Pendekar Aneh Seruling Sakti Jilid 141-150
Walaupun si gadis telah
mengerahkan tenaganya, dia tidak berhasil menarik pedangnya itu dari batang
pohon tersebut.
Karena dari itu nona Cin
akhirnya telah berdiam diri sambil menyusuti keringatnya. Ia berpikir keras,
dia mengawasi pedangnya itu, sampai akhirnya dia tidak berusaha mencabut lagi
pedangnya, karena menyadari percuma saja tidak akan berhasil menarik pedangnya
itu.
Tengah si gadis gelisah sekali
disebabkan dia tidak bisa menarik pedangnya itu, justeru tampak beberapa sosok
tubuh yang tengah berlari-lari mendatangi.
Hati si gadis tercekat.
“Apakah Kam Yu datang kembali
dengan membawa teman-temannya?” Berpikir si gadis. Dia kuatir kalau memang Kam
Yu datang bersama teman-temannya, niscaya akan membuat dia dan Kim Lo sulit
meloloskan diri dari tangan Kam Yu.
Tapi setelah dia memperhatikan
dengan seksama dia bisa bernapas lega, karena yang tengah berlari-lari
mendatangi itu bukanlah Kam Yu, seperti yang diduganya, melainkan yang berlari
di sebelah depan adalah seorang gadis yang cantik bukan main.
Nona Cin jadi heran, dia
memperhatikan terus, sedangkan orang-orang yang tengah berlari mendatangi,
semakin dekat. Di belakang gadis itu tampak seorang lelaki berusia pertengahan
baya.
Gerakan tubuh mereka sangat
ringan, karena gin-kang mereka tampaknya tinggi sekali.
Di belakang sekali dari si
gadis dan lelaki setengah baya tersebut berlari juga seorang wanita, dengan
sikap seenaknya mukanya pun cantik sekali. Hanya usianya sudah pertengahan dan
mungkin juga dia ibu dari si gadis.
Kim Lo yang tengah bertempur
dengan si nenek tua bungkuk Su Nio Nio, jadi girang bukan main ketika melihat
orang-orang itu, semangatnya terbangun.
“Yo Kouwnio…….! Lie Pehu!
Pehbo!” Memanggil Kim Lo dengan suara yang nyaring.
“Kim Lo jangan takut!”
Terdengar si gadis yang berlari di depan sudah berseru dengan suara yang sangat
nyaring.
Malah dia berlari terus dengan
cepat sekali, tanpa memperdulikan nona Cin yang tengah mengawasi padanya dengan
sinar mata bertanya-tanya dan keheran-heranan, sedangkan waktu dia melewati
nona Cin menegurnya, karena dia menyangka tentunya ke tiga orang ini sahabat
Kim Lo, dia melihat betapa Kim Lo menyambut kedatangan ke tiga orang itu dengan
kegembiraan yang meluap-luap.
Hanya saja gadis itu telah
berlari terus menghampiri ke arah si nenek tua bungkuk, tangannya sudah
mencabut pedangnya, segera dia menikam. Cepat dan hebat sekali, tenaga tikaman
si gadis. Jauh lebih liehay dari cara menikam nona Cin, membuat si nenek yang
tengah mendesak Kim Lo tidak berani meremehkannya.
Dia juga telah beberapa kali
berseru dengan marah dia merasakan, betapa kuatnya tenaga serangan dari pedang
gadis itu.
Malah disaat itu terlihat Kim
Lo membarengi menyambar serulingnya, akan menotok jalan darahnya.
Dengan begitu si nenek tua
bungkuk Su Nio Nio sudah menghadapi Kim Lo dan gadis she Yo itu, yang
kepandaiannya ternyata tidak terpaut jauh dengan kepandaian Kim Lo, sangat
liehay sekali.
Siapakah gadis she Yo itu?
Dia tidak lain Yo Bie Lan,
putri dari Yo Him dengan Sasana! Cucu dari Sin-tiauw Tayhiap Yo Ko dan Siauw
Liong Lie.
Maka dari itu tidak
mengherankan kalau begitu dia menyerang, ilmu pedangnya itu tinggi sekali, dan
pedangnya menyambar dengan hebat.
Lalu siapa kedua orang usia
pertengahan yang pria dan wanita itu?
Mereka tak lain dari Ko Tie
dan Giok Hoa suami isteri yang liehay sekali.
Waktu itu Ko Tie dan Giok Hoa
sudah datang dekat, tapi mereka tidak ikut menerjang maju mereka hanya berdiri
di pinggiran dan menyaksikan pertempuran yang tengah berlangsung itu.
Di kala itu Yo Bie Lan sudah
menyerang dengan setiap tikaman yang bisa mengancam si nenek pada kematian,
memaksa si nenek tua itu harus main mundur.
Malah dengan pedangnya Yo Bie
Lan tidak jeri untuk saling bentur dengan tongkat Su Nio Nio. Setiap kali
tongkat si nenek menyambar kepadanya, dia menangkisnya dengan kuat sekali.
“Traaanggg…….,” sama sekali
pedang si gadis tidak tergoyahkan, malah selalu dia bisa menarik pulang
pedangnya dengan baik dan meneruskan serangan yang beruntun lagi.
Setelah mengalami beberapa
kali benturan antara tongkatnya dengan pedang membuat si nenek tua bungkuk itu
akhirnya jadi mengetahui bahwa kepandaian Yo Bie Lan memang sangat tinggi.
Dia jadi bertanya-tanya di
dalam hatinya, karena ia tidak tahu entah siapa gadis yang liehay ini! Dia
melihat usia si gadis sangat muda sekali, tapi ilmu pedangnya sangat hebat.
Sedangkan si nenek juga
melihat di tempat itu telah datang sepasang pria dan wanita usia pertengahan
baya, yang diduganya sebagai orang tua dari si gadis yang tangguh ini. Tentu
kepandaian kedua orang itu jauh lebih liehay.
Karena dari itu, hati si nenek
tua jadi kecut. Belum lagi Kim Lo yang liehay. Kalau memang ke empat orang ini
serentak turun tangan mengeroyoknya, bukankah ia akan menemul ajalnya? Bukankah
dengan mudah dia bisa dirubuhkan?”
Dalam suatu kesempatan, waktu
Yo Bie Lan tengah mengelakkan serangan tongkatnya dan Kim Lo juga tengah
melompat mengelak dari serangan telapak tangan kirinya. Si nenek telah
menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat ke belakang, dia telah menjauhkan diri.
“Suatu waktu nanti aku akan
mencari kalian buat memperhitungkan semua ini!” Teriaknya dan dia angkat kaki,
berlari dengan cepat sekali.
Yo Bie Lan hendak mengejar,
namun Kim Lo mencegahnya
“Biar dia pergi!”
Kemudian Kim Lo menghampiri Ko
Tie dan Giok Hoa. Ia berlutut memberi hormat pada suami isteri yang tangguh
itu.
“Bangun Kim Lo, jangan banyak
peradatan!” kata Ko Tie dengan sikap yang sabar.
Pertemuan ini memang membuat
mereka jadi gembira. Karena mereka telah saling bertanya apa saja yang telah
mereka hasilkan dalam perjalanan dan usaha mereka.
“Apakah kau sudah berhasil
menyelidiki Giok-sie Kim Lo?” tanya Ko Tie kemudian.
Kim Lo mengangguk.
“Ya, justeru nenek tua bungkuk
itupun ingin sekali memiliki Giok-sie. Ia telah menghadapi Kam Yu yang telah
sempat menghilangkan jejak, sedangkan Giok-sie berada di tangan Kam Yu.......!”
Setelah berkata begitu, Kim Lo segera menceritakan apa yang telah dialaminya.
Setelah selesai bercerita,
barulah ia teringat pada nona Cin.
“Oh ya, belum lagi boanpwe
memperkenalkan Pehhu dan Pehbo serta kau Yo Kouwnio, kepada nona Cin…….!”
Sambil bilang begitu dia menoleh ke tempat di mana tadi nona Cin berdiri.
Tapi gadis itu sudah tidak
terlihat bayangannya lagi! Kosong, yang tampak hanyalah pedang si gadis yang
berada di batang pohon itu menancap dalam sekali.
Diwaktu itu tampak Kim Lo jadi
kaget.
“Ihhh, ke mana?” serunya.
“Siapa?” Tanya Yo Bie Lan.
“Nona Cin, yang tadi
kuceritakan!”
Muka Yo Bie Lan berobah, tapi
dia berusaha tersenyum. Walaupun seketika hatinya jadi tidak gembira, karena
dia agak cemburu.
“Apakah....... apakah gadis
yang mengenakan baju hijau dan celana biru?” Tanyanya.
Kim Lo mengangguk.
“Ya, kami telah melihatnya
tadi! Dia telah pergi meninggalkan tempat ini. Semula kami menduga bahwa dia
adalah orangnya si nenek, kami membiarkan saja dia pergi.......!” Kata Ko Tie.
“Dialah nona Cin…….!”
“Hemmm, kalau begitu kita
perlu mencari dia, buat menanyakan kepadanya, sebetulnya siapa dia mengapa dia
bisa mengetahui Giok-sie sudah berada di tangan Kam Yu?”
“Ya, mengapa dia pergi tanpa
memberitahukan lagi!” Gumam Kim Lo.
Waktu itu Ko Tie mengajak Kim
Lo dan yang lainnya buat masuk ke dalam kuburan, pintu rahasianya masih terbuka
dan belum tertutup.
Tapi setelah mereka acak-acak
isi kuburan itu tetap saja Giok-sie tidak bisa mereka temukan.
Kembali kita menemui jalan
buntu!
“Kalau saja nona Cin tidak
pergi, tentu kita bisa meminta keterangan dari dia dan ini penting sekali!”
Kata Kim Lo.
Yo Bie Lan tampaknya kurang
senang. Dia sudah bilang: “Tanpa nona Cin itu pun kita bisa menyelidikinya…….
Bukankah kita sudah sampai di sini, dan kita bisa saja melakukan penyelidikan
lebih jauh, karena memang diwaktu sekarang ini kita pun sudah mengetahui
beberapa hal tertentu.......!”
“Ya..... memang akupun
berpikir begitu,” katanya, mengalah. Dia juga tertawa, menyeringai. Namun
diwaktu itu tutup mukanya masih dikenakan maka si gadis tidak mengetahui Kim Lo
menyeringai.
Sedangkan Ko Tie dan Giok Hoa
berunding sejenak lalu Ko Tie menyarankan agar mereka mencari saja nona Cin itu
karena tentunya nona Cin itu belum lagi jauh, dan mereka masih bisa mencarinya?
Dari nona Cin itu, tentu akan bisa dimintai keterangan. Dan disebabkan itu
pula, akhirnya membuat Kim Lo berempat berusaha untuk mencari nona Cin.
Waktu mereka pergi melakukan
perjalanan, tampak Kim Lo dengan nona Yo itu bercakap-cakap dengan gembira
sekali, banyak yang mereka ceritakan. Terutama sekali, justeru memang hal-hal
yang menyangkut Giok-sie.
“Jadi sekarang Hui-houw-to
telah pergi menyingkirkan diri?” tanya Ko Tie.
Kim Lo menggeleng.
“Entah kami juga tidak
mengetahui dengan pasti apakah ia pergi meninggalkan daerah ini, atau memang ia
masih berusaha untuk melakukan tugasnya, guna memperoleh upah yang besar itu.
Atau memang ia pun hendak pergi menyelamatkan diri dari ketua Khong-tong-pay,
karena ia tidak berhasil melaksanakan tugasnya, hal itu kami tidak
mengetahuinya.......!”
“Tapi dia sebetulnya merupakan
kunci yang terpenting untuk urusan Giok-sie ini justeru lewat surat yang
ditulis ketua Khong-tong-pay, dunia persilatan sudah tergoncangkan untuk
memperebutkan Giok-sie.......!”
“Ya, dia pun menyadari hal
itu!”
“Sebetulnya…….!” Berkata
sampai begitu, Giok Hoa tidak berkata lebih jauh.
Suaminya menoleh.
“Ada apa Hoa-moay?” Tanya Ko
Tie.
“Aku ingin meninggalkan, bahwa
sekarang ini di dalam rimba persilatan sudah terlalu panas!”
“Terlalu panas?”
“Ya……!”
“Mengapa?!”
“Karena hampir semua orang
rimba persilatan yang kepandaiannya tinggi hendak memperebutkan Giok-sie.
Demikian juga halnya dengan orang kerajaan, karena Kaisar penjajah itu pun
bermaksud hendak memperoleh Giok-sie. Entah sudah berapa banyak pahlawan
kerajaan yang dikerahkannya buat mencari Giok-sie.
“Hemmm, itu belum seberapa,
yang cukup berbahaya adalah ketua Khong-tong-pay itu karena ia seakan juga
mengetahui jelas tentang Giok-sie.
“Ya…..!” Tampak Giok Hoa pun
menghela napas kemudian menoleh kepada Kim Lo. “Apakah dalam hal ini terjadi
urusan yang kau temukan…… umpamanya tentang Giok-sie itu!”
Kim Lo menggeleng.
“Tidak ada yang berani, karena
si gadis she Cin itu telah pergi sebelum aku sempat memperoleh keterangan!
Waktu kami berdua datang ke kuburan ini kami tidak memiliki kesempatan buat
terlalu banyak bicara.
“Karena di waktu itu ada dua
orang anak buah Kam Yu yaitu Ang-lie dan Tang Mun….. Belum banyak keterangan
yang diberikan nona Cin kepadaku?”
“Baiklah! Apakah kau tidak
ingat atau memang pernah nona Cin itu memberitahukan padamu sesungguhnya dia
dari mana?” Tanya Ko Tie.
Kim Lo menggeleng.
“Tidak! Malah dia belum lagi
memberitahukan namanya, dia cuma memberitahukan she nya itu!”
“Hemm, benar-benar gadis itu
diliputi rahasia yang sangat mengherankan sekali.”
“Ya, ia merupakan seorang
gadis yang luar biasa!” Kata Kim Lo sambil mengangguk.
Muka Yo Bie Lan berobah.
“Hemm, memang luar biasa
cantiknya!”
Kim Lo melirik.
Dia jadi kaget melihat mata Yo
Bie Lan. Cepat-cepat dia berusaha bilang lagi buat menyelesaikan persoalan yang
sebenarnya.
“Untuk urusan ini tidak
terdapat hubungan apapun di antara kami, karena kami baru saja
berkenalan....... Justru dia telah pergi sebelum lagi memberitahukan hal-hal
yang penting! Tampaknya nona Cin mengetahui banyak tentang Giok-sie……..!”
“Kemudian bagaimana nasib
nelayan yang beruntung memperoleh Giok-sie itu?!”
“Kalau tidak dibunuh oleh Kam
Yu dan anak buahnya tentu dia masih hidup!”
Ko Tie dan Giok Hoa tersenyum
mendengar perkataan Kim Lo. Demikian juga Yo Bie Lan yang tidak urung tertawa.
Kim Lo jadi malu. Dia tadi
telah salah bicara maka dia membisikinya:
“Maksudku kalau memang nelayan
itu memberikannya secara baik-baik kepada Kam Yu, niscaya setelah memperoleh
Giok-sie itu, Kam Yu tidak membunuh si nelayan, cuma memindahkannya ke tempat
lain agar si nelayan tidak membuka mulut lagi di luaran....... tentu saja
dengan memberikan juga hadiah yang sangat besar sekali kepada nelayan itu.”
Ko Tie mengangguk,
“Ya, kemungkinan itu bisa saja
terjadi kalau memang kita bisa mencari jejak si nelayan buat meminta keterangan
dirinya itu pun sangat penting!”
“Benar Pehu, dan nona Cin
tampaknya mengetahui di mana beradanya si nelayan! Sampai Giok-sie berada di
tangan Kam Yu dia mengetahui dengan jelas…….!”
Yo Bie Lan mendengus dingin.
“Ya, memang nona Cin mu telah
serba tahu akan persoalan!” katanya tak senang.
Kim Lo tak melayani sikap si
gadis.
“Pehhu, apakah kita akan
mencari terus jejak nona Cin?” tanyanya.
“Ya!”
“Baiklah, kalau begitu coba
kita pergi ke tempat dimana aku pernah bertemu pertama kalinya dengan gadis she
Cin itu, mungkin ia berada di sekitar tempat itu!”
Yo Bie Lan tak bilang apa-apa,
ia jalan di belakang rombongan. Mukanya cemberut, tampaknya masam. Ia tidak
senang dan tengah mendongkol.
Ko Tie dan Giok Hoa
senyum-senyum saja melihat sikap si gadis, sedangkan Kim Lo pura-pura tak
melihat sikap si gadis.
Diwaktu itu, Yo Bie Lan
akhirnya tidak bisa menahan perasaannya.
“Kim Koko, aku ingin membicarakan
suatu padamu!” Katanya.
Kim Lo menoleh.
“Dengan aku?” Tanyanya sambil
menunjuk diri.
Yo Bie Lan mengangguk.
“Ya!”
Kim Lo menoleh kepada Ko Tie
dan Giok Hoa.
“Maafkan Pehhu dan Pehbo…….
nona Yo ingin membicarakan sesuatu denganku.”
“Silahkan!”
Giok Hoa menyeletuk menggoda
si nona Yo. “Apakah kami tidak boleh diajak mendengarkan percakapan kalian?”
Pipi nona Yo berobah merah,
tapi dia masih bisa memaksakan diri tersenyum.
Selama berjalan berdua begitu,
hati Kim Lo jadi berdebar keras sekali. Dia sering melirik dan melihat,
walaupun dalam keadaan cemberut masam seperti itu, muka si gadis cantik bukan
main.
Dan gadis she Yo ini seperti
juga secantik bidadari. Entah apa akan dibicarakannya?
“Nona Yo…….!” Panggil Kim Lo
akhirnya, setelah melihat si gadis berdiam diri saja.
“Ya.”
“Apakah yang hendak nona
katakan padaku?” tanya Kim Lo lagi.
Yo Bie Lan tampak bimbang
sekali, ia berhenti melangkah dan memetik sekuntum bunga di tepi jalan, lalu
berjalan lagi perlahan-lahan.
“Memang ada yang ingin
kutanyakan padamu, tapi entah Kim Koko akan marah atau tidak?!” tanya si gadis
kemudian, suaranya perlahan.
Hati Kim Lo semakin berdebar.
Ia heran, mengapa sikap si gadis yang biasanya terbuka, jadi demikian pemalu.
“Mengapa harus marah nona Yo?
Katakanlah, apa yang ingin kau tanyakan?!”
“Sebetulnya tentang........
tentang…..!!”
“Tentang apa nona Yo?!”
“Perihal nona Cin mu itu…….!”
“Oh, nona Cin?!” Kim Lo jadi
tertawa.
Yo Bie Lan menoleh mukanya
cemberut.
“Mengapa kau tertawa?!”
Tanyanya tidak senang.
Mulut Kim Lo seketika
terkatup, lenyap tertawa. Diapun menunduk.
“Tidak apa-apa.......!”
sahutnya segera.
“Apakah pertanyaanku itu lucu
sehingga perlu kau tertawakan?” tanya si gadis, yang tampaknya tersinggung.
“Oh bukan…... bukan begitu
nona Yo. Semula aku menduga, persoalan yang ingin kau tanyakan adalah persoalan
Giok-sie atau urusan yang sangat penting. Siapa tahu akhirnya ternyata yang
hendak kau tanyakan adalah hanya persoalan nona Cin belaka.......
“Aku jadi merasa geli karena
sebelumnya aku menduga urusan yang menyenangkan hati, di mana tadi aku terus
terang memang merasa tegang. Tidak tahunya hanya urusan biasa saja?”
“Ya…… urusan nona Cin pun
kukira sangat penting. Bukankah sekarang ini kita pun tengah mencari jejaknya,
karena dari dia akan kita peroleh banyak keterangan?!”
Kim Lo mengangguk.
“Karena itu, kukira yang akan
kutanyakan tentang nona Cin pun merupakan urusan yang sangat penting sekali.”
“Ya, ya, tadi aku tidak
terpikir sampai ke situ!”
“Maafkan aku nona Yo!”
“Yang ingin kutanyakan…..!”
Berkata sampai di situ, tampak si gadis bimbang.
“Mengapa nona?!”
“Tentang pribadinya tentu kau
mengetahuinya?!”
Kim Lo tertegun sejenak,
kemudian tertawa lagi. Tapi baru saja dia tertawa sebentar, dia sudah berhenti
tertawa, karena dia teringat tadi si gadis tidak senang dia tertawa. Maka dari
itu cepat-cepat dia berhenti tertawa.
Yo Bie Lan menoleh kepada Kim
Lo. Tatapan matanya agak aneh luar biasa membuat Kim Lo heran dan telah
menunduk karena dia tidak berani menantang tatapan mata si gadis. Sampai
akhirnya si gadis bertanya kepada Kim Lo.
“Benarkah gadis itu tidak
pernah menceritakan sesuatu apapun padamu?!”
Kim Lo semakin heran, ia
mengangguk.
“Ya. Apakah ada sesuatu yang
tak beres, nona Yo?” tanya Kim Lo kemudian.
Gadis itu tampak muram ia
bilang: “Kulihat hubunganmu dengan gadis itu cukup baik karena tadi.......
tadi…….!”
“Ya?!”
“Gadis itu dalam keadaan
terluka. Bukankah begitu?!”
Kim Lo mengangguk.
“Benar, Gadis itu memang
tengah terluka, kepandaian nona Cin memang belum begitu sempurna, sehingga ia
kena dilukai oleh Su Nio Nio si nenek tua itu!”
“Hemmm, tentunya ia bertempur
mati-matian karena membela kau bukan?”
“Ya, memang aku merasa
berhutang budi padanya. Waktu aku terdesak oleh nenek tua bungkuk itu, ia telah
menerjang nekad dengan pedangnya.
“Malah akhirnya membuat ia
terluka seperti itu, dan ia dua kali terkena serangan Su Nio Nio. Sedangkan aku
sendiri akhirnya dapat terlolos dari ancaman!”
Muka Bie Lan jadi semakin
guram.
“Kalau memang demikian halnya,
maka jelas kalian memang memiliki hubungan yang jauh lebih intim. Jika tidak
mustahil dia mau membela mati-matian seperti itu kepadamu?”
Muka Kim Lo terasa panas, tapi
karena dia mengenakan penutup muka, maka si gadis tidak mengetahui perubahan
muka si pemuda, dia sudah menghela napas dalam-dalam, dia bilang.
“Jika memang nona bilang
begitu kukira salah. Tapi jika memang nona Cin memiliki maksud tertentu, yaitu
hendak meminjam tanganku buat melakukan sesuatu kemungkinan itu jauh lebih
besar.”
“Baiklah!” kata nona Yo, “Jika
memang demikian, ya sudah!”
“Sebetulnya ada apa nona Yo?!”
“Tidak ada apa-apa……..!”
“Tampaknya kau menaruh
perhatian kepada nona Cin!”
Muka Yo Bie Lan berobah merah.
“Justeru aku kuatir karena
melihat wajahnya yang cantik, lalu kau bisa diperalat oleh dia untuk merebut
Giok-sie tanpa ingat lagi kepada kami!”
Yo Bie Lan waktu bilang
begitu, suaranya tawar.
Kim Lo terkejut.
“Ohhh, untuk ini tentu saja
tidak mungkin terjadi!! Justeru lewat nona Cin itu aku ingin mengorek
keterangan darinya…….!”
“Benarkah?” Bie Lan melirik
Kim Lo mengangguk.
“Tentu saja benar, nona Yo!”
“Apakah sudah menerima
keterangan darinya?”
“Be……… belum. Tidak ada
kesempatan untuk membicarakan sesuatu lainnya, karena di waktu itu beruntun
kami menghadapi Su Nio Nio juga Kam Yu dengan anak buahnya.”
“Hemmm, tapi aku jadi curiga.”
“Apa yang kau curigakan,
nona!”
“Kalian tentu bukan
bersungguh-sungguh untuk mengurus Giok-sie melainkan……. melainkan…..”
“Melainkan apa nona Yo?!”
“Justeru aku curiga bahwa
kalian justeru bukannya mencari Giok-sie, malah kalian telah
berkasih-kasihan…….!”
Kaget Kim Lo.
“Oh, nona Yo…… mengapa kau
memiliki dugaan seperti itu…..?”
“Karena aku tadi melihat sinar
mata dari nona Cin mu itu, yang mengandung perasaan tidak puas, waktu melihat
aku dengan paman Ko Tie dan bibi Giok Hoa tiba di sini…….!”
“Hemmm, kalau memang demikian
halnya nona memiliki dugaan yang keliru……!”
“Dugaan keliru bagaimana?”
“Karena tampaknya nona tidak
melihat bahwa betapa canggungnya nona Cin itu. Dimana ia tidak kenal dengan
kalian dan dia malah tidak tahu harus menegur bagaimana pada kalian!
“Akupun menyesal, karena
gembira melihat kedatangan kalian, aku telah melupakan dan tidak
mengacuhkannya, sehingga ini mungkin saja membuat dia tersinggung karena merasa
tidak diacuhkan oleh kita!”
“Hemmm, memang jelas ia
tersinggung dan malah…… malah kulihat ia cemburu! Karena melihat orang yang
dikasihinya tidak melayaninya dengan baik.”
Setelah berkata begitu, Yo Bie
Lan tertawa perlahan, tapi sinis sekali suara tertawanya itu.
Kim Lo menghela napas. Memang
sulit sekali mengenal hati wanita. Sebetulnya nona Yo sangat baik padanya entah
mengapa sekarang justeru nona Yo tampaknya selalu mengejeknya dan sikapnya
dingin sekali.
Tapi Kim Lo tidak berani untuk
berpikir sejauh itu. Ia tahu Yo Bie Lan memiliki sikap yang agung tidak
sembarangan pria yang bisa mendekatinya.
Dan juga memang Yo Bie Lan
sangat cantik sekali. Akan banyak pria tampan dan gagah bersedia menjadi
suaminya, sedangkan Kim Lo sendiri teringat kepada mukanya, yang seperti kera.
Dia jadi rendah diri. Dia
tidak berani untuk berpikir yang tidak-tidak, sejauh ini, selama waktu-waktu
yang lewat, Kim Lo memang masih belum bersedia untuk membuka tutup mukanya pada
siapapun juga dan memang si gadis belum lagi mengetahui tentang keadaan Kim Lo
yang sebenarnya.
Kim Lo jadi tertegun saja, ia
seperti termenung tanpa berkata apapun juga.
Diwaktu itu tampak nona Yo
telah bilang dengan suara yang perlahan, karena melihat Kim Lo tengah termenung
tanpa bicara sepatah perkataan pun juga: “Tengah memikirkan nona Cin mu? Sudah
rindu sekali rupanya?”
Kim Lo menghela napas.
“Nona Yo........ harap nona
jangan menggoda terus menerus.......!”
“Menggodamu? Hemm kukira aku
tidak menggoda, memang tampaknya kau tengah memikirkan, nona Cin mu itu!”
Setelah berkata begitu, Yo Bie Lan menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat sangat
cepat sekali, ia menyusuli Ko Tie dan Giok Hoa.
Kim Lo terkejut.
“Nona Yo…….!” panggilnya.
Yo Bie Lan tetap berlari, ia
tak memperdulikan panggilan Kim Lo.
Terpaksa Kim Lo mengejarnya.
“Nona Yo. Apakah kau marah
padaku!” Tanya Kim Lo.
Yo Bie Lan menoleh, tapi dia
berlari terus.
“Mengapa harus marah?”
Tanyanya.
“Hemmmm, tampaknya nona tidak
menyukai hubunganku dengan nona Cin?”
“Mengapa aku tidak senang? Itu
bukan urusanku!” Kata si gadis. Dia berlari lebih cepat.
“Tugggu dulu nona Yo…….!”
Tapi Bie Lan sudah berlari
terus.
Kim Lo tidak mengejar lagi.
Dia menghela napas.
Memang sebenarnya dia
merasakan betapa pun juga si gadis tidak menyukai hubungannya dengan nona Cin.
Di waktu itu tampak Kim Lo
sudah menyusul Ko Tie dan Giok Hoa. Dia telah menghampiri Ko Tie, bilangnya:
“Paman Ko Tie. Kita ingin pergi ke mana??”
“Kita mencari nona Cin!”
Menyahuti nona Yo dengan suara nyaring. Mendahului Ko Tie.
Ko Tie dan Giok Hoa tersenyum.
“Ya, kita akan mencari nona
Cin. Setelah bertemu dengannya. Tentu kita bisa mendengar
keterangan yang lebih jelas
darinya.”
“Tapi kita mau mencarinya ke
mana?” Tanya Kim Lo.
“Tentu saja kita harus
berusaha? Karena memang di waktu sekarang ini entah dia sudah pergi ke mana?”
Kim Lo terdiam. Dia berjalan
terus di samping Ko Tie! Di dalam hatinya ia berpikir, betapapun juga, memang
dia akan berusaha untuk mencari nona Cin, karena dia ingin memperlihatkan
kepada Yo Bie Lan, bahwa antara dia dengan nona Cin itu tidak memiliki hubungan
apa pun juga.
Tapi kemanakah mereka ingin
mencari nona Cin itu? Sedangkan tempat nona Cin itu tidak mereka ketahui dengan
jelas dan memang gadis she Cin itu sudah pergi ke mana atau memang dia sudah
pergi jauh sekali.
Mereka akhirnya tiba di sebuah
kampung perkampungan yang cukup besar dan ramai. Kampung Yang-wie-cung sebuah
kampung yang merupakan penduduknya lebih banyak bertani. Di waktu mereka tiba
di pintu kampung justeru perhatian mereka tertarik kepada orang ramai yang
tengah mengerumuni sesuatu.
Cepat-cepat mereka
menghampiri.
Ternyata yang tengah
dikerumuni orang banyak itu adalah sesosok mayat laki-laki berusia pertengahan.
Mukanya rusak sampai tidak bisa dikenali lagi. Tubuhnyapun rusak karena senjata
tajam. Darah melumuri tubuhnya.
“Siapa orang itu?” Tanya Ko
Tie kepada salah seorang yang berada di dekatnya.
“Entah, kami sendiri tidak mengetahui!”
Menjawab orang itu.
“Mengapa dia terbunuh?”
“Kami juga tidak mengetahui,
karena kami datang diwaktu ia telah menggeletak tidak bernyawa di situ.”
“Apakah tidak ada yang sampai
melihat siapa yang telah membunuhnya?”
Orang itu menggeleng.
Ko Tie memperhatikan sejenak
lagi. Dilihat dari cara berpakaian orang itu tampaknya dia berasal dari
kalangan Kang-ouw.
“Hemm, entah siapa yang telah
turunkan tangan telengas seperti ini?” menggumam Ko Tie.
Kim Lo pun memperhatikan. Tapi
dia tidak melihat tanda-tanda di diri orang itu, siapa yang telah membunuh
orang tersebut.
Kemudian mereka sepakat buat
meneruskan perjalanan mereka, masuk ke dalam kampung itu. Mencari rumah
penginapan dan meminta tiga kamar.
Waktu pelayan sedang
menyediakan air teh, Ko Tie telah menanyakan kepada pelayan itu tentang
pembunuhan di pintu kota.
Muka pelayan itu agak pucat,
sikapnya ragu-ragu sekali.
“Memang belakangan ini
seringkali terjadi pembunuhan kejam seperti itu. Toaya!” Kata si pelayan:
“Entah siapa pembunuhnya yang bertangan telengas itu!”
“Seringkah terjadi pembunuhan
seperti itu?” Tanya Giok Hoa.
Pelayan itu mengangguk.
“Malah tidak jarang dalam hari
yang sama ada dua kurban!”
“Apakah di dalam kampung ini
terdapat perkumpulan silat? Atau pintu perguruan silat?” Tanya Kim Lo.
Pelayan itu menggeleng.
“Tidak ada!”
“Tapi orang yang dibunuh itu
apakah orang atau penduduk kampung ini?”
“Tampaknya bukan. Karena tidak
ada sanak famili di kampung ini yang merasa terbunuh!”
“Hemmm, jadi korban pembunuh
itu umumnya orang luar?” Tanya Ko Tie.
Pelayan itu mengiayakan.
“Pendatang asing!”
“Tidak pernah ada yang bisa
menduga-duga apa yang telah melakukan pembunuhan itu!”
Pelayan itu menggeleng.
Karena pelayan itu tidak
mengetahui banyak tentang pembunuhan tersebut, Ko Tie pun tidak bertanya lebih
banyak lagi.
Setelah pelayan itu pergi, Ko
Tie bilang kepada Kim Lo. “Menurut keterangan pelayan itu, memang di sini
seringkali terjadi pembunuhan seperti itu…....”
“Ya…... jika memang demikian
di kampung ini tentu si pembunuh berkeliaran.......!”
Ko Tie mengangguk.
“Malam ini kita pergi
menyelidiki.”
Begitulah, mereka telah
melewati waktu menantikan sampai tibanya malam.
Di saat malam telah larut, Ko
Tie berpesan kepada Giok Hoa, agar isterinya itu berdiam saja di rumah
penginapan bersama Yo Bie Lan. Dia bersama Kim Lo akan pergi melihat-lihat
keadaan kampung ini untuk menyelidiki siapakah pembunuh bertangan telengas itu.
Giok Hoa tidak keberatan. Dia
memang tengah lelah. Dia ingin beristirahat. Tapi Yo Bie Lan mendesak ingin
ikut serta.
“Kau menemani bibimu nanti,
kita pun akan segera kembali! Jika memang kami gagal dengan penyelidikan kami,
besok kalian boleh ikut. Siapa tahu pembunuhnya berdiam di rumah penginapan ini
juga.”
Yo Bie Lan akhirnya mau juga
mengerti. Ia tidak mendesak lebih jauh untuk ikut serta.
Begitulah, setelah
mengencangkan baju mereka, Ko Tie dengan Kim Lo pergi meninggalkan rumah
penginapan dengan mengambil jalan di atas genting rumah penduduk. Mereka mengandalkan
gin-kang mereka yang mahir, dapat bergerak leluasa sekali.
Malam telah larut dan sepi.
Ko Tie dengan Kim Lo berlari
di atas genting mengelilingi kampung itu.
Di waktu itu tampak juga
betapa keadaan di kampung tersebut memang sangat sepi sekali.
Malah tidak terlihat orang
yang berkeliaran karena mungkin penduduk kampung telah tertidur nyenyak di
pembaringan masing-masing.
Kim Lo dan Ko Tie telah
berlari-lari mengelilingi kampung itu, tapi mereka tidak melihat tanda-tanda
yang mencurigakan.
Akhirnya Ko Tie telah bilang
kepada Kim Lo: “Kita kembali saja!”
“Tunggu dulu paman!” Kata Kim
Lo. Dia melihat sesuatu di sebelah bawah sana.
Kim Lo segera dia mengangguk.
Keduanya seperti telah
berjanji, melompat turun dari atas genting rumah penduduk di mana mereka
berada.
Ternyata di sebelah bawah sana
tampak sesosok bayang merah yang tengah berlari dengan gesit sekali, merupakan
gulungan warna merah.
Melihat cara berlarinya sosok
bayangan merah itu maka jelas itulah seseorang yang mengenakan pakaian merah,
yang memiliki gin-kang sangat tinggi.
Entah apa yang tengah dikejar
oleh orang berpakaian baju merah itu.
Kim Lo dan Ko Tie mengejarnya.
Karena mereka mengejar dengan
hati-hati dan berusaha agar orang di sebelah depan tidak mengetahui dirinya
tengah dikuntit, maka mereka berlaku hati-hati sekali dengan mengejar tidak
terlalu dekat.
Sosok bayangan merah itu terus
juga berlari gesit dan lincah sampai akhirnya dia menikung di sebuah tikungan
yang kecil.
Kim Lo dan Ko Tie memburunya,
mereka mengejar sampai di tikungan itu.
Tapi mereka kehilangan jejak.
Mereka tidak melihat sosok bayangan merah itu.
Di waktu Lie Ko Tie sudah
mengawasi sekitar tempat itu dia heran bukan main.
“Apakah dia sudah masuk ke
dalam salah satu rumah penduduk di jalan ini?” Gumam Ko Tie perlahan.
Kim Lo mengangguk.
“Mungkin! Mari kita lihat,
paman Lie!”
Sambil bilang begitu dia pun
telah menjejakan kakinya, tubuhnya segera juga melompat ke atas genting rumah
penduduk.
Dari atas genting rumah
penduduk Kim Lo bisa mengawasi sekitar tempat itu dengan leluasa.
Ko Tie sudah menyusul.
Tapi sosok bayangan merah itu
tidak terlihat, dia seperti telah lenyap begitu saja masuk ke dalam perut bumi.
“Aneh! Ke mana perginya orang
itu?!” Menggumam Ko Tie. “Kita mengejarnya tidak terlalu jauh, dan kitapun
masih bisa tiba di tikungan itu cuma beberapa detik. Mengapa dia bisa
mengghilang dalam waktu begitu singkat?!”
Kim Lo dari Ko Tie jadi
penasaran. Mereka terus juga mencarinya. Tapi sosok bayangan merah itu tetap
saja tidak ada.
Tapi, mata Kim Lo yang tajam,
ketika dia menoleh ke belakang, dia melihat sosok bayangan merah itu, jauh
sekali, terpisah beberapa puluh rumah.
“Ihhh!” Kim Lo mengeluarkan
seruan tertahan. Tanpa bilang suatu apapun juga dia sudah mengejarnya ke arah
sosok bayangan merah itu.
Tubuh Kim Lo pesat sekali
seperti terbang. Ko Tie juga sudah menyusul sama gesitnya.
Sosok bayangan merah kali ini tidak
berlari di jalan, melainkan di atas genting rumah penduduk.
Rupanya dia mengetahui tadi
dirinya tengah diikuti, maka ketika menikung, dia sudah merobah arahnya. Dia
melompat ke atas genting dan berlari di atas genting. Karena itu, buat
sementara waktu Kim Lo dan Ko Tie tidak melihatnya.
Tapi sekarang, walaupun jarak
mereka terpisah cukup jauh, Kim Lo dan Ko Tie telah mengejarnya terus. Dengan
mengerahkan tenaga dan gin-kang mereka, ke dua orang ini akhirnya bisa
memperpendek jarak pisah diantara mereka dengan si bayangan baju merah.
Orang yang dikejar mereka
tampaknya mengetahui dirinya tengah dikejar sama Kim Lo dan Ko Tie. Ia berlari
semakin cepat juga. Dia berlari seperti terbang saja layaknya.
Dalam keadaan seperti ini Ko
Tie habis kesabarannya, ia melompat tinggi dan tubuhnya melesat sangat cepat
sekali. Diapun berseru nyaring, “Sahabat di depan berhentilah! Ada yang hendak
kami bicarakan dengan kau!”
Tapi sosok bayangan merah itu
terus juga berlari dengan lincah sekali, tubuhnya terus juga berkelebat seperti
gumpalan bayangan merah. Dia tidak memperdulikan teriakan Ko Tie.
Ko Tie dan Kim Lo semakin
curiga.
Melihat sosok bayangan merah
itu selain memiliki kepandaian yang tinggi, juga seperti tengah berusaha
menyingkir dari mereka, maka dari itu, Kim Lo dan Ko Tie yakin, tentunya si
sosok bayangan merah ini adalah si pembunuh yang selalu membinasakan korbannya
dengan kejam sekali.
Tanpa buang waktu Kim Lo dan
Ko Tie telah mengejar lagi lebih cepat.
Dalam saat-saat seperti itu,
mereka seperti tengah saling kejar mengejar main petak kucing. Dan orang
berbaju merah tersebut akhirnya berlari keluar dari kampung itu.
Kim Lo dan Ko Tie tetap saja
tidak mau melepaskan buruan mereka, malah Ko Tie sudah mengempos semangatnya,
dia mengejar semakin cepat lagi.
Jika sebelumnya jarak mereka
terpisah puluhan tombak, sekarang hanya beberapa tombak saja.
Kim Lo yang sudah tidak sabar,
mengayunkan tangan kanannya, menimpukan belasan batang jarum. Belasan batang
jarum itu melesat ke arah sosok bayangan merah itu dengan kekuatan penuh.
Namun sosok bayangan merah itu
benar-benar tangguh. Dia bukan seperti biasanya, orang lain yang mengelakkan
serangan semacam itu dengan mengerahkan sin-kangnya dan mengibaskan lengan
bajunya, menahan larinya. Dia malah menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat ke
depan jauh lebih cepat, berulang kali dia melompat.
Di saat itu terlihat juga
betapa orang berbaju merah ini berusaha menghindar dari kejaran Ko Tie dan Kim
Lo, karena dia telah berlari terus.
Dalam keadaan seperti ini Ko
Tie dan Kim Lo benar-benar penasaran. Dia heran mengapa sosok bayangan merah
itu berusaha menghindar dirinya, sedangkan kepandaian sosok bayangan merah itu
tidak rendah.
Setelah kejar-mengejar sekian
lama akhirnya mereka tiba di tegalan.
Sosok bayangan merah itu masih
berusaha berlari cepat seperti terbang. Cuma saja yang mengejarnya adalah
orang-orang yang memiliki gin-kang sempurna, dengan demikian membuat jarak
mereka semakin dekat.
Ko Tie yang sudah penasaran
sekali, mengempos semangatnya dan mengejar semakin cepat juga. Demikian pula
halnya dengan Kim Lo. Mereka berdua mengejar sesosok bayangan merah itu dengan
mengerahkan gin-kang mereka, maka mereka seperti juga terbang dan ke dua kaki
mereka seakan juga tidak menginjak tanah.
Bayangan merah itu rupanya
menyadari bahwa akhirnya dia tidak akan dapat meloloskan diri dari Kim Lo dan
Ko Tie. Dia menahan langkah kakinya, mendadak sekali berhenti.
Malah ia memutar tubuhnya,
menantikan kedatangan Ko Tie dan Kim Lo. Dia juga bertolak pinggang disusul
dengan suaranya yang nyaring.
“Mengapa kalian terus juga
mengikuti aku?”
Waktu Kim Lo telah tiba. Dia
melihat sosok bayangan merah itu. Dia jadi kaget dan heran karena dia segera
mengenali siapa adanya orang itu.
Dialah seorang wanita yang cantik
sekali dan ia tidak lain dari Ang-hoa Liehiap.
“Hemmm, kiranya kau?” Tegur
Kim Lo dengan suara yang tawar.
Ang-hoa Liehiap juga tertawa
dingin.
“Benar! Memang aku! Hemm…..
tidak tahunya orang yang mengejar aku adalah si kera bertubuh manusia? Pantas
larinya seperti kera.”
Diejek seperti itu darah Kim
Lo meluap tapi ia belum lagi bisa berkata.
Ko Tie mendahuluinya:
“Engkaukah yang selama ini sering melakukan pembunuhan di kampung ini,
Siocia?!”
“Hemm, dia seorang iblis yang
bertangan telengas sekali, paman Lie! Pasti semua pembunuh kejam itu dilakukan
olehnya!” teriak Kim Lo.
Ko Tie menoleh kepada Kim Lo.
“Kau kenal padanya?”
“Dialah Ang-hoa Lehiap! Tapi
seharusnya dia digelari Ang-hoa Tok-kwie (Iblis Beracun Bunga Merah)
Muka Ang-hoa Lehiap berobah
merah.
“Hemm, mulutmu kurang ajar
sekali! Sudah mukamu seperti kera, masih tidak tahu diri kau minta mampus
rupanya?”
Kim Lo tertawa.
“Baiklah dulu kita belum lagi
puas untuk main-main……. sekarang marilah kita main-main.......!”
Setelah berkata begitu, Kim Lo
menjejakkan kakinya, tubuhnya segera juga melesat ke depan Ang-hoa Lehiap.
Malah di tangan Kim Lo telah tercekal serulingnya, yang telah dicabutinya
dengan cepat sekali.
Serangan Kim Lo dengan
serulingnya memang sangat cepat karena dia tahu Ang-hoa Lehiap memiliki
kepandaian tinggi, dia tidak boleh memandang remeh padanya. Dia harus
menghadapinya dengan sebaik mungkin.
Waktu itu Ang-hoa Liehiap
telah berkelit dengan lincah, dia tertawa dingin.
“Rupanya kau malu jika rupamu
seperti kera itu diperlihatkan kepada orang lain, membuat engkau tetap saja
menyelubungi mukamu dengan kain penutup itu!”
Diejek begitu, kembali Kim Lo
tambah murka.
Serulingnya telah
menyambar-nyambar dengan gencar kepada Ang-hoa Lehiap.
Dalam keadaan seperti ini,
Ang-hoa Lehiap, wanita yang cabul ini sama sekali tidak gentar. Dia balas
menyerang dengan hebat.
Di waktu itulah tampak Kim Lo
juga sudah berusaha mendesaknya, mereka jadi bertempur dengan seru.
Ko Tie mengawasi saja. Dia
merasa tidak pantas jika memang dia harus turun tangan mengeroyok Ang-hoa
Lehiap seorang wanita. Karena dari itu, dia cuma berdiri diam saja di
pinggiran, menyaksikan bagaimana ke dua orang itu tengah bertempur.
Setelah mengawasi sekian lama.
Ko Tie merasa kagum sekali dengan kemajuan yang telah diperoleh Kim Lo.
Mereka berpisah belum begitu
lama. Sekarang setelah bertemu kembali, kepandaian Kim Lo ternyata sudah
memperoleh kemajuan yang sangat pesat sekali.
Demikian juga halnya dengan
Ang-hoa Lehiap. Di melihat kepandaian wanita cantik ini tidak rendah. Dia jadi
heran, entah siapa adanya Ang-hoa Lehiap ini?
Kepandaiannya campur baur,
seperti ada jurus-jurus Siauw-lim-sie, ada jurus-jurus dari Bu-tong-pay atau
Kun-lun-pay. Dengan demikian sulit menerka asal usul wanita tersebut dilihat
dari ilmu silatnya.
Pertempuran antara Kim Lo dan
wanita itu berlangsung terus dengan seru.
Ang-hoa Lehiap sendiri mulai
mengerahkan seluruh kepandaiannya buat menghadapi Kim Lo. Ia merasakan betapa
semakin lama serangan Kim Lo semakin hebat.
Karena dari itu, ia tahu jika
ia main-main, dengan sikapnya melayani Kim Lo, berarti dirinya sendiri yang
akan celaka. Itulah sebabnya mengapa ia akhirnya telah mengeluarkan seluruh
kepandaiannya.
Malah waktu ia mulai terdesak
karena melayani Kim Lo dengan tangan kosong belaka, akhirnya ia sudah mencabut
pedangnya. Dengan pedangnya itu ia memberikan perlawanan, menangkis
berulangkali seruling Kim Lo yang menuju ke dirinya.
Dalam keadaan seperti itu,
tampaknya kepandaian mereka memang berimbang.
Ang-hoa Lehiap sendiri heran,
mengapa berpisah belum begitu lama, kepandaian Kim Lo sudah memperoleh kemajuan
yang lebih hebat dari yang dulu.
Mereka pernah bertempur dan Ang-hoa
Liehiap merasakan kepandaian Kim Lo lebih hebat dari dulu.
Walaupun dulu kepandaian Kim
Lo tinggi, tapi tidak sehebat sekarang.
Setelah bertempur seratus
jurus lebih, napas Ang-hoa Lehiap mulai memburu karena sejak tadi dia lebih
banyak mengelakkan diri dari sambaran seruling lawannya.
Kim Lo sendiri semakin lama
semakin penasaran, dia melancarkan totokan dan tabasan dengan serulingnya,
setiap kali menyerang dia mengerahkan tujuh bagian tenaga dalamnya. Dan setiap
kali pedang lawan ditangkis keras oleh serulingnya, tentu akan menimbulkan
suara bentrokan yang sangat nyaring.
Dalam keadaan seperti itu, Kim
Lo berusaha mencari kelemahan musuhnya. Namun dia belum juga bisa melihat
dimana letak kelemahan ilmu pedang lawannya.
Ang-hoa Lehiap mendongkol
bukan main telah melampiaskan kemarahannya dengan berulangkali memaki Kim Lo
yang disebut-sebut sebagai manusia kera.
Ko Tie sendiri akhirnya
melihat bahwa Ang-hoa Lehiap memang memiliki kepandaian tinggi. Malah ilmu
pedangnya itu telengas sekali, arah yang diincarnya selalu dipilih bagian yang
bisa mematikan. Karena dari itu dia juga telah memutuskan, bahwa dia harus ikut
menerjang buat merubuhkan Ang-hoa Lehiap.
Dalam keadaan seperti ini,
setelah berpikir sejenak, Ko Tie menyampingkan soal malu atau tidak, yang
penting dia harus menangkap Ang-hoa Lehiap untuk mengorek keterangan dari
mulutnya. Jika mengandalkan Kim Lo, mungkin akan makan waktu lama sekali, agar
wanita itu dapat dirubuhkan.
Belum tentu Kim Lo akan bisa
merubuhkannya. Itulah sebabnya Ko Tie akhirnya menerjang, dia mempergunakan
pedangnya disaat mana pedang Ang-hoa Lehiap tengah menyambar kepada kepala Kim
Lo.
Diapun berseru: “Kim Lo kau
mundurlah, biarkan aku yang melayaninya!”
Kim Lo tidak membantah dia
mengetahui liehaynya ilmu pedang paman Lie ini. Karena dari itu, dengan majunya
Ko Tie, tentu Ang-hoa Lehiap akan dapat menghadapi dengan mudah. Maka dia pun
melompat mundur.
Di waktu itu, Kim Lo pun
melihat Ang-hoa Liehiap sudah mulai letih. Tentu dengan turun tangannya Ko Tie
tidak akan lama lagi Ang-hoa Liehiap akan dapat dirubuhkannya.
Ang-hoa Liehiap memandang Ko
Tie sejenak, dia kemudian tersenyum manis.
“Pria tampan dan gagah.
Walaupun usiamu telah tinggi, tapi engkau seorang pria yang matang sekali!”
Kata Ang-hoa Liehiap dengan sikap yang genit.
Ko Tie mendongkol sekali,
mukanya berobah muram dan merasa muak melihat sikap centil dari perempuan itu.
Maka dia sudah berseru nyaring,
“Lihat serangan........!”
Pedangnya meluncur sangat cepat sekali, di mana dia sudah membuka serangan.
Ang-hoa Liehiap sudah
menyerang juga bertubi-tubi kepada Ko Tie karena dia membalas menyerang dengan
sekaligus lima kali serangan.
Begitulah, mereka berdua telah
bertempur dengan seru sekali, sama-sama memakai pedang sebagai senjata mereka.
Sama memiliki kepandaian yang tinggi. Maka pedang mereka berkelebat-kelebat
merupakan sinar keperak-perakan.
Tubuh mereka pun sudah
merupakan bayangan saja melompat ke sana ke mari.
Dikala itu Ko Tie merasakan
ilmu pedang Ang-hoa Liehiap memang aneh, karena jurus-jurusnya dapat berobah di
luar dugaan. Jika sebelumnya, ia menyerang dengan jurus “Naga Mencakar Awan”
maka dalam waktu singkat, ia sudah bisa merobahnya dengan jurus “Burung Terbang
Bebas”.
Jika jurus pertama itu berasal
dari perguruan Kun-lun, justeru jurus kedua merupakan ilmu pedang dari
Go-bie-pay. Karena dari itu, Ko Tie jadi heran sekali, mengapa ilmu pedang
Ang-hoa Liehiap demikian campur aduk?
Tapi setelah bertempur sekian
lamanya, barulah Ko Tie bisa melayani dan bisa mengatasi setiap jurus Ang-hoa
Liehiap karena ia mulai mengetahui dengan cara apa ia bisa menghadapinya. Jika
sebelumuya ia sering kecele disebabkan setiap serangan Ang-hoa Liehiap dapat
berobah-robah dengan cepat dan aneh.
Justeru sekarang ini dia mulai
mendesak Ang-hoa Liehiap tanpa memperdulikan perobahan ilmu pedang Ang-hoa
Liehiap. Pedang Ko Tie telah menyambar-nyambar cepat sekali, seperti juga hujan
yang sangat deras, setiap serangan yang dilakukan Ko Tie benar-benar dahsyat
karena perlahan-lahan Ang-hoa Liehiap mulai jatuh di bawah angin, ia mulai
terdesak.
Dalam keadaan seperti itu
terlihat Ang-hoa Liehiap pun tak mau membiarkan dirinya jatuh di bawah angin,
ia berusaha untuk dapat menghadapi tikaman dan tebasan pedang Ko Tie dengan
sebaik-baiknya.
Sekarang ia sudah tak banyak
bicara, tak lagi bersikap centil dan genit, ia malah telah mencurahkan seluruh
perhatiannya buat menghadapi serangan yang dilakukan Ko Tie.
Demikianlah kedua orang itu
bertempur dengan seru sekali, sampai akhirnya suatu kali Ang-hoa Liehiap sudah
mengayunkan tangan kirinya, tersiar harum semerbak. Ko Tie kaget, dia menduga
itu adalah racun ataupun obat pulas dan bisa melemaskan dirinya, ia menarik
pulang serangan pedangnya itu, ia melompat ke belakang.
Kesempatan itu dipergunakan
oleh Ang-hoa Liehiap buat melompat ke belakang. Ia memutar tubuhnya, berlari
dengan cepat sekali, gerakannya memang ringan sekali. ia berlari buat menjauhi diri.
Ko Tie jadi mendongkol,,
“Kau mau lari kemana?” iapun
mengejarnya.
Kim Lo pun ikut mengejar.
Namun Ang-hoa Liehiap telah
berlari jauh, tidak memperdulikan siapapun juga, berlari dengan seluruh
kekuatan gin-kangnya, tubuhnya yang berwarna merah bagaikan terbang pesat
sekali.
Kim Lo dan Ko Tie mengejar
terus.
Setelan berlari sekian lama,
akhirnya mereka tiba di depan sebuah bangunan rumah yang herada di tempat
terpencil itu. Rumah itu gelap tidak memiliki lampu penerangan.
Ang-hoa Liehiap tidak
ragu-ragu berlari menghampiri rumah itu. Malah dia mendorong daun pintu yang
rupanya tidak terkunci. Dia menyelusup masuk ke dalam rumah itu.
Ko Tie dan Kim Lo tidak berani
lancang menerobos masuk, karena mereka kuatir serangan bay-hok, yaitu
panyerangan secara mendadak dan membokong.
“Ang-hoa Liehiap, keluarlah!
Mengapa kau seperti tikus menyembunyikan ekor.”
Tidak terdengar jawaban.
“Hemm, mari kita menerobos ke
dalam!” kata Ko Tie. Dia juga tidak menantikan jawaban Kim Lo, melainkan sudah
melompat maju dengan pedang tercekal di tangan kanannya.
“Hati-hati, paman Lie!” kata
Kim Lo mengikutinya menghampiri daun pintu rumah itu.
Ko Tie mendorong perlahan daun
pintu. Daun pintu itu bergerak, karena tidak terkunci dari dalam.
Ko Tie terdiam sejenak, dia
jadi curiga.
Mengapa Ang-hoa Liehiap tidak
mengunci pintu ini? Apakah begitu Ang-hoa Liehiap menerobos masuk ke dalam
rumah ini, kemudian pergi meninggalkannya dari belakang rumah itu?
Karena terpikir begitu tidak
membuang waktu lagi, Ko Tie segera mendorong daun pintu dengan mendadak. Ia
juga membolang-balingkan pedangnya buat menjaga suatu kemungkinan serangan
mendadak atau membokong. Ia juga menerobos masuk ke dalam rumah.
Tapi tak ada orang, hanya saja
begitu Ko Tie melesat masuk, menyambar angin serangan yang kuat dan dingin
sekali.
Ko Tie menangkis dengan
pedangnya.
Namun seketika Ko Tie jadi
terkejut.
Karena pedangnya terlilit oleh
sesuatu dan malah terasa ada teriakan yang kuat sekali. Pedangnya hendak
dirampas.
Ko Tie mengempos semangatnya,
dia menarik juga.
Akhirnya lilitan itu terbuka,
dan pedangnya bebas, terdengar tertawa dingin seorang laki-laki,
“Hemm, memang liehay!” kata
orang itu dari tempat gelap. “Memang tak percuma Lie Ko Tie terkenal dalam
kalangan Kang-ouw sebagai seorang pendekar yang sangat tinggi
kepandaiannya........!”
Di waktu itu Ko Tie yang
memiliki pandangan mata sangat tajam, sudah mengawasi cermat.
Di tempat yang gelap tampak
sosok bayangan tubuh yang besar dan tinggi tegap, seorang laki-laki.
Ko Tie, jadi heran, kemana
perginya Ang-hoa Liehiap? Apakah laki-laki itu temannya?
Belum lagi Ko Tie sempat
menjawab pertanyaan hatinya sendiri, justeru laki-laki itu sudah menggerakkan
tangan kanannya, maka menyambar cambuk yang sangat kuat, memperdengarkan suara
“tarr!” nyaring sekali.
Ko Tie mundur keluar dari
rumah itu.
“Dia berada di dalam!” Kata Ko
Tie memberitahukan kepada Kim Lo, yang memandang heran padanya, mengapa Ko Tie
melompat keluar lagi dari dalam rumah itu.
“Biar aku yang masuk, paman
Lie…..” melompat Kim Lo dengan segera.
“Tunggu dulu…… ada temannya!”
kata Ko Tie.
Baru saja Ko Tie berkata
begitu, dari dalam rumah itu telah melompat keluar seorang pendeta! Dia tidak
lain Pu San Hoat-ong! Tangannya mencekal cambuk dan siap untuk membuka
serangan.
Melihat Pu San Hoat-ong, Ko
Tie jadi tertawa dingin.
“Hemm! Dugaanku memang tidak
salah bahwa Ang-hoa Liehiap bukan manusia baik-baik. tidak tahunya memiliki
tulang punggung kau, manusia rendah…....!”
Pu San Hoat-ong tidak
memperdulikan ejekan itu karena dia sudah tertawa bergelak dengan suara
menyeramkan. Cambuknya menyambar ke mulut Ko Tie.
“Akan kuhancurkan mulutmu…….!”
Kata Pu San Hoat-ong kemudian.
Diwaktu itu Kim Lo melompat ke
depan. Dia mawakili Ko Tie untuk menangkis serangan cambuk dari Pu San
Hoat-ong.
Malah dia pun telah melompat
ke depan lagi untuk membalas dan menyerang. Dengan cara demikian, dia tidak mau
memberikan kesempatan kepada Pu San Hoat-ong untuk meneruskan serangan
berikutnya.
Diwaktu itu tampak Pu San
Hoat-ong sudah mengerahkan tenaganya, mengayunkan cambuknya untuk menyerang
lagi semakin hebat. Serangan cambuknya memang dahsyat sekali, walaupun hanya
merupakan cambuk belaka, tapi Pu San Hoat-ong dengan menyalurkan lweekang pada
cambuknya, dia bisa merobek dan menabas pecah kain yang paling tipis sekalipun
juga!
Diwaktu itu Kim Lo sudah
bertempur dengan Pu San Hoat-ong. Ko Tie setelah mengawasi beberapa jurus, dan
yakin Kim Lo tidak memperoleh kesulitan dari Pu San Hoat-ong, dia pun segera
melompat masuk ke dalam rumah lagi, untuk mencari Ang-hoa Liehiap.
Begitu tubuh Ko Tie melambung
masuk ke dalam rumah, dengan terjangan yang cepat sekali, justeru diwaktu itu
berkelebat sinar terang menikam ke dadanya.
Ang-hoa Liehiap telah menikam
padanya sambil mengeluarkan suara tertawa dingin.
Ko Tie mengelak.
Ang-hoa Liehiap membarengi
dengan penyerangan berikutnya lagi, pedangnya menyambar-nyambar dengan cepat.
Ko Tie menangkis beberapa kali
memakai pedangnya, suara yang nyaring terdengar.
Begitulah, sambil menghadapi
serangan Ang-hoa Liehiap, Ko Tie mundur berulangkali sehingga akhirnya mereka
bertempur di luar rumah itu.
Dengan demikian, pertempuran
yang terjadi di tempat itu terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah
Pu San Hoat-ong kemudian dengan Kim Lo sedangkan kelompok yang satunya lagi
adalah Ko Tie dengan Ang-hoa Liehiap. Tapi mereka berempat memang memiliki
kepandaian yang tinggi, dengan demikian mereka bertempur seru sekali.
Pu San Hoat-ong mengandalkan
cambuknya yang panjang berulang kali menyerang Kim Lo. Dia yakin, dengan
bersenjatakan seruling, niscaya Kim Lo kurang leluasa menghadapi cambuknya.
Tapi Kim Lo sendiri memiliki
perhitungan bahwa lawannya dengan cambuknya yang panjang seperti itu, dia harus
menghadapinya dari jarak dekat.
Karena dari itu, telah
berhasil untuk dapat mendesak lawannya. Empat kali dia mengelak dari serangan
cambuk lawannya dan akhirnya dia bisa mendekati lawannya.
Dengan melawan dari jarak
dekat dengan sendirinya Pu San Hoat-ong tidak bisa memanfaatkan cambuknya yang
panjang itu. Dengan jarak mereka yang begitu dekat, maka membuat Pu San
Hoat-ong berulang kali gagal dengan serangan cambuknya. Tidak mungkin cambuk
itu dapat dipergunakan untuk menyerang dari jarak dekat.
Dalam keadaan seperti itu
terlihat betapa pun juga Kim Lo sudah mengeluarkan sebagian besar
kepandaiannya, dia sudah memperlihatkan gin-kang dan juga tenaga dalamnya.
Entah sudah berapa jurus yang
mereka lewati. Tampak Pu San Hoat-ong tiba- tiba melompat keluar kalangan. Dan
mengibaskan cambuknya, dia bilang: “Tahan!”
Kim Lo menahan serulingnya.
“Hemmm kau ingin menjual
lagak?” Tanya Kim Lo mengejek. “Ayo keluarkan kepandaianmu, mari kita main-main
sampai seribu jurus.
“Urusan itu gampang, nanti
kita bermain-main sampai selaksa jurus. Aku akan tetap menemani keinginanmu!”
Kata Pu San Hoat-ong. “Tapi sekarang dengarlah dulu! Aku hendak membicarakan
sesuatu dengan kalian!”
“Apa yang ingin kau
bicarakan?”
“Tentang Giok-sie!”
“Hemm, Giok-sie tak memiliki
sangkutan apapun dengan kami, karena kami tak tahu menahu tentang Giok-sie.
Nah, ayo kau mulai dengan seranganmu, aku ingin belajar kenal dengan ilmu
cambukmu yang katanya sangat liehay itu!”
Kim Lo telah bersiap lagi
dengan serulingnya, buat menerjang menyerang Pu San Hoat-ong.
“Tahan! Ohhhh, tahan dulu!
Dengarkan dulu kata-kataku! Ini adalah pesan Hong-siang!” berseru Pu San
Hoat-ong.
“Pesan Hong-siang? Hem, kami
tak ada urusan dengan Hong-siang kalian!” kata Kim Lo.
“Tapi kalian dengar dulu.
Hong-siang telah berpesan, jika memang kalian mau bekerja sama dengan kami buat
memperoleh Giok-sie, tentu kalian akan dihadiahkan pangkat dan harta yang
banyak. Urusan di masa lampau dibikin habis sampai di sini saja.......!”
Kim Lo tertawa dingin.
“Siapa yang sudi bekerja buat
rajamu?”
“Tapi, jika memang kalian
memihak memusuhi Hong-siang, berarti kalian mencari maut!”
“Soal mati ada di tangan
Thian, bukan di tangan rajamu!” Menyahut Kim Lo ketus.
Muka Pu San Hoat-ong berobah
merah.
“Hong-siang telah perintahkan
tigaratus pahlawan istana buat mencari Giok-sie. Dan jika ada orang-orang yang
berusaha merintangi usaha kami, maka orang itu harus disingkirkan?
“Apakah kau kira, dengan hanya
memiliki kepandaian seperti itu, maka bisa menghindar dari orang-orang
Hong-siang? Hemmm, lebih baik kalian menerima baik uluran tangan Hong-siang?”
“Tidak sudi aku bekerja buat
raja busuk itu! Raja penjajah!” Teriak Kim Lo sambil bersiap-siap hendak
menyerang lagi.
Sedangkan Ko Tie yang sejak tadi
telah berhenti bertempur dengan Ang-hoa Liehiap, karena ingin mendengar juga
apa yang hendak dikatakan Pu San Hoat-ong, telah berseru:
“Kim Lo kemari!”
Kim Lo jadi batal menerjang Pu
San Hoat-ong. Dia memutar tubuhnya, menghampiri Ko Tie.
“Biarkan dia bicara dulu!”
Kata Ko Tie kemudian.
Pu San Hoat-ong tampaknya jadi
girang, sedangkan Kim Lo memandang heran kepada Ko Tie.
“Paman Lie.......?!”
“Biarkan ia menceritakan lebih
dulu, apa yang dikehendakinya!” Kata Ko Tie.
Kim Lo sudah tidak rewel lagi,
segera berdiri di samping Ko Tie. Sedangkan Pu San Hoat-ong telah menghampiri
Ang-hoa Liehiap, yang waktu itu tengah tersenyum-senyum dengan lagaknya yang
genit sekali.
“Hemmm…….!” Kata Pu San
Hoat-ong kemudian, dengan sikap yang dibuat semanis mungkin. “Tampaknya Lie Ko
Tie pun merupakan seorang pendekar yang bisa melihat angin baik! Karena itu,
jika saja ada kerja sama di antara kita, Hong-siang pasti akan memberikan
penghargaan yang besar kepada Lie Tayhiap! Dan nanti jika aku telah pulang ke
kota raja, tentu kepada Hong-siang akan kusampaikan tentang Lie Tay-hiap agar
dicatat dalam buku daftar jasa.......!”
“Hemm, urusan itu tidak
menjadi persoalan kami,” kata Ko Tie, “Tapi yang ingin kutanyakan dengan cara
apa kau hendak mengajak kami bekerja sama mencari Giok-sie?”
Pu San Hoat-ong tertawa.
“Tentu saja caranya tidak
berat, katanya yang terpenting kalian memang harus membantu kami, agar Giok-sie
bisa kami peroleh. Dan nanti setelah mempersembahkan kepada Hong-siang, diwaktu
itu jasa kalian tidak akan di sia-siakan oleh Hong-siang……..!”
“Tapi kami belum lagi
mengetahui di mana beradanya Giok-sie!” Kata Ko Tie, sengaja memancing, karena
ia ingin mengetahui apakah pihak kerajaan, yang telah menyebar orang-orangnya
begitu banyak bisa memiliki sumber keterangan yang lebih banyak?
Pu San Hoat-ong mengangguk
sambil tertawa.
“Urusan itu adalah urusan
kami!” Katanya. “Kami memang telah mengetahui Giok-sie berada di tangan siapa!”
“Di tangan siapa?!”
“Sabar! Jika memang kalian
setuju untuk bekerja sama dengan kami, berarti kami akan memberitahukan juga
pada akhirnya dimana Giok-sie berada.”
Ko Tie terdiam sejenak,
kemudian baru mengangguk.
“Baiklah!” Katanya. “Nah,
sekarang kau beritahukan di mana adanya Giok-sie dan apa yang harus kami
lakukan?”
“Paman Lie?” Kim Lo jadi
terkejut.
“Biarlah! Memang kita sudah
melihat betapa pun juga kita hanya dapat bekerja untuk kebaikan saja, yaitu
kita jangan perdulikan Giok-sie jatuh ke tangan siapa, asal bisa melenyapkan
bencana di dalam rimba persilatan. Jika memang Giok-sie sudah jatuh ke dalam
tangan raja yang sekarang, tentunya orang di dalam rimba persilatan akan
menghentikan perebutannya.......!”
Kim Lo tidak puas tapi diam
saja, sedangkan hatinya heran bukan main, mengapa Ki Tie bisa menerima begitu
saja tawaran Pu San Hoat-ong, buat bekerja sama dengan pihak kerajaan.
Tapi, Kim Lo di hati kecilnya
pun meduga-duga, apakah paman Lie ini hanya bersandiwara saja, sedangkan
sesungguhnya ada sesuatu yang direncanakannya, dengan berpura-pura bersedia
untuk bekerja sama dengan pihak kerajaan?
Sedangkan Pu San Hoat-ong
sudah manggut-manggut sambil tertawa.
“Bagus! Memang Lie Tayhiap
memiliki pandangan yang luas! Dengan jatuhnya Giok-sie ke tangan Hongsiang,
maka diwaktu itu akan lenyaplah korban-korban yang selama ini berjatuhan
disebabkan Giok-sie!”
“Ya, sekarang jelaskan di mana
Giok-sie itu dan apa yang kami lakukan!”
“Gampang! Kalian tetap ikut
dengan kami dan kami akan mendatangi orang yang memegang Giok-sie itu.”
“Siapa orangnya?”
“Kam Yu!”
“Ohhhh……..!”
“Kau kenal dengannya, Lie
Tayhiap?”
Ko Tie menggeleng.
“Tidak, cuma saja aku pernah
mendengar memang Giok-sie berada di tangan Kam Yu.............. entah ia berada
di mana sekarang?”
Pu San Hoat-ong tertawa.
“Dulu ia di kuburan Neraka,
tapi baru-baru ini kuburan Neraka itu sudah kosong dan entah Kam Yu sudah
bersembunyi di mana. Namun kawan- kawanku telah menyelidikinya dan menyampaikan
laporan bahwa Kam Yu berada tak jauh dari kuburan Neraka itu!”
“Di mana?”
“Di satu tempat yang belum
dapat kami sebutkan! Dan Lie Tayhiap ikut dengan kami nanti juga akan
mengetahui!”
Ko Tie tidak segera menyahuti,
ia melirik. Dilihatnya Ang-hoa Liehiap tengah mengawasi ia dengan sikap yang
genit dan tersenyum-senyum cantik!
Di saat itu Kim Lo sudah
berkata dengan sikap tidak senang: “Hemmm, kepandaian Kam Yu tidak seberapa.
Mengapa kalian tidak pergi mencarinya sendiri, mengapa harus mengajak kami
bekerja sama?”
Pu San Hoat-ong mengangguk.
“Benar…… memang kepandaian Kam
Yu tidak terlalu tinggi. Dia boleh lihay, tapi jumlah kami banyak.
“Kami tentu bisa menawannya
atau juga membunuhnya tapi justeru Giok-sie yang dikabarkan berada di tangannya
justeru sesungguhnya barang itu tidak tersimpan pada dirinya….... Ia telah
menitipkan Giok-sie kepada seseorang?”
“Menitipkan Giok-sie pada
orang lain?” tanya Ko Tie dan Kim Lo heran, saling pandang satu dengan yang
lain.
Pu San Hoat-ong mengawasi
mereka dan kemudian tersenyum, ia mengangguk.
“Ya, benar……. ia sudah
menitipkan Giok-sie kepada orang lain. Dengan demikian ia hendak mengalihkan
perhatian, di mana semua orang menduga bahwa Giok-sie berada di tangannya, tapi
sesungguhnya tidak ada. Dengan begitu, sampai matipun orang tidak akan dapat
memperoleh Giok-sie itu.”
“Lalu, orang yang dititipi
Giok-sie itu akan mengangkangi!”
“Ohh, orang itu adalah orang
kepercayaannya yang kesetiaannya sudah tidak diragukan oleh Kam Yu! Orang
itupun berjumlah banyak, bukan satu orang!
“Dengan demikian walaupun kami
mengetahui bahwa Giok-sie telah dititipkan kepada seseorang namun kami belum
lagi mengetahui dengan pasti siapa orang yang sebenarnya, dari sekian banyak
orang kepercayaan Kam Yu.”
“Dan, kalian sudah
menyelidikinya dengan betul di mana berdiamnya orang-orang kepercayaan Kam Yu?”
Pu San Hoat-ong mengangguk.
“Ya….. justeru kami sudah
mengetahui tempat mereka dan kami akan mengejar terus.”
“Di mana?”
“Di kampung ini…….
Orang-orangnya itu tersebar di berbagai tempat. Dan orang-orangnya itu berada
di sekitar kampung ini. Tapi belum lagi diketahui, yang mana di antara mereka
yang memegang Giok-sie…….”
Kim Lo segera teringat
sesuatu.
“Apakah orang-orang yang
selama ini terbunuh dengan cara yang mengerikan di kampung ini adalah
orang-orang kepercayaan Kam Yu?” Tanyanya.
Pu San Hoat-ong tertawa.
“Ternyata Kongcu, sangat
cerdas sekali!” Kata Pu San Hoat-ong kemudian, “Memang benar apa yang Kongcu
tanyakan. Orang-orang itu telah kami bunuh!
“Mereka adalah kaki tangan Kam
Yu, mereka kami tangkap, kami siksa dengan hebat, namun tidak pernah di antara
mereka yang mau membuka suara sepatah perkataan pun tentang Giok-sie…….
karenanya walaupun kami telah berhasil membunuh delapan orang kaki tangan Kam
Yu maka kami belum lagi berhasil untuk mengetahui Giok-sie berada di tangan
kaki tangan Kam Yu yang mana.
“Dan akan diteruskan
penyelidikan di kampung ini?” Tanya Kim Lo.
Pu San Hoat-ong menggeleng.
“Tidak! Tentu orang yang
berkepentingan yang memegang Giok-sie, siang-siang sudah angkat kaki! Dia tentu
mengetahui di kampung ini sudah tidak aman lagi baginya!
“Begitu mengetahui satu atau
dua orang temannya terbunuh maka diapun akan segera angkat kaki buat mencari tempat
persembunyian yang lebih baik lagi. Tapi kawan-kawannya tetap saja berdiam diri
di kampung ini, buat mengalihkan perhatian belaka, agak memberikan kesempatan
dia melarikan diri ke tempat yang jauh…….!”
Ko Tie dan Kim Lo mengangguk.
Mereka mulai mengerti duduknya persoalan.
“Apakah orang-orangmu sekarang
telah mengejar orang itu?” Tanya Ko Tie.
Pu San Hoat-ong mengangguk.
“Ya....... namun loceng belum
lagi memperoleh laporan hasil pengejaran itu! Yang ingin kami cari lagi adalah
Kam Yu.
“Jika memang kami bisa
menangkap Kam Yu, niscaya kami tidak akan memperoleh kesulitan yang lebih lama
lagi. Karena dari mulutnya, kami akan bisa mengorek keterangan yang sebenarnya.
“Tapi Taysu sudah bilang bahwa
Kam Yu sudah tidak berada di kuburan neraka, tidak mungkin kita bisa
mencarinya? Tentu dia sudah menghilang entah kemana.”
Pu San Hoat-ong tertawa.
“Urusan itu tidak sulit buat
kami. Walaupun Kam Yu melarikan diri ke ujung dunia tetap saja kami akan
berhasil mencari jejaknya karena orang-orang kami yang disebar sangat banyak
sekali!
“Karenanya juga, kalau memang
Lie Tayhiap dan para pendekar lainnya mau berpikir jauh, demi keselamatan
orang-orang disebabkan memperebutkan Giok-sie alangkah baiknya membantu kami!
Jika Giok-sie sudah berada di tangan Hong-siang, niscaya Giok-sie tidak akan
diperebutkan lagi, dengan demikian jelas tidak akan ada lagi korban yang
berjatuhan.
Ko Tie menghela napas, dia
mengangguk.
“Baiklah, kalau memang
demikian kami mau bekerja sama! Tapi untuk bergabung dengan kalian, tentu saja
hal ini tidak mungkin.”
“Mengapa tidak mungkin?”
“Aku berjalan dengan isteri
dan teman-temanku, tapi Taysu berjalan dengan anak buah Taysu. Karena dari itu,
kalau memang kita bergabung hanya akan mendatangkan kesulitan baru dan juga
kecurigaan.
“Kalau memang Taysu bersedia,
biarlah kita mengambil jalan masing-masing. Kalau memang kami yang beruntung
memperoleh lebih dulu Giok-sie maka Giok-sie mau kami berikan kepada kalian…….
agar Giok-sie dipersembahkan kepada Hong-siang…….
“Dengan demikian tentu akan
jauh lebih baik lagi. Asalkan Taysu juga memberitahukan di mana orang yang
memegang Giok-sie dan apa yang kalian harus lakukan.”
Pu San Hoat-ong berpikir
sejenak. Tampaknya dia jadi bimbang dan ragu-ragu.
“Bagaimana Taysu?” Tanya Ko
Tie lagi.
“Hemm, kalau memang Tay-hiap
hendak mengaturnya demikian tentu saja Loceng tidak bisa bilang apa-apa…….
asalkan memang Tayhiap mau berlaku jujur karena sekali saja begitu Giok-sie
jatuh di dalam tangan Tay-hiap lalu Tayhiap hendak memilikinya. Di saat itu
akan memancing timbulnya pergolakan yang hebat sekali.”
Ko Tie tersenyum.
“Mengancam nih?”
Pu San Hoat-ong menggeleng
segera.
“Lonceng bukan mengancam, tapi
mengatakan dari hal yang sebenarnya……”
“Baiklah, jadi tugas kami yang
pertama, apa yang harus kami lakukan?”
“Kalian ingin pergi kemana?”
“Sementara ini kami tengah
bermalam di rumah penginapan yang ada di kampung itu!”
“Hemm, baiklah! Besok pagi
kami akan menghubungi kalian.”
“Dan juga ingat, akupun
memerlukan engkau Lie Tayhiap! Kau pria yang tampan, tentu engkau tidak
keberatan kalau kau bermain-main denganku sejenak?” Kata Ang-hoa Liehiap dengan
suara yang manja dan mesra sikapnya genit sekali.
Diwaktu itu Ko Tie telah
menoleh kepada Ang-hoa Liehiap, kemudian bilangnya dengan suara yang tawar.
“Di antara kita hanya terdapat
hubungan kerja tidak lebih dari itu! Terima kasih atas tawaran liehiap.”
Setelah berkata begitu Ko Tie
merangkapkan tangannya memberi hormat. Kemudian dia memutar tubuhnya buat
berlalu.
Kim Lo mengikutinya.
Pu San Hoat-ong cuma tertawa.
Dia menarik tangan Ang-hoa Liehiap.
“Kau ini benar-benar mata
keranjang. Kau pernah bilang padaku tengah kesepian. Setelah aku menemani, kau
malah masih melihat-lihat laki-laki lain!” Kata Pu San Hoat-ong.
“Aku cuma menggoda ia saja!”
Kata Ang-hoa Liehiap.
Mereka pun telah masuk ke
dalam rumah itu.
Rumah ini sebetulnya milik
seorang petani. Tapi sejak Pu San Hoat-ong tiba disitu dan bermaksud memakai
rumah itu, maka ia telah membunuh pemilik rumah tersebut. Mayat mereka dibuang
jauh-jauh.
<>
Mari kita menengok Ko Tie
dengan Kim Lo. Mereka berdua telah berlari-lari untuk pulang ke kampung, dan ke
rumah penginapan di mana Giok Hoa dan Yo Bie Lan tengah menantikan mereka.
Ketika berada dalam perjalanan
itu, Kim Lo sudah tidak bisa menekan terus perasaan ingin tahunya.
“Paman Lie……, mengapa paman
menerima tawaran pendeta busuk itu, untuk bekerjasama dengannya?” tanya Kim Lo.
Ko Tie melirik padanya.
“Jadi kau belum lagi mengerti
maksudku, Kim Lo?” tanyanya sambil tertawa.
Kim Lo menggeleng sambil
tersenyum.
“Belum!”
“Hemm, sesungguhnya aku yang
hendak meminjam tangan dia agar bisa memberitahukan kepada kita, sekarang ini
Giok-sie berada di mana? Bukankah dia dengan anak buahnya berjumlah banyak dan
menyelidiki lebih luas lagi, sehingga kesempatan buat mengetahui dimana
beradanya Giok-sie jauh lebih cepat kalau dibandingkan dengan kita?”
Kim Lo baru tersadar.
“Ya, aku baru mengerti paman
Lie!”
Ko Tie tersenyum.
“Bagus jika memang kau sudah
mengerti! Mulai sekarang kita harus mengatur segalanya dengan sebaik-baiknya,
karena dengan meminjam tangan mereka, niscaya kita bisa lebih cepat lagi
memperoleh Giok-sie…….!”
“Tapi paman Lie!” Setelah
berkata sampai di sini, Kim Lo terdiam, tampaknya dia ragu-ragu buat meneruskan
kata-katanya tersebut.
Ko Tie menahan larinya, dia
memutar tubuhnya, berdiri menghadapi Kim Lo. Kim Lo juga berhenti berlari.
“Apa yang mau kau katakan Kim
Lo?”
“Aku….. aku telah mendengar
baru-baru ini!” Dan Kim Lo berdiam lagi.
“Katakanlah, jangan ragu-ragu
apa yang telah kau dengar?”
“Aku mendengar bahwa di Utara
telah timbul pemberontak yang dipimpin oleh Cu Goan Ciang,” Kata Kim Lo
akhirnya.
Ko Tie mengangguk.
“Ya, akupun sudah mendengar
hal itu……. lalu ada hubungan apa dengan kita?”
“Bukankah jika kita bergabung
dengan rombongan Cu Goan Ciang, kita bisa memperkuat barisannya,” Kata Kim Lo.
“Cu Goan Ciang memang bangkit didukung oleh rakyat karena dia mau
memperjuangkan kepentingan rakyat.”
Kim Lo berkata sampai di situ,
akhirnya berdiam lagi. Barulah kemudian dia meneruskan kata-katanya.
“Justeru memang Cu Goan Ciang
memerlukan Giok-sie, untuk menghimpun rakyat lebih banyak lagi! Kalau memang
nanti, kita telah berhasil memperoleh Giok-sie apakah tidak ada baiknya
Giok-sie diserahkan buat Cu Goan Ciang.
“Beberapa waktu yang lalu,
kita pernah membicarakan hal itu!” Kata Ko Tie. “Tapi sekarang disaat Giok-sie
belum lagi berada di tangan kita, berarti kita tidak bisa lapor apa-apa. Dan
juga memang dalam hal ini belum bisa kita pastikan.
“Jika nanti Giok-sie sudah
dapat kita peroleh, disaat itu barulah kita memikirkannya kepada siapa Giok-sie
berhak diserahkan. Jika memang benar-benar Cu Goan Ciang berjuang untuk
kepentingan rakyat, apa salahnya kalau kita serahkan Giok-sie kepadanya.”
Kim Lo menghela napas.
“Maaf paman Lie…….” Katanya
lagi, “Aku mau menyampaikan apakah paman tidak marah?”
“Katakanlah, Kim Lo! Kau
seperti belum kenal aku saja…….”
Kim Lo mengawasi Ko Tie
sejenak lalu dia baru lapor, “Selama ini aku justeru tidak melihat ada pejuang
yang lainnya yang gagah perkasa dan berani seperti Cu Goan Ciang yang berani
menghimpun rakyat untuk mengadakan pemberontakan. Kalau memang dia bisa
menghimpun rakyat lebih besar apakah paman Lie akan menyerahkan Giok-sie
kepadanya?”
“Itu terserah kepada
orang-orang lainnya, para pendekar gagah lainnya. Jika mereka setuju, akupun
tidak keberatan.
“Tapi ingat Kim Lo betapapun
juga Giok-sie bukanlah urusan yang kecil, dan harus dipertimbangkan dengan
sebaik-baiknya. Karena jika kita terlalu ceroboh niscaya akan menimbulkan
bencana yang tidak kecil.”
Kim Lo mengangguk.
“Benar, paman Lie....... dan
juga dalam hal ini aku menyerahkan saja pada paman Lie buat menghaturnya…….!”
Ko Tie tersenyum ia
menepuk-nepuk pundak Kim Lo kemudian dia mengajak si pemuda buat melanjutkan
perjalanan mereka.
Namun Kim Lo menggelengkan
kepalanya.
“Nanti dulu, paman Lie masih
ada yang perlu kukatakan kepadamu!”
“Apa itu?!”
“Tentang urusanku paman!”
“Tentang kau?”
“Ya……. sebetulnya sudah cukup
lama juga urusan ini hendak kusampaikan kepada paman buat meminta paman, namun
masih belum juga ada kesempatan!”
“Nah sekarang kau sampaikanlah
kepadaku. Apa yang hendak kau beritahukan?”
Ko Tie jadi ragu-ragu,
“Tentang keadaan diriku, paman
Lie!”
“Ya……. katakanlah! Jika memang
kau memiliki kesulitan, aku tentu akan berusaha membantumu!”
“Dalam hal ini, sebetulnya
benar-benar membuat aku jadi malu sekali!”
“Mengapa harus malu?”
“Tahukah paman Lie, mengapa
berapa waktu yang lalu aku sengaja memisahkan diri dan menyatakan aku ingin
melakukan perjalanan lebih dulu, dengan suatu alasan bahwa dengan bekerja
sendiri aku bisa untuk menyelidiki tentang Giok-sie lebih baik lagi?”
Ko Tie mengangguk.
“Ya....... kenapa? Dulu akupun
heran. Padahal, dengan kita melakukan perjalanan bersama pun tidak akan
memperoleh kesulitan....... tapi justeru engkau malah hendak memisahkan diri
seperti itu. Apakah ada sesuatu yang tidak dapat kau ceritakan kepadaku?”
Kim Lo menghela napas.
“Paman Lie, kau lihatkah tutup
mukaku ini....... dan paman tentu mengetahui, mengapa aku selalu mengenakan
tutup muka ini?” Tanya Kim Lo.
Ko Tie mengangguk, seketika
dia teringat sesuatu. Waktu Kim Lo masih kecil, dan dirawat oleh Oey Yok Su, ia
telah melihat bentuk muka Kim Lo seperti kera. Maka dia itu apakah dengan
menutupi mukanya selalu, muka Kim Lo memang masih berupa ujud kera walaupun dia
telah dewasa!
Karena berpikir begitu Ko Tie
tidak menjawab, dia hanya mengawasi saja.
“Nah, Paman Lie.........
apakah paman masih ingat, betapa buruknya mukaku ini!”
Ko Tie tertawa,
“Tapi muka buruk itu tidak
terlalu penting, yang terpenting hati seseorang yang cantik.”
Kim Lo menghela napas.
“Urusan inilah yang selalu
menggoda hatiku paman Lie?” Kata Kim Lo.
Ko Tie coba menghiburnya.
“Kau jangan rendah diri
disebabkan mukamu yang seperti itu karena engkau sudah banyak melakukan
kebaikan dan selama ini engkau pun tengah memperjuangkan sesuatu pekerjaan
besar. Kukira kau malah harus merasa bahagia.”
Kim Lo menggeleng,
“Tidak bisa paman, justeru aku
merasa malu! Dan waktu aku memaksa melakukan perjalanan seorang diri, aku
kuatir kalau nona Yo mengetahui tentang keadaan mukaku ini!”
Ko Tie tertawa.
“Kalau memang dia mengetahui
tentang keadaan mukamu itu, memangnya kenapa?”
“Aku merasa malu paman!” Dan
sambil menyahuti begitu Kim Lo menghela napas dalam-dalam.
“Kim Lo kuingatkan padamu,
seorang pendekar tak dapat bersikap seperti kau! Jika sebagai seorang pendekar
tak dapat melakukan pekerjaan baik, maka diwaktu itulah ia boleh merasa malu.
“Walaupun seandainya bercacat
kehilangan tangan dan kaki atau tubuh yang buruk namun berhasil melakukan
pekeriaan besar, maka itu sangat agung dan mulia sekali, malah akan membuat
bangga. Tak akan mendatangkan malu terlebih lagi dari kau yang tak memiliki
cacad, mengapa harus malu?”
“Tapi........ tapi paman Lie,
aku tak mau kalau sampai nona Yo mengetahui tentang keadaan mukaku ini!”
Ko Tie tersenyum.
“Kalau menurut pendapatku,
walaupun nona Yo mengetahui tentang keadaan mukamu seperti itu, tentu iapun tak
akan menghina dan mengejekmu, percayalah padaku, Kim Lo!”
Kim Lo menghela napas.
“Jika nona Yo mengetahui
keadaan mukaku seperti ini, tentu ia tak mau dekat-dekat denganku.”
“Mengapa begitu?”
“Tentu saja dia tidak mau
memiliki teman yang seperti aku, yang mukanya seperti kera.”
“Itu hanya perasaanmu saja!”
“Justeru aku takut sekali,
paman!”
“Takut apa?”
“Takut dijauhi oleh nona Yo
dan dia akan memandang sinis padaku!”
Ko Tie tiba-tiba tersadar.
“Ohh, sekarang aku tahu!”
Katanya.
“Tentang apa paman?”
Ko Tie mengawasi Kim Lo.
“Tentunya kau harus menjawab
pertanyaanku dengan jujur, Kim Lo. Kau harus memberikan keterangan yang jujur!”
“Baiklah paman…….”
“Kau mencintai nona Yo,
bukan?”
Kim Lo jadi ragu-ragu.
“Kau harus memberikan
keterangan yang jujur padaku!”
Akhirnya Kim Lo mengangguk.
“Memang aku tertarik sekali
padanya paman Lie.
“Hemmmm, jadi kau
mencintainya?”
“Ya.”
“Lantas kau merasa malu dan
juga takut kalau-kalau nona Yo meninggalkanmu!”
“Ya, disebabkan itulah aku
selalu berusaha melindungi mukaku ini dengan secarik kain. Aku kuatir
sewaktu-waktu nanti ia melihatnya juga!”
Ko Tie terdiam sejenak barulah
kemudian ia berkata lagi:
“Kim Lo, sesuatu lebih baik
dilakukan dengan berterus terang, karena jika memang kita menutup-nutupi
niscaya hal itu akan mendatangkan kecewa, kalau saja sampai urusan itu terbuka,
lebih baik kau memperlihatkan apa adanya……. mengertikah kau akan maksudku itu
Kim Lo?”
Kim Lo terdiam.
“Kau mengerti Kim Lo?” tanya
Ko Tie.
Kim Lo menghela napas.
“Sulit paman Lie!”
“Sulit bagaimana?”
“Sulit untuk melakukan seperti
apa yang paman Lie katakan, yaitu berterus terang pada nona Yo dan juga
memperlihatkan mukaku yang sebenarnya........!”
“Kukira malah itu yang jauh
lebih baik!” Kata Ko Tie.
“Tapi justeru sewaktu-waktu ia
bisa menjauhi aku!”
“Tidak, aku jamin itu!”
“Tapi paman Lie.......!”
“Aku jamin ia akan tetap baik
padamu!”
Kim Lo menghela napas ia
menggeleng perlahan.
Ko Tie tersenyum, memang
demikianlah, jika muda mudi tengah jatuh cinta, tidak si pemuda tidak si
pemudi. Ia pernah menyaksikan betapa Yo Bie Lan cemburu sekali karena Kim Lo
waktu itu berada bersama nona Cin.
“Sudahlah Kim Lo, aku yakin
bukan disebabkan wajah saja seorang wanita bisa jatuh cinta, juga sepak
terjangmu yang bisa mendatangkan rasa kagum dihatinya.”
Kim Lo menghela napas, ia
masih ragu.
“Untuk urusan ini harap paman
Lie tidak menceritakannya kembali pada nona Yo…….!”
“Ohh tentu saja. Kau anggap
aku ini manusia macam apa, Kim Lo?”
Kim Lo cepat-cepat
merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat.
“Maafkan paman Lie, bukan
maksudku untuk merendahkan paman, dan bukan maksudku tidak percaya pada paman,
tapi justeru aku kuatir nanti paman membicarakannya lagi dengan nona Yo.”
Ko Tie tersenyum.
“Jika memang terjadi seperti
itu, kukira jauh lebih baik……..!”
“Lebih baik bagaimana, paman?”
“Bukankah nona Yo bisa
mengetahui keadaanmu yang sebenarnya, dan selanjutnya engkau tidak perlu
dikejar-kejar perasaan gelisah dan takut kalau nanti sewaktu-waktu nona Yo itu
mengetahui keadaan mukamu yang sebenarnya?”
“Tapi paman.”
“Sudahlah Kim Lo. Jika ia
telah melihat keadaan mukamu yang sebenarnya, maka segalanya serahkan saja
padanya? Jika memang iapun mencintaimu, kau boleh saja mencintainya terus.
“Tapi jika memang dia mundur
dia tidak bisa mencintaimu maka aku tidak bisa memberikan saran apa-apa padamu,
selain kau juga perlu mundurkan diri! Cinta yang terlalu dipaksa-paksakan akan
menyiksa diri. Percayalah padaku Kim Lo!”
Kim Lo cepat-cepat merangkapkan
sepasang tangannya memberi hormat.
“Terima kasih atas nasehat
paman, tapi aku takut harus kehilangan dia?”
“Kenapa?”
“Aku…… aku sangat
mencintainya.”
Ko Tie tertawa.
“Sudahlah. Nanti paman akan
merundingkan hal ini dengan bibimu, mudah-mudahan saja bisa dicari jalan keluar
yang sebaik-baiknya.”
Kim Lo memberi hormat lagi
mengucapkan terima kasihnya kepada Ko Tie.
“Ayo kita pulang!” Ajak Ko
Tie.
Kim Lo mengangguk.
Mereka berlari-lari buat
kembali ke perkampungan dan ke rumah penginapan mereka.
Giok Hoa dengan Yo Bie Lan
belum lagi tidur. Mereka tengah menantikan kembalinya Ko Tie berdua Kim Lo
dengan bercakap-cakap.
Tampaknya Giok Hoa dengan Yo
Bie Lan sangat cocok satu dengan yang lainnya. Malah Giok Hoa memperlakukan Bie
Lan seakan juga memperlakukan anaknya sendiri.
Di waktu itulah tampak Ko Tie
telah melambaikan tangannya memanggil isterinya.
“Bie Lan, hari sudah larut
malam, maafkan bibi akan tidur dulu?” kata Giok Hoa kemudian!
Bie Lan tersenyum.
“Selamat malam Bibi!” Katanya.
Setelah Giok Hoa masuk ke
dalam kamar maka Bie Lan melihat Kim Lo yang masih berdiri di luar rumah
penginapan.
Sedangkan Kim Lo bukannya
tidak mengetahui bahwa dia tengah dihampiri Yo Bie Lan, hatinya jadi tergoncang
keras sekali. Tadi memang tidak ikut serta ke dalam rumah penginapan itu,
karena dia ingin menantikan sampai Bie Lan sudah masuk ke dalam kamarnya,
barulah dia mau masuk ke delam kamar. Hal ini hanya untuk menghindarkan
pertemuan antara dia dengan Bie Lan.
Tapi siapa tahu, justeru gadis
itu telah keluar dan menghampirinya, membuat hati Kim Lo berdebar keras. Pemuda
ini juga gugup sekali.
Heran bukan main Kim Lo,
karena biasanya walau menghadapi pertempuran yang menentukan mati hidupnya,
tidak pernah dia gugup seperti itu, tidak pernah merasa kuatir dan gelisah
seperti itu dan diapun tidak pernah menjadi canggung. Tapi sekarang telah
dihampiri si gadis tampak dia jadi begitu gugup, malah hatinya berdebar sangat
keras.
Saat itu Yo Bie Lan sudah
datang dekat.
“Kim Koko, kau belum tidur?”
“Hawa udara panas!” Menyahuti
Kim Lo gugup. “Dan kau nona Yo, kau belum beristirahat?”
Yo Bie Lan tersenyum, sikapnya
berbeda sekali dengan siang tadi. Jika siang tadi dia selalu cemberut dan
mukanya masam, tapi sekarang justeru ramai dengan senyumnya.
Kim Lo jadi semakin berdebar
hatinya melihat senyum si gadis yang begitu manis.
“Nona Yo!” Katanya dengan agak
gugup.
“Ya!”
“Aku ingin meminta maaf
kepadamu karena siang tadi sikapku kurang baik agak kurang ajar!” Kata Kim Lo.
Bie Lan tertawa.
“Justeru aku yang hendak
meminta maaf kepada Kim Koko, sebab tadi siang aku bersikap seperti
kekanak-kanakkan dan juga ngambul seperti itu, perbuatan yang seharusnya tidak
terjadi dan juga tidak baik!”
Sambil berkata begitu, Bie Lan
telah merangkapkan tangannya, dia memberi hormat kepada Kim Lo.
Karuan saja Kim Lo jadi bukan
main, dia cepat-cepat menyingkir. Dia tidak mau menerima hormat si gadis, dia
menyingkir ke pinggir.
“Nona Yo jangan, apa-apaan
ini?” Tanya Kim Lo dengan suara yang agak yugup.
Bie Lan tersenyum,
“Untuk meminta maafmu.
Bukankah engkau mau memaafkan aku, Kim Koko?”
“Tidak ada yang perlu
dimaafkan. Tidak ada yang kau lakukan sesuatu yang salah. Karena dari itu tidak
ada yang perlu dimaafkannya!” Berkata Kim Lo tergesa-gesa.
Bie Lan tersenyum.
“Kalau memang demikian, kau
tentunya masih tidak ikhlas memaafkan aku. Kau tidak memaafkan kesalahanku!”
Kata si gadis.
“Apa yang perlu dimaafkan?”
“Tentu kelakuan dan sikapku
yang tidak baik siang tadi itu!” Berkata Bie Lan.
Kim Lo menghela napas
dalam-dalam.
“Baiklah kalau memang demikian
kehendakmu, anggap saja berdua telah bersalah dan kita saling memaafkan.”
Bie Lan tersenyum dan senang.
“Jadi kau bersedia memaafkan
aku?”
“Tentu saja…….! Malah akupun
perlu meminta maaf kepadamu, nona Yo?”
Dan tanpa memperdulikan
beberapa orang pelayan yang tengah mengawasi kelakuan mereka berdua, Kim Lo
sudah merangkapkan kedua tangannya memberi hormat kepada Bie Lan.
Bie Lan tidak menyingkir, dia
merangkapkan tangannya membalas hormat Kim Lo
Para pelayan itu diam-diam
merasa geli di dalam hati mereka. Namun mereka tidak berani tertawa.
Di waktu itu Bie Lan bilang,
“Jika memang Kim Koko belum mengantuk, maukah Kim Koko menemani aku
berangin-angin dulu?”
Kim Lo girang, tapi juga
gugup.
“Tentu saja mau!” sahutnya
mengangguk.
Bie Lan tersenyum melihat
sikap Kim Lo seperti itu, ia melangkah perlahan untuk pergi ke pekarangan
belakang rumah penginapan itu.
Kim Lo mengikuti di
belakangnya.
Begitulah, akhirnya di
pekarangan tersebut mereka jalan berendeng, perlahan-lahan. Walaupun mereka
tidak berendeng terlalu rapat, tokh hal ini membuat Kim Lo jadi
tergoncang-goncang keras dengan jantung berdebar- debar.
“Kim Koko…….!” Kata Bie Lan
kemudian, dengan suara perlahan-lahan.
“Ya?”
“Kau melihat rembulan?”
“Ya. Kenapa, nona Yo?”
“Tidakkah indah? Hanya sayang
rembulan itu cuma sepotong saja…….!”
“Ya……. jika memang rembulan
tengah bersinar penuh, niscaya sinarnya lebih cemerlang!”
Bie Lan mengangguk.
“Senangkah kau jika tengah
menggadangi si dewi malam yang tengah bersinar penuh?” Tanya Bie Lan.
Kim Lo mengiyakan.
“Senang sekali!” Katanya
kemudian.
“Akupun demikian.........
sayang sekarang bukan tengah Cap-go sehingga rembulan tidak bersinar penuh........!”
Kata Bie Lan dengan suara yang perlahan.
Kim Lo menghela napas.
“Tapi, malam ini jauh lebih
gembira dan cemerlang indah dibandingkan dengan malam Cap-go…….”
Bie Lan menarik napas.
“Kenapa Kim Koko?”
“Karena…….. karena wajahmu
lebih indah dari rembulan…..!”
“Ohhh, kau bergurau?” Kata Bie
Lan. Pipinya segera memerah karena malu dan senang.
“Aku tidak bergurau nona Yo…….
memang sebenarnya wajahmu cantik sekali. Rembulan yang kau bilang indah itu,
selalu masih ada cacad dan kurangnya.
“Tapi rembulan yang ada di
malam ini di dekatku, wajahmu yang seperti rembulan penuh itu, betapa indah
sekali, sangat cantik! Tidak ada cacadnya……. keindahan yang benar-benar
menakjubkan!”
“Merayu nih!”
Kim Lo tertegun, tapi kemudian
menghela napas.
“Maafkan nona Yo……. Aku tidak
pandai untuk merayu. Tapi tadi aku mengatakan dari hal yang sebenarnya. Memang
kau cantik sekali!
“Wajahmu lebih indah dari
rembulan. Karena itu juga, malam ini jauh lebih cemerlang jika dibandingkan
malaman Cap-go walaupun rembulan di langit tengah bersinar penuh!
“Kim Koko, aku ingin bertanya
padamu. Apakah kau bersedia untuk menjawab dengan sejujurnya?”
“Adik Bie Lan apa yang ingin
kau tanyakan itu?”
“Apakah sebabnya kau menutupi
mukamu dengan kain penutup muka itu?” berkata si gadis dengan tersenyum.
“Kau mau tahu sebabnya?”
“Ya, apa sebabnya?”
“Justeru melihat engkau
mengenakan kain penutup mukamu terus menerus, aku jadi curiga selalu padamu!
Aku selalu jadi tidak bisa mempercayai kau sepenuhnya, karena mukamu saja tidak
mau kau perlihatkan kepadaku?”
Terasa lemas sekujur tubuh Kim
Lo. Inilah yang ditakuti. Akhirnya datang juga. Perasaan takut jadi berkecamuk
di dalam hatinya.
“Ini....... ini…..” Tampaknya
Kim Lo gugup sekali.
Si gadis tersenyum.
“Nah, lihat! Sekarang bukankah
engkau tengah memutar otaknya untuk mencari-cari alasan lagi, agar kerudung
mukamu tetap tak dapat kulihat?”
Kim Lo tambah gugup!
“Bukan begitu……. bukan begitu
nona Yo!” Katanya.
“Bukan begitu, begitu
bagaimana?”
“Aku memiliki kesulitan nona
Yo?”
“Hemm, baiklah. Kau selalu
menutupi mukamu dengan kain dan tidak memberikan kesempatan kepadaku buat
melihatnya! Apakah mukamu demikian buruk sehingga malu jika dilihat orang
lain?”
Mendengar pertanyaan si gadis
seperti itu, Kim Lo jadi menggigil. Dia merasa jadi lebih takut. Dia juga
merasa sedih. Karena itu dia pun berdiam diri saja.
“Kim Koko…….!” Panggil Yo Bie
Lan ketika melihat Kim Lo cuma berdiam diri saja.
“Ya?” Kim Lo tersentak
mengangkat kepalanya mengawasi si gadis.
“Apakah memang wajahmu terlalu
buruk membuat kau malu, memperlihatkannya kepada orang lain?!” Menegasi si
gadis.
“Bukan begitu, aku memiliki
kesulitan yang belum lagi bisa diceritakan kepadamu nona Yo.”
“Kesulitan apa?” Tanya Gadis
itu.
“Kesulitan……. Kesulitan…..”
sampai disitu Kim Lo tiba-tiba teringat sesuatu. Dia segera melanjutkan
kata-katanya. “Ada yang ingin kutanyakan kepadamu, nona Yo. Kuharap engkau
menjawabnya dengan jujur!”
Yo Bie Lan, mengangguk.
“Boleh.”
“Apakah jika aku memiliki
wajah benar-benar buruk, kau masih mau bersahabat denganku?”
Bie Lan kembali tersenyum.
“Sejak kita bertemu, aku belum
pernah melihat wajahmu, apakah aku pernah memperlakukan engkau tidak baik?”
“Tapi kalau memang wajahku
buruk sekali, kau tetap mau bersahabat denganku?”
Muka si gadis berobah merah.
“Apakah sebuah persahabatan
itu ditentukan dengan ganteng atau buruknya wajah seseorang?”
Kim Lo berdebar hatinya.
“Justeru memang wajahku
terlalu buruk, nanti kau segan berteman terus denganku?”
Bie Lan jadi girang.
“Jadi……. kau bersedia buat
memperlihatkan mukamu padaku?” Tanyanya. “Walaupun bagaimana buruknya sekali
pun, aku tetap akan bersahabat denganmu! Ini janjiku.......”
Kim Lo merasakan hatinya
berdebar keras.
“Benarkah itu nona Yo?”
“Ya…….”
“Baiklah kalau begitu. Aku
akan membuka tutup mukaku ini, membiarkan nona melihat mukaku.
“Ya, bukalah.”
Perlahan-lahan tangan Kim Lo
memegang ujung kain penutup mukanya, tangannya gemetaran hatinya tergoncang
keras.
“Kau jangan takut jika melihat
mukaku yang buruk ini nona Yo!”
“Ya, bukalah!”
Kim Lo membuka tutup mukanya.
Yo Bie Lan mengawasinya,
tiba-tiba ia berseru sambil mundur ke belakang. Muka si gadis jadi pucat,
tangannya menutupi mulutnya yang hampir menjerit.
Wajah yang ada di depannya
bukan wajah seorang pemuda tampan tapi wajah seekor kera.
Dengan tubuh menggigil,
akhirnya nona Yo bisa bilang juga: “Kau….. kau…….!”
Mendadak Kim Lo tertawa
bergelak,
“Nah sekarang kau telah
melihatnya, kan? Jelas bukan? Kau tentu akan puas? Dan silahkan kau
mentertawakan aku!”
Bie Lan tidak bilang apa-apa,
ia memutar tubuhnya, ia ingin berlari meninggalkan tempat itu.
Setelah tertawa, Kim Lo bisa
menguasai dirinya lagi, ia melompat menghadang di depan si gadis.
“Nona Yo, kau…… kau…….”
“Biarkan aku pergi, aku ingin
tidur!” kata si gadis.
“Tadi kau berjanji akan tetap
berteman denganku walaupun bagaimana buruk sekali mukaku!”
Bie Lan menghela napas. Gadis
inipun rupanya sudah bisa menindih perasaan kagetnya.
Sama sekali, tidak disangka,
bahwa pria yang dikaguminya, ternyata seorang pemuda dengan wajahnya yang
seperti kera, seraut wajah yang penuh dengan bulu-bulu halus kuning.
“Baiklah! Kita memang akan
tetap bersahabat!” Kata Yo Bie Lan.
Sedih hati Kim Lo. Suara si
gadis didengarnya begitu tawar.
“Terima kasih nona Yo.......!”
Katanya tidak bersemangat.
Bie Lan melangkah hendak
pergi, diwaktu itulah Kim Lo teringat sesuatu: “Nona Yo, kalau memang kau malu
bersahabat denganku, aku pun tidak memaksa, asal kau mau anggap aku sebagai
sahabatmu, itupun sudah lebih cukup……..!”
Bie Lan menoleh.
“Ya, aku akan tetap menganggap
kau sebagai sahabatku!”
Setelah berkata begitu, si
gadis memutar tubuhnya, dia bermaksud hendak berlari meninggalkan pekarangan
belakang rumah penginapan tersebut, karena dia bermaksud untuk kembali ke
kamarnya.
Tapi baru saja dia melangkah
dua tindak, mendadak sekali dia mendengar suara orang merintih.
Bie Lan melihat ke arah
sampingnya.
Bie Lan jadi batal untuk masuk
ke ruang dalam rumah penginapan, dia menghampiri.
Setelah melihat orang itu, Bie
Lan mengeluarkan suara tertahan dan berjongkok di dekatnya.
“Kau…… kau kenapa?”
Orang itu yang terluka tidak
bisa menggerakkan tubuhnya, dia cuma bisa merintih.
Kim Lo juga sudah datang
menghampiri.
Justeru melihat sosok tubuh
itu, setelah melihat mukanya seketika Kim Lo kaget sampai dia berseru nyaring!
Dia memanggil orang itu, tidak lain dari Su Nio Nio.
“Su Nio Nio.......!” Akhirnya
Kim Lo bilang begitu dengan suara tertahan.
Yo Bie Lan menoleh.
“Kau kenal padanya?”
Kim Lo mengangguk.
“Ya, dialah si nenek yang
kemarin telah kau hadapi!” kata Kim Lo.
Sekali lagi si gadis
memperhatikan muka si nenek! Dia kemudian melihat punggung si nenek, barulah di
waktu itu Bie Lan mengenalinya bahwa nenek tua ini benar-benar Su Nio Nio si
Nenek tua bungkuk.
“Ihhh, mengapa kau bisa
terluka demikian parah?” menggumam si gadis.
Si nenek tua bungkuk itu telah
mengerang perlahan, kemudian tangannya terangkat: “Ini……., ini Giok-sie, cepat
kalian bawa Giok-sie sembunyikan. Sebentar lagi Kam Yu akan datang menyusul ke
mari bersama-sama dengan anak buahnya!”
Bie Lan kaget di tangan si
nenek tua bungkuk yang sudah keadaannya sudah sekarat itu, memang tercekal
Giok-sie. Benda yang terbuat dari batu Giok, yang jadi rebutan orang-orang
rimba persilatan.
Tanpa ragu-ragu Bie Lan telah
menerima Giok-sie itu. Kemudian diberikan kepada Kim Lo.
“Aku….. aku, sudah merampas
Giok-sie itu dari tangan Kam Yu, tapi aku tidak lolos dari tangannya dan tangan
jahat anak buahnya. Aku terluka hebat sekali.......
“Namun aku masih bisa
meloloskan diri dari mereka, aku telah bisa melepaskan diri dan sekarang mereka
tengah mencari jejakku….. Cepat selamatkan Giok-sie itu, cepat pergi!”
Napas si nenek itu memburu
keras sekali, mukanya yang penuh dengan keriput ketuaan, telah pucat pias.
Tampaknya seperti tidak berdarah.
Matanyapun tidak bersinar,
guram sekali. Tubuhnya menggigil menahan sakit.
Di waktu itu tampak Bie Lan
berusaha menotok beberapa jalan darah di tubuh si nenek. Tapi sudah tidak dapat
tertolong lagi jiwa tua si nenek, karena di waktu itu dia sudah menghembuskan
napasnya yang terakhir.
Kim Lo menggidik!
Su Nio Nio memiliki kepandaian
yang tinggi. Dia saja, tidak bisa merubuhkan nenek tua ini, tapi mengapa
justeru Su Nio Nio bisa terluka demikian hebat di tangan Kam Yu dan anak
buahnya! Malah akhirnya dia buang jiwa karena Giok-sie.
Sedangkan Giok-sie sudah
berada di tangannya. Melihat si nenek tua itu sudah binasa malah cepat-cepat
Kim Lo menarik tangan Bie Lan.
“Mari kita beritahukan kepada
paman Ko Tie,” Katanya.
Bie Lan juga segera
mengangguk, mereka masuk ke dalam rumah penginapan. Mengetuk pintu kamar Ko
Tie.
Ko Tie dan Giok Hoa yang
tengah tertidur nyenyak, terkejut. Karena pintu kamar mereka diketuk begitu
keras, segera juga melompat turun dari pembaringan, dan membuka pintu kamarnya.
Di saat itu tampak Ko Tie
masih ngantuk, namun melihat Kim Lo dan Yo Bie Lan yang di depan pintu kamarnya
itu, dia menduga tentunya urusan penting. Dia pun segera membuka lebih lebar,
tanyanya. “Ada apa?”
Kim Lo menyodorkan Giok-sie,
ia menceritakan apa yang terjadi.
Cepat-cepat Ko Tie merapikan
pakaiannya, begitu juga Giok Hoa. Mereka keluar untuk melihat keadaan si nenek
tua itu, Su Nio Nio, yang sudah rebah menjadi mayat.
“Menurut keterangan, Kam Yu
dengan anak buahnya akan segera tiba di sini, ia menganjurkan agar kita berlalu
dari tempat ini…….” Kata Kim Lo.
Ko Tie mengangguk. Mereka
cepat-cepat merapihkan buntalan mereka masing-masing, meninggalkan rumah
penginapan itu diam-diam dengan meninggalkan uang sepuluh tail di atas
pembaringan sebagai bayaran sewa kamar tersebut.
Kim Lo berempat telah
meninggalkan rumah penginapan itu berlari-lari terus. Giok-sie sudah berada di
saku baju Ko Tie, karena dia memiliki kepandaian yang tertinggi. Karenanya
dengan berada di sakunya, Giok-sie akan terlindung dengan aman.
Tapi mereka berlari belum
lama, tiba-tiba di belakang mereka ada belasan sosok bayangan yang mengejar
mereka.
Belasan sosok bayangan itu
berseru-seru berisik sekali. Malah di antara mereka ada yang bilang, “Itu
mereka, jangan lepaskan!”
Disaat itu Ko Tie telah bilang
kepada Kim Lo: “Kau hadapi mereka, aku akan melindungi Giok-sie ini!”
Kim Lo mengiyakan.
“Paman Lie, pergilah
selamatkan Giok-sie!”
Sedangkan Giok Hoa dengan Yo
Bie Lan tidak berlari juga, mereka akan membantu Kim Lo untuk menghadapi
pengejar-pengejar mereka.
Ko Tie sendiri berlari
beberapa langkah, tiba-tiba teringat sesuatu.
“Kalian ke mari!” Panggilnya.
Kim Lo bertiga cepat-cepat
menghampiri.
“Kita pancing mereka ke
tempatnya Pu San Hoat-ong, kita beritahukan bahwa mereka adalah orang-orang Kam
Yu, malah di antaranya mungkin terdapat Kam Yu.”
Kim Lo dan yang lainnya
setuju, karena mereka anggap itulah akal yang sangat baik.
Begitulah, mereka berempat
telah berlari-lari lagi menuju ke luar kampung, mereka ingin pergi ke rumah di
mana adanya Pu San Hoat-ong dan Ang-hoa Liehiap.
Setelah berlari sekian lama,
Ko Tie berempat tiba. Mereka mengetuk pintu rumah.
Pu San Hoat-ong berdua Ang-hoa
Liehiap muncul dengan segera!
“Taysu, itulah orang-orang Kam
Yu. Mungkin di antara mereka terdapat Kam Yu, orang yang Taysu bilang memiliki
Giok-sie.
Pu San Hoat-ong terkejut
bercampur girang. Tidak berayal lagi ia melepaskan beberapa batang anak panah
berapi, yang apinya bersinar terang sekali dalam kegelapan malam.
Pu San Hoat-ong melepaskan
anak panah berapi itu, buat memanggil teman- temannya yang terpencar di
berbagai tempat di kampung itu. Dan ia sendiri sudah menoleh kepada Ang-hoa Liehiap,
dia bilang,
“Mari kita hadapi mereka!”
sambil berkata begitu, Ang-hoa Liehiap dengan Pu San Hoat-ong telah melesat ke
depan.
Ko Tie memberi isyarat kepada
Kim Lo dan yang lainnya, agar ikut membantui Pu San Hoat-ong.
Kim Lo, Yo Bie Lan dan Giok Hoa
mengerti apa maksud Ko Tie. mereka segera melompati untuk membantui Pu San
Hoat-ong.
Waktu itu tampak Pu San
Hoat-ong berdiri bertolak pinggang menantikan kedatangan orang-orang itu.
Benar saja, diantara
orang-orang itu terdapat Kam Yu, yang berlari secepat terbang.
Kam Yu sudah berseru, “Tangkap
mereka semuanya. Tangkap!”
Orang-orangnya yang berjumlah
belasan menyerbu dengan nekad.
Pu San Hoat-ong merangkapkan
tangan kanannya, dia menghantam hebat sekali. Pukulan yang mengandung lweekang
dahsyat menghantam dada dari lawannya menyerbu paling depan.
Tapi orang itu tidak memiliki
kepandaian yang rendah. Walaupun memiliki sebutan sebagai kaki tangan Kam Yu,
tokh kepandaiannya liehay sekali.
Malah waktu tangan Pu San
Hoat-ong menyambar, dan sudah mengalahkannya dengan mudah. Gerakannya itu
memang sangat gesit sekali. Ia berhasil untuk menghindarkan pukulan telapak
tangan Pu San Hoat-ong malah dia membarengi membalas menyerang.
Hebat cara menyerang Pu San
Hoat-ong biarpun lawannya bisa berkelit dan balas menyerang padanya. Dia masih
menguraskan serangannya dengan cepat, telapak tangannya bergerak beralih arah
dan sasaran. Sama hebatnya seperti tadi. Tadi dia sudah menghantam lagi.
Dimana berkesiuran angin yang
kuat itu, tampak Pu San Hoat-ong menggunakan tangan kirinya buat menjambak
juga.
Kali ini orang tidak bisa
berkelit keseluruhannya karena dia bisa menghindar dari telapak tangan kanan Pu
San Hoat-ong, tapi dia tidak bisa menghindarinya dari cengkeraman (tangan
kirinya) Pu San Hoat-ong, yang mencengkeram sangat kuat sekali di pundak orang
itu.
Seketika orang tersebut
menjerit keras, karena tulang pie-peenya telah hancur kena diremas oleh
cengkeraman tangan kiri Pu San Hoat-ong.
Yang 1ainnya sudah menyambar
datang maka tidak ayal lagi Pu San Hoat-ong menggentak tangan kirinya, dia pun
melemparkan tubuh korbannya itu yang terlempar jauh.
Kim Lo sendiri sudah menerjang
kepada dua orang lawannya yang paling dekat dengan serulingnya.
Kepandaian Kim Lo pun hebat
sekali. Serulingnya itu seperti juga seperti seekor ular naga yang menyambar ke
sana ke mari. Totokan ujung serulingnya mengenai tepat pada jalan darah yang
membuat kedua orang itu terjungkal dengan menjerit keras dan pingsan tidak sadarkan
diri.
Dalam keadaan seperti itu,
segera tampak betapa pun juga memang Kim Lo lebih gesit dari yang lainnya, dia
melompat ke sana ke mari. Jika yang lainnya lebih banyak menunggu saja, jika
diterjang barulah menyerang.
Giok Hoa turun tangan tidak tanggung-tanggung
karena diapun sudah mencabut pedangnya. Dengan pedangnya dia menyerang dengan
lawan-lawannya yang menerjang dekat padanya. Bie Lan pun demikian. Kedua wanita
itu berhasil melukai beberapa orang lawan mereka.
Diwaktu itu tampak Ko Tie pun
tidak ketinggalan. Dengan pedangnya yang liehay dia bisa melukai beberapa
orang.
Kam Yu yang melihat keadaan
seperti itu, jadi kaget tidak terkira. Tapi dia tengah murka, karena itu dia
telah melompat tinggi, tahu-tahu tangannya tengah menyambar ke arah Ko Tie.
Maksudnya hendak menghantam jalan darah mematikan di dekat leher Ko Tie.
Tapi Ko Tie dapat bergerak
gesit, dia menghindarkan diri dengan segera. Bahkan dia sudah menikam dengan
pedangnya ke perut lawannya.
Walaupun tubuh Kam Yu tengah
terapung di tengah udara, dia tidak mudah ditikam. Dia bisa mengelakkan tikaman
itu dengan meliukkan tubuhnya.
Di antara berkelebatnya pedang
Ko Tie tampak tubuh Kam Yu sudah meluncur turun.
Dalam keadaan seperti itu, di
antara suara berisiknya orang yang tengah bertempur tampak berlari-lari
mendatangi puluhan orang yang berseru-seru dengan suara yang bengis dan ramai
sekali. Mereka semuanya berpakaian sebagai tentara kerajaan.
Mereka juga masing-masing
mencekal senjata yang terdiri berbagai macam. Mereka adalah para pahlawan
Kaisar yang telah mendatangi cepat sekali. Begitu mereka melihat panah api di
tengah udara, isyarat panggilan buat mereka dari Pu San Hoat-ong.
Dengan datangnya para tentara
kerajaan itu, yang semuanya merupakan pahlawan istana, keadaan berobah cepat
sekali, karena anak buah Kam Yu bisa dirubuhkan dalam waktu yang singkat.
Kam Yu melihat keadaan yang
tidak menguntungkan dirinya, maka dia segera juga mendesak Ko Tie. Waktu Ko Tie
mengelak ke sana ke mari, dia ingin menjejakkan kakinya tubuhnya melompat ke
belakang.
Dan dia telah menjauhi diri.
Malah dia sudah memutar tubuhnya, dia berlari untuk meloloskan diri.
“Kejar! Jangan lepaskan orang
itu!” Teriak Pu San Hoat-ong yang melihat betapa Kam Yu hendak meloloskan diri.
Para pahlawan istana telah
mengejarnya.
Ko Tie menghela napas
dalam-dalam.
Pu San Hoat-ong sudah
menghampiri Ko Tie.
“Apakah dia membawa Giok-sie?”
Tanyanya.
“Entahlah! Kami bertemu dan
kami segera menyerang, tapi jumlah mereka terlalu banyak,” berdusta Ko Tie.
“Baiklah. Terima kasih untuk
jasa kalian ini. Aku berjanji nanti akan melaporkannya kepada Hoang-siang…….!”
Kata Pu San Hoat-ong.
Ko Tie mengangguk sambil
tersenyum.
“Mari kita mengejar mereka……!”
Kata Pu San Hoat-ong.
Tapi Ko Tie menggeleng.
“Kami menunggu di sini, atau
kalau perlu kami akan pergi lagi, nanti jika memang ada sesuatu yang
mencurigakan tentang Giok-sie, kami akan ke mari lagi seperti tadi. Memancing
pihak lawan dengan demikian Taysu bisa menjaring mereka.”
Pu San Hoat-ong tidak
bercuriga, dia mengangguk.
Setelah itu dia pun memutar
tubuhnya dengan beberapa kali menjejak tanah, tubuhnya melesat pergi diikuti
oleh Ang-hoa Liehiap.
Ko Tie tersenyum.
“Mari kita tinggalkan tempat
ini!” Ajaknya kepada teman-temannya dan isterinya.
Kim Lo, Bie Lan dan Giok Hoa
pun girang. Karena tipu muslihat Ko Tie berhasil, sekarang justeru disaat
Giok-sie sudah berada di tangan mereka berarti mereka harus cepat-cepat
meninggalkan tempat ini dan juga mereka akan membiarkan Pu San Hoat-ong berurusan
dengan Kam Yu!
Bukankah itu tidak merugikan
mereka malah telah mendatangkan untung? Siapa tahu Su Nio Nio ternyata menjadi
penyebab mereka bisa memperoleh Giok-sie.
Sambil berlari-lari mereka
meninggalkan tempat itu. Mereka mengerahkan gin-kang masing-masing.
Mereka dapat berlari dengan
cepat sekali, dan dalam waktu yang singkat mereka sudah melalui puluhan lie.
Bahkan waktu fajar menyingsing mereka sudah berlari hampir seratus lie lebih.
Sambil berlari, hati Kim Lo
tidak tenang karena berkali-kali ia melirik kepada si gadis.
Sedangkan si gadis telah
berlari tanpa pernah melirik, cuma saja wajahnya guram bukan main, karena dia
berdiam diri dengan wajah diselubungi oleh kabut yang tebal.
Waktu itu hati Kim Lo jadi
semakin tidak tenang, karena ia melihatnya betapa pun juga sikap si gadis
terhadapnya, telah berobah.
Dalam keadaan seperti itu,
segera juga Kim Lo berlari berusaha berada di dekat si gadis sampai akhirnya
dia bisa berlari di sisi si gadis.
“Nona Yo…...!” Panggilnya
kemudian dengan suara perlahan, karena ia kuatir kalau saja Ko Tie dengan Giok
Hoa yang berlari di sebelah depan bisa mendengar kata-katanya.
Bie Lan melirik, tapi ia tidak
mengatakan sesuatu apa pun juga, hanya wajahnya memperlihatkan bahwa dia memang
tengah menantikan kata-kata selanjutnya dari Kim Lo.
“Nona Yo, apakah kau marah
kepadaku?” Tanya Kim Lo lagi.
“Marah? Mengapa harus marah?”
Tanya si gadis, tanpa memandang Kim Lo, dia meneruskan larinya.
Disaat itu Kim Lo, jadi
semakin tidak tenang, karena itu ia pun segera juga telah bertanya lagi,
“Tapi…… tadi sikap nona
berobah sekali.......!”
“Berobah?”
“Ya…..!”
“Apanya yang berobah?”
“Sikapmu!”
“Sikapku?”
“Ya.”
“Mengapa berobah?”
Kim Lo diam. Dia sendiri tidak
mengetahui bagaimana mengemukakan perasaannya itu, dia memang hanya merasakan
bahwa sikap Yo Bie Lan padanya sangat berobah.
Namun ia tak bisa mengemukakan
hal itu. Iapun tak bisa mengatakannya lewat rangkaian kata-kata, karena itu
akhirnya Kim Lo jadi bungkam.
Diwaktu itu tampak Yo Bie Lan
pun sudah tak berselera buat bercakap-cakap dengan Kim Lo karena ia berlari
dengan berdiam diri saja.
Perasaan Kim Lo benar-benar
tertekan. Ia juga diliputi perasaan tidak tenang, karena jika memang si gadis
berobah, niscaya ia yang akan tersiksa lebih jauh.
Karena diwaktu itu ia memang
sangat mencintai si gadis. Ia memang sudah jatuh hati dan jatuh cinta pada si
gadis sejak pertemuan mereka yang pertama.
Sekarang setelah si gadis
melihat wajahnya yang sebenarnya justeru sikapnya telah berobah karena itu
perasaan Kim Lo terluka. Sedangkan si gadis pernah berjanji padanya, walaupun
ia melihat muka Kim Lo buruk bagaimana, tetap saja ia tak akan berobah, ia akan
tetap bersahabat baik dengan Kim Lo.
Dalam keadaan seperti
sekarang, Kim Lo benar-benar tertekan sekali perasaannya. Dia pun telah
berulangkali menghela napas, malah berlari terus di sisi si gadis.
Lama juga mereka berlari terus
sampai melewati beberapa puluh lie lagi, dan Kim Lo tidak bisa menekan terus
perasaannya, sampai akhirnya dia bilang. “Nona Yo, ada yang ingin kusampaikan
kepadamu!”
Si gadis menoleh.
“Apa yang ingin kau sampaikan?”
Tanyanya.
“Aku…… aku sebetulnya ingin
sekali bersahabat dan tetap baik padamu!”
Si gadis tersenyum, walaupun
jelas sekali itulah senyum paksaan.
“Sekarang kita pun bersahabat
cukup baik,” katanya dengan suara yang tawar.
Kim Lo menghela napas.
“Tapi justeru aku menghendaki
hubungan yang jauh lebih baik lagi seperti yang nona ketahui bahwa aku…...
bahwa aku…….” Berkata sampai di situ, Kim Lo bimbang dan gugup. Ia tidak bisa
meneruskan lagi kata-katanya.
“Kenapa?” Tanya si gadis
sambil melirik.
“Justeru aku sangat……. sangat
sayang padamu!” kata Kim Lo setelah menguatkan hatinya buat melontarkan
kata-kata itu walaupun dia merasakan tenggorokannya seperti tersumbat dan
kering, sulit mengucapkan juga.
Yo Bie Lan tidak menyahuti.
Dia berlari saja, dia berdiam tidak memberikan komentar atas kata-kata Kim Lo.
Kim Lo tahu sekarang pandangan
si gadis terhadapnya telah berobah, setelah melihat mukanya yang buruk seperti
kera, tentunya menyesal sekali. Dan yang lebih menyakiti hati Kim Lo dia pun
menduga tentunya si gadis pun di dalam hatinya akan mencemohokannya.
Karena dari itu, mau atau
tidak maupun merasa rendah diri. Larinya jadi semakin perlahan sehingga dia
tertinggal dengan si gadis yang terus berlari, dimana akhirnya Kim Lo hanya
berlari di belakang si gadis.
Waktu itu Yo Bie Lan pun
mengetahui larinya Kim Lo semakin perlahan namun dia tidak mengacuhkannya. Dia
berlari terus. Malah semakin cepat maka dia telah berada dekat sekali di
belakang Ko Tie dan Giok Hoa.
Sedangkan Kim Lo yang berlari
semakin perlahan tertinggal semakin jauh.
Jika memang menuruti isi
hatinya tentu ia sudah memutar tubuhnya buat berlari meninggalkan ke tiga orang
itu, Bie Lan, Ko Tie maupun Giok Hoa.
Tapi mengingat tugasnya sangat
berat yaitu harus melindungi Giok-sie, mau atau tidak, dia memang harus dapat
terus melindungi dan membantu Ko Tie yang waktu itu sudah memperoleh Giok-sie!
Dan karena itu juga, telah
membuat Kim Lo tidak bisa membawa adatnya. Ia harus berlari terus mengikuti si
gadis. Dia telah berlari dengan perasaan tidak karuan!
Dilihat dari sikapnya,
tampaklah si gadis sudah tidak mengacuhkannya. Dan memang si gadis telah
berobah. Berobah pula pandangannya tentunya, malah, dilihat dari sikapnya yang
begitu tawar dan sangat dingin, dia seakan juga mengandung kekecewaan.
Kim Lo menghela napas beberapa
kali, tanpa disadarinya dia telah menitikkan butir-butir air mata. Dia berduka
sekali hatinya juga sangat kecewa bukan main.
Sedangkan Yo Bie Lan yang
sudah berlari dekat dengan Ko Tie dan Giok Hoa, dia bilang, “Paman Lie dan
bibi, mari kita beristirahat dulu……. aku sangat lelah sekali!”
Ko Tie dan Giok Hoa menahan
langkah kaki mereka, dan berhenti dengan memutar tubuh mereka.
“Kita menjauhi tempat ini
sejauh mungkin, karena kalau Pu San Hoat-ong mengetahui Giok-sie berada di
tangan kita dari pengakuan Kam Yu, niscaya dia bersama anak buahnya akan
mengejar kita. Berarti kita memperoleh kesulitan!”
Yo Bie Lan menghela napas.
“Aku lelah sekali.......!”
Katanya.
“Baiklah! Kita beristirahat
sejenak di sini, lalu kita akan melanjutkan perjalanan dengan segera! Oya, mana
Kim Lo?!” Sambil berkata berkata begitu Ko Tie telah menoleh ke belakang.
Di waktu itu tampak Kim Lo
berlari mendatangi. Memang dia terpisah cukup jauh. Namun akhirnya tiba juga di
hadapan Ko Tie, Giok Hoa dan Yo Bie Lan. Dia melirik kepada Bie Lan.
Di saat itu Bie Lan tidak mau
memandang Kim Lo, dia cukup menunduk saja pura-pura tidak melihat kedatangan
Kim Lo. Si gadis telah duduk di bawah sebatang pohon.
Sedangkan Kim Lo sudah
menghela napas, dia bertanya kepada Ko Tie: “Paman Lie, apakah kita masih perlu
pergi ke tempat yang lebih jauh?”
Ko Tie mengangguk.
“Ya, semakin jauh semakin
baik?”
“Kalau memang demikian, mari
kita lanjutkan perjalanan!” Kata Kim Lo.
Ko Tie melirik kepada Bie Lan
yang tengah duduk beristirahat, dia lalu bilang, “Kita beristirahat dulu di
sini, nanti kita akan melanjutkan lagi!”
Kim Lo cuma mengangguk,
tentunya si gadis yang ingin beristirahat. Malah dilihat dari sikapnya seperti
itu, sikap yang dingin sekali si gadis benar-benar tampaknya sudah tidak mau
memperhatikan Kim Lo.
Melihat keadaan Kim Lo seperti
itu, Ko Tie dengan Giok Hoa saling pandang. Mereka heran bukan main sampai
akhirnya Ko Tie telah menarik tangan Giok Hoa diajak menjauh sedikit.
“Tampaknya terjadi
perselisihan antara Kim Lo dan Bie Lan!” Kata Ko Tie.
Giok Hoa mengangguk.
“Kalau didengar dari
pengakuannya, Bie Lan memang menaruh hati kepada Kim Lo, ia pernah menceritakan
perasaannya kepadaku, bahwa dia menaruh perhatian kepada Kim Lo. Tapi kali ini
aku benar-benar heran, karena sikap Bie Lan tampaknya begitu dingin dia seakan
juga tidak mengacuhkan Kim Lo!”
Ko Tie menghela napas.
“Memang demikianlah jika
sepasang muda-mudi yang tengah jatuh cinta, tentu akan diselingi oleh segala
macam pertengkaran!” Ko Tie berkata sambil tersenyum, “Seperti dulu kita.”
Pipi Giok Hoa berobah merah,
dia mencubit lengan Ko Tie.
“Kau jail.......!”
“Ouhh, sakit sekali…….!”
Katanya sambil merabah dan mengusap-usap tangannya.
Diwaktu itu tampak Kim Lo
sudah mengambil tempat yang terpisah cukup jauh dia telah duduk beristitrahat.
Selama beristirahat seperti
itu Kim Lo selalu melirik kepada si gadis, karena dia ingin mengetahui apa yang
tengah diIakukan Bie Lan.
Tapi si gadis beristirahat
dengan memejamkan matanya sama sekali dia tidak memperdulikan sekelilingnya.
Di waktu itu tampak Kim Lo
sudah tidak bisa menahan diri. Dia bangkit dari duduknya, dia melihat Ko Tie
dan Giok Hoa berada di tempat yang terpisah cukup jauh, maka dia mendekati Bie
Lan!
“Nona Yo!” Panggilnya setelah
dia berada dekat dengan tempat di mana Bie Lan tengah duduk beristirahat.
Bie Lan membuka matanya, dia
mengawasi Kim Lo kemudian, tanyanya. “Ada apalagi? Aku lelah sekali……, aku
ingin beristirahat…….!”
“Maaf, aku mengganggumu
sejenak nona!”
“Ya.”
“Aku…… aku ingin menanyakan
sesuatu!!”
“Ya!”
“Kau tentunya tidak akan marah
kalau aku kemukakan?”
Si gadis membuka matanya
lebar-lebar, tapi sikapnya dingin sekali.
“Mengapa aku harus marah.
Memangnya kau berlaku kurang ajar padaku, Kim koko?”
Kim Lo menghela napas.
“Mudah-mudahan saja kau tidak
marah!”
Setelah berkata begitu Kim Lo
menghela napas, dia bilang: “Sebetulnya aku ingin bertanya kepadamu setelah
engkau melihat mukaku apakah engkau jadi muak dan kecewa kepadaku!”
Yo Bie Lan mengawasi sejenak,
kemudian dia menghela napas dalam-dalam.
“Wajah seseorang adalah
pemberian Tuhan bagaimana buruk atau bagaimana tampanmu bukan kita yang
membuatnya. Jika Tuhan memberikan kita memiliki wajah yang tampan tentu kita
memiliki wajah yang tampan, demikian juga sebaliknya. Mengapa aku harus merasa
membenci dan kecewa padamu, Kim koko?”
Muka Kim Lo berobah, hatinya
berdebar keras penuh kecewa, dan hanya saja pada saat itu mukanya memang
ditutupi oleh kain penutup mukanya, dengan demikian Yo Bie Lan tidak melihat
perobahan wajah Kim Lo.
“Ada lagi yang hendak aku
tanyakan?!”
“Apa lagi?”
“Tentang....... tentang
diriku!”
“Kenapa dirimu?”
“Aku……. aku sangat sayang
kepadamu!”
Si gadis tersenyum, sekali ini
Kim Lo bisa melihat betapa senyuman si gadis benar-benar dipaksakan sekali.
“Kenapa dirimu, Kim koko?
Mengapa kau bertanya seperti itu? Jika memang engkau merasa sangat sayang
kepadaku, tentu saja aku sangat berterima kasih sekali……. .karena dari itu,
kukira jelas aku yang harus bersikap baik padamu, karena engkau sangat sayang kepadaku.”
“Aku……. aku ingin bersahabat
terus denganmu, nona Yo!”
“Ohhh, tentu? Tentu, memang
aku pun senang sekali bersahabat dengan kau, Kim koko.......”
Mendengar kata si gadis yang
terakhir, maka di waktu itu habislah harapan Kim Lo, karena dia menyadari bahwa
si gadis rupanya memang sudah tidak dapat digoyahkan kembali perasaannya. Maka
dia pun menghela napas.
“Baiklah nona Yo, terima kasih
selama ini nona cukup baik padaku!”
“Ya,” si gadis hanya menjawab
begitu saja. “Apakah kau tidak ingin beristirahat, aku sangat lelah sekali!”
Kim Lo menggeleng.
“Terima kasih!” Katanya.
Si gadis memejamkan matanya.
Kim Lo tidak segera pergi, dia
masih berdiri di tempatnya, dia menghela napas berulang kali. Dia mengawasi si
gadis, sampai akhirnya dia telah memutar tubuhnya perlahan-lahan melangkah
pergi.
Diwaktu itu tampak jelas
sekali, betapapun juga sikap si gadis padanya sangat tawar. Dan juga memang
disaat itulah dia sudah habis harapannya, punah harapannya bahwa dia akan bisa
mempersunting si gadis. Walaupun bagaimana memang dia harus menyadarinya, dia
tidak akan cocok dan tidak sesuai menjadi suami si gadis.
Cuma saja sayangnya dia
justeru telah terlanjur merasa sangat sayang kepada si gadis, dia telah merasa
mencintainya. Karena dari itu, dia mau atau tidak memang harus dapat berusaha
mendekatinya terus si gadis kalau saja hati si gadis dapat merobah keputusannya
dan menaruh belas kasihan kepadanya.
“Kasihan?”
Ohh, Kim Lo tak menghendaki
balas kasihan dari si gadis dan karena dari itu juga iapun tak mau dikasihani
si gadis. Jika memang si gadis menaruh balas kasihan padanya dan mencintainya
maka hal itu tentu saja tak dikehendakinya.
Kim Lo menghela napas, ia
telah duduk kembali beristitahat.