Pendekar Aneh Seruling Sakti Jilid 131-140

Sin Liong, Baca Cersil Mandarin Online: Pendekar Aneh Seruling Sakti Jilid 131-140 “Sungguh, Lohu tidak kenal dengan orang itu, dia meminta agar Lohu meracuni Kongcu....... Dia bilang,
Pendekar Aneh Seruling Sakti Jilid 131-140
“Sungguh, Lohu tidak kenal dengan orang itu, dia meminta agar Lohu meracuni Kongcu....... Dia bilang, orang yang harus Lohu racuni adalah seorang yang memakai penutup muka. Dengan demikian, mudah sekali buat Lohu mengenali calon korban itu.”

“Hemm, bagaimana rupa orang itu?”

“Dia……. dia........”

“Ayo, katakan.”

“Lohu sudah bersumpah tidak akan membuka rahasia kalau memang Lohu gagal meracuni Kongcu.......”

Kim Lo tertawa.

“Ayo katakan.......!” desaknya. “Memang engkau menghendaki dirimu sendiri yang tersiksa dan menderita, karena engkau tidak mau bicara yang sejujurnya?”

Kakek tua itu mendengar kata-kata Kim Lo seperti itu dia bimbang bukau main. “Sesungguhnya……. Sesungguhnya…..!” Benar-benar kakek tua itu ragu-ragu.

“Ayo katakan.......!”

“Kalau memang Lohu mengatakannya……. tentu…….!”

“Tentu kenapa?”

“Tentu orang itu akan membunuh Lohu……. Karena waktu memberikan upah buat Lohu, orang itu sudah memberikan ancamannya seperti itu. Kalau memang sumpah Lohu membuka rahasia ini pada Kongcu, maka orang itu akan mengambil jiwa Lohu.”

“Aku tidak perduli, kau harus bicara yang jujur! Jika memang kau baik-baik menuruti perintahku, mungkin aku masih bersedia buat melindungi dirimu.”

Kakek tua itu bimbang, dia jadi bingung. Saking bingungnya dia sampai menangis.

“Tapi....... tapi….. sulit sekali buat Lohu bicara lebih jauh.”

“Baik, kalau begitu! Tidak orang itu yang membunuhmu, biarlah aku yang membunuhmu?”

Setelah berkata begitu, Kim Lo menghampiri lebih dekat lagi kepala kakek tua itu.

Bukan main kagetnya dan takut si kakek tua tersebut, tubuhnya menggigil menahan takut.

“Kau berada di depan mata, dengan demikian aku bisa menurunkan tangan membunuhmu mudah sekali. Tidak perlu menantikan munculnya orang yang memberikan upah kepadamu itu, maka aku sudah bisa membunuhmu.......

“Berarti ini kerugian buat kau juga! Tapi jika kau bicara dari hal yang sebenarnya, kemungkinan aku bisa melindungi jiwa tuamu dari tangan orang yang hendak membunuh itu!”

Mendengar kata-kata Kim Lo seperti itu si kakek tua menghapus air matanya. Dia tampak masih bimbang.

“Ayo katakan!” Desak Kim Lo dengan suaranya nyaring

Karena Kim Lo yang tengah marah dan mendongkol itu sudah tidak sabar lagi. Yang membuat Kim Lo sangat marah dan mendongkol sekali adalah topeng mukanya yang telah sempat dibuka dan sempat dilihat oleh si gadis itu dan si kakek tua penjual teh ini.

“Kau masih tidak mau bicara!”

“Ayo bicara…….!”

“Ayo, jangan sampai kesabaranku habis!”

“Hal ini…….. hal ini….... sebetulnya tidak ada sangkut paut dan hubungan apapun dengan Lohu karena memang Lohu tidak kenal dengan Kongcu……. juga Lohu memang tidak tahu menahu siapa Kongcu sebenarnya…….”

“Hemm....... Ayo katakan dari hal yang sebenarnya…….”

“Benar Kongcu tidak ada maksud buruk di hati Lohu, waktu tadi Lohu hendak menjalankan perintah orang itu meracuni Kongcu, hati Lohu juga sangat bimbang sekali!”

“Sebutkan siapa orang itu!”

“Namanya Lohu tidak tahu, tapi dia adalah seorang nie-kouw!”

“Nie-kouw?”

“Benar Kongcu……. dia seorang nie-kouw yang memakai jubah merah.”

“Hemmm, Ang-sian Sienie!” Berseru Kim Lo dengan suara mendongkol bukan main.

Kakek tua penjual teh itu memandang dengan wajah pucat kepada Kim Lo.

“Apakah Kongcu kenal dengan nie-kouw itu?”

Kim Lo mengangguk.

“Kami pernah bertempur dengannya.......”

Kakek tua itu tampak lebih ragu-ragu lagi, dia bimbang, berkata tergagap, “Bersama……. bersama dengan nie-kouw itu ada juga seorang lainnya!”

“Siapa?”

“Dia seorang pelajar....... berpakaian serba putih, usianya tampak masih muda belia. Tapi kepandaiannya sangat tinggi sekali, sikapnya sangat mesra dengan nie-kouw itu.”

Kim Lo segera teringat pada Pek Ie Siu-cay pelajar baju putih itu. Dia juga dapat merabah persoalan yang sebenarnya.

Tentunya Pek Ie Siu-cay berdua dengan nie-kouw itu bermaksud membinasakannya karena mereka penasaran tidak berhasil merubuhkan Kim Lo. Mereka meminjam tangan si penjual teh ini!

Kim Lo menghela napas.

“Baiklah! Mereka memang kukenal, kau telah bicara dari hal sebenarnya, sekarang kau jelaskan siapa gadis tadi?”

Kakek penjual teh itu menggelengkan kepalanya.

“Aku....... aku tidak kenal dengannya.”

“Bagaimana kau bisa mengatakan tidak kenal dengannya?” Muka Kim Lo jadi bengis lagi.

“Sungguh……..!”

“Hemmm, kau mulai tidak jujur lagi!”

“Benar....... memang Lohu tidak kenal dengan gadis itu!”

“Lalu mengapa kau tadi menyebutnya sebagai siluman rendah! Tenu kau mengenalnya.”

“Benar Kongcu, aku tidak kenal dengannya! Cuma saja ia pernah minum teh di sini. Dia tidak mau membayar, malah telah membanting pecah dua cawan Lohu…….

“Dia pun kemudian bertempur dengan Lohu, karena Lohu waktu sangat marah dan menegurnya. Dia berkepandaian tinggi, dia telah menghajar Lohu……. Karena dari itu, Lohu menganggapnya sebagai siluman rendah!”

“Hemmm, kalau memang demikian halnya, baiklah! Tentunya kau ingin mengartikan bahwa gadis itu adalah seorang langganan meminum teh?”

“Bukan juga.”

“Bukan juga bagaimana?”

“Dia bukan langganan Lohu?”

“Lalu?”

“Baru pertama kali itu minum teh pada Lohu? Dia memang sebelumnya memperkenalkan diri sebagai nona Cin.

“Sungguh-sungguh kau tidak kenal.”

Penjual teh itu mengangguk.

“Benar, Kongcu!”

“Hemmm, apakah tidak ada keterangan lainnya terhadap gadis itu?”

Penjual teh itu menggeleng.

“Tidak…….!”

Kim Lo bimbang, tapi kemudian dia mengangguk.

“Jika lain waktu kau berbuat tidak baik ini hendak meracuni orang dengan mempergunakan racun maka engkau tidak akan kuampuni lagi, walaupun kau mengemukakan berbagai alasan……..”

“Aku….. aku mengerti, Kongcu……. terima kasih Kongcu! Terima kasih!”

“Hemmm, adalagi pesanku yang perlu ku perintahkan!”

“Apa itu Kongcu?!”

“Kau tidak boleh sepatah perkataan pun juga menceritakan keadaan mukaku, kepada orang lain! Mengerti!”

Kakek tua itu mengangguk segera.

“Baik, Kongcu.......”

“Jika kau melanggar perintahku ini maka engkau akan kudatangkan lagi buat menguntungkan ke dua tanganmu!”

“Lohu mengerti Kongcu!”

“Sepatah perkataan saja kau menceritakan tentang keadaan diriku ini, hmm, hmmm, diwaktu itu jiwamu sudah sulit dimiliki oleh engkau lagi.”

“Lohu mengerti Kongcu…….!”

“Baiklah, sekali ini aku mau mengampuni jiwamu!”

Kakek tua penjual teh mengangguk mengiakan.

Kim Lo menghela napas dalam-dalam memutar tubuhnya, dan bermaksud hendak melanjutkan perjalanannya. Tangannya juga telah diulurkan ke belakang, membuka buntalannya dan mengambil sehelai kain, yang akan dipergunakan menutupi mukanya lagi.

Tapi waktu Kim Lo tengah melangkah seperti itu dengan diawasi oleh penjual teh itu tiba-tiba sekali terdengar suara orang tertawa disusul juga dengan kata-kata.

“Hemm, mukanya lucu sekali, bukan? Pantas, dia selalu memakai kain buat menutupi mukanya yang buruk itu?”

Kim Lo tercekat hatinya. Jika memang demikian jika ada orang yang bersembunyi di dekat tempat itu. Maka dia memutar tubuhnya ke arah mana datangnya suaranya itu.

Malah waktu itu terdengar suara lainnya, suara laki-laki yang menimpali suara pertama tadi, suara wanita, “Benar, memang aku sudah menduganya bahwa mukanya pasti muka yang buruk. Tapi aku tak menyangkanya bahwa mukanya memang terlalu buruk, seperti kera begitu!”

Kim Lo tidak bisa menahan kegusaran hatinya, tangannya cepat sekali mengambil beberapa butir kerikil dan dengan batu kerikil itu ia menimpuk ke arah datangnya suara orang yang tengah bercakap-cakap itu yaitu dari balik pohon-pohon yang rimbun sekali.

“Hemm, serangan yang jelek sekali, mana bisa melukai kita?” terdengar suara wanita itu. Dan batu kerikil itu memang terpental ke sana ke mari!

Muka Kim Lo berobah merah padam.

“Sahabat keluarlah. Mari kau perlihatkan muka kalian?” Kata Kim Lo.

“Hahaha, dia meminta kita memperlihatkan muka! Memang kita tidak pernah mempersembunyikan muka kita seperti dia yang selalu memakai kain penutup!

“Kita justeru tak pernah menutupi muka kita. Hemm sekarang dia bicara seperti juga orang yang tidak pernah mempersembunyikan mukanya…….”

Waktu itu Kim Lo sudah tak tahan lagi dengan kemarahannya yang membakar hatinya. Dia menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat sangat ringan sekali, kembali gerombolan pohon bunga.

Sedangkan kakek penjual teh itu tampak memandang dengan muka pucat. Rupanya dia kenal baik sekali kedua orang itu.

Waktu itu tubuh Kim Lo tengah melayang di tengah udara, mendadak sakali dari gerombolan pohon bunga itu menyambar belasan batang jarum Bwee-hoa-ciam, yang menyambar pesat sekali.

Kim Lo tidak memperlihatkan jarum-jarum itu, dia mengibaskan tangan bajunya.

Jarum-jarum itu runtuh dan malah tangan kanan Kim Lo telah menghantam kepada gerombolan pohon bunga itu dengan pukulan Pek-kong-ciang, Pukulan Udara Kosong, yang mengandung kekuatan sangat besar.

Pohon bunga itu seperti diterjang badai dan kedua orang yang bersembunyi di balik pohon bunga itu terpaksa melompat keluar. Karena jika mereka tetap bersembunyi di balik gerombolan pohon bunga itu, niscaya mereka akan menjadi korban pukulan Pek-kong-ciang yang dilakukan Kim Lo.

Waktu mereka melompat keluar, justeru tubuh Kim Lo sudah melayang dekat sekali. Dia menyusuli dengan pukulan lainnya lagi, pukulan yang sama kuatnya. Pukulan yang membuat kedua orang itu harus cepat mengelakkannya.

Kim Lo dapat mengenali dengan segera. Yang seorang mengenakan jubah merah. Dialah Ang-sian Sienie, si nie-kouw yang pernah mendesaknya karena ingin membuka kain penutup wajahnya.

Sedangkan yang seorang lainnya berpakaian serba putih, sebagai seorang siucay, karena memang orang itu tidak lain dari Pek Ie Siu-cay si pelajar baju putih!”

Kedua orang itu muncul memperlihatkan diri sambil tertawa-tawa.

Cuma Ang-sian Sienie cepat sekali melirik kepada si kakek penjual teh dengan muka yang bengis.

“Hemm, kau telah melanggar pesan Pienie, maka kau harus mampus!”

Muka si Penjual teh itu pucat pias.

“Ampun, ampun Sienie!” Katanya sambil berlutut dan menganggukkan kepalanya, sampai keningnya menghantam tanah berulangkali. “Lohu terpaksa sekali…. Lohu terpaksa sekali, kalau tidak Lohu akan disiksa olehnya?”

“Pienie tidak perduli karena yang terpenting kau sudah melanggar pesan Pienie. Sudah tugasmu gagal malah engkau membuka rahasia maka engkau harus mampus. Pienie tidak mau mendengar seribu satu macam alasan…...!”

Setelah berkata begitu, tangan Ang-sian Sienie mengibas, maka belasan batang jarum Bwee-hoa-ciam menyambar kepada penjual teh itu.

Si kakek ketakutan bukan main, dia bangun hendak melarikan diri.

Tapi jarum-jarum itu menyambar dengan pesat sekali. Kim Lo mengibaskan tangannya, dia hendak meruntuhkan jarum-jarum itu, karena dia ingin menolongi kakek tua penjual teh itu.

Namun usaha Kim Lo gagal, sebab waktu itu yang tentunya cuma beberapa batang jarum saja, sedangkan enam batang jarum Bwee-hoa-ciam lainnya sudah menancap di tubuh si kakek penjual teh itu. Seketika tubuh kakek tua tersebut jadi kejengkang dan rubuh kerejetan di tanah, dia juga menjerit-jerit.

Cuma saja suara jeritannya semakin lama jadi semakin perlahan dan lemah, akhirnya berhenti, karena jiwanya sudah melayang ke akherat.

Kim Lo jadi gusar melihat kejamnya nie-kouw itu yang membunuh si kakek penjual teh tanpa memberikan pengampman sedikit pun juga, dengan telengas sekali. Padahal kakek penjual teh itu memang memiliki kesalahan yang tidak terlalu berat, dan hanya gagal melaksanakan perintah dari si nie-kouw. Perintah yang busuk sekali, yang menghendaki jiwa Kim Lo, yang ingin diracuninya.

“Hemm, nie-kouw jahat,” menggumam Kim Lo. “Ternyata engkau bukan nie-kouw baik-baik.”

Ang-sian Sienie tertawa,

“Kera cilik, kau jangan banyak rewel, kau urus dirimu sendiri!”

Bukan kepalang gusarnya Kim Lo, karena dirinya disebut sebagai kera cilik. Tanpa buang waktu lagi dengan diiringi oleh bentakan nyaring tubuhnya segera melesat ke tengah udara, tangannya bergerak menghantam kepada nie-kouw itu.

Tapi Ang-sian Sienie sudah bersiap-siap sejak tadi. Melihat Kim Lo menerjang, dia juga menyingkir ke samping, sambil berkelit begitu ia balas menyerang.

Pek Ie Siu-cay tidak tinggal diam, dia sudah mencabut pedangnya. Dia menikam!

Kim Lo yang tengah murka telah turun tangan tidak kepalang tanggung. Dia mengulurkan tangan kanannya menjepit pedang Pek Ie Siu-cay.

Dengan gerakan perlahan dia merampas pedang itu. Malah kemudian dia telah mematahkan pedang ketika kakinya hinggap di tanah.

Gerakan yang dilakukan oleh Kim Lo begitu cepat hanya dalam sekejap mata saja. Di mana dia sudah mematah pedang dan melemparkan patahan pedang itu yang meluncur dengan pesat sekali menancap di batang pohon.

Maka Pek Ie Siu-cay jadi pucat pias, dia gemetar dan juga memandang ngeri.

Muka Kim Lo memang buruk sudah seperti muka kera namun dalam hal ini, jelas membuat dia tidak dapat bergerak untuk membalas kepada Kim Lo karena pedangnya sudah dipatahkan. Dia berdiam diri saja.

Muka yang seperti kera itu dalam keadaan marah seperti itu, benar-benar membuatnya jadi ngeri dan tidak berdaya. Dan dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kepandaian Pek Ie Siu-cay sesungguhnya cukup tinggi namun menghadapi Kim Lo dia seperti tidak tahu apa, yang telah memandangnya tertegun saja.

Ang-sian Sienie jadi murka bukan main melihat pedang kekasihnya dipatahkan seperti itu oleh Kim Lo. Dia tidak banyak bicara, tubuhnya melesat kepada Kim Lo dengan terjangan yang kuat sekali. Sepasang tangannya pun bergerak-gerak sangat sebat berbahaya bukan main.

Kim Lo juga sudah tidak main-main lagi. Dia bersungguh-sungguh karena memang diapun tengah panas dan murka, karena dari itu, dia telah balas menyerang setelah dia berkelit dari serangan Ang-sian Sienie.

Dalam waktu yang singkat mereka sudah terlibat dalam pertempuran yang seru.

“Kera kecil, sekarang aku puas telah melihat jelas mukamu!” Mengejek si nie-kouw.

Tubuh Kim Lo gemetar menahan gusar.

“Hemm, niekouw jahat seperti engkau harus dihajar mampus!” Kata Kim Lo yang sudah tidak bisa membendung kemarahan hatinya.

Di saat itulah, cepat sekali dia menjejakan kakinya, cara bersilatnya berobah.

Kalau tadi dia melayani Ang-sian Sienie dari jarak dekat mereka bertempur dengan rapat sekarang justeru dia menyerang dari jarak yang jauh. Dia bertempur dengan mempergunakan ilmu andalannya.

Setiap serangannya memang mengandung lweekang yang sangat kuat sekali karena memang tenaga dalam Kim Lo telah mencapai puncak yang tinggi. Jika tadi dia tidak mau mempergunakan tenaga dalamnya yang hebat disebabkan merasa tidak memiliki permusuhan dengan Ang-sian Sienie.

Justeru sekarang lain. Dia menyaksikan betapa nie-kouw itu bertangan telengas sekali.

Kakek penjual teh yang tidak berdaya itu sudah dibunuhnya dengan kejam sekali.

Dengan demikian Kim Lo, memutuskan. membunuh nie-kouw ini. Atau memang jika bisa, dia hanya ingin melukai dan membuat nie-kouw itu bercacad, agar kepandaiannya musnah.

Dengan dimusnahkan kepandaiannya, jelas nie-kouw itu kelak tidak bisa malang melintang mengumbar angkara murkanya.

Serangannya Kim Lo yang terakhir benar-benar membuat Ang-sian Sienie jadi sibuk mengelakkan dan juga berkelit ke sana ke mari. Dia juga kaget, mengapa mendadak sekali si pemuda yang mukanya seperti kera itu berobah jadi sangat tangguh tenaga dalamnya demikian hebat beberapa kali lipat lebih besar dibandingkan dengan tadi.

Ang-sian Sienie mengempos semangat dan lweekangnya. Namun setiap kali tenaga mereka saling bentur, maka membuat tubuh nie-kouw tersebut tergoncang keras.

Hal ini telah membuat nie-kouw itu mati-matian mengempos seluruh kekuatannya. Dia berusaha untuk dapat membendung kekuatan lweekang yang dilancarkan dalam pukulan Kim Lo.

Malah dia pun berusaha beberapa kali buat membalas menyerang. Sayangnya dia gagal!

Pek Ie Siu-cay melihat Ang-sian Sienie terdesak seperti itu jadi berkuatir sekali.

Kim Lo tidak membuang waktu mendesak terus, dia hendak merubuhkan si nie-kouw. Berulangkali tangannya sudah menyambar-nyambar dan kekuatan tangan serangannya semakin kuat juga.

Ang-sian Sienie mengeluh.

“Bocah bermuka buruk ini ternyata demikian tangguh kepandaiannya, tidak mengherankan kalau di dalam rimba persilatan dia digelari Pendekar Aneh Berseruling Sakti.

“Memang kepandaiannya sangat tinggi! Tentu serulingnya pun sangat liehay sekali! Mudah-mudahan saja dia tidak mempergunakan serulingnya........ Hemmm, mungkin juga dia hendak merubuhkan aku hanya terluka saja, aku harus dapat menghadapi dengan baik.”

Si nie-kouw berpikir begitu, karena ia merasakan bahwa Kim Lo tidak bermaksud membinasakannya. Setiap serangannya terbatas hanya ingin melukainya. Karenanya juga, dia bermaksud untuk dapat menghadapi Kim Lo dengan kepandaiannya.

Kini Ang-sian Sienie baru menyadari bahwa memang pantas juga Kim Lo cepat sekali terkenal di dalam rimba persilatan. Begitu muncul di dalam rimba persilatan, dia berhasil menggemparkan.

Dua kali Ang-sian Sienie berkelit ke sana ke mari. Setiap gerakannya sangat gesit.

Cuma saja Kim Lo sama sekali tidak memberikan kesempatan sedikitpun juga padanya buat bernapas.

Pukulan yang dilakukan Kim Lo datang beruntun dan mendesak si nie-kouw itu terus menerus.

Ang-sian Sienie seakan juga kehabisan tenaga, dia mulai lelah. Sebab dia sudah mengempos seluruh kepandaian dan tenaganya, sedangkan pertempuran itu belum lagi selesai. Malah Kim Lo terus menerus mendesak.

Dalam suatu kesempatan, waktu tubuh si nie-kouw tengah terhuyung, Kim Lo sudah membentak nyaring, tangan kanannya menghatam dengan delapan bagian tenaga dalamnya. Angin menderu kuat sekali menyambar kepala Ang-sian Sienie.

Waktu itu Ang-sian Sienie tengah terhuyung, kuda-kuda sepasang kakinya tengah goyah dan tergempur. Sekarang dia didesak seperti itu karenanya juga dia jadi sibuk sekali buat menghindarkan diri dari sambaran tangan Kim Lo.

Kim Lo melihat nie-kouw itu mengelak dengan memiringkan tubuhnya, kemudian seperti jembatan gantung, dimana tubuhnya menjeblak ke belakang. Cuma saja, disebabkan kuda-kuda sepasang kakinya tengah tergempur dan nie-kouw itu tidak bisa berdiri tetap, tubuhnya yang tengah terjengkang ke belakang tidak bisa dalam posisi yang baik.

Kim Lo mendengus mengejek.

“Terimalah ini!” tangan kirinya menyambar juga.

Segera juga nie-kouw itu kena digempurnya. Sekali ini Ang-sian Sienie tak dapat menangkis atau mengelakkan pukulan itu.

Tubuh si nie-kouw dengan diiringi teriakan kesakitan, terpental! Cuma, dia tidak sampai rubuh, karena waktu tubuhnya terpukul dan tengah terjengkang ke belakang, dia mempergunakan sepasang tangannya menyanggah ke tanah. Dia menghentak tubuhnya, jumpalitan jatuh dengan sepasang kaki terlebih dulu.

Muka nie-kouw itu pucat dan merah bergantian, dia juga meringis menahan nyeri.

“Hemm, sekarang ingin diteruskan?” mengejek Kim Lo dingin. “Kau telengas sekali. Kukira hajaran itu belum cukup untuk menyadari dirimu, bahwa kau memang bertangan telengas dan selanjutnya harus merobah kekejamanmu itu jika tengah menghadapi lawan yang tidak berdaya.......!”

“Manusia kera tidak tahu diuntung!” teriak Ang-sian Sienie tersebut dengan murka. “Kau kira aku jeri melanjutkan pertempuran ini? Kau tidak perlu menasehati aku, seperti seorang kakek menasehati cucunya! Terimalah ini!”

Sambil membentak murka begitu, tangan kanan si nie-kouw sudah terayun kuat. Dia melepaskan belasan batang Bwee-hoa-ciam, jarum-jarum halus.

Kim Lo mengelak.

Kesempatan itu dipergunakan Ang-sian Sienie menoleh kepada Pek Ie Siu-cay,

“Ayo kau juga maju, tidak mungkin kita berdua bisa dirubuhkannya!” Dia menganjurkan Pek Ie Siu-cay buat mengeroyok Kim Lo.

Pek Ie Siu-cay seperti baru tersadar. Cepat sekali dia menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat menyambar kepada Kim Lo, karena pedangnya tadi telah dipatahkan oleh Kim Lo dia menyerang dengan sepasang tangannya.

Pukulan yang dilakukan oleh Pek Ie Siu-cay tidak lemah, walaupun bagaimana memang dia memiliki kepandaian tinggi, sebab itu begitu membuka serangan dia menghantam dengan lweekang yang dahsyat.

Kim Lo tidak memandang sebelah mata pukulan Pek Ie Siu-cay, dia menangkisnya.

Waktu pemuda ini menangkis pukulan Pek Ie Siu-cay justeru Ang-sian Sienie membarengi menyerang lagi dengan timpukan belasan jarumnya.

Kim Lo mendongkol sekali. Tangan kanannya waktu itu tengah saling bentur dengan tangan Pek Ie Siu-cay, tapi jarum-jarum yang ditimpukan si nie-kouw sudah menyambar dekat sekali. Ia mengibaskan tangan kirinya.

Jarum-jarum itu runtuh, hanya saja Ang-sian Sienie membarengi dengan timpukan lainnya.

Kim Lo terpaksa harus menyambuti setiap sambaran jarum dan penyerangan yang dilakukan Pek Ie Siu-cay yang gencar. Malah Ang-sian Sienie berulang kali sudah membantu menyerang juga pada Kim Lo. Setiap ada kesempatan nie-kouw itu tentu akan mendesak Kim Lo dengan pukulan-pukulan yang mematikan.

Kim Lo sangat mendongkol sekali, sekarang ia tak mau berlaku sungkan- sungkan lagi. Sambil berseru nyaring, tahu-tahu tubuhnya melesat ke sana ke mari, gerakannya begitu cepat, ia menyerang dengan sepasang tangannya.

Putaran tubuhnya yang gesit seperti itu, yang melesat ke sana ke mari membuat si nie-kouw tidak sempat buat melanjutkan timpukan dengan jarum Bwee-hoa-ciam nya, karena ia berulang kali harus mengelakan sambaran tangan Kim Lo.

Cara menyerang seperti ini dilakukan Kim Lo terus mendesak kedua lawannya.

Memang pada dasarnya kepandaian Ang-sian Sienie maupun Pek Ie Siu-cay masih berada di bawah kepandaian Kim Lo perlahan-lahan mereka terdesak dan jatuh di bawah angin.

Pek Ie Siu-cay melihat keadaan seperti itu tidak menguntungkan diri mereka tapi Pek Ie Siu-cay masih terus berusaha membantu si nie-kouw, buat menyerang Kim Lo? Dia tidak tega jika harus meninggalkan Ang-sian Sienie, melarikan diri begitu saja. Dia terus berusaha untuk mengadakan kerjasama yang sebaik-baiknya dengan Ang-sian Sienie.

Waktu ketiga orang ini tengah terlibat dalam pertempuran yang seru, mendadak terdengar tertawa seorang wanita, perlahan dan lembut, disusul dengan kata-katanya,

“Hemmm, menghadapi dua manusia busuk seperti itu tidak perlu sungkan-sungkan! Mengapa tidak sejak tadi menurunkan tangan kejam padanya, agar mereka mengetahui tangan telengas seharusnya merupakan hal yang tidak menggembirakan!”

Kim Lo melirik

Ternyata yang muncul pun berkata-kata begitu tidak lain dari gadis yang tadi telah berhasil menjambret kain penutup mukanya. Yang menurut penjual teh itu adalah gadis yang disebut sebagai nona Cin. Bukan main mendongkolnya Kim Lo melihat munculnya gadis itu yang telah menyebabkan rahasia keadaan mukanya dilihat oleh Ang-sian Sienie maupun Pek Ie Siu-cay.

Tapi dia tengah terlibat oleh Ang-sian Sienie maupun Pek Ie Siu-cay, maka tidak bisa melampiaskan kemendongkolannya itu pada si gadis.

Sedangkan nona Cin itu, sudah berdiri di luar kalangan pertempuran. Mengawasi sambil tersenyum-senyum. Diapun telah memegangi kain penutup muka Kim Lo yang belum dibuangnya. Tampaknya dia tertarik sekali buat menyaksikan jalannya pertempuran itu.

Di dalam hati Kim Lo berpikir, “Bocah busuk itu muncul lagi, tentu dia hendak menggangguku pula! Siapakah gadis itu? Tampaknya dia memiliki kepandaian yang tidak rendah.”

Karena terbagi pikiran dan perhatiannya, Kim Lo kurang hati-hati. Waktu itu tangan Ang-sian Sienie menyambar mau menotok jalan darah Mo-liang-hiatnya.

Untung saja Kim Lo tersadar cepat sekali, dia berhasil berkelit ke samping, malah dia telah membarengi dengan dupakan. Ang-sian Sienie tertendang keras pinggangnya. Nie-kouw itu terpental. Hanya dia tidak sampai terbanting.

Pek Ie Siu-cay tertegun sejenak, dia berhenti menyerang Kim Lo untuk menyaksikan si nie-kouw terpental seperti itu.

“Angin keras.......!” Berseru Ang-sian Sienie dengan suara nyaring, dia sendiri memutar tubuhnya, berlari meninggalkan tempat itu.

Pek Ie Siu-cay kaget. Tanpa pikir panjang lagi dia menjejak ke dua kakinya berlari pesat sekali. Dia kuatir kalau memang Ang-sian Sienie, sudah pergi, jelas dia hanya seorang diri saja menghadapi Kim Lo berarti dia akan mudah sekali dirubuhkan Kim Lo. Bukankah tadi saja dia bersama Ang-sian Sienie menghadapi Kim Lo masih tidak berdaya.

“Mau kemana kau?” Bentak Kim Lo dengan suara yang bengis, dia bermaksud mengejar.

“Percuma kau mengejar mereka!” Bilang nona Cin dengan diiringi tertawa.

Kim Lo jadi merandek, sekarang dia teringat kepada gadis itu yang telah membuka kain penutup mukanya.

Dia sudah memutar tubuhnya dengan wajah gusar dia menghampiri gadis itu!

Nona Cin menutupi mukanya, tertawa cekikikkan. Diapun malah sudah bilang, “Jangan marah-marah begitu! Jangan galak-galak begitu. Aku jadi seram melihat mukamu!”

Diejek seperti itu, bukan main murkanya Kim Lo.

“Kau sudah lancang mengambil kain penutup mukaku, maka engkau harus merasakan ganjarannya!” Mendesis Kim Lo dengan suara mengandung kegusaran.

Gadis itu tetap berlaku tenang, sama sekali dia tidak jeri menghadapi Kim Lo.

“Kau jangan galak-galak begitu, justeru sudah kukatakan tadi, jika aku bisa melihatmu, maka aku sudah puas! Sekarang aku sudah melihatnya…….!”

Dan gadis itu kembali tersenyum.

Muka Kim Lo jadi semakin tak sedap dilihat, karena ia mendongkol bercampur marah.

“Jadi sekarang kau sudah puas?!”

“Ya!”

“Dan karena kau sudah merasa puas, engkau harus membayar mahal rasa puasmu itu!”

“Membayar mahal bagaimana?”

“Kau lancang mengambil kain penutup mukaku, maka engkau harus membayar kelancanganmu itu dengan dimusnahkan lweekangmu! Aku akan memusnahkan lweekangmu itu…….!”

“Oh, begitu. Bisakah?”

“Bagaimana?!” Bentak Kim Lo.

“Maksudku bisakah kau memusnahkan lweekangku? Kukira tidak akan semudah seperti yang kau ucapkan itu!”

Muka Kim Lo berobah merah padam. Dia merasa malu tadi waktu kain penutup mukanya terlepas oleh jambretan tangan si gadis. Dia pun jadi marah, karena beranggapan si gadis sangat lancang sekali dengannya maka dari itu dia ingin memberikan ganjaran kepada gadis itu.

Melihat si gadis berdiam diri saja dia telah melompat maju, tangan kanannya sudah menyerang dengan sebat sekali. Dia menyerang dengan jurus “Monyet Mengambil Buah Tho” dan gerakannya itu memang sangat cepat sekali dia telah memperlihatkan kesebatannya.

Gadis itu tertawa. Dia melompat mundur, dia sama sekali tidak menangkis atau balas menyerang.

“Jangan galak-galak……. hentikan dulu! Jangan menyerang dulu, apa yang ingin ku katakan kepadamu.”

Kim Lo berhenti menyerang.

“Apa yang ingin kau katakan!”

“Banyak? Kau berhenti dulu! Kau harus berjanji tidak akan menyerangku dulu. karena aku akan merasa tenang kalau memang sudah mendengar janjimu dan baru bisa memberitahukan sesuatu kepadamu.”

“Katakanlah!”

“Kau belum lagi berjanji?”

“Aku tidak mungkin menyerang orang yang tengah berkata-kata dan tidak bersiap sedia…….!”

“Hemm, benarkah itu?”

“Kau jangan kuatir, aku mendustaimu!”

“Baiklah, kalau memang demikian!” Kata si gadis, masih dia tersenyum dengan sikap yang manis sekali.

Memang rupanya dia hendak mempermainkan Kim Lo, tapi Kim Lo tidak bisa menyerangnya begitu saja. Bukankah si gadis yang telah memintanya dan berjanji tidak akan menyerangnya!

“Cepat katakan apa yang hendak kau jelaskan!” bentak Kim Lo dengan suara yang mengandung kemendongkolan.

“Baik! Baik! Jangan tergesa-gesa!”

Gadis itu mendehem beberapa kali, tersenyum lagi, menoleh dengan mata melirik kemudian ia bilang,

“Kau pernah mendengar Giok-sie?!”

“Giok-sie?” tercekat hati Kim Lo.

Gadis itu mengangguk.

“Ya, Giok-sie.......!”

Kim Lo mengangguk.

“Pernah. Ada sangkutan apa persoalan kita dengan Giok-sie?”

“Ohh, tentu saja ada hubungannya yang erat....... Kau tahu nie-kouw itu dengan si pelajar baju putih hendak meracuni kau, karena disebabkan Giok-sie!”

Kim Lo memandang heran.

“Benarkah, apa yang kau katakan itu?”

Gadis itu mengangguk.

“Kalau memang tak benar, buat apa aku memberitahukan padamu!”

“Lalu apa lagi?”

“Tunggu dulu satu-satu jangan sekaligus menjelaskan beberapa macam persoalan! Aku akan memberitahukan semua persoalan, tapi satu-satu, agar urusan menjadi jelas!”

“Ayo jelaskan!”

“Jangan mendesak seperti itu! Aku ingin menjelaskan padamu berdasarkan keinginan hatiku sendiri, bukan sebab paksaan! Jika kau memaksa, malah aku tak mau menjelaskan!”

Kim Lo jadi tak sabar

“Hemmm, tentu semua ini hanya bisamu saja?” Kata Kim Lo, mendongkol.

“Bisaku sendiri bagaimana?”

“Kau yang mengarang-ngarang sendiri.”

“Hemmm, mengapa aku harus mengarang-ngarang sendiri? Bukankah tadi sudah kuperlihatkan padamu, bahwa aku ingin sekali melihat wajahmu? Kau tahu sebabnya?”

Kim Lo tengah mendongkol, namun mendengar pertanyaan si gadis seperti itu tak urung ia menggeleng.

“Tidak!” Katanya.

“Ada sebabnya!”

“Apa sebabnya itu?”

“Aku pernah mendengar, bahwa di dalam rimba persilatan sudah muncul Pendekar Aneh Berseruling Sakti. Aku mendengarnya dari mulut seorang tokoh rimba persilatan.

“Bahkan dikatakannya bahwa Pendekar Aneh Berseruling Sakti itu menghendaki Giok-sie. Tapi selama ini belum ada seorang pun di kalangan Kang-ouw yang berhasil melihat bagaimana rupa dan bentuk wajah si pendekar aneh itu.

“Karena itu pula, tidak heran kalau engkau digelari sebagai Pendekar Aneh, karena selamanya kau mengenakan kain penutup muka! Juga serulingmu katanya hebat sekali maka kau ditambahi gelaran dengan Berseruling Sakti.

“Aku justeru jadi tertarik sekali ingin mengetahui bagaimana bentuk mukamu sebenarnya. Alasan itulah menyebabkan mengapa aku memaksa hendak membuka kain penutup mukamu!

“Oh ya, apakah sekarang engkau masih marah padaku?” sambil bertanya begitu si gadis tersenyum manis sekali menatap Kim Lo.

Kim Lo jadi kikuk juga melihat sikap si gadis, dia menghela napas dalam-dalam.

“Apakah masih ada yang hendak kau jelaskan?”

“Ada! Tentu saja ada.”

“Ayo katakan. Aku tidak memiliki waktu yang banyak?”

“Oh tentu aku akan menjelaskannya! Tapi engkau belum lagi memberikan jawaban padaku atas pertanyaanku tadi!”

“Baiklah! Aku memang masih marah padamu, karena tadi engkau begitu lancang!”

Si gadis tersenyum.

“Kau jujur!” Katanya.

Kim Lo mengawasi

“Jujur?!”

Gadis itu mengangguk.

“Ya. Kau jujur karena kau masih merasa marah padaku, kau bilang masih marah. Pada hal banyak laki-laki yang selalu berbohong walaupun tengah marah, dia selalu mengatakan tidak marah!”

“Hemm…….” Kim Lo hanya mendengus. Tapi menggembirakan, senang dipuji si gadis.

“Hemmm, hemmm, hemmm,” si gadis mendengus berulangkali. “Apa itu yang hemm, hemm?”

Kim Lo jadi terdiam, menatap si gadis yang nakal itu.

“Kau mau mendengar keteranganku?” Tanya si gadis tertawa melihat Kim Lo diam saja.

Kim Lo mengangguk.

“Katakanlah!”

“Aku ingin menjelaskan juga persoalan yang menyangkut Giok-sie! Kau tentunya sudah mendengar bahwa Giok-sie sudah berhasil ditemukan oleh seorang nelayan di pantai Put-hay! Nah, sekarang urusannya adalah bagaimana engkau mencari nelayan itu, bukan?”

Kim Lo terpaksa mengangguk.

“Dari mana kau mengetahui hal itu?” Tanya Kim Lo kemudian dengan sikap ragu.

“Kau tidak usah menanyakan hal itu, karena aku memiliki telinga yang panjang dan tajam dalam rimba persilatan, karena itu banyak persoalan rimba persilatan yang aku ketahui…… Tapi yang ingin kujelaskan ialah tempat berdiamnya si nelayan itu, memberi tahukan kepadamu agar engkau bisa mencari nelayan itu…….!” Setelah berkata begitu gadis itu tertawa.

Kim Lo tercekat, dia juga jadi girang.

“Benarkah kau mengetahui di mana beradanya si nelayan yang beruntung itu memperoleh Giok-sie?”

Si gadis mengangguk.

“Sebelum kuberi tahukan kepadamu di mana tempat beradanya si pelayan, aku akan memberitahukan sesuatu dulu kepadamu!”

“Apa lagi?”

“Tentang Ciangbunjin Khong-tong-pay!”

“Ohhhh?”

“Kau pernah mendengarnya bukan urusan yang menyangkut ketua Khong-tong-pay itu?”

Kim Lo mengangguk.

“Mengenai surat yang ditulisnya?”

“Benar,” si gadis mengangguk.

“Kenapa dengan surat itu? Apa ada urusan lainnya disamping surat Ciangbunjin Khong-tong-pay tersebut?”

“Tentu jika tidak persoalannya, mengapa aku harus menceritakan kepadamu!”

Kim Lo mengawasi si gadis. Banyak yang diketahui gadis ini. Malah dilihat dari sikapnya, memang si gadis tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia tengah berdusta.

“Baiklah kau ingin menjelaskan apa lagi?”

“Tentu surat itu, surat yang ditulis oleh ketua Khong-tong-pay itu dititipkan pada seorang yang bergelar Hui-houw-to! Ia menerima upah yang besar sekali dari Ciangbunjin Khong-tong-pay, dan dia pun berusaha membawa surat yang ditulis Cangbunjin Khong-tong-pay ke Yu-cung sebuah kampung yang tidak terlalu jauh lagi dari tempat ini.

“Orang itu yang akan mencari si nelayan buat merampas Giok-sie. Tapi sayang, surat yang ditulis oleh Ciangbunjin Khong-tong-pay tersebut menjadi rebutan orang-orang rimba persilatan, karena rahasia itu telah bocor……..!”

Kim Lo mendengarkan dengan tertarik, dia lupa akan peristiwa tadi, kelancangan si gadis yang telah menjambret terbuka topeng mukanya. Dia bertanya, “Lalu bagaimana?”

“Orang yang bertanggung jawab terhadap surat yang dibuat Ciangbunjin Khong- tong-pay itu adalah Hui-houw-to. Tapi kepandaiannya tidak terlalu tinggi, dia telah dihadang oleh orang-orang Kang-ouw selama dalam perjalanan.

“Surat itu selalu berpindah-pindah tangan. Malah menurut yang kudengar, ada pendeta Siauw-lim-sie yang melindungi Hui-houw-to membantunya untuk melindungi surat itu…….!”

“Pendeta Siauw-lim-sie?”

“Ya!” si gadis mengangguk. “Tang-ting Hweshio! Pendeta yang memiliki kepandaian sangat tinggi karena itu Hui-houw-to bisa melindungi surat tersebut lebihh tenang!``

“Sekarang Hui-houw-to berada di mana?”

“Kau jangan gelisah dulu! Dengarkan baik-baik!” Kata si gadis. “Karena memang surat itu tidak ada artinya bagiku. Aku mengetahui jelas di mana beradanya si nelayan yang beruntung memperoleh Giok-sie itu. Mengapa kita harus merepotkan diri mencari-cari surat yang ditulis oleh Ciangbunjin Khong-tong-pay!”

“Kau mengetahui dimana tempat si nelayan yang beruntung memperoleh Giok-sie itu.”

Si gadis mengangguk

“Ya, memang aku mengetahuinya.”

“Di mana?!”

“Sabar, aku nanti akan menjelaskan dan memberitahukannya kepadamu!”

“Tapi sekarang kau beritahukan dulu kepadaku, dimana tempat tinggalnya si nelayan.”

“Nelayan itu telah meninggalkan kampung halamannya, karena dia menyadari dengan diperolehnya Giok-sie. jiwanya terancam kematian. Banyak orang rimba persilatan yang memperebutkan Giok-sie.

“Mereka tentu tidak segan-segan akan membunuh si nelayan itu, kalau saja memang ada orang rimba persilatan yang sudah berhasil mencari tempat berdiamnya nelayan itu. Demikian juga dengan orang-orang kerajaan, para pahlawan Kaisar pun banyak yang mencari si nelayan.......”

“Karena dari itu si nelayan telah pindah ke kampung lain, sebab dia menyadari bahwa keselamatan jiwanya tidak terjamin lagi! Dia menyadari juga kalau sampai dia dibunuh oleh orang kerajaan atau pun juga orang rimba persilatan, itu masih merupakan urusan kecil!

“Tapi yang berbahaya sekali, begitu Giok-sie berhasil ditemukan oleh orang rimba persilatan. Jelas mereka satu dengan yang lainnya akan memperebutkannya, korban yang berjatuhan akan banyak sekali!

“Alasan itulah yang menyebabkan si nelayan akhirnya harus menyingkirkan diri. Dia tidak mau kalau sampai Giok-sie itu menimbulkan korban, terlalu banyak meminta korban dalam jumlah yang besar.......!”

Kim Lo mengawasi si gadis selama orang bercerita itu melihat bibir si gadis yang bergerak-gerak betapa manisnya bentuk bibir si gadis.

Demikian juga cerita yang dikisahkannya sangat menarik sekali, Inilah menyangkut dengan urusan Giok-sie, sedangkan Kim Lo memang tengah menyelidiki tentang Giok-sie itu, juga tentang si nelayan yang beruntung memperoleh Giok-sie”

“Lalu bagaimana?”

“Apanya yang bagaimana?” Tanya si gadis sambil tersenyum.

Muka Kim Lo berobah merah.

'Tentang si nelayan?”

“Tentu saja dia kini berada di tempat yang selamat, dia sudah berhasil menyingkirkan diri di tempat yang sulit sekali di datangi sembarangan orang?”

“Benarkah itu?”

“Mengapa tidak benar!”

“Tapi di mana tempat itu sebenarnya?”

“Aku tidak bisa menyebutkannya di sini. Tapi aku pasti nanti memberitahukan kepadamu. Kau tentu bisa mengetahui bahwa di sekitar tempat ini ada telinga yang tengah mendengarkan. Bukankah dinding saja bertelinga!”

Kim Lo menghela napas.

“Baiklah, tapi kukira memang tempat itu sendiri kau belum mengetahui, kau tengah mengulur waktu. Kalau benar-benar kau mengetahui di mana beradanya si nelayan, kau boleh memberitahukannya kepadaku dengan perlahan dengan berbisik.

Muka si gadis berobah merah.

“Kau kira kau ini pacarku, sehingga perlu bisik-bisik!” Kata si gadis.

Muka Kim Lo berobah merah, dia segera menyadari bahwa dia telah salah bicara.

“Baiklah jika memang demikian kau keberatan, maka bisa saja kau memberitahukannya lewat tulisan.”

“Hemmm, kau harus sabar jika memang ingin mengetahui di mana beradanya nelayan itu. Aku berjanji nanti akan memberitahukannya sesuatu yang sama pentingnya. Nah, maukah kau ikut bersamaku untuk pergi ke suatu tempat?”

Sambil bertanya begitu si gadis memandang Kim Lo dengan tajam. Lenyap senyumnya, sikapnya sungguh-sungguh.

Kim Lo ragu-ragu.

“Untuk apa?” Tanya Kim Lo kemudian.

“Tentu saja untuk menunjukkan kepada kau sesuatu yang sama pentingnya dengan urusan Giok-sie itu!”

“Ohh……!” Kim Lo ragu-ragu lagi, ia berdiam diri saja beberapa saat.

Si gadis mengawasinya, ia tertawa lagi.

“Kau mau ikut denganku?”

Kim Lo bimbang.

“Bagaimana? Kau bersedia tidak?”

Kim Lo akhirnya mengangguk.

“Baiklah! Kemana?”

“Ke sebuah tempat........ tentu akan membawa faedah yang cukup besar buat kau!”

“Baik! Mari!” Kata Kim Lo bersiap-siap untuk ikut dengan gadis itu.

“Tunggu dulu, kau harus menyanggupi dulu beberapa syaratnya jika memang ingin turut denganku!”

“Katakan syaratnya!” Kim Lo tak sabar.

“Yang pertama, kau tak boleh membantah perintahku jika sudah tiba di tempat itu!”

Kim Lo tambah bimbang.

“Kau menyanggupi?”

Kim Lo menggelengkan kepalanya.

“Tidak bisa?”

“Kau?”

“Aku tidak bisa memenuhi syaratmu karena terus saja aku tak mau kalau sampai kelak kau memerintahkan kepadaku agar terjun dalam hutan golok atau pun juga terjun ke dalam kuali minyak mendidih……. Karena dari itu, syaratmu tidak akan kupenuhi!”

“Aku tidak segila itu dengan permintaanku hanya ingin kau menuruti apa yang ku perintahkan dalam batas-batas tertentu yaitu aku akan meminta kau pergi ke bagian mana dari tempat itu, mengatasi beberapa macam persoalan dan lain-lainnya yang tidak akan mencelakai dirimu kalau memang kau menuruti perintahku!”

“Mengapa begitu?”

“Tempat yang akan kita datangi itu merupakan sebuah tempat yang berbahaya sekali.”

Kim Lo masih bimbang.

“Kau menerimanya?” Desak si gadis.

“Baiklah!” Mengangguk Kim Lo.

“Lalu syarat lainnya…..!!” Kata si gadis. “Kau tidak boleh melakukan sesuatu sekehendak hatimu. Kau tidak boleh berkata-kata, kau harus berdiam diri saja.

“Apa pun yang terjadi di sana, di tempat yang akan kita datangi, tanpa perintahku kau tidak boleh bergerak sekehendak hati! Kau tidak boleh memperdulikan hal-hal yang terjadi di sana, kejadian apa pun juga.

Kim Lo merasakan syarat yang ini tidak terlalu berat. Dia mengangguk, perasaan mau tahunya semakin besar. Apa yang ingin perlihatkan si gadis.

“Baiklah!” Katanya kemudian, “Aku menerima syaratmu.”

“Apa lagi?”

“Kau harus memenuhi juga syarat ketiga!”

“Katakan!”

“Kau tidak boleh memakan sesuatu apapun di tempat itu! Sekali saja kau melanggarnya maka engkau akan menemui bahaya yang tidak kecil!”

Kim Lo mengangguk.

“Baik! Aku bukan sebangsa manusia rakus!” Katanya.

Gadis itu tertawa,

“Nah, mari kau ikut denganku,” setelah berkata begitu, si gadis memutar tubuhnya, berlari.

Kim Lo mengikuti di belakangnya.

Sambil berlari, Kim Lo jadi mengawasi tubuh si gadis, yang berlari di sebelah depannya.

Betapa eloknya bentuk tubuh si gadis, dia pun seorang gadis yang cantik. Cuma saja dia agak binal dan liar. Kepandaian gin-kangnya tidak rendah, karena gadis itu dapat berlari secepat angin, dia pun tampaknya tidak letih.

Kim Lo mengikuti terus.

Gadis itu mengajak Kim Lo ke muka sebuah hutan yang lebat.

“Tempat apa ini?” Tanya Kim Lo.

“Sekarang kau masih boleh bertanya, tapi begitu memasuki hutan ini, ingat kata-kataku!”

Kim Lo mengangguk.

“Dengan melewati hutan ini kita akan tiba di tempat yang kita tuju.”

Setelah berkata begitu si gadis memasuki hutan tersebut. Tampaknya dia kenal sekali keadaan di dalam hutan tersebut, dia bisa bergerak leluasa.

Kim Lo mengikuti terus sambil di hatinya bertanya-tanya entah apa yang akan dilakukan si gadis. Dan apa yang hendak diperlihatkan gadis itu, yang katanya sama pentingnya dengan Giok-sie.

Setelah melewati hutan itu, tampak sebuah rawa yang luas. Kim Lo berhenti berlari, dia bimbang.

“Kita mau kemana?” Tanyanya.

“Huss! Kau sudah melanggar janjimu!” Kata si gadis, “Kita akan segera tiba di tempat tujuan kita.”

Kim Lo melihat si gadis berdiri di tepi rawa. Dia menoleh kepada Kim Lo.

“Hati-hati, harus mempergunakan gin-kang mu, jangan menimbulkan suara! Kita melompati rawa itu…….!”

Kim Lo terkejut.

“Melompati rawa itu?”

“Kembali kau melanggar janjimu!”

“Tapi……. untuk melompati rawa itu bukan pekerjaan yang mudah…….!”

“Aku akan dapat membantumu!”

Setelah berkata begitu, si gadis mengambil beberapa ranting, lalu ranting dilemparkan ke permukaan rawa itu. Dia menjejakkan kakinya, tubuhnya melambung ke rawa itu, hinggap di atas ranting.

Dia menjejakkan kakinya lagi, tubuhnya melesat lagi, belum lagi tubuhnya meluncur turun, dia melemparkan ranting lainnya, dia hinggap di atas ranting itu. Demikian dilakukan terus sampai akkirnya kini dia telah tiba di seberang sana.

Kim Lo diam-diam memuji kecerdikan si gadis. Dia mengikuti apa yang dilakukan si gadis dengan ranting-ranting kering itu. Kim Lo memang dapat melompat dengan ringan dan mudah karena gin-kangnya yang tinggi.

Setelah tiba di seberang sana, si gadis dengan jari telunjuk di mulut mengisyaratkan agar Kim Lo, tidak bertanya-tanya lagi.

Tangan kanan gadis itupun telah mencekal tangan Kim Lo, ditariknya ke sebuah batu yang menonjol cukup besar. Si gadis bersembunyi di situ.

Kim Lo ikut bersembunyi.

“Apakah di tempat ini ada orang pandainya?” tanya Kim Lo berbisik.

Gadis itu mengangguk.

“Bukan satu orang, tapi ada tiga orang yang pandai memiliki kepandaian luar biasa, karena itu kita harus hati-hati sekali untuk pergi ke tempat itu.”

Kim Lo baru mengerti, mengapa si gadis tadi meminta dia berjanji agar mematuhi perintahnya dan juga berdiam diri tidak boleh bertanya-tanya. Rupanya memang gadis ini akan mengajaknya ke tempat orang-orang pandai yang mempunyai kepandaian tinggi. Karena dari itu, dia meminta Kim Lo agar berlaku hati-hati.

Kim Lo mengawasi terus tempat itu.

Ternyata tempat itu merupakan sebuah lapangan yang luas sekali.

Yang membuat Kim Lo jadi heran, dia melihat sebagai kuburan yang berbentuk bulat dan tinggi besar. Berbeda dengan kuburan biasanya, yang berukuran hanya setinggi satu meter. Justeru bangunan kuburan itu besar dan tinggi sekali, hampir empat meter.

“Kuburan apa itu?” Tanya Kim Lo yang lagi di pinggir telinga si gadis. Waktu berbisik begitu, Kim Lo mencium harum semerbak rambut si gadis, hati si pemuda jadi berdebar.

“Tempat itu tujuan kita!” kata si gadis.

“Kuburan itu?”

“Ya……!”

“Apakah ke tiga orang pandai yang kau sebut tadi berada di dalam kuburan itu?”

Si gadis mengangguk.

“Kepandaian mereka sangat liehay sekali, sedikit saja kecurigaan bisa membuat mereka mengetahui kedatangan kita!”

“Apakah kau dengan ke tiga orang itu terdapat ganjalan permusuhan?”

Si gadis menggeleng.

“Tidak! Justeru aku mengetahui bahwa mereka memiliki rahasia yang penting sekali yang menyangkut dengan persoalan Giok-sie. Aku cuma ingin membantumu.”

Waktu berkata begitu si gadis melirik, pipinya berobah merah. Cepat-cepat si gadis mengalihkan pandangannya mengawasi kuburan itu.

“Tapi keadaan di kuburan itu sepi-sepi saja.......!”

“Benar! Namun, kita tidak boleh bergerak sembarangan! Kau percayalah, semua ini demi kebaikan kita juga. Kalau ceroboh dan melakukan salah perhitungan, niscaya kita juga akan celaka!”

Kim Lo jadi semakin tidak mengerti, dia berdiam diri saja, mengawasi kuburan itu. Hatinya jadi tergoncang juga, karena diam-diam dia berpikir, apakah kelak dia akan menghadapi suatu pertempuran, karena di dalam kuburan yang tinggi besar dan luas itu berdiam tiga orang pandai seperti yang dijelaskan si gadis.

Gadis itu mengawasi terus sampai akhirnya ia menghela napas. Dia menunjuk ke arah kuburan itu.

“Kau melihat batu nisan di sebelah kanan itu?” Tanyanya kemudian, perlahan.

Kim Lo mengangguk. Dia baru melihat ternyata kuburan itu dilengkapi bukan hanya sebuah batu nisan, melainkan empat batu nisan. Masing-masing kedudukan batu nisan itu berada di Barat, selatan, timur, dan utara.

“Mengapa ada empat batu nisan?” Tanya Kim Lo kemudian karena herannya.

“Ya, memang kuburan itu ada empat batu nisan!” menyahuti si gadis. “Nah dan kau telah melihat batu nisan di sebelah kanan itu, bukan? Kau pergi ke sana, bersembunyi di balik batu nisan itu, sedangkan aku akan pergi bersembunyi di batu nisan sebelah kiri! Ingat jika aku belum memberikan isyarat kepadamu, kau tak boleh sembarangan keluar!”

Kim Lo mengangguk.

“Baik!” Katanya.

“Pergilah!” mendorong si gadis pada punggung si pemuda, perlahan sekali.

Kim Lo menjejakkan kakinya, tubuhnya ringan sekali melesat ke dekat kuburan, hanya beberapa kali lompatan saja ia sudah berada di balik batu nisan sebelah kanan.

Si gadis menanti sampai Kim Lo sudah menempati diri di balik batu nisan itu, dia pun segera melompat keluar. Dia pergi ke balik batu nisan sebelah kiri.

Kim Lo mengawasi kuburan itu. Sekarang dia berada dekat sekali dengan kuburan tersebut. Dia melihat kuburan itu dibangun dari batu bata merah, dan memang cukup kuat. Rumput yang tumbuh di sekitar tempat kuburan itu terawat baik sekali.

Dan ini menunjukkan bahwa kuburan yang angker dan besar tersebut memang memiliki sesuatu daya tarik, juga dalamnya pasti ada penghuninya. Hanya yang tidak diketahui oleh Kim Lo, pintu masuk di kuburan itu entah terletak dimana?

Kim Lo juga membayangkan, jika kuburan dibangun hanya untuk dijadikan tempat tinggal pengganti rumah, betapa mengerikan.......!

Sedangkan si gadis telah mengawasi lagi kuburan itu sekian lama, akhirnya dia menunjuk ke arah batu nisan sebelah utara. Kim Lo semula menyangka dia disuruh pindah ke sebelah utara.

Tapi belum lagi dia keluar dari balik batu nisan di sebelah selatan itu, dia melihat dari bawah batu nisan sebelah utara mengepul asap yang cukup tebal. Semakin lama semakin tebal dan membumbung tinggi. Asap itu juga semakin lama jadi semakin kelabu, menunjukkan bahwa asap yang keluar semakin banyak juga.

Kim Lo heran bercampur terkejut. Mengapa dari batu nisan itu mengeluarkan asap, dia tidak mengerti, apa artinya dengan keluarnya asap tersebut.

Tengah Kim Lo terheran seperti itu si gadis sudah menunjuk kepada nisan yang satunya lagi. Dari boang-pay itupun keluar asap yang sama semakin lama semakin tebal.

Di saat asap yang mengepul tebal, nona Cin melompat ke dekat Kim Lo. Tahu-tahu dia sudah berada di sisi pemuda. Dia berbisik,

“Asap itu asap beracun! Kalau tadi kita salah memilih tempat bersembunyi, maka kita akan terbius oleh racun itu, berarti kita akan menemui kematian!

“Dua batu nisan itu memiliki alat perkakas rahasia, yang bisa menyemburkan asap beracun. Memang sengaja dipasangan, setiap kali ada orang datang kemari, tentu perkakas itu akan bekerja sendirinya memuntahkan asap beracun itu…….”

Setelah berkata begitu nona Cin merogoh sakunya mengeliarkan dua butir pil.

“Telanlah, ini obat penawar racun!”

Kim Lo mengangguk. Ia menyambuti ke dua butir pil itu, dia menelannya, harum sekali. Dia merasa lebih segar.

Nona Cin sudah meneruskan keterangannya.

“Memang sengaja hanya dua bong-pay yaug diberikan perkakas yang bisa mengeluarkan asap beracun, karena memang kedua bong-pay ini merupakan pintu keluar dan pintu masuk ke dalam kuburan ini. Karenanya, dua bong-pay yang lain tidak memiliki perkakas yang bisa memuntahkan asap beracun.”

Kim Lo baru mengerti mengapa cuma ke dua batu nisan itu saja yang bisa mengeluarkan asap beracun.

Nah, sekarang kau baru mengerti mengapa aku melarang kau bertindak sekehendak hati di tempat ini, bukan?” Tanya si gadis sambil berbisik.

Kim Lo mengangguk.

“Ya!” sahutnya.

“Dan selanjutnya kita masih menghadapi banyak sekali bahaya. Tapi kau jangan kuatir jika memang kau mematuhi semua petunjukku, maka kau tak akan mengalami sesuatu kekurangan apapun juga, tak ada sehelai rambutmu yang terganggu oleh semua alat rahasia di tempat ini, kau tak akan didera!”

“Tempat apakah sebetulnya kuburan ini? Tampaknya cukup mengerikan juga,” kata Kim Lo sambil melayangkan pandangannya pada kuburan yang berukuran besar itu.

“Ini kuburan dari orang liehay yang hendak kutemui! Dia membuat kuburan ini buat berlindung.”

“Berlindung?”

“Ya.”

“Berlindung dari apa?”

“Dari musuh-musuhnya!”

“Apakah orang pandai itu memiliki banyak musuh?”

Gadis itu mengangguk.

“Benar! Tapi selama duapuluh tahun dia sudah tak pernah memperlihatkan diri karena ia lebih banyak menyerahkan urusan-urusannya pada tiga orang kepercayaannya, tiga orang pandai yang pernah kuberitahukan padamu!”

“Uhhh.......!”

“Selama duapuluh tahun ini orang pandai itu tak pernah bertemu dengan siapapun juga!”

“Siapakah orang pandai itu?”

“'Nanti akan kuberitahukan, sekarang bukan waktunya yang baik!”

Kim Lo mengangguk.

“Musuh-musuhnya orang pandai itu apakah dari kalangan Kang-ouw juga?” tanya Kim Lo.

Gadis itu mengangguk.

“Ya, orang-orang yang semuanya memiliki kepandaian tinggi, tokoh-tokoh rimba persilatan!”

“Siapa-siapa saja?”

Gadis itu tersenyum.

“Kita jangan membicarakan hal itu dulu, karena nanti aku pasti akan membicarakan sejelas-jelasnya. Sekarang yang penting aku hendak mencari jalan buat bertemu langsung dengan orang pandai itu!”

Kim Lo ragu-ragu.

“Tadi kau mengatakan selama duapuluh tahun orang pandai itu tidak pernah mau menemui siapapun juga. Bagaimana mungkin kita bisa pergi menemuinya?”

Si gadis tersenyum.

“Kita akan mempergunakan akal!”

“Akal?”

“Ya.”

“Akal siapa?”

“Aku kira, jika memang akal yang akan kulaksanakan ini berhasil, niscaya kita bisa bertemu dengan orang pandai itu!”

“Hemmm, akal apa itu?”

“Kau baik-baik saja menurut petunjukku, karena aku jamin kau tak akan menemui bahaya.”

Kim Lo masih ragu-ragu.

“Untuk ini…….!”

“Kau ragu-ragu?”

Kim Lo mengangguk.

“Aku tidak mengetahui persoalannya, bagaimana mungkin aku bisa begitu saja mematuhi semua perintahmu?”

“Aku akan memperlihatkan kepadamu betapa pentingnya urusan ini buat kau! Memiliki faedah yang sangat besar untuk kau! Karena urusan ini menyangkut dengan persoalan…….” Si gadis tidak meneruskan kata-katanya.

“Mempunyai hubungan dengan persoalan Giok-sie?” Tanya Kim Lo meneruskan kata-kata si gadis.

Gadis itu mengangguk.

“Benar……. karenanya jika memang kau bisa mengetahui jelas apa yang terjadi di dalam kuburan itu, kau baru menyadari bahwa aku yang mengajakmu untuk melakukan urusan besar! Kemungkinan orang yang kau kehendaki. Giok-sie akan jatuh ditanganmu!”

Kim Lo memandang tertegun pada si gadis, sinar matanya memperlihatkan keraguan.

Nona Cin tersenyum.

“Sekarang begini saja, kau menuruti apa perintahku buat kebaikanmu juga. Nanti setelah persoalan ini menjadi jelas, di waktu itu kau akan segera memperoleh Giok-sie.”

Kaget Kim Lo mendengar kata-kata si gadis yang terakhir itu, dia memandang bimbang.

“Nona, kau jangan bergurau……. Bagaimana mungkin Giok-sie bisa kuperoleh di tempat ini!”

Nona ini tersenyum.

“Aku tak memaksa kau buat mempercayai keteranganku, tapi nanti setelah kau mengikuti aku dan menuruti petunjukku, maka diwaktu itu kau baru bisa melihatnya, apakah semua keterangan itu hanya merupakan dusta atau memang dari hal yang sebenarnya…….!”

“Jadi Giok-sie berada di tangan orang yang menjadi penghuni kuburan ini?”

Gadis itu menggeleng.

“Untuk itu aku belum lagi mengetahui dengan pasti, tapi yang pasti, memang sekarang kita tengah mengurus persoalan Giok-sie atau juga buat pergi menemui orang yang memiliki hubungan dan sangkutan dengan Giok-sie!”

Baru saja Kim Lo hendak bertanya lagi, tiba-tiba terdengar ledakan, beruntun dua kali.

Ternyata dari arah bong-pay yang dua tadi mengepul asap, telah mengeluarkan suara ledakan.

“Itulah suara ledakan untuk menyemburkan racun, untuk membinasakan orang-orang yang berani lancang memasuki kuburan itu!”

Menjelaskan si gadis sambil tersenyum. “Karenanya dari itu, kau jangan terkejut.”

“Apakah orang di dalam kuburan itu tak mengetahui tentang bekerjanya alat perkakas tersebut?”

“Mereka umumnya telah terbiasa. Mereka tidak pernah keluar buat melihat. Karena walaupun seekor kijang atau kelinci lewat di dekat kuburan yang diperlengkapi dengan alat rahasia, tentu akan menyebabkan perkakas itu bekerja.

“Karenanya orang-orang di dalam kuburan itu bisa juga menduga yang lewat bukan manusia melainkan binatang liar belaka…….!”

Kim Lo mengangguk.

“Di dalam kuburan itu ada berapa orang?”

“Yang kuketahui berjumlah empat orang! Si orang pandai dengan tiga orang pembantunya yang sangat liehay itu.

“Kalau memang kau tidak keberatan, bisakah kau menceritakan kepadaku sekarang ini, siapakah sebenarnya orang sakti di dalam kuburan itu?”

Nona Cin menggelengkan kepalanya.

“Sayang tidak bisa, waktu kita sedikit sekali. Sedangkan cerita tentang penghuni kuburan memberitahukan kepadamu tentang hal-hal yang penting saja, agar kau bisa mengetahui betapa pun juga semua perintah-perintahku nanti memiliki arti yang besar buat keselamatan jiwamu sendiri!

“Nanti aku akan menceritakannya……. Sekarang kita harus mengurus dulu persoalan penghuni kuburan ini……..”

Setelah berkata begitu, si gadis she Cin tersebut sudah mengulurkan tangan kanannya menepuk-nepuk tepian Bong-pay di sebelah kanan. Menepuknya dengan berirama, terkadang cepat kemudian jadi lambat dan lalu cepat lagi.

Mendadak sekali, setelah menepuk empatpuluh sembilan kali, batu bong-pay itu bergerak perlahan-lahan.

“Itulah rahasia kunci pintu kuburan ini, yang harus dibuka dengan mempergunakan tepukan berirama empatpuluh sembilan kali panjang pendek. Maka jarang pula orang yang mengetahui rahasia membuka pintu kuburan ini, karena pintu kuburan itu di buat dengan merupakan bong-pay.

Kim Lo mengangguk. Tapi hatinya heran sekali. Siapakah sebenarnya nona Cin ini? Ia mengetahui demikian jelas rahasia kuburan besar tersebut?

Atau memang nona Cin ini seorang musuh yang sengaja hendak memancing Kim Lo dan nanti di dalam kuburan itu Kim Lo akan dijebaknya?

Karena berpikir begitu Kim Lo bersikap hati-hati dan dia pun mengeluarkan sehelai kain pula, buat menutupi mukanya.

Si nona sudah melangkah masuk ke kuburan itu melewati undakan anak tangga menuju ke bawah.

Kim Lo mengikuti. Dia melihat anak tangga itu berjumlah banyak sekali tersusun sangat baik, terbuat dari batu Giok, yang hijau cemerlang.

Diam-diam Kim Lo tambah heran. Kuburan ini ruang bawahnya ternyata mewah sekali, penuh dengan permata yang mahal sehingga tampaknya seperti bukan berada di dalam kuburan hanya berada di dalam ruang istana Kaisar.

Kim Lo memandang takjub untuk kemewahan yang terdapat di dalam kuburan tersebut.

“Siapakah sebenarnya penghuni kuburan ini?” Tanya Kim Lo suaranya perlahan sekali.

“Husss, kau jangan bertanya-tanya dulu! Ingat janjimu sebelum kita ke mari!”

“Tapi kuburan ini sangat aneh sekali!”

“Nanti kau akan mengetahui!”

Sehabis menyahuti begitu, nona Cin menuruni undakan anak tangga terakhir, mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Kim Lo berhenti melangkah.

Kim Lo menuruti isyarat si gadis. Dia menahan langkah kakinya, walaupun hatinya heran sekali, menduga-duga entah apa yang akan terjadi.

Nona Cin sudah menoleh kepadanya, kemudian perlahan sekali, “Ada orang!”

Kim Lo heran. Ia memiliki pendengaran yang tajam, tapi ia tidak mendengar suara langkah kaki atau suara lainnya. Demikian liehaykah orang yang tengah datang itu sehingga tidak terdengar suara langkah kakinya?

Juga mengapa si nona Cin bisa mendengarnya sedangkan Kim Lo dia sendiri tidak mendengar suara apa pun juga? Apakah nona Cin ini memiliki pendengaran yang begitu peka, sehingga ia bisa mendengar suara yang paling halus dan paling perlahan sekaligus juga?

“Kita bersembunyi dimana?!” Tanya Kim Lo, perlahan suaranya.

Gadis itu menunjuk ke sebuah meja batu yang permukaan meja itu terbuat oleh taburan intan permata.

Kim Lo mengerti, tentunya yang dimaksudkan si gadis ia bersembunyi di kolong meja yang mewah itu. Tanpa banyak bicara Kim Lo menjejakan kakinya, ringan sekali ia hinggap di samping meja permata tersebut, menyelusup masuk ke kolong meja.

Gadis itu pun sudah pergi ke balik tiang yang besar, yang merupakan tiang penunjang kuburan itu. Ia bersembunyi di situ.

Lama keadaan di kuburan itu sepi dan hening, tak terlihat seorang manusia pun juga, tak terlihat perobahan apapun juga, tak ada orang dan tak ada makhluk lainnya.

Kim Lo memasang mata terus. Ia ragu-ragu apakah gadis ini tak salah dengar? Apakah nona Cin ini bukan hanya berkuatir saja, sehingga suara yang perlahan sekali pun akan membuat ia menduga penghuni kuburan ini tengah mendatangi.

Tengah Kim Lo diliputi keragu-raguan seperti itu mendadak sekali terdengar suara orang batuk-batuk beberapa kali.

Kim Lo membuka matanya lebar-lebar, tapi dia tidak melihat seorang manusia pun juga.

Suara batuk itu terdengar lagi.

Barulah kemudian muncul seorang wanita setengah baya. Langkah kakinya satu-satu dan perlahan, memang tidak menimbulkan suara sedikit pun juga.

Kim Lo heran. Dia mengawasi ke arah kaki wanita setengah baya yang baru muncul itu.

Karena Kim Lo bersembunyi di kolong meja yang indah itu membuat dia bisa melihat dengan leluasa, betapa pada sepasang alas sepatu wanita setengah baya itu terdapat lapisan kapas atau kain, yang tampak tebal sekali. Pantas langkah kakinya tidak menimbulkan suara!

Cuma saja, bagaimana nona Cin bisa mengatahui dan mendengar langkah orang itu? Ini merupakan tanda tanya yang besar di hati Kim Lo, yang membuat dia jadi tidak mengerti.

Wanita setengah baya itu melangkah terus menghampiri meja yang alasnya bertaburan intan permata. Batuknya terdengar lagi. Dia kemudian duduk di kursi yang bertabur intan permata juga! Menghela napas dalam-dalam entah apa yang tengah dipikirkannya atau mungkin juga ia tengah bersedih hati.

Kim Lo bersembunyi di kolong meja itu. Ia menahan napasnya. Ia tahu bahwa wanita setengah baya ini memiliki kepandaian yang tinggi. Sedikit saja ia melakukan gerakan yang menimbulkan suara, niscaya wanita setengah baya itu akan mengetahui di kolong meja ada orang yang tengah bersembunyi.

Demikian juga napas Kim Lo jika mendesah seperti biasanya, niscaya akan dapat didengar oleh wanita setengah baya itu. Karena jarak mereka terpisah sangat dekat sekali. Itulah sebabnya Kim Lo menahan napas.

Setelah menghela napas dua kali, wanita setengah baya itu menepuk perlahan sekali alas meja.

“Sungguh celaka. Sungguh celaka?” Ia menggumam dengan suara yang perlahan tapi menunjukkan kemendongkolan hatinya. Iapun batuk-batuk lagi beberapa kalinya.

“Manusia tidak berbudi! Sungguh manusia tidak berbudi!”

Kim Lo tidak mengetahui mengapa wanita setengah baya itu gusar. Ia mendengar suara batuk lagi, batuk yang berat dari wanita itu. Ketika itu tampak seseorang melangkah masuk ke dalam ruang tersebut, seorang yang memakai alas sepatu yang tebal juga, yang langkah kakinya tidak terdengar.

“Mengapa kau marah-marah Ang-lie?” Tegur orang itu. Diiringi suara tertawanya yang seperti burung hantu.

Wanita setengah baya yang dipanggil Ang-lie itu, sudah mendengus.

“Hemmmm, siapa yang tidak akan murka jika diperlakukan seperti itu?”

“Diperlakukan bagaimana?”

“Aku hendak disingkirkan, tidak masuk dalam hitungan!”

“Mengapa begitu?”

“Aku sendiri tidak mengerti, katanya aku seorang wanita, dan tidak berhak ikut membicarakan soal Giok-sie. Persoalan Giok-sie adalah urusan laki-laki!”

Orang yang baru datang itu seorang laki-laki kurus, berpakaian sebagai tojin. Cuma saja wajahnya bengis dan mulutnya terlalu kecil agak monyong.

“Kau jangan cepat tersinggung. Mungkin juga yang dimaksudnya adalah persoalan itu memang akan ditangani oleh kami-kami kaum lelaki. Jika memang nanti Giok-sie sudah memperlihatkan diri, tentu engkaupun bisa ikut serta merasakan faedahnya.

Si wanita setengah baya itu menggelengkan kepalanya beberapa kali.

“Kukira tidak bisa begitu? Aku akan disingkirkan. Untuk selamanya? Padahal tidak kecil jasaku melindungi Giok-sie dan sungguh tidak berbudi, karena aku ingin dicampakkan begitu saya.”

Orang yang mukanya bengis dengan mulut yang monyong seperti tikus, tertawa lagi.

“Kau ini terlalu keras sekali, sehingga engkau menduga yang tidak-tidak!” Katanya.

Wanita setengah baya itu tertawa dingin, dia bilang.

“Kau bicara seenakmu juga! Apakah kau sendiri mau dan rela kalau dirimu dicampakkan, begitu saja? Apakah kau akan menerimanya begitu saja jika kau tidak termasuk dalam hitungan?”

Laki-laki itu terdiam, ia seakan tengah berpikir. Sedangkan Kim Lo yang tengah bersembunyi di kolong meja semakin menahan napasnya. Karena kedua orang itu justeru tengah membicarakan masalah dan persoalan Giok-sie.

Di saat itu wanita setengah baya itu sudah melanjutkan lagi kata-katanya,

“Dan sekarang aku mau tanya padamu, apakah kau akan menerima begitu saja, kalau memang kau tak akan dapat menikmati faedah Giok-sie?”

Laki-laki itu menghela napas.

“Kukira memang aku tak memiliki cita-cita untuk menjadi Kaisar!”

“Akupun begitu, tapi jika bukan Kaisar sedikitnya sebagai orang yang telah ikut mengambil bagian melindungi Giok-sie, dan kita bisa menjadi Menteri atau Panglima?”

Laki-laki itu tertawa.

“Ang-lie, kita berhamba pada Loya, bukanlah karena kita menghendaki imbalan, bukan? Ini berdasarkan kesetiaan kita pada Loya!”

Tapi justeru sikap Loya yang tak bisa kuterima, memperlakukan diriku seakan juga aku ini tak berarti apa-apa di matanya, seakan juga aku ini tak ikut berjasa dalam hal melindungi Giok-sie! Kukira jika kau diperlakukan sama seperti yang kuterima niscaya kau pun tidak bisa menerimanya…….!”

Laki-laki itu menghela napas.

“Lalu apa yang ingin kau lakukan?”

“Mengajukan tuntutan pada Loya!”

“Mengajukan tuntutan?”

Wanita setengah baya itu mengangguk.

“Ya!”

“Tuntutan apa?”

“Aku akan menuntut hakku, jika memang Loya tetap berpendapat bahwa aku tak memiliki andil apa-apa dalam perlindungan Giok-sie, itupun tak apa-apa. Namun aku akan meninggalkan tempat ini, aku bisa membawa caraku sendiri!”

“Tapi kau ingat. Pengabdian kita kepada Loya tanpa pamrih jika memang kau mengajukan tuntutan seperti itu, Loya tentu akan murka!”

“Aku tak perduli, perasaanku sudah terluka. Aku sudah mempertaruhkan jiwaku, demi kebaikan Loya, tapi di mata Loya aku tak berarti apa-apa…….”

“Mungkin itu hanya perasaanmu saja.”

“Tidak! Loya telah bilang kepadaku tadi bahwa aku manusia tidak punya guna dan jangan harap bisa menikmati hasil dari Giok-sie karena aku bukannya melindungi Giok-sie, malah selalu mendatangkan malapetaka.”

Orang yang mukanya kurus bengis dan mulutnya kecil monyong itu berdiam diri. Dia mengawasi Ang-lie beberapa saat barulah kemudian dia bilang, “Jika memang Loya berkata begitu, kukira memang tidak ada salahnya.”

“Apa?” Bentak Ang-lie.

“Sabar, jangan marah dulu!” Kata laki-laki bermulut monyong itu, rupanya si wanita setengah baya memang sudah murka sekali, matanya tengah mendelik mengawasi kawannya itu.

“Jadi, kau pun mempersalahkan aku?”

“Dengar dulu baik-baik!”

“Apa yang ingin kau katakan? Menghina dan mengejekku lagi?”

“Bukan!”

“Hemmmm, aku tahu, kau tentu ingin memojokkan aku lagi, agar di mata Loya engkau yang berjasa.”

“Kau dengar dulu, Ang-lie……. aku sebenarnya sudah beberapa kali berusaha memberikan pengertian kepada Loya, betapapun jasamu buat melindungi Giok-sie itu tidak kecil. Tapi justeru engkau sendiri yang selalu melakukan berbagai kesalahan.......”

“Aku melakukan berbagai kesalahan? Kesalahan apa?” Teriak Ang-lie dengan suara yang nyaring. Tampaknya ia semakin tak senang dan gusar.

“Kau telah menyiarkan berita tentang Giok-sie, yang kau bilang berada di tangan si nelayan, sehingga semua orang Kang-ouw mengetahui hal itu!”

“Itu memang hal yang sebenarnya! Bukankah kita memperoleh Giok-sie itu dari tangan si nelayan?”

“Benar, tapi harus engkau pikirkan dulu!” Kata si laki-laki bermulut monyong. “Karena walaupun bagaimana tak dapat engkau memancing kekeruhan di dalam kalangan Kang-ouw.

“Waktu itu kalau kau tidak banyak bicara, niscaya engkau tak akan bisa memperoleh perlakuan yang tidak baik ini dan engkau akan dapat dihargai oleh Loya…… Hanya kesalahanmu itu, kau ini telah memancing kekeruhan juga. Loya sangat gusar. Hanya Loya masih memandang muka terangmu, masih menghargaimu, maka loya tidak menegurmu…….”

Ang-lie menghela napas dalam-dalam. Mukanya muram nampaknya dia gusar sekali, dia sudah bilang lagi dengan suara dingin.

“Baiklah, jika apa yang kulakukan itu dianggap salah, maka aku harus mengambil keputusan juga, bahwa aku harus meninggalkan tempat ini. Kukira, semakin lama aku berada di sini, akan semakin banyak kesalahan yang kulakukan!”

“Ang-lie kau jangan berobah,” kata laki-laki itu.

Muka Ang-lie berobah merah. Dia memandang tajam sekali kepada laki-laki bermulut monyong itu.

“Tang Mun, apakah engkaupun selalu menimpahkan seluruh kesalahan padaku dan membela Loya, walaupun ternyata jelas sekali Loya memiliki pandangan yang salah?”

Laki-laki itu, yang dipanggil dengan sebutan Tang Mun, sudah menghela napas. Ia bilang, “Jika engkau bertindak ceroboh, sehingga Loya……!”

“Hemmm, aku tidak akan menuntut apa-apa lagi dari Loya, aku hanya ingin meninggalkan Kuburan Neraka ini. Mengapa aku harus membuat Loya merasa rugi? Bukankah hakku juga telah jadi lenyap begitu saja, aku tidak melakukan kesalahan lagi bagi Loya sehingga Loya tidak perlu menyesali aku?”

“Tapi ingat, Ang-lie! Apakah Loya akan memberikan engkau izin angkat kaki dari kuburan ini?”

“Hemmm, apa maksudmu?”

“Tentu saja Loya tidak membiarkan engkau pergi meninggalkan Kuburan Neraka ini!”

“Maksudmu?”

“Karena jika memang kau meninggalkan kuburan ini, apakah bisa dijamin bahwa engkau pun tidak akan banyak bercerita kepada orang-orang Kang-ouw, bahwa sesungguhnya Giok-sie sudah berada di tangan Loya!”

Ang-lie berdiam.

“Bagaimana Ang-lie?”

“Tapi aku tidak akan bercerita sepatah kata pun tentang Giok-sie, aku berjanji Tang Mun. Walaupun bagaimana aku tidak akan membicarakan soal Giok-sie dengan siapa pun juga.”

“Namun itu sulit sekali diterima oleh Loya.”

“Kenapa?”

“Karena Loya mana bisa memegang kata-katamu? Bukankah jika kau suatu waktu lupa dan mempertaruhkan kepada satu atau dua orang tentang Giok-sie, akhirnya Loya yang akan menerima kesukaran!

“Karena dari itu tidak dapat kau dibiarkan meninggalkan kuburan ini. Maka kau harus memikirkannya dalam-dalam, Ang-lie. Karena jika kau bertindak ceroboh, niscaya kau akan menyesal.”

Ang-lie mendengus dingin, dia pun tampaknya semakin gusar dan penasaran sekali.

“Hemmm, puluhan tahun aku bekerja mati-matian buat Loya, selalu mempertaruhkan jiwaku demi kepentingan diri Loya. Tapi sekarang demikianlah cara perlakuan yang diberikan Loya kepadaku, selalu mencurigai aku, setelah Giok-sie berhasil berada di tangan Loya?”

Tang Mun menghela napas.

“Ang-lie, aku ingin bicara terus terang kepadamu, bolehkah!” Katanya.

“Katakanlah!”

“Tapi kau jangan marah. Aku akan bicara dari hari ke hati sebagai sahabat.”

Mata Ang-lie memain.

“Baik, katakanlah apa yang ingin kau beritahukan kepadaku?” Kata Ang-lie kemudian.

“Kau harus juga memikirkan tentang keselamatan dirimu. Jika memang kata-katamu ini semuanya dapat didengar Loya, apakah engkau akan memperoleh kesempatan untuk keluar meninggalkan Kuburan Neraka ini masih dalam keadaan bernapas?

“Apakah engkau dibiarkan hidup oleh Loya? Kukira malah engkau akan menerima hukuman yang sangat berat sekali!”

“Aku tak perduli!” Kata Ang-lie dengan muka yang merah padam karena murka, “Aku tahu, tentu Loya akan turunkan tangan kejam padaku. Dan kau juga akan memihak kepada Loya bukan?”

Tang Mun menghela napas. Tampaknya ia memang jadi salah tingkah dan bimbang.

“Sebetulnya, aku sulit sekali untuk mengambil suatu keputusan Ang-lie!”

“Sulit bagaimana?”

“Aku mengerti perasaanmu, tapi terus terang, perasaan hanya timbul disebabkan perasaan tidak puasmu sehingga engkau merasa diperlakukan Loya tidak layak semakin tidak puas. Lalu timbullah berbagai-bagai perasaan lainnya, sehingga kau berpikir untuk meninggalkan kuburan Neraka ini, bukankah begitu?”

Ang-lie menggeleng.

“Bukan Tang Mun. Bukan, aku hanya menghendaki Loya mengerti dan mau menghargai jasa seseorang, yaitu aku maupun kau dan yang lainnya. Janganlah jasa seseorang dianggap sebagai sesuatu yang tidak berguna, di kala Giok-sie sudah berada di tangannya, hanya itu saja.

“Sebetulnya aku tidak mengharapkan sesuatu apapun juga dari Loya. Aku mengharapkan kelak bisa menerima pangkat atau harta, akupun puas jika Loya sudah bisa naik takhta.

“Tapi kenyataannya penghargaan terhadap jasa dan tenagaku sama sekali tidak diberikannya, malah Loya seperti juga meremehkannya. Karena dari itu telah membuat aku benar-benar tidak puas.

“Dan aku pun mencegah timbulnya perasaan yang semakin memburuk. Aku tahu semakin lama aku berpikir buat angkat kaki saja meninggalkan ini, karena aku tahu, semakin lama aku berada di sini tentu hanya mau mendatangkan perasaan yang semakin tidak baik, sehingga hubunganku dengan Loya semakin jauh dan kelak bisa menimbulkan akibat yang semakin buruk.”

Di waktu itu Tang Mun menghela napas, dia bilang perlahan,

“Sudahlah Ang-lie lebih bagus kita lenyapkan semua perasaan tidak puasmu itu. Karena engkau bisa saja membiarkan apa yang dilakukan Loya, asal engkau benar-benar melaksanakan tugasmu, maka hubungan yang kian memburuk, antara kau dengan Loya, perasaan tidak puasmu terhadap Loya, perlahan-lahan mau lenyap. Percayalah padaku Ang-lie.......!”

Ang-lie mendengus.

“Begitu mudahkah buat melenyapkan perasaan tidak puas itu? Hemm, di saat engkau diperlakukan sama seperti aku dengan perlakuan yang tidak baik, apakah engkau bisa berkata seperti tadi lagi?

“Aku jamin Tang Mun. Betapa pun juga, engkau tidak mungkin bisa berkata seperti itu?

“Jika mau menelantarkan engkau, memperlakukan engkau tidak benar, hasil kerja dan jasamu yang sangat banyak itu telah dianggap tidak pernah ada dan malah engkau selalu dipersalahkan. Bukankah hal itu hanya mau membuat engkau penasaran dan tidak puas?”

Tang Mun menghela napas.

“Terus terang Ang-lie, betapapun aku tak pernah merasakan bahwa Loya menelantarkan aku dan tidak mengacuhkan aku!”

“Ya, memang engkau kebetulan beruntung tidak diperlakukan seperti aku oleh Loya. Namun suatu saat kelak Loya tentu bisa saja memperlakukan engkau jauh lebih buruk dibandingkan sikapnya terhadapku!

“Kau percayalah! Nanti jika Loya telah naik takhta kerajaan, ia bisa saja perintahkan kau dihukum mati, karena berkhianat! Diwaktu itu apakah engkau tidak mati penasaran? Apakah engkau puas menerima perlakuan seperti itu.”

Tang Mun tersenyum.

“Aku puas Ang-lie betapapun juga aku puas sudah berjuang sekuat tenagaku, untuk kenaikan Loya. Jika nanti Loya telah dapat nama takhta, diwaktu hatiku sudah puas. Dan jika tokh aku harus mati buat Loya, itulah mau kuterima dengan hati yang lapang dan perasaan puas!”

“Hemm, itukah yang disebut kesetiaan?”

“Ya. Memang kita harus tetap setia pada junjungan kita sampai kapanpun juga!”

“Aku tidak mau!” Kata Ang-lie sambil gelengkan kepalanya. “Kesetiaan membuta seperti itu bukan lagi menjadi suatu hal yang menarik buatku! Aku menginginkan Loya dapat memperlakukan aku cukup baik, karena aku mempertaruhkan jiwaku selama ini demi kebaikan Loya.

“Dan aku memang memperlakukan diriku sendiri tanpa pamrih, buat matinya aku senang, buat hidup terus berarti berjuang buat kepentingan Loya. Tapi apa perlakuan yang diberikan Loya padaku?”

Tang Mun jadi memandang Ang-lie dengan wajah yang murung.

“Hemm, Ang-lie, kukira ini sudah melewati batas, apa yang kau katakan merupakan hal yang sangat mengerikan sekali, karena jika sampai Loya mengetahui hal ini celakalah kau.”

“Aku tidak perduli…….!”

“Bagus!” Mendadak sekali terdengar suara yang parau dan berat. “Memang apa yang dikatakan Ang-lie tepat sekali.”

Muka Ang-lie dan Tang Mun seketika berobah menjadi pucat. Mereka seketika berseru tertahan.

“Loya?!” Cepat-cepat mereka berdua menekuk sepasang kaki mereka, berlutut dihadapan seorang laki-laki berusia limapuluh tahun lebih dengan kumis dan jenggot tipis.

Kim Lo yang bersembunyi di kolong meja jadi memandang ke arah orang yang baru datang itu. Dan dia ingin sekali mengetahui siapakah orang yang disebut- sebut sebagai Loya itu.

Dan dia pun telah dapat melihat jelas, betapa orang yang disebut sebagai Loya, junjungan dari Ang-lie dan Tang Mun, tidak lain seorang laki-laki tua dengan kumis dan jenggot tipis mengenakan jubah yang mewah. Sikapnya angker sekali dan juga keagung-agungan di mana matanya pun memandang tajam luar biasa.
Tubuh Ang-lie dan Tang Mun tampak menggigil. Di waktu itu Tang Mun sudah bilang, “Apakah Loya sehat-sehat saja?”

Laki-laki itu telah tertawa tawar.

“Bagaimana aku bisa sehat kalau memang selalu aku dibenci orang dengan caci maki tidak puasnya?” Sambil berkata begitu, Loya tersebut melirik kepada Ang-lie.

Muka Ang-lie berobah pucat, dan berlutut sambil menunduk diam saja, sama sekali dia tidak berani mengangkat kepalanya.

Tang Mun sudah berkata lagi dengan sikap yang berhati-hati sekali: “Loya, sesungguhnya cuma terjadi suatu salah paham kecil saja.”

“Salah paham kecil!?” Suara laki-laki itu, tampaknya dalam keadaan murka, dalam sekali. “Apakah itu bukan hanya permainan kata-katamu saja? Tadi telah kudengar kau Ang-lie, hendak pergi meninggalkan Kuburan Neraka. Benarkah begitu!?”

Muka Ang-lie berobah pucat, dia berlutut sambil menangguk-anggukkan kepalanya.

“Tadi……. Tadi siauwjin hanya berkata main-main!” Katanya kemudian dan ketakutan sekali.

Loya tertawa tawar.

“Hanya main-main?”

“Be……. Benar!”

“Apakah untuk urusan seperti itu ada perkataan main-main?” Tanyanya dingin.

Rupanya Ang-lie semakin ketakutan, sedangkan Tang Mun kelihatannya bingung sekali.

“Loya……, ampunilah kelancangan mulut Siauw-jin.......!” Memohon Ang-lie.

“Mengampuni? Jadi kau merasa memiliki salah?!”

“Bu…... bukan begitu maksud Siauwjin…….!”

“Lalu apa maksudmu?” Semakin dingin suara dan sikap Loya itu.

“Karena…... karena tadi Siauwjin sudah berani bicara sembarangan…….!”

“Hemmmm, kau tentu sekarang sudah menyadari bahwa kau akan menerima hukuman?”

“Loya…….”

“Hemmmm, kau tidak terima di hati dan penasaran kalau kau dihukum?”

“Loya……. apakah tidak bisa diampuni sikap siauwjin tadi?” Tanya Ang-lie tambah ketakutan.

Loya itu tidak menyahuti, dia mengangkat kepalanya. Tersenyum sejenak. Namun sikap Loya ini membuat Ang-lie semakin takut, karena ia mengerti apa artinya itu.

Diwaktu Loya ini menghela napas, ia kemudian bilang dengan suara yang perlahan: “Ang-lie, aku ingin bertanya kepadamu dan kau harus menjawabnya dengan jujur…….!”

“Ya, Loya…….!”

“Dan sekarang kau tentu mengetahui bahwa dirimu berdosa?!”

“Ya, ya, Loya.......!”

“Dan kau tahu hukuman apa yang harus kau terima?”

Ang-lie terdiam.

“Nah, kalau demikian aku menyerahkan padamu sendiri hukuman apa yang sekiranya sesuai dengan kelancanganmu yang bicara main-main, seperti yang kau bilang tadi!”

Muka Ang-lie jadi semakin pucat.

“Loya….. ampunilah..... ampunilah…..!” Kata Ang-lie kemudian tersendat- sendat.

“Hemm, urusan ini bukan tergantung dari perkataan pengampunan atau tidak, tapi justeru perlu pertanggung jawaban dari kau!”

“Kalau memang demikian halnya, baiklah! Loya sendiri yang telah memutuskan begitu, aku tak bisa bilang apa-apa lagi. Siauwjin berusaha untuk dapat mengabdi dengan baik. Rupanya Loya sudah tak memerlukan pengabdian siauwjin……..!”

“Kalau memang kau menyadari hal itu dimana kesetiaanmu sekarang sudah meragukan dan dosa itu dapat kau beri imbalan dengan hukuman yang pantas, aku tak perlu turun tangan lagi!”

Ang-lie berlutut untuk memberi hormat lagi kepada Loya, tapi begitu tubuhnya membungkuk, tiba-tiba sekali kedua tangannya telah diulurkan. Dia mencengkeram ke arah dada Loya dengan maksud mencengkeram jalan darah Pi-tung-hiat.

Dengan demikian, dia bermaksud hendak binasa bersama-sama dengan Loyanya itu. Dia tahu hukuman yang diberikan Loyanya, agar ia sendiri yang menghukum dirinya sendiri, berarti hukuman kematian. Karenanya juga, telah membuat dia akhirnya semakin tidak puas.

Dia sudah menerjang begitu dengan tubrukannya, karenanya. Karena memang dia bermaksud untuk mencengkeram jalan darah terpenting dari Loya itu karena dia pikir, kalau memang tokh dia harus mati, maka dia bermaksud untuk mati bersama-sama dengen Loyanya itu……..

Kaget Tang Mun melihat keadaan Ang-lie, sampai mengeluarkan suara tertahan. Tahu-tahu tubuhnya sudah melesat ke tengah udara, karena ia ingin melindungi Loyanya.

Tapi Loya itu sama sekali tidak terkejut, ia membawa sikap tetap tenang. Dia sudah mengempos semangatnya. Ia mengeluarkan tenaga dalam pada tangan kanannya.

Dia mengangkat tangan kanannya. Tahu-tahu belum lagi tangan Ang-lie bisa mengenai dirinya, maka tangan Loya itu yang sudah menghantam terpental Ang-lie.

Kaget Kim Lo yang menyaksikan kejadian itu. Ia tidak menyangka kepandaian Loya itu sangat hebat, karena Ang-lie saja tampaknya sudah memiliki kepandaian yang hebat.

“Dan sekarang justeru, Loya itu disaat dirinya diserang mendadak, dia malah bisa untuk membalas menyerang. Dirinya sendiri tidak jadi terserang, malah Ang-lie yang terpental keras seperti itu.

Tentu saja hal ini menunjukan bahwa ia memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, sin-kangnya juga sangat hebat. Karenanya, telah membuat Kim Lo lebih memperhatikannya baik-baik.

Ang-lie terbanting di lantai mengeliat kesakitan, dia tidak bisa segera bangun.

Loya itu telah melangkah menghampiri dengan sikap yang dingin sekali. Wajahnya tidak memperlihatkan perasaan apa pun juga, sudah mengangkat kaki kanannya.

Kaki kanan itu menginjak dada Ang-lie yang mengerang kesakitan.

“Aku sudah memberikan kesempatan padamu buat menghabisi jiwamu sendiri, ternyata engkau tak mau melakukannya. Sayang! Sayang…….!” Menggumam Loya itu.

Tang Mun kaget, dia melompat maju. Dia menjatuhkan diri berlutut dihadapan Loyanya.

“Loya, ampunilah jiwa Ang-lie, nanti dia bisa menyesali kecerobohannya!” Memohon Tang Mun untuk keselamatan Ang-lie.

“Hemm!” Loya itu cuma mendengus saja.

Kakinya menginjak lagi lebih keras, dan “Kraak……!” Remuklah tulang-tulang dada Ang-lie, muka Ang-lie meringis menahan sakit, dia menggeliat dan tidak bisa bergerak lagi.

Ternyata jiwanya telah melayang dan ia pun sudah berhenti jadi manusia.

Dengan muka yang dingin tidak memperlihatkan perasaan apapun juga, Loya itu melirik pada Tang Mun, dia bilang, “Bawa keluar mayatnya!”

Muka Tang Mun jadi pucat namun segera juga ia mengiyakan tanpa berayal lagi. Malah dia sudah segera mengangkat mayat Ang-lie, untuk dibawa keluar dari Kuburan itu. Kuburan Neraka.

Waktu itu tampak Tang Mun baru saja melangkah beberapa tindak dengan memanggul mayat Ang-lie.

Loyanya sudah berkata lagi dengan suara yang dingin: “Mengapa masih tidak mau memperlihatkan diri?”

Tang Mun kaget, ia cepat-cepat memutar tubuhnya dan berlutut.

“Loya….. ada apa Loya……..!” Tanyanya karena tak mengerti apa yang ditegur oleh Loya nya itu.

Loyanya mengibaskan tangannya. ia bilang lagi: “Aku bukan bicara dengan kau, bawa keluar mayat Ang-lie dan kau manusia tikus mengapa masih mendekam terus tak mau memperlihatkan diri?”

Kim Lo tahu bahwa rahasia persembunyiannya telah diketahui Loya yang liehay itu, tapi ia tetap tak keluar dan tempat persembunyiannya karena ia ingin mengetahui apa yang akan dilakukan Loya tersebut.

Gadis yang bersembunyi di balik tiang besarpun berdiam diri saja, rupanya ia menyadari bahwa persembunyian dirinya sudah diketahui oleh Loya itu, tapi ia berdiam diri juga.

Kalau Kim Lo tetap berdiam di tempat persembunyiannya. Karena memang dia mengingat pesan dari nona itu yang telah membawanya ke dalam kuburan ini, yang pernah berpesan dia jangan bergerak dulu kalau memang gadis itu belum perintahkan padanya buat melakukan sesuatu.

Maka Loya itu tampak jadi semakin dingin tidak menunjukkan perasaan.

“Perlu kupaksa agar kau keluar?” Katanya dengan suara yang tawar.

Kim Lo tetap saja berdiam diri di kolong meja. Dia masih bimbang yang dimaksud oleh Loya itu adalah dirinya atau memang si gadis yang berada di belakang tiang besar itu.

Karenanya juga terlihat betapa pun juga Kim Lo sudah berdiam diri sambil bersiap-siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Ia menyadari Loya itu memiliki kepandaian yang tinggi, kalau mendadak dia menyerang dan Kim Lo belum lagi bersiap-siap, niscaya dirinya bisa celaka.

Karena itu, Kim Lo diam-diam sudah berlaku waspada dan mengerahkan tenaga dalamnya. Sembarang waktu dia bisa mengerahkan tenaga dalamnya itu buat menghadapi segala kemungkinan.

Tampak Kim Lo mendekam dengan bersiap-siap dan dia akan melompat keluar kalau saja tidak ingat pesan si gadis yang membawanya ke situ.

Diwaktu itu, Loya itu sudah memutar tubuhnya. Dia berdiri menghadapi meja dan tiang besar itu.

Namun Kim Lo masih belum juga mengetahui, yang diketahui oleh Loya itu, apakah tempat persembunyian Kim Lo atau si gadis. Kim Lo masih berdiam diri saja terus tapi kewaspadaannya semakin ditingkatkan.

Sedangkan Loya itu sudah melangkah dua tindak, terdengar suaranya yang sangat tawar, “Benarkah kau masih tidak mau memperlihatkan diri?”

Tang Mun yang masih berlutut dengan tangan mengempit mayat Ang-lie memandang bingung kepada Loyanya. Dia sudah menduga tentunya ada orang yang bersembunyi di dalam kuburan ini.

Tapi siapakah orang itu? Dia tidak mengetahuinya, ada orang yang bersembunyi di dalam kuburan neraka ini, maka dia merasa takut juga nanti dipersalahkan oleh Loya itu

Waktu itu Loya tersebut tertawa mendengus. Lengan kanannya mengibas. Serangkum angin yang kuat sekali menyambar ke atas meja.

Tadi Kim Lo sudah menyaksikan, dalam gebrakan Loya ini dapat merubuhkan Ang-lie dan juga dapat membinasakannya. Maka dari itu mengetahui Loya itu mengayunkan tangannya dengan mengerahkan tenaga dalamnya, berarti dia menghadapi bahaya yang tidak kecil.

Di saat itu Kim Lo mendengar suara yang keras sekali, alas meja yang sangat indah itu jadi hancur berantakan.

Dengan hancurnya alas meja, maka Kim Lo tidak bisa bersembunyi terus.

Apa lagi memang di waktu itu Kim Lo sudah manyadarinya bahwa kata-kata Loya tadi yang menyuruh dia keluar adalah dirinya, maka Kim Lo pun segera juga melesat keluar dari bawah kolong meja yang alasnya telah hancur sebagian akibat pukulan hebat dari si Loya itu.

Loya itu tertawa dingin.

“Sudah kukatakan sejak tadi, agar kau keluar! Tapi kau menunggu sampai meja antikku itu hancur, maka ini mengharuskan engkau mengganti dengan jiwamu!”

Kim Lo tertawa dingin. Walaupun Kim Lo mengetahui bahwa Loya ini memiliki kepandaian tinggi sekali, dia tidak jeri.

Loya itu sekarang sudah bisa melihat muka Kim Lo ditutupi oleh sehelai kain sebagai topeng maka dia tertawa dingin.

“Walaupun mukamu ditutup sepuluh lapis kain, nantipun aku akan dapat melihat mukamu itu…….!” sambil berkata begitu, dengan suara yang dingin, dia sudah menghantam dengan tangan kanannya, dan angin pukulan itu datang berkesiuran kuat, mau menyingkap juga kain penutup muka Kim Lo.

Kim Lo telah mengelak. Dia berusaha buat menghindarkan ke depan dua tindak. Malah dia pun bersamaan dengan itu, sudah berada di dekat Loya, tangan kanannya balas menghantam.

Kepandaian Kim Lo pun tidak rendah, dia menghantam kuat sekali. Karena Kim Lo sudah menyaksikan bahwa tangan Loya ini sangat telengas dan bengis dia tidak boleh main-main dan harus menghadapinya sepenuh hati.

Dalam keadaan seperti itu Kim Lo pun sudah mengerahkan tenaga dalam andalannya.

Loya itu kaget, karena pukulannya itu telah meleset dan tidak mengenai sasarannya, sedangkan di saat itu juga tampak jelas sekali, bahwa lawannya seorang yang liehay. Dia menduga-duga, entah siapa orang yang bertopeng ini, karena itu dia ingin menduga tentunya salah seorang tokoh rimba persilatan yang kenal dengannya, yang tidak mau dilihat mukanya.

“Baiklah! Kau tampaknya memiliki kepandaian tidak rendah, karena itu, aku telah memutuskan kau harus mampus dengan cara yang lebih baik!” Setelah berkata begitu, sepasang tangannya segera saling sambar seperti juga kilat cepatnya, setiap sambaran tangannya mengandung hawa kematian.

Kim Lo mengeluh juga, kepandaian Loya ini benar-benar tangguh. Walaupun dia memiliki kepandaian tinggi, tapi dia masih berada satu tingkat di bawah Loya yang liehay ini. Karenanya, ia tidak berani ceroboh.

“Kouwnio apa yang harus kulakukan?” Tanya Kim Lo kemudian sambil menoleh ke tiang besar diapun segera berkelit beberapa kali.

Gadis di belakang tiang besar itu tidak diam lebih lama lagi, ia melompat ke luar.

Loya itu menahan gerakan tangannya waktu melihat si gadis, tampaknya ia kaget.

“Nona Cin kau?” tanyanya agak kaget.

Sedangkan Tang Mun pun kaget, sampai tangannya menggigil.

Gadis itu tertawa tawar.

“Benar, memang aku, dan sekarang apa yang ingin kau katakan Kam Yu?!”

Loya itu, yang dipanggil namanya dengan sebutan Kam Yu itu, tertawa menyeringai.

“Kukira siapa, tidak tahunya orang sendiri!” katanya dengan sikap berobah jadi manis.

Nona Cin menggeleng.

“Belum tentu sekarang kau bersikap manis padaku, karena aku sudah menyaksikan betapa tanganmu telengas sekali. Kau berambisi untuk menjadi Kaisar dan ingin menguasai Giok-sie itu buat dirimu sendiri, tanpa menghubungi ayahku lagi.”

“Dengar dulu, nona Cin…… tentang ayahmu itu memang telah terpisah jauh, maka aku telah merencanakan buat perintahkan Tang Mun memberitahukan padanya, bahwa aku telah berhasil memperoleh Giok-sie. Siapa tahu nona sudah keburu datang ke mari!”

Waktu itulah tampak nona Cin tertawa dingin.

“Hemmm jika memang demikian halnya, baiklah! Kalau saja kau hendak memulangkan Giok-sie padaku, agar aku nanti menunjukkan pada ayahku, barulah kami mau mempercayai hatimu tak bengkok…….!”

Muka Kam Yu berobah, ia memandang tajam pada nona ini, barulah ia bilang: “Sesungguhnya Giok-sie memang sudah kuperoleh tapi aku tak menyimpannya di sini…….!”

“Lalu kau menyimpannya di mana? Diperutmu?” mengejek nona ini.

Diejek dan diperlakukan seperti itu membuat Kam Yu jadi gusar juga, tapi ia masih berpikir dua kali buat bertempur dengan nona Cin karena ia jeri pada ayah si nona.

“Nona Cin jangan kau bersikap sinis seperti itu, seakan juga kau hendak mengejek aku dan hendak mengkangkangi barang itu!” Katanya.

Nona Cin tertawa.

“Jadi kau tak menghendaki Giok-sie?”

Kam Yu menggeleng.

“Tidak!”

“Bagus, kalau memang demikian, sekarang juga kau serahkan Giok-sie padaku!”

“Tunggu dulu nona Cin. Ada keterangan yang hendak kuberitahukan padamu.”

“Tentang apa?”

“Tentang Giok-sie!”

“Kenapa dengan Giok-sie?”

“Memang aku telah menerima Giok-sie dari si nelayan, tapi itu bukan atas petunjuk dari ayahmu. Surat yang dikirim ayahmu yang dijanjikan ayahmu, belum lagi kuterima.

“Pengantar surat ayahmu belum juga muncul karena dari itu, Giok-sie kuperoleh disebabkan rejekiku, bukan disebabkan rejeki siapa-siapa. Kalau memang kau tak keberatan, Giok-sie aku ingin memegangnya dulu, baru nanti setelah bertemu dengan ayahmu aku akan merundingkannya!”

“Tidak bisa!” Kata nona Cin. “Kau harus menyerahkan Giok-sie sekarang juga, atau memang kau hendak di cap membangkang dan membelakangi ayahku?!”

Pada saat itu, tiba-tiba muncul seorang nenek tua yang tubuhnya sudah bongkok sekali, diperkirakan usianya sudah tujuhpuluh tahun lebih. Kedatangan nenek tua itu nyaris tidak ketahuan kalau saja secara tidak disengaja Kam Yu melirik ke samping untuk mencari Tang Mun yang membawa mayat rekannya Ang-lie. Nenek tua itu dikenalnya sebagai seorang tokoh sakti dunia Kang-ouw, yang dikenal dengan nama Su Nio Nio.

Mengingat posisinya yang sudah terdesak dari dua arah, maka ia langsung menjawab.

“Baiklah……. kau ambillah!” Katanya sambil merogoh sakunya. Ia sudah menarik tangannya tapi dibarengi dengan timpukan pada si nenek.

Kaget si nenek, semula ia menyangka bahwa Kam Yu merogoh sakunya hendak mengeluarkan Giok-sie.

Siapa tahu, begitu ia menimpuk, maka ia bukan melemparkan Giok-sie melainkan ia melemparkan beberapa butir benda bulat. Ketika terbanting di tanah benda itu mengeluarkan suara ledakan yang keras sekali secara beruntun, dan asap hitam pun telah mengepul sangat tebal, memenuhi ruangan itu, membuat orang sulit buat melihat satu dengan yang lainnya.

Kam Yu sendiri sudah melesat lenyap entah ke mana, karena Kim Lo, nona Cin dan si nenek tak bisa membuka matanya digulungan asap yang tebal itu, dan mereka memejamkan mata yang pedih itu. Mereka telah berdiam untuk sesaat menahan napas, karena kuatir asap itu mengandung racun.

Asap itu mengepul lama di dalam ruangan tersebut, karena memang di dalam ruangan tak ada angin keluar masuk. Sampai akhirnya dengan mengibas-ngibaskan lengan bajunya maka Kim Lo bisa membuat asap itu mulai tipis dan sudah bisa melihat keadaan di sekitarnya samar-samar.

Nenek tua bongkok Su Nio Nio jadi murka bukan main, berulangkali ia berjingkrak, bahkan waktu itu ia berseru: “Jangan membiarkan orang itu melarikan diri.......!”

Waktu itu Kim Lo memperoleh kenyataan bahwa Kam Yu sudah tak berada di ruang itu, sudah menghilang entah ke mana. Yang pasti tentunya ia sudah menghilang lewat ruang rahasia atau melewati pintu di dinding kuburan.

Sebagai seorang yang cerdas, Kim Lo tak tinggal diam. Kam Yu bisa menghilang dari dalam kuburan ini dan lenyap dalam seketika, niscaya di situ terdapat jalan rahasianya, maka iapun segera juga merabah-rabah dinding, karena ia ingin mencari, kalau-kalau ia menemukan pintu rahasia.

Tapi ia gagal, karena ia tak berhasil menemukan pintu rahasia, bahkan diwaktu itupun tak melihat tanda-tanda bahwa di dinding ruang itu terdapat lapisan yang terbuka.

Lalu perginya ke mana Kam Yu?

Lama barulah asap itu lenyap dan akhirnya sudah tidak menghalangi penglihatan mereka.

Nona Cin juga sudah membantu buat memeriksa sekitar ruangan tersebut. Tetap saja sama seperti Kim Lo, tidak berhasil untuk menemukan pintu rahasia.

Dengan cepat si nenek tua bungkuk Su Nio Nio sudah memasuki ruang dalam kuburan itu.

Tetap kosong. Tidak terlihat seorang manusia pun juga. Diwaktu itu hanya terdapat meja dan kursi serta pembaringan. Juga terdapat barang-barang keramik lainnya. Memang ruang ini diatur sangat baik sekali, bersih dan indah sekali.

Kim Lo telah mengawasi sekitar tempat itu sampai akhirnya dia berusaha hendak mengangkat kursi atau pembaringan, karena dia menduga mungkin juga pembaringan ataupun kursi itu merupakan terowongan rahasia yang bisa dipergunakan buat melarikan diri oleh Kam Yu.

Namun, kursi maupun pembaringan yang dapat diangkat itu tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa itu memiliki tempat untuk melarikan diri.

Di saat itu Kam Yu telah lenyap tanpa meninggalkan jejak. Sekarang yang membuat Kim Lo, nona Cin maupun si nenek tua itu Su Nio Nio jadi bingung, bagaimana mereka bisa ke luar meninggalkan kuburan itu.

Mereka bertiga berdiam diri, sampai akhirnya nenek tua bungkuk Su Nio Nio berjingkrak murka, mukanya yang penuh keriput ketuaan itu jadi menyeramkan sekali.

Diwaktu itulah tampak jelas sekali bahwa nenek ini tengah mengumbar kemarahan hatinya.

“Semua ini gara-gara kau juga, yang menghalangi aku menghajar si Kam Yu itu……. dengan demikian sekarang dia bisa melarikan diri tanpa meninggalkan jejak!”

Sambil membentak marah seperti itu, tubuh si nenek tua bungkuk itu telah melesat gesit sekali bagaikan seekor burung elang, tongkatnya menyambar sangat hebat sekali kepada Kim Lo dengan jurus yang bisa mematikan.

Tapi Kim Lo pun walaupun sejak tadi sibuk mencari ke sana ke mari pintu rahasia sikapnya tetap waspada terhadap si nenek itu di mana dia memang selalu bersiap-siap karena dia kuatir kalau saja nenek tua itu akan membokongnya.

Ternyata ini si nenek telah menyerangnya dengan tongkatnya dengan cara yang mematikan. Dia tidak berani bertindak terlambat. Dia pun telah bergerak dengan sebat, tubuhnya berkelebat ke samping.

“Mengapa kau mempersalahkau aku?” Mengejek Kim Lo dengan suara yang dingin. “Kau sendiri yang tidak bisa mencegah dia melarikan diri, sekarang engkau mempersalahkan diriku yang telah melepaskannya!!”

Tongkat si nenek tua bungkuk meleset lewat di dekat tubuh Kim Lo, tapi tidak berhasil mengenai sasarannya.

Dalam keadaan seperti itulah segera tampak Kim Lo menjejakkan kakinya. Tubuhnya melesat sangat ringan sekali, dia tahu-tahu telah berdiri di ujung tongkat si nenek, dia berdiri ringan sekali, tubuhnya sama sekali tidak bergoyang.

Nenek tua bungkuk Su Nio Nio terkejut, itulah gin-kang atau ilmu meringankan tubuh yang sempurna. Dia berusaha menghentak tongkatnya, karena dia ingin menarik tangannya dengan keras, agar Kim Lo terguling rubuh tidak bisa berpijak dengan baik pada ujung tongkatnya.

Usaha Su Nio Nio gagal, karena di waktu itu tubuh Kim Lo seakan juga jadi ringan sekali dan kakinya seperti telah menempel lekat pada ujung tongkat. Dengan begitu, setiap kali si nenek bungkuk menarik tongkatnya, tubuh Kim Lo ikut serta tidak pernah lepas.

Keadaan seperti ini membuat si nenek Su Nio Nio tambah gusar saja. Dengan membentak nyaring tubuhnya tampak melesat lagi sambil mendorongkan kuat-kuat tongkatnya pada dinding, maksudnya hendak membenturkan kepala tongkatnya kepada dinding. Dengan begitu sama saja dengan dia membenturkan tubuh Kim Lo pada tembok.

Tapi Kim Lo benar-benar hebat, dia benar kalah tenaga dalam dan juga masih satu tingkat di bawah kepandaian si nenek buruk bungkuk itu, namun dia memiliki kepandaian yang lurus dan bersih. Dia memang sudah digembleng oleh beberapa tokoh rimba persilatan dengan begitu kepandaiannya jadi luar biasa sekali.

Melihat usaha si nenek tua yang hendak membenturkan ujung tongkatnya yang sama saja seperti ingin membenturkan tubuh Kim Lo pada tembok, dia pun segera menjejak kakinya. Bukan untuk melesat meninggalkan tongkat, melainkan dia telah memberatkan tubuhnya dengan cara memberatkan badan selaksa kati.

Tubuh Kim Lo jadi berat sekali, berusaha menekan ujung tongkat si nenek.

Waktu pertama kali menjejak tanah, tubuh si nenek melompat dan tongkatnya masih terasa ringan.

Tapi waktu tubuhnya tengah melambung di tengah udara, waktu itulah tongkatnya jadi berat sekali. Dia tidak mau melepaskan tongkatnya, dia mencekal terus.

Karenanya juga membuat tubuhnya ikut tertarik ke bawah oleh beratnya tongkat itu. Dan dia tidak bisa meluncur terlalu jauh.

Kepala tongkat si nenek telah menyentuh lantai dan tetap diinjak keras dan berat sekali oleh Kim Lo.

Si nenek juga liehay, dia tidak sampai terpelanting karena tongkatnya yang mendadak jadi berat itu. Ia cepat-cepat meletakan kuda-kuda kedua kaki yang kuat sekali, sambil mengeluarkan seruan nyaring, ia sudah membentak dan menarik tongkatnya.

Namun tongkatnya itu tetap saja terinjak pada lantai dan tak bisa bergerak sedikitpun juga, karena diwaktu itu berat tubuh Kim Lo seakan juga sudah bertambah jadi laksaan kati.

Dengan begitu membuat si nenek benar-benar harus berkutatan buat menarik pulang tongkatnya itu.

Kim Lo tertawa dingin.

“Apakah kau akan menyerangku lagi?” tanyanya dengan suara tawar.

Muka si nenek berobah merah padam, ia penasaran dan murka sekali.

“Lepaskan injakanmu ini!” bentaknya.

“Kau jawab dulu, apakah kau akan menyerang diriku lagi atau memang tak akan mengulangi pula perbuatanmu itu?”

Dalam murkanya yang meluap-luap, tampak si nenek berjingkrak. Mendadak sekali ia melepaskan cekalannya pada ujung tongkat itu.

Ia sudah mengerahkan tenaga dalamnya pada telapak tangannya, tangan kiri dan tangan kanan. Diiringi dengan bentakannya dia sudah menghantam dengan kedua telapak tangannya kepada Kim Lo.

Memang hebat sekali tenaga yang menyambar dari kedua telapak tangan si nenek.

Angin serangannya menderu membuat baju Kim Lo jadi berkibaran. Dalam keadaan seperti ini, tampak Kim Lo mau tidak mau harus melompat meninggalkan ujung tongkat yang tadi diinjaknya.

Di waktu itu si nenek cepat sekali telah menyambar ujung tongkatnya, dan tongkat itu sudah berada di dalam cekalannya lagi. Karena tadi serangannya memang hanya merupakan gertakan belaka.

Dalam keadaan seperti itu, diwaktu Kim Lo masih terapung, dia sudah membarengi dengan menghantam mempergunakan tongkatnya lagi.

Sekaligus si nenek tua Su Nio Nio sudah menghantam lagi tiga kali atas tengah dan bawah.

Tapi Kim Lo biarpun tengah berada di tengah udara, dia tidak gugup mengalami hantaman tongkat si nenek. Malah dia tanpa gentar sedikitpun juga telah membalas menghantam dengan telapak tangannya, pada ujung tongkat si nenek.

Cepat sekali hantamannya itu, sehingga membuat tongkat si nenek kena dihantamnya mental ke samping. Dan hantaman itu membuat si nenek terbalik dan hampir saja menghantam kepalanya sendiri.

Karena itu juga si nenek berlaku hati-hati. Dia mengetahui bahwa Kim Lo sangat liehay. Dia tidak menyerang lebih jauh.

Nona Cin sendiri sudah bersiap-siap kalau memang si nenek tua buruk itu masih bermaksud menyerang Kim Lo, maka dia akan segera membantu. Dia akan menyerang si nenek tua dengan pedangnya.

Benar dia telah terluka di dalam, namun dalam hal ini dia tidak dapat juga untuk berdiam diri melihat Kim Lo didesak oleh seperti itu. Dan tidak menyadari juga, betapapun juga dia harus dapat mengerahkan seluruh kemampuannya buat bekerja sama dengan Kim Lo, untuk menghadapi nenek yang tangguh itu.

Di saat itu melihat si nenek berdiam diri, nona Cin batal buat menerjang lagi, dia berdiam diri juga. Kim Lo sendiri sambil tertawa lebar telah berkata dengan sikap yang mengejek, “Mengapa kau berhenti menyerang?”

Si nenek murka bukan main. Karena dari itu. dia telah membentak nyaring, tongkatnya dikibaskan.

Hantaman tongkatnya itu bukan main kuatnya menggempur dinding kuburan.

Maksudnya si nenek menghancurkan dinding kuburan tersebut dan memang dia bermaksud juga membuat lobang pada dinding kuburan itu.

Namun dia gagal.

Waktu ujung tongkatnya menghantam tembok itu, justeru dia merasakan telapak tangannya jadi nyeri sekali, dan juga tampak ujung dari tongkatnya jadi bengkok. Sedangkan dinding kuburan itu sama sekali tidak dapat digempur malah tidak hancur dan juga tidak berlobang!

Dengan demikian si nenek jadi penasaran sambil mengeluarkan suara teriakan yang sangat nyaring sekali, dia sudah membentak lagi, dia telah menerjang dengan mengerahkan seluruh kekuatan lweekangnya. Dia menyerang dengan hebat sekali, membuat dinding itu tergetar.

Tapi tetap saja serangannya yang begitu hebat tidak bisa membuat dinding itu berlobang, karena memang di waktu itu tembok tersebut tidak dapat digugurkan oleh hantaman tongkatnya yang disertai oleh tenaga dalamnya.

Di antara berkesiuran angin hantaman tongkatnya, Kim Lo mengetahui si nenek sudah mempergunakan tenaga sepenuhnya. Namun tetap saja dia tidak dapat menggempur dinding kuburan itu.

Dengan demikian akhirnya membuat dia benar-benar jadi kagum sekali. Dan dia juga heran, entah dinding kuburan itu dibuat dari bahan apa, sehingga begitu tangguh dan tak dapat digempur oleh kekuatan yang begitu hebat.

Dalam saat-saat seperti itulah terlihat betapa pun juga, memang keadaan si nenek diliputi penasaran yang luar biasa.

Dia telah menerjang lagi, tongkatnya sudah menyambar.

“Dukk!” Kembali dinding itu dihantamnya tapi tidak membuat dinding itu somplak ataupun sempal.

Kim Lo dan nona Cin cuma mengawasi saja, mereka benar-benar tidak mengerti mengapa tembok itu demikian kuat.

Disaat itu terlihat si nenek sudah mencoba sampai lima kali dengan hantaman tongkatnya, tetap saja ia gagal dengan usahanya. Ia tidak berhasil untuk membuat tembok itu tergempur, dan ini sudah membuat si nenek akhirnya menghela napas dalam-dalam, ia menghentikan usahanya.

Hal itu disebabkan Su Nio Nio memang merasakan tenaganya sudah habis, melelahkan dan juga telapak tangannya malah sakit, dan nyeri sekali, dan juga kulit telapak tangannya sudah pecah.

Bukan main kuatnya dinding tembok kuburan itu. Akhirnya si nenek menjatuhkan diri di lantai, dia duduk buat mengatur jalan pernapasannya.

Sedangkam Kim Lo dan nona Cin sudah melanjutkan lagi pemeriksaan mereka terhadap dinding kuburan itu. Mereka tak yakin jika kuburan itu tak terdapat jalan rahasianya, karena Kam Yu telah melarikan diri.

Dalam keadaan seperti ini, terlihat Kim Lo beberapa kali berusaha mengerahkan tenaga dalamnya. Ia berusaha untuk membuat tembok itu gempur, tapi usahanya sama saja dengan usaha si nenek gagal.

Beberapa kali nona ini juga mempergunakan pedangnya buat mencongkel tembok kuburan itu namun usahanya juga gagal.

Malah mata pedangnya telah rusak sempal dan ini membuat nona Cin jadi mendongkol bukan main. Dia sampai dua kali membacokan pedangnya pada dinding kuburan itu. Usahanya itu telah gagal sama sekali.

Di saat itu terlihat betapa Kim Lo masih terus tekun mencari pintu rahasia itu, dan usahanya ini dilakukan tanpa kenal lelah.

Nona Cin yang telah putus asa, akhirnya menjatuhkan diri duduk di lantai. Dia menghela napas dalam-dalam.

“Kau tidak ada gunanya mencari terus karena tetap saja engkau tidak akan menemui pintu rahasia itu!” kata si gadis kemudian dengan suara yang tawar.

“Ya, memang tampaknya sulit buat menemukan pintu rahasia itu. Aku yakin pintu rahasia itu ada karena Kam Yu telah pergi menghilang. Tidak mungkin dia bisa keluar dari kuburan ini, jika memang dia tidak memiliki pintu rahasia.”

Di waktu itu tampak juga si nenek sudah pulih semangatnya, karena ia sudah bangun dari duduknya. Ia sudah berdiri dengan mata liar karena ia yakin jika memang mereka tak bisa keluar dari kuburan ini, niscaya mereka bertiga akan terbinasa perlahan-lahan di dalam kuburan ini.

Walaupun mereka memiliki tenaga sin-kang yang kuat, tokh tetap saja tanpa makan akan membuat mereka mati pada akhirnya.

Di waktu itu si nenek karena murka, telah menghantam tembok itu dengan telapak tangannya.

Justeru telapak tangannya yang kuat itu telah memukul batu yang lunak.

“Bless…!” telapak tangannya itu telah amblas keluar.

Nenek itu kaget, ia menarik pulang tangannya. Namun disaat itu ia pun jadi girang bukan main.

“Ketemu!” katanya dengan suara yang girang sekali dan berjingkrak.

Kim Lo dan nona Cin pun sudah menyaksikan apa yang terjadi. Mereka ikut girang.

“Rupanya pintu rahasia itu berada di sini?” kata Kim Lo.

Nona Cin berdua dengan Kim Lo sudah melompat ke dekat si nenek, kemudian ia melihat bahwa batu itu memang tak menempel dengan batu lainnya, tapi bagaimana keluarnya? Lobang itu kecil sekali, tentu saja mereka tak dapat keluar dari lobang sekecil itu. Pasti ada alat rahasia lainnya.

Nenek tua itu sudah mengeluarkan tangannya keluar, ia menjambret sebuah batu yang panjang dan tipis, ia menariknya.

Tidak ada perobahan karena di waktu itu tampak tak ada yang bergerak.

Kembali si nenek telah mendorongnya.

Si nenek jadi putus asa lagi, dia anggap apakah lobang itu hanya untuk hawa udara saja atau tempat mengintai?

Karena murka yang bukan kepalang dia telah mendorong batu itu, untuk mematahkannya. Tapi begitu dia menekan ke bawah, tembok di sampingnya seketika bergerak, terbukalah pintu untuk keluar.

Tanpa bilang suatu apapun juga, tampak nenek tua itu sudah melompat untuk keluar, karena dia kuatir kalau nanti pintu rahasia itu tertutup lagi.

Kim Lo juga tidak mau membuang waktu, dia mendorong punggung nona Cin agar si gadis melompat keluar.

Si gadis melompat keluar, namun dia disambuti oleh tongkat si nenek.

Kaget Kim Lo. Dia melihat lebih dulu, karena dia menyaksikan tongkat yang tengah meluncur menyambar kepada dada si gadis.

Tanpa membuang waktu, dia bukannya mendorong terus punggung si gadis, malah dia mencengkram baju di punggung si gadis, dia menariknya, menghentak. Maka si gadis sesudah menerjang ke depan, dia menangkis tongkat si nenek dengan serulingnya yang telah dikeluarkannya dengan cepat.

Benturan yang terjadi antara seruling dengan tongkat si nenek benar-benar sangat kuat sekali. Karena benturan itu sangat dahsyat, memekakkan anak telinga.

Sedangkan si nenek cuma merasakan telapak tangannya yang pedih nyeri, tanpa terhuyung atau tergempur kuda-kuda ke dua kakinya. Malah sambil menjerit dengan suara yang sangat keras sekali. Dia sudah menghantam lagi dengan tongkatnya itu, beruntun sampai tujuh kali.

Bagi Kim Lo sudah tak ada ruang yang bisa untuk membuatnya melompat, karena waktu itu, ia tengah berdiri di ambang pintu rahasia kuburan yang pendek sekali, maka dari itu, tujuh serangan lawannya ia hadapi dengan serulingnya. Dia menggunakan jurus-jurusnya yang paling liehay.

Empat jurus dari serangan si nenek dapat dipunahkannya. Dan ia kemudian berusaha menangkis serangan kelima dan keenam.

Setiap serangan dari si nenek memang mengandung kekuatan tenaga dalam yang hebat sekali. Terlebih lagi setiap jurus semakin meningkat kekuatan tenaga dalamnya.

Pada jurus kelima dan keenam itu, kekuatan tenaga dalam yang dipergunakan si nenek memang sudah meningkat sangat kuat sekali.

Kim Lo menangkis dengan serulingnya pada jurus yang kelima, tubuh Kim Lo tergetar hebat sedangkan serulingnya juga terpental ke samping.

Malah bersamaan dengan itu, tampak tongkat si nenek tua bungkuk telah menyambar lagi, serangan keenamnya.

Kim Lo tahu dirinya menghadapi ancaman yang berat, dia mengeluarkan tangan kirinya, dia nekad. Dia mencekal ujung tongkat si nenek.

Su Nio Nio tidak menyangka akan kenekatan pemuda ini. Dia kaget karena ujung tongkatnya dapat dicekal oleh Kim Lo. Maka dia berusaha menariknya. Dia ingin melepaskan tongkatnya dari cekalan tangan Kim Lo.

Namun dia tidak mudah buat melepaskan tongkatnya itu karena Kim Lo mencekalnya bukan dengan cekalan sembarangan. Tadi dia melihat bahwa tenaga serangan dari si nenek bungkuk itu sangat kuat sekali. Maka dia mencekal dengan mengerahkan sin-kang sepenuhnya.

Maka dari itu, walaupun si nenek menarik pulang tongkatnya, tetap saja dia tidak bisa menarik pulang terlepas dari tangan si pemuda. Malah di waktu itu mereka saling tarik menarik.

Untuk mencegah si nenek melakukan serangan yang ketujuhnya yang tentunya tenaga dalam yang dipergunakannya semakin kuat juga maka Kim Lo waktu merasakan si nenek tengah menarik tongkatnya, diapun membarengi mendorongnya sambil melepaskannya.

Si nenek tercekat dan dia merasa kaget tidak terkira, karena tubuhnya terhuyung mundur dan juga diwaktu itu dia hampir saja terjengkang rubuh.

Beruntung dia memang lihay, maka dia bisa mengendalikan tubuhnya, dia tidak sampai terjengkang. Dalam keadaan seperti itu terlihat bahwa di dalam keadaan seperti itu dipergunakan Kim Lo buat menarik tangan nona Cin guna melompat keluar.

Gerakannya sangat gesit sekali. Dia melompat keluar dengan tubuh yang sangat lincah, dia juga telah berusaha buat menjauhi diri dari nenek yang kalap dan berkepandaian sangat tinggi itu.

Disaat itulah si nenek sudah berhasil menguasai dirinya. Dia tidak terhuyung lagi, sudah bisa berdiri tegap dengan tubuh yang membungkuk dan siap untuk menyerang lagi kepada Kim Lo.

“Hemmm. sekarang kita sudah berada di luar kuburan maka engkau dan temanmu itu si gadis celakaitu, harus mempertangung jawabkan perbuatan kalian.”

Kim Lo melirik rona Cin.

“Kau mundur dulu, nona….. biar aku yang menghadapinya?” Kata Kim Lo.

Nona Cin tahu bahwa dia memiliki kepandaian yang masih terbatas. Karena dari itu dia mundur.

Ia tahu jika dia ikut menyerang si nenek, hanya akan merepotkan Kim Lo, di mana perhatian Kim Lo akan terbagi dan dia juga akan melindunginya. Dengan begitu perhatian Kim Lo terpecahkan.

Di waktu itulah tampak si nenek tua bungkuk sudah datang dekat sekali. Tongkatnya pun sudah siap buat menyerang.

Keadaan jadi tegang sekali, karena Kim Lo sendiri sebetulnya agak tergetar hatinya melihat mata si nenek yang begitu tajam.

“Kau yang mau mampus lebih dulu?” tanya si nenek tua dengan sikap yang bengis.

Sambil bertanya, tangannya tidak tinggal diam karena tongkatnya sudah menyambar hebat sekali.

Dalam keadaan seperti itu Kim Lo tak mau menangkis dengan serulingnya. Ia tak mau mengadu keras dengan keras, karena dia tahu tenaga dalam si nenek bungkuk ini, walaupun dia sudah tua, tetap saja ia merupakan seorang yang lebih tinggi lweekangnya. Maka dia cuma mengelak saja.

Di antara berkesiuran angin serangan itu, terlihat betapa pun juga tongkat si nenek seperti memiliki mata. Biarpun tubuh Kim Lo sudah melompat mengelakkan diri ke samping tapi tongkat itu tahu-tahu dapat berbelok dan telah menyambar lagi ke punggung si pemuda.

Sekali ini Kim Lo sudah tidak memiliki kesempatan buat mengelakkan diri dari hantaman tongkat si nenek. Maka terpaksa jalan satu-satunya dia hanya menangkis dengan serulingnya.

Dia menangkisnya dengan kuat sekali, karena dia mengerahkan tenaga dalamnya sembilan bagian. Tongkat dengan serulingnya itu saling bentur dan tangan Kim Lo tergetar keras!

Tapi dia tetap bertahan, serulingnya tidak di tarik pulang, karena ia terus juga menempel tongkat si nenek tua bungkuk dengan serulingnya.

Di antara sinar mata si nenek yang bengis tampak bahwa dia memiliki maksud membunuh. Sedangkan Kim Lo tahu dengan menempelkan terus serulingnya pada tongkat si nenek, berarti dia dengan si nenek akan mengadu kekuatan tenaga dalam, dan ini lebih menguntungkan dirinya, karena dia masih muda, dengan begitu dia menang napas dan ia bisa bertahan lebih lama.

Sedangkan si nenek tua bungkuk itu sudah tua sekali, dan benar memang lweekangnya sangat tinggi dan kuat, tokh dalam hal ini ia tak akan bisa bertahan terlalu lama.

Di antara berkelebatnya sinar mata si nenek yang bengis tiba-tiba ludah si nenek meluncur, karena dia meludahi muka Kim Lo.

Kim Lo kaget. Dia melompat ke belakang terpaksa ia telah menarik pulang serulingnya.

Justeru mempergunakan kesempatan itu, tongkat si nenek telah menghantam.

“Buuukkk!” Kim Lo tak bisa mengelakkan lagi, karena pundaknya telah kena dihantam, ia terjungkal dan rubuh bergulingan.

Namun ia tak sampai terluka di dalam. Sebab waktu tongkat si nenek hampir mengenai pundaknya, Kim Lo sudah mengempos semangatnya, dia menyalurkan tenaga dalamnya pada pundaknya, melindungi bagian anggota tubuhnya itu, sehingga waktu tongkat si nenek singgah di pundaknya, tidak membuat Kim Lo terluka.

Hantaman yang dilakukan si nenek tua memang merupakan hantaman yang menentukan.

Kalau sampai Kim Lo terserang kali ini, jangan harap dia bisa lolos dari kematian. Karena si nenek telah mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.

Kim Lo juga menyadari akan hal itu, karena dia merasakan sambaran angin serangan tongkat si nenek tua bungkuk itu, sangat hebat sekali. Kim Lo membuang diri, dia bergulingan di tanah.

Namun tongkat itu terus juga menyambar mengikutinya. Dan terus pula mengikuti mengincar bagian yang mematikan di tubuh Kim Lo.

Berulangkali Kim Lo mengelakkannya dengan bergulingan di tanah. Keadaannya jadi terancam sekali.

Nona Cin menyaksikan betapa jiwa Kim Lo terancam bahaya, dia tidak bisa berdiam diri saja. Sambil membentak pedangnya ditimpukkannya kepada si nenek.

Pedang itu berkesiuran keras sekali, tapi si nenek tanpa menoleh telah mengibas.

Pedang si gadis she Cin yang tengah menyambar kepada dirinya, telah terbendung oleh sesuatu kekuatan, malah terpental dan berbalik menyambar kepada nona Cin itu sendiri.

Pedang itu menyambar cepat sekali, tahu-tahu sudah berada di depan si gadis. Malah meluncurnya lebih cepat dibandingkan tadi waktu si gadis menimpukkan pedangnya, karena tenaga sampokan si nenek jauh lebih kuat.

Tidak ada jalan lain, nona Cin membuang diri, dia bergulingan di tanah. Ia menyelamatkan diri dengan pakaiannya yang dikorbankannya menjadi kotor.

Sedangkan diwaktu itu, pedang si gadis masih terus meluncur kemudian menancap di batang pohon dalam sekali. Hampir seluruh badan pedang menancap dan hanya tinggal sedikit dengan gagangnya.

Kim Lo waktu itu masih terus menghindarkan diri dari sambaran tongkat si nenek.

Tapi nenek itu tidak mau membiarkan kesempatan, dia sudah murka benar. Dia berpikir memang dia harus membinasakan Kim Lo, tidak akan membiarkannya terus juga hidup, karena dia kehilangan Kam Yu disebabkan Kim Lo.

Suatu kali, waktu Kim Lo berputar menggelinding di tanah, justeru tongkat si nenek menyambar ke mukanya. Kim Lo tidak keburu mengelakkan seluruhnya, karena diwaktu itu, justeru dia cuma bisa mendongakkan kepalanya sebagian, kain penutup mukanya telah kena di congkel oleh tongkat si nenek, dengan demikian penutup muka itu jadi terbuka dan tampak wajah yang seperti kera.

Si nenek mengeluarkan seruan tertahan. Tampaknya dia heran dan kaget.

Justeru melihat wajah Kim Lo seperti itu dia sudah melompat mundur dan tidak meneruskan serangannya, membuat Kim Lo bisa melompat berdiri. Malah Kim Lo masih memiliki kesempatan buat mengenakan kembali penutup mukanya.

Tiba-tiba si nenek tua Su Nio Nio telah tertawa bergelak-gelak nyaring sekali.

“Hebat, siapa sangka hari ini aku telah bertempur dengan seekor kera!”

Mendengar ejekan Su Nio Nio bukah main gusarnya Kim Lo. Walaupun tadi dia sudah terdesak hebat oleh nenek tua itu namun sama sekali dia tidak jeri, malah sambil mengeluarkan suara bentakan yang keras, dia melompat, menghantam dengan telapak tangan kirinya sedangkan serulingnya telah dipergunakan buat menotok.

“Berhenti!” Dia membentak.

Kim Lo menahan serangannya. Matanya memancarkan sinar yang tajam.

Si nenek telah tertawa lagi. Tentu saja tertawa mengejek.

“Hemm, tentunya kau tidak menyangka bahwa aku ini sebetulnya seorang yang tidak ada tandingan di dalam dunia ini. Sebetulnya tadi aku sudah memutuskan walaupun bagaimana engkau harus mampus di tanganku!

“Tapi justeru sekarang, karena aku sudah mengetahui bahwa engkau adalah seekor monyet belaka maka aku membatalkan maksudku, engkau batal kubunuh. Karena dari itu engkau akan kutangkap buat diperlihatkan nanti kepada sahabat-sahabatku.”

Kim Lo merasakan wajahnya sangat panas sekali. Ia juga telah memandang dengan tajam kepada nenek tua itu, karena hatinya terbakar bukan main.

Malah diiringi dengan bentakan nekadnya, ia sudah menerjang kepada si nenek, sehingga tubuhnya melesat sangat pesat sekali. Dia sudah mempergunakan seruling buat menotok dan juga dengan telapak tangan kirinya buat menghantam.

Tapi kembali si nenek tua bungkuk itu melompat mundur, karena ia memang tidak mau melayani Kim Lo.

Karena murka luar biasa, dia menjerit berulangkali. Dalam kemurkaannya seperti itu, gerakan Kim Lo jadi semakin gesit, sehingga ia tampaknya seperti seekor kera yang melompat ke sana ke mari dengan lincah sekali.

Serulingnya juga telah menyambar-nyambar dengan hebat, karena dia sudah mengeluarkan seluruh ilmu andalannya.

Nona Cin sendiri sudah menyusut keringat dingin yang keluar membasahi tubuhnya dan mukanya. Dia kaget tidak terkira tadi nyaris terkena pedangnya sendiri yang berbalik menyambar kepalanya.

Hampir saja pedangnya itu makan majikan dan ia terkena pedangnya sendiri. Karena dari itu, mukanya agak pucat dan tubuhnya juga menggigil.

Namun si gadis berdiam sejenak akhirnya bisa menguasai diri, dia melangkah menghampiri pohon di mana pedangnya menancapnya di situ, dia menarik pedangnya.

Keras sekali.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar