yang sukar dibayangkan orang-orang kejam seperti Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi sekalipun! Kabarnya pernah wanita ini setiap hari mengisap darah dan otak anak kecil yang belum satu tahun usianya untuk jamu!, dan ketika orang sedusun mengepungnya, dia mengamuk, menangkapi dan menotok seluruh penghuni dusun yang jumlahnya ratusan orang itu, mengumpulkan mereka di rumah kepala dusun, lalu menyiram sekeliling rumah dengan minyak dan dibakarnya rumah itu. Dia menanti sampai semua orang yang ratusan banyaknya itu terbakar habis dan dia tertawa-tawa ketika mendengar teriakan dan jeritan mereka. Yang tidak ikut dibakarnya hanya anak-anak kecil yang belum satu tahun usianya, ada puluhan orang anak banyaknya, dibawanya mereka semua ke dalam guanya, dipelihara baik-baik sampai gemuk-gemuk, akan tetapi setiap hari tentu berkurang satu anak karena menjadi jamunya!!

Dan menurut kabar, ilmu kepandaian wanita ini juga luar biasa sekali. Tadi saja sudah terbukti betapa lengking suaranya mengandung khikang yang demikian ampuhnya sehingga tanpa disengaja mampu menembus jalan darah kedua orang kakek iblis itu. Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi yang tidak berdaya sama sekali karena jalan darah kematian dan ubun-ubun mereka telah diancam oleh dua drang anggauta Ngo-ok, dan mereka kini hanya dapat memandang ke depan, ke arah wanita yang baru datang itu dengan jantung berdebar tegang.

Wanita itu memang menyeramkan sekali. Bahkan dua orang kakek iblis yang namanya saja biasanya membikin orang menggigil ketakutan itu kini merasa betapa bulu tengkuk mereka meremang. Wanita itu bertubuh tinggi langsing, seperti tubuh seorang wanita yang masih muda. Mukanya tidak dapat dilihat karena muka itu memakai topeng, bukan topeng buatan biasa atau topeng palsu, melainkan topeng dari tengkorak manusia sungguh-sungguh! Tengkorak manusia yang masih lengkap dengan giginya yang besar-besar dan matanya yang berlubang dan dari lubang mata tengkorak ini nampak sepasang mata yang tajam dan liar atau mengerikan, bukan seperti manusia melainkan pantasnya menjadi mata setan! Hanya rambutnya yang sudah putih semua itu membuktikan bahwa wanita ini sesungguhnya adalah seorang nenek yang sudah tua! Kabarnya, sebelum menjadi anggauta nomor dua dari Im-kang Ngo-ok, wanita ini adalah seorang yang memiliki ilmu tinggi yang hidup malang melintang di Ko-le-kok, di mana dia ditakuti sebagai seorang yang amat tinggi ilmunya. Akan tetapi, perangainya berubah ketika dia jatuh cinta kepada seorang pangeran negeri itu dan karena cintanya tidak dibalas dan pangeran itu menikah dengan wanita lain, dalam perayaan pesta dia mengamuk, membunuhi sang pangeran dan isterinya dan seluruh keluarga, bahkan ratusan orang tamu ikut pula menjadi korban. Dan dia lalu memenggal leher pangeran itu, membawa kepalanya ke mana-mana sampai menjadi tengkorak, bahkan dia lalu memakai tengkorak itu sebagai topengnya ketika dia menjadi anggauta Im-kan Ngo-ok untuk menunjukkan bahwa dia cukup kejam dan pantas menjadi tokoh ke dua dari Im-kan Ngo-ok itu!

Ahhh, Ji-ci mengapa begitu sungkan? Bukankah kita memenuhi panggilan dari Sam-ko untuk berkumpul? Setelah berkumpul, mengapa kita tidak sekalian mencoba kepandaian masing-masing? Siapa tahu aku dari Su-ok bisa menjadi Ji-ok! Ha-ha-ha!!

!Huh, cebol kepala gundul tak tahu diri! Engkau hendak menandingi cicimu? Oho, kau boleh belajar seratus tahun lagi, adikku!! Si topeng tengkorak itu mengejek. Wanita ini adalah Ji-ok (Jahat ke Dua) yang bernama Kui-bin Nio-nio (Wanita Muka Setan) yang juga seperti yang lain telah lama sekali mengundurkan diri dan baru sekarang muncul karena undangan Sam-ok yang kini telah menjadi Koksu Negara Nepal! Mungkin karena jabatan koksu inilah yang membuat Ji-ok yang setingkat lebih tinggi itu sudi pula untuk datang memenuhi panggilan! Lihat ini!! Wanita itu menudingkan telunjuknya dan menggerakkan sedikit tangannya.

Cuiiiiittttt....!! Dari telunjuknya itu menyambar hawa yang dingin sekali, mengenai batu besar di dekat Su-ok dan debu beterbangan seolah-olah batu itu di bor! dan ketika wanita topeng tengkorak menghentikan gerakannya, maka terdapat ukiran berbunyi Ji-ok! di permukaan batu itu! Su-ok menjulurkan lidahnya dan masih tertawa-tawa sambil berkata nyaring.

Aha, kepandaian Ji-ci masih hebat! Akan tetapi aku bukan batu mati, dan agaknya tidak akan mudah begitu saja Kiam-ci (Jari Pedang) dari Ji-ci akan dapat mengalahkan aku!!

Akan tetapi agaknya wanita itu merasa sebal dan tidak bersemangat untuk berdebat atau bertanding. Dia memandang ke sekeliling dan berseru, Mana dia adik ke tiga si Sam-ok? Apakah setelah menjadi koksu dia begitu congkak tidak mau menyambut kita? Dan apakah Twa-ko tidak mau datang?!

Tiba-tiba menyambar angin halus dan terdengar suara dari jauh sekali, akan tetapi suara itu terdengar amat jelas, satu-satu seolah-olah orangnya berada di situ, akan tetapi tidak nampak apa-apa. Hal ini kembali mengejutkan Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi karena hal itu menandakan bahwa orang itu sudah memiliki kepandaian yang sukar diukur tingginya, sudah mampu melakukan Ilmu Coan-im-jip-bit (Mengirim Suara Dari Jauh) secara sempurna sekali.

Hemmm, aku orang tua tak berguna bisa apakah?!

Twa-ko....!! Tiga orang itu berseru secara berbareng dan ketiganya bangkit berdiri memandang ke arah datangnya suara seolah-olah hendak menyambut. Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan oleh Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi. Ka1au tadi mereka tidak berani berkutik adalah karena nyawa mereka terancam. Akan tetapi begitu kedua orang itu bergerak bangun, secepat kilat mereka sudah bergerak dan menghantam ke arah punggung para penawan mereka!

Ha-ha-ha!! Si pendek gendut sudah bergerak ke depan, lalu menggelinding sehingga terlepas dari hantaman Hek-hwa Lo-kwi, sedangkan si jangkung itu dengan langkah lebar juga mengelak dan membalik hendak menangkap lengan Hek-tiauw Lo-mo. Akan tetapi Hek-tiauw Lo-mo yang berkepandaian tinggi itu sudah cepat mengelak dan kembali mengirim serangan yang ampuh, yaitu dengan ilmu pukulan Hek-coa-tok-ciang yang diciptakannya dari kitab curiannya ketika dia memperoleh sebagian kitab dari Si Dewa Bongkok.

Hawa beracun berupa uap hitam mengepul dari kedua tangannya ketika dia menyerang si jangkung itu.

Hemmm....! Ngo-ok Toat-beng Sian-su mendengus dan tiba-tiba dia sudah berjungkir-balik. Agaknya dia mengenal pula pukulan sakti maka dia tahu bahwa lawannya ini bukan orang sembarangan, maka orang ke lima dari Im-kan Ngo-ok itu sudah berjungkir-balik untuk mengeluarkan kepandaiannya yang istimewa! Dan benar saja, Hek-tiauw Lo-mo menjadi bingung karena sasarannya menjadi aneh. Kalau biasanya dia memukul dada, kini pukulannya itu bertemu dengan paha dan ditangkis oleh tangan yang panjang itu, kalau dia memukul kepala, kini bertemu dengan lutut yang dapat bergerak dan menyerangnya kembali! Dan setiap gerakan kakek jangkung itu mendatangkan angin pukulan dahsyat, sedangkan pukulan Hek-coa-tok-ciang yang dimainkannya itu agaknya tidak mempengaruhi si jangkung karena beberapa kali si jangkung berani menangkisnya tanpa keracunan. Sebaliknya, sepasang kaki si jangkung membuat dia bingung karena kaki itu secara tiba-tiba dapat memukulnya! dari belakang, ke arah punggungnya!

Demikian pula, dengan keadaan Hek-hwa Lo-kwi. Kakek iblis ketua Kwi-liong-pang ini terkejut bukan main ketika menghadapi lawannya yang pendek gemuk itu. Sukar sekali menyerang lawan itu karena tubuh lawan itu bergerak secara aneh sekali, kadang-kadang bergulingan, kadang-kadang meloncat dan berlari-lari di sekelilingnya, dan kadang-kadang menerima pukulannya akan tetapi pada saat pukulan hampir mengenai tubuh, dia melejit lenyap dan tahu-tahu sudah membalas serangannya dari bawah dengan dasyat! Hek-hwa Lo-kwi merasa penasaran sekali. Tidak peduli siapa adanya lawan ini, si pendek ini sudah menghinanya secara keterlaluan sekali, menduduki kepalanya dan tadi ketika si pendek ini duduk di atas kepalanya, biarpun tidak ada yang tahu karena tidak mengeluarkan suara, akan tetapi dia tahu betul bahwa dua kali si pendek ini melepas kentut yang bau busuk! Maka saking marahnya, Hek-hwa Lo-kwi lalu mengeluarkan ilmu barunya yang sakti dan mengerikan, yaitu Pek-hiat-hoat-lek.

Hehhhhh....!! Dia berseru keras, kedua tangannya bergerak melakukan dorongan ke depan. Nampaklah uap putih mengepul dan angin dahsyat menyambar ke arah kakek pendek itu.

Krok-krokkk!! Kakek pendek yang menghadapi pukulan maut itu tiba-tiba berjongkok, memasang kuda-kuda seperti seekor katak buduk dan kedua tangannya juga mendorong ke depan.

Desss....!! Akibat pertemuan tenaga yang dahsyat, tubuh Hek-hwa Lo-kwi terjengkang dan dia terbanting roboh dengan kepala pening. Akan tetapi kakek muka seperti tengkorak yang tinggi kurus ini dengan cekatan telah meloncat bangun dan menyerang lagi kalang-kabut. Ternyata ilmu barunya itu cukup tangguh sehingga menghadapi pukulan llmu Katak Buduk dari si pendek itu dia tidak sampai mengalami luka, hanya terjengkang saja. Melihat ini, Su-ok Siauw-siang-cu merasa kagum juga.

Bagus, jongos maling, ilmumu lumayan juga!! katanya memuji akan tetapi sambil memaki. Justeru, Hek-hwa Lo-kwi paling benci kalau diingatkan bahwa dia dahulu adalah seorang pelayan dan seorang pelayan yang telah mencuri kitab majikannya! Maka sambil menggereng dia menubruk ke depan, akan tetapi si pendek melejit lenyap dan main kucing-kucingan sambil tertawa-tawa.

Di fihak lain, Hek-tiauw Lo-mo juga repot bukan main. Beberapa kali tubuh belakangnya kena digajul oleh kaki lawan secara aneh sampai dia hampir terpelanting. Ngo-ok Toat-beng Sian-su tidak pernah mengeluarkan suara, akan tetapi tangan dan kakinya sungguh jahil dan menghina sekali. Kadang-kadang kedua tangan kakek ini bergerak cepat, tangan yang panjang itu tahu-tahu sudah menyentil telinga Hek-tiauw Lo-mo, kemudian kakinya menendang pinggulnya secara aneh melalui belakangnya. Kalau menggerakkan tangannya, maka kakek yang tingginya tidak lumrah ini hanya mengunakan kepala sebagai kaki, dan dia berloncatan sehingga kepalanya mengeluarkan bunyi duk-duk-duk!! memukul tanah!

Tiba-tiba terdengar suara yang tadi, suara halus yang tadi terdengar dekat, Hemmm, Ngo-ok dan Su-ok masih repot melayani dua ekor kera tua ini, sungguh harus dikatakan bahwa kepandaian kalian selama ini tidak ada kemajuan sama sekali!!

Yang bicara itu adalah seorang kakek yang luar biasa sekali. Kakek ini tidak pantas disebut manusia, lebih patut dinamakan gorila atau monyet besar sekali, seekor monyet besar yang memakai sepatu dan pakaian seperti manusia, akan tetapi pakaiannya amat sederhana. Mukanya adalah muka campuran antara manusia dan monyet, akan tetapi masih lebih mendekati monyet daripada manusia, sehingga pantasnya dia dinamakan monyet yang mirip manusia. Bahkan dari bibir monyetnya itu menonjol keluar dua buah taring di kanan kiri! Hanya kulitnya saja yang tidak seperti monyet, karena kulit muka dan tangannya tidak berbulu, dan rambutnya juga seperti rambut manusia, pendek sampai di pundaknya dan masih banyak hitamnya. Kedua tangannya besar, seperti tangan manusia, akan tetapi kedua lengannya panjang melampaui lututnya, ciri lengan tangan monyet! Dan biarpun wajahnya menyeramkan seperti monyet, akan tetapi suaranya halus dan lemah lembut seperti suara seorang pendeta, dan pakaiannya amat sederhana! Padahal dia adalah orang nomor satu dari Im-kan Ngo-ok, dan dia inilah yang disebut Twa-ok (Jahat Nomor Satu) bernama Su Lo Ti, sebuah nama yang berasal dari Pegunungan Himalaya, dan dia ini adalah suheng (kakak seperguruan) dari Koksu Nepal! Tentu saja, sebagai Twa-ok, kepandaiannya juga amat tinggi, jauh lebih tinggi daripada tingkat sutenya yang hanya menduduki tingkat Sam-ok, dan dalam hal kekejaman, kiranya tidak ada lawannya di dunia ini! Akan tetapi hebatnya, biarpun wajahnya menyeramkan dan bengis, sikap dan suaranya lemah lembut seperti orang yang sabar dan memiliki watak budiman!

Empat orang dari Im-kan Ngo-ok yang kesemuanya sudah menyembunyikan diri selama belasan tahun, bertapa di tempat persembunyian mereka, menjauhkan diri dari dunia ramai itu, semua berpakaian sederhana sekali. Pakaian, cara kehidupan, dan sikap sederhana ini selalu menarik perhatian orang dan menimbulkan rasa hormat dalam hati setiap orang.

Benarkah semua itu yang dinamakan kesederhanaan? Kita sudah terbiasa untuk menilai segala sesuatu dari lahiriah belaka. Dan kita selalu mengejar sesuatu juga untuk kepentingan kesenangan diri sendiri dengan dasar-dasar lahiriah pula. Kesederhanaan adalah suatu hal yang menyangkut suatu keadaan rohani, keadaan batiniah yang tidak ada sangkut-pautnya dengan keadaan jasmaniah atau lahiriah. Seorang pertapa boleh jadi hanya mengenakan cawat saja sebagai penutup tubuh, hanya makan sehari sekali atau kurang dari makanan seadanya, akan tetapi belum tentu dia itu berjiwa sederhana! Ada orang-orang yang kelihatan sederhana. Namun kesederhanaannya itu dipergunakannya sebagai pameran, memamerkan kesederhanaannya, agar semua orang tahu bahwa dia adalah orang sederhana! Kesederhanaan macam ini adalah kesederhanaan palsu, biarpun dia telah menyiksa tubuhnya sendiri, memaksa tubuhnya agar melaksanakan apa yang dianggapnya kesederhanaan. Kesederhanaan yang diakuinya sendiri, dirasakannya sendiri ini hanyalah kesederhanaan pura-pura yang pada hakekatnya tak lain tak bukan hanyalah suatu kesombongan yang terselubung, suatu pamrih atau keinginan menonjolkan diri yang dibungkus dan diberi etiket berbunyi: Kesederhanaan! Kesederhanaan lahiriah yang disengaja seperti itu hanyalah merupakan daya upaya, merupakan cara untuk mencapai sesuatu belaka, yaitu: Agar orang lain tahu bahwa dia sederhana, bahwa dia suci, baik dan sebagainya yang pada akhirnya hanya menunjukkan bahwa dia berpamrih agar terpandang! Dan terpandang! ini merupakan sesuatu yang menyenangkan hati! Jadi kesimpulannya adalah bahwa dia mempergunakan kesederhanaan lahiriah sebagai kedok untuk mengejar kesenangan!

Ada pula orang yang sengaja hidup sederhana, bertapa di gunung-gunung dan gua-gua, berpakaian setengah telanjang, jarang makan minum, menyiksa diri. Akan tetapi semua itu pun merupakan bentuk pemaksaan belaka, semua itu pun merupakan suatu jalan untuk mencapai sesuatu, oleh karena itu pun palsu adanya. Hanya sebagai cara memenuhi keinginannya, mencapai sesuatu dan segala yang berpamrih sudah pasti palsu adanya, tidak WAJAR! Mungkin si pertapa yang menyiksa diri memaksa diri sederhana itu menghendaki sesuatu yang tidak ada sangkut-pautnya dengan duniawi, bukan menghendaki harta, bukan pula menghendaki nama, atau menghendaki kedigdayaan yang kesemuanya adalah duniawi, bukan pula ingin memperoleh kemuliaan duniawi, akan tetapi menginginkan sesuatu yang dinamakannya lebih tinggi! yang pada umumnya dinamakan kesempurnaan!, atau kesucian!, atau kebahagiaan!, bahkan ada pula yang menyebutnya Tuhan! Akan tetapi, semua sebutan itu pasti dihubungkan sebagai hal yang MENYENANGKAN! Baik itu kesempurnaan, kebahagiaan atau lainnya, tentu digambarkan oleh PIKIRAN sebagai sesuatu YANG MENYENANGKAN, atau yang lebih baik, lebih enak, lebih menyenangkan daripada yang sekarang ada padanya! Dengan demikian, kembali lagi lingkaran setan itu terbukti, bahwa yang dikejar adalah kesenangan! Baik jasmaniah, atau pun batiniah, tetap saja yang dicari-cari adalah kesenangan menurut ukuran pikiran! Karena yang selalu mengukur sesuatu dengan untung rugi, dengan senang susah, yang selalu mengejar-ngejar kesenangan adalah pikiran itulah!

Kesederhanaan, seperti cinta kasih seperti juga kebenaran, kebaikan, kebajikan dan sebagainya, jelas tidak dapat dilatih! Karena sesuatu yang dilatih itu berarti penekanan, berarti pemaksaan, dan sesuatu yang dilatih itu sudah pasti mengandung pamrih untuk memperoleh sesuatu! Dan kalau sudah ada pamrih, dan semua pamrih selalu berputar untuk kemudian menuju kepada pencapaian kesenangan sendiri, apakah itu dapat dinamakan kesederhanaan lagi? Kesederhanaan, seperti juga kebaikan atau kebajikan, adalah suatu keadaan, bukan suatu hal yang mati. Sekali kita merasa bahwa kita baik, maka itu bukanlah baik lagi namanya! Sekali kita menganggap bahwa kita sederhana, itu tiada lain hanyalah kesombongan yang berselubung dengan cap kesederhanaan. Kita dapat melihatnya semua ini secara gamblang di dalam diri kita sendiri kalau kita mau membuka mata setiap saat dan memandang diri sendiri.

Dan untuk mengenal apa yang dinamakan cinta kasih, kebahagiaan, keindahan, keagungan alam, apa yang dinamakan kekuasaan Tuhan yang biasanya kita hanya menerima saja dari pendapat-pendapat yang sudah ditentukan oleh kitab dan para ahli, untuk dapat mengenal itu semua secara nyata, bukan hanya teori belaka, bukan hanya harapan belaka, dibutuhkan jiwa yang sungguh-sungguh sederhana! Dan kesederhanaan tak mungkin ada selama di situ terdapat aku yang berpamrih, aku yang ingin senang, selama terdapat pikiran yang mencari-cari hal yang menyenangkan. Batin yang hening, tidak dibikin hening dengan sengaja, melainkan batin yang hening dengan sendirinya, bukan buatan, batin yang tidak pernah mengharap, tidak pernah menginginkan sesuatu yang tidak ada, batin demikian ini yang berada dalam keadaan sederhana.

Namun sayang, sejak kecil kita sudah terbiasa oleh hal-hal yang palsu. Pendapat-pendapat umum yang dibangun semenjak kita dapat berpikir, mempengaruhi kita, membutakan mata kita betapa palsunya semua itu. Kita menjadi buta dan hanya melihat hal-hal lahiriah belaka. Oleh karena itu maka kebanyakan dari kita mempergunakan hal-hal lahiriah ini untuk mengelabuhi orang lain, yang tentu saja bersumber lagi kepada pamrih untuk menarik keuntungan lahir batin sebanyaknya, pamrih untuk mengejar kesenangan pribadi.

Empat orang dari Im-kan Ngo-ok itu tentu saja hanya mempergunakan pakaian dan sikap sederhana untuk pamer belaka. Biarpun tidak kelihatan demikian, namun seolah-olah mereka itu berkaok-kaok, Lihat nih! Aku adalah orang sederhana, lain daripada yang lain! Aku bukan orang biasa! Aku sederhana dan baik, suci dan sebagainya!!.

Ketika mendengar teguran twako mereka, Ngo-ok dan Su-ok menjadi merah mukanya, akan tetapi pada saat itu, Ji-ok Kui-bin Nio-nio sudah berkata dengan suaranya yang nyaring melengking, Hai, Twa-ko! Yang mendekati ilmumu hanya aku, mari kita berlomba mempermainkan dua orang iblis ini!!

Hemmm, kau boleh lihat, Ji-moi. Dua ekor kera ini boleh kita jadikan alat percobaan!!

Memang menggeiikan sekali mereka itu. Ji-ok Kui-bin Nio-nio yang memakai topeng tengkorak dan lebih mirip iblis daripada manusia itu paling suka menamakan orang lain iblis, dan sebaliknya Twa-ok Su Lo Ti yang mukanya benar-benar mirip kera itu paling suka memaki orang lain monyet!

Demikianlah watak dan sifatnya orang-orang yang tidak pernah mau mengenal diri sendiri. Kalau saja mereka itu, seperti kita, mau pula untuk belajar hidup setiap hari, belajar mengerti hidup dengan mengamati diri sendiri, mengenal diri sendiri setiap saat, maka kiranya mereka tidak akan mencela dan memaki orang lain. Kalau kita nnencela orang lain, ini sudah pasti terjadi karena kita menganggap diri sendiri sebagai orang baik, setidaknya lebih baik daripada dia yang kita cela. Akan tetapi benarkah demikian? Mari kita bercermin setiap hari, bukan hanya bercermin untuk melihat wajah kita setiap hari, melainkan terutama sekali bercermin setiap seat dengan mengamati diri sendiri dalam hubungan kita setiap hari dengan orang lain atau dengan benda, dengan pikiran dan apa saja, yaitu mengamati setiap saat segala macam pikiran kita, perasaan kita, gerak-gerik kita lahir batin. Bukan mengendalikan diri sendiri. Bukan mengoreksi diri sendiri, bukan mencari kesalahan diri sendiri, karena semua itu merupakan bentuk-bentuk perlawanan dan pemaksaan belaka yang akhirnya ternyata adalah permainan pikiran yang berpamrih menghendaki sesuatu yang lebih!! Mengamati saja, memandang saja, dengan penuh perhatian, tanpa mencela atau memuji, tanpa pamrih sama sekali. Dapatkah?

Tiba-tiba Ji-ok Kui-bin Nio-nio dan Twa-ok Su Lo Ti bergerak hampir bersamaan, meloncat ke depan dan ketika kedua orang ini menggerakkan tangan ke depan, Ngo-ok dan Su-ok terpaksa minggir dan melompat ke belakang karena ada suara angin mencicit keluar dari gerakan mereka berdua itu.

Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi yang tadi dipermainkan oleh Ngo-ok dan Su-ok, kini tiba-tiba merasa ada angin menyambar dahsyat. Keduanya cepat membalik dan berusaha menangkis dengan pengerahan tenaga sinkang, akan tetapi tiba-tiba saja tangan mereka yang menangkis itu seperti lumpuh dan tanpa mereka ketahui bagaimana caranya, tahu-tahu tengkuk mereka telah dipegang dan tubuh mereka telah diangkat ke atas lalu dilontarkan! Ji-ok menangkap Hek-tiauw Lo-mo dan melontarkan kakek raksasa itu ke arah Twa-ok, sebaliknya Twa-ok telah mencengkeram tengkuk Hek-hwa Lo-kwi dan kini melontarkan tubuh kakek ini ke arah Ji-ok!

Ji-ok menerima tubuh Hek-hwa Lo-kwi, memandang wajah kakek ini sambil berkata, Wajahmu tidak buruk!! Padahal wajah Hek-hwa Lo-kwi seperti tengkorak hidup! Agaknya karena mirip tengkorak itulah maka dia dipuji, akan tetapi tahu-tahu tubuh kakek ini sudah melayang lagi ke udara, berbareng dengan tubuh Hek-tiauw Lo-mo yang juga melayang kembali ke arah Ji-ok. Demikianlah, dua orang pertama dan ke dua dari Im-kan Ngo-ok itu telah mempermainkan tubuh Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi seperti dua orang anak kecil bermain bola saling mengoperkan tanpa dua orang kakek iblis itu mampu melawan!

Tentu saja dua orang kakek iblis yang berkepandaian tinggi itu berusaha melawan, akan tetapi setiap kali mereka menggerakkan tangan untuk memukul, lengan mereka menjadi lumpuh karena mereka jauh kalah cepat, lebih dulu ditotok lumpuh untuk beberapa menit lamanya dan dilontar-lontarkan di antara dua orang manusia aneh itu! Tentu saja dua orang kakek itu marah bukan main, marah, penasaran dan merasa terhina dan malu sekali!

Akan tetapi dalam adu ilmu secara aneh ini nampak betapa Ji-ok masih kalah setingkat, buktinya, tubuh dua orang kakek iblis itu lebih gencar melayang ke arah Ji-ok sehingga nenek ini menjadi kewalahan! Baru saja dia melontarkan tubuh seorang kakek kembali kepada Twa-ok, tubuh kakek ke dua sudah datang menyambar, dan sambaran itu makin lama makin berat terasa olehnya, tanda bahwa Twa-ok menambah tenaga lontarannya!

Ah, Twa-ko dan Ji-ci, harap suka hentikan main-main itu!! Tiba-tiba terdengar suara orang berseru keras dan kaget. Mereka itu adalah pembantu-pembantu kita sendiri!!

Ha-ha-ha, Sam-ko telah mengkhawatirkan orang-orangnya!! Terdengar si gendut pendek Su-ok tertawa.

Akan tetapi mendengar suara Koksu Nepal ini, dua orang yang sedang bermain-main itu lalu melontarkan tubuh dua orang kakek itu ke arah Ban Hwa Sengjin! Koksu Nepal ini mengebutkan kedua tangannya dan tubuh dua orang kakek itu meluncur turun ke atas tanah.

Setelah kini tidak tertotok lagi, Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi berseru keras, berjungkir balik dan turun ke atas tanah dalam keadaan berdiri dan tidak terbanting. Mereka memandang kepada Twa-ok dan Ji-ok dengan mata marah, kemudian mereka mengeluarkan suara menggereng dan siap untuk menerjang maju.

Sudahlah, Lo-mo dan Lo-kwi. Mereka ini adalah saudara-saudaraku sendiri!! Koksu ini berkata kepada dua orang pembantu itu.

Mereka itu menghina kami!! berkata Hek-tiauw Lo-mo dengan marah.

Tidak ada orang boleh mempermainkan kami seperti itu!! Hek-hwa Lo-kwi juga berkata dengan geram.

Sudahlah, dua orang kakakku ini memang gemar bermain-main dan andaikata mereka tidak tahu bahwa kalian adalah orang-orang sendiri, apakah kalian kira saat ini kalian masih dapat hidup?! kata pula Ban Hwa Sengjin dengan suara sungguh-sungguh. Dua orang kakek iblis itu terpaksa membenarkan pendapat ini karena kalau mereka tadi menghendaki, dua orang itu tentu sudah dapat membunuh mereka berdua dengan amat mudahnya. Diam-diam mereka bergidik menyaksikan kehebatan ilmu kepandaian empat orang di antara Ngo-ok itu.

Ah, Koksu yang mulia, sungguh tidak melanggar janji. Sayangnya masih ada orang-orang yang mengintai kami, apakah Koksu sengaja menyambut kami dengan mata-mata yang menyelidik?! tanya Twa-ok Su Lo Ti, suaranya masih halus seperti tadi.

Heh-heh-heh, agaknya Koksu sudah kurang percaya kepada kita, Twa-ko!! kata Ji-ok Kui-bin Nio-nio sambil tertawa.

Koksu Nepal itu mengerutkan alisnya dan mengelus jenggotnya. Hemmmmm, hemmm.... mengapa Twa-ko dan Ji-ci menyebut koksu kepadaku? Tidak seperti Su-te dan Ngo-te yang masih bersikap biasa!!

Ha-ha-ha, mungkin pakaianmu, Sam-ko!! kata Su-ok sambil bergelak tertawa, sedangkan Ngo-ok hanya berdiri diam saja dengan muka muram dan mulut cemberut seperti orang ngambek.

Pakaianku, mengapa? Ah, pakaian mewah ini? Tentu saja aku harus menyesuaikan diri dengan kedudukanku. Hendaknya Twa-ko dan Ji-ci ingat bahwa aku adalah koksu, yang memimpin negara yang rakyatnya berjuta orang! Aku harus menjaga nama dan kehormatan.!

Lalu bagaimana dengan mata-mata yang mengintai itu?! tanya pula Twa-ok, masih halus suaranya akan tetapi jelas nampak tidak senang.

Mata-mata yang mana yang Twako maksudkan? Aku datang, tidak tahu tentang mata-mata,! tanya Ban Hwa Sengjin.

Hi-hik, kalau begitu bukan mata-mata yang dipasang oleh Sam-te, Twako!! kata Ji-ok.

Aku tidak melihat orang lain!! kata Su-ok.

Twa-ko dan Ji-ci lihai, aku pun tidak melihat orang!! kata Ngo-ok, kini dia pun tertarik dan menoleh ke kanan kiri, mencari-cari dan membuka kedua matanya yang sipit dan seperti mau tidur terus saja itu.

Heh-heh, Twa-ko, kalau begitu mari kita sekali lagi bertanding ilmu, siapa yang dapat merobohkan mata-mata itu lebih dulu, dia lebih unggul!! kata Ji-ok dan nenek yang tidak peduli akan segala kecurangan ini sudah mendahului, tiba-tiba saja tangannya bergerak dan terdengar suara mencicit ketika jari telunjuk tangannya menyambar hawa dingin ke arah semak-semak. Twa-ok Su Lo Ti juga sudah bergerak, tangan kanannya mendorong ke arah sebatang pohon.

Krakkkkk!! Biarpun kakek bermuka gorila itu bergerak belakangan, akan tetapi akibat hantamannya telah lebih dulu mengenai sasaran dan pohon itu roboh. Dari balik pohon itu berkelebat bayangan orang yang cepat bukan main dan dengan kibasan lengan bajunya, bayangan itu telah dapat menangkis tenaga dahsyat yang dilepas oleh Twa-ok Su Lo Ti tadi! Bahkan kini bayangan itu mencelat ke belakang semak-semak yang diserang oleh pukulan jarak jauh dengan ilmu mujijat Kiam-ci (Jari Pedang) dari nenek bertopeng tengkorak itu.

Syeeettttt....!! Cabang ranting dan daun semak-semak itu berhamburan, akan tetapi tubuh Siang In telah didorong sampai terguling-guling oleh Kian Lee sehingga dara ini terbebas dari maut! Kiranya sejak tadi Kian Lee dan Siang In telah tiba di tempat itu dan diam-diam mereka melakukan pengintaian dengan hati-hati sekali. Orang-orang seperti Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi, juga yang lebih lihai lagi seperti Ngo-ok dan Su-ok, tidak melihat tempat persembunyian mereka. Ban Hwa Sengjin juga tidak melihat karena memang kakek botak ini baru tiba, akan tetapi ternyata Twa-ok dan Ji-ok dapat mengetahuinya. Hal ini saja sudah membuktikan betapa lihainya orang pertama dan orang ke dua dari Im-kan Ngo-ok itu!

Serangan kedua orang itu memang hebat bukan main karena mereka tadi menyerang untuk membunuh dan karena mereka mempergunakan serangan itu untuk menguji kepandaian masing-masing antara orang pertama dan orang ke dua, tentu saja mereka telah mengerahkan tenaga agar lebih dulu merobohkan lawan. Akan tetapi siapa kira, serangan mereka keduanya tidak berhasil dan kini muncullah seorang pernuda yang gagah dan tampan sekali bersama seorang dara yang amat cantik jelita dari dua tempat yang mereka serang tadi, berdiri berdampingan dengan gagah perkasa dan penuh keberanian!

Diam-diam Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi yang mengenal Kian Lee terkejut sekali. Mereka maklum akan kelihaian pemuda putera Pendekar Super Sakti dari Pulau Es itu, akan tetapi karena mereka masih merasa mendongkol kepada empat orang dari Im-kan Ngo-ok, maka, mereka diam saja, hendak melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Di lain fihak, Kian Lee juga kaget sekali ketika mengenal orang-orang yang amat lihai itu. Dia sudah mengenal Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi, akan tetapi dua orang kakek iblis ini tidak membuat dia jerih. Hanya ketika mengenal Ban Hwa Sengjin, diam-diam dia merasa khawatir akan keselamatan Siang In karena dia tahu betapa lihainya Koksu Nepal ini. Dan biarpun dia belum mengenal empat orang aneh yang lain itu, namun dari gerakan-gerakan mereka tadi saja dia sudah tahu bahwa mereka itu pun merupakan lawan-lawan yang amat tangguh!

Sementara itu, Ngo-ok Toat-beng Sian-su yang sejak tadi diam saja dan seperti orang mengantuk atau orang murung dan ngambek, tiba-tiba kini membelalakkan matanya yang sipit, memandang kepada Siang In dan seketika mulutnya mengeluarkan air liur yang keluar dari ujung kiri mulutnya, hampir menetes turun akan tetapi sudah cepat disedotnya kembali ke dalam mulutnya. Dia mulai menyeringai, kemudian dia berkata, Berikan kuku ibu jarimu kepadaku!! Dan tiba-tiba saja dia sudah menubruk dengan gerakan mengejutkan ke arah Siang In! Karena langkahnya panjang, dan lengannya yang panjang sudah menyambar hendak menangkap tangan Siang In, maka gerakannya itu cepat bukan main dan hampir saja lengan dara itu dapat ditangkapnya!

Ihhh!! Siang In menjerit dan tubuhnya mencelat ke belakang dengan hati penuh jijik melihat orang jangkung ini. Akan tetapi Ngo-ok yang melihat betapa sambarannya yang pertama dapat dielakkan, tahu bahwa dara yang luar biasa cantiknya itu ternyata memiliki kepandaian yang boleh juga, sudah menerjang lagi, kini kedua lengannya yang panjang itu seperti sepasang capit kepiting menyerang dari atas, tinggi sekali dan kedua tangannya menyambar turun ke bawah, dari kanan kiri menutup semua jalan lari dari Siang In!

Teng Siang In adalah murid terkasih dari See-thian Hoat-su, maka selain ilmu sihir, tentu saja dia banyak mewarisi ilmu silat tinggi yang lihai dari gurunya itu. Menghadapi serangan yang amat aneh dan dahsyat ini, dia terkejut akan tetapi tidak menjadi gugup. Payungnya sudah menyambar dan tubuhnya bergerak cepat, dia sudah mengelak dari sambaran tangan kiri, payungnya menangkis tangan kanan lawan dan secepat kilat dia balas menyerang dengan tendangan Soan-hong-twi!

Dukkk!! Biarpun payung di tangan Siang In membalik, namun tangan kanan kakek jangkung itu dapat tertangkis dan kini secara tiba-tiba saja kaki yang kecil mungil itu telah menyambar ke arah pusar Ngo-ok! Betapapun lihainya Ngo-ok Toat-beng Sian-su, akan tetapi dia tidak mau coba-coba menerima tendangan yang jelas dilakukan dengan pengerahan sinkang kuat itu dengan pusarnya karena hal ini amat berbahaya. Maka si jangkung ini cepat menekuk tubuhnya melengkung ke belakang sehingga tendangan itu luput! Karena tubuh itu jangkung dan panjang sekali, maka dengan melengkung tengahnya ke belakang, dia sudah dapat mengelak dan tendangan pertama dari Siang In jauh dari sasarannya. Akan tetapi ilmu tendangan Soan-hong-twi dari dara itu hebat bukan main. Biarpun tendangan pertama luput, akan tetapi tendangan ke dua, ke tiga, ke empat dan seterusnya datang bertubi-tubi menghujani bagian-bagian tubuh yang berbahaya dari si kakek jangkung!

Kini kakek itu agak repot juga. Tubuhnya yang panjang itu melengkang-lengkung ke sana-sini untuk mengelak dan beberapa kali kedua tangannya juga menangkis sehingga perkelahian itu kelihatan ramai. Semua orang menonton dan tidak ada yang mempedulikan Kian Lee karena mereka tidak inginketinggalan menonton perkelahian itu!

Akan tetapi, segera nampak keunggulan Ngo-ok. Setelah si jangkung ini dapat memulihkan ketenangannya menghadapi serangan tendangan dari dara itu, mulailah dia menangkis, kaki Siang In membalik dan dara itu menyeringai kesakitan. Maklumlah Siang In bahwa lawannya memang hebat, maka tiba-tiba saja dia mengerahkan kekuatan sihirnya dan cepat dia membentak, Lihat siapa aku!!

Mendengar ini, otomatis Ngo-ok memandang ke arah wajah dara itu dan pada saat itu Siang In berseru nyaring, suaranya mengandung getaran hebat dan aneh, Aku adalah ibumu, kau tidak lekas berlutut?!

Tiba-tiba Ngo-ok mengeluarkan suara aneh, matanya terbelalak memandang wajah dara yang cantik jelita itu. Siapa tidak akan menjadi kaget dan heran kalau tiba-tiba melihat ibunya yang telah puluhan tahun meninggal dunia itu kini berdiri di depannya dalam keadaan segar bugar? Seluruh tubuh Ngo-ok menggigil dan dia menjatuhkan dirinya berlutut! Pada saat itu, Siang In mengirim tendangan Soan-hong-twi.

Duk-plak-desss....!! Tubuhnya yang jangkung itu terguling-guling dan pada saat itu terdengar suara melengking nyaring, suara yang dikeluarkan oleh Ji-ok Kui-bin Nio-nio. Siang In terkejut karena suara ini menggetarkan jantungnya dan sekaligus membuyarkan kekuatan sihirnya atas batin Ngo-ok. Ngo-ok yang bergulingan terkena tendangan bertubi-tubi itu, kini meloncat bangun dan menggosok-gosok matanya karena melihat bahwa ibunya! sudah lenyap dan yang adalah dara cantik yang telah menendanginya seenaknya!

Arghhh....!! Dia menggereng, maklum bahwa dia telah dipermainkan dengan sihir, maka tiba-tiba saja tubuhnya sudah berjungkir-balik dan kini bagaikan badai mengamuk, tubuh yang membalik itu telah menyerang kalang-kabut ke arah Siang In! Dara ini terkejut bukan main. Untuk menggunakan sihirnya, amat sukar karena mencari wajah orang itu pun sudah amat sukar. Empat kaki dan tangan itu bergerak-gerak aneh, semua menyambar ke arahnya dengan cepat bukan main dan betapapun dia berusaha mengelak dan menangkis, tetap saja dia kena ditampar dan ditendang. Tamparan ke tiga yang mengenai tengkuknya membuat dia terlempar dengan kepala pening dan tahu-tahu dia telah dirangkul Kian Lee dan sudah menggerakkan tangan menangkis tamparan berikutnya dari tangan panjang itu.

Desss....!! Kini tubuh yang berjungkir balik itu terlempar oleh tangkisan Kian Lee! Ngo-ok terkejut bukan main dan cepat dia bangkit berdiri sambil memandang dengan penuh perhatian kepada Kian Lee. Tak disangkanya betapa tangkisan itu mengandung hawa panas yang seperti hendak membakar seluruh langannya tadi, maka saking kagetnya dia telah membalik dan menghentikan serangannya. Siang In yang masih pening kini duduk di atas tanah sambil memijit-mijit tengkuknya yang kena ditampar tadi.

Melihat Ngo-ok, Su-ok dan Ji-ok hendak maju, tiba-tiba Twa-ok Su Lo Ti berteriak, Biarkan dia menghadapi aku! Dia sudah menjadi lawanku sejak pertama tadi!!

Mendengar teriakan halus ini, tiga orang adik angkatnya itu tidak berani maju, sedangkan Ban Hwa Sengjin yang juga mengenal Kian Lee hanya memandang dengan tenang. Dia merasa girang dengan munculnya saudara-saudaranya, karena hal itu berarti memperkuat kedudukannya dan kini dia hendak menikmati tontonan menarik, betapa suhengnya atau juga twakonya itu akan menandingi pemuda yang dia tahu amat lihai ini. Dia merasa yakin bahwa suhengnya sudah pasti akan mampu mengalahkan pemuda ini, maka hatinya tidak khawatir dan dia hanya menonton dengan tenang. Juga Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi menonton dengan jantung berdebar tegang. Mereka mengenal kelihaian putera Pendekar Super Sakti, maka mereka kini ingin melihat sampai di mana kelihaian kakek seperti monyet besar itu.

Kian Lee maklum bahwa dia menghadapi banyak lawan tangguh. Tak disangkanya bahwa sejak para penculik putera Ceng Ceng itu menuju ke lembah di mana dia akan bertemu dengan begini banyak orang lihai yang aneh-aneh dan belum pernah dijumpainya. Karena sudah terlanjur ketahuan, maka dia harus menghadapi segala bahaya, untuk membela diri dan juga untuk menyelamatkan Siang In, karena dari sikap dan ucapan-ucapan mereka maklumlah dia bahwa dia berhadapan dengan datuk-datuk dari kaum sesat yang amat jahat dan kejam sehingga kalau sampai dia dan Siang In tertawan, maka keadaan dan keselamatan dara yang cantik jelita itu pasti terancam hebat!

Maka melihat betapa kakek yang seperti gorila itu kini melangkah maju menghampirinya, dia sudah siap dan diam-diam dia telah mengerahkan sinkangnya untuk menghadapi segala kemungkinan sambil matanya menatap tajam wajah lawan dan gerak-gerik lawan yang aneh. Dia melihat kakek itu berdiri biasa saja, dengan kedua kaki agak terpentang dan agak ditekuk, punggungnya membongkok dan kedua lengan panjang itu bergantung ke bawah, persis sikap seekor monyet besar! Kemudian, perlahan-lahan kedua tangan itu diangkat ke depan, dengan jari-jari terbuka dan telapak tangan menghadap keluar, juga gerakan ini tiada ubahnya seekor monyet! Kian Lee belum pernah menyaksikan pasangan kuda-kuda ilmu silat seperti itu, kecuali kalau kuda-kuda itu dilakukan oleh seekor monyet yang hendak menyerang musuh! Akan tetapi dia tetap waspada dan ketika kakek itu menggerakkan tangan kiri yang mukanya menghadapi kepadanya itu, dia siap.

Wirrrrr....!! Angin yang dahsyat keluar dari tangan kiri kakek itu dan angin ini berpusing seperti angin puyuh, menyambar ke arah Kian Lee, disusul oleh sebuah tangan yang tiba-tiba mulur! sehingga biarpun jarak antara kakek itu dan dia ada dua meter jauhnya, bahkan lebih, tangan itu masih dapat mencapainya dengan cengkeraman ke arah ubun-ubun kepalanya!

Hebat, pikir Kian Lee! Akan tetapi dia tidak menjadi gentar. Melihat betapa angin pukulan tangan kiri itu berhawa dingin, dia lalu mengerahkan tenaga Swat-im Sin-ciang dan dengan tangan kanannya dia menangkis cengkeraman itu sambil memperkuat kedudukan kuda-kuda kakinya.

Dukkk!!

Ehhh....?! Kakek itu mengeluarkan seruan kaget dan tangannya yang mulur tadi kini mengkeret kembali. Akibat pertemuan kedua lengan itu, cengkeraman kakek itu dapat tertangkis akan tetapi kuda-kuda kaki Kian Lee agar tergeser sedikit, tanda betapa kuatnya tenaga sinkang kakek gorila itu!

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar