Jodoh Rajawali Bab 46 - Pertempuran Dahsyat

Jodoh Rajawali Bab 46 - Pertempuran Dahsyat
Anonim
Kho Ping Hoo
-------------------------------
----------------------------

Bab 46 - Pertempuran Dahsyat

Puteri Milana menyaksikan penyerbuan Pasukan Srigala itu dengan seksama sambil memandang ke arah atas tembok benteng. Dari menara tembok itu dia melihat bendera merah dikibarkan dan tiba-tiba anak panah dan batu yang meluncur bagaikan hujan dari atas tembok itu berhenti. Pasukan Srigala masih menyerbu terus, kini sudah mulai menaiki lereng menuju ke pintu gerbang.

Perintahkan mereka mundur!! Tiba-tiba Milana berseru dan pemegang bendera lalu memberi isyarat, disusul bunyi tambur sebagai perintah kepada pasukan itu. Namun terlambat, karena tiba-tiba saja pintu gerbang terbuka dan dari dalam pintu gerbang itu keluar batu-batu besar bergulingan ke bawah lereng, juga dari atas tembok dilempar-lemparkan batu-batu sebesar kepala orang ke bawah sehingga batu-batu ini pun bergulingan ke bawah menyambut pasukan musuh!

Diserang secara bertubi-tubi dan mendadak ini, Pasukan Srigala menjadi terkejut. Mereka berusaha menyingkir dan berloncatan ke sana-sini, akan tetapi banyak pula di antara mereka yang tertimpa dan tertumbuk batu-batu besar sehingga ramailah suara mereka yang diserang oleh batu-batu ini. Terpaksa mereka mundur secara tidak teratur dan dalam penyerbuan pertama ini Pasukan Srigala kehilangan dua ratus orang lebih. Milana melihat dari atas dan nampak olehnya betapa pintu gerbang tertutup kembali dan bendera merah di atas menara itu bergerak-gerak memberi tanda. Tembok benteng musuh kembali menjadi sunyi dan tidak nampak seorang pun perajuritnya!

Milana menarik napas panjang. Hebat, pikirnya. Benar-benar Jenderal Kao Liang telah bekerja untuk musuh! Baik, dia pun harus melawan dengan kekerasan!

Dia memberi kesempatan agar Pasukan Srigala memulihkan tenaga dan mengatur kembali keberesan pasukan itu. Kemudian terdengar aba-abanya nyaring, Lepaskan panah berapi!!

Pasukan anak panah lalu berindap-indap memencar dari depan, kanan dan kiri, dan tak lama kemudian berluncuranlah anak panah yang membawa api menuju ke benteng itu. Akan tetapi, karena benteng itu berlapis-lapis, maka anak-anak panah berapi itu hanya mengenai tembok benteng di sebelah dalam, tidak mengenai bangunan-bangunan di dalam benteng. Betapapun juga, hujan anak panah berapi itu membuat para perajurit di dalam benteng terpaksa berlindung dan memadamkan api begitu anak panah itu menimpa tembok sebelah dalam. Sementara itu, diam-diam Milana lalu memberi perintah kepada pasukan untuk menggali lubang-lubang naik ke lereng itu.

Kemudian, tiba-tiba Puteri Milana memerintahkan tiga pasukan, yaitu Pasukan Harimau, Pasukan Naga, dan Pasukan Singa untuk menyerbu dari kanan kiri dan tengah, didahului oleh pasukan yang mengerjakan penggalian-penggalian itu. Kembali hujan anak panah dan batu, yang dibalas oleh serangan anak panah dari pasukan kerajaan. Seperti juga tadi, ketika pasukan penyerbu sudah mulai naik ke lereng, batu-batu besar berjatuhan dari atas dan keluar dari pintu gerbang.

Akan tetapi kini pasukan-pasukan itu sudah siap. Cepat mereka bertiarap ke dalam lubang-lubang itu sehingga batu-batu yang menggelundung itu melewati tubuh mereka. Ada pula yang terkena, akan tetapi tidak begitu banyak dan sebagian besar pasukan selamat dan setelah hujan batu mereda, mereka terus mendaki naik sambil menggali lubang-lubang berikutnya. Siasat Milana ini berhasil dan akhirnya tiga pasukan itu dapat bergabung dan sambil bersorak-sorak mereka lari menuju ke depan.

Akan tetapi, tiba-tiba mereka disambut oleh teriakan yang mengejutkan dan dari dalam tanah di depan tembok benteng itu terbuka lubang-lubang dan ternyata di situ terdapat pasukan-pasukan pendam yang sudah lama menanti. Begitu keluar dari tempat persembunyian mereka, pasukan pendam ini melepaskan anak panah dari kanan kiri, sedangkan pasukan inti menyerbu dari tengah, dan kini pintu gerbang terbuka dan bersama dengan bunyi tambur dan teriakan-teriakan menggegap-gempita, keluarlah pasukan besar menyerbu dari tengah, menghimpit pasukan kerajaan dari kanan kiri dan tengah.

Terjadilah pertempuran yang hebat, akan tetapi pasukan kerajaan sama sekali tidak mampu untuk mendesak musuh. Bahkan mereka yang mencoba untuk mendekati tembok, menerima siraman-siraman air panas dari atas tembok sehingga mereka terpaksa mundur kembali! Melihat ini, kembali Milana memerintahkan mundur semua pasukan. Serangan yang ke dua itu pun gagal dan ternyata lebih dari seribu orang anak buah pasukan tewas!

Setelah dua kali kegagalan ini dan melihat betapa, tembok benteng itu kembali sunyi, Milana lalu menarik mundur pasukannya dan membiarkan mereka mengaso. Dia sendiri lalu mengadakan perundingan dengan para panglima kerajaan menghadapi benteng musuh yang demikian kuatnya. Dia tahu atau dapat menduga bahwa yang menggerakkan bendera merah di menara itu tentulah Jenderal Kao, atau setidaknya tentulah pembantu jenderal yang pandai itu. Untuk menyerbu secara nekat dan membobolkan benteng dengan kekerasan, agaknya lebih dulu akan mengorbankan banyak sekali perajurit dan hasilnya pun belum dapat menyakinkan, mengingat betapa kuatnya penjagaan di benteng itu.

Malam tiba dan Milana masih melakukan perundingan dan mencari siasat bersama para panglima pembantunya, mencari-cari kemungkinan untuk menyerbu dengan lain cara.

***

Sementara itu, pendekar Gak Bun Beng yang mendahului pasukan isterinya, menyusup-nyusup melalui hutan di sepanjang tepi Sungai Huang-ho dan dia melihat Kok Cu dan Ceng Ceng yang bersembunyi di tepi sungai. Dia lalu muncul di depan suami isteri pendekar itu.

Kok Cu dan isterinya terkejut sekali ketika tiba-tiba melihat bayangan berkelebat. Orang yang datang ini sama sekali tidak mereka ketahui, tanda bahwa orang ini hebat sekali ilmunya. Akan tetapi ketika Ceng Ceng melihat siapa adanya orang itu, dia girang bukan main.

Paman Gak Bun Beng....!! serunya ketika melihat priayang berdiri sambil tersenyum di depannya itu.

Juga Kok Cu menjadi girang dan cepat dia memberi hormat. Melihat pendekar ini, hati Ceng Ceng menjadi besar dan cepat dia bertanya, Paman, kapankah pasukan Bibi Milana akan menyerbu ke sini?!

Dalam satu dua hari ini, kini telah berangkat setelah menduduki Lok-yang.!

Ah, Paman. Benteng itu kuat bukan main, dipimpin oleh....! Ceng Ceng tidak melanjutkan karena merasa tidak enak kepada suaminya.

Aku sudah tahu. Jenderal Kao Liang, ayah mertuamu itu terpaksa karena semua keluarganya ditawan, bukan? Tentu ada apa-apanya ini. Aku akan menyelidiki lebih dulu ke dalam, dan sebaiknya kalian menanti sampai pasukan kerajaan menyerbu. Eh, apakah kalian tidak bertemu dengan Suma Kian Bu? Dia sudah lebih dulu meninggalkan kota raja menuju ke sini!!

Kok Cu dan Ceng Ceng saling pandang dengan heran lalu menggeleng kepala. Kami bertemu dengan Ang Tek Hoat yang mencari Puteri Syanti Dewi dan dia memasuki lembah, entah apa jadinya dengan dia.! Ceng Ceng lalu menceritakan tentang pertemuan mereka dengan Tek Hoat. Mendengar ini, Gak Bun Beng mengerutkan alisnya.

