Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 48 - Penyelamatan Keluarga Jenderal
Twa-ok Su Lo Ti tersenyum
ramah, akan tetapi karena wajahnya seperti monyet, ketika tersenyum ramah
wajahnya itu menyeringai seperti seekor kera marah. Ha-ha-ha, engkaulah yang
tulen karena wajahmu dapat berubah pucat. Dan yang seorang lagi adalah
Ang-siocia palsu, wajahnya tertutup lapisan topeng. Ang-siocia, memang sejak
lama aku sudah curiga kepadamu dan kepada gurumu, sekarang terbukti bahwa
engkau menyelundupkan seorang mata-mata musuh. Betapa berani mati engkau.!
Twa-heng, ingin aku melihat
wajah orang ke dua ini,! kata Ji-ok Kui-bin Nio-nio dan tiba-tiba telunjuknya
menuding ke arah Ceng Ceng, ke arah wajah pendekar wanita ini. Terdengar suara
mencicit nyaring dan hawa dingin tajam menyambar ke arah wajah Ceng Ceng.
Wanita ini terkejut bukan
main. Tak disangkanya bahwa wanita tua bertopeng tengkorak itu demikian hebat
kepandaiannya. Cepat dia miringkan tubuhnya dan menggunakan kekuatan sinkang
untuk menangkis. Dia berhasil menghindarkan diri, akan tetapi tetap saja dia
terhuyung, tanda betapa kuatnya sinkang dari wanita muka tengkorak itu! Di lain
fihak, Ji-ok Kui-bin Nio-nio juga terkejut dan penasaran. Tidak banyak orang
dapat menghindarkan diri dari serangan Kiam-ci (Jari Pedang) yang amat
diandalkan itu.
Eh, kau boleh juga!! dia
mengejek dan sudah hendak menyerang pula. Akan tetapi Twa-ok mencegahnya.
Tak perlu membuka kedoknya,
Ji-moi. Wajah semua wanita pun sama saja, tiada bedanya dengan kedok. Kulit
muka hanyalah topeng yang menutupi keadaan aselinya. Kalu kulit muka dikupas,
yang nampak tentu hanyalah tengkorak seperti yang kaupakai itu.!
Kalau begitu dia tentu harus
kita bunuh dulu.!
Tidak perlu, aku bisa mengupas
kulit muka mereka sehingga nampak tengkoraknya tanpa membunuh mereka. Kau ingin
lihat?!
Baik, kaulakukanlah. Ingin aku
melihat tengkorak hidup, hi-hik-hik, tentu lucu sekali, Twa-heng.!
Mendengar percakapan dua orang
aneh itu, Ang-siocia merasa ngeri. Akan tetapi, Ceng Ceng marah bukan main. Dua
orang itu bicara seolah-olah dia dan Kang Swi Hwa hanya merupakan dua buah
boneka yang boleh diperbuat sesuka hati dua orang iblis itu.
Iblis-iblis tua bangka yang
sombong! Siapa takut padamu?! bentak Ceng Ceng dan nyonya muda ini sudah
menyerang dengan pukulan dahsyat. Pukulan ini adalah pukulan Ban-tok Sin-ciang
(Tangan Sakti Selaksa Racun) yang dipelajarinya dari mendiang Ban-tok Mo-li,
dan setelah nyonya muda ini minum darah anak naga dan memiliki kekuatan
mujijat, tentu saja pukulan yang menggunakan Ban-tok Sin-ciang ini dahsyatnya
bukan main. Angin pukulan yang mengandung hawa panas seperti api berkobar
menyambar ke arah kakek gorilla itu ketika Ceng Ceng menyerangnya.
Aehhh....!! Twa-ok Su Lo Ti
berseru kaget. Dia mengenal pukulan beracun yang mengandung tenaga amat
kuatnya, maka cepat dia pun bergerak menangkis sambil mengerahkan tenaganya.
Desss....!! Tubuh Ceng Ceng
terlempar ke belakang, akan tetapi nyonya muda ini tidak roboh melainkan
berjungkir balik dan turun lagi ke atas tanah dengan selamat, sungguhpun
napasnya agak memburu karena dadanya terguncang hebat. Akan tetapi, sebaliknya
kakek itu pun terhuyung ke belakang. Bukan main kuatnya memang tenaga sakti
yang didapat oleh Ceng Ceng dari sari darah ular telaga yang dinamakan anak
naga itu! Twa-ok Su Lo Ti terbelalak kaget dan penuh kagum. Selama hidupnya
mengembara di dunia kang-ouw sebagai orang pertama dari Im-kan Ngo-ok, baru
sekarang dia bertemu tanding seorang wanita muda yang memiliki tenaga
sedemikian kuatnya sehingga dalam pertemuan tenaga tadi mampu membuat dia
terhuyung.
Hi-hi-hik, Twa-heng, apakah
kau masih bersumbar hendak mengupas kulit mukanya hidup-hidup?! Ji-ok mengejek.
Wanita tua mengerikan ini senang melihat Twa-hengnya menemukan tandingan yang
amat tangguh maka dia mengejek. Akan tetapi Twa-ok tidak mempedulikannya.
Siapakah engkau?! tanyanya
sambil memandang kepada Ceng Ceng.
Siapa adanya aku tidak perlu
kau tahu!! bentak Ceng Ceng dengan angkuh.
Twa-ok mengangguk-angguk.
Bagus, bagus! Kaukira aku tidak akan dapat mengenal ilmu silatmu? Nah,
kausambutlah ini dan aku akan mencoba untuk mengenal ilmu silatmu.! Setelah
berkata demikian, dua buah lengan panjang itu bergerak dan tahu-tahu dua buah
tangan itu mulur sampai panjang, hendak menangkap Ceng Ceng dari atas dan
bawah. Yang atas mengacam kepala, yang bawah hendak menangkap kaki!
Ceng Ceng makin kaget. Dari
suaminya dia sudah mendengar akan adanya ilmu mujijat ini, yang dapat membuat
kedua lengan mulur sampai panjang sekali dan ilmu ini sungguh amat berbahaya.
Cepat dia lalu mengerahkan tenaganya dan menggunakan kedua tangannya untuk
menyambut dua lengan panjang itu dengan babatan tangan yang dimiringkan.
Wut-wuttt.... plakkk!! Kembali
tubuh Ceng Ceng terlempar. Ketika kedua tangannya membabat tadi, seperti dua
ekor ular hidup, kedua lengan Twa-ok Su Lo Ti sudah mengelak dan dari samping,
tangan itu menampar ke arah tengkuk Ceng Ceng. Nyonya muda itu cepat mengelak,
akan tetapi tetap saja pundaknya kena ditampar dan dia terlempar dan
terbanting. Baiknya nyonya muda ini memiliki kekebalan, dan dia menggulingkan
tubuhnya lalu meloncat bangun kembali.
Sementara itu, melihat Ceng
Ceng sudah bertempur melawan Twa-ok, dengan nekat Ang-siocia lalu mencabut
pedangnya dan menyerang Ji-ok dengan senjata itu. Ilmu Kiam-to Sin-ciang yang
dimiliki Ang-siocia sudah lumayan, kini dia menggunakan pedang maka tentu saja
serangannya bukan merupakan hal yang boleh dipandang ringan begitu saja. Ji-ok
maklum akan hal ini, maka dia pun tidak berani menerima serangan pedang itu dan
cepat dia bergerak mengelak dan membalas dengan sambaran hawa pedang yang
menyambar dahsyat dari jari-jari tangannya. Menghadapi ini, Ang-siocia
kewalahan dan baru belasan jurus saja baju di lengan kirinya telah robek dan
kulit lengannya tergores hawa yang tajam itu. Dia terkejut dan melompat mundur,
ditertawakan oleh Ji-ok!
Pada saat yang amat berbahaya
bagi kedua orang wanita muda itu, tiba-tiba muncul Koksu Nepal! Begitu muncul,
Koksu Nepal ini cepat mengangkat kedua tangan ke atas dan berseru, Twa-ok!
Ji-ok! Jangan layani mereka. Pangeran berada dalam bahaya, yang penting kita
harus lindungi pangeran. Mari....!!
Tiba-tiba Ang-siocia menyentuh
lengan Ceng Ceng dan berbisik, Kita pergi!! Lalu dia menarik lengan Ceng Ceng.
Nyonya muda ini mengerutkan alisnya, karena biarpun dia maklum akan kelihaian
lawan, dia tidak takut dan ingin melawan terus. Akan tetapi sikap Ang-siocia
yang menarik lengannya, dia pun tidak membantah dan meloncat bersama Ang-siocia
meninggalkan tempat itu.
Twa-ok dan Ji-ok saling
pandang dengan wajah menunjukkan kemarahan. Koksu Nepal sudah lari ke kiri
sambil memberi isyarat kepada mereka untuk ikut, akan tetapi mereka tidak mau
cepat-cepat ikut, karena mereka merasa mendongkol dengan sikap koksu. Koksu
tidak saja mencegah mereka menangkap atau merobohkan dua orang wanita muda tadi,
bahkan koksu telah menyebut mereka Twa-ok dan Ji-ok! Agaknya dalam keadaan
genting seperti itu, Sam-ok menganggap dirinya koksu dan menganggap mereka
berdua bukan sebagai kakak-kakak yang sepatutnya disebut Twa-heng dan Ji-ci,
melainkan menyebut mereka Twa-ok dan Ji-ok. Karena mendongkol inilah maka
keduanya tadi membiarkan saja Ceng Ceng dan Ang-siocia lari dan kini mereka
saling pandang.
Hemmm, lagaknya....!! Ji-ok
mengomel.
Sam-te, memang sudah mabuk
pangkat rupanya,! Twa-ok juga mengomel. Jangan pedulikan dia, kalau muncul lagi
akan kutempiling kepalanya!! Jik-ok makin marah.
Akan tetapi kita di sini untuk
membantu pangeran, kalau dia benar dalam bahaya....!
Mereka diam dan menoleh.
Betapa kaget dan marah mereka ketika melihat koksu muncul lagi dari belakang,
padahal baru saja koksu pergi ke kiri!
Twa-heng, Ji-ci, kenapa kalian
diam saja di sini?!
Bagus, ya? Tadi menyebut
Twa-ok dan Ji-ok, kini mengapa berubah dengan sebutan Twa-heng dan Ji-ci
segala?! Ji-ok membentak dan sudah menyerang koksu dengan pukulan Kiam-ci!
Plak-plak!! Dua kali koksu
menangkis dan dia mencelat ke belakang.
Eh, eh, apa-apaan ini? Siapa
menyebut kalian begitu?!
Twa-ok memandang heran.
Bukankah baru saja engkau muncul dan mengajak kami melindungi pangeran?!
Siapa? Aku baru saja
datang....!
Tentu kau koksu yang palsu!!
Ji-ok sudah menyerang lagi dengan dahsyatnya.
Koksu meloncat ke kanan kiri
lalu meloncat ke belakang. Tunggu, kau keliru, Ji-ci. Lihat, apakah ini palsu?!
Dia lalu bersilat, membuat gerakan aneh yang membuat tubuhnya berpusing. Itulah
Thian-te Hong-i, ilmu silat khas dari Ban Hwa Sengjin atau Sam-ok. Melihat ini
Twa-ok dan Ji-ok percaya.
Wah, kalau begitu, ada orang
yang main-main dan menyamar sebagal engkau, Sam-te,! kata Ji-ok. Twa-ok lalu
menceritakan pertemuan mereka berdua dengan dua orang Ang-siocia, dan orang ke
dua itu amat lihainya. Mendengar penuturan itu, koksu mengangguk-angguk.
Aku sudah tahu. Guru dan murid
maling itu benar-benar telah mengkhianti kita. Dan Ang-siocia ke dua itu tentu
adalah isteri dari Si Naga Sakti Gurun Pasir. Agaknya mereka telah menyelundup
ke sini. Ji-ci, lekas kau pergi ke tempat tawanan dan kaubawa anak Si Naga
Sakti itu ke istana pangeran. Twa-heng, mari ikut aku untuk menjebak dan
menangkap mereka.!
Ji-ok mengangguk dan
berkelebat pergi, sedangkan Twa-ok lalu mengikuti koksu meninggalkan tempat
itu.
Ke mana perginya Gak Bun Beng
dan Kao Kok Cu? Dua orang yang memiliki kesaktian hebat ini mengapa tidak
muncul dalam keadaan kacau-balau itu? Sesungguhnya mereka berdua pun sedang
sibuk dan sesuai dengan rencana siasat Jenderal Kao Liang, mereka berdua
mempergunakan kesempatan selagi keadaan kacau-balau itu untuk berusaha
menyelamatkan keluarga Jenderal Kao lebih dulu. Seperti kita ketahui Gak Bun
Beng menyamar sebagai Hek-sin Touw-ong, sedangkan Kao Kok Cu yang lengan
kirinya buntung itu memang tidak menyamar. Kini, dua orang sakti ini sudah
berkelebat pergi menuju ke tempat di mana tawanan berada. Namun tempat itu
terjaga dengan amat ketat, dan ketika mereka tiba di tempat itu, yang bertugas
menjaga adalah Su-ok Siauw-siang-cu, hwesio gendut pendek sekali itu dan Ngo-ok
Toat-beng Sian-su, tosu kurus yang tingginya due meter setengah. Di samping dua
orang tangguh dari Im-kan Ngo-ok ini, nampak pula Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa
Lo-kwi.
Melihat ketatnya penjagaan di
luar tempat tahanan, Bun Beng menarik tangan Kok Cu ke tempat gelap. Penjagaan
amat kuat,! bisik Bun Beng.
Paman Gak, kita terjang saja.
Biar saya saja yang mengamuk dan Paman dapat melindungi para taawanan dan
membawa mereka keluar.!
Gak Bun Beng menggeleng
kepala. Empat orang kakek itu lihai sekali, dan kakek Nepal yang berdiri di
sudut itu agaknya juga tak boleh dipandang ringan.!
Kalau tidak salah, kakek itu
bernama Gitananda dan menjadi pengawal pribadi koksu,! bisik Kok Cu. Akan
tetapi, biarlah saya menghadapi mereka.!
Aku percaya kepadamu, Kok Cu.
Akan tetapi, tujuan kita adalah mengeluarkan tawanan dan membawa mereka ke
tempat seperti yang telah ditunjuk oleh ayahmu, bukan sekedar melawan mereka.
Kalau sampai gagal, tentu akan lebih sukar lagi untuk menyelamatkan mereka. Kau
seorang diri saja masih kurang cukup untuk melindungi aku mengeluarkan
keluargamu yang amat banyak itu. Kalau saja ada Kian Lee atau Kian Bu....!
Tiba-tiba kedua orang itu
menarik diri ke tempat gelap karena mereka melihat berkelebatnya orang. Gerakan
orang itu cepat bukan main dan melihat orang itu, Bun Beng cepat bergerak.
Dengan loncatan seperti seekor burung saja, dia sudah keluar dari tempat
sembunyinya dan menghadang di depan pemuda yang berkelebat itu.
Paman Gak....!!
Sssttttt cepat ke
sinilah....!!
Orang itu bukan lain adalah
Ang Tek Hoat! Seperti telah kita ketahui, pemuda ini berada di dalam tembok
benteng, bukan semata-mata hendak membantu pemberontak atau membantu Koksu
Nepal, melainkan karena dia hendak melindungi Syanti Dewi yang dianggapnya
berada di tempat itu sebagai tawanan. Ketika terjadi ribut-ribut pada malam
hari itu, Tek Hoat terus menjaga di luar tempat tinggal sang puteri dengan
setia dan penuh kewaspadaan.
Biarpun di situ ada pula
Mohinta dan kaki tangannya yang melakukan penjagaan, namun dia tidak pernah
meninggalkan tempat itu dan siap untuk melindungi Syanti Dewi. Akan tetapi
ketika dia mendengar dari Mohinta dan para penjaga bahwa yang mengacau di dalam
benteng, di antaranya terdapat Kian Lee dan Kian Bu yang dinamakan orang
Siluman Kecil, juga adanya berita bahwa Ang-siocia dan gurunya juga berkhianat,
jantungnya berdebar tegang.
Dia tahu bahwa mereka yang
disebut sebagai pengacau-pengacau itu sama sekali bukanlah musuh Syanti Dewi,
juga bukan musuhnya. Siapa tahu kalau-kalau gerakan mereka itu malah ada
hubungannya dengan ditawannya Syanti Dewi dan bahwa mereka itu bergerak untuk
membebaskan para tawanan termasuk Syanti Dewi. Semenjak benteng itu diserang
oleh barisan kerajaan yang dipimpin oleh Puteri Milana, yaitu bibinya sendiri,
dia sudah merasa gelisah bukan main.
Dia tidak sudi membantu orang
Nepal, akan tetapi dia pun tidak mungkin dapat meninggalkan Syanti Dewi yang
menjadi tamu atau tawanan di tempat itu. Yang membuat dia pusing dan bingung
adalah sikap Syanti Dewi kepadanya. Begitu dingin dan lebih hebat lagi, Syanti
Dewi minta kepadanya agar dia membantu orang-orang Nepal!
Dalam keadaan bimbang inilah
akhirnya Tek Hoat meninggalkan tempat di mana dia berjaga, yaitu di depan
tempat tinggal Syanti Dewi dan dia berniat untuk mencari dan bertemu dengan
seorang di antara para pengacau untuk menyelidiki apa yang mereka kehendaki.
