Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 11 - Teman Seorang Nikouw
Ternyata orang-orang
Hek-eng-pang amat cerdik dan sebelum mereka melakukan penculikan, sebagian di
antara mereka telah mengatur ‘jalan lari! untuk kawan-kawannya. Kini, mereka
mengikuti jalan yang mereka buat, dan dipimpin oleh Hek-eng-pangcu sendiri,
yaitu Yang-liu Nio-nio, mereka berserabutan memasuki taman melalui jalan yang
sudah direncanakan semula.
‘Penculik-penculik hina,
hendak lari ke mana kalian?! Hak Im Cu mengejar dan paling cepat larinya tosu
ini karena dia memang seorang ahli ginkang yang hebat.
‘Liong-li, bawa dia ini!!
Yang-liu Nionio berteriak dan melemparkan tubuh Syanti Dewi yang sudah
ditotoknya itu ke arah muridnya itu. Liong-li menyambut tubuh itu dan terus
melarikan diri, sedangkan Yang-liu Nio-nio menyambut, serangan pedang Hak Im Cu
dengan ranting yang-liu yang tadi dipegangnya.
‘Singgg.... trakkkkk!!
Pedang itu tertahan oleh ranting dan keduanya lalu bertempur seru.
Sementara itu, para pengawal
yang melihat pengantin wanita dilarikan seorang pelayan dan belasan pelayan
lain, cepat mengejar. Liong-li lari bersama teman-temannya, meloncati jalan di
antara semak-semak. Para pengawal atau anak buah Liong-sim-pang mengejar.
‘Blarrr....!! Terjadi
ledakan keras dan empat orang anak buah Liong-sim-pang terlempar ke sana-sini
oleh ledakan itu. Kiranya di situ sudah dipasang jebakan semacam ranjau oleh
orang-orang Hek-eng-pang yang tadi meloncati tempat itu. Anak buah
Liong-sim-pang yang tidak tahu tentu saja berlari biasa dan menginjak ranjau
itu.
Bersama bunyi ledakan,
Yang-liu Nio-nio diikuti oleh beberapa orang anak buahnya juga lari karena
Ban-kin-kwi Kwan Ok dan Hai-liong-ong Ciok Gu To telah tiba di situ. Melihat
adanya tiga orang yang amat lihai ini, Yang-liu Nionio mengajak anak buahnya lari
dan mereka menyelinap di semak-semak belukar di luar taman.
‘Keparat jangan lari!! Hak
Im Cu memaki dan mengejar, akan tetapi tiba-tiba semak-semak itu terbakar dan
nyalanya demikian besar karena ternyata semak-semak itu telah disiram minyak.
Terpaksa tiga orang lihai ini tidak berani menerjang api dan mengambil jalan
memutar. Mereka melihat wanita tua cantik memegang ranting itu bersama lima
orang wanita pelayan lain menyeberangi jembatan di luar taman. Tentu saja
dengan cepat mereka mengejar. Wanita-wanita itu telah tiba di seberang jembatan
dan baru saja Hak Im Cu dan kawan-kawannya tiba di jembatan dan meloncat ke
atasnya, tiba-tiba jembatan itu ambruk! Tentu saja ini pun buatan para anggauta
Hek-eng-pang. Untung bahwa yang berada di jembatan itu adalah Hak Im Cu bertiga
yang tentu saja dapat meloncat kembali ke belakang dan tidak sampai ikut
terjatuh bersama jembatan itu.
Hak Im Cu dan teman-temannya,
juga para anak buah Liong-sim-pang cepat mengejar para wanita yang telah tiba
di tembok yang mengelilingi tempat markas Liong-sim-pang itu. Dengan
gerakan-gerakan yang amat ringan, mereka meloncat ke atas tembok, didahului
oleh Liong-li yang memondong tubuh Syanti Dewi.
‘Ha-ha-ha, kalian hendak
lari kemana?! Tiba-tiba terdengar suara ketawa dan kiranya di atas tembok, di
menara penjagaan, telah nongkrong seorang tinggi besar bersorban yang bukan
lain adalah Gitananda, tokoh aneh dari Nepal tadi!
‘Liong-li, lari....!!
Yang-liu Nio-nio berteriak dan dia sendiri menggunakan ranting yang-liu,
langsung menubruk dan menyerang kakek Nepal itu. Si kakek Nepal terkejut karena
tahu bahwa serangan nenek cantik ini cepat dan kuat bukan main, maka dia pun
menggerakkan tongkatnya menangkis dan mereka segera bertempur di dalam menara
penjagaan itu. Kesempatan ini dipergunakan oleh Liong-li untuk berloncatan
pergi ke tempat di mana Tek Hoat dan para anak buah Hek-eng-pang yang lain
sudah siap dengan kuda mereka.
Hak Im Cu dan kawan-kawannya
tidak mempedulikan nenek yang masih bertanding melawan orang Nepal itu, karena
bagi mereka yang terpenting adalah merampas kembali pengatin wanita yang
terculik, maka mereka lalu mengerahkan para anak buah Liong-sim-pang untuk
mengejar melalui pintu gerbang sedangkan mereka bertiga sendiri melakukan
pengejaran dari atas dengan berlompatan.
Melihat bahwa anak muridnya
dan para anak buah Hek-eng-pang sudah berhasil keluar dari tembok, Yang-liu
Nio-nio cepat mendesak kakek Nepal, dengan gerakan ranting yang-liu dan ketika
kakek itu menangkis dengan tongkatnya, tangan kirinya melakukan pukulan atau
cengkeraman mautnya, yaitu Hek-eng-jiauw-kang yang hebat bukan main. Dari
jari-jari tangannya yang dibentuk seperti kuku garuda itu menyambar hawa
dahsyat sekali.
‘Ehhhhh....!! Gitananda
terkejut dan cepat meloncat ke belakang, akan tetapi dia melihat nenek cantik
itu pun meloncat jauh dan melarikan diri di dalam gelap. Karena malam itu gelap
dan penerangan dari atas tembok tidak berapa besar, maka kakek Nepal yang hanya
menjadi tamu ini tidak mau membahayakan dirinya. Dia maklum bahwa mengejar
seorang lawan pandai di tempat gelap amatlah berbahaya, maka dia pun melakukan
pengejaran seenaknya saja, dengan sikap amat berhati-hati.
Kini terjadilah kejar-kejaran
di luar tembok dan di tempat terbuka di daerah Pegunungan Lu-liang-san, di malam
gelap itu. Akan tetapi sebentar saja, para wanita yang memang sebelumnya sudah
mengatur jalan dengan cerdiknya, dapat melarikan diri di tempat gelap dan terus
dikejar oleh para anggauta Liong-simpang yang dipimpin oleh Hak Im Cu dan dua
orang temannya, bahkan kemudian Hwa-i-kongcu pengantin pria yang gagal itu pun
melakukan pengejaran sendiri.
Kita tinggalkan dulu para
penculik Syanti Dewi yang melarikan diri dan dikejar oleh anggauta
Liong-sim-pang, dan juga secara diam-diam dikejar pula oleh seorang gadis
cantik, yaitu Siang In dan mari kita kembali mengikuti keadaan Suma Kian Lee
yang menjadi tawanan Hek-eng-pang.
Seperti telah diceritakan di
bagian depan Suma Kian Lee tidak berdaya dan menjadi setengah tawanan dari
Hek-eng-pang karena Hek-eng-pang mengancam akan membunuh Cui Lan dan Gubernur
Hok kalau dia melawan. Akan tetapi munculnya Ang Tek Hoat membuka rahasianya
dan akhirnya, dalam pertandingan melawan Tek Hoat, dia dikeroyok dan roboh
pingsan. Ketika Kian Lee sadar kembali, dia telah berada di dalam sebuah kamar
dan dijaga oleh empat orang wanita anggauta Hek-eng-pang yang cantik-cantik.
Begitu siuman, dia bangkit duduk dan siap untuk mengamuk, akan tetapi seorang
wanita cantik yang dia tahu merupakan seorang di antara kepala-kepala pasukan di
Hek-eng-pang, muncul dan berkata, ‘Harap kau suka tenang, Kongcu. Kalau
tidak, terpaksa dua orang kawanmu itu kami bunuh!!
Teringat akan Cui Lan dan
Hok-taijin, Suma Kian Lee tenang kembali dan dia bangkit duduk dan berkata,
‘Sesungguhnya, apakah yang kalian kehendaki dari aku?! Dia memandang ke kanan
kiri dan bertanya lagi, ‘Mana ketua kalian itu? Dan mana pula Tek Hoat? Suruh
mereka bicara dengan aku!!
‘Pangcu sedang pergi dan aku
yang diberi tugas untuk minta agar kau mengaku saja semuanya, Suma-kongcu.
Bukankah sudah jelas bahwa yang merampas harta keluarga Kao adalah seorang
pemuda yang dikenal sebagai Suma-kongcu dan menjadi saudaramu? Nah, sekarang,
demi keselamatan dua orang kawanmu itu, terutama dara cantik jelita yang selalu
menanyakan keadaan dan mengkhawatirkan keselamatanmu itu, yang agaknya
adalah.... eh, kekasihmu.!
‘Jangan bicara sembarangan!!
Kian Lee menghardik dan mukanya berubah merah. Ia tahu betapa lembut dan halus
perasaan Cui Lan, betapa dara itu masih mengkhawatirkannya, akan tetapi hal itu
bukan berarti dara itu cinta kepadanya karena hati dan cinta kasih dara itu
telah ditumpahkan kepada Siluman Kecil!
‘Maaf, Kongcu. Sekarang,
demi keselamatan mereka, harap Kongcu berterus terang saja, di mana adanya
harta itu dan agar dikembalikan kepada kami untuk ditukar dengan dua orang
kawanmu.!
‘Kalian adalah orang-orang
bodoh yang suka menuduh orang secara ngawur saja!! Kian Lee berkata dengan nada
menyesal. ‘Aku bukanlah orang-orang macam kalian yang suka membohong, apalagi
menghendaki barang orang lain. Sesungguhnya, aku sama sekali tidak tahu tentang
harta itu. Kalau kau tidak keberatan, ceritakanlah kepadaku apa yang telah
terjadi?!
Wanita cantik itu tersenyum,
seolah-olah dia tahu bahwa Kian Lee berpura-pura. Lalu dia menarik napas
panjang dan berkata, ‘Kongcu, engkau membuat tugas kami menjadi lebih berat
lagi. Kenapa masih pura-pura tidak tahu kalau yang melakukan ini adalah
saudaramu sendiri?!
Kian Lee menahan kesabarannya.
‘Aku memang mempunyai saudara yang sedang kucari-cari, akan tetapi saudaraku
bukanlah perampok atau penculik! Nah, sudah kukatakan bahwa aku tidak tahu
apa-apa dalam hal ini. Kau mau menjelaskan atau tidak terserah!!
Melihat sikap ini, wanita itu
menjadi ragu-ragu dan dia pun bercerita, ‘Kami mendengar bahwa keluarga
Jenderal Kao Liang telah mengundurkan diri dan hendak pulang ke kampung membawa
harta yang besar. Karena rombongannya akan lewat tidak jauh dari sini, maka
pangcu lalu memerintah kami untuk menghadang dan merampas harta pusaka itu.
Kami sudah hampir berhasil, akan tetapi ternyata banyak fihak lain yang juga
mengandung niat yang sama dengan kami.
Mereka adalah orang-orang
lembah, yaitu perkumpulan Huang-ho Kui-liong-pang yang menjadi musuh besar
kami. Kemudian dalam perebutan harta pusaka keluarga Kao itu muncul pula
pengawal-pengawal kerajaan yang menyamar, dan kami mendengar pula nama
Suma-kongcu. Karena kami tidak berhasil merampas harta, juga fihak
Kui-liong-pang tidak pula, sedangkan para pengawal itu telah kami hancurkan, maka
tinggal Suma-kongcu itulah yang mencurigakan dan tentu dia yang telah merampas
harta pusaka keluarga Kao.!
‘Hemmm, dan di mana adanya
keluarga Kao sendiri?!
Wanita itu tersenyum dan
mencibirkan bibirnya yang merah. ‘Mereka terculik dan kami tidak tertarik
oleh hal itu. Kami hanya mementingkan harta pusaka dan karena jelas bahwa harta
itu dirampas oleh Suma-kongcu, sedangkan engkau adalah saudaranya, maka kami
mengharap bantuanmu untuk mengembalikan harta itu kepada kami sebagai penukaran
diri dua orang kawanmu.!
Akan tetapi Kian Lee sudah
tidak mempedulikan omongan wanita itu lebih lanjut karena dia sudah melamun!
Kini mengertilah dia mengapa hal-hal aneh itu terjadi kepadanya. Jenderal Kao
dan dua orang puteranya menyerangnya, tentu mereka itu pun mendengar bahwa Suma
kongcu yang tentu saja kalau memang benar demikian adalah adiknya, Kian Bu,
yang mencuri harta mereka dan menculik keluarga mereka. Pantas saja jenderal
itu dan dua orang puteranya menyerang dia! Tentu ini fitnah belaka! Tidak
mungkin adiknya, Suma Kian Bu, telah berubah menjadi garong! Apalagi menjadi
penculik!
Ini tentu fitnah! Dan dia
berkewajiban untuk membongkar rahasia ini. Dia harus dapat menemukan keluarga
Jenderal Kao dan menemukan harta yang dirampas orang, bukan hanya untuk
membantu keluarga Jenderal Kao itu melainkan juga untuk membersihkan nama
adiknya dari fitnah. Akan tetapi sebelum dapat mencari keluarga Jenderal Kao
dan harta pusakanya itu, lebih dulu dia harus dapat meloloskan diri dari tempat
ini tanpa membahayakan Cui Lan dan Gubernur Hok. Ah, betapa banyaknya hal yang
harus dikerjakan, betapa banyaknya halangan dihadapinya dalam perjalanannya
kali ini. Masih ada lagi tugas yang juga amat penting, yaitu menyelidiki dan
membebaskan Pangeran Yung Hwa!
‘Biarkan aku bicara sendiri
dengan Tek Hoat dan dengan ketua kalian,! akhirnya dia berkata. ‘Terjadi
salah duga atau fitnah keji dalam hal ini,! hanya demikian jawabnya dan akhirnya
wanita itu pun meninggalkannya, mengatakan bahwa ketua Hek-eng-pang yang pergi
bersama Si Jari Maut belum pulang.
Sampai hari menjadi malam,
ketua Hek-eng-pang dan Si Jari Maut belum juga pulang dan malam ini terjadilah
peristiwa hebat di puncak Gunung Cemara. Di waktu malam gelap itu, secara
tiba-tiba orang-orang lembah, yaitu musuh besar perkumpulan Hek-eng-pang,
datang menyerbu! Mereka ini adalah orang-orang Huang-ho Kui-liong-pang yang
datang secara tidak terduga-duga dan menyerang perkampungan Hek-eng-pang dengan
hebat, membakari rumah di situ. Pihak Hek-eng-pang tentu saja melakukan
perlawanan sekuatnya, akan tetapi karena sebagian besar di antara mereka pergi
bersama ketua mereka, maka jumlah mereka kalah banyak, dan juga tanpa adanya
ketua mereka, para anggauta Hek-eng-pang ini lemah semangatnya dan akhirnya
mereka melarikan diri cerai-berai mencari keselamatan, meninggalkan rumah-rumah
mereka yang menjadi lautan api!
Tentu saja Kian Lee yang
terkejut oleh penyerbuan ini, cepat meninggalkan tempat tahanannya. Para wanita
yang menjaga kamar tahanan juga sudah tidak ada lagi dan di dalam keributan
itu, Kian Lee tidak mau ikut campur, melainkan langsung saja dia mencari Cui
Lan dan Gubernur Hok. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika dia tiba di tempat
tahanan dua orang itu, dia melihat dua orang penjaganya, yaitu wanita-wanita
anggauta Hek-eng-pang yang ditugaskan menjaga dan menodong mereka, telah
menggeletak tewas dan di dalam kamar itu tidak lagi nampak bayangan Cui Lan dan
Hok-taijin. Kian Lee lalu berlari ke sana-sini mencari-cari, akan tetapi dia
tidak dapat menemukan jejak dua orang itu.
Ketika dia melihat orang-orang
Huang-ho Kui-liong-pang meninggalkan Gunung Cemara sambil bersorak-sorak
seperti barisan tentara menang perang, Kian Lee diam-diam membayangi mereka.
Akan tetapi, gerombolan orang-orang dari lembah itu menggunakan perahu-perahu
melanjukan perjalanan mereka dan terpaksa Kian Lee lalu membayangi terus di
sepanjang pantai sungai.
Sampai pagi hari,
perahu-perahu itu terus meluncur dan Kian Lee juga terus membayanginya. Tibalah
mereka di sebuah dusun di pinggir sungai dan perahu-perahu itu berhenti
mendarat. Akan tetapi tidak semua anggauta Kui-liong-pang mendarat sehingga
Kian Lee tidak tahu di mana adanya Cui Lan dan Gubernur Hok, di perahu yang
mana. Selagi dia ragu-ragu dan menduga-duga, siap untuk menyerbu dan menolong
Cui Lan dan Gubernur Hok, tiba-tiba dia dikejutkan oleh teriakan orang di
belakangnya.
‘Eh, inilah dia pemuda itu!!
Kian Lee cepat menengok dan
dia melihat Honan Cui-lo-mo Wan Lok It, tokoh jagoan dari Gubernur Ho-nan itu,
yang gendut dan rambutnya merah, tak pernah melepaskan sebuah guci arak!
Bersama kakek ini, ada pula belasan orang anak buahnya dan agaknya mereka tiba
di dusun ini dalam usaha mereka mencari-cari Gubernur Hok dan juga dia sendiri.
Kian Lee terkejut dan diam-diam dia mengharapkan agar Gubernur Hok dan Cui Lan
jangan keluar dari tempat mereka, karena kalau sampai ketahuan, tentu akan
ditangkap dan sukar baginya untuk melindungi mereka.
Ciu-lo-mo sudah menerjang
dengan guci araknya sebagai senjata, dibantu belasan orang itu yang sudah
mengurung Kian Lee. Pemuda ini menganggap bahwa andaikata Cui Lan dan Gubernur
Hok ditawan orang-orang lembah, keadaan mereka lebih aman daripada kalau
ditawan oleh orang-orang ini, karena orang-orang lembah itu belum tahu siapa
adanya Hok-taijin, sedangkan orang-orang ini adalah kaki tangan Gubernur
Ho-nan. Maka dia lalu melompat merobohkan dua orang anak buah Si Setan Arak Tua
dari Ho-nan itu dan melarikan diri, untuk memancing mereka menjauhi
perahu-perahu itu yang diduganya menawan Cui Lan dan Hok-taijin. Benar saja,
Cui-lomo dan anak buahnya cepat melakukan pengejaran. Setelah jauh, barulah
Kian Lee membalik dan menghadapi mereka dengan tenang, menanti kedatangan mereka
dan mengambil putusan untuk memberi hajaran kepada mereka.
Akan tetapi, begitu
orang-orang itu tiba di depannya dan sebelum mereka menyerangnya terdengar
bentakan halus, ‘Omitohud....! Tahan senjata.... pinni hendak bicara....!!
Semua orang menengok ke arah
datangnya suara itu dan munculiah seorang nikouw (pendeta wanita) tua yang
usianya tentu sudah enam puluh tahun lebih, tubuhnya kecil dan mukanya pucat,
akan tetapi matanya mengeluarkan sinar yang membuat Kian Lee mengenal bahwa
nikouw itu bukan sembarang orang. Nikouw itu memegang sebatang tongkat panjang
dan dengan pandang mata menyelidik, dia bertanya kepada Ho-nan Ciu-lo-mo dengan
suara nyaring, ‘Apakah kalian orang-orang Kui-liong-pang?!
Ciu-lo-mo Wan Lok It memandang
marah, akan tetapi karena dia berhadapan dengan seorang nikouw, dia menahan
kemarahannya dan berkata, ‘Harap Losuthai jangan menduga sembarangan dan
mengira kami adalah orang-orang dari perkumpulan kotor itu. Kami adalah pasukan
dan utusan dari Kui-taijin, Gubernur Ho-nan!! Ciu-lo-mo mengangkat dada untuk
membanggakan kedudukannya sebagai utusan gubernur.
Akan tetapi sungguh celaka,
ketika nikouw itu mendengar bahwa dia adalah utusan Gubernur Ho-nan, wajah
nikouw itu menjadi merah dan sinar matanya menunjukkan kemarahan. ‘Bagus!
Sungguh kebetulan sekali. Justeru kalian inilah orang-orang yang harus pinni
cari. Hayo lekas katakan, di mana adanya Phang Cui Lan? Apa yang terjadi dengan
dia?!
Ho-nan Cui-lo-mo Wan Lok It
adalah seorang jagoan Ho-nan yang sama sekali tidak mengenal nikouw ini. Maka
tentu saja dia tidak menjadi takut, bahkan dia menghadapi kemarahan nenek ini
dengan muka tidak senang. Apalagi sekarang nenek itu menyebut nama Phang Cui
Lan, gadis pelayan istana gubernur yang telah berkhianat dan membantu larinya
Gubernur Ho-pei, musuh dari Gubernur Ho-nan.
‘Hemmm.... nikouw tua....!
katanya, kini kurang nada hormatnya. ‘Apa maksudmu menanyakan gadis pelayan
yang berkhianat itu?!
Nikouw itu makin marah. ‘Kau
ini siapa? Dan apa kedudukanmu di gubernuran?!
Ditanya demikian, Wan Lok It
menepuk dadanya. ‘Belum mengenal aku? Inilah Ho-nan Ciu-lo-mo Wan Lok It dan
aku adalah pengawal pribadi Gubernur Ho-nan! Gadis bernama Phang Cui Lan itu
adalah seorang pengkhianat, apa maksudmu menanyakan gadis itu?!
‘Omitohud! Sungguh kebetulan
sekali. Tentu orang-orang macam engkau inilah yang membujuk gubernur untuk
mencelakai gadis itu. Pinni mendengar bahwa gadis itu dikejar-kejar oleh
orang-orangnya gubernur, bahkan hendak membunuh. Benarkah begitu?!
‘Benar sekali! Dan apakah
engkau tahu di mana dia bersembunyi? Kalau kau berani melindunginya, engkau
akan celaka!!
‘Omitohud, sungguh berani
mati! Eh, Setan Arak, Nona Phang, itu adalah seorang sahabat pendekar Siluman
Kecil yang dititipkan Gubernur Ho-nan, dan sekarang berani kalian hendak
membunuh dia! Bukankah dengan demikian gubernur tidak menghargai beliau? Awas,
kalau sampai terjadi sesuatu dengan nona itu, gubernur dan semua kaki tangannya
tentu tidak akan bebas dari hukuman!!
Kian Lee merasa kagum dan
heran mendengar ucapan nikouw itu. Kiranya nikouw tua yang lihai dan berwibawa
ini juga merupakan seorang pembantu dari pendekar yang terkenal dengan sebutan
Siluman Kecil! Dia kagum karena selain pendekar itu mempunyai banyak pembantu
dan namanya amat dikenal dan disegani semua orang, juga ternyata bahwa pendekar
itu mempunyai rasa setia kawan yang besar, dan juga semua kawan-kawannya
demikian tunduk dan setia kepadanya. Betapa banyaknya orang yang setia kepada
pendekar itu dari seorang gadis cantik jelita dan halus budi seperti Cui Lan,
sampai kepada orang-orang kasar seperti para pemburu yang menolongnya keluar
dari terowongan saluran air itu dan nikouw tua yang menimbulkan rasa hormat
ini.
Akan tetapi orang yang sudah
biasa mengandalkan kepandaiannya sendiri, kedudukannya dan banyak kawan seperti
Cui-lo-mo tidak merasa takut menghadapi nikouw itu, bahkan dia menjadi marah
sekali. Tentu saja dia sudah mendengar akan nama Siluman Kecil yang kabarnya
muncul seperti siluman, membasmi orang-orang jahat akan tetapi tidak pernah
dapat dilihat dengan nyata orangnya itu, yang pernah pula membasmi penjahat
yang mengganggu Propinsi Ho-nan dan juga dihormati oleh gubernur sendiri. Akan
tetapi, dia sendiri belum pernah melihat sendiri kelihaiannya, maka tentu saja
dia tidak mau tunduk begitu mudah, apalagi yang muncul hanya seorang nikouw tua
sepertl itu, yang berani mengeluarkan kata-kata keras bernada mengancam
terhadap gubernur dan kaki tangannya!
‘Eh, nikouw tua! Hati-hati
engkau bicara, atau kau kutangkap sebagai seorang kaki tangan pengkhianat!!
‘Hemmm, Setan Arak. Kalau
kau berani, boleh coba kau tangkap pinni!! jawab nikouw itu.
‘Bagus! Engkau yang
menantang, jangan nanti persalahkan aku dan mengatakan aku tidak menghormat
seorang pendeta wanita tua!! Ho-nan Cui-lo-mo lalu menerjang maju dengan
gucinya, menyerang nikouw itu.
‘Trang-trang-tringgggg....!!
Tongkat nikouw itu menangkis guci dan ketika ada arak muncrat dari guci itu ke
arah mukanya, nikouw itu hanya meniup dan arak itu pecah dan buyar. Kemudian
tongkatnya membalas dan ternyata serangan balasan nikouw itu pun kuat sekali
sehingga mengejutkan Ho-nan Ciu-lo-mo. Maklum bahwa nenek itu ternyata
merupakan lawan yang cukup tangguh, dia lalu meneriaki anak buahnya untuk maju
mengeroyok.
‘Sungguh tak tahu malu!!
Kian Lee membentak dan pemuda ini melompat maju, mengamuk dan dalam beberapa
gebrakan saja para anak buah dari gubernuran itu cerai-berai dan kacau-balau,
bahkan Si Setan Arak sendiri terdorong mundur oleh hawa pukulan yang keluar
dari tangan Kian Lee.
Wan Lok It bukan orang bodoh.
Dia memang sudah tahu bahwa pemuda itu lihai, akan tetapi dengan mengandalkan
belasan orang anak buahnya yang merupakan pengawal-pengawal pilihan dari
gubernuran hatinya menjadi besar dan dia tadi hendak menangkap pemuda itu.
Namun siapa tahu, di situ muncul nikouw yang juga lihai dan dengan majunya
nikouw itu bersama si pemuda lihai, tentu saja dia dan kawan-kawannya merasa
kewalahan dan akhirnya larilah mereka sambil menyeret teman-teman yang terluka.
Nikouw itu memandang kepada
Kian Lee dengan kagum lalu berkata memuji, ‘Omitohud! Pinni sungguh keliru
dan tidak melihat Gunung Thai-san menjulang tinggi di depan mata. Kongcu
memiliki kepandaian yang amat tinggi dan tadi pinni mengkhawatirkan keselamatan
Kongcu. Sungguh menggelikan!!
Kian Lee menjura kepada nikouw
tua itu dan berkata, ‘Suthai membela Nona Phang, hal itu saja sudah
menunjukkan bahwa Suthai adalah seorang sahabat. Saya pun sedang mencari dia
dan hendak menolongnya dari cengkeraman orang-orang jahat.!
‘Ohhhhh.... begitukah? Di
mana dia dan bagaimana Kongcu bertemu dengan dia?!
‘Mari kita mengejar
perahu-perahu yang tadi berlabuh di dusun sana, Suthai. Kalau tidak salah, Nona
Phang dan seorang.... paman dibawa di dalam sebuah diantara perahu-perahu itu.
Mari kita mengejar dan nanti saya ceritakan kepada Suthai tentang pertemuan
antara kami.!
Kian Lee dan nikouw tua itu
mengejar dan ternyata bahwa perahu-perahu itu telah lama pergi. Kiranya begitu
melihat keributan di darat, perahu-perahu itu tidak jadi singgah dan
melanjutkan perjalanan cepat-cepat sehingga tidak nampak lagi. Kian Lee lalu
mengajak nikouw itu mengejar dengan cepat di sepanjang pinggir sungai. Dalam
perjalanan ini dia menceritakan bagaimana dia bertemu dengan Phang Cui Lan dan
dengan singkat dia bercerita bahwa Cui Lan bersama dengan seorang kakek
melarikan diri dari gubernuran Ho-nan, dikejar-kejar dan dia sendiri terjerumus
ke dalam terowongan saluran air. Diceritakannya betapa dia telah ditolong oleh
Cui Lan yang mengerahkan teman-temannya para pemburu sehingga dia selamat.
‘Ah,.... kiranya Kongcu yang
ditolong itu? Pinni mendengar dari para pemburu tentang itu, dan dari mereka
itulah pinni tahu bahwa nona Phang dikejar-kejar dan hendak dibunuh, maka pinni
mewakili beliau untuk menegur gubernur Ho-nan dan untuk menyelamatkan Nona
Phang.
‘Maksud Suthai beliau Si
Siluman Kecil?! Kian Lee bertanya.
‘Siapa lagi?! Nenek itu
mengangguk. ‘Lalu bagaimana, harap Kongcu lanjutkan.!
!Saya mengantar Nona Phang
untuk mengungsi ke Ho-pei, akan tetapi di tengah jalan kami ditangkap oleh
gerombolan Hek-eng-pang. Karena mereka itu mengancam hendak membunuh Nona
Phang, terpaksa saya menyerah. Dan malam tadi, Hek-eng-pang diserang oleh
gerombolan lain yang menjadi musuh mereka. Saya dapat terbebas, akan tetapi
ketika saya mencari Nona Phang, dia telah lenyap. Mungkin sekali ditawan oleh
gerombolan yang melarikan diri dengan perahu-perahu itu. Sayang sebelum saya
berhasil mendapatkan apakah Nona Phang berada di perahu itu, muncul si Setan Arak
yang mengenal saya ketika terjadi keributan di gubernuran Ho-nan dan dia
menyerang saya sehingga perahu-perahu itu sempat pergi.!
Nikouw itu mendengarkan dengan
penuh perhatian. ‘Ah, kalau begitu Kongcu telah banyak membela dan melindungi
Nona Phang dan dengan demikian maka boleh dibilang Kongcu adalah seorang
sahabat juga dari beliau.!
Mereka melanjutkan perjalanan
dengan cepat namun belum juga dapat menyusul perahu-perahu itu. Hati Kian Lee
makin tertarik kepada tokoh yang berjuluk atau dijuluki Siluman Kecil itu.
‘Suthai, siapakah sebenarnya
Siluman Kecil itu? Siapa namanya dan dia datang dari mana?!
Tiba-tiba nikouw tua itu
berhenti dan memandang kepada Kian Lee dengan sinar mata penuh selidik dan
kecurigaan. Akan tetapi melihat sikap Kian Lee tenang-tenang dan biasa saja,
dia menjawab, ‘Pinni juga tidak tahu banyak. Yang pinni ketahui hanyalah
bahwa beliau sering kali datang ke kuil kami dan bercakap-cakap dengan Subo.
Beberapa hari yang lalu beliau datang dan setelah bercakap-cakap dengan Subo,
pinni dipanggil dan diserahi tugas untuk menyelidiki keadaan Nona Phang.!
Nikouw itu menghentikan ceritanya dan jelas bahwa dia enggan untuk banyak
bicara tentang tokoh itu. Tentu saja sikap ini bahkan makin menarik hati Kian
Lee.
‘Telah lama saya mendengar
nama besar Siluman Kecil. Ingin sekali saya bertemu dengan orangnya dan
berkenalan,! katanya.
‘Hemmm, tidak mudah!! Nikouw
itu menggeleng kepala dan mereka melanjutkan perjalanan. ‘Sungguh sangat
sukar bertemu dan berkenalan dengan beliau, sama sukarnya dengan mendaki puncak
Thai-san! Beliau tidak suka bertemu orang, bahkan dengan sahabat-sahabat yang
amat dipercayanya pun jarang bertemu.!
Setelah itu, nikouw tua yang
mengaku berjuluk Liang Wi Nikouw itu tidak mau lagi bicara tentang Siluman
Kecil. Mereka melanjutkan perjalanan dengan cepat, namun anehnya, mereka tidak
juga dapat menyusul rombongan perahu itu. Namun mereka terus mengejar dengan
cepat sekali.
Hari telah sore. Matahari
telah condong ke barat dan sinarnya kehilangan teriknya yang hebat. Kian Lee
dan Liang Wi Nikouw tiba di daerah yang berbatu-batu, batu karang yang tajam
meruncing dan sukar dilewati. Namun berkat ginkang mereka, keduanya masih dapat
melanjutkan perjalanan, sungguh pun dengan hati-hati dan meloncat dari batu ke
batu.
Terdengar suara air
bergemuruh. Kiranya dibagian yang berbatu-batu itu merupakan tebing yang curam
sekali dan air sungai itu kini menjadi air terjun yang amat terjal. Keduanya
mendekati dan menjenguk ke bawah. Tinggi sekali tempat itu dan air sungai itu
terjun ke tempat yang dalamnya sampai ratusan meter! Air yang menghantam
batu-batu di bawah berubah menjadi uap dan dari atas kelihatan gelap
seolah-olah mereka berdiri di atas awan.
Jauh sekali di bawah, di
sekitar air terjun yang tertutup awan air itu, nampak dikelilingi tebing yang
amat curam dan agaknya tidak mungkin di datangi manusia. Dan di antara
tebing-tebing itu, seolah-olah dikelilingi tebing yang curam, terdapat tanah
datar yang luas dan nampaklah beberapa petak rumah yang dlingkari tembok seperti
benteng berdiri di tanah datar itu.
‘Ah, ada perkampungan di
sana!! Nikouw itu berkata.
‘Dan agaknya perahu-perahu
yang lenyap itu telah disembunyikan dan sangat boleh jadi bahwa perkampungan di
bawah itulah perkampungan orang-orang yang menyerang Gunung Cemara, yang
disebut orang-orang lembah atau Perkumpulan Huang-ho Kui-liong-pang.!
‘Akan tetapi, sungai ini
bukan Sungai Huang-hoi! nikouw itu berkata heran.
‘Memang bukan, akan tetapi
saya rasa merupakan cabang Sungai Huang-ho dan mereka itu adalah bajak-bajak
Sungai Huang-ho maka memakai nama demikian. Kalau saya tidak salah menduga,
Suthai, di sanalah adanya Nona Phang dan Paman Hok.!
‘Siapa Paman Hok itu?!
Kian Lee tidak mau sembrono
membuka rahasia Gubernur Ho-pei, maka dia menjawab, ‘Seorang pekerja di
Gubernuran Ho-nan yang membantu Nona Phang melarikan diri.!
‘Kita harus dapat turun ke
sana untuk menyelidiki,! kata Liang Wi Nikouw.
‘Memang benar, akan tetapi
bagaimana kita dapat turun ke sana?!
Mereka lalu mencari-cari jalan
turun, akan tetapi tidak ada jalan turun yang merupakan jalan manusia, juga
mereka tidak berhasil menemukan jalan rahasia. Jalan turun satu-satunya menuju
ke perkampungan di bawah sana itu hanya menuruni tebing curam itu!
‘Nona Phang harus ditolong!!
kata si nikouw tua. ‘Kalau terpaksa, kita harus mendaki tebing dan turun ke
sana.!
Kian Lee mengangguk. ‘Tebing
ini biarpun curam, namun terdiri dari batu karang yang runcing dan kuat. Kita
dapat merayap turun. Akan tetapi kalau dilakukan di waktu cuaca masih terang,
amat berbahaya, Suthai. Kalau kita sedang merayap lalu diserang dari bawah atau
dari atas, bagaimana kita dapat menyelamatkan diri? Lebih baik menanti sampai
cuaca mulai gelap. Nah, baru kita merayap turun.!
Nikouw itu mengangguk-angguk.
‘Kongcu benar dan cerdik, biarlah kita menanti sampai gelap.!
Mereka lalu mencari tempat
duduk untuk menanti datangnya gelap dan mereka mencari batu yang agak datar di
antara batu-batu karang yang kasar dan runcing itu. Dengan duduk bersila di
atas batu yang datar, mereka mengaso, melepaskan lelah dan menanti sampai
matahari tenggelam di barat. Liang Wi Nikouw sudah duduk bersila dan tenggelam
dalam samadhi.
Tiba-tiba batu itu bergerak.
Bahkan bergeser! Cepat Kian Lee menyambar lengan nikouw itu, dibawanya meloncat
turun dan mereka lalu bersembunyi di balik batu karang yang besar, dan
mengintai dengan mata terbelalak heran dan kaget. Batu yang tadi mereka duduki
itu terus bergeser, terdengar suara berderit dan ternyata di bawah batu itu
terdapat sebuah lubang yang besar. Sebuah mulut terowongan! Kiranya batu yang
mereka jadikan tempat mengaso itu merupakan sebuah pintu rahasia!
Terdengar suara orang dan
munculah belasan orang dari dalam lubang, dikepalai oleh seorang kakek berusia
enam puluh tahun lebih yang bertubuh kecil dan pendek. Orang ini sikapnya
tenang dan angkuh, tanda bahwa dia adalah seorang yang memiliki kekuasaan di
antara teman-temannya itu. Dan kenyataannya memang demikianlah. Dua orang anak
buahnya cepat-cepat membersihkan permukaan batu yang menjadi pintu itu dengan
sapu tangan, mengebut bersih debu yang menempel di atas batu itu dan
mempersilakan kakek bertubuh kecil pendek itu untuk duduk di situ. Sedangkan
dua belas orang anak buah itu hanya duduk sembarangan saja di sekitar tempat
itu.
‘Ji-pangcu (Ketua ke Dua),
apakah para tamu sudah akan datang?! seorang yang duduk paling dekat bertanya.
Kakek kecil itu mengangguk.
Dengan mata disipitkan dia memandang ke depan, merenung jauh. ‘Tadi sudah ada
tanda rahasia bahwa mereka akan datang, maka kita harus berslap-siap
menyambutnya di sini.
Kian Lee dan Liang Wi Nikouw
masih bersembunyi di balik batu karang besar, mendekam, mengintai dan
mendengarkan dengan perasaan tegang. Mereka sudah bersepakat untuk tidak
sembarangan turun tangan sebelum dapat menyelamatkan Nona Phang dan ‘paman!
Hok, karena kalau mereka itu belum diselamatkan lebih dulu, tentu sukar bagi
mereka untuk turun tangan.
Tak lama kemudian, dari jauh
terdengar suara suitan nyaring sekali. Orang yang disebut Ji-pangcu itu bangkit
berdiri, lalu dia pun mengeluarkan suara melengking nyaring sebagai sambutan.
Diam-diam Kian Lee menilai bahwa orang tua pendek kecil ini memiliki khikang
yang cukup tangguh, maka dia makin berhati-hati.
Terdengar kini suara kaki kuda
berderap dan tak lama kemudian, munculiah seorang kakek yang diiringkan oleh
dua puluh orang yang berpakaian seperti jago-jago silat. Kakek itu bersikap
gagah dan segera disambut oleh Ji-pangcu. Setelah saling menjura, kakek
pemimpin rombongan ini mengeluarkan sehelai kartu yang cepat diterima oleh
Ji-pangcu. Setelah membaca tulisan di atas kartu itu, Ji-pangcu segera menjura
lagi dan berkata hormat, ‘Kiranya Boan-wangwe (Hartawan Boan) yang datang!
Selamat datang di Lembah Kui-liong-pang!!
Kakek yang disebut Hartawan
Boan ini memandang si kakek kecil pendek penuh perhatian, kemudian tertawa,
‘Haha-ha, biarpun baru sekarang saling berjumpa, namun kami telah mendengar
nama besar dari Khiu-pangcu (Ketua Khiu). Benarkah dugaan kami?!
Kakek pendek kecil itu pun tertawa.
‘Tepat sekali dugaan Boan-wangwe. Silakan masuk!! Ji-pangcu atau juga disebut
Khiu-pangcu itu mempersilakan dengan tangan kanannya dan masuklah Hartawan Boan
bersama anak buahnya melalui pintu terowongan itu, diantar oleh seorang di
antara dua belas anak buah yang berjaga di luar pintu terowongan itu.
Boan-wangwe itu sebenarnya
adalah seorang bekas kepala bajak yang amat terkenal, lihai dan juga
berpengaruh. Akan tetapi kini dia tidak pernah menjadi pembajak lagi karena dia
sudah menjadi seorang pedagang besar, dagangannya adalah.... ikan yang
dihasilkan oleh sungai cabang Huang-ho itu. Akan tetapi dia sendiri bukanlah
nelayan dan semua nelayan dari belasan desa di sepanjang sungai itu harus
menjual ikan hasil tangkapan mereka kepada Boan-wangwe! Tentu saja dengan harga
rendah! Dan tidak ada seorang pun berani menentangnya karena Boan-wangwe selain
terkenal mempunyai banyak tukang pukul jagoan, juga terkenal murah hati dalam
hal memberi pinjaman dengan bunga-bunga yang mencekik leher. Dan hampir semua
nelayan sudah mempunyai hutang padanya. Dia bersedia memberi hutang berupa
jala, perahu dan lain-lain keperluan dengan janji bahwa semua hasil tangkapan
nelayan itu harus disetorkan kepadanya dengan pengganti sedikit uang lelah!
Pendeknya, hartawan she Boan bekas kepala bajak ini merupakan seorang pemeras
hebat di sepanjang sungai itu dan kekuasaannya seperti raja saja di kalangan
para nelayan.
Kian Lee dan nikouw tua itu
mengintai terus dan tak lama kemudlan, kembali terdengar suitan nyaring dan
seperti juga tadi, Ji-pangcu menjawab dengan suara melengking. Kiranya suitan
nyaring itu adalah tanda rahasia dari penjaga di sebelah depan untuk memberi
tahu akan datangnya tamu. Munculiah rombongan ke dua dan rombongan ini terdiri
dari sepuluh orang yang mengawal dua orang yang memikul sebuah tandu. Cara
mereka datang juga amat aneh dan mengagumkan karena dua orang pemikul tandu itu
memikul sambil berloncatan dengan tubuh ringan dan gesit bukan main, demikian
pula sepuluh orang pengikut atau pengiring itu semua menggunakan ginkang yang
mengagumkan berloncatan dengan ringan sekali seolah-olah yang datang ini adalah
sekumpulan burung yang aneh atau sekumpulan kucing yang berloncatan dari batu
ke batu dengar gerakan yang cepat sekali!
Setelah tiba di depan Ji-pangcu,
tandu atau joli diturunkan dan keluarlah seorang gadis yang cantik sekali,
berpakaian serba merah muda yang merah tereng dan di punggungnya terdapat
sebatang pedang yang gagang dan sarungnya terukir indah, dihias dengan
ronce-ronce merah tua.
Melihat gadis cantlk ini,
Ji-pangcu segera menyambut sambil tertawa. ‘Selamat datang, Ang-siocia!
Kiranya Siocia yang datang mewakili Hek-sin Touw-ong (Raja Maling Sakti
Hitam)?!
Nona itu tersenyum manis dan
menjura. ‘Benar, Khiu-pangcu. Suhu sedang banyak urusan maka mengutus aku
untuk mewakilinya.! Dia mengeluarkan sebuah kartu nama seperti tadi dan segera
diperkenankan masuk dengan penuh keramahan dan diantar pula oleh seorang anak
buah Kui-liong-pang.
Senja mulai mendatang dan
cuaca makin gelap. Akan tetapi, setelah malam tiba, bulan muncul sore-sore dan
menjadi pengganti langsung dari matahari sehingga biarpun cuaca tidak seterang
siang hari, namun cukup terang karena langit bersih dari awan mendung. Kian Lee
dan Liang Wi Nikouw masih bersembunyi karena maklum bahwa tentu masih ada
tamu-tamu lain, buktinya Ji-pangcu masih menanti di situ bersama anak buahnya.
Mereka diam-diam merasa heran sekali karena tidak mengerti apa yang terjadi di
lembah bawah sana sehingga orang-orang aneh berdatangan mengunjunginya.
Tak lama kemudian, munculiah
seorang laki-laki tinggi besar, tanpa pengawal. Juga kedatangannya didahului
oleh suitan tanda rahasia. Ji-pangcu cepat menyambutnya dan ternyata pendatang
baru ini adalah kenalan lama karena mereka berjabat tangan dan bersendau-gurau.
Oleh Ji-pangcu, orang itu disebut Toat-beng Sin-to Can Kok Ma (Golok Sakti
Pencabut Nyawa), seorang perampok tunggal yang terkenal. Seperti yang
lain-lain, perampok tunggal tinggi besar ini diperkenankan masuk setelah
menyerahkan surat pengenal atau surat berupa kartu rahasia. Kemudian banyak
lagi orang-orang aneh berdatangan dan mereka semua itu agaknya merupakan
orang-orang golongan hitam atau kaum sesat yang rata-rata memiliki sikap aneh
dan kepandaian tinggi. Ada pula serombongan yang datang dengan perahu-perahu
mereka.
Kemudian, sampai lama tidak
ada tamu datang dan Kian Lee diam-diam menduga bahwa agaknya. kini semua tamu
sudah datang. Demikian pula dengan Ji-pangcu dan anak buahnya, mereka mulai
tidak sabar dan kelihatan ingin segera masuk ke dalam terowongan itu karena
menanti di situ berarti dikeroyok nyamuk yang bukan main banyaknya.
Tiba-tiba terdengar suara riak
air dan munculiah beberapa buah perahu dari dalam air! Dan belasan orang
berlompatan dari permukaan air sambil menyeret perahu mereka. Hebatnya,
pemimpin mereka, seorang kakek yang rambutnya awut-awutan dan berwarna dua,
meloncat sambil mengempit perahunya dengan kedua kaki, seperti orang menunggang
kuda dan kini perahu itu mendarat dengan empuknya di atas batu karang, seolah-olah
batu karang itu hanya kasur saja!
Kian Lee terkejut sekali.
Orang ini pun kepandaiannya hebat, pikirnya. Akan tetapi, sebelum hilang
kagetnya, dia melihat bayangan hitam meluncur turun di atas dan hampir saja
pemuda ini berseru saking herannya. Dia mengenal benda itu, yang sama dengan
burung Rajawali Pulau Es. Benda yang meluncur itu, yang orang lain hanya
kelihatan sebagai tanda hitam yang meluncur turun, dikenal oleh Kian Lee
sebagai seekor burung juga, burung yang besar sekali, akan tetapi bukan
rajawali, melainkan garuda yang agak berbeda dengan Rajawali Pulau Es, akan
tetapi sama besarnya! Dan ketika burung itu melayang setinggi pohon, tiba-tiba
dari atas punggung burung itu melayang turun sesosok bayangan manusia dan
dengan enaknya orang ini hinggap di atas batu karang di depan Khiu pangcu.
‘Kau boleh pergi!! Suara itu
merdu sekali, ditujukan kepada burung yang masih melayang-layang dan burung itu
memekik kegirangan lalu terbang pergi. Ternyata dia adalah seorang gadis yang
berpakaian serba hitam yang luar biasa cantiknya, demikian cantiknya sampai
Khiu-pangcu dan anak buahnya menjadi bengong!
Dengan gerakan sembarangan
gadis itu terbang pergi. Tampak sebuah tali yang panjang berwarna hitam
meluncur turun dari burung itu dan kini tali itu tepat mengenai tangan si gadis
dan melingkar-lingkar. Khiu-pangcu dan anak buahnya makin terkejut. Ternyata
benda itu bukan tali melainkan dua ekor ular hitam! Akan tetapi dua ekor ular
yang panjang bukan main, sungguhpun besarnya hanya sebesar ibu jari kaki.
Gadis itu menengok ke kanan
kiri dan ketika sinar bulan menimpa wajahnya yang benar-benar luar biasa
cantiknya itu, Suma Kian Lee terkejut dan berbisik, ‘Ahhh.... dia....?!
Liang Wi Nikauw berbisik,
‘Engkau kenal padanya, Kongcu?!
‘Tidak.... eh, rasanya sudah
pernah melihatnya....!
‘Pinni pun belum pernah
jumpa, akan tetapi melihat burung itu, dan ular-ular itu, pinni pernah
mendengar Subo bercerita tentang ketua Pulau Neraka dan puterinya. Agaknya
dialah puteri dari Pulau Neraka yang tadinya pinni kira hanya dongeng belaka.!
Makin yakin kini hati Kian
Lee. Tidak salah lagi, gadis itu adalah Hwee Li! Puteri dari Hek-tiauw Lo-mo
ketua Pulau Neraka. Ahhh, lima tahun tidak bertemu, kiranya Hwee Li telah
menjadi seorang gadis yang luar biasa.... cantiknya dan juga lihainya. Namun
cara gadis itu muncul, dan ular-ular itu membuat Kian Lee bergidik ngeri.
Kakek yang mengepalai
rombongan perahu itu, setelah melompat turun dari atas batu karang dan
meninggalkan perahunya di situ, cepat menghormat kepada Khiu-pangcu, agaknya
tidak mempedulikan gadis yang baru turun dari burung garuda tadi, ia
menyerahkan kartu undangan seperti yang lain-lain tadi. Akan tetapi pada saat
yang hampir bersamaan, gadis itu pun sudah melemparkan kartu undangan itu ke
arah Khiu pangcu. Kartu undangannya berputar seperti hidup dan menyambar turun
ke arah tangan Khiu-pangcu yang sedang diulur untuk menerima kartu undangan
yang diserahkan oleh kakek pemimpin rombongan perahu.
‘Plakkk! Ahhhhh....!!
Khiu-pangcu terkejut karena tiba-tiba saja ada kartu undangan menimpa tangannya
yang diulur dan berbareng dia menerima pula kartu undangan yag diserahkan oleh
kakek itu.
Kini kakek itu yang
mengerutkan alisnya menyaksikan perbuatan nona itu, melangkah ke arah lubang
terowongan, akan tetapi ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu nona cantik itu
pun sudah mendahuluinya hendak memasuki lubang terowongan! Kiranya nona ini
tidak mau didahului orang!
!Ah, aku yang datang lebih
dulu!! Kakek itu menjadi penasaran dan kakinya menendang sebongkah batu besar
yang berat sekali. Batu itu meluncur dan menghalang di depan si gadis cantik
menutupi lubang.
‘Brakkkkk!! Gadis itu
menggerakkan tangan kirinya ke arah batu dan batu sebesar perut kerbau hamil
itu pecah berantakan!
Dengan mata melotot, gadis itu
pun menendang sebongkah batu besar yang menyambar ke arah kakek itu. Kakek itu
mendengus, bukan menyambut dengan tangan. atau mengelak, melainkan menyambut
dengan kepalanya!
‘Dukkk!! Batu karang besar
itu kena disundul kepalanya dan mencelat ke kiri, jauh sekali dan pecah
berhamburan menimpa batu karang lain!
‘Huh, hendak kulihat sampai
di mana kerasnya kepalamu!! Gadis itu sudah melangkah maju dan kakek itu pun
dengan marah sudah siap menandinginya.
‘Bocah tak tahu aturan!!
bentaknya.
Khiu-pangcu cepat melerai di
antara mereka dan menjura. ‘Harap Ji-wi suka menghabiskan perkara kecil ini
di antara orang-orang sendiri. Nona, sahabat ini adalah Tiat-thouw Sin-go
(Buaya Sakti Berkepala Besi), dan bernama Thio Sui Lok, ketua Sin-go-pang (Perkumpulan
Buaya Sakti). Dan Saudara Thio, Nona ini mewakili Locianpwe Hek-tiauw Lo-mo
dari Pulau Neraka. Oleh karena itu, harap saudara suka mengalah.!
Biarpun hatinya masih
penasaran, akan tetapi mendengar nama Hek-tiauw Lo-mo, terkejut juga hati si
Kepala Besi itu dan dia diam saja, akan tetapi matanya masih bersinar marah.
‘Silakan, Nona,! kata Khiu-pangcu dan sambil mendengus dan mengerling ke arah
rombongan perahu itu, tak lupa tersenyum mengejek, nona cantik jelita itu lalu
memasuki pintu terowongan dan menghilang.
‘Sombong...., bocah
sombong....!! Thio Siu Lok yang selamanya dihormat orang dan baru sekarang
menerima perlakuan yang tidak menghormat, bersungut-sungut akan tetapi akhirnya
dia masuk juga bersama anak buahnya.
Melihat sikap Hwee Li, Kian
Lee menggeleng kepalanya dan menghela napas panjang. Masih teringat dia betapa
dahulu, dia terluka oleh senjata rahasia peledak dari Siluman Kucing Mauw Slauw
Mo-li yang menjadi bibi guru gadis itu sendiri, kemudian dia diselamatkan,
disembunyikan dan diobati oleh seorang gadis cilik yang jenaka dan cerdik.
Gadis cilik itu adalah Hwee Li yang sekarang telah menjadi seorang gadis
dewasa, namun masih saja belum hilang sifatnya seperti kanak-kanak yang bengal
dan suka menggoda orang. Namun harus dia akui bahwa gadis itu sekarang amat
1ihai. Pukulannya yang menghancurkan batu tadi benar-benar mengejutkan dan
mengerikan.
Kini agaknya para tamu telah
datang semua, atau demikian persangkaan Khiu-pangcu karena buktinya dia
meninggalkan tempat itu dan masuk melalui terowongan sambil meninggalkan pesan
kepada belasan orang anak buahnya agar suka berjaga di situ kalau-kalau masih
ada tamu yang datang terlambat.
‘Kalau kalian sudah
mendengar tanda dari bawah, barulah kalian semua masuk dan tutup pintu
terowongan,! demikian pesan pangcu ke dua dari Huang-ho Kui-liong-pang itu
kepada para anak buahnya yang berjumlah dua belas orang.
‘Baik, jangan khawatir,
Ji-pangcu!! jawab seorang di antara mereka yang kumisnya kecil panjang
berjuntai ke bawah lucu sekali. Agaknya si kumis panjang ini adalah kepala regu
penjaga itu.
Kian Lee melihat kesempatan
baik ini lalu berbisik kepada Liang Wi Nikouw itu. mengangguk-angguk. Kian Lee
lalu mengambil beberapa butir batu kerikil kecil dan menggunakan jari tangannya
menyentil sebutir batu kerikil ke arah siku seorang penjaga yang berdiri dekat
kepala regu kumis panjang itu pada saat si kumis panjang sedang membetulkan
sepatunya. Batu kerikil itu tepat menotok siku si penjaga dan otomatis
lengannya bergerak ke depan.
‘Plakkk!! Tanpa dapat
dicegah lagi tangannya memukul ke depan dan mengenai kepala si kumis panjang.
‘Eh, setan! Kau berani
menempiling kepalaku, heh? Si penjaga tak dapat menjawab karena dia sendiri
tidak mengerti mengapa tangannya secara tiba-tiba tanpa dapat dikendalikannya
lagi tadi bergerak menampar kepala si kumis di depannya itu. Si kumis panjang
marah dan mengayun tangannya menampar pipi bawahannya.
‘Plokkkkk!! Pipi yang
digablok itu menjadi merah, akan tetapi anehnya, pada saat pipinya digablok,
penjaga itu mengerahkan kaki kanannya ke depan, padahal bukan niatnya demikian.
Ternyata Kian Lee telah menyentil sebutir kerikil yang mengenai sambungan lutut
penjaga itu sehingga secara otomatis kakinya menendang ke depan.
‘Ngekkk....!! Kebetulan
sekali gerakan kaki itu membuat lutut si penjaga menghantam selangkangan si
kepala penjaga berkumis panjang.
‘Aduhhhhh....!! Si kumis
panjang menggunakan tangan kiri mendekap selangkangannya dan meringis
kesakitan, marahnya bukan kepalang dan dengan tangan kiri mendekap selangkangan
sambil terpincang-pincang, dia menggunakan tangan kanannya memukuli penjaga
itu.
Seorang penjaga lain yang
menyaksikan perkelahian ini, cepat meloncat untuk melerai. Akan tetapi selagi
dia meloncat, sebutir kerikil menyambar dan mengenai punggungnya. Seketika
tubuhnya menjadi lemas, dia kehilangan tenaganya dan tanpa dapat dicegah lagi
dia menubruk si kepala penjaga yang sedang marah.
‘Bresssss....!!
‘Eh, keparat....! Kalian
mengeroyok! Pemberontakan!! Kepala penjaga itu kini menjadi marah sekali dan
dia mengamuk, setiap ada anak buahnya mendekat tentu dipukulnya karena dia
menyangka bahwa mereka itu hendak mengeroyoknya. Kacau-balau di depan pintu
terowongan itu dan semua penjaga berusaha untuk menenangkan si kepala penjaga yang
mereka sangka kemasukan roh jahat! Karena keributan ini, mereka sama sekali
tidak melihat betapa ada dua sosok bayangan yang amat cepat gerakannya telah
menyelinap masuk ke dalam lubang terowongan itu tanpa memperlihatkan kartu
undangan!
Kian Lee dan Liang Wi Nikouw
berjalan memasuki terowongan dengan cepat namun dengan hati-hati sekali. Lorong
terowongan itu menurun dan agak gelap karena hanya diterangi oleh lampu-lampu
minyak yang dipasang di sepanjang dinding terowongan. Setiap sepuluh meter
terdapat seorang penjaga yang berdiri dengan tombak di tangan. Penjaga pertama
yang mendengar ada ribut-ribut di luar, lupa akan tugasnya memeriksa kartu
undangan.
‘Apakah yang terjadi di
luar?! tanyanya.
‘Di luar ada pemberontakan.
Cepat saudara ke luar!! kata Kian Lee. Penjaga itu terkejut dan cepat berlari
ke luar. Kian Lee dan Liang Wi Nikouw terus berjalan masuk dan kepada penjaga
ke dua dan ke tiga, Kian Lee berhasil menarik perhatian mereka dengan berita
pemberontakan itu sehingga mereka pun bergegas lari keluar menyeret tombak
mereka.
Akan tetapi penjaga ke empat
yang berada di sebuah tikungan, menghardik, ‘Harap Ji-wi perlihatkan kartu
undangan Ji-wi!! Penjaga ini agaknya sudah merasa kesal berjaga terus di situ
maka biarpun sikapnya masih menghormat, namun suaranya sudah tidak ramah lagi
terhadap para tamu.
Kian Lee pura-pura merogoh
saku dan mendekati penjaga itu. Tangannya keluar dari saku bukan untuk
menyerahkan kartu undangan, melainkan untuk bergerak cepat menotok sehingga
penjaga itu roboh sebelum sempat berteriak. Kian Lee dan Liang Wi Nikouw terus
masuk makin dalam dan kini para penjaga makin berkurang, jarak penjaga makin
jauh sehingga mudah bagi Kian Lee untuk merobohkan setiap orang penjaga tanpa
ada yang mengetahuinya.
Akhirnya mereka keluar dari
terowongan dan tiba di tempat terbuka, di lembah itu yang ternyata penuh dengan
bangunan rumah-rumah yang dibagi menjadi dua kelompok, dipisahkan oleh sebuah
lapangan yang luas yang terletak di tengah-tengah. Kian Lee dan Liang Wi Nikouw
menyelinap di antara bangunan-bangunan itu sambil memeriksa keadaan dengan
hati-hati sekali. Dengan isyarat tangannya, Kian Lee mengajak nikouw tua itu
untuk meloncat naik ke atas wuwungan sebuah bangunan besar dan dari atas
wuwungan ini mereka mengintai. Sinar bulan cukup terang sehingga mereka dapat
meneliti keadaan di lembah itu.
Kelompok bangunan di sebelah
kiri terdiri dari rumah-rumah biasa dengan kebun-kebun yang rimbun dan subur,
di mana selain terdapat banyak pohon-pohon yang berbuah, juga terdapat sayur-sayuran
dan bunga-bungaan. Akan tetapi kelompok ke dua yang berada di sebelah kanan itu
sangat aneh bentuknya. Rumah-rumah di kelompok ini bangunannya seperti
tempurung yang tertelungkup dan tidak nampak pintu atau jendela biasa, hanya
kelihatan sebuah lubang yang agaknya merupakan pintu. Anehnya, di sekitar
rumah-rumah luar biasa ini tidak terdapat sebatang pun pohon atau
tumbuh-tumbuhan. Bahkan tanahnya kelihatan putih kering ditimpa sinar bulan,
retak-retak seperti tanah kapur.
Dari wuwungan itu, nampak para
tamu berkumpul di lapangan, yaitu lapangan luas di antara dua kelompok rumah
itu. Selain penerangan yang didapat dari sinar bulan, juga di situ dipasangi
banyak lampu dan lentera besar sehingga cuaca cukup terang. Para tamu yang
banyak juga jumlahnya telah berkumpul di situ duduk di kursi yang diatur
menjadi lingkaran besar yang kesemuanya menghadap ke tengah lapangan di mana
terdapat semacam panggung tempat duduk fihak tuan rumah dan para tamu
kehormatan. Kian Lee mencari-cari dengan pandang matanya, akan tetapi dia tidak
menemukan Cui Lan dan Hok-taijin di antara para tamu. Kembali dia memandang ke
arah panggung dan melihat Khiu-pangcu dan beberapa orang lain yang tidak
dikenalnya. Banyak orang aneh di situ, di antaranya terdapat seorang yang bertubuh
tinggi tegap, usianya tidak lebih dari tiga puluh tahun, kulitnya gelap coklat,
hidungnya mancung agak melengkung dan matanya cekung ke dalam, alisnya tebal,
dan jelas bahwa dia bukanlah orang Han aseli, melainkan ada miripnya dengan
orang India. Di belakangnya duduk banyak pengawalnya, rata-rata bertubuh tinggi
dan lengannya berbulu. Kian Lee menduga bahwa mereka ini tentu orang-orang
Nepal, melihat dari pakaian dan juga sorban mereka. Hanya orang muda berpakaian
indah di depan itulah yang tidak bersorban. Selain mereka, masih banyak
terdapat orang-orang aneh yang dilihatnya tadi memasuki terowongan.
Dengan hati-hati Kian Lee lalu
mengajak Liang Wi Nikouw turun dan mempergunakan kesempatan selagi para tamu
masih hilir-mudik karena agaknya pertemuan itu belum dimulai, untuk menyelinap
masuk di antara para tamu dan memilih tempat duduk di bagian para tamu
perorangan yang tidak merupakan rombongan. Dengan demikian, maka mereka
bercampur dengan tamu-tamu yang tidak saling mengenal sehingga mereka pun tidak
menarik perhatian, sungguhpun ada beberapa orang di antara mereka yang
memandang ke arah Liang Wi Nikouw dengan curiga. Akan tetapi, Liang Wi Nikouw
yang sudah berpengalaman itu maklum bahwa dia menghadiri pertemuan orang-orang
dari golongan hitam, maka sengaja dia tersenyum-senyum dan ‘memasang! muka
bengis, sehingga semua orang menduga bahwa dia pun seorang anggauta kaum sesat
yang bersembunyi di balik kedok nikouw! Dia dan Kian Lee lalu menanti dengan
hati berdebar, tidak tahu apa yang akan terjadi dan mengapa demikian banyaknya
tokoh-tokoh lihai dari golongan hitam berkumpul di situ.
Akan tetapi yang dicari-cari
oleh Kian Lee sejak tadi adalah Cui Lan dan Hok-taijin dan selagi dia
menduga-duga di mana kiranya dua orang itu ditahan, tiba-tiba terdengar bunyi
canang dipukul di tengah-tengah lapangan itu. Semua orang memperhatikan ke
tengah lapangan karena bunyi canang itu menandakan bahwa pertemuan mulai
dibuka. Bulan bersinar terang tanpa halangan awan, menimpa muka semua tamu yang
diangkat memandang ke arah panggung untuk menanti siapa yang akan muncul
sebagai pembuka acara dan terutama sekali untuk melihat wajah tuan rumah. Tidak
ada seorang pun di antara para tamu itu yang pernah bertemu dengan ketua
Huang-ho Kui-liong-pang, sungguhpun mereka semua telah mendengar bahwa ketua
itu adalah seorang yang luar biasa lihainya, seorang aneh yang baru kurang
lebih dua tahun ini menjadi ketua Kui-liong-pang. Tadinya, ketua dari
Kui-liong-pang adalah Khiu-pangcu itulah. Akan tetapi semenjak munculnya tokoh
aneh yang berilmu tinggi itu bersama belasan orang anak buahnya yang rata-rata
juga berilmu tinggi, Khiu Sek lalu menggabungkan diri dan tokoh luar biasa itu
diangkat menjadi ketua pertama sedangkan dia sendiri cukup puas menjadi ketua
ke dua saja. Maka kini semua tamu ingin sekali melihat bagaimana macamnya ketua
yang kabarnya merupakan seorang tokoh luar biasa itu.
Akan tetapi, ternyata yang
bangkit berdiri dari kursinya dan kini berjalan ke tengah panggung adalah Khiu
Sek atau Khiu-pangcu sendiri. Setelah menjura ke empat penjuru, memberi hormat
kepada semua tamu kehormatan yang duduk di panggung, Khiu-pangcu lalu berkata,
‘Cu-wi sekalian yang terhormat. Pertama-tama atas nama pangcu kami dan
seluruh perkumpulan Kui-liong-pang, kami menghaturkan selamat datang dan terima
kasih atas kehadiran Cu-wi sekalian. Sebelum maksud undangan kami kepada Cu-wi
kami bentangkan secara jelas, lebih dulu kami ingin memperkenalkan perkumpulan
kami kepada Cu-wi.!
Selanjutnya, dengan suara
lantang Khiu-pangcu lalu memperkenalkan perkumpulannya, betapa dua tahun yang
lalu perkumpulannya menjadi makin kuat setelah memperoleh seorang ketua baru
yang amat sakti. Betapa kemudian rombongan dari Gunung Cemara, perkumpulan
wanita Hek-eng-pang menjadi iri dar timbul bentrokan di antara mereka sehingga
terjadi pertempuran besar.
‘Karena munculnya seorang
tokoh rahasia yang hanya kami kenal dengan sebutan Siluman Kecil, pertempuran
itu dapat dihentikan dan ketua kami berkenan mengampuni Hek-eng-pang. Akan
tetapi akhir-akhir ini mereka kembali mencari gara-gara dengan mencoba untuk
merebut mangsa kami, yaitu harta pusaka dari keluarga Jenderal Kao Liang yang
mengundurkan diri! Kembali Khiu Sek menceritakan semua peristiwa mengenai
perebutan harta pusaka keluarga Jenderal Kao itu.
‘Gara-gara ikut campurnya
fihak Hek-eng-pang yang hendak merebut mangsa kami, maka semua usaha menjadi
gagal dan baru-baru ini kami telah mengirim pasukan untuk menghukum
Hek-eng-pang dan membakar tempat mereka! Betapapun juga, mangsa kami itu telah
lolos dan harta pusaka itu lenyap tanpa bekas, kami dan Hek-eng-pang yang
bentrok sendiri tidak ada yang mendapatkannya.!
‘Hi-hi-hik!! Suara tertawa
merdu seorang wanita itu memecahkan kesunyian dan terdengar jelas sekali. Semua
orang menengok ke arah suara ini, juga Khiu-pangcu dengan alis berkerut menoleh
ke arah gadis cantik jelita yang berpakaian serba merah muda itu, karena yang
tertawa adalah gadis cantik ini. Biarpun dia sudah tidak tertawa lagi, akan
tetapi gadis ini masih menutupi mulutnya dengan tangan, dan matanya berseri
menahan kegelian hatinya.
Merah muka Khiu Sek karena dia
merasa ditertawakan. Akan tetapi, sebagai seorang tuan rumah, dia menahan
kemarahannya dan dengan suara lantang dia menegur, ‘Harap Ang-siocia suka
menjelaskan mengapa mentertawakan kami?! Lalu ditambahkannya untuk
memperkenalkan nona itu kepada para tamu, ‘Cu-wi sekalian, yang baru saja
tertawa adalah Ang-siocia, murid yang mewakili gurunya hadir di sini, yaitu
Hek-sin Tou-wong!!
Mendengar nama Hek-sin
Touw-wong, semua orang memandang kagum. Raja Maling itu terkenal sekali, dan
baru sekarang mereka melihat bahwa Raja Maling yang menyeramkan itu mempunyai
seorang murid yang demikian cantiknya, yang pakaiannya serba merah muda dan
rapi sehingga kelihatan seperti seorang gadis bangsawan saja!
Melihat dia diperkenalkan dan
ditegur, Ang-siocia, gadis she Ang yang hanya dikenal sebagai Nona Ang
(Ang-siocia) itu, bangkit berdiri dan berkata lantang, sama sekali tidak
kelihatan jerih, ‘Itulah jadinya kalau dua ekor anjing memperebutkan tulang!
Keduanya babak-bundas akan tetapi tulangnya dibawa kabur orang lain!!
Tentu saja Khiu-pangcu menjadi
makin marah dan penasaran. Tadi dia ditertawakan dan kini malah disamakan
dengan anjing! Akan tetapi, dia masih menahan kemarahannya, hanya bertanya
dengan suara yang nadanya kaku dan dingin, ‘Kalau menurut pendapatmu,
bagaimana baiknya, Nona?!