Pendekar Aneh Seruling Sakti Jilid 21-30
Ong-ya itu menahan gerakan
sumpitnya, berdiam diri dengan wajah yang murung kemudian tertawa kecil,
barulah ia bilang:
“Memang bangsa Han memusingkan
sekali, mereka terlalu banyak tingkah dan bermimpi ingin merdeka. Mereka ingin
mengusir Tay Goan dari negeri ini! Mereka berusaha menentang kekuasaan Kaisar
yang terbesar dan paling berkuasa di sini!
“Celakanya, justeru di antara
mereka terdapat banyak sekali orang-orang berilmu, yang ilmu silatnya sangat
luar biasa. Karena dari itu kami banyak menemui rintangan dan kesulitan.
Walaupun demikian, tokh mereka bisa disapu bersih……!” bercerita sampai Hakarsan
menghela napas, dan pangeran ini memasukkan sepotong daging ke mulutnya,
barulah dia meneruskan kata-katanya:
“Dan baru-baru ini kami
mendengar, ada sekomplotan orang yang berusaha mengadakan pemberontakan lagi,
dengan mengandalkan Giok-sie, atau cap kerajaan warisan dari kerajaan yang
telah musnah itu. Dengan mengandalkan Giok-sie mereka ingin menggerakkan
rakyat, untuk mengadakan perlawanan kepada kekuasaan Hong-siang……!
“Kami telah mengirim orang
untuk menumpas mereka, akan tetapi tak mudah buat memusnahkan mereka, karena
mereka umumnya terdiri dari orang-orang berilmu. Dan kami telah memutuskan,
mengutus Tan Goanswe memimpin anak buahnya, menyerbu ke tempat persekutuan itu,
di gunung Song-san, di sebuah lembah yang mereka namakan sebagai lembah
Pit-mo-gay.
“Karena memang memiliki
kepandaian tinggi, Tan Goanswe hanya mengajak seratus anak buah. Dan seratus
orang itu merupakan perajurit kepandaian tinggi.”
Bun Ong Hoat-ong mendengarkan
dengan penuh perhatian, dan dia berdiam diri saja, dengan terus mengunyah.
“Justeru Tan Goanswe rupanya
keliru dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaannya itu malah telah merugikan
dirinya. Seratus orang anak buahnya dan Tan Goanswe telah diobrak-abrik oleh
musuh, malah mereka mengirim Tan Goanswe dalam keadaan terluka demikian parah,
kembali....... Bukankah ini berarti suatu penghinaan besar buat kerajaan Tay
Goan yang besar?”
Setelah berkata begitu, dengan
wajah murung, tampak Hakarsan menghela napas berulang kali.
Bun Ong Hoat-ong tersenyum.
“Apakah Ong-ya tidak mengetahui
sebenarnya siapa-siapa saja yang tergabung dalam pemberontakan itu?” tanyanya
kemudian.
Pangeran Hakarsan
menggelengkan kepalanya berulang kali.
“Tidak! Mereka terlalu banyak.
Begitu juga menurut keterangan Tan Goanswe, walaupun tidak terlalu jelas, namun
dapat kami tarik kesimpulan bahwa pemberontak sekarang ini tidak memiliki
hubungan dengan pemberontakan di masa dulu, yang tengah kami tumpas. Dan
kepandaian mereka, kata Tan Goanswe sangat hebat dan lihay sekali........
“Tan Goanswe sendiri yang memiliki
kepandaian demikian tinggi, berhasil mereka lukai sedemkian rupa…..! Hai! Hai!
Apakah memang kerajaan Tay Goan yang besar harus menerima penghinaan sebesar
ini?”
“Tidak!” Kata Bun Ong Hoat-ong
kemudian dengan suara dan sikap sangat tegas. “Dan Ong-ya jangan berduka. Nanti
biarlah Lolap yang coba pergi menghadapi mereka……. akan Lolap sapu bersih
mereka itu!”
Mendengar perkataan Bun Ong
Hoat-ong itu, muka Ong-ya tersebut jadi berseri-seri.
“Ohh, terima kasih atas
kesediaan Taysu! Memang kami sangat mengharapkan sekali uluran tangan Taysu,
karena tanpa Taysu tentu kami akan menghadapi kesulitan yang tidak kecil…..!
Jika memang Taysu bersedia untuk membantu kami, tentu kami akan memperoleh
kemenangan gemilang dan Hong-siang niscaya tidak akan melupakan jasa Taysu yang
demikian besar!
“Memang menjadi maksud dan
tujuan kami mengundang Taysu datang ke daratan Tiong-goan ini, untuk menangani
masalah yang satu ini, mengajak balatentara ke lembah Pit-mo-gay, disana
pemberontak itu bersarang…… dan jika memang Taysu memimpin barisan tentara kita
yang terampil, niscaya mereka akan dapat disapu bersih! Bukankah seorang
pemimpin yang pandai mengatur anak buahnya dengan sangat baik memperoleh
sukses.”
Setelah berkata begitu, ong-ya
ini berdiri dari duduknya, dia merangkapkan kedua tangannya menjura dalam-dalam
memberi hormat kepada Bun Ong Hoat-ong.
Bun Ong Hoat-ong tidak berani
berayal, ia pun cepat-cepat berdiri dan membalas penghormatan Hakarsan.
Demikianlah mereka berdua
telah bercakap-cakap dan banyak yang mereka bicarakan. Malah, Hakarsan telah
menjanjikan kepada Bun Ong Hoat-ong, bahwa dia besok siang akan mengajak si
pendeta pergi menghadap Kaisar.
Setelah makan cukup, Bun Ong
Hoat-ong beristirahat. Dan sorenya, barulah dia melanjutkan usahanya buat
mengobati dan menolong Tan Goanswe.
Cara yang dipergunakannya kali
ini untuk menolong Tan Goanswe adalah dengan cara mengurut dan menotok. Memang
hebat Bun Ong Hoat-ong, karena cepat sekali Tan Goanswe telah pulih
kesehatannya, ia mulai bisa tertawa dan tersenyum, walaupun belum sanggup untuk
menggerakkan tubuhnya.
Menurut Bun Ong Hoat-ong, jika
memang Tan Goanswe ini telah beristirahat sebulan lamanya dan juga memperoleh
obat yang tepat, dia akan sehat kembali seperti sedia kala, tanpa ada cacad dan
kepandaiannya tidak akan berkurang.
Siang hari itu tampak Hakarsan
telah mengajak Bun Ong Hoat-ong pergi menghadap Kaisar Kublai Khan.
Dihadapan Kaisar, Hakarsan
menceritakan akan kehebatan Bun Ong Hoat-ong dan meminta kepada Kaisar agar
menganugrahi pangkat yang sesuai dengan kehebatan Bun Ong Hoat-ong.
Sebelum mengajak Bun Ong
Hoat-ong menghadap Hong-siang Kublai Khan, memang Hakarsan telah mengkisikkan
Kaisar, memberitahukan siapa adanya Bun Ong Hoat-ong. Dengan demikian Kaisar
kemudian menyatakan Bun Ong Hoat-ong akan dianugrahkan pangkat sebagai
Penasehat Pribadi Hakarsan.
Dan dia memiliki kekuasaan
terhadap para pahlawan istana, hanya saja ia tidak diizinkan mengeluarkan
perintah tanpa persetujuan Kaisar. Karena itu setiap perintah dari Bun Ong
Hoat-ong harus lewat Kaisar dulu, disetujui atau tidak, barulah akan
dilaksanakan.
Bun Ong Hoat-ong tidak
keberatan, diapun merasa bersyukur menerima kedudukan yang dari penasehat
Hakarsan tangan kanan Kaisar. Dengan demikian, kini ia merupakan orang yang
terhormat di kerajaan Tay Goan.
Walaupun Kaisar memberikan
syarat agar dia tidak mengeluarkan perintah langsung terhadap pahlawan istana,
tokh dia tidak tersinggung. Dia bisa memaklumi, hal itu untuk mencegah segala
sesuatu yang tidak diinginkan.
Seperti diketahui, Bun Ong
Hoat-ong bukanlah kerabat Kaisar, diapun terhitung sebagai orang baru karena
dari itu, dengan sendirinya tidak bisa Kaisar Kublai Khan memberikan
kepercayaan penuh. Terlebih lagi memang sebelumnya telah terjadi urusan Tiat To
Hoat-ong. yang membuat Kaisar Kublai Khan kecewa dan sekarang jauh lebih
hati-hati dalam bertindak.
Dikala itu, Hakarsan telah
memberikan petunjuk kepada Bun Ong Hoat-ong. apa-apa saja yang harus
dilakukannya kelak diwaktu-waktu mendatang karena ia ingin mengobati dulu Tan
Goanswe sampai sembuh, yang mungkin akan memakan waktu satu bulan. Untuk
sementara Bun Ong Hoat-ong belum dapat melaksanakan tugas lainnya.
Dia berdiam di istana
Hakarsan. Pangeran yang pandai sekali menguasai orang-orang pandai dengan
lidahnya yang lihay. Terutama sekali memang pangeran Hakarsan pun memiliki ilmu
silat yang tinggi.
Pada sore itu, Bun Ong
Hoat-ong mengemukakan pada pangeran Hakarsan, bahwa ia memiliki sebuah
permintaan.
“Entah Ong-ya akan meluluskan
atau tidak terserah kepada Ong-ya….., tetapi jika memang permintaan Lolap dapat
dipenuhi, maka untuk selanjutnya Lolap bisa melatih semacam ilmu yang akan
disempurnakan untuk memperoleh tingkat yang jauh lebih tinggi. Dan selanjutnya
di permukaan dunia ini tidak akan ada orang yang bisa menandingi Lolap lagi!
“Karena itu malah memang Lolap
telah berhasil mencapai tingkat seperti itu, Ong-ya tidak perlu kuatir untuk
menghadapi orang-orang yang berkepandaian bagaimana tinggi pun, tentu Lolap
akan dapat memusnahkannya! Terutama sekali para pemberontak itu, dalam waktu
singkat Lolap tentu akan dapat memusnahkannya!”
Pangeran Hakarsan tersenyum
mendengar kata-kata Bun Ong Hoat-ong.
“Tentu saja yang kami harapkan
adalah Taysu bisa memperoleh kepandaian yang lebih tinggi, dengan demikian
tiang kerajaan Tay Goan akan bertambah tegak dan kokoh……
“Katakanlah Taysu permintaan
apapun akan kami luluskan……!” kata Pangeran Hakarsan kemudian sambil mengawasi
Lhama itu.
Bun Ong Hoat-ong tertawa,
katanya: “Permintaan Lolap sesungguhnya bukanlah permintaan yang terlalu
istimewa. Tapi Ong-ya berjanji tidak akan mentertawakan, bukan?”
Hakarsan mengangguk sambil
tertawa.
“Mana berani aku mentertawakan
Taysu!” katanya. “Silahkan Taysu mengemukakan permintaan Taysu itu. Atau memang
Taysu memerlukan rumah gedung bertingkat, perhiasan, uang atau yang lainnya.”
Bun Ong Hoat-ong cepat-cepat
mengulapkan tangannya, diapun menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bukan! Bukan itu! Bukan!”
katanya cepat. “Semua itu tidak Lolap harapkan!”
“Lalu….. apa yang hendak
diminta Taysu, silahkan Taysu menyampaikannya, dan aku akan segera
mempersiapkannya.”
Bun Ong Hoat-ong ragu-ragu
sejenak, namun akhirnya ia menyahuti juga: “Sebenarnya yang Lolap inginkan
adalah gadis-gadis muda yang cantik jelita……. dan itulah permintaan Lolap, yang
hanya membikin sulit Ong-ya dan……. hanya merepotkan saja.”
Mendengar permintaan Bun Ong
Hoat-ong itu, meledak tertawa Hakarsan.
“Nah, itu urusan biasa, Taysu,
mengapa aku justeru jadi demikian bodoh sehingga lupa untuk mempersiapkan
gadis-gadis cantik buat Taysu. Jangan kuatir Taysu nanti malam akan kami
sediakan gadis-gadis cantik jelita buat Taysu!”
Bun Ong Hoat-ong
mengulap-ulapkan tangannya, katanya: “Bukan itu maksud Lolap, Ong-ya. Dan
mungkin Ong-ya salah menafsirkannya.......! Begini Ong-ya, Lolap akan
menceritakannya terus terang.
“Sebetulnya Lolap tengah
melatih semacam ilmu. Dan ilmu itu semacam ilmu yang luar biasa sekali jika memang
telah dapat melatihnya dengan sempurna, maka di permukaan dunia ini tidak
mungkin ada orang yang dapat menandinginya.
“Untuk menghadapi satu atau
dua jurus saja mungkin jarang sekali terdapat orang yang bisa
melakukannya.......
“Karena dari itu, jika memang
Ong-ya bisa membantu, agar Lolap bisa melatih diri dengan sempurna, maka besar
rasa terima kasih Lolap terhadap Ong-ya dan juga Lolap tidak akan melupakan
budi kebaikan Ong-ya!”
“Katakanlah Taysu, aku belum
lagi mengerti!” Kata Pangeran Hakarsan.
“Sesungguhnya, Lolap
membutuhkan setiap harinya seorang gadis cantik……!” Menjelaskan Bun Ong
Hoat-ong pada akhirnya! “Setiap harinya seorang gadis karena itulah yang Lolap
perlukan!”
Pangeran Hakarsan segera
mengerti. Dia teringat, memang di dalam rimba persilatan, terdapat semacam ilmu
itu, yaitu melatih tenaga dalam yang dengan mengambil seorang gadis. Dan untuk
itu mungkin diperlukan ratusan orang gadis.
Juga ada kebalikannya. Jika
seorang pendekar wanita ingin melatih semacam ilmu yang hebat, ada juga yang
perlu disempurnakan dengan pemuda setiap harinya. Karena itu, Hakarsan tidak
terkejut. Dia mengangguk sambil tersenyum.
“Jangan kuatir Taysu, tentu
permintaan Taysu akan kami penuhi!” katanya. “Kami juga tentunya mengharapkan sekali
Taysu bisa mencapai tingkat kesempurnaan yang tertinggi dengan demikian, kami
meletakkan keselamatan kami di tangan Taysu…….!”
“Ong-ya terlalu memuji!”
merendahkan diri Bun Ong Hoat-ong dengan segera.
“Mulai malam ini silahkan
Taysu, melatih ilmu Taysu dan malam ini nanti kami akan mengirim seorang gadis
ke kamar Taysu!”
“Terimakasih Ong-ya.......!”
kata Bun Ong Hoat-ong.
Begitulah mereka
berecakap-cakap beberapa saat kemudian Ong-ya itu meminta dia untuk
mengundurkan diri, karena dia kedatangan seorang tamu yang harus ditemukannya.
Dan juga ia telah menyampaikan pesannya pada Bun Ong Hoat-ong sebelum dia
meninggalkan Lhama itu:
“Malam ini juga kami akan
memenuhi permintaan Taysu.......!” Dan sambil tersenyum lebar dia melangkah
untuk pergi, masih sempat menambahkan kata: “Dan Taysu harap sabar menanti di
kamar Taysu!”
Bun Ong Hoat-ong tersenyum
lebar sambil merangkapkan tangannya, membungkukkan tubuhnya, dia memberi hormat
kepada pangeran itu, dia mengucapkan terima kasihnya beberapa kali.
Dan hari sudah merangkak,
malampun telah datang, kegelapan telah menyelimuti sebagian dari permukaan bumi
di belahan ini. Dan di sekitar istana Pangeran Hakarsan sepi sekali cuma
terlihat para pengawal yang tengah melakukan tugas mereka masing-masing.
Di sebuah kamar yang api
penerangannya menyala terang sekali, tampak Hakarsan tengah duduk di meja
kerjanya. Di hadapan Hakarsan duduk seorang gadis yang cukup cantik tengah
menunduk dan menangis mengucurkan air mata.
“Kau menyanggupi bukan?” Tanya
pangeran itu sambil menatap gadis itu dalam-dalam. “Dan jasamu ini akan kami
sampaikan kepada Hong-siang, sehingga kelak kau akan memperoleh hadiah dan
penghargaan yang sangat baik dari Hong-siang.”
Gadis itu menyusut air matanya.
“Ya, Ong-ya, hamba akan
melaksanakan perintah ini!” Kata gadis itu.
Wajah Hakarsan berseri-seri,
dia berseru: “Bagus! Kau memang seorang hamba yang patuh!”
Kemudian Pangeran Hakarsan
menepuk tangannya dua kali. Masuk ke dalam ruangannya seorang pengawal
istananya.
“Antarkan Siu Lie ke kamar
Taysu, Bun Ong Hoat-ong!” perintah pangeran Hakarsan.
Pengawal itu mengiyakan,
sedangkan si gadis yang disebut bernama Siu Lie, telah bangun berdiri.
“Jadi malam ini juga hamba
harus menemani Taysu itu?!” Tanya Siu Lie perlahan suaranya, tidak begitu
jelas.
“Ya!” mengangguk perlahan
pangeran Hakarsan.
Dengan air mata masih mengucur
turun mengaliri pipinya, tampak Siu Lie mengikuti pengawal itu. Dan dia
menyusuri lorong-lorong istana tersebut, untuk ke kamar Bun Ong Hoat-ong.
Siapakah sebenarnya Siu Lie?
Ternyata dia seorang puteri
dari pelayan istana. Dialah gadis yang malang nasibnya! Justeru Pangeran
Hakarsan telah menghubungi ayah gadis itu, meminta agar gadisnya dipersembahkan
buat ‘dipakai’ oleh Bun Ong Hoat-ong. Sang ayah yang memang takut menolak
permintaan majikan, terus saja tidak menolak keinginan pangeran ini. Segera
juga puterinya dipanggil.
Demikian juga Siu Lie, tidak
berani dia menolak perintah pangeran Hakarsan. Dan cuma bisa menangis dan meratapi
nasibnya, namun perintah itu tetap saja harus dilaksanakannya.
Ketika sampai di depan pintu
kamar Bun Ong Hoat-ong, pengawal itu meminta Siu Lie menunggu sebentar,
sedangkan pengawalnya itu mengetuk daun pintu kamar.
Siu Lie merasakan jantungnya
tergoncang sangat keras, dia ketakutan bukan main. Jika sekarang dia berada di
depan kamar Bun Ong Hoat-ong, memenuhi perintah pangeran Hakarsan karena dia
takut menolak perintah pangeran Hakarsan.
Dan juga ia kuatir kalau saja
ia menolak, ayahnya akan mengalami sesuatu yang tak diinginkannya. Dan tentu
saja pangeran Hakarsan akan mencari-cari kesalahan ayahnya. Karena itu, gadis
ini terpaksa menerima saja dirinya akan dipersembahkan kepada Bun Ong Hoat-ong.
Setelah mengetuk dua kali,
pengawal itu menunggu dengan berdiri mengambil sikap yang menghormat sekali.
Daun pintu terbuka.
Bun Ong Hoat-ong keluar. Dia
memandang kepada pengawal itu, lalu kepada Siu Lie.
“Inikah kiriman Ong-ya?” tanya
Bun Ong Hoat-ong.
“Benar Taysu!” Menyahuti
pengawal itu dengan suara yang menghormat dan memberi hormat dengan
membungkukkan tubuhnya. “Inilah kiriman untuk malam ini. Ong-ya pesan memang
gadis ini bersedia menjalankan perintah!”
“Bagus!” Mengangguk Bun Ong
Hoat-ong, “Kau boleh pergi!”
Pengawal itu pergi, Siu Lie
membungkukkan tubuhnya lagi memberi hormat dan mengundurkan diri. Sebelum
berlalu sempat ia melirik kepada Siu Lie yang masih menangis dengan kepala
tertunduk.
Setelah pengawal itu pergi,
Siu Lie yang tambah ketakutan. Dia sudah bisa membayangkan apa yang akan
menimpah dirinya, karena pangeran Hakarsan tadi telah menceritakan kepadanya
apa yang harus diterimanya dan dilakukannya dengan dikirimnya dia ke kamar Bun
Ong Hoat-ong.
Bun Ong Hoat-ong mengawasi
gadis itu sejenak, kemudian panggilnya: “Kemarilah kau. Ayo masuk!”
Siu Lie tidak berani menolak
perintah Bun Ong Hoat-ong karena ia menyadari Bun Ong Hoat-ong adalah seorang
Lhama merah yang dihormati Ong-yanya
Segera juga Siu-lie melangkah
perlahan memasuki kamar itu. Bun Ong Hoat-ong menanti sampai gadis itu masuk ke
kamarnya, ia menutup daun pintu kamarnya.
“Tahukah kau apa tugasmu
dikirim kemari oleh Ong-ya?” tanya Bun Ong Hoat-ong.
Gadis itu dengan kepala masih
tertunduk dan air mata menitik turun, menyahuti: “Tahu, Taysu…… Ong-ya telah
memberitahukan!”
“Bagus!” Kata Bun Ong Hoat-ong
sambil menyeringai tertawa, senang hatinya, walaupun melihat gadis itu
menangis. Ia tidak berkurang gembiranya, karena memang Bun Ong Hoat-ong
mengetahui, demikianlah sikap perawan-perawan yang biasa diperolehnya. Selalu
menuruti dengan rasa takut, mematuhi keinginannya karena tekanan dari rasa
ketakutannya belaka bukan karena atas kemauannya sendiri.
“Siapa namamu?”
“Siu Lie…… she Thang.”
“Berapa umurmu?”
“Tujuhbelas tahun!”
“Kau tinggal di mana?”
“Di istana Ong-ya ini……”
“Oh, kau pelayan Ong-ya?”
“Bukan, tapi puteri seorang
pelayan Ong-ya.”
“Hemmm, jadi Ong-ya sudah
menjelaskan kepadamu, apa yang harus kau lakukan, bukan?”
“Benar Taysu…..” terisak suara
Siu Lie.
Bun Ong Hoat-ong mengawasi
gadis itu sejenak, kemudian baru tanyanya lagi, “Sekarang dapat kita mulai?!”
Siu Lie mengangkat kepalanya,
terkejut matanya memancarkan ketakutan yang sangat.
“Apa…… apa maksud Taysu?”
Tanya Siu Lie tergetar suaranya, ia juga menyusut air matanya.
“Kita sudah boleh mulai!” kata
Bun Ong Hoat-ong. “Kau tentunya sudah siap bukan?”
“Taysu…..!”
“Apa lagi? Ada yang ingin kau
tanyakan!” Tanya Bun Ong Hoat-ong. “Tanyakanlah…… aku akan menjelaskannya!”
“Sebenarnya Taysu…..
aku....... aku belum pernah menikah, aku masih gadis!” kata Siu Lie.
“Justru yang memang kuinginkan
adalah seorang gadis yang masih perawan!” kata Bun Ong Hoat-ong.
“Ooh!” Siu Lie mengeluh.
Tadinya dia berharap, dengan menjelaskan keadaan dirinya, pendeta itu akan
menaruh belas kasihan padanya. Tapi siapa tahu justru pendeta itu mengharapkan
dia memperoleh seorang gadis yang masih perawan.
“Dan engkau tentunya
mengetahui, sebetulnya aku bukan membutuhkan kau seorang saja. Malam besok
akupun akan dipersembahkan gadis-gadis lainnya! Mungkin sampai seratus orang
gadis!” menjelaskan Bun Ong Hoat-ong.
Siu Lie mengeluh, tapi dia
tidak menyahuti, dia berdiam diri saja.
Bun Ong Hoat-ong tertawa, tapi
tidak begitu keras, dia kemudian bilang lagi: “Ayo sekarang kita mulai.
Pertama-tama kau harus mengerti dan mematuhi setiap perintahku, sekali saja kau
melanggar dan membantah perintahku, maka kau akan memperoleh hukuman yang tidak
ringan! Mengertikah kau?
“Dengan ini juga aku ingin
menjelaskan kepadamu, bahwa aku adalah tamu kehormatan dari Ong-ya, dan kau
jangan menjengkelkan hatiku, karena kalau sampai aku melaporkan hal itu kepada
Ong-ya, jelas Ong-ya akan menghukum berat kepadamu. Mengerti kau?”
“Me….. mengerti Taysu!”
“Bagus!” Kata Bun Ong
Hoat-ong.
Gadis itu ketakutan sekali,
dia melirik kepada si pendeta, kemudian dia melihat Bun Ong Hoat-ong tengah
menghampirinya. Tubuh si gadis itu menggigil.
Tapi Bun Ong Hoat-ong
menghampiri cuma beberapa langkah, dia juga tidak memeluk gadis itu, dia cuma
bilang: “Kau harus mematuhi perintahku! Yang pertama-tama kau harus buka baju
luarmu!”
Gadis itu jadi serba salah
tingkah, dia ketakutan bukan main, tapi karena ia mengetahui, jika memang ia
menjengkelkan pendeta ini, tentu dia akan menerima hukuman dari Ong-ya maupun
pendeta ini. Karena itu dia mematuhi.
Dengan tangan yang gemetar, ia
membuka baju luarnya perlahan-lahan, dengan air mata berlinang.
“Mengapa harus
berlambat-lambat seperti itu? Ayo cepat buka pakaian luarmu itu!” Bentak Bun
Ong Hoat-ong dengan suara yang dingin.
Gadis itu tidak berani
berayal. Tangisnya jadi semakin keras, dia ketakutan dan malu bukan main,
tubuhnya menggigil.
“Jangan menangis!” bentak Bun
Ong Hoat-ong dengan suara yang nyaring.
Gadis itu tersentak kaget, dia
telah memandang kepada si pendeta dengan ketakutan.
Bun Ong Hoat-ong menyeringai,
dia telah menunjuk ke pembaringan, katanya: “Sekarang pergi kau duduk di
pembaringan itu!”
Gadis itu tidak berani
membantah. Dia menghampiri pembaringan, dan duduk di tepi pembaringan. Dia malu
dan ketakutan, menangis tidak hentinya. Walaupun isak tangisnya ditahan, agar
tidak terdengar, namun air matanya telah bercucuran deras sekali.
“Bukan duduk disitu!” kata Bun
Ong Hoat-ong dengan suara yang nyaring. “Kau duduk di tengah pembaringan dalam
sikap bersemedhi dan tangan harus mengambil sikap seperti sang budha!”
Gadis itu menuruti. Dia telah
duduk bersemedhi.
“Nah, sekarang kau dengar
baik-baik!” Kata Bun Ong Hoat-ong sambil mendekati pembaringan itu.
“Selanjutnya engkau harus memejamkan matamu rapat-rapat. Dan apapun yang
terjadi, engkau tidak boleh membuka matamu. Engkau tidak boleh bergerak. Sekali
saja kau bergerak, akan matilah dan tamat riwayatmu. Mengertikah kau?”
“Mengerti........!” Menyahuti
Siu Lie ketakutan dan malu sekali.
Dengan memejamkan matanya,
maka rasa malunya agak berkurang. Dia juga jadi heran entah apa maksudnya Bun
Ong Hoat-ong dengan perintah kepadanya duduk bersemedhi seperti itu. Ong-yanya
tadi telah memberitahukan kepadanya bahwa dia harus menemani Bun Ong Hoat-ong
tidur!
Tapi melihat kelakuan Bun Ong
Hoat-ong, tampaknya memang bukan bermaksud untuk mengajak si gadis tidur.
Melainkan ada sesuatu yang ingin dilakukannya.
Dengan mata terpejam dan dalam
keadaan duduk bersemedhi seperti itu, si gadis terus juga menduga-duga entah
apa yang ingin dilakukan oleh Bun Ong Hoat-ong. Juga keadaan sangat sepi! Dia
tidak tahu, entah Bun Ong Hoat-ong tengah melakukan apa di saat itu, karena
tidak terdengar suaranya, dan sepi sekali.
Tapi gadis ini, juga tidak
berani membuka matanya karena dia teringat akan pesan Bun Ong Hoat-ong apa pun
yang terjadi tidak boleh membuka matanya dan jika ketahuan Bun Ong Hoat-ong
niscaya dia akan dibinasakan. Karena dari itu dengan air mata masih juga
mengucur terus dia terus pula memejamkan matanya.
Di kala itu Bun Ong Hoat-ong
telah menghampiri pembaringan. Tidak ada yang dilakukannya. Dan cuma berdiri
sambil mengusap-usap jenggotnya mengawasi si gadis.
Setelah mengawasi sekian lama,
barulah Bun Ong Hoat-ong menghampiri pembaringan lebih dekat, dia telah
mengulurkan tangannya, tahu-tahu pundak si gadis telah dipegang!
Hati Siu Lie kaget, tapi dia
tidak berani membuka matanya, dia cuma merasakan jantungnya tergoncang sangat
keras sekali, seperti juga jantungnya itu akan copot.
Kemudian dia merasakan sakit
bukan main, dia telah ingin menjerit, namun dia berusaha menahannya, sangat
sakit dan pedih sekali.
Tapi tidak lama kemudian, rasa
sakit itu telah berkurang.
“Nah, selesai!” kata Bun Ong
Hoat-ong. “Kau boleh membuka matamu!”
Siu Lie membuka matanya.
Dia melihat mengalir darah
yang cukup banyak, hampir saja dia pingsan.
Kemudian tampak Bun Ong
Hoat-ong duduk menghadapi tembok. Dan kedua tangannya itu didorongkan pada
tembok. Perlahan-lahan, dia berdiam diri dengan duduk bersemedhi menghadapi
tembok buat beberapa saat lamanya.
Rupanya Bun Ong Hoat-ong telah
melatih tenaga dalamnya. Ia memang memiliki cara berlatih diri yang tersendiri.
Sedangkan Su Lie, yang
merasakan kembali sakit, membuat dia meringis. Dia mengawasi pendeta itu yang tengah
berlatih diri.
Siu Lie tidak mengetahui apa
yang harus dilakukannya, karena si pendeta itu belum perintahkan dia
meninggalkan kamar tersebut. Karenanya, si gadis cuma duduk di tepi
pembaringan, dengan air mata menitik turun deras sekali.
Dan ia heran, mengapa Bun Ong
Hoat-ong menginginkan seorang gadis? Dia juga tidak tahu, entah ilmu apa yang
tengah dilatih oleh Bun Ong Hoat-ong. Dan si gadis mau menduga, apakah pendeta
itu bukan tengah melatih dari ilmu gaib dan ilmu hitam?
Lama juga Bun Ong Hoat-ong
dengan sikapnya seperti itu. Tampak dari kepalanya yang botak lanang itu
mengepulkan uap yang tipis, semakin lama semakin tebal. Uap putih yang seperti
juga asap itu. Dan semakin lama tubuh si pendeta telah dibanjiri oleh keringat
yang sangat deras.
Heran sekali Siu Lie mengawasi
si pendeta yang tengah melatih tenaga dalamnya itu. Malah tubuh Bun Ong
Hoat-ong kemudian menggigil, mula-mula perlahan, semakin lama semakin jadi
semakin keras dan kuat.
Setelah lewat sekian lama
lagi, barulah tubuh Bun Ong Hoat-ong diam tidak menggigil lagi. Dan juga uap di
atas kepalanya mulai menipis, lalu lenyap. Hanya saja keringat yang deras telah
merubah jubahnya jadi basah kuyup.
Tiba-tiba Bun Ong Hoat-ong
menyudahi latihannya tersebut, ia melompat berdiri.
“Tahap pertama selesai!” Kata
si pendeta dengan muka yang berseri-seri, karena latihannya itu rupanya
berhasil. “Hemm, selanjutnya aku perlu bantuanmu!”
Siu Lie kaget, semula dia
berharap, begitu si pendeta menyudahi latihannya, dia akan diperbolehkan untuk
pergi. Tapi mendengar kata-kata si pendeta, gadis ini jadi mengeluh di dalam
hatinya. Dia segera menyadarinya, masih ada sesuatu yang harus dilakukannya.
“Apa....... apa yang hamba
lakukan Taysu?” Tanya Siu Lie dengan suara tergetar dan matanya telah merah
lagi akan menangis.
Bun Ong Hoat-ong tidak
menyahuti. Dia membuka jubahnya.
Siu Lie kaget dan malu bukan
main melihat itu, dia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia kaget dan
ketakutan karena melihat si pendeta. Segera ia memiliki dugaan tentu pendeta
ini akan memperkosanya.
Tapi ternyata tidak.
“Kau dengarlah!” Kata si
pendeta kemudian, “Kau harus membantuku! Aku akan rebah di pembaringan.
Mengertikah kau apa yang harus kau lakukan?!”
“Me…… mengerti Taysu!”
“Jika kau dapat melakukan
tugas ini dengan baik, maka kau akan segera kuperbolehkan meninggalkan kamar
ini! Dan sebelum kuperintahkan agar kau menyudahinya, kau tidak boleh
berhenti!”
Setelah berkata begitu, tubuh
Bun Ong Hoat-ong melompat ke atas pembaringan. Dia rebah di atas pembaringan
itu, dan mengerahkan tenaga dalamnya.
“Nah, mulai!” Katanya.
Siu Lie menghampirinya. Tapi
rasa takut membuat dia melakukan tugas itu.
Selama itu si pendeta
menggigil dan ia mengerahkan tenaga dalamnya bertahan. Baru saja dua bagian,
tiga bagian, empat bagian, lima bagian, enam bagian. Baru saja dia mau
mengerahkan tujuh bagian, tubuhnya menggigil keras sekali.
“Berhenti!” Teriak si pendeta
dengan napas memburu dan keringat telah membasahi sekujur tubuhnya.
Siu Lie terkejut, dan muka si
gadis, pucat pias. Dia menduga bahwa dirinya melakukan suatu kesalahan.
“Ke…… kenapa Taysu?” Tanyanya
dengan suara menggigil.
“Cukup!” Kata si pendeta. “Kau
boleh pergi........!”
Girang si gadis. Dia hampir
menangis lagi karena diperbolehkan untuk meninggalkan kamar ini. Dengan langkah
kaki yang tertatih-tatih dia keluar dari kamar Bun Ong Hoat-ong setelah
mengucapkan terima kasih kepada si pendeta!
Bun Ong Hoat-ong tidak segera
mengenakan jubahnya. Dia duduk tertegun di tepi pembaringan.
“Sulit! Sulit……! Aku tetap
tidak berhasil untuk menembus tingkat ketujuh!” Menggumam pendeta itu.
Lama dia duduk terpekur
seperti itu, baru kemudian dia mengenakan jubahnya. Diapun masih menggumam:
“Tampaknya untuk menebus tingkat ketujuh saja diperlukan beberapa orang gadis
lainnya lagi!”
Rupanya Lhama baju merah ini,
Bun Ong Hoat-ong, memang tengah melatih semacam ilmu yang hebat luar biasa,
tenaga dalam yang sakti, namun sesat. Latihan tenaga dalam itu selalu di sertai
seorang gadis. Kemudian selesai mengerahkan tenaga dalamnya, dia harus rebah di
atas pembaringan.
Dengan si gadis, dia akan
merasa darahnya akan beredar cepat sekali. Justeru dalam keadaan seperti itu,
dia harus memusatkan tenaga dalamnya pada pintu jalan darah Ma-hiat, Cung-hiat.
Dua jalan darah itu harus diisi dengan hawa murni.
Memang latihan seperti ini
harus setingkat demi setingkat. Dan Bun Ong Hoat-ong sudah berhasil melatih
sampai tingkat tujuh. Karena hari inipun, dengan bantuan Siu Lie, dia masih
gagal untuk menebus pintu ketujuh, yaitu tingkat ketujuh yang akan membuat dia
tambah gagah saja.
Tapi, bagi orang yang melatih
tenaga dalam yang hebat dan tersesat seperti itu, memiliki pantangan. Yaitu di
kala dia melatih ilmunya itu maka dia harus bisa menahan nafsu. Kalau tidak
begitu, dia akan cacad seumur hidup, dan latihannya akan kandas. Dia malah
terancam akan terbinasa.
Karena dari itu, Bun Ong
Hoat-ong memang tidak mau memperkosa setiap gadis yang dijadikan korbannya. Dia
cuma perintahkan gadis itu duduk dalam sikap bersemedhi.
Tapi betapa jengkelnya Bun Ong
Hoat-ong, karena dia tetap saja gagal untuk memperoleh kenaikan tingkat, yaitu
menerobos tingkat ketujuh.
Besok paginya, Ong-ya Hakarsan
telah menanyakan padanya, apakah Siu Lie telah melayani si pendeta dengan baik
sekali, maka si pendeta merangkapkan kedua tangannya.
“Ong-ya memang sangat pandai
memilih gadis-gadis yang sangat sempurna. Sungguh Lolap sangat beruntung sekali
memiliki junjungan seperti Ong-ya!”
Mendengar kata-kata Bun Ong
Hoat-ong, bukan main girangnya hati pangeran Hakarsan. Dia tertawa bergelak-gelak.
“Apakah malam ini aku harus
mengirim lagi seorang gadis lainnya, Taysu?” tanya pangeran Hakarsan selang
beberapa saat, setelah dia puas tertawa.
Bun Ong Hoat-ong mengangguk
dengan segera.
“Jika Ong-ya tidak keberatan,
memang Lolap menghendaki agar setiap malam ke kamar lolap dikirim seorang
gadis!”
“Beres! Nanti kami akan
mengatur semuanya itu!” Kata pangeran Hakarsan.
Dan memang apa yang dijanjikan
pangeran Hakarsan telah dibuktikan, setiap malam dia tentu mengirimkan seorang
gadis ke kamar Bun Ong Hoat-ong. Dan gadis-gadis itu umumnya merupakan anak
dari pengawal istana ataupun juga anak dari pelayan istananya. Dan perintahnya
itu harus dilaksanakan!
Jika ada pengawal istananya
yang keberatan memberikan puteri mereka dipersembahkan buat Bun Ong Hoat-ong,
maka pengawal itu akan dijebloskan ke dalam penjara dan juga akan disiksa
sampai setengah mati.
Karena dari itu jarang sekali
ada pengawal yang menolak perintah pangeran Hakarsan. Demikianlah Bun Ong
Hoat-ong berulang kali, melatih tenaga murninya yang luar biasa anehnya itu,
yang setiap malam dengan seorang gadis. Namun tetap saja ia belum berhasil
menembus tingkat ketujuh.
Setelah hari kesebelas,
barulah dia berhasil menerobos tingkatan ketujuh itu. Dan si pendeta jadi
girang bukan main. Dengan berhasilnya ia menembus tingkat ketujuh, maka ia
bertambah kosen saja.
Memang tenaga dalam yang
dilatihnya itu merupakan ilmu yang sangat mujijat dan luar biasa, seluar biasa
syarat-syaratnya, setiap kali ingin berlatih.
Tan Goanswe pun selama itu
diobati oleh Bun Ong Hoat-ong, berangsur-angsur ia mulai sehat. Malah setelah
lewat dua minggu, dia sudah bisa duduk dan bicaranya mulai lancar, untuk
menceritakan apa yang telah dialaminya di Lembah Pit-mo-gay.
Apa yang diceritakan oleh Tan
Goanswe atau nama lengkapnya Jenderal Tangarlut itu, merupakan pengalaman yang
menakjubkan karena justeru ia telah mengalami kekalahan yang sangat parah di
lembah Pit-mo-gay.
Menurut Jenderal Tangarlut,
dia telah dihadapi oleh puluhan orang yang berkepandaian tinggi. Setiap
lawannya memiliki kepandaian yang tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya.
Karena dari itu, walaupun
Jenderal Tangarlut memiliki ilmu silat yang tinggi dan mahir, tokh dikeroyok
seperti itu, ia telah terluka, dan tertawan. Malah kemudian, dia disiksa dengan
berbagai cara seperti dipindahkan seluruh letak jalan darah di tubuhnya, dengan
begitu darahnya beredar kalang kabutan, dan juga ia telah dilukai oleh
jarum-jarum yang mengandung racun, yang berbagai jenis dan juga bekerjanya
sangat cepat. Dia juga dilukai di dalam yang parah.
Tapi keadaan di dalam
Pit-mo-gay memang sangat menakjubkan bagi Tangarlut, jenderal yang telah kandas
dengan pasukannya tersebut. Karena ia sempat menyaksikan, lembah itu memiliki
banyak sekali jalan rahasia, juga banyak rumah-rumah yang bisa dipindahkan
secara ajaib sekali membuat dia dengan pasukannya ketika berada di Pit-mo-gay
jadi bingung dan panik, itulah sumber kekalahannya yang pertama.
Yang telah mengerikan, ketika
ia dibawa ke dasar lembah, di mana tempat itu dijadikan semacam markas besar
kaum pemberontak. Di dasar lembah itupun banyak sekali rahasia yang tidak bisa
terungkapkan.
“Jika dilihat dari gerak-gerik
dan cara berkata-kata para pemberontak itu, mereka bukan terdiri dari
orang-orang Han belaka, mereka bercampur baur dengan suku bangsa lainnya. Juga
mereka aneh-aneh, yang mereka cari adalah Giok-sie, cap kerajaan karena dengan
Giok-sie mereka ingin menggerakkan rakyat, untuk menentang kerajaan Tay Goan.
Banyak keanehan yang dijumpai
Jenderal Tangarlut, tapi tidak seluruhnya ia ingat karena banyaknya pengalaman
yang menakjubkan dialaminya. Ia mendengar suara seperti orang yang menangis
dari tempat kejauhan, ia melihat gadis-gadis cantik seperti bidadari yang berpakaian
serba putih, seakan-akan bisa menari-nari di angkasa seperti barisan dewi yang
baru turun dari kahyangan.
Dan juga ia menyaksikan banyak
sekali binatang-binatang berbisa yang aneh luar biasa, di samping itupun banyak
ia melihat pemberontak yang berpakaian beraneka ragam cara berpakaian mereka
itu berlainan satu dengan yang lainnya. Ada yang berpakaian sebagai busu, ada
yang berpakaian sebagai siucai, pendeta, tie-kwan, tosu, pengemis atau pun juga
pakaian dari para bangsawan. Dan ini memang benar-benar membingungkan Jenderal
Tangarlut.
Banyak yang diceritakan
Jenderal itu, sampai akhirnya Hakarsan berunding dengan Bun Ong Hoat-ong.
Sedangkan Jenderal Tangarlut diminta untuk beristirahat lebih jauh, karena
kesehatannya belum pulih keseluruhnya.
“Bagaimana menurut tanggapan
Taysu?” Tanya Pangeran Hakarsan setelah mereka berada berdua di kamar kerja
pangeran itu.
Bun Ong Hoat-ong tersenyum
tawar.
“Biarpun mereka memiliki
kepandaian yang cukup tinggi, tapi Lolap akan menyapu bersih mereka!” Menyahuti
Bun Ong Hoat-ong dengan angkuh.
“Hemmm, mungkin juga Jenderal
Tangarlut telah ditakut-takuti dan digertak olen para pemberontak itu, sehingga
ia melihat segala yang tidak-tidak bagaikan dalam khayalan! Atau memang ada di
antara para pemberontak itu yang mengerti ilmu sihir dan telah mempengaruhi
Jenderal Tangarlut, membuat semangat bertempur Jenderal Tangarlut jadi musnah!”
“Mungkin juga pendapat Taysu
benar!” Bilang pangeran Hakarsan sambil tersenyum: “Justeru kami mengundang
Taysu dengan harapan Taysu mau membantu kami. Kesediaan Taysu memang kami
harapkan benar, karena walaupun bagaimana memang kami mengandalkan Taysu!
“Perlu Taysu ketahui bahwa
kami ini tidak mengerti ilmu kebatinan, sehingga jika pihak lawan mempergunakan
ilmu sihir niscaya akan membuat kami terpengaruh. Tapi lain dengan Taysu, jika
memang Taysu mempergunakan ilmu kebatinan, niscaya akan membuat kami bisa untuk
kembali sadar, sehingga pihak lawan yang mempergunakan ilmu sihir itu bisa kami
hadapi dengan baik.”
Setelah berkata begitu,
Pangeran Hakarsan bangun berdiri, dia merangkapkan sepasang tangannya memberi
hormat kepada si pendeta, sedangkan Bun Ong Hoat-ong cepat-cepat bangun juga
buat balas menjura memberi hormat kepada pangeran Hakarsan.
Di kala itu, Pangeran Hakarsan
menjura sebanyak tiga kali, barulah dia bilang: “Dengan memandang muka kami,
maka kami harap Taysu bersedia untuk memimpin kami.”
“Jangan Ong-ya bicara seperti
itu, karena memang Lolap telah bertekad, walaupun bagaimana akan membantu pihak
kerajaan sebab memang Lolap sengaja telah memenuhi undangan Ong-ya untuk
memusnahkan pemberontak itu!
“Berkat bantuan Ong-ya, maka
telah membuat Lolap pun berhasil menaikan satu tingkat kepandaian istimewa
Lolap, yaitu ilmu Hek-pek-ciang karena Ong-ya telah memberikan gadis-gadis yang
tidak pernah terputuskan, dengan cara yang teratur. Karena dari itu telah
membuat Lolap dapat berlatih dengan lancar dan sempurna, dengan sebaik-baiknya,
sehingga Lolap pun sangat berterima kasih sekali pada Ong-ya.
“Sekarang terimalah pernyataan
terima kasih dari Lolap, karena memang Lolap merasa berhutang budi kepada
Ong-ya, jika memang Ong-ya tidak dapat menyediakan gadis-gadis itu, niscaya
Lolap juga tidak memperoleh kemajuan demikian pesat!” Setelah berkata begitu,
tampak iapun menjura memberi hormat.
Demikian antara Pangeran
Hakarsan dengan pendeta Bun Ong Hoat-ong, telah terjadi saling merendahkan diri
dan mengucap terima kasih, mereka saling menghormati.
Akhirnya pangeran Hakarsan
bilang: “Sekarang biarlah kami bicara terus terang, betapa pun juga, kami
sangat membutuhkan sekali bantuan Taysu, agar mau memimpin pasukan pergi
menumpas pemberontak di lembah Pit-mo-gay! Apakah Taysu tidak keberatan?”
“Tugas itu akan Lolap
laksanakan dengan sebaik-baiknya!” kata si pendeta.
Wajah Pangeran Hakarsan
berseri-seri.
“Atas nama Hong-siang, kami
mengucapkan terima kasih!” Katanya dengan memberi hormat.
Begitulah, mereka berdua telah
merencanakan bagaimana dan cara apa yang akan mereka pergunakan untuk
menghadapi pemberontak di lembah Pit-mo-gay.
Pendeta Bun Ong Hoat-ong telah
menyusun rencananya sebaik mungkin. Ia pun akan memimpin seribu orang tentara
kerajaan dalam pasukan dan akan segera melaksanakan untuk menumpas pemberontak
di lembah Pit-mo-gay.
Ia pun telah melatih para
tentara kerajaan itu selama dua minggu. Mereka dibekali jangan sampai terkena
ilmu sihir, jika tokh pihak pemberontak itu memakai ilmu sihir untuk
mempengaruhi mereka.
Dengan adanya Bun Ong
Hoat-ong, pangeran Hakarsan yakin, bahwa pihak kerajaan kali ini akan berhasil
menumpas pemberontak di Lembah Pit-mo-gay, dan semuanya akan dapat dihancurkan.
Dengan disertai upacara
kebesaran Bun Ong Hoat-ong pada pagi itu berangkat memimpin para tentara itu
akan mulai perjalanannya dan iapun telah memperoleh restu dari Kaisar Kublai
Klan.
Perjalanan untuk mencapai
gunung Song-san mungkin memakan waktu satu bulan lebih, dan setelah tiba di
sana Bun Ong Hoat-ong akan melihat keadaan dulu, tidak akan segera menyerang,
karena ia ingin mempelajari dengan sebaik-baiknya. Seribu tentara kerajaan yang
berada dalam kekuasaan dan perintahnya itu sesungguhnya bukan tentara kerajaan
sembarangan, karena mereka terdiri dari perwira-perwira berkepandaian tinggi,
juga para pahlawan istana yang ikut serta, untuk menumpas para pemberontak itu.
Dengan cara demikian, jelas
mereka tidak perlu jeri menghadapi pemberontak itu, walaupun mereka semuanya
memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi, karena merekapun memiliki ilmu
silat yang tidak rendah.
Jika memang tentara kerajaan
biasa, mudah sekali pihak pemberontak itu menghadapinya. Kaisar Kublai Khan pun
yakin, sekali ini, dengan ikut sertanya para pahlawan kerajaan di bawah
Pimpinan Bun Ong Hoat-ong, niscaya pasukan kerajaan ini akan dapat menumpas
para pemberontak itu.
Demikianlah rombongan Bun Ong
Hoat-ong telah beriring-iringan menuju ke arah Barat, untuk mencapai gunung
Song-san. Dan Bun Ong Hoat-ong selalu bersikap hati-hati, waspada sekali, tidak
pernah ia membiarkan anak buahnya meneguk minuman keras.
Dan jika diketahuinya ada anak
buahnya yang minum arak akan dihukumnya. Karena itu, ia bisa memelihara
kedisiplinan dan juga kewaspadaan pada pasukannya itu.
Dengan begitu pula, Bun Ong
Hoat-ong herhasil mempertinggi kesiap siagaan dari pasukannya itu. Walaupun
bagaimana Bun Ong Hoat-ong memang bertekad untuk pulang ke kota raja dengan
kemenangan di dalam tangannya untuk memperoleh pujian, pangkat dan harta dari
Kaisar Kublai Khan. Dan Bun Ong Hoat-ong memang akan mempertaruhkan segalanya,
demi berhasilnya dia menumpas pemberontak di lembah Pit-mo-gay.
Lembah Pit-mo-gay merupakan
sebuah lembah yang letaknya terkurung oleh tebing yang tinggi sekali di gunung
Song-san, karena itu jarang yang bisa mencapai lembah Pit-mo-gay jika memang
tidak betul-betul memiliki kepandaian yang tinggi. Di samping itu, sulitnya
alam di gunung Song-san, yang sepanjang hari penuh dengan kabut, hujan yang
hampir setiap hari turun seperti dicurahkan dari langit, membuat perjalanan ke
Lembah Pit-mo-gay yang memang sudah sulit jadi semakin sulit.
Penduduk di sekitar gunung
Song-san, pada perkampungan yang dekat, jarang yang berani mendekati lembah
Pit-mo-gay. Karena mereka menyadari kebuasan alam yang masih tertutup di lembah
Pit-mo-gay, bisa saja mengundang kematian buat mereka.
Karena itu keadaan di sekitar
puncak gunung Song-san maupun di dasar lembah itu, di lamping gunung, selalu
sepi dan tidak pernah terlihat seorang manusia pun juga cuma tampak
burung-burung yang beterbangan juga terdengar suara binatang-binatang liar
penghuni gunung itu.
Karena itu pula lembah yang
terdapat di gunung Song-san itu diberi nama Pit-mo-gay. Lembah Iblis banyak
cerita-cerita yang bertebaran di belakangan penduduk, yang mirip-mirip dengan
dongeng belaka yang menyatakan bahwa di lembah Pit-mo-gay selalu berkumpul para
dewa dan dewi yang turun dari kahyangan dan mengadakan perjamuan maupun pesta
yang menarik di lembah tersebut.
Karena itu banyak juga yang
tertarik untuk pergi menysksikan keadaan di lembah tersebut. Umumnya, mereka
adalah pemuda-pemuda yang nekad. Dan mereka selalu perlu untuk tidak kembali.
Lenyap tanpa kabar berita.
Dan pengalaman-pengalaman
seperti itu yang akhirnya membuat penduduk di kampung-kampung sekitar gunung
Song-san melarang anak-anaknya, atau sanak familinya pergi ke lembah
Pit-mo-gay. Sampai akhirnya, tidak ada seorang pun yang berani untuk coba
mendekati lembah itu. Dengan demikian, keadaan di lembah tersebut semakin liar
juga dengan pohon-pohon yang tumbuh menambah keangkeran lembah itu.
<>
Tapi pada malam itu, dalam
keadaan dan kesunyian yang ada di lamping sebelah selatan gunung Song-san,
tampak sesosok tubuh yang tengah berkelebat gesit sekali, melompat dari tebing
yang satu ke tebing yang lain, seakan juga sosok tubuh itu memang dapat terbang
dengan ringan.
Jika saja diwaktu itu ada
seorang penduduk yang menyaksikan pemandangan seperti itu, niscaya akan menduga
bahwa sosok tubuh itu tidak lain dari hantu penunggu dan penghuni lembah
Pit-mo-gay, dan akan lari ketakutan setengah mati.
Sosok tubuh itu masih terus
berlari-lari ringan sekali seperti bayangan, sampai akhirnya ia melompat turun,
ia tiba di mulut lembah Pit-mo-gay. Dia berdiri agak lama di depan mulut
lembah, dan telah mengawasi sekitar tempat itu. Akhirnya dia bersiul perlahan,
tidak begitu nyaring, tapi suara siulan itu cukup jelas, karena bergema di
sekitar lembah yang begitu sunyi.
Tidak terlihat perobahan
apapun juga dan dia bersiul lagi, dua kali iramanya mengikuti kicau burung.
Lalu dari sisi kanannya terdengar siul balasan, dua kali juga. Tampak melompat
sesosok tubuh lainnya. Gerakannya juga sangat ringan dan telah berdiri di sisi
sosok tubuh yang pertama.
“Sung Toako?” tanya sosok
tubuh yang baru keluar dari tempat persembunyian.
“Benar, apakah Cie Jie-te?
tanya Sung-toako itu.
“Ya…… kita datang terlalu
cepat!” Kata orang yang baru datang itu. “Kawan-kawan belum lagi datang.”
“Kita tunggu saja! Mereka
tentu mengalami kesulitan dengan perjalanan yang tidak mudah di gunung ini! Dan
tadi saja satu kali aku pernah tergelincir akan terjerumus ke dalam jurang.
Untung saja aku cepat dapat menguasai diri....... memang perjalanan di gunung
Song-san ini masih liar dan sulit untuk dilalui.......!”
Begitulah kedua sosok tubuh
itu melompat ke samping kiri, berdiam di balik gerombolan pohon, mereka telah
mengawasi sekitar tempat itu dengan leluasa, karena dengan berdiamnya mereka di
balik gerombolan pohon seakan juga mereka itu memang tengah bersembunyi dan
terlindung, sehingga jika ada orang lainnya yang tiba di mulut lembah, jelas
tidak akan dapat melihat mereka dan tidak mengetahui di tempat itu bersembunyi
dua orang. Tapi kedua orang itu dengan leluasa bisa melihat apa yang ada di
mulut lembah itu.
Sung Toako, atau kakak tertua
Sung itu ternyata orang Kang-ouw yang memiliki nama sangat terkenal sekali
dibilangan Su-coan. Dan nama lengkapnya adalah Sung Sie Coan. Dan ia seorang
ahli tenaga dalam, lweekhe, seorang yang benar-benar dikagumi oleh orang-orang
Kang-ouw dan dihormati karena tindakannya yang selalu membela kebenaran.
Tidak pernah dia berlaku
setengah hati dalam menghukum para penjahat. Jika ada seorang penjahat,
terlebih lagi telah terbukti kesalahannya, maka ia akan menurunkan tangan
berat, memusnahkan ilmu silat penjahat itu, atau juga membuatnya bercacad, jika
memang perlu dia akan membunuhnya.
Senjata yang diandalkannya
adalah sebatang tombak pendek, yang diujungnya bercagak dua. Dengan tombak
pendeknya itu dia malang melintang dengan penuh kegagahannya tidak pernah bertemu
tandingan.
Dan juga, banyak jago-jago
Kang-ouw yang semula merasa iri dan ingin mengujinya, telah dapat dirubuhkan.
Dengan cepat, mereka jadi bersahabat, dan rasa kagum dari jago-jago yang
dirubuhkan Sung Sie Coan umumnya tidak pernah bersakit hati, karena mereka
justeru memang merasa kagum dan tunduk atas kelihayan she Sung tersebut.
Sung Sie Coan memiliki tiga
orang saudara angkat. Ia sebagai Toako, kakak tertua. Sedangkan adiknya yang
nomor dua bernama Cie Pang yang ketiga Lo Siang An. Lalu yang terbungsu adik
yang keempat, she Liang bernama Ie Shen.
Dengan demikian, mereka
berempat malang melintang di dalam rimba persilatan menegakkan keadilan. Memang
tiga orang adik angkat dari Sung Sie Coan memiliki kepandaian sama tingginya,
mereka semuanya semula merupakan orang-orang yang tak senang melihat Sung Sie
Coan demikian dihormati oleh jago-jago Su-coan, mereka tidak yakin bahwa Sung
Sie Coan memiliki kepandaian yang tinggi, karena itu mereka telah
menyatroninya, untuk menantangnya bertempur.
Mereka memperoleh kenyataan
kepandaian Sung Sie Coan memang sungguh tinggi dan sangat mahir sekali ilmu
tombaknya, mereka satu persatu telah kena dirubuhkan, dengan demikian mereka
tunduk dan akhirnya mengajak Sung Sie Coan untuk mengikat tali persahabatan. Tapi
malah Sung Sie Coan menganjurkan agar mereka mengangkat saudara saja, satu
dengan lain menjadi saudara angkat. Dan memang mereka akhirnya menjadi kakak
dan adik angkat dan menurut urutan dari usia masing-masing.
Belakangan justeru Sung Sie Coan telah mendengar
dari sahabatnya tentang Giok-sie cap kerajaan yang katanya telah berada di
tangan jago-jago yang berkumpul di lembah Pit-mo-gay. Karena dari itu segera
juga Sung Sie Coan mengajak adik-adik angkatnya, buat pergi menyatroni Lembah
Pit-mo-gay karena ia bermaksud merampas Giok-sie.
Sung Sie Coan bermaksud akan
memberikan kelak Giok-sie kepada seorang pendekar yang sekiranya bisa
menggerakkan rakyat, untuk mengusir tentara penjajah yang menduduki Tiong-goan
dan memakai gelar kerajaan Tay Goan itu, sedangkan jago-jago di Lembah
Pit-mo-gay merupakan jago beraliran sesat, dan jika saja Giok-sie itu
dipergunakan mereka, niscaya cuma akan mendatangkan malapetaka yang tidak
ringan buat rakyat.
Tiga orang adik angkat dari
Sung Sie Coan memang menyetujui akan keinginan kakak mereka yang tertua, segera
juga mereka berangkat ke Pit-mo-gay.
Cuma saja sulitnya perjalanan
di gunung Song-san tersebut membuat mereka akhirnya terpisah satu dengan yang
lain. Mereka cuma berjanji akan berkumpul di mulut lembah Pit-mo-gay.
Memang perjalanan untuk
mencapai lembah Pit-mo-gay sangat sulit, alam yang masih buas dan juga cuaca
yang buruk, dengan turun hujan hampir setiap hari, menyebabkan tidak ada jalan
yang teratur untuk mencapai Pit-mo-gay. Walaupun mereka memiliki kepandaian
yang tinggi tokh, mereka harus memusatkan seluruh perhatian mereka, guna
mencapai mulut Lembah Pit-mo-gay.
Sedikit saja mereka mengalami
salah perhitungan yang sekecil apapun juga niscaya akan membuat mereka akhirnya
menerima bencana yang tidak kecil, yaitu bisa saja mereka terjerumus ke dalam
jurang ataupun mereka akan terhantam oleh batu gunung yang sewaktu-waktu bisa
saja terlepas dan menimpah mereka! Karena dari itu sikap hati-hati dan waspada
diperlukan sekali.
Sekarang justeru Sung Sie Coan
berdua dengan Jie-tenya, adiknya yang kedua yaitu Cie Pang telah berada di
mulut lembah tersebut, mereka hanya menantikan Liang Ie Shen dan Lo Siang An,
adik yang ketiga dan keempat, si bungsu.
Lama juga mereka berdua berdiam
di balik gerombolan pohon liar, dan mengawasi ke mulut Lembah itu maupun di
sekitar tempat tersebut, sampai akhirnya mereka melihat sesosok bayangan yang
tengah melompat turun dan berlari-lari dengan cepat sekali. Di belakangnya
tampak berlari sesosok tubuh lainnya.
“Mau kemana kau? Hemmm,
walaupun kau melarikan diri ke ujung dunia, jangan harap engkau bisa meloloskan
diri dari tanganku!”
Terdengar, sosok tubuh yang di
belakang itu telah membentak dengan suara yang sangat nyaring dan menyusul
dengan itu tampak tubuhnya berkelebat lebih cepat lagi, diiringi dengan
berkelebatnya sinar yang berkilauan dalam kegelapan, karena ia mempergunakan
sebatang pedang untuk menikam punggung orang buruannya.
Sedang orang yang di depan,
yang ditikam punggungnya, tidak berani berayal. Sebab ia segera juga memutar
tubuhnya, dan telah menangkis dengan pedangnya.
Benturan senjata tajam itu
sangat kuat sekali, memperdengarkan suara “Tranggg”, yang nyaring dan lelatu
api yang muncrat terang sekejap kemudian melompat lagi orang di depan itu untuk
meneruskan larinya.
Tapi orang yang mengejarnya
telah mempercepat larinya, berusaha menyusulnya untuk menghadangnya. Ia gagal
dan orang itu telah lari lima tombak lebih.
“Hemm, manusia rendah.......
terimalah seranganku!”
Terdengar pengejar itu
membentak bengis, tangannya segera bergerak melontarkan sesuatu, beberapa titik
sinar kuning yang terang berkelebat dan menyambar ke punggung orang yang
dikejarnya. Orang itu tidak bisa meneruskan larinya karena menyambarnya senjata
rahasia itu yang berbentuk jarum-jarum emas yang halus dan kecil, dengan
memutar pedang.
Tapi karena dia menghadapi
jarum-jarum itu, dia tidak bisa meneruskan larinya dan telah terkejar oleh
lawannya, yang begitu tiba telah menyerang dengan gencar.
Dua orang itu seketika
terlibat dalam pertempuran yang seru, karena pengejarannya telah menikam dan
menabas tidak hentinya. Orang yang tadi berusaha melarikan diri ternyata
memiliki kepandaian yang di bawah satu tingkat dari pengejarnya, dalam waktu
singkat dia mulai terdesak lagi.
Walaupun orang itu mati-matian
memberikan perlawanan, namun tetap saja dia tidak berhasil untuk menghadapi
pengejarnya itu, karenanya telah membuat dia beberapa kali terhuyung oleh
desakan serangan pedang lawannya.
“Manusia rendah, jika kau tidak
mau menyerah secara baik-baik, aku akan membuat kau mampus tidak, hidup pun
tidak dapat!” membentak orang yang mengejarnya.
“Hemm, walaupun Pit-mo-gay
menyebarkan seribu iblis, jangan harap Liang Ie Shen jeri padamu,” bentak orang
yang terdesak itu, yang tidak lain dari adik angkat Sung Sie Coan yang
terbungsu, yang keempat. Suaranya mengandung kemurkaan dan penasaran, diapun
telah mengempos seluruh semangatnya untuk mengeluarkan jurus-jurus andalannya,
dan dia berusaha juga untuk menghadapi lawannya itu dengan sebaik-baiknya.
Memang dia telah menyadarinya bahwa dirinya telah terdesak terus menerus akan
tetapi tetap saja ia tidak mau menyerah.
Sung Sie Coan berdua dengan
Cie Pang terkejut setelah mengenali dan mengetahui bahwa orang yang terdesak
itu tidak lain dari adik angkat mereka yang keempat.
Cie Pang segera ingin melompat
keluar dari tempat persembunyiannya, akan tetapi justeru Sung Sie Coan yang
memang memiliki perhitungan sangat baik, telah mencekal tangan adik angkatnya
itu.
“Tunggu dulu, Jie-te……!”
Katanya.
“Tapi Toako……. Sie-te telah
terdesak hebat…….!” kata Cie Pang.
“Kita lihat saja dulu…….!”
kata Sung Sie Coan. “Dan kita memang telah tiba waktunya, barulah membereskan
lawan Sie-te!”
“Tapi Toako.......!”
“Orang itu kukira bukan
sendirian....... tampaknya dia orang Pit-mo-gay, kita lihat dulu apa yang
sesungguhnya dikehendakinya! Dalam tigapuluh jurus Sie-te masih bisa bertahan dengan
baik…… karenanyakita lihat saja dulu. Ja
Tapi lawannya itu memang bukan
seorang yang lemah, dia memiliki kepandaian yang tinggi, diapun sejak tadi
malah telah berhasil mendesak lawannya, karena kepandaiannya tampaknya menang
satu tingkat. Dia mudah saja menghindarkan diri dari serangan setengah kalap
yang dilakukan oleh lawannya, dan kemudian pedangnya itu menyampok dengan
gerakan “Lo-hu menabrak pohon” cepat bukan main pedangnya itu bisa menyampok
pedang Liang Ie Shen terpental dan terlepas dari cekalannya.
Liang Ie Shen kaget tidak
terhingga, apa yang terjadi ini tidak pernah diduganya. Walau pun ia menyadari
dirinya berada satu tingkat di bawah kepandaian dari lawannya, akan tetapi
tetap saja dia yakin dalam seratus jurus tentu dia masih bisa menghadapinya.
Akan tetapi sekarang, pedang
itu telah terlempar dan terlepas dari cekalannya. jika memang dia menghadapi
lawannya dengan tangan kosong, niscaya dia segera dapat dirubuhkan.
Diwaktu itu sambil
mengeluarkan suara tertawa tergelak-gelak Lie Kun, orang yang diduga sebagai
orang Pit-mo-gay itu telah membulak balikan pedangnya.
“Hemmm, sekarang kau mau
menyerah atau tidak?” bentak Lie Kun dengan suara yang dingin.
Muka Liang Ie Shen jadi merah
padam. Dengan membusungkan dadanya ia bilang: “Kau bunuhlah! Tuan besarmu tidak
akan takut mati. Hemm kali ini memang tuan besarmu telah jatuh di tanganmu tapi
jika memang tuan besarmu memiliki umur panjang, hemmm, hemm........!”
“Apa yang hem heman seperti
itu?” Tanya Lie Kun mengejek. “Kau ingin mengatakan bahwa kelak kau akan
mencari aku untuk menuntut balas bukan?”
“Tidak salah, semua ini
merupakan hal yang harus diperhitungkan dan memang akan kuperhitungkan kelak
dengan bunganya sekali gus!” setelah berkata begitu dengan segera dia
memejamkan matanya, dia seakan juga tengah menantikan tikaman dari lawannya.
Tapi lawannya itu, Lie Kun
telah tertawa tergelak-gelak dengan suara yang sangat nyaring, tampaknya sinis
dan menghina sekali, dia telah memandang dengan sikap yang meremehkan.
“Hemmm, kepandaianmu demikian
rendah dan buruk hendak membalas sakit hati kepadaku?” tanyanya dengan suara
menghina.
Liang Ie Shen tidak menyahuti,
dia tetap memejamkan matanya.
“Baiklah!” kata Lie Kun
kemudian, “Jika memang kau minta mampus, tuan besarmu tak akan menyia-nyiakan
harapanmu!” setelah berkata begitu, segera juga ia menggerakkan pedangnya,
menikam ke arah pundak Liang Ie Shen.
Gerakan yang dilakukannya itu
memang cepat, tapi lebih cepat lagi sebutir batu kerikil yang menyambar dengan
pesat sekali, telah melanggar pedang itu.
“Tranggg!!” Tikaman yang
dilakukan Lie Kun terpental ke samping, karena benturan batu tersebut memang
sangat kuat sekali membuat pedang itu jadi hampir terlepas dari cekalan
tangannya.
Sedangkan dua sosok tubuh
telah melompat keluar dari balik semak belukar. Gerakannya sangat cepat dan
gesit, mereka telah berada di samping Liang Ie Shen.
Lie Kun sendiri, waktu
pedangnya terbentur batu, tengah melompat ke belakang dengan muka yang berobah
merah padam. Dia murka sekali, mengawasi kepada dua orang yang baru muncul itu.
Justeru Liang Ie Shen yang
telah membuka matanya, dia jadi girang bukan main, ia telah mengenali dua orang
kakak angkatnya.
“Toa-ko! Jie-ko!” panggilnya.
Sung Sie Coan telah
mengibaskan tangannya kepada Lie Kun, katanya: “Tuan, kami ingin meminta
pengajaran darimu. Aku Sung Sie Coan, ingin sekali merasakan lihaynya,
pedangmu!”
Setelah berkata begitu Sung
Sie Coan tanpa banyak bicara mengambil sikap bersiap sedia untuk menerima
serangan!
Lie Kun berdiri sejenak di
tempatnya, dia ragu-ragu. Merasa tenaga timpukan batu tadi pada pedangnya, yang
membentur begitu kuat, seketika ia mengetahui bahwa tenaga dalam orang itu
memang sangat tinggi, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan latihan tenaga
dalam Liang Ie Shen.
“Siapa kau?” Bentaknya
kemudian.
“Sesungguhnya kami datang
kemari ingin sekali menemui orang-orang Pit-mo-gay!” Kata Sung Sie Coan yang
melihat orang tidak segera menyerangnya. “Tapi, tadi kau terlalu angkuh, dan
kami memang ingin melihat bagaimana kau membinasakan adik angkat ini dan semua
ini tentu saja harus ada perhitungannya!”
Setelah berkata begitu, Sung
Sie Coan dengan dingin mengibaskan tangannya: “Ayo, kita mulai sekarang saja!
Justeru aku ingin sekali merasakan lihaynya pedangmu.”
Lie Kun tertawa dingin
“Hemm, kiranya orang itu bukan
datang seorang diri, dia datang berkelompok! Baik! Baik! Terimalah serangan!”
Setelah berkata begitu Lie Kun menikam dua kali.
Tapi Sung Sie Coan bergerak
sangat lincah, pedangnya Lie Kun lewat di samping kirinya dan dikala tubuhnya
tengah miring seperti itu, telapak tangan kanannya menghantam tulang iga
lawannya.
“Dukk!” hebat sekali telapak
tangannya itu mengenai sasaran. Lie Kun menjerit kesakitan, tubuhnya
terhuyung-huyung.
Sung Sie Coan tidak bertindak
sampai disitu saja, dan telah membarengi dengan telapak tangannya yang lain,
dia telah menghantam lagi dengan kuat ke perut lawannya.
Dengan diiringi suara jeritan
nyaring, tubuh Lie Kun terpental, dan kemudian tubuh terguling-guling di tanah.
Di waktu itulah, tampak Liang Ie Shen menyambar pedangnya, dia melompat akan
menikam, namun Sung Sie Coan telah menahannya.
“Jangan.......!” larangnya.
Liang Ie Shen patuh terhadap
cegahan Toakonya, dia telah menahan meluncur pedangnya dan mengawasi bengis
kepada Lie Kun yang memang di waktu itu rebah di tanah tidak berdaya, karena
serangan dari Sung Sie Coan telah menyebabkan dia terluka di dalam.
Sedangkan Cie Pang menghampiri
orang itu, dia menendang dengan kakinya, bentaknya, “Hemmmm….. kau ingin bilang
apa lagi? Bukankah terhadap Sie-te kami kau bicara terlalu besar.”
Setelah berkata begitu kaki
Cie Pang bergerak lagi, dia menendang lebih keras.
Lie Kun merintih kesakitan Dia
bilang dengan suara tidak lancar: “Jika….. jika memang kalian laki-laki
sejati..… kalian….. jangan main keroyok seperti itu.......!”
Setelah berkata begitu, Lie
Kun berusaha untuk berdiri, tapi dia gagal. Tubuhnya rubuh lagi. Dia terguling
di tanah dan merintih kesakitan pula, karena tampaknya dia menderita luka yang
tidak ringan. Juga tulang iganya telah patah akibat gempuran yang dilakukan
oleh Sung Sie Coan.
Sung Sie Coan bilang dengan
suara tawar. “Sekarang kau beritahukan kepada kami di mana Giok-sie disimpan
orang-orang Pit-mo-gay? Jika kau mau bicara, maka kau tidak akan memperoleh
kesulitan!”
Muka Lie Kun berobah dia masih
menderita kesakitan, tapi mendengar disebutnya Giok-sie matanya terpentang
lebar-lebar!
“Kalian……. kalian ingin
Giok-sie?” tanyanya dengan suara yang tidak lampias.
“Ya…..ya!” kata Sung Sie Coan
sambil mengangguk berulang kali, suaranya tegas dan pasti, “Kau beritahukan
kepada kami di mana disimpannya Giok-sie, dan kami tidak akan mempersulit
dirimu…….!”
“Giok-sie itu….. itu…!” suara
Lie Kun tambah tidak lancar.
“Kenapa?” Tanya Sung Sie Coan.
“Giok-sie tidak berada di
tangan kami!”
“Kau jangan mencari kesulitan
untuk dirimu sendiri!” kata Sung Sie Coan dingin, “Kau dapat kami binasakan
diwaktu sekarang juga atau memang kami bisa membuat engkau menjadi manusia
tidak bisa, matipun tidak bisa! Hemmm, bukankah tadi kau berkata begitu juga
terhadap adikku yang keempat?
Ditanya begitu maka Lie Kun
berubah pucat. Dia mengerti, memang dalam keadaan seperti ini dia sedang tidak
berdaya, karena ia terluka di dalam yang tidak ringan. Karena itu, dia terpaksa
menyahuti: “Jika memang....... memang kalian ingin mengetahui tentang Giok-sie
kalian bisa menanyakannya kepada pemimpin kami…….!”
“Siapa pemimpin kau?” Tanya
Sung Sie Coan. Dingin suaranya.
“Mo…… Mo-in-kim-kun?”
Menyahuti Lie Kun pada akhirnya.
“Hemmm, Mo-in-kim-kun? Diakah
yang menjadi pemimpin kalian?” tanya Sung Sie Coan. “Jadi orang-orang di
Pit-mo-gay ini dipimpin oleh dia?”
Lie Kun mengangguk sambil
menahan sakit yang tidak terkira, dia merintih sejenak, baru kemudian
menyahuti: “Ya……, memang benar Mo-in-kim-kun pemimpin kami di Pit-mo-gay……!”
“Baiklah! Di mana markas besar
kalian?” tanya Sung Sie Coan dengan suara yang tawar.
“Di dalam lembah Pit-mo-gay
itu……” Menyahuti Lie Kun dengan suara yang tidak lampias.
“Hemmm....... jadi kalian
semua berkumpul di dalam lembah itu?” Tanya Sung Sie Coan. Dia memang selalu
teliti dan waspada sekali dalam bertindak karena itu ia pun agak cerewet dalam
bertanya.
“Ya……!” menyahuti sekali Lie
Kun. “Memang lembah Pit-mo-gay merupakan….. merupakan markas besar kami…..!”
“Hemmm,” mendengus Sung Sie
Coan. “Di dalam lembah berkumpul beberapa banyak anak buah Mo-in-kim-kun?”
“Semuanya....... semuanya
berjumlah lebih dari duaratus orang…… mungkin……” Berkata sampai di situ,
tiba-tiba mata Lie Kun terbeliak lebar-lebar: “Itu….. itu.......!” Katanya,
seakan juga dia ketakutan bukan main.
Sung Sie Coan dan yang lainnya
menoleh ke belakang, mereka melihat dua orang yang tengah melangkah
menghampiri, keluar dari lembah itu. Kedua orang itu agak luar biasa cara
berpakaiannya. Yang seorang berpakaian seperti pendeta, tapi bukan pendeta karena
jubahnya memang pendeta, dengan ujungnya diangkat dan dilibatkan di pinggang.
Dan juga sepatunya bukan
sepatu yang baik, sebelah kanan sepatunya telah rusak, sedangkan yang sebelah
kiri berbentuk sandal yang biasa dipakai oleh pengemis juga dalam keadaan telah
rusak.
Yang seorang lagi merupakan
seorang yang bermuka jelek sekali, matanya sipit dengan kepalanya yang kecil
gepeng, dan rambutnya tumbuh jarang-jarang berbeda dengan kawannya yang
berpakaian setengah pendeta itu, yang kepalanya gundul, tapi orang ini biarpun
rambutnya jarang, toh dia masih menyisir rambutnya yang ujungnya diikat semacam
tali.
Lagaknya sangat ceriwis sekali
karena sambil melangkah tidak hentinya dia mendengarkan suara tertawa hihi dan
hehe. Di tangan kanannya membawa sejilid kitab, sedangkan tangan yang satunya
membawa sebatang ranting kecil yang cukup panjang, yang digerak-gerakkan dengan
sikap seperti sedang memukul kuda tunggangan.
“Hemmm, kiranya ada tamu!”
berseru yang berpakaian pendeta itu yang luar biasa cara berpakaiannya.
“Mengapa tidak segera masuk?”
Setelah berkata begitu dia
menoleh kepada Lie Kun, matanya bersinar tajam, sikapnya mendadak berobah jadi
bengis, katanya. “Lie Kun, mengapa kau tidak segera mengundang tamu agar masuk
ke tempat kita, untuk dihormati?”
Lie Kun tampak ketakutan
setengah mati, seperti juga dia tengah melihat hantu yang sangat menakutkan.
“Ini…… ini…...!” Katanya
tergagap. Tapi dia tidak bisa meneruskan kata- katanya, sebab orang yang
berpakaian setengah pendeta itu telah menggerakkan tangan kanannya, yang
diangkat tangan ke atas dulu. Kemudian dia mengibas.
Seketika Lie Kun menjerit,
“Jangan…… Aduhhhh!” kemudian tubuhnya berkelejetan, diam tidak bergerak lagi,
karena napasnya seketika berhenti. Dia rupanya telah dibunuh oleh orang yang
berpakaian setengah pendeta itu.
Rupanya, di dalam kalangan orang-orang
yang berkumpul di Pit-mo-gay terdapat peraturan yang sangat ketat sekali, yaitu
setiap orang katanya dilarang untuk membuka rahasia keadaan di dalam lembah.
Sedangkan Lie Kun tadi telah membuka rahasia Pit-mo-gay, maka dia telah
dibinasakan!
Sung Sie Coan dan kedua orang
adik angkatnya berdiri tertegun. Sebetulnya Sung Sie Coan hendak menolong, tapi
dia tidak keburu dan dia cuma bisa melihat Lie Kun yang bergerak karena telah
mati dengan muka yang meringis, seakan juga menahan rasa sakit yang hebat.
Orang yang berpakaian setengah
pendeta itu, sikapnya seketika berobah jadi ramah lagi waktu dia menoleh dan
berkata kapada Sung Sie Coan: “Mari silahkan masuk....... maafkan atas
kelalaian kami yang membiarkan tamu-tamu terhormat jadi menantikan di luar
lembah! Dan aku, Kwang It Siansu, dengan mewakili Kauw-cu untuk meminta
maaf.......!” Setelah berkata begitu, dia merangkapkan tangannya.
“Jangan banyak
peradatan.......!” Kata Sung Sie Coan sambil membalas hormat pendeta berpakaian
aneh itu, yang mengaku bergelar Kwang It Siansu.
Tapi segera juga kata-katanya
berhenti, karena dia kaget, merasakan sampokan angin yang sangat kuat sekali,
cepat-cepat Sung Sie Coan berusaha menghadapinya, dengan mengerahkan tenaga
dalamnya, dia berhasil untuk mempertahankan diri. Tapi walaupun demikian dia
merasakan tubuhnya tergetar.
Rupanya orang yang berpakaian
setengah pendeta itu telah mempergunakan lwekangnya menyerang untuk menguji
akan kehebatan tenaga dalam Sung Sie Coan. Waktu menerima, bendungan yang kuat
dari Sung Sie Coan, Kwang It Siansu menarik pulang tangannya, dia tertawa,
“Silahkan……!”
Lawannya, yang kepalanya
berambut jarang dan ujung rambutnya diikat oleh tali, telah tertawa hehe-hihi,
dia bilang, “Jika aku di gelari Mo-mo-su!”
Sung Sie Coan melirik kepada
dua orang adik angkatnya, seakan juga hendak mengisyaratkan agar mereka
berwaspada. Dan ia sendiri melangkah memasuki lembah itu dengan berani.
“Tunggu dulu, toako!”
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang berseru nyaring dan tampak
sesosok tubuh berlari mendatangi dengan pesat. Orang itu tidak lain dari Lo
Siang An, adik angkat yang ketiga Sung Sie Coan. Rupanya dia baru tiba dan
melihat tiga orang saudara angkatnya ingin memasuki lembah itu.
“Sha-te, kau baru datang?”
Tanya Cie Pang.
“Ya, aku menemui halangan…..!”
Menyahuti si adik ketiga, “Tadi aku telah tergelincir hampir masuk dalam
jurang!”
Begitulah mereka melangkah
masuk ke dalam lembah, dingin sekali keadaan di dalam lembah itu. Dan hujan
juga turun rintik-rintik di mana saat itu merupakan cuaca yang paling buruk,
selain kabut dan juga hawa yang dingin, tanah di lembah becek sekali, membuat
baju Sung Sie Coan dan yang lainnya jadi kotor.
Sambil berjalan mendampingi
Sung Sie Coan, Kwang It Siansu bilang: “Di lembah Pit-mo-gay ini lolap duduk
sebagai penyambut tamu!”
“Oh!” kata Sung Sie Coan, dia
memang segan untuk banyak bicara, sedangkan hatinya berpikir,
“Dia sebagai penyambut tamu
saja memiliki kepandaian yang tidak rendah. Dilihat dari kekuatan lwekangnya
tadi waktu mencobaku, tampaknya dia memiliki kepandaian yang tidak berada di
sebelah bawah kepandaianku! Entah berapa lihaynya yang lainnya yang menjadi
pemimpin-pemimpin dari orang-orang Pit-mo-gay ini?”
“Maafkanlah jika penyambutan
ini kurang menggembirakan, tapi tuan-tuan tentu bisa memaklumi akan kesulitan
kami mengatasi kebuasan alam di tempat ini.......!” kata Kwang It Siansu lagi.
“Ya, jika aku memiliki
kedudukan sebagai pesuruh!” kata Mo-mo-su dengan suara centil sekali. “Aku
sebetulnya seorang pesuruh yang gesit, sayang sekali Lie Kun tadi tidak segera
memberitahukan kepadaku, untuk mengurus segala sesuatunya sebaik mungkin untuk menyambut
tamu!” dan ia tertawa hehe hihi lagi.
Sung Sie Coan kembali
terkejut, sebagai pesuruh, kedudukan yang sangat rendah itu, kepandaian dari
Mo-mo-su sudah demikian tinggi karena selama itu ia melihat Mo-mo-su melangkah
ringan, menunjukkan gin-kangnya mahir juga, ia jelas tidak berada di sebelah
bawah kepandaian Kwang It Siansu.
“Tentu kami akan menghadapi
pertempuran yang serius sekali! Kami harus berhati-hati!” berpikir Sung Sie
Coan kemudian sambil mengikuti Kwang It Siansu dan Mo-mo-su.
Diam- diam Sung Sie Coan
bersiul kecil, seakan juga dia memang bersiul tanpa sengaja, waktu bajunya
terciprat lumpur. Tapi sesungguhnya siulannya itu merupakan tanda atau sandi,
untuk tiga orang adik angkatnya agar mereka berhati-hati, karena ia yakin di
dalam Pit-mo-gay ini terdapat banyak sekali orang-orang yang berkepandaian
tinggi.
Tiga orang adik angkatnya
telah mengangguk perlahan sambil batuk-batuk kecil, sebagai tanda bahwa mereka
telah mengetahui akan pesan kakak tertua mereka.
Lembah itu sangat dalam, semakin
ke dalam, keadaan jalan semakin buruk. Kaki dan celana dari Sung Sie Coan dan
yang lainnya telah kotor oleh lumpur, sedangkan Kwang It Siansu dengan Mo-mo-su
seakan juga telah terbiasa dengan lumpur seperti itu, mereka melangkah
seenaknya saja tanpa memperdulikan pakaian mereka yang menjadi kotor.
Setelah berjalan lagi beberapa
saat waktu mereka melewati lorong yang cukup panjang, akhirnya mereka tiba di
sebuah tanah datar di dalam lembah.
Keadaan di sekitar tempat itu
jauh lebih baik dengan yang sebelumnya, karena di dataran tersebut tumbuh
banyak rumput dan tidak berlumpur. Dan di waktu itu Sung Sie Coan serta yang
lainnya memandang heran, dataran itu tidak terlihat apapun juga. Rumah ataupun
manusia tidak ada di tempat itu Sung Sie Coan memandang menoleh Kwang It
Siansu.
Rupanya Kwang It Siansu
mengerti tatapan Sung Sie Coan yang mengandung tanda tanya segera juga dia
tertawa.
“Kita akan pergi ke dasar
lembah, karena di sanalah kami berkumpul!” Katanya. “Maafkan, kami harus
membawa tuan-tuan melewati jalan yang cukup jauh!!”
Sambil berkata begitu, dia
mendekati sebatang pohon yang tumbuh tunggal di sebelah kiri di dekat dinding
tebing. Dia memeluk batang pohon itu dengan ke dua tangannya, mengerahkan
tenaganya, mukanya merah sedikit, dia membentak nyaring dan batang pohon itu
telah diputarnya. Terdengar suara “krekk” Disusul lagi dengan suara
bergesernya.
Ternyata tebing itu terdapat
sebuah pintu yang terbuat dari batu gunung, yang diperlengkapi dengan alat
rahasia. Batang pohon itu rupanya sebagai tombol atau kunci untuk membuka pintu
batu itu, karena begitu batang pohon tersebut diputar seketika pintu batu
rahasia itu terbuka.
Sung Sie Coan mengerutkan
alisnya. Dia seorang yang teliti, sekarang melihat cara orang-orang Pit-mo-gay
mengatur tempat mereka demikian rupa, seketika dia menyadarinya bahwa memang
cukup sulit kelak ia berempat dengan adik angkatnya untuk menghadapi mereka.
Tapi memang tekad Sung Sie
Coan telah bulat, walaupun bagaimana dia ingin merebut Giok-sie, maka dia tidak
jeri untuk menghadapi orang-orang Pit-mo-gay. Cuma dia bersiul lagi untuk
memberitahukan kepada adik-adik angkatnya agar mereka lebih hati-hati.
Cie Pang bertiga memang tengah
mengawasi tertegun kepada pintu batu rahasia tersebut, rupanya mereka pun
tengah diliputi keragu-raguan mereka segera dapat menduga bahwa lawannya
niscaya merupakan rombongan orang-orang yang tangguh, dengan kepandaian yang tinggi
dan otak yang cerdik.
“Mari, silahkan masuk.......
kami akan mengantarkan tuan-tuan ke tempat Kauw-cu kami!” kata Kwang It Siansu
kemudian sambil tertawa menyeringai.
Rupanya dia bisa melihat
keragu-raguan para tamunya, hatinya jadi girang, di hatinya dia berpikir,
“Hemmm, aku ingin lihat setelah berada di dalam, apakah kalian berempat masih
bertingkah?”
Sung Sie Coan memang teliti
dan waspada, tidak mau dia bersama adik-adiknya masuk lebih dulu ke dalam
ruangan dari pintu batu rahasia itu, karena terpikir olehnya kalau memang dia
bersama tiga orang adik angkatnya memasuki ruang pintu batu rahasia tersebut,
kemudian Kwang It Siansu menutup kembali pintu batu itu, bukankah mereka akan
terkurung dan mati konyol karenanya!
Disebabkan itu, segera juga Sung
Sie Coan sambil tersenyum bilang, “Silakan Taysu dulu masuk, kami tidak
mengenal jalan, kami memerlukan bimbingan dan petunjuk Taysu!”
Pendeta itu rupanya mengetahui
akan pikiran Sung Sie Coan, ia tertawa, “Baik!” katanya, “Mari, Lolap memang
akan mengantarkan kalian! Nah, Mo-mo-su, kau pergi melapor dulu kepada Kauw-cu,
agar dipersiapkan penyambutan buat tamu-tamu kita ini!”
Mo-mo-su tertawa hehe hihi,
kemudian dia melompat masuk ke dalam pintu batu rahasia itu, dia pergi dengan
cepat.
Kwang It Siansu melangkah
masuk, baru diikuti Sung Sie Coan berempat. Ternyata di dalam goa batu itu
terdapat undakan anak tangga yang ke bawah. Dan mereka menurun undakan anak
tangga batu. Baru belasan anak tangga itu mereka lalui, tiba-tiba terdengar
bergesernya batu yang sangat berisik sekali. Rupanya pintu itu telah tertutup
kembali dengan sendirinya.
Sangat panjang sekali undakan
anak tangga itu. Setelah menuruni kurang lebih ratusan undakan anak tangga,
Kwang It Siansu memijit sesuatu di dinding goa, yang semakin lebar itu, lalu
terbuka lagi pintu batu. Di balik pintu batu itu terdapat ruangan yang semakin
luas.
Malah, berbeda dengan ruang
tadi, ruangan ini teratur baik sekali, rupanya dibikin oleh tenaga ahli
bangunan. Banyak perabotan antik dan juga lantainya dibuat dari batu pualam
putih yang bersinar sangat terang kemilau. Api penerangan di ruang tersebut
tampak menyala terang sekali, sebab setiap tombak terdapat api penerangan.
“Mari……. tidak jauh lagi kita
akan tiba di ruang besar!” kata Kwang It Siansu.
Sung Sie Coan dan tiga orang
adik angkatnya diam-diam jadi kagum juga bahwa orang-orang Pit-mo-gay memiliki
tempat seperti itu karena itu mereka juga mengetahui sekarang mengapa banyak
orang-orang yang mencari tempat kediaman orang-orang Pit-mo-gay, tapi tidak
berhasil untuk menemuinya.
Karena memang diwaktu itu
mereka jelas tidak bisa menemui tempat rahasia lembah ini, yang berada di dasar
lembah, dan juga tersusun dengan beberapa pintu rahasia.
Tidak sembarangan orang biasa
masuk ke situ. Dan juga, tempat ini jelas dijaga dengan ketat sekali oleh
orang-orang Pit-mo-gay.
Setelah melewati pintu rahasia
itu, mereka berada di sebuah ruangan yang menghubungi dengan ruangan lainnya,
yang rupanya merupakan kolam yang sangat lebar. Di kolam itu tersusun tangga yang
menuju ke sebuah goa yang besar.
Di tempat ini api penerangan
pun menyala sangat terang sekali. Juga diperlengkapi dengan kursi-kursi yang
cukup banyak.
Waktu masuk ke tempat itu, di
kala melewati batu-batu empat tersebut, Sung Sie Coan melihatnya, bahwa di
ujung ruangan berdiri enam orang gadis yang parasnya semua cantik-cantik malah
pakaian mereka sangat reboh sekali. Selain baju mereka terbuat dari bahan cita
sutera yang halus, juga perhiasan yang mereka kenakan merupakan perhiasan yang
mahal-mahal, seakan juga mereka puteri pembesar kerajaan.
Semuanya berdiri dengan sikap
menghormat.
“Tamu telah datang!!” Berseru
keenam gadis itu dengan suara yang nyaring dan salah seorang di antaranya telah
maju ke depan. Dia mengangkat ke dua tangannya mempersembahkan sesuatu.
“Mereka menyambut kedatangan
tuan-tuan dengan penuh kehormatan, silahkan menerima penghormatan mereka!” kata
Kwang It Siansu, sambil tertawa.
Sung Sie Coan tak mengerti
mengapa gadis yang seorang itu mengangkat ke dua tangannya. Dia melangkah dua
tindak mendekati, ternyata gadis itu mengangkat sebuah piring pualam, di atas
piring pualam terdapat empat tengkorak kepala manusia yang kecil sekali,
sebesar lengkeng.
Itulah kepala tengkorak
manusia yang sebenarnya, yang telah diciutkan! Tergetar juga hati Sung Sie Coan
melihat itu, namun jelas ia tidak mau memperlihatkan kelemahannya, dia telah
mengambil sebuah tengkorak kepala manusia itu.
Cie Pang dan dua orang adik
angkat Sung Sie Coan pun ikut mengambilnya seorangnya satu. Mereka di hati
bertanya-tanya entah orang Pit-mo-gay akan memperlakukan mereka sebagai tamu
yang bersahabat atau memang mereka dianggap musuh.
Tapi, dengan dipersembahkan
empat tengkorak kepala manusia yang telah diciutkan, berarti itu suatu pertanda
maut untuk mereka berempat. Rupanya Mo-mo-su telah melaporkan perihal
kedatangan empat orang tamu tidak diundang ini, justeru tengkorak kepala
manusia yang telah diciutkannya itu disediakannya empat butir.
Gadis yang tadi itu telah
mempersembahkan tengkorak kepala manusia, telah mundur lagi menggabungkan diri
dengan lima orang kawannya. Kemudian mereka masing-masing mengeluarkan sebatang
seruling dari balik pakaian mereka, dan meniupnya.
Suara seruling itu
mendayu-dayu merdu sekali, tidak mengandung nada kesesatan. Dan ini
mengherankan sekali buat Sung Sie Coan berempat, nada seruling itu seperti juga
musik yang biasa mengiringi seorang Kaisar keluar ke tempat ruang sidang.
Selain suara seruling itu
tidak terdengar suara lainnya, namun mendadak sekali, terdengar suara:
“Gooongggg!” yang nyaring sekali, enam orang gadis itu berhenti meniup seruling
mereka.
Sung Sie Coan berempat
mengawasi dengan heran, dia melihat dihadapannya, pada sebungkah batu yang
menonjol setinggi sepuluh tombak lebih. Dan di puncak batu itu terdapat daratan
yang cukup luas, terdapat sebuah kursi yang mirip dengan singgasana seorang Kaisar.
Kursi itu berukiran naga-naga,
angker sekali. Lalu di samping sisi kiri dan kanan ruangan itu terdapat batu
menonjol panjang sekali, dan berbaris kursi-kursi yang jumlahnya puluhan
banyaknya.
Di kala itu suara “Gooongg”
yang nyaring berangsur jadi lenyap, dan disusul dengan terbukanya sebungkah
batu yang merupakan pintu rahasia, di balik kursi berbentuk singgasana itu.
Dari balik pintu rahasia itu
keluar sepasang gadis dan pemuda, yang masing-masing membawa sebuah benda
berbentuk segi tiga, di bendera itu terdapat gambar sulam tengkorak kepala
manusia, dengan silang sepasang tulang pada bawahnya.
Mereka berdiri di sisi kiri
dan kanan kursi yang mirip-mirip singgasana seorang Kaisar, yang pria berdiri
di sebelah kanan, sedangkan yang gadis berdiri di sebelah kiri. Mereka berdiri
tegak, yang pemuda telah berseru:
“Hong-siang (Kaisar) akan
segera keluar…… untuk menyambut tamu!”
Kwang It Siansu cepat-cepat
melangkah ke depan, dia menekuk kedua kakinya, memberi hormat, lapornya dengan
sikap yang hormat sekali.
“Kwang It Siansu, kedudukan
penyambut tamu, melaporkan bahwa tamu telah diantar sampai di ruang sidang.”
Kemudian dia mundur lagi,
berdiri di pinggiran dengan sepasang tangan diturunkan tampaknya memang sangat
menghormat sekali.
Tidak lama kemudian tampak
keluar belasan orang dari balik pintu batu rahasia tersebut. Mereka memecah
diri jadi dua golongan, yang wanita menuju ke kiri, sedangkan yang pria menuju
ke barisan kursi sebelah kanan. Mereka tidak segera duduk pada baris kursi di
kedua sisi ruangan itu, mereka tetap berdiri.
Mereka berdiam diri, sikap
mereka angker sekali, semuanya berpakaian baju sulam yang indah dan warnanya
semua sama, yaitu merah, kuning dan hijau. Tapi yang tidak sama adalah wajah
dan usia mereka, ada yang telah berusia limapuluh tahun lebih, ada juga yang
berusia lebih enampuluh tahun. Tapi tak ada yang berusia di bawah limapuluh
tahun.
Tak lama kemudian terdengar
suara irama musik, yang halus sekali, sebarisan wanita yang membawa alat-alat
musik keluar. Inilah cara atau upacara yang sangat menakjubkan, karena
benar-benar pemimpin orang-orang Pit-mo-gay mengambil sikap seakan juga dia
seorang Kaisar yang kemunculannya harus disertai upacara kebesaran seperti itu.
Malah tadi telah diserukan bahwa yang akan keluar itu adalah Hong-siang, yaitu
Kaisar.
Rupanya pemimpin orang-orang
Pit-mo-gay memang telah menganggap dan mengangkat dirinya menjadi Hong-siang
atau Kaisar. Dan terlebih lagi dengan tersiarnya berita bahwa pemimpin
orang-orang Pit-mo-gay ini berhasil memiliki Giok-sie, tentu pemimpin dari
orang-orang Pit-mo-gay itu semakin yakin, bahwa kelak dialah yang menjadi
Kaisar.
Setelah barisan pemusik
muncul, barulah muncul seorang yang bertubuh tinggi besar, dengan baju sulam
yang indah sekali, gambar naga di depan dadanya. Dia memiliki muka yang buruk
rusak oleh bekas luka-luka. Dan angkuh sekali sikapnya. Ketika berdiri di dekat
singgasananya, dia mengibaskan tangannya.
Seketika semua orang
Pit-mo-gay yang berada disitu menekuk kaki mereka yang kanan, dan berseru serentak:
“Semoga Hong-siang hidup
seribu tahun!”
“Duduklah!” Kata lelaki
bermuka buruk itu, yang tidak lain dari Mo-in-kim-kun suaranya sangat angkuh.
Orang-orang itu mengambil
tempat masing-masing. Barisan wanita dan pria tua, yang berpakaian sulam telah
duduk di barisan kursi yang terdapat di sisi kiri kanan ruangan itu. Mereka
mengambil sikap duduk yang tegak dan wajah mereka tidak memancarkan perasaan
apapun juga.
Cuma saja, Sung Sie Coan dan
tiga orang adik angkatnya, yang melihat sinar mata mereka segera mengetahui
bahwa orang itu memang memiliki kepandaian yang tinggi. Terlebih lagi
Mo-in-kim-kun yang tampaknya memiliki ilmu yang sempurna sekali.
Diam-diam hati Sung Sie Coan
tergetar. Ia sama sekali tidak menyangka demikian hebat orang-orang Pit-mo-gay
teratur dengan disiplin yang demikian keras dan terdiri dari orang-orang yang
tangguh juga, dilihat dari sikap dan upacara yang dilakukan untuk menyambut
Mo-in-kim-kun maka bisa diyakini bahwa tidak mudah buat Sung Sie Coan merampas
Giok-sie.
Mo-in-kim-kun telah duduk
tegak di singgasananya dengan sikap yang angkuh, matanya tajam sekali menatap
kepada Sung Sie Coan berempat.
“Rupanya telah berkunjung
empat orang tamu terhormat!” katanya, suaranya datar, “Siapakah tuan-tuan
berempat?”
Sung Sie Coan segera maju
selangkah dengan suara nyaring dia menyahuti: “Aku Sung Sie Coan ingin meminta
sesuatu darimu!” Katanya “Dan ini tiga orang adik angkatku, Cie Pang adikku
yang nomor dua, Lo-siang adikku yang ketiga, dan Liang le Shen adikku yang
bungsu! Kami ingin meminta pengertian dari pihak Pit-mo-gay agar menyerahkan
Giok-sie kepada kami!”
Muka Mo-in-kim-kun tidak
berobah, dia memandang dengan sikap mengejek, sinar matanya saja yang bersinar
sangat tajam bagaikan kilatan pedang.
“Kalian datang kemari ingin
meminta Giok-sie!” katanya dengan suara yang tawar. “Tapi, apakah kalian merasa
yakin bahwa kalian memiliki kepandaian yang cukup untuk menghadapi kami?”
Sung Sie Coan tertawa tawar.
“Kami telah datang ke mari,
berarti kami telah bertekad, walaupun bagaimana Giok-sie harus dapat kami
minta! Jika memang kalian menolak…...!”
Kembali Mo-in-kim-kun tertawa
mengejek.
“Ya, ya, memang justeru aku
ingin mendengar, jika kami menolak permintaanmu, apa yang akan kalian lakukan?”
tanyanya sinis dan mengejek.
“Jelas kami akan mengambilnya
dengan paksa!” Menyahuti Sung Sie Coan.
“Hahaha!” Mo-in-kim-kun
tertawa bergelak-gelak, setelah tertawa merendah, dia berkata lagi: “Bagus!
Sekarang justru aku ingin melihat berapa tinggi kepandaianmu!” setelah berkata
begitu Mo-in-kim-kun mengibaskan tangannya.
“Dan segera juga lelaki tua
yang berpakaian baju sulam yang duduk di kursi pertama di bagian sebelah kanan
telah berlari.
“Hamba menjalankan perintah!”
katanya dengan sikap menghormat, baru saja kata-katanya selesai, tubuhnya
ringan sekali melompat ke bawah, dihadapan Sung Sie Coan.
Sung Sie Coan bersiap-siap
penuh kewaspadaan. Orang itu tidak mengucapkan sepatah perkataanpun juga! Dia
telah menghantam dengan telapak tangannya yang kanan.
Sung Sie Coan tidak mau
memperlihatkan kelemahannya, di dalam hatinya berpikir, “Hem! Dalam beberapa
jurus aku harus merubuhkan orang ini, untuk menggertak mereka! Jika tidak,
sulit untuk menundukkan mereka!”
Sambil berpikir begitu, Sung
Sie Coan mengangkat tangan kanannya juga. Dia telah menangkisnya. Maksudnya
ingin menggempur orang itu dengan kekuatan tenaga lwekangnya.
“Duk!” Terdengar suara
benturan ke dua tangan itu.
Tapi bersamaan dengan itu
justeru tampak Sung Sie Coan kaget sendirinya, dia malah menjerit kesakitan,
tubuhnya melompat ke belakang. Tangan kanannya yang tadi dipergunakan buat menangkis
telah berobah menjadi hitam angus.
Cie Pang bertiga jadi kaget
tidak terhingga, telah dilihatnya, bahwa kepandaian anak buah Mo-in-kim-kun
memang benar-benar luar biasa. Toako mereka sesungguhnya memiliki kepandaian
yang tinggi, lebih tinggi dari mereka, tapi dalam satu gebrakan itu tangannya
telah hangus seperti itu.
Muka Sung Sie Coan sendiri
berobah pucat tapi segera dia bisa menguasai dirinya. Belum lagi orang itu
menyerang dirinya, tampak Sung Sie Coan bergelak kalap, tangan kirinya
menghantam nekad sekali mempergunakan seluruh kekuatannya.
Tapi lawannya tertawa dingin,
dia mengibas luar biasa. Dikibas seperti itu, Sung Sie Coan yang sebelumnya
menjagoi daerah Sucoan, sekarang jadi benar-benar tidak berdaya, tubuhnya
terpelanting dan masuk kecebur ke dalam kolam.
Yang membuat Cie Pang lebih
kaget, seketika Sung Sie Coan menjerit. Jerit kematian. Air di dalam kolam itu
juga mendidih dan tampak tubuh Sung Sie Coan seperti direbus. Dan seketika
seluruh tubuh Sung Sie Coan jadi ciut dagingnya lenyap, menyiarkan bau hangus,
hanya tinggal tengkoraknya.
Tubuh Cie Pang bertiga jadi
menggigil. Rupanya kolam itu terdiri bukan dari air biasa melainkan semacam
minyak atau air keras yang bisa menciutkan tulang.
Yang lebih menakutkan Cie Pang
bertiga justeru kepandaian anak buah Mo-in-kim-kun. Walaupun Sung Sie Coan
memiliki kepandaian tidak rendah, lebih tinggi kepandaian tiga orang adik
angkatnya, namun dalam dua kali gerakan telah dibikin tidak berdaya dan
menerima ajalnya dengan konyol!
Muka Cie Pang bertiga seketika
jadi pucat, mereka berdiri dengan tubuh menggigil.
“Hemmm, kalian bertiga juga
bermaksud untuk meminta Giok-sie?” tegurnya.
Cie Pang bertiga tidak bisa
menyahuti, mereka jadi ketakutan bukan main. Waktu mereka ingin mendatangi
lembah Pit-mo-gay ini, hati mereka besar, semangat mereka menyala-nyala, akan
tetapi sekarang, justeru nyali mereka ciut dan seperti berjanji ingin memutar
tubuh untuk melarikan diri.
Namun cepat sekali, orang yang
telah membunuh Sung Sie Coan dengan cara yang luar biasa itu, segera melesat,
tangan kanannya menyambar ke pundak Cie Pang.
“Bukkk!” Tubuh Cie Pang
terpukul hangus, dia menjerit, tubuhnya segera terjerunuk dan kecebur juga ke
dalam kolam yang airnya merupakan air luar biasa, yang bisa menciutkan tulang
manusia.
Lo Siang An dan Liang Ie Shen
jadi tambah ketakutan, mereka gemetar. Lenyap keberanian mereka, hilang juga
rasa malu mereka karena telah pecah nyalinya. Seketika mereka menekuk kedua
kaki mereka.
“Ampunilah kami....... kami
tidak akan berani datang ke Pit-mo-gay lagi, dan kami akan menutup mulut jika
diberikan jalan hidup!” Kata mereka hampir berbareng.
Mo-in-kim-kun tertawa
bergelak-gelak mendengar perkataan kedua orang itu.
“Kalian minta diberi hidup
olehku?” tanyanya dengan suara yang dingin.
“Ya....... kami memohon
kemurahan hati….. Hong-siang!” Menyahuti kedua orang itu dan saking ketakutan
dan ngeri, mereka telah memanggil Mo-in-kim-kun dengan sebutan Hong-siang,
kaisar!
“Hemmm, sesungguhnya aku bersedia
mengampuni diri kalian berdua, tapi sayangnya, manusia seperti kalian ini tidak
layak menjadi anak buahku! Manusia seperti kalian tentunya akan menjadi anak
buah yang tidak setia karena kalian bersedia mengabdi dalam ketakutan seperti
itu.
“Suatu saat kelak, jika kalian
memiliki kesempatan, tentu kalian akan berkhianat. Hemm, kalian pun harus pergi
ke akherat, menyusul dua orang saudara angkatmu! Bereskan dia!”
Kata-kata Mo-in-kim-kun yang
terakhir itu ditujukan kepada orangnya yang tadi telah membereskan Sung Sie
Coan dan Cie Pang, nadanya bengis sekali.
“Hamba menjalankan perintah!”
menyahuti orang itu.
Mendengar diri mereka tidak
akan diampuni, rupanya Lo Siang An dan Liang Ie Shen nekad. Tiba-tiba mereka
menerjang kepada orang yang tangguh itu.
Mereka bermaksud, jika tokh
dia harus mati, orang itu pun harus mati. Mereka menubruk untuk terjun ke dalam
kolam bersama-sama.
Tapi bukan main kecewanya
Liang Ie Shen dan Lo Siang An, mereka menubruk tempat kosong, karena orang tua
tangguh itu merandek, dia menekuk ke dua kakinya membarengi dengan itu ke dua
tangannya bergerak.
“Dukkk! Bukkk!” Dada dari Lo
Siang An dan Liang Ie Shen kena dihajar telapak tangannya diwaktu tubuh kedua
orang itu tengah menubruk padanya.
Terdengar jerit kematian,
tubuh kedua jago itu telah menemui kematian secara konyol, karena tubuh mereka
pun tercebur ke dalam kolam itu. Dan sedetik tersiar bau hangus daging,
terlihat tulang mereka pun ciut menjadi kecil.
Mo-in-kim-kun tertawa
bergelak-gelak.
“Setiap orang yang berani
lancang masuk ke Pit-mo-gay memang harus menerima ganjaran seperti itu! Hemmm,
mereka adalah yang keseratus duapuluh satu, seratus duapuluh dua, seratus
duapuluh tiga dan seratus duapuluh empat! Catat!”
Dan perintahnya itu diberikan
kepada si gadis yang berdiri di sisi kirinya. Gadis ini mengiyakan dan
Mo-in-kim-kun tertawa bergelak-gelak lagi.
“Jika kelak kita telah
bergerak, jangan harap kerajaan Tay Goan dapat menghadapi kita, semuanya akan
kita sapu! Hahahaha, Giok-sie telah berada di tanganku, berarti tidak lama lagi
resmilah aku yang duduk di atas takhta kerajaan sebagai Kaisar yang berkuasa
dipermukaan Tiong-goan kata Mo-in-kim-kun lagi
“Hidup Kaisar seribu tahun!”
berseru semua orang Pit-mo-gay itu dengan suara yang nyaring. Tampaknya
Mo-in-kim-kun senang sekali.
Memang di dasar lembah
Pit-mo-gay diliputi oleh rahasia yang tidak terpecahkan dengan mudah oleh siapa
pun juga.
<>
Kim Lo berlari-lari memasuki
lembah dengan tertawa-tawa.Ia senang sekali, hawa udara yang dingin seakan juga
tidak dirasakan. Oey Yok Su mengikuti di belakangnya.
Walaupun anak itu
berlari-lari, tapi Oey Yok Su bisa mengikutinya selalu dalam jarak tertentu,
karena majikan pulau Tho-hoa-to itu memiliki gin-kang yang sempurna sekali. Ia
tidak mau membiarkan Kim Lo berlari liar sekehendak hatinya, karena ia kuatir
akan berpisah lagi dengan Kim Lo jika anak itu tersesat, berarti, ini akan
merepotkannya. Karena dari itu, dia telah mengikuti anak tersebut berlari.
Dia terus juga memasuki lembah
Pit-mo-gay berdua dengan Kim Lo, dia memang siang itu telah tiba di Pit-mo-gay.
Gunung Song-san sungguh sulit didaki oleh orang sembarangan.
Buat Oey Yok Su tidak ada
kesulitan dengan kepandaianya yang memang tangguh dan sempurna itu dia bisa
melewati gunung Song-san dengan sikap seakan juga ia berjalan di tempat datar.
Sambil mengempit Kim Lo dan setelah sampai di mulut lembah Pit-mo-gay, barulah
dia melepaskan bocah itu agar berlari sendiri tapi tetap saja diawasi olehnya,
yang mengikuti kemana anak itu berlari.
Setelah berlari-lari sekian
lama, Kim Lo mengeluarken suara keluhan, dia merandek tidak meneruskan larinya.
Oey Yok Su heran melihat sikap
bocah itu, ia segera menghampiri. “Ada apa Kim Lo?” tanyanya, ia pun telah
mengawasi sekitar lembah itu.
“Penuh lumpur, Kong-kong!”
kata Kim Lo sambil menunjuk ke depan.
Oey Yok Su tersenyum.
“Kau harus mempelajari lebih
baik gin-kang yang Kong-kong ajarkan kepadamu! Jika gin-kangmu telah sempurna,
tentu lumpur seperti itu tak menghalangi jalanmu!”
Dan setelah berkata begitu,
tiba-tiba Oey Yok Su, mengempit Kim Lo, dia menjejakan kakinya tubuhnya melesat
di tengah udara. Waktu tubuhnya meluncur akan jatuh di genangan lumpur, tangan
kirinya yang bebas itu menghantam ke bawah.
Dengan meminjam tenaga
hantaman itu, tubuh melesat lagi. Begitu dilakukannya berulang kali, dan
tubuhnya terus menerus melayang di tengah udara, melesat maju, sehingga jika
ada yang melihatnya terus menduga bahwa Oey Yok Su dengan mengempit Kim Lo
tengah terbang.
Akhirnya sampai di dekat tanah
datar berumput itu barulah tubuh Oey Yok Su meluncur turun dan melepaskan Kim
Lo lagi. Di daerah sekitar dataran tersebut tak ada lumpur lagi.
“Nah, pergilah kau
main-main……,” Kata Oey Yok Su.
Kim Lo sangat gembira, tadi
waktu dia dibawa melayang-layang oleh Kong-kongnya di tengah udara, dia girang
bukan main, karena dia merasa seperti juga tengah terbang.
Dia berlari sambil
tertawa-tawa tak hentinya, memasuki lembah itu lebih dalam.
Oey Yok Su yang mengikuti di
belakangnya diam-diam jadi berpikir heran: “Aneh, mengapa lembah itu kosong?
Apakah Mo-in-kim-kun memang sengaja menyesat aku dan menantang di tempat yang
sesungguhnya bukan merupakan tempatnya?”
Terus juga Oey Yok Su sambil
mengikuti Kim Lo memperhatikan keadaan di lembah itu. Tidak terdapat rumah,
tidak terdapat goa, juga tidak terlihat manusia. Dan keras dugaan Oey Yok Su
bahwa dia telah ditipu oleh Mo-in-kim-kun.
Sedangkan Kim Lo berlari-lari seperti
itu, mendadak terdengar suara tertawa perlahan: “Aha, rupanya ada tamu.......?”
Muncul seorang pendeta dengan
cara berpakaiannya yang aneh, setengah pakaian pendeta, setengah lagi seperti
pakaian tukang kayu. Dia juga telah melesat ke depan Kim Lo.
Melihat itu, Oey Yok Su
cepat-cepat melompat ke depan, ia telah merintangi di depan Kim Lo. Tangan anak
itu dicekalnya, ia kuatir orang itu menyerang Kim Lo.
Ternyata orang yang berpakaian
setengah pendeta itu, yang kepalanya lanang gundul, tidak lain dari Kwang It
Siansu. Dia mengawasi Oey Yok Su dengan tertawa lebar, tanyanya:
“Siapakah kau dan mengapa
kalian datang ke Pit-mo-gay? Tahukah kalian tentang peraturan di Pit-mo-gay
ini?”
Oey Yok Su mengawasi dingin
kepada Kwang It Siansu, dia bilang dengan suara yang tawar, “Aku ingin menemui
Mo-in-kim-kun.........! Di manakah dia?”
Tertegun Kwang It Siansu
mendengar orang tua ini bermaksud menemui Mo-in-kim-kun. Tapi ia tidak berani
berayal untuk menyahuti karena tadipun dia telah sempat menyaksikan apa yang
dilakukan Oey Yok Su dikala ia mengintai dari tempat persembunyiannya, di mana
Oey Yok Su mempergunakan gin-kangnya yang sempurna untuk melewati lumpur itu.
Karenanya, Kwang It Siansu yakin, orang tua ini seorang tokoh sakti rimba
persilatan.
“Jika memang anda tidak
keberatan, beritahukanlah nama dan gelar yang mulia, agar Lolap bisa pergi
menyampaikan kepada Kauw-cu kami!” Kata Kwang It Siansu, “Karena, Lolap adalah
penyambut tamu!”
Oey Yok Su mengawasi sejenak
orang itu, akhirnya ia tertawa dingin, katanya: “Beritahukan, Oey Yok Su ingin
memenuhi tantangannya!”
“Oey…… Yok Su?” tanya Kwang It
Siansu dengan suara agak tergagap, karena dia tertegun mengetahui bahwa orang
tua yang ada di hadapannya ini ialah tocu dari pulau Tho-hoa-to.
Oey Yok Su mengangguk sinis
dan tertawa tawar: “Ya, katakanlah padanya, aku ingin mengambil kembali
Giok-sie yang dilarikannya!”
Cepat-cepat Kwang It Siansu
menjurah, katanya: “Silahkan Oey Locianpwe mengikuti lolap…… lolap akan
mengantarkan Oey Locianpwe menemui Kauw-cu!”
Dia memanggil dengan sebutan
Locianpwe, karena dia tahu siapa sebenarnya Oey Yok Su, jago tua yang
kepandaiannya dijaman itu boleh dibilang nomor wahid.
Oey Yok Su cuma mengangguk
saja, kemudian ia telah bilang pada Kim Lo, “Kau duduk tenang-tenang di pundak
Kong-kong!” Dia menghentak, tubuh Kim Lo terangkat naik ke atas dan hinggap di
pundak Oey Yok Su. Bocah itu tertawa-tawa.
Dengan mengikuti di belakang
Kwang It Siansu, Oey Yok Su melangkah lebar, dan akhirnya melihat Kwang It
Siansu memeluk batang pohon, terbuka pintu batu rahasia. Tanpa ragu sedikitpun
juga, Oey Yok Su melangkah masuk ke dalam ruangan pintu rahasia tersebut.
Kwang It Siansu mengantarkannya
sampai di ruangan berbatu pualam putih. kemudian melewati lagi ruangan yang
terdiri dari kolam, dan di atas kolam tersusun batu-batu empat persegi yang
menuju ke sebuah bungkahan batu besar yang di atasnya terdapat kursi ukiran
seperti singgasana seorang Kaisar.
Waktu itu muncul Mo-mo-su,
segera juga Kwang It Siansu perintahkan padanya agar melapor kedatangan Oey Yok
Su kepada Kauw-cu meteka.
Setelah Mo-mo-su pergi, Kwang
It Siansu menoleh kepada Oey Yok Su, sambil tertawa licik dia bilang: “Apakah.......
Oey Locianpwe pun datang kemari karena ingin meminta Giok-sie?”
“Apakah telingamu tuli?”
Bentak Oey Yok Su aseran. “Bukankah tadi telah kuterangkan, bahwa aku ingin
meminta kembali Giok-sie dari Mo-in-kim-kun, karena dia telah melarikan
Giok-sie.”
Muka Kwang It Siansu berobah
merah, karena ditegur seperti itu. Seumur hidupnya, belum pernah ditegur orang
lain seperti itu. Cuma saja karena dia mengetahui siapa adanya Oey Yok Su,
dengan sendirinya dia tidak berani untuk menantangnya, dia cuma nyengir pahit.
Di dalam hatinya ia berpikir,
“Hemmmm, jika nanti kau sudah berhadapan dengan Kauw-cu aku ingin lihat, apa
yang bisa kaulakukan! Hemmmm, walaupun namamu menggetarkan rimba persilatan,
akan tetapi jangan beranggapan kau bisa main gila di Pit-mo-gay.”
Enam orang gadis telah berseru
nyaring: “Tamu telah datang!” Kemudian salah seorang di antara mereka
mempersembahkan dua butir kepala tengkorak, kepala manusia, yang telah
diciutkan.
Di waktu itu, Oey Yok Su
memandang sambil tertawa dingin, tiba-tiba dia mengibaskan tangannya, dia telah
menyampok piring pualam tersebut, sampai piring itu terpental, dan jatuh
tercebur ke dalam kolam.
Terdengar suara memberebes,
seperti air atau minyak mendidih, Oey Yok Su sangat terkejut juga. Apa lagi dia
melihat asap semacam uap yang mengepul.
Dia segera menyadari bahwa air
kolam itu bukan air biasa, dia jadi bersikap hati-hati, terutama sekali buat
keselamatan Kim Lo. Dia juga memutuskan untuk selanjutnya ia berada di tempat
ini tanpa melepaskan Kim Lo dari gendongannya.
Gadis yang telah gagal
mempersembahkan tengkorak kepala manusia yang telah diciutkan itu berobah
mukanya, tapi dia tidak bilang suatu apa-apa dan kembali ke rombongan lima
orang kawannya. Mereka kemudian masing-masing mengeluarkan seruling dari balik
pakaian mereka yang ditiupnya dengan irama yang sendu.
Tidak lama kemudian, terdengar
suara “Gooonnng”. Nyaring sekali disusul dengan terbukanya sebuah pintu
rahasia.
Oey Yok Su tidak sabar. Dia
menoleh bepada Kwang It Siansu, katanya dengan tawar, “Mengapa Mo-in-kim-kun
yang sudah mau mampus itu memakai upacara-upacara tengik seperti ini?” Setelah
bertanya begitu, segera juga dia mengulurkan tangannya dia bermaksud
mencengkeram pundak Kwang It Siansu.
Tapi Kwang It Siansu memang
sudah bersiap-siap Dia telah bergerak cepat untuk menghindar.
Namun Kwang It Siansu mana
bisa menandingi kecepatan tangan Oey Yok Su. baru saja dia bergerak, tahu-tahu
tangan Oey Yok Su menyambar lagi untuk kedua kalinya dan berhasil mencengkeram
dengan kuat sekali, malah dia telah membentak sambil melontarkan tubuh Kwang It
Siansu ke kolam.
Oey Yok Su sengaja melontarkan
tubuh Kwang It Siansu, buat melihat apa yang akan terjadi jika seseorang
tercebur ke dalam kolam itu, karena ia melihat air kolam itu bukan air biasa,
melainkan seperti minyak mendidih.
Kwang It Siansu merasakan
tubuhnya melayang. Melihat ia akan tercebur ke dalam kolam itu, segera
menjerit-jerit ketakutan karena begitu ia tercebur ke dalam air kolam tersebut,
seketika ia akan berhenti jadi manusia.
Tapi waktu Kwang It Siansu
menjerit-jerit begitu, tampak berkelebat dua sosok bayangan merah kuning dan
hijau yang telah menyambar tubuh Kwang It Siansu, dan dibawa ke pinggir tepian
kolam tersebut di seberang sebelah kanan.
Kwang It Siansu mengucurkan
keringat dingin, nyaris ia terbunuh dengan cara diceburkan ke dalam kolam itu,
yang bisa menghanguskan tubuh manusia dan menciutkan tulang tengkorak manusia.
Ternyata yang menolongi Kwang
It Siansu adalah dua orang gadis dari ke empat orang gadis yang tadi meniup
seruling. Tatkala mereka tengah meniup seruling, justeru mereka melihat Kwang
It Siansu terancam jiwanya. Dua orang di antara mereka segera melesat untuk
memberikan pertolongan. Mereka berhasil.
Oey Yok Su menyaksikan
kegesitan dua orang gadis itu, diam-diam jadi kagum juga.
“Usia mereka masih muda, tapi
mereka memiliki gin-kang yang terlatih baik sekali!” Berpikir tocu pulau
Tho-hoa-to ini. “Hemmmm, tampaknya Mo-in-kim-kun memang memiliki anak buah yang
lumayan baiknya! Entah, apa yang diinginkannya dengan menyembunyikan dirinya di
lembah Pit-mo-gay.
“Atau memang dengan Giok-sie
dia bermaksud akan menggerakkan rakyat untuk mengadakan pemberontakan kepada
kerajaan Tay Goan dan kemudian mengangkat dirinya menjadi Kaisar?
Tengah Oey Yok Su berpikir
seperti itu, terlihat dari dalam ruangan di balik batu, pintu rahasia tersebut
telah muncul puluhan orang yang memecahkan diri mereka menjadi dua bagian. Yang
wanita pergi ke barisan kursi sebelah kiri, sedangkan yang pria ke sebelah
kanan, mereka semua bersikap angkuh dan juga tidak terlihat perasaan apapun di
wajah mereka, memperlihatkan sikap yang kaku dan melangkah dengan mulut yang
tidak tersungging senyuman mereka seperti juga tidak memandang sebelah mata
kepada Oey Yok Su.
Oey Yok Su dengan mendukung
Kim Lo di pundaknya, berdiri dingin mengawasi mereka seorang demi seorang.
“Hemmm, tampaknya mereka
semuanya berasal dari aliran sesat!” Berpikir Oey Yok Su.
“Kong-kong, mengapa mereka itu
semuanya seperti mayat hidup?” Tanya Kim Lo yang duduk bercokol di pundak
Kong-kongnya.
“Mereka akan menjadi mayat
hidup!” Menyahut, Oey Yok Su dengan suara yang dingin.
“Muka mereka mengerikan
sekali!” kata Kim Lo lagi. “Apakah kong-kong akan menghajar mereka?”
“Ya, memang kita datang ke
mari untuk menghajar mereka!” menyahuti Oey Yok Su.
Mendadak sekali waktu itu
berkelebat beberapa titik sinar terang, kekuning kuningan, ternyata beberapa
batang jarum emas telah meluncur menyambar kepada Kim Lo yang berada di pundak
Oey Yok Su.
Oey Yok Su mendongkol, dia
telah mengibaskan tangan bajunya. Maka tenaga kibasan bajunya itu membuat
jarum-jarum emas itu terpukul mental, kembali menyambar pada pelepasnya.
Ternyata yang menyerang dengan
jarum emas itu tidak lain dari seorang laki-laki tua yang duduk di kursi
keempat barisan sebelah kanan. Dia kaget waktu jarum-jarumnya itu menyambar
kembali kepadanya, dia segera mengelakkannya, tapi tidak keburu. Enam batang
jarum emas itu menancap dalam sekali di batu dinding, dan sebatang jarum emas
telah menembusi pundaknya!
Itulah tenaga lwekang yang
luar biasa hebatnya, dengan mengibas saja, Oey Yok Su bisa membuat jarum emas
itu menancap di dinding batu!
Malah, yang luar biasa, salah
satu batang jarum itu masih sempat melukai pelepasnya, majikan jarum itu, yang
pundaknya telah ditembusi, sehingga dia meringis kesakitan, namun dia tidak
menjerit, karena menggigit bibirnya.
Di waktu itu Oey Yok Su
mengawasi tajam ke sekitar tempat itu, pada semua orang yang telah berkumpul di
situ. Dia bilang kepada Kim Lo dengan nada suara yang mengejek:
“Kim Lo manusia-manusia yang
berada di tempat ini, semuanya manusia hina dan rendah, manusia dari aliran
resat. Nanti kau lihat, bagaimana cara Kong-kongmu menghajar mereka!”
Kim Lo tampak senang, sama
sekali dia tidak menyadari tadi bahaya mengancam dirinya karena nyaris dia
terserang oleh jarum emas, kalau saja Oey Yok Su kurang lihay. Dan orang itu
menyerang dengan jarum emas, karena dia merasa sebal dengan ocehan Kim Lo.
Di saat itu terdengar seruan:
“Hong-siang (Kaisar) akan keluar menyambut tamu!”
Oey Yok Su mengerutkan
alisnya.
“Hong-siang? Hu! Hu!”
Dan dia mengawasi dengan
mendelu sekali. Dia melihat betapa Mo-in-kim-kun dengan pakaian sulam yang
indah dan sikap yang angkuh telah melangkah keluar, dan duduk di singgasana.
“Aha, kukira siapa, tidak
tahunya Oey Loshia!” Katanya kemudian. “Rupanya kau memang ingin memenuhi
undanganku? Jangan kuatir, tentu engkau tidak akan dikecewakan!”
Oey Yok Su mendengus dingin.
“Cepat kau kembalikan
Giok-sie!” Katanya dengan suara yang dingin.
Tapi Mo-in-kim-kun telah
berkata tawar. “Mengembalikan Giok-sie? Hu! Begitu mudah? Jika memang kau telah
berhasil memusnahkan semua orang di Pit-mo-gay ini barulah kau bisa mengambil
kembali Giok-sie!”
Sedangkan Oey Yok Su sudah
tidak mau banyak bicara. Dia menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat ke arah
Mo-in-kim-kun, dengan pundak masih memondong Kim Lo, yang duduk tenang di
pundaknya itu.
Sambil melesat, tangan kanan
Oey Yok Su menyambar, dia mempergunakan tenaga yang sangat kuat sekali, karena
dia pernah melihat betapa kepandaian Mo-in-kim-kun memang tidak rendah.
Tapi Mo-in-kim-kun bisa
bergerak gesit karena sekejap mata saja dia telah lenyap dari hadapannya Oey
Yok Su, dia telah meninggalkan singgasananya dan dikala Oey Yok Su belum lagi
menoleh ke belakangnya, dia merasakannya sambaran angin yang panas bagaikan
api.
Cepat-cepat Oey Yok Su
berbalik ke belakang dibarengi tangannya yang menyentil dengan jari telunjuknya
dia mempergunakan sentilan It-yang-cie.
Tidak terdengar suara
benturan, namun yang beradu adalah dua kekuatan tenaga lwekang yang luar biasa
mahirnya.
Tubuh Oey Yok Su bergoyang dua
kali, sedangkan Mo-in-kim-kun bergoyang tiga kali malah kemudian dia melompat
ke samping sisi kanan, sambil tertawa bergelak-gelak. Dia bilang, “Hahaha,
ternyata Oey Loshia tidak memiliki nama kosong! Bagus! Bagus! Nah, anak-anak
kalian layanilah!”
Baru saja selesai perkataan
Mo-in-kim-kun, berkelebat empat sosok bayangan. Malah belum lagi Oey Yok Su
bisa melihat jelas padanya, diwaktu itu telah menyambar lidah api yang hendak
membakar dirinya. Oey Yok Su melompat, berputaran di tengah udara, baru
kemudian meluncur turun lagi hinggap di sebungkah batu, dia melihat asap
mengepul tinggi sekali.
Ternyata dia telah disembur
dengan api. Itulah semacam senjata yang aneh sekali, seperti tabung dan dicekal
oleh empat orang itu, yang selalu menyerangnya dengan semburan api.
Oey Yok Su tidak jeri,
walaupun baru pertama kali ini melihat senjata seaneh itu. Dia segera juga
melompat maju memapak sebelum empat orang itu sempat menyerangnya lagi dengan
semburan api. Dia mengibaskan tangannya. Walaupun Kim Lo duduk dipundaknya sama
sekali tidak mengurangi kegesitannya.
“Bukkk!” Terdengar suara
terhantamnya sesuatu ternyata alat senjata dari orang yang berada paling depan
telah kena dihantamnya sehingga senjatanya itu terpental. Dan kemudian tampak
jelas sekali, tubuhnya terpental, tercebur ke dalam masuk ke dalam air kolam.
Yang mengejutkan Oey Yok Su
justeru tubuh orang itu seperti digoreng dan tulang-tulangnya jadi ciut.
Tiga orang lawannya telah
menyemburkan api dari senjata masing-masing. Dan Oey Yok Su tidak sempat untuk
melihat lebih jauh apa yang dialami orang yang dihantamnya tercebur ke dalam
kolam. Cepat sekali Oey Yok Su melompat ke tengah udara, karena dia melihat api
menyambar sangat besar padanya. Terlambat bergerak berarti dia akan terbakar
hidup-hidup berdua dengan Kim Lo.
Tapi Oey Yok Su juga bukan
sekedar untuk menghindarkan diri saja, karena segera sepasang tangannya, dengan
gerakan yang tidak bisa diikuti oleh pandangan mata, telah menghantam lagi
“Bukkk, bukkk, bukkk,” terdengar tiga kali suara benda yang dihantam kuat oleh
tangan Oey Yok Su.
Yang kena dihantam bukan alat
senjata ke tiga orang itu, tapi justeru dada ke tiga orang itu, yang
tulang-tulang badannya seketika jadi hancur patah dan remuk. Dua orang di
antara korban pukulan itu terjengkang ke belakang dan kemudian tercebur ke
dalam air kolam yang menggorengnya, tulang-tulangnya seketika jadi ciut.
Yang seorang tidak sampai
tercebur, dia telah roboh di atas batu. Walaupun tampaknya dia menderita
kesakitan yang hebat, tokh dia tidak merintih, dia cuma menggigit bibirnya
kuat-kuat, sampai bibirnya itu berdarah!
Oey Yok Su berdiri tegak
dengan muka yang dingin, dia mengawasi Mo-in-kim-kun katanya tawar: “Sekarang
kau sendiri yang maju, mari kita mengukur tenaga dan kepandaian! Jika kau
memajukan anak buahmu, mereka akan sia-sia mengorbankan jiwa, dan mereka tidak
perlu sampai harus menjadi tamengmu! Atau memang kau seorang yang pengecut dan
hanya pandai untuk mengumbar kata-katamu belaka?”
Diejek seperti itu,
Mo-in-kim-kun yang memang tengah murka menyaksikan betapa anak buahnya telah
dihajar babak belur seperti itu oleh Oey Yok Su, tak bisa menahan kemurkaannya.
Segera juga ia melesat dan menghantam dengan tangan kirinya kepada Oey Yok Su,
tangan kanannya diulurkan, maksudnya hendak merampas Kim Lo yang duduk di
punggung Oey Yok Su.
Oey Yok Su memiliki mata yang
celi. Ia segera melihat gerakan orang dapat menduga maksudnya. Mana mau ia
biarkan Kim Lo terjatuh ke dalam tangan Mo-in-kim-kun.
Segera juga menekuk kaki
kirinya dengan demikian pundaknya jadi turun ke bawah, dan ia menyebabkan tubuh
Kim Lo jadi merosot ke bawah. Dengan cepat ia menghantam dengan tangannya.
Dia menyentil juga dengan
It-yang-cie nya, gerakan itu benar-benar merupakan gerakan yang sebat dan bisa
membahayakan lawannya. Walaupun kepandaian Mo-in-kim-kun sama tingginya, tokh
dia tidak berani untuk coba-coba menghadapi serangan tersebut dengan kekerasan,
karena masih terpisah beberapa tombak saja, Mo-in-kim-kun merasakan betapa
dadanya sangat panas seperti terbakar.
Segera juga tubuhnya berputar
di tengah udara, dia bersiul nyaring, kemudian telah membalikkan tubuhnya, dia
melompat lagi ke seberang, di mana terdapat batu bungkahan yang cukup besar.
Dia berdiri di situ sambil memerintahkan anak buahnya:
“Tangkap tua bangka sesat
itu!”