-------------------------------
----------------------------
Episode 20 Raja Akherat
1
Suasana di halaman Keraton
Kerajaan Pakuan hari ini begitu meriah dan gegap gempita. Orang-orang
bersorak-sorai bersamaan sambil bertepuk tangan, ketika raja mereka yang
bernama Prabu Adiwarman keluar dari pintu Keraton diiringi beberapa punggawa
berbaju seragam warna hitam, dengan celana pangsi dibalut kain batik. Di atas
kedua lengan mereka melingkar sebuah Cakra.
Dengan gagah mereka mengiringi
Prabu Adiwarman menuju panggung yang telah didirikan sejak beberapa hari yang
lalu.
Panggung itu besar. Pada tiap
sudutnya dihiasi umbul-umbul lambang Keraton Pakuan. Di sisi panggung snelah
timur, terdapat kursi yang dibuat mirip singgana sang Prabu.
Matahari baru saja mengintip,
dan akan lepas landas menuju titik akhirnya nanti. Masih sepenggalah, sinarnya
belum begitu terik. Angin berhembus sejuk, melambaikan pepohonan beringin besar
yang tumbuh di depan keraton.
Prabu Adiwarman telah duduk di
singgasananya.
Scpuluh punggawa berdiri gagah
di belakangnya.
Sedangkan seorang laki-laki
yang berwajah tampan bersidekap di sisinya. Rambutnya digelung ke atas.
Ba-dannya tanpa penutup alias bertelanjang dada. Di pinggang bagian belakang
terselip sebuah kens pusaka pada kain batik yang melingkar. Orang-orang
mengenalinya sebagai Patih Jalalowe. Pengabdiannya pada sang Prabu telah cukup
lama. Tak heran kalau ia sudah sangat dikenal.
Tepat ketika Prabu Adiwarman
berdiri, suara yang bergemuruh tadi terhenti. Laki-laki berusia sekitar empat
puluh enam tahun ini mcnyapu pandangan pada rakyat yang mengelu-elukannya.
Senyum kearifan dan bijaksana terpandang di mata mereka.
Di sisi utara, terdapat
kursi-kursi yang berjajar. Di sanalah para tokoh sakti dari dunia persilatan
yang diundang, duduk untuk menyaksikan aeara yang akan digelar. Di sebelah selatan,
berjajar sekitar tiga puluh orang pemuda gagah berusia di bawah tiga puluh
tahun.
“Terima kasih atas kedatangan
kalian semua. Terutama, para pemuda-pemuda gagah yang hendak mengikuti
sayembara dengan mengadu kesaktian di panggung terbuka ini,” ucap Prabu
Adiwarman, berwibawa.
Memang, beberapa minggu yang
lalu telah diumumkan ke seluruh pelosok negeri ini, bahwa Prabu Adiwarman akan
mcngadakan sayembara bagi pemuda-pemuda berusia di bawah tiga puluh tahun.
Hadiahnya tak tanggung-tanggung, yakni putri beliau sendiri.
Di atas panggung, Prabu
Adiwarman tampak gagah sekali dengan pakaian kebesarannya yang begitu indah.
Warnanya hijau keemasan,
dengan rajutan benang emas yang hanya bisa dilakukan tangan ahli.
"Aku tidak ingin
berpanjang lebar. Seperti yang diumumkan, barang siapa yang bisa memenangkan
seluruh pertarungan ini, maka putri tunggalku, Permata Delima akan bisa
dipersunting salah seorang dari kalian" lanjut laki-laki yang kelihatan
masih tampan.
Suara gemuruh dari tepukan dan
teriakan terdengar lagi. Kecantikan Permata Delima tidak bisa lagi dilukiskan.
Tak ubahnya dewi kayangan.
Hadirin melihat sang Prabu
bertepuk tangan tiga kali.
Lalu, terlihatlah satu iringan
yangmelangkah perlahan.
Seorang gadis cantik
berpakaian kebesaran istana tampak melangkah di depan dengan wajah ditutupi
cadar.
Langkahnya begitu anggun, di
ringi beberapa orang gagah yang menjaganya. Suara gemuruh semakin terdengar.
Dan tepukan membahana ketika
gadis cantik yang tak lain Putri Permata Delima duduk di sebelah kiri Prabu
Adiwarman.
"Aku hanya menghendaki
pertandingan yang jujur.
tidak boleh ada korban nyawa.
Tetapi bila hanya cedera patah, misalnya, rasanya bukan masalah Karena, calon
menantuku dan calon suami putriku, haruslah orang yang gagah dan memiliki kepandaian
yang tinggi" tambah Prabu Adiwarman.
Kembali suara membahana
terdengar keras terutama dari bagian selatan panggung, tempat para peserta
duduk.
Dan setelah itu mereka saling
pandang dengan tatapan tajam. Dalam hati mereka tersimpan sebuah harapan, mendapatkan
sekaligus mempersunting Putri Permata Delima.
Akhirnya saat yang ditunggu
pun tiba. Begitu Prabu Ailiwarman bertepuk sekali, seorang punggawa bertubuh
kekar dan bertelanjang dada mengangkat sebuah alat pemukul. Lalu dihantamnya
gong besar yang ada di sisinya.
Duaaang Bunyi gong yang
dipukul pertanda sayembara segera dimulai. Hadirin terdiam, memperhatikan para
tokoh sakti yang hanya duduk dengan sikap masing-masing.
Salah seorang segera melompat
ke atas panggung.
Gerakannya begitu ringan. Dia
mengenakan pakaian ringkas berwarna merah, dengan gelang akar bahar besar di
tangannya. Wajahnya garang. Matanya setajam elang.
Rambutnya pun digelung ke
atas. Tombak tajam berada di tangannya, saat menjura pada Prabu Adiwarman.
"Hamba yang hina ini bernama
Palawena dengan julukan si Tombak Maut. Perkenankanlah hamba mencoba
keberuntungan dalam sayembara ini" ucap pemuda yang mengaku bernama
Palawena alias si Tombak Maut.
Prabu Adiwarman mengangguk.
Sedangkan Putri Permata Delima hanya menunduk. Tak seorang pun yang bisa
menebak, perasaan apayangmenggelayuti hatinya.
Suara tepuk tangan kembali
terdengar.
Begitu suara tepuk tangan
sirna. mendadak saja melompat satu sosok tubuh tinggi besar. Wajahnya
bercambang bauk dengan kedua alis hitam legam. Begitu mendarat di panggung, dia
menjura pada Prabu Adiwarman.
"Hamba bernama Buntoto,
yang berjuluk si Pukulan Setan." Ketika Prabu Adiwarman menganggukkan
kepala, orang-orang kembali bertepuk tangan. Kemudian laki-laki bercambang bauk
yang mengaku bernama Buntoto berbalik pada Palawena yang berdiri gagah.
"Saudara Palawena, tolong
beri petunjuk," ujar Buntoto.
Palawena malah tertawa
terbahak-bahak.
"Begitu pula denganku,
Buntoto. Hm.... Apakah kau tidak mempergunakan senjata?" tanya Palawena
dengan suara meremehkan. "Atau, kau sudah yakin dengan kemampuanmu yang
bertangan kosong?" "Rasanya, kedua tanganku ini mampu untuk
mengimbangi permainan tombakmu." Rupanya, di balik wajahnya yang seram,
Buntoto memiliki sifat bijak.
"Baik Lihatserangan"
Mendadak saja Palawena memutar tombaknya di tins kepala. Seketika terdengar
desingan yang kuat dan menderu-deru. Lalu dengan suara keras, diterjangnya
Buntoto.
Buntoto sendiri tak kalah
sigap.
Cepat dihadangnya serangan
Palawena.
Pertarungan sengit pun
berlangsung. Apa yang dikatakan Buntoto tadi bcnar. Buktinya ia mampu
mengimbangi permainan tombak Palawena yang mengincar bagian-bagian berbahaya
dari tubuhnya. Dan pukulan-pukulan yang dilakukannya begitu cepat sekali.
Memapak, menangkis, dan
menyerang.
Dalam waktu singkat, lima
belas jurus berlalu dalam pertarungan yang cukup sengit. Sementara sorak-sorai
para penonton membahana. Orang-orang gagah yang mengikuti sayembara itu pun
memicingkan mata, mencoba melihat kelemahan masing-masing.
Di antara para hadirin, tampak
pula seorang pemuda berpakaian hijau muda. Rambutnya panjang tetapi rapi.
Tubuhnya tegap.
Wajahnya tampan.
Di pundaknya melingkar sehelai
kain bercorak seperti catur berwama hitam putih. Sejak tadi, ia paling ribut
mengocehi pertandingan itu. "Wah Buntoto memang hebat Meskipun tubuhnya
besar, tapi gerakannya lincah. Palawena juga. Hanya saja ia kurang bisa
mengimbangi kecepatan Buntoto. Kurang makan rupanya" oceh pemuda
berpakaian hijau muda itu.
Seorang pemuda yang berdiri di
dekat pemuda berpakaian hijau muda ini melirik dan memperhatikan sekilas. Bila
melihat wajah pemuda yang berseloroh tadi, rasanya ia belum pernah melihat.
Tetapi diakui juga kata-kata pemuda itu. Karena satu pukulan Buntoto kini
tampak masuk ke perut Palawena yang kontan terjajar ke belakang.
"Nah Betul, kan? Pasti
dia kalah," kata pemuda berpakaian hijau muda itu lagi.
Sementara di panggung, Buntoto
tidak melanjutkan serangan. Palawena scndiri bangkit menjura.
"Terima kasih atas
pelajaran darimu. Aku mengaku kalah," ucap Palawena.
Para hadirin bersorak.
Sebagian mencemooh Palawena
yang melompat masuk ke keramaian dan menghilang entah ke mana.
"Pertarungan jujur dan
ksatria" desis pemuda itu lagi.
Tepat ketika Buntoto selesai
menjura pada para hadirin, melompat seorang laki-laki gagah berpakaian
kebesaran keraton.
"Namaku Segara, yang
berjuluk si Keris Malaikat. Aku ingin menjajal kemampuanmu...," kata
laki-laki gagah itu.
Begitu selesai kata-katanya,
orang yang mengaku bernama Segara dan berjuluk si Keris Malaikat ini langsung
menyerang Buntoto. Serangannya terlihat sangat keji dan berbahaya.
"Wah, wah Ini namanya
bukan sayembara lagi, tetapi memang ingin mengalahkan" desis pemuda
beralis legam itu lagi "Tetapi sepertinya.... Buntoto masih bisa
mengalahkannya." Lagi-lagi apa yang dikatakan pemuda itu benar.
Belum sampai dua jurus, satu
pukulan Buntoto telah mendarat telak di dada Segara. Laki-laki berjuluk si
Keris Malaikat itu terhuyung ke belakang, lalu melompat pergi tanpa pamit
"Wah,wah Malu tuh" "Makanya..., kalau punya ilmu cetek, tidak
usah ikut" Suara-suara sumbang, terdengar ramai.
Sementara pemuda berpakaian
putih yang di pinggangnya melingkar sebuah tali merah menoleh ke samping, ke
arah pemuda berbaju hijau. Dia merasa heran melihat pemuda konyol ini selalu
benar dugaannya.
"Kisanak....
Siapakah kau sebenarnya?"
tanya pemuda berpakaian putih itu.
Pemuda berpakaian hijau muda
memperhatikan pemuda yang kira-kira seusia dengannya ini.
"Aku? Wah Aku siapa, ya?
Namaku maksudmu?" "Benar," pemuda berbaju putih itu mengangguk,
seperti penasaran. "Oh, ya. namaku Danji...." "Aku Andika."
"Andika?" "Ya. Bagus, bukan?" seloroh pemuda yang ternyata
Andika alias Pendekar Slebor sambil nyengir kuda.
"Kau bisa tepat menduga,
siapa yang akan memenangkan pertarungan. Mengapa kau tidak ikut
sayembara?" tanya pemuda bernama Danji itu lagi dengan kening berkerut.
Andika nyengir.
"Bagaimana aku bisa ikut,
kalau belum pernah melihat Putri Permata Delima? Siapa tahu wajahnya penuh
jerawat," seloroh Andika tidak peduli kalau wajah Danji memerah. Perubahan
itu tidak luput dari tatapan Andika.
"Putri Permata Delima
sangat cantik. Kecantikannya hanya bisa ditandingi dewi-dewi kayangan."
"Nah Kau kan sudah tahu. Aku belum. Jadi, lebih baik jadi penonton saja.
Dan, mengapa tidak kau sendiri saja yang ingin ikut sayembara itu? Nah coba
lihat. Siapa yang menang sekarang?" Sementara di atas panggung Buntoto
sedang menghadapi cecaran lawannya yang sebelumnya mengaku berjuluk si Cakar
Harimau. Ganas sekali serangan-serangan yang dilakukan laki-laki berbaju dari
kulit harimau dengan kedua tangan bagai cakar. Tangannya mengibas ke sana
kemari dengan jemari yang berkuku-kuku tajam mengembang terbuka. Mulutnya
menggereng sangat kuat, menampakkan keganasan jurus 'Cakar Harimau'nya.
Danji menoleh pada Andika
"Menurutmu, siapa yang akan memenangkan pertarungan itu, Andika?"
tanya Danji.
"Si Cakar Harimau akan
memenangkan pertarungan itu," kata Andika sambil memperhatikan pertarungan
yang sengit di atas panggung. "Serangan-serangannya banyak mengandung
gerak tipu. Sayang wataknya terlalu kejam." Mereka kembali memperhatikan
pertarungan. Dan lagi-lagi Danji mendesak ketika melihat Buntoto harus
terjengkang ke belakang terkena sambaran si Cakar Harimau tepat di paha
kanannya. Tubuhnya limbung, darah mengucur dari sana.
Buntoto mengangkat tangannya
tanda menyerah.
Lalu dia turun tanpa ada rasa
kecewa ataupun malu. Sementara para hadirin bukannya menyoraki Buntoto, malah
menyoraki si Cakar Harimau yang bernama asli Rimang.
Tampak laki-laki berpakaian
kulit harimau itu berdiri jumawa.
Tetapi Rimang tidak peduli.
Matanya justru menatap tajam pada para tokoh yang hendak mengikuti sayembara.
"Hhh Siapa lagi yang
ingin meminta pelajaran dariku?" dengus Rimang berapi-api dan pongah.
Dua orang pemuda berdiri.
Tetapi, mereka justru saling pandang. Yang berpakaian merah mempersilakan
pemuda yang berpakaian biru. Kali ini di benak mereka bukan lagi untuk
memenangkan sayembara, melainkan tidak tahan melihat kesombongan Rimang.
Pemuda berpakaian berwarna
biru segera menjura hormat, lalu melenting ke atas panggung dengan gerakan
ringan."Ha ha ha... Apakah kau tidak sayang dengan salah satu bagian
tubuhmu?" ejek Rimang, merendahkan.
Pemuda itu hanya tersenyum
saja.
"Aku memang baru turun
gunung. Namaku Kusuma, dan belum mendapatkan julukan apa-apa dari orang-orang
persilatan. Dan aku sangat ingin mendapatkan pelajaran darimu, Saudara
Rimang...," kata pemuda berpakaian biru yang bernama Kus uma.
Rimang terbahak-bahak.
"Sayang.... Menurut
perkiraanku, kau harus segera kembali ke asalmu dengan salah satu tubuh
cacat" Begitu habis kata-katanya Rimang membuka jurus.
Kedua tangannya membuka
membentuk cakar.
"Kini, kau akan
mendapatkan pelajaran pertama dariku" desis si Cakar Harimau.
Wuutt Rimang menerjang dengan
serangan sangat ganas.
Agaknya dia sangat berapi-api
ingin memenangkan pertarungan secepatnya. Tetapi rupanya, Kusuma yang baru saja
turun gunung memiliki ilmu meringankan tubuh yang sangat lumayan. Serangan
Rimang dihindarinya dengan ringannya dan berkali-kali membalas.
Kimang cukup terkejut juga
melihatnya. Karena baru disadari kalau kemampuan Kusuma berada di atas Buntoto.
Makanya segera dilancarkannya serangan demi serangan yang kejam dan ganas,
terkesan membabi buta.
Bahkan kini serangannya sudah
mengarah pada bagian-bagian yang mematikan bagi Kusuma.
Sejauh itu Kus uma masih bisa
menghindari ke sana kemari dengan lincah. Hanya sayang, ia belum banyak
menikmati asam garamnya dunia persilatan. Meskipun ilmunya tinggi, ia masih
kurang paham akan gerak tipu dan naluri kelicikan orang-orang persilatan.
Satu ketika, Kusuma harus
melompat ke belakang.
Tetapi Rimang dengan gerakan
bagai menerkam memburunya. Dan....
Breeet Pakaian Kusuma sobek
termakan cakaran si Cakar Harimau. Darah merembes perlahan. Rupanya cakar itu
pun menyambar dada Kusuma.
Melihat lawannya sudah
terluka, Rimang menjadi semakin ganas. Kali ini sudah kelihatan, siapa dia
sesungguhnya. Dengan teriakan keras bagai suara harimau, ia menerkam ke arah
Kusuma sambil melepaskan pukulan.
Dan hampir saja serangan itu
mendarat, mendadak berkelebat satu bayangan merah, langsung memapak serangan si
Cakar Harimau.
Plak Plak Rimang mendengus
geram melihat serangannya berhasil digagalkan. Dengan tajam, ditatapnya seorang
pemuda berpakaian warna merah berikat kepala kuning yang telah menggagalkan
serangan sambil berdiri gagah, pemuda berpakaian merah ini mempersilakan Kusuma
untuk meninggalkan panggung.
Suasana menjadi tegang.
Sementara sikap Prabu Adiwarman masih tenang saja.
"Saudara Rimang.... Di
atas panggung ini, kita bukan ingin saling membunuh. Melukai pun seharusnya
tidak.
Tetapi, tindakanmu itu sudah
kelewat batas," ujar pemuda berbaju merah, tenang.
"Jangan banyak
omong" bentak Rimang geram.
"Kalau kau memang ingin
ikut sayembara ini, hadapi aku Bukannya memberi ceramah" Pemuda berpakaian
warna merah itu menjura.
"Aku pun ingin
mendapatkan pelajaran darimu, Snudara Rimang Namaku Panca... Hiattt"
Rimang tidak memberi kesempatan lagi bagi pemuda berbaju merah yang mengaku bernama
Panca untuk meneruskan kata-katanya. Kini ia sudah menyerang dengan kckuatan
penuh.
Panca yang sudah memperkirakan
kalau Rimang akan ganas menyerangnya, menghindar sambil mengirimkan serangan
balasan dengan tendangan.
Sementara itu, Andika hanya menggeleng-geleng.
"Bisa kacau sayembara ini Rimang nampaknya memliki naluri membunuh yang
kuat Ia tidak segan-segan an mbunuh" kata Andika, agak kesal.
Danji menoleh kembali.
"Menurutmu bagaimana,
Andika?" "Kelihatannya, Rimang akan menguasai pertandingan. Bila
melihat serangannya yang berbahaya, kemungkinan besar Panca pun bisa
dilukainya," sahut Andika, sok tahu. Lagaknya mirip seorang guru pada
muridnya. Bahkan sambil mengelus-elus janggutnya yang tak berjenggot.
"Kau tidak
membantunya?" pancing Danji.
Andika menoleh pada Danji yang
memandangnya dengan sinar mata penuh harap. Sudah dua kali Danji berkata
seperti itu. Pertama, mengapa Andika tidak ikut dalam sayembara ini? Kedua,
mengapa tidak segera membantu? Dengan kata lain, semuanya satu tujuan. Danji
mengharapkan Andika untuk ikut dalam sayembara ini.
"Mengapa kau berpikiran
seperti itu, Danji? Apakah ada sesuatu yang sangat kau risaukan?" tanya
Pendekar Slebor.Kali ini Danji menundukkan kepala. Sikapnya kelihatan serba
salah.
"Kalau kau sudi mengatakannya,
aku pun bersedia, mendengarkannya. Kalau kau tidak mau mengatakannya, aku pun
tidak bersedia mendengarnya...," kata Andika sambil tertawa Danji mendesah
panjang.
Raut wajahnya mencerminkan
kegelisahan yang semakin menjadi-jadi.
Berkali-kali kepalanya
diangkat dan ditundukkan. Seolah memang sesuatu yang telah lama dipikirkannya,
semakin besar mengganjal.
"Hei? Tidak usahlah kau
beritahu. Nanti aku malah repot" ujar Andika berlagak tidak tertarik.
Padahal, hatinya yakin kalau Danji mempunyai persoalan rumit.
Justru sikap Andika yang acuh
tak acuh itulah membuat Danji bersedia menceritakan kegalauan di hatinya
Memang, menurutnya lebih baik membagi cerita pada orang yang tak dikenalnya.
daripada membagi cerita dengan orang yang dikenalnya tetapi justru akan
mener-tawakan.
"Putri Permata Delima
adalah kckasihku, Andika..," bisik Danji, pada akhirnya.
Sejenak kening Andika
berkerut. Danji kelihatan khawatir kalau mendadak saja meledak tawa dari mulut
pemuda yang baru dikenalnya.
"Dia kekasihmu?"
ulang Andika "Ya. Dia kekasihku," sahut Danji sambil mendesah
panjang. Bersyukur karena tawa Andika tidak terlihat.
"Kalau memang benar,
mengapa kau tidak turut dalam sayembara ini? Dengan begitu, kau bisa
mempertahankan kekasihmu.
Danji," kata Andika,
sungguh-sungguh "Itulah yang membuatku gelisah, Andika Karena, aku sama
sekali tidak memiliki kepandaian silat. Sementara, kau lihat sendiri, bukan?
Mereka yang mengikuti sayembara jelas terdiri dari orang-orang persilatan yang
krpandaiannya di atas rata-rata" papar Danji, galau.
Andika manggut-manggut sambil
mengusap-usap dagunya "Kau akan kehilangan kekasihmu bila kau tidak
berusaha" Danji menundukkan kepala.
"Aku tidak tahu, apayang
harus kulakukan, Andika.
Nyalanya aku hanya pasrah saja
melihat Putri Permata Delima diboyong pemenang dari sayembara ini...."
Andika terdiam sejenak.
Sementara di atas panggung,
Panca terdesak hebat nlrli serangan-serangan dahsyat Rimang.
Tiba-tiba Andika menoleh pada
Danji.
"Kalau begitu, aku akan
mencoba menolongmu, Danji Kalau aku menang, Putri Permata Delima akan
kuserahkan padamu.... Tetapi, sisakan aku sedikit saja," . seloroh Andika
sambil terkekeh. Danji tersenyum. Tampaknya, pemuda ini senang bercakap cakap
dengan sahabat barunya ini. Meskipun, ia tidak yakin akan kemampuan Andika.
"Aaakh..." fiba-tiba
di atas panggung terdengar jeritan nyaring, ketika cakar Rimang mengenai
punggung Panca. Tampak Panca terhuyung ke belakang, dan hanya bisa mengangkat
tangannya tanda menyerah.
Rimang tertawa terbahak-bahak.
"Turun dari atas
sini" seru si Cakar Harimau mengejek. "Kau lebih pantas untuk menetek
pada ibumu Ha ha ha... ayo, siapa lagi yang.hendak menjajal kehebat-anku"
Kini, tak seorang punyang berani untuk naik ke atas panggung. Kegagahan dan
kegarangan Rimang membuat nyali para peserta sayembara kontan ciut.
Kekejamannya sudah nyata pada lawan-lawannya yang harus turun panggung dengan
tubuh luka-luka.
Beberapa saat Rimang menunggu.
Sementara para penonton menjadi tegang. Lalu, Rimang pun menoleh pada Prabu
Adiwarman.
"Prabu Yang Mulia....
Nampaknya tak seorang pun yang berani untuk masuk dalam sayembara ini. Apakah
itu berarti hamba memenangkan sayembara?" tanya si Cakar Harimau dengan
suara angkuh.
Prabu Adiwarman hanya tertawa
saja. Baginya,yang memenangkan sayembara ini baik dari kalangan mana pun juga,
maka berhak mempersunting Putri Permata Delima.
"Kita menunggu beberapa
saat lagi. Bila tidak ada yang naik ke atas panggung, berarti kaulah yang
berhak untuk mempersunting putriku." Rimang tertawa gagah. Pandangannya
disapu ke bawah panggung. Beberapa tokoh sakti yang menyaksikan sayembara
mendengus melihat sikap Rimang. Tidak pantas seorang gagah berlaku seperti itu.
Begitu kejam Padahal sayembara ini dilakukan bukanlah untuk menunjukkan
kesombongan.
Setelah beberapa saat, tak
seorang pun yang naik keatas panggung. Rimang menoleh kembah pada Prabu
Adiwarman Namun, sebelum ia berkata apa-apa, satu sosok bayangan merah sudah
berkelebat ke atas panggung dengan gerakan indah sekali.
***
2
Para hadirin bertepuk tangan
begitu melihat sosok laki-laki tinggi berpakaian merah hinggap di lantai
panggung. Tetapi alangkah terkejutnya mereka ketika melihat wajah lelaki yang
sangat mengerikan. Mukanya tirus menunjukkan sifatnya yang seperti ular.
Sepasang matanya menatap dingin. Bekas luka tampak tergaris di pipi sebelah
kiri. Rambutnya panjang acak-acakan.
Andika sendiri terkejut
melihatnya. Dia tadi baru saja hendak naik ke panggung. Tetapi, sosok
berpakaian merah itu sudah mendahuluinya.
"Ha ha ha... Mengapa
semua menjadi seperti kelinci, ha?" seru laki-laki itu sambil
tcrbahak-bahak. Suaranya keras dan kasar. "Hhh Bocah kemarin sore ini
nampaknya mau menjual lagak" Rimang memperhatikan tajam-tajam laki-laki
bcrwajah buruk di depannya. Melihat wajahnya, jelas orang ini sudah berada di
luar ketentuan yang ditetapkan Prabu Adiwarman. Karena, usia sosok berpakaian
merah itu paling tidak empat puluh lima tahun.
"Siapa kau, Orang
Jelek?" bentak si C akar Harimau kesal. Karena, masih ada saja yang
menghalanginya.
"Ha ha ha... Bagus, bagus
sekali Aku sangat suka penjelasanmu seperti itu. Aku memang jelek. Tetapi...,
kau akan kubuat lebih jelek daripada wajahku ini" sam-but orang itu
menggeram. "Namaku, Tidar Dan orang-orang menyebutku Raja Akherat"
Bukan hanya Rimang saja yang kelihatan terkejut.
Bahkan para tokoh sakti yang
berada di sana pun sampai terjingkat. Mereka memang sudah lama mendengar
tentang julukan Raja Akherat yang berasal dari golongan hitam. Seorang tokoh
yang sangat kejam dan tidak segan-segan menyiksa lawannya, sebelum mampus.
Lalu, untuk apa ia ikut sayembara ini? Sebelum ada yang membuat gerakan untuk
membuka pertarungan, seseorang berpakaian putih dengan sorban putih bangkit
dari duduknya. Ia langsung melenting, naik ke panggung.
"Ada apa, Ki Kelana?"
tanya Prabu Adiwarman.
"Maafkan hamba, Prabu
Yang Mulia.
Sesuai ketentuan sayembara
ini, maka Raja Akherat tidak berhak mengikuti sayembara," ucap laki-laki
bersorban putih dan berwajah lembut yang dipanggil Ki Kelana.
"Ha ha ha..."
Mendengar itu justru Raja Akherat yang tertawa.
"Mengapa seperti itu, ha?
Dalam setiap sayembara, tidak ada ketentuan yang berlaku seperti itu"
bentak Tidar alias si Raja Akherat.
Ki Kelana menoleh dengan
menyelidik.
"Maaf, ini sudah
ketentuan" tegas Ki Kelana.
"Banyak lagak"
dengus Tidar.
Mendadak saja si Raja Akherat
melesat ke arah Rimang. Tentu saja hal ini membuat si Cakar Harimau terkejut
sekali. Ia berusaha menghindar. Hanya itulah gerakan yang bisa dilakukan.
Namun, Raja Akherat terus memburunya dengan sebuah hantaman telapak tangan.
Lalu...Des "Aaa..."
Telapak tangan Raja Akherat bersarang telak di dada si Cakar Harimau dan ambruk
dengan tubuh hangus.
Orang-orang terkejut, termasuk
Andika. Sementara Ki Kelana menggeram, namun tetap dengan kelembutannya.
"Tak diperkenankan
mencabut nyawa di sini" desis Ki Kelana.
"Ha ha ha.... Pemenang
boleh melakukan apa saja.
Lebih baik kau turun saja dari
sini Bila memang kau ingin ikut dalam sayembara, lebih baik lawan aku"
tantang si Raja Akherat.
"Nama besar Raja Akherat
sudah lama kudengar sebagai orang yang kejam. Dan lebih baik..., heaaa" Ki
Kelana cepat mengempos tubuhnya ke atas, karena Raja Akherat sudah
menghentakkan tangan kanannya untuk melepas pukulan jarak jauh.
Wuttt...
Baru saja Ki Kelana mendarat,
Raja Akherat telah berkelebat disertai hantaman telapak tangan. Begitu cepat
gerakannya, sehingga....
Dess..
"Aaakh..." "Aku
tidak suka mendengar ceramahmu Lebih baik mampus" dengus si Raja Akherat,
begitu mendarat kembali. Seperti yang terjadi pada Rimang tadi, Ki Kelana pun
tak sempat berbuat banyak. Tubuhnya kontan terpental disertai jeritan kematian.
Begitu ambruk.
tubuhnya telah hangus.
"Ha ha ha..." Tidar
terbahak-bahak.
Para tokoh persilatan yang
berada di sana pun bangkit berdiri, melihat ketidak beresan yang terjadi di
panggung. Rasa kependekaran mereka terbangkit. Mereka langsung melesat ke atas
mengurus Tidar yang hanya terbahak-bahak.
"Aku tidak pernah suka
bila keinginanku diganjal Lebih baik kalian mampus semuanya" seru Tidar.
Seketika si Raju Akherat
memutar tubuhnya dengan hebat sambil menghentakkan tangannya.
Des Des Des
"Aaakh..." Tiga tokoh persilatan kontan jadi korban sambaran pukulan
jarak jauh yang dilepaskan Tidar. Sedangkan yang lain terus berusaha mengurung
dan mendesak, seperti tak mengenal takut.
Kini keadaan menjadi kacau
balau. Beberapa penonton pun mulai berjatuhan, terkena pukulan jarak jauh yang
dilepaskan Tidar. Keributan semakin menjadi-jadi. Mereka berusaha menyelamatkan
diri. Bahkan ada yang jatuh dan terinjak-injak.
Pendekar Slebor pun tak urung
menjadi geram melihat keadaan yang sudah menjadi ruwet seperti itu. Dia
Iangsung menoleh pada Danji.
"Kau selamatkan Putri
Permata Delima, Danji Manusia itu rupanya hendak memanfaatkan kesempatan, untuk
menguasai Keraton Pakuan" "Tetapi, bagaimana mungkin aku bisa
melakukannya?" tanya Danji bingung.
"Apalah yang akan kau
lakukan Lakukan saja" Begitu selesai dengan kata-katanya, Andika pun
melompat ke atas panggung.
Wuttt...
Seketika Pendekar Slebor
mengirimkan satu pukulan ke arah Raja Akherat yang sudah memukul jatuh beberapa
pengurung. Namun sebagai tokoh tingkat tinggi, Tidar langsung.merasakan adanya
sebuah angin panas ynng mengarah padanya. Maka cepat melompat ke samping,
sehingga luput dari serangan. Dan matanya kontan terbelalak ketika melihat
siapa yang menyerang.
"Grrh Anak ingusan mana
yang berani melawanku, hah?" geram Tidar sambil memperhatikan Andika yang
hanya nyengir saja.
Sementara para tokoh
persilatan yang masih seIamat cepat melompat turun panggung, seperti memberi
kesempatan pada pemuda berpakaian hijau dengan kain bercorak catur yang
tersampir di pundaknya.
"Grrr Monyet jelek mana
yang jadi tukang obat di sini, ya?" balas Andika.
Wajah si Raja Akherat merah
padam. Dan tanpa banyak kata lagi segera diserangnya Pendekar Slebor dengan
ganas.
Namun, Andika cepat
meliuk-liukkan tubuhnya, menghindari serangan. Sejak pertama kali melihat Tidar
menyerang dan membunuh Rimang, Pendekar Slebor sudah bisa menebak kalau sekali
gebrak si Raja Akherat ini akan mampu menghabisi Iawannya. Serangan itu sangat
keji, dan membuat yang diserang sering terjebak.
Makanya, saat meliuk-liukkan
tubuhnya, Andika tidak menjauh. Dia cepat melompat ke depan. Dan ternyata yang
diduga benar. Karena kalau menghindar ke belakang, serangan akan datang secara
beruntun.
"Bakekok, Monyet
Utan" ejek Andika.
Raja Akherat makin geram saja.
Sementara itu Prabu Adiwarman
dan Putri Permata Delima sudah diselamatkan Patih Jalalowe, sejak Raja Akherat
membunuh Ki Kelana. Patih itu sendiri keluar kembali, setelah memerintahkan
beberapa pengawal untuk menjaga Prabu Adiwarman dan putrinya.
Sedang Danji masih terpaku di
tempatnya. Ia memang tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya bisa memperhatikan
saja ketika Patih Jalalowe membawa masuk Prabu Adiwarman dan Putri Permata
Delima. Dan, masih sempat dilihatnya putri cantik itu meliriknya walau hanya
sekilas.
Di atas panggung, Raja Akherat
terus menyerang Andika dengan ganasnya. Namun dengan kelincahan dan ilmu
warisan dari Pendekar Lembah Kutukan, Pendekar Slebor bisa menghindarinya.
Meskipun berkali-kali tubuhnya
merasakan terpaan hawa panas.
Sementara Patih Jalalowe sudah
masuk ke panggung dengan keris pusaka terhunus. Begitu ada kesempatan, langsung
diserangnya Raja Akherat yang belum sempat menyerang Andika kembali.
Mendapati serangan-serangan
demikian, Raja Akherat sama sekali tak gentar. Bahkan dengan lincahnya
tusukan-tusukan keris Patih Jalalowe berhasil dihindarinya.
Pada saat yang sama pula para
pengawal Kerajaan Pakuan sudah naik ke panggung. Mereka langsung mengurung Raja
Akherat. Namun sekali Tidar alias Raja Akherat berkelebat, beberapa pengawal
itu harus beterbangan ke bumi, memuntahkan darah segar. Begitu ambruk di tanah,
nyawa mereka kontan melayang.
"Jaga Keraton Kalian
hanya membuang nyawa percuma" seru Patih Jalalowe, pada para pengawal yang
masih selamat.
Mendengar pcrintah itu, para
pengawal keraton segera turun. Mereka langsung berlarian, menjaga pintu
gcrbang. Sedangkan sebagian lagi masih berdiri di sana ilrngan tombak di tangan
yang siap dihunuskan.
Sementara itu, begitu mendapat
kesempatan, Andika berusaha mendesak Raja Akherat kembali dengan jurus-jurus
dari Lembah Kutukan. Namun tokoh hitam itu sangat tangguh. Diserang dari dua
jurusan pun masih tampak santai.
"Kalian hanya mengganggu
keinginanku saja" desis Tidar alias Raja Akherat.
Mendadak saja Raja Akherat
mengibaskan kedua tangannya ke atas. Lalu mulutnya komat-kamit.
Pendekar Slebor dan Patih
Jalalowe tak meneruskan serangan ketika melihat apa yang dilakukan si Raja
Akherat. Kening mereka berkerut, memandang heran.
Dan belum habis keheranan
mereka, mendadak saja tubuh Tidar terlihat menjadi dua.
"Ilmu siluman" seru
Patih Jalalowe terkejut. Lebih terkejut lagi ketika salah satu dari Raja
Akherat me nyerangnya.
"Tukang sulap yang bangun
kesiangan, nih" seru Andika, langsung menghindar pula dari serangan Raja
Akherat yang lain.
Sukar sekali untuk membedakan,
mana Raja Akherat ash, dan mana yang jelmaan. Karena keduanya berwajah mirip.
Bahkan sama-sama tangguh dan sama-sama kejam Iuar biasa.
Andika sendiri nampak
kewalahan menghadapi serangan dahsyat yang menimbulkan hawa panas dan ber-bau
busuk itu. Sebisanya tubuhnya berkelit terus menghindar. Bahkan sekali pun ia
tak diberi kesempatan untuk menyerang.
Begitu pula Patih Jalalowe.
Bahkan ia telah terkena pukulan berkali-kali. Keampuhan keris pusakanya
bagaikan kehilangan tenaga. Lebih menggiriskan lagi tubuhnya terhempas ke bumi
dalam keadaan hangus.
Sementara tubuhRaja Akherat
yang menyerangnya segera melesat ke arah keraton.
Tiga orang persilatan yang
masih berada di sana berusaha menghalanginya. Akan tetapi, maut pun segera
menjemput mereka. Begitu pula para pengawal. Sia-sia mereka mempertaruhkan
nyawa, karena hasilnya sia-sia.
Dan Raja Akherat pun dengan
leluasa masuk ke Keraton Pakuan. Tangannya melesat ke sana kemari dengan
ganasnya, menghancurkan apa saja yang nampak di matanya.
Sedangkan Raja Akherat yang
bertarung melawan Andika di atas panggung, terus menyerang dengan ganas.
Serangan-serangannya sangat
mematikan.
Andika sendiri sudah
menggunakan tenaga 'Inti Petir' tingkat kedelapan belas. Seluruh tenaganya
bertambah.
Di ringi seruan keras, pemuda
sakti dari Lembah Kutukan itu menderu ke arah Raja Akherat.
Tetapi, sesuatu yang
mengejutkan terjadi. Karena lugitu pukulan yang mengandung tenaga petir itu
melesat, Raja Akherat hanya mengangkat tangannya, seolah-olah menangkapnya.
Andika sangat terkejut.
"Gila Bisa mampus aku
kali ini" dengus Andika cepat menarik pulang serangannya, lalu cepat melenting
ke belakang, menghindari tangkapan tangan Raja Akherat. Ini benar-benar gila,
karena jarang orang yang berani menangkap tangannya yang mengandung kekuatan
'Inti Petir'"Rupanya kaulah yang berjuluk Pendekar Slebor, Anak Muda
Sayang, ilmu-ilmumu tak ada manfaatnya bagiku" ejek Raja Akherat.
Andika yakin kalau Raja
Akherat mengenalnya dari jurus yang baru saja dilakukan. Ilmu warisan Pendekar
Lembah Kutukan memang sangat dikenal beberapa puluh tahun yang lalu.
"Kalau kau sudah tahu,
kenapa kau tidak mencium pantatku, hah?" ejek Andika.
"Bangsat Nama Pendekar
Slebor akan mampus hari ini juga"
***
Sementara itu, Danji yang
melihat Raja Akherat yang satu lagi masuk ke Keraton Pakuan, segera berlari ke
samping keraton. Sebenarnya, ia tidak tahu seluk beIuk di keraton itu. Namun
bayangan akan kekasihnya yang terancam bahaya, membuat keberaniannya timbul.
Begitu di dalam, pemuda itu
mendengar suara ribut-ribut yang hingar bingar.
"Gila Manusia setan itu
sedang mengamuk Oh Bagaimana aku harus menyelamatkan Putri Permata
Delima?" gumam Danji.
Belum lagi Danji memikirkan
soal itu lebih lanjut, mendadak saja tanah yang berjarak tiga tombak darinya
terbuka. Lalu terlihat beberapa kepala pengawal Keraton Pakuan, dis usul Prabu
Adiwarman dan Putri Permata Delima.
"Putri" seru Danji
sambil mendekat.
Beberapa pengawal keraton
segera menghunus tombak.
"Jangan Dia temanku"
seru Putri Permata Delima.
Wajahnya yang tadi kelihatan
pias dan tegang, kini tersenyum. Tampaknya gadis ini melihat kekasihnya berada
di sana.
Para pengawal itu segera
menurunkan tombaknya.
Sementara kening Prabu
Adiwarman jadi berkerut. Ia merasa heran karena putri tersayangnya mengenal
pemuda berpakaian kampungan itu. Tetapi ia pun tidak mempedulikannya, karena
beberapa orang pengawal memintanya untuk segera cepat melarikan diri.
"Prabu Yang Mulia. Hamba
tahu tempat yang aman," kata Danji memberanikan diri.
"Di mana?" tanya
Prabu Adiwarman.
"Ikut hamba, Prabu."
Prabu Adiwarman melirik putrinya yang hanya menganggukkan kepalanya. Lalu bersama
sepuluh orang pengawal keraton, mereka pun melarikan diri ke tempat yang
dimaksud Danji.
Sedang di dalam. Raja Akherat
mengamuk habishabisan, menghancurkan apa saja yang di nginkannya.
Ketika tidak menemukan Prabu
Adiwarman dan Putri Permata Delima, tokoh sesat itu berlari keluar keraton.
"Hiaaa..." Sambil
berteriak keras kedua tangan Tidar mengibas ke depan, ke arah panggung. Wesss..
Terdengar suara deru angin
yang sangat keras.
Andika yang sedang dicecar
Raja Akherat yang satu lagi, melompat begitu mendengar teriakan dahsyat.
Tubuhnya cepat berputar dua kali sambil mengirimkan satu pukulan yang tepat
mengenai kepala Raja Akherat yang sedang marah-marah.
Wuutt...
Des Blarrr...
Kepala Raja Akherat itu pun
pecah. Sementara panggung itu berantakan menimbulkan ledakan keras, ketika
pukulan jarak jauh Raja Akherat yang pecah kepalanya melabraknya.
Sedangkan saat itu, Raja
Akherat yang satu lagi sudah bersalto dengan ringan keluar panggung, lalu
mendarat di tanah.
Andika yang merasa serangannya
berhasil mengenai sasaran, harus membelalakkan matanya. Ketika mayat Raja
Akherat yang dipukul kepalanya tadi mendadak saja Ienyap. Lalu, terlihat sebuah
sinar putih melesat ke arah Raja Akherat yang sedang berdiri gagah. Dan sinar
itu langsung masuk ke dalam tubuhnya.
"Ha ha ha... Jangan
terkejut, Pendekar Slebor Itu adalah salah satu ilmuku yang terdahsyat Ilmu
MeIayang Dua" Andika mendengus.
"Kau juga belum melihat
jurusku yang hebat, Monyet Jelek" seru Andika.
Lalu mendadak saja, Pendekar
Slebor menungging ke arah Raja Akherat. Dan....
Duuttt Andika berdiri tegak
kembali.
"Itu jurus 'Pendekar
Ganteng Kebanyakan Makan Ubi'" Ieceh Pendekar Slebor, seenaknya.
Wajah Raja Akherat merah
padam, seketika dia melompat menyerang kembali ke arah Andika dengan ganas.Pendekar
Slebor bukannya melayani, tapi justru melesat ke dalam keraton yang bagian
dalamnya sudah hancur. Ia mencari-cari sambil mendengar teriakan-teriakan Raja
Akherat memanggilnya.
Tetapi Andika tidak peduli.
Yang dipikirkannya hanyalah Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima.
Begitu tiba di dalam, Andika
tidak menemukan siapa-siapa.
Justru di peraduan Prabu
Adiwarman, terlihat sebuah lantai terbuka Dengan cepat Andika masuk dan menutup
lahtai itu kembali. Disusurinya lorong yang diyakini adalah jalan rahasia. Ia
pun yakin kaiau Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima sudah melarikan diri,
karena lorong itu berakhir di luar keraton.
Andika celingukan sejenak,
lalu melesat meninggalkan tempat itu. Yang penting sekarang, dia harus mencari
Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima.
***
Raja Akherat yang tidak
menemukan Pendekar Slebor menggeram marah. Tangannya tiba-tiba berkelebat ke
depan.Seketika terdengar suara bagai ledakan. Dinding bagian dalam hancur
berantakan.
"Ha ha ha..." Lalu
mendadak saja Raja Akherat terbahak-bahak keras, hingga tubuhnya
berguncang-guncang. Dia merasa kalau kini telah menguasai Keraton Pakuan. Lalu
dengan gagahnya tokoh sesat ini keluar, menatap mayat-mayat yang bergeletakan
dan puing-puing keraton ynng hancur.
"Ha ha ha... Kini
tercapailah keinginanku untuk menguasai Keraton Barat Tibalah saatnya bagiku
unluk menjadi raja di rimba persilatan ini" Suara Raja Akherat menggema di
pagi yang penuh darah
***
3
Angin bertiup semilir. Senja
sudah merayap, beranjak pada malam yang akan datang menyergap. Suasana remang
rcmang di sekitar Hutan Kaliamang, membual Pendekar Slebor menghentikan
langkahnya.
Begitu berhenti, pendekar
berjiwa konyol dari ta¬nah Jawa ini duduk mengambil sikap semadi, memulih-kan
jalan napas.
Setelah beberapa saat,
Pendekar Slebor pun men¬desah panjang. Aliran darahnya kini sudah berjalan
se¬perti biasa kembali.
"Gila Raja Akherat
ternyata sangat sakti Tetapi aku tidak akan membiarkannya menguasai Keraton
Pakuan.
Yang terpenting sekarang, mencari
Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima. Tetapi, oh Di manakah Danji berada
sekarang?" gumam Pendekar Slebor.
Andika berusaha
mengingat-ingat tentang Danji.
Tetapi ia merasa tidak melihat
Danji sejak pertarungannya dengan Raja Akherat.
Andika kembali mendesah.
"Kalau begitu, aku harus
kembali ke Keraton Pakuan besok untuk mencari mayat Danji. Atau..., sebenarnya
ia selamat? Kalau selamat, aku akan mencarinya sampai dapat." Pendekar
Slebor saat ini tidak bisa berbuat apa-apa.
Tubuhnya telah letih. Hingga
tanpa rerasa ia pun tertidur.
***
Sejak keberhasilannya
menguasai Keraton Pakuan, Kaja Akherat pun mulai mengundang para kerabatnya
yang rata-rata berasal dari golongan hitam. Sejak itu sepaik terjangnya makin
keterlaluan saja. Bahkan ia pun mulai menculik dara-dara perawan yang tinggal
di sekitar kekuasaan Keraton Pakuan. Juga menculik pemuda-pemuda tegap untuk
dijadikan pengawal sekaligus pelayannya.
Sudah tentu dengan berkuasanya
Raja Akherat, suasana di Keraton Pakuan sangat menyedihkan.
Kehidupan pahit dan sengsara
mulai dirasakan rakyat.
Terutama para dara perawan
yang dijadikan sebagai pemuas nafsu Raja Akherat dan beberapa kambratnya.
Pesta semalam s untuk diadakan
malam itu juga.
Di ringi tawa mereka dan jerit
tangis para dara perawan yang diperkosa. Sementara mayat-mayat yang
berge-lelakan, dibakar di halaman depan Keraton Pakuan.
***
Prabu Adiwarman menghela napas
panjang ketika mendengar cerita dari dua orang pengawal setianya yang
mcmata-matai keraton. Kini keadaan keraton benar-benar bagaikan neraka saja.
Kacau balau. Di bawah perintah Raja Akherat, kerajaan Keraton Pakuan
benar-henar di ambang kehancuran.
Prabu Adiwarman sangat
menyesali keadaan ini.
Sungguh tidak disangka, kalau
sayembara yang diadakannya berakibatkan seperti ini.
Apalagi bila mengingat,
kesaktian Raja Akherat benar-benar tinggi.
Padahal, baru kali ini ia
mendengar nama itu. Dan sekali mendengar dan melihat orangnya, telah
mengobrak-abrik Keraton Pakuan serta membunuh pemuda gagah yang ikut dalam
sayembara.
Prabu Adiwarman pun sudah
mendengar kalau Patih Jalalowe telah tewas di tangan Raja Akherat. Ah, bila
mengingat akan patih yang gagah perkasa dan setia mengabdi padanya itu, hatinya
menjadi sedih. Terbayang kembali bagaimana setianya dan sopannya perilaku Patih
Jalalowe.
Sementara Putri Permata Delima
hanya bisa menghibur ayahnya saja. Ia tahu apa yang dirasakan ayahandanya.
Meskipun hatinya merasa senang karena tak seorang pemuda pun yang mengikuti
sayembaran itu berhasil mempersunting dirinya, tetapi tetap saja sedih melihat
Keraton Pakuan kini dikuasai seorang tokoh hitam yang berilmu sangat tinggi.
Danji sendiri tidak berani
mendekati kekasihnya terang-terangan.
Karena, bisa diduga kalau
Prabu Adiwarman akan murka. Untung saja, Putri Permata Delima sendiri yang
selalu mendekatinya. Dan kini. mereka duduk berdua di muka gua, sementara
beberapa pengawal yang setia berkeliling menjaga segala kemungkinan.
"Kang Danji... Bagaimana
caranya Keraton Pakuan akan bisa kita kuasai lagi?" tanya Putri Permata
Delima dengan wajah murung.
Danji menggelengkan kepala.
"Aku juga tidak tahu,
Putri.... Mungkin. kita hanya bisa berharap. Mudah-mudahan Gusti Al ah akan
memberikan pertolongannya...,"sahut Danji lesu.
"Kalau begitu. selamanya
Keraton Pakuan akan dikuasai manusia-manusia jahat itu.
Oh Betapa mengenaskannya nasih
rakyat sekarang...." Keduanya terdiam. Tak ada yang bersuara, dicekam
pikiran masing-masing.
"Bagaimana dengan sahabat
barumu yang bernama Andika itu?" tanya Putri Permata Delima tiba-tiba.
Memang, selama perlarian ini,
Danji telah menceritakan tentang Andika pada Putri Permata Delima.
"Oh, Gusti.... Mengapa
aku baru teringat dia?" desis Danji sambil menepuk keningnya. "Kau
benar. Putri....
pemuda itu memang
berkepandaian tinggi. Tetapi, apakah ia belum tewas ketika bertarung melawan
Raja Akherat?" sambung Danji sambil mendesah.
Masih terbayang di benak
pemuda ini, bagaimana Andika menyuruhnya untuk menyelamatkan Prabu Adiwarman
dan Putri Permata Delima. Saat itu ia pun melihat tubuh Andika melenting ke
arah Raja Akherat yang sedang mengamuk.
Apakah Andika masih hidup?
"Mudah-mudahan ia masih hidup, Kang Danji...,' desah Putri Permata Delima.
"Yah. Meskipun sikapnya seperti urakan dan rada konyol, tetapi jelas
sekali kalau kesaktiannya c ukup tinggi, Putri.... Memang pemuda itu sangat
baik. Putri..." Belum lagi Putri Permata Delima menimpali, mendadak...
"Kutu busuk Kampret mati
Biang borok Kcnapa aku ditangkap begini, sih? sejak tadi sudah kubilang, aku
adalah salah seorang yang akan membantu Prabu Adiwarman" Terdengar suara
keras mengomel-ngomel. Tak lama tampak satu sosok tubuh berpakaian hijau muda
dengan kain bercorak catur di punggung tengah digiring di bawah todongan
senjata tombak. Sebenarnya, bisa saja pemuda yang tak lain Pendekar Slebor ini
melumpuhkan para pengawal. Namun tentu saja dia tak mau melukai perasaan Prabu
Adiwarman.
Tetapi empat orang pengawal
yang menggiringnya tidak mempedulikannya. Mereka teus mendesak Andika agar
melangkah ke arah gua Andika sendiri sejak semula memang bisa menerka.
kalau mereka adalah para
pengawal Keraton Pakuan yang menyelamatkan Prabu Adiwarman dan Putri Permata
Delima. Dan dia pun berharap kalau Danji berada bersama mereka.
Sementara Danji dan Putri
Permata Delima lang¬sung bangkit, begitu mendengar suara seperti orang
ma-rah-marah. Begitu melihat Danji langsung terkejut.
"Andika" teriak
Danji.
Andika nyengir lalu mengangkat
tangannya.
"Rupanya kau masih hidup,
hah?" desis Andika.
Lalu Andika menoleh pada
keempat pengawal.
"Nah Kalian lihat, kan?
Aku tidak berbohong, kan? Weee" kata Andika sambil menjulurkan lidahnya
kepada keempat orang itu yang kelihatan menjadi geram bercampur geli melihat
sikapnya.
Danji lantas menoleh pada
Putri Permata Delima.
"Putri..., pemuda itulah
yang bernama Andika. Lebih baik perintahkan para pengawalmu untuk
membebaskannya. Karena aku yakin, dia orang baik-baik," ujar Danji.
Putri Permata Delima sebentar
menatap Andika yang cengar-cengir.
Kemudian, kepalanya menoleh
pada keempat pengawal.
"Ia orang kita,"
kata Putri Permata Delima.
"Baik, Gusti
Putri...," kata salah seorang pengawal sambil menjura hormat. Segera
pengawal itu memberi tahu yang lain untuk melepaskan Andika. Sebagian pengawal
kemudian kembali ke tempat masing-masing untuk berjaga-jaga. Sementara pengawal
yang memerintahkan tadi masih berdiri di sana dengan mata waspada, Meskipun
dalam hati kecilnya dia yakin kalau pemuda ini tidak berbahaya.
Andika menoleh pada Putri
Permata Delima.
"Putri.... Namaku
Andika...," kata Pendekar Slebor, inemperkenalkan diri.
"Danji sudah banyak
membicarakan tentangmu," sahut gadis cantik putri penguasa Kerajaan Pakuan
ini.
Andika nyengir.
"Wah Kalau begini
caranya, gagal aku untuk mencuri perhatianmu," gurau Andika,
ceplas-ceplos. Lalu dia menoleh pada Danji. "He he he.... Kenapa wajahmu
memerah, Danji? Cemburu? Wah, nanti kau cepat tua" Danji gelegapan
disudutkan seperti itu. Sedangkan Putri Permata Delima hanya tersenyum saja.
Lalu diajaknya Andika masuk ke dalam gua.
***
Sambil memakan buah-buahan yang
dipetik dari pohon yang tumbuh di sekitar Hutan Kaliamang, Pendekar Slebor,
Danji, dan Putri Permata Delima bercakap-cakap.
Mereka duduk di salah satu
ruang gua yang cukup Iuas.
"Bagaimana keadaan
Keraton Pakuan. Andika?? tanya Danji. "Kacau Perbuatan Raja Akherat harus
segera dihentikan. Aku mendengar kabar, kalau ia telah memanggil beberapa
kerabatnya untuk membantu. Dan sudah tentu mereka bersedia melakukannya, karena
begitu banyaknya kemewahan dan kemudahan yang akan didapatkan. Dan yang lebih membuatku
dongkol, gadis-gadis yang tinggal di sekitar Keraton Pakuan mengalami nasib
memilukan. Mereka menjadi budak nafsu orang-orang kejam itu" papar Andika.
Suasana hening.
"Di mana Prabu saat
ini?" tanya Pendekar Slebor, memecah keheningan.
"Ayahanda sedang tidur.
Kasihan dia. Terlalu pusing memikirkan soal keraton," desah Putri Permata
Delima.
Andika tersenyum.
"Aku mempunyai sebuah
rencana yang mungkin bisa kita jalankan," ungkap Andika.
"Bagaimana?" tanya
Putri Permata Delima dan Danji bersamaan. Lalu keduanya saling pandang dan
tersenyum.
"Jadi iri aku melihat
keakraban kalian ini?" usik Andika, sambil cengengesan.
"Bagaimana dengan
rencanamu tadi?" tukas Danji berusaha mengalihkan perhatian.
"Mungkin, berita tentang
jatuhnya Kerajaan Pakuan sudah sampai ke beberapa kerajaan lainnya. Bila memang
Prabu Adiwarman mempunyai hubungan yang baik dengan kerajaan-kerajaan lain,
kita bisa meminta bantuan. Karena, menghadapi manusia kejam itu sungguh
sulit," jelas Andika.
"Apakah kau tidak mampu
melakukannya, Andika'" tanya Danji.
Andika terbelalak.
"Aku? Sendiri? He he
he.... Aku terlalu ganteng untuk mati muda. Tetapi, aku akan melakukan sekuat
tenaga.
Karena aku sendiri sudah
terlibat di dalamnya." Putri Permata Delima menahan senyum mendengar selorohan
Andika tadi.
"Aku akan membangunkan
ayahanda untuk membicarakan soal ini," kata Putri Permata Delima.
"Tidak usah. Biarkan
Prabu tidur. Nanti malam barulah kita kembali membicarakan soal ini."
***
Malam pun membedah alam.
Suasana dan sekitar gua di tengah Hutan Kaliamang sangat sunyi, terhalang oleh
pohon besar yang banyak tumbuh di sekitarnya.
Jarang orang yang tahu kalau
di hutan itu terdapat sebuah gua, tempat berlindung dari binatang buas, hujan,
dan ai gin yang keras.
Prabu Adiwarman tampak
mengangguk-angguk mendengar rencana Andika.
"Aku punya hubungan yang
baik dengan Prabu Srigiwarman, penguasa Kerajaan Labuan.
Tetapi, sebenarnya aku tidak
ingin melibatkannya dalam hal ini.
Mengingat, keadaan Kerajaan
Labuan sudah aman dan sentosa. Aku tidak ingin karena gara-garaku, maka
kerajaan itu akan porak poranda," papar Prabu Adiwarman sambil mengusap
dagunya. Wajahnya nampak lima tahun lebih tua dari usia sebenarnya.
Andika memperhatikan Prabu
Adiwarman dengan seksama. Dan dia melihat sinar lembut dan penuh kebijaksanaan
dari mata laki-laki setengah baya yang telah ditinggal istrinya untuk
selama-lamanya ini. Wajahnya begitu asri dan penuh pesona.
Senyumnya pun mengundang
kedamaian.
"Tetapi. Prabu. Keadaan
Kerajaan Pakuan sangat genting. Dan aku yakin, dalam waktu dua purnama saja,
seluruh kerajaan akan hancur lebur. Termasuk, rakyat yang akan menderita
kepanjangan." Prabu Adiwarman terdiam. Tampaknya. hatinya berat untuk
memutuskan apakah harus melibatkan Kerajaan Labuan atau tidak. Ia dengan Prabu
Srigiwarman memang bersahabat baik. Bahkan Kerajaan Pakuan pemah membantu
Kerajaan Labuan ketika diserbu para pemberontak. Meskipun masih menanamkan
budi, Prabu Adiwarman tetap tidak ingin melibatkan kerajaan itu dalam masalah
yang dihadapinya.
Tetapi seperti yang dikatakan
Andika yang dikenal sebagai Pendekar Slebor agaknya adanya bantuan memang
diperlukan. Karena Kerajaan Pakuan bisa porak poranda bersama berjayanya Raja
Akherat.
"Yah.... Memang tak ada
jalan lain. Lawan terlalu kuat," desah Prabu Adiwarman.
"Prabu setuju?"
tanya Andika, ingin meyakinkan.
"Yah.... Aku akan
mengutus dua orang pengawalku ke Kerajaan Labuan dan meminta bantuan dari Prabu
Srigiwarman." Terdengar desahan Iega dari tiga mulut.
"Dan kau, Andika,"
kata Prabu Adiwarman. "Bila memang tulus hendak membantuku, kuucapkan
terima kasih." "Hamba, Prabu. Hamba akan membantu sekuat tenaga.
Karena, perjuangan menuju kebenaran sangat berat. Banyak sekali aral rintang,
baik yang mudah maupun yang sangat sukar. Biar bagaimanapun juga, hamba akan
membela kebenaran." "Terima kasih," ucap Prabu Adiwarman sambil
memandang penuh kebanggaan.
Begitu pula Putri Permata
Delima dan Danji.
Keduanya begitu yakin kalau
Pendekar Slebor tidak akan membantu setengah-setengah. Meskipun sitatnya
sedikit konyol, tetapi persahabatan yang telah tercipta dalam suasana yang
genting ini, sudah membangkitkan kebersamaan.
"Hamba akan kembali
memata-matai Kerajaan Pakuan, Prabu. Biar...." "Haumm..."
Kata-kata itu terputus ketika terdengar suara auman harimau yang keras di luar
gua.
***
4
Serentak Andika dan Danji
berlari keluar. Karena memang pendekar digdaya. sudah jelas Andika yang tiba
lebih dulu di luar gua. Baru kemudian, Danji yang berlari terengah-engah.
Sementara Putri Permata Delima
menyuruh ayahandanya tetap berada di dalam. Termasuk dua pengawal yang segera
bersiap dengan tombaknya.
Hati Putri Permata Delima
sedikit risau. Karena begitu banyaknya masalah yang dihadapi, namun belum satu
pun yang berhasil dituntaskan. Dan kini di luar gua agaknya ada masalah lain.
"Permata...,"
panggil Prabu Adiwarman.
"Ada apa,
Ayahanda...," sahut Putri Permaia Delima, seraya menoleh, menatap ayahnya.
Prabu Adiwarman mendesah.
Putri Permata Delima melihat jelas kalau ayahandanya berada dalam kegelisahan.
"Ini semua gara-gara
ayahanda yang menginginkan kau mendapatkan suami orang gagah...." kata
Prabu Adiwarman sambil sekali lagi mendesah panjang. Matanya seperti
menerawang, menyesali peristiwa yang terjadi. Yang ada di benaknya bukanlah
diri dan keluarganya, melainkan nasib rakyat yang linggal di sekitar keraton.
"Sudahlah, Ayah. Semuanya
sudah terjadi. Tak ada yang perlu disesali lagi. Justru kita harus bangkit.
menyusun kekuatan baru untuk
merebut kembali tahta," hibur Putri Permaia Delima. meskipun disadari
kalau kejadian ini bermula dari sayembara itu. Tetapi gadis ini pun yakin kalau
Raja Akherat memang bermaksud jahat pada Kerajaan Pakuan. Adanya sayembara atau
tidak, tokoh sesat itu tetap akan datang dan melakukannya.
"Ah Kini sangat sulit
dipastikan, siapakah calon suamimu nanti?" desah Prabu Adiwarman sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Wajahnya yang bijaksana tampak sangat memikirkan
persoalan ini.
Sebenamya, ingin sekali Putri
Permata Delima mengatakan, kalau Danjilah yang dicintainya. Pemuda itu telah
menyelamatkan mereka di gua ini. Tetapi sudah tentu gadis ini tidak ingin
menambah beban di benak Ayahnya.
Dulu saja hatinya khawatir
kalau ayahnya akan malah dan jatuh sakit bila mengatakan bahwa dirinya sudah
mempunyai kekasih seorang pemuda desa.
Maka ketika Prabu Adiwarman
mengatakan hendak mengadakan sayembara Mungut Mantu, Putri Permata Delima hanya
menurut saja meskipun hatinya sedih bukan main. Dan berkali-kali dari atas
panggung besar itu, mata gadis cantik ini melirik kekasihnya yang kelihatan
gelisah, marah, juga sedih.
Tetapi sekarang semuanya sudah
berakhir. Dan Putri Permata Delima bisa selalu berada di sisi Danji. meskipun
masih harus berusaha menyingkirkan semua dugaan ayahnya. Dan, ia memang tidak
ingin menambah kegelisahan di hati ayahnya.
"Sudahlah, Ayah. Soal itu
tidak perlu dibahas sekarang. Karena masih ada waktu nanti..," hibur Putri
Permata Delima.
Prabu Adiwarman menatap
anaknya yang semata wayang. Seorang anak yang telah tumbuh menjadi dara jelita
dan bersikap layaknya seorang putri keraton. Berrkat kerendahan hatinya, Putri
Permata Delima amat disayangi rakyat Kerajaan Pakuan. Gadis ini dulu memang
sering berjalan-jalan ke pelosok desa di Kerajaan Pakuan, untuk melihat secara
langsung kehidupan rakyatnya. Hingga pada suatu saat dia bertemu Danji, di desa
yang dikunjunginya. Dan pertemuan yang singkat itu telah melahirkan benih-benih
cinta dalam hati kedua insan ini.
"Untungnya, dalam keadaan
seperti ini Ayah masih memiliki kau, Permata...," kata Prabu Adiwarman.
"Ayahanda ingat
ibunda?" tebak Putri Permata De lima. Prabu Adiwarman mengangguk.
"Yah, Ayah sangat
mencintainya. Karena itulah, Ayah tidak menginginkan mencari pengganti
ibumu...,' desah laki-laki setengah baya itu.
"Sudahlah, Ayah... Yang
terpenting sekarang, Ayah harus banyak beristirahat. Jangan terlalu memikirkan
setiap persoalan. Kita pun belum tahu, ada apa di luar gua ini sekarang?"
ujar Putri Permata Delima sambil tersenyum.
Kalau mau jujur, terkadang
Putri Permata Delima pun suka teringat pada ibundanya. Seperti, ketika
sayembara Mungut Mantu itu diadakan. Bila ada ibundanya, mungkin ia bisa
berlindung pada ibunya. Sehingga, sayembara itu ditiadakan. Karena, ia telah
mencintai Danji.
***
Di luar, seorang gadis
berwajah cantik bertubuh sintal dan berambut panjang tergerai tampak duduk di
punggung seekor harimau besar yang mengerikan. Sikap gadis itu begitu santai.
Tetapi, matanya menatap tajam pada lima pengawal Kerajaan Pakuan yang berdiri
seperti mengurungnya dengan tombak di tangan. Seperti halnya warna harimau itu
belang-belang, gadis itu pun mengenakan pakaian dengan kulit yang sama. Bagian
bahu sebelah kanan terbuka. Di punggungnya tampak sebilah pedang dengan
warangka dibalut kulit harimau.
Agaknya lima orang pengawal
Kerajaan Pakuan yang menatap dengan sikap waspada inilah yang membuat gadis itu
kelihatan jengkel.
Sementara, Andika hanya
menggeleng-gelengkan kepala.
"li h Ngeri melihat
tampang tungganganmu itu, Nona," kata Andika sambil mengangkat kedua
bahunya, memperlihatkan tampang bergidik. Padahal dalam hati, ia memuji
kecantikan dara jelita itu.
Gadis itu mendengus sinis.
"Apa pedulimu, hah?
Apakah kau ingin mampus dan menjadi santapan peliharaanku?" bentak gadis
itu sewot.
Andika tertawa.
"Bagaimana kalau aku yang
menjadi tungganganmu?" seloroh Pendekar Slebor keterlaluan, membuat Danji
tersenyum.
"Menjijikkan"
"He he he... cuma bercanda saja, kok. Nona manis, siapakah kau sebenarnya?
Apakah kedatanganmu ke sini untuk berkenalan denganku yang ganteng?" kata
Andika, kumat gilanya. Sikapnya seolah sudah lama mengenalnya.
Dan gadis itu sudah terbiasa
bercanda seperti itu.
"Hhh Pemuda konyol
Mengapa orang-orang berpakaian seperti orang Kerajaan Pakuan itu menghadang
perjalananku, hah?" seru gadis itu sewot.
"Aku tidak pernah
mengganggu siapa pun. Dan mengapa mereka bersikap marah begitu?" Andika
sadar kalau rupanya ada kesalah pahaman diantara gadis ini dengan para
pengawal. Maka kakinya segera maju beberapa tindak, mendekati salah seorang peJ
ngawal yang berpangkat paling tinggi.
"Tolong perintahkan agar
yang lainnya menurunkan tombak. Biar aku yang urus. Aku pengalaman dalam
mengurus gadis cantik seperti itu," bisik Andika.
Kata-kata yang diucapkan
Pendekar Slebor sebenarnya sangat pelan. Tetapi....
"Apa kau bilang tadi?
Menjijikkan" dengus gadis itu, yang ternyata mendengar bisikan Andika pada
pengawal tadi. "Baru kali ini aku bertemu pemuda konyol yang tidak tahu
malu" Andika tercengang. Bila ternyata gadis ini mendengar bisikannya,
ilmunya cukup tinggi. Siapa sebenarnya dia? Andika nyengir.
"Nona manis, siapakah
sebenarnya Nona ini?" tany Pendekar Slebor, seramah mungkin.
"Namaku Sari Ini
tungganganku, Belang" "Namaku Andika...." "Aku tidak peduli
namamu" bentak gadis itu "Yaaa," desah Andika malu hati.
"Minggir, aku ingin
melanjutkan perjalananku" "Oh. silakan. silakan.... Tetapi hati-hati
jangan sampai peliharaanmu itu menggigitku." Sebenarnya gadis yang mengaku
bernama Sari ini] tertawa geli dalam hati melihat sikap konyol pemuda di
hadapannya. Tetapi sudah tentu tidak ingin diperlihat kannya.
"Ayo, Belang Kita
tinggalkan orang-orang dungul ini" ujar Sari. Wuuuttt Harimau bernama
Belang itu seperti menghentikan kata-kata tuannya. Dengan gerakan ringan dia
melompat meninggalkan tempat ini.
Sementara Andika menggelengkan
kepalanya Pengawal yang berpangkat paling tinggi cepat men-ilekati Andika.
"Tuan Pendekar....
Bagaimana kalau ternyata gadis itu mata-mata dari Raja Akherat?" tanya
pengawal itu, gusar.
"Tidak, Kang Wirdoyo. Dia
hanyalah seorang gadis baik-baik. Kau lihat tadi. Kalau kau nekat..., wah
Auumm...crat Habis kepalamu ditelan peliharaannya Kau mau ditelan harimau yang
ganas itu, Kang Wirdoyo?" sahut Andika yang memang sudah mengenal pengawal
ini.
Wirdoyo tersenyum kecut.
Lalu Andika mengajak Danji ke
dalam, menemui Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima kembali.
"Siapa, Andika?"
tanya Putri Permata Delima, begitu melihat Pendekar Slebor dan Andika berjalan
menghampiri.
"Seorang gadis yang
menunggang seekor harimau besar," sahut Andika sambil duduk kembali.
"Hei? Sarikah
namanya?" tanya Prabu Adiwarman.
"Benar, Prabu."
"Hmm.... Dia adalah putri tunggal dari Ki Wirayuda, Penguasa Harimau. Ke
manakah perginya?" Andika mengangkat bahunya.
"Tidak tahu. Ia terlalu
galak untuk ditanya," sahut Pendekar Slebor.
"Ayahnya pernah
membantuku untuk mengembalikan harimau-harimau lepas ke Hutan Lawengan.
Sudahlah....
Seperti yang telah kita
rencanakan, aku akan mengutus dua orang pengawal ke Kerajaan Labuan. Suratnya
pun telah kusiapkan." "Kalau begitu, hamba akan pergi ke Keraton
Pakuan Barat, Prabu...." "Pendekar Slebor.... Terima kasih atas
bantuanmu." "Wah, wah... Tidak tepat kalau dikatakan membantu.
Karena, aku sendiri tidak suka
melihat perbuatan Raja Akherat yang sewenang-wenang seperti itu," kata
Pendekar Slebor, seraya bangkit berdiri.
Prabu Adiwarman diam-diam
memuji sikap pemuda yang nampak konyol ini. Lalu segera diperintahkannya dua
orang pengawal untuk segera berangkat kerajaan Labuan.
Sementara Andika sendiri sudah
melangkah ke luar gua. Di belakangnya, Danji mengantarkan sampai depan mulut
gua.
"Andika...,
hati-hati," ingat Danji.
Andika tersenyum.
"Justru tugasmulah yang
sangat berat, Danji," kata Andika, membesarkan hati sahabat barunya.
"Kenapa?"
"Karena..., kau harus menjaga Putri Permata Delima dan Prabu Adiwarman. Di
tanganmulah aku lebih yakin kau bisa menyelamatkannya," sahut Andika tanpa
maksud basa-basi.
"Kenapa kau berkata
begitu, Andika?" Andika tersenyum penuh arti.
"Hanya kau yang tahu
jawabannya, Danji. Tetapi, bukankah kau senang karena lebih bisa dan sering
ber-dekatan dengan kekasihmu?" seloroh Andika.
Danji hendak membalas
selorohan Andika, tetapi tubuh berpakaian hijau lumut itu sudah melesat cepat.
***
5
Seperti yang diduga Andika
sebelumnya, keadaan Kerajaan Pakuan sudah seperti neraka saja. Di salah mi tu
sudut tembok keraton, Pendekar Slebor mengawasi keadaan dari atas pohon asam
yang berdaun lebat.
Pendekar tampan ini melihat di
tengah-tengah halaman Keraton Pakuan terdapat sepuluh laki-laki tua yang harus
mati di ujung anak panah. Si pemanah berdiri di tangga keraton. Dia adalah
seorang laki-laki tinggi tegap, berusia kira-kira empat puluh lima tahun.
Pakaiannya berwarna hitam dengan ikat kepala berwarna merah. Wajahnya tirus.
Matanya memancarkan kekejaman.
Sikapnya tampak dingin.
Dalam sekali jepretan, sepuluh
anak panah sekaligus dilepaskan. Semuanya tepat mengenai sasaran.
Andika menggeram dalam hati
sambil mengepalkan tangannya. Hatinya benar-benar murka melihat
kese-wcnang-wenangan salah satu kerabat Raja Akherat.
Siapakah laki-laki berpakaian
hitam itu? Plok Plok Plok Mendadak terdengar suara tepuk tangan keras.
"Hebat Ilmu panahmu masih
sangat hebat, Songko" Dari tempat persembunyian, Andika melihat jelas
siapa yang bersuara bagaikan guntur itu. Siapa lagi kalau bukan Raja Akherat,
yang sedang duduk di sebuah kursi besar indah sepuluh tombak dari tangga
keraton. Dua orang gadis yang mengenakan secarik kain untuk menutupi dadanya,
dan sebuah kain terusan untuk menutupi perut hingga mata kaki, sedang mengipasi
tokoh sesat itu.
Kelihatan sekali kedua gadis
itu nampak sangat terpaksa. Wajah mereka begitu sedih, tetapi dipaksakan untuk
tetap tersenyum. Kalau tidak, mereka akan mendapat siksaan dari Raja Akherat
Sementara tiga orang gadis duduk bersimpuh dengan kepala tertunduk. Jelas
sekali kalau batin mereka sangat tersiksa. Di sebelah kanan Raja Akherat
berdiri seorang nenek bertubuh bongkok, terbungkus pakaian kuning keemasan.
Rambutnya digulung ke atas,
dihiasi sebuah tusuk konde dari emas. Di tangannya tergenggam sebatang tongkat
bengkok. Orang-orang rimba persilatan mengenalnya sebagai Kayu Seribu Laksa.
Namun nama aslinya adalah Nyai Surti.
Sementara di sebelah kiri Raja
Akherat, berdiri dua orang gagah yang bertelanjang dada. Kepala mereka gundul
kelimis. Bila diperhatikan seksama, jelas wajah satu sama lain mirip. Mereka
memakai celana pangsi warna hitam. Di pinggang masing-masing melingkar secarik
kain berwarna putih. Dalam rimba persilatan me¬ reka berjuluk Dua Kembar
Kepalan Batu. Tapi sebenarnya nama masing-masing adalah Srigunda dan Srigandi.
Merekalah orang-orang yang
ditunjuk oleh Raja Akherat untuk dijadikan pengawal. T ampak pula beberapa
pemuda desa yang dipaksa untuk menjadi penga¬wal.
Mereka berjajar gagah dengan
tombak di tangan. Mau tidak mau mereka harus menuruti perintah, bila tidak
ingin cepat mampus di tangan Raja Akherat.
Saat itu, pemanah yang
dipanggil Songko sedang tersenyum pada Raja Akherat.
Busurnya segera diselempangkan
di dadanya.
"Ha ha ha.... Saudara Tidar
hanya bisa memuji saja," kata Songko merendah, padahal kepalanya langsung
menjadi besar.
"Kau hebat, Songko Ilmu
panahmu sangat hebat. Tak sia-sia kau dijuluki Panah Iblis Dari Utara"
puji Raja Akherat terbahak-bahak.
Rupanya Songko yang berjuluk Panah
Iblis Dari Utara pandai menjilat. Ia tetap berkata dengan suara rendah,
meskipun dadanya semakin membusung.
"Itu berkat petunjuk lama
yang pernah kau berikan," kata Panah Iblis Dari Utara.
"Hak... hak.. hak.. . Tak
sia-sia kau kuajak bergabung Sebagai sahabat lama, sudah tentu aku akan menjamu
tamuku" seru Raja Akherat. "Pilihlah, gadis mana yang kau suka Lebih
mengasyikkan bila empat orang sekaligus" Sepasang mata Songko langsung
berkilat penuh birahi. Bibirnya tersenyum, namun lebih mirip seringai.
"Gairahku sejak tadi
sudah muncul begitu melihat tiga orang gadis itu, Saudara Tidar Dapatkan aku
memiliki mereka?" kata Songko.
Raja Akherat terbahak-bahak.
"Gadis mana pun juga
dapat kau miliki Hei, kalian gadis-gadis ayu Layani tuanmu Songko, dengan
permainan mengasyikkan dan tak dapat terlupakannya" ujar Raja Akherat
terbahak-bahak lalu kembali menoleh pada Panah Iblis Dari Utara. "Kini
mereka menjadi milikmu, Songko" 'Terima kasih." Songko bergerak
menuju pintu diiringi tiga orang gadis yang sejak tadi bersimpuh di sana.
Mereka hanya pasrah saja, tetap melangkah dengan kepala tertunduk.
Terbayang kembali, bagaimana
mereka akan dipermainkan di atas ranjang nanti. Kalau saja mereka mempunyai
kekuatan dan keberanian, sudah ditentangnya tirani yang menyakitkan ini Tetapi
tepat ketika Songko rnencapai pintu "Hauummm..." Terdengar suara
auman yang sangat keras, disusul berkelebatnya satu sosok jelita di atas
punggung harimau besar.
***
"Sari" desis Andika
dari atas pohon. "Mau apa gadis itu di sana?" Yang baru datang memang
Sari yang menurut Prabu Adiwarman adalah putri Ki Wirayuda, Penguasa Harimau.
Sebenarnya, gadis itu belum
mendengar kalau Kerajaan Pakuan s udah dikuasai orang-orang biadab. Ia baru
saja turun gunung, tempat tinggal Ki Wirayuda ayahnya Gunung Widara memang
cukup jauh dari ibukota kerajaan. Paling tidak, harus ditempuh dua minggu
dengan berkuda. Itulah sebabnya, Sari tidak tahu kalau keraton sudah dikuasai
Raja Akherat.
Sejak peristiwa tadi di Hutan
Kaliamang, hati gadis itu kesal bukan main. Dia heran, mengapa orang-orang
Kerajaan Pakuan mengurungnya? Bahkan bersikap tidak sopan. Malah ada yang sudah
mengangkat senjatanya.
Dan ini amat menjengkelkannya.
Itulah sebabnya, Sari merasa
harus mendatangi keraton. Dia ingin mencari tahu pada Prabu Adiwarman apa
sebabnya diperlakukan demikian. Karena ia tahu, hubungan ayahnya dengan Prabu
Adiwarman sangat dekat.
Bahkan sesekali ia suka
bertandang ke keraton bersama ayahnya. Tapi sekarang? Sari sangat terkejut
ketika melihat beberapa bagian dinding keraton telah hancur. Lebih terkejut
lagi ketika melihat mayat tergeletak dengan sebatang panah menancap di jantung
maising-masing.
Kening gadis ini pun berkerut,
melihat beberapa sosok tubuh yang tidak dikenal. Bahkan sangat asing.
Wajah dan tatapan mereka
mencerminkan suatu permusuhan. Tak seorang pun yang berada di sana dikenalinya.
Biasanya, bila ia datang, beberapa pengawal yang mengenalnya akan menyapa
dengan akrab. Bahkan langsung mengantarkan ke kaputren, tempat Putri Permata
Delima sering bermain di sana. Lalu Putri Permata Delima yang memanggilkan
ayahandanya, atau mengajaknya ke ruang berangin-angin Prabu Adiwarman.
Sari adalah seorang gadis yang
cerdas. Seketika dia bisa berpikir cepat dan menduga, kalau ada sesuatu yang
tidak beres telah terjadi di keraton ini. Seketika dia turun dari tunggangannya
dengan lincah.
"Hhh Rupanya kalian orang
baru di sini, ya?" tegur Sari dengan tatapan waspada.
"Ha ha ha..." Raja
Akherat tertawa ngakak sekeras-kerasnya sambil berdiri, begitu melihat siapa
yang muncul. Seorang gadis ayu berkulit kuning langsat. Kelihatannya, gadis itu
sedikit nakal. Pasti binal bila berada di ranjang. Begitu, pikir Raja Akherat.
"Ha ha ha.... Selamat
datang di keraton, Manis...." Meskipun heran melihat sambutan yang bernada
membujuk, Sari tetap tenang.
"Aku ingin bertemu Prabu
Adiwarman" kata gadis itu, ketus.
"Ha ha ha.... Silakan
masuk kalau begitu. Beliau pasti sangat suka menerima kedatanganmu"
"Kalau memang berada di dalam, mengapa kursinya kau duduki, Jelek?" sindir
Sari.
Wajah Raja Akherat memerah.
Birahinya semakin bergejolak. Dadanya bergetar hebat melihat mangsa yang
menurutnya sangat empuk dan mengasyikkan.
"Ini kursi yang lama.
Sedangkan Prabu memiliki yang baru. Jadi..." "Jadi..., kau manusia
busuk yang menjilat, ha? Bahkan telah menghancurkan Kerajaan Pakuan?"
cecar Sari yang kini sadar, mengapa sikap para pengawal keraton yang ditemuinya
tadi kelihatan begitu tegang.
Semakin memerah wajah Raja
Akherat. Semula gadis ini ingin dibujuk, biar mudah masuk dalam perangkapnya.
Tetapi sekarang, sikap gadis
itu justru membuatnya marah.
Tetapi, amarahnya masih
berusaha ditahan. Karena paling tidak, menurutnya akan lebih mengasyikkan bila
gadis itu menyerahkan diri saja, dan mau menuruti seluruh kehendaknya.
"Manis.... Lebih baik kau
ikut bergabung denganku Prabu Adiwarman sudah mampus dan entah di mana mayatnya
sekarang Ketahuilah. Akulah orang yang menguasai Kerajaan Pakuan sekarang
ini" "Phuih..." Sari membuang ludahnya ke tanah. Hatinya semakin
yakin, kalau keadaan Kerajaan Pakuan memang berada di ambang kchancuran. Apakah
ini ada hubungannya dengan sikap para pengawal di hutan sana? Sari pun yakin,
kalau para pengawal tidak mcngenalnya. Mungkin, mereka lebih scring menjaga
berkeliling, sehingga tidak mengenalnya.
"Cui ih Lebih baik kau
minggat saja dari sini Tahta Kerajaan Pakuan tak pantas kau duduki" desis
Sari.
Raja Akherat yang bernama asli
Tidar ini hanya terbahak-bahak dengan suara nyaring.
"Aku menyukai gadis
pemberani sepertimu" "Manusia tak tahu malu" bentak Sari.
"Ha... ha.. ha. .
Baiklah.... Kita lihat sekarang, apakah kau memang patut disebut gadis
pemberani?" Lalu tangannya menunjuk sepuluh pemuda desa yang dijadikan
pengawal. "Tangkap gadis itu" Serentak para pemuda ini berlompatan
mengurung Sari.
"Raja Pengecut Apakah kau
tidak punya nyali untuk turun tangan menangkapku, hah?" bentak Sari.
"Ha... ha.. ha.. . Aku
ingin melihat kepandaianmu, Manis. Bila memang kau bisa mengalahkan mereka, kau
sudah lulus ujian pertama untuk menjadi pendampingku" leceh Tidar.
"Phuih" Sari
membuang ludahnya lagi.
"Tangkap gadis itu"
Bagaikan kerbau dicucuk hidungnya, atau mungkin karena rasa terpaksa. sepuluh
pemuda itu segera mengangkat senjata dan menyerang Sari dengan gencar.
"Kalian pemuda-pemuda
tidak punya nyali" dengus gadis itu sambil menghindari setiap serangan.
Tiba-tiba tubuh gadis itu
berkelebat cepat bukan main. Tangan dan kakinya bergerak ke sana kemari,
menghantam para pemuda itu.
Duk Des "Aaakh..."
Dalam waktu yang singkat saja kesepuluh pemuda itu bergeletakan pingsan. Plok
Plok Plok Melihat hal ini Raja Akherat malah bertepuk tangan.
"Bagus, bagus
sekali" "Mengapa kau masih duduk di situ, ha?" bentak Sari.
"Raja Akherat Biar
kubereskan gadis cerewet ini" Tiba-tiba terdengar suara keras dari mulut
Panah Iblis Dari Utara. Begitu kata-katanya habis, tubuh Songko sudah melayang
deras ke arah Sari. Memang dia tadi merasa terganggu. Karena sebelumnya sudah
terbayang di benaknya kalau akan menikmati pemberian Raja Akherat yang memang
telah membuatnya tidak sabar. Maka tak tanggung-tanggung, langsung
dilancarkannya sebuah serangan berbahaya.
Tetapi mudah sekali Sari
menghindar dengan mengegoskan tubuhnya ke kanan. Panah Iblis Dari Utara jadi
terkejut. Sekali lagi serangannya diulangi. Tetapi tetap saja dia gagal
menyentuh bagian-bagian tubuh Sari yang bisa meliuk-liuk indah.
"Hhh Rupanya kau hanya
besar mulut saja" ejek Sari.
Songko semakin geram. Dalam
hal ilmu tangan kosong, laki-laki bertampang tirus ini memang tidak terlalu
tinggi menguasainya. Tetapi dalam ilmu memanah, hanya dialah yang paling
tangguh Kembali Panah Iblis Dari Utara mencoba terus mendesak gadis itu. Namun
demikian, lincah sekali Sari menghindar.
"Bosan aku dengan manusia
busuk sepertimu, Belang Ajar adat manusia busuk itu" seru Sari.
Mendadak saja Sari bersalto ke
depan, ke arah Raja Akherat. Sementara harimau besar yang sejak tadi diam saja
sambil menatap.nyalang pada Songko, kini mengaum keras. Diterjangnya Panah
Iblis Dari Utara dengan cakar dan taring-taringnya yang tajam.
Songko terkejut melihatnya.
Tubuhnya cepat berkelit dan melepaskan satu tendangan. Wuuuttt..
Mengejutkan Karena, si Belang
bagai mengerti kalau perutnya terancam tendangan. Mendadak saja tubuhnya
bergerak merunduk, bagaikan sedang menghindari serangan. Lalu kaki kanan bagian
depan mengibas. "Hei ittt" Songko mendengus kaget dan melompat.
"Gila Harimau siluman
rupanya" Si Belang memang telah lama dilatih Ki Wirayuda, ayahnya Sari.
Dan sejak kecil pula, harimau itu sudah menjadi teman bermain Sari. Secara
naluri, Belang tahu kalau lawan akan menyerang dan bagaimana harus menghindar.
Sementara Sari yang meluncur
ke arah Raja Akherat, sudah mencabut pedang di punggungnya. Dia yakin,
laki-laki bertampang menyeramkan itulah yang menguasai orang-orang ini. Dan
belum sampai Sari mengebutkan pedangnya, tangan Raja Akherat sudah terangkat ke
atas sambil menghentak.
Wesss. .
Desss..
"Aaakh..." Sari
mengeluh tertahan ketika merasakan dadanya bagai dihantam sebuah godam yang
sangat kuat.
Tubuhnya terpental meluncur ke
belakang, dan ambruk ke tanah.
Sari berusaha bangkit sambil
menahan rasa sakit.
Dan ketika baru saja
berdiri.... "Hoekh..." Sari muntah darah.
"Ha... ha.. ha.. "
Raja Akherat tertawa terbahak-bahak. "Lebih baik kau menurut saja apa yang
kuinginkan, Manis? Daripada terluka...?' Tatapan Sari meruncing, penuh amarah
bergejolak dalam dada.
"Cuih Biarpun aku sudah
mati, tak sudi kuberikan mayatku kepadamu, Manusia Busuk" Raja Akherat
memandang sambil tertawa lebar.
"Aku sangat suka dengan
gadis pemberani sepertimu, Manis... Sangat suka. Tetapi, yakinlah. Aku akan
mendapatkanmu sebentar lagi." Meskipun merasakan kesakitan, Sari tidak
pedulikan.
Ia pantang menyerah dan tidak
mengenal takut.
"Hiaaa..." Disertai
teriakan keras, Sari menyerang lagi.
Tubuhnya meluruk, dengan
pedang di tangan terhunus ke arah Raja Akherat yang terbahak-bahak. Begitu
tubuh Sari sudah dekal, kembali Raja Akherat mengangkat tangan kanannya sambil
menghentak.
Wesss. .
Serangkum angin serangan
meluncur, mengancam Sari. Dan.... Des "Aaakh..." Tubuh Sari kembali
terhuyung ke belakang disertai keluhan kesakitan.
begitu angin serangan
menghantamnya.
"Hoekh..." Lagi-lagi
Sari memuntahkan darah segar, walaupun tubuhnya belum ambruk.
Raja Akherat tertawa, melihat
gadis itu masih terhuyung-huyung. Tanpa rasa kasihan sedikil pun, kembali
tangannya terangkat dan dihentakkan. Lalu....
Wesss Sekali lagi sebuah
hantaman tak terlihat meluncur.
mengancam keselamatan Sari.
Namun sebelum serangan itu mencapai sasaran, tiba-tiba berkelebat satu sosok
bayangan hijau yang langsung menyambar tubuh Sari, sehingga serangan itu luput
dari sasaran.
Dua kali sosok itu berputaran
di udara, lalu mendarat ringan sepuluh tombak dari Raja Akherat agak ke samping
kanan."Masa' laki-laki bertampang monyet seperti itu, beraninya melawan
seorang gadis?" leceh pemuda berbaju hijau muda yang menangkap tubuh Sari
tadi.
Sementara itu Sari sudah duduk
bersemadi, untuk mengembalikan tenaga dan memulihkan rasa sakit di dadanya.
Dan bila sejak tadi Raja Akherat
hanya santai saja sambil terbahak-bahak, tetapi begitu melihat sosok pemuda
berpakaian hijau, seketika dia langsung berdiri.
Seolah, ada kalajengking yang
menyengat pantatnya. Tatapannya nyalang, ke arah pemuda yang tak lain Andika
alias Pendekar Slebor.
"Keparat Berani benar kau
mengantarkan nyawamu, hah?" bentak Tidar dengan napas mendengus-dengus.
"Keparat Berani benar kau
mengantarkan muka monyetmu itu, hah?" Andika balas membentak meniru Raja
Akherat. Sifat konyolnya mulai kumat lagi.
Raja Akherat sudah tidak bisa
menguasai marahnya lagi.. "Kalau waktu itu aku gagal membunuhmu, sekarang
kau harus mampus" Bertepatan dengan itu, kedua tangan Raja Akherat
mengibas ke muka.
Wesss. .
Dua rangkum angin besar begitu
deras menuju ke arah Pendekar Slebor.
Andika yang sudah menduga akan
hal itu, cepat mengempos tubuhnya ke samping kanan. Dan angin besar itu terus
meluncur, menghantam sebuah pohon yang tumbuh di sana.
Blarrr...
Krakkk...
Seketika pohon itu tumbang,
dalam keadaan hangus.
"Wah, wah.... Ki Maja tak
perlu cari arang jauh-jauh kalau mau bakar satenya. Bagaimana kalau kupinjam
tanganmu untuk buat arang lagi?" ejek Andika, ketika melirik pohon yang
jadi sasaran pukulan Raja Akherat.
Raja Akherat mendengus geram
melihat kelakuan Pendekar Slebor.
Bukannya gentar melihat hasil
pukulannya, pemuda itu malah melecehkannya.
"Dua Kembar Kepalan Batu
Perlihatkan tekadmu untuk mengabdi kepadaku" desis Raja Akherat, tak ingin
buang-buang tenaga.
Bersamaan dengan itu, Srigunda
dan Srigartdi melesat ke depan. Beberapa kali mereka membuat putaran di udara,
lalu hinggap tak jauh di depan Andika dengan tatapan dingin. "Wah, wah....
Aku jadi malu hati nih. karena rambutku gondrong" ejek Andika langsung.
Tetapi Dua Kembar Kepalan Batu
sudah menyerang ganas. Kepalan tangan mereka benar-benar sekeras batu.
Karena begitu berkelebat dan
memukul, terdengar angin keras menderu-deru.
"Hei ittt Hati-hati
dengan kepala kalian Kalau kupegang, kan rasanya seperti memegang... he...
he...
he...," kata Andika
sambil melenting, dan berusaha men-jitak kepala Dua Kembar Kepalan Batu.
Begitu mendarat di tanah,
Pendekar Slebor langsung berbalik. Tubuhnya meluruk ke arah dua manusia gundul
itu disertai sambaran tangannya. Plak Plak Mantap sekali tepakan tangan Andika
mendarat di kepala Srigunda dan Srigandi yang licin tandas. Kontan keduanya
semakin marah. Saat itu juga mereka membalas serangan dengan lebih gencar.
mengarah pada bagian-bagian tubuh Andika yang mematikan.
Pendekar Slebor terus
menghindar dengan segala kelincahannya. Tapi bisa dirasakan, kalau tenaga kedua
lawannya sangat kuat. Dan yang membuatnya sejak tadi harus berpikir, sikap Dua
Kembar Kepalan Batu tak ubahnya bagaikan mayat hidup yang bisa dikendalikan.
Gerakan-gerakan mereka
bukanlah gerakan lentur yang lincah, tetapi kaku penuh tenaga mematikan.
Lebih dahsyat lagi, Dua Kembar
Kepalan Batu dapat menyerang seiring, dan terkadang pula bergantian dengan
jurus sama.
Andika sendiri lama kelamaan
harus berpikir pula.
Karena kedua lawannya tidak
memberi kesempatan sedikit pun. Bahkan terus mencecarnya.
Pukulan, tangkisan, dan
tendangan Pendekar Slebor sendiri tidak dirasakan kedua lawannya. Entah ajian
apa yang dimiliki Dua Kembar Kepalan Batu. sehingga pukulan sekeras apa pun tak
dirasakan.
Dua Kembar Kepalan Batu terus
menyerang ganas dengan pukulan dan tendangan yang sangat cepat. Sementara
Andika sendiri mulai mempergunakan kelincahannya, melangkah dari satu tempat ke
tempat lain dengan ilmu warisan Pendekar Lembah Kutukan.
Mendadak saja tubuh Pendekar
Slebor melangkah demikian cepat dari satu tempat ke tempat lain. Ketika
Srigunda menyerang ke arah kepala, Pendekar Slebor merunduk. Tetapi Andika
harus segera melompat, karena sambaran kaki Srigandi sudah menyambarnya.
Dan memang itulah yang
ditunggu. Karena begitu kaki Srigandi menyambar, Andika langsung melompat ke
arah Srigunda yang siap menyerang pula. Seketika Pendekar Slebor menghentakkan
kedua tangannya dengan jurus 'Guntur Selaksa'.
Wesss. .
Srigunda terkejut ketika
merasakan angin keras menderu ke arahnya. Dicobanya untuk memapak, tetapi
lerlambat. Dan....
Desss..
Tubuh Srigunda terhuyung ke
belakang. Pukulan Guntur Selaksa' yang dilepaskan Andika memang tepat mengenai
dada. Tetapi, sedikit pun tak terdengar pekikan.
Seolah-olah dia tidak
merasakan apa-apa.
Andika jadi heran melihatnya.
Dan dia hanya bisa mendengus dalam hati.
***
Sementara saat ini, Belang
masih terus menyerang Songko dengan ganasnya. Cakar dan taringnya yang tajam
menjadi ancaman bagi Panah Iblis Dari Utara.
Songko sendiri hampir-hampir
tak bisa percaya kalau harimau itu ternyata bisa menguasai jalannya
pertarungan.
Memang secara naluri, harimau
itu seperti telah biasa menghadapi sebuah pertarungan. Dan kini mendadak saja
Songko melompat ke belakang, sambil melepas selempang busur panahnya.
Sementara, Belang sedang bersiap-siap menerkam. Dengan cepat Songko mencabut
lima buah anak panahnya, seraya memasang pada busur. Direntangkannya tali
busur, dan anak panahnya siap meluncur.
Ajaib Kali ini Belang tidak
segera menyerang. Na lurinya mengatakan, lawan kali ini sangat kejam. Songko
sendiri yang menunggu diam-diam, merasa keheranan.
Mengapa harimau itu tidak
menyerangnya juga? Lalu mendadak saja, Panah Iblis Dari Utara mele paskan anak
panahnya yang meluncur deras ke arah Belang.
Set Set Belum juga anak-anak
panah mencapai sasara mendadak melompat satu sosok bayangan menyongsong.
Trang Trang Trang Trang Trang
Lima buah anak panah yang dilepaskan Songko berhasil ditepis sosok bayangan
yang langsung berdiri di depan Panah Iblis Dari Utara. Sosok itu adalah Sari
yang tenaganya sudah pulih.
"Belang Beristirahatlah
Biar manusia ini bermain-main denganku" ujar Sari.
Begitu habis kata-katanya,
Sari langsung menerjang ke arah Songko dengan kelebatan pedangnya. Pada saat
Sari melihat pemuda yang menolongnya sedang bertarung melawan dua orang
berkepala gundul, sejenak ia ingat.
Memang, pemuda itulah yang
dijumpainya dua hari yang lalu di depan gua, di Hutan Kaliamang.
Songko di daerahnya dijuluki
Panah Iblis Dari Utara.
Sehingga tak heran kalau dia
begitu mudah melayani kibasan pedang dengan luncuran anak panahnya yang cepat
bagai kilat. Sari sendiri pun harus menghentikan serangannya, kalau tidak ingin
sepuluh anak panah itu mengenai salah satu bagian tubuhnya.
Mendapat kesempatan, dengan
bertubi-lubi Songko terus melepaskan anak panahnya yang herjumlah sangat
banyak. Sementara Sari pun terpaksa dengan kalang kabut menghindari sambil
menangkis Pada satu kesempatan putri Ki Wirayuda itu melihat Songko mengambil
sebuah anak panah yang diujungnya terdapat kain kecil seperti bantalan. Naluri
gadis ini mengatakan kalau anak panah yang dilepaskan Panah Iblis Dari Utara
sangat berbahaya.
Wuuuttt...
Maka ketika anak panah itu
melesat, Sari tidak berani menangkisnya. Seketika tubuhnya melenting ke atas,
sehingga luncuran anak panah lewat di bawah kakinya.
Duaaarrr Dugaan gadis itu
ternyata benar. Begitu anak panah tadi menghantam dinding yang memagari halaman
keraton, terdengar ledakan keras menggelegar. Dinding itu pun seketika hancur.
Sari menghela napas lega.
Kalau saja tadi panah itu dipapaki. tentu bisa berakibat sangat parah.
Bisa-bisa tubuhnya akan hancur berantakan termakan anak panah itu Sementara
Belang yang melihat tuannya dalam bahaya, langsung menerjang dengan aumannya
yang keras. Songko yang tak menduga jadi terkejut setengah mati. Apalagi, ia
kalah cepat untuk memasang anak panahnya. Maka sebisanya tubuhnya menghindar ke
kiri.
Namun bertepatan dengan itu,
Sari sudah melesat cepat sambil membabatkan pedangnya. Dan....
Cras "Aaakh..."
Ujung pedang gadis ini menggores paha kanan Panah Iblis Dari Utara Laki-laki
itu kontan menjerit tertahan.
Tampak darah telah merembes
dari celananya.
"Belang Hajar dia dari
belakang Jangan beri kesempatan dia mempergunakan panah" ujar Sari,
berteriak.
Seperti mengerti yang
diperintah tuannya. si Belang pun melompat menerkam. Dan Songko pun harus
mati-matian menyelamatkan selembar nyawanya.
***
Sementara itu, Nyai Surti
alias si Kayu Seribu Laksa sudah tidak sabar melibat Srigandi dan Srigunda
belum juga mampu menjatuhkan Pendekar Slebor. Dalam pandangannya yang sudah
berwarna kelabu, bisa terlihat kalau dada bagian dalam Srigunda sudah remuk.
Perempuan tua itu memang tahu,
Dua Kembar Kepalan Batu memiliki ajian yang dinamakan 'Mati Rasa'. Tetapi ia
juga tahu, kalau Srigunda tidak akan mampu lagi bertahan lebih lama Ajian 'Mati
Rasa' memang sangat mengerikan sebenarnya bagi pemiliknya. Karena, si pemilik
tidak akan bisa mengetahui, bagian mana yang telah terluka. Baik di luar maupun
di dalam tubuhnya.
"Hiaaa.." Disertai
teriakan membahana. Nyai Surti melesat ke arah Pendekar Slebor dengan ayunan
kayunya yang cepat, menimbulkan suara mendesir-desir.
Andika yang sedang mencecar
Srigunda. terpaksa harus menarik serangannya. Ayunan tongkat kayu Nyai Surti
harus dihindarinya, kalau tak mau tubuhnya hancur.
"Wah, wah... Rupanya
nenek peot macam kau ini genit juga, ya? Tetapi, maaf, Aku tak sudi disentuh
tanganmu yang keriput" seloroh Pendekar Slebor, langsung bersal o ke
belakang.
"Nama Pendekar Slebor.
telah sampai ke telingaku ini" kata si Kayu Seribu Laksa garang. "Aku
ingin tahu kehebatannya" Begitu gema suaranya hilang, pcrempuan tua itu
kembali berkelebat dengan sabetan tongkatnya yang dahsyat.
Sementara Sari yang sedang
menyerang Songko, mendengar kata-kata nenek berkonde emas tadi. Dan diam-diam
gadis ini terkejut.
Pendekar Slebor? Oh Pemuda
inikah yang sering dibicarakan ayahnya? Diakah tokoh pendekar yang selalu
membela kebenaran? Sungguh, seringkali Sari mendengar cerita tentang Pendekar
Slebor dari ayahnya Namun yang tak pernah disangka, ternyata Pendekar Slebor
seorang pemuda konyol yang dijumpainya di depan gua sana. Dan tadi, pendekar
itu telah menolongnya "Kehebatannya atau kegantengannya? Kau pura-pura ya,
Peot" ejek Andika pula sambil tertawa. "Tetapi, maaf Aku tak sudi
disentuh tanganmu Kambing yang sudah diberi obat perangsang pun enggan
membiarkan tubuhnya kau sentuh" Si Kayu Seribu Laksa semakin geram
mendengar ejekan-ejekan Pendekar Slebor terasa pedas di telinga.
Maka begitu tubuhnya melesat,
tongkat kayunya langsung diputar-putar dengan gerakan dahsyat. Begitu cepatnya,
membuat tongkat itu berubah menjadi seribu.
Kini giliran Andika sendiri
yang sekarang kalang kabut. Bahkan Srigandi dan Srigunda telah menyerang pula.
"Gawat, aku bisa mampus" desis Pendekar Slebor, seraya melirik Raja
Akherat yang kelihatan geram bukan main.Andika terus mempergunakan
kelincahannya dalam menghindar. Tetapi semakin lama terasa kalau ruang geraknya
semakin tertutup. Dan mendadak saja Pendekar Slebor melompat ke belakang,
sambil mencari kainnya yang bercorak catur. Begitu kain tertarik, langsung
dikebutkannya ke depan.
Bet Bet Bet Terdengar suara
meledak-ledak yang kuat sekali. Dari sini para tokoh sesat itu yakin, kalau
kain yang dipergunakan Pendekar Slebor bukanlah kain sembarangan. Maka dengan
serentak mereka menarik serangan.
Mendapat kesempatan, Andika
balas menyerang.
Nyai Surti dan Srigandi bisa
melihat kalau sasaran yang dituju Andika adalah Srigunda. Maka sebisanya keduanya
merapat untuk membela Srigunda yang kewalahan menghadapi serangan kain catur
milik Pendekar Slebor.
"Kenapa jadi rapat
begitu, ya? He he he.... Rupanya si Gundul ini masih bernafsu juga denganmu,
Nenek Peot" ledek Andika sambil terus mencecar. "Atau..., kau yang
memang genit, hah?" Semakin marah si Kayu Seribu Laksa. Maka kembali dia
menerjang dengan sambaran tongkatnya. Dan sekali-kali dia berusaha menghalangi
serangan Pendekar Slebor pada Srigunda.
Dengan senjata kain itu,
Andika sedikit banyaknya bisa menguasai pertarungan sekarang. Karena, Nyai
Surti malah jadi repot sendiri. Di samping menyerang dan membela diri,
perempuan tua ini juga harus membela nyawa Srigunda.
"Kayu Seribu Laksa Biar
aku yang menjaga Kakang Srigunda" terdengar suara Srigandi untuk pertama
kalinya.
Suaranya cempreng tidak sesuai
tubuhnya yang kasar.
"Ha... ha.. ha. ."
Andika sampai terbahak-bahak.
"Kau lebih pantas menjadi
sinden, Gundul" ejek Pendekar Slebor.
Tar Blarrr...
Berkali-kali dua senjata
pusaka itu beradu, menimbulkan suara ledakan keras. Kayu di tangan si Kayu
Seribu Laksa membabi-buta menyerang. Sementara kain pusaka milik Andika
berkali-kali melilir dan mencoba menariknya.
Tetapi dengan kelenturan
tenaga dalam yang dimiliki.
perempuan tua itu berhasil menarik
pulang senjatanya.
Memang patut diakui. kalau
wanita setua Surti memUiki kepandaian sangat tinggi.
"Chiaaa..." Dan
mendadak saja si Kayu Seribu Laksa memekik keras, sambil melejit telah siap
dengan jurus 'Kayu Me-mangsa Anjing'. Gebukan tongkat kayunya lebih dahsyat.
Andika dapat merasakan kalau
lawannya kini telah melipat gandakan tenaga dalamnya.
"Uts.. " Andika
cepat bergerak demikian cepat menghindari serangan si Kayu Seribu Laksa.
Tubuhnya melompat kesamping dan langsung bergulingan. Namun begitu bangkit
berdiri. Raja Akherat diam-diam sudah menghentakkan tangannya melepas pukulan
jarak jauh.
Wesss. .
Desss..
"Aaakh..." Andika
kontan terlempar beberapa tombak ke belakang begitu pukulan jarak jauh Raja
Akherat mendarat di punggungnya.
"Aku bosan melihat kalian
masih bermain-main perti itu" geram Raja Akherat seraya melesat kearah
Pendekar Slebor yang berusaha bangun.
Pendekar Slebor merasakan
dadanya sakit luar biasa.
Meskipun begitu, bukan Andika
kalau tidak mengejek.
"Rupanya gelar Raja
Akherat tidak pantas untukmu Kau lebih pantas menyandang gelar Raja Pengecut
yang doyan kentut Heaaai ittt" Andika melompat ke samping menghindari
terjangan Raja Akherat yang cepat dan dahsyat Sementa Srigandi tampak tengah
mengalirkan tenaga dalam pada kakak kembarnya. Dia yakin, dada bagian dalam
Srigunda terluka parah. Sedangkan si Kayu Seribu Laksa kelihatan masih sangat
penasaran. Namun diakui. kalau kepandaian Pendekar Slebor pun sangat tinggi.
Kini tampak Raja Akherat
sedang mendesak Pendekar Slebor. Kalau tadi Andika berada di atas angin, kini
nampak jelas sekali terdesak. Yang membuat Pen dekar Slebor terkejut, kain
pusakanya ternyata tida mempan ketika mengenai tubuh Raja Akherat.
"Carilah bagian yang
empuk dari tubuhku... Ha-ha., ha... Kain gombal semacam itu lebih pantas
dipergunakan untuk mengelap pantatku" ejek Tidar.
"Ya. ya... Nanti akan
kulakukan untuk menyumpal mulutmu yang bau petai"balas Andika tak kalah
sengit.
Raja Akherat terus mendesak
dengan cepat. seperti tidak ingin memberi kesempatan pada Pendekar Slebor lagi.
"Heaaah..." Namun mendadak saja Andika melompat cepat ke kanan dan
kiri.
Kain pusakanya disampirkan
kembali ke punggung.
Lalu, diterjangnya Raja
Akherat.
Raja Akherattampak terkejut
melihat serangan tak terduga. Bisa dirasakan betapa tenaga dalam pemuda
lawannya menjadi berlipat ganda. Bahkan pukulan-pukulan yang dilakukan
menimbulkan suara yang keras sekali.
"Bangsat Kau harus
kukubur hari ini juga" geram Raja Akherat.
"Atau kau yang sudah
tidak sabar?Ha ha ha.... Aku masih akan berbaik hati untuk menggali
kuburanmu" sahut Andika.
Sementara, saat ini Panah
Iblis Dari Utara dalam keadaan terdesak hebat. Diserang dari dua penjuru oleh
si Belang dan Sari, membuatnya kewalahan. Sedikit pun ia tidak diberi
kesempatan untuk mempergunakan senjata.
Bahkan di beberapa bagian
tubuhnya, sudah tampak luka berdarah, terkena cakaran si Belang dan pedang
Sari.
Melihat hal itu, si Kayu
Seribu Laksa segera membantu. Langsung diterjangnya Sari yang tengah mencecar
Songko Trak Ayunan pedang Sari terhalang ayunan kayu Nyai Surti.
Dan gadis ini merasakan
tangannya sedikit bergetar.
Dalam sekali bentrok saja
sudah terlihat kalau tenaga dalam gadis itu jauh berada di bawah tenaga dalam
Nyai Surti.
"Mampuslah kau"
teriaksi Kayu Seribu Laksa terus menyerang.
Sebisanya Sari menahan
serangan-serangan. Sctiap kali kayu di tangan perempuan tua ini berkelebat,
terdengar suara angin yang keras sekali.
Sedangkan Songko yang kini
hanya diserang si Belang bisa mengambil kesempatan untuk mencabut anak
panahnya. Dan laki-laki ini pun bersiap memusnahkan hewan ganas yang
terus-menerus menyerang.
"Belang Pergi dari sini
Pergi" seru Sari yang melihat gelagat tidak menguntungkan terhadap
peliharaannya.
Sekali lagi, seperti mengerti
akan bahaya yang mengancam. si Belang melompat meninggalkan tempat itu.
Sementara Songko tampaknya tak
sempat untuk melepas anak panahnya. Dan Belang dengan leluasa terus melarikan
diri.
Pada saat berteriak tadi.
perhatian Sari jadi terpecah.
Hingga tanpa disadari serangan
Nyai Surti telah meluncur ganas. Akibatnya....
Duk "Aaakh..." Sari
melenguh tertahan ketika kakinya terhantam kayu si Kayu Seribu Laksa. Tubuhnya
kontan sempoyongan kehilangan keseimbangan.
Melihat gadis itu sudah tidak
bisa menguasai tubuhnya lagi, si Kayu Seribu Laksa menyerang dengan ayunan kayu
ke kepala yang agaknya tak dapat menghindari lagi.
"Hhh Mau ke mana lagi
kau, hah?" bentak Nyai Surti sambil menerjang. "Tak ada kesempatan
bagimu sekarang untuk menghindar, Gadis Binal?"
***
7
Dalam keadaan kewalahan,
Pendekar Slebor masih tampak melihat kalau Sari tengah dalam bahaya.
"Heaaa..." Dengan
gcrakan dahsyat, Andika menghentakkan tangannya dua kali melepaskan pukulan
jarak jauh pada dua tubuh Raja Akherat.
Werrr...
Werrr...
"Uts" Tepat ketika
Raja Akherat menghindar, Pendekar Slebor berkelebat cepat bagai kilat ke arah
Nyai Surti yang sedang meluruk dengan hantaman tongkat kayunya. Begitu cepat
gerakan Andika, sehingga....
Des "Aaakh..." Tubuh
si Kayu Seribu Laksa terhuyung ke samping terkena pukulan Andika disertai
keluhan tertahan. Lalu dengan cepat Andika menyambar tubuh Sari, dan melarikan
diri dari tempat ini disertai ilmu meringankan tubuh yang sudah sangat tinggi.
Begitu cepat gerakan yang dilakukan Pendekar Slebor. sehingga tak seorang pun
yang sempat menyadarinya.
Raja Akherat menggeram marah,
melihat lawannya telah hilang melarikan diri.
"Cari kedua manusia itu
Hidup atau mati" Serentak si Kayu Seribu Laksa dan Songko, melesat
mengejar. Nyai Surti geram bukan main karena tadi terkena pukulan Pendekar
Slebor. Sambil berlari, tenaga dalamnya dialirkan ke bagian tubuh yang
terhantam.
Sementara Raja Akherat kembali
mengamuk ganas melihat musuhnya bisa melarikan diri dengan cara tak terduga.
Tangannya tiba-tiba berkelebat ke depan.
Wesss Des Des
"Aaa..." "Aaa..." Seketika sepuluh pemuda desa yang jadi
pengawalnya, beterbangan terhantam pukulan jarak jauh Raj Akherat yang dahsyat.
Ketika jatuh di tanah semu sudah menjadi mayat Di pinggiran Hutan Kaliamang
yang sepi dan h nyaknya pepohonan, Andika menghentikan larinya.
pundaknya tampak tubuh Sari
yang sejak tadi meronta ronta minta dilepaskan. Lama kelamaan Andika menjadi
jengkel juga. Dilontarkannya tubuh gadis itu begit saja hingga terhempas ke
tanah.
"Keterlaluan Apakah kau
sudah bosan hidup, hah?" dengus Andika mangkel.
"Biar saja Daripada
seperti kau yang pengecut begitu?" balas Sari juga jengkel.
Andika melotot.
"Aku masih mau hidup,
Nona Apa kau tak sayang dengan wajahmu yang bakal dielus-elus tangan Raj
Akherat?" "Mau mati. kek Mau hidup, kek Bukan urusanmu Tetapi yang
baru kutahu, ternyata kau pengecut Hhh Nama besar Pendekar Slebor telah
kudengar sejak lama.
Tetapi kenyataannya sekarang
ini, kau tak lebih dari pendekar pengecut belaka" "Heran? Gadis
cantik sepertimu tak mau-maunya sama Raja Akherat?" "Hei Siapa yang
mau sama dia? Aku kan mengobrak-abrik mereka?" "Iya... Tapi aku masih
bisa mempergunakan otakku.
Mundur dulu, baru nanti akan
menyerang kembali" "Ah Dasar pengecut" Andika kini melotot.
"Kalau kau masih
penasaran, kembali saja ke sana Lawan mereka. Biar tubuhmu dirancah oleh mereka
di atas ranjang" kata Andika.
Meskipun membenarkan yang
dikatakan Andika kalau mereka tak akan mampu mengalahkan orang-orang itu,
tetapi Sari masih tidak peduli. Ia sebenarnya malu kalau sejak tadi
marah-marah, kini berubah menjadi lembek.
"Biar saja Toh, ini
nyawaku sendiri" cibir gadis itu.
"Siapa bilang nyawaku,
hah?" "Dan tak ada urusannya denganmu, bukan?" Andika mendengus.
"Hhh Kalau saja Prabu
Adiwarman tidak mengatakan kalau dia mengenalmu dan ayahmu Ki Wirayuda, sudah
kubiarkan tubuhmu digerayangi di sana" Kali ini Sari terdiam.
"Di mana Prabu dan Putri
Permata Delima berada?" tanya gadis ini.
"Kau sudah tahu
tempatnya" sentak Pendekar Slebor.
"Jangan main-main"
bentak Sari. "Sikapmu yang norak waktu berada di depan gua di dalam Hutan
Kaliamang sana, mcmbuatmu tidak tahu kalau Prabu Adiwarman dan Putri Permata
Delima berada di sana" terjang Andika, ceplas-ceplos.
Kini Sari yang menghentakkan
kakinya.
"Ajak aku ke sana"
sentak gadis ini.
"Aku memang ingin ke
sana'Tetapi, berjalan bersama gadis galak sepertimu... huh Aku tak sudi,
ya?" "Sok" sembur Sari.
"Aku memang sok"
sahut Andika kalem.
"Sok kecakepan"
"Aku memang cakep" Sebelum Sari sempat mengumbar kekesalannya....
"Hauuummmm..."
Mendadak terdengar suara auman yang keras, lalu disusul berkelebat hewan
berkaki empat dari balik semak.
"Belang" seru Sari
gembira, tangannya langsung membuka. Dipeluknya binatang peliharaannya itu,
lalu diusap-usapnya dengan lembut.
Belang tahu kalau tuannya amat
menyayanginya.
Lidahnya langsung
menjilat-jilat wajah Sari.
"Oh Kau gembira ya,
bertemu denganku? Aku juga, Belang...," desah Sari.
Justru Andika yang bergidik
melihatnya.
Tiba-tiba Sari menoleh pada
Andika.
"Belang Ada seorang
pemuda sok cakep yang kerjanya mengganggu orang saja. Kalau kau sayang padaku,
berbuatlah sesuatu untuk menyenangkan hatiku, ya?" kata Sari, tanpa
disangka-sangka.
Andika tahu kalau dirinyalah
yang dimaksud Sari.
Seketika wajahnya menjadi
pias. Bukannya takut terhadap harimau itu, tapi Andika khawalir kalau nanti
akan melukai binatang kesayangan gadis ini. Padahal ia tahu, gadis itu berada
di golongan yang sama dengannya.
"Eit Jangan, jangan kau
perintahkan dia" ujar Pendekar Slebor sambil melompat mundur dan
menggoyang-goyangkan kedua tangannya.
Sari berdiri dan berkacak
pinggang.
"Kau takut?" ejek
Sari.
Andika meluruskan tubuhnya.
"Aku bukan takut.
Cuma.... Ya, geli saja," kata Pendekar Slebor, sombong.
"Brengsek Memangnya si
Belang menjijikkan" seru Sari sewot.
"Oh, bukan Bukan....
Dia..., dia tampan sekali." kata Andika berusaha meyakinkan.
"Aku tidak percaya kau
bicara seperti itu" "Kalau kau tuli, pasti tidak akan bisa
mendengarnya.
Apalagi mempercayainya.' Sari
semakin sewot. Tangannya menepuk punggung si Belang.
"Hajar pemuda konyol
itu" Serentak si Belang menerjang ganas. Namun Andika langsung melompat ke
atas. Dan hanya sekali lorn-pat saja, tubuhnya sudah hinggap di sebuah dahan
po-hon.
Tetapi Andika lupa, kalau si
Belang dapat memanjat.
Begitu binatang itu memanjat,
Pendekar Slebor segera melompat turun. Si Belang pun turun dengan kedua kaki
depan mengarah padanya. Cakar-cakarnya membuka, siap mencabik-cabik tubuh
Pendekar Slebor.
"Sari... Hentikan dia
Hentikan Nanti dia bisa mati kubunuh" "Sombong Buktikan saja"
sahut Sari.
"Oh, jangan...
jangan...." Sari terbahak-bahak.
Di samping senang
mempermainkan, hatinya juga gcli melihat sikap pemuda yang rada konyol ini.
Dibiarkan saja si Belang melompat menerkam ke arah Andika.
Andika sendiri merasa bingung.
Kalau si Belang berhasil menyergapnya, kan tidak luc u.
Kalaupun diserangnya, binatang
itu milik Sari. Maka lebih baik Andika menghindar saja.
Wuuut Tubuh Pendekar Slebor
pun seketika berkelebat cepat."Hoooi, Pengecut Mau ke mana kau?" ejek
Sari sambil memberi isyarat pada si Belang untuk tidak usah mengejar.
Lalu dengan sigapnya.
gadis ini melompat kepunggung
si Belang.
"Ayo, Belang Kita susul
pemuda konyol itu Ia pasti pergi menemui Prabu Adiwarman dan Putri Perma
Delima" Tubuh si Belang pun berkelebat cepat. Sari harus membungkukkan
tubuhnya, sejajar punggung si Belang Selang beberapa lama, munc ul dua sosok
tubuh.
Yang satu seorang wanita tua,
dan yangsatu lagi seorang laki-laki berusia empat puluh lima tahun. Keduanya
tak lain dari Nyai Surti dan Songko yang menerima perintah untuk mengejar
Pendekar Slebor dan Sari.
"Hhh Ke mana kedua
manusia itu harus dicari?"' omel Nyai Surli sambil mendengus.
Songko pun berbuat yang sama.
"Lebih baik kita kembali
saja Peduli setan T idar akan marah Aku belum merasakan nikmatnya tubuh keliga
gadis itu" seru Panah Iblis Dari Utara jengkel.
"Kau belum tahu kalau dia
marah? Bila kita sudah menyetujui rencana dan bergabung dengannya, maka akan
sulit untuk keluar dari tangannya Lebih baik kita cari saja kedua manusia
itu" Sambil menggerutu jengkel, Songko pun mengikuti Nyai Surti yang sudah
berlari.
***
8
Senja semakin menurun.
Matahari mulai menurunkan kegarangannya. Daerah di sekitar gua di dalam Hutan
Kaliamang tetap sunyi. Hanya pepohonan tinggi saja yang mendesir-desir ketika
dihembus tiupan angin.
Satu sosok tubuh tiba di sana.
Dua orang pengawal Kerajaan Pakuan yang menjaga di depan gua itu segera
mengenali, siapa yang datang.
"Tuah Pendekar...."
"Di mana Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima?" tanya Andika
sambil mengatur napas.
"Di dalam."
"Danji?" "Sedang memetik buah-buahan di hutan." Andika
segera masuk ke dalam gua. Di dalam gua, ada dua buah penerangan yang
menerangi. Andika melihat Prabu Adiwarman sedang termenung. Sementara, Putri
Permata Delima langsung bangkit begitu melihat kemunculannya.
"Tuan Putri...,"
sebut Andika seraya menjura.
"Bagaimana keadaan
keraton, Andika?" tanya Putri Permata Delima.
"Kacau. Kacau
sekali" kata Andika, seraya duduk di depan gadis itu.
Prabu Adiwarman mendesah
panjang, lalu mengangkat kepalanya.
"Bagaimana
maksudmu?" tanya laki-laki setengah baya ini.
"Raja Akherat bertindak
sewenang-wenang. Ia telah mempunyai pengikut-pengikut. Prabu..., apakah utusan
ke Kerajaan Labuan sudah tiba?" Prabu Adiwarman menggeleng lemah.
"Bila menurut perhitungan
waktu, seharusnya sudah kembali. Karena, jarak yang ditempuh paling tidak tiga
hari berkuda. Satu hari beristirahat, dan tiga hari kembali lagi ke sini. Sedangkan
mereka. sudah satu minggu pergi...," jelas Prabu Adiwarman.
Andika terdiam beberapa saat
seperti berpikir.
"Prabu Yang Mulia...,
adakah jalan rahasia untuk masuk ke keraton?" Prabu Adiwarman mengangguk
cepat.
"Ya Ada dua jalan untuk
masuk ke sana. Pertama, melalui lubang bawah tanah yang terdapat di kamarku,
dan keluar hingga pintu samping keraton," papar laki-laki setengah baya
ini.
"Yang kedua?"
"Berada sepuluh meter dari dinding halaman keraton sebelah barat."
"Di mana berakhirnya?" "Jalan rahasia itu berakhir di istal
kuda." "Hmmm.... Sambil menunggu kedatangan utusan ke Kerajaan
Labuan, hamba akan mencoba menyelinap kembali ke sana. Meskipun hamba tahu,
kesaktian Raja Akherat sangat tinggi. Apakah ada tanda khus us untuk menemukan
jalan rahasia yang tembus di istal kuda, Prabu?" "Ya Lubang itu tepat
berada di antara dua buah pohon trembesi. Kau bisa merabanya. Maka, akan
menemukan tangkai besi. Jalan rahasia itu Sudah jarang sekali dipakai. Mungkin
sudah sangat berat untuk mengangkatnya." Andika manggut-manggut.
"Hamba akan mencobanya,
Prabu...." "Andika..., bila melihat dirimu sekarang ini, apakah kau
tadi bertarung melawan Raja Akherat?" tanya Putri Permata Delima sambil
memperhatikan tubuh Andika yang kelihatan kotor dan berantakan.
Andika nyengir menahan malu.
Namun diam-diam hatinya kagum dengan kejelian Putri Permata Delima.
"Tuan Putri benar....
Kesaktian Raja Akherat sangat tinggi. Jalan satu-satunya untuk melumpuhkannya
harus diserang dari belakang. Meskipun ini kelihatan tidak jantan. Tetapi,
untuk mengembalikan tahta keraton, kita memang telah siap menghalalkan segala
cara" Belum habis kata-kata Pendekar Slebor....
"Hauuummm..."
Mendadak saja terdengar auman harimau keras dari luar.
"Hhh Gadis ceriwis itu
lagi" dengus Andika. Putri Permata Delima menatap Andika, penuh tanya.
"Apa kau bilang tadi,
Andika?" tanya Putri Permat Delima.
"Oh, tidak Tidak....
Aku..., aku bilang.,., yang datang itu seorang gadis cantik...." Putri
Permata Delima tersenyum geli seraya bangkit berdiri. Lalu kakinya melangkah
keluar, karena dia yakin yang datang adalah Sari, sahabatnya. Kalau waktu itu
ia tidak muncul menjumpai Sari, karena khawatir yang datang adalah orang-orang
Raja Akherat.
***
"Sari i..." panggil
Putri Permata Delima, begitu tiba di luar. "Permata" seru Sari sambil
melompat. Langsung dirangkulnya Putri Permata Delima.
"Apa kabarmu, Sari?"
tanya Putri Permata Delima akrab.Sikap Putri Permata Delima memang tidak
mencerminkan seorang putri keraton. Meskipun saat ini berada jauh di luar
keraton. namun tetaplah seorang gadis yang banyak dihormati dan disanjung
rakyat.
Beberapa pengawal yang ada di
sana saling berpandangan. Sebenarnya mereka telah lama mendengar kalau Putri
Permata Delima mempunyai seorang sahabat yang selalu menunggang seekor harimau.
Namun baru kali ini mereka melihatnya.
"Baik," sahut Sari
pelan.
Sedikit banyaknya hati gadis
ini terenyuh melihat keadaan Putri Permata Delima yang banyak dipuja. Namun
kini, putri raja telah berada di hutan belantara yang menyeramkan. Namun,
sikapnya sama saja. Baik di keraton maupun di luar keraton, Putri Permata
Delima selalu bersikap baik. Bahkan selalu bisa bersikap di mana tempat.
"Hei? Mengapa sikapmu
seperti itu, Sari?" tanya Putri Permata Delima. bisa melihat kalau Sari
sangat menyesali keadaan ini.
Sari tersenyum.
"Tidak, tidak apa-apa.
Aku..., hei Kau pemuda konyol Mau apa ke sini?" Tiba-tiba Sari membentak
keras begitu melihat Andika muncul. Padahal sejak tadi ia sudah tidak tahan
untuk bertanya tentang Andika berada? Tetapi perasaannya tidak enak pada Putri
Permata Delima. Kini,kebetulan pemuda itu muncul.
Sementara Andika hanya nyengir
saja.
"Kau sendiri mau apa di
sini? Apa bukan ingin me-nemuiku, hah? Hayo..., bilang saja kalau kangen. Kau
memang kangen padaku, kan?" goda Andika tertawa.
"Brengsek Berkaca dululah
kau, hah" seru Sari sewot.Putri Permata Delima hanya tersenyum geli. Dia
yakin kalau keduanya sudah saling mengenal. Tetapi tidak tahu, apa yang
menyebabkan keduanya bertengkar seperti itu.
"Sudah, sudah... Ada apa
ini?" tanya Putri Permata Delima, menengahi.
Sari menuding ke arah .Andika
yang masih nyengir dengan mulut berbentuk kerucut.
"Manusia konyol itu
kurang ajar, Putri" Putri Permata Delima menoleh pada Andika.
"Apa yang telah kau
lakukan, Andika?" tanya Putri Permata Delima.
Andika membuka kedua
tangannya.
"Tidak ada. Hanya....
menggendong dia saja...." sahut Andika, kalem.
"Kurang ajar" wajah
Sari memerah. "Sebenarnya, aku tidak ingin menikmatinya, Putri.
Karena berat. Tetapi...,
karena dia selalu bergerak-gerak...
ya, akhirnya terasa
juga...." jelas Andika, membuat amarah Sari kontan bergolak.
Putri Permata Delima tertawa
geli. Dia yakin sebenarnya hal itu tidak pcrnah terjadi. Tetapi karena sifat
Andika yang memang rada konyol, maka hal seperti itu dikatakan.
"Ka...," dengus Sari
gusar.
"Sudah, sudah... Kita
sama-sama orang sendiri. Tidak perlu bertengkar... Sari, mari masuk.. ." .
Sebenarnya Sari masih
mendongkol pada Andika.
Tetapi ia tidak bisa berbuat
apa-apa, karena Putri Permata Delima sudah membimbingnya masuk ke dalam gua.
Sementara Andika menjulurkan
lidahnya.
"Kurang ajar" Hanya
itu yang bisa digumamkan Sari. Sementara Belang yang sejak tadi menunggu
perintah tuannya untuk menyerang Andika, perlahan-lahan merebahkan tubuhnya di
tanah. Binatang itu menggeliat dan mengeluarkan suara auman pelan.
Andika tertawa.
"Heran... Kok ada ya
gadis yang berangasan begitu...." Belum ada yang bisa menjawab, Danji
muncul dengan membawa buah-buahan yang dipetik tadi di Hutan Kaliamang sebelah
utara. Pada waktu menaiki sebuah pohon tadi, Danji melihat dua sosok tubuh yang
tak dikenalinya berhenti di sana sambil celingukan.
Dan kejadian ilu segera
diceritakan pada Andika.
Begitu diceritakan tentang
ciri-cirinya, Pendekar Slebor sadar kalau mereka adalah si Kayu Seribu Laksa
dan Songko. Kedua tokoh ini memang tengah mencari Andika dan Sari.
Andika hanya
mengangguk-angguk. Jelas sekarang, kalau keadaan mereka di sini sudah tidak
aman lagi.
Besok pagi kedua tokoh anak
buah Raja Akherat itu pasti akan menjelajah dan tiba di sini. Maka Andika
segera mengajak Danji masuk ke dalam gua.
Langsung diceritakannya
tentang kejadian tadi pada Prabu Adiwarman. Sementara Sari memandangnya dengan
sinis.
"Lalu, apa yang harus
kita lakukan, Andika?" tanya Prabu Adiwarman.Suara laki-laki ini terdengar
tegar. Dan sikapnya tetap tenang. Meskipun jelas sekali di matanya suatu beban
yang berat "Kita harus pindah dari sini, Prabu Malam ini juga," usul
Pendekar Slebor.
"Ke mana kita harus
pindah, Andika?" tanya Putri Permata Delima.
Andika menggaruk-garuk kepala,
dia menoleh pada Danji."Apakah kau mempunyai tempat persembunyian yang
lain, Danji?" Danji mendesah panjang.
Tempatnya agak mengerikan.
Andika." "Maksudmu?" "Tempat itu bernama Jurang Setan.
Jaraknya, dua waktu penanakan nasi dari sini. Letaknya memang tersembunyi.
Jarang orang yang mendatangi tempat itu.
Tetapi ketika masih kecil, aku
sering bermain di sana. Aku pun telah menemukan jalan masuk yang aman. Tetapi
aku tidak tahu, apakah Jurang Setan sangat berbahaya atau tidak," jelas
Danji.
'Tetapi, hanya itulah tempat
yang aman sekarang ini.
Ayo, kita berangkat sekarang
juga, sebelum malam datang," ajak Andika.
Bergegas Pendekar Slebor
memberitahukan pada yang lain untuk bersiap-siap.
***
Malam telah merangkak
perlahan-lahan. Rembulan di langit sana berusaha setengah mati menyingkirkan
timbunan awan hitam yang menghalangi sinarnya. Berjuta bintang seakan lenyap
dari pandangan.
Di bawah kegelapan, beberapa
sosok tubuh tampak herjalan beriring-iring mcnuju ke satu tempat. Suara
nyanyian binatang malam mengiringi setiap langkah rombongan yang tak lain dari
Pendekar Slebor. Sari, Danji, Putri Permata Delima, dan Prabu Adiwarman,
beserta para pengawal.
"Masih jauhkah tempatnya,
Danji?" tanya Andika yang melangkah di sisi Danji.
Di belakang berlurut-turut
tampak Prabu Adiwarman yang menunggang si Belang, Sari yang berjalan ber-iring
dengan Putri Permata Delima, dan sepuluh orang pengawal.
"Kita sudah sampai,"
sahut Danji, melegakan Andika.
Danji mengheritikan langkahnya
di kuti Pendekar Slebor. Tangannya menunjuk ke bawah. Nampaklah lubang lebar
yang menganga daiam. Dari atas tak terlihat apa-apa karena keadaannya gelap.
"Inikah yang kau sebut
sebagai J urang Setan?" tanya Andika.
"Benar, Andika,"
sahut Danji singkat. "Jalan manakah yang harus kita lalui untuk tiba di
bawah?" tanya Andika lagi. "Ayo Ikut aku" Danji melangkah
kembali, menuju ke sebuah balu besar. Ia berhenti di dekat batu itu.
Di bawah batu ini ada sebuah
lubang yang cukup besar, dengan undakan-undakan untuk tiba di dasar Jurang
Setan," jelas Danji.
Andika merasa heran melihat
batu yang besar itu.
Sejenak diperhatikannya Danji
dengan seksama. Menurut Danji, semasa kecil ia menemukan jalan rahasia itu.
Tetapi, bagaimana mungkin batu besar itu bisa dige-sernya.
"Jangan heran,
Andika," tukas Danji seperti mengerti tatapan Andika. "Dulu belum ada
batu besar ini menutupi lubang ini. Di sini tumbuh pohon-pohon merambat.
Tetapi, lima belas tahun yang lalu, terjadi gempa bumi kecil, yang menyebabkan
batu ini berguling dari gunung, hingga menutupi jalan rahasia. Berkali-kali aku
mencoba untuk menggesernya, tetapi sekali pun tak mampu." Andika kini
mengerti.
"Minggirlah.... Aku akan
mencoba menggesernya," ujar Andika.
Dengan tenaga dalam tingkat
tinggi, Andika berhasil menggeser batu itu. Lalu diperintahkannya para pengawal
keraton untuk membakar obor yang sejak tadi belum dinyalakan. Andika mengambil
obor itu dan menyorotkan ke lubang.
Apa yang dikatakan Danji
memang benar. Di bawah sana memang terdapat undakan-undakan, juga tumbuhan
merambat.
Andika segera memimpin
rombongan untuk turun.
Matanya waspada setiap kali
kakinya menginjak setiap undakan. Bau tanah lembah menerpa hidung. Tidak sedap,
dan membuat napas sedikit sesak.
Bentuk tanah itu miring,
sehingga memudahkan mereka untuk menitinya. Cukup banyak juga undakan yang
dipijak, hingga kemudian menembus ke satu lubang besar.
Andika mengangkat tangannya.
"Kalian semuanya tetap di
sini.... Aku akan memeriksa dulu sekitar dasar Jurang Setan...," ujar
Pendekar Slebor.Lalu dengan mata waspada dan kesiagaan penuh, Andika
menjelajahi sekitar dasar Jurang Setan. Banyak batu cadas di sana. Tumbuhan
merambat dan beberapa hewan kecil yang tak berbahaya. Andika juga melihat
sebuah lubang besar yang cukup untuk menetap tiga puluh orang.Sebentar saja
Pendekar Slebor sudah kembali pada yang lainnya.
"Aman.... Ayo jalan....
Satu persatu mereka
menginjakkan kaki di dasar jurang. Hingga akhirnya mereka pun berada di dasar
Jurang Setan. "Ah... Lega rasanya... " desah Andika sambil men-dongak
ke atas.
Karena rembulan harus
terhalang awan hitam, jadi tak terlihat apa-apa di atas. Hanya bedanya, di
sekitar sana udara lebih segar dibandingkan di dalam tanah tadi.
Danji memperhatikan
sekitarnya. Tidak banyak perubahan yang terjadi di Jurang Setan. Tetap seperti
dulu, sunyi dan menyeramkan. Ketika ditinggal mati oleh ayahnya, Danji selalu
berdiam diri di sini. Begitu pula ketika ditinggal mati ibunya. Ia selalu
merenung disini, menyesali kesendiriannya. Tetapi semenjak batu besar menutup
jalan rahasia menuju Jurang Setan, pemuda ini pun tidak bisa lagi bermain-main
di sana. Namun hal itu membuat kesadarannya tumbuh, kalau harus berjuang
melawan nasib. Bukannya merenungi nasibnya Prabu Adiwarman mendesah pendek sambil
turun dari bahu si Belang.
"Mungkin, kita akan aman
di sini.... Tetapi, bagaimana bila utusan kita kembali dari Kerajaan
Labuan?" Andika tersenyum.
"Prabu tidak perlu
kuatir.... Aku akan mencari tahu tentang mereka juga. Di samping keinginanku
untuk menyusup masuk ke Keraton Pakuan.
Tetapi Andika. Rasanya itu
sangat berbahaya...," kata Danji yang belum tahu rencana Andika.
Andika nyengir.
"Apakah kita akan
membiarkan saja Kerajaan Pakuan dipimpin seorang begundal kejam? Tidak Biarpun
harus berkalang tanah, kita tetap mengambil alih kekuasaan mereka" Tak ada
yang bers uara. Justru diam-diam Sari menarik napas pendek. Gadis ini suka
sekali mendengar kata-kata Pendekar Slebor. Pendekar tampan yang sebenarnya
diam-diam telah mcmikat hatinya. Namun sudah tentu tidak ingin
diperlihatkannya.
Sebenarnya, Sari sangat senang
ketika Andika membopongnya tadi. Hanya saja, hatinya malu sehingga yang keluar
dari mulutnya kata-kata makian.
"Prabu Adiwarman....
Hamba pun akan membantu Kakang Andika...," kala Sari.
"He he he .. Nanti kau
cerewet lagi?" goda Andika.
"Biar saja Apa sih,
pedulimu?" sergah Sari, sewot. "Tuh, kan? Belum apa-apa saja sudah
galak? Tetapi, tidak apa-apa. Lcbih baik ditemani gadis cantik sepertimu,
daripada ditemani harimaumu yang menyeramkan itu....' Kali ini terdengar tawa
dari dasar Jurang Setan mendengar selorohau Pendekar Slebor. Semenlara Sari
hanya menundukkan kepala malu-raalu.
"Kang, Danji....' Danji
tersentak ketika mendengar suara panggilan dari belakang. Buru-buru dia
menoleh. Ternyata yang datang kekasihnya.
"Oh, kau belum
tidur?" tanya Danji.
Putri Permata Delima
menggelengkan kepala.
"Aku tidak bisa tidur,
Kakang.... Aku ingin berada di dekatmu...." "Tetapi...." Danji
celingukan.
"Ayahanda sudah
tidur," potong gadis itu.
Pemuda itu menghela napas
pendek. Lalu dibiarkannya Putri Permata Delima duduk di sisinya. Cukup lama
pemuda itu menunggu saat-saat scperti ini.
Begitu pula yang dirasakan
Putri Permata Delima.
Makanya, begitu duduk di sisi
Danji, gadis ini langsung merebahkan kepala di dada kekasihnya. Sementara Danji
merangkulnya dengan mesra. Sayangnya. rembulan di atas yang seharusnya menjadi
saksi terhalang awan. Namun biasnya bisa dirasakan dihati masing-masing.
"Kang Danji.... Akankah
keadaan seperti ini terus berlangsung?" tanya Putri Permata Delima,
menengadah.
Danji bisa mencium bau wangi
yang mcnguar dari tubuh yang lembut itu. Juga bisa dirasakan kemesraan yang
terpancar dari sepasang mata yang jernih itu.
"Aku tidak tahu, Permata.
Tetapi yang kuharapkan, keadaan ini tidak akan berlangsung lama...," sahut
Danji, lirih. "Aku pun demikian. Meskipun.... ah Sebenarnya. aku sedikit
senang." "Senang?" "Ya.
Aku senang, karena..., dengan
gagalnya sayembara 'Mungut Mantu'. aku tetap akan bersamamu, Kang Danji....
Ketahuilah, Kakang....
Aku amat mencintaimu...."
Danji tahu dan yakin soal itu. Ia pun tidak menyalahkan, bila Putri Permata
Delima mengatakan senang dengan kejadian ini. Karena, sayembara 'Mungut Man-tu'
menjadi gagal. Namun Danji pun yakin, di lubuk hati Putri Permata Delima
tersimpan sebaris kekecewaan, kemarahan. kesedihan. karena keraton dikuasai
tokoh sesat.Danji langsungmerangkul kekasihnya lebih lembut.
"Permata.... Kita akan
bersatu padu untuk bertahan dari orang-orang sesat itu," tandas Danji.
Putri Permata Delima
tersenyum. Matanya redup.
"Kang Danji...."
Mendengar kata-kata itu, hati Danji bergetar. Apalagi mata redup yang pasrah
dan membiaskan cinta di wajah, membuatnya perlahan-lahan menundukkan kepalanya.
Sedangkan Putri Permata Delima
kini memejamkan matanya rapat-rapat. Lalu dirasakannya sesuatu yang lembut dan
hangat menyentuh bibimya. Semakin lama terasa mesra dan hangat penuh gelora.
Cinta kasih mereka bukanlah
cinta yang dilumuri nafsu, melainkan cinta sejati yang datang dari hati yang
paling dalam. Cinta yang mampu membuat kebersa-maan dan pertanggungjawaban.
Cinta yang hakiki.
Tak lama kemudian Danji
melepaskan ciumannya.
Sementara Putri Permata Delima
menyusupkan kepala ke dada Danji. Malu bercampur senang.
***
9
Pagi kembali membentang,
membedah alam dengan suasana yang seharusnya nyaman dan asri. Namun pagi yang
hening di tengah Hutan Kaliamang terusik oleh kehadiran puluhan sosok tubuh
yang bertelanjang dada.
Mereka baru saja tiba di depan
gua tempat Prabu Adiwarman dan rombongan selama dua minggu mendiami tempat itu.
Mereka bersenjatakan tombak dan parang.
Di depan mereka, berdiri
seorang perempuan tua.
Rambutnya digelung, dihiasi
tus uk konde emas. Di tangannya tergenggam sebatang tongkat kayu. Siapa lagi
orang ini kalau bukan Nyai Surti alias si Kayu Seribu Laksa.
Sementara seorang lagi adalah
laki-laki tegap dengan senjata sebuah busur panah. Dia tak lain dari Songko.
yang berjuluk Panah Iblis Dari Utara.
Memang setelah kedua orang ini
kembali ke Keraton Pakuan, seperti yang dikatakan Nyai Surti, Raja Akherat
marah berat. Tetapi Songko yang pandai menjilat berhasil mengemukakan
alasannya, sehingga tokoh sesat itu mau mengerti.
"Bila melihat bekas-bekas
di sekitar sini, aku yakin..., gua itu baru saja ditinggalkan orang," duga
Songko yang masuk memeriksa tadi.
"Apakah Prabu Adiwarman
dan Putri Permata Delima yang berada di sana?" tanya Nyai Surti.
"Ya, mungkin juga
Pendekar Slebor dan gadis penunggang harimau itu." sahut Songko, tandas.
"Bangsat Kita terlambat kalau
begitu Hmmm..., kemana kira-kira mereka pergi?" "Sulit ditentukan.
Tempat ini jarang sekali didatangi orang.... Tetapi. barangkali saja ada tempat
lain lagi untuk mereka bersembunyi...." "Kalau begitu..., kita harus
bergegas" Tetapi belum lagi mereka melangkah, terdengar derap langkah kaki
kuda menuju tempat ini. Tak lama muncul dua orang penunggang kuda berpakaian
seragam prajurit. Melihat ciri-cirinya, jelas kalau mereka adalah pengawal
Kerajaan Pakuan yang baru kembali dari Kcrajaan Labuan.
Rupanya, mereka menduga kalau
Prabu Adiwarman masih berada di gua tempat persembunyian.
Sudah tentu kedua pengawal itu
terkejut melihat kehadiran orang-orang asing di tempat ini. Dalam sekali
pandang saja, bisa diyakini kalau mereka bukanlah orang baik-baik. Dan mereka
juga bisa menebak, kalau saat ini Prabu Adiwarman dan yang lain sudah pindah
tempat.
Serentak kedua pengawal itu
membalikkan kuda dan siap melarikan diri. Namun di luar dugaan, Panah Iblis
Dari Utara telah melepas anak panahnya Sementara, si Kayu Seribu Laksa telah
berkelebat cepat bagai kilat.
Ceeep "Akkkhhh..."
Salah seorang penunggang kuda kontan ambruk.
Tepat ketika penunggang kuda
itu mencium tanah, si Kayu Seribu Laksa telah pula melepaskan satu buah totokan
pada penunggang kuda satunya.
Tuk "Ohhh"
Penunggang kuda itu ambruk pula dengan tubuh lemas, tak bisa digerakkan lagi.
"Hhh Rupanya memang benar
dugaan kita. Jelas tempat ini dijadikan persembunyian Prabu Adiwarman"
seru Nyai Surti, begitu mendarat.
Perempuan tua itu lantas
mengangkat tubuh pengawal Keraton Pakuan yang tertotok, lalu membebaskannya.
Begitu bebas, temyata pengawal
itu adalah orang yang tidak mengenal takut. Apalagi begitu melihat kawannya
sudah menjadi mayat dengan anak panah menembus jantungnya.
"Manusia rendah" bentak
pengawal ini seraya mencabut pedang yang dibekali Prabu Adiwarman di pinggang.
"Aku suka melihat
keberanianmu itu Tetapi, sayang. Keberanianmu akan sia-sia belaka" leceh
si Kayu Seribu Laksa dengan tatapan kejam.
Pengawal itu tidak ciut
nyalinya mendengar suara Nyai Surti dan melihat tatapan kejamnya. Pedangnya
langsung ditusukkan tanpa mempedulikan betapa lelahnya tubuhnya. Padahal dia
dan kawanya yang telah menjadi mayat telah menunggang kuda tiga hari tiga malam
tanpa henti.
"Uts.. " Nyai Surti hanya
menggeser kakinya sedikit, lalu tangannya bergerak cepat. Dan.... Plak
"Auakh..." Telak sekali tangan si Kayu Seribu Laksa menghantam lengan
kanan pengawal itu hingga menjerit kesakitan dan bergulingan di tanah. Seketika
tangannya patah.Nyai Surti memang tidak berniat untuk menghabisi nyawa pengawal
itu. Yang di nginkan adalah penjelasan yang bisa dipergunakan untuk mengetahui,
di mana Prabu Adiwarman dan yang lainnya. Termasuk. Pendekar Slebor yang
menimbulkan dendam yang sangat dalam di dadanya.
"Hih..."
"Hekh..." * Tanpa rasa kasihan si Kayu Seribu Laksa menginjak dada
pengawa yang masih bergulingan.
"Siapa nanamu?"
bentak Nyai Surti.
"Mureksa..." sahut
pengawal itu, sambil meringis kesakitan.
"Di mana junjunganmu
berada saat ini, hah?" cecar si Kayu Seribu Laksa.
"Peduli setan denganmu,
Nenek Peot" seru pengawal bernama Mureksa berani. Namun dia harus menjerit
keras ketika, kaki Nyai Surti kembali menekan dadanya.
"Aku hanya bertanya tiga
kali. Di mana mereka?” Ancam si Kayu Seribu Laksa dengan mengandung kekejaman
luar biasa.
"Pergilah kau ke neraka
Karena tempat itu hanya pantas untuk orang-orang busuk seperti kau" Kaki
Nyai Surti menekan lagi.
"Aaakh..." Mureksa
menjerit lagi.
Songko yang lebih cerdas
menduga, kalau pengawal itu memang tidak tahu ke mana pindahnya Prabu
Adiwarman. Bila melihat kelelahan di wajah mereka, jelas sekali keduanya habis
melakukan pcrjalanan jauh.
Segera Panah Iblis Dari Utara
mendekat.
"Hhh Bila kau tidak mau
mengatakan di mana Prabu Adiwarman, itu urusanmu. Sekarang, jawab pertanyaanku.
Dari mana kau?" tanya
Songko, menggeram kasar.
Meskipun penderitaan yang
dialami sangat pahit dan pedih, Mureksa tidak pernah berniat untuk membayangkan
menjadi seorang pengkhianat.
"Kalian lebih baik
mampus, Manusia-manusia Rendah" sahut Mureksa, menggeram dan menahan rasa
sakit "Ha... ha.. ha. ." Songko terbahak-bahak.
"Apakah kau tidak
mendengar apa yang dikatakannya tadi, Surti?" kata Songko, seraya
memandang si Kayu Seribu Laksa.
"Hhh Lebih baik dia
mampus saja" "Itu urusanmu Silakan" "Sekali lagi kutanya.
Di mana Prabu Adiwarman berada? Dan, dari mana kau?" desak Songko dengan
tatapan semakin nyalang.
Mureksa tidak lagi merasakan
sakitnya. Ia tetap bertekad tidak akan membuka mulut. Sekalipun harus disiksa
teramat pedih.
"Manusia-manusia
rendah.... Tempat yang pantas untuk kalian hanyalah neraka" Habis sudah
kesabaran Nyai Surti. Kakinya langsung menekan lebih kuat lagi. Sementara
kayunya pun terangkat siap mengepruk pecah kepala Mureksa.
"Kau memang harus
mampus" Namun sedikit lagi tongkat kayu itu menghantam, berkelebat satu
bayangan hijau yang langsung menuju si Kayu Seribu Laksa. Dan....
Desss..
"Aaakh..." Tubuh
Nyai Surti kontan terlontar ke belakang. Tahu-tahu saja terasa ada sesuatu yang
mengenai dadanya dengan keras. Sementara kakinya yang menginjak dada Mureksa
sudah terangkat.
Ketika Nyai Surti sudah berada
dalam keseimbangannya kembali, tampak seorang pemuda tampan berpakaian warna
hijau dengan secarik kain lebar bercorak catur yang tersampir di bahunya, sedang
memanggul tubuh Mureksa yang jatuh pingsan.
Melihat hal itu, Nyai Surti
terkejut. Begitu pula Songko.
"Rupanya Pendekar Slebor
memang mempunyai nyali besar untuk muncul juga" kata Nyai Surti.
"He he he.... Sejak tadi
kalian mencari-cariku, ya? Memang, aku terlambat datang Tetapi, masih pantas
dan memiliki waktu yang panjang untuk menghajar adat kalian berdua" sahut
sosok pemuda yang tak lain Andika sambil nyengir.
Pendekar Slebor memang
terlambat datang, karena Sari ingin ikut dengannya. Padahal Andika lebih yakin
dengan dirinya sendiri. Dan bila Sari ikut tanpa si Belang, mungkin Andika akan
mengizinkan pergi bersama-sama.
Namun gadis itu tetap ngotot
untuk mengajak si Belang.
Karena, ia memang tidak ingin
jauh-jauh dari binatang peliharaannya. Dan menurut perkiraan Andika, bagaimana
bila si Belang ikut serta, sementara mereka harus mengintai? Karena, menurut
firasat Pendekar Slebor, orang-orang Raja Akherat pasti masih akan mencari
mereka.
Maka Pendekar Slebor pun
mencari akal untuk mengelabui Sari. Andika pura-pura mendadak sakit perut,
sekaligus buang hajat. Tentu saja gadis ini dengan berat hati mengizinkan.
Dan kesempatan itu digunakan
Pendekar Slebor untuk kabur dari Sari. Dan Andika menduga, gadis itu pasti akan
segera menyusulnya.
Sementara ketika mendengar
kata-kata Andika barusan, wajah Nyai S urti dan Songko memerah menahan marah.
Apalagi teringat kalau Pendekar Sleborlah yang menjadi momok bagi Raja Akherat.
Tangkap dan bunuh pemuda
keparat itu" teriak Songko, memerintah puluhan pemuda berlelanjang dada.
Serentak dua puluh pemuda
mengurung Andika dengan senjata di tangan.
"Kalau kalian jeri
melawanku, katakan saja.... Tidak perlu menyuruh para pemuda ini?" ejek
Andika.
"Kau terlalu banyak
omong, Pendekar Slebor"bentak Nyai Surti dengan wajah memerah geram.
"Karena aku punya
mulut" sahut Andika, santai.
"Bangsat Bunuh pemuda
itu" Serentak para pemuda itu menerjang Pendekar Slebor. Andika yang
mengerti kalau mereka terpaksa menerima perintah, berkelebat ke sana kemari
dengan masih memanggul tubuh Mureksa yang pingsan. Sambil berkelebat, sebelah
tangan dan kedua kakinya bergerak cepat.
Plak Des Dug "Aaakh...
Aaa... Auhh..." Gerakan Pendekar Slebor yang sangat cepat membuat para
pemuda itu kontan pingsan terkena sambaran tangan dan kakinya. Dan hanya
sebentar saja, para pemuda itu tak ada yang bisa bangun lagi.
"Nah Siapa lagi yang
harus kalian suruh? Apakah kalian masih punya nyali untuk menghadapi aku? Kalau
tidak..., ya lebih baik pulang saja dan menetek pada kambing" ejek Pendekar
Slebor, kurang ajar.
Kemarahan kedua tokoh sesat
itu pun sudah singgah di ubun-ubun. Wajah mereka merah padam.
"Kau memang harus
dibungkam hari ini juga, Pendekar Slebor" dengus Nyai Surti.
"He he he.... Apakah
tidak salah? Ih Mengapa sih, kau selalu memilih aku menjadi lawan? Karena aku
ganteng, ya? Tetapi..., cih Tak sudi aku bersentuhan denganmu" Namun belum
lagi Nyai Surti atau Songko menyerang....
"Hauummmm..."
Mendadak terdengar auman yang sangat keras. Lalu muncul seekor harimau besar
dari balik semak. Sementara penunggangnya telah melenting, dan mendarat di
sebelah Pendekar Slebor.
"Heit Kaget aku"
kata Andika sambil menepuk-nepuk dadanya.
"Mengapa kau tidak
mengajakku bermain-main dengan mereka, Kang Andika?" kata Sari sambil
menatap tajam ke arah Nyai Surti dan Songko. Di tangannya sudah tergenggam
sebilah pedang tipis namun sangat tajam.
Pedang itu dicabut sambil
melompat tadi.
"Nah, Nenek Genit Kini
kau boleh melawan dia? Sekali-kali kan tidak apa-apa Aku juga mau muntah bila
bersentuhan denganmu" seru Andika mengejek.
Kali ini Nyai Surti sudah
tidak bisa menahan geramnya lagi. Langsung diterjangnya Andika dengan
ganas.Andika cepat melempar tubuh Mureksa yang masih pingsan pada Sari.
"Sari Suruh si Belang
menyembunyikan Mureksa dan menjaganya" ujar Pendekar Slebor sambil
menghindari serangan Nyai Surti yang ganas. "Heit Sabar dikit, Nek Kalau
kau bernafsu denganku, bilang saja Tetapi, maaf ya... Aku tidak akan pernah
terangsang olehmu" Sari yang dengan sigap menangkap tubuh Mureksapun segera
meletakkan tubuh pengawal itu ke punggung Belang. Dan harimau itu segera
melesat mencari tempat persembunyian yang aman.
Sementara, Sari sendiri
langsung melenting ketika melihat Songko mencuri kesempatan dengan melepaskan
anak panahnya ke arahnya Set Set "Jangan kau kira dapat membokongku,
Manusia Rendah" seru Sari garang, ketika anak panah itu telah lewat di
bawah kakinya.
Dan ketika gadis itu meluruk
sambil membabatkan pedang. Maka pertarungan pun berlangsung dengan seru.
***
Di Keraton Pakuan mendadak
saja Raja Akherat terkejut setengah mati. Baru saja dia berada di pintu utama
keraton, terlihat puluhan orang berpakaian prajurit menerobos mas uk ke
halaman. Begitu mendekat, tiga orang penunggang kuda langsung turun dan berdiri
gagah di depan Raja Akherat Serentak Dua Kembar Kepalan Batu bersiaga.
mentara para pemuda
bertelanjang dada pun sudah menghunuskan tombak, siap menunggu perintah. Mata
Raja Akherat menyipit. "Ha... ha.. ha... Rupanya... orang-orang Kerajaan
Labuan ingin membantu Kerajaan Pakuan Hanya sayang, kalian mencari mampus
saja" kata Raja Akherat sombong. Agaknya Raja Akherat mengenali mereka
dari pakaian'prajurit yang dikenakan.
Memang, yang datang itu adalah
para prajurit Kerajaan Labuan.
Mereka diperintahkan Prabu
Srigiwarman untuk langsung menyerang ke Kerajaan Pakuan. Sementara, kclompok
lain akan menemui Prabu Adiwarman untuk membicarakan rencana selanjutnya.
Tiga orang gagah yang telah
berdiri gagah menatap tajam pada Raja Akherat. Di punggung mereka terdapat
sebilah pedang. Pakaian mereka sama, berwarna putih.
Hanya yang membedakan, warna
ikat pinggang yang dikenakan. Rambut mereka digelung ke atas. Rupanya, mereka
adalah para pengawal pilihan.
"Raja Akherat Lebih baik
tinggalkan Kerajaan Pakuan sebelum darahmu tumpah di sini" kata prajurit
yang mengenakan ikat pinggang biru.
"Ha... ha.. ha. "
Kata-kata itu disambut tawa Raja Akherat yang keras. "Apakah tidak salah
pendengaranku, hah?" lanjut Raja Akherat, membentak.
Yang mengenakan ikat pinggang
biru, berwajah cukup tampan. Cambang bauk tampak menghiasi wajahnya.
Prabu Adiwarman mengenal
pengawal yang sering berkunjung ke tempat ini namanya Wenapati. Dia
me-nyipitkan matanya, bertanda marah mendengar kata-kata Raja Akherat.
"Aku hanya mengatakan itu
sekali saja, sebelum semuanya terlambat" ancam Wenapati Raja Akherat
kembali terbahak-bahak. Dia merasa lucu mendengar kata-kata Wenapati. Lalu....
"Hancurkan mereka"
teriak Raja Akherat, memerintah para pengawalnya yang sudah mengurung pula.
Serentak lima belas pemuda bertelanjang
dada menyerang dengan ganas. Sudah tentu para prajurit Kerajaan Labuan pun
segera mengangkat senjata. Trang Trang "Hiaaa..."
"Serang..." Seketika terdengar suara bunyi beradunya senjata yang
keras dan teriakan-teriakan pertempuran.
Sementara Dua Kembar Kepalan
Batu sudah menyerang pula. Yang bernama Srigandi menyerang pengawal yang
mengenakan ikat pinggang kuning.
Namanya Karnapati. Tubuhnya
gagah dengan wajah kelimis tanpa bulu. Sementara Srigunda menyerang yang
mengenakan ikat pinggang hijau. Namanya, Tiropati. Wajahnya persegi dan cukup
tampan. Apalagi dihiasi kumis tipis. Sementara Wenapati menggeram ke arah Raja
Akherat.
"Kali ini, kau akan
menyesali perbuatanmu seumur hidupi" seru Wenapati.
Tetapi kata-kata yang bernada
ancaman itu hanya disambut tawa saja oleh Raja Akherat.
"Ha... ha.. ha...
Biasanya, orangyang hendak mencari mampus memang banyak lagak" Mendadak
saja, Raja Akherat mengibaskan tangannya ke depan.
Wesss. .
Wenapati yakin, kibasan tangan
itu telah dialiri tenaga dalam tinggi.
Maka tubuhnya segera melompat
menghindari.
"Ha... ha.. ha. . Bagus,
bagus sekali" "Kini, terimalah ajalmu, Raja Akherat" Wenapati
pun menyerbu dengan lengkingan suara yang tinggi. Pedang di tangannya
berkelebat, siap mencabik-cabik tubuh Raja Akherat Sementara Raja Akherat tidak
bergeser sedikit pun ketika Wenapati menyerang dengan pedangnya. Namun begitu
serangan dekat, tangannya dikibaskan ke depan.
Wesss. .
"Hup..." Sekali lagi
Wenapati harus menarik pulang serangannya, dan cepat melenting ke belakang.
Sementara Raja Akherat terbahak-bahak.
Kini sadarlah Wenapati, kalau
lawannya sangat tangguh. Tetapi sebagai orang pilihan dari Kerajaan Labuan,
sudah tentu memiliki bekal yang cukup dan keberanian tinggi. Maka tanpa gentar
diserangnya kembali Raja Akherat.
"Heaaa..." Sementara
itu pertarungan antara lima belas pemuda bertelanjang dada melawan tiga puluh
orang prajurit Kerajaan Labuan, jelas tidak seimbang. Dalam waktu singkat saja,
lima belas pemuda itu telah tewas menjadi mayat.
Para prajurit Kerajaan Labuan
pun kini siap menunggu perintah, bersiaga sambil memperhatikan pertarungan yang
terjadi.
Ketiga prajurit pilihan
Kerajaan Labuan itu memang menunjukkan kemampuannya sebagai orang pilihan.
Terutama, Wenapati yang
memperlihatkan kelincahannya menghindari serangan Raja Akherat. Memang, sekali
pun prajurit ini belum sempat membalas serangan. Namun biar begitu. Raja
Akherat pun belum dapat menyentuh tubuhnya.
***
10
Andika yang bertarung melawan
si Kayu Seribu Laksa, mencoba membuat wanita tua itu kerepotan sendiri. Ketika
Nyai Surti menyerang gencar dengan tongkat kayunya, Andika cepat bergerak.
Diputarinya tubuh perempuan tua itu sambil sekali-kali mengirimkan serangan
telak.
Nyai Surti menjadi geram.
Lalu....
"Tongkat Kayu Merenggut Sukma"
teriak si Kayu Seribu Laksa.
Dan tiba-tiba saja Nyai Surti
memutar tongkat kayunya, sehingga mengikuti putaran tubuh Pendekar Slebor.
Bahkan lebih cepat Andika sendiri cukup terkejut melihat perubahan serangan
Nyai Surti. Cepat serangannya dihentikan.
Namun belum lagi membuka
serangan berikut, Nyai Surti sudah mencecar dengan ganas. Tongkat kayu di
tangannya itu kini bagai mempunyai mata saja. Karena, ke mana Andika
menghindar, tongkat itu terus memburu.
"Edan Jurus yang aneh
sekali" dengus Andika dalam hati. Segera Pendekar Slebor mempergunakan
kelincahannya untuk menghindari serangan yang ganas dan berbahaya.
Sementara Sari masih terus
berusaha menangkis serangan anak panah yang dilepaskan Panah Iblis Dari Utara.
Sambil menangkis, dicobanya mem perpendek jarak serangan. Gadis ini tahu. kalau
jarak semakin Iebar, maka kemudahan akan didapatkan Songko. Jadi, jalan
satu-satunya untuk mematikan langkah lawannya, memang harus memperpendek jarak.
Tetapi hal itu bukanlah suatu
yang mudah untuk dilakukan. Karena Panah Iblis Dari Utara dengan gencar terus
memburu. Sehingga gadis itu harus mengeluarkan kelincahannya memainkan pedang.
"Hayo Habiskan seluruh
anak panahmu, biar kepalamu mudah kupenggal" seru Sari mengejek. Songko
sendiri sudah mempergunakan anak panahanak panah rahasianya. Dicabutnya sebuah
anak panah yang lebih pendek daripada yang sering dilepaskan. Karena perbedaan
bentukitulah Sariyakin, kalau anak panah yang akan dilepaskan lawannya tidak
bisa dianggap sembarangan.
Kali ini gadis itu sendiri
tidak berani menangkisnya, dan hanya menghindari saja.
Namun yang mengejutkannya,
anak panah itu seperti mempunyai mata.
Bisa berbelok dan mengejamya
Set..
"Gila" dengus Sari.
Kali ini mencoba menangkis
dengan pedangnya.
Tak Namun begitu terpental,
anak panah itu kembali menerjang ke arah Sari.
Songko terbahak-bahak melihat
lawannya yang kelimpungan.
"Ha ha ha.... Ada
pertunjukan cuma-cuma yang sangat menarik" ejek Panah Iblis Dari Utara.
Sari menjadi geram. Sungguh
tidak dimengerti mengapa anak panah itu bagaikan memiliki mata dan terus
mengejarnya. Berkali-kali pedangnya berhasil menyampok anak panah yang
mengejarnya. Namun berkali-kali pula anak panah itu kembali menerjang.
"Ha ha ha..." Songko
makin terbahak-bahak. Bahkan segera mencabut sebatang anak panah yang hentuknya
sama seperti yang dilepaskan tadi.
"Aku akan membuat
pertunjukan semakin lebih semarak" seru Panah Iblis Dari Utara.
Twang Set Songko kembali
melepaskan anak panah ke arah Sari. Sementara gadis itu harus menangkis kembali.
Dan seperti anak panah pertama tadi, anak panah itu pun bagaikan memiliki mata.
Mencecarnya dengan cepat. Sari semakin kewalahan saja. Dan kini gadis itu harus
menyelamatkan diri dari dua serangan anak panah aneh itu. Sementara itu
Pendekar Slebor yang sedang menghindari serangan dari Nyai Surti sempat melihat
keadaan Sari.
"Kau bisa mati kalau
hanya mengurusi kedua anak panah itu, Sari Kedua anak panah itu dikendalikan
tenaga dalam Songko Coba serang dia" teriak Pendekar Slebor.
Sari kini baru sadar. Maka
begitu kedua anak panah menyerangnya, cepat pedangnya berkelebat menyampok.
Tak Tak Begitu berhasil
menyampok, dengan cepat Sari menerjang ke arah Songko yang tidak percaya kalau
jurus anak panah rahasianya dapat dipecahkan Pendekar Slebor Panah Iblis Dari
Utara menggeram kesal sambil melompat menghindari serangan pedang di tangan
Sari.
Sari pun bermaksud menyampok
kembali kedua anak panah yang disangka akan menyerangnya lagi. Tetapi begitu
Songko menghindari tadi, seketika kendali tenaga jarak jauh yang dialirkan
kepada dua anak panah langsung hilang. Maka seketika kedua anak panah itu pun
jatuh tak berdaya, seperti anak panah lainnya saja.
Menyadari hal itu. Sari segera
mencecar Songko dengan ganas. Kalau tadi gadis ini dipermainkan, maka kini ganti
Songko yang dipermainkannya.
Pedang gadis ini berkelebat ke
sana kemari dengan cepatnya, membuat Songko harus menghindari berkali-kali
Tetapi Sari tidak ingin bertindak lamban lagi Mendadak saja tubuhnya melompat
lurus ke atas dengan gerakan berputar. Lalu tubuhnya langsung meluruk ke arah
Songko yang seketika menjadi pias wajahnya. Tanpa anak panah laki-laki itu
bukanlah apa-apa.
Sebisanya Songko menghindari
serangan.
Dan mendadak saja tali
busurnya ditarik, dan mengarahkannya pada Sari yang siap menancapkan pedangnya
ke ubunubun Songko.
Tweeeng "Aaakh..."
Terdengar suara keras. Akibatnya sungguh di luar dugaan. Tubuh Sari kontan
terpental ke belakang disertai keluhan tertahan. Begitu jatuh di tanah, gadis
itu langsung muntah darah.
"Ha... ha... ha..
Ketahuilah, Manis.... Itu adalah rahasia dari busur kesayanganku ini...,"
ejek Panah Iblis Dari Utara.
Dengan punggung tangannya Sari
mengelap darah yang keluar dari mulutnya. Matanya menatap nyalang.
"Perlihatkan lagi
kehebatan dari busurmu itu, Manusia Rendah" bentak gadis ini
"Hiaaa..." Dengan melipatgandakan tenaga dalamnya. Sari menerjang
kembali. Namun lagi-lagi Songko menjepretkan tali busurnya.
Twang "Aaakh..."
Kembali gadis itu terpental, dan jatuh di tanah.
Sementara dalam keadaan
bertarung, Andika masih juga sempat melihat kalau Sari sudah berada di ambang
maut. Padahal pada saat yang sama, Songko sudah pula kembali akan menjepretkan
tali busumya.
"Hiaaa..." Disertai
teriakan membahana, Pendekar Slebor melenting menjauhi lawannya yang sama
sekali tak menduga. Dan begitu mendarat di tanah, kedua tangannya cepat
menghentak ke arah Panah Iblis Dari Utara.
Wesss. .
Serangkum angin serangan
meluncur dari telapak tangan Andika. Lalu.... Prak "Heh?" Betapa
terkejutnya Songko melihat busur panahnya patah. Dan dia sama sekali memang tak
menduga adanya serangan itu.
"Bangsat Surti Bunuh
pemuda konyol itu" bentak Songko marah. Lalu, kemarahan itu dilampiskan
Songko pada Sari yang masih menahan rasa sakit. Tubuhnya cepat meluruk, hendak
melepaskan tendangan.
Andika sendiri bermaksud untuk
menyelamatkan Sari.
Namun niatnya cepat
diurungkan, karena Nyai Surti meluruk kembali dengan serangan berhawa maut.
"Sari..., bangunlah Kau
bisa mampus" teriak Pendekar Slebor, seraya berkelebat dengan kelincahannya.
Sebisanya Sari berusaha
bangun. Namun tenaganya sudah hilang sama sekali. Padahal, maut sudah di ambang
pintu ketika kaki Songko yang penuh tenaga dalam siap menggasak kepalanya.
Namun sebelum Songko berhasil
melaksanakan maksudnya....
"Hauuummm..." Dengan
gerungan membahana, satu sosok berkaki empat muncul dari balik semak dan
langsung menerjang Panah Iblis Dari Utara.
Rupanya si Belang yang sedang
menjaga Mureksa telah kembali ke tempat itu. Hewan itu memang luar biasa,
naluri dan penciumannya bisa merasakan kalau tuannya berada dalam bahaya.
Memang Ki Wirayuda tak perc uma bertahun-tahun melatihnya.
Bret "Aaakh..."
Songko yang tidak menyangka kalau binatang itu akan muncul dan menyerangnya,
harus merelakan tubuhnya terkena cakaran. Dia berteriak merasakan perih yang
bukan main.
Sementara Sari yang semula
sudah pasrah, kontan terkejut melihat kehadiran si Belang. Wajahnya langsung
berubah gembira.
"Belang Bunuh dia
Bunuh" teriak Sari, kalap.
Mendengar perintah. si Belang
pun semakin kalap.
Aumannya sangat keras dan
memekakkan telinga.
Binatang itu terus menerjang
Songko yang kini harus ber-hati-hati. Padahal, kini tenaganya sudah melemah
setelah bertarung berpuluh-puluh jurus.
Pada satu kesempatan, si
Belang menerjang sekali lagi dengan kuku-kuku terbuka. Songko yang sudah
kebingungan, melangkah ke belakang. Namun kakinya ter antuk batu. Dan....
Bruk Songko terjatuh. Dan saat
itulah si Belang dengan ganas menerjang. Langsung dicabik-cabiknya tubuh Panah
Iblis Dari Utara.
Bret Bret "Aaa..."
Songko menjerit keras ketika daging tubuhnya terobek-robek.
Lalu jeritannya pun melemah,
dan nyawanya pergi meninggalkan jasadnya selama-lamanya.
"Sudah, Belang Cukup
Jangan kotori cakar dan taringmu dengan darahnya yang busuk" ujar Sari.
Binatang buas itu berbalik,
lalu menghampiri Sari yang langsung menerima jilatan Iidah si Belang.
"Kau memang sahabatku
yang setia, Belang...," kata Sari, sambil mengelus-elus.
Sementara itu Pendekar Slebor
masih terus menghindari serangan-serangan ganas dari Nyai Surti.
Tongkat kayu di tangan
perempuan tua itu menjelma begitu banyak, mencecarnya ke mana Andika hinggap.
"Hei it Sabar, Nek Nanti
kau kehabisan tenaga" seloroh Pendekar Slebor sambil berkelit lincah.
Andika sendiri tidak ingin
berlama-Iama lagi, meskipun harus mencari sela untuk menjatuhkan Nyai Surti.
Dan ketika si Kayu Seribu Laksa menyerang, Pendekar Slebor melesat disertai
pengerahan tenaga warisan Pendekar Lembah Kutukan.
"Yeaaa" Melihat
pemuda itu menyongsong serangan, Nyai Surti pun memperkuat kemposan kakinya.
Sementata tenaga dalamnya dialirkan lebih banyak ke tongkat kayunya.
"Heaaa..." Hantaman
tongkat kayu Nyai Surti, ditahan Pendekar Slebor dengan tangannya. Tap Dan
mendadak Pendekar Slebor yang cepat bagai kilat masuk menerjang, melepas
pukulan tangan kanan.
Desss.. "Aaakh..."
Telak sekali dada Nyai Surti terhantam pukulan Pendekar Slebor. Perempuan tua
itu kontan terjajar ke belakang disertai jerit kesakitan.
Andika yang melihat lawannya
sudah goyah, cepat melepaskan pukulan ' Guntur Selaksa'. Tangannya seketika
mengibas.
"Heaaa..." Wuttt...
Namun meskipun baru saja
terkena hantaman Andika, si Kayu Seribu Laksa nampaknya memang sudah ingin
mengadu nyawa.
Sambil menggeram keras,
perempuan tua itu kembali menyambut disertai hantaman tongkat kayunya.
"Hiaaa..." Prak...
Terjadi benturan yang keras,
diiringi suara nyaring.
Dan ternyata tongkat kayu yang
telah dialiri tenaga dalam oleh Nyai Surti, harus pecah berantakan terhantam
ajian 'Guntur Selaksa'. Perempuan tua itu sendiri terkejut melihat kenyataan
ini. Namun keterkejutannya tidak bertahan lama, karena Pendekar Slebor kembali
berkelebat sambil mengibaskan tangan yang satu lagi.
Lalu....Dess..
"Aaa..." Si Kayu
Seribu Laksa melolong setinggi langit, ketika dadanya terhantam ajian 'Guntur
Selaksa' milik Pendekar Slebor. Tubuhnya terjajar ke belakang, sempoyongan.
Andika cepat melenting ke
belakang. Dan mendarat tiga tombak dari tubuh perempuan tua itu. Brukkk...
Si Kayu Seribu Laksa ambruk
dengan dada pecah bagian dalam. Darah segar kontan berhamburan dari mulutnya.
Sebelum ajalnya, perempuan tua itu masih menatap Pendekar Slebor dengan
membiaskan rasa dendam, marah, dan penasaran. Begitu tubuhnya kaku.
matanya masih mendelik.
Andika bergidik melihatnya.
"Ihhh Sudah menjadi mayat
pun kau masih jahat saja, Nenek Peot" desis Pendekar Slebor bergidik.
Lalu Andika mendekati Sari
yang masih mengeluselus si Belang.
"Sari, aku harus
memeriksa luka-lukamu," ujar Andika.
"Tidak perlu" sahut
Sari, tanpa menoleh.
"Hei Kau kelihatan Iuka
bagian dalam tubuhmu...." Sari menoleh dan menatap sewot.
"Lalu kau berharap untuk
melihat tubuhku, hah?" bentak gadis ini.
Andika menutup mulutnya, agar
tidak tertawa.
Sungguh hal itu tidak
terpikirkan oleh otaknya. Tetapi bukan Andika kalau tidak bisa meledek.
"Apakah kau rela
memperlihatkannya sendiri?" "Andika" Andika hanya terbahak-bahak
saja.
"Sudahlah....
Bersemadilah dulu untuk memulihkan tenagamu. Aku pinjam si Belang untuk
mengetahui, di mana Mureksa disembunyikan. Karena, kita harus bertindak cepat
untuk mengetahui apakah Prabu Srigiwarman dari Kerajaan Labuan bersedia
membantu atau tidak," kata Andika.
Sari membenarkan kata-kata
Andika.
Lalu diperintahkannya si
Belang untuk mengantarkan Andika ke tempat Mureksa disembunyikan tadi. Meskipun
kelihatan enggan meninggalkan majikannya, si Belang hanya menurut.
Andika tertawa.
***
Di halaman Keraton Pakuan,
darah semakin membanjir. Suasana semakin pahit dan menyedihkan. Para prajurit
Kerajaan Labuan kini seluruhnya telah terkapar menjadi mayat. Perlawanan
Wenapati, Karnapati, Tiro-pati, serta para prajurit lain agaknya hanya sia-sia.
Walaupun lebih banyak, tapi
dibanding kesaktian Raja Akherat. Srigandi dan Srigunda, mereka tak berarti
apa-apa. Dan akhimya mereka harus merelakan nyawa, walaupun sudah gigih untuk
melawan.
Raja Akherat terbahak-bahak.
"Tak seorangpun yang
mampu menghadapiku Kini aku menjadi orang nomor satu di Kerajaan Pakuan Dan
sebentar lagi, rimba persilatan akan kukuasai"
***
11
Mureksa sudah sadar, setelah
Pendekar Slebor mengalirkan hawa murni ke dalam tubuhnya. Selang beberapa
waktu, dia kemudian menceritakan tentang perjalanannya ke Kerajaan Labuan. Dan
ternyata, Prabu Srigiwarman bersedia mengirimkan dua kelompok prajurit.
Andika mendesah pendek.
"Aku khawatir, kelompok
pertama yang langsung menyerbu ke Keraton Pakuan sudah hancur lebur
semuanya...," ungkap Pendekar Slebor.
Mureksa menganggukkan kepala.
"Tuan Pendekar.... Lebih
baik kita kembali ke gua sebelah sana. Karena aku khawatir kelompok yang kedua
sudah tiba...," usul Mureksa.
"Kau sudah kuat?"
tanya Andika.
"Berkat pertolongan, Tuan
Pendekar...." Bersama si Belang mereka segera kembali ke tempat semula.
Memang persembunyian Mureksa tak begitu jauh.
Sehingga sebentar saja mereka
telah sampai.
Yang diperkirakan Mureksa
memang benar. Dua puluh lima prajurit Kerajaan Labuan sudah berada di sana.
Mereka dipimpin tiga orang
laki-laki gagah berpangkat senapati menunggang kuda hitam.
Salah seorang sedang
bercakap-cakap dengan Sari.
"Itu dia orangnya"
tunjuk Sari, begitu melihat kemunculan Andika, Mureksa, dan si Belang.
Yang bercakap-cakap dengan
Sari tadi seorang laki-laki tegap dengan wajah tampan. Pakaian seragam prajurit
berpangkat senapati. Rambutnya digelung ke atas. Di pinggangnya tersampir
sebilah golok besar.
Ikat pinggangnya berwarna
putih.
"Tuan Pendekar...,"
sebut senapati itu.
Agaknya laki-laki tegap ini
sudah diceritakan Mureksa, kalau Pendekar Slebor berada di pihak Prabu
Adiwarman.
Dan melihat ciri-cirinya,
pastilah pemuda yang baru saja muncul bersamaan seorang prajurit Kerajaan
Pakuan yang nampak lemah adalah Pendekar Slebor. Hanya saja sungguh tidak
disangka, pemuda yang telah menggemparkan dunia persilatan dan menjadi momok
orang-orang golongan hitam sedemikian mudanya "A-ha" sergah Andika.
"Tuan Pendekar? Namaku
Andika...." "Tuan Pendekar.... Aku Monoseta. Dan kami adalah utusan
Kerajaan Labuan...," kata senapati itu sambil menjura.
Andika menggerutu dalam hati
Tuan pendekar lagi Terus terang, dia sebal dengan sebutan semacam itu.
Tetapi saat ini, Andika merasa
tidak perlu mempersoalkannya. Karena yang dikhawatirkan, adalah kelompok
pertama utusan dari Kerajaan Labuan yang langsung menyerang ke Kerajaan Pakuan.
Pendekar Slebor pun mengatakan
soal itu pada senapati bernama Monoseta.
Monoseta menganggukkan kepala,
lalu berkata pada dua orang kawannya yang sama-sama mengenakan pakaiansenapati
Lagi-lagi yangmembedakan ketiganya adalah ikat pinggang yang dikenakannya.
Walaupun sama-sama berpangkat senapati, namun warna ikat pingganglah yang
membedakan.
Rupanya Prabu Srigiwarman
mengambil beberapa orang senapati yang di-bagi beberapa kelompok. Tiap kelompok
berisi tiga orang senapati yang masing-masing dibedakan dengan warna ikat
pinggang.
"Ardiseta.... Kau ikut
denganku ke Kerajaan Pakuan," kata Monoseta pada yang mengenakan ikat
pinggang hijau.
"Sementara kau,
Tiroseta.... Temuilah Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima di Jurang
Setan....
Bawa sepuluh prajurit
bersamamu." Senapati Tiroseta yang mengenakan ikat pinggang warna kuning
langsung menganggukkan kepala.
"Tetapi, siapa yang
mengantar Kakang Tiroseta?" tanya Sari.
Andika tersenyum-senyum.
"Kalau aku, akan ikut ke
Keraton Pakuan. Karena, aku akan menyusup masuk melalui jalan rahasia yang
dikatakan Prabu Adiwarman. Hanya kita berdua yang ta. hu jalan menuju Jurang
Setan. Nah..., bagaimana kalau kau saja?"Andika menyangka kalau Sari akan
marah-marah dan menolak. Tetapi gadis itu malah tersenyum.
"Kau lupa, Andika. Si
Belang pun tahu jalan ke sana." Andika menepuk jidatnya.
"Ah Kenapa aku lupa, ya?
Tetapi rasanya..., lebih baik kau saja yang pergi mengantar Tiroseta dan
sepuluh prajurit Kerajaan Labuan" "Kau memang jahat padaku,
Andika" cibirSari.
"He he he.... Masa' sama
gadis cantik aku jahat? Jadi..." "Tidak bisa" potong Sari cepat.
"Biar si Belang yang
mengantar mereka Kakang Tiroseta..., si Belang tahu ke mana harus
mengantarmu." Lalu Sari merunduk pada binatang peliharaannya.
"Belang..., antarlah
Kakang T iroseta dan sepuluh prajurit. Jangan membuang-buang waktu. Kau hafal
jalannya, bukan?" Seperti mengerti, si Belang mengaum.
Sari berdiri tegak kembali.
"Nah, beres s udah Kita
bisa segera berangkat ke Keraton Pakuan" Andika hanya menggaruk-garuk
kepala yang tidak gatal. Memang sulit menghadapi gadis ini. Tetapi mau apa
lagi? Tenaganya mungkin memang dibutuhkan.
Setelah persiapan dilakukan,
Andika akan menyusup masuk melalui jalan rahasia. Sementara Sari bersa-ma
rombongan dari Kerajaan Labuan akan masuk melalui jalan depan. Dan mereka pun segera
berangkat.
Sementara si Belang
mengantarkan Tiroseta dan sepuluh prajurit menuju Jurang Setan.
***
Seperti yang sudah
direncanakan, Pendekar Slebor dan rombongannya tiba di Keraton Pakuan ketika
senja semakin turun. Andika segera menemukan dua buah pohon trembesi sebagai
tanda jalan rahasia untukmasuk ke keraton. Dia kini berdiri di antara kedua
pohon itu.
Diraba-rabanya permukaan tanah
yang ada di sana. Dan memang, Andika menemukan sebuah tangkai besi.
Seketika dihentakkan tangkai
itu dengan tenaga sakti warisan Pendekar Lembah Kutukan.
Trakkk Terdengar suara
berderak. Sementara beberapa pohon merambat yang tumbuh di sana tercabut begitu
saja. Terbukalah sebuah lubang kecil. Namun untuk masuk ke sana, harus berjalan
merangkak.
"Kalian segera masuk
sekarang juga. Berhati-hatilah, karena aku yakin..., rombongan pertama pasti
sudah dihabisi Raja Akherat," ujar Pendekar Slebor, sebelum masuk.
Mendengar kata-kata itu, wajah
Monoseta dan Ardiseta berubah menjadi geram. Kalau memang yang diduga Pendekar
Slebor benar, mereka akan menuntut balasSementara Sari hanya diam saja. Entah
mengapa, sebenarnya ia ingin ikut bersama Andika. Tetapi sudah tentu ia malu
untuk mengatakannya.
Kepala Andika pun kini
menghilang di balik tanah yang gelap. Pendekar Slebor terus menerobos masuk
lorong yang sempit dan hanya bisa dilalui dengan merangkak. Bau tanah lembab
menerpa hidungnya. Andika memang sengaja memilih jalan ini Karena, yang
dikuatirkan hanya satu. Yakni, bila Raja Akherat mempergunakan ilmu 'Melayang
Dua'nya. Bila memang tokoh itu mempergunakan ilmunya, maka Andika bermaksud
hendak membokong dari belakang.
"Gila Bila aku penghuni
alam sunyi ini..., kalau keluar dari sini, bisa-bisa tubuhku menjadi
bongkok" gerutu Pendekar Slebor. Pendekar Slebor membuka matanya
lebar-lebar.
Langkahnya terus menerobos
jalan rahasia, yang ternyata panjang dan semakin panjang.
***
Monoseta segera memimpin
rombongannya untuk masuk ke Keraton Pakuan.
Sebenarnya mereka heran,
karena pintu keraton tidak dikunci dan dapat dibuka dengan mudah. Pemandangan
pertama yang menerpa mata adalah mayat-mayat dari prajurit Kerajaan Labuan yang
bergeletakan. Juga, tiga orang laki-laki berpakaian putih yang telah menjadi
mayat.
"Raja Akherat Keluarlah.
Kau harus bertanggung jawab atas semua perbuatanmu" teriak Monoseta
menggeram.
Tak ada suara. Angin senja
berhembus dingin. Hawa kematian merebak.
Monoseta mengangkat tangan,
lalu mengibaskannya ke depan.
Wesss. .
Serangkum pukulan jarak jauh
yang dilepaskan senapati ini menghantam pintu masuk ke Keraton Pakuan.
Duarrr Pintu itu hancur
berantakan.
"Raja Akherat Keluar
kau" teriak Monoseta Belum juga hilang gema suara itu, mendadak Desss..
desss. . desss.. "Aaa... aaa... aaa..." Tiba-tiba terdengar teriakan
menyayat yang mengisyaratkan kematian. Begitu Monoseta menoleh, hatinya
mencelat.
Tampak prajurit Kerajaan
Labuan yang tengah sedih melihat saudara-saudara mereka telah menjadi mayat,
beterbangan. Begitu jatuh ke bumi, mereka sudah menjadi mayat.
Seketika Monoseta menjadi
pias. Rupanya, lawan sudah membokong dari satu tempat yang tersembunyi.
"Bangsat Jangan hanya bisa membokong seperti banci, hah?" bentak
Monoseta geram.
Baru saja kata-kata Monoseta
lenyap, berkelebat satu sosok bayangan. Dan tahu-tahu satu sosok tinggi besar
mendarat di hadapan mereka.
Sari yang mengenali sosok itu
menggeram marah.
"Rupanya kau muncul juga,
Raja Penyakitanl" bentak Sad "Ha ha ha..." Raja Akherat
terbahak-bahak. Lalu dari arah pintu masuk utama keraton muncul dua sosok tubuh
berkepala licin. Mereka tak lain Dua Kembar Kepalan Batu dengan langkah lebar
dan wajah sangar.
"Ha... ha... ha...
Rupanya orang-orang yang mau mampus berani menantangku, hah? Dan kau, Manis
Rupanya kau datang untuk menyodorkan diri menjadi pendampingku?" leceh
Raja Akherat.
"Phuih..." Sari
membuang ludahnya muak.
"Jangan terlalu gembira
Hari ini kau akan mampus berkalang tanah" tandas Sari.
"Ha... ha... ha. . Bagus
sekali. Bagus Aku suka mendengar kata-katamu yang lembut menerpa
telingaku" "Hiaaat..." Mendadak saja Sari menerjang dengan
kelebatan pedangnya tanpa mengenal takut: Melihat gadis itu menerjang, Monoseta
dan Ardiseta pun berbuat sama, dan segera disambut Dua Kembar Kepalan Batu.
Sementara, sisa prajurit
Kerajaan Labuan segera bergerak membantu Sari.
Pertarungan sengit pun
terjadi. Para prajurit Kerajaan Labuan lagi-lagi harus beterbangan tanpa nyawa,
begitu Raja Akherat menggerakkan tangannya dengan dahsyat.
Sari merasa kalau mereka akan
mcngorbankan nyawa dengan percuma saja "Lebih baik kalian minggir Dia
adalah raja kejam yang gemar membunuh" teriak gadis itu. "Ha... ha..
ha. . Dan kau akan kubunuh, Manis" Raja Akherat bergerak dengan kedua
tangan ke depan, seolah ingin menangkap Sari. Ia memang ingin mempermainkan
gadis itu. Baik di pertarungan ini maupun di ranjang. Birahinya sudah
bergejolak tidak sabar untuk menggumuli.
Sementara Monoseta yang
menghadapi Srigandi harus terheran-heran melihat lawan yang terus saja
menyerang. Padahal, pukulan saktinya tepat mengenai dada."Gila Rupanya dua
gundul ini memiliki ajian 'Mati Rasa'" dengus Monoseta yang mengenali
ajian itu.
Begitu mengenali ajian itu,
Monoseta jadi teringat mendiang gurunya bernama Eyang Kilir yang bermukim di
Gunung Kalidera. Selama belajar ilmu kesaktian pada beliau. Monoseta telah
mendapatkan pelajaran silat dan ilmu pengetahuan yang banyak sekali. Salah
satunya pengetahuan lentang sebuah ilmu dahsyat yang dimiliki musuh bebuyutan
Eyang Kitir, Langdoro. Ajian itu bernama 'Mati Rasa'. Antara Eyang Kitir dengan
Langdoro pernah bertarung pada tiga puluh tahun yang lalu dengan hasil
berimbang. Maka melihat ajian itu, Monoseta menduga kalau dua orang gundul ini
murid dari Ki Langdoro.
"Hm.... Aku harus
menandinginya dengan ajian 'Pemunah Rasa'" gumam Monoseta.
Kini yang ada di hati Monoseta
adalah mcneruskan perjuangan gurunya, untuk membunuh tokoh hitam sakti yang
kini diambil alih oleh dua orang muridnya.
"Hhh Ajian 'Mati Rasa'
harus hancur dengan ajian 'Pemunah Rasa' Terkutuklah kalian dua gundul murid Ki
Langdoro manusia sesat itu Hiaaat.." Monoseta mendadak saja bersalto ke
belakang.
Begitu mendarat, kedua
tangannya disilangkan di depan dada dengan mulut komat-kamit. Rupanya dia
tengah merapal ajian 'Pemunah Rasa', yang diajarkan Eyang Kitir untuk
menghadapi ajian 'Mati Rasa' dari Ki Langdoro. Dan sebentar saja, Monoseta
telah meluruk kembali, menyerang Monoseta.
Srigandi tidak tahu kalau
lawan telah merapal ajian penangkal dari ajian 'Mati Rasa'. Maka terus saja
di-songsongnya dengan pukulan keras. Sementara ajian 'Mati Rasa'telah dirangkum
disekujur tubuhnya. Dan....
Plak Des "Aaakh..."
Ajian 'Pemunah Rasa' milik Monoseta tepat mengenai dada Srigandi, yang kontan
berteriak merasakan sakit sangat luar biasa. Tubuhnya pun terhuyung ke belakang
dengan deras, lalu ambruk disertai muntahan da-rah.
"Srigandi" seru
Srigunda terkejut, sambil menyerang Ardiseta.
"Kakang..., hati-hati...
Manusia itu..., memiliki ajian penangkal ajian 'Mati Rasa'.... Ia.. ia tentu
murid Eyang Kitir... yang sering... diceritakan... guru... aaakhhh" Salah
seorang dari Dua Kembar Kepalan Batu itu pun tewas."Hiaaa..." Melihat
adiknya tewas, Srigunda melompat ke arah Monoseta dengan maksud membalas
kematian adiknya.
Monoseta yang sudah
mempersiapkan ajian 'Pemunah Rasa' segera menyambut.
"Ardiseta Bantu Sari
menghadapi Raja Akherat" teriak Monoseta, pada Ardiseta.
Ardiseta pun segera menerjang
ke arah Raja Akherat yang sedang mempermainkan Sari dengan serangan-serangan
ganas. Golok besar di tangan Ardiseta berkelebat mengancam Raja Akherat yang
harus berkelit menghindar.
"Bagus, bagus... Aku pun
ingin kau segera menyusul teman-temanmu ke neraka" sambut Raja Akherat.
Sementara itu, Monoseta terus
mencecar Srigunda.
Dan kali ini Srigunda
membenarkan kata-kata Srigandi, kalau lawan memiliki ajian pemunah dari ajian
'Mati Rasa'.
Des Des "Aaakh..."
Berkali-kali tubuh Srigunda terkena pukulan Monoseta. Namun tubuhnya yang kebal
bukan lagi disebabkan tidak merasakan kerasnya pukulan Monoseta, tapi karena
kemarahannya untuk membalas dendam atas kematian Srigandi.
"Hiaaa..." Srigunda
berbuat nekat.
Tubuhnya meluruk menyerang.
Padahal, tindakannya hanya
akan mengirimnya ke neraka saja.
Dengan mengegos ke kiri dan
kanan, Monoseta menghantam dada Srigunda dengan keras.
Desss "Aaa..."
Srigunda terjengkang disertai raung kesakitan.
Tubuhnya ambruk di tanah tak
bangun-bangun lagi. Kalau Srigandi mati dengan muntah darah, Srigunda tewas
dengan dada jebol Monoseta menggeram puas. Lalu tubuhnya bergerak membantu
Ardiseta dan Sari yang sedang menerima serangan Raja Akherat. Namun belum lagi
bergerak....
"Heh?" Mendadak saja
muncul satu sosok tubuh Raja Akherat yang lain dari dalam keraton.
"Ha... ha... ha.. Biarkan
mereka bermain-main dengannya Kini, kau menghadapi aku" kata Raja Akherat
yang baru datang, memandang tajam pada Monoseta.
Bukan hanya Monoseta saja yang
terkejut melihat sosok Raja Akherat yang tahu-tahu telah menjadi dua seperti
itu. Juga Ardiseta dan Sari yang kaget bukan alang kepalang.
Rupanya, Raja Akherat sudah
kembali mempergunakan ilmu 'Melayang Dua' yang pernah membuat Pendekar Slebor
kewalahan.
Wesss. .
"Edan Ilmu siluman"
desis Monoseta. Senapati ini harus jungkir balik ketika Raja Akherat yang
muncul di ambang pintu itu mengibaskan tangan ke arahnya. "Bangsat"
dengus Monoseta. "Hiaaa..." Dengan ajian 'Pemunah Rasa', Monoseta
menerjang cepat Tetapi Raja Akherat tiba-tiba mengibaskan tangannya lagi.
Sehingga....
Desss..: "Aaakh..."
Senapati itu kontan terpental disertai teriakan kesakitan.
Sedangkan Ardiseta dan Sari
yang menghadapi Raja Akherat yang satunya lagi, kali ini harus menerima
serangan-serangan sangat dahsyat dan mematikan.
Bahkan tubuh Ardiseta sudah
berkali-kali harus terpental ke belakang. Namun kegigihannya sebagai senapati
pilihan membuatnya kembali bangun.
Akan tetapi, kegigihannya itu
tidak membawa hasil yang memuaskan. Baru saja Ardiseta bangkit, Raja Akherat
telah meluruk sambil melepaskan tepakan pada dada.
Plak "Aaa..." Tubuh
Ardiseta kontan terlontar deras ke belakang.
Ketika ambruk ke bumi, di
dadanya tercetak lima jari tangan Raja Akherat. Nyawanya pun melayang.
"Ha ha ha... Tak ada
gunanya kalian menyerangku" kata Raja Akherat pongah. "Nona Manis....
Lebih baik ikut denganku, menemaniku di ranjang dan melayaniku.
Daripada harus mampus
mengenaskan" "Justru aku hendak mengadu nyawa denganmu" balas
Sari, gagah.
Raja Akherat kembali
terbahak-bahak.
Tokoh sesat ini tidak ingin
melukai gadis itu, dan tetap berkeinginan untuk menguasainya, Tak sabar
membayangkan hal itu, mendadak saja Raja Akherat nenerjang ke depan dengan
cepat. Tangannya bergerak cepat, menepak pedang di tangan Sari.
Plak "Ihhh..."
Pedang gadis ini terpental. Dan sebelum Sari berbuat apa-apa, Raja Akherat
telah berkelebat cepat sambil melepaskan totokan. Tuk "Ohhh..."
"Ha... ha... ha... Sudah kukatakan, aku akan mendapatkanmu,
Manis...," leceh Raja Akherat, melihat tubuh Sari melorot ambruk di tanah.
Sementara ilu Monoseta yang
masih menghadapi Raja Akherat satu lagi harus pula menghadapi Raja Akherat yang
tadi menjadi lawan Sari. Rupanya, kedua Raja Akherat memiliki ilmu yang
sama-sama tinggi.
Bahkan wajah, benluk tubuh,
dan kekejamannya pun sama.
Monoseta sendiri merasa kalau
tidak akan mampu menghadapi kedua Raja Akherat. Hanya yang membuatnya tidak
mengerti, mengapa sampai saat ini Pendekar Slebor belum muncul juga?
Seharusnya, Andika sudah tiba di belakang keraton ini, dan bersiap membokong
Raja Akherat. Mungkin karena Pendekar Slebor tahu kalau Raja Akherat mampu
membuat tubuhnya menjadi dua seperti ini, maka harus masuk melalui jalan
rahasia.
Tetapi mengapa Pendekar Slebor
begitu lama sekali? Dan belum muncul juga? Pada saat seperti ini, sebenarnya
tenaga Monoseta sudah merosot jauh. Bahkan tidak akan mampu bertahan lebih lama
lagi. Sementara, kesempatan untuk membalas sudah tidak ada.
Apa yang diduga memang benar.
Monoseta kini harus melompat menghindari pukulan yuang mengandung tenaga sakti
yang kuat dari Raja Akherat. Namun pada saat yang sama. Raja Akherat yang satu
lagi melepas tendangan dahsyat. Dan....
Prakkk...
"Aaakh..." Seketika
kepala Monoseta pecah terhantam tendangan Raja Akherat. Lalu tubuhnya ambruk ke
bumi, jatuh berdebam.
Raja Akherat terbahak-bahak.
"Tak seorang pun yang
mampu untuk menghadapiku' Kini, rencanaku untuk menguasai dunia persilatan akan
segera terwujud Ha... ha.. ha... Rupanya Pendekar Slebor takut mengadu nyawa
denganku" Raja Akherat melangkah, mendekati Raja Akherat yang satu lagi.
Dan perlahan-lahan, tubuh mereka bersatu.
Sebentar saja Raja Akherat
memandang ke sekeliling, lalu melangkah mendekati tubuh Sari yang dalam keadaan
tertotok lemah. Dengan lembut dibopongnya gadis itu.
Perlahan-lahan Raja Akherat
melangkah, masuk kembali ke dalam keraton.
***
Sebenarnya, apa yang terjadi
dengan Andika? Adakah sesuatu penghalang di jalan rahasia itu? Dan, bagaimana
dengan nasib Sari yang sudah di ambang kehancuran? Tunggu serial Pendekar
Slebor selanjutnya: NERAKA DI KERATON BARAT