Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 52 - Mata Uang
Kini nenek Kim-mouw Nio-nio
menjadi kaget dan bingung. Sepasang senjatanya kehilangan keampuhannya karena
tubuh lawan yang berpusing itu sukar sekali diikuti oleh pandang matanya
sehingga sukar pula di jadikan sasaran serangannya. Beberapa kali dia menyerang
secara ngawur saja dan begitu bertemu dengan bayangan tubuh berpusing itu,
senjatanya membalik diikuti oleh pukulan tangan atau tendangan kaki yang
tiba-tiba mencuat dari pusingan itu, membuat dia terkejut sekali dan beberapa kali
nyaris dia menjadi korban tendangan.
Sambil berpusing dalam Ilmu
Thian-te Hong-i, diam-diam Ban Hwa Sengjin yang lihai itu memperhatikan gerakan
kedua senjata lawan dan akhirnya dia mengenal sifat keras dari kedua senjata
itu. Maka pada saat yang telah diperhitungkannya masak-masak, ketika lawan
menggerakkan kedua gelang itu dari arah yang berlawanan yang memang menjadi
sifat permainan kedua gelang itu, tiba-tiba nenek
Kim-mouw Nio-nio menjadi kabur
pandangan matanya karena dia melihat warna merah yang lebar sekali dan
tahu-tahu kedua tangannya berikut gelang emas dan perak yang dipegangnya itu
telah tergulung dalam selimut mantel merah! Dan sebelum dia mampu bergerak,
kaki kanan Ban Hwa Sengjin menendang. Tendangan itu sedemikian kuatnya dan
tepat mengenai pusar Kim-mouw Nio-nio. Nenek tua itu menjerit dan terlempar
sampai beberapa meter jauhnya, terbanting jatuh dan dari mulut dan hidungnya
mengalir darah, tubuhnya lunglai dan dia sudah tewas karena isi perutnya hancur
oleh tendangan yang amat dahsyat tadi!
Ban Hwa Sengjin tertawa puas
melihat ke arah tiga mayat itu. Kemudian, dengan kasar dia menyeret mayat tiga
orang itu dan melempar-lemparkannya ke dalam rumah, kemudian dia menyiramkan
minyak dan membakar rumah itu! Setelah rumah itu berkobar besar dan para
penduduk dusun mulai geger, diam-diam Ban Hwa Sengjin menyelinap pergi dari
situ tanpa dilihat seorang pun di antara penduduk dusun.Kini dengan hati lapang
Sam-ok Ban Hwa Sengjin melakukan perjalanan pulang ke Nepal.
Dia telah menyusun laporan-laporan
palsu kepada Raja Nepal yang akan diajukannya nanti setibanya di Nepal, tentang
kegagalan gerakan di Tiongkok yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan Pangeran
Bharuhendra yang telah tewas pula dalam pertempuran. Andaikata kegagalan itu
membuat dia tidak disukai lagi di Kerajaan Nepal, dia pun masih dapat bergabung
dengan keempat orang saudaranya dalam kedudukan mereka sebagai Ngo-ok.
!Cui Lan, pinni (aku) tahu
bahwa engkau mencinta Siluman Kecil, bukan?!
Gadis cantik itu menundukkan
mukanya dan biarpun dia berusaha untuk menahannya, namun tetap saja dua titik
air mata bergantung di pelupuk matanya.
Kim Sim Nikouw menarik napas
panjang dan untuk sejenak lamanya dia termenung, teringat akan pengalaman
hidupnya sendiri ketika dia masih muda, ketika dia belum menjadi nikouw.
Puluhan tahun yang lalu, ketika dia masih merupakan seorang dara cantik dan
muda seperti Phang Cui Lan ini, ketika namanya masih Kim Cu dan dia merupakan
seorang dara perkasa murid dari Ma-bin Lo-mo, dia pernah juga jatuh cinta mati-matian
kepada Suma Han atau Pendekar Super Sakti.
Akan tetapi cintanya adalah
cinta sepihak dan betapa dia merana dan mengalami penderitaan batin yang amat
hebat. Dia tahu belaka betapa sengsaranya cinta yang tidak terbalas, akan
tetapi sekarang dia melihat betapa semua itu adalah kesalahannya sendiri,
betapa cinta kasih yang mengharapkan balasan adalah cinta kasih yang berdasar
ingin menyenangkan diri sendiri dan karenanya tentu saja dapat berubah menjadi
kesengsaraan karena pada hakekatnya, kesenangan yang dikejar-kejar adalah muka
ke dua dari kesusahan. Dalam cerita Pendekar Super Sakti diceritakan dengan
jelas semua pengalaman dan penderitaan yang diderita oleh nikouw tua ini akibat
cintanya yang tidak mendapatkan balasan dari Suma Han yang dicintanya itu.
Cui Lan hentikan tangismu dan
dengarlah baik-baik segala ucapan pinni. Di waktu pinni masih muda, pinni
pernah mengalami kepahitan hidup akibat cinta seperti yang kaurasakan sekarang
ini, bahkan karena kegagalan cinta itulah yang mendorong pinni menjadi seorang
nikouw. Ketahuilah bahwa cinta pinni terhadap orang yang pinni cinta itu,
seperti cintamu terhadap Siluman Kecil ini, adalah cinta yang palsu, Cui Lan.!
Dara itu mengangkat wajahnya
yang cantik.
Sepasang matanya yang indah
terbelalak karena penasaran dan dua titik air mata itu kini meloncat turun ke
atas kedua pipinya. Subo.... bagaimana Subo dapat mengatakan demikian? Teecu
(murid).... mencintanya dengan sepenuh jiwa raga teecu....! dia berhenti
sebentar, menunduk lalu mengangkat lagi mukanya memandang wajah nikouw tua itu.
Subo, bagaimanakah Subo dapat mengatakan bahwa cinta Subo dan cinta teecu itu
adalah cinta palsu?!
Anak yang baik,! kata pendeta
wanita itu dengan sikap halus dan penuh iba hati, Kalau kita benar-benar
mencinta seseorang, tentu kita mementingkan kebahagiaan orang itu, bukan? Kalau
benar kita mencinta seseorang, tentu kita akan ikut merasa bahagia melihat
orang yang kita cinta itu berbahagia hidupnya. Akan tetapi tidak demikian, kita
tidak mementingkan keadaan orang itu, melainkan mementingkan keadaan diri kita
sendiri sehingga kalau tidak terpenuhi hasrat hati kita, yaitu hidup bersama
dengan orang yang kita cinta, kita merasa sengsara dan menderita! Apakah ini
disebut cinta, ataukah hanya keinginan kita untuk senang sendiri dengan
berdekatan dengan dia yang kita cinta, sehingga kita mempergunakan dia sebagai
sarana untuk menyenangkan diri belaka?!
Subo....!! Dara itu terisak.
Teecu memujanya, menghormatnya, mengaguminya dan teecu mencintanya. Teecu ingin
melihat dia berbahagia, akan tetapi juga ingin berdekatan selama hidup teecu di
sampingnya...., salahkah ini?
Nikouw itu tersenyum haru.
Tidak ada yang menyalahkan atau membenarkan, Cui Lan. Pinni hanya minta agar
engkau suka membuka mata melihat kenyataan. Cinta yang mengharapkan balasan
pada hakekatnya adalah nafsu berahi. Tentu saja hal ini bukan berarti pinni
menyalahkan, karena hal itu sudah wajar, timbul dari daya tarik antara pria dan
wanita. Akan tetapi, cinta seperti itu sudah pasti menimbulkan duka pula di samping
mendatangkan kesenangan, anakku. Kalau kita mencinta seseorang dan orang itu
tidak membalas cinta kita, lalu bagaimana?!
Teecu akan tetap
mencintanya....!
Dengan hati hancur dan
menderita?!
Gadis itu mengangguk dan
terisak. Teecu mencintanya dan teecu tahu bahwa teecu tidak cukup berharga
untuk menjadi jodohnya, akan tetapi biarpun dia tidak membalas cinta teecu,
teecu tetap mencintanya sampai akhir hidup teecu....!
Kim Sim Nikouw merangkul dara
itu dan mendekapkan kepala dara itu di dadanya. Betapa sama penderitaan dara
ini dengan apa yang dialaminya dahulu. Bahkan dia sendiri meragu apakah sampai
detik ini juga dia dapat melupakan perasaan hatinya terhadap Pendekar Super
Sakti!
Anakku yang baik, mengapa
engkau tidak mau membuka mata melihat kenyataan dan menyadari bahwa engkau
menyiksa diri sendiri secara sia-sia? Apakah manfaatnya kedukaan dan kepatahan
hatimu itu untuk dirimu sendiri, apa gunanya pula untuk orang yang kau cinta?
Apa pula gunanya untuk orang lain?!
Mendengar ini, perih rasa hati
Cui Lan, dia memejamkan mata dan menggigit bibir yang gemetar menahan tangis.
Air mata jatuh berderai dari kedua matanya. Setelah dapat menenangkan hatinya,
dia lalu berkata, Subo, apakah yang harus teecu lakukan sekarang? Teecu mohon
petunjuk Subo....!
Kim Sim Nikouw mengelus rambut
yang panjang halus itu, lalu mendorong tubuh muridnya dengan lembut. Duduklah
yang baik, mari kita bicara.! Setelah Phang Cui Lan duduk dan menghapus air
matanya, wajahnya agak pucat dengan rambut yang kusut namun tidak mengurangi
kecantikannya, nikouw tua itu lalu berkata.
Cui Lan, engkau telah
menceritakan semua riwayat dan pengalamanmu. Menurut pandangan pinni, sebaiknya
kalau engkau pergi menghadap ayah angkatmu, yaitu Gubernur Hok Thian Ki yang
bijaksana itu. Di sana engkau akan terhibur, berada dalam lingkungan keluarga
baik-baik dan terhormat, dan pinni yakin bahwa ayah angkatmu yang bijaksana itu
akan dapat mengatur hidupmu selanjutnya, mencarikan jodoh yang layak
untukmu....!
Akan tetapi, teecu merasa
tenteram berada di dekat Subo. Biarlah teecu melayani Subo saja, teecu tidak
ingin menjadi seorang puteri bangsawan terhormat....!
Pendeta itu tersenyum
memandang wajah dara yang jelita itu. Alangkah baiknya watakmu, Cui Lan. Pinni
tahu bahwa engkau adalah seorang gadis yang rendah hati, akan tetapi setelah
pinni mengajarkan ginkang kepadamu, pinni yakin bahwa engkau tidak berbakat
untuk menjadi seorang wanita yang mengandalkan kekerasan, sungguhpun pinni
melihat jiwa pendekar yang gagah berani dalam dirimu. Dan pinni bukan
menganjurkan engkau hidup kaya raya dan mulia di rumah Gubernur Ho-pei,
melainkan karena gubernur itu amat baik dan sudah mengangkatmu sebagai
puterinya, maka sudah sepatutnya kalau engkau ikut dengan beliau sebagai
puterinya yang berbakti. Pinni akan mengantarmu ke sana, Cui Lan.!
Cui Lan teringat kepada orang
tua yang gagah dan bijaksana itu, dan akhirnya dia menurut karena memang dia
sayang dan kagum kepada Gubernur Hok Thian Ki yang pernah mengalami bahaya
bersamanya dan yang telah mengangkatnya sebagai anak itu. Memang, dia sudah
tidak berayah ibu lagi, gubernur itu telah menjadi pengganti orang tuanya,
sudah selayaknya kalau dia pergi menghadap ayah angkat itu.
Demikianlah beberapa hari
kemudian Cui Lan diantar oleh Kim Sim Nikouw meninggalkan Kuil Kwan-im-bio di
lereng Bukit Thai-hang-san itu, untuk pergi ke Ho-pei, di mana Hok Thian Ki
menjadi gubernurnya. Selama beberapa bulan ini Phang Cui Lan telah diajari
dasar-dasar ilmu silat tinggi dan terutama sekali dilatih ilmu ginkang sehingga
gadis yang lemah lembut itu kini dapat bergerak dengan cepat, bahkan dapat
melakukan perjalanan dengan cepat dan tubuhnya tidak mudah lelah seperti
sebelum dia menjadi murid Kim Sim Nikouw. Biarpun kepandaiannya belum boleh
diandalkan untuk menyerang orang lain, akan tetapi kegesitannya sudah cukup
untuk menghindarkan diri dari serangan orang.
Pada suatu hari, nikouw tua
dan dara cantik ini memasuki sebuah hutan di kaki Pegunungan Thai-hang-san.
Dari tempat tinggal nikouw itu, yaitu di Kuil Kwan-im-bio yang letaknya di
lereng Bukit Thai-hang-san, menuju ke daerah Ho-pei tidaklah begitu jauh, akan
tetapi harus melalui banyak hutan liar dan makan waktu perjalanan kurang lebih
tiga empat hari.
Pada hari ke tiga itu, mereka
memasuki hutan besar dan di dalam hatinya, Kim Sim Nikouw sudah merasa khawatir
sungguhpun dia tidak mengatakan sesuatu kepada Cui Lan. Sebagai seorang
kang-ouw yang berpengalaman, Kim Sim Nikouw dapat menduga bahwa sebuah hutan
besar dan liar seperti itu, biasanya disuka sekali oleh orang-orang jahat yang
hendak menyembunyikan diri dari pengejaran yang berwajib atau juga dari
pengejaran para pendekar.
Kekhawatiran Kim Sim Nikouw
itu memang benar. Pada waktu itu, di dalam hutan ini memang bersembunyi ketua
Liong-sim-pang dan anak buahnya! Seperti kita ketahui, ketua Liong-sim-pang,
yaitu Hwa-i-kongcu Tang Hun telah terseret pula dalam petualangan Pangeran
Nepal sehingga dia bersama anak buah dan para pembantunya ikut pula bersekutu
dengan pemberontak itu.
Setelah benteng pemberontak
dapat dihancurkan dan Hwai-kongcu Tang Hun bersama sisa anak buahnya berhasil
melarikan diri, tentu saja dia tidak berani kembali ke sarangnya semula, yaitu
Puncak Naga Api yang terletak di Pegunungan Lu-liang-san, melainkan bersembunyi
di dalam hutan besar di kaki Pegunungan Thai-hang-san itu. Dia khawatir
kalau-kalau namanya dan perkumpulannya telah masuk cacatan pemerintah dan
sarangnya itu akan di serbu pasukan pemerintah. Apalagi karena dalam
pertempuran di benteng itu, dia telah ditinggalkan oleh tiga orang tangan
kanannya yang dipercaya, yaitu tosu Hak Im Cu, Ban-kin-kwi Kwan Ok, dan
Hai-Liong-pang Ciok Gu To.
Tiga orang pandai ini juga
melarikan diri dari benteng dalam keadaan terpencar dan melihat kegagalan
Hwa-i-kongcu dalam persekutuan itu, mereka bertiga lalu terus pergi tanpa pamit
lagi. Hwa-i-kongcu hanya berhasil mengumpulkan dua puluh orang lebih sisa
anggauta Liong-sim-pang dan bersama mereka dia cepat kembali ke Puncak Naga Api
untuk mengambil semua hartanya yang ditinggalkan di situ, kemudian membawa
hartanya pergi dan bersembunyilah dia dan anak buahnya di dalam hutan ini,
menanti saat baik untuk membangun kembali perkumpulannya yang menjadi lemah dan
rusak akibat gagalnya persekutuan membantu Pangeran Nepal itu.
Ketika nikouw tua dan dara
muda itu sedang berjalan di antara pohon-pohon raksasa dalam hutan yang sunyi
itu, tiba-tiba Kim Sim Nikouw memegang lengan muridnya dan berhenti melangkah.
Biarpun dia sudah tua sekali, namun berkat latihan ketat di waktu mudanya, maka
panca inderanya masih peka dan tajam, pendengarannya masih dapat menangkap
suara yang tidak sewajarnya.
Ada apakah, Subo?! bisik Phang
Cui Lan khawatir ketika melihat wajah subonya yang serius.
Sssttt....! Kim Sim Nikouw
berbisik pula.
Cui Lan makin khawatir,
mengira bahwa tentu subonya melihat atau mendengar suara seekor binatang buas,
maka dara ini merasa ngeri juga. Tiba-tiba terdengar suara berisik dan dari
balik pohon-pohon besar itu muncullah seorang laki-laki bertubuh jangkung
diikuti oleh lima orang lain. Melihat munculnya enam orang laki-laki ini, Cui
Lan menarik napas lega. Kiranya hanya manusia-manusia saja dan dara ini menjadi
tenang kembali.
Ah, kalian enam orang gagah
sungguh membuat kami berdua terkejut bukan main!! kata Cui Lan dengan wajah
berseri dan senyum ramah. Kusangka kami akan bertemu dengan harimau atau ular!!
Laki-laki berusia hampir lima puluh tahun yang bertubuh jangkung dan bermuka
keras itu, tertawa mendengar ini dan lima orang temannya tertawa semua.
Ha-ha-ha, Nona Manis, kalau dibandingkan dengan harimau, kami adalah
singa-singa perkasa, dan kalau dibandingkan dengan ular-ular sesungguhnya kami
adalah naga-naga sakti! Setelah berjumpa dengan kami, kalian berdua harus
menyerah untuk menjadi tawanan kami.!
Menjadi tawanan?! Cui Lan
bertanya dengan penasaran. Dara ini memang memiliki ketabahan besar, maka kini
dia pun tidak menyembunyikan kemarahannya dan sedikit pun tidak kelihatan takut
karena dia merasa berada di fihak yang benar. Apakah kesalahan kami berdua. Dan
untuk apa kami hendak ditawan?!
Kembali enam orang itu tertawa
dan si jangkung membusungkan dada. Kalian telah memasuki wilayah kami dan
kalian harus kami tawan untuk kami hadapkan kepada pimpinan kami!!
Kim Sim Nikouw sudah maklum
bahwa dia dan muridnya berhadapan dengan gerombolan perampok atau orang-orang
jahat, maka dia sudah mengerutkan alisnya dan kini dia segera berkata halus,
Omitohud.... kami berdua hanyalah seorang nikouw tua dan seorang gadis muda
yang lemah dan miskin, tidak mempunyai apa-apa, maka, demi Dewi Kwan Im yang
pengasih dan penyayang, harap Cu-wi (Anda sekalian) yang gagah perkasa tidak
mengganggu kami.!
Si jangkung itu membelalakkan
matanya. Eh, nikouw tua, jangan ngoceh engkau! Kaukira kami ini
perampokperampok? Phuh! Kami adalah orang-orang gagah perkasa dari Liong-sim-pang,
tahu?!
Sudah puluhan tahun lamanya
Kim Sim Nikouw tidak lagi berkecimpung di dalam dunia kang-ouw, tentu saja dia
belum pernah mendengar akan nama perkumpulan Liong-sim-pang itu. Akan tetapi
melihat sikap sombong dari si jangkung ini saja sudah dapat dinilai olehnya
macam apa adanya Perkumpulan Hati Naga itu. Dia cepat menjura dan berkata, Ah,
kiranya Cu-wi adalah orang-orang gagah dari perkumpulan besar. Makin baik kalau
begitu, karena pinni percaya bahwa Cu-wi tidak akan mengganggu kami. Hendaknya
Cu-wi ketahui bahwa pinni sedang mengantarkan nona ini untuk menghadap Gubernur
Ho-pei. Nona ini adalah puteri angkat beliau, maka harap Cu-wi suka membiarkan
kami melanjutkan perjalanan.!
Puteri angkat Gubernur Ho-pei?
Ahhh....!! Enam orang itu terbelalak dan kelihatan terkejut dan girang sekali.
Kim Sim Nikouw sengaja menggunakan nama gubernur untuk mengusir mereka karena
biarpun dia tidak merasa takut, akan tetapi nenek ini sudah tidak mempunyai
minat lagi untuk mengunakan kekerasan bertempur melawan orang lain. Usianya
sudah hampir enam puluh tahun dan sudah puluhan tahun dia tidak pernah
berkelahi, bahkan jarang sekali berlatih sungguhpun selama puluhan tahun itu
dia telah menemukan rahasia ilmu ginkang yang luar biasa sekali.
Biarpun Cui Lan sendiri merasa
tidak setuju mendengar gurunya membawa bawa nama ayah angkatnya menghadapi
orang-orang kasar ini karena dia sendiri sama sekali tidak merasa takut, akan
tetapi melihat wajah girang mereka, dara ini mengira bahwa mereka sudah
mengenal ayah angkatnya dan menghormatnya, maka dia pun tersenyum dan berkata,
Setelah Cu-wi mengenal ayah angkatku, maka harap Cu-wi suka membiarkan kami
melanjutkan perjalanan. Setelah bertemu dengan beliau, tentu aku akan
melaporkan tentang kebaikan kalian. Sekarang ini, seperti dikatakan Subo, kami
adalah orang-orang miskin dan aku tidak mempunyai apa-apa....!
Cui Lan menghentikan
kata-katanya karena tiba-tiba si jangkung itu tertawa bergelak diikuti oleh
teman-temannya. Ha-ha-ha, engkau bilang tidak mempunyai apa-apa, Nona?
Ha-ha-ha, engkau memiliki sesuatu yang amat berharga sekali, yaitu kecantikan
dan kemudaanmu. Kongcu tentu akan tertarik sekali kepadamu, karena itu, marilah
engkau ikut bersama kami menghadap kongcu dan nenek tua ini tidak ada gunanya,
biar dia melanjutkan perjalanannya seorang diri saja.!
Jiu-twako, mengapa tidak bunuh
saja nenek ini biar menjadi makanan binatang hutan dan agar dia tidak dapat
banyak bicara tentang kita di sini?! berkata seorang di antara mereka yang
mukanya penuh brewok dan kata-katanya ini agaknya didukung oleh teman-temannya.
Bunuh juga lebih baik!! kata
si jangkung dan tentu saja Cui Lan menjadi terkejut bukan main dan bangkitlah
kemarahannya. Dengan mata terbuka lebar dan dada dibusungkan, dia menghadang di
depan subonya dan menentang enam orang laki-laki kasar itu.
Hemmm, apa yang kalian hendak
perbuat? Apakah seperti itu sikap orang-orang gagah yang menamakan dirinya
anggauta-anggauta perkumpulan Liong-sim-pang yang gagah perkasa? Mundurlah,
kalau tidak, tentu kejahatan kalian kelak akan menerima hukuman dari pemerintah
dan dari Tuhan!!
Enam orang itu tertawa
terkekeh-kekeh mendengar ucapan ini. Ha-ha-ha, kawan-kawan, lihat, nona ini
selain cantik jelita, juga memiliki keberanian! Kongcu tentu akan girang
melihatnya. Kurasa, dibandingkan dengan Puteri Bhutan itu, dia ini masih tidak
kalah!!
Kim Sim Nikouw melihat gelagat
tidak baik, maka dia menarik tangan muridnya dan berkata, Cui Lan, mundurlah.!
Kemudian dia menghadapi enam orang itu dan berkata lagi dengan halus, Harap Cu-wi
suka mempertimbangkan lagi apa keuntungan Cu-wi mengganggu kami, seorang wanita
tua dan seorang gadis lemah. Apakah Cu-wi tidak khawatir nama baik Cu-wi akan
ternoda?!
Si jangkung membentak, Nikouw
tua jangan cerewet! Dengar, aku adalah Jiu Koan, tokoh Liong-sim-pang yang
terkenal jagoan dan tentu saja aku tidak sudi mengganggu nenek-nenek tua dan
seorang dara yang lemah. Akan tetapi kami tidak ingin mengganggu kalian. Aku
hanya ingin mengajak nona ini menghadap kongcu yang sedang kesepian, sedangkan engkau,
kalau engkau menjadi bujang dan melayani kongcu akan kami ajak sekalian. Kalau
tidak, nona ini akan kami bawa dan engkau akan kami berikan kepada
binatang-binatang buas di hutan ini untuk dimakan!!
Kim Sim Nikouw memejamkan mata
sejenak untuk merasakan api kemarahan yang terasa di dada dan kepalanya,
kemudian dia membuka kembali matanya, memandang kepada Jiu Koan jagoan
Liong-sim-pang itu dengan sinar mata tetap lembut dan dia menarik napas panjang
berkali-kali sehingga api kemarahan itu padam kembali.
Omitohud.... kalian
menggunakan kekerasaan untuk melakukan perbuatan jahat, tidak tahukah kalian
bahwa hal itu akan menimpa kalian sendiri?!
Jiu-twako, mengapa melayani
nenek-nenek cerewet? Biar kusembelih saja dia!! bentak si brewok sambil
mencabut sebuah golok dari punggungnya, ditertawakan oleh teman-temannya. Jiu
Koan mengangguk, kemudian tiba-tiba dia sendiri bergerak menubruk ke arah Cui
Lan untuk menangkap dara itu, sementara itu, si brewok sudah memutar goloknya
lalu dibabatkan golok itu ke arah leher Kim Sim Nikouw!
Ihhhhh....!! Cui Lan menjerit
ngeri akan tetapi dengan ringan sekali tubuhnya sudah meloncat ke samping
sehingga Jiu Koan hanya menubruk tempat kosong belaka! Inilah hasil beberapa
bulan digembleng oleh Kim Sim Nikouw dalam hal ginkang! Melihat betapa mudahnya
dia mengelak, Cui Lan menjadi besar hati dan dia bersikap waspada memandang
kepada si jangkung yang kelihatan terheran itu. Akan tetapi si jangkung Jiu
Koan tidak berusaha menubruknya kembali karena tertarik untuk menonton si brewok
yang sudah mulai menyerang nikouw tua itu.
Enam orang itu terkejut sekali
seperti juga si brewok karena biarpun si brewok menyerang sedemikian cepatnya,
ketika golok itu menyambar, tubuh nenek itu tiba-tiba saja lenyap! Jiu Koan
sendiri melihat betapa cepatnya gerakan nenek itu, seperti kapas ringannya,
melayang ke kanan ketika golok menyambar. Dia menjadi penasaran dan mulai
menduga bahwa nikouw itu tentu memiliki kepandaian, maka dia mengambil
kesimpulan bahwa kalau nikouw ini tidak dibunuh lebih dulu, tentu akan sukar
baginya untuk dapat menawan dara cantik jelita yang tentu akan menyenangkan
hati kongcunya itu. Maka setelah mencabut goloknya, golok yang amat
diandalkannya, dia lalu berseru nyaring kepada kawan-kawannya, Hayo kalian
bantu, bunuh nikouw tua itu!!
Empat orang kawannya cepat
mengeluarkan senjata masing-masing dan beramai-ramai mereka berlima lalu
mengeroyok Kim Sim Nikouw. Hujan senjata menyambar ke arah tubuh nikouw itu,
menyilaukan mata sinar golok dan pedang yang berkilat-kilat. Namun sungguh
mengejutkan mereka karena biarpun mereka kadang-kadang dapat melihat dengan
jelas tubuh atau bayangan nenek itu, tidak ada satu pun di antara
serangan-serangan mereka mengenai sasaran! Nenek tua itu seperti pandai
menghilang saja dan tahu-tahu, begitu diserang, bayangan itu lenyap dan telah
berada di tempat lain, di belakang atau di kanan kiri mereka! Tentu saja hal
ini memancing rasa penasaran mereka dan lima orang itu menyerang lebih ganas
lagi.
Penyerangan orang-orang kasar
itu tentu saja sama sekali tidak ada artinya bagi Kim Sim Nikouw, merupakan
serangan sekumpulan anak-anak yang canggung dan kaku belaka dan dengan
ginkangnya yang sudah mencapai tingkat amat tinggi itu dengan mudah dia dapat
mengelak ke sana-sini. Jangankan baru lima orang kasar itu, biar ditambah lagi
dengan lima puluh orang macam mereka, kiranya belum tentu akan mampu melukai
nenek ini dengan senjata mereka!
Kalau nikouw tua itu
menghendaki, dengan sedikit gerakan berdasarkan ilmu ganas Toat-beng Sin-ciang
(Tangan Sakti Pencabut Nyawa), atau Swat-im Sin-ciang (Tangan Sakti Inti
Salju), maka dengan mudah dia akan dapat merobohkan mereka. Hanya saja hati
nikouw ini merasa tidak tega. Setelah puluhan tahun lamanya menghayati
ajaran-ajaran Dewi Kwan Im yang penuh welas asih, ia merasa tidak tega untuk
membalas kekerasan orang dengan kekerasan pula. Dia melihat perbuatan keras dan
kasar itu bukan sebagai suatu kejahatan, melainkan sebagai suatu kebodohan dan
orang-orang itu tidak menimbulkan kebencian di dalam hatinya, malah baginya
patut dikasihani! Inilah sebabnya mengapa sampai sekian lamanya Kim Sim Nikouw
hanya mengelak saja tanpa mau membalas.
Jiu Koan, tokoh Liong-sim-pang
yang sombong itu, tentu saja terkejut bukan main melihat betapa nenek itu dapat
berkelebat seperti seekor burung di antara kilatan golok dan pedang anak
buahnya, sedikit pun tidak pernah tersentuh. Dia menjadi penasaran sekali dan
sambil berseru keras dia pun menerjang ke depan, menusukkan goloknya ke arah
punggung nenek itu. Kim Sim Nikouw mengelak dengan tubuh dimiringkan, akan
tetapi golok yang luput menusuk itu telah membalik dan membabat ke arah
lehernya! Tahulah Kim Sim Nikouw bahwa Jiu Koan ini memiliki kepandaian yang
tidak boleh disamakan dengan kekasaran lima orang anak buahnya, maka dengan
cepat nikouw tua ini mengenjot kakinya dan tubuhnya sudah mencelat ke belakang,
membuat babatan golok di tangan Jiu Koan itu mengenai angin kosong saja.
Enam orang Liong-sim-pang itu
makin penasaran dan kini mereka terus menyerang bertubi-tubi, sama sekali tidak
ingat akan kegagahan mereka yang sepatutnya tersinggung dan membuat mereka malu
karena mereka adalah enam orang laki-laki yang selalu menganggap diri sendiri
gagah perkasa, akan tetapi kini mengeroyok seorang nikouw tua yang sama sekali
tidak pernah mau balas menyerang!
Kim Sim Nikouw akhirnya maklum
bahwa kalau dia tidak mengalahkan mereka, enam orang yang tidak tahu diri ini
tentu akan terus menyerang, dan dia pun mengkhawatirkan keselamatan Cui Lan,
maka tiba-tiba nenek tua itu mengeluarkan suara melengking nyaring dan di lain
saat, terdengar pekik kaget berturut-turut golok dan pedang mereka terlepas
dari tangan dan telah dirampas semua oleh Kim Sim Nikouw.
Omitohud, kalian terlalu
mendesak....!! Kim Sim Nikouw berseru dan satu demi satu dia mematahkan pedang
dan golok itu dengan jari-jari tangannya yang kurus dan kecil. Mendengar suara
pletak-pletak! dan melihat betapa golok dan pedang mereka itu dipatahkan
seperti orang mematahkan lidi saja, enam orang itu terbelalak dengan muka
pucat! Tahulah mereka sekarang bahwa nikouw tua itu ternyata adalah seorang
yang sakti, memiliki kepandaian yang amat tinggi dan luar biasa. Selagi mereka
terbelalak dan tidak tahu harus berbuat apa, tiba-tiba terdengar suara orang di
belakang mereka.
Apakah yang sedang terjadi di
sini?! Legalah hati Jiu Koan dan anak buahnya mendengar suara ini. Jiu Koan
cepat membalik dan menghadap seorang laki-laki muda yang usianya tiga puluh
tahun lebih akan tetapi masih nampak muda sekali, nampaknya baru berusia dua
puluhan tahun lebih, pakaiannya serba baru dengan baju berkembang-kembang,
sepatunya mengkilap, seorang yang tampan dan pesolek, yang kini berdiri dan
biarpun dia bertanya kepada anak buahnya, namun sepasang matanya dengan jalang
melahap kecantikan Cui Lan yang berdiri tidak jauh dari tempat itu. Dengan
tangan kiri memegang kipas yang dikembangkan, maka Hwa-i-kongcu Tang Hun, ketua
Liong-sim-pang ini pantas menjadi seorang sastrawan yang sopan dan halus budi!
Mukanya putih seperti dibedaki, dan di punggungnya nampak gagang sebatang
pedang yang terukir indah dan dihias ronce merah!
Kongcu, nenek ini lihai bukan
main dan kami tak berdaya terhadapnya. Senjata kami dirampasnya, harap Kongcu
suka menghajarnya!!
Hwa-i-kongcu Tang Hun
mengerutkan alisnya, akan tetapi mulutnya masih tersenyum dan matanya
mengerling tajam ke arah Cui Lan yang tentu saja merasa tidak enak dan juga
agak tak senang melihat kekurangajaran dalam mata pemuda asing itu.
Jiu Koan, ceritakan yang jelas
mengapa kalian ribut-ribut dengan Lo-suthai ini,! kata Hwa-i-kongcu, suaranya
halus sikapnya menarik dan sopan.
Kongcu, kami melihat nenek dan
nona ini lewat di sini, melanggar wilayah kita, maka kami bermaksud untuk
menghadapkan nona itu kepada Kongcu. Akan tetapi nikouw tua ini melarang dan
kami lalu menyerangnya....!
Seorang gagah perkasa harus
malu untuk berbohong!! tiba-tiba Cui Lan berkata lantang. Hendaknya Kongcu
tidak sembarangan percaya pelaporan orang-orang yang pengecut ini! Kami guru
dan murid lewat di sini dalam perjalanan kami ke daerah Ho-pei, mana kami tahu
bahwa hutan ini menjadi wilayah kekuasaan mereka? Si jangkung ini lalu hendak
menangkap aku dan hendak membunuh Subo, dan Subo hanya membela diri saja ketika
hendak dibunuh. Harap Kongcu membiarkan kami berdua guru dan murid melanjutkan
perjalanan kami.!
Kongcu, nona itu adalah puteri
angkat Gubernur Hok Thian Ki di Ho-pei!! tiba-tiba si jangkung berkata dan
berubahlah wajah Tang Hun. Dia tersenyum dan matanya menatap wajah cantik Cui
Lan.
Ah, kiranya Siocia adalah
puteri angkat Gubernur Ho-pei? Selamat datang di wilayah kami dan kupersilakan
Nona untuk sudi singgah di gubukku sebagai seorang tamu terhormat.!
Cui Lan mengerutkan alisnya.
Biarpun pemuda itu tampan dan lemah lembut, juga sopan santun, namun dia
melihat betapa di balik sinar mata dan senyum pemuda itu terdapat sesuatu yang
menyeramkan dan mengerikan hatinya. Dia tidak menjawab, akan tetapi Kim Sim
Nikouw yang juga segera mengenal orang, segera menjura.
Ah, kiranya Kongcu adalah
pimpinan Liong-sim-pang? Harap maafkan pinni dan murid pinni yang tanpa
disengaja melanggar wilayah Kongcu. Kami sedang tergesa-gesa, maka harap
maafkan bahwa pinni dan murid pinni tidak ada kesempatan untuk berkunjung.!
Siapakah Lo-suthai?! Tiba-tiba
suara pemuda itu berubah, tidak semanis tadi, bahkan kelihatan marah. Memang
sesungguhnya hati Tang Hun sudah terasa panas melihat betapa enam orang anak
buahnya dibuat tidak berdaya oleh nenek tua ini.
Pinni adalah Kim Sim Nikouw,
ketua dari Kwan-im-bio yang berada di lereng Thai-hang-san, Kongcu. Dan murid
pinni ini adalah Phang Cui Lan, puteri angkat dari Gubernur Ho-pei. Kami sedang
menuju ke sana untuk menghadap gubernur.! Nikouw itu menjelaskan sejujurnya.
Hemmm, Suthai adalah seorang
pemuja Dewi Welas Asih, akan tetapi Suthai sendiri tidak memiliki welas asih
dalam hati Suthai!
Maksud Kongcu?! Kim Sim Nikouw
bertanya heran.
Kalau Suthai niemiliki hati
penuh welas asih, tentu Suthai akan meninggalkan nona ini di sini dan Suthai
boleh pergi.!
Kongcu, apa maksudmu?!
Suthai tentu maklum betapa
tersiksanya seorang pria yang sedang kesepian seperti saya ini. Dan melihat
nona ini, anak buahku ingin menghibur hatiku dengan persembahan berupa nona
ini. Kalau Suthai kasihan kepada saya, tentu Suthai juga tidak berkeberatan
untuk menyerahkan nona ini kepadaku, untuk menghibur hatiku yang sedang
kesepian....!
Eh, Kongcu yang rendah budi!!
Cui Lan berseru marah. Aturan mana itu? Melihat gerak-gerik dan pakaianmu,
tentu engkau seorang yang tahu akan peraturan dan kebudayaan, mengapa dapat
mengeluarkan kata-kata yang rendah itu?!
Tang Hun tersenyum. Nona Phang
Cui Lan, begitu melihatmu aku sudah jatuh cinta kepadamu. Engkau begini cantik
jelita, halus budi dan penuh keberanian. Sungguh pantas kalau menjadi teman
hidupku! Jiu Koan, ajak teman-teman tangkap nona itu, akan tetapi jangan lukai
dia dan jangan bersikap kasar, dia adalah milikku yang harus kalian hormati.!
Tapi.... tapi dia....! Jiu
Koan memandang ke arah Kim Sim Nikouw dengan sikap jerih.
Serahkan nikouw tua ini
kepadaku!!
Setelah berkata demikian,
secara tiba-tiba sekali Hwa-i-kongcu Tang Hun sudah menerjang maju, tangan
kanannya menampar ke arah pelipis dan tangan kirinya menghadang lalu
mencengkeram lambung. Serangan ini ganas bukan main!
Omitohud....!! Kim Sim Nikouw
berseru kaget sekali, akan tetapi kegesitan gerakannya masih mengatasi
kecepatan serangan lawan dan sebelum kedua tangan lawan itu menyentuh ujung
baju, dia sudah mengelak sehingga serangan pertama itu luput!
Akan tetapi, Hwa-i-kongcu
terus menyerangnya dengan bertubi-tubi. Sedemikian hebat serangan pemuda
pesolek itu sehingga biarpun Kim Sim Nikouw memiliki kecepatan gerakan yang
luar biasa dan semua serangan Hwa-i-kongcu dapat dielakkannya dengan mudah,
namun nenek ini maklum pula bahwa menghadapi seorang yang memiliki tingkat
kepandaian seperti pemuda pesolek ini, jelas bahwa dia tidak mungkin dapat
mengandalkan kecepatan untuk terus-menerus mengelak saja.
Pukulan-pukulan yang dilakukan
oleh lawannya itu bukanlah pukulan kasar yang dapat dielakkannya dengan mudah,
melainkan pukulan yang mengandung tenaga sinkang sehingga amatlah berbahaya
baginya kalau dia hanya mengelak terus-menerus. Oleh karena itu, mulailah
nikouw tua ini bersilat dan terpaksa dia lalu mengeluarkan ilmu pukulan yang
selama ini disimpannya sebagai rahasia dirinya, yaitu Toat-beng Sin-ciang dan
kadang-kadang Swat-im Sin-ciang. Penggabungan pukulan seperti yang dilatih oleh
Siluman Kecil atas petunjuk dan bantuannya, sama sekali tidak pernah
dipelajarinya sendiri karena dianggap terlalu kejam, bertentangan dengan hati
dan sifatnya yang menentang kekerasan.
Melihat gerakan tangan nikouw
itu, bukan main kagetnya Hwa-i-kongcu. Yang dihadapi adalah seorang nikouw
pemuja Kwan Im Pouwsat yang demikian lemah lembut dan suci, akan tetapi mengapa
gerakan tangannya demikian kejinya, membayangkan ilmu yang luar biasa ganasnya
dan ampuhnya? Dia tidak tahu bahwa Kim Sim Nikouw dahulunya di waktu muda
adalah murid datuk-datuk ilmu persilatan yang termasuk datuk kaum sesat
Akan tetapi, karena memang
kurang latihan, akhirnya Kim Sim Nikouw harus mengakui keunggulan murid dari
nenek iblis Durganini itu. Apalagi ketika dalam penasaran dan marahnya
Hwa-i-kongcu Tang Hun mencabut pedangnya yang tipis, terpaksa Kim Sim Nikouw
kembali mengandalkan ginkangnya untuk mengelak ke sana-sini. Sebetulnya yang
membuat dia terdesak adalah karena nikouw tua ini sama sekali tidak ada maksud
untuk membunuh lawan, berbeda dengan lawannya yang bernafsu untuk membunuhnya.
Hal ini tentu saja amat mempengaruhi jalannya pertempuran. Kalau dia selalu
berhati-hati dan hanya melakukan serangan balasan yang sifatnya menjaga diri
saja, sebaliknya lawan menghujankan serangan maut untuk membunuh.
Sementara itu, biarpun dia
telah mengerahkan ginkangnya untuk mengelak dan lari ke sana ke mari, akhirnya
Cui Lan tertangkap juga dan begitu lengannya kena ditangkap, dara itu tak mampu
lari lagi dan segera diringkus oleh Jiu Koan yang tertawa-tawa. Akan tetapi
karena sudah dipesan oleh Hwa-i-kongcu, maka dia dan kawan-kawannya tidak
berani bersikap kasar atau kurang ajar terhadap dara itu, hanya mengikat kedua
tangan dara itu ke belakang tubuhnya dengan saputangan. Tertawannya dara itu
membuat Kim Sim Nikouw makin bingung dan nyaris pundaknya dimakan pedang kalau
saja dia tidak cepat melempar diri ke belakang dan terus berjungkir-balik dan
melarikan diri dari tempat itu!
Subo....!! Phang Cui Lan
berseru memanggil akan tetapi nikouw itu telah berkelebat lenyap dari situ.
Kejar dia! Nenek itu harus
dibunuh karena dia sudah tahu tempat kita!! Hwa-i-kongcu berseru kepada Jiu
Koan dan teman-temannya yang segera lari mengejar ke arah berkelebatnya
bayangan nikouw itu, sedangkan Hwa-i-kongcu lalu memondong tubuh Phang Cui Lan,
dibawa lari memasuki hutan lebat. Dara itu meronta dan memaki, akan tetapi
tentu saja tak mampu berkutik dalam pondongan Hwa-i-kongcu yang hanya tertawa
gembira.
Kenapa Kim Sim Nikouw
melarikan diri dan meninggalkan Cui Lan begitu saja terancam bahaya di tangan
pemuda cabul itu? Apakah nikouw tua yang di waktu mudanya adalah seorang
pendekar wanita gagah perkasa itu kini menjadi penakut dan pengecut yang
membiarkan muridnya terancam bahaya?
Tentu saja tidak demikian, Kim
Sim Nikouw maklum bahwa kalau dia mengandalkan kekuatannya sendiri saja dia
tidak akan mampu menyelamatkan Cui Lan, bahkan dia sendiri yang akan celaka
karena Hwai-kongcu Tang Hun ternyata amat lihai dan agaknya memiliki banyak
anak buah. Oleh karena itulah maka dia sengaja melarikan diri untuk mencari
bantuan! Karena daerah itu sudah termasuk wilayah Propinsi Ho-pei, maka dia akan
cepat mencari pembesar setempat untuk minta bantuan pasukan keamanan untuk
menolong puteri angkat gubernur yang tertawan orang jahat. Kalau pembesar
setempat mendengar bahwa yang tertawan Hwa-i-kongcu adalah puteri angkat
Gubernur Hok Thian Ki, sudah pasti pembesar itu mau membantu.
Ketika nikouw tua itu sudah
mulai berpeluh dan terengah-engah karena sejak tadi melakukan perjalanan dengan
berlari cepat, tiba-tiba dia mendengar seruan dari samping, Ibu....! Mengapa
tergesa-gesa? Hendak pergi ke manakah?!
Kian Bu....!! Kim Sim Nikouw
girang bukan main ketika dia menahan kakinya dan menengok, melihat bahwa yang
menegurnya itu adalah seorang pemuda berambut putih yang bukan lain adalah Suma
Kian Bu, pemuda yang menjadi muridnya, juga menjadi anak angkatnya itu, pemuda
putera Suma Han atau Pendekar Super Sakti, satu-satunya pria yang pernah dan
masih dicintanya! Saking girangnya, Kim Sim Nikouw menubruk dan merangkul Kian
Bu dengan air mata berlinang.
Eh, Ibu menangis?! Kian Bu
terkejut bukan main. Seperti telah kita ketahui, pemuda ini mengejar dan
mencari Kian Lee, kakaknya yang lari melakukan pengejaran terhadap Pangeran
Liong Bian Cu yang membawa pergi Hwee Li. Akan tetapi karena dia tidak tahu ke
mana kakaknya itu lari, dia salah jalan dan tidak berhasil menyusul Kian Lee.
Ketika dia tiba di perbatasan Propinsi Ho-nan dan Ho-pei, dia teringat kepada
Kim Sim Nikouw, gurunya dan juga ibu angkatnya itu, maka dia lalu membelok dan
bermaksud mengunjungi Kwan-im-bio di lereng Thai-hang-san dan tak disangkanya,
dia melihat nikouw itu berkelebat cepat maka segera dipanggilnya. Kini melihat
nikouw tua itu berlinang air mata, dia terkejut sekali.
Kian Bu, anakku, engkau harus
cepat menolong dia! Hayo kau ikut denganku!! Setelah berkata demikian, nikouw
itu menarik tangan Kian Bu dan cepat berlari ke arah yang berlawanan dengan
tadi.
Terpaksa Kian Bu juga
mempergunakan ilmunya berlari cepat sehingga nenek dan pemuda ini berlari cepat
sekali menuju ke sebuah hutan besar yang nampak dari situ.
Dia siapakah, Ibu?! Kian Bu
bertanya karena dia merasa heran dan ingin tahu sekali mengapa ibu angkatnya
kelihatan begitu gugup dan bingung, suatu sikap yang amat berlawanan dengan
sikap nikouw ini yang biasanya tenang dan lemah lembut.
Dia.... Phang Cui Lan,! jawab
nikouw itu sambil terus berlari, bahkan mempercepat larinya, padahal napasnya
sudah terengah-engah.
Phang Cui Lan....? Siapa
dia....?! Kian Bu bertanya lagi. Dan apa yang telah terjadi dengan dia?!
Tiba-tiba Kim Sim Nikouw
menghentikan langkahnya, terengah-engah dan menghapus keringat dari muka dan
lehernya, matanya memandang kepada Klan Bu dengan marah dan dia berkata penuh
teguran, Kian Bu, engkau laki-laki tak berjantung!!
Kian Bu memandang kepada
nikouw itu dengan mata terbelalak. Apa.... apa maksud Ibu berkata demikian?!
Dara itu memujamu seperti
dewa, mencintamu melebihi jiwa raganya sendiri, dan engkau.... namanya pun kau
lupakan! Betapa kejam engkau....!!
Ahhh....?! Kian Bu terkejut
dan mengingat-ingat nama itu, namun tetap saja tak dapat diingat dan dikenalnya.
Lupakah kau kepada puteri
mendiang lurah dusun Cian-Ii-cung di dekat Lokyang?!
Ahhh....! Kiranya dia....!!
Tentu saja kini teringat oleh Kian Bu dara cantik yang dia tahu tergila-gila
dan jatuh cinta kepadanya itu. Dara yang ditolongnya ketika dusunnya diserbu
perampok, keluarga ayahnya terbunuh semua, kemudian dia menitipkan dara itu
sebagai dayang di gedung Gubernur Ho-nan. Dan dara itu muncul kembali ketika
dia bertanding melawan Sin-siauw Seng-jin. Dalam pertemuan itu dia sengaja
bersikap kasar kepada dara itu untuk meyakinkan hati dara itu bahwa dia tidak
mencintanya karena sikap ini dianggapnya sebagai satu-satunya obat untuk
menyembuhkan dara itu. Siapa kira, kini dara itu agaknya dikenal oleh Kim Sim
Nikouw dan terjadi sesuatu yang membuat nikouw itu demikian gelisah.
Apa yang terjadi dengan dia,
Ibu?!
Dia ditawan oleh ketua
Liong-simpang dan aku tidak berhasil menyelamatkannya, hayo kau cepat tolong
dia!! Nikouw itu sudah berlari-lari dan Kian Bu cepat menyusulnya.
Mari kau kugendong saja agar
cepat, Ibu, kau sudah lelah sekali!! kata pemuda itu dan tanpa menanti jawaban,
dia sudah menyambar dan memondong tubuh nikouw tua itu dan dibawanya lari
secepat angin. Harap kautunjukkan jalannya.!
Kim Sim Nikouw memandang
pemuda itu dengan hati penuh kagum. Dia yang mengajarkan ilmu ginkang kepada
pemuda ini, akan tetapi dibandingkan dengan pemuda ini, dia sekarang kalah
jauh! Dan berada dalam pondongan pemuda ini, ada rasa keharuan menyengat
hatinya karena dia membayangkan bahwa yang memondongnya bukan Suma Kian Bu
melainkan ayahnya, Suma Han!
Akan tetapi dengan muka
berubah merah Kim Sim Nikouw cepat mengusir bayangan itu dan mengalihkan
perhatiannya untuk menunjukkan jalan kepada Kian Bu memasuki hutan di mana tadi
dia meninggalkan Cui Lan yang tertawan oleh Hwa-i-kongcu Tang Hun, ketua dari
Liong-sim-pang.
Sementara itu, dengan hati
girang dan gembira sekali Tang Hun memondong tubuh Cui Lan dan dibawa masuk ke
dalam sebuah pondok kayu yang kokoh kuat, pondok yang dibuat oleh anak buahnya
di tengah hutan sebagai tempat tinggal dan tempat sembunyi sementara itu.
Hatinya gembira bukan main karena dara yang ditawannya ini benar-benar amat
cantik jelita!
Hatinya sedang kesal dan
berduka oleh semua kegagalannya, maka dara ini akan dapat menghiburnya di
tengah hutan itu dan karena dara ini amat cantik dan lemah lembut, apalagi
dikabarkan sebagai puteri angkat gubernur, maka dia tidak mau memperkosanya
secara kasar. Tang Hun adalah seorang laki-laki hidung belang dan cabul, akan
tetapi dia pun amat cerdik dan memiliki ambisi besar. Baru saja, dalam membantu
Pangeran Nepal, dia mengalami kegagalan yang amat merugikan sehingga terpaksa
dia menyembunyikan diri ke dalam hutan karena takut kalau diburu sebagai
pemberontak, akan tetapi kini terbukalah kesempatan baginya untuk menebus
kegagalannya itu!
Dia mempunyai dua kesempatan
yang amat baik dengan tertawannya puteri angkat Gubernur Ho-pei itu. Kalau dia
pandai membujuk rayu sampai dara cantik jelita itu menyerah dengan suka rela,
dan dia yakin akan berhasil dalam hal ini, maka selain dia akan memperisteri
seorang wanita yang amat jelita, juga dia akan menjadi mantu gubernur!
Bukan main kenyataan ini,
karena seketika dia akan terangkat tinggi sekali dalam kedudukan yang amat
terhormat dan tentu gubernur itu akan melindungi mantunya! Andaikata keadaannya
berbalik dan dara cantik manis itu tidak mau menyerah dengan suka rela, dia
masih dapat memanfaatkannya, yaitu menjadikannya sandera untuk melindungi
dirinya jika dia diserbu dan diburu oleh pasukan pemerintah, dan tentu saja dia
tetap akan dapat bersenang-senang dan menjadikan dara itu kekasihnya, baik
secara halus atau secara kasar!
Berbareng dengan kata terakhir
itu, secara tiba-tiba dan cepat sekali Tang Hun sudah menubruk ke depan. Dia
mengambil keputusan untuk secara paksa mencemarkan gadis ini dan menundukkannya
dengan kekerasan. Dia percaya bahwa gadis ini setelah ditundukkan dengan
paksaan, setelah diperkosanya akan kehilangan pula keangkuhannya dan akan patuh
dan menurut, seperti yang sudah banyak dia alami dengan gadis-gadis yang pernah
diperolehnya dengan cara apa pun juga. Biasanya, seorang dara yang angkuh
seperti ini, sekali kehilangan kehormatannya akan menjadi jinak dan patah
semangat.
Eh....?! Tang Hun terkejut
bukan main ketika tubrukannya itu mengenai tempat kosong karena dengan
kecepatan luar biasa dara itu telah dapat mengelak dari tubrukan itu! Tak
disangkanya dara itu memiliki gerakan sedemikian cepatnya. Akan tetapi
dianggapnya bahwa tentu gerakan mengelak itu hanya kebetulan saja, maka kembali
dia menubruk, sekali ini lebih cepat dan ganas, kedua tangannya membentuk cakar
karena dia ingin mencengkeram pakaian dara itu untuk direnggut dan
dicabik-cabiknya, kebiasaan yang amat disukainya kalau dia memperkosa wanita.
Akan tetapi, kembali
tubrukannya luput! Dengan ringan Cui Lan yang melihat bahaya mengancam itu
sudah meloncat, mengerahkan seluruh ginkangnya yang telah dipelajari selama ini
dari Kim Sim Nikouw. Wajah dara ini menjadi pucat, dia merasa ngeri dan maklum
bahwa dia terancam bahaya yang lebih hebat daripada maut, akan tetapi sampai
mati pun dia tidak akan menyerah dan kalau dia sudah tidak melihat jalan lain,
dia mengambil keputusan untuk membunuh dirinya sendiri dan pria ini hanya akan
memperoleh mayatnya saja. Untuk itu dia telah bersiap-siap, kalau sudah tidak
ada jalan keluar, dia akan membenturkan kepalanya pada dinding kamar itu!
Hemmm.... kiranya engkau
memiliki ginkang yang boleh juga....!! Tang Hun berkata memuji dan pandang mata
yang marah itu bercampur kagum dan timbullah rasa sayang di dalam hatinya.
Nona, engkau adalah seoranvg dara yang cantik jelita, memiliki kepandaian
lumayan dan engkau puteri gubernur, mengapa engkau tidak mau mempergunakan
pikiran sehat? Ketahuilah bahwa aku adalah seorang pemuda yang belum beristeri
dan aku jatuh cinta padamu. Kalau kita menjadi suami isteri, bukankah sudah
sepadan sekali dan engkau akan hidup serba kecukupan.!
Tidak sudi....! Tidak
sudi....!! Cui Lan berseru dengan marah pula.
Nona, pikirlah baik-baik.
Kalau engkau menerima dengan suka rela, aku akan memperlakukan engkau dengan
hormat sebagai calon isteriku yang baik. Aku akan merasa menyesal kalau harus
memaksamu dengan perkosaan. Jangan kau mengira bahwa sedikit ilmu ginkang itu
akan dapat membuat engkau terbebas dariku, Sayang. Nikouw tua itu sendiri tidak
mampu melawanku. Marilah mendekat, dan katakan bahwa engkau menerima
pinanganku, Nona....!
Tidak sudi, keparat keji!
Lebih baik seratus kali mati daripada tunduk kepada niat jahatmu!! Cui Lan
mernbentak dan pada saat itu Tang Hun sudah menerjang dengan kecepatan kilat.
Cui Lan berusaha mengelak, akan tetapi tetap saja ujung lengan bajunya kena
dicengkeram.
Brettttt....!! Lengan baju itu
robek sampai ke pundak sehingga nampak lengan dan pundak yang berkulit putih
mulus itu. Melihat ini, makin berkobar nafsu Tang Hun dan dia sudah
menyeringai, matanya jalang dan Cui Lan sudah mundur-mundur sampai membentur
dinding. Maklumlah dara itu bahwa dia tidak dapat meloloskan diri, maka dia
sudah mengambil keputusan untuk membenturkan kepalanya pada dinding itu kalau
Tang Hun menubruknya lagi.
Akan tetapi pada saat itu,
terdengar suara dari luar jendela, Hemmm, bajingan kecil seperti ini berani
kurang ajar terhadap Nona Phang Cui Lan?!
Mendengar suara ini, sepasang
mata Cui Lan terbelalak lebar, wajahnya berseri penuh kegembiraan dan dia
segera mengenal suara itu, maka teriaknya, Taihiap....!! Dia mengenal suara
itu, sampai di manapun, bercampur dengan suara apa pun, dia akan selalu
mengenal suara yang amat dirindukannya itu, suara dari Pendekar Siluman Kecil!
Hwa-i-kongcu Tang Hun terkejut
mendengar suara itu. Anak buahnya banyak menjaga di luar, akan tetapi bagaimana
orang ini tahu-tahu sudah berada di luar jendela kamarnya? Hal ini saja
menunjukkan bahwa orang itu tentu lihai, sungguhpun dia tidak merasa jerih
karena dia belum melihat siapa orangnya dan di dunia ini tidak banyak orang
yang akan mampu mengalahkannya.
Tiba-tiba tangan kanannya
bergerak dan sinar hitam menyambar ke arah jendela itu. Daun jendela pecah
tertembus oleh senjata rahasia berbentuk uang logam yang dilontarkan oleh Tang
Hun tadi. Kalau yang berada di luar jendela itu hanya orang yang memiliki
kepandaian silat biasa saja, tentu akan roboh oleh penyerangan uang logam yang
ampuh ini, yang setelah menembus daun jendela masih meluncur cepat dan tentu
akan melukai orang yang berdiri di luar jendela.
Cui Lan memandang dengan mata
terbelalak ke arah jendela. Biarpun ilmu silat yang dipelajarinya dari Kim Sim
Nikouw belum tinggi benar, namun dia sudah mengerti atau sedikitnya sudah dapat
menduga bahwa sinar hitam yang menyambar jendela dan memecahkan daun jendela
itu adalah senjata ampuh yang menyerang ke arah orang yang bicara di luar
jendela tadi. Dia sudah tahu akan kelihaian Pendekar Siluman Kecil akan tetapi melihat
senjata rahasia itu hatinya berdebar tegang dan penuh kekhawatiran pula,
apalagi ketika tidak terdengar apa-apa dari luar, seolah-olah senjata-senjata
kecil yang beterbangan itu menembus daun jendela dan mengenai sasaran!
Tang Hun sendiri memandang ke
arah jendela dengan mata terbelalak. Dia merasa yakin benar bahwa
senjata-senjatanya itu menembus daun jendela dan meluncur ke arah siapa saja
yang berdiri di luar jendela, akan tetapi kalau mengenai sasaran, mengapa tidak
terdengar teriakan orang kesakitan? Dan andaikata tidak mengenai sasaran, tentu
terdengar pula uang-uang logam itu jatuh ke atas lantai atau mengenai dinding
di luar jendela.
Akan tetapi, sunyi saja tidak
terdengar apa-apa, seolah-olah senjata-senjata rahasianya itu lenyap di luar
jendela tanpa bekas dan tanpa suara. Mulailah dia merasa bergidik. Akan tetapi
tangannya sudah menggenggam beberapa buah mata uang lagi, siap untuk menyerang
siapa saja yang memasuki kamar.
Baik Cui Lan dan Tang Hun kini
memandang ke arah daun jendela yang sudah penuh lubang ditembusi senjatasenjata
rahasia tadi dengan hati penuh ketegangan. Dan perlahan-lahan daun jendela itu
mengeluarkan bunyi dan bergerak, terbuka perlahan-lahan seperti hanya didorong
oleh hembusan angin lembut! Seluruh urat syaraf di tangan Tang Hun sudah
menegang dan dia sudah siap dengan senjata rahasia uang logamnya, dan sepasang
mata Cui Lan kini terbelalak menatap ke arah jendela yang terbuka
perlahan-lahan itu. Kemudian nampaklah sebuah kepala dan Cui Lan hampir saja
menjerit kegirangan karena itulah kepala yang amat dicintanya, kepala yang
dihias rambut putih panjang, kepala Pendekar Siluman Kecil!
Memang orang yang muncul dari
balik jendela itu adalah Pendekar Siluman Kecil Suma Kian Bu! Seperti kita
ketahui, Kian Bu bertemu dengan Kim Sim Nikouw yang kemudian dipondongnya untuk
secepat mungkin mencari Cui Lan dan akhirnya mereka tiba di rumah besar dari
kayu dalam hutan itu. Kian Bu cepat mempergunakan kepandaiannya menyelinap dan
tanpa diketahui siapapun dia berhasil mengintai dari luar jendela kamar Tang
Hun, diikuti oleh Kim Sim Nikouw dan mereka berdua mendengar semua yang telah
terjadi di dalam kamar itu, mendengar penolakan yang gagah berani dari Cui Lan.
Ketika Kian Bu mengeluarkan kata-kata tadi, dia sudah siap, maka begitu ada
senjata-senjata rahasia berhamburan keluar, dengan mudah saja pendekar muda ini
menangkapi semua uang logam dengan kedua tangannya sehingga tidak ada sebuah
pun yang jatuh menimbulkan suara berisik.
Kini pendekar itu meloncat dan
memasuki kamar melalui jendela, tidak peduli akan sikap Tang Hun yang kini
memandang terbelalak dengan muka berubah pucat sekali. Tentu saja ketua
Liong-sim-pang ini mengenal Kian Bu karena pendekar ini pernah menggegerkan
benteng ketika Tang Hun masih berada di dalam benteng Pangeran Nepal. Tanpa
disadarinya lagi, tangan yang menggenggam uang-uang logam itu gemetar, akan
tetapi dengan nekat dia menggerakkan tangan melontarkan uang-uang logam itu ke
arah tubuh Suma Kian Bu. Pendekar muda ini secara tidak pedulian menggerakkan kedua
tangannya dan sinar-sinar hitam menyambar dari kedua tangan itu ketika
uang-uang logam rampasan tadi menyambut datangnya uang-uang logam yang
dilontarkan Tang Hun. Terdengar suara nyaring dan semua uang logam runtuh dan
menggelinding ke arah kaki Tang Hun!
Hwa-i-kongcu Tang Hun adalah
seorang yang amat cerdik, maka dalam keadaan itu dia sudah mempunyai akal yang
cerdik. Secepat kilat dia melompat dan menerjang, bukan kepada Kian Bu
melainkan kepada Cui Lan yang hendak ditangkapnya dan dipergunakannya sebagai
sandera karena dia merasa jerih melawan Kian Bu atau Siluman Kecil itu.
Pengecut hina yang curang!!
Kian Bu berkata dan tahu-tahu tubuhnya sudah mendahului Tang Hun, berkelebat
dan menghadang di depan Cui Lan!
Taihiap....!! Cui Lan berseru
lirih akan tetapi suaranya mengandung getaran penuh keharuan, penuh
kebahagiaan, penuh cinta kasih. Diam-diam Kian Bu merasa terharu dan kasihan
sekali kepada gadis ini. Pantas saja ibu angkatnya memarahinya dan memakinya
laki-laki kejam. Gadis ini benar-benar amat mencintanya, akan tetapi bagaimana
mungkin dia dapat menyambut cinta itu kalau dia sendiri tidak ada hasrat untuk
berjodoh dengan Cui Lan, betapapun sukanya kepada gadis ini?
Melihat betapa Siluman Kecil
tahu-tahu sudah menghadang di depannya, Tang Hun berlaku nekat. Dia berteriak
memanggil anak buahnya, kemudian mencabut pedang tipisnya dan menyerang Siluman
Kecil dengan ganasnya, diikuti oleh tangan kirinya yang melakukan pukulan
dengan pengerahan tenaga sinkang. Namun, dengan tenang Siluman Kecil menyambut
serangannya itu dengan elakan-elakan cepat. Pada saat itu, Kim Sim Nikouw
muncul dari jendela, langsung meloncat ke dekat Cui Lan.
Subo....!! Cui Lan menubruk
gurunya.
Mari kita keluar dulu!! Kim
Sim Nikouw menyambar tubuh muridnya dan membawanya meloncat keluar melalui
jendela. Dua orang anak buah Tang Hun yang muncul dari jendela berusaha
menyerang nikouw ini, akan tetapi dua kali nikouw itu menggerakkan kakinya, dua
orang itu terjungkal dan Kim Sim Nikouw terus membawa Cui Lan menjauh dari situ,
membiarkan Kian Bu membuat perhitungan dengan gerombolan penjahat itu.
Kini belasan orang anak buah
Tang Hun sudah memasuki kamar yang cukup luas itu, dan mereka maju mengeroyok.
Kian Bu bersikap tenang. Tidak banyak bergerak, hanya berdiri di tengah-tengah,
sikapnya biasa saja seperti bukan orang yang sedang menghadapi pertempuran.
Akan tetapi setiap serangan Tang Hun tadi dapat dihindarkannya dengan mudah.
Kini setelah belasan orang
anak buah Tang Hun ikut maju, Kian Bu menjadi marah. Dia masih berdiri diam di
tengah-tengah, hanya biji matanya saja yang bergerak sedikit ke kanan kiri dan
dia seluruhnya mengandalkan perasaan dan pendengarannya untuk menghadapi
serangan yang tak dapat dilihat oleh matanya. Dan setiap kali ada anggauta
Liong-simpang berani bergerak menyerang tubuh, memutarnya dan menggerakkan
tangannya, maka penyerang itu tentu akan terpental dan roboh terbanting! Dalam
waktu singkat saja, sudah ada enam orang penyerang gelap yang roboh tak mampu
bangkit kembali.
Melihat ini, Tang Hun menjadi
makin marah. Serbu! Keroyok bersama-sama dan secara berbareng! Kurung!!
teriaknya dan anak buahnya, walaupun kini merasa jerih sekali terhadap Siluman
Kecil, mulai mengurung dan atas bentakan majikan mereka yang merupakan
perintah, didahului oleh Tang Hun sendiri yang menubruk ke depan sambil
menusukkan pedang tipisnya ke arah dada Kian Bu, mereka itu pun menyerang dalam
saat yang hampir berbareng. Tiba-tiba nampak tubuh Kian Bu berkelebat lenyap.
Tang Hun dan anak buahnya terheran-heran, akan tetapi keheranan mereka itu
hanya sebentar saja karena tiba-tiba seperti kilat menyambar-nyambar, bayangan
Kian Bu nampak lagi dan pertama-tama tamparan yang keras sekali mengenai
pelipis kiri Tang Hun. Hwa-i-kongcu mengeluarkan pekik mengerikan dan dia
terbanting roboh, tak bergerak lagi karena kepalanya retak oleh tamparan itu,
kemudian secara berturut-turut, terdengar teriakan-teriakan dan belasan orang
itu pun roboh semua. Tidak semua dari mereka tewas, akan tetapi sedikitnya
tentu patah tulang lengan atau kaki, dan ketika mereka mampu membuka mata
memandang, Siluman Kecil telah tidak berada lagi di dalam ruangan itu!
Memang Siluman Kecil telah
keluar dari dalam pondok itu dan di luar dia melihat Kim Sim Nikouw dan Phang
Cui Lan telah menantinya.
Suma-taihiap....!! Cui Lan
berseru lirih dan menahan kedua lengannya yang ingin diulurkan ke arah pemuda
itu.
Kian Bu menarik napas panjang,
memandang kepada Cui Lan dan berkata dengan halus namun agak dingin, Nona,
engkau baik-baik saja, bukan? Ibu, ke manakah Ibu hendak pergi bersama Nona
Phang....!
Kian Bu, dia adalah muridku,
oleh karena itu dia ini terhitung sumoimu sendiri! Cui Lan, engkau harus
menyebut suheng kepada Kian Bu,! kata nikouw tua itu dan sekilas pandang saja
maklumlah dia bahwa telah terulang kembali riwayat lama antara dia dan Pendekar
Super Sakti yang kini diperankan oleh Phang Cui Lan dan Pendekar Siluman Kecil.
Seperti juga dia, Cui Lan jatuh cinta setengah mati kepada Kian Bu, akan tetapi
seperti Pendekar Super Sakti pula, jelas nampak olehnya bahwa pemuda ini tidak
membalas cinta Cui Lan. Maka dia merasa kasihan sekali kepada Cui Lan.
Mendengar ucapan nikouw itu,
dengan senyum manis dan wajah berseri Cui Lan menjura kepada Kian Bu sambil
berkata, Suma-suheng, maafkan aku....!