Sungguh aneh sekali, mengapa Syanti Dewi kembali terbawa-bawa dalam pemberontakan ini dan dia berada di lembah? Ah, benteng di lembah itu mengandung banyak rahasia, dan hal ini makin mendorongku untuk lebih dulu masuk menyelidiki ke sana.!

Keadaan mereka kuat sekali.... Paman Gak,! kata Kok Cu yang merasa agak kaku menyebut paman kepada pendekar itu, akan tetapi karena memang pendekar itu adalah suami dari Puteri Milana, bibi dari isterinya, maka dia pun menyebut paman. Di sana terdapat Im-kan Ngo-ok, Hek-tiauw Lo-mo, Hek-hwa Lo-kwi, dan banyak lagi tokoh-tokoh kaum sesat. Karena putera kami juga tertawan di sana, maka kami terpaksa menahan diri dan mencari kesempatan untuk dapat menyelundup masuk dan menolong semua keluarga ayah.! Lalu Si Naga Sakti ini bercerita tentang puteranya yang juga terculik dan tahu-tahu sudah dibawa oleh penculik itu ke dalam benteng dan menjadi tawanan bersama keluarga ayahnya pula.

Mendengar ini, Gak Bun Beng menggeleng kepalanya dengan kagum dan juga penasaran sekali. Ah, agaknya Pangeran Liong Bian Cu putera Pangeran Liong Khi Ong yang ternyata juga menjadi Pangeran Nepal ini ternyata lebih cerdik dan berbahaya daripada ayahnya dahulu. Untuk mencapai cita-citanya, dia tidak segan-segan menggunakan segala macam kecurangan untuk memaksa Jenderal Kao membantunya dan membuatmu tidak berdaya pula dengan menguasai puteramu.!

Kalau hanya seorang anggauta keluarga saja yang ditawan, kami berdua tentu sanggup untuk menyelamatkannya, akan tetapi anggauta keluarga sedemikian banyaknya, tidak mungkin menggunakan kekerasan menolong mereka semua,! kata Kok Cu dengan penasaran.

Paman Gak, kalau Paman sudah berhasil memasuki benteng, harap Paman sudi mengamat-amati keadaan putera kami, Kao Cin Liong.!

Gak Bun Beng mengangguk. Dia maklum bahwa bagi Kok Cu tidak mungkin mengajukan permintaan seperti itu karena selain puteranya, juga ayah bundanya, dan keluarga ayahnya semua tertawan di sana, akan tetapi bagi Ceng Ceng sebagai seorang ibu, tentu saja yang diingat hanyalah keselamatan puteranya.

Jangan khawatir, tentu saja aku akan berusaha sedapat mungkin agar mereka itu tidak sampai terancam.! Bun Beng lalu bangkit berdiri. Nah, sebaiknya memang kalau kalian menanti sampai pasukan kerajaan menyerbu sehingga dalam kekacauan itu mereka tidak begitu memperhatikan kalian. Sebelum itu, kehadiran kalian di sana hanya membahayakan keselamatan keluarga kalian yang ditawan. Sampai jumpa,! Setelah berkata demikian, Gak Bun Beng lalu meloncat pergi. Diam-diam Ceng Ceng merasa berbesar hati setelah bertemu dengan pendekar itu karena dengan adanya bantuan pendekar sakti itu, keselamatan puteranya lebih terjamin.

Ke manakah perginya Kian Bu dan Hwee Li? Mereka itu beberapa hari lebih dulu dari Gak Bun Beng meninggalkan kota raja menuju ke benteng di lembah. Huang-ho, mengapa setelah Bun Beng sudah tiba di situ, dua orang muda ini belum kelihatan bayangannya?

Ternyata mereka berdua itu mengambil jalan memutar. Mereka berdua sudah mengerti benar akan kekuatan di dalam benteng, dan sedikit banyak Hwee Li sudah mengenal keadaan di sekeliling benteng itu. Maka mereka lalu mencari akal, yaitu hendak menyelidiki benteng itu dari samping, melalui jurang yang amat curam dan sukar, oleh karena itu mereka menggunakan waktu berharl-hari untuk mencari jalan melalui tempat yang amat sukar dan tak mungkin dilalui oleh pasukan atau manusia biasa itu. Sampai beberapa hari lamanya Kian Bu dan Hwee Li mencari-cari jalan rahasia yang menurut Hwee Li terdapat di sekitar jurang itu, namun tanpa hasil. Kian Bu mencela Hwee Li, mengatakan bahwa mungkin tidak ada jalan rahasia itu dan Hwee Li menjadi uring-uringan.

Aku belum gila,! jawabnya marah. Kalau tidak ada, perlu apa aku bersusah payah mengambil jalan ini? Memang pintu rahasia itu belum kulihat di sebelah sini, akan tetapi aku sudah tahu di sebelah dalamnya menembus di taman, di belakang rumpun bambu kuning.!

Mereka duduk di atas batu, menyeka peluh karena hari amat panas dan mereka sudah lelah sekali.

Tiba-tiba Kian Bu meloncat berdiri. Aku pergi dulu....! bisiknya, matanya terus mengincar ke kiri, di mana terdapat semak-semak belukar.

Mau apa? Ada apa?! Hwee Li bertanya.

Sssttt, kulihat berkelebatnya bayangan kelinci gemuk di sana tadi. Perutku lapar, aku akan menangkapnya untuk makan.! Kian Bu lalu berjingkat-jingkatan bergerak cepat tanpa suara mencari kelinci yang baru saja dilihatnya. Sebentar saja bayangan pemuda itu sudah lenyap di balik semak-semak.

Hwee Li merasa panas hatinya karena agaknya keterangannya tentang jalan atau pintu rahasia itu tidak dipercaya oleh Kian Bu. Dia bangkit berdiri, membanting-banting kakinya dan mulailah dia mencari lagi, mencari sendiri karena hatinya merasa penasaran sekali. Ditelitinya setiap batu, setiap rumpun alangalang atau semak-semak. Sampailah dia di tepi jurang dan tiba-tiba dia tertegun memandang ke kanan dan cepat tubuhnya bergerak memutar, matanya terbelalak dan mukanya perlahan-lahan berubah merah, tanda bahwa dia mulai marah sekali melihat apa yang sedang terjadi di seberan jurang itu!

Apakah yang sedang dilihatnya? Yang menimbulkan kemarahan hati Hwee Li ternyata adalah Suma Kian Lee dan Teng Siang In! Seperti telah kita ketahui, dua orang muda ini pun setelah lolos dari tangan Im-kan Ngo-ok lalu pergi menyelidiki benteng. Akan tetapi karena mereka maklum bahwa menyelidiki dari depan amatlah berbahaya, mereka lalu mengambil jalan memutar dan menyelidiki dari samping, melalui jurang-jurang seperti yang dilakukan oleh Kian Bu dan Hwee Li.

Ketika mereka harus menyeberangi sebuah jurang yang amat berbahaya, keduanya menggunakan akal. Untuk meloncati jurang itu tidaklah mungkin karena di seberang sana terdapat semak-semak berduri sehingga tidak diketahui bagaimana keadaan tanah di tepi jurang di seberang. Oleh karena itu, Kian Lee lalu mengumpulkan akar-akar yang panjang dan kuat, disambung-sambungnya, kemudian dia mengikatkan ujungnya pada sebuah batu sebesar kepala orang dan melontarkan batu itu ke seberang sampai akar yang merupakan tambang itu melibat pada sebatang pohon dan ditariknya sehingga menegang dan cukup kuat untuk dipakai sebagai jembatan menyeberang.

Dan keduanya sedang menyeberangi tali dari akar yang kuat itu ketika Hwee Li melihat mereka. Biarpun Siang In memiliki ginkang yang amat tinggi dan baginya merupakan pekerjaan amat mudah untuk menyeberang dan berjalan di atas tali seperti itu, jangankan hanya sepanjang itu, biarpun lima kali lebih panjang pun dia sanggup melakukannya. Akan tetapi, dara ini ternyata merupakan seorang yang mudah merasa ngeri kalau berada di tempat yang curam, maka begitu dia mulai melangkah dan melihat ke bawah, dia menjerit tertahan, Aihhh.... aku.... aku ngeri....!! Dan dia lalu menggerakkan payungnya, dibukanya payung itu dan dipergunakannya untuk membantu keseimbangan tubuhnya! Padahal kalau dia tidak merasa ngeri, sambil berlari biasa pun dia sanggup melintasi jurang itu melalui tambang.

Melihat wajah dara itu mendadak menjadi pucat, Kian Lee menjadi tidak tega dan juga khawatir kalau-kalau saking ngerinya dara itu menjadi pingsan dan hal itu tentu saja amat berbahaya. Karena itulah, dia pun lalu berjalan di belakang dara itu dan memegang tangan kiri Siang In sehingga Siang In menyeberangi tali akar itu dengan tangan kanan memegang payung dan tangan kiri digandeng Kian Lee. Dan pemandangan inilah yang membuat wajah Hwee Li menjadi merah saking marahnya. Cemburu menyesakkan dadanya. Dia melihat Kian Lee bergandeng tangan demikian mesranya dengan seorang dara cantik yang memegang payung, seorang dara yang genit! Tanpa disadarinya, tangan kanannya sudah menyambar sebuah batu sebesar kepala orang!

Menurut hatinya yang panas karena cemburu, ingin dia melontarkan batu itu untuk menyambit tali itu agar putus, akan tetapi dia teringat bahwa kalau tali itu putus, bukan hanya dara itu yang akan terjatuh ke dalam jurang, akan tetapi juga Kian Lee! Maka ketika dia melihat betapa di ujung jurang itu terdapat tempat dangkal penuh lumpur, yaitu setelah hampir tiba di tepi jurang, dia menanti sampai dua orang itu berada di atas genangan lumpur itu, lalu dia menyambitkan batu di tangannya.

Crottt....!! Batu itu menimpa air lumpur dan tentu saja air lumpur itu muncrat ke atas dan Siang In yang berada di depan itu paling banyak terkena lumpur pakaiannya. Tentu saja kedua orang itu terkejut bukan main. Ketika Siang In menoleh dan melihat bahwa yang menyambitkan batu sehingga air lumpur memercik ke pakaiannya itu adalah seorang gadis pakaian hitam yang cantik manis dan yang berdiri sambil bertolak pinggang dan sengaja mentertawakannya dengan mengejek, menjadi panas perutnya. Dia lupa akan kengeriannya, melepaskan tangan Kian Lee dan dengan sekali lompat dia telah tiba di tepi jurang melampaui semak-semak berduri, lalu langsung dia berlari menghampiri Hwee Li!

Bocah setan, engkaukah yang melempari lumpur itu tadi?! bentak Siang In marah sekali. Payungnya masih terbuka dan kini ujungnya yang runcing itu ditodongkan ke depan. Kalau kutusukkan payungku ini, mampus kau karena kelancanganmu itu!!

Eh, eh, engkau mau membunuh aku? Bocah iblis, mudah saja kau bicara! Sebelum payung bututmu itu bergerak, lehermu sudah putus oleh pedangku ini!! Setelah berkata demikian, sekali tangan kanannya bergerak Hwee Li telah mencabut pedangnya!

Bocah siluman gunung! Kau sudah berbuat kurang ajar, melempar lumpur sampai pakaianku kotor semua, masih berani membuka mulut lancang dan kotor? Sungguh selama hidupku belum pernah aku bertemu dengan anak kurang ajar macam engkau!! Siang In menjadi makin marah.

Engkau siluman jurang! Memang pantas berlepotan lumpur! Memang aku melempar batu ke lumpur, habis kau mau apa? Apakah tempat ini milikmu? Aku mau melempar ke manapun aku suka, kau peduli apa?! Hwee Li menantang.

Bocah ingusan kau harus dihajar!! Siang In marah sekali, tangan kirinya bergerak menampar ke arah pipi Hwee Li. Tamparannya itu cepat bukan main, seperti kilat menyambar, akan tetapi Hwee Li adalah seorang ahli silat tinggi, maka dengan miringkan tubuh saja dia dapat menghindarkan diri dan kontan keras tangan kirinya juga bergerak menampar ke arah pipi Siang In.

Syuuuuuttt....!! Siang In cepat melangkah mundur untuk mengelak.

Eh, tahan dulu....! Jangan berkelahi, tahan dulu....!! Kian Lee datang dan pemuda ini tentu saja segera mengenal Hwee Li dan dia berteriak melerai ketika melihat betapa dua orang dara itu sudah saling tampar dan kini bahkan menggerakkan senjata mereka!

Melihat munculnya Kian Lee yang melerai, hati Hwee Li menjadi makin panas dan dalam nada suara Kian Lee itu dia menangkap sikap Kian Lee yang membela dan berfihak kepada wanita yang cantik itu. Cemburunya naik ke kepala. Dia membelalakkan matanya, memandang kepada dara itu. Benar cantik sekali, dan pakaiannya juga indah. Seorang gadis pesolek yang sinar matanya genit! Melototlah dia kepada Kian Lee, seperti hendak ditelannya bulat bulat pemuda itu.

Kau....! Kau boleh sekalian maju membelanya, boleh dikeroyok dua aku tidak akan surut selangkah pun!! bentaknya dan pedangnya sudah digerakkan menyerang Siang In.

Bocah bermulut lancang dan kurang ajar!! Siang In juga marah sekali dan dia menganggap dara berpakaian hitam itu benar-benar tidak tahu sopan santun dan sombong sekali, maka dia cepat menggerakkan payungnya dan menangkis.

Cringgg.... Tranggg....!! Bunga api berpijar ketika ujung payung bertemu dengan ujung pedang dan berkali-kali mereka sudah mengadu senjata dan saling serang dengan hebatnya!

Eh-eh, apa yang terjadi ini....? Tiba-tiba Kian Bu telah datang dengan loncatan kilat, di tangan kirinya dia memegang seekor kelinci gemuk.

Bu-te....!!

!Ohhh, Lee-ko....!! Kian Bu girang bukan main melihat kakaknya, akan tetapi matanya terbelalak memandang kepada dua orang dara yang sedang bertanding hebat itu. Dia kagum juga melihat Siang In yang dapat mengimbangi gerakan pedang Hwee Li yang ganas, dan melihat gadis itu memainkan payungnya dengan gaya yang demikian indah seperti orang menari, teringatlah dia. Gadis berpayung! Tentu saja! Mana mungkin dia dapat melupakan seorang gadis seperti Siang In? Apalagi seorang gadis yang pernah diciumnya? Gadis itu kini makin dewasa dan makin cantik jelita! Karena bingung dan khawatir melihat pertandingan dengan senjata itu, Kian Bu tanpa disadarinya sendiri melepaskan kelinci yang tadi dengan susah payah ditangkapnya dan dia mendekati tempat pertempuran itu sambil berseru, Nanti dulu! Tahan senjata! Aihhh, berbahaya sekali....!!

Siang In meloncat ke belakang dan tentu saja dia segera mengenal Siluman Kecil! Dan setelah kini dia melihat wajah Siluman Kecil, hampir dia menjerit! Itulah dia orang yang dicarinya selama ini! Suma Kian Bu! Tapi dia itu Siluman Kecil. Lihat rambutnya yang putih semua!

Kau.... Siluman Kecil ataukah Suma Kian Bu....?! tanyanya dengan suara tertahan-tahan dan mukanya berubah agak pucat.

Kian Bu tersenyum dan menjura. Kedua-duanya, boleh pilih yang manapun....!

Kini tahulah Siang In bahwa orang yang selama ini dicari-carinya bukan lain adalah Siluman Kecil! Dan Siluman Kecil kini agaknya bersama dara cantik berpakaian hitam ini, buktinya kini Siluman Kecil berdiri di dekat dara berpakaian hitam itu, kelihatan memihaknya. Sungguh aneh sekali, dia merasa betapa hatinya panas bukan main, panas dan marah.

Bagus! Kau boleh maju sekalian mengeroyokku!! katanya dan dengan hebat dia sudah menerjang maju dengan payungnya, menyerang Hwee Li.

Siluman jahat!! Hwee Li juga memaki dan pedangnya bergerak menangkis, lalu dia balas menyerang yang juga dapat ditangkis oleh Siang In. Terjadilah pertandingan yang amat seru, sengit, namun sedemikian indah gerakan kedua orang dara yang sama cantiknya ini sehingga dua orang kakak beradik dari Pulau Es itu sampai melongo dan amat tertarik. Terdapat persamaan gerakan dari kedua orang dara itu, keduanya seperti sedang menari-nari, bukan sedang berkelahi, apalagi karena senjata Siang In adalah sebatang payung yang dapat terbuka dan tertutup. Dan gerakan Hwee Li juga indah sekali. Hal ini tidaklah aneh karena selama dia tinggal bersama Puteri Syanti Dewi, Hwee Li diajari menari oleh Puteri Bhutan itu dan memang Hwee Li suka sekali menari sehingga gerakan silatnya tanpa disadarinya sendiri telah kemasukan gerak tari yang indah, namun tidak kehilangan keganasannya! Kakak beradik itu saling pandang dari jauh dan keduanya mengangguk, seolah-olah dengan pandang mata mereka itu keduanya sudah sepakat untuk membiarkan dua orang dara yang sama cantik jelita dan sama pandainya menari dan bersilat itu melanjutkan pertandingan mereka dan mereka berdua diam-diam menjaga untuk melindungi dan mencegah kalau sampai ada bahaya mengancam keduanya dari perkelahian itu!

Siang In yang sudah menjadi marah dan kini juga penuh dengan hati panas melihat betapa Kian Bu yang dicari-carinya selama ini ternyata berduaan dengan dara cantik ini, membuat kemarahannya bertumpuk-tumpuk, kini mengeluarkan kepandaiannya yang istimewa, permainan payungnya yang didapatnya dari gurunya, yaitu See-thian Hoat-su kakek yang bertapa di Gua Tengkorak. Memang senjata payung adalah senjata yang istimewa dan karena keanehannya ini maka membingungkan lawan. Apalagi ketika payung itu terbuka tertutup seperti permainan pedang yang dilindungi tameng, bahkan batangnya yang bengkok itu dipergunakan oleh Siang In untuk mengait leher lawan, sejenak Hwee Li menjadi terdesak dan dibikin kacau permainan pedangnya. Akan tetapi tentu saja Siang In tidak dapat merobohkannya, apalagi menerobos lingkaran sinar pedang yang hebat itu, hanya mampu mendesak dara pakaian hitam itu.

Serang gagang payungnya, serang bagian tengah tubuhnya!! Tiba-tiba Kian Bu berkata lirih namun terdengar jelas oleh Hwee Li dan juga tentu saja oleh Siang In. Mendengar ini, Hwee Li melihat lowongan itu dan begitu gagang pedangnya menyambar ke arah gagang payung, Siang In menjadi sibuk dan cepat dia menarik payungnya ke belakang. Kesempatan itu dipergunakan oleh Hwee Li dengan baik.

Haiiittttt....!! bentaknya dan dia menekuk lengan kirinya, menyikut perut Siang In!

Ihhhhh....!! Siang In terkejut dan mengangkat kakinya mengelak. Nyaris perutnya kena disikut! Hwee Li menang angin dan terus mendesak dengan pedangnya sehingga Siang In terpaksa mundur-mundur sambil memutar payungnya yang terbuka seperti perisai. Kini berbalik terdesaklah Siang In dan hatinya makin panas, makin sakit melihat kenyataan betapa Kian Bu, pemuda yang selama ini dicari-carinya sampai dia jauh-jauh pergi ke Bhutan, pemuda yang seringkali membuatnya bangun dari tidur karena mimpi, pemuda yang pernah menciumnya, selain gulang-gulung dengan dara pakaian hitam yang cantik jelita ini, juga membantu dara ini dan memberi petunjuk sehingga hampir saja dia mati! Betapa kejam hati pemuda itu! Siang In merasa kedua matanya panas dan dia menahan air matanya ketika dia terus memutar payungnya melindungi tubuhnya dari serangan pedang yang amat ganas dari lawannya.

Tiba-tiba terdengar Kian Lee berkata, Pertahanan bawahnya lemah, pergunakan tendangan untuk menghalau desakan!!

Juga suara Kian Lee ini jelas terdengar oleh kedua orang dara itu. Siang In menjadi girang dan cepat dia menggunakan kedua kakinya menendang secara bertubi-tubi dengan Ilmu Tendangan Soan-hong-twi. Kedua kakinya bergerak dengan cepat sekali dan payungnya tetap menahan pedang Hwee Li di bagian atas. Terkejutlah Hwee Li. Terkejut dan juga marah bukan main. Kian Lee telah membantu perempuan ini! Hampir dia menjerit dan menangis! Jelas bahwa Kian Lee mencinta perempuan cantik ini, tentu Kian Lee telah terpikat oleh kegenitan wanita ini! Dia terpaksa mundur lagi agar jangan sampai terkena tendangan.

Pertandingan itu menjadi makin seru dan makin indah, juga lucu. Kadang-kadang Kian Bu memberi petunjuk kepada Hwee Li, dan sebaliknya Kian Lee memberi petunjuk kepada Siang In. Sebetulnya, kedua orang kakak beradik ini memberi petunjuk tanpa maksud untuk mencelakakan seorang di antara kedua dara itu, melainkan merasa sudah sepatutnya memberi petunjuk teman seperjalanan yang terdesak. Biarpun mereka memberi petunjuk, namun di dalam hati mereka tidak berfihak, bahkan selalu menjaga untuk segera turun tangan mencegah kalau sampai ada yang terancam bahaya terluka. Akan tetapi, tanpa mereka sadari, sikap mereka ini makin menghancurkan hati dua orang dara itu yang terus bertanding mati-matian dengan hati dibakar cemburu dan kebencian!

Kalau dibuat perbandingan, tingkat kepandaian silat antara dua orang dara itu, harus diakui bahwa tingkat kepandaian Hwee Li sedikit lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Siang In. Hwee Li semenjak kecil sudah digembleng oleh seorang yang amat tinggi kepandaiannya seperti Hek-tiauw Lo-mo. Sebagai anak angkat yang dicintanya, tentu saja kakek iblis itu menurunkan semua ilmunya kepada Hwee Li. Kemudian, Hwee Li menjadi murid dari Ceng Ceng, isteri dari Si Naga Sakti Gurun Pasir. Sungguhpun menurut janjinya dahulu (baca Kisah Sepasang Rajawali) Hwee Li hanya akan berguru tentang racun dan pukulan beracun, akan tetapi karena Ceng Ceng kini tidak lagi menyukai ilmu itu, guru ini telah menurunkan ilmu-ilmu silat, bahkan telah membersihkan! Ilmu silat dari kaum hitam yang dipelajari oleh dara itu dari ayah angkatnya. Maka tidaklah mengherankan apabila dalam pertempuran ini, akhirnya Hwee Li yang dapat mendesak Siang In dengan sinar pedangnya yang memang hebat sekali itu. Sifat dari ilmu pedang yang dimainkan oleh Hwee Li masih amat ganas dan dahsyat sungguhpun Ceng Ceng sudah banyak menyuruhnya membuang bagian-bagian yang terlalu ganas dan keji.

Karena memang kalah dalam hal mainkan senjata, akhirnya Siang In yang sudah marah dan tidak mau kalah, itu, menggunakan kekuatan sihirnya. Dia berkemak-kemik, mengerahkan kekuatan batinnya dan memandang dengan sepasang mata yang bersinar-sinar, lalu terdengar dia bersuara seperti orang bersenandung, Nona pakaian hitam yang galak engkau sudah lelah dan menyerahlah kepada nonamu, berlututlah....!

Aneh sekali, mendengar senandung ini, tiba-tiba saja Hwee Li merasa tubuhnya lemas dan kehilangan tenaga. Pada saat itu, hampir saja dia menjatuhkan diri berlutut kalau saja tidak terdengar suara Kian Bu yang mengeluarkan bunyi melengking panjang. Suara lengking yang aneh dan perlahan, akan tetapi penuh getaran dan seketika Hwe Li merasa biasa kembali dan pedangnya kembali menjadi ganas. Kembali Siang In merasa hatinya tertusuk, karena untuk ke sekian kalinya Kian Bu membantu Hwee Li.

Tadinya, kedua kakak beradik ini hanya ingin menonton permainan silat yang indah itu dan saling membantu agar tidak sampai ada yang celaka, akan tetapi lambat-laun mereka berdua terseret pula dan masing-masing merasa heran. Kian Lee mulai memandang dengan terheran-heran dan dengan hati penuh pertanyaan. Adiknya itu membela Hwee Li mati-matian, dan mereka berdua juga melakukan perjalanan bersama, kelihatan begitu mesra! Dan memang adiknya itu mempunyai watak yang cocok sekali dengan Hwee Li. Ah, mengapa dia begitu bodoh? Tidak salah lagi, adiknya itu, Kian Bu, tentu jatuh cinta kepada puteri Hek-tiauw Lo-mo ini! Dia tidak tahu bahwa diam-diam Kian Bu juga menduga demikian. Kakaknya melakukan perjalanan bersama dengan Siang In dan kakaknya membantu Siang In mati-matian. Siang In memang cantik jelita dan demikian menarik, maka sudah sepatutnyalah kalau kakaknya itu jatuh cinta kepada dara itu. Diam-diam dia merasa bersyukur sungguh pun ada perasaan aneh menyelinap di dalam hatinya. Mengapa tidak kepada Hwee Li kakaknya mencinta? Dia tahu benar bahwa Hwee Li cinta kepada kakaknya! Hwee Li telah begitu berterus terang kepadanya bahwa dara ini amat mencinta Kian Lee, kakaknya. Dan kini melihat gejala-gejalanya, agaknya Kian Lee jatuh hati kepada dara berpayung yang memang sejak dulu pandai bergaya itu, cantik jelita, manis dan memikat sehingga sukar mencari keduanya dara seperti Siang In!

Cukuplah, In-moi, cukuplah.... kita adalah orang-orang sendiri, tidak perlu berkelahi....!! Akhirnya Kian Lee meloncat di antara kedua orang dara itu dan melerai. Juga Kian Bu meloncat di depan Hwee Li.

Melihat betapa Kian Lee menyebut ln-moi! demikian mesranya kepada dara itu, Hwee Li tak dapat menahan lagi kemarahannya dan dia lalu membalikkan diri dan lari dari situ sambil terisak menangis! Melihat ini, Kian Bu menjadi khawatir sekali dan juga mengejar dengan cepat. Akan tetapi Hwee Li tidak mau berhenti dan terus berlari, biarpun dihibur dan dibujuk oleh Kian Bu untuk berhenti.

In-moi, mereka itu bukanlah orang lain....! Akan tetapi baru berkata sampai di sini, Siang In yang hatinya makin panas melihat Kian Bu mengejar Hwee Li, juga membalikkan tubuhnya dan lari sambil menangis pula. Kian Lee terkejut dan cepat mengejar. Demikianlah, dua orang gadls itu melarikan diri ke jurusan yang berlawanan, dikejar oleh kedua orang pemuda itu yang tidak sempat untuk bicara lagi. Dua orang pemuda yang menjadi bingung sekali.

Setelah napasnya hampir putus karena berlari terus sambil menangis, akhirnya Siang In berhenti dan menjatuhkan dirinya di atas rumput. Muka dan lehernya penuh peluh dan mukanya agak pucat. Kian Lee juga duduk di atas rumput, hatinya menyesal sekali mengapa pertandingan itu berakibat sedemikian berlarut-larut.

Jadi.... jadi Siluman Kecil itu adalah adikmu, Suma Kian Bu itu?! Akhirnya Siang In berkata dengan terengah-engah.

Benar, sudahkah engkau mengenalnya?! Kian Lee balas bertanya.

Dan dara itu...., siapakah dia?!

Ah, dia itu bernama Kim Hwee Li, dia.... puteri dari Hek-tiauw Lo-mo.!

Hemmm, pantas! Dan adikmu itu.... Siluman Kecil itu agaknya jatuh cinta kepadanya, ya?!

Kian Lee merasa sukar untuk menjawab. Dia tidak tahu dengan pasti, akan tetapi melihat betapa tadi Kian Bu membantu dara pakaian hitam itu....! Yah, agaknya begitulah,! jawabnya tanpa dipikir panjang karena apa salahnya menjawab demikian, pikirnya. Mari kita jumpai mereka.!

Tidak sudi! Kalau aku bertemu dengan perempuan itu, akan kubunuh dia!! tiba-tiba Siang In berkata, suaranya penuh kebencian. Kian Lee terkejut bukan main dan mengangkat muka memandang wajah yang cantik itu dengan penuh selidik. Tidak biasa Siang In marah-marah seperti ini! Maka dia pun mengambil keputusan untuk tidak mempertemukan dua orang dara yang sedang diamuk kemarahan itu. Memang Hwee Li telah berlaku keterlaluan, pikirnya, melemparkan batu itu sehingga pakaian Siang In menjadi kotor. Dia tidak mengerti mengapa dara itu berbuat seperti itu. Dia menarik napas panjang karena menduga bahwa Hwee Li masih berwatak kekanak-kanakan dan mungkin ketularan watak Hek-tiauw Lo-mo! Sayang, pikirnya. Dara itu tidak jahat seperti ayahnya, mudah-mudahan saja Kian Bu akan dapat mendidik dan menuntunnya ke jalan benar.

Sementara itu, Hwee Li akhirnya juga berhenti karena kehabisan napas. Dia duduk menangis. Kian Bu duduk di depannya, tidak dapat membuka mulut karena dia tahu bahwa Hwee Li marah bukan main. Dia.... dia telah jatuh cinta kepada gadis siluman itu!! teriaknya dan kembali dia menangis.

Kian Bu menarik napas panjang. Dia sendiri juga meragukan kakaknya, mungkin saja kakaknya jatuh cinta kepada Siang In. Memang dara itu amat cantik jelita! Belum tentu, hanya dugaan saja....! katanya menghibur Hwee Li. Dia tahu kini bahwa Hwee Li marah-marah karena cemburu, Lebih baik kita jumpai mereka dan kita bicara dengan baik-baik. Gadis itu bukan musuh....!

Hemmm, agaknya engkau sudah kenal dia? Siapakah dia?!

Namanya Teng Siang In, dia murid dari See-thian Hoat-su....!

Hemmm, kakek tukang sihir itu? Pantas dia menjadi siluman! Kalau aku bertemu dengan dia, harus kubunuh siluman itu!!

Melihat kemarahan dan kebencian Hwee Li, Kian Bu beranggapan bahwa memang belum waktunya menemui kakaknya dan Siang In, karena kalau hal itu terjadi, sukarlah untuk menahan gadis ini mengamuk! Kalau begitu, mari kita melanjutkan perjalanan. Kalau engkau tidak dapat menemukan jalan rahasia itu, sebaiknya kita langsung saja naik ke atas tembok benteng.!

Dan pada saat Kian Bu bicara dengan Hwee Li, Kian Lee bicara dengan Siang In itulah, tiba-tiba terdengar suara hiruk pikuk dari jauh. itulah suara pasukanpasukan dari kerajaan yang mulai menyerbu benteng dan seperti kita ketahui, penyerbuan dua kali dalam sehari yang diatur oleh Puteri Milana itu mengalami kegagalan.

***

Sekali ini Puteri Milana merasa pusing bukan main. Benar-benar dia dibuat tidak berdaya oleh Jenderal Kao karena segala usahanya untuk menggempur benteng itu selalu gagal dan anak buahnya selalu dipukul mundur. Agaknya siasat apa pun yang dipergunakannya, telah diketahui belaka oleh Jenderal Kao sehingga tidak ada hasilnya sama sekali. Ketika beberapa hari kemudian kembali dia mengusahakan penyerbuan besar-besaran, di antara hujan anah panah, ada sebatang anak panah yang diikat sehelai surat. Seorang perajurit memungut anak panah ini dan cepat menyerahkan surat yang dibawa oleh anak panah itu. Puteri Milana cepat membacanya dan ternyata surat itu adalah tulisan dari Jenderal Kao Liang sendiri!

Panglima Puteri Milana!

Jangan menyerang. Kepung saja rapat-rapat. Kami akan bakar gudang ransum. Tunggu gerbang dan menara meledak, baru serbu. Kalau tidak menurut ini, takkan berhasil.

Jenderal Kao Liang

Puteri Milana merasa girang membaca surat ini, akan tetapi juga meragu. Apa maksud jenderal itu? Bagaimana kalau berita yang dikirim ini palsu? Akan tetapi, Jenderal Kao menyebut kami!, siapa tahu jenderal itu telah berhubungan dengan suaminya yang dia percaya tentu telah berhasil menyelundup ke dalam benteng.

Memang tidak salah dugaan panglima wanita ini. Dengan kepandaiannya yang tinggi, tentu tidak begitu sukar bagi Bun Beng untuk menyelundup masuk dengan cara merayap tembok dan menghindarkan diri dari jebakan-jebakan yang dipasang di atas tembok. Dia tidak begitu sembrono sehingga dia dapat menyelinap masuk ke dalam benteng itu tanpa diketahui oleh seorang pun. Benarkah tidak diketahui oleh seorang pun? Kiranya tidak demikian, karena betapapun lihainya Bun Beng, tetap saja dia tidak tahu bahwa tanpa disadarinya sendiri kakinya menginjak alat rahasia yang akibatnya hanya Jenderal Kao seorang yang mengetahui akan kedatangannya! Jenderal ini ketika membangun benteng dan membuat alat-alat jebakan dan alat-alat rahasia, diam-diam memasang semacam alat rahasia yang kalau dilanggar oleh pendatang yang menyelundup, hanya dia seorang yang mengetahuinya. Dan begitu dia mengetahui, dia sudah cepat berhubungan dengan Hek-sin Touw-ong dan Ang-siocia secara rahasia pula!

Bagaimana pula ini? Ternyata Ang-siocia dan suhunya yang amat cerdik itu, dengan kepandaian mereka menyamar dan mendandani orang, telah dapat menarik hati koksu dan mereka berdua selamat dan diampuni dari dosa-dosa mereka ketika mereka menyamar sebagai Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi dahulu itu, bahkan mereka lalu diangkat sebagai pambantu-pambantu yang diawasi gerakgeriknya. Mereka, seperti Jenderal Kao, tidak boleh keluar, akan tetapi kecerdikan Ang-siocia tidak memungkinkan koksu dan kaki tangannya mengetahui betapa guru dan murid ini secara diam-diam mengadakan hubungan rahasia dengan Jenderal Kao Liang!

Touw-ong dan Ang-siocia segera tahu akan duduknya semua perkara, dan tahu pula bahwa jenderal itu membantu fihak pemberontak hanya karena terpaksa oleh keadaan, yaitu karena semua keluarganya tertawan. Maka, dengan cerdik Ang-siocia lalu menghubungi jenderal ini yang segera menaruh kepercayaan besar kepada mereka dan diam-diam dua orang ini menjadi pembantu-pembantu Jenderal Kao Liang yang seperti telah diduga oleh puteranya sendiri dan oleh Gak Bun Beng dan para orang gagah lainnya, diam-diam mempunyai rencana yang hebat terhadap para pemberontak yang telah memaksanya berkhianat itu! Maka, ketika Jenderal Kao tahu akan kedatangan orang pandai, karena hanya orang pandai sekali sajalah yang tidak sampai melanggar jebakan-jebakan, hanya tanda rahasia untuk dirinya sendiri, cepat dia memberi tanda rahasia kepada Ang-siocia dan gurunya untuk menyambut! kedatangan orang pandai itu dan dia menunjukkan di mana tempat orang pandai itu datang yang diketahuinya dari alat rahasia yang oleh Bun Beng itu.

Demikianlah, dapat dibayangkan betapa kagetnya Bun Beng ketika baru saja dia melayang turun di tempat yang amat sunyi, di taman yang indah dalam benteng itu, suara wanita yang halus menegurnya, Selamat datang, sahabat!!

Baru saja berhenti bicara mulut Ang-siocia, tiba-tiba saja tubuhnya menjadi lemas karena orang itu dengan kecepatan kilat telah menotoknya tanpa ia mampu bergerak sama sekali. Ang-siocia terkejut bukan main dan dengan tidak berdaya sama sekali dia merasa betapa tubuhnya dipondong dan dibawa ke belakang sebuah gudang, di mana terdapat lampu penerangan. Orang itu memeriksanya di bawah lampu dan ketika melihat bahwa dia benar-benar seorang wanita muda yang cantik, orang itu kembali membawanya menyelinap ke dalam gelap lalu membuka totokannya, akan tetapi jari-jari tangan yang kuat menempel di tengkuknya dan orang itu berkata, Jawablah baik-baik. Kalau berteriak, sekali tekan kau akan mati!!

Sialan dangkalan....!! Ang-siocia atau Kang Swi Hwa mengomel dan merengut, mengerling kepada laki-laki setengah tua yang lihainya bukan alang kepalang itu.

Laki-laki itu adalah Bun Beng dan dia merasa sungkan juga harus menggunakan kekerasan terhadap seorang wanita yang ternyata adalah seorang gadis muda yang cantik. Akan tetapi dia berada di sarang musuh, di dalam benteng yang berbahaya dan kedatangannya yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan hati-hati itu ternyata telah ketahuan oleh gadis ini! Hayo kau cepat bawa aku kepada Jenderal Kao, dan jangan sampai ketahuan oleh penghuni lain dari benteng ini. Awas, nyawamu berada di tanganku!!

Akan tetapi jawaban gadis itu benar-benar mencengangkan Bun Beng. Justeru aku menyambutmu adalah atas perintah Jenderal Kao Liang yang sudah mengetahui akan kedatanganmu. Akan tetapi ternyata kau bukan manusia baik-baik, melainkan seorang yang kasar dan kejam. Tidak, aku tidak mau membawamu kepada Jenderal Kao, karena agaknya engkau berniat buruk. Biar kau seribu kali membunuh aku, aku Ang-siocia sudah berani memasuki sarang naga dan harimau ini tentu tidak takut mampus!! Marah sekali Ang-siocia, bukan hanya karena dia diancam dan diperlakukan dengan kasar, akan tetapi melihat kenyataan betapa dia sama sekali tidak berdaya, tidak berkutik ketika ditangkap dan di bawa ke tempat terang lalu diseret lagi ketempat gelap, dibebaskan totokannya dan kini tengkuknya diancam. Seperti ayam yang sama sekali tidak berdaya! Padahal biasanya dia amat mengandalkan kepandaiannya!

Ah, maafkan aku.... siapakah engkau?! Bun Beng bertanya.

Hemmm, orang kasar. Engkaulah yang harus lebih dulu memperkenalkan diri, baru aku akan mempertimbangkan apakah engkau pantas untuk kubawa kepada Jenderal Kao ataukah tidak.!

Menghadapi gadis yang ternyata berani mati ini, Bun Beng merasa tidak berdaya. Akan tetapi dia sudah amat tertarik, karena kalau gadis ini adalah pembantu Jenderal Kao, bahkan tadi menyatakan bahwa gadis ini sudah berani memasuki gua harimau dan naga, maka berarti bahwa gadis ini bukanlah kaki tangan dari musuh!

Namaku adalah Gak Bun Beng, Jenderal Kao tentu mengenalku.!

Sepasang mata yang jeli itu terbelalak. Gak.... Gak-taihiap....?! Ang-siocia berseru dengan kaget sekali. Ah, maafkan aku yang tidak mengenal Taihiap, mari kita cepat pergi dari sini, menemui suhu. Taihiap harus cepat menyamar, sesuai dengan rencana kami atas perintah Jenderal Kao,! bisiknya dan tanpa ragu-ragu lagi Ang-siocia menggandeng tangan pendekar itu dan dibawanya pergi menyelinap melalui semak-semak dan memasuki pintu belakang sebuah pondok.

Mereka tiba di dalam sebuah kamar dan di situ telah menanti seorang kakek yang mukanya hitam. Kakek itu segera menjura dan berkata, Selamat datang, Gak-taihiap, kami sungguh lega dan girang sekali melihat Taihiap datang.!

Bun Beng memandang penuh perhatian akan tetapi dia tidak mengenal kakek dan gadis ini, walaupun kini dia dapat melihat wajah mereka dengan jelas. Gadis itu benar-benar seorang gadis muda yang cantik dan lincah, nampak gagah dan berani, sedangkan kakek itu biarpun mukanya hitam, namun memiliki sepasang mata yang tajam.

Bun Beng segera menjura kepada mereka. Agaknya Ji-wi telah mengenalku, akan tetapi maaf kalau aku tidak mengenal siapa Ji-wi dan apa hubungan Ji-wi dengan Jenderal Kao.!

Sebelum guru dan murid itu sempat menjawab, terdengar pintu depan diketuk orang! Guru dan murid itu kelihatan terkejut dan terdengar Touw-ong bertanya, Siapa di luar?!

Touw-ong, apakah Ang-siocia di dalam?!

Mendengar suara Ngo-ok, guru dan murid itu makin kaget dan Bun Beng dengan tenang dan waspada mengamati gerak-gerik mereka.

Aku di sini. Ada apakah, Siansu?! tanya Ang-siocia.

Aku disuruh oleh koksu untuk memanggilmu, Ang-siocia. Ada urusan penting hendak dibicarakan. Sekarang juga!! terdengar suara dari luar itu.

Ang-siocia memandang gurunya yang mengangguk, dan gadis itu lalu melangkah menuju ke depan untuk membuka pintu depan. Dia itu Ngo-ok Toat-beng Siansu, saya harus membayangi dan melindungi murid saya, harap Taihiap tunggu di sini!!

Tentu saja Bun Beng belum percaya sepenuhnya kepada guru dan murid yang belum dikenalnya itu, maka dia berkata, Biar aku yang membayangi.! Touw-ong terkejut bukan main dan seperti yang dialami oleh muridnya tadi, tiba-tiba saja dia merasa tubuhnya lemas karena tertotok! Sebetulnya, tingkat kepandaian Touw-ong sudah cukup tinggi dan kiranya tidaklah akan demikian mudah bagi Bun Beng untuk menotok kakek itu dengan sekali gerakan saja, akan tetapi gerakan Bun Beng tadi sama sekali tidak disangka-sangka oleh kakek itu sehingga dia hanya melihat tangan pendekar itu berkelebat dan tahu-tahu dia telah roboh lemas. Akan tetapi Si Raja Maling ini tidak menjadi heran karena dia sudah mendengar nama besar pendekar Gak Bun Beng ini sebagai seorang pendekar yang luar biasa tinggi ilmunya.

Ang-siocia sudah membuka pintu dan mengikuti kakek tinggi seperti pohon bambu itu keluar dari pondok. Nona ini memang sengaja bersicepat agar Ngo-ok tidak melongok ke dalam di mana terdapat seorang asing. Dia tidak tahu betapa Bun Beng malah telah merobohkan gurunya dan kini bagaikan bayangan setan telah mengikutinya dengan diam-diam dari jarak tidak terlalu jauh, akan tetapi dengan amat hati-hati karena Gak Bun Beng sudah terkejut sekali ketika mendengar dari Si Raja Maling tadi bahwa si jangkung itu adalah Ngo-ok Toat-beng Sian-su. Tentu saja dia pernah mendengar nama Im-kan Ngo-ok dan tidak disangkanya sama sekali dia akan melihat seorang di antara mereka berada di tempat ini. Memang dia dan Milana belum mendengar bahwa Im-kan Ngo-ok berada di dalam benteng lembah, bahkan Kian Bu dan Hwee Li sendiri pun belum tahu maka kedua orang muda ini tidak menceritakan tentang adanya Im-kan Ngo-ok itu kepada Milana. Baru dari Ceng Ceng dan suaminya dia mendengar tentang mereka.

Di tempat yang sunyi, tiba-tiba Ang-siocia berhenti dan menegur si jangkung yang berjalan di depannya, Eh, kita mau ke mana?!

Ke sana! Koksu menanti di sana,! jawab si jangkung menuding ke arah sebuah pondok.

Aneh, kenapa koksu tidak menanti di tempat tinggalnya sendiri?! Ang-siocia mengomel akan tetapi dia melangkah terus bersama si jangkung. Setelah mereka tiba di depan pondok yang sunyi itu, tiba-tiba si jangkung membuka pintu dan berkata, Mari kita menemui koksu.! Dia lalu memegang lengan gadis itu dan menariknya masuk, menutupkan kembali pintu itu, lalu dia menyeringai.

Ang-siocia terkejut bukan main. Pondok itu kosong dan melihat sikap si jangkung itu, jelaslah apa kehendaknya. Mau apa kau? Mana koksu? Biarkan aku keluar!! teriaknya, akan tetapi tiba-tiba tangannya sudah disambar oleh tangan Ngo-ok.

Nona, sudah lama aku tergila-gila kepadamu!!

Eh, lepaskan aku!! bentak Ang-siocia, akan tetapi tiba-tiba saja tubuhnya terangkat ke atas dan dipegang oleh sebelah tangan saja, dia tidak berdaya melepaskan diri sama sekali, sedangkan tangan yang lain dari si jangkung itu bergerak hendak merenggut pakaian Ang-siocia.

Dara itu terkejut setengah mati, kakinya menendang ke depan, ke arah perut si jangkung itu.

Desss....! Hukkk....!! Ngo-ok melepaskan tubuh Ang-siocia dan tubuhnya terhuyung ke belakang, matanya terbelalak memandang ke arah gadis itu. Tak disangkanya bahwa tendangan nona itu sedemikian kuatnya sehingga perutnya seketika terasa mulas! Dia tidak tahu bahwa sebenarnya yang menghantam perutnya bukanlah kaki atau tendangan Ang-siocia melainkan sambaran angin pukulan yang dilakukan oleh Gak Bun Beng dari luar pondok. Pendekar ini mengintai dari jendela dan pada saat Ang-siocia menendang, dia telah membantunya dengan pukulan jarak jauh, tepat mengenai perut si jangkung yang amat lihai itu. Orang lain yang disambar angin pukulan jarak jauh dari Gak Bun Beng, tentu akan remuk isi perutnya, akan tetapi Ngo-ok hanya merasa mulas saja sebentar!

Marahlah Ngo-ok dan kini dia memandang kepada Ang-siocia dengan mata disipitkan dan mukanya berubah menyeramkan.

Tunggu!! Ang-siocia yang cerdik cepat berseru. Ingat, aku telah menerima janji dari Sam-ok atau koksu bahwa kalau perjuangan ini selesai, aku akan diambil selir olehnya. Kau sama sekali tidak boleh ganggu aku!!

Mendengar ini, Ngo-ok terkejut, akan tetapi dia lalu menyeringai. Kalau begitu, aku takkan membunuhmu, hanya mendahuluimu apa salahnya? Heh, tendanganmu boleh juga.!

Ang-siocia sudah merasa heran sendiri betapa tendangannya tadi dapat membuat terlepas pegangan kakek jangkung itu, bahkan membuatnya terhuyung. Akan tetapi kini melihat kakek itu melangkah maju, dia menjadi gentar. Kalau kau memaksaku, aku akan menceritakan kepada koksu, hendak kulihat apakah dia tidak akan marah dan menghukummu!!

Mendengar ini, Ngo-ok menjadi ragu-ragu. Dia kena digertak dan dia mulai melihat bahaya kalau dia memaksa. Ah, Nona Manis, mari layani aku sebentar.... aku tidak akan menyakitimu....!

Akan tetapi Ang-siocia sudah lari ke pintu. Kalau kau tidak menyentuhku, aku tidak akan bicara apa-apa kepada koksu!! katanya sehingga ketika Ngo-ok hendak mengejar, si jangkung ini kembali tertegun dan meragu. Ang-siocia terus berlari cepat dan teringat akan ini, Ngo-ok mengejar, akan tetapi begitu keluar dari pintu pondok, dia jatuh menelungkup! Dia cepat bangkit dan mencaci-maki ambang pintu, akan tetapi diam-diam dia merasa heran sekali bagaimana dia, seorang ahli berlari cepat dengan kaki yang panjang dan langkah yang tinggi, dapat tersandung pada ambang pintu sampai jatuh menelungkup? Setan....!! dia mengomel lalu pergi dari situ. Dia sama sekali tidak tahu bahwa yang membuatnya jatuh menelungkup tadi bukanlah ambang pintu melainkan Gak Bun Beng!

Ang-siocia memasuki pondoknya dan dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika dia melihat gurunya rebah dalam keadaan tertotok. Selagi dia hendak menolong, tiba-tiba dari belakangnya, Gak Bun Beng sudah memegang lengannya dan pendekar ini bertanya, Apa artinya janji koksu mengambilmu sebagai selir itu?!

Ang-siocia menjadi terkejut bukan main dan seketika mukanya menjadi merah. Pendekar ini tadi telah membayanginya dan melihat segalanya! Teringatlah dia akan tendangannya yang ampuh tadi dan dia menduga bahwa tentu pendekar sakti inilah yang tadi telah membantunya. Bun Beng memandang tajam dan tidak peduli melihat nona itu marah, bahkan dia mengerahkan tenaga ketika Ang-siocia meronta untuk melepaskan tangannya sehingga pegangannya makin erat dan nona itu tidak berhasil melepaskan diri.

Benarkah engkau menjadi calon selir Koksu Nepal?! tanyanya dengan suara mendesak, sinar matanya tajam penuh selidik. Kalau benar gadis ini, yang memang cantik dan lincah, menjadi calon selir koksu, maka gadis ini berarti kaki tangan musuh!

Kalau menuruti hatinya, ingin Ang-siocia memaki dan mengejek, menyatakan kalau dia menjadi calon selir koksu, pendekar itu mau apa? Akan tetapi dia tahu akan gawatnya keadaan, apalagi melihat gurunya dalam keadaan tertotok tak berdaya, maka biarpun hatinya terasa panas sekali, dia menjawab juga dengan marah.

Kalau aku tidak menggertak Ngo-ok yang gila itu, mana aku bisa lolos? Siapa sih yang sudi menjadi selir manusia macam Koksu Nepal?! Dia berkata setengah berteriak saking marahnya karena dia dicurigai.

Sssttttt..... jangan keras-keras berteriak!! Bun Beng yang kini menjadi sibuk mendengar dara itu berteriak, karena kalau sampai terdengar orang tentu berbahaya.

Biar aku berteriak! Biar diketahui semua orang, aku tidak sudi menjadi selir koksu!!

Sudahlah, aku bersalah telah mencurigarmu, Nona,! kata Gak Bun Beng sambil melepaskan pegangannya.

Ang-siocia cemberut dan mengurut-urut lengannya yang terasa nyeri karena dipegang erat-erat tadi. Habis Gak-taihiap terlalu tidak percaya kepada orang sih! Dan mengapa Suhu menjadi begini?!

Maaf, maaf.... sekarang aku baru percaya,! kata Gak Bun Beng dan pendekar ini segera membebaskan totokannya yang membuat tubuh Si Raja Maling menjadi lumpuh itu.

Touw-ong dapat bergerak lagi dan dia pun memandang kepada pendekar itu dengan alis berkerut. Sungguh aneh sikap Taihiap yang terlalu tidak percaya kepada kami guru dan murid,! katanya setengah menegur.

Gak Bun Beng kembali minta maaf dan Ang-siocia yang tahu bahwa gurunya merasa tidak senang lalu cepat berkata, Sudahlah, Suhu. Gak-taihiap merasa berada di benteng musuh, maka tentu saja dia terlalu berhati-hati. Tadi aku hampir celaka oleh Ngo-ok yang ternyata memancingku keluar dengan niat jahat. Untung ada Gak-taihiap yang diam-diam membantu, kalau tidak, tentu muridmu ini sudah celaka, Suhu.! Ang-siocia lalu menceritakan tentang pengalamannya yang hendak diperkosa oleh Ngo-ok dan betapa Gak Bun Beng telah menolong dengan ilmunya yang tinggi. Mendengar ini, lenyaplah rasa mendongkol di dalam hati Touw-ong. Dia lalu menjura kepada Gak Bun Beng.

Ah, terima kasih saya haturkan kepada Gak-taihiap yang telah menyelamatkan murid saya....!

Gak Bun Beng menggoyang tangannya dengan tidak sabar. Sudahlah, kita adalah orang sendiri, menghadapi musuh yang sama, maka perlu apa banyak sungkan lagi? Lebih baik Ji-wi menceritakan kepada saya tentang keadaan di dalam benteng ini dan siapa-siapa saja yang, tertawan, siapa pula yang menjadi pembantu koksu, siapa di antara mereka yang lihai.!

Sebelum kita bicara, kurasa lebih baik kalau Gak-taihiap menyamar pula, agar tidak sampai mudah ketahuan musuh. Gak-taihiap dapat mendengarkan kami bercerita sambil melakukan penyamaran yang akan dikerjakan oleh Suhu.!

Mendengar kata-kata muridnya yang cerdik ini, Touw-ong mengangguk. Memang sebaiknya demikian. Bentuk tubuh Taihiap tidak banyak selisihnya dengan saya, dan saya cukup dikenal di sini, kalau Taihiap menyamar sebagai saya, tidak akan dapat diganggu dan Taihiap dapat bergerak dengan leluasa pula.!

Gak Bun Beng setuju dan Touw-ong mulai mengerjakan! muka dan pakaian Gak Bun Beng sehingga pendekar ini mulai dibentuk menjadi Touw-ong ke dua! Sambil mengerjakan penyamaran itu, Touw-ong dibantu oleh muridnya lalu menceritakan semua keadaan di dalam benteng yang didengarkan penuh perhatian oleh pendekar itu. Bun Beng mendengar betapa Puteri Syanti Dewi tadinya juga tertawan di situ kini telah lolos secara aneh, tanpa ada yang tahu siapa yang menculiknya. Kemudian dia mendengar betapa pemuda Ang Tek Hoat si Jari Maut juga berada di dalam benteng, betapa pemuda Itu telah tertipu dan mengira bahwa Syanti Dewi masih berada di situ sebagai tawanan.

Kami yang merias seorang dayang menyerupai Syanti Dewi! kata Ang-siocia sambil tertawa. Yang dikira Syanti Dewi itu adalah seorang perempuan Nepal dan Ang Tek Hoat percaya sepenuhnya.!

Gak Bun Beng mengerutkan alisnya, Hemmm, bocah itu wataknya aneh, juga memiliki kepandaian yang amat lihai. Lebih baik biarkan saja dia begitu, biarkan dia tertipu yang akan membuat dia tenang. Kalau dia tahu bahwa dia tertipu tentu dia akan membuat geger dan hal ini bisa membocorkan rahasia kita.!

Kemudian guru dan murid itu bercerita tentang usaha mereka yang sudah berhasil menghubungi Jenderal Kao Liang.

Sungguh kasihan sekali jenderal yang gagah perkasa itu,! kata Touw-ong, Dia seperti seekor naga yang telah terjebak dalam kurungan. Seluruh keluarganya tertawan, maka mau tidak mau dia harus menuruti semua permintaan koksu. Akan tetapi, jenderal yang gagah perkasa itu tentu saja tidak mau tunduk begitu saja hanya untuk menyelamatkan keluarganya. Dia memiliki rencana yang amat hebat dan besar, dan hanya di dalam tangannya sajalah terletak siasat yang akan menghancurkan pemberontak ini, akan tetapi kepada kami pun dia tidak mau membuka rencana siasatnya itu.!

Touw-ong lalu melatih Bun Beng untuk bergaya dan bicara seperti dia agar penyamarannya menjadi sempurna. Kemudian pendekar sakti ini dibawa oleh Ang-siocia untuk menemui Jenderal Kao Liang. Ketika bertemu dengan Gak Bun Beng sepasang mata jenderal yang gagah perkasa itu menjadi basah. Dia tidak banyak bicara, hanya memegang tangan pendekar itu dan suaranya tergetar ketika dia berkata, Girang bukan main rasa hatiku dapat bertemu dengan Gak-taihiap di sini. Sekarang makin yakinlah hatiku bahwa aku akan dapat menghancurkan mereka ini dan keluargaku akan dapat diselamatkan!!

Gak Bun Beng menekan tangan jenderal itu. Percayalah, Goanswe, saya akan membantu sampai keluargamu semua selamat.!

Mereka tidak berani terlalu lama bicara karena mereka tahu bahwa biarpun Jenderal Kao Liang, Touw-ong dan Ang-siocia bebas dalam benteng itu, namun mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang selalu diawasi secara diam-diam oleh koksu. Gak Bun Beng yang menyamar sebagai Touw-ong lalu berpamit dan pergi lagi kembali ke tempat tinggal Touw-ong bersama Ang-siocia.

Bukan hanya Jenderal Kao yang berbesar hati dengan kehadiran Gak Bun Beng, juga Touw-ong dan muridnya merasa girang sekali dan mereka lalu mengadakan perundingan secara diam-diam untuk mengatur siasat kalau saat yang baik bagi mereka untuk bergerak sudah tiba.

Koksu Nepal merasa girang bukan main melihat hasil baik dari pertahanan Jenderal Kao terhadap penyerbuan tentara kerajaan yang dipimpin oleh Milana. Berkali-kali serangan dari pasukan kerajaan itu dapat dihalau dan dipukul mundur. Dan pada malam itu, saking girangnya, Koksu Nepal bersama para saudaranya dalam gerombolan Im-kan Ngo-ok, mengadakan pesta kemenangan untuk menghormat dan menyenangkan hati Jenderal Kao Liang. Pesta besar diadakan dan semua pembantu diundang.

Gak Bun Beng yang menyamar sebagai Touw-ong menggantikan tempat Touw-ong yang juga tidak ketinggalan diundang, mendatangi tempat pesta bersama Ang-siocia. Dalam kesempatan ini Gak Bun Beng dapat melihat sendiri semua anggauta Im-kan Ngo-ok. Juga dia dapat memperhatikan pula Ang Tek Hoat, pemuda lihai yang berwatak aneh dan keras, keturunan dari Wan Keng In itu. Juga dia melihat Syanti Dewi palsu yang kelihatan sengaja di jauhkan dari para tamu lain oleh Koksu Nepal. Diam-diam Gak Bun Beng merasa kagum kepada Touw-ong dan muridnya karena harus diakuinya bahwa dia sendiri pun tidak akan menduga bahwa wanita itu adalah Syanti Dewi yang palsu! Juga di dalam pesta itu, Koksu Nepal memberi kesempatan kepada Jenderal Kao untuk bertemu dengan para keluarga jenderal itu yang diperbolehkan menghadiri pesta.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar