BAGIAN 03: HA-MO-KANG
HUJAN turun sejak pagi tadi,
tetapi sore hari hujan mulai kecil dan hanya rintik-rintik saja. Tetapi
dipinggir sawah dijalan raya diluar kota Siung Kang, tampak seorang anak lelaki
berusia sebelas tahun tengah duduk terpekur dimana dia mengawasi titik-titik
hujan yang turun ditengah-tengah sawah itu. Lama dia duduk ditepi jalan
membiarkan tubuhnya di basahi oleh air hujan itu, anak ini seperti tidak
memperdulikan. Rambutnya yang basah kuyup dan pakaiannya yang telah basah juga,
semuanya tidak diacuhkan oleh anak itu. Dia sesungguhnya tengah mengawasi
seekor katak yang melompat-Iompat diantara sawah itu.
„Enak sekali jika aku bisa
menjadi seperti katak itu, hidup bebas dan mau kemana pergi tidak ada yang
larang...!" berpikir anak itu. sambil menghela napas.
Walaupun usianya masih kecil,
sebelas tahun, anak ini berpakaian mewah sekali. Dari cara berpakaiannya itu
jelas anak ini bukan anak sembarangan, setidak-tidaknya dia putera dari seorang
hartawan kaya. Bahan pakaiannya terbuat dari bulu Tiauw, dengan sepatu bulu
musang, dan juga jubah luarnya yang telah basah itu terbuat dari sutera
berwarna kuning telur.
Tetapi anehnya anak ini
membiarkan dirinya dibasahi oleh air hujan, dia telah berdiam diri saja.
„Auwyang Kongcu......! Auwyang
Kongcu......!" tiba-tiba dikejauhan terdengar suara orang
memanggil-manggil, suaranya yang terdengar samar-samar menyatakan orang yang
memanggil-manggil itu masih, terpisah cukup jauh. „Dimana kau, Auwyang
Kongcu?"
Anak kecil itu mendengar suara
panggilan itu, dia menghela napas.
,,Belum lagi aku puas menonton
katak-katak itu berlompatan, sudah. datang-sihitam ini...." menggumam anak
itu, yang ternyata dialah : Auwyang Kongcu, majikan muda she Auwyang.
Orang yang berteriak-teriak
telah tiba ditempat itu, dia melihat majikan kecilnya sedang duduk dipematang
sawah dibawah siraman air hujan. Cepat-cepat lelaki berusia antara tiga pualuh
tahun bermuka hitam itu telah menghampiri.
„Auwyang Kongcu, rupanya
engkau disini ! Aku setengah mati mencari-carimu dengan hati kuatir! Mari
pulang, nanti ayah dan ibumu kuatir memikirkan engkau...!".
„Tunggu dulu Hek Iopeh
(paman-hitam), aku sedang asyik menyaksikan katak-katak itu dengan ringan dapat
melompat-lompat indah sekali.......lihatlah katak itu melompat, lucu sekali,
bukan ?" kata-anak lelaki itu sambil matanya, terus mengawasi seekor katak
yang tengah melompati gabungan padi yang mulai tumbuh tinggi.
Tetapi Hek Lopeh itu telah
berkata dengan suara takut-takut : „Tetapi Auwyang- Kongcu, lebih baik kita
kembali dulu...tihatlah, hari sudah menjelang sore, nanti aku dimaki oleh Toaya
(tuan besar)...! "
„Jangan takut, nanti aku yang
memberikan alasan. Kau duduk dulu disini, Hek Lopeh !" kata Auwyang Kongcu
dengan suara yang perlahan dan menepuk sampingnya, tetapi dia tetap mengawasi
dengan asyik sekali kepada katak-katak yang tengah berlompatan itu. Hek Lopeh
telah menghela napas, dia kemudian duduk disamping anak she Auwyang itu.
„Dengarlah dulu, Auwyang
Kongcu, dulu waktu kita pulang terlambat, ayahmu hampir menamparku ! Mari cepat
kita pulang...!" Tetapi anak she Auwyang itu tidak mau menuruti ajakan
pengasuhnya itu, dia masih asyik menyaksikan katak-katak yang berlompatan itu.
Tetapi akhirnya anak itu
berdiri juga.
„Engkau selalu mengganggu
kegembiraanku, Hek Lopeh!" katanya seperti mendongkol.
„Bukan mengganggumu, Kongcu,
tetapi... justru, aku kuatir ayah dan ibumu memarahi aku lagi...! "
„Sudahlah, katak-katak itupun takut
melihat mukamu yang hitam", kata anak itu.
„Mari kita pulang...!"
dan sambil berkata begitu dia telah membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan
tempat tersebut, sedangkan paman hitam itu, pengasuhnya, telah mengikuti dari
belakang.
„Engkau hujan-hujanan seperti
ini, tentu kesehatanmu bisa terganggu...!" kata Hek Lopeh itu dengan suara
berkuatir.
„Jangan takut, tubuhku sehat !
Tidak mungkin baru kehujaaan saja aku sakit...!" dan setelah berkata
begitu dia telah berjalan dengan langkah kaki yang lebih lebar.
Disaat itulah Hek Lopeh dan
sianak she Auwyang itu telah tiba dimuka sebuah gedung yang besar dan mewah.
Seorang Kee-teng telah membukai mereka pintu.
Dari dalam segera terdengar
suara seorang wanita berseru kuatir: „Haya, mengapa engkau hujan2an seperti
itu, Hong-jie (anak Hong).........?" dan setelah berkata begitu, tampak
seorang wanita dengan membawa payung telah menjemput anak itu, yang diusapi
kepalanya. „Ayo cepat, dibasuh kepala dan tubuhmu.....nanti engkau bisa masuk
angin...!"
Tetapi anak itu, Hong-jie
ternyata sangat manja sekali.
„Ma", katanya kemudian.
„Aku tadi telah meninggalkan Hek Lopeh main sembunyi-sembunyian, dan Hek Lopeh
tidak berhasil mencari aku...... !"
„Tetapi dilain waktu engkau
tidak boleh main nakal seperti itu lagi...!" kata nyonya itu, ibunya.
„Ma, engkau marah ?"
tanya Auwyang Hong sambil mengangkat kepalanya mengawasi ibunya.
„Tidak...asal lain waktu
engkau tldak membuat ibu menjadi jengkel oleh tabiatmu yang bandel
sekali...!", sahut ibunya.
Auwyang Hong tersenyum, dia
bilang : „Yang salah adalah aku Ma! sedangkan Hek Lopeh tidak bersalah, jangan
memarahi dia......!"
„Ya.... ya....., cepat engkau
basuh tubuhmu...... nanti kalau ayahmu melihat keadaanmu seperti ini, tentu Hek
Lotoa akan kena marah ayahmu!"
Auwyang Hong mengiyakan, dan
dia telah pergi kebelakang untuk salin pakaian.
itu, Auwyang Hong bersantap
dengan ayah dan ibunya.
Ayah Auwyang Hong yang bernama
Auwyang Bun itu, adalah seorang yang kaya raya, dia merupakan hartawan terkaya diwiliyah
Ciu-tang.
Hartawan she Auwyang ini hanya
memiliki seorang putera, yang diberi nama Auwyang Hong. Sebagai putera tunggal
dari orang yang kaya raya, tentu saja Auwyang Hong sangat dimanja. Juga setiap
pergi keluar rumah harus disertai dengan pengasuhnya.
Sering Hek Lotoa yang menjadi
pengasuh Auwyang Hong kena marah dan dimaki-maki Auwyanhg Bun, karena
keteledorannya atas kenakalan puteranya itu.
Ada satu kegemaran Auwyang
Hong, dia senang sekali menyaksikan kodok-kodok sawah yang tengah melompat-lompat,
sering juga anak ini diam-diam pergi kepematang sawah yang tidak terpisah jauh
dari rumahnya, untuk menyaksikan kodok-kodok yang tengah berlompatan, yang
dianggapnya sangat menarik sekali.
Hek Lotoa sebagai pengasuh
Auwyang Hong seringkali keripuhan dan takut, karena anak itu inem"g nakal.
Sering waktu Auwyang Hong diajak main oleh pengasuhnya ini, anak itu tahu-tahu
lenyap, menghilang entah kemana. Kejadian-kejadian seperti itulah membuat Hek
Lotoa sering diliputi kepanikan, karena dia menyadari jika sampai anak itu
hilang, entah bagaimana marah majikannya .....................
Tetapi Auwyang Hong memang
seorang anak yang nakal, justru dia sering meclakukan pekerjaan-pekerjaan yang
bisa menimbulkan kekuatiran Hek Lotoa, karena sengaja Auwyang-Hong ingin
melihat. Hek Lotoa jadi panik dan keripuhan sendiri mencari-carinya.
„Hong-jie", kata sang
ayah setelah mereka selesai bersantap. „Kini engkau telah berusia sebelas
tahun, maka mulai sekarang engkau harus rajin-rajin mempelajari ilmu sastra
yang akan diajari oleh gurumu...!"
„Baik Thia (ayah), Hong-jie
akan menyimpan nasehat Thia dan tidak akan melupakannya...!" menyahut sang
anak seenaknya. Padahal dia jemu dan tidak senang mempelajari sastra, tetapi
takut ayahnya marah, dia selalu berpura-pura senang mempelajari ilmu sastra
dari seorang guru sekolah yang sengaja diundang oleh Auwyang Bun, guna mendidik
anaknya menjadi seorang pelajar, agar kelak dia bisa merebut pangkat dengan
mengikuti perlombaan dan ujian Conggoan.
Tetapi memang Auwyang,Hong seorang
anak yang nakal, dia hanya berpura-pura didepan ayahnya saja belajar menulis
dan membaca, tetapi ketika dia hanya berdua dengan gurunya, Auwyang Hong tidak
pernah menuruti apa yang diperintahkan sang guru. Bahkan dia sering bolos,
setiap kali ingin pergi lewat jendela dikamarnya, Auwyang Hong selalu mengancam
: „Awas kalau suhu memberitahukan kepada ayah !"
Siguru juga tidak mau usil,
dia membiarkan saja muridnya itu pergi bermain, sedangkan setiap waktunya telah
habis, dia pulang kerumahnya. Yang terpenting bagi siguru surat itu, dia setiap
bulan menerima gaji yang lumayan besarnya dari Auwyang Bun.
Pagi itu Auwyang Hong tengah
bermain-main diluar rumah, hujan masih saja turun rintik-rintik, waktu itulah
Auwyang Hong melihat seorang kakek-kakek tua berusia antara enam puluh tahun
lebih, sedang terbaring disudut tembok luar, tertimpah hujan. Yang menarik
perhatian Auwyang Hong justru, dia melihat ge nangan darah didekat kakek tua
itu, yang rupanya telah beberapa kali memuntahkan darah segar.
Cepat-cepat Auwyang Hong
menghampiri orang tua itu, dia heran melihat sikakek yang terengah-engah
seperti juga sedang menahan perasaan sakit yang bukan main.
„Yaya (kakek), apakah, yaya
sedang sakit?" tanya Auwyang Hong.
Kakek. tua. itu. membuka
sedikit matanya, dia melihat anak itu, kemudian matanya dipejamkan lagi, hanya
kepalanya yang diangguk-anggukkan.
„Apakah yaya mau obat ?' Nanti
aku mintakan kepada ibu...?" tanya Auwyang Hong lagi.
„Kau baik, anak...!" kata
kakek itu dengan suara yang parau.
„Terima kasih....... obat
biasa tidak mungkin menyembuhkan, penyakitku... jika memang engkau bersedia
menolongku, maka ambilkanlah Jinsom yang telah berusia seribu tahun lebih......
juga" sebotol arak yang telah disimpan ratusan tahun.......!", kedua
macam barang yang diminta kakek tua itu merupakan barang yang sulit diperoleh,
karena Jinsom yang telah berusia seribu-tahun lebih sangat mahal harganya,
begitu juga dengan arak yang berusia - seratus tahun, sangat mahal harganya.
GAMBAR 02
„Apakah Yaya mau obat ?. Nanti
aku mintakan
kepada Ibu .............?
tanya Auwyang Hong lagi."
Tetapi keluarga Auwyang sebagai
keluarga yang kaya raya, barang-barang berharga seperti itu memang dimilikinya.
„Tunggu dulu .......Yaya, aku
akan memintakannya kepada ibu....!" kata Auwyang Hong.
Auwyang Hong telah masuk
kedalam gedungnya, sedangkan sikakek telah menghela napas.
„Ibumu mana mau memberikan
barang-barang berharga seperti itu ?" menggumam kakek tua itu. Dia telah
berusaha untuk bangun, guna meninggalkan tempat itu. Tetapi tidak lama kemudian
Auwyang Hong telah keluar membawa ke-dua macam barang yang dikehendaki kakek
tua itu.
Sikakek jadi tertegun
mengawasi anak itu, baru kemudian mengawasi Jinsom yang telah berusia lebih
seribu tahun itu..
„Barang-barang yang bagus
apakah ayahmu tidak akan memarahimu jika barang-barang ini diberikan
kepadaku.?" tanya kakek itu.
„Tidak.... setiap permintaanku
selalu dituruti oleh ayah...!" menyahuti Auwyang Hong.
„Terima, kasih anak, engkau
baik sekali kata kakek tua itu, kemudian dia telah menelan jinsom itu, diteguk
dengan arak simpanan seratus tahun lebih itu.
„Arak yang baik......! Arak
yang baik.... !". kata pengemis itu, dia telah menggigil tubuhnya,
berusaha menahan hawa dingin, karena dirinya telah kehujanan sejak beberapa
waktu yang lalu.
„Kalau memang Yaya mau
beristirahat dirumah, nanti akan kuperintahkan kee-teng untuk mempersiapkan
sebuah kamar. Jika Yaya berlalu dalam keadaan hujan seperti ini, nanti sakitmu
kambuh lagi...! "
Sinar mata kakek tua itu
bersinar sejenak, kemudian guram kembali: „Kau memang baik anak yang manis. !
„Baiklah, jika ayah dan ibumu
mengijinkan, aku bersedia tinggal dirumahmu" kata kakek tua Itu.
„Tunggu sebentar yaya, aku
akan memberitahukan ayah dan ibu...!" kata Auwyang Hong yang terus masuk
kedalam rumahnya lagi, tidak lama kemudian telah muncul bersama Auwyang Bun
ayahnya.
„Kata anakku, Hengtai
(saudara) ingin berdiam beberapa saat dirumah kami, silakan..... ! Silakan
masuk .....!" kata ayah. Auwyang Hong dengan ramah.
Kakek tua itu: cepat-cepat
menjura sambil katanya: „Udara demikian buruk, sehingga aku situa penyakitan Lo
Sin terpengaruh cuaca. buruk ini dan jatuh sakit......hai, ......hai, aku hanya
akan merepotkan kalian...!"
Auwyang Bun mengemukakan
beberapa kata lagi untuk mengundang tamunya itu masuk.
Lo Sin ternyata diberi kamar
dibelakang gedung, sebuah kamar berukuran kecil tetapi bersih.
Selama seminggu kakektua itu
yang-mengaku-bernama Lo Sin telah tinggal digedungnya keluarga Auwyang
tersebut. Pada sore-itu Auwyang Hong seperti biasa mengunjunginya.
„Apakah kesehatah Yaya telah
pulih kembali !" tanya Auwyang Hong sambil duduk di samping pembaringan
orang tua itu.
„Sudah berangsur sembuh,
karena, semua ini prawatan engkau juga, anak yang manis..." kata orana tua
itu. Setelah berkata begitu, Lo Sin mengawasi Auwyang Hong beberapa saat
lamanya, akhirnya dia bilang: „Anak yang manis, engkau sesungguhnya memiliki
tulang dan bakat yang baik untuk mempelajari ilmu silat ....... apakah engkau
tertarik untuk mempelajari ilmu silat ?"
Auwyang Hong mengangguk:
„Senang ! Jika memang aku bisa
mempelajari ilmu silat, tentu aku girang sekali !
Tetapi ayahku...selalu memaksa
aku mempelajari ilmu surat belaka ... sungguh menyebalkan...!".
Muka sikakek tua Lo Sin
bersinar, matanya juga memancar terang.
„Jika ada orang yang bersedia
mengajari engkau ilmu silat, apakah engkau mau ?"
„Mau ! Siapa orang itu Yaya
?"
„Tetapi hal itu harus
dirahasiakan...!" kata Lo Sin.
„Tentu Yaya..... karena jika
diketahui ayah, tentu ayah akan marah, karena menurut ayah orang-orang yang
mempelajari ilmu silat hanyalah orang-orang kasar yang tidak punya guna.......!"
„Ya, memang lebih baik tidak
diberitahukan kepada ayah dan ibumu. Aku akan menurunkan ilmu silat
kepadamu....!"
„Yaya mengerti ilmu silat
?"
Lo Sin mengangguk.
„Ya....asal engkau mau
berjanji tidak akan memberitahukan kepada orang lain, maka aku akan mengangkat
engkau menjadi muridku.......!"
Auwyang Hong jadi girang bukan
main.
„Terima kasih Ya...suhu
I" katanya yang telah merobah panggilan dari Yaya men jadi suhu.
Lo-Sin juga girang sekali.
„Bangun muridku...!"
katanya waktu Auwyang Hong berlutut memberi hormat.
„Setiap malam engkau datang
kemari, aku akan mengajarimu . silat yang tinggi sekali dan bisa menjadikan
engkau seorang jago yang memiliki kepandaian tinggi luar biasa...!"
„Terima kasih suhu, mulai
besok malam aku akan selalu mengunjungi suhu untuk meminta petunjuk...!"
kata Auwyang Hong.
Begitulah, setiap malam
menjelang datang, Auwyang Hong selalu datang kekamar gurunya untuk melatih diri
berbagai kepandaian silat.
Semua itu dilakukan dengan
diam-diam, seihingga ayah dan ibunya tidak ada yang mengetahui. Hanya Auwyang
Hong minta kepada ayahnya, agar Lo Sin diperbolehkan tinggal dirumah mereka,
untuk menjadi kawan bermain Auwyang Hong. Melihat rapatnya hubungan mereka,
maka Auwyang Bun telah mengijinkan dan mengabulkan permintaan anaknya.
Tanpa terasa dua tahun sudah
berlalu, dan Auwyang Hong telah memiliki kepandaian yang lumayan. Karena Lo Sin
sesungguhnya adalah seorang tokoh rimba persilatan yang sangat ditakuti dan
disegani lawan maupun kawan, karena dia memiliki kepandaian yang tinggi sekali.
Waktu itu dia tengah rebah terluka dimuka gedung Auwyang Bun, karena dia telah
melakukan pertempuran dengan beberapa orang jago yang mengeroyok dirinya selama
tiga hari tiga malam. Dia bisa membinasakan semua lawannya yang berjumlah tujuh
orang, tetapi dia sendiri juga terluka didalam.
Untung saja keluarga Auwyang
mengundang dia untuk tinggal digedung mereka, kalau tidak diabisa mati
kedinginan. Dengan Jinsom yang telah berusia seribu tahun lebih dan arak yang
berusia seratus tahun lebih, luka didalam tubuhnya jadi sembuh.
Dengan dididik oleh Lo Sin,
cepat sekali Auwyang Hong memiliki kepandaian yang tinggi, karena justru
kepandaian yang diturunkan Lo Sin bukan kepandaian sembarangan.
Sering juga Lo Sin menemani
Auwyang Hong menonton kodok-kodok yang tengah berlompatan dipematang sawah.
Saat itulah Lo Sin telah
berpikir sesuatu untuk menciptakan semacam ilmu silat yang diambil dari gerakan
kodok itu. Dia telah mencoba untuk berjongkok, kemudian mengulurkan kedua
tangannya, disalurkan dengan lwekangnya, maka seketika itu juga menyambar angin
serangan yang kuat sekali.
„Berhasil ! Aku telah berhasil
menciptakan ilmu baru ! Karena diambil dari gerakan kodok, biar kunamakan
Ha-mo-kang !"
Auwyang Hong juga girang, dia
telah diajari oleh gurunya bagaimana harus meletakkan kedua kaki yang
berjongkok itu dengan kuda-kuda yang kuat, dan juga disamping itu harus
mengerahkan tenaga ginkangnya: Ternyata Auwyang Hong bisa melakukannya. Tentu
saja Auwyang Hong jadi sering sekali pergi kepematang sawah. untuk menyaksikan
gerak-gerik kodok-kodok yang terdapat ditempat itu dengan gurunya.
Lo Sin sesungguhnya hanya
secara iseng-iseng saja menciptakan ilmu Ha-mo-kang, tetapi kelak justru ilmu
itulah yang akan dikembangkan oleh Auwyang Hong menjadi ilmu mujiat yang
memiliki kehebatan luar biasa...!
---oo0oo---