-------------------------------
----------------------------
Bab 19: Menumpas pemberontak
Oh Thi-hoa tertegun, katanya
"Kau kenal dia? Apa benar ketenarannya begitu besar?"
Si jambang bauk tidak
menjawab, langsung dia menjura rendah kepada Coh Liu-hiang, katanya "Tidak
tahu tidak berdosa, semoga Maling Romantis suka memaafkan keteledoran
Siaujin!"
Lekas Coh Liu-hiang memapaknya
bangun, tanyanya "Jadi kau ini apanya Mutiara hitam?"
"Jikalau Siau-ongya bisa
melihat Maling Romantis sehat wal-afiat sampai di sini, entah betapa girang
hatinya." demikian kata si jambang bauk.
Tahu bahwa mereka bukan lain
adalah anak buah Mutiara hitam yang dicarinya ubek-ubek tak ketemu, tak nyana
bersua disini tanpa banyak membuang tenaga, keruan girangnya bukan main.
Terdengar jambang bauk
menghela napas, katanya lebih lanjut "Sayang meski Maling Romantis sudah
sampai disini. Siau-ongya justru sudah ke pedalaman pula..."
"Ke pedalaman? Maksudmu
dia ke Tionggoan? Kapan ia berangkat? tanya Coh Liu-hiang kaget.
"Kuatir Maling Romantis
menghadapi bahaya, maka beberapa hari yang lalu Siau ongya lantas menuju ke
Tionggoan untuk menyiari kabar kalian."
Tak urung terunjuk rasa heran,
curiga pada rona muka Coh Liu-hiang, katanya "Dia kuatir aku menghadapi
bahaya? Dia pergi mencari tahu kabar diriku?"
"Siau-ongya menemukan
kuda mutiaranya itu pulang sendiri dengan kosong tanpa penunggangnya, maka ia
menduga Maling Romantis pasti menghadapi bahaya, tanpa membuang waktu lagi,
segera ia menyusul kesana dengan tergesa-gesa." Mendadak si jambang bauk
tertawa lucu penuh arti, katanya pula "Rasa prihatin Siau-ongya kepada
Maling Romantis memangnya tuan masih belum memahaminya?"
Coh Liu-hiang menjublek di
tempatnya, maka dia tidak begitu perhatikan ucapan ini, setelah menepekur
sekian lamanya, akhirnya dia menarik napas katanya tertawa getir "Kuda itu
memang pintar sekali, orang biasa mana mampu mengendalikan dia aku sudah kira
dia pasti menerjang keluar dari kandang lari ke tempat asal majikannya.
Tak tahan Oh Thi-hoa
menyeletuk "Kami banyak orang mencari ubek-ubekan tanpa menemkan jejaknya,
masakah seekor kuda malah berhasil menemukan dia lebih dulu?"
"Dipadang pasir ini,
siapa yang tidak tahu bila si mutiara hitam yang jempolan itu adalah milik
Siau-ongya kita, siapapun yang melihatnya, tentu akan dibawa pulang
dikembalikan kepada Siau-ongya." lalu dia tertawa bangga, katanya pula
"Penjahat di padang pasir sejauh ribuan li itu, siapa pula yang berani
mengincar kuda tunggangan pribadi Siau ong kita? Sampaipun Ciok koan-im yang
serba misterius seperti tokoh didalam dongeng itupun tidak berani sembarangan
mencari gara-gara kepada kita."
Menyinggung Ciok koan-im,
seketika berubah roman muka semua orang.
"Mungkin kalian tidak
tahu," ujar si jambang bauk, "kecuali kita anak buah Lo ongya yang
lama ini, orang-orang yang rela dan bersedia berkorban demi Siau-ongya entah
berapa banyaknya meskipun Ciok koan-im setinggi langit, bila dia berani
mengganggu dan berbuat salah terhadap Siau-ongya, selanjutnya apapun yang dia
lakukan disini, mungkin dia akan selalu menghadapi kesukaran."
Coh Liu-hiang menghela napas
ujarnya "Agaknya nama besar "Raja Gurun Pasir" memang bukan
kosong dan gertakan belaka."
Oh Thi-hoa tiba-tiba
menyeletuk "Kalau demikian bila kita menunggu si mutiara itu kemari
bukankah sudah sejak lama bertemu dengan Siauw ongya kalian?"
"Jikalau kalian
benar-benar datang menunggu si mutiara itu Siau-ongya tentu takkan segugup itu,
ia tahu Maling Romantis amat sayang pada kuda tunggangannya itu, maka ia
berkesimpulan bila Maling Romantis tak menghadapi bahaya, sekali-kali tidak
akan membiarkan dia pulang sendirian."
Oh Thi-hoa pelototi Ki
Ping-yan katanya "Itulah yang dinamakan keblinger oleh kepintaran sendiri,
ingin untung malah buntung, dari sini dapatlah disimpulkan ada kalanya orang
gede tidak akan unggul dari anak kecil dalam melakukan kerjaan yang sama."
Ki Ping-yan, tidak menunjukkan
perubahan mimik mukanya cuma dengan dingin dia menatap si jambang bauk, katanya
"Dari nada perkataanmu ini, agaknya Siau-ongya kalian amat prihatin dan
menguatirkan sekali keselamatan Maling Romantis?"
Kembali si jambang bauk
mengunjuk senyuman lucu yang aneh tadi, katanya "Ya, memang luar biasa
keprihatinannya."
Ki Ping-yan menjadi bengis,
katanya "Lalu dia menculik sanak Maling Romantis kemari apa pula maksud
tujuannya?"
Si jambang bauk melengak,
tanyanya "Menculik sanak Maling Romantis? Mana ada kejadian itu? Kukira
tuan salah paham." sikapnya serius, sedikitpun tidak menunjukkan
kemunafikannya.
"Apakah Yong ji dan
lain-lain tidak pernah kemari," tanya Coh Liu-hiang.
"Yong ji.... maksud
Maling Romantis apakah nona Soh, nona li dan nona......"
"Benar, apa kau melihat
mereka? Dimana mereka sekarang?" tukas Coh Liu-hiang.
"Nona Soh bertiga sudah
tentu ikut Siau-ongya menuju ke Tionggoan."
"Mereka..... apakah
mereka baik-baik saja."
"Ketiga nona-nona itu
sungguh amat pintar, lincah dan cantik-cantik lagi, malah raut muka mereka
selalu dihiasi senyuman mekar yang manis, seolah-olah mereka tidak pernah tahu
bahwa dalam dunia ini ada peristiwa-peristiwa yang menyedihkan, sehingga
orang-orang yang melihatnya pun melupakan penderitaan".
Mendadak matanya menatap Ki
Ping-yan tanyanya "Tapi kenapa tuan mengatakan Siau-ongya kami yang
menculik mereka kemari?"
Ki Ping-yan juga dibuat
bengong, tanpa sadar diapun mengelus hidungnya tanyanya "Memangnya
bukan?"
"Sudah tentu bukan,
mereka bertiga adalah tamu-tamu Siau-ongya yang terhormat dan teragung, malah
boleh dikata hubungan mereka begitu akrab dan intim sekali, mereka berempat
sampai tidurpun berat berpisah, entah berapa banyak persoalan yang selalu
mereka bicarakan."
Semua orang kembali melongo
mendengar kata-katanya terakhir ini Coh Liu-hiang, Ki Ping-yan dan Oh Thi-hoa
bertiga jadi saling pandang, sepatah katapun tak bersuara. Sesaat kemudian baru
Oh Thi-hoa bersuara "Katamu mereka sering tidur bersama?"
"Ya, boleh dikata keluar
satu kereta, tidur satu pembaringan."
Oh Thi-hoa angkat pundak
sambil menghela napas, katanya kepada Coh Liu-hiang "Agaknya Siau-ongya
ini cukup pintar dan tinggi ilmunya."
Terasa getir tenggorokan Coh
Liu-hiang, tak tahu apa yang harus dikatakan.
Tiba-tiba Pipop kongcu
menyeletuk bertanya "Siau-ongya kalian sebetulnya laki atau
perempuan?"
Agaknya si jambang bauk
melengak, sahutnya tertawa geli "Sudah tentu perempuan, cuma Lo ongya
tidak punya putra, maka sejak kecil dia didandani seperti anak laki-laki,
kitapun diperintahkan untuk memanggil Siau-ongya.... masakah Maling Romantis
belum tahu malah?"
Coh Liu-hiang hanya menggosok
hidungnya semakin keras, Oh Thi-hoa tak tahan terloroh-loroh, cuma rona muka
Pipop kongcu yang murung dan jelek kelihatannya, katanya sambil melotot kepada
Coh Liu-hiang "Agaknya tidak sedikit orang yang memperhatikan
dirimu".
xxx
Angin badai meniup kencang di
luar perkemahan laksana mengiris kulit, didalam kemah sebaliknya terasa hangat
nyaman seperti dalam musim semi, ditambah bebauan harumnya daging panggang dan
arak susu kambing, boleh dikata Oh Thi-hoa sudah menghilangkan kerisauan
hatinya.
Tapi Coh Liu-hiang sebaliknya
tidak seriang itu, terasa olehnya persoalan justru semakin rumit semakin banyak
dan berbelit belit, cukup lama sudah Ki Ping-yan mengawasinya, tak tahan ia
lantas berkata "Sebetulnya apakah yang telah terjadi? Apa sekarang sudah
kau bikin jelas?"
"Aku masih belum begitu
paham," sahut Coh Liu-hiang tertawa getir.
Oh Thi-hoa tertawa, katanya
"Lebih baik kau mulai lagi dari depan lalu satu persatu menganalisa sampai
kejadian hari ini, nah mulailah kau bercerita supaya kita beramai ikut
menyelesaikan persoalan ini."
"Kejadian ini dimulai
waktu aku minta Mutiara hitam memberitahu kepada Yong ji supaya lekas dia
pulang, karena pada waktu itu aku sendiri sembarang waktu kemungkinan mengalami
bahaya, sesungguhnya tak punya tenaga untuk melindunginya lagi," demikian
Coh Liu-hiang mulai membuka cerita.
"Agaknya bukan saja
Mutiara hitam itu menyampaikan pesanmu, malah dia sendiri yang mengantar Yong
ji pulang," olok Oh Thi-hoa tertawa "Sepanjang jalan, kedua orang
bicara punya bicara, belakangan lantas menjadi teman baik."
"Gelagatnya memang
begitulah!" ujar Coh Liu-hiang.
"Tapi cara bagaimana
Mutiara hitam itu bisa membujuk Yong ji bertiga, sehingga mereka mau ikut dia
keluar perbatasan sini? Apa pula tujuannya dia berbuat demikian? Memangnya
hanya ingin supaya kau gugup dan kebingungan?"
"Disinilah titik
persoalan yang tidak bisa kupahami, biasanya Yong ji bertiga amat menuruti
kata......"
Pipop kongcu tiba-tiba tertawa
dingin, jengeknya "Kalau kau selalu ngelayap diluaran, sebaliknya mereka
selalu berada dirumah menunggu kau oleh karena itu kau lantas beranggapan
adalah pantas kalau mereka selalu mengganggumu dirumah, benar tidak?"
"Sebetulnya mereka memang
tiada sesuatu tujuan untuk kemana-mana."
"Dari mana kau bisa tahu
bila mereka tidak punya sesuatu tujuan berpergian? Seumpama mereka adalah
anjing penjara rumahmu, adakalanya juga mereka akan mondar-mandir diluaran
mencari angin...." mencibir bibir Pipop kongcu melanjutkan dengan tertawa
dingin pula. "Kalau kau jadi Yong ji, tahu kau begitu percaya kepadaku,
maka akan kupikir suatu akal supaya kau gugup dan kebingungan. Sekali tempo, aku
sudah menunggumu puluhan kali, malah mungkin sudah ratusan kali, adalah pantas
kalau kau harus menungguku sekali."
"Plak!" Oh Thi-hoa
menepuk tangan katanya keras "Betul sekali, isi hati perempuan memang
hanya dipahami sesama perempuan jikalau kau membiarkan seorang perempuan tahu
bahwa kau amat percaya kepadanya, maka dia justru akan mencari akal berdaya
upaya untuk mempermainkan atau menyiksa kau, kalau toh dia sudah betul-betul
tunduk lahir batin dan kepincut kepadamu, namun toh dia tidak akan membiarkan
kau tahu akan rahasia hatinya ini."
Pipop kongcu mencemooh
"Lantaran perempuan kebanyakan sudah tahu bahwa laki-laki memang punya
tulang kere, seorang perempuan yang tergila-gila dan amat mencintai dirinya,
maka dia akan merasa perempuan itu tidak menarik hatinya lagi, segera dia akan
mencari perempuan lain."
Oh Thi-hoa tertawa bergelak
"Meski ucapanmu ini keterlaluan, tapi bukan tiada artinya."
Coh Liu-hiang meringis,
ujarnya "Kalau begitu, bahwa mereka mau ikut Mutiara hitam keluar
perbatasan, jadi maksudnya supaya aku gelisah dan kebingungan?"
"Seumpama mereka
sebenarnya tiada maksud ini, tapi karena hasutan Mutiara hitam, mau tidak mau
mereka akhirnya terbujuk dan mau menurut".
"Tapi kenapa Mutiara
hitam mau membujuk mereka sampai mau pergi?"
Disamping Pipop kongcu
mencibir pula, ejeknya "Masakah kau belum paham akan hal ini?"
"Ya, aku tidak
mengerti," sahut Coh Liu-hiang terus terang.
Sengaja Pipop kongcu melengos
ke arah lain ejeknya pula "Orang yang mulutnya suka bilang tidak mengerti,
dalam hati tentu sudah paham benar."
"Tapi aku benar-benar
tidak mengerti."
"Walau dia tak tahu kalau
Mutiara hitam seorang perempuan, tapi Mutiara hitam tahu kalau dia seorang
laki-laki, benar tidak?"
"Hal ini kukira tak perlu
disangsikan kecuali induk kera, tiada seorang perempuan yang badannya tumbuh
bulu begitu banyak seperti dia itu." kata Oh Thi-hoa melucu.
Tak tahan Pipop kongcu tertawa
geli, tapi segera ia menarik muka pula, katanya tertawa dingin "Orang
seperti dia gagah dan tampan laki-laki yang romantis lagi, berapa sih jumlahnya
dalam dunia ini? Bukan mustahil sejak pertama kali bertemu Mutiara hitam sudah
kecantol kepadanya, seperti menggelotok kulit telur diberikan kepadanya, celaka
adalah jago kita yang jadi lakon tampan dan romantis ini justru bermain begitu
buruk dan goblok sekali, sedikitpun dia tidak tahu."
Oh Thi-hoa ikut tertawa
katanya "Bagi seorang gadis perawan! bukan saja hal ini dianggapnya
sebagai memandang rendah, juga suatu penghinaan, oleh karena itu bahwa gusarnya
nona Mutiara hitam, lantas mencari akal untuk menghajar adat jago kita yang
suka sok romantis itu bukan?"
"Ditambah nona Mutiara
itu kuatir begitu berpisah, selanjutnya ia tidak akan bisa bertemu lagi dengan
pemuda pujaan hatinya itu tapi dengan apa yang ia lakukan tak usah kuatir orang
takkan bergegas menyusul dan mencarinya."
"Lucu, lucu menarik benar
cerita ini," seru Oh Thi-hoa bertepuk tangan pula, "Coh kongcu
masakah kau sendiri tidak merasa lucu dan menarik?"
Coh Liu-hiang menarik muka,
sahutnya "Jikalau lidahmu hendak putus, itu baru lebih lucu dan menarik
tentunya!"
Ki Ping-yan menghela napas
katanya "Bocah ya tetap bocah, selamanya takkan tumbuh dewasa, orang-orang
gede punya pikiran hati apa, selamanya ia tidak akan tahu!"
Pipop kongcu tertawa dingin "Kalian
tuan-tuan gede ini punya isi hati apa, silahkan beberkan supaya kami bisa
tahu!"
"Semula kukira
pemberontakan yang terjadi di negeri Kui je, adalah kerja Mutiara hitam yang
memimpinnya secara diam-diam, oleh karena itu baru tahu akan hubunganku dengan
Setitik Merah, baru dia bisa mencari Setitik Merah dan mengundangnya
kemari." Demikian Coh Liu-hiang utarakan pendapatnya.
Ki Ping-yan berkata "Kini
kita sudah tahu bahwa Mutiara hitam hakekatnya tiada sangkut paut dengan
peristiwa ini, jadi pemimpin yang berada di belakang layar itu pasti Ciok
koan-im adanya, tapi Ciok koan-im cara bagaimana bisa."
Segera Pipop kongcu menukas
pula "Hanya itu sajakah isi hati tuan-tuan gede? Menurut pendapatku,
bahwasannya persoalan ini sangat sederhana, anak umur tiga tahunpun bisa
menebaknya dengan jitu."
Coh Liu-hiang dan Ki Ping-yan
diam-diam saja, Pipop kongcu lantas meneruskan "Tiga orang........ tiga
orang sanak Coh Liu-hiang diboyong kemari oleh Mutiara hitam tentunya seluruh
anak buahnya sudah tahu, orang banyak mulutpun suka iseng, tidak sedikit pula
anak buah Ciok koan-im yang tersebar dimana-mana sebagai mata-mata, sudah tentu
hal ini cepat sekali sudah dapat didengar olehnya, maka dia lantas melakukan
suatu sulapan kecilan saja, supaya Coh Liu-hiang menyangka ketiga nona itu
berasa di genggamannya, oleh karena itu pemuda kita yang romantis ini mana
berani banyak tingkah?"
Ki Ping-yan melirik kepada Coh
Liu-hiang, katanya tertawa getir "Tak nyana banyak urusan yang sukar dan
berbelit-belit, cukup dibeber oleh anak kecil saja, urusan jadi mudah, gampang
dan sederhana sekali persoalannya."
Pipop kongcu tidak perdulikan
olok-oloknya, katanya lebih lanjut "Tapi dia masih kuatir Coh Liu-hiang
tidak percaya, maka dia lantas undang Setitik Merah kemari. Kalian tuan-tuan
gede yang banyak akal dan melihatnya ini pikir pulang pergi, akhirnya yakin
bahwa Mutiara hitam saja satu-satunya orang yang tahu hubungan antara Coh
Liu-hiang dengan Setitik Merah, oleh karena itu tuan-tuan gede lantas
beranggapan bahwa Mutiara hitamlah orang yang berada di belakang layar mengatur
dan menjadikan peristiwa ini melibatkan kalian, sudah tentu kalianpun
beranggapan bahwa nona Soh bertigapun terjatuh ke tangan Ciok koan-im, oleh
karena itu, kalian lantas terjeblos semakin dalam ke dalam muslihat dan
perangkap yang sudah mereka atur."
Melihat Coh Liu-hiang dan Ki
Ping-yan sama melongo, tak tahan Pipop kongcu tertawa geli dengan riang dan
kesenangan, katanya "Coba kalian pikir, bukankah amat sederhana persoalan
ini? Soalnya otak kalian saja yang terlalu pintar dan menilai persoalan terlalu
tinggi dan berbelit-belit, suka unjuk kepintaran sehingga urusan
berlarut-larut, maka urusan yang sebetulnya sederhana dan dapat dipecahkan,
malah semakin ruwet dan tak terpecahkan oleh kalian."
Coh Liu-hiang menyengir
ujarnya "Jadi menurut apa yang kau uraikan ini, pasti ada orang lain pula
yang mengetahui akan hubunganku dengan Setitik Merah, oleh karena itu baru dia
bisa memperalat Setitik Merah untuk memancing aku, begitu maksudmu bukan?"
"Baru sekarang kau mulai
sadar," ujar Pipop kongcu.
Coh Liu-hiang mengerut kening
pula, katanya "Tapi yang tahu hubunganku dengan Setitik Merah, kecuali
Mutiara hitam yang lain-lain sudah mati!"
Pipop kongcu menjengek dingin
"Berhadapan dengan Maling Romantis, orang matipun bisa hidup
kembali." kata-kata ini sebetulnya cuma mau memancing kemarahan Coh
Liu-hiang saja, tapi mendengar kata-katanya Coh Liu-hiang, justru tersentak
sadar laksana ulu hatinya terhujam anak panah, seketika dia berjingkrak bangun.
Pada saat itulah, tiba-tiba
terdengar derap kaki kuda yang riuh dan kencang, tanah pasir di gurun pasir
cukup empuk, maka waktu mereka mendengar derap kaki kuda yang ramai mendatangi
ini, jaraknya kira-kira tinggal puluhan langkah saja dan sekejap saja sudah
tiba dan berhenti.
Disusul suara sorak sorai
sambutan gembira dari orang banyak, agaknya pendatang mempunyai kedudukan
tinggi yang dihormati maka padang pasir yang semula tenang dan sunyi ini,
sekejap ini berubah jadi suasana riang gembira dan ribut dari pahlawan-pahlawan
gurun pasir itu.
Mencorong terang biji mata Oh
Thi-hoa, katanya girang "mungkinkah Mutiara hitam yang telah datang?"
belum habis kata-katanya, Coh Liu-hiang sudah berlari keluar kemah.
Tampak ditengah-tengah
lapangan sana memang terdapat tiga ekor kuda, pelananya belum dilucuti,
badannya kotor oleh debu pasir. Ketiga ekor ini boleh dibilang terhitung kuda
pilihan yang tiada bandingannya di padang pasir ini, tapi saking letihnya
ketiganya sama roboh lemas dengan napas sengal, mulut berbuih lagi, boleh
dikata hampir saja mati hidup-hidup kehabisan tenaga.
Pahlawan-pahlawan gurun pasir
atau kafilah umumnya paling menghargai dan pandang kuda-kuda jempolan lebih
berharga dari pada jiwa sendiri, tapi sekarang tiada seorangpun yang sempat
mengurus ketiga ekor kuda ini. Malah sebuah kemah yang berada di sebelah timur
sana sedang dirubung orang banyak, sikap mereka amat senang dan bergairah,
terang ketiga penunggang kuda yang baru datang itu kini sudah mereka songsong
masuk ke dalam kemah.
Baru saja Oh Thi-hoa mengikuti
Coh Liu-hiang keluar hendak memburu kesana, seseorang tahu-tahu sudah melihat
mereka dan lekas memburu menghampiri, katanya membungkukkan badan dengan seri
tawa "Teman-teman Kongcu yang empat orang itu kami sudah memberikan tempat
yang layak dan pengobatan yang baik, mereka kini sedang istirahat. Soalnya
tiba-tiba kita kedatangan tamu dari jauh, maka Ciangkun tak bisa mengiringi
Kongcu minum arak, harap Kongcu suka maklum dan maaf!"
Empat orang yang dimaksud
adalah Ki Bu-yong, Setitik Merah yang luka dan Liu Yan-hwi serta Suhengnya Ciok
tho, sedang Ciangkun yang ia maksudkan ialah si jambang bauk itu.
Tak tahan Oh Thi-hoa bertanya
"Jadi kalian kedatangan tamu dari jauh, entah siapakah tamu kalian
itu?"
Orang itu unjuk tawa pula
sahutnya "Mungkin Kongcu tak akan mengenal mereka."
"O..!"
"Sebetulnya! kalau mau
dikatakan mereka tak terhitung sebagai tamu, anggaplah sebagai langganan kita
beramai."
"Apa.. langganan?"
Oh Thi-hoa menegas tak mengerti.
"Sejak Lo ongya mangkat,
kehidupan kita beramai boleh dikata menjadi persoalan besar, demi hidup kami
terpaksa mencari obyekan sekenanya, untuk mempertahankan keadaan yang sudah
tidak stabil ini."
Oh Thi-hoa jadi ketarik,
katanya tertawa "Entah siapakah langganan kalian itu? Tugas apa pula yang
mereka berikan kepada kalian?"
"Tugas kita tidak ubahnya
seperti para Piausu yang melindungi barang-barang expedisi di Tionggoan, kali
ini kamipun bertugas menyelesaikan sesuatu urusan kecil saja, malah dua hari
yang lalu sudah kami bereskan dengan baik."
Oh Thi-hoa masih ingin tanya
tapi Coh Liu-hiang sudah melihat roman muka orang ini sudah rada kurang senang,
segera ia tarik Oh Thi-hoa katanya tertawa "Kalau begitu silahkan saudara
lekas melayani tamu itu kami sih cukup mampu mengurus diri sendiri."
Setiba didalam kemahnya
sendiri mulut Oh Thi-hoa masih mengoceh tak karuan "Kita ini adalah teman
Siau-ongya mereka, tapi mereka pandang ketiga tamu itu jauh lebih penting dari
kita, memangnya siapakah ketiga orang ini."
Coh Liu-hiang tertawa,
sahutnya "Orang macam apa mereka itu, apa sih sangkut pautnya dengan
kita?" mulutnya berkata demikian, namun dalam hati diapun sedang merasa
keheranan. Dimanapun, kuda-kuda jempolan seperti ketiga ekor yang roboh
keletihan itu jarang didapat, tapi ketiga orang itu seolah-olah tidak sayang
dan tidak memperhatikannya pula, mereka tak merasa sayang bila ketiga ekor kuda
itu mati.
Merekapun punya urusan penting
apa, begitu gugup dan tergesa-gesa menyusul kemari? dan lagi dia menyewa tenaga
si Jambang bauk yang merupakan bukan orang sembarangan di padang pasir ini,
tentunya memberikan imbalan yang bukan kecil artinya, tentunya menyelesaikan
suatu tugas penting yang tinggi dan besar sekali artinya, lalu tugas rahasia
apakah yang mereka lakukan? Kenapa harus dirahasiakan sedemikian rupa? Ingin
Coh Liu-hiang kemukakan pertanyaan-pertanyaan ini, tapi Ki Ping-yan agaknya
sudah meraba apa-apa yang sedang dia pikirkan, mereka berpandangan sebentar, Ki
Ping-yan mendadak bicara "Biar aku pergi menjenguk Setitik Merah."
"Lebih baik kau hati-hati
sedikit," Coh Liu-hiang segera memberi peringatan.
Pergi menjenguk Setitik Merah,
kenapa harus hati-hati?
Berkilat mata Oh Thi-hoa,
timbrungnya "Akupun mau pergi menjenguknya."
"Tak perlu kau banyak
perhatian, silahkan kau minum arakmu saja di sini!" dengan tegas Ki
Ping-yan menolak.
Mendadak Oh Thi-hoa
tergelak-gelak katanya "Kalian tak usah kelabuhi aku, dengan kalian aku
sudah bersahabat dua tiga puluh tahun melihat tindak tanduk kalian yang
sembunyi-sembunyi ini memangnya aku tak bisa meraba kalian sedang merencanakan
sesuatu muslihat apa?"
Coh Liu-hiang mengawasi Ki
Ping-yan dengan tersenyum getir katanya "Urusan apapun orang-orang gede
bisa mengelabuhi anak-anak kecil, tapi kalau ingin pergi main-main jangan harap
kau bisa ngapusinya, begitu kau keluar munduk-munduk tentu jejakmu sudah
konangan, kontan dia lantas merengek-rengek mau ikut sampai kau kewalahan dan
membawanya juga."
Pipop kongcu cekikikan geli,
katanya "Siapa nyana belum lagi menjadi bapak ternyata sudah punya pengalaman
mengemong anak-anak.
Pada saat itu pula tiba-tiba
terdengar derap kaki kuda pula. Kali ini suaranya gemuruh seperti guntur
menggelegar terang yang datang kali ini, sedikitnya ada lima ratus penunggang
kuda, jelas karena melihat perkemahan d sini, maka derap kaki kuda rada
diperlambat, tapi cepat sekali mereka sudah mendatangi semakin dekat, barisan
segera terbagi menjadi dua sayap ke kanan kiri dengan formasi mengurung,
agaknya rombongan si jambang bauk hendak dikepung.
Berkata Ki Ping-yan dengan
suara berat "Mungkinkah rombongan besar ini mengejar tiga orang
tadi?"
"Benar." timbrung
Coh Liu-hiang. "Tak segan-segan mereka bikin kuda baik sampai keletihan
hampir mati, kiranya mereka sedang melarikan diri dari kejaran besar-besaran
ini."
Belum lagi mereka bicara habis
Oh Thi-hoa sudah mendahului menerjang keluar.
Dilihatnya anak buah si
jambang bauk sudah berdiri jajar siap tempur dengan memasang busur dan anak
panah, golok dan tombak sudah siap dan siaga, debu menguning membumbung tinggi
mengotori angkasa, derap tapal kuda akhirnya berhenti.
"Eh bakal berkelahi
kenapa si jambang bauk tidak undang kami? Memangnya dia pandang ringan
kita?" kata Oh Thi-hoa.
"Masakah dia tahu kalau
kau ini suka mencampuri urusan orang lain?" jengek Ki Ping-yan dingin.
Tiba tiba dari rombongan besar
pihak sana tampil seorang penunggang kuda, kira-kira puluhan tembok di depan
perkemahan mereka berhenti dan berseru lantang: "Rombongan kalian
pahlawan-pahlawan dari negeri mana?, Adakah kalian melihat tiga ekor kuda lari ke
jurusan sini?"
Dari pihak sini segera seorang
balas membentak: "Memangnya kalian sendiri dari negeri mana? Kenapa di
depan pasukan kita membentuk barisan mengepung kita?"
Orang itu balas membentak:
"Pihak kita adalah pasukan kavaleri dari negeri Kui-jie di bawah pimpinan
Bin Ciangkun, orang yang lari itu buronan raja kami, Kalau kalian menyerahkan
mereka, tentu mendapat balasan jasa yang besar, kalau sebaliknya menyembunyikan
mereka atau melindunginya, sebentar pasukan besar kita bila sampai, jangan menyesal
akan hancur luluh seluruhnya".
Mendengar sampai di sini Pipop
kongcu menjerit keras: "Celaka, mungkinkah yang mereka kejar itu adalah
ayahku?" segera ia berlari ke arah kemah sana, teriaknya melengking:
"Ayah.... Hu-ong.... Apakah kau yang datang?"
Dari dalam kemah di sana
menerobos keluar seseorang, memang benar dia adalah raja Kui-je. Sudah tentu
Coh Liu-hiang dan lain-lain amat kaget girang melihat orang berada di sini,
sebaliknya Kui-je Ong pun berjingkrak kegirangan melihat mereka, serunya sambil
tepuk tangan: "Tak nyana sekalipun berada di sini bagus sekali, bagus
sekali"
Pipop kongcu rebah dalam
pelukan ayah bagindanya, katanya cekikan senang: "Tapi bagaimana ayah
seorang diri lari ke sini?"
"Nanti saja bicara soal
keluarga, sekarang ..." pandang Kui-je ong terarah kepada Coh Liu-hiang
katanya: "Siau-ongya ingin bicara ke depan pasukan, apakah kalian sudi
mengantar Siau-ong kesana?"
Coh Liu-hiang tersenyum sambil
membungkuk badan: "Cayhe beramai siap berbakti"
Kui-je ong tertawa besar, serunya:
"Bagus, bagus sekali"
Mau tak mau Coh Liu-hiang
keheranan menghadapi Kui-je ong yang semulanya tahu foya foya tenggelam dalam
minum arak melulu, biasanya badan yang begitu lemah loya dan tambun itu, jauh
berbeda dengan keadaan tempo hari, bukan saja semangatnya menyala-nyala, bahkan
kulit mukanya merah gagah dan berwibawa, seolah-olah sudah ganti rupa dan
bentuk orang lain, tapi diapun maklum dalam keadaan situasi dan saat sekarang
bukan saatnya dia banyak mengajukan pertanyaan.
Mereka bertiga ditambah si
jambang bauk berempat masing-masing dua orang di kanan kiri Kui-je ong lima
kuda tunggangan beranjak keluar tampil ke depan pasukan, busu yang berkeok-keok
dengan temberang di depan pasukan itu, seketika kuncup nyalinya, mulutnya
seketika terkancing rapat.
Setelah dekat Kui-je ong
menatapnya tajam, katanya keren: "Masih kau kenal dengan rajamu?"
Dulu busu ini adalah anak buah kepercayaannya, kini berhadapan dengan junjungan
lama, tak urung hatinya jadi bingung kaget dan menyesal pula, dengan muka merah
mulutnya megap-megap "Sudah lama Ongya meninggalkan negeri, Siau jin
..."
Kui-je ong tersenyum ramah,
ujarnya: "Kalian sudah tak percaya kepadaku, tapi aku tetap percaya kepada
kalian" Lebih merah muka busu itu, katanya tertunduk "Siau-jin
sebagai alat Negara, hanya tahu patuh menjalankan perintah, jikalau perbuatan
kami salah, bukan maksud dan tujuan Siau-jin sendiri"
"Baik, akupun tahu
kesulitan kalian, kau Hong-hwa dan Ang Mak-hoa kemari menjawab
pertanyaanku" Busu itu mengiayakan, segera ia tarik kendali membalikkan
kuda, terus balik ke dalam pasukannya.
Tak lama kemudian beberapa
orang menunggang kuda segera dicangklong mendatangi, yang terdepan adalah Bin
ciangkun, Ang siang kong dan Go Kiok-koan bertiga. Melihat Coh Liu-hiang
mendadak muncul ditempat ini, roman muka Go Kiok-koan berubah hebat, sungguh
mimpipun dia tidak menduga bahwa Coh Liu-hiang bisa lolos dari cengkeraman
tangan iblis Ciok koan im.
Coh Liu-hiang sebaliknya
tersenyum-senyum mengawasinya, terang dalam sanubari mereka masing-masing
banyak omongan yang perlu dibicarakan, tapi depan dua pasukan yang saling
berhadapan tegang ini, bukan tempat dan saatnya bagi mereka mengobrol.
Roman muka Kui-je Ong yang
ramah dan bijaksana itu, mendadak berubah kereng berwibawa, katanya dengan lantang
dan bera: "in Hong wa, Ang Hak hoa, biasanya Pun ong(membahasakan dengan
diri sendiri) cukup baik terhadapa kalian, kenapa kalian memberontak membuat
negeri geger, apakah sepak terjang kalian tidak miirip rampok dan dosa kalian
patut dipenggal kepalanya"
Agak merah juga muka Bin
ciangkun yang berkulit hitam, sikap Ang Siang ong sebaliknya tetap wajar dan
tak berubah, katanya tertawa besar dengan menengadah: "Kedudukan raja
bukan anugerah Tuhan, hanya si arif bijaksana saja yang patut mendudukinya, kami
beramai tidak ingin Cuma menegakkan keadilan dan kebenaran bagi umat tuhan,
jikalau kau suka menyerah dan pulang bersama kita, mengingat hubungan lama yang
baik dulu, bukan saja tak menyakiti jiwamu, kami malah akan bantu kau
bermulut-mulut manis di hadapan Baginda Raja yang baru, supaya kau mendapatkan
tempat yang layak menghabiskan masa tuamu"
Kui je-ong gusar, dampratnya:
"Matahari takan bersinar dua hari, negeri tiada dua raja, kecuali Pun-ong,
siapa pula berani mengagulkan diri sebagai raja dalam negeri kita?"
Ang Siangkong tertawa,
timbrungnya: "Benar, matahari takkan bersinar dua hari, suatu negeri taka
nada dua raja, sekarang Baginda raja yang baru sudah menduduki jabatannya,
tidak kau segera menyerah dan menghamba kepada beliau bukankah kau ini sicerdik
yang kelelep oleh kepintarannya sendiri?"
Mendadak Kui-je Ong bergelak
tawa, serunya: "Baginda Raja yang baru? Tahukah kalian dimana sekarang
raja baru kalian berada?" Berubah juga air muka Ang siangkong, kilas lain
dia sudah tertawa tenang pula, katanya: "Sudah tentu sedang berada di
istana menunggu kabar gembira, menunggu kita membekuknya ke hadapannya"
Kui-je Ong bergelak tawa pula,
serunya: "Boleh kalian lihat dulu apa ini?" dari tangan si jambak
bauk dia menerima sebuah kotak cendana, terus dilempar sekuatnya ke depan.
Lekas Ang Siangkong menangkapnya, begitu dia membuka tutup kotak cendana itu,
seketika pucat ngeri air mukanya, seketika kedua tangannya gemetar hebat dan
kotak tak kuasa dipegangnya lagi, "Klotak!" jatuh menggelinding ke
tanah berpasir.
Dari dalam kotak cendana itu
menggelinding sebuah kutungan batok kepala orang, lekas si jambang bauk keprak
kudanya ke depan dengan golok panjangnya dia sunduk batok kepala itu dibagian
lehernya terus diangkat tinggi ke atas kepala.
Kui-je Ong membentak
berwibawa: "Pemberontak Ang tek san sudah dua hari yang lalu kita bekuk
dan hukum mati padanya, batok kepalanya kini berada di sini. Siapa saja yang
merasa diancam, sehingga mengekor kepada pemberontak, jikalau sekarang
lekas-lekas membuang senjata dan menyerah, dosa-dosanya diperingan tiga tingkat
atau diberi kebebasan" begitu pengumumannya berkumandang, pasukan
pemberontak anak buah Bin ciangkun seketika gempar dan bersama-sama membuang
senjata Lekas Go Kiok-kan membentak keras: "Dia menghasut dan membual
belaka untuk meruntuhkan semangat tempur pasukan, jangan kita tertipu
melihatnya"
Berputar biji mata Ang
siangkong, segera dia berteriak: "Benar dia meninggalkan istana tanpa
menghiraukan penderitaan rakyatnya, menyelamatkan diri saja tidak sempat,
masakah punya kekuatan melakukan peristiwa sebesar ini?"
Kui-je ong bersikap tenang dan
tetap tertawa besar, serunya: "Kalian kira pun-ong hanya melarikan diri
saja? Ketahuilah secara diam-diam pun ong sejak lama sudah mempersiapkan dan menggerakan
lima barisan pasukan besar tiga hari yang lalu, sudah berhasil merebut kembali
tahta dan kerajaan"
"Lima barisan pasukan
besar apa", jengek Bin ciangkun "kalau kentut memang ada, siapa tak
tahu kalau kau memang pandai kentut!"
Si Jambang bauk cemplak
kembali ke atas kudanya, berdiri ke atas pelana, segera dia tarik suara
sekeras-kerasnya: "Empat barisan besar dari lima barisan besar pasukan
berhasil kami pinjam dari negeri tetangga, sementara barisan pertama adalah
pasukan para saudaraku si jambang bauk hijau ini, memangnya kalian tidak
percaya?"
Agaknya jambang bauk hijau ini
punya nama dan amat disegani di padang pasir, tak sedikit anak buah Bin
ciangkun yang tahu akan kebesarannya, tidak sedikit pula yang melihat bahwa
batuk kepala itu bukan tiruan pula, maka kembali suasana menjadi rebut dan
kacau balau, pasukan Bin ciangkun menjadi ciut nyalinya
Bin ciangkun segera membentak
beringas: "Dimana Thi kak kun atau pasukan lapis baja? Lekas bekuk raja
lalim ini!" suaranya keras dan kereng meski disiplin ketentaraannya amat
keras, apa boleh buat, anak buahnya sudah goncang dan tiada satupun yang
mendengar perintahnya lagi, kecuali beberapa orang pengawal pribadingya saja
yang keprak kuda, tampil ke depan mengacungkan senjata.
Oh Thi-hoa tertawa besar,
senyumnya: "Nah, kini tiba saatnya kita bekerja!" ditengah gelak
tawanya segera iapun keprak kudanya, menyongsong maju, sekali ia pentang kedua
tangannya, tahu-tahu dua orang ia kempit di bawah ketiaknya, dua orang yang
lain menjadi kaget dan terus menerjang kawannya sendiri yang teringkus itu,
seketika dua orang terjungkal jatuh.
Si Jambang bauk tak mau
ketinggalan, lekas ia aun golok maju menyerang. Tangan kiri menenteng batok
kepala raja pemberontak sementara gerakan golok di tangan kanan laksana kilat
mneyambar, dua orang musuh menerjang kencang dengan kuda tunggangannya, dimana
goloknya berputar, dua batok kepala kontan mencelat tingga ke udara.
Bin ciangkun berkoak-koak
member perintah, tapi anak buahnya menjadi jeri, dan tercerai berai pula diterjang
kesana kemari, melihat gelagat tidak menguntungkan, diam diam, Ang siangkong
mundur kebelakang masukan, hendak melarikan diri.
Tiba-tiba terdengar suara
dingin dekat belakangnya: "Tuan gede ini hendak kemana?" dengan
mencelos Ang siangkong lekas berpaling, entah kapan tahu Ki Ping Yan sudah
berada di depannya, sedang tertawa dingin mengawasinya, dengan suara serak
ketakutan Ang siangkong berkata: "Sukalah Congsu lepaskan aku dulu, jasamu
pasti akan kutebus dengan selaksa mas"
Ki Ping-yan menyeringai,
jengeknya: "Harta bendaku sudah terlalu banyak, aku sendiri sudah terlalu
bingung cara bagai mana memakainya, kau hendak menyogok selaksa mas lagi,
bukankah tambah risau hatiku"
Angsiaong unjuk ketawa
dibuat-buat, katanya: "Kalau congsun merasa kurang, bagaimana kalau kuberi
sepuluh laksa mas?" mulut bicara mendadak tangannya mencabut sebilah badik
yang dipegangnya diulasi berlian terus menusuk di perut.
Ki Ping-yan tertawa dingin,
ejeknya: "Menggerakkan mulut kau masih boleh, menggunakan senjata masih
terlalu jauh" belum habis kata-ktanya, entah dengan cara apa, tahu-tahu
badik ditangan Ang siangkong direbutnya, sekali cengkram pula dia jinjing badan
Ang siangkong dari punggung kudanya, lalu seperti memutar bandulan dia lempar
badan orang sambil berseru: "Nah sambutlah ini!"
Badan Ang siangkong yang besar
tremok itu dilempar ke tengah udara lalu terjun bebas ke arah belakang, beramai
ramai anak buak si jambang bauk menangkapnya, terus di telikung dan diikat
kencang, digusur masuk ke dalam kemah.
Betapapun Bin ciangkun adalah
orang militer yang berpengalaman di medan perang, meskipun keadaan menjadi
kacau balau, sedikitpun ia tidak menjadi kacau, lekas ia lolos golok lalu
menerjang maju hendak mengadu jiwa, kebetulan Oh Thi-hoa keprak kuda memburu ke
arahnya, segera ia angkat golok membacok.
Melirikpun, seolah olah tidak
sudi kepadanya, sekali ulur dan tarik secara gampang dia sudah rebut golok
panjang orang, berbareng tangan yang lain terayun balik menggampar muka Bin
ciangkun berkunang-kunang, kontan terjungkal roboh dari punggung kuda dan jatuh
semaput.
Kui-je ong membarengi teriak
lantang: "Pun ong sudah bertahta kembali, siapa buang senjata hidup, yang
berani melawan bunuh semuanya, habis perkara"
Seruan ini seketika mendapat
samburan sorak sorai dibarengi senjata berkerontongan dijatuhkan, ratusan
senjata berbagai jenis memenuhi tanah pasir.
Perlu diketahui anak buah
Binciangkun boleh dikata adalah serdadu pilihan yang sudah banyak pengalaman
juga dimedan laga, untuk memaksa mereka menyerah apa lagi membuang senjata
sebetulnya bukan suatu hal yang mudah, tapi mereka dulu anak buah Kui-je-ong
sama juga, meski mereka ikut memberontak lantaran terpaksa karena kedisiplinan
kemiliteran, kini setelah maha raja yang mereka junjung bertahta kembali,
apalagi pemimpin tertinggi merekapun sudah tertawan, bak ular yang sudah tak
berkepala, sudah tentu mereka tak berani nekad adu jiwa.
Cepat sekali keributan inipun
sudah dipadamkan, mendadak Oh Thi-hoa berseru keheranan dengan celingukan kian
kemari: "Mana si Ulat busuk? Kenapa tak kelihatan?"