Maka ketika tiba-tiba dia melihat Gak Bun Beng, dia terkejut bukan main. Tak
disangkanya bahwa pendekar sakti itu juga telah berada di dalam benteng!
Dia maklum bahwa pendekar
sakti ini adalah seorang gagah dan budiman, bahkan pernah menyelamatkan nyawa
Syanti Dewi berkali-kali, maka tentu saja dia menaruh kepercayaan penuh dan
cepat dia mengikuti Bun Beng menyelinap ke dalam tempat gelap. Dan ketika dia
melihat Kao Kok Cu berada pula di situ, dia makin terkejut. Dia maklum akan
kelihaian si Topeng Setan ini, maka cepat-cepat dia menegur adik iparnya ini,
karena Ceng Ceng adalah adik tirinya seayah berlainan ibu.
Engkau juga di sini?!
Kao Kok Cu tersenyum. Sama
dengan engkau.!
Tek Hoat, engkau harus
membantu kami. Kami akan menyelamatkan keluarga Kao yang tertawan,! kata Bun
Beng.
Tek Hoat mengerutkan alisnya
dan memandang dengan bimbang, lalu dia berkata dengan suara meragu, Akan tetapi
aku.... saya harus melindungi dia di sana....!
Aku tahu, Tek Hoat. Engkau
melindungi Syanti Dewi, akan tetapi bukankah engkau juga tahu bahwa Syanti Dewi
bukanlah tawanan melainkan tamu? Syanti Dewi tidak akan terganggu, sebaliknya
keluarga Kao terancam keselamatan nyawanya. Dan benteng ini telah dikurung oleh
barisan kerajaan, dalam beberapa hari lagi pasti akan runtuh. Engkau harus
membantu kami. Kaubantulah Kok Cu menyerang mereka yang menjaga tawanan itu,
dan aku akan membawa mereka keluar.!
!Tapi Syanti....!
Jangan khawatir, akulah yang
menanggung bahwa kalau benteng ini dibobolkan, dan kalau benar Syanti Dewi
masih berada di sini, aku menjamin keselamatannya.!
Tentu saja ucapan seorang
pendekar seperti Gak Bun Beng itu tidak pernah diragukan oleh Tek Hoat. Pula,
memang sesungguhnya dia tidak suka kepada koksu dan semua pembantunya dan dia
tidak sudi membantu mereka. Kalau saja tidak ingat bahwa Syanti Dewi perlu
dengan perlindungannya, tentu dia tidak sudi tinggal di dalam benteng itu dan
sudah keluar, bahkan ada kemungkinan dia membantu bibinya, Puteri Milana, untuk
menyerbu ke dalam benteng. Maka mendengar ucapan Gak Bun Beng, dia mengangguk.
Cepat, waktunya tinggal sedikit
lagi!! kata Gak Bun Beng dengan girang. Dia telah mengatur rencana dengan
Jenderal Kao dan telah berjanji bahwa sebelum matahari pagi muncul, dia sudah
harus dapat membawa para tawanan itu ke tempat aman, yaitu di dalam gudang
bawah tanah yang telah ditentukan oleh Jenderal Kao Liang. Dan waktu itu,
tengah malam telah lama terlewat. Fajar sudah menjelang tiba. Gak Bun Beng
membisikkan siasatnya kepada Kao Kok Cu dan Tek Hoat, kemudian, dari tempat
persembunyian mereka, tiga orang yang berilmu tinggi ini meloncat ke depan.
Seperti sudah direncanakan
oleh Bun Beng, maka Gak Bun Beng langsung menyerang Ngo-ok yang tinggi itu
sedangkan Kok Cu mernyerang Su-ok, adapun Tek Hoat sudah menerjang ke arah
Hek-tiauw Lo-mo.
Perhitungan Gak Bun Beng
memang tepat. Di antara mereka yang berjaga itu orang-orang yang paling lihai
adalah Su-ok dan Ngo-ok. Akan tetapi, dua orang dari Im-kan Ngo-ok itu kini
diserang oleh dua orang sakti seperti Gak Bun Beng dan Kao Kok Cu, maka biarpun
mereka itu cepat menyambut, namun mereka terkena hantaman dengan hawa pukulan
sinkang yang amat hebat sampai mereka itu terhuyung-huyung ke belakang.
Kesempatan ini dipergunakan oleh Gak Bun Beng untuk mendesak Ngo-ok dengan ilmu
sakti Lo-thiam-sin-ciang. Biarpun Si Jangkung itu sudah mempertahankan diri dan
menggerakkan dua lengannya yang panjang, namun karena diserang secara mendadak
oleh seorang yang memiliki tingkat ilmu lebih tinggi dari padanya, dia menjadi
bingung dan gugup, akhirnya pundaknya kena ditampar dan dia terlempar sampai
beberapa kaki jauhnya!
Sepak terjang Si Naga Sakti
Gurun Pasir lebih hebat lagi. Tadi dia melayang seperti seekor naga dan begitu
tangan kanannya yang mencengkeram itu dapat dielakkan oleh si kate Su-ok yang
masih terhuyung karena dorongan hawa pukulan, Kok Cu menubruk dengan kecepatan
kilat dan lengan kirinya yang kosong dan hanya ada lengan baju saja itu
meluncur ke depan, melakukan totokan sampai tujuh kali ke arah jalan-jalan
darah yang paling berbahaya dari lawan.
Su-ok berteriak kaget dan
ketakutan, menggelinding ke sana-sini, dan biarpun dia berhasil menghindarkan
diri dari ancaman maut, tetap saja dia kena ditendang sehingga tubuhnya menjadi
semacam bola dan terlempar lebih jauh dari tubuh Ngo-ok.
Tek Hoat mengalami kesukaran
karena dikeroyok oleh Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi. Akan tetapi tibatiba
Kok Cu membantunya dan dua orang iblis itu menjadi gentar karena hawa pukulan
yang meluncur dari tangan tunggal Kok Cu sudah mendorong mereka ke belakang
dengan dahsyatnya. Juga Gitananda yang memutar tongkatnya, bertemu dengan Bun
Beng yang secara berani menangkis tongkat itu dengan lengan.
Krakkk!! Tongkat itu patah dan
Gitananda meloncat ke belakang dengan muka pucat. Pendeta Nepal ini lalu
berkemak-kemik, mengangkat tangan kiri ke atas dan berteriak nyaring, Tiga
orang jahat berlututlah kalian!!
Bun Beng dan Kok Cu telah
mencapai tingkat tinggi sekali dalam kekuatan sinkang mereka, maka biarpun
jantung mereka tergetar oleh pengaruh sihir ini, dengan menahan napas mereka
dapat menolak pengaruh itu. Ketika Tek Hoat terhuyung dan hampir berlutut,
tiba-tiba Kok Cu mengeluarkan suara melengking seperti seekor naga marah dan
tiba-tiba Tek Hoat dapat meloncat ke depan kakek Nepal, dengan kemarahan meluap
Tek Hoat lalu menusukkan jari tangannya dengan pengerahan tenaga sinkangnya ke
arah dada Gitananda. Kakek ini terkejut, mendoyongkan tubuh ke belakang dan
menggerakkan tangan kanan menangkis.
Cusss.... aughhh....!! Lengan
yang menangkis itu bertemu dengan jari tangan Tek Hoat dan lengan itu tertusuk
jari seperti tertusuk pedang saja! Memang hebat sekali jari tangan Tek Hoat ini
dan bukanlah julukan kosong kalau di dunia kang-ouw dia dinamakan Si Jari Maut.
Kiranya pengaruh sihir dari Gitananda tadi membuyar dan lenyap oleh suara
lengkingan yang keluar dari dada Kok Cu.
Harap kalian suka menahan
mereka!! Bun Beng berseru dan dia sendiri lalu menerobos dari kepungan,
menghampiri pintu tempat tahanan dan merobohkan setiap orang pengawal yang
berani menghalanginya. Dengan kekuatan tangannya, dibobolnya pintu itu. Pintu
besi yang terkunci itu ambrol dan terbuka.
Keluarga Kao yang sejak tadi
merasa gelisah mendengar suara ribut-ribut, kini terkejut melihat munculnya
seorang laki-laki gagah perkasa. Kini Gak Bun Beng sudah tidak lagi menyamar
sebagai Hek-sin Touw-ong. Semenjak dia pergi bersama Kao Kok Cu untuk menolong
keluarga Kao, dia sudah menanggalkan penyamarannya yang dianggapnya tidak
berguna lagi.
Akan tetapi, Kao Kok Tiong,
putera ke dua dari Jederal Kao, segera mengenal Bun Beng.
Gak-taihiap....!! serunya
girang dan semua keluarga lalu dikumpulkan dan diajak keluar oleh Bun Beng.
Cepat, kita harus pergi ke
gudang bawah tanah. ini perintah Jenderal Kao!! kata Bun Beng. Kok Tiong lalu
mengatur keluarganya, digiringnya semua keluarga itu keluar dari tempat tahanan.
Ternyata Hek-tiauw Lo-mo, Hek-hwa Lo-kwi, Gitananda dan semua penjaga sudah
melarikan diri, tidak dapat menahan amukan Kok Cu dan Tek Hoat.
Melihat ibunya dan semua
keluarga keluar, Kok Cu girang dan terharu. Akan tetapi matanya mencari-cari
dan wajahnya berubah. Mana Cin Liong....?! tanyanya.
Kok Tiong, adiknya, cepat
berkata, Baru saja dia dibawa pergi oleh nenek muka tengkorak, Twa-ko.!
Ji-ok....!! Kao Kok Cu berseru
kaget dan mukanya menjadi pucat. Dia sudah mendengar tentang kekejaman nenek iblis
itu dan kini puteranya dibawa pergi oleh Ji-ok.
Melihat keadaan kakaknya, Kok
Tiong berkata dengan suara sedih, Maafkan bahwa aku tidak dapat mempertahankan
puteramu, Twa-ko. Nenek itu lihai bukan main dan dia berkata bahwa koksu yang
menyuruh dia menjemput Cin Liong.!
Kao Kok Cu tentu saja tidak
dapat menyalahkan adiknya karena dia pun maklum betapa lihainya Ji-ok yang sama
sekali bukanlah tandingan Kok Tiong. Dia lalu berkata kepada Gak Bun Beng.
Paman Gak, tolong Paman lindungi keluarga kami, aku sendiri harus cepat mencari
Cin Liong.! Setelah berkata demikian dan melihat Bun Beng mengangguk, Kok Cu
lalu berkelebat pergi dengan cepatnya.
Gak Bun Beng kini dibantu oleh
Tek Hoat mengawal keluarga Jenderal Kao menuju ke gudang bawah tanah yang memang
sudah dipersiapkan oleh Jenderal Kao sebagai tempat persembunyian keluarganya
kalau tiba saatnya. Tanpa ada rintangan, Bun Beng berhasil mengantar mereka
semua memasuki gudang bawah tanah.
Paman Gak, sekarang saya harus
pergi karena saya harus melindungi Syanti Dewi! Sedapat mungkin saya harus
melarikan dia dari tempat ini sebelum terlambat.!
Gak Bun Beng mengangguk dan
hendak membuka mulut, akan tetapi ditahannya dan dia memandang tubuh pemuda itu
yang sudah berkelebat pergi. Tadinya dia hendak memberi tahu bahwa yang
dilindunginya itu adalah Syanti Dewi palsu, akan tetapi dia ingat betapa aneh
dan beraninya tabiat pemuda ini sehingga kalau sampai diiberitahu, mungkin
pemuda ini akan mengamuk di dalam benteng secara nekat dan hal itu sama artinya
dengan bunuh diri.
Karena itulah maka dia tidak
jadi memberi tahu. Dengan sikap gagah Gak Bun Beng menjaga di luar pintu gudang
itu bersama Kao Kok Tiong yang kini timbul kembali semangatnya setelah
keluarganya keluar dari tahanan, apalagi ketika dia mengetahui bahwa kakaknya
yang sakti, juga banyak pendekar sakti, telah berada di dalam benteng untuk
membantu keluarganya. Dia merampas sebatang pedang dari seorang penjaga dan
dengan pedang di tangan dia ikut menjaga di depan pintu gudang di mana
keluarganya bersembunyi.
Ketika Tek Hoat berlari menuju
ke tempat di mana Syanti Dewi berada, yaitu di sebuah bangunan kecil bagian
barat, tiba-tiba dia melihat Kian Lee dan Kian Bu sedang mengamuk di luar rumah
besar seperti istana yang dia tahu adalah tempat tinggal Pangeran Liong Bian
Cu. Kakak beradik yang amat 1ihai itu dikeroyok oleh im-kan Ngo-ok!
Tadinya Tek Hoat tidak mau
peduli karena baginya yang terpenting adalah keselamatan Syanti Dewi, dan
melihat betapa koksu dan teman-temannya sedang sibuk mengeroyok dua orang
pemuda Pulau Es itu, dia melihat kesempatan baik untuk melarikan Syanti Dewi.
Akan tetapi, melihat betapa dua orang kakak beradik yang amat lihai itu
terdesak hebat oleh Im-kan Ngo-ok, sedangkan di situ masih nampak para pembantu
koksu lainnya, dia merasa tidak tega. Dia teringat bahwa dua orang pemuda Pulau
Es itu adalah orang-orang gagah luar biasa, dan dia teringat juga bahwa mereka
itu sesungguhnya masih merupakan paman-paman tirinya karena dia adalah cucu
kandung dari lbu Suma Kian Lee.
Mendiang ayahnya dan Suma Kian
Lee adalah seibu berlainan ayah. Mana mungkin dia mendiamkannya saja mereka
yang terancam bahaya di tangan Im-kan Ngo-ok? Dia tahu bahwa dia sendiri
bukanlah lawan lima orang iblis Im-kan Ngo-ok itu, akan tetapi kalau melihat
dua orang pemuda Pulau Es itu terancam bahaya dan dia diam saja, selamanya dia
akan merasa menyesal. Apalagi kalau hal itu terdengar oleh Syanti Dewi, tentu
dia akan dikutuk sebagai seorang manusia yang tidak mengenal prikemanusiaan!
Teringat akan ini, dia lalu
mengeluarkan teriakan nyaring dan meloncat ke depan, langsung dia menyerang
dengan pukulan dahsyat ke arah Koksu Nepal.
Haiiiiittt....!!
Hantaman yang dilakukan oleh
Tek Hoat itu hebat bukan main. Tek Hoat sudah tahu akan kesaktian koksu atau
Sam-ok, maka sekali menyerang dia telah mengerahkan seluruh tenaganya sehingga
angin pukulan dahsyat menyambar ke arah kepala Ban Hwa Sengjin.
Ehhh....?! Kakek botak itu
terkejut bukan main. Tadi bersama dengan Twa-ok dia sedang mengeroyok dan
mendesak Siluman Kecil, sedangkan tiga orang saudaranya yang lain mendesak Kian
Lee. Ketika menghadapi serangan diahsyat ini, dia berseru keras dan melempar
tubuh ke belakang sambil menggerakkan kedua tangannya untuk melindungi
tubuhnya. Dia terluput dari serangan itu, akan tetapi Kian Bu juga terbebas
dari desakan, bahkan dengan pukulan-pukulan gabungan tenaga Im-yang amat
dahsyat dia dapat membuat Twa-ok meloncat ke belakang pula.
Melihat bahwa yang membantunya
adalah Ang Tek Hoat, Kian Bu terkejut dan girang sekall. Ah, kiranya engkau
membantuku, Tek Hoat?! tanyanya sambil tersenyum lebar.
Bagus, Tek Hoat!! Kian Lee
yang sudah terdesak itu pun masih mampu mengeluarkan seruan girang.
Melihat Kian Lee terdesak
hebat oleh tiga orang lawannya, Tek Hoat lalu menerjang dan menyerang Ji-ok
yang mengerikan itu sambil berkata, Mari kita hancurkan mereka ini atau kita
mati bersama!!
Kakak beradik dari Pulau Es
itu tentu saja merasa girang bukan main mendengar hal ini. Semangat mereka
bangkit kembali dan bersama dengan Ang Tek Hoat mereka lalu mengamuk dan
biarpun lima orang Im-kan Ngo-ok memiliki kepandaian yang rata-rata amat
tinggi, bahkan tingkat kepandaian Twa-ok dan Ji-ok sedikit lebih tinggi
daripada tingkat mereka, namun tidak mudah bagi Im-kan Ngo-ok untuk merobohkan
mereka bertiga.
Mari kita masuk!! Tiba-tiba
Kian Lee yang maklum bahwa kalau mereka tidak cepat-cepat dapat menangkap
Pangeran Liong Bian Cu, tentu keselamatan mereka akan terancam hebat. Mendengar
teriakan Kian Lee ini, Kian Bu dan Tek Hoat lalu mengikuti Kian Lee yang sudah
lebih dulu meloncat ke dalam istana itu! Anehnya, Im-kan Ngo-ok tidak
menghalangi perbuatan mereka melainkan mengejar dari belakang.
Tiba-tiba terdengar suara
koksu, suara yang dikirim dari jauh melalui kekuatan khikang ke arah kamar di
sebelah kiri yang pintunya terbuka dan besar.
Pangeran, hati-hati, tutuplah
pintu kamar Paduka.!
Suara ini terdengar oleh tiga
orang muda perkasa itu. Tentu saja girang bukan main hati Kian Lee dan Kian Bu,
maka serentak mereka bersama Tek Hoat menyerbu ke dalam kamar yang pintunya
terbuka itu. Kalau sekali pangeran itu dapat mereka tangkap, tentu mereka dapat
menguasai keadaan.
Tiga orang muda perkasa itu
masih bersikap hati-hati ketika mereka menyerbu memasuki pintu kamar itu. Akan
tetapi ketika mereka melihat Pangeran Liong Bian Cu duduk di atas pembaringan
kamar yang amat indah itu, hati mereka girang sekali dan seperti orang-orang
berlomba mereka melompat ke dalam. Tentu saja dalam perlombaan itu Kian Bu yang
menang karena pemuda ini mengerahkan ilmu ginkangnya yang luar biasa.
Bu-te, hati-hati....!!
Tiba-tiba Kian Lee berseru kaget ketika pemuda ini melihat pintu kamar di
belakangnya tiba-tiba tertutup. Kian Bu sudah hampir tiba di dekat pembaringan,
ketika tiba-tiba pembaringan itu terjeblos ke bawah dengan cepat sekali bersama
tubuh sang pangeran yang tertawa mengejek. Kian Bu maklum bahwa pangeran itu
melarikan diri dengan alat rahasia, maka dia cepat menyusulkan pukulan dengan
tenaga saktinya.
Blarrr....!! Pembaringan itu
pecah, akan tetapi tubuh sang pangeran sudah meloncat ke bawah dan lubang di
mana ranjang itu lenyap kini telah tertutup kembali. Kian Bu meloncat ke tempat
itu dan menggunakan kakinya untuk menginjak dan menendang, namun hasilnya
sia-sia belaka karena ternyata lantai itu terbuat dari batu yang di bawahnya
dipasangi baja. Mereka bertiga seperti tiga ekor harimau terjebak. Mereka
berlarian ke pintu dan jendeta, akan tetapi mendapat kenyataan bahwa jendela
dan pintu itu terbuat dari baja yang amat kuat pula! Mereka telah terjebak dalam
sebuah kamar luas yang kuat sekali. Melihat adanya sebuah pintu kayu kecil di
sebelah kiri, yang agaknya menembus ke ruangan lain, Kian Bu lalu menendangnya.
Brakkkkk....!! Pintu kayu itu
jebol dan mereka bertiga siap untuk menerjang ke depan, akan tetapi betapa
kaget hati mereka ketika melihat empat orang menggeletak pingsan di dalam kamar
di belakang pintu itu! Mereka itu adalah Hek-sin Touw-ong, Ang-siocia, Siang
In, dan Hwee Li!
Ahhh....!! Otomatis Kian Lee
dan Kian Bu meloncat dan berlutut dekat tubuh Siang In dan Hwee Li dan karena
mereka berdua masih menyangka bahwa masing-masing mencinta dara yang datang
bersama mereka, maka Kian Lee merasa tidak enak kalau harus mendekati Hwee Li,
sungguhpun hatinya merasa berkhawatir sekali akan keselamatan Hwee Li, maka dia
lalu mengalah! dan tidak ingin menyakitkan hati adiknya. Dia berlutut di dekat
tubuh Siang In. Melihat ini, Kian Bu juga makin keras menyangka bahwa kakakanya
itu benar-benar telah jatuh hati kepada Siang In, padahal dia tahu bahwa Hwee
Li mencinta kakaknya. Dia merasa kasihan kepada Hwee Li dan dia pun berlutut di
dekat Hwee Ll. Sementara itu, Tek Hoat cepat memeriksa jendela kamar ini dan
ternyata sama juga. Jendela kamar ini amat kuatnya, terbuat daripada baja dan
terkunci dari luar!
Kian Lee dan Kian Bu merasa
lega bahwa dua orang dara itu hanya pingsan karena asap bius saja, demikian
pula Hek-sin Touw-ong dan Ang-siocia. Setelah mengurut tengkuk mereka, sebentar
saja mereka berempat sudah siuman kembali dan yang lebih dulu meloncat adalah
Hwee Li.
Mana si bedebah pangeran dan
koksu? Biar kupatahkan batang lehernya!! bentaknya marah, apalagi ketika
melihat betapa Kian Lee tadi mengurut tengkuk Siang In. Rasa cemburu bercampur
rasa mendongkol karena dia seperti juga yang lain telah kena dijebak oleh koksu
dan pangeran sehingga tertawan di dalam kamar itu.
Tiba-tiba terdengar bentakan
nyaring, Kembalikan anakku!! Dan terdengar suara hiruk-pikuk ketika pintu besar
terbuka dan Ceng Ceng meloncat ke dalam kamar itu.
Ceng Ceng, tahan pintu itu!!
Tiba-tiba Kian Lee berteriak, namun terlambat karena begitu Ceng Ceng masuk
pintu itu telah tertutup kembali! Ceng Ceng membalik, mendorong dan menendang
pintu, namun sia-sia belaka. Pintu itu terlampau kokoh kuat.
Mereka semua kini berkumpul di
tengah kamar besar itu. Ceng Ceng bercerita betapa dia tadi berpisah dari
Ang-siocia dan karena merasa tidak perlu lagi menyamar dalam keadaan ribut itu
dan pula karena sudah diketahui musuh betapa Ang-siocia sudah berkhianat, maka
dia menanggalkan penyamarannya. Ketika dia hendak mencari tempat tawanan, dia
melihat Ji-ok mengempit tubuh puteranya berkelebat ke dalam istana ini.
Ibuuuuu.... tolonggg....!! Cin
Liong menjerit dan Ceng Ceng lalu mengejar. Akan tetapi Ji-ok lenyap dan Ceng
Ceng yang tiba-tiba melihat pintu istana terbuka, cepat menerjang masuk.
Kiranya dia pun terjebak seperti yang lain.
Bagaimana kalian tahu-tahu
pingsan di dalam kamar sebelah?! Kian Lee bertanya kepada Siang In, tanpa
berani memandang kepada Hwee Li yang dianggapnya telah saling jatuh cinta
dengan Kian Bu.
Akan tetapi yang ditanya
sedang menatap wajah Kian Bu tak pernah berkedip, dan barulah Siang ln terkejut
ketika dia ditanya oleh Kian Lee. Dia menunduk dan menarik napas panjang. Si
keparat Koksu Nepal itu sungguh amat cerdik dan berbahaya.! Akan tetapi dia
tidak berani bercerita, hanya mengerling ke arah Hwee Li.
Hwee Li mengerutkan alisnya.
Dia juga merasa amat sungkan dan sukar untuk menceritakan betapa dia kembali
telah bertemu dengan Siang In dan saling serang! Maka dia lalu bercerita sambil
melewati adegan ketika dia bertanding melawan Siang In itu.
Kami berdua.... kami dikepung
oleh orang-orang yang dipimpin oleh Pangeran Nepal sendiri. Karena aku gemas
dan benci kepadanya, aku menyerang Pangeran Nepal yang main mundur dan akhirnya
kami berdua kena dipancing ke dalam kamar ini. Pangeran Nepal dan para
pengikutnya lenyap melalui pintu-pintu rahasia, dan ternyata semua itu diatur
oleh koksu yang hanya terdengar saja suaranya dari dalam kamar. Tak lama
kemudian muncul Hek-sin Touw-ong dan Enci Swi Hwa yang hendak menolong kami
berdua. Akan tetapi sungguh celaka, mereka itu pun terjebak dan begitu masuk,
mereka tidak dapat keluar kembali.! Dia tidak mau menceritakan betapa di dalam
kamar itu, dia dan Siang In sudah saling maki dan saling serang kembali sampai
muncul guru dan murid itu yang melerai mereka.
Eh, bagaimana bisa begitu?!
Kian Bu bertanya sambil memandang kepada Ang-siocia yang sejak tadi juga
memandang kepadanya dengan sinar mata penuh perasaan.
Koksu Nepal memang lihai bukan
main,! Touw-ong bercerita. Dia sudah tahu bahwa kami berdua telah memberontak
dan berkhianat, akan tetapi dia sengaja pura-pura tidak tahu. Ketika bertemu
dengan kami, dia menyuruh kami menjaga tawanan di dalam kamar ini. Kami berdua
mengintai dan melihat dua orang Nona ini sedang.... eh....! Sukar bagi Touw-ong
untuk menceritakan betapa dia melihat dua orang nona itu saling serang!
Kau dan muridmu lalu menolong
kami akan tetapi terjebak pula!! Hwee Li melanjutkan cepat.
Touw-ong mengangguk. Benar,
kami melihat dua orang Nona ini dan cepat kami membuka pintu dari luar. Akan
tetapi begitu kami berdua masuk, pintu tertutup dari luar dan pada saat itu
koksu menyemburkan asap beracun ke dalam kamar. Kami tak dapat menghindarkan
asap itu dan roboh pingsan.!
Kian Bu dan Kian Lee saling
pandang. Koksu Nepal itu benar-benar amat cerdik sekali. Mereka semua kini
telah terjebak di situ, bahkan Ceng Ceng yang lihai juga telah dapat dipancing
masuk ke dalam ruangan.
Ha-ha-ha, semua tikus yang
mengacau benteng telah terjebak. Orang-orang muda yang bosan hidup, kalian mau
berkata apalagi sekarang?! Tiba-tiba terdengar suara koksu dari lubang jendela
yan terbuat daripada baja.
Kami telah terjebak oleh akal
busukmu, mau bunuh lekas bunuh!! Ceng Ceng yang tidak kehilangan keberaniannya
itu memaki. Tek Hoat memandang saudara tirinya seayah berlainan ibu itu dengan
kagum.
Ceng Ceng, engkau masih
seperti dulu, benar-benar mengagumkan hatiku,! katanya.
Ceng Ceng memandang saudaranya
ini dan tersenyum. Dan aku girang melihat engkau berdiri di fihak kami, bukan
menjadi lawan kami, Tek Hoat.!
Melihat kedua orang
keponakannya itu, Kian Lee yang pernah jatuh hati secara mendalam dan
mati-matian kepada Ceng Ceng, memegang tangan mereka dan berkata, Dan aku
girang sekali mempunyai dua orang keponakan seperti kallan. Aku akan merasa
bangga dapat mati bersama kalian.!
Ucapan yang jujur ini amat
mengharukan hati Tek Hoat, apalagi Ceng Ceng yang maklum akan isi hati
pamannya! itu sehingga dua titik air mata membasahi mata nyonya muda itu.
Melihat adegan yang
mengharukan itu, tiba-tiba saja Hwee Li menjadi marah. Kian Lee agaknya sama
sekali tidak mempedulikan dia! Tiba-tiba saja dia menghampiri jendela dari mana
tadi terdengar suara koksu dan dia membentak, Eh, koksu botak menjemukan! Lekas
kauberitahukan kepada Pangeran Liong Bian Cu bahwa aku adalah tunangannya dan
aku menuntut agar dia membebaskan aku!!
Akan tetapi koksu hanya
tertawa mengejek dan Hwee Li menjadi makin marah lalu dia menjerit-jerit
nyaring,
Pangeran Liong Bian Cu, apakah
mulutmu berbau tahi dan tidak dapat dipercaya lagl? Kau bilang mencintaku, kau
bilang bahwa aku adalah calon isterimu, mengapa kau membiarkan aku terjebak dan
ditawan seperti ini? Kalau kau menghinaku, mana aku sudi menjadi isterimu?!
Tiba-tiba nampak wajah
pangeran yang tampan dengan hidung kakatua itu di balik jendela. Suaranya halus
ketika dia berkata, Hwee Li, manisku. Mana aku dapat melupakan engkau? Adalah
salahmu sendiri sampai engkau terjebak karena engkau telah terbujuk musuh dan
membantu mereka. Akan tetapi kalau engkau mau bertobat, tentu saja aku suka
mengampunimu, seperti yang telah berkali-kali kulakukan.!
Kian Lee dan Kian Bu memandang
kepada Hwee Li dengan alis berkerut penuh kekecewaan. Apakah puteri Hek-tiauw
Lo-mo ini akhirnya memperlihatkan belangnya dan dalam keadaan terancam itu lalu
timbul kepalsuannya, merengek dan minta diampuni oleh pangeran? Akan tetapi
Kian Bu melihat sendiri betapa selama ini Hwee Li benar-benar menentang musuh,
bahkan mati-matian membela fihak mereka yang memusuhi orangorang Nepal.
Pangeran, mana aku bisa
percaya omonganmu kalau engkau tidak mau masuk ke sini? Masuklah dan jemputlah
aku, baru aku percaya kepada omonganmu. Ribuan kali engkau menyatakan cinta,
akan tetapi aku masih belum percaya benar dan sekali ini biar kupakai sebagai
ujian.!
Mendengar ucapan ini, Siang In
mendengus dengan penuh ejekan, akan tetapi Kian Bu dan Kian Lee saling pandang,
maklum akan maksud ucapan Hwee Li yang agaknya hendak memancing pangeran itu
masuk agar dapat ditangkap. Maka kakak beradik ini sudah siap untuk turun
tangan begitu melihat sang pangeran masuk ke dalam ruangan itu.
Akan tetapi, dari luar ruangan
itu terdengar suara ketawa Koksu Nepal.
Ha-ha-ha. Nona Hwee Li, engkau
kira kami hanya anak-anak kecil yang mudah kaubujuk dan tipu begitu saja.!
Hwee Li, kekasihku, kau
keluarlah dari ruangan itu, melalui pintu. Akan tetapi yang lain jangan
bergerak, dan setelah tiba di luar, aku tentu akan membebaskanmu dan permintaan
apa pun yang kau ajukan akan kupertimbangkan.!
Mendengar ini, Hwee Li
mengerutkan alisnya. Akalnya gagal. Akan tetapi dia masih mempunyai harapan.
Benarkah bahwa semua permintaanku kaupenuhi?!
Akan kupertimbangkan,! jawab
pangeran.
Tidak ada lain jalan bagi Hwee
Li. Harapan satu-satunya untuk menolong, semua orang yang tertawan hanyalah
membujuk pangeran yang benar-benar jatuh cinta kepadanya itu. Kalau perlu,
untuk menyelamatkan mereka, terutama menyelamatkan Kian Lee, dia siap untuk
mengorbankan diri! Baiklah, aku akan keluar.! Dia lalu menoleh, sekali ini dia
menatap Kian Lee dan berbisik, Harap kalian jangan bergerak, aku akan membantu
kalian, jangan khawatir.! Kemudian dia melangkah menuju ke pintu ruangan itu.
Hwee Li, jangan mudah terbujuk
musuh!! Ceng Ceng berkata, memperingatkan muridnya karena dia khawatir
kalau-kalau muridnya itu akan celaka di tangan Pangeran Nepal. Hwee Li menoleh
dan tersenyum kepada nyonya muda itu.
Harap Subo jangan khawatir,
aku dapat menjaga diri,! katanya.
Seluruh urat syaraf di tubuh
Kian Lee, Kian Bu, Ceng Ceng, dan Tek Hoat sudah menegang dan mereka sudah siap
menerjang keluar kalau pintu itu terbuka. Akan tetapi ketika Hwee Li melangkah
sampai di belakang pintu, tiba-tiba dia menjerit dan tubuhnya terjeblos ke
bawah. Kiranya lantai di belakang pintu itu dipasangi alat dan begitu dara itu
menginjaknya, lantai itu bergerak meluncur ke bawah membawa tubuh dara itu
bersamanya. Semua pendekar yang berada di situ meloncat, akan tetapi lantai itu
telah tertutup kembali dan tubuh Hwee Li sudah lenyap! Ternyata tubuh Hwee Li
telah terbawa turun dan begitu dia tiba di ruangan bawah, di situ telah menanti
Pangeran Liong Bian Cu dan Koksu Nepal! Hwee Li hendak mengamuk, akan tetapi
pangeran itu menubruknya dan pada saat yang sama Koksu Nepal telah mengirim totokan.
Hwee Li tak mungkin dapat melawan dua orang yang amat lihai itu dan di lain
saat dia telah tertotok dan dipondong oleh Pangeran Liong Bian Cu.
Bunuh mereka semua! Bakar saja
ruangan itu dari luar!! Sang pangeran berteriak dengan girang setelah dia
bethasil menangkap kekasihnya. Mereka yang tertawan di dalam mendengar perintah
ini dan mereka menjadi bingung, kembali mereka berusaha mencari jalan keluar
dengan mengetuk-ngetuk tembok, memeriksa dinding, jendela dan pintu, juga
meloncat ke atas untuk mencoba menerobos atap. Namun semua itu sia-sia karena
memang ruangan itu dibuat secara khusus untuk menjebak lawan-lawan tangguh dan
pembuatannya telah direncanakan sendiri oleh Koksu Nepal.
Dalam keadaan yang menegangkan
urat syaraf itu, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan nyaring disusul suara
hiruk-pikuk, Kebakaran! Kebakaran!!
Gudang ransum terbakar!!
Tolonggggg....! Lekas bantu
padamkan. Ransum terbakar....!!
Mereka yang terkurung di dalam
ruangan itu saling pandang. Kian Lee, Kian Bu, dan Siang In tidak mengerti apa
artinya itu, akan tetapi Ceng Ceng, Ang-siocia dan Hek-sin Touw-ong tersenyum
girang.
Ah, siasat Jenderal Kao Liang
mulai dijalankan dengan baik!! kata Touw-ong dan dia lalu duduk bersandar
tembok dengan wajah girang.
Ransum di sini akan terbakar
habis dan benteng ini sudah dikurung! Sebentar lagi tentu tentara kerajaan akan
menyerbu. Ah, kalau mereka yang jahat ini dapat dihancurkan, kematian kitapun
tidak akan sia-sia!! kata Ang-siocia sambil memandang kepada Kian Bu. Dia tahu
bahwa mereka telah terjebak dan agaknya tidak ada harapan lagi untuk hidup,
maka wanita muda ini tidak ragu-ragu lagi untuk menyatakan rasa hatinya terhadap
Siluman Kecil. Terutama sekali, aku rela mati bersama Taihiap,! katanya sambil
memandang kepada pendekar itu. Bukankah kita pernah melakukan perjalanan
bersama yang amat menyenangkan? Kalau kita mati bersama, berarti sekali lagi
melakukan perjalanan bersama Taihiap, betapa bahagianya rasa hatiku!!
Hek-sin Touw-ong mengerutkan
alisnya. Murid yang dicintanya itu telah dia tetapkan untuk menjadi jodoh dari
Siauw Hong, murid dari Sai-cu Kai-ong yang telah mengetahui rahasia kewanitaan
Ang-siocia yang menyamar pria. Akan tetapi dia tahu pula bahwa muridnya ini
telah jatuh hati kepada Siluman Kecil, maka di samping rasa tidak puasnya
melihat sikap dan mendengar kata-kata muridnya, dia juga merasa terharu sekali.
Kian Bu sendiri terkejut
mendengar ucapan itu dan melihat sinar mata Ang-siocia yang penuh kemesraan
kepadanya. Baru sekarang dia mengerti bahwa dara cantik ini ternyata jatuh
cinta kepadanya! Otomatis dia menoleh kepada Siang In dan makin terkejutlah dia
ketika melihat sinar mata Siang In penuh dengan api kemarahan. Dia menjadi
bingung dan tidak menjawab kata-kata Ang-siocia, apalagi karena pada saat itu
terdengar suara hiruk-pikuk dan nyala api, di antara teriakan-teriakan orang
yang kebingungan.
Darrr....! Blaaarrrrr....!!
Ledakan-ledakan yang bertubi-tubi menggetarkan ruangan itu. Dinding seperti
bergoyang dan akan runtuh rasanya, lantai yang dipijak juga tergetar hebat.
Lalu terdengar sorak-sorai menggegap-gempita dan terdengarlah suara ribut-ribut
luar biasa di sebelah luar.
Apa.... apa artinya itu?! Kian
Lee bertanya heran.
Itu itu merupakan satu di
antara siasat ayah mertuaku!! Ceng Ceng berseru dengan wajah penuh ketegangan.
Dan memang yang dikatakannya
itu benar adanya. Jenderal Kao Liang telah mengatur rencana siasatnya dengan
rapi. Dia minta kepada Puteri Milana untuk menggunakan pasukannya mengurung
benteng itu dengan ketat, kemudian dengan bantuan Gak Bun Beng dan Kao Kok Cu,
dia melakukan pembakaran-pembakaran pada gudang-gudang ransum. Dua orang
pendekar itu memasang obat-obat bahan bakar di dalam gudang-gudang dan ketika
saatnya tiba, Jenderal Kao Liang yang berada di menara dan gapura terbesar,
melepas anak-anak panah berapi ke arah gudang-gudang itu sehingga dalam
beberapa waktu singkat gudang-gudang itu terbakar semua. Api menjulang tinggi
dan sukar dipadamkan karena api telah membakar alat-alat bahan bakar yang telah
ditaruh di dalam gudang-gudang itu.
Kemudian, dengan menekan
tombol-tombol rahasia yang dipasangnya ketika dia mengatur pembangunan benteng
itu, tombol-tombol rahasia yang hanya diketahuinya sendiri dan merupakan
rencananya semenjak semula, Jenderal Kao Liang mulai meledakkan dinding-dinding
benteng dengan alat-alat peledak yang sudah ditanamnya di tempat-tempat
tersembunyi. Bunyi ledakan bertubi-tubi itu meruntuhkan pintu-pintu gerbang dan
dinding-dinding.
Melihat ini, Puteri Milana
yang sudah siap siaga, cepat memerintahkan pasukan-pasukannya untuk menyerbu.
Waktu itu, matahari mulai mengusir kegelapan malam dan di antara kabut pagi
bercampur asap ledakan dan debu, seperti semut-semut saja pasukan kerajaan
menyerbu benteng yang sudah kacau-balau oleh kebakaran-kebakaran yang disusul
ledakan-ledakan itu.
Dapat dibayangkan betapa
gegernya keadaan di dalam benteng itu. Mula-mula semalam suntuk penghuni
benteng sudah dikacaukan oleh pendekar-pendekar muda yang menyelundup ke dalam
benteng, yang dibantu pula oleh Touw-ong dan Ang-siocia yang berkhianat
sehingga terjadi banyak hal yang membingungkan, kemudian, menjelang pagi,
disusul pula dengan kebakaran-kebakaran pada gudang-gudang ransum, hal yang
amat mengejutkan, dan kini, tanpa mereka ketahui apa sebabnya, pintu-pintu
gapura benteng dan dinding-dinding banyak yang runtuh oleh ledakan-ledakan
dahsyat tadi. Lebih hebat lagi, kini pasukan kerajaan yang banyak jumlahnya telah
menyerbu masuk melalui pintu-pintu dan dinding-dinding yang runtuh, seperti air
bah saja menyerang dengan gegap-gempita.
Koksu Nepal dan Pangeran Liong
Bian Cu terkejut bukan main, tidak tahu apa yang terjadi dan mereka baru sadar
bahwa Jenderal Kao Lianglah yang melakukan semua itu. Mereka mengira bahwa
semua itu terjadi karena kelihaian Puteri Milana yang memang sudah mereka
dengar akan kepandaiannya mengatur pasukan. Tentu saja mereka menjadi jerih dan
Koksu Nepal cepat mengeluarkan aba-aba kepada para pasukannya untuk menahan
serbuan musuh. Dia sendiri mengempit tubuh Cin Liong sedangkan Pangeran Liong
Bian Cu memanggul tubuh Hwee Li. Mereka ingin mempergunakan dua orang tawanan
ini sebagai sandera untuk dapat melarikan diri melalui pintu rahasia apabila
keadaan memaksa dan memerlukan.
!Bakar ruangan ini!! teriak
Koksu Nepal dan perintah ini segera dilaksanakan oleh para pengawalnya.
Kemudian koksu, pangeran, dan dikawal oleh empat orang dari Im-kan Ngo-ok yang
lain, juga para pembantu, cepat meninggalkan tempat itu untuk membantu para
pasukan yang sedang menahan serbuan tentara kerajaan.
Api mulai berkobar membakar
ruangan di mana para pendekar itu terkurung dan agaknya mereka akan terbakar
hangus kalau saja pada saat api sudah mulai berkobar tinggi, pintu tahanan itu
tidak dibuka orang dari luar. Beberapa orang pengawal roboh oleh terjangan
sesosok tubuh yang gerakannya seperti seekor naga dan orang ini berhasil
membuka pintu ruangan. Para pendekar yang sudah mulai putus asa di sebelah
dalam, melihat terbukanya pintu, cepat berloncatan keluar dan ternyata yang
menolong mereka itu adalah Si Naga Sakti Gurun Pasir Kao Kok Cu!
Bersama Bun Beng, Kok Cu
melaksanakan siasat ayahnya, yaitu membantu ayahnya membakari gudang-gudang
ransum, kemudian karena dia khawatir akan puteranya yang kabarnya dibawa oleh
Ji-ok, dia menyusul ke istana pangeran. Di situ dia melihat ruangan depan
dibakar, maka dia segera dapat menduga bahwa tentu kawan-kawannya terkurung di
dalam ruangan itu, maka tanpa ragu-ragu lagi dia lalu membuka pintu ruangan
yang memang dipalang dari depan sehingga semua orang yang terkurung dapat
diselamatkannya, termasuk isterinya sendiri.
Di mana Cin Liong?! tanya Kok
Cu kepada isterinya yang sudah memeluknya.
Dia.... dia tadi dibawa oleh
koksu....! isterinya menjawab penuh kekhawatiran dan menuding ke depan. Dari
lubang jendela dia tadi melihat ke mana puteranya dibawa oleh kakek botak itu.
Tanpa banyak cakap mereka semua lalu lari mengejar. Akan tetapi Ang Tek Hoat
tidak ikut mengejar karena dia sudah lari menuju ke tempat tinggal Syanti Dewi.
Keadaan di kanan kiri sudah kacau-balau, perang campuh terjadi di mana-mana dan
banyak rumah-rumah yang terbakar.
Ketika Tek Hoat tiba di depan
rumah yang tadinya menjadi tempat tinggal Puteri Syanti Dewi, jantungnya
berdebar penuh ketegangan melihat betapa rumah itu juga sedang terbakar!
Dewi....!! Dia berseru
berkali-kali dan mencari-cari jalan untuk memasuki rumah yang terbakar itu.
Akan tetapi dia tidak mungkin dapat masuk dan tiba-tiba dia melihat seorang
pengawal lari menjauhkan diri. Cepat dia meloncat dan dengan mudah dia
mencengkeram tengkuk orang itu.
Hayo katakan, di mana Sang
Puteri Bhutan?! bentaknya. Melihat wajah pemuda itu pucat sekali, sepasang
matanya melotot dan mengeluarkan sinar bengis, pengawal itu makin ketakutan.
Dia.... dia sudah sejak
tadi.... dibawa pergi oleh panglima dari Bhutan dan orang-orangnya....!
Mohinta....?!
Orang itu mengangguk dan Tek
Hoat mengendurkan cengkeramannya. Ke mana dibawanya?!
Orang itu menggeleng kepala.
Hamba tidak tahu....!
Tek Hoat melepaskan orang itu
dan meloncat pergi. Hatinya panas sekali akan tetapi dia mengerti bahwa Mohinta
tentu melarikan sang puteri keluar dari benteng dan ke mana lagi dibawanya
kalau tidak kembali ke Bhutan? Dia lalu meloncat dan mencari-cari, tentu saja
menuju ke pintu depan yang sudah roboh dan di mana terjadi perang campuh yang
amat seru.
Tiba-tiba dia melihat Koksu
Nepal yang mengempit tubuh anak laki-laki kecil, bersama Pangeran Liong Bian Cu
yang memanggul tubuh Hwee Li, diikuti oleh para pembantu mereka, tergesa-gesa
menuju ke arah selatan. Dan dia melihat pula Kao Kok Cu, Ceng Ceng, dan yang
lain-lain mengejar mereka. Koksu dan kawan-kawannya itu cepat memasuki sebuah
rumah besar yang kosong, dan para pengejarnya cepat menyusul. Melihat ini, Tek
Hoat merasa bahwa dia pun harus membantu mereka karena bukankah Pangeran Nepal
dan Koksu Nepal itu yang menjadi biang keladi sehingga Syanti Dewi tertawan di
tempat itu? Pula, dia maklum akan kelihaian koksu dan para pembantunya sehingga
Kok Cu dan para pendekar lain itu tentu membutuhkan bantuannya.
Tek Hoat, mari bantu, kami
merampas kembali puteraku!! teriak Ceng Ceng ketika dia melihat saudaranya itu.
Tek Hoat hanya mengangguk dan dia pun ikut pula menyerbu ke dalam rumah.
Tidak ada perlawanan dari
dalam dan ternyata koksu dan pangeran berdiri tegak, para pembantunya di
belakang mereka dan kedua orang ini tersenyum.
Berhenti!! teriak koksu sambil
mengangkat tubuh Cin Liong ke atas. Melangkah maju berarti anak ini akan kami
bunuh lebih dulu!!
Tentu saja menghadapi para
pendekar itu, koksu sama sekali tidak takut karena dia mempunyai banyak
pembantu, apalagi di situ ada Im-kan Ngo-ok lengkap yang amat kuat. Akan
tetapi, kakek botak ini maklum bahwa biarpun mereka dapat mengalahkan rombongan
pendekar ini, atau setidaknya mengimbangi mereka, namun dia dan kawan-kawannya
tidak mungkin dapat melawan puluhan ribu tentara kerajaan yang tentu akhirnya
akan menang karena jumlahnya yang jauh lebih banyak, sedangkan pasukan-pasukannya
sudah kehilangan pimpinan.
Hemmm, kalau sudah menderita
kekalahan lalu muncullah watak pengecut dan curang!! Kao Kok Cu mengejek. Koksu
Nepal, aku mendengar bahwa selain engkau menjadi koksu dari Kerajaan Nepal,
juga engkau terkenal sebagai Sam-ok dari Im-kan Ngo-ok. Sekarang, secara curang
engkau telah berhasil menawan puteraku. Oleh karena itu, marilah kita
bertanding secara gagah untuk memperebutkan puteraku itu. Kalau aku kalah,
tentu saja engkau berhak membawa puteraku sebagai sandera. Akan tetapi kalau
engkau yang kalah, engkau harus menyerahkan puteraku itu dengan baik-baik
kepadaku.!
Ban Hwa Sengjin menyeringai.
Enak saja engkau, Naga Sakti Gurun Pasir! Kami membutuhkan anakmu ini untuk
dapat keluar dari sini dengan selamat. Kalau anak ini kuserahkan kepadamu, lalu
kau mengandalkan pasukan yang puluhan ribu banyaknya, tentu saja kami takkan
sanggup meloloskan diri.!
Dengarlah, Koksu Nepal. Di
antara kita pribadi tidak ada permusuhan, mengapa kami harus mencegah kalian
melarikan diri? Aku berjanji sebagai seorang gagah bahwa kalau Cin Liong sudah
kembali kepadamu, kami tidak akan menghalangi engkau untuk melarikan diri.!
Ban Hwa Sengjin
berpikir-pikir. Dia dapat percaya omongan seorang pendekar besar seperti Kao
Kok Cu ini. Kalau orang-orang gagah di depannya ini tidak menghalangi, tentu
dia dan teman-temannya dapat melarikan diri melalui pintu rahasia, karena
halangan dari para pasukan saja tentu tidak ada artinya baginya. Yang berbahaya
adalah orang-orang muda perkasa ini turun tangan mencegah mereka lari.
Baiklah, kami percaya omongan
Naga Sakti Gurun Pasir! Kaubawa dulu anak ini, Twa-heng!! katanya dan dia
melemparkan tubuh Cin Liong kepada Twa-ok yang menerimanya sambil tersenyum.
Sebetulnya diam-diam dia tidak setuju dengan sikap koksu yang menerima
tantangan itu karena kakek gorilla ini maklum betapa lihainya Naga Sakti Gurun
Pasir. Kalau dia sendiri yang maju, barulah lebih banyak harapan untuk menang.
Akan tetapi yang ditantang oleh si lengan buntung itu adalah koksu, maka kalau
koksu mewakilkan kepadanya tentu saja hal itu menjatuhkan nama Ban Hwa Sengjin,
sebagai orang ke tiga dari Im-kan Ngo-ok dan juga sebagai seorang Koksu Nepal.
Kini dua orang sakti itu sudah
saling berhadapan. Sikap Kok Cu tenang saja, bahkan lengan kirinya yang
buntung, memperlihatkan lengan baju kosong itu kelihatan menyedihkan dan
menimbulkan rasa iba. Akan tetapi, di laln fihak Ban Hwa Sengjin kelihatan
gelisah dan khawatir, sebagian besar wibawa dan keangkuhannya lenyap, bahkan
dia menoleh ke kanan kiri seperti hendak mencari perlindungan. Memang di dalam
hatinya, kakek botak ini merasa terhadap pendekar lengan buntung yang sederhana
ini karena dia sudah mendengar banyak hal yang luar biasa tentang Istana Gurun
Pasir dan pengnuninya.
!Ban Hwa Sengjin, majulah!!
Kao Kok Cu berkata dengan tenang. Akan tetapi kakek botak itu tidak menjawab,
melainkan diam saja, memandang tajam dan dia menggerak-gerakkan kedua
lengannya. Terdengar suara berkerotokan dan kedua telapak tangan Sam-ok atau
Koksu Nepal itu mengeluarkan uap kehitaman! Itulah tanda bahwa si kakek botak
ini telah mengerahkan tenaganya yang luar biasa karena agaknya dia tahu benar
bahwa dia berhadapan dengan seorang lawan yang amat tangguh.
Tiba-tiba dia mengeluarkan
suara dahsyat seperti gerengan seekor beruang marah, membuat tempat itu
tergetar dan tubuhnya lalu bergerak meluncur ke depan, lalu berpusing cepat
sekali dan dia mulai menerjang ke arah Kok Cu! Namun, Kok Cu juga sudah siap
sedia. Begitu diserang, dia langsung menggunakan ilmunya yang paling hebat,
yaitu Sin-liong-ciang-hoat, tubuhnya tiba-tiba saja membungkuk dan lurus ke
depan, pangkal lengan kirinya bergerak dan lengan baju yang kosong itu
mengeluarkan bunyi mencicit, menyambar ke depan menyambut pukulan lawan dan
hendak menggulung tangan lawan!