Hoa San Lun Kiam (Pendahuluan Trilogi Rajawali) BAGIAN 10: PESAN TERAKHIR SANG GURU

Hoa San Lun Kiam (Pendahuluan Trilogi Rajawali) BAGIAN 10: PESAN TERAKHIR SANG GURU
BAGIAN 10: PESAN TERAKHIR SANG GURU

PAGI itu Oey Yok Su telah menyediakan makanan pagi untuk gurunya, kemudian ia melatih diri, dipekarangan rumah dengan ilmu silat yang telah dimilikinya. Yang membuat Oey Yok Su melatih diri dengan giat, karena ia bermaksud untuk memiliki sinkang yang lebih tinggi, karena semakin dilatih, sinkangnya itu se-makin memperolch kemajuan, menambah selera Oey Yok Su untuk mempertinggi ilmu dan kepandaiannya.

Tetapi, disaat Oey Yok Su tengah asyik melatih diri, waktu itu Tang Cun Liang telah memanggil muridnya tersebut untuk bertemu dikamar perpustakaannya.

Oey Yok Su menunda latihannya dan meneniui gurunya dikamar perpustakaan.

Dilihatnya sikap Tang Cun Liang hari ini aneh sekali, dimana murid tersebut melihat gurunya bermuram durja, seperti ada sesuatu yang mengganggu ketenangan hatinya.

Waktu melihat muridnya telah datang, Tang Cun Liang menyuruh murid tersebut untuk duduk disebuah kursi kayu yang kasar buatannya, karena dibuatnya sendiri. Murid itu menurut perintah gurunya, dia telah duduk de-ngan rapih untuk mendengarkan kata-kata gurunya.

Waktu-waktu berlalu, tetapi Tang Cun Liang belum juga membuka suara.

Guru ini telah berdiri dimuka jendela, mengawasi keluar mengawasi bunga-bunga yang banyak bertumbuhan dipelataran rumah. Tang Cun Liang juga menghela napas berulang kali, barulah kemudian meminta tubuhnya menoleh kepada muridnya, yang waktu itu tengah duduk agak gelisah menantikan apa yang ingin dikatakan oleh gurunya tersebut.

„Muridku, engkau tentu mengetahui tiada pesta yang tidak akan berakhir bukan ?" tanya gurunya.

Oey Yok Su mengangguk, hatinya mulai merasa tidak enak.

„Apa maksud suhu ?" tanya murid ini.

„Dan tidak ada sesuatu yang abadi didunia........perpisahan selalu terdapat untuk sebuah pertemuan. Maka dari itu, jika selanjutnya kita tokh berpisah, engkau jangan terlalu bersusah hati....!".

„Dengarkan dulu kata-kataku", kata Tang Cun Liang sambil mengulap-ulapkan tangannya.

„Jangan engkau memotong kata-kataku. Sekarang engkau mulai dewasa, dan juga seluruh kepandaianku telah kuturunkan semua, dimana engkau telah berhasil untuk mempelajarinya dengan baik........yang kurang untukmu hanyalah pengalaman belaka tetapi, walaupun demikian, jarang sekali ada orang yang bisa merubuhkan engkau, hanya beberapa orang tokoh sakti saja kukira yang hisa menundukkanmu ! Dengan kepandaian yang sekarang engkau miliki, engkau telah menjadi seorang yang memiliki kekuatan untuk melakukan suatu apapun yang engkau kehendaki. Tetapi walaupun demikian, engkau tidak boleh angkuh atau terlalu menyombongkan kepandaianmu. Inilah yang harus engkau ingat benar, karena langit ini demikian luas, dunia demikian lapang, masih banyak jago lainnya disamping engkau.......! Terpenting sekali adalah engkau harus terus menerus melatih diri sampai mencapai puncak kesempurnaan ilmumu, sehingga kelak- engkau bisa menonjol sebagai seorang jago yang memiliki kepandaian yang tidak terkalahkan, terutama tidak mendatangkan malu untuk gurumu yang telah bersusah payah mendidikmu.......!"

„Tecu akan memperhatikan nasehat suhu...!" kata Oey Yok Su sambil menuuduk dengan hati yang tidak tenang.

„Ya, syukur jika engkau kelak bisa melatih diri terus dan menjadi seorang jago yang berkepandaian tinggi Itulah yang sangat kuharapkan sekali. Disamping itu, engkaupun harus sering-sering meminta petunjuk2 dari golongan Locianpwe, golongan tua, untuk menambah pengetahuanmu. Terutama sekali kepada Tu Li Sing, ia telah berjanji untuk membagi waktunya mengawasi dirimu setelah aku tiada.......!"

„Suhu........?"

Tang Cun Liang menghela napas panjang.......wajahnya muram.

Tetapi itu hanya sekejap saja, sebab dia telah tertawa lagi sambil katanya: „Muridku, kukira usiaku telah cukup lanjut....... maka aku menyadari dalam beberapa hari ini rupanya aku tidak bisa mempertahankan diri lagi dan akan segera meninggal....... maka engkau

jangan terkejut muridku, kematian adalah biasa dan ini merupakan perpisahan diantara kita. Yang penting, tidak boleh karena kematianku itu membuat latihan-latihanmu terganggu...aku rnemanggilmu kemari karena ingin kuberitahukan bahwa pulau Tho Hoa To ini kuwariskan ke padamu, agar engkau merawatnya dengan baik ....... akupun ingin berpesan kepadamu, jika aku telah meninggal dunia, maka buang saja mayatku dilaut, jangan dikubur.........!"

Oey Yok Su tidak bisa menahan air matanya yang meleleh turun.

Diapun telah berkata dengan suara gemetar: „Suhu ....... apakah ........ apakah sudah tidak ada jalan lain yang bisa memperpanjang usia suhu ?"

Sang guru telah menghela napas dalam-daIam.

„Muridku, baiklah aku berterus terang padamu, bahwa sesungguhnya aku telah menerima endapan dari kesesatan ilmu yang kulatih, maka dari itu, mungkin dalam waktu-waktu dekat ini, semua itu akan meledak. Memang selama sepuluh tahun aku bisa bertahan diri, tetapi sekarang rupanya sudah tiba waktunya dimana kesesatan itu akan meledak, merayapi seluruh anggota dalam tubuhku ......... ..!"

Sudah tidak ada jalan lain yang bisa menyelamatkan jiwaku.

Hanya saja pesanku, jika aku telah tiada engkau harus melatih diri dengan sebaik mungkin ... ..!"

Oey Yok Su sudah tidak bisa menahan perasaan lagi, ia telah bangkit dari duduknya berlutut dihadapan orang tua itu.

Kemudian dia pun telah menangis sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

„Tecu akan memperhatikan pesan suhu.......!" dan tangisnya sudah tidak bisa ditahan lagi.

Selama sepuluh tahun mereka telah hidup bersama dipulau ini, dan selama itu pula gurunya memperlakukan diriaya dengan baik dan manis.

Sekarang gurunya menyatakan ia akan meninggal dunia karena kesesatan yang mengendap didalam tubuhnya.

Mana Oey Yok Su tidak mau bersedih hati ?

la telah menganggap Tang Cun Liang sebagai ayahnya, yang selama ini memanjakan dia.

Maka Oey Yok Su tidak bisa menahan isak tangisnya lagi.

Tang Cu n Liang mengusap-usap rambut muridnya, dia berkata dengan suara yang lembut :

„Muridku!, engkau tidak perlu bersedih hati seperti itu.

Kematian adalah biasa.

Kita bertemu dan kini akan berpisah, itu semua tidak berarti apa-apa.

Engkau harus bisa menerima kenyataan ini.

Semua orang pun akhirnya akan tiba pada yang satu itu, yaitu kematian"

Tetapi justru aku bersyukur, semua ilmu yang kumiliki telah, berhasil kuwariskan kepadamu disamping itu aku pun telah memiliki seorang murid sebaik engkau, secerdas engkau ........... maka aku akan bisa meram dalam matiku ini........ hatiku senang dan tidak diberati sesuatu lagi, sehingga aku, bisa meram diakherat..........!"

Bukannya menghentikan tangisnya. Yok Su jadi menangis lebih sedih.

Oey Yok Su jadi menangis lebih sedih.

Banyak nasehat dan pesan yang di berikan oleh Tang Cun Liang, terlebih lagi memgenai ilmu simpanannya, ia telah menjelaskan keseluruhannya. Juga nasehat-nasehat bagaimana kelak Oey Yok Su harus hidup seorang diri untuk mengarungi dunia persilatan, menghadapi jago-jago yang ada, dan hagaimana tindakannya untuk dapat melakukan semuau pekerjaannya sebagai seorang pendekar.

Setelah menjelang senja, Tang Cun Liang perintahkan muridnya kemb:rali kekamarnya, untuk beristirahat. Apa yang didengar oleh Oey Yok Su tentu merupakan urusan yang hebat dan menggoncangkan perasaannya, maka muridnya tersebut perlu beristirahat.

Namun keesokan paginya, waktu Oey Yok Su mempersiapkan makanan untuk gurunya. dan ia mengetuk pintu kamar gurunya, Oey Yok Su tidak memperoleh sahutan.

la tetah mangetuk dua kali Jagi, dan tetap tidak memperoleh jawaban.

Dengan hati dan perasaan yang tidak enak, Oey Yok Su mendorong daun pintu kamar. Segera dilihatnya gurunya tengah rebah dipembaringannya, diam tak bergerak.

Tahulah Qey Yok Su apa yang telah terjadi, ia jadi menangis sejadinya.

Tang Gun Liang rebah dipembaringan dengan wajah yang tenang, bibir tersungking senyuman dan sepasang mata yang terpejamkan rapat-rapat. Disamping itu, iapun memenakan pakaian baru. Rupanya Tang Cun Liang telah berpulang untuk selama-lamanya kesisi Tuhan............

Memang sebelumnya Tang Cun Liang telah mengetahui bahwa hidupnya tidak lama lagi. Sebagai seorang tokoh sakti yang memiliki kepandaian sangat tinggi, Tang Cun Liang mengetahui kapan akan berakhir napasnya. Maka dari itu kemarin Tang Cun Liang telah memanggil muridnya dan memberikan wejangan-wejangan terakhir, dan malam itu, ia telah mengganti pakaiannya dengan seperangkat pakaian baru, dan merebahkan tubuhnya dipembaringan untuk tidur, untuk melakukan perjalanan yang jauh............. pergi selama-Iama2nya....Dan dalam keadaan tertidur seperti itulah Tang Cun Liang telah menghembuskan napasnya yang terakhir.

Setelah menangis agak lama, Oey Yok Su kemudian merapihkan segala sesuatu yang diperlukan, ia telah menuruti pesan gurunya untuk membuang jenasah gurunya ketengah laut.

Dengan mempergunakan sebuah perahu Oey Yok Su membawa jenasah .gurunya ketengah laut, kemudian waktu ingin melemparkan jenasah gurunya tersebut, Oey Yok Su telah berkata: „Guru...... tenang-tenanglah engkau ditempat peristirahatanmu yang terakhir..... tecu tentu akun selalu ingat pesan-pesan yang diberikan Suhu..... !" dan tubuh Tang Cun Liang telah dilemparkannya masuk kedalam laut, ditelan oleh gelombung laut dan lenyap dari pandangan mata Oey Yok Su.

Kemudian Oey Yok Su kembali kepulau, selama empat hari pemuda ini tidak enak makan, selalu dicekam oleh kesedihannya belaka mengingat akan kematian gurunya.

Waktu ilu, Oey Yok Su juga tidak melatih diri.

Ia sering membayangkan, betapa bahagia dan menggembirakan jika saja gurunya itu bisa hidup lebih lama lagi.

Tetapi rupanya memang sudah suratan takdir, dimana ia dan gurunya harus berpisah.

Berpisah mati untuk selama-lamanya.

Dan Oey Yok Su mulai hidup seorang diri dipulau itu.

Setelah lewat beberapa hari lagi, Oey Yok Su mulai bisa mengeridalikan kesedihannya. la pun berpikir: „Jika kesedihanku ini berlarut-larut dan aku tidak bisa menguasainya sehingga aku tidak melatih diri, berarti aku melalaikan pesan suhu !

Bukankah dengan demikian akan membuat suhu jadi tidak tenang dialam baka ?"

Karena berpikir begitu, maka Oey Yok Su telan menindih kesedihan2 hatinya, ia telah berlatih pula dengan giat.

Begitulah, Oey Yok Su hidup hanya seorang diri dipulau tersebut.

Tetapi karena telah lebih dari sepuluh tahun ia berada dipulau ini, maka Oey Yok Su telah terbiasa dengan kesunyian dan ketenangan yang ada.

Satu tahun lebih Oey Yok Su menetap dipulau tersebut sambil melatih diri, namun akhirnya Oey Yak Su merasakan kesepian yang terlalu mencekam.

Apa lagi memang ia merupakan seorang pemuda yang waktu itu memiliki semangat dan keinginan yang kuat. la bermaksud untuk pergi berkelana didalam rimba persilatan.

Namun yang membuat Oey Yok Su bimbang justru ia berat sekali untuk meninggalkan pulau Tho Hoa To.

Sebagai seorang pemuda yang memiliki kepandaian tinggi, dan hanya hidup seorang diri dipulau yang cukup luas seperti Tho Hoa To, akhirnya Oey Yok Su jadi bosan.

la ingin mencoba kepandaiannya itu, untuk dipergunakan bertempur dengan seseorang.

Namun sejauh itu, selama belasan tahun, tokh ia hanya seorang diri saja.

Mana dapat ia berlatih dengan orang lain ?

Setelah sebulan lebih Oey Yok Su dikuasai kebimbangannya itu, akhirnya perasaan ingin pergi mengembaranya lebih kuat, dan memhuat ia akhirnya memutuskan untuk meniggalkan Tho Hoa To beherapa saat lamanya, untuk berkelana dalam kalangan Kang-ouw. Kelak aku tokh kembali lagi kemari...... dengan pergi berkelana, tentu aku akan memperoleh pengalaman yang tidak sedikit...........!".

Bulatlah tekad Oey Yok Su untuk meninggalkan Tho Hoa To sementara waktu, ia pun telah mempersiapkan perbekalan untuk melakukan perjalanan.

Dua hari kemudian, dipagi hari yang cerah, dimana langit bersih dari awan dan air laut tidak terlalu bergelombang hebat, dengan mempergunakan sebuah perahu ia telah meninggalkan Tho Hoa To.

---oo0oo---

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar