Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------
Bab 31 - Rumah Raja Maling
Ahhhhh....?! Agaknya orang she
Kwa ini pernah mendengar julukan ini, maka dia memandang dengan mata terbelalak
dan mukanya berubah pucat.
Maaf, kami tidak tahu....!
katanya.
Sudahlah, mari kita jalan,!
kata Tek Hoat tidak sabar.
Di sepanjang perjalanan
memasuki hutan itu, dengan ramahnya Hong Kui bercakap-cakap dengan orang she
Kwa dan beberapa orang anak buah bajak yang muda-muda, beramah-tamah dan
kadang-kadang mereka berkelakar dengan omongan-omongan yang kotor sehingga Tek
Hoat merasa makin muak.
Tibalah mereka kini di tengah
hutan yang berada di tepi tebing yang agak tinggi. Dari sini nampak Teluk
Po-hai terbuka luas di depan. Memang tempat ini merupakan tempat yang paling
indah dan juga paling tepat untuk dijadikan sarang para bajak laut itu karena
dari tepi tebing mereka dapat melihat keadaan di seluruh Teluk Po-hai, melihat
perahu-perahu yang seperti semut-semut kecil hitam di teluk itu. Dari sini
mereka dapat melihat dan mengenal kapal-kapal besar yang patut mereka hadang
dan mereka bajak, juga mereka dapat mengadakan pengawasan terhadap anak buah
mereka. Tempat yang amat cocok untuk menjadi sarang bajak laut!
Bajak laut itu terdiri dari
tiga puluh orang lebih, dipimpin oleh dua orang kakak beradik yang disebut twa-ong
dan ji-ong sebagai ketua atau raja pertama dan ke dua. Mereka itu bernama Ma
Khong dan Ma Ti Lok, dua orang kakak beradik yang bertubuh tinggi besar, kokoh
kuat, dan memiliki ilmu golok yang cukup hebat sehingga mereka sejak belasan
tahun telah terkenal sebagai kepala-kepala bajak yang ditakuti dan disegani.
Kini mereka hanya mau membajak kapal-kapal asing, tidak mau mengganggu
perahu-perahu nelayan dan pedagang pedalaman karena mereka tidak berani
menghadapi hukuman pemerintah. Akan tetapi, hal ini malah menguntungkan mereka
karena para pedagang dan nelayan tidak segan-segan untuk membagi hasil
keuntungan! kepada mereka asal para bajak itu tidak mengganggu pekerjaan mereka
itu.
Ketika melihat munculnya Hong
Kui, Ma Khong dan Ma Ti Lok menjadi gembira bukan main, demikian pula para anak
buah mereka. Tek Hoat dapat mudah saja menduga bahwa di antara Hong Kui dan dua
orang kakak beradik yang gagah dan cukup tampan itu tentu terdapat hubungan
gelap, dan juga dengan banyak anak buah mereka termasuk orang she Kwa tadi.
Dugaan itu memang benar. Lauw
Hong Kui adalah seorang wanita yang gila laki-laki, seorang wanita yang
diperhamba oleh nafsu berahinya sehingga menjadi tidak normal lagi. Dia merasa
tersiksa kalau terlalu lama tidak ditemani pria, maka ketika dia melakukan
perjalanan bersama Tek Hoat yang tidak mau melayaninya, dia merasa amat
tersiksa. Dan wanita yang seperti iblis betina ini memiliki kebiasaan yang
mengerikan pula, yaitu dia akan membunuh setiap orang pria yang sudah
memuaskannya semalam suntuk, yaitu pria yang asing baginya karena dia tidak mau
kalau pria itu akan menceritakan semua pengalamannya dan membuat namanya
sebagai seorang wanita tercemar. Akan tetapi, tentu saja dia tidak akan
membunuh pria-pria yang menjadi sahabatnya, yang akan merahasiakan dan menjaga
namanya seperti para bajak yang telah menjadi teman-temannya sejak belasan
tahun yang lalu ini. Ada pula yang dibunuhnya secara tidak sengaja, yaitu kalau
dia bertemu dengan seorang pria yang benar-benar memuaskan hatinya dan amat menyenangkannya
sehingga dia akan terus merayu pria ini, dan memaksanya bermain cinta sampai
pria itu tewas! Dan dengan ilmunya yang luar biasa, Siluman Kucing ini bisa
saja memaksa pria melayani dan memuaskan nafsunya yang tak kunjung padam itu
sampai pria itu mati.
Ketika Hong Kui memperkenalkan
Ang Tek Hoat sebagai Si Jari Maut, dua orang kepala bajak itu bersikap hormat
kepada pemuda ini. Mereka lalu mengadakan pesta perjamuan untuk menyambut
kedatangan Hong Kui dan Tek Hoat. Mereka makan minum dengan gembira dan
beberapa kali Tek Hoat memberi isyarat kepada Hong Kui untuk cepat menceritakan
maksud kedatangan mereka. Akan tetapi Hong Kui akhirnya berbisik kepadanya,
Tidak perlu tergesa-gesa, nanti setelah makan minum selesai.!
Tek Hoat merasa mendongkol, akan
tetapi tentu saja dia tidak dapat memaksa. Setelah ruangan itu dibersihkan dan
mereka duduk mengobrol, barulah Hong Kui berkata kepada dua orang kepala bajak
itu, Twa-ong dan Ji-ong, sebetulnya kedatangan kami ini selain terdorong oleh
rasa rindu hatiku terhadap semua teman di sini, juga kami bermaksud minta
bantuanmu untuk urusan sahabatku Si Jari Maut ini, urusan yang amat penting.!
Ma Khong dan Ma Ti Lok
memandang kepada Tek Hoat penuh perhatian. Pemuda sakti ini pun balas memandang
mereka. Ma Khong adalah seorang laki-laki yang tinggi besar dan agak pendek,
usianya kurang lebih empat puluh tahun, matanya lebar dan kumisnya lebat.
Adiknya, Ma Ti Lok, berusia tiga puluh lima tahun, tubuhnya kekar dan jangkung,
mukanya bersih tidak ada brewoknya karena tercukur rapi, rambutnya panjang dan
hitam dijalin menjadi kuncir besar. Seperti juga kakaknya, tubuhnya berotot dan
nampaknya kuat sekali. Di lain fihak, dua orang kepala bajak itu memandang Tek
Hoat dengan ragu-ragu, karena mereka merasa sukar untuk percaya apakah pemuda
yang kelihatan amat muda dan lemah ini benar-benar Si Jari Maut yang demikian
menggemparkan? Tentu saja mereka bukan tidak percaya bahwa mungkin saja seorang
pemuda yang kelihatan lemah memiliki kepandaian hebat, karena mereka tahu bahwa
Lauw Hong Kui, seorang wanita yang cantik jelita itu pun kepandaiannya hebat
bukan main, jauh melebihi kepandaian mereka sendiri.
Urusan apakah itu, Lihiap?!
tanya Ma Khong akhirnya sambil memandang wanita itu.
Ketahuilah, Ang-taihiap ini
mempunyai seorang sahabat baik, seorang wanita yang terculik dan karena
penculiknya membawanya ke daerah Po-hai, maka kami minta bantuan kalian untuk
merampas kembali sahabat Ang-taihiap ini.!
Dua orang kepala bajak itu
saling pandang, lalu tersenyum lebar dan berkatalah Ma Khong. Ahhh, itu urusan
kecil sekali, Lihiap. Tentu saja kami mau membantu. Siapakah penculik itu yang
berani mati sekali, berani mengganggu sahabat Si Jari Maut, padahal ada Lihiap
pula di samping Si Jari Maut?!
Jangan bilang bahwa urusan ini
kecil, Twa-ong, sebelum kalian mengetahui siapa penculik itu.!
Siapakah dia?! tiba-tiba Ma Ti
Lok bertanya sambil memandang tajam penuh selidik.
Kalau orang biasa, agaknya
kami tidak perlu minta bantuan kalian. Menurut dugaanku, penculik itu bukan laln
adalah Hek-sin Touw-ong....!
Ahhhhh....!! Dua orang Saudara
Ma itu melonjak kaget dan bangkit berdiri dari bangku mereka dan muka mereka
berubah pucat. Tidak mungkin....!!
Apanya yang tidak mungkin? Dia
yang menculik ataukah kalian yang membantu kami?! tanya Lauw Hong Kui.
Kedua-duanya....!! kata Ma
Khong yang sudah duduk kembali dan dia belum pulih kembali ketenangannya karena
dia bersama adiknya benar-benar terkejut mendengar disebutnya nama Hek-sin
Touw-ong Itu. Yang pertama, tidak mungkin Touw-ong sudi melakukan penculikan
terhadap seorang wanita, dan ke duanya, andaikata benar dia yang melakukannya,
tidak mungkin bagi kami untuk mencampurinya. Kami selamanya tidak pernah dan
tidak akan mencampuri urusan Touw-ongya karena locianpwe itu pun tidak pernah
mengganggu kami.! Jelas bahwa Ma Khong kelihatan jerih sekali terhadap nama
itu.
Kalian tidak tahu siapa wanita
yang diculiknya itu, Twa-ong dan Ji-ong. Dengarlah, wanita yang diculiknya itu,
sahabat dari Ang-taihiap ini, adalah seorang puteri dari Kerajaan Bhutan, bukan
sembarang wanita belaka. Baru-baru ini, puteri itu terjatuh ke tangan ketua
Liong-sim-pang di puncak Naga Api di Lu-liangsan, tempat yang amat kuat seperti
benteng dan Liong-sim-pamg dipimpin orang-orang pandai dan mempunyai banyak sekali
anak buah. Namun, seorang kakek mampu menculiknya dari ternpat itu dan jejaknya
menuju ke pantai Po-hai. Siapa lagi kalau bukan Hek-sin Touw-ong yang melakukan
penculikan itu?!
Mendengar ini, dua orang
kepala bajak itu saling pandang dan mengerutkan alis, berpikir keras. Agaknya
tidak mungkin Touw-ong yang melakukan penculikan,! kata Ma Ti Lok. Biarpun
Touw-ongya dan puterinya berilmu tinggi dan tentu saja bukan merupakan
pantangan bagi mereka untuk mencuri apa saja yang mereka sukai, akan tetapi agaknya
tidak masuk di akal kalau Touw-ongya menculik wanita, biarpun Wanita itu
seorang puteri kerajaan sekalipun!!
Benar,! kata pula Ma Khong.
Agaknya bukan dia....!
Habis siapa lagi kalau bukan
dia? Hanya dia seorang saja kakek berilmu tinggi yang berada di pantai Po-hai,!
kata Hong Kui.
Ah, bukan hanya dia,! kata Ma
Khong. Ada seorang lagi dan kurasa dia inilah yang melakukan penculikan. Ya
benar, tidak salah lagi. Tentu kakek aneh itu yang bertapa di tepi pantai
sebelah ujung utara, di tempat yang sukar didatangi orang, yaitu di Gua
Tengkorak.!
Hemm, siapa dia?! tanya Hong
Kui.
Seorang kakek tua renta yang
kabarnya aneh dan lihai bukan main, bahkan orang-orang pernah melihat dia
menghilang seperti setan, dan.... berjalan di atas air!!
Bohong....!! kata Hong Kui.
Mungkin bohong mereka itu,
akan tetapi jelas bahwa kakek itu amat lihai, mungkin juga pandai bermain
sihir, dan karena kami pun tidak mengenal benar siapa dia dan orang macam apa
adanya dia, maka besar kemungkinan dialah yang melakukan penculikan,! kata Ma
Khong.
Kalian berdua tentu suka
membantu kami, bukan? Kumaksudkan, membantu aku!! tanya Hong Kui sambil
mengerling tajam.
Tentu.... tentu....!! Mereka
berdua menjawab serentak.
Kalau begitu, harap kalian
membawa anak buah dan mengantar kami mencari kakek aneh di Gua Tengkorak itu
untuk menyelidiki.!
Baik,! jawab mereka.
Dan kalau kemudian ternyata
bahwa bukan kakek aneh itu yang menculik Puteri Bhutan, kalian harus mmebantu
kami menyelidiki keadaan Hek-sin Touw-ong.!
Akan tetapi.... ini....
ini....! Ma Khong dan Ma Ti Lok menjawab penuh keraguan dan jelas membayangkan
perasaan takut-takut.
Kalian tidak mau membantu
aku?! Hong Kui mendesak dan kini senyumnya menantang.
Kami tentu saja mau membantu
Lihiap!! tiba-tiba Ma Ti Lok berkata.
Benar, kami suka membantu
Lihiap, dan harap Lihiap suka menghargai bantuan kami ini yang sesungguhnya
kami lakukan dengan nekat demi rasa sayang kami kepada Lihiap. Sungquh kami
tidak berani main-main terhadap Touw-ong, akan tetapi demi Lihiap.... kami mau
melakukan segalanya, asal Lihiap tidak melupakan kami dan malam ini....!
Lauw Hong Kui tertawa. Hi-hik,
kalian sungguh bodoh! Pernahkah aku Lauw Hong Kui melupakan kebaikan orang?
Kalian adalah sahabat-sahabatku yang baik, dan aku sudah rindu kepada kalian.
Akan tetapi nanti kalau urusan ini sudah selesai dengan baik, tunggu saja dan
lihatlah betapa aku adalah seorang yang tahu terima kasih, yang mengenal budi
dan kutanggung kalian berdua tidak akan menyesal telah membantu aku. Akan
tetapi nanti kalau sudah berhasil, karena malam ini.... hemmm, aku ingin
dilayani oleh dia itu.! Tiba-tiba Lauw Hong Kui menuding ke arah seorang
pelayan pria yang sejak tadi memang menarik perhatiannya.
Tek Hoat ikut memandang
bersama dua orang kepala bajak itu. Pria yang ditunjuk oleh Lauw Hong Kui itu
adalah seorang pria muda, usianya paling banyak enam belas tahun, akan tetapi
tubuhnya tinggi besar dan wajahnya tidak tampan namun gagah dan membayangkan
kejantanan. Dia berpakaian sederhana sebagai seorang pelayan, namun kesederhanaan
pakaiannya itu tidak menyembunyikan tubuhnya yang mulai dewasa, kekar dan kuat.
Sepasang matanya lembut dan sejak tadi dia memandang kepada Lauw Hong Kui penuh
kekaguman karena sudah banyak dia mendengar dari kawan-kawannya di tempat itu
tentang kehebatan wanita ini, hebat ilmu silatnya, hebat pula kepandaiannya
merayu pria.
Ah, si A-cun itu? Dia seorang
yang baru di sini, baru belajar. Belum ada dua tahun dia ikut kami...., eh, dia
masih bodoh dan hijau....!
Hi-hik, justeru kebodohan dan kehijauannya
itu menarik hatiku dan malam ini dia akan melayani aku. Adapun kalian berdua,
tunggu sampai selesai urusan yang kalian bantu, tentu kalian akan mendapatkan
bagian sepenuhnya.! Wanita itu lalu bangkit berdiri, menoleh kepada Tek Hoat
dan berkata, Tek Hoat, kau bercakap-cakaplah dulu dengan mereka, aku akan pergi
dan mengaso.! Dia lalu menghampiri pemuda pelayan yang di sebut A-cun tadi,
menggandeng tangannya dan berkata, Marilah, Kau tunjukkan aku di mana
bagian-bagian yang paling indah di daereh ini.!
Pelayan muda itu memandang
dengan mata terbelalak, kelihatan bingung dan gugup, akan tetapi dia tidak
membantah ketika ditarik dan diajak pergi oleh Hong Kui, diikuti suara ketawa
dua orang kepala bajak itu yang memandang dengan mata mengandung iri.
Malam itu, Tek Hoat rebah di
atas pembaringan dalam kamar tamu dengan hati gelisah memikirkan Syanti Dewi.
Benarkah kakek yang aneh seperti setan itu yang menculik kekasihnya? Ataukah si
Raja Maling? Jantungnya seperti ditusuk-tusuk rasanya ketika dia membayangkan
keadaan Syanti Dewi yang menderita bermacam kesengsaraan. Melakukan perjalanan
jauh dari Bhutan, mungkin menyusulnya, dan tiba di tangan orang-orang jahat,
bahkan hampir dikawin oleh Hwa-i-kongcu secara paksa dan kini entah berada di
tangan siapa dan di mana dan bagaimana keadaannya. Semua ini terjadi karena
ibunya yang muncul di Bhutan! Ah, dia tidak akan menyalahkan ibunya yang telah
meninggal. Ibunya yang meninggal dalam keadaan demikian menyedihkan, terbunuh
oleh orang dan sampai kini pun dia belum berhasil memecahkan rahasia pembunuhan
terhadap ibunya itu. Dia terpaksa menunda penyelidikannya ketika muncul
persoalan Syanti Dewi. Dia harus lebih dulu menyelamatkan kekasihnya itu, baru
dia akan melanjutkan usahanya mencari pembunuh ibunya
Malam itu sunyi sekali di
hutan itu. Akan tetapi bagi para anggauta bajak yang beringas di malam hari itu
dan mengadakan penjagaan di sekitar sarang mereka, kadang-kadang mereka itu
mendengar suara yang aneh, suara seperti rintihan seekor kucing, yang terdengar
jauh di luar hutan itu. Mereka hanya saling berbisik-bisik dan tertawa, akan
tetapi tidak berani mendekati tempat dari mana suara itu terdengar, karena
mereka maklum bahwa itulah suara Siluman Kucing yang sedang mempermainkan
korbannya, yaitu A-cun yang masih muda remaja itu. Baru pada keesokan harinya,
setelah mereka melihat Mauw Siauw Mo-li dengan wajah berseri dan segar, rambut
kusut dan bibir tersenyum datang menggandeng A-cun, mereka para penjaga itu,
atas isyarat wanita itu, menghampiri dan mereka memapah A-cun yang keadaannya
payah, hampir pingsan, pucat dan seperti orang mabuk itu. Mereka cepat
menggotong pemuda remaja itu ke kamarnya dan membiarkan pemuda remaja itu tidur
setelah memaksa pemuda itu minum obat yang diberikan Mauw Siauw Mo-li. Tek Hoat
yang mendengar akan hal ini sama sekali tidak mengambil peduli. Begitu dia
terbangun dan membersihkan badah, dia lalu mencari dua orang kepala bajak itu
dan bertanya tentang usaha mereka menyelidiki ke Gua Tengkorak. Ternyata Hong
Kui sudah siap pula bersama dua orang kepala bajak. Biarpun semalam suntuk
tidak tidur, wanita itu kelihatan segar dan wajahnya berseri, bibirnya
tersenyum, dan hanya mukanya agak pucat. Dia telah memperoleh kepuasan setelah
berhari-hari melakukan perjalanan bersama Tek Hoat, setelah banyak malam
dilewatkan dengan gelisah sendirian tanpa kawan, dan ternyata pemuda remaja
anak buah bajak itu bukan hanya memenuhi harapannya, bahkan melampaui yang
diharapkannya sehingga dia merasa gembira dan puas.
Mereka melakukan perjalanan berempat
dan agar dapat melakukan perjalanan cepat, Ma Khong dan Ma Ti Lok mengajak
mereka naik perahu dan menyusuri tepi pantai menuju ke utara. Ketika perahu itu
melewati tebing yang amat tinggi, Ma Khong menuding ke atas tebing dan berkata,
Disanalah tempat tinggal Hek-sin Touw-ong. Tidak kelihatan dari sini, di atas
tebing itu terdapat sebuah rumah gedung yang menjadi tempat tinggalnya. Terus
terang saja, kami sendiri belum pernah pergi ke tempat itu. Siapa pula orangnya
yang berani mendekati tempat tinggal Touw-ongya? Mudah-mudahan saja dugaan kami
benar bahwa kakek aneh di ujung pantai itu yang menculik Puteri Bhutan itu
sehingga kita tidak perlu mendatangi Touw-ong.!
Setelah hari menjadi sore,
baru mereka mendarat di ujung utara dari pantai teluk itu dan mereka menuju ke
daerah yang penuh dengan batu dan gua, daerah yang merupakan tebing dan
pegunungan batu kapur. Tak lama kemudian, tibalah mereka di depan sebuah gua
yang bentuknya memang seperti tengkorak manusia, gua yang menyeramkan. Akan
tetapi sunyi saja di tempat itu dan ketika mereka memasukinya, mereka
mendapatkan gua itu kosong. Memang ada tanda-tanda bahwa gua itu pernah
ditinggali manusia, bahkan agaknya belum lama penghuninya meninggalkan tempat
itu.
Mereka memeriksa Gua Tengkorak
itu dan tiba-tiba Tek Hoat berdiri termenung di depan dinding gua sebelah kiri,
memandang dan membaca tulisan yang diukir dengan indahnya di dinding batu itu.
Dia melihat guratan-guratan
huruf kecil-kecil itu dengan teliti dan diam-diam dia merasa kagum karena dari
bekasnya dia dapat menduga bahwa orang itu menggurat-guratkan jari tangannya
untuk menuliskan huruf-huruf itu! Dia membaca dengan hati tertarik.
Sayang, sungguh sayang
belum pernah aku bertemu
seseorang yang setelah melihat kesalahan sendiri! Lalu benar-benar menyesalkan
kesalahannya itu
dan benar-benar memperbaiki
dirinya sendiri!!
Tek Hoat membaca tulisan itu
berkali-kali dan termenung. Dia merasa seperti pernah mendengar kata-kata itu,
akan tetapi karena pelajarannya tentang sastra memang tidak begitu mendalam,
maka dia lupa lagi di mana dan bilamana.
Hi-hik, orang tolol yang
menuliskan itu. Mana di dunia ini ada orang yang mampu melihat kesalahan
sendiri?!
Akan tetapi Tek Hoat tidak
mempedulikan ejekan Mauw Siauw Mo-li itu dan dia termenung. Keluhan orang yang
menuliskan kata-kata di dinding batu itu memang merupakan kenyataan. Adalah
mudah melihat kesalahan sendiri,akan tetapi sukarlah untuk memperbaiki diri
sendiri sungguhpun dari penglihatan itu selalu timbul penyesalan.
Sesungguhnya, tulisan itu
adalah petikan dari ujar-ujar dalam kitab Lun Gi bagian ke lima dan pasal ke
dua puluh tujuh, ujar-ujar dari Nabi Khong Cu dan kata-kata itu berasal dari
Nabi Khong Cu sendiri.
Sampai lama mereka berempat
memeriksa keadaan di dalam gua tengkorak, akan tetapi tetap saja mereka tidak
menemukan sesuatu. Tidak ada bekas-bekas yang menunjukkan bahwa Syanti Dewi
pernah berada di dalam gua itu.
!Jelas bahwa bukan penghuni
gua ini yang menculiknya. Tentu Hek-sin Touw-ong!! kata Tek Hoat.
Kalau begitu kita akan
menyelidiki ke rumah Raja Maling itu,! kata Mauw Siauw Mo-li.
Dua orang Saudara Ma itu
kelihatan gentar. Kalau begitu kita sebaiknya pulang dulu, kami akan
mengerahkan anak buah kami.!
Tidak perlu,! kata Tek Hoat
sambil mengerutkan alisnya. Kita berempat sudah cukup. Kalian hanya menunjukkan
saja jalan menuju ke gedung itu, setelah bertemu dengan Hek-sin Touw-ong,
serahkan saja kepadaku untuk menghadapinya.!
Tapi.... tapi dia amat sakti,
dan puterinya juga amat lihai. Kami.... kami tidak berani. Kalau engkau gagal,
Taihiap, kami pun tentu akan celaka.!
Jangan takut, Twa-ong.
Ang-taihiap cukup kuat untuk menghadapi Touw-ong, dan selain itu ada aku di
sini, bukan?! kata Hong Kui. Karena takut kepada wanita itu, akhirnya dua orang
itu terpaksa menurut. Malam itu mereka bermalam di dalam gua tengkorak.
Hong Kui tidak mempedulikan
dua orang kepala bajak yang membuat api unggun di dalam gua itu. Dia mendekati
Tek Hoat dan berusaha merayu pemuda ini. Akan tetapi Tek Hoat menjadi merah
mukanya dan marah. Hampir saja dia memukul wanita tak tahu malu itu dan
akhirnya dia keluar, lebih suka tidur di luar gua yang dingin daripada di dalam
gua di mana dia harus menghadapi godaan Hong Kui yang amat mengganggunya. Tak
lama kemudian dia mendengar suara dua orang kepala bajak itu tertawa-tawa, dan
menjelang tengah malam, dia mendengar rintihan suara kucing itu yang amat
memuakkan hatinya. Dia pergi menjauh dari gua, tidur di antara batu-batu
karang, menerawang ke langit yang penuh bintang dan mengenangkan semua kehidupannya
yang telah lalu.
Timbul perasaan malu di dalam
hatinya. Teringat akan tulisan di dinding batu, kini dia melihat betapa dia
telah memenuhi kehidupan yang lalu dengan segala hal yang amat memalukan dan
jahat. Betapa dia dapat mengubah itu semua setelah dia bertemu dengan Syanti
Dewi, bahkan di Bhutan dia telah menjadi seorang terhormat, sebagai panglima
dan calon suami Syanti Dewi. Cinta kasihnya terhadap Syanti Dewi selain membuat
dia hidup bahagia, Juga membuat dia hidup barsih, Jauh dari pikiran kotor sama
sekali. Bahkan dia mulai menganggap dirinya berharga dan patut menjadi cucu
tiri Pendekar Super Sakti dari Pulau Es dan menjadi calon suami Syanti Dewi
yang berbudi mulia.
Akan tetapi terjadi perubahan.
Dia terusir dengan cara yang amat merendahkan dari Bhutan. Dia meninggalkan
Syanti Dewi dan kebahagiaannya hancur, kehidupannya hancur dan hatinya juga
remuk-rendam. Dia menjadi tidak peduli akan kehidupannya, apalagi setelah
melihat ibunya terbunuh. Dia tidak peduli lagi apakah dia hidup melalui jalan
kotor atau bersih. Dia tidak peduli!
Akan tetapi sekarang, kembali
dia terombang-ambing antara kehancuran hidupnya dan pertemuannya kembali dengan
Syanti Dewi. Bagaimana kalau bertemu kembali? Apakah dia masih berharga untuk
puteri itu? Apakah puteri itu dapat mencintanya? Dia mulai merasa menyesal!
Penyesalan yang timbul karena kekhawatirannya akan kehilangan Syanti Dewi lagi!
Dia telah melalui jalan kotor dan sesat!
Dengan hati gelisah, akhirnya
dia dapat pulas juga dan dapat-lapat seperti dalam mimpi dia mendengar rintihan
suara kucing itu yang amat dibencinya. Dia sudah mengambil keputusan untuk
tidak membiarkan dirinya diseret ke dalam lumpur kehinaan oleh Mauw Siauw
Mo-li! Dia harus membuktikan bahwa dirinya masih berharga untuk mencinta Syanti
Dewi!
***
Suhu, lihat apa yang
kudapatkan ini!! Ang-siocia atau Kang Swi Hwa berkata bangga di depan kakek itu
sambil membuka buntalan besar yang dibawanya masuk ke dalam gedung besar di
tebing itu, buntalan yang tadi diseret masuk oleh dua orang pelayan yang
menyambut kedatangannya bersama beberapa orang pelayan lain.
Rumah itu merupakan gedung
besar dan sama sekali tidak pantas menjadi rumah seorang yang berjuluk Raja
Maling! Rumah itu teratur rapi, biarpun tidak terlalu mewah namun amat
menyenangkan dengan hiasan-hiasan dinding berupa lukisan-lukisan dan
huruf-huruf indah. Pot-pot kembang kuno menghias di sudut-sudut ruangan,
lantainya bersih dan kesemuanya menunjukkan bahwa rumah itu terpelihara dan
penghuninya suka akan kebersihan.
Ada kurang lebih sepuluh orang
pelayan bekerja di luar dan dalam rumah, kesemuanya biarpun berpakaian pelayan
namun sebetulnya adalah anak buah Hek-sin Touw-ong dan mereka terdiri dari
orang-orang yang memiliki kepandaian silat tinggi dan ilmu mencuri yang lihai.
Akan tetapi tentu saja kini mereka tidak lagi mencuri, setelah menjadi anak
buah dan pelayan dari Raja Maling itu.
Kakek yang berjuluk Hek-sin
Touw-ong itu adalah seorang lakl-laki tua berusia enam puluh tahun lebih.
Mukanya hitam seperti dicat, sesuai dengan julukannya si Raja Maling Bermuka
Hitam. Sebenarnya, sudah bertahun-tahun yang lalu kakek ini menjalankan
pekerjaannya sebagai Raja Maling, yaitu ketika dia masih beroperasi di
perbatasan Ho-nan dan Ho-pei. Namanya amat terkenal di daerah itu dan semua
kaum pencuri tunduk kepadanya dan menganggapnya sebagai datuk atau raja. Karena
kepandaiannya yang hebat, dan karena semua pencuri menganggapnya sebagai raja,
kemudian karena mukanya hitam, maka dia memperoleh julukan Hek-sin Touw-ong.
Akan tetapi sesungguhnya dia bukanlah maling sembarang maling! Dia hanya mau
melakukan pencurian di dalam istana-istana saja!
Dan biarpun mukanya hitam,
ternyata hatinya tidaklah sehitam mukanya. Kakek yang terkenal dengan julukan
Raja Maling ini terkenal dermawan dan suka menolong orang-orang yang menderita
kekurangan dan kesengsaraan. Pernah dia mencuri satu peti besar terisi ratusan
tail uang emas milik gubernur di Ho-nan dan menggunakan seluruh uang itu untuk
membeli ratusan ton gandum untuk dibagikan kepada rakyat yang kelaparan di
daerah lembah Huang-ho di perbatasan antara Ho-nan dan Ho-pei ketika Sungai
Huang-ho mengamuk dan membanjiri! Perbuatannya ini menimbulkan kegemparan dan
selain dia dimusuhi oleh para pembesar, juga perbuatannya itu menimbulkan rasa
kagum dalam hati para pendekar.
Ketika kakek itu mendengar
akan kedatangan muridnya, dia cepat keluar menyambut di ruangan tengah dengan
wajah berseri-seri. Kakek ini amat sayang kepada muridnya, bahkan murid itu
juga sekaligus menjadi anak angkatnya, sungguhpun Swi Hwa masih belum dapat
mengubah sebutan suhu kepadanya. Sudah berbulan-bulan muridnya pergi merantau,
dan kini muridnya pulang dan membawa oleh-oleh! yang demikian banyaknya. Ketika
buntalan dibuka dan kakek itu melihat tumpukan perhiasan emas permata, uang dan
juga kitab-kitab, dia terbelalak dan menatap wajah muridnya dengan alis
berkerut.
Swi Hwa, apa yang telah Kau
lakukan? Dari mana engkau memperoleh semua benda berharga ini?!
Biarpun dia berjuluk Raja
Maling, akan tetapi kakek ini selalu melarang muridnya untuk melakukan
pencurian, apalagi pencurian kecil-kecilan yang akan merendahkan nama mereka,
sungguhpun muridnya sudah pandai sekali dalam hal ilmu mencuri dan ilmu
menyamar.
Gadis itu tertawa. Suhu, harap
jangan mengira, bahwa aku sembarangan saja mencuri segala macam benda.
Benda-benda ini bukan benda-benda sembarangan, juga bukan milik orang-orang
sembarangan pula.!
Hemmm, kantung itu terisi uang
tidak berapa banyak dan kau bilang bahwa itu bukan benda sembarangan?! Gurunya
mencela dan menegur.
Benar, Suhu. Hanya sekantung
uang yang tidak berharga. Akan tetapi tahukah Suhu dari siapa aku mengambil
kantung ini? Hemmm, Suhu tentu tidak akan pernah dapat menerkanya. Kantung ini
kuambil dari buntalan yang dibawa oleh pendekar Siluman Kecil!!
Wahhhhh....!! Suhunya
terbelalak dan memandang kepada muridnya dengan heran. Tentu saja dia sudah
mendengar akan nama pendekar yang baru muncul dalam waktu beberapa tahun ini,
yang namanya amat terkenal di antara para tokoh besar dunia hitam, bahkan amat
disegani. Dia mendengar betapa ilmu kepandaian pendekar Siluman Kecil itu amat
hebat dan kini muridnya berani mencopet kantung uangnya!
Melihat kekagetan, dan
keheranan suhunya, Swi Hwa menjadi bangga dan senang, maka dia lalu menuding ke
arah peti terbuka yang terisi barang-barang perhiasan emas permata.
Dan Suhu lihat peti itu!
Isinya adalah harta pusaka dari keluarga yang amat terkenal pula. Keluarga
panglima besar kota raja, Jenderai Kao Liang!
Ehhh....?! Sepasang mata Raja
Maling itu makin terbelalak lebar ketika mendengar laporan itu. Nama Jenderal
Kao malah lebih terkenal lagi daripada nama Siluman Kecil. Siapa yang tidak
mengenal nama jenderal yang amat hebat itu? Baru mendengar namanya saja orang
menjadi gentar dan segan, akan tetapi muridnya ini berani mencuri harta pusaka
keluarga jenderal itu!
Hati Swi Hwa makin besar dan
bangga. Dan kitab-kitab ini, Suhu. Tentu Suhu tidak akan dapat menerka dari
mana aku mencurinya. Kitab-kitab ini adalah milik si tua renta yang amat lihai
itu, Sin-siauw Seng-jin....!
Apa....?! Sekali ini kakek itu
hampir berteriak dan mukanya berubah, lalu tiba-tiba dia tertawa bergelak dan
membuka-buka kitab itu. Ha-ha-ha-ha-ha! Lucu....! Lucu sekali! Muridku, anakku,
hayo cepat kauceritakan bagaimana engkau dapat melakukan semua itu, terutama
sekali kitab-kitab palsu ini!!
Palsu?! Swi Hwa mengerutkan
alisnya. Bagaimana Suhu tahu bahwa ini palsu? Aku mengambilnya dari rumah
Sin-siauw Seng-jin sendiri setelah dia dikalahkan oleh Siluman Kecil.!
Kembali kakek itu terkejut.
Sin-Siauw Seng-jin dikalahkan oleh Siluman Kecil? Bagaimana pula itu? Ah, Swi
Hwa, ceritakan.... ceritakan....!!
Melihat kegembiraan gurunya,
Swi Hwa lalu menceritakan semua pengalamannya. Mula-mula dia menceritakan
tentang keluarga Jenderal Kao Liang yang membawa keluarganya pulang ke kampung
halamannya di selatan, kemudian betapa muncul beberapa kelompok gerombolan yang
hendak membunuh dan hendak merampok keluarga itu. Dalam keributan ketika para
kelompok gerombolan itu saling bertempur sendiri, dia lalu menggunakan kesempatan
itu untuk merampas peti terisi harta pusaka itu dan melarikannya. Kemudian dia
menceritakan tentang penyamarannya sebagai tukang penjual sepatu dan berhasil
mencopet kantung uang milik Siluman Kecil, dan akhirnya dia menceritakan
bagaimana dia telah mencuri kitab-kitab pusaka milik Sin-siauw Seng-jin. Akan
tetapi tentang dia masuk menjadi pengawal Gubernur Ho-nan dan tentang
rahasianya yang terbuka oleh Siauw Hong, dia sama sekali tidak berani
menceritakan kepada suhunya.
Kakek itu mendengarkan penuturan
muridnya dan berkali-kali dia berseru kagum. Apalagi ketika dia mendengar
tentang pertandingan antara Siluman Kecil dan Sin-siauw Seng-jin sampai kakek
Suling Sakti itu kalah, berulang kali dia mengeluarkan suara heran dan memuji
Hebat.... hebat sekali orang muda yang berjuluk Siluman Kecil itu. Tadinya
kukira bahwa Sin-siauw Seng-jin tidak ada lawannya. Kiranya dia kalah oleh
seorang pemuda. Ha-ha-ha!! Kelihatan kakek ini girang sekali mendengar akan
kekalahan Suling Sakti itu.
Suhu, tadi Suhu mengatakan
bahwa kitab-kitab ini palsu padahal Suhu belum memeriksanya dengan teliti.
Benarkah itu?!
Ha-ha, tentu saja, Swi Hwa.
Aku sudah mengenal baik siapa kakek tua bangka itu! Kalau kitab-kitab
peninggalan Suling Emas dapat dicuri orang begitu saja, tentu ilmu-ilmu itu
tidak akan menjadi rahasia sampai sekarang. Kau boleh bakar kitab-kitab itu,
karena semua itu palsu, apalagi kalau telah dia tinggalkan begitu saja.!
Betapapun juga, aku telah
merampasnya dari dalam rumahnya, Suhu.!
Ha-ha-ha, itulah yang
menggirangkan hatiku. Kalau saja dia mendengar bahwa rumahnya kemasukan maling
dan maling itu adalah engkau, muridku, ha-ha-ha.... ingin aku melihat mukanya,
ha-ha-ha!! Kakek itu tertawa-tewa, akhirnya lalu berkata dengan suara
sungguh-sungguh, Muridku, anakku, apa yang telah Kau lakukan ini benar-benar
hebat dan mengagumkan hatiku. Aku girang dan puas mempunyai murid seperti
engkau. Akan tetapi, engkau telah bermain-main dengan api, anakku. Kurasa
perbuatanmu ini akan berekor dan siapa tahu akan ada orang-orang pandai yang
mencarimu di sini untuk merampas kembali benda-benda ini. Oleh karena itu,
sebaiknya kalau kita menyembunyian di tempat aman.!
Di gua rahasia di tebing?!
Kakek itu mengangguk dan
mereka lalu membawa benda-benda itu ke tepi tebing, lalu mereka merayap turun
melalui tebing yang amat curam itu dan menyembunyikan benda-benda itu di dalam
sebuah gua di tebing yang tertutup oleh batu dan tumbuh-tumbuhan sehlngga kalau
bukan mereka yang sudah mengenal tempat itu, kiranya tidak mungkin orang lain
akan dapat mencari dan menemukan tempat itu.
Malam itu, di atas meja makan,
Swi Hwa dengan hati-hati lalu menceritakan pengalamannya kepada gurunya. Tanpa
menyinggung perasaan hatinya yang mulamula tertarik terhadap Siluman Kecil, dia
akhirnya menceritakan juga tentang petualangannya memasuki sayembara di Ho-nan.
Eh, Swi Hwa, apa yang Kau
lakukan itu? Mau apa engkau memasuki sayembara untuk menjadi pengawal?! tegur
gurunya. Swi Hwa memang amat dimanja oleh gurunya ini dan sejak kecil dia
menganggap gurunya sebagai ayah sendiri. Oleh karena inilah, maka biarpun
ketika datang tadi dia tidak berani bercerita tentang semua itu, namun akhirnya
dia bercerita juga karena dia tidak dapat menahan semua itu di dalam hatinya
dan dia tidak mempunyai orang lain untuk diajak bicara.
Suhu, aku hanya ingin
meluaskan pengalaman saja. Apalagi aku terbawa oleh orang-orang lain yang
melakukan perjalanan bersamaku. Dan Siluman Kecil juga melakukan perjalanan
bersama, maka aku pun ingin memperlihatkan kepandaian.!
Hemmm.... kau seorang wanita
sungguh terlalu berani beraksi di depan umum.! Lalu dia memandang tajam. Apa
sebabnya kau ingin agar orang-orang mengetahui kepandaianmu?!
Suhu, tentu saja dengan maksud
untuk mengangkat nama Suhu!!
Eh, bocah lancang! Apa kau
mengaku bahwa kau muridku?!
Ditegur begitu oleh gurunya,
Swi Hwa terkejut. Aku.... aku.... hanya mengaku sebagai wakil Suhu dalam
pertemuan di lembah Huang-ho....!
It memang atas kehendakku.
Engkau kusuruh mewakili aku menghadiri pertemuan itu di sana. Akan tetapi tidak
di tempat umum!!
Suhu, maafkan, aku.... aku
hanya mengakui nama dan nama Suhu di depan.... eh, Siluman Kecil ketika aku
mengambil kitab-kitab Sin-siauw Sengjin.!
Gurunya menarik napas panjang.
Engkau sungguh mencari penyakit. Nah, karena sudah terlanjur, bagaimana nanti
sajalah, akibatnya kita hadapi bersama. Lanjutkan ceritamu.!
Setelah mulai menuturkan
tentang sayembara itu, Swi Hwa tentu saja tidak dapat menutupi apa-apa lagi dan
kata-kata pun mulai lancar keluar dari mulutnya. Dibukanya segala peristiwa itu
kepada suhunya. Betapa dia terlibat dalam urusan perebutan Pangeran Yung Hwa
yang ditawan oleh Gubernur Ho-nan, betapa dia terpukul oleh Siluman Kecil.
Ah, engkau benar-benar
sembrono sekali, muridku. Untung engkau tidak sampai terpukul mati oleh
pendekar itu,! kata kakek itu dengan mata terbelalak, terheran-heran akan
petualangan muridnya yang berani itu.
Swi Hwa lalu menceritakan
bahwa perkelahian itu membuat dia tidak suka lagi tinggal di gubernuran,
apalagi karena teman-temannya telah pergi, yaitu si gagu yang ternyata adalah
kakak sendiri dari Siluman Kecil, Siauw Hong, Siluman Kecil dan seorang kakek
gagah perkasa yang dia mendengar dari para pengawal adalah seorang tokoh
bernama Sai-cu Kai-ong yang memimpin pasukan untuk menyelamatkan Pangeran Yung
Hwa.
Mendengar nama ini, Hek-sin
Touw-ong menjadi makin heran, matanya terbelalak dan dia berseru, Sai-cu
Kaiong....? Ahhh.... betapa aneh dan kebetulan....!
Apa maksudmu, Suhu?!
Gurunya menarik napas panjang.
Tidak apa-apa, aku kenal dengan tua bangka itu, kelak engkau pun akan tahu
sendiri. Teruskan, teruskan, ceritamu makin menarik!
Setelah aku pergi meninggalkan
gubernuran Ho-nan karena aku tidak ingin lagi melanjutkan sebagai pengawal
gubernur, setelah terjadi peristiwa perebutan Pangeran Yung Hwa itu, aku
bertemu dengan Jenderal Kao Liang yang sedang diserang oleh seorang wanita baju
hijau yang lihai. Melihat jenderal yang sudah kudengar kegagahannya itu roboh,
aku merasa kasihan dan aku lalu membantunya, kuserang wanita baju hijau yang
lihai itu, Suhu.!
Gurunya mengangguk-angguk.
Sekali ini kau benar, muridku. Pertama, karena engkau telah melakukan kesalahan
terhadap jenderal itu dengan mencuri harta pusakanya, maka sudah selayaknya
engkau menebusnya dengan membantunya, apalagi engkau belum mengenal wanita
penyerangnya itu.!
Akan tetapi dia lihai bukan
main, Suhu! Pukulan Kiam-to Sin-ciang yang kupergunakan tidak
merobohkannya....!
Ah, ilmumu belum cukup tinggi
untuk menggunakan Kiam-to Sin-ciang dengan sempurna.!
Pada saat itu, muncul pula
Siluman Kecil dan Siauw Hong. Mereka melerai, akan tetapi aku sudah terpukul
oleh wanita baju hijau itu sehingga aku roboh pingsan dan tidak ingat apa-apa
lagi....!
Ah, begitu hebat dia? Siapakah
wanita itu?!
Aku tidak tahu, Suhu. Usianya
lebih tua dua tiga tahun daripada aku, pakaiannya serba hijau, wajahnya cantik
dan sikapnya dingin. Pukulannya itu hebat bukan main, aku merasa betapa seluruh
tubuhku seperti dimasuki salju yang dinginnya menyusup tulang sumsum dan
menyerang rongga dada sehingga aku tidak kuat dan roboh tidak ingat apa-apa
lagi.!
Kakek itu mengerutkan alisnya.
Dingin....? Hemmm, tentu dia memiliki ilmu pukulan berdasarkan tenaga Im yang
amat kuat. Lalu bagaimana, Swi Hwa? Kemudian apa yang terjadi denganmu?!
Tiba-tiba wajah gadis itu
menjadi merah sekali. Dia sudah kepalang, sudah menceritakan segala-galanya
kepada gurunya, maka sukarlah untuk menyembunyikan peristiwa yang terjadi atas
dirinya, apa yang dilakukan oleh Siauw Hong itu. Teringat akan ini tiba-tiba
saja gadis itu merasa amat malu dan terhina, lalu menangis!
Tentu saja Hek-sin Touw-ong
menjadi terkejut sekali. Dia memandang muridnya dengan sinar mata penuh
selidik, kemudian dia bertanya, Apakah yang menimpa dirimu, muridku? Mengapa
kau menangis?! Suaranya mengandung kekhawatiran karena mendengar muridnya roboh
pingsan laiu kini menangis itu, dia menyangka bahwa jangan-jangan terjadi hal
yang buruk atas diri muridnya.
Swi Hwa menyusut air matanya
dan setelah tangisnya mereda dan hatinya mulai tenang kembali, dia melanjutkan
ceritanya, Pukulan itu membuat aku pingsan, Suhu. Aku tidak tahu apa-apa lagi.
Ketika aku siuman kembali, aku telah berada di bawah pohon, di atas rumput
terlentang dan.... dan....!
Ya? Bagaimana?! Gurunya
bertanya dengan tangan terkepal karena hatinya tegang menanti lanjutan cerita
muridnya itu.
Ketika aku siuman kembali, aku
melihat dia duduk di dekatku dan.... tangannya diletakkan di atas dadaku,
Suhu....! Gadis itu menundukkan mukanya yang menjadi merah sekali.
Dia? Dia siapa?!
Siauw Hong....!
Keparat! Berani benar dia!!
Kakek itu membentak marah.
Suhu tentu mengerti betapa
kaget dan malu rasanya hatiku. Tangannya itu meraba dadaku di balik bajuku....
maka aku lalu bangkit dan memukulnya sekuat tenaga sehingga dia terlempar dan
mungkin dia mampus!!
Bagus! Benar itu! Kalau dia
belum mampus, biar aku yang akan mencarinya dan memukulnya sampai mampus
benar-benar! Laki-laki keparat dia itu! Siapa sih Siauw Hong itu?!
Dia adalah pemuda yang
melakukan perjalanan bersama aku dan Siluman Kecil, yang juga memasuki
sayembara dan diterima menjadi pengawal, akan tetapi ketika terjadi keributan
perebutan Pangeran Yung Hwa, dia membantu Siluman Kecil.
Hemmm, jadi dia memiliki
kepandaian juga, ya? Orang macam apa dia berani berbuat kurang ajar seperti
itu?!
Dia.... dia masih muda,
mungkin tidak lebih tua daripada aku, Suhu, dan dia dikenal sebagai pangeran
pengemis....!
Pengemis??! Gurunya makin
penasaran. Anak angkatnya, muridnya yang tersayang itu diganggu oleh seorang
pemuda pengemis?
Ya, dia seorang pengemis aneh,
dan ternyata kemudian bahwa dia adalah murid dari kakek pengemis aneh yang
memimpin pasukan memperebutkan Pangeran Yung Hwa itu, Suhu.!
Siapa? Murid siapa?! Muka
kakek itu berubah.
Swi Hwa terkejut melihat
perubahan muka gurunya. Dia murid Sai-cu Kai-ong....!
Ahhhhh....! Ya Tuhan....!!
Ada apakah, Suhu? Mengapa Suhu
demikian kaget?!
Kakek itu masih terbelalak,
kemudian dia memegang lengan gadis itu dengan cepat sehingga gadis itu menjadi
kaget dan takut kalau-kalau gurunya marah. Belum pernah gurunya marah
kepadanya, akan tetapi sikapnya sekarang benar-benar mengagetkan hatinya.
Hayo katakan, apakah dia
melakukan hal itu, meraba dadamu, untuk berbuat kurang ajar dan melanggar
susila? Apakah dia berusaha.... memperkosamu?!
Kini Swi Hwa yang memandang
dengan mata terbelalak. Memperkosa? Apa maksudmu, Suhu? Sama sekali tidak! Dia
meraba dadaku untuk menyembuhkan aku, terasa olehku dia menyalurkan sinkang
yang amat kuat dan mengusir hawa dingin akibat pukulan gadis pakaian hijau
itu.!
Ahhh....!! Kakek itu tertegun
dan melongo. Jadi dia malah menolongmu? Kalau dia menyelamatkanmu dengan
mengobati lukamu, mengapa kau menghantamnya sampai.... mungkin dia mati?!
Wajah Swi Hwa menjadi merah
dan dia menunduk. Habis.... habis dia.... meraba dadaku dan aku malu karena
rahasiaku terbuka. Tadinya dia dan mereka semua mengira aku seorang pemuda
sejati Suhu, aku selalu menyamar. Ketika aku melihat dia meraba dadaku, di
balik baju, tentu saja aku merasa malu dan marah karena rahasiaku terbuka dan
aku lalu memukulnya, kemudian aku melarikan diri, dan pulang ke sini.
Kakek itu menggaruk-garuk
belakang telinganya yang tidak gatal. Ah, aku menjadi bingung, Swi Hwa.
Sebentar aku marah, sebentar aku khawatir, dan kemudian aku terheran dan bingung
lagi. Jadi pemuda yang mengobatimu dan juga yang berani meraba dadamu itu
adalah murid Sai-cu Kai-ong?!
Benar, Suhu.!
Kakek itu menarik napas
panjang. Aaahhhhh.... kekuasaan Thian sungguh amat hebat dan luar biasa, penuh
rahasia ajaib....!
Maksud Suhu?!
Swi Hwa, engkau adalah seorang
gadis yang sudah cukup umur. Sudah menjadi kewajibanku sebagai guru dan ayah
angkatmu untuk memikirkan perjodohanmu....!
Ah, Suhu! Harap jangan bicara
tentang itu!! Swi Hwa berseru dan mukanya menjadi merah sekali. Dia teringat
kepada Siluman Kecil, pemuda yang amat dikagumi itu, akan tetapi hatinya kecewa
dan tawar kembali melihat betapa Siluman Kecil sama sekali tidak
memperhatikannya, bahkan memusuhinya!
Swi Hwa, hanya ada tiga
peristiwa dalam kehidupan manusia yang kuanggap penting, bahkan yang diakui
kepentingannya oleh semua orang, menjadi pusat perhatian dan didatangi sanak
keluarga dan handai-taulan. Pertama adalah kelahiran, ke dua adalah pernikahan
dan ke tiga kematian. Usiamu sudah hampir sembilan belas tahun, sudah cukup
untuk memikirkan tentang jodoh. Dan setelah kau menceritakan tentang pemuda
murid Sai-cu Kai-ong itu, hemmm.... timbul pikiranku untuk menyelidikinya lebih
jauh dan melihat kalau-kalau dia berjodoh denganmu.!
Suhu....!!
Swi Hwa, bagi seorang wanita
terhormat dan bersusila, merupakan pantangan besar untuk membiarkan tubuhnya
diraba oleh laki-laki, kecuali oleh suaminya tentu saja! Siapa berani merabanya
berarti telah melakukan penghinaan dan hanya layak ditebus dengan nyawa. Oleh
karena itu, pemuda bernama Siauw Hong yang telah meraba tubuhmu itu pun hanya
mempunyai dua pilihan, pertama menjadi jodohmu atau ke dua dia harus dibunuh!!
!Tapi.... tapi.... dia telah
menolongku, Suhu, dia telah mengobatiku.!
Nah, itulah sebabnya mengapa
aku pun hendak menyelidiki dia. Aku pun lebih condong untuk menjodohkan dia
denganmu, apalagi mengingat bahwa dia adalah murid seorang seperti Sai-cu
Kai-ong yang biarpun berkepala besar dan berhati baja, namun kurasa tentu dapat
memilih seorang murid yang baik.!
Akan tetapi, Suhu, aku
belum....!!
Ssshhhhh....!! gurunya memberi
isyarat agar muridnya diam dan dia lalu meloncat ke luar dari kamar itu,
diikuti oleh Swi Hwa yang juga mendengar suara ribut-ribut di luar rumah itu.
Ketika mereka tiba di luar
rumah, mereka terkejut bukan main melihat para pelayan mereka telah menggeletak
di sana-sini dalam keadaan tertotok, pingsan atau terluka! Pelayan-pelayan
mereka adalah orang-orang yang cukup lihai, akan tetapi bagaimana dalam waktu
singkat saja mereka roboh semua?
Hek-sin Touw-ong yang baru
muncul itu tiba-tiba meloncat ke samping ketika dia melihat bayangan orang
berkelebat dan sinar hijau menyambarnya. Dia mengelak dan memandang. Ternyata
yang menyerangnya adalah seorang wanita cantik yang pesolek, dari pakaiannya
tersebar bau semerbak harum dan pedangnya yang bersinar hijau itu lihai sekali.
Segera dia mengenal wanita ini dan dia berseru marah, Mauw Siauw Mo-li, mau apa
kau? Berani benar kau mengacau di tempatku?!
Tek Hoat, cepat....!! Mauw
Siauw Mo-li sudah berseru dan tanpa mempedulikan pertanyaan Hek-sin Touw-ong,
dia sudah menerjang lagi dan mengirim serangan-serangan kilat kepada lawannya.
Hek-sin Touw-ong adalah seorang yang berilmu tinggi, akan tetapi karena dia
maklum bahwa adik seperguruan Hek-tiauw Lo-mo ini adalah seorang yang amat
lihai maka dia tidak berani sembrono menyambut serangan pedang itu, melainkan
mengelak lagi dan mulai membalas dengan tendangan kilat yang dapat dielakkan
pula oleh wanita itu.
Sementara itu, Tek Hoat yang
datang bersama Mauw Siauw Mo-li, sudah berkelebat ke sebelah dalam rumah. Dia
melihat bayangan merah berkelebat dan di dalam keadaan remang-remang itu dia
mengira bahwa wanita itu adalah Syanti Dewi. Bukan main girang rasa hatinya.
Syanti Dewi....!! Dia berseru
dan meloncat menghampiri, hendak memeluk dara itu.
Wuuuttttt.... wirrrrr....!!
Tek Hoat terkejut bukan main
karena dara yang dikira Syanti Dewi itu mengelak dan cepat menghantamnya dengan
tangan kiri yang mengandung hawa tajam dan kuat sekali. Dia cepat meloncat ke
belakang dan memandang. Kiranya dara itu sama sekali bukanlah Syanti Dewi,
sungguhpun harus diakuinya bahwa dara itu juga cantik jelita.
Dara itu adalah Ang-siocia
atau Swi Hwa yang tentu saja menjadi marah sekali melihat pemuda ini
datang-datang hendak memeluknya. Dari tempat itu dia melihat suhunya telah
bertanding melawan seorang wanita cantik yang mainkan pedang bersinar hijau
secara hebat sekali, dan dia dapat melihat pula para pelayan suhunya telah
rebah di sana-sini. Tahulah dia bahwa ada orang-orang jahat menyerbu, maka dia
lalu mencabut pedangnya dan menyerang Tek Hoat dengan sengit dan dahsyat.
Tek Hoat terkejut dan kagum
juga menyaksikan kehebatan ilmu pedang gadis cantik ini, akan tetapi karena dia
sudah tidak sabar lagi ingin cepat-cepat menemukan kembali Syanti Dewi yang
disangkanya diculik oleh Hek-sin Touw-ong dan disembunyikan di gedung itu,
cepat mengerahkan kepandaiannya, memapaki serangan Swi Hwa dengan dorongan
tangan kirinya yang mengandung tenaga sakti Inti Bumi.
Aihhh....!! Swi Hwa menjerit,
ketika tubuhnya dilanda angin dahsyat yang amat kuat dan membuat dia
terjengkang, dan sebelum dia sempat bergerak, pundaknya telah ditotok secara
luar biasa sekali dan dia menjadi lemas, tak dapat berdaya lagi seperti
kehilangan tenaganya.
Hayo katakan, di mana adanya
Syanti Dewi?! Tek Hoat menghardik. Akan tetapi gadis itu melotot kepadanya
penuh kemarahan.
Tidak tahu!! Gadis itu
menjawab dengan keras pula. Dua bayangan berlari datang dan mereka itu adalah
Ma Khong dan Ma Ti Lok. Dua orang ini tadinya gentar sekali ketika mendatangi
rumah gedung milik Hek-sin Touw-ong itu, akan tetapi setelah mereka melihat
bagaimana dengan amat mudahnya Ang Tek Hoat dan Lauw Hong Kui merobohkan para
penjaga atau pengawal itu, kemudian melihat Lauw Hong Kui sudah bertempur
dengan hebat lawan Hek-sin Touw-ong sedangkan Tek Hoat dengan amat mudahnya
merobohkan murid Raja Maling, hati mereka menjadi besar dan mereka lalu berlari
memasuki gedung itu.
Melihat mereka, Tek Hoat lalu
berkata, Hayo bantu aku mencari ke dalam gedung. Geledah semua kamar sampai
kalian mendapatkan puteri yang disembunyikan itu!! Setelah berkata demikian,
dia sendiri sudah mendahului mereka lari memasuki gedung untuk mencari Syanti
Dewi.
Banyak sudah kamar
dimasukinya, akan tetapi dia tidak juga menemukan Syanti Dewi.
Syanti Dewi....! Syanti....!
Ini aku, Tek Hoat....!! Dia berteriak-teriak akan tetapi tidak pernah ada
jawaban. Dia melihat pula dua orang Saudara Ma itu ikut mencari-cari, namun
belum juga berhasil.
Tiba-tiba dia mendengar
teriakan keras yang dikenalnya sebagai suara Hong Kui, Tek Hoat....,
tolonggggg....!!
Cepat Tek Hoat berloncatan dan
lari ke luar. Ternyata Hong Kui terdesak hebat oleh kakek bermuka hitam yang
benar-benar amat lihai itu. Bahkan pedang wanita itu telah terlempar ke atas
lantai dan kini Hong Kui terdesak mundur, setiap pukulan tangan kakek itu
mengeluarkan bunyi mencicit nyaring dan biarpun Hong Kui sudah mengelak ke
sana-sini dengan cepat, namun tetap saja lengan kiri dan pundak kanannya
keserempet pukulan sakti itu sampai berdarah seperti terluka oleh pedang tajam.
Itulah pukulan Kiam-to Sin-ciang yang mujijat!
Wuuuttttt....!! Tek Hoat sudah
menghantam ketika dia tiba di tempat itu. Melihat ada sambaran angin dahsyat
dari samping, kakek itu meninggalkan Hong Kui dan menyambut pukulan itu dengan
tangkisan lengannya sambil dikerahkannya tenaga Kiam-to Sin-ciang yang membuat
kedua lengannya kuat dan mengandung hawa tajam seperti pedang atau golok itu.
Plakkk!!
Benturan dua tenaga mujijat
yang amat hebat itu membuat kakek itu terpelanting, akan tetapi Tek Hoat kaget
melihat kulit lengannya lecet berdarah!
Ahhh....!! Hek-sin Touw-ong
terkejut setengah mati. Baru satu kali ini dia bertemu dengan seorang pemuda
yang bukan hanya dapat menghadapi tenaga Kiam-to Sin-ciang tanpa membuat
lengannya terluka hebat, akan tetapi juga mampu membuat dia terpelanting dan
hampir roboh! Dengan marah dia lalu menerjang dan terjadilah perkelahian hebat
antara Tek Hoat dan kakek muka hitam itu. Hong Kui yang tadi terdesak hebat,
kini sudah mengambil kembali pedangnya dan dengan marah dia mengeroyok kakek
itu untuk menebus kekalahannya dan membalas luka-luka yang dideritanya di
lengan dan pundak. Kakek itu kini sudah kewalahan dan bingung menahan serangan
yang mengandung tenaga Inti Bumi yang dahsyat itu apalagi ketika Tek Hoat
mempergunakan Ilmu Toat-beng-ci, melakukan totokan-totokan dengan satu jari,
dia terkejut bukan main dan teringat akan nama seorang muda yang menggemparkan
dunia kang-ouw.
Si Jari Maut....!! teriaknya.
Akan tetapi pada saat itu,
pedang bersinar hijau di tangan Hong Kui sudah menyambar ganas ke arah
lehernya. Cepat dia menghindarkan diri dengan mengelak dan merendahkan
tubuhnya, akan tetapi karena pada saat itu Tek Hoat juga sudah menyerangnya,
maka sebuah totokan mengenai punggungnya dan kakek itu mengeluh roboh terguling
dalam keadaan tidak mampu bergerak lagi. Kalau orang lain yang terkena totokan
Tek Hoat itu, tentu akan tewas seketika. Namun kakek itu cukup tangguh sehingga
dia tidak tewas, hanya tertotok dan lumpuh.
Hek-sin Touw-ong, hayo katakan
di mana adanya Syanti Dewi!! Tek Hoat mengancam dengan jari tangan di atas
ubun-ubun kepala kakek itu.
Hek-sin Touw-ong adalah
seorang yang keras hati dan tidak takut mati. Dirobohkan oleh pemuda itu sudah merupakan
hal yang amat memalukan, maka dia menjawab dengan jengkel, Mau bunuh, lekas
bunuh, tidak perlu banyak cakap!!
Aku tidak akan membunuhmu, aku
mencari Syanti Dewi. Kau tidak berhak menculiknya dan menyembunyikannya. Hayo
katakan, di mana Syanti Dewi? Di mana?! Tek Hoat berteriak-teriak seperti orang
gila.
Aku tidak tahu!! jawab kakek
itu dan membuang muka dengan gerakan lemah karena kedua kaki tangannya lumpuh.
Tek Hoat bangkit berdiri dan
menarik napas panjang, memandang kepada Hong Kui. Aku tidak melihat Syanti Dewi
di dalam,! katanya dengan hati kecewa bukan main.
Hemmm, biarpun tidak ada
Syanti Dewi, akan tetapi di dalam rumah maling ini tentu banyak barang
berharga. Sebaliknya kubunuh saja dia!!
Hong Kui menggerakkan
pedangnya membacok ke arah leher Hek-sin Touw-ong. Kakek itu membelalakkan
mata, menanti datangnya maut dengan mata terbuka.
Wuuuttttt.... tranggggg....!
Eh, Tek Hoat, mengapa kau?! Hong Kui meringis dan memegangi pergelangan tangan
kanannya yang terasa nyeri karena tadi terpukul oleh pemuda itu sehingga
pedangnya terlempar dan berkerontangan di atas lantai.
Kau tidak boleh sembarangan
membunuh, tidak boleh selagi aku di sini!! bentak Tek Hoat yang merasa
mendongkol sekali karena ternyata petunjuk dari wanita itu tidak menghasilkan
dia menemukan kembali Syanti Dewi. Dia merasa tertipu.
Pada saat itu, terdengar jerit
wanita dari dalam. Mendengar ini, Tek Hoat cepat berlari masuk diikuti oleh
Hong Kui yang sudah menyambar kembali pedangnya. Jantung pemuda itu berdebar
tegang karena dia mengira bahwa itu adalah suara jeritan Syanti Dewi.
Akan tetapi betapa kaget dan
kecewanya, juga marah sekali, ketika dia tiba di tempat di mana dia tadi
meninggalkan Swi Hwa yang roboh tertotok, dia melihat Ma Khong dan Ma Ti Lok
sedang hendak menggagahi dara itu dan mereka telah merobek pakaiannya sehingga
gadis itu tadi menjerit.
Terasa pening kepala Tek Hoat
saking marahnya. Bedebah....!! Dia berseru dan tubuhnya meluncur ke depan. Dua
kali jari tangannya bergerak dan dua tubuh Ma Khong dan Ma Ti Lok terpelanting,
berkelojotan dan tewas seketika dengan dahi mereka ada tanda jari hitam!
Tek Hoat, kau terlalu!! Hong
Kui membentak marah. Kau membunuh teman sendiri!!