BAGIAN 08: PANGCU KAYPANG MU CIE IN
TERNYATA, waktu Oey Yok Su
tengah tertidur nyenyak, Tang Cun Liang juga tengah merebahkan tubuhnya
dipembaringan, diapun ingin tidur. Tetapi justru telinganya yang tajam
mendengar suara langkah kaki yang ringan diatas genting rumah penginapan.
Walaupun suara itu sangat
perlahan sekali, seperti jatuhnya daun kering, dan juga menunjukkan orang yang
tengah berjalan malam itu adalah seorang yang telah mahir ilmu meringankan
tubuhnya. Segera dia menduga kepada maling pemetik bunga (djaj-hoa-tjat),
sehingga Cun Liang jadi terbangun semangatnya.
Walaupun dalam
tindak-tanduknya Tang Cun Liang selalu bersikap keras dan sulit diterka dia
mengambil jalan putih atau hitam, namun dia membenci sekali kejahatan
memperkosa yang sering dilakukan oleh para maling pemetik bunga, yang
mengandalkan sedikit kepandaiannya untuk berjalan malam diatas genting dan
mengandalkan obat pulasnya untuk memperoleh korbannya.
Walaupun tubuhnya letih dan
mengantuk, tokh..... Tang Cun Liang telah melupakan semua itu, dia melompat
turun dari pembaringannya, dan kemudian dengan gerakan yang gesit dia membuka
jendela kamarnya. Kemudian melompat keluar dan menutup kembali daun jendela.
Tubuh Tang Cun Liang bergerak
begitu lincah dan gesit, sehingga waktu dia melompat Keats genting, sama sekali
tidak menimbulkan suara sedikitpun juga.
Diiihatnya, terpisah belasan
tombak dari tempatnya berada, sesosok tubuh tengah berlari kearah timur dengan
gerakan yang gesit sekali. Sosok bayangan itu kurus dan tampaknya memiliki
bentuk tubuh yang jangkung.
Dengan cepat Tang Cun Liang
telah mengejarnya, dia membatasi jaraknya, agar orang yang tengah dibuntutinya
itu tidak mengetahui bahwa dirinya sedang diikuti.
Sedangkan sosok tubuh yang
jangkung kurus itu masih terus berlari kearah timur.
Dan waktu tiba didekat pintu
kota, sosok bayangan itu membelok kesebuah jalan yang cukup lebar. Dia telah
melompat turun dan berlari menghampiri sebuah gedung yang bertingkat dua
berukuran cukup besar.
Tang Cun Liang jadi heran,
selama dia mengikuti orang tersebut, dia telah memperhatikannya, bahwa orang
itu disamping memiliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi, juga
tampaknya orang ini bukan orang sembarangan, karena kelihatannya dia memiliki
kepandaian yang tinggi sekali. Tentu saja Tang Cun Liang jadi tambah tertarik
hatinya, dia telah mengintai terus, dan dilihatnya orang itu melompati tembok
rumah itu, menyelinap masuk.
Tang Cun Liang mempercepat
larinya, dia tiba dikaki tembok, dengan gerakan ringan, dia pun telah melompat
masuk. Orang yang tengah diikutinya itu sama sekali tidak mengetahuinya sebab
Tang Cun Liang telah mengikutinya dengan mempergunakan ginkang yang tnggi
sekali.
Sedangkan orang yang tengah
dibuntuti oleh Tang Cun Liang telah berlari kearah belakang gedung itu,
mendekati sebuah jendelakamar, dia mengintai kedalam.
„Benar-benar dia seorang
pemetik bunga..." menggumam perlahan Tang Cun Liang, dia jadi begitu
mendongkol dan marah, dia bertekad untuk menggagalkan maksud jahat orang ini.
Maka dia terus juga mengawasinya.
Sedangkan sosok tubuh itu yang
telah mengintai kedalam kamar, rupanya tidak berhasil menemukan orang yang
dicarinya, dia telah pindah kekamar lainnya dan mengintai kedalam. Dia
melihatnya bahwa penerangan dikamar itu masih menyala terang, berbeda dengan
kamar yang pertama tadi yang cahaya penerangannya hanya redup-redup belaka.
Didalam kamar itu rupanya terdapat apa yang dicarinya, sosok bayangan itu
berdiam cukup lama.
Tang Cun Liang juga telah
bersiap-siap, karena dia yakin orang itu tentu akan bekerja sekali ini, yaitu
untuk mengambil korbannya, Tang Cun Liang bermaksud, begitu sosok bayangan yang
diduga adalah seorang pemetik bunga itu, mulai bekerja melakukan kejahatannya
dia ingin memergokinya dan segera menangkapnya.
Tetapi orang itu lama sekali
berdiri dimuka jendela kamar, dia seperti tengah bimbang.
Namun akhirnya orang itu telah
mencongkel jendela, untuk membuka daun jendela dengan cara paksa.
Tang Cun Liang bersiap-siap
untuk segera turun-tangan. Dia mengawasinya dengan tajam.
Sedangkan daun jendela telah
berhasil dibuka oleh orang itu, tubuhnya segera melompat masuk kedalam kamar
dengan gerakan yang gesit.
Tang Cun Liang menjejakkan
kedua kakinya, tubuhnya melompat gesit sekali kedekat jendela itu. Dia
mengintai kedalam.
Tetapi begitu melihat keadaan
didalam kamar, Tang Cun Liang jadi heran. Dia hanya melihat seorang lelaki
setengah baya yang bertubuh gemuk dan tampaknya tengah tertidur nyenyak,
terdapat diatas pembaringan. Jadi kamar itu bukan kamar seorang gadis.
Juga dibawah sinar api
penerangan, Tang Cun Liang melihat orang yang baru memasuki kamar itu adalah
seorang pengemis, yang berusia diantara empat puluh tahun lebih, dengan jenggot
dan kumis yang tipis. Mukanya kurus dan panjang, matanya tajam sekali, dia
membawa sebuah cupu-cupu dipunggungnya dan juga sebuah tongkat pendek yang
kurus ditangannya. Pengemis ini tengah mengawasi lelaki gemuk yang tengah
tertidur nyenyak dipembaringannya itu.
,,Siapakah orang bertubuh
gemuk ini ? Dia tentu pemilik gedung ini !" berpikir Tang Cun Liang. „Dan,
siapakah sipengemis ini...dia memiliki kepandaian yang tinggi, dan kini jelas
tujuannya bukan untuk mencari seorang gadis atau wanita untuk diganggu
kehormatannya....... atau memang pengemis ini hendak merampok ?"
Karena berpikir begitu, Tang
Cun Liang telah berpikir untuk membiarkan saja jika pengemis itu hendak
merampok. Perampokan yang sering dilakukan oleh para orang gagah didalam rimba
persilatan, bukanlah urusan yarrg-perlu diperdulikannya, karena memang banyak
orangorang gagah yang melakukan perampokan terhadap hartawan kaya raya, namun
terkenal kikir dan kejam, maka perampokan terhadap mereka merupakan ganjaran
yang tepat.
Tetapi karena tertarik melihat
pengemis itu memiliki ginkang yang mahir dan tidak dikenalnya, maka Tang Cun
Liang ingin menyaksikan apa yang hendak dilakukan pengemis itu. Untuk sejenak
lamanya Tang Cun Liang masih bersembunyi saja diluar jendela. Dia mengawasi
dengan penuh, perhatian, tiba-tiba sipengemis setengahngah tua itu telah
mempergunakan tongkat bambunya untuk mengetuk perut dari pria gemuk yang tengah
tertidur diatas pembaringannya.
Pukulan tongkat pengemis itu
tampaknya perlahan sekali, namun kesudahannya ternyata membuat orang yang
tengah tertidur itu terbangun dengan kaget, karena dia merasakan perutnya sakit
bukan main.
Waktu melihat didalam kamarnya
bertambah seseorang yang tidak dikenalnya, yang berpakaian pakaian sebagai
pengemis, orang bertubuh gemuk itu jadi tambah kaget, tetapi kini dicampur
perasaan marah.
„Siapa kau, pengemis
ba...!" bentaknya sambill berusaha untuk melompat bangun dari
pembaringannya. Sebetulnya dia hendak membentak : „pengemis bau...",
tetapi sebelum dia sempat meneruskan perkataannya itu, tangan kanan sipengemis
"teiak bergerak menampar mukanya keras sekali.
„Plakk .........!" pipi
sigemuk itu jadi merah bertapak kelima jari tangan sipengemis, dia juga
menjerit-jerit dengan suara yang cukup keras. Tetapi sipengemis telah
mengulurkan tangannya mencengkeram baju dibagian dada dari orang, bertubuh
gemuk itu, diapun telah membentaknya dengan suara yang bengis: „Jika engkau
masih ber-teriak2 atau menimbulkan suara2 yang ribut seperti anjing yang hendak
dipotong, aku akan benar-benar memotong lehermu itu...!".
Mendengar ancaman yang
diberikan sipengemis, orang bertubuh gemuk itu jadi ketakutan, dia benar-benar
menutup mulut tidak menjerit lagi. Namun dalam ketakutan seperti itu, dia masih
sempat bertanya : „Siapakah..... siapakah Kiesu... siapakah Kiesu..... (orang
gagah) dan...apa maksud Kiesu datang kemari...?"' Didengar dari suaranya
yang gemetar, sigemuk ini .rupanya ketakutan sekali.
Sipengemis tertawa dingin, dia
berkata dengan suara yang bengis : „Sekarang engkau katakan, dimana engkau
mengurung nona Kui....?"
„Nona Kui...? Aku...aku tidak
tahu...!" sahut sigemuk ketakutan bukan main.
Tetapi tangan kiri sipengemis
telah bergerak menampar sampai berulang kali.
Kepala sigemuk sampai miring
kekanan dan kekiri ber-ulang-ulang kali dan dia menjerit kesakitan bercampur
ketakutan.
Namun pengemis itu telah
menampar terus.
„Jika engkau tidak mau
mengatakannya", kata sipengemis sambil menghentikan tampar annya sejenak.
„Aku akan menempiling terus mukamu sampai bonyok...!" itulah- ancaman, dan
sigemuk juga tahu, memang tidak mustahil bahwa sipengemis akan membuktikan
ancamannya itu.
„Aku..u aku tidak mengetahui
siapa yang Kiesu maksudkan...sungguh...aku tidak tahu..." kata sigemuk
berusaha menyangkal terus.
T'etapi pengemis itu kembali
menggerakkan tangannya, dia menampar lebih keras lagi, dan waktu tamparan
ketujuh, mulut sigemuk berdarah, dua buah giginya telah copot.
„Aku akan
mengaku.......hmntikan........hentikan!" teriak sigemuk kemudian dengan
suara yang ketakutan.
Sipengemis telah tertawa
dingin, dia menahan tangannya, kemudian dengan -sorot mata yang sangat tajam
dia telah membentak :„Hayo engkau katakan, dimana engkau menyembunyikan nona
Kui itu.......!".
„Aku.......aku mengurungnya
dikamar belakang......dia......dia ada disitu...!" menyahuti sigemuk
karena sangat ketakutan.
„Apakah engkau telah
mengganggunya ?" tanya sipengemis lagi.
„Belumm......!" .
„Engkau harus mengakuinya
dengan jujur, jika nanti aku telah bertemu dengan nona Kui dan dia
memberitahukan padaku bahwa dia telah engkau ganggu, maka batang lehermu akan
kupatahkan......!".
Tetapi sigemuk telah
menggelengkan kepalanya berulang kali, dan dia juga telah berkata berulang kali
: „Belum.....belum...... belum.......!''.
Sipengemis tertawa dingin, dia
telah mengulurkan tangan kirinya, dengan mempergunakan kelingkingnya dia
menotok jalan darah gagu dan jalan darah kaku sigemuk.
Kemudian tubuh sigemuk yang
sudah tidak bisa bersuara dan tidak bisa bergerak itu dibiarkan menggeletak
diatas lantai, dan dia telah melompati jendela lagi, menuju kebelakang gedung
itu.
Waktu itu, Tang Cun Liang
tertarik sekali hatinya, dia mengikuti terus,
Sipengemis menyelidiki kamar
demi kamar, dan ketika dia mengintai sebuah kamar yang kecil yang terletak
paling belakang rumah itu, dia telah berhenti agak lama. Dan rupanya orang yang
dicarinya telah berhasil ditemukanynya.
Sipengemis melihat seorang
lelaki bertubuh tinggi tegap, tampaknya memiliki kekuatan yang sangat besar,
tengah duduk rebah disebuah kursi, dengan mata yang meram melek. Rupanya lelaki
tersebut yang tengah melakukan penjagaan terhadap kamar tersebut.
Tang Cun Liang melihat
sipengemis telah mengambil sebutir batu, yang dilemparkannya kedekat lelaki
itu. Kemudian, waktu lelaki bertubuh tinggi besar itu terkejut dan melompat
bangun, untuk menghampiri kearah batu itu jatuh, sipengemis bergerak cepat
sekali. Tubuhnya bergerak lincah, tahu-tahu dia telah berada disisi orang itu.
Dan belum lagi orang bertubuh
tinggi besar itu sempat mengetahui kehadiran sipengemis dengan cepat jari
telunjuk sipengemis telah menotok jalan darah kaku dan gagu siorang bertubuh tinggi
besar tersebut, sehingga seketika itu juga dia terjungkel tubuh tidak bisa
berkutik.
Sipengemis kemudian mendorong
pintu kamar, dia telah melangkah masuk kedalam kamar.
Tang Cun Liang melompat
kedekat jendeta, dia merigintai kedalam.
Tampak sipengemis tengah
menghampiri pembaringan kecil, diatas pembaringan itu rebah seorang gadis
berusia tujuh belasan tahun dalam keadaan tidak berdaya, karena kedua tangan
dan kakinya terikat oleh seutas tambang.
Tampak sipengemis telah
menghampiri pembaringan, dia membuka ikatan tambang itu, juga Tang Cun Liang
mendengar sipengemis tetah berkata perlahan : „Nona Kui, aku datang untuk
menolongi.......!".
Cepat sekali tainbang itu
dapat dilepaskan sipengemis, dan diapun kemudian bertanya lagi : „Apakah selama
engkau ditawan oleh hartawan jahat she Oey itu, engkau tidak diganggunya
?".
Sigadis menggeleng parlahan,
dia berkata diantara isak tangisaya : „Dia berusaha membujuk diriku agar
menyerah dan mengiringi kemauannya, tetapi aku terus menolak kehendaknya,
sehingga aku telah dihukumnya dengan pukulan cambuk sebanyak puluhan
kali".
„Hemmm......, hartawan yang
jahat, biar nanti kuhajar lagi dia....!" kata sipengemis.
Dan kemudian sipengemis telah
mengajak gadis itu meninggalkan kamar tersebut.
Tang Cun Liang, melihat bahwa
pengemis ini sesungguhnya mengandung maksud baik, datang kerumah hartawan
tersebut hanya untuk menolongi orang, dia telah bermaksud pergi
meninggalkannya.
Tetapi disaat itulah, waktu
sipengemis dan sigadis keluar dari kamar tersebut, tiba2 telah berkelebat
sesosok bayangan, disertai suara bentakan : „Tahan......!"
Sipengemis juga tampaknya
heran, dia telah menahan langkah kakinya.
Sedangkan sigadis, nopna Kui,
telah menempatkan dirinya dibelakang sipengemis.
Dia tampaknya sangat ketakutan
sekali.
Melilhat ini Tang Cun Liang
jadi tertarik lagi; dia membatalkan maksudnya untuk meninggalkan tempat
tersebut.
Dilihatnya sipengesmis telah
mengawasi tajam sekali orang, yang menghadangnya.
Orang itu adalah se-orang
lelaki berusia lima puluhan tahun, tubuhnya tidak gemuk, tetapi juga tidak
terlalu kurus. Wajahnya berbentuk empat persegi, sinar matanya memperlihatkan
sifatnya yang keras. Dia berpakaian ringkas dan membawa sebatang pedang
dipinggangnya.
Engkau pengemis busuk, engkau
rupanya ingin mengacau disini, heh......?" bentak orang itu dengan suara
yang dingin.
„Tidak mudah engkau ingin
menimbulkan keonaran ditempat ini, karena walaupun bagaimana aku Sam Ciok Tiat
Cie Phang Ko Siu tidak akan mendiamkan saja........!"
„Hemmm......, engkaukah anjingnya
hartawan she Oey itu ?" bentak sipengemis dengan suara yang dingin.
„Dan engkau rupanya ingin
dihajar ......! "
Orang yang mengaku 'bernama
Phang Ko Siu itu tertawa dingin.
„Pengemis busuk yang usil
mencampuri urusan orang lain, justru engkau yang harus dihajar seperti
menghajar seekor anjing buduk.. ...!" Dan sambil berkata begitu; orang she
Phang tersebut telah mengangkat tangan kanannya, rupanya Phang Ko Siu bermaksud
untuk menghantam muka sipengemis.
Tetapi pengemis tersebut
memiliki ginkang yang luar biasa, dia juga bisa bergerak cepat sekali,
sehingga, dengan hanya memiringkan kepalanya kakanan dengan gerakan seenaknya,
dia telah berhasil mengelakkan serangan yang dilancarkan lawannya.
Bahkan pengemis itu tidak
berdiam dirid saja, dia telah mengeluarkan suara bentakan, sambil mengelak dia
juga telah mendorong dengan mempergunakan telapak tangannya.
Dorongan yang dilakukan olehh
pengemis. itu bukan dorongan sembarangan, karena dia telah menyalurkan tenaga
lwekangnya sebanyak enam bagian ketelapak tangan kanannya, maka tanpa ampun
lagi orang she Phang itu tidak bisa mengelak diri dan tubuhnya telah terpental
kebelakang, dia berusaha untuk dapat menguasai dirinya.
Namun sayang, rupanya akibat
dorongan telapak tangan kanan sipengemis, orang she Phang itu kehilangan
keseimbangan tubuhnya, kuda2 pada kedua kakinya telah tergempur dan dia telah
bergulingan diatas tanah.
Sipengemis telah berkata
dengan suara yang dingin : „Hemmm........, jika aku tidak merasa kasihan
terbadap engkau yang hanya bisa menjadi anjingnya sihartawan busuk itu, tentu
aku akan menurunkan tangan yang lebih keras lagi untuk menghajar kau pergi
menemui Giam Lo Ong diakherat !"
Tetapi Phang Ko Siu rupanya
sangat penansaran, sekali, dia telah mengeluarkan suara bentakan dan dengan
cepat telah rnencabut keluar pedangnya. Pedang itu sangat aneh, karena jika
mata pedang biasa tentu hanya satu, tetapi justru mata pedang orang she Phang
itu berjumlah tiga, menyerupai cagak. Maka dari itu, mungkin dari senjatanya
ini dia diberi gelaran Sam Ciok Tiat Cie.
Dengan mangeluarkan suara
erangan yang sangat keras, tampak tubuh Phang Ko Siu telah melompat dengan
cepat, dia telah mengulurkan pedangnya yang aneh itu untuk menabas kekiri dan
kanan dengan serentak.
Jika yang menerima serangan tersebut
orang biasa, tentu siang-siang perutnya telah pecah oleh pedang bermata cagak
tiga tersebut.
Tetapi justru sekarang yang
menerima serangan tersebut adalah sipengemis, yang selain memiliki ginkang
telah sempurna, ilmu kepandaiannya pun tidak rendah. Maka dengan mudah dia
telah berhasil meloloskan diri dari mata pedang itu.
Gerakan yang dilakukan
sipengemis bukan hanya sampai disitu saja, dia juga telah menggerakkan tangan
kanannya untuk membalas serangan Phang Ko Siu dengan disertai oleh bentakannya
yang mengguntur.
Rupanya suara bentakan
sipengemis telah membuat Phang Ko Siu jadi terkejut, semangatnya terbang.
Terlebih lagi dia telah merasakan tenaga dorongan yang kuat dari tangannya
sipengemis. Maka tidak ampun lagi, dia tidak berhasil mengelakkan diri, bahkan
tubuhnya telah terlambung ketengah udara, dan kemudian meluncur terbanting
ditanah.
---oo0oo---
NAASNYA lagi, justru waktu
tubuhnya itu ambruk, tubuhnya itu telah menindihi pedangnya sendiri, sehingga
seketika itu juga dia merasakan daging perutnya ditembusi pedangnya, ibarat
senjata makan majikan, seketika dia menggelepar-gelepar dan binasa disaat itu
juga, tanpa sempat mengeluarkari suara jeritan lagi.
Sipengemis mengeluarkan, suara
dengusan, dia menarik tangan sinona Kui untuk berlalu.
Tang Cun Liang mengawasi
sekian lama dia merasa kagum juga atas kepandaian, sipengemis, yang tampaknya
tidak rendah.
Didalam hatinya Tang Cun Liang
juga jadi berpikir, entah siapa sipengemis yang liehay ini. Dia tidak
mengenalnya dan tidak pernah melihatnya. Tetapi pengemis itu justru memiliki
kepandaian yang tinggi, sehingga menarik perhatiannya dan dia ingin sekali
mengetahui. Siapakah nona Kui yang telah ditolongnya itu?
Sipengemis telah menarik
tangan nona Kui itu bukan untuk berlalu, tetapi kembali kekamar lelaki gemuk
yang tadi telah ditotoknya, yang tengah menggeletak diatas tanah. Dialah
hartawan she Oey yang disebut oleh sipengemis sebagai hartawan kaya raya yang
jahat.
Muka sinona Kui jadi berobah
merah karena marah ketika melihat sigemuk itu, dia teIah mengayunkan kaki
kanannya menendang. Sigemuk memang tidak berdaya lagi, karena dia tidak bisa
bergerak, maka tidak ampun lagi disaat itu juga perutnya yang buncit telah kena
ditendang, sehingga dia merasakan kesakitan yang bukan main.
Tetapi sipengemis telah
menahan tangan siperempuan muda ini, dia telah berkata dengan suara yang sabar
: „Kau tidak perlu turun tangan, biar aku yang akan menghajar dia !"
Setelah berkata begitu,
sipengemis mengulurkan tangan kanannya, dia telah mencengkeram baju disebelah
dada sigemuk, kemudian dia menariknya kedekat tubuhnya dengan mata yang
dipentang lebar-lebar, disaat itu juga dia telah membentak : „Manusia
jahat...engkau memang harus dihajar lagi...!".
Oey Wanggwe, hartawan she Oey
itu, yang telah dibuka totokan pada jalan darah gagunya, jadi ketakutan sekali
dan telah menangis sambil sesambatan : „Ampunilah aku... janganlah aku disiksa
lagi...aku berjanji tidak akan melakukan kejahatan pula...!".
„Hemm......, manusia seperti
engkau tidak bisa dipercaya dan dipegang kata-katanya...!" kata sipengemis
dengan suara yang dingin. „Engkau perlu dihajar biar mampus dan tidak bisa
melakukan kejahatan lagi.......!"
„Ja...... jangan...
jangan...!" merintih sihartawan itu dengan suara ketakutan, wajahnya juga pucat
sekali, dia telah berkata dengan suara yang memelas : „Ampunilah jiwaku...aku
akan menghadiahkan.Ki.esu berapa banyak uang yang Kiesu inginkan..aetapi
ampunilah jiwaku........!"
„Hemm......" sipengemis
tertawa dingin sambil menggerakkan tangan kirinya, dia telah menempiling
berulang kali. Gerakan yang dilakukannya itu cukup kuat, sehingga mulut
sihartawan she Oey itu jadi miring seketika itu juga, diapun menderita
kesakitan yang luar biasa.
Sigadis Kui itu hanya
mengawasi dengan hati puas, karena dia melihat hartawan jahat itu kini telah
berhasil disiksa oleh tuan penolongnya, berarti penasaranpya terbalas.
Waktu itu, sipengemis telah
berkata lagi dengan suara yang mengancam : „Jika memang engkau mau mengeluarkan
selaksa tail emas, untuk dipergunakan menderma fakir miskin, jiwa anjingmu ini
akan kuampuni.......!"
Sihartawan kaya itu tampak
terkejut.
„Se...... tail emas...?"
tanyanya dengan suara tergagap.
„Ya...apakah engkau keberatan
? Atau memang hartamu itu lebih berharga dari jiwamu?" bentak sipengemis
dengan suara yang dalam, dan matanya memancarkan sinar yang tajam sekali.
Sigemuk kembali ketakutan, dia
telah cepat-cepat mengangguk.
„Baik...baik, aku akan segera
melakukan perintah Kiesu...!" katanya.
„Tetapi ingat, jika engkau
tidak mau menuruti apa yang kuperintahkan itu, dan besok pagi engkau tidak
melaksanakannya, malamnya aku akan datang kemari lagi untuk mengambil jiwa
anjingmu ini........!"
Dan disaat itu, sihartawan
gemuk she Oey tersebut telah berkata dengan suara ketakutan : „Ya......Ya.......aku
akan melaksanakannya.......!"
Mendengar itu, sipengemis
tampak puas.
Dia mengangguk sambil
melepaskan cekalan tangannya pada pakaian sigemuk, dan memmbuat tubuh yang
gemuk berat itu terbanting diatas lantai cukup keras.
Kemudian sipengemis
mengulurkan tangan kanannya, dia mencekal tangan sigadis, dan kemudian mengajak
sinona Kui itu untuk berlalu.
Tang Cun Liang yang tertarik
melihat sikap dan sepak terjang sipengemis, jadi ingin mengetahui lebih jauh.
Dia telah mengikuti terus dan disaat itulah dia telah memperoleh kenyataan
sipengemis telah mengajak sigadis she Kui itu meninggalkan gedung Oey Wanggwe.
Waktu itu, sipengemis tidak
mempergunakan ginkangnya, karena sigadis hanya bisa berjalan perlahan dan
lambat sekali.
Gadis itu telah diantarkan
kesebuah rumah gubuk yang reyot dan buruk sekali keadaannya, rupanya gadis itu
berasal dari keluarga miskin.
Peristiwanya memang Oey
Wanggwe senang paras cantik.
Keluarga Kui memiliki gadis
ini, yang cukup cantik, maka Oey Wanggwe jadi mengiler dan mengincernya. Dan
dengan mempergunakan kekuatan uangnya, dia telah memaksa gadis itu untuk
menjadi gundiknya. Tetapi sigadis telah menolaknya, sehingga membuat hartawan
she Oey tersebut jadi gusar dan telah menawannya mempergunakan bantuan tukang
pukulnya. Orang tua sigadis she Kui itu tidak berdaya.
Justru secara kebetulan
sipengemis yang memiliki kepandaian yang tinggi ini tengah lewat dirumah kedua
orang tua gadis itu, yang tengah menangis sedih sekali.
Dari seorang tetangga keluarga
Kui itu, sipengemis telah mendengar urusan yang penasaran itu.
Segera malam itu juga dia
telah menyatroni rumahnya Oey Wanggwe untuk menghajar hartawan kaya yang jahat
itu.
Setelah mengantarkan gadis
tersebut kembali kerumahnya, dan kedua orang tua sigadis telah menyatakan
terima kasihnya yang tidak hentinya, sipengemis telah berlalu lagi. Kini dia
telah berlari-lari pula diatas genting dengan mempergunakan ginkangnya,
sehingga tubuhnya itu dapat bergerak dengan sangat ringan sekali.
Tang Cun Liang mengikuti terus,
dia bisa membuntutinya, karena dia memang telah melihatnya betapa sipengemis
bukan orang jabat, maka mau juga Tang Cun Liang mengajaknya bersahabat.
Tetapi Tang Cun Liang juga
ingin mengetahui terlebih dulu, siapakah sebenarnya pengemis itu.
Maka dari itu Tang Cun Liang
telah mengikuti terus sipengemis.
Sedangkan pengemis itu telah
berlari dengan cepat sekali kearah barat kota, dan dia tiba dimuka sebuah kuil
tua, yang terus dia masuki tanpa mengetuk pintunya lagi, karena memang pintu
kuil itu terbuka separoh.
Tang Cun Liang melompati
tembok, dia melihat sipengemis telah merebahkan tubuhnya dilantai ruangan
sembahyang.
Dan waktu ingin rebah begitu,
sipengemis telah menggumam seorang diri : „Wahai sahabat......mengapa harus
selalu mengikuti dengan cara menggelap begitu ?
Jika memang ada perkataan,
bukankah lebih baik jika kita bercakap-cakap.......?"
Tang Cun Liang terkejut,
tetapi kemudian dia tertawa.
Rupanya pengemis itu memang
telah mengetahui bahwa dirinya dikuntit terus.
Maka diapun melompat iurun
dengan gerakan yang ringan.
„Saudara pengemis........hebat
sekali sepak terjangmu..... pujinya.
Sipengemis.sendiri telah batal
merebahkan dirinya, dia telah duduk sambil mengawasi 'tamu' yang baru datang
ini.
Tetapi waktu dia melihat jelas
muka orang, dia jadi mengeluarkan seruan tertahan.
„Hei....bukankah engkau Tocu
dari Tho Hoa To ?" tegurnya sambil dia melompat berdiri.
Tang Cun Liang jadi heran
melihat pengemis itu mengenali dirinya, tetapi dia telah mengangguk.
„Benar......!" sahutnya.
„Akulah orang she Tang"
Muka sipengemis berobah,
tahu-tahu tanpa mengucapkan sepatah perkataan, dia telah melompat menerjang
kepada Tang Cun Liang.
Gerakan yang dilakukannya itu
gesit seka!i, dia juga menutup mulut, gerakannya itu dilancarkan dengan
tiba-tiba sekali.
Tang Cun Liang terkejut, apa
lagi memang saangan yang dilancarkan sipengemis bukan serangan, sembarangan,
dari kepalan tangan sipengemis itu mengeluarkan angin serangan yang kuat
sekali, menderu-deru kepadanya.......
„Saudara pengemis........apa
yang engkau lakukan ini ?" tegurnya sambil berkelit.
„Tetapi pengemis itu dengan
cepat telah melancarkan serangan susulan.
Dia menyerang secara beruntun
dan cepat....., tampaknya dia tidak mau memberikan kesempatan kepada lawannya
untuk dapat berkelit terus menerus.
Tang Cun Liang jadi
mendongkol. Bukankah sipengemis telah mengenalinya bahwa dia adalah Tocu dari
Tho Hoa To, tetapi mengapa justru sipengemis melancarkan serangan yang terus
menerus, dan tampaknya demikian memusuhinya?
Maka dalam keadaan mendongkol
seperti itu, Tang Cun Liang akhirnya telah mengulurkan tangannya, dia telah
menangkisnya. Gerakan tangan kanannya itu cepat sekali, dia juga menangkisnya
dengan mengerahkan tenaga lwekangnya sebanyak enam bagian.
„Dukk ........!"
terdengar suara benturan keras sekali diantara kedua tangan mereka.
Dan waktu itu tubuh keduanya
telah tergoncang dan mereka saling mundur.
„Saudara pengemis !" kata
Tang Cun Liang sambil mengawasi sipengemis dengan sorot mata yang sangat tajam
sekali.
„Kita baru pertama kali ini
bertemu, tetapi mengapa engkau tiba-tiba saja melancarkan serangan mambabi buta
seperti itu kepadaku.......?"
Tetapi sipengemis hanya
tertawa dingin, dia telah melompat lagi, sambil mengayunkan tangannya
melancarkan serangan yang tidak kaIah kuatnya jika dibandingkan dengan
serangannya yang tadi.
Tang Cun Liang jadi mendongkol
juga.
„Hemm......, kukira engkau
ingin bersahabat, tidak tahunya sikapmu demikian.......!" katanya sambil
memutar kedua tangannya.
Dari kedua tangannya itu telah
meluncur keluar kekuatan tenaga sinkang yang luar biasa kuatnya, dan tenaga
sinkang itu juga menderud,eru menutupi tubuh Tang Cun Liang, melindungi diri
dari serangan yaDg dilancarkan oleh ha wann y a:
Dalam keadaan seperti ini,
sipengemis yang memang telah mengetahui bahwa orang yang diserangnya adalah
Tocu Tho Hoa To, yang memiliki kepandaian sangat tinggi, dengan sendirinya
sejak semula telah bersiap-siap.
Dan kini melihat lawannya mau
melancarkan serangan balasan, dia jadi bersikap lebih hati-hati lagi.
Tenaga yangdipergunakannya
semakin lama jadi meningkat semakin kuat.
Saat itu Tang Cun Liang telah
belasan kali mengelakkan diri.
Sebegitu jauh dia masih belum
sempat membalas menyerang, dia hanya berkelit dan membendung serangan lawannya
itu dengan tangkisan-tangkisan yang dilakukannya.
Maka dari itu, dengan cepat
dia telah terdesak oleh sipengemis.
Keadaan seperti ini
benar-tenar telah membuat Tang Cun Liang mendongkol bukan main, dia telah
mengeluarkan suara bentakan perlahan, dan merubah cara berkelahinya.
Kedua tangannya yang semuta
berputar-putar itu, kini sudah tidak dipergunakan untuk melindungi dirinya,
hanya dia mengerahkan sinkangnya pada kedua telapak tangannya itu untuk
melancarkan gempuran. Setiap dia menggerakkan tangannya, keluar angin serangan
yang mengandung maut, karena jika sampai Iawan terkena gempuran itu, niscaya
bagian dalam anggota tubuhnya akan rusak.
Sipengemis sendiri terkejut
atas perobahan cara bertempur lawannya, dia telah berusaha mengelakkan diri.
Dan apa yang dilakukannya itu
memang berhasil menyelamatkann diri, tetapi justru sekarang Tang Cun Liang
telah melancarkan serangan yang beruntun kepadanya, tidak henti-hentinya.
Sipengemis juga telah merobah
cara bertempurnya, karena dia menyadari bahwa kini dia tengah berhadapan dengan
lawan yang tangguh.
Maka dari itu, setiap serangan
yang-dilancarkannya selalu diperhitungkan dengan baik.
Sambil melancarkan serangan
lagi, Tang Cun Liang telah berkata : „Saudara pengemis, siapa engkau sebenarnya
?"
Tetapi sipengemis tidak mau-
menyahuti, dia tetap dengan sikapnya yang selalu melancarkan serangan.
Dengan keadaan seperti ini
tentu, saja telah membuat Tang Cun Liang mendongkol lebih hebat, dia telah
mengeluarkan perkataan sengit :
„Baiklah, engkau memperlihatkan
sikap bermusuhan kepadaku, engkau tidak bersedia untuk bercakap-cakap dengan
baik. Terpaksa akupun harus memperlakukan engkau dengan kekerasan"
Dan Tang Cun Liang membuktikan
perkataannya itu, dengan disertai suara perkataan : „Jagalah seranganku ini
!" tampak tangan kanannya berkelebat, dia akan mencengkeram dada
sipengemis.
Pengemis itu tahu bahwa
cengkeraman tangan lawan bukanlah cengkeraman biasa, kalau sampai dadanya itu
kena dicengkeram, tentu akan membuat dadanya itu pecah dan robek.
Karena itu dengan cepat dia
mengerahkan tenaga sinkangnya, lalu menangkis dengan tangannya.
Tanpa menanti, tangan mereka
saling bentur, Tang Cun Liang telah menarik pulang tangannya.
Tubuh Tang Cun Liang bergoyang
kekiri dan kekanan berulang kali, kemudian dia mengeluarkan seruan kecil sambil
menendang dengan kaki kanannya, kearah lambung lawan.
Tetapi sipengemis berhasil
mengelakkan dengan melompat mundur dua tindak.
Namun belum lagi sipengemis
sempat untuk memperbaiki kedudukan kedua kakinya dan kuda-kudanya yang agak
tergempur itu belum lagi bisa diatur kembali, saat itu Tang Cun Liang telah
melompat ketengah udara, melancarkan serangan kepadanya dengan kedua tangan
terulurkan. Itulah serangan yang tidak ringan, dan sangat berbahaya sekali.
Sipengemis menyadari akan
bahaya yang bisa mengancam dirinya, tidak mau tinggal diam. Walaupun kuda-kuda
kedua kakinya belum dapat ditempatkan dengan benar, tokh dia dengan nekad telah
menangkisnya.
„Bukk.......!" tenaga
tangkisan mereka saling bentur dengan kuat, dan tubuh mereka berdua telah
saling terhuyung.
Waktu sipengemis akan
menerjang maju lagi untuk melancarkan serangan, Tang Cun Liang telah berkata :
„Tahan, saudara pengemis.....!"
Sipengemis menahan dan
mengurungkan maksudnya untuk melancarkan serangan lagi, matanya memandang tajam
sekali kepada Tang Cun Liang, diapun berkata dengan suara yang dingin :
„Hemm........., orang she Tang, sekaranglah kesempatan untuk aku membalas sakit
hati murid-murid Kaypang.......!"
Mendengar disebutnya Kay pang
(perkumpulan pengemis), Tang Cun Liang tersenyum:
„Memang aku telah menduga,
engkau tentu orang Kaypang........tetapi siapakah engkau sebenarnya, saudara
pengemis, apa gelaranmu?"
,,Aku orang she Mu, hari ini
aku akan mengadu jiwa dengan kau.......!" kata sipengemis dengan muka yang
merah karena marah, tampaknya dia memang telah nekad sekali dan bersiap-siap
untuk melancarkan serangan lagi.
Tetapi waktu itu Tang Cun
Liang telah berkata : „Oh, kiranya aku hari ini beruntung bisa bertemu langsung
dengan Pangcu Kaypang Mu Cie In......!"
Sipengemis telah tertawa
dingin,
„Ya, jika memang engkau
memiliki kepandaian yang tinggi, yang selalu kau agul-agulkan itu, kau boleh
sekalian membinasakan diriku, tetapi urusan penasaran Kaypang tetap harus
diselesaikan.., aku akan mengadu jiwa dengan kau...l" dan berkata sampai
disitu, kedua tangan sipengemis She Mu itu telah diangkat, dia bersiap-siap.
akan menyerang lagi.
Tetapi Tang Cun Iiang telah
berkata dengan suara yang dingin : „Saudara Mu, tahan......, didalam persoalan
ini tentu terdapat kesalah pahaman.......kau dengar dulu
keteranganku......!"
„Apa lagi yang hendak kau
katakan ?" tanya Mu Cie In dengan suara yang dingin.
„Tadi engkau mengatakan,
dirimu ingin membalas dendam dan penasaran dari para anggota Kaypang......lalu
persoalan apa yang membuat engkau berbuat demikian ?
Alasan apa yang kau pergunakan
untuk memusuhi diriku..."
„Engkau telah mencelakai
anggota Kaypang dua tahun yang lalu, empat orang......mereka itu semua engkau
buat bercacad pada tangannya" menyahuti sipengemis she Mu itu dengan suara
yang mendongkol.
„Hemm......!" tertawa
dingin Tang Cun Liang.
„Apakah aku tidak boleh
membasmi kejahatan?
Seperti engkau, jika engkau
menghadapi urusan penasaran, tentu engkau akan turun tangan membantui pihak
yang lemah.....lalu apakah aku tidak boleh menghajar anggota Kaypang yang
menyeleweng melakukan kejahatan ?"
Disanggapi begitu oleh Tang
Cun Liang, sipengemis she Mu itu telah memandang dengan wajah yang dingin, dia
berkata : „Andaikata ada murid Kaypang yang bersalah, tentu dia masih memiliki
pemimpinnya yang bisa menjatuhkan hukuman padanya.......tidak perlu sampai
orang luar yang turun tangan sendiri untuk memperlihatkan gigi, mengunjukkan
keganasannya dengan sekaligus membuat bercacad keempat orang anggota Kaypang
itu !"
Tang Cun Liang tersenyum, kali
ini dia bersikap sabar sekali.
„Saudara Mu, engkau jangan
mengada-ada ....... bagaimana mungkin aku bisa menyerahkan keempat orang
anggota Kaypang yang menyeleweng itu kepada pemimpinnya, sedangkan kami berada
disuatu tempat yang jauh dari markas Kaypang"
Mu Cie In tampak bimbang,
akhirnya dia bertanya : „Apa yang dilakukan keempat orangku itu ?"
Tang Cun Liang tersenyum lagi
: „Nah, bukankah Mu Pangcu tidak tahu menahu persoalan itu ? Sesungguhnya
keempat orang Kaypang itu telah melakukan pemerasan terhadap seorang wanita tua
........ wanita tua yang tidak berdaya, bahkan ketika mereka memaksa untuk
meminta derma kepada wanita itu, yang tidak sanggup memberikan derma seperti
yang mereka mintakan itu, wanita tua tersebut ingin disiksanya........aku yang
kebetulan mengetahui urusan itu segera turun tangan menghajar keempat murid
Kaypang itu.... apakah tindakanku itu salah........?"
Muka Mu Cie In jadi berobah
murung, dia telah menghela napas.
„Baiklah, jika memang demikian
alasanmu, perkara persoalan murid Kaypang bisa kuselesaikan sampai
disini........!" dan setelah berkata begitu, sipengemis she Mu itu telah
mementang kakinya untuk berlalu.
Tetapi Tang Cun Liang telah
berkata : „Tahan dulu saudara Mu...!".
„Apa lagi ?" tanya
sipengemis sambil memutar tubuhnya dan memandang Tang Cun Liang.
„Apakah engkau datang kekota
ini hanya untuk berkeliaran ?" tanya Tang Cun Liang sambil tertawa.
„Berkeliaran bagaimana
?".
„Berkeliaran untuk meminta
derma dan meminta belas kasihan semangkok nasi ?" tanya Tang Cun Liang
sambil tetap tersenyum.
Sipengemis telah mengangguk.
„Ya", sahutnya.
„Kalau begitu .....mari kita
bercakap-cakap dulu, tentu tidak akan merugikan dirimu, bukan ? Dari pada
berkeliaran dimalam buta seperti ini, apa salahnya kita bercakap-cakap?"
Sipengemis tampaknya tertarik.
,,Bagaimana ?" desak Tang Cun Liang.
Sipengemis telah mengangguk,
dan dia kembali ketempatnya, untuk duduk seperti bersemadhi, diapua telah
berkata :„Sejak semula aku telah mengetahui bahwa engkau mengikutiaku...tetapi
aku tidak menyangka sama sekali bahwa orang yang menguntiti aku terus menerus
adalah Tocu dari Tho Hoa To...!".
„Ya, kukira engkau ini seorang
maling pemetik bunga....!" kata Tang Cun Liang sambil tertawa.
Sipengemis juga tertawa.
Begitulah mereka berdua telah
bercakap-cakap, mengenai perkembangan dunia persilatan.
Keduanya cepat sekali menjadi
akrab, tampaknya seperti dua orang bersahabat lama yang baru bertemu. Terlebih
lagi memang mereka berdua telah memiliki kemahiran ilmu yang tinggi, dengan
bertukar pikiran seperti itu sangat menarik hati mereka.
Tanpa mereka sadari, keduanya
telah bercakap-cakap sampai matahari pagi mulai menyingsing.
Disaat itulah Tang Cun Liang
seperti baru teringat sesuatu, dia melompat berdiri sambil katahya : „Mu
Pangcu, kukira cukuplah pertemuan kita sampai disini saja dulu...... jika
dilain saat engkau memiliki waktu, singgahlah di Tho Hoa To, tentu aku akan
menerima kunjunganmu itu dengan kedua tangan terbuka.......!"
Sipengemis mengangguk sambil
tertawa.
„Engkau tergesa-gesa seperti
ini, apakah engkau kuatir isterimu yang cantik dilarikan orang ?" tanya
sipengemis bergurau.
Tang Cun Liang tertawa juga.
„Aku belum menikah, tetapi
justru muridku tengah menantikan dirumah penginapan kami bermalam.......!"
menyahuti Tang Cum Liang.
„Memm......., baiklah jika
demikian, tetapi yang pasti jika kita bisa bertemu lagi, alangkah
menggembirakan.......!".
„Ya.....! Sampai jumpa dilain
waktu.....!" dan setelah berkata begitu, Tang Cun Liang meninggalkan kuil
tersebut, dia berlari-lari dengan cepat sekali. Dalam waktu yang singkat, dia
telah tiba dirumah penginapannya.
---oo0oo---