Bab 11 - Pulau Pek-le-tho
˜Suhu, bocah kurang ajar macam
ini lebih baik lekas ditangkap saja, dia dan gadis liar satunya itu telah
membunuh banyak anggauta tentara, mereka itu pemberontak-pemberontak yang
berbahaya!! tiba-tiba Kam Kin berteriak dari tempatnya. Ia telah dirawat oleh
anak buahnya, akan tetapi masih belum dapat berdiri, hanya duduk di atas rumput
di kelilingi oleh anak buahnya.
˜Benar, kau telah melakukan
pelanggaran besar-besaran. Lebih baik kau dan sucimu itu menyerah saja untuk
kami jadikan tawanan,! kata Cheng-jiu Tok-ong kepada Im Giok, agaknya
segan-segan untuk turun tangan terhadap seorang gadis yang demikian muda.
Betapapaun juga, dia adalah
seorang tokoh kang-ouw yang besar, seorang dengan kedudukan atau tingkat
tinggi, maka ia agak segan dan malu untuk bertanding ilmu melawan seorang yang
masih setengah bocah, apalagi wanita pula.
Im Giok mulai panas hatinya.
˜Cheng-jiu Tok-ong, kalau kau menurut saja akan hasutan Giam-ong-to Kam Kin,
terserah. Kami telah melakukan perbuatan yang kami anggap sudah sewajarnya
dilakukan oleh pendekar-pendekar pembela rakyat. Kalau kau hendak ikut-ikutan
dan mau menangkap kami, silakan, terpaksa aku yang muda berlaku kurang ajar dan
melawanmu!! sambil berkata demikian, Im Giok mencabut pedangnya dengan gerakan
cepat dan gaya yang indah.
Terdengar Cheng-jiu Tok-ong
tertawa geli,
˜Bocah, kau benar-benar lucu
sekali. Bagaimana kau hendak melawan sucouw-mu sendiri, orang yang menciptakan
ilmu silat yang hendak kau mainkan untuk melawanku?!
˜Cheng-jiu Tok-ong, awas
serangan pedangku!! bentak Im Giok tanpa mau mempedulikan kata-kata kakek itu
yang dianggapnya tidak karuan.
Cheng-jiu Tok-ong adalah
seorang kakek yang berjuluk Raja Racun Tangan Seribu. Julukan ini saja sudah
menunjukkan bahwa ia tentu memiliki ilmu silat yang tinggi dan cepat sehingga
seakan akan ia bertangan seribu. Oleh karena itu, dalam menghadapi Im Giok, ia
sengaja bertangan kosong. Apalagi kalau Im Giok murid Pek Hoa, bukankah yang
akan diperlihatkan juga ilmu silat yang dahulu ia ajarkan kepada Pek Hoa?
Akan tetapi, pada gerakan
pertama, Cheng-jiu Tok-ong sudah terkejut sekali dan cepat-cepat ia menggunakan
dua ujung lengan bajunya untuk menangkis serangan pedang Im Giok yang
gerakannya amat tidak terduga itu. Kakek ini benar-benar amat heran, karena
melihat gerakan yang indah itu, memang bocah ini hampir sama dengan Pek Hoa
kalau bermain pedang. Akan tetapi, ternyata isi daripada pedang itu jauh
berbeda. Bukan main cepat dan kuatnya, bahkan sampokan ujung lengan bajunya
tidak dapat membikin gadis itu melepaskan pedangnya. Jurus-jurus berikutnya
membuat Cheng-jiu Tok-ong tidak hanya terkejut, akan tetapi juga bingung dan ia
terpaksa melompat ke sana ke mari kalau tidak ingin terluka oleh pedang Im Giok
yang luar biasa lihainya.
˜Ayaaa, kau lihai juga...!!
kata kakek itu pada jurus ke sepuluh karena sudah tidak kuat menghadapi Im Giok
dengan tangan kosong. Ia melompat cepat ke kanan dengan gin-kang yang luar
biasa, kemudian ketika Im Giok mendesaknya, ternyata kakek ini sudah memegang
sebatang golok berwarna hitam kehijauan!
˜Bocah, lebih baik lekas kau
menyerah. Sayang kalau Ceng-tok-to (Golok Racun Hijau) mengambil nyawamu yang
masih muda,! kata kakek ini, benar-benar merasa sayang kalau sampai terpaksa ia
membunuh gadis yang demikian muda dan cantik jelitanya.
˜Tak usah banyak cakap, monyet
bangkotan. Kalau ada kepandaian majulah, kau pasti mampus oleh sumoiku!! teriak
Kim Lian yang masih gemas kepada kakek itu.
Timbul marah dalam hati
Cheng-jiu Tok-ong dan bangkit kembali sifat jahatnya yang dahulu.
˜Akan kubunuh dulu sumoimu
ini, akan tetapi kau... kau akan aku hadiahkan kepada serdadu-serdadu kasar,
siluman cilik!! makinya kepada Kim Lian, kemudian dengan cepat ia menyerang Im
Giok dengan goloknya.
Bagi Im Giok, gerakan golok
dari kakek itu tidak begitu hebat dan dengan amat mudah ia menangkis dengan
pedangnya. Akan tetapi, yang membuat Im Giok terkejut adalah bau busuk yang
memuakkan perutnya ketika golok hitam kehijauan itu menyambar. Celaka,
pikirnya, golok ini tentu mengandung bisa yang amat jahat. Ia mencoba
menetapkan hatinya dan membalas dengah serangan hebat. Memang terbukti bahwa
setiap serangan pedangnya membuat Cheng-jiu Tok-ong sibuk dan bingung untuk
melindungi tubuh, akan tetapi serangannya makin menjadi lemah.
Sebaliknya lawannya makin
ganas dan gerakan goloknya makin kuat. Kakek ini jelas sekali berusaha
mendekatkan golok dengan muka Im Giok, buktinya ia selalu menyerang kepala dan
leher. Hal ini diketahui pula oleh Im Giok dan gadis ini pun mengerti bahwa lawannya
sengaja mendekatkan golok dengan hidungnya supaya tercium bau busuk yang
mengandung racun!
Biarpun keadaannya makin
berbahaya Im Giok yang berdarah muda dan panas itu merasa penasaran. Memang
tidak mengherankan, kalau gadis ini penasaran, karena sebetulnya, dalam setiap
pertemuan senjata, ternyata bahwa tenaga lwee-kangnya dapat mengimbangi tenaga
kakek itu. Dalam hal gin-kang dan kecepatan gerakan tubuh, ia menang jauh dan
ilmu pedangnya juga selalu menindih ilmu golok lawan. Akan tetapi, ia kalah pengalaman,
kalah gertak dan hatinya sudah bingung sekali ketika bau busuk dari golok itu
makin memusingkan kepalanya.
Tiba-tiba terdengar teriakan
keras, ˜Lo-enghiong, harap jangan bunuh dia...! Bunuh saja aku yang tidak
berharga, jangan kau ganggu kedua Li-hiap yang budiman itu...!! Pemuda
sastrawan yang tadinya duduk bengong sambil menonton semua itu, kini tiba-tiba
menjadi nekat melihat Im Giok menghadapi kakek yang kelihatannya demikian
menyeramkan.
Bagaimana seorang dara sehalus
itu akan dapat menang terhadap seorang kakek yang kelihatannya seperti iblis?
Melihat pemuda itu dengan
nekat mendatangi seakan-akan hendak menyerbu dan menyerang Cheng-jiu Tok-ong,
Kim Lian cepat melompat maju dan sekali jari tangannya digerakkan, pemuda itu
roboh terguling dalam keadaan tertotok jalan darahnya.
˜Kakek siluman jangan banyak
lagak...!! bentaknya kemudian sambil menyerang dengan golok yang dipungutnya di
atas tanah, yakni sebuah di antara senjata-senjata para serdadu yang bergeletak
di situ.
˜Suci, hati-hati...!! Im Giok
memperingatkan dengan suara yang amat lemah sehingga ia terkejut sendiri.
Mengapa suaranya hampir habis? Ia tidak tahu bahwa ia telah terpengaruh oleh
racun yang keluar dari golok lawannya.
Mendengar suara yang aneh dan
perlahan sekali dari Im Giok, Kim Lian kaget dan mengerling ke arah sumoinya.
Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Cheng-jiu Tok-ong. Cepat tangan kirinya
memukul ke arah dada Kim Lian. Biarpun pukulan itu dilakukan dari samping,
namun amat berbahaya. Kim Lian mendengar suara hawa pukulan dahsyat ini cepat
miringkan tubuh sambil menangkis. Sepasang lengan bertemu, dan Kim Lian
menjerit karena lengannya terasa panas sekali sehingga ia kurang dapat
mempertahankan diri dan pukulan lawan masih mampir di pundaknya. Gadis ini
merasa pundaknya panas dan rasa nyeri menusuk jantung. Cepat sekali ia
menggulingkan tubuhnya dan bergulingan menjauhkan diri dari kakek yang lihai
itu. Ketika meraba pundaknya, ia kaget melihat baju di bagian pundak sudah
robek dan kulit pundaknya ada tanda merah yang pada bergelangan lengan yang
bertemu dengan lengan kakek tadi, telah merah menghitam.
˜Celaka, aku terkena racun,
Sumoi, kau hati-hatilah...! Setelah berkata demikian, Kim Lian bersila dan
mengatur napas, mengempos hawa di dalam tubuh untuk mengusir racun yang
mengeram di pundak dan lengannya. Memang inilah cara satu-satunya yang ia
pelajari dari suhunya untuk menolak hawa racun itu menjalar makin hebat ke
dalam tubuh.
Melihat dan mendengar keadaan
sucinya, Im Giok makin bingung dan gugup. Baiknya ilmu pedang gadis ini memang
lihai bukan main sehingga biarpun kini hampir tak berani bernapas dan pandang
matanya sudah berkunang-kunang, namun pedangnya secara otomatis masih dapat
melindungi tubuh dan menangkis setiap serangan golok lawan, bahkan kadang-kadang
masih dapat membalas dengan serangan yang bukan tak berbahaya bagi Cheng-jiu
Tok-ong.
˜Lihai sekali...
mengagumkan...!!
Beberapa kali Raja Racun itu
memuji akan ketangguhan Im Giok. Namun, tanpa mengenal kasihan ia mendesak
terus. Ia tidak mau mempergunakan senjata rahasia beracun lainnya karena
melihat dengan golok saja ia sudah dapat mendesak lawannya. Malu tokoh ini
untuk mempergunakan seluruh kepandaian hanya untuk menjatuhkan seorang bocah.
Setelah Im Giok terdesak
betul-betul tiba-tiba terdengar bentakan halus, ˜Cheng-jiu Tok-ong, sungguh tak
tahu malu engkau! Berani menghina cucu muridku?!
Tiba-tiba tubuh Im Giok
terlempar ke samping dalam keadaan bersila! Gadis ini sendiri terheran karena
ia tadi hanya merasa tubuhnya ditarik orang lalu dilemparkan jauh dari
lawannya, akan tetapi ia terjatuh dalam keadaan bersila dengan pedang masih di
tangan. Ketika membuka mata dan melihat siapa orangnya yang telah menolongnya,
Im Giok menjadi girang bukan main, meletakkan pedang di atas tanah, lalu bersila
meramkan mata mengatur napas untuk mengusir hawa beracun yang tadi telah
memasuki lubang hidungnya ketika ia bertempur melawan Cheng-jiu Tok-ong!
Sementara itu, Cheng-jiu
Tok-ong heran sekali melihat lawannya tiba-tiba terlempar jauh, kemudian ia melihat
seorang laki-laki setengah tua telah berdiri di depannya. Laki-laki ini
berpakaian sederhana, sikapnya tenang, rambutnya sudah berwarna dua dan
dipinggangnya terselip sebatang suling. Melihat sikapnya. Cheng-jiu Tok-ong
menduga bahwa dia ini tentulah seorang tokoh kang-ouw. Karena ia sendiri sudah
lama meninggalkan kang-ouw, maka ia tidak berani berlaku sembrono dan berkata
membela diri,
˜Kau siapakah, sobat? Gadis
liar itu adalah cucu muridku sendiri yang hendak kuberi hajaran, mengapa engkau
mencampuri urusan kami dan mengapa kau berani mengaku-aku dia sebagai cucu
muridmu?!
Orang itu tersenyum tenang,
˜Raja Racun, pengakuanmu tadi dua kali salah. Kau mengaku gadis ini sebagai
cucu muridmu karena kauanggap dia murid Pek Hoa Pouwsat? Kau mimpi, Cheng-jiu
Tok-ong. Pertama karena gadis ini bukan murid Pek Hoa Pouwsat, melainkan pernah
diculiknya dan dipaksa menjadi muridnya. Ke dua, andaikata benar dia pernah
rnenjadi murid Pek Hoa, kau sekarang kiranya sudah tidak patut mengaku guru Pek
Hoa Pouwsat. Kepandaian Pek Hoa Pouwsat kiranya sudah jauh melampaui
kepandaianmu sendiri, orang tua. Kau sudah baik-baik menyembunyikan diri,
menjauhi kepusingan dunia, akan tetapi siapa kira, makin mendekati hari
terakhir, kau bahkan makin lemah. Mudah dihasut orang, keluar dari tempat
pertapaan yang tenang dan damai, membela orang-orang sesat dan begitu keluar
kau sudah hampir saja membunuh dua orang gadis. Alangkah sesat...!!
Cheng-jiu Tok-ong marah
sekali. Betapapun juga, dia bukan seorang yang takut digertak. Dahulu di waktu
mudanya, hanya terhadap Lima Tokoh Besar saja ia gentar, kalau tokoh-tokoh
lainnya ia tidak takuti! Akan tetapi, sebelum ia mengutarakan marahnya,
tiba-tiba Kam Kin yang mengenal siapa adanya orang vang baru datang dan menjadi
pucat telah berseru keras,
˜Suhu, dia itu adalah Bu Pun
Su! Dia bukan manusia biasa! Suhu... lari...!! Setelah berkata demikian, Kam
Kin mengajak anak buahnya yang pada ketakutan seakan-akan seorang penakut
melihat setan di tempat sunyi!
Akan tetapi Cheng-jiu Tok-ong
belum lama turun dari gunung, belum pernah ia mendengar nama Bu Pun Su. Oleh
karena itu ia tidak takut. Ia menduga bahwa orang ini tentu lihai, maka paling
baik mendahuluinya. Sambil membentak keras ia mengayun tangan kiri dan
tiba-tiba sinar hijau menyambar ke arah Bu Pun Su.
˜Kau lebih patut menjadi ular,
selalu bermain-main dengan bisa!! kata Bu Pun Su sambil menyampok dengan
tangannya. Sinar hijau itu ternyata adalah jarum-jarum beracun yang secara
istimewa dilepaskan oleh Cheng-jiu Tok-ong. Akan tetapi Raja Racun tidak
berhenti sampai di situ saja. Begitu menyebar jarumnya, ia telah menubruk maju
dan menyerang dengan goloknya, sengaja menyerang ke arah hidung Bu Pun Su!
Bu Pun Su memindahkan kaki
miringkan tubuh, lalu berkata,
˜Manusia ular, lebih baik kau
pergi menyusul muridmu!! Kata-kata ini diucapkan sambil tangannya bergerak.
Tangan kiri menyampok golok, hal yang amat luar biasa. Kecuali pendekar sakti
ini, kiranya tidak ada orang ke dua yang berani menyampok golok dengan tangan
kosong begitu saja, apalagi kalau golok itu mengandung racun berbahaya sekali
seperti golok yang dipegang oleh Tok-ong! Sementara itu, secepat kilat sehingga
tak terlihat oteh mata, tangan kanannya sudah mencabut suling dan melakukan
gerakan menotok ke arah iga lawannya.
Cheng-jiu Tok-ong hanya merasa
betapa separuh tubuhnya pegal dan linu-linu. Sebagai seorang tokoh persilatan
yang sudah memiliki ilmu silat tinggi, tahulah ia bahwa jalan darahnya telah
terkena totokan lawan dan ia telah mendapat luka di dalam biarpun luka itu
tidak berat akan tetapi ini menandakan bahwa ia menemui guru dalam ilmu silat!
Tanpa banyak cing-cong lagi Cheng-jiu Tok-ong menarik kembali goloknya, lalu
berlari, terpincang-pincang menyusul Kam Kin. Kakinya yang kiri terasa kaku
sehingga ia harus berlari terpincang-pincang.
Terdengar suara ketawa
cekikikan. Bu Pun Su mengerutkan kening dan menengok ke arah gadis yang masih
bersila akan tetapi menutupi mulutnya yang mungil sambil tertawa cekikikan,
telunjuk menunjuk ke arah Cheng-jiu Tok-ong yang lari terpincang-pincang.
˜Monyet bangkotan itu lucu
sekali larinya...!! kata Kim Lian, gadis itu yang tadi membuka matanya
menyaksikan pertandingan hebat antara Cheng-jiu Tok-ong dan Bu Pun Su. Kim Lian
sudah pernah mendengar nama besar Bu Pun Su yang terhitung masih susiok-couwnya
sendiri. Tadinya melihat sikap Im Giok dan Kiang Liat yang selalu takut dan
menghormat nama Bu Pun Su ia pun merasa takut dan mengira bahwa susiok-couw
yang bernama Bu Pun Su itu orangnya tentu amat dahsyat dan menyeramkan. Akan tetapi
siapa nyana, sekarang setelah Bu Pun Su muncul, kiranya orangnya hanya
sedemikian saja, begitu sederhana, seperti seorang petani biasa saja. Maka
lenyaplah rasa takutnya dan gadis ini saking girangnya melihat Cheng-jiu
Tok-ong kalah, lalu tertawa-tawa.
˜He, kau! Tahan lidahmu yang
jahat!! Bu Pun Su menegur marah.
˜Suciok-couw, kau tadi telah
mengalahkan musuh secara hebat sekali, apakah teecu tidak boleh bergirang?! Kim
Lian membantah. Ia melihat wajah Bu Pun Su begitu ramah dan tenang,
membayangkan watak yang sabar sekali, maka ia tidak takut.
˜Suci, jangan kurang ajar
terhadap Susiok-couw!! Tiba-tiba Im Giok menegur sucinya, lalu menjatuhkan diri
berlutut di depan Bu Pun Su sambil berkata,
˜Susiok-couw, mohon dimaafkan
kelancangan Suci Song Kim Lian.!
Bu Pun Su mengangguk-angguk
dan diam-diam ia mengeluh ketika melihat Kim Lian berlutut pula sambil matanya
mengerling dan bibirnya tersenyum manis.
˜Hm, bagaimana Kiang Liat bisa
mempunyai seorang murid seperti ini?! katanya di dalam hati. Kemudian katanya
dengan suara rendah,
˜Hm, ini sucimu? Jadi ayahmu
mempunyai murid? Tidak apa dia lancang asal dia tahu diri. Luka di pundak dan
lengannya adalah akibat pukulan Ang-tok-jiu (Tangan Racun Merah) dari Tok-ong,
siapa terkena pukulan itu dalam tiga hari kalau tidak mati tentu akan cacad
seluruh kulitnya, keluar bintik-bintik merah akhirnya menjadi bopeng-bopeng.
Dia terancam bahaya hebat masih menertawakan orang lain, sungguh tak tahu
diri...!
Alangkah kagetnya Kim Lian
mendengar ucapan ini.
˜Susiok-couw, tolonglah
teecu...! ratapnya sambil membentur-benturkan jidat di atas tanah.
˜Aku hanya akan menolong
nyawamu, akan tetapi tentang bopeng itu...!
Kim Lian menjerit dan menangis
sedih. ˜Susiok-couw, lebih baik teecu mati saja. Biarlah tak usah diobati, biar
teecu mati daripada harus menderita, bopeng seluruh tubuh... alangkah
ngerinya...!
˜Hanya kalau mukamu jelek
kiranya watakmu yang genit ini akan berubah,! kata Bu Pun Su yang dengan suara
dingin. ˜Sikapmu terlalu genit dan berani, kau sungguh memalukan aku yang
menjadi susiok-couw!!
Kini baru tahulah Kim Lian
mengapa Im Giok dan Kiang Liat takut terhadap Bu Pun Su. Tidak tahunya pendekar
ini mempunyai hati yang keras dan suka sekali menghukum anak muridnya. Ketika
ia mengangkat muka, hatinya berdebar ketakutan melihat sinar mata Bu Pun Su
yang demikian tajamnya menembus dada memeriksa isi hati. Benar-benar manusia
aneh. Kim Lian bergidik. Belum pernah ia melihat sinar mata yang begitu
berpengaruh!
Im Giok berkata kepada Bu Pun
Su dengan suara memohon, ˜Susiok-couw, Suci memang bersalah. Mohon Susiok-couw
sudi memberi ampun. Susiok-couw, seorang gadis yang diandalkan hanyalah
kebersihan muka dan hati, biarpun hati bersih kalau muka kotor dan bopeng,
bukankah itu berarti hancurnya hidup seorang gadis? Oleh karena itu, mohon
Susiok-couw menaruh belas kasihan dan sudi mengobatinya.!
˜Lebih baik muka bopeng asal
hati bersih, daripada muka cantik hatinya kotor!! kata pula Bu Pun Su, suaranya
kini menggeledek, membuat Kim Lian gemetar sambil mendekam di atas tanah.
Im Giok tak berani banyak
cakap lagi, hanya melirik ke arah sucinya dengan hati kasihan. Bu Pun Su
melihat semua ini, akan tetapi belum sempat ia berkata, pemuda sastrawan yang
semenjak tadi sudah sadar dari totokan ringan dan kini menjatuhkan diri
berlutut pula, berkata,
˜Boanseng Gan Tiauw Ki mohon
kepada Lo-enghiong, sudilah menaruh kasihan dan mengobati Li-hiap yang terkena
racun. Li-hiap telah melakukan perbuatan gagah berani, kasihanilah kalau sampai
menderita hidupnya. Kalau bisa, biarlah boanseng mengoper racun itu dan biar
boanseng menjadi cacat untuk membalas budinya.!
Mendengar permintaan pemuda
sastrawan yang bersedia menggantikan hukuman yang menimpa diri Song Kim Lian,
Bu Pun Su mengerutkan alisnya dan memandang tajam kepada pemuda itu. Akan
tetapi, Gan Tiauw Ki menentang pandang mata ini dengan tabah dan tidak
takut-takut, karena memang pemuda ini rela untuk membalas budi Kim Lian.
˜Hm, kau tidak mengecewakan
menjadi seorang terpelajar,! kata Bu Pun Su, pandang matanya melunak. ˜Baikiah,
setelah dua orang memintakan ampun, biar aku sembuhkan dia. Kau maju ke sini!!
katanya kepada Kim Lian yang maju dengan sikap takut-takut. Bu Pun Su
menggerakkan kedua tangan ke arah pundak dan lengan Kim Lian yang tadi terkena
pukulan Cheng-jiu Tok-ong. Terlihat uap putih mengepul dan bergerak menyambar
ke arah dua bagian tubuhnya, terutama sekali di bagian yang terluka oleh racun,
rasa panas hampir tak dapat ditahannya sampai mukanya menjadi merah sekali dan
berpeluh.
Bu Pun Su menarik kembali kedua
tangannya. ˜Sudah sembuh, sudah sembuh...! katanya perlahan.
Kim Lian berlutut menghaturkan
terima kasih. Akan tetapi Bu Pun Su mengeluarkan kata-kata ancaman, ˜Sebagai
murid Kiang Liat, kau telah mewarisi kepandaian yang dasarnya datang dari aku.
Oleh karena itu, hati-hatilah kau menjaga gerak-gerik dan perbuatanmu. Aku
sendiri yang akan menghukum anak murid yang menyeleweng!!
Kemudian Bu Pun Su menoleh
kepada Gan Tiauw Ki dan bertanya secara tiba-tiba.
˜Bukankah surat kaisar untuk
Suma-huciang berada di tanganmu?!
Tiauw Ki sebetulnya kaget
bukan main, akan tetapi pemuda ini tidak kelihatan berubah air mukanya, bahkan
dengan tabah ia menatap wajah Bu Pun Su.
˜Kepada Lo-enghiong yang
menjadi susiok-couw dari kedua orang Li-hiap ini, boanseng tentu saja tidak
berani membohong. Akan tetapi, mengenai pertanyaan tadi, harap maafkan,
boanseng tidak dapat menjawab.!
Kim Lian mengangkat muka,
memandang dengan kening berkerut. Alangkah kurang ajarnya pemuda itu, pikirnya
marah. Kalau saja ia tidak takut kepada Bu Pun Su, tentu ia telah beri hajaran
kepada pemuda itu. Juga Im Giok mengerling ke arah Tiauw Ki dengan pandang mata
heran. Akan tetapi, anehnya, Bu Pun Su sendiri tidak menjadi marah, bahkan
sebaliknya pendekar sakti ini mengangguk-angguk dengan muka puas.
˜Bagus, bagus! Tidak percuma
kau menjadi orang kepercayaan Kaisar, Gan-sicu! Tak usah kau takut-takut dan
curiga, kau boleh ketahui bahwa mendiang Menteri Lu Pin adalah kakekku.!
Mendengar ini, Gan Tiauw Ki
lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Bu Pun Su.
˜Mohon Lo-enghiong sudi
memaafkan boanseng yang kurang ajar. Memang sesungguhnya boanseng yang menerima
tugas itu dan boanseng benar-benar kagum sekali melihat Lo-enghiong yang
demikian waspada. Selanjutnya boanseng yang bodoh hanya mengharapkan petunjuk
dari Lo-enghiong.!
˜Sebetulnya, mana aku tahu
tentang urusan ini? Hanya secara kebetulan saja aku mendengar bahwa Kaisar
telah mengirim utusan untuk menghubungi Sumahuciang di Tiang-hai. Di antara
mereka yang terbunuh oleh tentara Gubernur Lie Kong, hanya kau yang kelihatan
paling cerdik dan mempunyai pribadi. Kebetulan pula kau seorang yang selamat,
maka aku menduga tentu kau yang menjadi utusan itu.!
˜Jadi mereka yang menyerang
tadi adalah pasukan dari Gubernur Lie Kong?! tanya pemuda itu dengan muka
kaget.
˜Apa kaukira Lie Kong demikian
bodoh sehingga tidak tahu akan gerak-gerik Kaisar?! Bu Pun Su tertawa, ˜Bocah
she Gan, hanya satu yang belum kaupunyai, yakni pengalaman. Kau tentu tidak
pernah menyangka bahwa di antara orang-orang yang kelihatan setia kepada
Kaisar, yang setiap hari dekat dengan Kaisar di istana, terdapat kaki tangan
pemberontak!!
Kini Gan Tiauw Ki benar-benar
terkejut dan mukanya berubah. ˜Kalau begitu, tugas boanseng masih belum
terlepas dari bahaya. Boanseng sendiri tidak takut akan bahaya yang dapat
menimpa diri boanseng, akan tetapi surat... boanseng mohon petunjuk dari
Lo-enghiong...!
˜Kau harus dikawal sampai
Tianghai. Im Giok, sekarang tiba saatnya kau mempergunakan kepandaian yang
selama ini kaupelajari guna kebaikan. Tugas yang dipegang oleh Gan-siucai bukan
kecil dan kaulah yang kutugaskan mengawalnya sampai ke Tiang-hai. Aku sendiri
yang akan memberitahukan hal ini kepada ayahmu. Nah, berangkatlah kalian
berdua!!
Kiang Im Giok memang takut dan
tunduk kepada susiok-couw ini dan pula... tak dapat disangkal lagi bahwa,
hatinya berdebar girang tercampur jengah menerima tugas ini. Ia sejak tadi
sudah amat tertarik kepada pemuda yang tampan ini, dan sekarang, ia ditugaskan
untuk mengawalnya ke Tiang-hai, berarti ia akan melakukan perjalanan sedikitnya
tiga hari bersama pemuda itu!
˜Teecu mentaati perintah
Susiok-couw,! katanya sambil menundukkan mukanya.
˜Berangkatlah dan ingat, kalau
sampai pemuda ini terbunuh orang, itu masih belum hebat, akan tetapi jagalah
baik-baik agar surat yang berada di saku baju dalamnya jangan sampai dicuri
orang!!
Im Giok menyatakan baik, lalu
menghampiri kudanya. ˜Suci, biar kudamu dipakai oleh Gan-siucai.!
Kim Lian tersenyum akan tetapi
tidak berani mengeluarkan kata-kata sembrono dihadapan Bu Pun Su, maka ia hanya
berkata, ˜Baiklah, Sumoi, memang Gan-siucai habis terluka dan lemah, harus
melanjutkan perjalanan naik kuda.!
Gan Tiauw Ki buru-buru
berkata,
˜Tidak usah, Li-hiap. Mana
berani aku mengganggu dan memakai kuda Li-hiap? Habis Li-hiap sendiri mau naik
apa? Tak usahlah, biar aku berjalan kaki saja...! Tentu saja Tiauw Ki merasa
sungkan untuk memakai kuda Kim Lian, karena biarpun gadis itu seorang pendekar
gagah, namun tetap saja Kim Lian adalah seorang wanita. Mana patut seorang
laki-laki mengambil kuda seorang gadis dan membiarkan gadis itu berjalan kaki?
Bu Pun Su yang melihat semua
ini berkata, ˜Gan-siucai, tak usah sungkan-sungkan dalam saat seperti ini. Kau
pakailah kuda itu dan cepat berangkat!!
Mendengar ini, Gan Tiauw Ki
tak berani membantah lagi. Ia menjura kepada Bu Pun Su, lalu kepada Kim Lan.
Setelah itu ia lalu menunggangi kuda Kim Lan. Biarpun gerakannya lemah, namun
dapat dilihat bahwa dia sudah biasa menunggang kuda. Hal ini melegakan hati Im
Giok. Karena kalau pemuda itu tidak biasa menunggang kuda, bisa repot juga di
jalan! Setelah Im Giok memberi hormat kepada Bu Pun Su dan berpamit kepada Kim
Lian, ia lalu berangkat bersama Tiauw Ki.
Di dalam perjalanan ini, Tiauw
Ki secara secara terus terang menuturkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tugasnya kepada pengawalnya yang cantik jelita itu. Penuturan Tiauw Ki
singkatnya sebagai berikut.
Semenjak pemberontakan dan
perusuh An Lu Shan, She Su Beng dan yang lain-lain dihancurkan dan ibu kota
Tiang-an jatuh kembali kepada Kerajaan Tang, keadaan di seluruh negeri sudah
tidak seperti biasa lagi. Kembalinya pasukan-pasukan Tang merebut kota raja
bukanlah atas kekuatan sendiri, melainkan mendapat bantuan dari suku
bangsa-suku bangsa dari utara dan barat, terutama sekali mendapat bantuan dari
suku bangsa Uigur yang terkenal kuat dan gagah berani.
Setelah pasukan pemberontak
dihancurkan, para pembantu ini merasa keenakan tinggal di Tiongkok dan tidak
mau keluar lagi, bahkan mereka ini memperebutkan harta benda dan kekuasaan.
Negara menjadi kacau balau, keamanan tidak terjamin lagi dan di sana-sini para
pembesar hidup seperti raja kecil. Banyak gubernur dari propinsi-propinsi yang
berjauhan dari kota raja, mulai tidak taat lagi kepada Kaisar. Bahkan
lambat-laun Kaisar hampir hilang pengaruhnya dan seringkali harus menurut apa
yang diusulkan oleh para gubernur, yang sesungguhnya bukan merupakan usul lagi
akan tetapi lebih mendekati perintah! Kaisar seakan-akan menjadi boneka belaka
dan yang berkuasa adalah para pembesar tinggi yang memiliki pasukan-pasukan
kuat.
Betapapun juga, sampai
sebegitu jauh belum ada pembesar yang berani secara terang-terangan menentang
Kaisar, karena masih banyak juga pembesar-pembesar yang setia kepada Kaisar.
Sebetulnya kesetiaan ini bukan karena memandang kepada Kaisar, melainkan kepada
Kerajaan Tang sendiri. Para pembesar dan juga rakyat memang setia kepada
pemerintah Tang dan apapun juga yang menjadi alasan, mereka ini tidak akan
membiarkan orang memberontak terhadap pemerintah Tang. Oleh karena itu, Kaisar
juga tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan Kaisar menghubungi
pembesar-pembesar yang setia untuk dapat berjaga-jaga terhadap pemberontak yang
mungkin timbul.
Gan Tiauw Ki adalah seorang
siucai yang baru saja lulus dalam ujian di kota raja. Dia adalah putera seorang
janda petani di dusun Lee-siang-chung di Propinsi Hok-kian. Semenjak kecilnya
ia memang amat rajin belajar. Waktunya sejak kecil sampai dewasa dihabiskan
untuk mempelajari semua buku-buku kuno dan akhirnya dengan mendapat dukungan
ibunya yang bangga melihat puteranya, Gan Tiauw Ki berangkat ke kota raja untuk
mengikuti ujian yang diadakan setiap tahun.
Selain pandai ilmu
kesusastraan, di dalam dada pemuda ini menyala api cinta bangsa dan cinta
negara yang besar. Oleh karena itu, dalam menempuh ujian, ia mendapat angka
tertinggi sehingga pembesar tua yang menjadi ko-khoa (kepala examinator) kagum
sekali. Kemudian setelah pemuda ini ditanya asal-usulnya, jawaban-jawabannya
bersemangat sehingga pembesar itu membawanya ke depan Kaisar. Memang Kaisar
telah memesan kepada ko-khoa ini supaya mencarikan seorang kepercayaan yang
setia, bersemangat, dan pandai.
Demikianiah, setelah diuji
dengan pertanyaan-pertanyaan oleh Kaisar yang ingin mengetahui isi hatinya, Gan
Tiauw Ki lalu diangkat menjadi utusan Kaisar untuk menghubungi
pembesar-pembesar dan gubernur-gubernur di daerah lain yang masih setia kepada
Kaisar. Bahkan pemuda ini kadang-kadang mendapat tugas untuk menghubungi
gubernur-gubernur yang tidak tunduk kepada Kaisar untuk mencoba membujuknya.
Kali ini, Gan Tiauw Ki
mendapat tugas dari Kaisar untuk menyampaikan surat kepada Suma Huciang,
seorang berpangkat huciang di kota Tiang-hai. Dalam perjalanan ini, sebagaimana
telah dituturkan di bagian depan, Gan Tiauw Ki yang menyamar sebagai pengungsi
dan melakukan perjalanan bersama, para pengungsi lain, telah dicegat dan hampir
saja menjadi korban keganasan tentara pemberontak yakni tentara di bawah
perintah gubernur Liok yang tidak tunduk kepada Kaisar, dan pasukan ini
dipimpin oleh Giam-ong-to Kam Kin yang dibantu oleh suhunya, yakni Cheng-jiu
Tok-ong.
Demikianlah penuturan Gan
Tiauw Ki kepada Im Giok dalam perjalanan mereka ke Tiang-hai. Makin lama mereka
bercakap-cakap, makin tertariklah Im Giok kepada pemuda ini. Di lain pihak, Tiauw
Ki juga kagum dan tertarik sekali kepada Ang I Niocu sehingga biarpun bibir
mereka tak mengeluarkan sepatah kata pun mengenai perasaan hati mereka dan
bahkan sinar mata mereka selalu hendak menyembunyikan pancaran rasa hati karena
keduanya adalah orang-orang muda yang sopan, namun mereka sama-sama tahu apa
yang terkandung dalam hati masing-masing!
***
Kita tunda dulu perjalanan
sepasang taruna remaja yang baru pertama kali dibuai asmara ini, dan mari kita
menengok keadaan Giok-gan Niocu Song Kim Lian yang ditinggalkan oleh Kiang Im
Giok dan berada bersama Bu Pun Su. Kakek ini setelah melihat Im Giok pergi
dengan Tiauw Ki, lalu berkata kepadanya dengan suara keren,
˜Nah, sekarang kau boleh
pulang. Cepat-cepat kau pulang ke rumah gurumu, jangan menyeleweng ke
mana-mana!!
Hati Kim Lian tak senang
sekali mendengar ucapan kasar ini, karena biarpun ia hanya murid Kiang Liat,
namun biasanya ia diperlakukan dengan manis. Akan tetapi ia dapat berbuat
apakah? Bahkan untuk menjawab saja dia tidak sempat karena tahu-tahu berkelebat
bayangan yang membuat ia terkesiap dan terasa angin menyambar. Ketika ia
membuka mata, kakek sakti itu telah lenyap dari situ! Kim Lian menghela napas
dan berkata seorang diri,
˜Hebat sekali kepandaian
Susiok-couw Bu Pun Su, seperti bukan manusia saja.! Ia bergidik kalau mengingat
sinar mata yang mengandung ancaman ketika kakek itu memandangnya. Sinar mata
itu demikian berpengaruh dan agaknya segala kehendak kakek itu tak mungkin
ditentang. Maka ia segera cepat melangkah, kemudian di lain saat ia sudah
berlari cepat yang jauh melampaui kepandaian ahli-ahli silat biasa. Bahkan ilmu
lari cepatnya sudah mengimbangi kepandaian gurunya sendiri sungguhpun harus ia
akui bahwa ia masih kalah kalau dibandingkan dengan kepandaian Im Giok. Ini pun
tidak begitu mengherankan karena Im Giok berlatih sejak kecil, sedangkan ia
baru belajar ilmu silat setelah dewasa. Kalau tidak demikian halnya, seandainya
ia pun berlatih sejak kecil dan sama lamanya dengan Im Giok, belum tentu
sumoinya itu akan dapat mengalahkannya. Dalam hal bakat, kecerdikan, dan
ketekunan, kiranya Kim Lian tidak kalah oleh Im Giok.
Kali ini Kim Lian benar-benar
terheran dan kagum sekali melihat kelihaian susiok-couwnya. Biarpun ia sudah
pergunakan ilmu lari cepat yang tak sembarang orang dapat imbangi, ketika ia
tiba di rumah gurunya di Sian-koan, ternyata Bu Pun Su telah berada di situ,
bercakap-cakap dengan Kiang Liat! Dan begitu datang dengan kulit muka agak
merah dan peluh tipis membasahi jidat dan lehernya, Bu Pun Su sudah menegurnya,
˜Kau harus banyak berlatih
lari, jangan menunggang kuda saja! Ilmu lari cepat Yan-cu-hui-po yang kau
lakukan tadi, jauh dari sempurna!!
Kim Lian kaget. Kakek ini
berlari lebih dulu, bagaimana bisa tahu tentang ilmu lari cepatnya? Memang
benar tadi ia mempergunakan ilmu lari Yan-cu-huipo ajaran suhunya. Melihat
suhunya juga bersikap amat hormat kepada Bu Pun Su, Kim Lian lalu menjatuhkan
diri berlutut dan berkata,
˜Teecu yang bodoh mohon
petunjuk Susiok-couw.!
Sikap ini menyenangkan hati Bu
Pun Su, maka setelah menarik napas panjang kakek sakti ini berkata,
˜Ketahuilah, gurumu ini
menerima Yan-cu-hui-po dari pendekar wanita sakti Bun Sui Ceng. Ilmu lari cepat
Yan-cu-hui-po (Lari Terbang Burung Walet) ini adalah ciptaan dari tokoh besar
wanita Kiu-bwe Coa-li dan merupakan ilmu lari cepat yang tinggi sekali
tingkatnya di dunia persilatan. Kau secara kebetulan telah menjadi cucu
muridku, karena secara kebetulan pula gurumu ini menjadi murid atau murid
keponakanku. Jadi selain mewarisi ilmu-ilmu yang berasal dari aku, kau telah
mewarisi ilmu-ilmu silat tinggi warisan keluarga Kiang ditambah pula warisan
dari aku dan suteku Han Le. Oleh karena itu, selain kau harus tekun dan rajin
agar ilmu-ilmu silat yang bersih dan tinggi itu dapat kau kuasai sebaiknya,
juga kau harus selalu menjaga agar kepandaian itu tidak dipergunakan untuk
jalan sesat.!
˜Teecu akan memperhatikan
segala petunjuk Susiok-couw,! jawab Kim Lian dengan suara perlahan.
˜Nah, sekarang mundurlah, aku
hendak bicara dengan gurumu.!
Kim Lian mengundurkan diri.
Hatinya ingin sekall mengetahui apakah gerangan yang hendak dibicarakan oleh
guru besar ini dengan gurunya. Akan tetapi tentu saja ia tidak berani
mengintai. Dengan kepandaian setinggi itu, susiok-couwnya tentu akan mengetahui
kalau diintai orang. Maka Kim Lian tidak berani muncul dan mengaso di dalam
kamarnya, lalu membayangkan peristiwa yang baru terjadi. Di dalam hatinya ia
merasa iri sekali terhadap Im Giok.
˜Dia untung,! pikirnya,
˜melakukan perjalanan dengan sastrawan muda yang tampan itu. Tentu menyenangkan
sekali...! Gadis ini lalu merebahkan diri, melamun jauh, membayangkan
pemuda-pemuda tampan yang pernah dilihatnya, kadang-kadang tersenyum manis
seorang diri dan akhirnya ia tertidur!
˜Kiang Liat, kulihat anak
perempuanmu Im Giok itu mempunyai bakat baik dan semangat besar. Dia boleh
diharapkan,! kata Bu Pun Su setelah Kim Lian mengundurkan diri. ˜Juga muridmu
ini bakatnya bagus, aku tidak menyalahkan engkau menurunkan pelajaran kepada
seorang yang demikian baik bakatnya. Hanya aku merasa khawatir sekali kalau
melihat sifat-sifatnya. Aku tidak hendak mendahului Thian, akan tetapi kelak
mungkin sekali muridmu ini akan menimbulkan hal-hal yang mencemarkan nama baik
kita. Oleh karena itu, kau harus berhati-hati mengawasi tingkah lakunya dan
gerak-geriknya.!
Sebetulnya, Kiang Liat tidak
ada nafsu untuk memikirkan hal-hal lain kecuali mengenangkan isterinya yang
sampai sekarang seringkali terbayang dan seperti hidup di depan matanya. Sudah
sejak lama sekali Kiang Liat seakan-akan menjadi pertapa, menjauhkan urusan
dunia dan tidak mempedulikan segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Akan
tetapi sekarang ia berhadapan dengan Bu Pun Su, orang yang paling disegani di
dunia ini, terpaksa ia menjawab,
˜Baikiah Supek. Akan teecu
perhatikan.!
Bu Pun Su menarik napas
panjang. Kakek ini memiliki penglihatan dan pendengaran yang luar biasa
tajamnya. Sekali saja mendengar suara Kiang Liat, dapatlah ia menduga apa yang
menjadi isi hati Kiang Liat.
˜Kiang Liat, tak kusangka
batinmu demikian lemah sehingga sampai sekarang kau masih menghukum diri,
menyesali perbuatan sendiri secara berlebihan dan menyedihkan sesuatu yang
sudah lewat. Perbuatan salah tidak cukup disesalkan dengan jalan menyiksa diri
sendiri, akan tetapi bahkan sedapat mungkin harus ditebus dengan perbuatan baik
sebanyak mungkin dan membatasi diri sedapatnya agar jangan lagi menyeleweng
seperti yang sudah-sudah. Obat hati luka tak dapat kautemukan di dalam kamar.
Dengan jalan bersunyi, sakit di hati makin parah. Kau kurang pandai menghibur
diri sendiri.!
Kiang Liat menundukkan mukanya
dan mengeraskan hatinya agar jangan sampai matanya yang mulai panas itu
mengeluarkan air.
˜Teecu telah melakukan dosa
besar terhadap seorang wanita mulia, bagaimana teecu tidak akan merasa sedih selalu?
Rasanya teecu rela dihukum mati untuk menebus dosa.!
Tiba-tiba Bu Pun Su tertawa,
suara ketawanya nyaring sehingga biarpun Kiang Liat sudah tahu bahwa supeknya
ini mempunyai watak yang aneh sekali, namun tetap saja ia terheran. Keadaannya
amat menyedihkan, patutkah ditertawakan?
˜Ha, ha, ha, bocah tolol!
Manusia di dunia ini siapakah yang takkan mampus? Akan tetapi banyak sekali
jalan ke arah kematian dan di antara sekian banyaknya cara untuk mati, kiraku
cara mati bersedih di dalam kamar bukanlah cara yang baik, apalagi bagi seorang
yang menjunjung tinggi kegagahan. Banyak sekali cara untuk melewati hidup dan
untuk menanti datangnya maut yang pasti akan tiba, mengapa memilih cara rendah?
Mati ngenes adalah mati yang hina. Kau sudah mempelajari ilmu dan mengutamakan
kegagahan, mengapa tidak mencari kematian yang gagah? Mengapa tidak menumpas
musuh besar dalam hati sendiri dengan terjun ke dunia ramai dan menumpas
kejahatan?!
˜Teecu tidak ada semangat,
tidak ada nafsu, dan pula, teecu harus berada di rumah untuk mendidik Im Giok
dan Kim Lian.!
˜Mereka sudah cukup pandai.
Kiang Liat, kebetulan sekali aku datang ini untuk memberi tugas kepadamu. Tugas
yang penting demi kepentingan negara. Kau tentu senang kalau mati dalam
melakukan tugas ini, berarti mati dalam perjuangan selaku seorang patriot,
bukan?!
Karena dibakar dengan
kata-kata bersemangat, timbul kegembiraan di hati Kiang Liat yang sudah hampir
kering.
˜Tugas apakah, Supek? Tentu
teecu siap sedia menerima perintah Supek.!
˜Bagus! Sekarang dengarlah
baik-baik.!
Bu Pun Su lalu menceritakan
tentang keadaan negara. Betapa banyak gubernur membelakangi pemerintah dan
betapa pendatang-pendatang asing yakni suku bangsa-suku bangsa yang dahulu
membanntu pemerintah mengusir pemberontakan An Lu Shan sekarang merajalela, dan
betapa sukar dan lemahnya kedudukan Kaisar. Di mana-mana timbul gejala
pemberontakan, dan di propinsi yang jauh dari kota raja, para pembesar saling
bermusuhan karena ada yang pro ada yang kontra pemerintah.
Demikian pula orangorang gagah
di dunia kang-ouw menjadi goncang kedudukannya. Mereka terpecah belah dan
terpengaruh oleh gubernur-gubernur atau pemimpin-pemimpin pemberontak di daerah
masing-masing.
Bu Pun Su adalah keturunan
keluarga Lu yang semenjak dahulu terkenal sebagai patriot-patriot sejati dan
pembesar-pembesar setia kepada negara. Biarpun Bu Pun Su hanyalah putera angkat
dari Menteri Lu Pin (baca Pendekar Sakti), namun kiranya semangat dan jiwa
kepahlawanan mengalir pula di dalam tubuhnya sehingga kakek sakti ini tidak tega
melihat keadaan negara yang demikian kalut.
˜Demikianlah, Kiang Liat,!
katanya sambil menghela napas. ˜Negara kalut, perang saudara mengancam,
perpecahan antara orang-orang gagah berada di ambang pintu. Kalau sampai semua
ini meletus, yang menderita tak lain hanyalah rakyat jelata. Negara kalut,
keamanan tidak terjamin, orang-orang jahat muncul merajalela mengacau kehidupan
rakyat kecil. Kalau timbul perang, rakyat pula yang menderita, terpukul dari
kanan kiri. Apalagi kalau dibayangkan perpecahan yang akan terjadi di antara
orang-orang gagah, benar-benar menyedihkan sekali. Oleh karena itu, aku
mengambil prakarsa untuk mengadakan pertemuan orang-orang kang-ouw di puncak
Bukit Kauw-san. Hendak kuajak mereka ini membela negara dan mencegah timbulnya
perang saudara yang pasti takkan pernah ada habisnya, melihat betapa banyaknya
orang yang hendak memperebutkan kedudukan dan kekuasaan. Hanya kau dan gurumu
Han Le yang kiranya akan dapat membantuku.!
˜Bagaimana teecu dapat
membantu Supek?! tanya Kiang Liat.
˜Ancaman yang paling hebat
bagi negara adalah bahaya yang datang dari utara dan barat. Oleh karena itu,
untuk membendung pengaruh ini, kita harus menghubungi tokoh-tokoh Kun-lun-pai
dan Thian-san di barat, juga tokoh-tokoh Gobi-san di utara. Kau wakililah aku
pergi ke Go-bi-pai di utara dan berikan suratku kepada Twi Mo Siansu Ketua
Go-bi-pai. Aku sendiri hendak mencari Han Le dan menyuruhnya pergi kepada Thian
It Cinjin di Thian-san dan aku pergi ke Kun-lun-pai menemui Keng Thian Siansu.!
Kiang Liat menerima baik
perintah ini. Memang ia pun sudah amat rindu akan dunia luar kampungnya.
Setelah membuatkan surat untuk Ketua Go-bi-pai Bu Pun Su minta kepada Kiang
Liat supaya segera berangkat.
˜Kau tak usah menanti
datangnya Im Giok karena ia sedang mengantar utusan Kaisar ke Tiang-hai. Kalau
dia datang, Kim Lian dapat memberi tahu kepadanya ke mana kau pergi. Pertemuan
yang kurencanakan itu akan terjadi tiga bulan lagi, maka kita harus bekerja
cepat.!
Maka berangkatlah Kiang Liat,
menuju ke utara, ke Go-bi-san yang jauh. Adapun Bu Pun Su setelah meninggalkan
pesan kepada Kim Lian supaya berhati-hati menjaga rumah, lalu pergi menuju ke
Pulau Pek-le-tho mencari Han Le.
Dengan menggunakan kepandaian
yang tinggi, beberapa pekan kemudian Bu Pun Su telah tiba di pesisir Pulau
Pek-letho. Alangkah kagetnya ketika ia mendaratkan perahu, ia melihat jenazah
tiga orang menggeletak di pinggir laut. Dan lebih-lebih terkejut hatinya ketika
ia mengenal jenazah-jenazah itu, yakni Bok Beng Hosiang dan Kok Beng Hosiang
tokoh-tokoh Siauw-lim-pai dan ketiga Cin Giok Sianjin tokoh Kun-lun-pai!
Agaknya belum lama mereka ini tewas, paling lama dua hari.
˜Omitohud...!! Bu Pun Su
berseru kaget dan cepat ia memeriksa.
˜Celaka...!! serunya sambil
melompat mundur ketika ia mendapat kenyataan bahwa ketiga orang ini semua
mempunyai bekas pukulan ilmu Pek-in Hoat-sut! Ia tahu bahwa di dunia ini yang
memiliki ilmu pukulan Pek-in Hoat-sut hanya dia sendiri, sedangkan Han Le juga
dapat, akan tetapi hanya beberapa bagian setelah mempelajari gambar-gambar di
dalam guha. Ia terkejut sekali karena tahu bahwa tiga orang ini telah bertempur
dan terluka oleh Han Le. Terang bahwa mereka ini dirobohkan oleh Han Le,
sungguhpun mereka tewas bukan karena pukulan itu, melainkan karena tikaman
pedang yang tepat menembus ulu hati mereka.
˜Tokoh-tokoh Kun-lun dan
Siauw-lim dimusuhi oleh Han Le? Apa artinya ini?! Bu Pun Su menjadi cemas
memikirkan sutenya, maka cepat ia berlari ke tengah pulau mencari Han Le.
Han Le tidak berada di dalam
gua. Bu Pun Su mencari terus dan akhirnya ia melihat pemandangan yang membuat
wajahnya menjadi pucat, hampir saja ia tidak percaya akan penglihatannya
sendiri sehingga Bu Pun Su berdiri terpaku, memandang ke arah dua orang yang
duduk di bawah pohon. Apa yang dilihatnya?
Han Le sedang rebah telentang
di atas rumput, kepalanya terletak di atas pangkuan seorang wanita yang cantik
jelita yang dikenalnya sebagai Bi Sian-li Pek Hoa Pouwsat! Sambil menundukkan
muka dan membisikkan kata-kata rayuan, Pek Hoa membelai-belai rambut kepala Han
Le yang setengah tertidur.
Melihat ini, timbul amarah di
dalam hati Bu Pun Su. Juga berbareng terbayanglah di depan matanya peristiwa
dahulu ketika ia terjerumus ke dalam perangkap Wi Wi Toanio. Juga dia pernah
tergila-gila dan roboh oleh kecantikan wanita, pernah menurutkan nafsu hati dan
lupa diri, melakukan hal yang amat rendah memalukan. Akan tetapi, dengan Wi Wi
Toanio ia hanya melakukan kebodohan, bukan kejahatan. Ia tidak membunuh
siapa-siapa, sedangkan Han Le, tak salah lagi, tentu Pek Hoa siluman wanita
yang cantik itu telah membujuk Han Le untuk merobohkan tokoh-tokoh
Siauw-lim-pai dan Kun-lun!
˜Han-sute...!! Bentakan yang
menggeledek ini mengejutkan Han Le dan Pek Hoa. Mereka cepat melompat berdiri
dan memandang kepada Bu Pun Su dengan mata terbelalak. Pek Hoa agak pucat akan
tetapi bibirnya yang manis tersenyum, sedangkan Han Le merah sekali mukanya,
merah sampai ke telinganya.
˜Sute, kesesatan apa yang kau
lakukan ini?!
Han Le mengangkat muka, tak
kuat menatap pandang mata Bu Pun Su dan menundukkan kepalanya lagi. Tiba-tiba
terdengar suara ketawa perlahan, suara ketawa yang merdu dan sedap didengar,
kemudian Pek Hoa yang tertawa itu melangkah maju menghadapi Bu Pun Su.
˜Bu Pun Su, kebetulan sekali
kau datang. Mengapa kau tidak mau membawa Wi Wi Toanio ke sini agar kita dua
pasang manusia berbahagia mencari kesenangan hidup di pulau ini?!
˜Apa katamu?! Bu Pun Su
membentak dan mukanya berubah pucat.
Pek Hoa Pouwsat tersenyum,
manis sekali sehingga Bu Pun Su diam-diam merasa heran sekali. Kalau diingat,
perempuan ini usianya sudah tidak muda lagi, sedikitnya lima puluh tahun. Akan
tetapi mengapa cantik jelita seperti gadis berusia dua puluh lebih?
˜Bu Pun Su, kau seorang
laki-laki, demikian pula Han-ko seorang jantan. Kau bisa jatuh cinta, mengapa
Han-ko tidak boleh? Kau pernah tergila-gila kepada Wi Wi Toanio isteri orang
lain, mengapa Han-ko tidak boleh jatuh hati kepada aku, seorang yang masih
bebas belum bersuami? Kau benar-benar aneh dan di manakah keadilanmu, Bu Pun
Su?!
Pendekar sakti itu merasa
seakan-akan kepalanya disambar petir. Tak disangkanya bahwa siluman wanita ini
sudah mengetahui rahasianya, dan tahulah ia bahwa tentu Wi Wi Toanio yang
membuka rahasia ini di depan Pek Hoa. Teguran wanita ini memang tepat dan ia
tidak dapat menjawab! Akhirnya Bu Pun Su berpaling kepada Han Le dan berkata
dengan suara dingin,
˜Han Le, mengapa kau membunuh
tokoh-tokoh Siauw-lim-pai dan Kun-lunPai?!
Suara Bu Pun Su mengandung
ancaman dan amarah besar, membuat Han Le menjadi pucat dan nampak ia takut
sekali,
˜Suheng, siauwte... siauwte
tidak membunuh mereka...!
˜Jangan memutar lidah
sesukamu. Han Le. Setidaknya kau yang telah merobohkan mereka!! Bu Pun Su
mendesak dan Han Le tak dapat menjawab.
Melihat kekasihnya didesak,
Pek Hoa menjawab, ˜Memang benar, Han-ko yang merobohkan mereka. Akan tetapi
akulah yang membunuh mereka. Mereka adalah musuh-musuh besarku dan mereka
datang untuk membunuhku, maka Han-ko melindungi dan mengalahkan mereka. Apa
salahnya dalam hal ini? Tidak tepatkah orang melindungi kekasihnya yang
terancam oleh orang lain? Bu Pun Su, kau mau apa? Han-ko dan aku hidup bahagia
di sini, sebagai suami isteri yang saling mencinta. Apakah kau merasa iri hati?
Apakah kau merasa iri melihat Han-ko hidup bahagia sedangkan kau tidak? Kalau
kau merasa iri, carilah sendiri seorang kekasih dan bawa ke sini, bukankah itu
baik sekali daripada kau datang dan marah-marah seperti ini?!
˜Siluman keparat, tutup
mulutmu!! Bu Pun Su membentak dan amarahnya meluap. Belum pernah Bu Pun Su
semarah itu. Selama ini ia telah dapat menguasai seluruh dirinya lahir batin,
akan tetapi sekarang menghadapi kebodohan Han Le yang dipermainkan oleh siluman
wanita ini, ia benar-benar lupa diri. Bu Pun Su maklum siapa adanya Pek Hoa
Pouwsat dan orang macam apa wanita ini. Jauh lebih cabul dan lebih jahat
daripada Wi Wi Toanio, jauh lebih berbahaya. Dan ia tahu pula bahwa Han Le
adalah seorang laki-laki teguh iman, seorang laki-laki yang hampir ˜jadi!
karena semenjak muda tidak mau mendekati wanita. Celakanya, sekarang Han Le
tergoda dan tergelincir, tidak kuat menghadapi bujuk dan cumbu rayu dari Pek
Hoa, siluman wanita yang cantik sekali dan genit. Dan ia tahu pula bahwa hal
ini harus dicegah, kalau tidak akan mendatangkan bahaya besar. Han Le
berkepandaian tinggi, kalau sudah tercengkeram oleh orang perempuan seperti Pek
Hoa, kelak dapat dibujuk untuk membunuh siapa saja yang dibenci oleh Pek Hoa!
˜Bu Pun Su, kau mau apa?! Pek
Hoa menantang sambil membusungkan dadanya yang montok.
˜Kau harus pergi tinggalkan
pulauku ini, lekas!!
˜Kau mengusir kami?! tanya Pek
Hoa sambil menggandeng tangan Han Le dan menyandarkan kepalanya ke pundak
laki-laki itu.
˜Aku mengusir kau, perempuan
jahat! Lekas pergi dari sini kalau kau tidak ingin melihat aku melemparkanmu ke
dalam laut! Han Le tidak boleh ikut!!
Pek Hoa menyandarkan kepala
makin dekat dan berbisik di dekat telinga Han Le, ˜Kau dengar itu kekasihku?
Sudah sejak dulu aku bilang bahwa suhengmu ini jahat sekali, akan tetapi kau
tidak percaya. Aku bilang bahwa sebetulnya dia tergila-gila dan suka padaku dan
ia menjadi benci padaku karena cintanya kutolak, dan kau tidak percaya lagi.
Sekarang kau melihat sendiri, bukan? Dia iri hati padamu, iri hati dan cemburu,
kau tahu? Dia ingin melihat aku mati daripada jatuh ke dalam tangan orang lain,
ingin melihat aku mati dan kau menderita. Kekasihku, ayah anakku, apakah kau
akan tinggal diam saja melihat isterimu yang mencintamu dengan seluruh tubuh
dan nyawa?! Suaranya makin merayu dan dua titik air mata meloncat keluar dari
mata Han Le.
˜Pek Hoa, dia... dia
suhengku... tak dapat aku melawan Suheng...! bisiknya.
Pek Hoa menarik dirinya dengan
sentakan, sepasang matanya bersinar-sinar, nampaknya marah.
˜Aha, jadi kau lebih berat
kehilangan suheng daripada kehilangan isteri?!
˜Bukan begitu, Pek Hoa...
aku... aku tidak berani...!
˜Hm, jadi kau takut? Baiklah,
Han-ko. Kalau kau takut membantuku, biar aku sendiri mengadu nyawa dengan Bu
Pun Su!! Kemudian Pek Hoa melompat maju dan sudah mencabut siang-kiamnya
(sepasang pedangnya). ˜Bu Pun Su, kau benar-benar menghinaku. Kau hendak
melemparkan aku ke dalam laut? Boleh kaucoba, laki-laki gagah perkasa tukang
menghina wanita!!
Menghadapi Pek Hoa yang
berdiri dengan sepasang pedang di tangan dan sikapnya gagah sekali itu, yang
menantangnya dengan kulit muka kemerahan menambah kecantikannya, Bu Pun Su
menjadi serba salah. Ia tahu sedalam-dalamnya betapa jahatnya perempuan ini,
betapa palsu hatinya dan betapa berbahayanya. Kalau dibandingkan dengan
mendiang Thian-te Sam-kauwcu guru dari Pek Hoa, kiranya perempuan ini lebih
berbahaya. Akan tetapi melemparkan dia begitu saja ke laut? Kiranya takkan
mampu ia lakukan.
˜Pek Hoa, kuharap kau suka
pergi dari sini dengan baik-baik dan tidak melawan. Aku sungguh malu harus
melawan wanita.!
Pek Hoa sudah mendengar dari
Han Le bahwa Bu Pun Su tak pernah menyerang orang sebelum diserang oleh karena
inilah maka tadi ia menahan sabar dan menanti supaya Bu Pun Su menyerang dulu.
Sekarang ia sengaja hendak memanaskan hati Bu Pun Su.
˜Pengecut! Laki-laki pengecut,
kau sebetulnya suka kepadaku, bukan? Maka tidak mau menyerangku. Kau hanya iri
hati dan cemburu. Eh, Bu Pun Su, kalau sekarang aku menyatakan bahwa aku suka
ikut padamu, dan meninggalkan Han-ko, tentu kau tidak marah lagi, bukan? Akan
tetapi aku tidak sudi! Dengar, aku tidak sudi, aku tidak suka padamu, aku benci
padamu. Muak perutku melihat mukamu, tahu kau?!
Bu Pun Su tersenyum. Ia tidak
mendapat julukan Pendekar Sakti kalau ia tidak tahu akan siasat ini. Dan ia
bukan seorang yang gemblengan kalau ia tidak tahan menghadapi serangan batin
ini. Tadi untuk sebentar ia menurutkan nafsu amarah karena kecewa melihat
kegagalan Han Le menghadapi rayuan wanita. Sekarang ia sudah dapat menguasai
diri lagi dan menghadapi siasat lain dari Pek Hoa, ia tenang-tenang dan
tersenyum saja.
˜Pek Hoa, bagaimana kau bisa
bilang aku tergila-gila kepadamu? Hanya laki-laki yang berhati lemah saja yang
dapat jatuh cinta kepada seorang perempuan cabul seperti engkau. Kau menggoda
aku tidak berhasil, menggoda Kiang Liat dapat kugagalkan, menggoda tokoh-tokoh
besar dunia kang-ouw kau sudah tidak laku karena mereka semua sudah tahu bahwa
kau ini seorang siluman yang lebih jahat daripada Tat Ki (siluman wanita dalam
dongeng Hong Sin Pong). Maka sekarang kau sengaja menggoda Han-sute. Akan
tetapi ini pun hanya untuk sementara, karena tak lama lagi Sute tentu akan
insyaf dan tahu bahwa wanita yang dipuja-pujanya itu bukan lain adalah seekor
siluman betina...!
˜Jahanam lihat pedang!! Dua
sinar kemilau dari pedang Pek Hoa menyambar dalam serangan yang dahsyat.
Ternyata, ia kalah dalam adu urat-syaraf, karena Bu Pun Su tadi membuatnya
marah sekali. Bu Pun Su tersenyum, akan tetapi dia tidak berlaku lambat atau
sembrono karena ia tahu betul akan kelihaian ilmu pedang wanita ini. Cepat ia
mengelak dan di lain saat keduanya sudah bertempur hebat.
Mula-mula Pek Hoa mengeluarkan
ilmu pedangnya berdasarkan kecepatan dan serangan-serangannya semua ditujukan
untuk menewaskan lawan. Akan tetapi menghadapi Bu Pun Su, ia ketemu gurunya.
Dengan tenang saja Bu Pun Su menghindarkan diri dari setiap serangan lawan
dengan totokan-totokan ke arah jalan darah yang kalau mengenai sasaran tentu
akan mengakhiri pertempuran itu. Sebentar saja Pek Hoa terdesak hebat oleh
kakek sakti itu dan tiba-tiba ia tertawa merdu dan ilmu silatnya berubah.
˜Ayaaa...!! Bu Pun Su berseru
kaget sekali ketika ia menyaksikan ilmu pedang ini. Pek Hoa telah mainkan ilmu
pedangnya yang hebat, ilmu pedang Bi-jin-khay-i. Ilmu silat yang mengandung
daya sihir ini dapat melumpuhkan setiap orang lawan laki-laki, membuat lawan
itu seperti terkena hikmat. Gerakan ilmu silat ini mengandung sifat cabul dan
genit, menarik hati laki-laki dan meruntuhkan semangat perlawanannya. Tak heran
apabila Bu Pun Su menjadi kaget sekali karena pendekar ini pun merasa dan
terpengaruh oleh hawa mujijat yang terkandung dalam gerakan ilmu silat yang
dimainkan oleh Pek Hoa.
Pek Hoa gembira melihat hasil
ilmunya dan ia memperindah gerakannya untuk merobohkan atau mengalahkan Bu Pun
Su. Akan tetapi, kali ini ia kecele. Ia bukan menghadapi manusia sembarangan
melainkan seorang manusia gemblengan lahir batin. Bu Pun Su sadar bahwa ia
menghadapi ilmu mujijat, maka ia lalu meramkan mata dan menandingi
serangan-serangan lawan hanya mengandalkan ketajaman pendengaran saja.
Dengan cara meramkan mata, ia
tidak usah melihat gerakan tubuh lawan dan tidak terpikat. Disamping itu, kini
ia mainkan ilmu silatnya yang ampuh, Pek-in-hoat-sut. Begitu Bu Pun Su
mengerahkan sin-kang dan menggerakkan tubuh, dari kedua lengannya mengebul uap
putih yang makin lama makin tebal sampai akhirnya seluruh tubuhnya, terutama di
bagian ubun-ubun, mengepul uap putih yang menolak semua hawa pukulan dan hawa
mujijat dari ilmu pedang lawannya. Setelah merasa diri kuat terlindung oleh
Pek-in-hoat-sut, baru Bu Pun Su membuka matanya dan mendesak lawan.
Pek Hoa mengeluh. Harapan
untuk berhasil kini buyar pula, bahkan sebaliknya ia terancam hebat oleh hawa
pukulan yang beruap putih itu. Ia hanya memutar-mutar pedang sambil main
mundur. Akhirnya ia mengeluh,
˜Han-ko, apakah kau tega
melihat aku mati tanpa membantu?!
Sebetulnya semenjak tadi Han
Le sudah menonton petempuran itu dengan hati kebat-kebit tidak keruan. Ia
merasa cemas sekali akan keselamatan kekasihnya, dan ingin sekali ia membantu.
Akan tetapi ia merasa sungkan terhadap suhengnya. Oleh karena itu ia hanya
berdiri dengan kedua tangan dikepalkan erat-erat, keningnya berkerut dan
bibirnya digigit, akan tetapi kedua kakinya seperti terpaku pada tempat ia
berdiri. Kini melihat Pek Hoa terdesak hebat, hampir-hampir ia tak dapat
bertahan lagi.
˜Han-ko...!! Pek Hoa menjerit
sayu ketika tangan kirinya terserempet tamparan tangan Bu Pun Su. Pedang
kirinya terlempar dan tangan menjadi lumpuh. Akan tetapi Pek Hoa masih melawan
dengan pedang kanannya, melawan nekat sambil berseru,
˜Bu Pun Su, kau tamatkanlah
nyawaku. Han-ko tidak mau membantu, apa artinya hidup bagiku?!
˜Suheng, sudahlah...!! Han Le
tiba-tiba melompat dan pedangnya menyambar di tengah-tengah untuk menghalangi
Bu Pun Su menyerang Pek Hoa.
˜Han Le, pergi kau jangan
ikut-ikut!! bentak Bu Pun Su marah.