Jodoh Rajawali Bab 40 - Lebih Baik Hukuman Mati

Jodoh Rajawali Bab 40 - Lebih Baik Hukuman Mati
Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------

Bab 40 - Lebih Baik Hukuman Mati

Hanya sebentar saja kakek itu terheran dan kaget karena kini tangan kanannya yang bergerak ke depan, juga mulur seperti tangan kirinya tadi. Kini tangan kanan itu didahului angin yang mengeluarkan suara mendesis-desis dan Kian Lee merasa betapa tangan yang kini menampar ke arah lehernya itu mendatangkan hawa panas membakar! Dia pun tidak mau kalah, cepat mengerahkan Ilmu Hwi-yang Sin-ciang dan kembali dia menangkis.

Desss....!!

Pertemuan kedua lengan sekali ini lebih hebat lagi, keras lawan keras sehingga kini tubuh Kian Lee terhuyung ke belakang, akan tetapi kakek itu menjadi makin kaget dan matanya yang seperti mata monyet itu mendelik. Hampir dia tidak dapat percaya bahwa ada seorang pemuda yang berhasil menangkis serangan tangan kiri dan kanannya, dan yang juga menggunakan hawa Im-kang yang amat kuat kemudian tenaga Yang-kang yang juga amat dahsyat!

Kau.... kau.... dari Pulau Es?! tanyanya kaget, karena dia mendengar bahwa hanya orang-orang dari Pulau Es saja yang memiliki kemampuan untuk menguasai dua macam tenaga Im dan Yang secara berselang-seling seperti itu.

Kini Hek-tiauw Lo-mo mendapatkan kesempatan untuk mengejek, Ha-ha-ha, baru puteranya saja sudah mengejutkan orang, apalagi kalau ayahnya yang datang, agaknya si kaki buntung itu tidak ada yang berani melawannya!!

Wajah kakek gorila itu berseri dan mulutnya menyeringai memperlihatkan gigi dan taring yang menyeramkan, akan tetapi dia segera kembali bersikap lemah lembut. Aha, kiranya kau benar putera Pendekar Siluman dari Pulau Es? Bagus, sudah lama memang aku ingin mencoba kelihaian Pulau Es.! Setelah berkata demikian, tiba-tiba kakek ini menggerakkan tubuhnya berpusing! Makin lama makin cepat tubuhnya berpusing, seperti seorang penari ballet yang mahir. Sukar sekali dilihat ke mana dia menghadap, akan tetapi tubuh yang berpusing itu mengeluarkan angin yang dahsyat, juga berpusing sehingga orang-orang yang berdekatan cepat mundur. Tubuh itu kini menerjang ke arah Kian Lee dan dari pusingan itu nampak menyambar kaki atau tangan yang mencuat dengan cepat dan dahsyat secara tiba-tiba, tidak tentu mana yang diserangnya sehingga sukar untuk dijaga.

Akan tetapi, Kian Lee adalah putera Pendekar Super Sakti. Biarpun dia maklum bahwa lawannya ini hebat bukan main kepandaiannya, bahkan lebih hebat daripada tingkat kepandaian Koksu Nepal, dan hal ini dapat diukurnya ketika dia dua kali menangkis pukulannya tadi, namun dia tidak menjadi gentar. Kian Lee adalah seorang pemuda yang tenang dan waspada, maka kini dia mempergunakan ketenangannya itu untuk membentuk benteng pertahanan yang kokoh kuat. Dia tidak bergerak, hanya diam saja penuh kewaspadaan, hanya setiap kali ada kaki atau tangan menyambar saja maka dia bergerak untuk mengelak atau menangkis dengan pengerahan seluruh tenaga, kadang-kadang tenaga Swat-im Sin-ciang, kadang-kadang tenaga Hwi-yang Sin-ciang.

Akan tetapi, kakek itu memang benar-benar hebat. Agaknya dia hendak menguras ilmu dari pemuda itu, maka dia sengaja mempermainkan Kian Lee. Hal ini dirasakan pula oleh Kian Lee yang mulai menjadi pening juga ketika kakek itu berputaran di sekeliling tubuhnya. Sukar baginya untuk menyerang dan hanya mempertahankan diri saja tentu lama-lama dia takkan dapat bertahan terus.

Haittttt....!! Tiba-tiba dia mengeluarkan suara melengking nyaring dan tubuhnya mencelat ke sana-sini ketika Kian Lee mulai membalas dengan serangan-serangannya. Akan tetapi, terdengar kakek itu tertawa girang dan kakek itu menandinginya tanpa menyerang lagi, hanya mengelak ke sana-sini dengan tubuh masih berpusing. Melihat ini, sadariah Kian Lee bahwa fihak lawan akan mempelajari ilmu silatnya, maka dia lalu menyimpan kembali jurus-jurus Toat-beng Bian-kun, satu di antara ilmu silat tinggi yang dikuasai pemuda itu. Dia baru mengeluarkan beberapa jurus dari melihat betapa ilmu silatnya ini tidak akan berhasil merobohkan lawan, bahkan mungkin akan dapat dipelajari dan dicuri oleh kakek iblis ini sehingga kelak akan merugikan pihak Pulau Es.

Setelah memancing terus tanpa hasil, kakek itu menjadi jengkel juga maka dia berseru keras sekali, dari tubuhnya yang berpusing itu menyambar hawa pukulan dahsyat bukan main. Kian Lee yang sudah siap waspada itu menggunakan kedua tangannya menangkis, akan tetapi tetap saja tubuhnya terpental dan terbanting keras di atas tanah dan dia tak dapat bangkit karena kepalanya terasa pening!

Lee-koko....!! Siang In menjerit dan cepat menubruk pemuda itu, kemudian dara ini mengembangkan payungnya, memandang kepada mereka sambil berteriak nyaring, Kami berdua pergi!!

Ngo-ok dan Su-ok terkejut, demikian pula Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi karena benar saja, tiba-tiba dara cantik dan pemuda itu lenyap dari situ! Akan tetapi kembali Ji-ok sudah mengeluarkan suara melengking nyaring, suara lengking yang mengandung khikang amat kuatnya dan kini mereka berempat melihat betapa pemuda itu digandeng dan dibantu oleh dara itu sedang berjalan pergi meninggalkan tempat itu dengan diam-diam!

Siang In yang menyangka bahwa sihirnya sekali ini berhasil, melihat betapa orang-orang tua yang buruk rupa itu berdiri diam tak bergerak, maka dia merasa girang sekali dan menarik lengan tangan Kian Lee agar cepat-cepat pergi dari tempat itu. Setelah dia merasa aman, dia menoleh dan tidak lagi melihat mereka, hatinya lega sekali, akan tetapi tiba-tiba dia mendengar sesuatu. Dia mengangkat mukanya dan.... tujuh orang tua aneh itu kembali sudah berdiri di situ, mengurung dia dan Kian Lee!

Ohhh.... tidak....!! Dia menjerit dan kembali dia mengerahkan sihirnya, menggerakkan payungnya yang terbuka menutupi tubuh mereka berdua sambil berseru nyaring sekali, Kami berdua pergi!!

Kembali terdengar Ji-ok Kui-bin Nio-nio mengeluarkan suara melengking dan Siang In cepat-cepat mengajak Kian Lee pergi, dibiarkan saja oleh tujuh orang tua itu. Ketika Siang In dan Kian Lee tiba di atas lapangan rumput, kembali terdengar suara dan tujuh orang kakek itu telah mengurung mereka berdua!

Percuma, In-moi, mereka tidak terpengaruh sihirmu! Dengan perlahan Kian Lee berkata. Dia tahu apa yang terjadi. Sihir dari Siang In selalu dibuyarkan oleh suara lengking dari nenek bertopeng tengkorak itu yang agaknya kebal terhadap pengaruh sihir nona itu.

Huh, kau mau lari ke mana? Kuku ibu jari tanganmu harus menjadi milikku!! Kembali Ngo-ok Toat-beng Sian-su berseru dan lengannya yang panjang menyambar Siang In yang sudah lemah dan masih pening oleh tamparan tadi, berusaha mengelak, akan tetapi dia kalah cepat dan pundaknya sudah kena dicengkeram, kemudian tubuhnya diangkat tinggi sekali oleh tangan itu sampai dia menjerit ketakutan. Kakek itu memang sudah amat tinggi, kini lengannya yang panjang itu mengangkat tubuh Siang In ke atas, tentu tingginya lebih dari tiga meter dari tanah!

Huh!! Kini tangan kiri kakek itu sudah mencengkeram ke arah pakaian Siang In, siap untuk merobeknya karena Ngo-ok ini akan memperlihatkan kekejamannya yang luar biasa, yaitu memperkosa dara itu di depan mata semua orang begitu saja sebelum disiksa dan dicabuti kukunya, dibeset-beset kulit dagingnya sampai mati seperti biasa!

Sam-ok atau Ban Hwa Sengjin sudah mengenal kebiasaan Ngo-ok ini, maka tiba-tiba dia berkata dengan suara yang nyaring berwibawa, Ngo-te, jangan lakukan itu! Kau lepaskan dia!!

Sejenak si jangkung itu menentang pandang mata koksu, mukanya yang sudah muram itu makin keruh dan dia seperti akan menangis, mula-mula dia seperti hendak menentang, akan tetapi akhirnya dia melemparkan tubuh Siang In.

Brukkk....!! Dara itu merangkak mendekati Kian Lee yang masih lemah dan pening.

Sam-ko, apa artinya sikapmu ini?! Ngo-ok menuntut dengan suara marah.

Ha-ha-ha-ha-ha, setelah menjadi koksu, Sam-ko telah berubah rupanya! Telah menjadi lemah dan menaruh kasihan. Ha-ha-ha! Betapa lucunya, ada seorang anggauta Ngo-ok yang menaruh kasihan! Ha-ha-ha, kalau begitu memang sepatutnya disebut koksu saja!!

Sute, jangan bicara sembarangan kau!! Tiba-tiba koksu berkata, suaranya terdengar nyaring. Aku sama sekali tidak lemah seperti yang kalian kira! Akan tetapi aku ingin bertanya dulu, kalian berempat ini, sudah sudi datang ke sini atas undangan dan permintaanku, sebetulnya mau apakah? Apakah hanya mau mempermainkan anak yang tidak ada artinya ini? Ataukah mau membantu gerakan kami yang besar, yang kelak akan dapat mengangkat nama kita sebagai Ngo-ok sehingga nama kita menjadi termasyur dan harum sampai selama-lamanya?!

Tentu saja kita semua ingin membantumu, Sam-te. Kalau tidak, perlu apa kita meninggalkan tempat klta yang aman dan enak!! kata Twa-ok.

Benar, tanpa dasar itu, perlu apa aku berkeliaran ke sini?! kata pula Ji-ok.

Ha-ha-ha, benar juga. Aku pun begitu, akan tetapi aku tetap tidak mengerti, mengapa kau melarang Ngo-te untuk bermain-main dengan gadis ini agar aku dapat menonton dengan enak!!

Ya, pertanyaan itu harus dijawab!! kata Ngo-ok.

Kalian tahu bahwa aku adalah seorang koksu yang memimpin pergerakan besar yang dikepalai oleh Pangeran Bharuhendra dari Nepal! Ini urusan besar, urusan negara, mengertikah kalian? Karena kita adalah orang-orang penting yang memegang puncak pimpinan, maka kita harus mementingkan urusan negara dan pergerakan lebih dulu. Urusan pribadi adalah urusan kecil dan kelak kalau sudah selesai pergerakan ini, biar Ngo-ok mau mempermainkan puteri-puteri cantik sehari sampai seratus orang, siapa peduli? Akan tetapi kalau kini dia melakukan hal itu, lalu terlihat oleh semua anak buah, apa akan kata mereka? Tentu akan merendahkan nama puncak pimpinan dan juga memberi contoh buruk sehingga akan ditiru oleh para pasukan. Kalau pasukan melakukan hal seperti itu, menuruti nafsu belaka, apa gunanya mereka dalam perang? Tentu pergerakan kita akan gagal!!

Ngo-ok bersungut-sungut, akan tetapi dia mengangguk dan tangannya mengeluarkan seuntai kuku yang bermacam-macam bentuknya, akan tetapi semua kuku yang diuntai itu adalah kuku wanita-wanita yang telah menjadi korbannya. Sayang.... kuhitung kemarin.... empat ratus kurang satu! Kalau ditambah kukunya, genap empat ratus....!

Siang In mengkirik dan mau muntah menyaksikan kuku-kuku yang diuntai itu dan tanpa disadari dia menggenggam semua kuku jarinya, seolah-olah hendak menyembunyikan kuku-kuku itu agar jangan dicabut!

Ha-ha-ha, omongan Sam-ko sebagai koksu memang hebat!! Si pendek gundul mengacungkan ibu jari tangan kanannya ke atas tinggi-tinggi, akan tetapi karena tubuhnya cebol, tetap saja ibu jarinya tidak mencapai perut si jangkung Ngo-ok. Lalu, ingin sekali aku melihat bagaimana keputusan seorang koksu negara besar terhadap dua orang mata-mata musuh yang tertangkap. Ha-ha-ha, aku mendengar bahwa seorang koksu amat bijaksana dan keputusannya ditaati semua orang, adil dan memuaskan. Ha-ha-ha, yang mulia Koksu, hukuman apakah yang harus dijatuhkan kepada dua orang mata-mata ini? Ataukah mereka itu akan dibebaskan begitu saja?!

Akan tetapi Ban Hwa Sengjin tidak mempedulikan ejekan dari Su-ok itu, dan dengan sikap keren dan berwibawa dia lalu menghadapi Kian Lee yang masih menunduk pening dan Siang In yang mulai merasa ngeri menyaksikan sikap orang-orang aneh yang luar biasa lihainya itu. Ketika tadi mendengar bahwa pemuda itu adalah putera dari Pulau Es, Ban Hwa Sengjin terkejut dan dia pun tidak berani main-main. Bermusuhan dengan Pulau Es merupakan suatu hal yang amat berbahaya, pikirnya. Akan tetapi, setelah pemuda ini menentang mereka, lebih baik kalau dibunuh saja agar jangan sampai ada yang tahu dan kalau tidak ada saksinya, tentu Pendekar Super Sakti tidak akan tahu pula ke mana lenyapnya puteranya ini dan siapa yang membunuhnya! Akan tetapi, dia adalah seorang koksu, tidak bisa membunuh secara begitu saja, dan dia harus memperlihatkan wibawanya!

Heh, kalian dua orang muda yang sudah lancang menjadi mata-mata dan menentang kami, dengarlah baik-baik keputusanku! Menurut patut, kalian memang sudah semestinya dihukum mati dan sudah patut pula kalau Ngo-ok Toat-beng Sian-su mempermainkan kalian lalu membunuh kalian. Akan tetapi, kami adalah orang-orang yang tahu akan peraturan, tahu akan hukum, maka kalian akan dijatuhi hukuman menurut aturan! Akan tetapi, tidak ada hukuman tanpa pembelaan, maka kalian kuberi kesempatan untuk menentukan hukuman kalian. Kalian boleh mengeluarkan pendapat terakhir dan kalau pendapat kalian itu tepat, hukuman kalian akan lebih ringan!!

Sampai di sini, Ban Hwa Sengjin tersenyum-senyum dan memandang kepada para saudaranya untuk melihat reaksi mereka. Empat orang saudaranya itu memandang kagum dan Siang In memandang penuh harapan, sedangkan Kian Lee masih menunduk saja.

Orang tua, lekas katakan hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada kami? Dan benarkah engkau ini seorang pembesar tinggi?! Siang In bertanya, bingung menyaksikan sikap mereka yang aneh-aneh itu.

Ban Hwa Sengjin tersenyum lebar. Nona cilik, ketahuilah olehmu bahwa aku adalah Ban Hwa Sengjin, aku adalah koksu dari negara Nepal yang agung, dan bahwa keputusanku merupakan hukum yang harus dilaksanakan. Nah, kalau kalian mengeluarkan pendapat yang keliru dan tidak tepat, kalian akan kuserahkan kepada Ngo-ok Toat-beng Sian-su agar menyiksa kalian sampai mati, dan mungkin saja kuku ibu jarimu itu akan melengkapi koleksinya, Nona!! Siang In bergidik ngeri melihat wajah si jangkung itu makin muram, dan wajah si pendek terkekeh geli, sedangkan nenek muka tengkorak dan kakek gorila itu memandang seperti patung, sedikit pun tidak bergerak atau berkedip.

!Dan kalau pendapat kami benar kau akan membebaskan kami?! Siang In bertanya penuh harapan. Dia akan dapat mengandalkan kecerdikannya untuk mencari kata-kata yang benar atau tepat agar dapat selamat.

Akan tetapi dengan muka keren Ban Hwa Sengjin berkata, suaranya lantang sekali, Mana ada aturan membebaskan orang yang bersalah? Kalau pendapat kalian benar, kalian memperoleh keringanan, yaitu bukan dihukum mati, melainkan dihukum potong hidung dan kedua telinga agar semua orang selamanya akan tahu bahwa kalian telah berani melakukan dosa terhadap Koksu Nepal!!

Mendengar ini, Su-ok Siauw-siang-cu bertepuk tangan memuji dan tertawa gembira. Ha-ha-ha-ha-ha, kiranya Sam-ok Ban Hwa Sengjin masih mempertahankan gelarnya!!

Memang, begitu berkumpul dengan saudara-saudaranya, kumat lagilah watak Sam-ok ini. Dia mempermainkan orang, memberi harapan, akan tetapi hanya untuk di banting! dengan keputusan hukuman yang mengerikan itu, hanya untuk membuktikan bahwa kejahatan dan kekejamannya masih belum berubah dan dia masih patut menjadi Sam-ok! Tentu saja luar biasa kejamnya menghukum orang-orang muda yang begitu tampan dan begitu cantik jelita dengan potong hidung dan telinga, hukuman yang bahkan lebih berat daripada mati! Mendengar ini, biarpun mukanya masih keruh, Ngo-ok sudah menggosok-gosok kedua tangannya yang panjang dan menjilat-jilat bibirnya yang basah karena kembali dia sudah mulai mengilar. Kini agaknya dia akan memperoleh kesempatan untuk menonjolkan kekejamannya di depan saudara-saudaranya! Dan sekali ini untuk melaksanakan hukuman!, jadi demi negara dan pergerakan!

Mendengar ucapan Koksu Nepal itu, marahlah Suma Kian Lee. Dia masih pening dan belum dapat bangkit untuk melawan, akan tetapi dia mengangkat muka dan memandang kakek raksasa yang botak itu. Ban Hwa Sengjin, bagus sekali omonganmu! Engkau sebagai seorang Koksu Negara Nepal telah merencanakan pemberontakan dengan Gubernur Ho-nan, siapa yang tidak tahu akan hal itu? Sekarang aku telah terjatuh ke tanganmu, mau bunuh hayo bunuhlah, siapa sih yang takut mati? Tidak perlu lagi engkau mengeluarkan segala omongan kosong!!

Akan tetapi Siang In memegang lengan pemuda itu dan cepat dia mendahului koksu itu, berkata, Koksu, aku mendengar bahwa pangkat koksu amatlah tinggi dalam sebuah negara, dan bahwa kata-kata koksu merupakan keputusan yang harus ditaati, hampir sama kuatnya dengan kata-kata keputusan raja sendiri. Sekali seekor koksu mengeluarkan kata-kata, maka kata-katanya itu merupakan keputusan yang tidak boleh dibantah, tidak boleh ditarik mundur kembali. Pendeknya, seorang koksu berbeda dengan seekor anjing keparat yang curang dan yang suka makan tahi, bukan?! Siang In sengaja berkata-kata dengan nyaring dan panjang lebar ketika dia melihat datangnya rombongan pasukan penjaga. Itulah pasukan penjaga pintu gerbang benteng Kui-liong-pang yang tertarik oleh suara ribut-ribut dan puluhan orang perajurit kini mengepung tempat itu dan tentu saja ikut mendengarkan.

Muka Koksu Nepal itu sudah menjadi merah karena dia merasa dihina. Bocah lancang mulut, apa maksudmu?!

Maksudku, Koksu, bahwa seorang koksu adalah seorang yang tentu memegang kata-katanya yang dianggap lebih berharga daripada nyawa, bukan seorang yang suka menjilat kembali kata-katanya seperti anjing yang suka makan tahi. Koksu, aku hendak bertanya apakah engkau biasa suka makan tahi?!

Sepasang mata itu mendelik dan Kian Lee menjadi heran dan bingung. Akal apa yang hendak dipergunakan Siang In maka dara ini begitu nekat membakar hati koksu sedemikian rupa yang mendekati penghinaan paling besar?

Ha-ha-ha-ha-ha! Baru ini aku mendengar seorang koksu dipermainkan bocah cilik, ditanya apakah biasa makan tahi? Hi-hik, Ngo-te, bagaimana sih rasanya tahi orang? Mungkin enak juga, ya?!

Bocah perempuan bosan hidup, kalau kau bermaksud menghinaku....!! Ban Hwa Sengjin hampir tak dapat menahan kesabarannya lagi karena dia melihat betapa di antara para perajurit juga ada yang menutupi mulut tanda bahwa mereka juga merasa geli.

Siang In mengangkat kedua tangan ke depan. Sabar.... sabarlah, Koksu yang mulia! Aku tidak menghina, aku hanya bertanya, karena aku pun tentu saja tidak percaya bahwa Koksu suka menjilat ludah sendiri, suka menarik janjinya sendiri. Seorang koksu negara tidak mungkin menarik kata-katanya sendiri, juga seorang locianpwe tingkat atas, baik dari dunia terang maupun gelap, kiranya akan menjaga nama dan tidak sudi menarik janjinya sendiri.!

Sudah tentu saja tidak! Lebih baik mati daripada menarik janji sendiri!! kata koksu yang cerdik itu. Aku berjanji, dengarkan kalian semua! Aku berjanji kepada Nona ini dan kepada pemuda ini bahwa mereka boleh mengajukan pendapat yang terakhir. Kalau pendapat mereka itu tidak tepat dan keliru atau bohong, mereka akan di jatuhi hukuman mati dan pelaksanaannya akan diserahkan kepada Toat-beng Sian-su! Sebaliknya kalau pendapat mereka itu tepat, benar dan tidak bohong, mereka akan dihukum dengan potong hidung dan kedua telinga, tidak dibunuh. Nah, kata-kataku ini siapa yang berani membangkang atau menarik kembali?!

Siang In kini bangkit berdiri, tangan kanannya masih menggandeng tangan Kian Lee yang masih duduk di atas tanah. Dengan wajah berseri dia berkata lantang, Koksu yang terhormat, maukah engkau bersumpah bahwa engkau akan menepati janjimu?!

Ban Hwa Sengjin makin marah, mengepal tinju dan tentu dia sudah, menghantam remuk kepala anak perempuan itu di saat itu juga kalau saja tidak ada begitu banyak orang yang menonton.

Tidak perlu sumpah, aku mempertaruhkan kedudukanku sebagai koksu dan sebagai orang ke tiga dari Im-kan Ngo-ok!! teriaknya berang.

Sudahlah, In-moi, biar aku yang menyatakan pendapatku sebagai ucapan terakhir seorang gagah....!

Sssttttt....! Kau tidak boleh bicara apa-apa, Koko. Akulah yang bertanggung jawab dan aku yang mewakili kita berdua,! kata Siang In.

Melihat dara dan pemuda itu bisik-bisik, Ban Hwa Sengjin ingin melampiaskan rasa mendongkolnya karena merasa dihina dan dipermainkan oleh dara itu. Kami masih mempunyai banyak urusan penting, dan urusan orang-orang seperti kalian berdua adalah urusan kecil yang harus segera diselesaikan. Hayo ucapkan pendapat kalian yang terakhir. Kami memberi waktu hitungan sampai dua puluh. Su-ok, kauhitunglah!!

Kakek pendek gendut itu tertawa dan dasar orang licik bukan main, dia lalu menghitung dengan kecepatan membalap, Satu-dua-tiga....! dan selanjutnya, akan tetapi hitungannya sedemikian cepatnya sehingga sebentar saja dia sudah menghitung sampai lima belas. Kian Lee memandang dara itu dengan jantung berdebar penuh ketegangan.

Berhenti!! tiba-tiba Siang In berseru nyaring, Dengarkan pendapat kami yang terakhir!!

Kakek pendek gendut itu berhenti dan suasana menjadi sunyi bukan main, sunyi yang amat menegangkan karena setiap orang seolah-olah menahan napas ingin mendengar apa yang akan menjadi pendapat atau ucapan terakhir dari dara itu. Suma Kian Lee juga menahan napas karena pemuda ini berpikir, apa artinya mengucapkan pendapat terakhir? Apa pun pendapatnya, tidak ada pilihan lain, kalau ucapan itu tepat dihukum potong hidung dan telinga, kalau tidak tepat dibunuh. Lebih baik mengatakan sesuatu yang dapat memukul atau menusuk hati mereka dan biarlah dibunuh, karena hiduppun apa gunanya kalau dipotong hidung dan telinganya? Apalagi bagi seorang dara seperti Siang In!

Tiba-tiba Kian Lee merasa kasihan sekali kepada dara itu dan tak disadarinya dia menggenggam tangan dara itu lebih erat lagi. Dia tahu nasib apa yang menanti Siang In. Kalau dipotong hidung dan telinganya, dara itu akan menjadi seorang yang berubah menakutkan, dan itu lebih hebat daripada mati. Kalau dihukum bunuh, tentu akan dihina dan diperkosa lebih dulu oleh si jangkung tanpa dia mampu menolongnya. Maka dia sudah mengambil keputusan, sebelum dijatuhkan hukuman kepada dia dan Siang In, dia akan menggunakan tenaga terakhir untuk membunuh dara itu! Lebih baik dia membunuh dara itu daripada dara itu mengalami penghinaan yang hebat!.

Siang In menoleh dan memandang kepada Kian Lee karena merasa tangannya digenggam erat, dia tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya kepada pemuda itu! Bukan main! Dalam keadaan seperti itu, dara ini masih pandai bergurau! Lalu dara itu mengangkat mukanya dan berdiri tegak, lalu berkata dengan suara lantang sehingga terdengar oleh semua orang yang berada di situ.

Koksu, dengarlah baik-baik kata-kata terakhir kami berdua yang tidak boleh diubah oleh siapapun juga, yaitu begini: Kami berdua akan dihukum mati!!

Suasana masih hening dan ketika dara itu telah mengucapkan kata-katanya yang amat singkat dan lantang itu dan semua orang saling pandang. Mengapa dara itu, hanya meninggalkan kata-kata terakhir seperti itu? Kami berdua akan dihukum mati! Cuma sebegitu, apa artinya?

Ha-ha-ha! Jadi hanya itu yang menjadi pendapat atau pesan terakhir kalian? Bagus, memang sebaiknya begitu karena kami masih banyak urusan. Nah, Ngo-ok, engkau kuserahi tugas untuk menghukum mati mereka berdua!!

Tiba-tiba Siang In berseru. Ah, jadi ternyata Koksu dari Nepal adalah seorang yang biasa makan tahi?!

Semua orang terkejut sekali dan Ban Hwa Sengjin terkejut dan marah. Kau sudah mau mampus masih berani menghina orang! Dasar anak perempuan setan....!!

Sementara itu, Ngo-ok sudah meloncat ke depan, tangannya yang panjang sudah digerakkan dan pada saat itu, Kian Lee juga mengerahkan tenaganya untuk turun tangan membunuh Siang In agar jangan mengalami penghinaan.

Dukkk!! Tiba-tiba Ji-ok Kui-bo Nio-nio menangkis lengan Ngo-ok sampai Ngo-ok menyeringai dan meloncat mundur.

Tahan dulu!! Ji-ok Kui-bin Nio-nio berkata, Sam-te, aku tidak ingin melihat engkau menjadi seorang pemakan tahi!!

Eh, apa ini? Apa maksudmu?! Ban Hwa Sengjin memandang terlongong, menyangka bahwa Ji-ok itu agaknya tentu kena sihir sehingga mengulangi kata-kata Siang In. Akan tetapi Ji-ok menggeleng-geleng kepalanya.

Sam-te, engkau sudah menjadi koksu, mengapa masih begitu kurang luas pikiranmu? Bagaimana bunyi janji tadi? Kau bilang bahwa kalau kata-kata terakhir mereka itu benar, mereka akan dihukum potong hidung dan telinga, tidak dihukum mati. Nah, dara itu bilang bahwa mereka berdua akan dihukum mati! Kalau sekarang engkau menjatuhkan hukuman mati, berarti kata-katanya itu benar! Dan kalau kata-katanya benar, dia tidak boleh dihukum mati, melainkan dihukum potong hidung dan telinga seperti janjimu. Mengapa kau hendak melanggar janjimu?!

Ohhh....!! Koksu Nepal menjadi merah sekali mukanya dan mengangguk. Ah, benar juga. Kalau mereka dihukum mati, ucapan gadis ini jadi benar dan mereka tidak boleh dihukum mati. Untung engkau mengingatkan aku, Ji-ci. Terima kasih! Heh, Ngo-ok, terpaksa membikin kecewa hatimu. Hayo Kau laksanakan hukuman ke dua, yaitu potong hidung dan telinga!!

Ngo-ok tentu saja kecewa sekali karena kini setelah ada puluhan orang perajurit di situ, ingin dia memperkosa gadis ini agar namanya makin tersohor, sebagai seorang paling kejam! Akan tetapi dia tidak berani membangkang perintah.

Huh, kiranya Koksu Nepal hanya seorang yang biasa makan tahi busuk!! kembali terdengar Siang In berseru.

Ngo-ok sudah bergerak ke depan, tangannya menyambar.

Desss....!! Kini lengannya ditangkis oleh lengan Twa-ok dan karena tenaga Twa-ok lebih hebat maka Ngo-ok yang sial itu kini terlempar dan terhuyung.

Eh, eh apa sih salahku?! teriak orang yang sial ini.

Sam-te, sekarang aku yang tidak ingin melihat Sam-te menjadi seorang pemakan tahi!! kata Twa-ok, seperti mengulang kata-kata Siang In sehingga sang koksu dari Nepal makin bengong terlongong.

Apa.... apa maksudmu, Twa-ko....?!

Sam-te, kau tidak boleh menghukum mereka dengan potong hidung dan telinga atau hukuman ke dua....!! Kakek seperti gorila itu berkata dengan suaranya yang halus. Kalau kau melakukan itu, berarti engkau melanggar janjimu tadi!!

Eh, mana mungkin? Kalau menjatuhkan hukuman ke satu, hukuman mati, baru namanya melanggar janji karena kata-kata mereka itu benar dan mereka tidak boleh dihukum mati, harus dihukum potong telinga dan hidung, hukuman ke dua. Bukankah kata-kata mereka itu benar dan harus dihukum yang ke dua itu?!

Mana bisa?! bantah Twa-ok. Mereka berkata bahwa mereka akan dihukum mati. Nah, kalau sekarang kau menjatuhkan hukuman ke dua, yaitu potong hidung dan telinga, berarti bahwa kata-kata terakhir mereka itu tidak benar. Dan menurut janji, kata-kata yang tidak benar dijatuhi hukuman mati!!

Ban Hwa Sengjin menjadi pucat wajahnya dan matanya terbelalak. Kalau begitu hukum mati!!

Tak mungkin! Kalau dihukum mati mereka berkata benar dan harus dihukum potong!! bantah Ji-ok.

Kalau begitu hukum potong....!! kata pula Ban Hwa Sengjin.

Tidak bisa! Kalau dihukum potong berarti kata-kata mereka bohong dan untuk itu mereka harus dihukum mati!!

Ban Hwa Sengjin menjatuhkan dirinya di atas batu dan memegangi kepala dengan kedua tangan, bingung sekali. Dihukum mati salah, dihukum potong pun salah! Sementara itu, Kian Lee memandang kepada Siang In dengan penuh kekaguman. Tak disangkanya bahwa dara ini benar-benar memiliki kecerdikan yang amat hebat! Dalam keadaan berbahaya seperti itu, dalam waktu sesingkat itu, dapat menemukan akal yang demikian luar biasa, agaknya tidak masuk di akal akan tetapi memang benar dan tepat! Dengan akal itu, Ban Hwa Sengjin dibikin mati kutu, tidak berdaya karena hukuman apa pun yang dijatuhkannya, berarti dia melanggar janji dan.... makan tahi! Empat orang dari Im-kan Ngo-ok juga bengong dan penuh kagum, juga Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi, demikian pula puluhan orang perajurit itu bengong, ikut memikirkan.

Siang In tersenyum. Boleh kaupikirkan lagi, Koksu. Kami kini bebas, kecuali kalau kau mau makan tahi lebih dulu!! Setelah berkata demikian, Siang In menarik tangan Kian Lee dan diajak pergi dari tempat itu dengan sikap tenang sekali. Dan lima orang Im-kan Ngo-ok yang ditakuti oleh semua orang dunia hitam itu hanya memandang dengan bengong saja tanpa mampu berbuat sesuatu! Bahkan Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi juga tidak berani berkutik karena kalau mereka turun tangan mencegah, sama halnya dengan mendorong Koksu Nepal untuk makan tahi! yang berarti menjadi anjing penjilat janjinya sendlri! Tentu saja pasukan yang mendengar semua itu pun tidak ada yang berani bergerak tanpa perintah koksu.

Setelah pemuda dan dara itu pergi jauh dan tidak nampak lagi, barulah terdengar Ngo-ok Toat-beng Sian-su mengomel, Inilah kalau Sam-ok berubah menjadi pembesar negeri yang menjaga nama dan kehormatan! Rugi kita! Ru-gi....!!

Ha-ha-ha, gadis itu otaknya cerdas sekali! Ha-ha-ha, Sam-ko yang terkenal cerdik masih kena diakalinya! Ha-ha-ha!! Si gendut pendek terpingkal-pingkal geli. Memang watak lima orang Ngo-ok ini luar biasa sekali. Girang kalau melihat orang lain menderita! Agaknya memang mereka itu sengaja melakukan hal-hal yang paling buruk di dunia ini agar sesuai dengan julukan mereka sebagai Si Jahat dari Akhirat!

Muka koksu sebentar pucat sebentar merah, kedua tangannya mengepal dan sepasang matanya beringas, akan tetapi di hadapan sekian banyaknya orang, tentu saja dia tidak sudi dianggap anjing penjilat janjinya kembali! Apalagi, dia adalah seorang yang amat cerdik. Mendengar bahwa pemuda itu adalah putera Pendekar Super Sakti, dia juga harus hati-hati dan biarlah dia mendapat malu sedikit karena diakali gadis itu, akan tetapi hitung-hitung dia membebaskan putera Pendekar Super Sakti dan mencegah munculnya seorang musuh yang menggiriskan hatinya.

Sudahlah! Salahku sendiri, juga bocah-bocah itu dibunuh atau tidak pun apa sih artinya bagiku? Mari kita ke lembah, ada urusan lebih penting yang harus kita selesaikan!!

Maka pergilah tujuh orang kakek sakti itu diikuti oleh pasukan memasuki lembah kembali dengan hati mendongkol.

Sementara itu, Kian Lee yang hanya nanar dan lemas seketika, akan tetapi tidak sampai terluka parah, dalam waktu tidak lama pun sudah pulih kembali kesehatannya. Mereka berdua merasa lega bahwa para kakek sakti itu tidak melakukan pengejaran, dan Kian Lee seperti masih belum dapat mempercayai bahwa mereka dapat lolos dari bahaya sedemikian mudahnya.

Kian Lee berhenti dan berkata kepada Siang In sambil memandang penuh kagum, Adik Siang In yang hebat! Sungguh masih sukar aku untuk dapat percaya betapa dengan mudahnya kita dapat terlepas dari bahaya maut! Dan hampir aku tidak percaya bahwa, engkau yang begini muda dapat mengakali orang-orang sakti seperti mereka itu. Dalam waktu sedemikian singkatnya engkau telah memperoleh akal yang demikian mengagumkan!!

Siang In tersenyum, senang hatinya dipuji seperti itu tentu saja! Akan tetapi dia seorang dara yang jujur, maka dia menahan ketawanya dan berkata, Ah, Lee-koko, siapa sih yang pintar? Aku sama sekali tidak pintar, hanya koksu itu yang tolol!!

!In-moi, akalmu itu benar-benar hebat dan menandakan bahwa engkau memang pintar sekali, mengapa merendahkan diri? Dengan akalmu itu, memang koksu menjadi tak berdaya dan mati kutu sama sekali, karena menjatuhkan hukuman kepada kita dengan cara apa pun, tetap saja berarti dia melanggar janji. Bukan main!!

Hi-hik, memang demikianlah, Koko. Akan tetapi itu sama sekali bukanlah akalku, karena aku hanya menirunya dari dongeng kuno yang pernah kubaca! Jadi bukan akalku, melainkan akal kuno yang pernah dipergunakan orang untuk menyelamatkan diri dari hukuman seorang raja lalim yang menjatuhkan peraturan hukuman yang seperti itu.!

Ah, begitukah?! Kian Lee terheran.

Siang In tertawa. Itulah hasilnya orang suka membaca, asalkan bukan sembarangan membaca, melainkan memperhatikan isinya dengan seksama. Dari bacaan itu kita dapat memperoleh banyak manfaatnya, Koko. Koksu itu saja yang tolol tidak mengenal akal kuno yang kupergunakan, hi-hik!!

Suma Kian Lee tertawa juga, mentertawakan kebodohan koksu, akan tetapi diam-diam makin kagum kepada dara ini yang sudah memperlihatkan ketabahan dan kecerdikan luar biasa, yang telah berhasil menyelamatkan nyawa mereka, akan tetapi tidak menjadi sombong, sebaliknya malah membuka rahasia kecerdikannya dengan jujur bahkan kecerdikannya itu hanyalah meniru dari akal dalam dongeng kuno belaka!

Akan tetapi kegembiraan segera mereda ketika dia teringat akan peristiwa tadi dan melihat betapa gawatnya keadaan. Agaknya Koksu Nepal itu telah mengumpulkan orang-orang pandai di lembah itu! In-moi, aku harus menyelidiki keadaan di lembah! Aku harus tahu apa yang sedang diiakukan oleh koksu itu....!

Ah, hal itu berbahaya sekali, Lee-ko! Baru empat orang teman koksu tadi saja sudah memiliki kepandaian yang amat mengerikan, dan di sana terdapat banyak pula pasukan anak buah koksu. Mana mungkin engkau seorang diri akan dapat menghadapi mereka semua!! Siang In memandang khawatir, tidak lagi bersendau-gurau mendengar niat pemuda itu yang hendak menyelidiki sarang dari koksu yang lihai dan dibantu oleh banyak orang pandai itu.

Aku bukan bermaksud melawan mereka, In-moi, melainkan hendak menyelidiki keadaan mereka, kemudian aku harus segera melaporkan ke kota raja. Sudah menjadi kewajibanku untuk mencegah bahaya yang mengancam kota raja. Agaknya ada apa-apa di lembah itu, agaknya koksu sedang merencanakan gerakan besar yang berbahaya bagi kota raja.

Kalau begitu memang baik sekali, Lee-ko, akan tetapi aku ikut!!

Baru saia kau terlepas dari ancaman bahaya dahsyat, Siang In, moi-moi, lebih baik kau jangan ikut, terlalu berbahaya bagimu.!

Siang In mengerutkan alisnya. Biarpun aku bodoh, kiranya sedikit banyak aku akan dapat membantumu, Lee-ko, dan dengan pergi dua orang, kalau ada bahaya kita dapat saling membantu, bukan?!

Kian Lee tidak dapat membantah atau melarang lagi, apa pula kalau diingat bahwa andaikata tidak ada Siang In di waktu dia menghadapi para kakek sakti tadi, tentu dia telah tewas. Baiklah, In-moi. Kita pergi berdua, karena memang aku pun hanya hendak menyelidiki keadaan luarnya saja. Akan tetapi kita harus berhati-hati sekali karena sekali lagi kita bertemu dengan mereka, kiranya mereka tidak akan mau membiarkan kita lolos lagi.!

Siang In menjadi gembira, sekali. Timbul kembali kenakalan dan kejenakaannya. Wah, kalau cuma menghadapi tua bangka-tua bangka tolol macam itu saja, aku menyimpan banyak macam akal untuk mengelabui mereka, Lee-ko!!

Akal dari dongeng kuno?!

Siang In terkekeh dan menutupi mulutnya sehingga terpaksa Kian Lee juga tersenyum. Dekat dengan seorang dara seperti Siang In ini, tidak mungkin orang dapat berdiam diri saja tanpa ketularan kegembiraannya. Maka berangkatlah dua orang itu dengan hati-hati, menyelinap dan bersembunyi-sembunyi, menuju ke benteng lembah untuk menyelidiki keadaan benteng itu.

***

Pangeran Liong Bian Cu girang bukan main ketika melihat munculnya Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi membawa dua orang tawanan, yaitu Kian Bu dan Hwee Li! Akan tetapi dia tidak melihat adanya burung garuda, maka pangeran ini merasa khawatir dan bertanya, Bagus, Ji-wi telah berhasil menangkap merekea kembali. Akan tetapi di mana adanya burung garuda itu?!

Hek-tiauw Lo-mo mengerutkan alisnya dan berkata dengan suaranya yang parau, Celaka, anak durhaka ini telah melukainya dan sekararg saya membiarkan burung itu mengobati lukanya sendiri dan beristirahat di hutan, di luar benteng.!

Keterangan itu melegakan hati Pangeran Liong Bian Cu dan dia menghampiri Hwee Li dengan wajah berseri. Sayang, beruntung sekali engkau dapat bebas dari mata-mata ini!!

Akan tetapi Hwee Li cemberut dan Hek-tiauw Lo-mo lalu berkata, Bocah ini kalau dibiarkan terlalu bebas bisa berbahaya, Pangeran. Maka sebaiknya kuatur penjagaan di sekitar kamar dia dan sang puteri sekarang juga.!

Dan saya mohon ijin untuk membunuh pemuda yang telah melukai saya ini! Saya terluka oleh pukulannya dan setelah dia sekarang tertawan, hati saya tidak akan pernah puas sebelum membalas dendam ini dengan nyawanya!! kata Hek-hwa Lo-kwi yang memegang lengan Kian Bu atau Siluman Kecil yang terbelenggu.

Pangeran Liong Bian Cu memang merasa agak jerih kepada Siluman Kecil, apalagi mendengar bahwa pemuda rambut putih ini adalah putera Pendekar Super Sakti, maka dia tidak berani sembarangan. Sekarang, mendengar bahwa Hek-hwa Lo-kwi hendak membunuhnya karena dendam pribadi, berarti dia bebas dari pemuda yang ditakutinya itu.

Kalau engkau mau membunuhnya karena urusan pribadimu, terserah, Lo-kwi. Akan tetapi harus Kau bereskan juga agar tidak ada bekas-bekasnya!!

Hek-hwa Lo-kwi tertawa. Ha-haha, jangan khawatir, Pangeran!!

Pada saat itu, sang pangeran sedang menjamu saudara misannya, yaitu Liong Tek Hwi dan Kim Cui Yan. Ketika dua orang ini melihat betapa Siluman Kecil menjadi tawanan, mereka terkejut bukan main. Mereka pernah diselamatkan oleh pemuda rambut putih itu, maka kini melihat betapa pemuda itu tertawan dan akan dibunuh, tentu saja mereka terkejut.

Kanda Pangeran, jangan bunuh dia!! Tiba-tiba Liong Tek Hwi berseru dan bangkit dari tempat duduknya. Dia adalah Siluman Kecil, pendekar ternama....!

Liong Bian Cu tersenyum. Benar, adikku, dia adalah Siluman Kecil, akan tetapi dia adalah juga putera Pendekar Siluman, dan dia adalah cucu kaisar, dan dia adalah mata-mata yang menyelidiki ke benteng kita! Sekarang, dia telah membikin sakit hati kepada Locianpwe Hek-hwa Lo-kwi ini, maka terserah kepada Lo-kwi kalau hendak membunuhnya!!

Bukan main herannya hati kedua orang murid Kim-mouw Nio-nio mendengar bahwa Siluman Kecil adalah cucu kaisar dan putera Pendekar Siluman dari Pulau Es. Akan tetapi selagi mereka tercengang, Kian Bu sudah berkata kepada mereka dengan nada tidak senang, Hemmm, melihat bahwa kalian adalah sekutu dari pangeran pemberontak ini, aku tidak sudi kalian bela!!

Dan Hek-hwa Lo-kwi sudah cepat mendorongnya pergi dari situ bersama Hek-tiauw Lo-mo yang juga memegang lengan tangan Hwee Li dan setengah menyeret dara itu meninggalkan ruangan. Pangeran Liong Bian Cu tertawa dan minum araknya kemudian memperkenalkan dua orang kakek yang baru saja pergi itu kepada saudara misannya. Kemudian dia menambahkan, Kau lihat gadis itu tadi, adikku? Aku.... aku mengambil keputusan untuk menikah dengan dia.!

Sementara itu, Kim Cui Yan sejak tadi bengong saja memandang ke arah perginya Hwee Li. Melihat wajah Hwee Li, Kim Cui Yan merasa seperti pernah mengenal dara cantik berpakaian hitam itu, akan tetapi biarpun dia mengingat-ingatnya, tetap saja dia tidak dapat mengingat kapan dia pernah mengenal dara itu. Hal ini tidak mengherankan karena wajah Hwee Li memang mirip benar dengan wajah mendiang ibu kandungnya, dan di waktu dia berusia kurang lebih lima enam tahun, Kim Cu Yan tentu saja sering melihat ibu tirinya, yaitu Ibu kandung Hwee Li yang menjadi selir ayahnya! Jadi, bukan Hwee Li yang pernah dikenalnya, melainkan ibu kandung dari dara baju hitam itu.

Seperti dapat kita duga, Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi yang baru datang menghadap Pangeran Liong Bian Cu di sore hari itu dan membawa Kian Bu dan Hwee Li sebagai tawanan, sebetulnya bukan lain adalah Hek-sin Touw-ong si Raja Maling bersama muridnya, Ang-siocia atau Kang Swi Hwa! Dengan penyamaran mereka yang tepat sekali, bahkan Pangeran Liong Bian Cu yang cerdik itu pun sama sekali tidak mengenal mereka. Saking girangnya melihat Hwee Li dapat kembali, pangeran itu tidak menaruh curiga akan sikap tergesa-gesa dari dua orang kakek iblis itu yang tidak mau lama-lama berhadapan dengan dia.

Kakanda Pangeran!! Liong Tek Hwi berkata lagi, Kuharap engkau tidak membiarkan Siluman Kecil dibunuh karena ketahuilah bahwa dia pernah menyelamatkan nyawaku dan Sumoi. Tidak mungkin aku berdiam lebih lama lagi di sini kalau dia dibunuh sepengetahuanku. Harap kau memaklumi perasaan kami ini!! Pemuda berkulit putih itu sudah bangkit berdiri, diturut oleh sumoinya.

Pangeran Liong Bian Cu mengangguk-angguk. Baiklah, biar kusuruh pengawal memberi tahu kepada Lo-kwi agar pemuda itu ditahan saja dulu dan jangan dibunuh sekarang.! Pangeran Liong Bian Cu bertepuk tangan dan muncullah seorang Panglima Nepal dan pangeran itu lalu memberi perintah dengan cepat dalam bahasa Nepal. Orang yang berkulit coklat kehitaman itu berlutut dengan kaki kanan, lalu membalikkan tubuh dan berjalan cepat meninggalkan ruangan itu untuk menyusul Hek-hwa Lo-kwi dan menyampaikan perintah majikannya.

Sementara itu, setelah berhasil menipu Pangeran Liong Bian Cu, empat orang itu, ialah Ang-siocia yang menyamar sebagai Hek-tiauw Lo-mo, si Raja Maling yang menyamar sebagai Hek-hwa Lo-kwi, dan kedua orang tawanan! mereka, yaitu Kian Bu dan Hwee Li, cepat meninggalkan ruangan itu dan dengan Hwee Li bertindak sebagai penunjuk jalan, pergilah mereka ke ruangan belakang!

Sementara itu, cuaca di luar sudah mulai gelap dan tergesa-gesa empat orang itu menuju ke ruangan di mana keluarga Kao ditahan. Karena di tempat ini terdapat banyak penjaga, maka kembali Hwee Li dan Kian Bu pura-pura menjadi tawanan yang dikawal oleh dua orang kakek itu sehingga para penjaga tidak menaruh curiga apa-apa.

Ketika melihat betapa banyaknya keluarga Kao yang berada di dalam tahanan itu, Kian Bu terkejut bukan main, demikian pula Ang-siocia dan gurunya. Mana mungkin menyelamatkan begitu banyak orang dari tempat sekuat benteng itu? Akan tetapi mereka telah berhasil menyelundup masuk, maka harus mencari jalan untuk menyelamatkan mereka, dan Siluman Kecil sudah mencari-cari dengan pandang matanya ke dalam ruangan tahanan di balik pintu jeruji besi itu.

Mana puteri....?! bisiknya tanpa menggerakkan bibir kepada Hwee Li sehingga yang dapat mendengar hanya Hwee Li seorang. Hwee Li lalu memberi isyarat kepada Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi palsu yang segera membawa mereka pergi dari situ. Para penjaga tidak ada yang menaruh curiga. Mereka sudah mengenal watak aneh dari dua orang kakek iblis itu, apalagi Hektiauw Lo-kwi adalah ketua dari Kui-liong-pang, pemilik tempat itu. Mereka hanya menduga bahwa tawanan baru yang berambut putih itu tentu sengaja disuruh melihat keluarga Kao yang ditawan. Dan ketika di antara mereka ada yang mengenal pemuda rambut putih itu sebagai Siluman Kecil, mereka hanya dapat memandang heran dan setelah empat orang itu pergi, bisinglah tempat itu karena mereka berbisik-bisik bahwa Siluman Kecil yang selama ini menggemparkan daerah lembah Huang-ho, kini telah menjadi tawanan pula!

Lekas bawa kami kepada sang puteri....! bisik Kian Bu setelah menjauhi tempat itu. Kita harus tolong sang puteri, sedangkan keluarga Kao sedemikian banyaknya.!

Kalau bisa menolong mereka seorang satu saja sudah baik,! kata Ang-siocia.

Tunggu aku mencoba untuk mengeluarkan seorang di antara mereka, agaknya putera Jenderal Kao itu lebih baik diselamatkan dulu agar dia dapat membantu kita, kata Hek-sin Touw-ong.

Nanti dulu,! cegah Hwee Li. Bisa menimbulkan kecurigaan kalau membebaskan mereka, apalagi kurasa tidak akan ada di antara mereka yang mau dibebaskan kalau tidak semua. Lebih baik kita membebaskan Puteri Syanti Dewi lebih dulu, lalu kita membikin kacau agar penjagaan itu bubar....!

Aku sudah siap dengan bahan bakar!! tiba-tiba Hek-sin Touw-ong berkata sambil mengeluarkan bungkusan dari dalam saku bajunya. Memang kakek ini selalu mempersiapkan segala sesuatu, seperti seorang tukang sulap.

Dengan hati-hati Hwee Li lalu mengajak mereka menuju ke kamar sang puteri yang berada di sebelah dalam, di samping kiri bangunan induk yang menjadi tempat tinggal pangeran. Akan tetapi, dari jauh saja sudah nampak bahwa tempat itu terjaga oleh Mohinta dan anak buahnya, dibantu pula oleh belasan orang perajurit Nepal karena puteri itu merupakan seorang tawanan penting bagi negara Nepal! Adapun Mohinta sendiri tidak pernah mau meninggalkan wanita yang dicintanya ini.

Harap kalian tinggal di sini, biar aku dan ayahku ini saja yang masuk,! kata Hwee Li berbisik kepada Kian Bu dan Hek-hwa Lo-kwi. Melihat kedatangan empat orang itu, para penjaga sudah memandang dengan penuh perhatian, terutama sekali kepada Kian Bu karena tentu saja mereka tidak menaruh curiga apa-apa terhadap Hwee Li dan dua orang kakek iblis itu. Biarpun demikian, andaikata tidak bersama Hwee Li, dan seorang di antara dua orang kakek iblis itu yang masuk sendiri, tentu para penjaga itu akan melarangnya. Akan tetapi tidak ada yang berani melarang Hwee Li karena dara ini adalah calon isteri sang pangeran! Maka dengan tenang saja Hwee Li masuk ke dalam rumah itu bersama ayahnya! yang berjalan dengan gagah. Tidak ada yang tahu betapa di sebelah dalam Hek-tiauw Lo-mo ini Kang Swi Hwa mengeluarkan keringat dingin dan panas karena selain tegang, dia juga merasa gerah sekali dalam penyamarannya itu, dan mukanya yang ditambal penyamaran itu terasa gatal, kakinya yang memakai ganjal terasa kaku dan sakit-sakit!

Hwee Li....!! Puteri Syanti Dewi berseru girang dan lari menyambut lalu merangkul Hwee Li ketika dara ini memasuki kamarnya. Ah, betapa girangku melihatmu.... akan tetapi....! Puteri itu mundur kembali ketika melihat Hek-tiauw Lo-mo muncul di belakang dara baju hitam itu. Dia merasa takut sekali kalau melihat Hek-tiauw Lo-mo yang sudah lama dikenalnya itu, semenjak perantauannya yang pertama beberapa tahun yang lalu dan dia sudah tahu benar betapa jahatnya iblis tua yang menjadi ayah dari Hwee Li ini. Melihat ini, Hwee Li tersenyum dan memegang tangan puteri itu.

Jangan takut, Bibi Syanti Dewi, dia ini adalah seorang sahabat baik, seorang gadis cantik yang menyamar sebagai Hek-tiauw Lo-mo untuk menolongmu.!

Maafkan kalau saya mengejutkan anda, Puteri. Sudah lama mendengar akan kecantikan anda, dan ternyata anda seperti bidadari....! kata Ang-siocia atau Kang Swi Hwa dengan suara biasa yang merdu dan halus.

Syanti Dewi terkejut dan juga girang, di samping rasa herannya bagaimana seorang gadis dapat menyamar sebagai seorang kakek raksasa seperti Hek-tiauw Lo-mo. Akan tetapi, bagaimana kita dapat....! tanyanya ragu.

Jangan khawatir, di luar ada Siluman Kecil atau Suma Kian Bu dan juga Hek-sin Touw-ong yang akan membantu kita.!

Suma Kian Bu....?! Wajah puteri itu agak berubah ketika mendengar nama ini, nama seorang pemuda yang takkan pernah dilupakannya selama hidupnya, pemuda yang selalu menimbulkan rasa iba di hatinya kalau dia teringat, karena dia tahu betapa pemuda perkasa itu amat mencintanya dan cintanya itu terpaksa ditolaknya sehingga dia menghancurkan hati pemuda itu. Seorang pemuda perkasa yang sudah berkali-kali menolongnya, putera dari Pulau Es, dan amat mencintainya, namun terpaksa ditolaknya karena cintanya hanya untuk Tek-Hoat seorang!

Hwee Li tidak tahu akan rahasia antara sang puteri dan Siluman Kecil, maka dia hanya mengira bahwa Syanti Dewi girang mendengar nama itu karena tentu saja puteri ini sudah mengenalnya. Marilah, Bibi, sekarang juga kita pergi. Kita tidak banyak waktu....! Hwee Li memegang tangan puteri itu dan menariknya bersama Hek-tiauw Lo-mo lalu keluar dari dalam kamar itu.

Para penjaga dan juga para pengawal Bhutan yang berada di situ tidak menaruh curiga melihat sang puteri keluar bersama Hwee Li, karena memang antara dua orang wanlta cantik ini terdapat persahabatan yang amat akrab. Akan tetapi, baru saja tiga orang ini keluar dari kamar dan Kian Bu berdiri seperti terpesona ketika melihat sang puteri, sebaliknya Syanti Dewi juga memandang pemuda itu dengan mata terbelalak saking kagetnya menyaksikan perubahan pada diri Kian Bu, terutama rambutnya, selagi mereka saling pandang dengan penuh perasaan terharu, tiba-tiba datang seorang pengawal bangsa Nepal yang menghampiri Hek-hwa Lo-kwi palsu.

Pangcu, atas perintah dari pangeran, tawanan ini agar dibawa kembali ke sana, tidak boleh dibunuh dulu.!

Hek-sin Touw-ong yang menyamar sebagai Hek-hwa Lo-kwi terkejut. Eh, ada urusan apakah?! tanyanya cemas.

Entahlah, akan tetapi pangeran mengutus saya untuk memberi tahu kepada Pangcu agar tawanan ini dibawa kembali ke sana.!

Hek-sin Touw-ong menjadi bingung dan hatinya merasa tidak enak sekali. Orang macam Pangeran Nepal itu bukanlah orang sembarangan dan tentu memiliki kecerdikan luar biasa. Hal ini dapat dilihatnya ketika dia tahu melihat sepasang mata Pangeran Nepal itu. Mengelabuhi orang seperti itu dengan penyamarannya memang mungkin dapat, akan tetapi hanya sekelebatan saja. Kalau dia harus menghadap dan banyak bicara dengan pangeran itu, tentu penyamarannya akan dikenal. Apalagi kalau Siluman Kecil diserahkan kepada pangeran itu, tentu akan berbahaya malah. Dalam keadaan bingung dia menengok ke arah Hek-tiauw Lo-mo palsu. Dia mengandalkan kecerdikan muridnya ini. Akan tetapi, berada di tempat asing itu dan menghadapi banyak orang pandai, bahkan Ang-siocia yang biasanya cerdik itu menjadi bingung dan khawatir. Dalam keadaan seperti itu Hwee Li yang cepat berkata. Dia ini musuh besar kami, harus dibunuh! Dan kami akan mengajak sang puteri untuk menyaksikan pelaksanaan pembunuhan terhadap musuh besar ini! Mari, Bibi Syanti!! Dia menggandeng tangan puteri itu dan memberi isyarat kepada Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi untuk cepat pergi dari situ. Hek-hwa Lo-kwi lalu mendorong tubuh Siluman Kecil yang dibelenggunya itu ke depan dengan kasar.

Para penjaga menjadi bingung, juga utusan orang Nepal ltu menjadi bingung. Dia merasa ragu-ragu untuk memaksa Hek-hwa Lo-kwi yang menjadi pangcu (ketua) dari Kui-liong-pang dan sebenarnya adalah tuan rumah di lembah itu. Juga dia tahu baik bahwa Hek-tiauw Lo-mo adalah seorang tokoh pembantu dari majikannya, sedangkan Hwee Li adalah tunangan sang pangeran dan puteri itu adalah Puteri Bhutan, seorang tamu agung,!

Akan tetapi baru saja lima orang itu bergerak, Mohinta yang sejak tadi memandang dan mendengarkan saja sudah berteriak, Tahan!! Dia meloncat maju menghadang.

Mohinta, manusia pengkhianat!! bentak Syanti Dewi penuh kebencian. Dia sudah tahu akan kehadiran Mohinta di tempat itu dan dia amat benci kepada Panglima Bhutan ini yang menurut Hwee Li telah berniat memberontak dan bersekutu dengan orang Nepal. Engkau mau apa? Minggir!!

Akan tetapi Mohinta tersenyum dan menggeleng kepala. Lekas kau melapor kepada Sang Pangeran Bharuhendra!! teriak Mohinta kepada pengawal Nepal tadi, lalu dia menghadapi lima orang itu. Sebelum ada keputusan dari sang pangeran, kalian berlima tidak boleh meninggalkan tempat ini!! Mohinta memang cerdik sekali. Tentu saja dia tahu bahwa Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi adalah dua orang tokoh besar yang sakti dan yang menjadi pembantu-pembantu Pangeran Bharuhendra atau Liong Bian Cu. Akan tetapi melihat betapa mereka hendak membawa pergi Syanti Dewi, dia merasa curiga dan tidak mau memperkenankan mereka membawa pergi sang puteri begitu saja. Dia sampai berada di situ adalah demi sang puteri ini, maka tidak boleh orang membawanya pergi di luar pengawasannya.

Melihat orang Nepal tadi kini membalik dan berlari cepat menuju ke tempat tinggal Pangeran Liong Bian Cu yang seperti istana di tengah-tengah lembah itu, terkejutlah Hwee Li. Cepat!! serunya dan dia sudah menerjang Mohinta. Panglima Bhutan ini terkejut dan berusaha mengelak, akan tetapi Hek-tiauw Lo-mo palsu telah menendang sehingga dia roboh terguling! Hwee Li cepat menyambar tangan Syanti Dewi dan diajaknya berlari menuju ke pintu belakang lembah. Gegerlah keadaan di situ, apalagi setelah Mohinta meloncat bangun kembali dan berteriak-teriak dengan suara keras, Tangkap pemberontak! Kepung! Tahan, mereka hendak melarikan Sang Puteri Bhutan dan tawanan!!

Para pengawal maju mengepung dan menghadang. Melihat ini, Siluman Kecil menggerakkan kedua tangannya dan patahlah belenggu tangannya. Para pengawal mengeroyok dan terjadilah pertempuran. Terdengar pengawal memukul tanda bahaya dan keadaan menjadi makin geger! Dengan mudah saja Siluman Kecil, Hwee Li, Ang-siocia, Hek-sin Touw-ong dan juga Puteri Syanti Dewi sendiri yang membantu merobohkan para pengawal itu. Akan tetapi kini nampak puluhan orang pengawal dan perajurit datang berlarian, juga anak buah Kui-liong-pang dan muncul orang-orang pandai seperti Hwai-kongcu Tang Hun dan tiga orang pembantunya yang lihai, yaitu Hak Im Cu, Ban-kin-kwi Kwan Ok, Hai-liong-ong Ciok Gu To dan masih banyak lagi para pembantu Pangeran Nepal yang datang berlarian ke tempat itu.

Cepat kita lari!! Hwee Li berseru sambil menyambar tangan Syanti Dewi dan mereka semua sudah melarikan diri dikejar oleh puluhan orang pengawal.

Akan tetapi suata tanda bahaya itu telah menggerakkan para penjaga di sebelah belakang dan kini ke manapun mereka melarikan diri, selalu mereka dihadang oleh puluhan orang, bahkan mulai nampak pasukan dengan teratur sekali menjaga dan menghadang semua jalan.

Celaka! Suhu, lekas lepas api!! teriak Ang-siocia sambil mengamuk ketika kembali mereka sudah dikeroyok.

Hek-hwa Lo-kwi palsu, yaitu penyamaran Hek-sin Touw-ong, cepat meloncat ke atas genteng dan dari situ dia melemparkan empat buah benda ke empat penjuru. Terdengar ledakan-ledakan disusul oleh berkobarnya api yang membakar rumah-rumah yang dilempari bahan peledak itu. Suasana menjadi makin kacau-balau dan lima orang itu kembali dikepung dan dikeroyok. Akan tetapi, para anggauta Kui-liong-pang tidak ada yang berani mengeroyok ketua mereka! Dan juga banyak orang tidak berani menghadapi Hek-tiauw Lo-mo, apalagi menyerang Hwee Li yang menjadi tunangan sang pangeran. Maka pengepungan itu hanya untuk mencegah mereka melarikan diri saja, dan hanya Siluman Kecil saja yang dikeroyok oleh banyak orang. Akan tetapi justeru ini yang mencelakakan para pengeroyok karena setiap gerakan pemuda ini pasti merobohkan beberapa orang sekaligus.

Hwee Li juga dikepung dan dara ini mengamuk dengan hebat. Karena gugup maka dara ini tidak tahu bahwa sebetulnya, kalau dia tidak bergerak, tidak akan ada orang yang berani menyerangnya! Akan tetapi karena dia mengamuk, maka para pengepung itu bergerak hanya untuk membela diri saja. Dara ini lupa bahwa sebetulnya tidak mungkin ada seorang pun di antara mereka yang berani melukai kekasih dan tunangan Pangeran Nepal!

Syanti Dewi yang tadinya mendapatkan harapan untuk lolos dari tempat itu, kini begitu melihat bahaya, tidak mau tinggal diam. Selama dia berkumpul dengan Hwee Li di tempat itu, dia telah mempelajari ilmu silat dari dara ini sehingga dia telah memperoleh kemajuan. Maka ketika melihat beberapa orang anak buah Mohinta berusaha menangkapnya, dia pun mengamuk dan kaki tangannya telah merobohkan beberapa orang.

Pengeroyokan menjadi makin rapat, sungguhpun keadaan amat kacau oleh kebakaran-kebakaran itu. Tiba-tiba Syanti Dewi menjerit dan ketika Hwee Li menoleh, ternyata puteri itu telah dipeluk oleh Mohinta. Kiranya Mohinta yang cerdik ini telah menyelinap dengan diamdiam, dan ketika melihat kesempatan selagi Syanti Dewi mengamuk, dia sudah menubruk dari belakang dan merangkul puteri itu.

Keparat, lepaskan Bibi Syanti!! Hwee Li membentak dan menerjang maju, akan tetapi dia cepat menahan gerakannya dan meloncat mundur dengan muka pucat ketika melihat betapa Mohinta menodongkan pisau runcing ke leher Syanti Dewi.

Mundur kau! Atau kubunuh dia!! bentak Mohinta yang cerdik. Melihat ini, tentu saja Hwee Li menjadi pucat dan dia menjadi marah, lalu mengamuk dan sekaligus merobohkan empat orang pengepung.

Kita gagal! Lari....!! Hwee Li berteriak karena maklum bahwa dia tidak mungkin dapat menolong Syanti Dewi dan kini paling perlu adalah menyelamatkan diri lebih dulu.

Akan tetapi hampir saja Hwee Li celaka ketika Hwa-i-kongcu Tang Hun yang sudah tiba di situ menubruk dari samping. Pemuda yang menjadi ketua Liong-sim-pang ini memang lihai bukan main. Biarpun Hwee Li dapat mengelak, akan tetapi karena dara ini baru saja mengamuk dan mencurahkan perhatian kepada empat orang yang dirobohkan itu, elakannya kurang cepat dan tangannya yang kiri dapat dicengkeram oleh Hwai-kongcu! Hwee Li mengerahkan tenaga meronta, akan tetapi cengkeraman itu seperti jepitan baja yang amat kuat dan Hwa-i-kongcu tersenyum menyeringai sambil berkata, Nona, sang pangeran akan berterima kasih kalau aku dapat menahanmu sehingga tidak sampai melarikan diri....!

Wuuuttttt, desss....!! Tubuh Hwai-kongcu terlempar dan bergulingan. Dia dapat meloncat bangun lagi, kepalanya nanar. Untung dia tadi masih menangkis ketika mendengar sambaran angin dahsyat dari kiri. Ternyata Siluman Kecil sudah menerjangnya tadi untuk menolong Hwee Li dan akibat dari tangkisannya itu, dia sampai terlempar dan pandang matanya berkunang, kepalanya menjadi pening. Tang Hun terkejut setengah mati, tidak mengira bahwa sedemikian ampuh dan dahsyatnya serangan dari Siluman Kecil maka dia hanya memandang dengan mata terbelalak dan hati gentar, tidak berani bergerak lagi!

Melihat keadaan yang gawat ini, Hek-si Touw-ong lalu berseru, Lari ke atas....!! Dan dia sudah mendahului meloncat ke atas genteng. Tiga orang temannya cepat berloncatan ke atas dan pada saat itu, Hek-sin Touw-ong melemparkan dua buah benda yang meledak di bawah sehingga para pengeroyok dan pengejar menjadi mawut dan kacau-balau. Mereka terus berloncatan dan Hek-sin Touw-ong mengobral bahan peledaknya, melempar-lemparkannya di seluruh tempat sehingga terdengar ledakan-ledakan bertubi-tubi dan nampak rumah-rumah di seluruh lembah dalam benteng itu kebakaran!

Untung bahwa para penjaga di pintu gerbang masih bingung dan ragu-ragu melihat Hek-tiauw Lo-mo dan terutama Hek-hwa Lo-kwi palsu itu. Mereka masih belum tahu bahwa kedua orang kakek itu adalah palsu, bahkan yang tadi mengeroyok pun tidak ada yang tahu bahwa mereka itu palsu, dan mereka hanya mengira bahwa dua orang kakek itu hendak berkhianat dan memberontak saja. Inilah yang membuat para penjaga menjadi ragu-ragu dan mereka tidak menghadang dengan sepenuh hati karena mereka memang jerih terhadap dua orang kakek itu, dan tidak ada pula yang berani menyerang Hwee Li yang mereka kenal sebagai tunangan sang pangeran. Dan karena ini, maka empat orang itu berhasil keluar dari dalam benteng itu tanpa banyak kesukaran, sungguhpun mereka merasa kecewa sekali karena tidak berhasil melarikan Syanti Dewi, apalagi keluarga Jenderal Kao Liang. Benteng itu terlalu kuat dan penjagaan terlalu ketat.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar