Pendekar Aneh Seruling Sakti Jilid 21-30

Sin Liong,Baca Cersil Mandarin Online: Pendekar Aneh Seruling Sakti Jilid 21-30 Ong-ya itu menahan gerakan sumpitnya, berdiam diri dengan wajah yang murung kemudian tertawa kecil, barulah ia bilang:
Pendekar Aneh Seruling Sakti Jilid 21-30
Ong-ya itu menahan gerakan sumpitnya, berdiam diri dengan wajah yang murung kemudian tertawa kecil, barulah ia bilang:

“Memang bangsa Han memusingkan sekali, mereka terlalu banyak tingkah dan bermimpi ingin merdeka. Mereka ingin mengusir Tay Goan dari negeri ini! Mereka berusaha menentang kekuasaan Kaisar yang terbesar dan paling berkuasa di sini!

“Celakanya, justeru di antara mereka terdapat banyak sekali orang-orang berilmu, yang ilmu silatnya sangat luar biasa. Karena dari itu kami banyak menemui rintangan dan kesulitan. Walaupun demikian, tokh mereka bisa disapu bersih……!” bercerita sampai Hakarsan menghela napas, dan pangeran ini memasukkan sepotong daging ke mulutnya, barulah dia meneruskan kata-katanya:

“Dan baru-baru ini kami mendengar, ada sekomplotan orang yang berusaha mengadakan pemberontakan lagi, dengan mengandalkan Giok-sie, atau cap kerajaan warisan dari kerajaan yang telah musnah itu. Dengan mengandalkan Giok-sie mereka ingin menggerakkan rakyat, untuk mengadakan perlawanan kepada kekuasaan Hong-siang……!

“Kami telah mengirim orang untuk menumpas mereka, akan tetapi tak mudah buat memusnahkan mereka, karena mereka umumnya terdiri dari orang-orang berilmu. Dan kami telah memutuskan, mengutus Tan Goanswe memimpin anak buahnya, menyerbu ke tempat persekutuan itu, di gunung Song-san, di sebuah lembah yang mereka namakan sebagai lembah Pit-mo-gay.

“Karena memang memiliki kepandaian tinggi, Tan Goanswe hanya mengajak seratus anak buah. Dan seratus orang itu merupakan perajurit kepandaian tinggi.”

Bun Ong Hoat-ong mendengarkan dengan penuh perhatian, dan dia berdiam diri saja, dengan terus mengunyah.

“Justeru Tan Goanswe rupanya keliru dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaannya itu malah telah merugikan dirinya. Seratus orang anak buahnya dan Tan Goanswe telah diobrak-abrik oleh musuh, malah mereka mengirim Tan Goanswe dalam keadaan terluka demikian parah, kembali....... Bukankah ini berarti suatu penghinaan besar buat kerajaan Tay Goan yang besar?”

Setelah berkata begitu, dengan wajah murung, tampak Hakarsan menghela napas berulang kali.

Bun Ong Hoat-ong tersenyum.

“Apakah Ong-ya tidak mengetahui sebenarnya siapa-siapa saja yang tergabung dalam pemberontakan itu?” tanyanya kemudian.

Pangeran Hakarsan menggelengkan kepalanya berulang kali.

“Tidak! Mereka terlalu banyak. Begitu juga menurut keterangan Tan Goanswe, walaupun tidak terlalu jelas, namun dapat kami tarik kesimpulan bahwa pemberontak sekarang ini tidak memiliki hubungan dengan pemberontakan di masa dulu, yang tengah kami tumpas. Dan kepandaian mereka, kata Tan Goanswe sangat hebat dan lihay sekali........

“Tan Goanswe sendiri yang memiliki kepandaian demikian tinggi, berhasil mereka lukai sedemkian rupa…..! Hai! Hai! Apakah memang kerajaan Tay Goan yang besar harus menerima penghinaan sebesar ini?”

“Tidak!” Kata Bun Ong Hoat-ong kemudian dengan suara dan sikap sangat tegas. “Dan Ong-ya jangan berduka. Nanti biarlah Lolap yang coba pergi menghadapi mereka……. akan Lolap sapu bersih mereka itu!”

Mendengar perkataan Bun Ong Hoat-ong itu, muka Ong-ya tersebut jadi berseri-seri.

“Ohh, terima kasih atas kesediaan Taysu! Memang kami sangat mengharapkan sekali uluran tangan Taysu, karena tanpa Taysu tentu kami akan menghadapi kesulitan yang tidak kecil…..! Jika memang Taysu bersedia untuk membantu kami, tentu kami akan memperoleh kemenangan gemilang dan Hong-siang niscaya tidak akan melupakan jasa Taysu yang demikian besar!

“Memang menjadi maksud dan tujuan kami mengundang Taysu datang ke daratan Tiong-goan ini, untuk menangani masalah yang satu ini, mengajak balatentara ke lembah Pit-mo-gay, disana pemberontak itu bersarang…… dan jika memang Taysu memimpin barisan tentara kita yang terampil, niscaya mereka akan dapat disapu bersih! Bukankah seorang pemimpin yang pandai mengatur anak buahnya dengan sangat baik memperoleh sukses.”

Setelah berkata begitu, ong-ya ini berdiri dari duduknya, dia merangkapkan kedua tangannya menjura dalam-dalam memberi hormat kepada Bun Ong Hoat-ong.

Bun Ong Hoat-ong tidak berani berayal, ia pun cepat-cepat berdiri dan membalas penghormatan Hakarsan.

Demikianlah mereka berdua telah bercakap-cakap dan banyak yang mereka bicarakan. Malah, Hakarsan telah menjanjikan kepada Bun Ong Hoat-ong, bahwa dia besok siang akan mengajak si pendeta pergi menghadap Kaisar.

Setelah makan cukup, Bun Ong Hoat-ong beristirahat. Dan sorenya, barulah dia melanjutkan usahanya buat mengobati dan menolong Tan Goanswe.

Cara yang dipergunakannya kali ini untuk menolong Tan Goanswe adalah dengan cara mengurut dan menotok. Memang hebat Bun Ong Hoat-ong, karena cepat sekali Tan Goanswe telah pulih kesehatannya, ia mulai bisa tertawa dan tersenyum, walaupun belum sanggup untuk menggerakkan tubuhnya.

Menurut Bun Ong Hoat-ong, jika memang Tan Goanswe ini telah beristirahat sebulan lamanya dan juga memperoleh obat yang tepat, dia akan sehat kembali seperti sedia kala, tanpa ada cacad dan kepandaiannya tidak akan berkurang.

Siang hari itu tampak Hakarsan telah mengajak Bun Ong Hoat-ong pergi menghadap Kaisar Kublai Khan.

Dihadapan Kaisar, Hakarsan menceritakan akan kehebatan Bun Ong Hoat-ong dan meminta kepada Kaisar agar menganugrahi pangkat yang sesuai dengan kehebatan Bun Ong Hoat-ong.

Sebelum mengajak Bun Ong Hoat-ong menghadap Hong-siang Kublai Khan, memang Hakarsan telah mengkisikkan Kaisar, memberitahukan siapa adanya Bun Ong Hoat-ong. Dengan demikian Kaisar kemudian menyatakan Bun Ong Hoat-ong akan dianugrahkan pangkat sebagai Penasehat Pribadi Hakarsan.

Dan dia memiliki kekuasaan terhadap para pahlawan istana, hanya saja ia tidak diizinkan mengeluarkan perintah tanpa persetujuan Kaisar. Karena itu setiap perintah dari Bun Ong Hoat-ong harus lewat Kaisar dulu, disetujui atau tidak, barulah akan dilaksanakan.

Bun Ong Hoat-ong tidak keberatan, diapun merasa bersyukur menerima kedudukan yang dari penasehat Hakarsan tangan kanan Kaisar. Dengan demikian, kini ia merupakan orang yang terhormat di kerajaan Tay Goan.

Walaupun Kaisar memberikan syarat agar dia tidak mengeluarkan perintah langsung terhadap pahlawan istana, tokh dia tidak tersinggung. Dia bisa memaklumi, hal itu untuk mencegah segala sesuatu yang tidak diinginkan.

Seperti diketahui, Bun Ong Hoat-ong bukanlah kerabat Kaisar, diapun terhitung sebagai orang baru karena dari itu, dengan sendirinya tidak bisa Kaisar Kublai Khan memberikan kepercayaan penuh. Terlebih lagi memang sebelumnya telah terjadi urusan Tiat To Hoat-ong. yang membuat Kaisar Kublai Khan kecewa dan sekarang jauh lebih hati-hati dalam bertindak.

Dikala itu, Hakarsan telah memberikan petunjuk kepada Bun Ong Hoat-ong. apa-apa saja yang harus dilakukannya kelak diwaktu-waktu mendatang karena ia ingin mengobati dulu Tan Goanswe sampai sembuh, yang mungkin akan memakan waktu satu bulan. Untuk sementara Bun Ong Hoat-ong belum dapat melaksanakan tugas lainnya.

Dia berdiam di istana Hakarsan. Pangeran yang pandai sekali menguasai orang-orang pandai dengan lidahnya yang lihay. Terutama sekali memang pangeran Hakarsan pun memiliki ilmu silat yang tinggi.

Pada sore itu, Bun Ong Hoat-ong mengemukakan pada pangeran Hakarsan, bahwa ia memiliki sebuah permintaan.

“Entah Ong-ya akan meluluskan atau tidak terserah kepada Ong-ya….., tetapi jika memang permintaan Lolap dapat dipenuhi, maka untuk selanjutnya Lolap bisa melatih semacam ilmu yang akan disempurnakan untuk memperoleh tingkat yang jauh lebih tinggi. Dan selanjutnya di permukaan dunia ini tidak akan ada orang yang bisa menandingi Lolap lagi!

“Karena itu malah memang Lolap telah berhasil mencapai tingkat seperti itu, Ong-ya tidak perlu kuatir untuk menghadapi orang-orang yang berkepandaian bagaimana tinggi pun, tentu Lolap akan dapat memusnahkannya! Terutama sekali para pemberontak itu, dalam waktu singkat Lolap tentu akan dapat memusnahkannya!”

Pangeran Hakarsan tersenyum mendengar kata-kata Bun Ong Hoat-ong.

“Tentu saja yang kami harapkan adalah Taysu bisa memperoleh kepandaian yang lebih tinggi, dengan demikian tiang kerajaan Tay Goan akan bertambah tegak dan kokoh……

“Katakanlah Taysu permintaan apapun akan kami luluskan……!” kata Pangeran Hakarsan kemudian sambil mengawasi Lhama itu.

Bun Ong Hoat-ong tertawa, katanya: “Permintaan Lolap sesungguhnya bukanlah permintaan yang terlalu istimewa. Tapi Ong-ya berjanji tidak akan mentertawakan, bukan?”

Hakarsan mengangguk sambil tertawa.

“Mana berani aku mentertawakan Taysu!” katanya. “Silahkan Taysu mengemukakan permintaan Taysu itu. Atau memang Taysu memerlukan rumah gedung bertingkat, perhiasan, uang atau yang lainnya.”

Bun Ong Hoat-ong cepat-cepat mengulapkan tangannya, diapun menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Bukan! Bukan itu! Bukan!” katanya cepat. “Semua itu tidak Lolap harapkan!”

“Lalu….. apa yang hendak diminta Taysu, silahkan Taysu menyampaikannya, dan aku akan segera mempersiapkannya.”

Bun Ong Hoat-ong ragu-ragu sejenak, namun akhirnya ia menyahuti juga: “Sebenarnya yang Lolap inginkan adalah gadis-gadis muda yang cantik jelita……. dan itulah permintaan Lolap, yang hanya membikin sulit Ong-ya dan……. hanya merepotkan saja.”

Mendengar permintaan Bun Ong Hoat-ong itu, meledak tertawa Hakarsan.

“Nah, itu urusan biasa, Taysu, mengapa aku justeru jadi demikian bodoh sehingga lupa untuk mempersiapkan gadis-gadis cantik buat Taysu. Jangan kuatir Taysu nanti malam akan kami sediakan gadis-gadis cantik jelita buat Taysu!”

Bun Ong Hoat-ong mengulap-ulapkan tangannya, katanya: “Bukan itu maksud Lolap, Ong-ya. Dan mungkin Ong-ya salah menafsirkannya.......! Begini Ong-ya, Lolap akan menceritakannya terus terang.

“Sebetulnya Lolap tengah melatih semacam ilmu. Dan ilmu itu semacam ilmu yang luar biasa sekali jika memang telah dapat melatihnya dengan sempurna, maka di permukaan dunia ini tidak mungkin ada orang yang dapat menandinginya.

“Untuk menghadapi satu atau dua jurus saja mungkin jarang sekali terdapat orang yang bisa melakukannya.......

“Karena dari itu, jika memang Ong-ya bisa membantu, agar Lolap bisa melatih diri dengan sempurna, maka besar rasa terima kasih Lolap terhadap Ong-ya dan juga Lolap tidak akan melupakan budi kebaikan Ong-ya!”

“Katakanlah Taysu, aku belum lagi mengerti!” Kata Pangeran Hakarsan.

“Sesungguhnya, Lolap membutuhkan setiap harinya seorang gadis cantik……!” Menjelaskan Bun Ong Hoat-ong pada akhirnya! “Setiap harinya seorang gadis karena itulah yang Lolap perlukan!”

Pangeran Hakarsan segera mengerti. Dia teringat, memang di dalam rimba persilatan, terdapat semacam ilmu itu, yaitu melatih tenaga dalam yang dengan mengambil seorang gadis. Dan untuk itu mungkin diperlukan ratusan orang gadis.

Juga ada kebalikannya. Jika seorang pendekar wanita ingin melatih semacam ilmu yang hebat, ada juga yang perlu disempurnakan dengan pemuda setiap harinya. Karena itu, Hakarsan tidak terkejut. Dia mengangguk sambil tersenyum.

“Jangan kuatir Taysu, tentu permintaan Taysu akan kami penuhi!” katanya. “Kami juga tentunya mengharapkan sekali Taysu bisa mencapai tingkat kesempurnaan yang tertinggi dengan demikian, kami meletakkan keselamatan kami di tangan Taysu…….!”

“Ong-ya terlalu memuji!” merendahkan diri Bun Ong Hoat-ong dengan segera.

“Mulai malam ini silahkan Taysu, melatih ilmu Taysu dan malam ini nanti kami akan mengirim seorang gadis ke kamar Taysu!”

“Terimakasih Ong-ya.......!” kata Bun Ong Hoat-ong.

Begitulah mereka berecakap-cakap beberapa saat kemudian Ong-ya itu meminta dia untuk mengundurkan diri, karena dia kedatangan seorang tamu yang harus ditemukannya. Dan juga ia telah menyampaikan pesannya pada Bun Ong Hoat-ong sebelum dia meninggalkan Lhama itu:

“Malam ini juga kami akan memenuhi permintaan Taysu.......!” Dan sambil tersenyum lebar dia melangkah untuk pergi, masih sempat menambahkan kata: “Dan Taysu harap sabar menanti di kamar Taysu!”

Bun Ong Hoat-ong tersenyum lebar sambil merangkapkan tangannya, membungkukkan tubuhnya, dia memberi hormat kepada pangeran itu, dia mengucapkan terima kasihnya beberapa kali.

Dan hari sudah merangkak, malampun telah datang, kegelapan telah menyelimuti sebagian dari permukaan bumi di belahan ini. Dan di sekitar istana Pangeran Hakarsan sepi sekali cuma terlihat para pengawal yang tengah melakukan tugas mereka masing-masing.

Di sebuah kamar yang api penerangannya menyala terang sekali, tampak Hakarsan tengah duduk di meja kerjanya. Di hadapan Hakarsan duduk seorang gadis yang cukup cantik tengah menunduk dan menangis mengucurkan air mata.

“Kau menyanggupi bukan?” Tanya pangeran itu sambil menatap gadis itu dalam-dalam. “Dan jasamu ini akan kami sampaikan kepada Hong-siang, sehingga kelak kau akan memperoleh hadiah dan penghargaan yang sangat baik dari Hong-siang.”

Gadis itu menyusut air matanya.

“Ya, Ong-ya, hamba akan melaksanakan perintah ini!” Kata gadis itu.

Wajah Hakarsan berseri-seri, dia berseru: “Bagus! Kau memang seorang hamba yang patuh!”

Kemudian Pangeran Hakarsan menepuk tangannya dua kali. Masuk ke dalam ruangannya seorang pengawal istananya.

“Antarkan Siu Lie ke kamar Taysu, Bun Ong Hoat-ong!” perintah pangeran Hakarsan.

Pengawal itu mengiyakan, sedangkan si gadis yang disebut bernama Siu Lie, telah bangun berdiri.

“Jadi malam ini juga hamba harus menemani Taysu itu?!” Tanya Siu Lie perlahan suaranya, tidak begitu jelas.

“Ya!” mengangguk perlahan pangeran Hakarsan.

Dengan air mata masih mengucur turun mengaliri pipinya, tampak Siu Lie mengikuti pengawal itu. Dan dia menyusuri lorong-lorong istana tersebut, untuk ke kamar Bun Ong Hoat-ong.

Siapakah sebenarnya Siu Lie?

Ternyata dia seorang puteri dari pelayan istana. Dialah gadis yang malang nasibnya! Justeru Pangeran Hakarsan telah menghubungi ayah gadis itu, meminta agar gadisnya dipersembahkan buat ‘dipakai’ oleh Bun Ong Hoat-ong. Sang ayah yang memang takut menolak permintaan majikan, terus saja tidak menolak keinginan pangeran ini. Segera juga puterinya dipanggil.

Demikian juga Siu Lie, tidak berani dia menolak perintah pangeran Hakarsan. Dan cuma bisa menangis dan meratapi nasibnya, namun perintah itu tetap saja harus dilaksanakannya.

Ketika sampai di depan pintu kamar Bun Ong Hoat-ong, pengawal itu meminta Siu Lie menunggu sebentar, sedangkan pengawalnya itu mengetuk daun pintu kamar.

Siu Lie merasakan jantungnya tergoncang sangat keras, dia ketakutan bukan main. Jika sekarang dia berada di depan kamar Bun Ong Hoat-ong, memenuhi perintah pangeran Hakarsan karena dia takut menolak perintah pangeran Hakarsan.

Dan juga ia kuatir kalau saja ia menolak, ayahnya akan mengalami sesuatu yang tak diinginkannya. Dan tentu saja pangeran Hakarsan akan mencari-cari kesalahan ayahnya. Karena itu, gadis ini terpaksa menerima saja dirinya akan dipersembahkan kepada Bun Ong Hoat-ong.

Setelah mengetuk dua kali, pengawal itu menunggu dengan berdiri mengambil sikap yang menghormat sekali.

Daun pintu terbuka.

Bun Ong Hoat-ong keluar. Dia memandang kepada pengawal itu, lalu kepada Siu Lie.

“Inikah kiriman Ong-ya?” tanya Bun Ong Hoat-ong.

“Benar Taysu!” Menyahuti pengawal itu dengan suara yang menghormat dan memberi hormat dengan membungkukkan tubuhnya. “Inilah kiriman untuk malam ini. Ong-ya pesan memang gadis ini bersedia menjalankan perintah!”

“Bagus!” Mengangguk Bun Ong Hoat-ong, “Kau boleh pergi!”

Pengawal itu pergi, Siu Lie membungkukkan tubuhnya lagi memberi hormat dan mengundurkan diri. Sebelum berlalu sempat ia melirik kepada Siu Lie yang masih menangis dengan kepala tertunduk.

Setelah pengawal itu pergi, Siu Lie yang tambah ketakutan. Dia sudah bisa membayangkan apa yang akan menimpah dirinya, karena pangeran Hakarsan tadi telah menceritakan kepadanya apa yang harus diterimanya dan dilakukannya dengan dikirimnya dia ke kamar Bun Ong Hoat-ong.

Bun Ong Hoat-ong mengawasi gadis itu sejenak, kemudian panggilnya: “Kemarilah kau. Ayo masuk!”

Siu Lie tidak berani menolak perintah Bun Ong Hoat-ong karena ia menyadari Bun Ong Hoat-ong adalah seorang Lhama merah yang dihormati Ong-yanya

Segera juga Siu-lie melangkah perlahan memasuki kamar itu. Bun Ong Hoat-ong menanti sampai gadis itu masuk ke kamarnya, ia menutup daun pintu kamarnya.

“Tahukah kau apa tugasmu dikirim kemari oleh Ong-ya?” tanya Bun Ong Hoat-ong.

Gadis itu dengan kepala masih tertunduk dan air mata menitik turun, menyahuti: “Tahu, Taysu…… Ong-ya telah memberitahukan!”

“Bagus!” Kata Bun Ong Hoat-ong sambil menyeringai tertawa, senang hatinya, walaupun melihat gadis itu menangis. Ia tidak berkurang gembiranya, karena memang Bun Ong Hoat-ong mengetahui, demikianlah sikap perawan-perawan yang biasa diperolehnya. Selalu menuruti dengan rasa takut, mematuhi keinginannya karena tekanan dari rasa ketakutannya belaka bukan karena atas kemauannya sendiri.

“Siapa namamu?”

“Siu Lie…… she Thang.”

“Berapa umurmu?”

“Tujuhbelas tahun!”

“Kau tinggal di mana?”

“Di istana Ong-ya ini……”

“Oh, kau pelayan Ong-ya?”

“Bukan, tapi puteri seorang pelayan Ong-ya.”

“Hemmm, jadi Ong-ya sudah menjelaskan kepadamu, apa yang harus kau lakukan, bukan?”

“Benar Taysu…..” terisak suara Siu Lie.

Bun Ong Hoat-ong mengawasi gadis itu sejenak, kemudian baru tanyanya lagi, “Sekarang dapat kita mulai?!”

Siu Lie mengangkat kepalanya, terkejut matanya memancarkan ketakutan yang sangat.

“Apa…… apa maksud Taysu?” Tanya Siu Lie tergetar suaranya, ia juga menyusut air matanya.

“Kita sudah boleh mulai!” kata Bun Ong Hoat-ong. “Kau tentunya sudah siap bukan?”

“Taysu…..!”

“Apa lagi? Ada yang ingin kau tanyakan!” Tanya Bun Ong Hoat-ong. “Tanyakanlah…… aku akan menjelaskannya!”

“Sebenarnya Taysu….. aku....... aku belum pernah menikah, aku masih gadis!” kata Siu Lie.

“Justru yang memang kuinginkan adalah seorang gadis yang masih perawan!” kata Bun Ong Hoat-ong.

“Ooh!” Siu Lie mengeluh. Tadinya dia berharap, dengan menjelaskan keadaan dirinya, pendeta itu akan menaruh belas kasihan padanya. Tapi siapa tahu justru pendeta itu mengharapkan dia memperoleh seorang gadis yang masih perawan.

“Dan engkau tentunya mengetahui, sebetulnya aku bukan membutuhkan kau seorang saja. Malam besok akupun akan dipersembahkan gadis-gadis lainnya! Mungkin sampai seratus orang gadis!” menjelaskan Bun Ong Hoat-ong.

Siu Lie mengeluh, tapi dia tidak menyahuti, dia berdiam diri saja.

Bun Ong Hoat-ong tertawa, tapi tidak begitu keras, dia kemudian bilang lagi: “Ayo sekarang kita mulai. Pertama-tama kau harus mengerti dan mematuhi setiap perintahku, sekali saja kau melanggar dan membantah perintahku, maka kau akan memperoleh hukuman yang tidak ringan! Mengertikah kau?

“Dengan ini juga aku ingin menjelaskan kepadamu, bahwa aku adalah tamu kehormatan dari Ong-ya, dan kau jangan menjengkelkan hatiku, karena kalau sampai aku melaporkan hal itu kepada Ong-ya, jelas Ong-ya akan menghukum berat kepadamu. Mengerti kau?”

“Me….. mengerti Taysu!”

“Bagus!” Kata Bun Ong Hoat-ong.

Gadis itu ketakutan sekali, dia melirik kepada si pendeta, kemudian dia melihat Bun Ong Hoat-ong tengah menghampirinya. Tubuh si gadis itu menggigil.

Tapi Bun Ong Hoat-ong menghampiri cuma beberapa langkah, dia juga tidak memeluk gadis itu, dia cuma bilang: “Kau harus mematuhi perintahku! Yang pertama-tama kau harus buka baju luarmu!”

Gadis itu jadi serba salah tingkah, dia ketakutan bukan main, tapi karena ia mengetahui, jika memang ia menjengkelkan pendeta ini, tentu dia akan menerima hukuman dari Ong-ya maupun pendeta ini. Karena itu dia mematuhi.

Dengan tangan yang gemetar, ia membuka baju luarnya perlahan-lahan, dengan air mata berlinang.

“Mengapa harus berlambat-lambat seperti itu? Ayo cepat buka pakaian luarmu itu!” Bentak Bun Ong Hoat-ong dengan suara yang dingin.

Gadis itu tidak berani berayal. Tangisnya jadi semakin keras, dia ketakutan dan malu bukan main, tubuhnya menggigil.

“Jangan menangis!” bentak Bun Ong Hoat-ong dengan suara yang nyaring.

Gadis itu tersentak kaget, dia telah memandang kepada si pendeta dengan ketakutan.

Bun Ong Hoat-ong menyeringai, dia telah menunjuk ke pembaringan, katanya: “Sekarang pergi kau duduk di pembaringan itu!”

Gadis itu tidak berani membantah. Dia menghampiri pembaringan, dan duduk di tepi pembaringan. Dia malu dan ketakutan, menangis tidak hentinya. Walaupun isak tangisnya ditahan, agar tidak terdengar, namun air matanya telah bercucuran deras sekali.

“Bukan duduk disitu!” kata Bun Ong Hoat-ong dengan suara yang nyaring. “Kau duduk di tengah pembaringan dalam sikap bersemedhi dan tangan harus mengambil sikap seperti sang budha!”

Gadis itu menuruti. Dia telah duduk bersemedhi.

“Nah, sekarang kau dengar baik-baik!” Kata Bun Ong Hoat-ong sambil mendekati pembaringan itu. “Selanjutnya engkau harus memejamkan matamu rapat-rapat. Dan apapun yang terjadi, engkau tidak boleh membuka matamu. Engkau tidak boleh bergerak. Sekali saja kau bergerak, akan matilah dan tamat riwayatmu. Mengertikah kau?”

“Mengerti........!” Menyahuti Siu Lie ketakutan dan malu sekali.

Dengan memejamkan matanya, maka rasa malunya agak berkurang. Dia juga jadi heran entah apa maksudnya Bun Ong Hoat-ong dengan perintah kepadanya duduk bersemedhi seperti itu. Ong-yanya tadi telah memberitahukan kepadanya bahwa dia harus menemani Bun Ong Hoat-ong tidur!

Tapi melihat kelakuan Bun Ong Hoat-ong, tampaknya memang bukan bermaksud untuk mengajak si gadis tidur. Melainkan ada sesuatu yang ingin dilakukannya.

Dengan mata terpejam dan dalam keadaan duduk bersemedhi seperti itu, si gadis terus juga menduga-duga entah apa yang ingin dilakukan oleh Bun Ong Hoat-ong. Juga keadaan sangat sepi! Dia tidak tahu, entah Bun Ong Hoat-ong tengah melakukan apa di saat itu, karena tidak terdengar suaranya, dan sepi sekali.

Tapi gadis ini, juga tidak berani membuka matanya karena dia teringat akan pesan Bun Ong Hoat-ong apa pun yang terjadi tidak boleh membuka matanya dan jika ketahuan Bun Ong Hoat-ong niscaya dia akan dibinasakan. Karena dari itu dengan air mata masih juga mengucur terus dia terus pula memejamkan matanya.

Di kala itu Bun Ong Hoat-ong telah menghampiri pembaringan. Tidak ada yang dilakukannya. Dan cuma berdiri sambil mengusap-usap jenggotnya mengawasi si gadis.

Setelah mengawasi sekian lama, barulah Bun Ong Hoat-ong menghampiri pembaringan lebih dekat, dia telah mengulurkan tangannya, tahu-tahu pundak si gadis telah dipegang!

Hati Siu Lie kaget, tapi dia tidak berani membuka matanya, dia cuma merasakan jantungnya tergoncang sangat keras sekali, seperti juga jantungnya itu akan copot.

Kemudian dia merasakan sakit bukan main, dia telah ingin menjerit, namun dia berusaha menahannya, sangat sakit dan pedih sekali.

Tapi tidak lama kemudian, rasa sakit itu telah berkurang.

“Nah, selesai!” kata Bun Ong Hoat-ong. “Kau boleh membuka matamu!”

Siu Lie membuka matanya.

Dia melihat mengalir darah yang cukup banyak, hampir saja dia pingsan.

Kemudian tampak Bun Ong Hoat-ong duduk menghadapi tembok. Dan kedua tangannya itu didorongkan pada tembok. Perlahan-lahan, dia berdiam diri dengan duduk bersemedhi menghadapi tembok buat beberapa saat lamanya.

Rupanya Bun Ong Hoat-ong telah melatih tenaga dalamnya. Ia memang memiliki cara berlatih diri yang tersendiri.

Sedangkan Su Lie, yang merasakan kembali sakit, membuat dia meringis. Dia mengawasi pendeta itu yang tengah berlatih diri.

Siu Lie tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya, karena si pendeta itu belum perintahkan dia meninggalkan kamar tersebut. Karenanya, si gadis cuma duduk di tepi pembaringan, dengan air mata menitik turun deras sekali.

Dan ia heran, mengapa Bun Ong Hoat-ong menginginkan seorang gadis? Dia juga tidak tahu, entah ilmu apa yang tengah dilatih oleh Bun Ong Hoat-ong. Dan si gadis mau menduga, apakah pendeta itu bukan tengah melatih dari ilmu gaib dan ilmu hitam?

Lama juga Bun Ong Hoat-ong dengan sikapnya seperti itu. Tampak dari kepalanya yang botak lanang itu mengepulkan uap yang tipis, semakin lama semakin tebal. Uap putih yang seperti juga asap itu. Dan semakin lama tubuh si pendeta telah dibanjiri oleh keringat yang sangat deras.

Heran sekali Siu Lie mengawasi si pendeta yang tengah melatih tenaga dalamnya itu. Malah tubuh Bun Ong Hoat-ong kemudian menggigil, mula-mula perlahan, semakin lama semakin jadi semakin keras dan kuat.

Setelah lewat sekian lama lagi, barulah tubuh Bun Ong Hoat-ong diam tidak menggigil lagi. Dan juga uap di atas kepalanya mulai menipis, lalu lenyap. Hanya saja keringat yang deras telah merubah jubahnya jadi basah kuyup.

Tiba-tiba Bun Ong Hoat-ong menyudahi latihannya tersebut, ia melompat berdiri.

“Tahap pertama selesai!” Kata si pendeta dengan muka yang berseri-seri, karena latihannya itu rupanya berhasil. “Hemm, selanjutnya aku perlu bantuanmu!”

Siu Lie kaget, semula dia berharap, begitu si pendeta menyudahi latihannya, dia akan diperbolehkan untuk pergi. Tapi mendengar kata-kata si pendeta, gadis ini jadi mengeluh di dalam hatinya. Dia segera menyadarinya, masih ada sesuatu yang harus dilakukannya.

“Apa....... apa yang hamba lakukan Taysu?” Tanya Siu Lie dengan suara tergetar dan matanya telah merah lagi akan menangis.

Bun Ong Hoat-ong tidak menyahuti. Dia membuka jubahnya.

Siu Lie kaget dan malu bukan main melihat itu, dia menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dia kaget dan ketakutan karena melihat si pendeta. Segera ia memiliki dugaan tentu pendeta ini akan memperkosanya.

Tapi ternyata tidak.

“Kau dengarlah!” Kata si pendeta kemudian, “Kau harus membantuku! Aku akan rebah di pembaringan. Mengertikah kau apa yang harus kau lakukan?!”

“Me…… mengerti Taysu!”

“Jika kau dapat melakukan tugas ini dengan baik, maka kau akan segera kuperbolehkan meninggalkan kamar ini! Dan sebelum kuperintahkan agar kau menyudahinya, kau tidak boleh berhenti!”

Setelah berkata begitu, tubuh Bun Ong Hoat-ong melompat ke atas pembaringan. Dia rebah di atas pembaringan itu, dan mengerahkan tenaga dalamnya.

“Nah, mulai!” Katanya.

Siu Lie menghampirinya. Tapi rasa takut membuat dia melakukan tugas itu.

Selama itu si pendeta menggigil dan ia mengerahkan tenaga dalamnya bertahan. Baru saja dua bagian, tiga bagian, empat bagian, lima bagian, enam bagian. Baru saja dia mau mengerahkan tujuh bagian, tubuhnya menggigil keras sekali.

“Berhenti!” Teriak si pendeta dengan napas memburu dan keringat telah membasahi sekujur tubuhnya.

Siu Lie terkejut, dan muka si gadis, pucat pias. Dia menduga bahwa dirinya melakukan suatu kesalahan.

“Ke…… kenapa Taysu?” Tanyanya dengan suara menggigil.

“Cukup!” Kata si pendeta. “Kau boleh pergi........!”

Girang si gadis. Dia hampir menangis lagi karena diperbolehkan untuk meninggalkan kamar ini. Dengan langkah kaki yang tertatih-tatih dia keluar dari kamar Bun Ong Hoat-ong setelah mengucapkan terima kasih kepada si pendeta!

Bun Ong Hoat-ong tidak segera mengenakan jubahnya. Dia duduk tertegun di tepi pembaringan.

“Sulit! Sulit……! Aku tetap tidak berhasil untuk menembus tingkat ketujuh!” Menggumam pendeta itu.

Lama dia duduk terpekur seperti itu, baru kemudian dia mengenakan jubahnya. Diapun masih menggumam: “Tampaknya untuk menebus tingkat ketujuh saja diperlukan beberapa orang gadis lainnya lagi!”

Rupanya Lhama baju merah ini, Bun Ong Hoat-ong, memang tengah melatih semacam ilmu yang hebat luar biasa, tenaga dalam yang sakti, namun sesat. Latihan tenaga dalam itu selalu di sertai seorang gadis. Kemudian selesai mengerahkan tenaga dalamnya, dia harus rebah di atas pembaringan.

Dengan si gadis, dia akan merasa darahnya akan beredar cepat sekali. Justeru dalam keadaan seperti itu, dia harus memusatkan tenaga dalamnya pada pintu jalan darah Ma-hiat, Cung-hiat. Dua jalan darah itu harus diisi dengan hawa murni.

Memang latihan seperti ini harus setingkat demi setingkat. Dan Bun Ong Hoat-ong sudah berhasil melatih sampai tingkat tujuh. Karena hari inipun, dengan bantuan Siu Lie, dia masih gagal untuk menebus pintu ketujuh, yaitu tingkat ketujuh yang akan membuat dia tambah gagah saja.

Tapi, bagi orang yang melatih tenaga dalam yang hebat dan tersesat seperti itu, memiliki pantangan. Yaitu di kala dia melatih ilmunya itu maka dia harus bisa menahan nafsu. Kalau tidak begitu, dia akan cacad seumur hidup, dan latihannya akan kandas. Dia malah terancam akan terbinasa.

Karena dari itu, Bun Ong Hoat-ong memang tidak mau memperkosa setiap gadis yang dijadikan korbannya. Dia cuma perintahkan gadis itu duduk dalam sikap bersemedhi.

Tapi betapa jengkelnya Bun Ong Hoat-ong, karena dia tetap saja gagal untuk memperoleh kenaikan tingkat, yaitu menerobos tingkat ketujuh.

Besok paginya, Ong-ya Hakarsan telah menanyakan padanya, apakah Siu Lie telah melayani si pendeta dengan baik sekali, maka si pendeta merangkapkan kedua tangannya.

“Ong-ya memang sangat pandai memilih gadis-gadis yang sangat sempurna. Sungguh Lolap sangat beruntung sekali memiliki junjungan seperti Ong-ya!”

Mendengar kata-kata Bun Ong Hoat-ong, bukan main girangnya hati pangeran Hakarsan. Dia tertawa bergelak-gelak.

“Apakah malam ini aku harus mengirim lagi seorang gadis lainnya, Taysu?” tanya pangeran Hakarsan selang beberapa saat, setelah dia puas tertawa.

Bun Ong Hoat-ong mengangguk dengan segera.

“Jika Ong-ya tidak keberatan, memang Lolap menghendaki agar setiap malam ke kamar lolap dikirim seorang gadis!”

“Beres! Nanti kami akan mengatur semuanya itu!” Kata pangeran Hakarsan.

Dan memang apa yang dijanjikan pangeran Hakarsan telah dibuktikan, setiap malam dia tentu mengirimkan seorang gadis ke kamar Bun Ong Hoat-ong. Dan gadis-gadis itu umumnya merupakan anak dari pengawal istana ataupun juga anak dari pelayan istananya. Dan perintahnya itu harus dilaksanakan!

Jika ada pengawal istananya yang keberatan memberikan puteri mereka dipersembahkan buat Bun Ong Hoat-ong, maka pengawal itu akan dijebloskan ke dalam penjara dan juga akan disiksa sampai setengah mati.

Karena dari itu jarang sekali ada pengawal yang menolak perintah pangeran Hakarsan. Demikianlah Bun Ong Hoat-ong berulang kali, melatih tenaga murninya yang luar biasa anehnya itu, yang setiap malam dengan seorang gadis. Namun tetap saja ia belum berhasil menembus tingkat ketujuh.

Setelah hari kesebelas, barulah dia berhasil menerobos tingkatan ketujuh itu. Dan si pendeta jadi girang bukan main. Dengan berhasilnya ia menembus tingkat ketujuh, maka ia bertambah kosen saja.

Memang tenaga dalam yang dilatihnya itu merupakan ilmu yang sangat mujijat dan luar biasa, seluar biasa syarat-syaratnya, setiap kali ingin berlatih.

Tan Goanswe pun selama itu diobati oleh Bun Ong Hoat-ong, berangsur-angsur ia mulai sehat. Malah setelah lewat dua minggu, dia sudah bisa duduk dan bicaranya mulai lancar, untuk menceritakan apa yang telah dialaminya di Lembah Pit-mo-gay.

Apa yang diceritakan oleh Tan Goanswe atau nama lengkapnya Jenderal Tangarlut itu, merupakan pengalaman yang menakjubkan karena justeru ia telah mengalami kekalahan yang sangat parah di lembah Pit-mo-gay.

Menurut Jenderal Tangarlut, dia telah dihadapi oleh puluhan orang yang berkepandaian tinggi. Setiap lawannya memiliki kepandaian yang tidak berada di sebelah bawah kepandaiannya.

Karena dari itu, walaupun Jenderal Tangarlut memiliki ilmu silat yang tinggi dan mahir, tokh dikeroyok seperti itu, ia telah terluka, dan tertawan. Malah kemudian, dia disiksa dengan berbagai cara seperti dipindahkan seluruh letak jalan darah di tubuhnya, dengan begitu darahnya beredar kalang kabutan, dan juga ia telah dilukai oleh jarum-jarum yang mengandung racun, yang berbagai jenis dan juga bekerjanya sangat cepat. Dia juga dilukai di dalam yang parah.

Tapi keadaan di dalam Pit-mo-gay memang sangat menakjubkan bagi Tangarlut, jenderal yang telah kandas dengan pasukannya tersebut. Karena ia sempat menyaksikan, lembah itu memiliki banyak sekali jalan rahasia, juga banyak rumah-rumah yang bisa dipindahkan secara ajaib sekali membuat dia dengan pasukannya ketika berada di Pit-mo-gay jadi bingung dan panik, itulah sumber kekalahannya yang pertama.

Yang telah mengerikan, ketika ia dibawa ke dasar lembah, di mana tempat itu dijadikan semacam markas besar kaum pemberontak. Di dasar lembah itupun banyak sekali rahasia yang tidak bisa terungkapkan.

“Jika dilihat dari gerak-gerik dan cara berkata-kata para pemberontak itu, mereka bukan terdiri dari orang-orang Han belaka, mereka bercampur baur dengan suku bangsa lainnya. Juga mereka aneh-aneh, yang mereka cari adalah Giok-sie, cap kerajaan karena dengan Giok-sie mereka ingin menggerakkan rakyat, untuk menentang kerajaan Tay Goan.

Banyak keanehan yang dijumpai Jenderal Tangarlut, tapi tidak seluruhnya ia ingat karena banyaknya pengalaman yang menakjubkan dialaminya. Ia mendengar suara seperti orang yang menangis dari tempat kejauhan, ia melihat gadis-gadis cantik seperti bidadari yang berpakaian serba putih, seakan-akan bisa menari-nari di angkasa seperti barisan dewi yang baru turun dari kahyangan.

Dan juga ia menyaksikan banyak sekali binatang-binatang berbisa yang aneh luar biasa, di samping itupun banyak ia melihat pemberontak yang berpakaian beraneka ragam cara berpakaian mereka itu berlainan satu dengan yang lainnya. Ada yang berpakaian sebagai busu, ada yang berpakaian sebagai siucai, pendeta, tie-kwan, tosu, pengemis atau pun juga pakaian dari para bangsawan. Dan ini memang benar-benar membingungkan Jenderal Tangarlut.

Banyak yang diceritakan Jenderal itu, sampai akhirnya Hakarsan berunding dengan Bun Ong Hoat-ong. Sedangkan Jenderal Tangarlut diminta untuk beristirahat lebih jauh, karena kesehatannya belum pulih keseluruhnya.

“Bagaimana menurut tanggapan Taysu?” Tanya Pangeran Hakarsan setelah mereka berada berdua di kamar kerja pangeran itu.

Bun Ong Hoat-ong tersenyum tawar.

“Biarpun mereka memiliki kepandaian yang cukup tinggi, tapi Lolap akan menyapu bersih mereka!” Menyahuti Bun Ong Hoat-ong dengan angkuh.

“Hemmm, mungkin juga Jenderal Tangarlut telah ditakut-takuti dan digertak olen para pemberontak itu, sehingga ia melihat segala yang tidak-tidak bagaikan dalam khayalan! Atau memang ada di antara para pemberontak itu yang mengerti ilmu sihir dan telah mempengaruhi Jenderal Tangarlut, membuat semangat bertempur Jenderal Tangarlut jadi musnah!”

“Mungkin juga pendapat Taysu benar!” Bilang pangeran Hakarsan sambil tersenyum: “Justeru kami mengundang Taysu dengan harapan Taysu mau membantu kami. Kesediaan Taysu memang kami harapkan benar, karena walaupun bagaimana memang kami mengandalkan Taysu!

“Perlu Taysu ketahui bahwa kami ini tidak mengerti ilmu kebatinan, sehingga jika pihak lawan mempergunakan ilmu sihir niscaya akan membuat kami terpengaruh. Tapi lain dengan Taysu, jika memang Taysu mempergunakan ilmu kebatinan, niscaya akan membuat kami bisa untuk kembali sadar, sehingga pihak lawan yang mempergunakan ilmu sihir itu bisa kami hadapi dengan baik.”

Setelah berkata begitu, Pangeran Hakarsan bangun berdiri, dia merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat kepada si pendeta, sedangkan Bun Ong Hoat-ong cepat-cepat bangun juga buat balas menjura memberi hormat kepada pangeran Hakarsan.

Di kala itu, Pangeran Hakarsan menjura sebanyak tiga kali, barulah dia bilang: “Dengan memandang muka kami, maka kami harap Taysu bersedia untuk memimpin kami.”

“Jangan Ong-ya bicara seperti itu, karena memang Lolap telah bertekad, walaupun bagaimana akan membantu pihak kerajaan sebab memang Lolap sengaja telah memenuhi undangan Ong-ya untuk memusnahkan pemberontak itu!

“Berkat bantuan Ong-ya, maka telah membuat Lolap pun berhasil menaikan satu tingkat kepandaian istimewa Lolap, yaitu ilmu Hek-pek-ciang karena Ong-ya telah memberikan gadis-gadis yang tidak pernah terputuskan, dengan cara yang teratur. Karena dari itu telah membuat Lolap dapat berlatih dengan lancar dan sempurna, dengan sebaik-baiknya, sehingga Lolap pun sangat berterima kasih sekali pada Ong-ya.

“Sekarang terimalah pernyataan terima kasih dari Lolap, karena memang Lolap merasa berhutang budi kepada Ong-ya, jika memang Ong-ya tidak dapat menyediakan gadis-gadis itu, niscaya Lolap juga tidak memperoleh kemajuan demikian pesat!” Setelah berkata begitu, tampak iapun menjura memberi hormat.

Demikian antara Pangeran Hakarsan dengan pendeta Bun Ong Hoat-ong, telah terjadi saling merendahkan diri dan mengucap terima kasih, mereka saling menghormati.

Akhirnya pangeran Hakarsan bilang: “Sekarang biarlah kami bicara terus terang, betapa pun juga, kami sangat membutuhkan sekali bantuan Taysu, agar mau memimpin pasukan pergi menumpas pemberontak di lembah Pit-mo-gay! Apakah Taysu tidak keberatan?”

“Tugas itu akan Lolap laksanakan dengan sebaik-baiknya!” kata si pendeta.

Wajah Pangeran Hakarsan berseri-seri.

“Atas nama Hong-siang, kami mengucapkan terima kasih!” Katanya dengan memberi hormat.

Begitulah, mereka berdua telah merencanakan bagaimana dan cara apa yang akan mereka pergunakan untuk menghadapi pemberontak di lembah Pit-mo-gay.

Pendeta Bun Ong Hoat-ong telah menyusun rencananya sebaik mungkin. Ia pun akan memimpin seribu orang tentara kerajaan dalam pasukan dan akan segera melaksanakan untuk menumpas pemberontak di lembah Pit-mo-gay.

Ia pun telah melatih para tentara kerajaan itu selama dua minggu. Mereka dibekali jangan sampai terkena ilmu sihir, jika tokh pihak pemberontak itu memakai ilmu sihir untuk mempengaruhi mereka.

Dengan adanya Bun Ong Hoat-ong, pangeran Hakarsan yakin, bahwa pihak kerajaan kali ini akan berhasil menumpas pemberontak di Lembah Pit-mo-gay, dan semuanya akan dapat dihancurkan.

Dengan disertai upacara kebesaran Bun Ong Hoat-ong pada pagi itu berangkat memimpin para tentara itu akan mulai perjalanannya dan iapun telah memperoleh restu dari Kaisar Kublai Klan.

Perjalanan untuk mencapai gunung Song-san mungkin memakan waktu satu bulan lebih, dan setelah tiba di sana Bun Ong Hoat-ong akan melihat keadaan dulu, tidak akan segera menyerang, karena ia ingin mempelajari dengan sebaik-baiknya. Seribu tentara kerajaan yang berada dalam kekuasaan dan perintahnya itu sesungguhnya bukan tentara kerajaan sembarangan, karena mereka terdiri dari perwira-perwira berkepandaian tinggi, juga para pahlawan istana yang ikut serta, untuk menumpas para pemberontak itu.

Dengan cara demikian, jelas mereka tidak perlu jeri menghadapi pemberontak itu, walaupun mereka semuanya memiliki kepandaian ilmu silat yang tinggi, karena merekapun memiliki ilmu silat yang tidak rendah.

Jika memang tentara kerajaan biasa, mudah sekali pihak pemberontak itu menghadapinya. Kaisar Kublai Khan pun yakin, sekali ini, dengan ikut sertanya para pahlawan kerajaan di bawah Pimpinan Bun Ong Hoat-ong, niscaya pasukan kerajaan ini akan dapat menumpas para pemberontak itu.

Demikianlah rombongan Bun Ong Hoat-ong telah beriring-iringan menuju ke arah Barat, untuk mencapai gunung Song-san. Dan Bun Ong Hoat-ong selalu bersikap hati-hati, waspada sekali, tidak pernah ia membiarkan anak buahnya meneguk minuman keras.

Dan jika diketahuinya ada anak buahnya yang minum arak akan dihukumnya. Karena itu, ia bisa memelihara kedisiplinan dan juga kewaspadaan pada pasukannya itu.

Dengan begitu pula, Bun Ong Hoat-ong herhasil mempertinggi kesiap siagaan dari pasukannya itu. Walaupun bagaimana Bun Ong Hoat-ong memang bertekad untuk pulang ke kota raja dengan kemenangan di dalam tangannya untuk memperoleh pujian, pangkat dan harta dari Kaisar Kublai Khan. Dan Bun Ong Hoat-ong memang akan mempertaruhkan segalanya, demi berhasilnya dia menumpas pemberontak di lembah Pit-mo-gay.

Lembah Pit-mo-gay merupakan sebuah lembah yang letaknya terkurung oleh tebing yang tinggi sekali di gunung Song-san, karena itu jarang yang bisa mencapai lembah Pit-mo-gay jika memang tidak betul-betul memiliki kepandaian yang tinggi. Di samping itu, sulitnya alam di gunung Song-san, yang sepanjang hari penuh dengan kabut, hujan yang hampir setiap hari turun seperti dicurahkan dari langit, membuat perjalanan ke Lembah Pit-mo-gay yang memang sudah sulit jadi semakin sulit.

Penduduk di sekitar gunung Song-san, pada perkampungan yang dekat, jarang yang berani mendekati lembah Pit-mo-gay. Karena mereka menyadari kebuasan alam yang masih tertutup di lembah Pit-mo-gay, bisa saja mengundang kematian buat mereka.

Karena itu keadaan di sekitar puncak gunung Song-san maupun di dasar lembah itu, di lamping gunung, selalu sepi dan tidak pernah terlihat seorang manusia pun juga cuma tampak burung-burung yang beterbangan juga terdengar suara binatang-binatang liar penghuni gunung itu.

Karena itu pula lembah yang terdapat di gunung Song-san itu diberi nama Pit-mo-gay. Lembah Iblis banyak cerita-cerita yang bertebaran di belakangan penduduk, yang mirip-mirip dengan dongeng belaka yang menyatakan bahwa di lembah Pit-mo-gay selalu berkumpul para dewa dan dewi yang turun dari kahyangan dan mengadakan perjamuan maupun pesta yang menarik di lembah tersebut.

Karena itu banyak juga yang tertarik untuk pergi menysksikan keadaan di lembah tersebut. Umumnya, mereka adalah pemuda-pemuda yang nekad. Dan mereka selalu perlu untuk tidak kembali. Lenyap tanpa kabar berita.

Dan pengalaman-pengalaman seperti itu yang akhirnya membuat penduduk di kampung-kampung sekitar gunung Song-san melarang anak-anaknya, atau sanak familinya pergi ke lembah Pit-mo-gay. Sampai akhirnya, tidak ada seorang pun yang berani untuk coba mendekati lembah itu. Dengan demikian, keadaan di lembah tersebut semakin liar juga dengan pohon-pohon yang tumbuh menambah keangkeran lembah itu.

<> 

Tapi pada malam itu, dalam keadaan dan kesunyian yang ada di lamping sebelah selatan gunung Song-san, tampak sesosok tubuh yang tengah berkelebat gesit sekali, melompat dari tebing yang satu ke tebing yang lain, seakan juga sosok tubuh itu memang dapat terbang dengan ringan.

Jika saja diwaktu itu ada seorang penduduk yang menyaksikan pemandangan seperti itu, niscaya akan menduga bahwa sosok tubuh itu tidak lain dari hantu penunggu dan penghuni lembah Pit-mo-gay, dan akan lari ketakutan setengah mati.

Sosok tubuh itu masih terus berlari-lari ringan sekali seperti bayangan, sampai akhirnya ia melompat turun, ia tiba di mulut lembah Pit-mo-gay. Dia berdiri agak lama di depan mulut lembah, dan telah mengawasi sekitar tempat itu. Akhirnya dia bersiul perlahan, tidak begitu nyaring, tapi suara siulan itu cukup jelas, karena bergema di sekitar lembah yang begitu sunyi.

Tidak terlihat perobahan apapun juga dan dia bersiul lagi, dua kali iramanya mengikuti kicau burung. Lalu dari sisi kanannya terdengar siul balasan, dua kali juga. Tampak melompat sesosok tubuh lainnya. Gerakannya juga sangat ringan dan telah berdiri di sisi sosok tubuh yang pertama.

“Sung Toako?” tanya sosok tubuh yang baru keluar dari tempat persembunyian.

“Benar, apakah Cie Jie-te? tanya Sung-toako itu.

“Ya…… kita datang terlalu cepat!” Kata orang yang baru datang itu. “Kawan-kawan belum lagi datang.”

“Kita tunggu saja! Mereka tentu mengalami kesulitan dengan perjalanan yang tidak mudah di gunung ini! Dan tadi saja satu kali aku pernah tergelincir akan terjerumus ke dalam jurang. Untung saja aku cepat dapat menguasai diri....... memang perjalanan di gunung Song-san ini masih liar dan sulit untuk dilalui.......!”

Begitulah kedua sosok tubuh itu melompat ke samping kiri, berdiam di balik gerombolan pohon, mereka telah mengawasi sekitar tempat itu dengan leluasa, karena dengan berdiamnya mereka di balik gerombolan pohon seakan juga mereka itu memang tengah bersembunyi dan terlindung, sehingga jika ada orang lainnya yang tiba di mulut lembah, jelas tidak akan dapat melihat mereka dan tidak mengetahui di tempat itu bersembunyi dua orang. Tapi kedua orang itu dengan leluasa bisa melihat apa yang ada di mulut lembah itu.

Sung Toako, atau kakak tertua Sung itu ternyata orang Kang-ouw yang memiliki nama sangat terkenal sekali dibilangan Su-coan. Dan nama lengkapnya adalah Sung Sie Coan. Dan ia seorang ahli tenaga dalam, lweekhe, seorang yang benar-benar dikagumi oleh orang-orang Kang-ouw dan dihormati karena tindakannya yang selalu membela kebenaran.

Tidak pernah dia berlaku setengah hati dalam menghukum para penjahat. Jika ada seorang penjahat, terlebih lagi telah terbukti kesalahannya, maka ia akan menurunkan tangan berat, memusnahkan ilmu silat penjahat itu, atau juga membuatnya bercacad, jika memang perlu dia akan membunuhnya.

Senjata yang diandalkannya adalah sebatang tombak pendek, yang diujungnya bercagak dua. Dengan tombak pendeknya itu dia malang melintang dengan penuh kegagahannya tidak pernah bertemu tandingan.

Dan juga, banyak jago-jago Kang-ouw yang semula merasa iri dan ingin mengujinya, telah dapat dirubuhkan. Dengan cepat, mereka jadi bersahabat, dan rasa kagum dari jago-jago yang dirubuhkan Sung Sie Coan umumnya tidak pernah bersakit hati, karena mereka justeru memang merasa kagum dan tunduk atas kelihayan she Sung tersebut.

Sung Sie Coan memiliki tiga orang saudara angkat. Ia sebagai Toako, kakak tertua. Sedangkan adiknya yang nomor dua bernama Cie Pang yang ketiga Lo Siang An. Lalu yang terbungsu adik yang keempat, she Liang bernama Ie Shen.

Dengan demikian, mereka berempat malang melintang di dalam rimba persilatan menegakkan keadilan. Memang tiga orang adik angkat dari Sung Sie Coan memiliki kepandaian sama tingginya, mereka semuanya semula merupakan orang-orang yang tak senang melihat Sung Sie Coan demikian dihormati oleh jago-jago Su-coan, mereka tidak yakin bahwa Sung Sie Coan memiliki kepandaian yang tinggi, karena itu mereka telah menyatroninya, untuk menantangnya bertempur.

Mereka memperoleh kenyataan kepandaian Sung Sie Coan memang sungguh tinggi dan sangat mahir sekali ilmu tombaknya, mereka satu persatu telah kena dirubuhkan, dengan demikian mereka tunduk dan akhirnya mengajak Sung Sie Coan untuk mengikat tali persahabatan. Tapi malah Sung Sie Coan menganjurkan agar mereka mengangkat saudara saja, satu dengan lain menjadi saudara angkat. Dan memang mereka akhirnya menjadi kakak dan adik angkat dan menurut urutan dari usia masing-masing.

Belakangan         justeru Sung Sie Coan telah mendengar dari sahabatnya tentang Giok-sie cap kerajaan yang katanya telah berada di tangan jago-jago yang berkumpul di lembah Pit-mo-gay. Karena dari itu segera juga Sung Sie Coan mengajak adik-adik angkatnya, buat pergi menyatroni Lembah Pit-mo-gay karena ia bermaksud merampas Giok-sie.

Sung Sie Coan bermaksud akan memberikan kelak Giok-sie kepada seorang pendekar yang sekiranya bisa menggerakkan rakyat, untuk mengusir tentara penjajah yang menduduki Tiong-goan dan memakai gelar kerajaan Tay Goan itu, sedangkan jago-jago di Lembah Pit-mo-gay merupakan jago beraliran sesat, dan jika saja Giok-sie itu dipergunakan mereka, niscaya cuma akan mendatangkan malapetaka yang tidak ringan buat rakyat.

Tiga orang adik angkat dari Sung Sie Coan memang menyetujui akan keinginan kakak mereka yang tertua, segera juga mereka berangkat ke Pit-mo-gay.

Cuma saja sulitnya perjalanan di gunung Song-san tersebut membuat mereka akhirnya terpisah satu dengan yang lain. Mereka cuma berjanji akan berkumpul di mulut lembah Pit-mo-gay.

Memang perjalanan untuk mencapai lembah Pit-mo-gay sangat sulit, alam yang masih buas dan juga cuaca yang buruk, dengan turun hujan hampir setiap hari, menyebabkan tidak ada jalan yang teratur untuk mencapai Pit-mo-gay. Walaupun mereka memiliki kepandaian yang tinggi tokh, mereka harus memusatkan seluruh perhatian mereka, guna mencapai mulut Lembah Pit-mo-gay.

Sedikit saja mereka mengalami salah perhitungan yang sekecil apapun juga niscaya akan membuat mereka akhirnya menerima bencana yang tidak kecil, yaitu bisa saja mereka terjerumus ke dalam jurang ataupun mereka akan terhantam oleh batu gunung yang sewaktu-waktu bisa saja terlepas dan menimpah mereka! Karena dari itu sikap hati-hati dan waspada diperlukan sekali.

Sekarang justeru Sung Sie Coan berdua dengan Jie-tenya, adiknya yang kedua yaitu Cie Pang telah berada di mulut lembah tersebut, mereka hanya menantikan Liang Ie Shen dan Lo Siang An, adik yang ketiga dan keempat, si bungsu.

Lama juga mereka berdua berdiam di balik gerombolan pohon liar, dan mengawasi ke mulut Lembah itu maupun di sekitar tempat tersebut, sampai akhirnya mereka melihat sesosok bayangan yang tengah melompat turun dan berlari-lari dengan cepat sekali. Di belakangnya tampak berlari sesosok tubuh lainnya.

“Mau kemana kau? Hemmm, walaupun kau melarikan diri ke ujung dunia, jangan harap engkau bisa meloloskan diri dari tanganku!”

Terdengar, sosok tubuh yang di belakang itu telah membentak dengan suara yang sangat nyaring dan menyusul dengan itu tampak tubuhnya berkelebat lebih cepat lagi, diiringi dengan berkelebatnya sinar yang berkilauan dalam kegelapan, karena ia mempergunakan sebatang pedang untuk menikam punggung orang buruannya.

Sedang orang yang di depan, yang ditikam punggungnya, tidak berani berayal. Sebab ia segera juga memutar tubuhnya, dan telah menangkis dengan pedangnya.

Benturan senjata tajam itu sangat kuat sekali, memperdengarkan suara “Tranggg”, yang nyaring dan lelatu api yang muncrat terang sekejap kemudian melompat lagi orang di depan itu untuk meneruskan larinya.

Tapi orang yang mengejarnya telah mempercepat larinya, berusaha menyusulnya untuk menghadangnya. Ia gagal dan orang itu telah lari lima tombak lebih.

“Hemm, manusia rendah....... terimalah seranganku!”

Terdengar pengejar itu membentak bengis, tangannya segera bergerak melontarkan sesuatu, beberapa titik sinar kuning yang terang berkelebat dan menyambar ke punggung orang yang dikejarnya. Orang itu tidak bisa meneruskan larinya karena menyambarnya senjata rahasia itu yang berbentuk jarum-jarum emas yang halus dan kecil, dengan memutar pedang.

Tapi karena dia menghadapi jarum-jarum itu, dia tidak bisa meneruskan larinya dan telah terkejar oleh lawannya, yang begitu tiba telah menyerang dengan gencar.

Dua orang itu seketika terlibat dalam pertempuran yang seru, karena pengejarannya telah menikam dan menabas tidak hentinya. Orang yang tadi berusaha melarikan diri ternyata memiliki kepandaian yang di bawah satu tingkat dari pengejarnya, dalam waktu singkat dia mulai terdesak lagi.

Walaupun orang itu mati-matian memberikan perlawanan, namun tetap saja dia tidak berhasil untuk menghadapi pengejarnya itu, karenanya telah membuat dia beberapa kali terhuyung oleh desakan serangan pedang lawannya.

“Manusia rendah, jika kau tidak mau menyerah secara baik-baik, aku akan membuat kau mampus tidak, hidup pun tidak dapat!” membentak orang yang mengejarnya.

“Hemm, walaupun Pit-mo-gay menyebarkan seribu iblis, jangan harap Liang Ie Shen jeri padamu,” bentak orang yang terdesak itu, yang tidak lain dari adik angkat Sung Sie Coan yang terbungsu, yang keempat. Suaranya mengandung kemurkaan dan penasaran, diapun telah mengempos seluruh semangatnya untuk mengeluarkan jurus-jurus andalannya, dan dia berusaha juga untuk menghadapi lawannya itu dengan sebaik-baiknya. Memang dia telah menyadarinya bahwa dirinya telah terdesak terus menerus akan tetapi tetap saja ia tidak mau menyerah.

Sung Sie Coan berdua dengan Cie Pang terkejut setelah mengenali dan mengetahui bahwa orang yang terdesak itu tidak lain dari adik angkat mereka yang keempat.

Cie Pang segera ingin melompat keluar dari tempat persembunyiannya, akan tetapi justeru Sung Sie Coan yang memang memiliki perhitungan sangat baik, telah mencekal tangan adik angkatnya itu.

“Tunggu dulu, Jie-te……!” Katanya.

“Tapi Toako……. Sie-te telah terdesak hebat…….!” kata Cie Pang.

“Kita lihat saja dulu…….!” kata Sung Sie Coan. “Dan kita memang telah tiba waktunya, barulah membereskan lawan Sie-te!”

“Tapi Toako.......!”

“Orang itu kukira bukan sendirian....... tampaknya dia orang Pit-mo-gay, kita lihat dulu apa yang sesungguhnya dikehendakinya! Dalam tigapuluh jurus Sie-te masih bisa bertahan dengan baik…… karenanyakita lihat saja dulu. Ja

Tapi lawannya itu memang bukan seorang yang lemah, dia memiliki kepandaian yang tinggi, diapun sejak tadi malah telah berhasil mendesak lawannya, karena kepandaiannya tampaknya menang satu tingkat. Dia mudah saja menghindarkan diri dari serangan setengah kalap yang dilakukan oleh lawannya, dan kemudian pedangnya itu menyampok dengan gerakan “Lo-hu menabrak pohon” cepat bukan main pedangnya itu bisa menyampok pedang Liang Ie Shen terpental dan terlepas dari cekalannya.

Liang Ie Shen kaget tidak terhingga, apa yang terjadi ini tidak pernah diduganya. Walau pun ia menyadari dirinya berada satu tingkat di bawah kepandaian dari lawannya, akan tetapi tetap saja dia yakin dalam seratus jurus tentu dia masih bisa menghadapinya.

Akan tetapi sekarang, pedang itu telah terlempar dan terlepas dari cekalannya. jika memang dia menghadapi lawannya dengan tangan kosong, niscaya dia segera dapat dirubuhkan.

Diwaktu itu sambil mengeluarkan suara tertawa tergelak-gelak Lie Kun, orang yang diduga sebagai orang Pit-mo-gay itu telah membulak balikan pedangnya.

“Hemmm, sekarang kau mau menyerah atau tidak?” bentak Lie Kun dengan suara yang dingin.

Muka Liang Ie Shen jadi merah padam. Dengan membusungkan dadanya ia bilang: “Kau bunuhlah! Tuan besarmu tidak akan takut mati. Hemm kali ini memang tuan besarmu telah jatuh di tanganmu tapi jika memang tuan besarmu memiliki umur panjang, hemmm, hemm........!”

“Apa yang hem heman seperti itu?” Tanya Lie Kun mengejek. “Kau ingin mengatakan bahwa kelak kau akan mencari aku untuk menuntut balas bukan?”

“Tidak salah, semua ini merupakan hal yang harus diperhitungkan dan memang akan kuperhitungkan kelak dengan bunganya sekali gus!” setelah berkata begitu dengan segera dia memejamkan matanya, dia seakan juga tengah menantikan tikaman dari lawannya.

Tapi lawannya itu, Lie Kun telah tertawa tergelak-gelak dengan suara yang sangat nyaring, tampaknya sinis dan menghina sekali, dia telah memandang dengan sikap yang meremehkan.

“Hemmm, kepandaianmu demikian rendah dan buruk hendak membalas sakit hati kepadaku?” tanyanya dengan suara menghina.

Liang Ie Shen tidak menyahuti, dia tetap memejamkan matanya.

“Baiklah!” kata Lie Kun kemudian, “Jika memang kau minta mampus, tuan besarmu tak akan menyia-nyiakan harapanmu!” setelah berkata begitu, segera juga ia menggerakkan pedangnya, menikam ke arah pundak Liang Ie Shen.

Gerakan yang dilakukannya itu memang cepat, tapi lebih cepat lagi sebutir batu kerikil yang menyambar dengan pesat sekali, telah melanggar pedang itu.

“Tranggg!!” Tikaman yang dilakukan Lie Kun terpental ke samping, karena benturan batu tersebut memang sangat kuat sekali membuat pedang itu jadi hampir terlepas dari cekalan tangannya.

Sedangkan dua sosok tubuh telah melompat keluar dari balik semak belukar. Gerakannya sangat cepat dan gesit, mereka telah berada di samping Liang Ie Shen.

Lie Kun sendiri, waktu pedangnya terbentur batu, tengah melompat ke belakang dengan muka yang berobah merah padam. Dia murka sekali, mengawasi kepada dua orang yang baru muncul itu.

Justeru Liang Ie Shen yang telah membuka matanya, dia jadi girang bukan main, ia telah mengenali dua orang kakak angkatnya.

“Toa-ko! Jie-ko!” panggilnya.

Sung Sie Coan telah mengibaskan tangannya kepada Lie Kun, katanya: “Tuan, kami ingin meminta pengajaran darimu. Aku Sung Sie Coan, ingin sekali merasakan lihaynya, pedangmu!”

Setelah berkata begitu Sung Sie Coan tanpa banyak bicara mengambil sikap bersiap sedia untuk menerima serangan!

Lie Kun berdiri sejenak di tempatnya, dia ragu-ragu. Merasa tenaga timpukan batu tadi pada pedangnya, yang membentur begitu kuat, seketika ia mengetahui bahwa tenaga dalam orang itu memang sangat tinggi, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan latihan tenaga dalam Liang Ie Shen.

“Siapa kau?” Bentaknya kemudian.

“Sesungguhnya kami datang kemari ingin sekali menemui orang-orang Pit-mo-gay!” Kata Sung Sie Coan yang melihat orang tidak segera menyerangnya. “Tapi, tadi kau terlalu angkuh, dan kami memang ingin melihat bagaimana kau membinasakan adik angkat ini dan semua ini tentu saja harus ada perhitungannya!”

Setelah berkata begitu, Sung Sie Coan dengan dingin mengibaskan tangannya: “Ayo, kita mulai sekarang saja! Justeru aku ingin sekali merasakan lihaynya pedangmu.”

Lie Kun tertawa dingin

“Hemm, kiranya orang itu bukan datang seorang diri, dia datang berkelompok! Baik! Baik! Terimalah serangan!” Setelah berkata begitu Lie Kun menikam dua kali.

Tapi Sung Sie Coan bergerak sangat lincah, pedangnya Lie Kun lewat di samping kirinya dan dikala tubuhnya tengah miring seperti itu, telapak tangan kanannya menghantam tulang iga lawannya.

“Dukk!” hebat sekali telapak tangannya itu mengenai sasaran. Lie Kun menjerit kesakitan, tubuhnya terhuyung-huyung.

Sung Sie Coan tidak bertindak sampai disitu saja, dan telah membarengi dengan telapak tangannya yang lain, dia telah menghantam lagi dengan kuat ke perut lawannya.

Dengan diiringi suara jeritan nyaring, tubuh Lie Kun terpental, dan kemudian tubuh terguling-guling di tanah. Di waktu itulah, tampak Liang Ie Shen menyambar pedangnya, dia melompat akan menikam, namun Sung Sie Coan telah menahannya.

“Jangan.......!” larangnya.

Liang Ie Shen patuh terhadap cegahan Toakonya, dia telah menahan meluncur pedangnya dan mengawasi bengis kepada Lie Kun yang memang di waktu itu rebah di tanah tidak berdaya, karena serangan dari Sung Sie Coan telah menyebabkan dia terluka di dalam.

Sedangkan Cie Pang menghampiri orang itu, dia menendang dengan kakinya, bentaknya, “Hemmmm….. kau ingin bilang apa lagi? Bukankah terhadap Sie-te kami kau bicara terlalu besar.”

Setelah berkata begitu kaki Cie Pang bergerak lagi, dia menendang lebih keras.

Lie Kun merintih kesakitan Dia bilang dengan suara tidak lancar: “Jika….. jika memang kalian laki-laki sejati..… kalian….. jangan main keroyok seperti itu.......!”

Setelah berkata begitu, Lie Kun berusaha untuk berdiri, tapi dia gagal. Tubuhnya rubuh lagi. Dia terguling di tanah dan merintih kesakitan pula, karena tampaknya dia menderita luka yang tidak ringan. Juga tulang iganya telah patah akibat gempuran yang dilakukan oleh Sung Sie Coan.

Sung Sie Coan bilang dengan suara tawar. “Sekarang kau beritahukan kepada kami di mana Giok-sie disimpan orang-orang Pit-mo-gay? Jika kau mau bicara, maka kau tidak akan memperoleh kesulitan!”

Muka Lie Kun berobah dia masih menderita kesakitan, tapi mendengar disebutnya Giok-sie matanya terpentang lebar-lebar!

“Kalian……. kalian ingin Giok-sie?” tanyanya dengan suara yang tidak lampias.

“Ya…..ya!” kata Sung Sie Coan sambil mengangguk berulang kali, suaranya tegas dan pasti, “Kau beritahukan kepada kami di mana disimpannya Giok-sie, dan kami tidak akan mempersulit dirimu…….!”

“Giok-sie itu….. itu…!” suara Lie Kun tambah tidak lancar.

“Kenapa?” Tanya Sung Sie Coan.

“Giok-sie tidak berada di tangan kami!”

“Kau jangan mencari kesulitan untuk dirimu sendiri!” kata Sung Sie Coan dingin, “Kau dapat kami binasakan diwaktu sekarang juga atau memang kami bisa membuat engkau menjadi manusia tidak bisa, matipun tidak bisa! Hemmm, bukankah tadi kau berkata begitu juga terhadap adikku yang keempat?

Ditanya begitu maka Lie Kun berubah pucat. Dia mengerti, memang dalam keadaan seperti ini dia sedang tidak berdaya, karena ia terluka di dalam yang tidak ringan. Karena itu, dia terpaksa menyahuti: “Jika memang....... memang kalian ingin mengetahui tentang Giok-sie kalian bisa menanyakannya kepada pemimpin kami…….!”

“Siapa pemimpin kau?” Tanya Sung Sie Coan. Dingin suaranya.

“Mo…… Mo-in-kim-kun?” Menyahuti Lie Kun pada akhirnya.

“Hemmm, Mo-in-kim-kun? Diakah yang menjadi pemimpin kalian?” tanya Sung Sie Coan. “Jadi orang-orang di Pit-mo-gay ini dipimpin oleh dia?”

Lie Kun mengangguk sambil menahan sakit yang tidak terkira, dia merintih sejenak, baru kemudian menyahuti: “Ya……, memang benar Mo-in-kim-kun pemimpin kami di Pit-mo-gay……!”

“Baiklah! Di mana markas besar kalian?” tanya Sung Sie Coan dengan suara yang tawar.

“Di dalam lembah Pit-mo-gay itu……” Menyahuti Lie Kun dengan suara yang tidak lampias.

“Hemmm....... jadi kalian semua berkumpul di dalam lembah itu?” Tanya Sung Sie Coan. Dia memang selalu teliti dan waspada sekali dalam bertindak karena itu ia pun agak cerewet dalam bertanya.

“Ya……!” menyahuti sekali Lie Kun. “Memang lembah Pit-mo-gay merupakan….. merupakan markas besar kami…..!”

“Hemmm,” mendengus Sung Sie Coan. “Di dalam lembah berkumpul beberapa banyak anak buah Mo-in-kim-kun?”

“Semuanya....... semuanya berjumlah lebih dari duaratus orang…… mungkin……” Berkata sampai di situ, tiba-tiba mata Lie Kun terbeliak lebar-lebar: “Itu….. itu.......!” Katanya, seakan juga dia ketakutan bukan main.

Sung Sie Coan dan yang lainnya menoleh ke belakang, mereka melihat dua orang yang tengah melangkah menghampiri, keluar dari lembah itu. Kedua orang itu agak luar biasa cara berpakaiannya. Yang seorang berpakaian seperti pendeta, tapi bukan pendeta karena jubahnya memang pendeta, dengan ujungnya diangkat dan dilibatkan di pinggang.

Dan juga sepatunya bukan sepatu yang baik, sebelah kanan sepatunya telah rusak, sedangkan yang sebelah kiri berbentuk sandal yang biasa dipakai oleh pengemis juga dalam keadaan telah rusak.

Yang seorang lagi merupakan seorang yang bermuka jelek sekali, matanya sipit dengan kepalanya yang kecil gepeng, dan rambutnya tumbuh jarang-jarang berbeda dengan kawannya yang berpakaian setengah pendeta itu, yang kepalanya gundul, tapi orang ini biarpun rambutnya jarang, toh dia masih menyisir rambutnya yang ujungnya diikat semacam tali.

Lagaknya sangat ceriwis sekali karena sambil melangkah tidak hentinya dia mendengarkan suara tertawa hihi dan hehe. Di tangan kanannya membawa sejilid kitab, sedangkan tangan yang satunya membawa sebatang ranting kecil yang cukup panjang, yang digerak-gerakkan dengan sikap seperti sedang memukul kuda tunggangan.

“Hemmm, kiranya ada tamu!” berseru yang berpakaian pendeta itu yang luar biasa cara berpakaiannya. “Mengapa tidak segera masuk?”

Setelah berkata begitu dia menoleh kepada Lie Kun, matanya bersinar tajam, sikapnya mendadak berobah jadi bengis, katanya. “Lie Kun, mengapa kau tidak segera mengundang tamu agar masuk ke tempat kita, untuk dihormati?”

Lie Kun tampak ketakutan setengah mati, seperti juga dia tengah melihat hantu yang sangat menakutkan.

“Ini…… ini…...!” Katanya tergagap. Tapi dia tidak bisa meneruskan kata- katanya, sebab orang yang berpakaian setengah pendeta itu telah menggerakkan tangan kanannya, yang diangkat tangan ke atas dulu. Kemudian dia mengibas.

Seketika Lie Kun menjerit, “Jangan…… Aduhhhh!” kemudian tubuhnya berkelejetan, diam tidak bergerak lagi, karena napasnya seketika berhenti. Dia rupanya telah dibunuh oleh orang yang berpakaian setengah pendeta itu.

Rupanya, di dalam kalangan orang-orang yang berkumpul di Pit-mo-gay terdapat peraturan yang sangat ketat sekali, yaitu setiap orang katanya dilarang untuk membuka rahasia keadaan di dalam lembah. Sedangkan Lie Kun tadi telah membuka rahasia Pit-mo-gay, maka dia telah dibinasakan!

Sung Sie Coan dan kedua orang adik angkatnya berdiri tertegun. Sebetulnya Sung Sie Coan hendak menolong, tapi dia tidak keburu dan dia cuma bisa melihat Lie Kun yang bergerak karena telah mati dengan muka yang meringis, seakan juga menahan rasa sakit yang hebat.

Orang yang berpakaian setengah pendeta itu, sikapnya seketika berobah jadi ramah lagi waktu dia menoleh dan berkata kapada Sung Sie Coan: “Mari silahkan masuk....... maafkan atas kelalaian kami yang membiarkan tamu-tamu terhormat jadi menantikan di luar lembah! Dan aku, Kwang It Siansu, dengan mewakili Kauw-cu untuk meminta maaf.......!” Setelah berkata begitu, dia merangkapkan tangannya.

“Jangan banyak peradatan.......!” Kata Sung Sie Coan sambil membalas hormat pendeta berpakaian aneh itu, yang mengaku bergelar Kwang It Siansu.

Tapi segera juga kata-katanya berhenti, karena dia kaget, merasakan sampokan angin yang sangat kuat sekali, cepat-cepat Sung Sie Coan berusaha menghadapinya, dengan mengerahkan tenaga dalamnya, dia berhasil untuk mempertahankan diri. Tapi walaupun demikian dia merasakan tubuhnya tergetar.

Rupanya orang yang berpakaian setengah pendeta itu telah mempergunakan lwekangnya menyerang untuk menguji akan kehebatan tenaga dalam Sung Sie Coan. Waktu menerima, bendungan yang kuat dari Sung Sie Coan, Kwang It Siansu menarik pulang tangannya, dia tertawa, “Silahkan……!”

Lawannya, yang kepalanya berambut jarang dan ujung rambutnya diikat oleh tali, telah tertawa hehe-hihi, dia bilang, “Jika aku di gelari Mo-mo-su!”

Sung Sie Coan melirik kepada dua orang adik angkatnya, seakan juga hendak mengisyaratkan agar mereka berwaspada. Dan ia sendiri melangkah memasuki lembah itu dengan berani.

“Tunggu dulu, toako!” Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang berseru nyaring dan tampak sesosok tubuh berlari mendatangi dengan pesat. Orang itu tidak lain dari Lo Siang An, adik angkat yang ketiga Sung Sie Coan. Rupanya dia baru tiba dan melihat tiga orang saudara angkatnya ingin memasuki lembah itu.

“Sha-te, kau baru datang?” Tanya Cie Pang.

“Ya, aku menemui halangan…..!” Menyahuti si adik ketiga, “Tadi aku telah tergelincir hampir masuk dalam jurang!”

Begitulah mereka melangkah masuk ke dalam lembah, dingin sekali keadaan di dalam lembah itu. Dan hujan juga turun rintik-rintik di mana saat itu merupakan cuaca yang paling buruk, selain kabut dan juga hawa yang dingin, tanah di lembah becek sekali, membuat baju Sung Sie Coan dan yang lainnya jadi kotor.

Sambil berjalan mendampingi Sung Sie Coan, Kwang It Siansu bilang: “Di lembah Pit-mo-gay ini lolap duduk sebagai penyambut tamu!”

“Oh!” kata Sung Sie Coan, dia memang segan untuk banyak bicara, sedangkan hatinya berpikir,

“Dia sebagai penyambut tamu saja memiliki kepandaian yang tidak rendah. Dilihat dari kekuatan lwekangnya tadi waktu mencobaku, tampaknya dia memiliki kepandaian yang tidak berada di sebelah bawah kepandaianku! Entah berapa lihaynya yang lainnya yang menjadi pemimpin-pemimpin dari orang-orang Pit-mo-gay ini?”

“Maafkanlah jika penyambutan ini kurang menggembirakan, tapi tuan-tuan tentu bisa memaklumi akan kesulitan kami mengatasi kebuasan alam di tempat ini.......!” kata Kwang It Siansu lagi.

“Ya, jika aku memiliki kedudukan sebagai pesuruh!” kata Mo-mo-su dengan suara centil sekali. “Aku sebetulnya seorang pesuruh yang gesit, sayang sekali Lie Kun tadi tidak segera memberitahukan kepadaku, untuk mengurus segala sesuatunya sebaik mungkin untuk menyambut tamu!” dan ia tertawa hehe hihi lagi.

Sung Sie Coan kembali terkejut, sebagai pesuruh, kedudukan yang sangat rendah itu, kepandaian dari Mo-mo-su sudah demikian tinggi karena selama itu ia melihat Mo-mo-su melangkah ringan, menunjukkan gin-kangnya mahir juga, ia jelas tidak berada di sebelah bawah kepandaian Kwang It Siansu.

“Tentu kami akan menghadapi pertempuran yang serius sekali! Kami harus berhati-hati!” berpikir Sung Sie Coan kemudian sambil mengikuti Kwang It Siansu dan Mo-mo-su.

Diam- diam Sung Sie Coan bersiul kecil, seakan juga dia memang bersiul tanpa sengaja, waktu bajunya terciprat lumpur. Tapi sesungguhnya siulannya itu merupakan tanda atau sandi, untuk tiga orang adik angkatnya agar mereka berhati-hati, karena ia yakin di dalam Pit-mo-gay ini terdapat banyak sekali orang-orang yang berkepandaian tinggi.

Tiga orang adik angkatnya telah mengangguk perlahan sambil batuk-batuk kecil, sebagai tanda bahwa mereka telah mengetahui akan pesan kakak tertua mereka.

Lembah itu sangat dalam, semakin ke dalam, keadaan jalan semakin buruk. Kaki dan celana dari Sung Sie Coan dan yang lainnya telah kotor oleh lumpur, sedangkan Kwang It Siansu dengan Mo-mo-su seakan juga telah terbiasa dengan lumpur seperti itu, mereka melangkah seenaknya saja tanpa memperdulikan pakaian mereka yang menjadi kotor.

Setelah berjalan lagi beberapa saat waktu mereka melewati lorong yang cukup panjang, akhirnya mereka tiba di sebuah tanah datar di dalam lembah.

Keadaan di sekitar tempat itu jauh lebih baik dengan yang sebelumnya, karena di dataran tersebut tumbuh banyak rumput dan tidak berlumpur. Dan di waktu itu Sung Sie Coan serta yang lainnya memandang heran, dataran itu tidak terlihat apapun juga. Rumah ataupun manusia tidak ada di tempat itu Sung Sie Coan memandang menoleh Kwang It Siansu.

Rupanya Kwang It Siansu mengerti tatapan Sung Sie Coan yang mengandung tanda tanya segera juga dia tertawa.

“Kita akan pergi ke dasar lembah, karena di sanalah kami berkumpul!” Katanya. “Maafkan, kami harus membawa tuan-tuan melewati jalan yang cukup jauh!!”

Sambil berkata begitu, dia mendekati sebatang pohon yang tumbuh tunggal di sebelah kiri di dekat dinding tebing. Dia memeluk batang pohon itu dengan ke dua tangannya, mengerahkan tenaganya, mukanya merah sedikit, dia membentak nyaring dan batang pohon itu telah diputarnya. Terdengar suara “krekk” Disusul lagi dengan suara bergesernya.

Ternyata tebing itu terdapat sebuah pintu yang terbuat dari batu gunung, yang diperlengkapi dengan alat rahasia. Batang pohon itu rupanya sebagai tombol atau kunci untuk membuka pintu batu itu, karena begitu batang pohon tersebut diputar seketika pintu batu rahasia itu terbuka.

Sung Sie Coan mengerutkan alisnya. Dia seorang yang teliti, sekarang melihat cara orang-orang Pit-mo-gay mengatur tempat mereka demikian rupa, seketika dia menyadarinya bahwa memang cukup sulit kelak ia berempat dengan adik angkatnya untuk menghadapi mereka.

Tapi memang tekad Sung Sie Coan telah bulat, walaupun bagaimana dia ingin merebut Giok-sie, maka dia tidak jeri untuk menghadapi orang-orang Pit-mo-gay. Cuma dia bersiul lagi untuk memberitahukan kepada adik-adik angkatnya agar mereka lebih hati-hati.

Cie Pang bertiga memang tengah mengawasi tertegun kepada pintu batu rahasia tersebut, rupanya mereka pun tengah diliputi keragu-raguan mereka segera dapat menduga bahwa lawannya niscaya merupakan rombongan orang-orang yang tangguh, dengan kepandaian yang tinggi dan otak yang cerdik.

“Mari, silahkan masuk....... kami akan mengantarkan tuan-tuan ke tempat Kauw-cu kami!” kata Kwang It Siansu kemudian sambil tertawa menyeringai.

Rupanya dia bisa melihat keragu-raguan para tamunya, hatinya jadi girang, di hatinya dia berpikir, “Hemmm, aku ingin lihat setelah berada di dalam, apakah kalian berempat masih bertingkah?”

Sung Sie Coan memang teliti dan waspada, tidak mau dia bersama adik-adiknya masuk lebih dulu ke dalam ruangan dari pintu batu rahasia itu, karena terpikir olehnya kalau memang dia bersama tiga orang adik angkatnya memasuki ruang pintu batu rahasia tersebut, kemudian Kwang It Siansu menutup kembali pintu batu itu, bukankah mereka akan terkurung dan mati konyol karenanya!

Disebabkan itu, segera juga Sung Sie Coan sambil tersenyum bilang, “Silakan Taysu dulu masuk, kami tidak mengenal jalan, kami memerlukan bimbingan dan petunjuk Taysu!”

Pendeta itu rupanya mengetahui akan pikiran Sung Sie Coan, ia tertawa, “Baik!” katanya, “Mari, Lolap memang akan mengantarkan kalian! Nah, Mo-mo-su, kau pergi melapor dulu kepada Kauw-cu, agar dipersiapkan penyambutan buat tamu-tamu kita ini!”

Mo-mo-su tertawa hehe hihi, kemudian dia melompat masuk ke dalam pintu batu rahasia itu, dia pergi dengan cepat.

Kwang It Siansu melangkah masuk, baru diikuti Sung Sie Coan berempat. Ternyata di dalam goa batu itu terdapat undakan anak tangga yang ke bawah. Dan mereka menurun undakan anak tangga batu. Baru belasan anak tangga itu mereka lalui, tiba-tiba terdengar bergesernya batu yang sangat berisik sekali. Rupanya pintu itu telah tertutup kembali dengan sendirinya.

Sangat panjang sekali undakan anak tangga itu. Setelah menuruni kurang lebih ratusan undakan anak tangga, Kwang It Siansu memijit sesuatu di dinding goa, yang semakin lebar itu, lalu terbuka lagi pintu batu. Di balik pintu batu itu terdapat ruangan yang semakin luas.

Malah, berbeda dengan ruang tadi, ruangan ini teratur baik sekali, rupanya dibikin oleh tenaga ahli bangunan. Banyak perabotan antik dan juga lantainya dibuat dari batu pualam putih yang bersinar sangat terang kemilau. Api penerangan di ruang tersebut tampak menyala terang sekali, sebab setiap tombak terdapat api penerangan.

“Mari……. tidak jauh lagi kita akan tiba di ruang besar!” kata Kwang It Siansu.

Sung Sie Coan dan tiga orang adik angkatnya diam-diam jadi kagum juga bahwa orang-orang Pit-mo-gay memiliki tempat seperti itu karena itu mereka juga mengetahui sekarang mengapa banyak orang-orang yang mencari tempat kediaman orang-orang Pit-mo-gay, tapi tidak berhasil untuk menemuinya.

Karena memang diwaktu itu mereka jelas tidak bisa menemui tempat rahasia lembah ini, yang berada di dasar lembah, dan juga tersusun dengan beberapa pintu rahasia.

Tidak sembarangan orang biasa masuk ke situ. Dan juga, tempat ini jelas dijaga dengan ketat sekali oleh orang-orang Pit-mo-gay.

Setelah melewati pintu rahasia itu, mereka berada di sebuah ruangan yang menghubungi dengan ruangan lainnya, yang rupanya merupakan kolam yang sangat lebar. Di kolam itu tersusun tangga yang menuju ke sebuah goa yang besar.

Di tempat ini api penerangan pun menyala sangat terang sekali. Juga diperlengkapi dengan kursi-kursi yang cukup banyak.

Waktu masuk ke tempat itu, di kala melewati batu-batu empat tersebut, Sung Sie Coan melihatnya, bahwa di ujung ruangan berdiri enam orang gadis yang parasnya semua cantik-cantik malah pakaian mereka sangat reboh sekali. Selain baju mereka terbuat dari bahan cita sutera yang halus, juga perhiasan yang mereka kenakan merupakan perhiasan yang mahal-mahal, seakan juga mereka puteri pembesar kerajaan.

Semuanya berdiri dengan sikap menghormat.

“Tamu telah datang!!” Berseru keenam gadis itu dengan suara yang nyaring dan salah seorang di antaranya telah maju ke depan. Dia mengangkat ke dua tangannya mempersembahkan sesuatu.

“Mereka menyambut kedatangan tuan-tuan dengan penuh kehormatan, silahkan menerima penghormatan mereka!” kata Kwang It Siansu, sambil tertawa.

Sung Sie Coan tak mengerti mengapa gadis yang seorang itu mengangkat ke dua tangannya. Dia melangkah dua tindak mendekati, ternyata gadis itu mengangkat sebuah piring pualam, di atas piring pualam terdapat empat tengkorak kepala manusia yang kecil sekali, sebesar lengkeng.

Itulah kepala tengkorak manusia yang sebenarnya, yang telah diciutkan! Tergetar juga hati Sung Sie Coan melihat itu, namun jelas ia tidak mau memperlihatkan kelemahannya, dia telah mengambil sebuah tengkorak kepala manusia itu.

Cie Pang dan dua orang adik angkat Sung Sie Coan pun ikut mengambilnya seorangnya satu. Mereka di hati bertanya-tanya entah orang Pit-mo-gay akan memperlakukan mereka sebagai tamu yang bersahabat atau memang mereka dianggap musuh.

Tapi, dengan dipersembahkan empat tengkorak kepala manusia yang telah diciutkan, berarti itu suatu pertanda maut untuk mereka berempat. Rupanya Mo-mo-su telah melaporkan perihal kedatangan empat orang tamu tidak diundang ini, justeru tengkorak kepala manusia yang telah diciutkannya itu disediakannya empat butir.

Gadis yang tadi itu telah mempersembahkan tengkorak kepala manusia, telah mundur lagi menggabungkan diri dengan lima orang kawannya. Kemudian mereka masing-masing mengeluarkan sebatang seruling dari balik pakaian mereka, dan meniupnya.

Suara seruling itu mendayu-dayu merdu sekali, tidak mengandung nada kesesatan. Dan ini mengherankan sekali buat Sung Sie Coan berempat, nada seruling itu seperti juga musik yang biasa mengiringi seorang Kaisar keluar ke tempat ruang sidang.

Selain suara seruling itu tidak terdengar suara lainnya, namun mendadak sekali, terdengar suara: “Gooongggg!” yang nyaring sekali, enam orang gadis itu berhenti meniup seruling mereka.

Sung Sie Coan berempat mengawasi dengan heran, dia melihat dihadapannya, pada sebungkah batu yang menonjol setinggi sepuluh tombak lebih. Dan di puncak batu itu terdapat daratan yang cukup luas, terdapat sebuah kursi yang mirip dengan singgasana seorang Kaisar.

Kursi itu berukiran naga-naga, angker sekali. Lalu di samping sisi kiri dan kanan ruangan itu terdapat batu menonjol panjang sekali, dan berbaris kursi-kursi yang jumlahnya puluhan banyaknya.

Di kala itu suara “Gooongg” yang nyaring berangsur jadi lenyap, dan disusul dengan terbukanya sebungkah batu yang merupakan pintu rahasia, di balik kursi berbentuk singgasana itu.

Dari balik pintu rahasia itu keluar sepasang gadis dan pemuda, yang masing-masing membawa sebuah benda berbentuk segi tiga, di bendera itu terdapat gambar sulam tengkorak kepala manusia, dengan silang sepasang tulang pada bawahnya.

Mereka berdiri di sisi kiri dan kanan kursi yang mirip-mirip singgasana seorang Kaisar, yang pria berdiri di sebelah kanan, sedangkan yang gadis berdiri di sebelah kiri. Mereka berdiri tegak, yang pemuda telah berseru:

“Hong-siang (Kaisar) akan segera keluar…… untuk menyambut tamu!”

Kwang It Siansu cepat-cepat melangkah ke depan, dia menekuk kedua kakinya, memberi hormat, lapornya dengan sikap yang hormat sekali.

“Kwang It Siansu, kedudukan penyambut tamu, melaporkan bahwa tamu telah diantar sampai di ruang sidang.”

Kemudian dia mundur lagi, berdiri di pinggiran dengan sepasang tangan diturunkan tampaknya memang sangat menghormat sekali.

Tidak lama kemudian tampak keluar belasan orang dari balik pintu batu rahasia tersebut. Mereka memecah diri jadi dua golongan, yang wanita menuju ke kiri, sedangkan yang pria menuju ke barisan kursi sebelah kanan. Mereka tidak segera duduk pada baris kursi di kedua sisi ruangan itu, mereka tetap berdiri.

Mereka berdiam diri, sikap mereka angker sekali, semuanya berpakaian baju sulam yang indah dan warnanya semua sama, yaitu merah, kuning dan hijau. Tapi yang tidak sama adalah wajah dan usia mereka, ada yang telah berusia limapuluh tahun lebih, ada juga yang berusia lebih enampuluh tahun. Tapi tak ada yang berusia di bawah limapuluh tahun.

Tak lama kemudian terdengar suara irama musik, yang halus sekali, sebarisan wanita yang membawa alat-alat musik keluar. Inilah cara atau upacara yang sangat menakjubkan, karena benar-benar pemimpin orang-orang Pit-mo-gay mengambil sikap seakan juga dia seorang Kaisar yang kemunculannya harus disertai upacara kebesaran seperti itu. Malah tadi telah diserukan bahwa yang akan keluar itu adalah Hong-siang, yaitu Kaisar.

Rupanya pemimpin orang-orang Pit-mo-gay memang telah menganggap dan mengangkat dirinya menjadi Hong-siang atau Kaisar. Dan terlebih lagi dengan tersiarnya berita bahwa pemimpin orang-orang Pit-mo-gay ini berhasil memiliki Giok-sie, tentu pemimpin dari orang-orang Pit-mo-gay itu semakin yakin, bahwa kelak dialah yang menjadi Kaisar.

Setelah barisan pemusik muncul, barulah muncul seorang yang bertubuh tinggi besar, dengan baju sulam yang indah sekali, gambar naga di depan dadanya. Dia memiliki muka yang buruk rusak oleh bekas luka-luka. Dan angkuh sekali sikapnya. Ketika berdiri di dekat singgasananya, dia mengibaskan tangannya.

Seketika semua orang Pit-mo-gay yang berada disitu menekuk kaki mereka yang kanan, dan berseru serentak:

“Semoga Hong-siang hidup seribu tahun!”

“Duduklah!” Kata lelaki bermuka buruk itu, yang tidak lain dari Mo-in-kim-kun suaranya sangat angkuh.

Orang-orang itu mengambil tempat masing-masing. Barisan wanita dan pria tua, yang berpakaian sulam telah duduk di barisan kursi yang terdapat di sisi kiri kanan ruangan itu. Mereka mengambil sikap duduk yang tegak dan wajah mereka tidak memancarkan perasaan apapun juga.

Cuma saja, Sung Sie Coan dan tiga orang adik angkatnya, yang melihat sinar mata mereka segera mengetahui bahwa orang itu memang memiliki kepandaian yang tinggi. Terlebih lagi Mo-in-kim-kun yang tampaknya memiliki ilmu yang sempurna sekali.

Diam-diam hati Sung Sie Coan tergetar. Ia sama sekali tidak menyangka demikian hebat orang-orang Pit-mo-gay teratur dengan disiplin yang demikian keras dan terdiri dari orang-orang yang tangguh juga, dilihat dari sikap dan upacara yang dilakukan untuk menyambut Mo-in-kim-kun maka bisa diyakini bahwa tidak mudah buat Sung Sie Coan merampas Giok-sie.

Mo-in-kim-kun telah duduk tegak di singgasananya dengan sikap yang angkuh, matanya tajam sekali menatap kepada Sung Sie Coan berempat.

“Rupanya telah berkunjung empat orang tamu terhormat!” katanya, suaranya datar, “Siapakah tuan-tuan berempat?”

Sung Sie Coan segera maju selangkah dengan suara nyaring dia menyahuti: “Aku Sung Sie Coan ingin meminta sesuatu darimu!” Katanya “Dan ini tiga orang adik angkatku, Cie Pang adikku yang nomor dua, Lo-siang adikku yang ketiga, dan Liang le Shen adikku yang bungsu! Kami ingin meminta pengertian dari pihak Pit-mo-gay agar menyerahkan Giok-sie kepada kami!”

Muka Mo-in-kim-kun tidak berobah, dia memandang dengan sikap mengejek, sinar matanya saja yang bersinar sangat tajam bagaikan kilatan pedang.

“Kalian datang kemari ingin meminta Giok-sie!” katanya dengan suara yang tawar. “Tapi, apakah kalian merasa yakin bahwa kalian memiliki kepandaian yang cukup untuk menghadapi kami?”

Sung Sie Coan tertawa tawar.

“Kami telah datang ke mari, berarti kami telah bertekad, walaupun bagaimana Giok-sie harus dapat kami minta! Jika memang kalian menolak…...!”

Kembali Mo-in-kim-kun tertawa mengejek.

“Ya, ya, memang justeru aku ingin mendengar, jika kami menolak permintaanmu, apa yang akan kalian lakukan?” tanyanya sinis dan mengejek.

“Jelas kami akan mengambilnya dengan paksa!” Menyahuti Sung Sie Coan.

“Hahaha!” Mo-in-kim-kun tertawa bergelak-gelak, setelah tertawa merendah, dia berkata lagi: “Bagus! Sekarang justru aku ingin melihat berapa tinggi kepandaianmu!” setelah berkata begitu Mo-in-kim-kun mengibaskan tangannya.

“Dan segera juga lelaki tua yang berpakaian baju sulam yang duduk di kursi pertama di bagian sebelah kanan telah berlari.

“Hamba menjalankan perintah!” katanya dengan sikap menghormat, baru saja kata-katanya selesai, tubuhnya ringan sekali melompat ke bawah, dihadapan Sung Sie Coan.

Sung Sie Coan bersiap-siap penuh kewaspadaan. Orang itu tidak mengucapkan sepatah perkataanpun juga! Dia telah menghantam dengan telapak tangannya yang kanan.

Sung Sie Coan tidak mau memperlihatkan kelemahannya, di dalam hatinya berpikir, “Hem! Dalam beberapa jurus aku harus merubuhkan orang ini, untuk menggertak mereka! Jika tidak, sulit untuk menundukkan mereka!”

Sambil berpikir begitu, Sung Sie Coan mengangkat tangan kanannya juga. Dia telah menangkisnya. Maksudnya ingin menggempur orang itu dengan kekuatan tenaga lwekangnya.

“Duk!” Terdengar suara benturan ke dua tangan itu.

Tapi bersamaan dengan itu justeru tampak Sung Sie Coan kaget sendirinya, dia malah menjerit kesakitan, tubuhnya melompat ke belakang. Tangan kanannya yang tadi dipergunakan buat menangkis telah berobah menjadi hitam angus.

Cie Pang bertiga jadi kaget tidak terhingga, telah dilihatnya, bahwa kepandaian anak buah Mo-in-kim-kun memang benar-benar luar biasa. Toako mereka sesungguhnya memiliki kepandaian yang tinggi, lebih tinggi dari mereka, tapi dalam satu gebrakan itu tangannya telah hangus seperti itu.

Muka Sung Sie Coan sendiri berobah pucat tapi segera dia bisa menguasai dirinya. Belum lagi orang itu menyerang dirinya, tampak Sung Sie Coan bergelak kalap, tangan kirinya menghantam nekad sekali mempergunakan seluruh kekuatannya.

Tapi lawannya tertawa dingin, dia mengibas luar biasa. Dikibas seperti itu, Sung Sie Coan yang sebelumnya menjagoi daerah Sucoan, sekarang jadi benar-benar tidak berdaya, tubuhnya terpelanting dan masuk kecebur ke dalam kolam.

Yang membuat Cie Pang lebih kaget, seketika Sung Sie Coan menjerit. Jerit kematian. Air di dalam kolam itu juga mendidih dan tampak tubuh Sung Sie Coan seperti direbus. Dan seketika seluruh tubuh Sung Sie Coan jadi ciut dagingnya lenyap, menyiarkan bau hangus, hanya tinggal tengkoraknya.

Tubuh Cie Pang bertiga jadi menggigil. Rupanya kolam itu terdiri bukan dari air biasa melainkan semacam minyak atau air keras yang bisa menciutkan tulang.

Yang lebih menakutkan Cie Pang bertiga justeru kepandaian anak buah Mo-in-kim-kun. Walaupun Sung Sie Coan memiliki kepandaian tidak rendah, lebih tinggi kepandaian tiga orang adik angkatnya, namun dalam dua kali gerakan telah dibikin tidak berdaya dan menerima ajalnya dengan konyol!

Muka Cie Pang bertiga seketika jadi pucat, mereka berdiri dengan tubuh menggigil.

“Hemmm, kalian bertiga juga bermaksud untuk meminta Giok-sie?” tegurnya.

Cie Pang bertiga tidak bisa menyahuti, mereka jadi ketakutan bukan main. Waktu mereka ingin mendatangi lembah Pit-mo-gay ini, hati mereka besar, semangat mereka menyala-nyala, akan tetapi sekarang, justeru nyali mereka ciut dan seperti berjanji ingin memutar tubuh untuk melarikan diri.

Namun cepat sekali, orang yang telah membunuh Sung Sie Coan dengan cara yang luar biasa itu, segera melesat, tangan kanannya menyambar ke pundak Cie Pang.

“Bukkk!” Tubuh Cie Pang terpukul hangus, dia menjerit, tubuhnya segera terjerunuk dan kecebur juga ke dalam kolam yang airnya merupakan air luar biasa, yang bisa menciutkan tulang manusia.

Lo Siang An dan Liang Ie Shen jadi tambah ketakutan, mereka gemetar. Lenyap keberanian mereka, hilang juga rasa malu mereka karena telah pecah nyalinya. Seketika mereka menekuk kedua kaki mereka.

“Ampunilah kami....... kami tidak akan berani datang ke Pit-mo-gay lagi, dan kami akan menutup mulut jika diberikan jalan hidup!” Kata mereka hampir berbareng.

Mo-in-kim-kun tertawa bergelak-gelak mendengar perkataan kedua orang itu.

“Kalian minta diberi hidup olehku?” tanyanya dengan suara yang dingin.

“Ya....... kami memohon kemurahan hati….. Hong-siang!” Menyahuti kedua orang itu dan saking ketakutan dan ngeri, mereka telah memanggil Mo-in-kim-kun dengan sebutan Hong-siang, kaisar!

“Hemmm, sesungguhnya aku bersedia mengampuni diri kalian berdua, tapi sayangnya, manusia seperti kalian ini tidak layak menjadi anak buahku! Manusia seperti kalian tentunya akan menjadi anak buah yang tidak setia karena kalian bersedia mengabdi dalam ketakutan seperti itu.

“Suatu saat kelak, jika kalian memiliki kesempatan, tentu kalian akan berkhianat. Hemm, kalian pun harus pergi ke akherat, menyusul dua orang saudara angkatmu! Bereskan dia!”

Kata-kata Mo-in-kim-kun yang terakhir itu ditujukan kepada orangnya yang tadi telah membereskan Sung Sie Coan dan Cie Pang, nadanya bengis sekali.

“Hamba menjalankan perintah!” menyahuti orang itu.

Mendengar diri mereka tidak akan diampuni, rupanya Lo Siang An dan Liang Ie Shen nekad. Tiba-tiba mereka menerjang kepada orang yang tangguh itu.

Mereka bermaksud, jika tokh dia harus mati, orang itu pun harus mati. Mereka menubruk untuk terjun ke dalam kolam bersama-sama.

Tapi bukan main kecewanya Liang Ie Shen dan Lo Siang An, mereka menubruk tempat kosong, karena orang tua tangguh itu merandek, dia menekuk ke dua kakinya membarengi dengan itu ke dua tangannya bergerak.

“Dukkk! Bukkk!” Dada dari Lo Siang An dan Liang Ie Shen kena dihajar telapak tangannya diwaktu tubuh kedua orang itu tengah menubruk padanya.

Terdengar jerit kematian, tubuh kedua jago itu telah menemui kematian secara konyol, karena tubuh mereka pun tercebur ke dalam kolam itu. Dan sedetik tersiar bau hangus daging, terlihat tulang mereka pun ciut menjadi kecil.

Mo-in-kim-kun tertawa bergelak-gelak.

“Setiap orang yang berani lancang masuk ke Pit-mo-gay memang harus menerima ganjaran seperti itu! Hemmm, mereka adalah yang keseratus duapuluh satu, seratus duapuluh dua, seratus duapuluh tiga dan seratus duapuluh empat! Catat!”

Dan perintahnya itu diberikan kepada si gadis yang berdiri di sisi kirinya. Gadis ini mengiyakan dan Mo-in-kim-kun tertawa bergelak-gelak lagi.

“Jika kelak kita telah bergerak, jangan harap kerajaan Tay Goan dapat menghadapi kita, semuanya akan kita sapu! Hahahaha, Giok-sie telah berada di tanganku, berarti tidak lama lagi resmilah aku yang duduk di atas takhta kerajaan sebagai Kaisar yang berkuasa dipermukaan Tiong-goan kata Mo-in-kim-kun lagi

“Hidup Kaisar seribu tahun!” berseru semua orang Pit-mo-gay itu dengan suara yang nyaring. Tampaknya Mo-in-kim-kun senang sekali.

Memang di dasar lembah Pit-mo-gay diliputi oleh rahasia yang tidak terpecahkan dengan mudah oleh siapa pun juga.

<> 

Kim Lo berlari-lari memasuki lembah dengan tertawa-tawa.Ia senang sekali, hawa udara yang dingin seakan juga tidak dirasakan. Oey Yok Su mengikuti di belakangnya.

Walaupun anak itu berlari-lari, tapi Oey Yok Su bisa mengikutinya selalu dalam jarak tertentu, karena majikan pulau Tho-hoa-to itu memiliki gin-kang yang sempurna sekali. Ia tidak mau membiarkan Kim Lo berlari liar sekehendak hatinya, karena ia kuatir akan berpisah lagi dengan Kim Lo jika anak itu tersesat, berarti, ini akan merepotkannya. Karena dari itu, dia telah mengikuti anak tersebut berlari.

Dia terus juga memasuki lembah Pit-mo-gay berdua dengan Kim Lo, dia memang siang itu telah tiba di Pit-mo-gay. Gunung Song-san sungguh sulit didaki oleh orang sembarangan.

Buat Oey Yok Su tidak ada kesulitan dengan kepandaianya yang memang tangguh dan sempurna itu dia bisa melewati gunung Song-san dengan sikap seakan juga ia berjalan di tempat datar. Sambil mengempit Kim Lo dan setelah sampai di mulut lembah Pit-mo-gay, barulah dia melepaskan bocah itu agar berlari sendiri tapi tetap saja diawasi olehnya, yang mengikuti kemana anak itu berlari.

Setelah berlari-lari sekian lama, Kim Lo mengeluarken suara keluhan, dia merandek tidak meneruskan larinya.

Oey Yok Su heran melihat sikap bocah itu, ia segera menghampiri. “Ada apa Kim Lo?” tanyanya, ia pun telah mengawasi sekitar lembah itu.

“Penuh lumpur, Kong-kong!” kata Kim Lo sambil menunjuk ke depan.

Oey Yok Su tersenyum.

“Kau harus mempelajari lebih baik gin-kang yang Kong-kong ajarkan kepadamu! Jika gin-kangmu telah sempurna, tentu lumpur seperti itu tak menghalangi jalanmu!”

Dan setelah berkata begitu, tiba-tiba Oey Yok Su, mengempit Kim Lo, dia menjejakan kakinya tubuhnya melesat di tengah udara. Waktu tubuhnya meluncur akan jatuh di genangan lumpur, tangan kirinya yang bebas itu menghantam ke bawah.

Dengan meminjam tenaga hantaman itu, tubuh melesat lagi. Begitu dilakukannya berulang kali, dan tubuhnya terus menerus melayang di tengah udara, melesat maju, sehingga jika ada yang melihatnya terus menduga bahwa Oey Yok Su dengan mengempit Kim Lo tengah terbang.

Akhirnya sampai di dekat tanah datar berumput itu barulah tubuh Oey Yok Su meluncur turun dan melepaskan Kim Lo lagi. Di daerah sekitar dataran tersebut tak ada lumpur lagi.

“Nah, pergilah kau main-main……,” Kata Oey Yok Su.

Kim Lo sangat gembira, tadi waktu dia dibawa melayang-layang oleh Kong-kongnya di tengah udara, dia girang bukan main, karena dia merasa seperti juga tengah terbang.

Dia berlari sambil tertawa-tawa tak hentinya, memasuki lembah itu lebih dalam.

Oey Yok Su yang mengikuti di belakangnya diam-diam jadi berpikir heran: “Aneh, mengapa lembah itu kosong? Apakah Mo-in-kim-kun memang sengaja menyesat aku dan menantang di tempat yang sesungguhnya bukan merupakan tempatnya?”

Terus juga Oey Yok Su sambil mengikuti Kim Lo memperhatikan keadaan di lembah itu. Tidak terdapat rumah, tidak terdapat goa, juga tidak terlihat manusia. Dan keras dugaan Oey Yok Su bahwa dia telah ditipu oleh Mo-in-kim-kun.

Sedangkan Kim Lo berlari-lari seperti itu, mendadak terdengar suara tertawa perlahan: “Aha, rupanya ada tamu.......?”

Muncul seorang pendeta dengan cara berpakaiannya yang aneh, setengah pakaian pendeta, setengah lagi seperti pakaian tukang kayu. Dia juga telah melesat ke depan Kim Lo.

Melihat itu, Oey Yok Su cepat-cepat melompat ke depan, ia telah merintangi di depan Kim Lo. Tangan anak itu dicekalnya, ia kuatir orang itu menyerang Kim Lo.

Ternyata orang yang berpakaian setengah pendeta itu, yang kepalanya lanang gundul, tidak lain dari Kwang It Siansu. Dia mengawasi Oey Yok Su dengan tertawa lebar, tanyanya:

“Siapakah kau dan mengapa kalian datang ke Pit-mo-gay? Tahukah kalian tentang peraturan di Pit-mo-gay ini?”

Oey Yok Su mengawasi dingin kepada Kwang It Siansu, dia bilang dengan suara yang tawar, “Aku ingin menemui Mo-in-kim-kun.........! Di manakah dia?”

Tertegun Kwang It Siansu mendengar orang tua ini bermaksud menemui Mo-in-kim-kun. Tapi ia tidak berani berayal untuk menyahuti karena tadipun dia telah sempat menyaksikan apa yang dilakukan Oey Yok Su dikala ia mengintai dari tempat persembunyiannya, di mana Oey Yok Su mempergunakan gin-kangnya yang sempurna untuk melewati lumpur itu. Karenanya, Kwang It Siansu yakin, orang tua ini seorang tokoh sakti rimba persilatan.

“Jika memang anda tidak keberatan, beritahukanlah nama dan gelar yang mulia, agar Lolap bisa pergi menyampaikan kepada Kauw-cu kami!” Kata Kwang It Siansu, “Karena, Lolap adalah penyambut tamu!”

Oey Yok Su mengawasi sejenak orang itu, akhirnya ia tertawa dingin, katanya: “Beritahukan, Oey Yok Su ingin memenuhi tantangannya!”

“Oey…… Yok Su?” tanya Kwang It Siansu dengan suara agak tergagap, karena dia tertegun mengetahui bahwa orang tua yang ada di hadapannya ini ialah tocu dari pulau Tho-hoa-to.

Oey Yok Su mengangguk sinis dan tertawa tawar: “Ya, katakanlah padanya, aku ingin mengambil kembali Giok-sie yang dilarikannya!”

Cepat-cepat Kwang It Siansu menjurah, katanya: “Silahkan Oey Locianpwe mengikuti lolap…… lolap akan mengantarkan Oey Locianpwe menemui Kauw-cu!”

Dia memanggil dengan sebutan Locianpwe, karena dia tahu siapa sebenarnya Oey Yok Su, jago tua yang kepandaiannya dijaman itu boleh dibilang nomor wahid.

Oey Yok Su cuma mengangguk saja, kemudian ia telah bilang pada Kim Lo, “Kau duduk tenang-tenang di pundak Kong-kong!” Dia menghentak, tubuh Kim Lo terangkat naik ke atas dan hinggap di pundak Oey Yok Su. Bocah itu tertawa-tawa.

Dengan mengikuti di belakang Kwang It Siansu, Oey Yok Su melangkah lebar, dan akhirnya melihat Kwang It Siansu memeluk batang pohon, terbuka pintu batu rahasia. Tanpa ragu sedikitpun juga, Oey Yok Su melangkah masuk ke dalam ruangan pintu rahasia tersebut.

Kwang It Siansu mengantarkannya sampai di ruangan berbatu pualam putih. kemudian melewati lagi ruangan yang terdiri dari kolam, dan di atas kolam tersusun batu-batu empat persegi yang menuju ke sebuah bungkahan batu besar yang di atasnya terdapat kursi ukiran seperti singgasana seorang Kaisar.

Waktu itu muncul Mo-mo-su, segera juga Kwang It Siansu perintahkan padanya agar melapor kedatangan Oey Yok Su kepada Kauw-cu meteka.

Setelah Mo-mo-su pergi, Kwang It Siansu menoleh kepada Oey Yok Su, sambil tertawa licik dia bilang: “Apakah....... Oey Locianpwe pun datang kemari karena ingin meminta Giok-sie?”

“Apakah telingamu tuli?” Bentak Oey Yok Su aseran. “Bukankah tadi telah kuterangkan, bahwa aku ingin meminta kembali Giok-sie dari Mo-in-kim-kun, karena dia telah melarikan Giok-sie.”

Muka Kwang It Siansu berobah merah, karena ditegur seperti itu. Seumur hidupnya, belum pernah ditegur orang lain seperti itu. Cuma saja karena dia mengetahui siapa adanya Oey Yok Su, dengan sendirinya dia tidak berani untuk menantangnya, dia cuma nyengir pahit.

Di dalam hatinya ia berpikir, “Hemmmm, jika nanti kau sudah berhadapan dengan Kauw-cu aku ingin lihat, apa yang bisa kaulakukan! Hemmmm, walaupun namamu menggetarkan rimba persilatan, akan tetapi jangan beranggapan kau bisa main gila di Pit-mo-gay.”

Enam orang gadis telah berseru nyaring: “Tamu telah datang!” Kemudian salah seorang di antara mereka mempersembahkan dua butir kepala tengkorak, kepala manusia, yang telah diciutkan.

Di waktu itu, Oey Yok Su memandang sambil tertawa dingin, tiba-tiba dia mengibaskan tangannya, dia telah menyampok piring pualam tersebut, sampai piring itu terpental, dan jatuh tercebur ke dalam kolam.

Terdengar suara memberebes, seperti air atau minyak mendidih, Oey Yok Su sangat terkejut juga. Apa lagi dia melihat asap semacam uap yang mengepul.

Dia segera menyadari bahwa air kolam itu bukan air biasa, dia jadi bersikap hati-hati, terutama sekali buat keselamatan Kim Lo. Dia juga memutuskan untuk selanjutnya ia berada di tempat ini tanpa melepaskan Kim Lo dari gendongannya.

Gadis yang telah gagal mempersembahkan tengkorak kepala manusia yang telah diciutkan itu berobah mukanya, tapi dia tidak bilang suatu apa-apa dan kembali ke rombongan lima orang kawannya. Mereka kemudian masing-masing mengeluarkan seruling dari balik pakaian mereka yang ditiupnya dengan irama yang sendu.

Tidak lama kemudian, terdengar suara “Gooonnng”. Nyaring sekali disusul dengan terbukanya sebuah pintu rahasia.

Oey Yok Su tidak sabar. Dia menoleh bepada Kwang It Siansu, katanya dengan tawar, “Mengapa Mo-in-kim-kun yang sudah mau mampus itu memakai upacara-upacara tengik seperti ini?” Setelah bertanya begitu, segera juga dia mengulurkan tangannya dia bermaksud mencengkeram pundak Kwang It Siansu.

Tapi Kwang It Siansu memang sudah bersiap-siap Dia telah bergerak cepat untuk menghindar.

Namun Kwang It Siansu mana bisa menandingi kecepatan tangan Oey Yok Su. baru saja dia bergerak, tahu-tahu tangan Oey Yok Su menyambar lagi untuk kedua kalinya dan berhasil mencengkeram dengan kuat sekali, malah dia telah membentak sambil melontarkan tubuh Kwang It Siansu ke kolam.

Oey Yok Su sengaja melontarkan tubuh Kwang It Siansu, buat melihat apa yang akan terjadi jika seseorang tercebur ke dalam kolam itu, karena ia melihat air kolam itu bukan air biasa, melainkan seperti minyak mendidih.

Kwang It Siansu merasakan tubuhnya melayang. Melihat ia akan tercebur ke dalam kolam itu, segera menjerit-jerit ketakutan karena begitu ia tercebur ke dalam air kolam tersebut, seketika ia akan berhenti jadi manusia.

Tapi waktu Kwang It Siansu menjerit-jerit begitu, tampak berkelebat dua sosok bayangan merah kuning dan hijau yang telah menyambar tubuh Kwang It Siansu, dan dibawa ke pinggir tepian kolam tersebut di seberang sebelah kanan.

Kwang It Siansu mengucurkan keringat dingin, nyaris ia terbunuh dengan cara diceburkan ke dalam kolam itu, yang bisa menghanguskan tubuh manusia dan menciutkan tulang tengkorak manusia.

Ternyata yang menolongi Kwang It Siansu adalah dua orang gadis dari ke empat orang gadis yang tadi meniup seruling. Tatkala mereka tengah meniup seruling, justeru mereka melihat Kwang It Siansu terancam jiwanya. Dua orang di antara mereka segera melesat untuk memberikan pertolongan. Mereka berhasil.

Oey Yok Su menyaksikan kegesitan dua orang gadis itu, diam-diam jadi kagum juga.

“Usia mereka masih muda, tapi mereka memiliki gin-kang yang terlatih baik sekali!” Berpikir tocu pulau Tho-hoa-to ini. “Hemmmm, tampaknya Mo-in-kim-kun memang memiliki anak buah yang lumayan baiknya! Entah, apa yang diinginkannya dengan menyembunyikan dirinya di lembah Pit-mo-gay.

“Atau memang dengan Giok-sie dia bermaksud akan menggerakkan rakyat untuk mengadakan pemberontakan kepada kerajaan Tay Goan dan kemudian mengangkat dirinya menjadi Kaisar?

Tengah Oey Yok Su berpikir seperti itu, terlihat dari dalam ruangan di balik batu, pintu rahasia tersebut telah muncul puluhan orang yang memecahkan diri mereka menjadi dua bagian. Yang wanita pergi ke barisan kursi sebelah kiri, sedangkan yang pria ke sebelah kanan, mereka semua bersikap angkuh dan juga tidak terlihat perasaan apapun di wajah mereka, memperlihatkan sikap yang kaku dan melangkah dengan mulut yang tidak tersungging senyuman mereka seperti juga tidak memandang sebelah mata kepada Oey Yok Su.

Oey Yok Su dengan mendukung Kim Lo di pundaknya, berdiri dingin mengawasi mereka seorang demi seorang.

“Hemmm, tampaknya mereka semuanya berasal dari aliran sesat!” Berpikir Oey Yok Su.

“Kong-kong, mengapa mereka itu semuanya seperti mayat hidup?” Tanya Kim Lo yang duduk bercokol di pundak Kong-kongnya.

“Mereka akan menjadi mayat hidup!” Menyahut, Oey Yok Su dengan suara yang dingin.

“Muka mereka mengerikan sekali!” kata Kim Lo lagi. “Apakah kong-kong akan menghajar mereka?”

“Ya, memang kita datang ke mari untuk menghajar mereka!” menyahuti Oey Yok Su.

Mendadak sekali waktu itu berkelebat beberapa titik sinar terang, kekuning kuningan, ternyata beberapa batang jarum emas telah meluncur menyambar kepada Kim Lo yang berada di pundak Oey Yok Su.

Oey Yok Su mendongkol, dia telah mengibaskan tangan bajunya. Maka tenaga kibasan bajunya itu membuat jarum-jarum emas itu terpukul mental, kembali menyambar pada pelepasnya.

Ternyata yang menyerang dengan jarum emas itu tidak lain dari seorang laki-laki tua yang duduk di kursi keempat barisan sebelah kanan. Dia kaget waktu jarum-jarumnya itu menyambar kembali kepadanya, dia segera mengelakkannya, tapi tidak keburu. Enam batang jarum emas itu menancap dalam sekali di batu dinding, dan sebatang jarum emas telah menembusi pundaknya!

Itulah tenaga lwekang yang luar biasa hebatnya, dengan mengibas saja, Oey Yok Su bisa membuat jarum emas itu menancap di dinding batu!

Malah, yang luar biasa, salah satu batang jarum itu masih sempat melukai pelepasnya, majikan jarum itu, yang pundaknya telah ditembusi, sehingga dia meringis kesakitan, namun dia tidak menjerit, karena menggigit bibirnya.

Di waktu itu Oey Yok Su mengawasi tajam ke sekitar tempat itu, pada semua orang yang telah berkumpul di situ. Dia bilang kepada Kim Lo dengan nada suara yang mengejek:

“Kim Lo manusia-manusia yang berada di tempat ini, semuanya manusia hina dan rendah, manusia dari aliran resat. Nanti kau lihat, bagaimana cara Kong-kongmu menghajar mereka!”

Kim Lo tampak senang, sama sekali dia tidak menyadari tadi bahaya mengancam dirinya karena nyaris dia terserang oleh jarum emas, kalau saja Oey Yok Su kurang lihay. Dan orang itu menyerang dengan jarum emas, karena dia merasa sebal dengan ocehan Kim Lo.

Di saat itu terdengar seruan: “Hong-siang (Kaisar) akan keluar menyambut tamu!”

Oey Yok Su mengerutkan alisnya.

“Hong-siang? Hu! Hu!”

Dan dia mengawasi dengan mendelu sekali. Dia melihat betapa Mo-in-kim-kun dengan pakaian sulam yang indah dan sikap yang angkuh telah melangkah keluar, dan duduk di singgasana.

“Aha, kukira siapa, tidak tahunya Oey Loshia!” Katanya kemudian. “Rupanya kau memang ingin memenuhi undanganku? Jangan kuatir, tentu engkau tidak akan dikecewakan!”

Oey Yok Su mendengus dingin.

“Cepat kau kembalikan Giok-sie!” Katanya dengan suara yang dingin.

Tapi Mo-in-kim-kun telah berkata tawar. “Mengembalikan Giok-sie? Hu! Begitu mudah? Jika memang kau telah berhasil memusnahkan semua orang di Pit-mo-gay ini barulah kau bisa mengambil kembali Giok-sie!”

Sedangkan Oey Yok Su sudah tidak mau banyak bicara. Dia menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat ke arah Mo-in-kim-kun, dengan pundak masih memondong Kim Lo, yang duduk tenang di pundaknya itu.

Sambil melesat, tangan kanan Oey Yok Su menyambar, dia mempergunakan tenaga yang sangat kuat sekali, karena dia pernah melihat betapa kepandaian Mo-in-kim-kun memang tidak rendah.

Tapi Mo-in-kim-kun bisa bergerak gesit karena sekejap mata saja dia telah lenyap dari hadapannya Oey Yok Su, dia telah meninggalkan singgasananya dan dikala Oey Yok Su belum lagi menoleh ke belakangnya, dia merasakannya sambaran angin yang panas bagaikan api.

Cepat-cepat Oey Yok Su berbalik ke belakang dibarengi tangannya yang menyentil dengan jari telunjuknya dia mempergunakan sentilan It-yang-cie.

Tidak terdengar suara benturan, namun yang beradu adalah dua kekuatan tenaga lwekang yang luar biasa mahirnya.

Tubuh Oey Yok Su bergoyang dua kali, sedangkan Mo-in-kim-kun bergoyang tiga kali malah kemudian dia melompat ke samping sisi kanan, sambil tertawa bergelak-gelak. Dia bilang, “Hahaha, ternyata Oey Loshia tidak memiliki nama kosong! Bagus! Bagus! Nah, anak-anak kalian layanilah!”

Baru saja selesai perkataan Mo-in-kim-kun, berkelebat empat sosok bayangan. Malah belum lagi Oey Yok Su bisa melihat jelas padanya, diwaktu itu telah menyambar lidah api yang hendak membakar dirinya. Oey Yok Su melompat, berputaran di tengah udara, baru kemudian meluncur turun lagi hinggap di sebungkah batu, dia melihat asap mengepul tinggi sekali.

Ternyata dia telah disembur dengan api. Itulah semacam senjata yang aneh sekali, seperti tabung dan dicekal oleh empat orang itu, yang selalu menyerangnya dengan semburan api.

Oey Yok Su tidak jeri, walaupun baru pertama kali ini melihat senjata seaneh itu. Dia segera juga melompat maju memapak sebelum empat orang itu sempat menyerangnya lagi dengan semburan api. Dia mengibaskan tangannya. Walaupun Kim Lo duduk dipundaknya sama sekali tidak mengurangi kegesitannya.

“Bukkk!” Terdengar suara terhantamnya sesuatu ternyata alat senjata dari orang yang berada paling depan telah kena dihantamnya sehingga senjatanya itu terpental. Dan kemudian tampak jelas sekali, tubuhnya terpental, tercebur ke dalam masuk ke dalam air kolam.

Yang mengejutkan Oey Yok Su justeru tubuh orang itu seperti digoreng dan tulang-tulangnya jadi ciut.

Tiga orang lawannya telah menyemburkan api dari senjata masing-masing. Dan Oey Yok Su tidak sempat untuk melihat lebih jauh apa yang dialami orang yang dihantamnya tercebur ke dalam kolam. Cepat sekali Oey Yok Su melompat ke tengah udara, karena dia melihat api menyambar sangat besar padanya. Terlambat bergerak berarti dia akan terbakar hidup-hidup berdua dengan Kim Lo.

Tapi Oey Yok Su juga bukan sekedar untuk menghindarkan diri saja, karena segera sepasang tangannya, dengan gerakan yang tidak bisa diikuti oleh pandangan mata, telah menghantam lagi “Bukkk, bukkk, bukkk,” terdengar tiga kali suara benda yang dihantam kuat oleh tangan Oey Yok Su.

Yang kena dihantam bukan alat senjata ke tiga orang itu, tapi justeru dada ke tiga orang itu, yang tulang-tulang badannya seketika jadi hancur patah dan remuk. Dua orang di antara korban pukulan itu terjengkang ke belakang dan kemudian tercebur ke dalam air kolam yang menggorengnya, tulang-tulangnya seketika jadi ciut.

Yang seorang tidak sampai tercebur, dia telah roboh di atas batu. Walaupun tampaknya dia menderita kesakitan yang hebat, tokh dia tidak merintih, dia cuma menggigit bibirnya kuat-kuat, sampai bibirnya itu berdarah!

Oey Yok Su berdiri tegak dengan muka yang dingin, dia mengawasi Mo-in-kim-kun katanya tawar: “Sekarang kau sendiri yang maju, mari kita mengukur tenaga dan kepandaian! Jika kau memajukan anak buahmu, mereka akan sia-sia mengorbankan jiwa, dan mereka tidak perlu sampai harus menjadi tamengmu! Atau memang kau seorang yang pengecut dan hanya pandai untuk mengumbar kata-katamu belaka?”

Diejek seperti itu, Mo-in-kim-kun yang memang tengah murka menyaksikan betapa anak buahnya telah dihajar babak belur seperti itu oleh Oey Yok Su, tak bisa menahan kemurkaannya. Segera juga ia melesat dan menghantam dengan tangan kirinya kepada Oey Yok Su, tangan kanannya diulurkan, maksudnya hendak merampas Kim Lo yang duduk di punggung Oey Yok Su.

Oey Yok Su memiliki mata yang celi. Ia segera melihat gerakan orang dapat menduga maksudnya. Mana mau ia biarkan Kim Lo terjatuh ke dalam tangan Mo-in-kim-kun.

Segera juga menekuk kaki kirinya dengan demikian pundaknya jadi turun ke bawah, dan ia menyebabkan tubuh Kim Lo jadi merosot ke bawah. Dengan cepat ia menghantam dengan tangannya.

Dia menyentil juga dengan It-yang-cie nya, gerakan itu benar-benar merupakan gerakan yang sebat dan bisa membahayakan lawannya. Walaupun kepandaian Mo-in-kim-kun sama tingginya, tokh dia tidak berani untuk coba-coba menghadapi serangan tersebut dengan kekerasan, karena masih terpisah beberapa tombak saja, Mo-in-kim-kun merasakan betapa dadanya sangat panas seperti terbakar.

Segera juga tubuhnya berputar di tengah udara, dia bersiul nyaring, kemudian telah membalikkan tubuhnya, dia melompat lagi ke seberang, di mana terdapat batu bungkahan yang cukup besar. Dia berdiri di situ sambil memerintahkan anak buahnya:

“Tangkap tua bangka sesat itu!”

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar