BAGIAN 11: OEY YOK SU MENINGGALKAN THO HOA TO
Belasan hari lamanya Oey Yok
Su berada ditengah laut, dan selama dalam perjalanan tersebut pikirannya selalu
terkenang pada kebaikan-kebaikan gurunya.
Tang Cun Liang lah yang telah
membuat Oey Yok Su kini menjadi seorang pemuda yang gagah perkasa dan memiliki
kepandaian yang luar biasa.
Tetapi siang itu, waktu Oey
Yok Su tengah mengayuh perahunya, ia merasakan tubuhnya seperti disengat-sengat
oleh panasnya udara, disamping itu juga langit biru bersih dan air laut seperti
mendidih oleh panasnya udara.
Dan yang lebih mengejutkan Oey
Yok Su lagi, ia mengetahui apa artinya udara yang panas melebihi dari biasanya
itu.
„Celaka.......!" mengeluh
Oey Yok Su dalam hatinya, inilah tanda-tanda topan akan segera muncul.........
aku harus capat-cepat menyingkir........!"
Dan Oey Yok Su mempercepat
gerakan kayu pengayuhnya, dia harus cepat-cepat menyingkir dari daerah laut
tersebut.
Tetapi terlambat
.....................
Dari utara justru Oey Yok Su
melihat seperti terdapat sebuah tirai putih, seperti asap, yang kian menebal
dan menghampirinya. Bahkan air lautpun mulai bergerak-gerak semakin lama
merupakan gelombang yang kuat, bergulung-gulung semakin tinggi, sehingga perahu
Oey Yok Su seperti juga dipermainkan oleh gelombang tersebut dan membuat pemuda
ini sulit menguasai perahunya.
Sedangkan tirai asap yang
tengah menuju kearahnya semakin mendekat, cepat sekali semuanya itu terjadi,
dan Oey Yok Su merasakan seluruh pakaiannya berkibar terhembus angin yang kuat.
Oey Yok Su mengerti apa yang
telah terjadi saat itu. Angin topan telah datang, dan ia sudah tidak memiliki
pilihan lain, disimpannya kayu pengayuhnya dan ia memeluk perahunya dengan
tubuh bertiarap.
Dengan sikap seperti ini Oey
Yok Su hendak mengurangi terpaan angin topan itu.
Dan ia merasakan kepalanya
pusing bukan main, karena perahu yang dipeluknya itu terpontang-panting
dilemparkan gelombang yang besar kesana kemari tiada hentinya, perahu itu
bagaikan sebuah belahan kulit kacang, yang tengah dipermainkan oleh gelombang
laut yang ganas dan buas itu.
Oey Yok Su merasakan matanya
berkunang-kunang selain kepalanya yang pusing.
Juga perbekalan makanan yang
ada diperahunya telah lenyap, entah diterbangkan kemana.
Tetapi Oey Yok Su masih terus
mempertahankan dirinya dari seretan angin topan yang begitu dahsyat. Ia
mengerahkan lwekangnya dan tetap memeluki perahunya dengan kuat, sehingga
tubuhnya seperti melekat diperahunya tersebut.
Namun............ karena
perahunya itu berputar-putar pontang-panting tidak hentinya dipermainkan
gelombang, akhirnya membuat Oey Yok Su seperti kehabisan napas, kepalanya
pusing dengan pandangan mata menjadi gelap.
Ia mengeluh, jika hal ini
berlangsung terus lebih lama, tentu ia tidak akan kuat untuk bertahan terus,
maka ia akan menjadi korban dari angin topan itu, yang tentunya akan
melemparkannya entah kemana.
Tetapi sebagai seorang pemuda
yang belasan tahun lamanya memperoleh gemblengan diri dan tenaga dalam,
akhirnya membuat Oey Yok Su masih bisa bertahan terus. Dia mengerahkan semangat
dan tenaga saktinya memeluki perahunya, seperti juga tubuhnya telah melekat
menjadi satu dengan-perahunya tersebut.
Justru yang dikuatirkan oleh
Oey Yok Su adalah batu karang.
Kalau saja kebetulan disekitar
laut tersebut terdapat karang, habislah riwayatnya, karena perahunya niscaya
akan membentur hebat karang itu. Tetapi syukur sejauh itu tidak ada bahaya
lain, hanya perahunya yang terus ber-pusing2 kuat sekali, dimana tubuh Oey Yok
Su juga jadi berputar tiada hentinya.
Pemuda tersebut merasakan
tenaganya seperti habis terkuras, ia telah berputus asa.
„Akhh........, rupanya hidupku
banya sampai disini saja...........inikah cara untuk menyusul
suhu.............?" pikir pemuda itu dalam kcadaan putus asa.
Perahunya masih ber-pusing2
terus dan habislah tenaga Oey Yok Su.
Ia sudah tidak bisa bertahan
lebih lama lagi, dimana pandangan matanya menjadi gelap dan pikirannya menjadi
kabur, dan ia sudah pingsan tidak sadarkan diri........
Oey Yok Su juga tidak
mengetahui selanjutnya apa yang terjadi, karena ia hanya sempat berpikir
sebelum jatuh pingsan bahwa tubuhnya tentu akan menemui kematian tenggelam
didalam laut dan menjadi makanan empuk dari binatang laut, khususnya ikan
hiu.........
Angin yang berdesir dingin
menerpa mukanya membuat Oey Yok Su membuka matanya, ia telah tersadar dari
pingsannya, dengan hati bingung dia memandang kesekelilingnya.
Waktu itu tubuhnya masih
bertiarap rebah diatas perahunya dengan sepasang tangan tetap memegangi dan
memeluk perahunya.
Sedangkan perahu itu sendiiri
tengah terombang-ambing perlahan, dipermainkan oleh riak gelombang kecil air
laut yang menerpanya lembut.
Oey Yok Su jadi memandang
kesekelilingnya.
Hari telah malam.
Entah jam berapa saat itu, ia
hanya melihat rembulan telah tinggi dilangit dan banyak bintang-bintang yang
bertaburan, air laut disekelilingnya juga berkilauan tertimpah cahaya rembulan.
„Rupanya aku belum
binasa......aku rupanya batal menjadi korban keganasan angin topan
itu......!" berpikir Oey Yok Su sambil menghela napas.
Ia juga mengucapkan perasaan
syukurnya kepada Tuhan, yang telah memberikan perlindungan padanya.
Walaupun bagaimana, kehendak
Tuhan jugalah yang membuat ia masih bisa hidup sampai saat ini, karena semula
ia telah menduga bahwa dirinya akan menjadi korban keganasan angin topan itu.
Oey Yok Su juga tidak
mengetahui entah kapan angin topan itu berlalu, ia hanya heran mengapa dirinya
tidak terseret oleh angin topan tersebut.
Bukankah dia telah jatuh
pingsan waktu perahunya dilanda topan ?
Rupanya suatu kemujijatan
telah terjadi pada diri pemuda ini.
la telah memeluk perahu dengan
tubah bertiarap.
Dan waktu memeluki perahunya
itu Oey Yok Su telah mengerahkan sinkangnya, sehingga sepuluh jari jemari
tangannya seperti tertancap ditubuh perahu.
Maka walaupun ia pingsan,
tokh..... kedua tangannya itu masih juga memeluki kuat sekali tubuh perahu.
Tubuh perabu itu, yang telah
kehilangan segala barang perbekalan muatannya Oey Yok Su menjadi sangat ringan,
dipermainkan topan dengan berputar-putar diatas gelombang air laut, sehingga
tubuh Oey Yok Su yang tiarap diperahu tersebut jadi ikut ber-putar2 juga.
Hal itulah, yang telah
menyelamatkan Oey Yok Su dari maut.
Kini topan telah berlalu, dan
ia hanya berada diperahuaya yang mengambang dipermukaan laut, tanpa kemudi.
Setelah berhasil menenangkan
goncangan hatinya, Oey Yok Su menghela napas dalam-dalam. Sekali lagi ia
memandang kesekelilingnya, untuk melihat arah angin.
la memang mempelajari ilmu
perbintangan, dengan sendirinya ia bisa mengenali arah dengan hanya meIihat
kedudukan bintang dan bulan.
la telah mengetahui dengan
cepat, jurusan mana untuk mengambil kearah barat.
Tetapi justru sekarang yang
membingungkan Oey Yok Su, ia tidak mengetahui kearah mana yang harus diambilnya
untuk mencapai daratan Tionggoan.
Itulah sebabnya ia telah
mengambil arah barat, untut mencoba mengarungi laut dengan perkiraan saja.
Satu hari sang malam Oey Yok
Su berada diperahunya yang terapung ditengah lautan.
Dan sejauh itu dia telah
mengayuh, tidak juga di jumpainya daratan, sehingga membuat Oey Yok Su jadi
bingung.
„Walaupun aku terlolos dari
kematian akibat topan itu, tokh akhirnya aku akan mati juga disebabkan
kelaparan dan kehausan.........!" pikir Oey Yok Su.
Ia berpikir begitu karena
memang perbekalannya semua telah lenyap, diperahunya sudah tidak terdapat suatu
apapun juga. Saat itu Oey Yok Su juga telah dicekam oleh perasaan haus yang
sangat. Namun sebagai seorang pemuda yang keras hati dan tabah, ia masih bisa
bertahaan diri.
Dia merasakan seluruh tubuhnya
lemas tidak bertenaga.
Perasaan lapar memang bisa
ditahannya, tetapi hausnya ?
Lehernya yang kering seperti
juga mencekik pernapasannya.
Diam-diam Oey Yok Su jadi
mengeluh.
Hidup terapung-apung ditengah
laut dengan kelaparan dan kehausan seperti itu jauh lebih tersiksa dibandingkan
mati terseret topan.
Tetapi Oey Yok Su tidak
berputus asa, ia telah berlayar terus dengan mendayung mempergunakan sisa
tenaganya, sehingga perahunya masih bisa meluncur dengan cepat.
Harapan 0ey Yok Su
satu-satunya adalah menjumpai daratan.........
Tepat diwaktu itu, Oey Yok Su
melihat dikejauhan ada titik hitam, sehingga memberikan harapan pada hatinya.
„Sebuah pulau.....!"
menggumam Oey Yok Su gembira, semangatnya terbangun dan dia mendayung lebih
cepat lagi, dengan sisa tenaga yang masih ada padanya.
---oo0oo---