Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 19

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 19
Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 19

Tang San Siansu sudah berada di depan Giak Han, yang telah bersiap-siap dengan hati agak berdebar, karena yakin sipendeta akan menggunakan Liong-beng-kun yang diketahuinya sangat dahsyat.

Tapi Tang San Siansu tidak segera menyerangya, cuma mengawasi dengan sorot mata tajam, seakan mata selaksa golok ingin menusuk dari mata Giok Han ke hatinya.

"Siapa gurumu !" tegur Tang San Siansu. "Dan, siapa yang memberikan kau gelaran Liong-kak-sin hiap ?"

"Kau pasti kenal dengan guruku, karena kau memang pernah ada hubungan dengan guruku. Tapi waktu turun gunung, guruku pernah berpesan, kau tidak pantas lagi mendengar nama guruku. Gelaran yang kupakai bukan diberikan oleh orang lain, tapi oleh guruku sendiri!" Giok Han menyahut tawar dia tahu si pendeta lihai, dia berwaspada, matanya tetap mengawasi Tang San Siansu, terutama sekali tangannya.

Muka Tang San Siansu berobah, kuning kehijauan, urat-uratnya di kening dan pelipis tampak meringkel menonjol keluar. Menahan kegusarannya, sampai ruas-ruas jari tangannya pucat kehijauan, jari-jari tangannya itu terkepal kuat-kuat.

"Baik, aku akan memaksa kau memberitahukan siapa gurumu lewat ilmu silatmu !" kata Tang San Siansu, Dia bukan cuma bicara, tangan kanannya yang terkepal keras terangkat perlahan-lahan siap menyerang.

Giok Han tak berani meremehkan, diapun berwaspada mengerahkan tenaga dalamnya pada lengan, ia bersiap-siap menyambuti serangan Tang San Siansu, karena memang pendeta bekas tokoh Siauw Lim Si yang telah melupakan pintu perguruan dan berbuat murtad itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi.

Tangan kanan Tang San Siansu sudah terangkat melewati kepalanya, waktu itulah jari-jari tangarnya terbuka, seperti cengkeraman, sikapnya angker, benar-benar seperti seekor naga yang siap menerjang mematikan lawan. Rupanya, Tang San Siansu sudah mempersiapkan Liong beng-kun untuk menyerang.

Hati Giok Han agak berdebar, dia mengawasi tangan Tang San Siansu melayang menyambar mengeluarkan suara keras menderu "syuuuutttt...." dan jari-jari tangan yang siap mencengkeram itu sudah menyambar ke arah kepala Giok Han, tapi belum lagi Giok Han menyambuti, jari-jari tangan itu sudah berobah arah sasaran, di mana tahu-tahu sudah berada di depan dada Giok Han.

Dari Tai Giok Siansu Giok Han pernah mempelajari Liong beng-kun, juga pernah melatihnya dengan giat. Dia tahu bahwa yang sedang dipergunakan Tang san Siansu adalah Liong sin-kong-ciang" (Tangan sinar Sakti Naga) Jurus ini memusatkan tenaga lengan seluruhnya pada ruas-ruas jari tangan, dan kelima jari tangan itu akan kuat sekali melebihi baja, terlebih lagi bagi mereka yang memiliki sinkang tinggi, pukulan dengan jurus ini bisa mematikan.

Yang luar biasa dan membuat Giok Han kaget, dari jari-jari tangan Tang San Siansu mengeluarkan uap tipis kebiru-biruan ini yang tak pernah diketahui Giok Han. Sebagai orang yang mempelajari dan mahir mempergunakan juga jurus-jurus Liong-beng kun, Giok Han tahu, jika jurus ini dipergunakan dengan mempergunakan tenaga berlebihan, bisa mencelakai dirinya sendiri dan tampaknya memang Tang San Siansu mempergunakan jurus itu dengan pemusatan tenaga dalam sepenuhnya, bahkan berlebihan, pada kelima jari tangan, sehingga mengeluarkan asap biru.

Cuma saja Tang San Siansu tak kekurangan suatu apapun, malah waktu menyerang angin pukulannya begitu tajam seperti ingin merobek badan Giok Han, biarpun kelima jari tangan itu belum Ingi menyentuh badannya.

Giok Han tak mengetahui bahwa Tang San Siansu sudah melatih Liong-heng-kun hampir pada puncak kesempurnaan juga memang untuk menambah lihainya Liong-beng-kun sengaja Tang San Siansu teiah merobah cara-cara pernapasannya, sehingga dapat memusatkan tenaga dalam sepenuhnya pada ke lima ruas jari-jari tangannya tanpa mencelakainya.

Tapi cara berlatih Tang San Sian su sudah menjurus ke jalan yang sesat, itulah sebabnya mengapa waktu dia memusatkan tenaga dalamnya pada kelima ruas jari-jari tangannya, keluar asap yang tipis, kebiru-biruan.

Tanpa membuang waktu Giok Han-menyambuti pukulan itu dengan mempergunakan tangan kirinya, tangan kanannya seperti seekor naga mencengkeram dada Tang San Siansu.

"Ihh...!" Tang San Siansu menjerit kaget, karena Giok Han mempergunakan jurus dari Liong-beng-kun. Dia bahkan melompat mundur dengan berputar, mengawasi Giok-Han dengan biji mata yang seperti mau meloncat keluar dari rongga mata.

"Siapa yang mengajarkan Lioug beng-kun padamu?" Bentaknya bengis.

Giok Han sudah berdiri tegak lagi, sengaja ia bersikap meremehkan Tang San Siansu, walaupun sebetulnya dia tetap waspada tak lengah sedikitpun juga.

"Sudah kukatakan, guruku cukup kau kenal, tapi sayangnya aku tak boleh memberitahukan nama guruku padamu, kau tak pantas mendengar nama guruku!"

Bagaikan seekor naga yang meraung murka, kedua tangan Tang San Siansu bergerak-gerak sehingga terdengar suara: "Syuutttt, kelebak... wuttttt, kelebuk..." disusul dengan suara tulang-tulang berkerotok di sekujur tubuh Tang San Siansu.

"Beritahukan nama gurumu, jika memang kau tak mau mati dengan tubuh hancur luluh seperti pasir!" Teriak Tang San Sjainu penasaran campur murka. Dia menduga-duga, apakah Giok Han murid gurunya. Tai Giok Siansu ?

Tapi tak mungkin. Usia Giok Han masih terlalu muda. Juga gurunya tak mungkin menerima murid baru. Apakah Giok Han murid pendeta-pendeta Siauw Lim Si? Juga tak mungkin. Murid-murid Tai Giok Siansu. cuma Tang San yang menerima warisan ilmu pukulan Liong beng-kun, karena itu, dia jadi bingung, siapa guru pemuda ini.

Melihat keringat mengucur deras dan kulit muka yang merah seperti kulit kepiting direbus, Giok Han tahu Tang San Siansu dalam keadaan murka dan akan menggunakan seluruh tenaga sakti dari pukulan Liong beng-kunnya, apa lagi suara kerotokan tulang-tulang di tubuh Tang San Siansu semakin lama semakin terdengar jelas.

Cu Lie Seng mengawasi dengan mata terbuka lebar, dia juga heran mengapa gurunya bisa murka begitu, sedangkan biasanya Tang San Siansu sangat tenang dan meremehkan lawan. Sekarang gurunyapun tampaknya mempergunakan serta mengerahkan sebagian terbesar tenaga dalamnya untuk menggunakan pukulan sakti Liong-beng-kun.

Segera Cu Lie Seng tahu akan terjadi pertempuran yang seru. Tidak urung diapun heran. Mengapa Giok Han bisa menggunakan jurus Liong-beng kun. Dia yang menerima warisan ilmu pukulan Liong-beng-kun dari Suhunya, baru memiliki kulitnya saja, belum berhasil menguasai semua jurus pukulan-pukulan sakti itu, mungkin tak akan sanggup menyambuti pukulan yang tadi dilakukan Suhunya.

Kenyataannya Giok Han berhasil memunahkan tenaga pukulan itu seningga Suhunya harus memusatkan pengerahan tenaga sakti pada lengannya bertambah besar.

Giok Han sendiri sudah memusatkan tenaga singkangnya, dia tahu sinkangnya belum bisa mengimbangi sinkang Tang San Siansu, tapi dia sudah diberitahukan oleh gurunya, bagaimana menghadapi Tang San Siansu.

Dia bersiap-siap dengan mata awas. Sengaja dia tak menjawab perkataan Tang San Siansu yang mendesak agar dia mum beri tahukan siapa gurunya, untuk memancing kemarahan Tang San Siansu.

Memang akhirnya Tang San Siansu tak bisa menahan kemarahan hatinya, kedua tangannya seperti kaki naga yang mengandung kekuatan mematikan menyerang Giok Han berulangkali.

Sekitar arena perkelahian tersebut seperti dikuasai oleh deru angin yang bisa mematikan, seperti jerit hantu dan iblis, yang bisa membikin telinga jadi tuli dan syaraf jadi rusak. Suara itu keluar dari kedua tangan Tang San Siansu, yang sudah menggunakan sebagian terbesar tenaga Liong-beng-kunnya.

Jika seseorang berkepandaian biasa-biasa saja, dalam waktu satu dua jurus saja pasti sudah akan, roboh dengan syaraf yang jadi rusak. Tapi Tang San Siansu mengalami kesulitan untuk menjatuhkan Giok Han, sebab tetap saja ia tak berhasil mendesak apa lagi merobohkan Giok Han.

Pukulan-pukulannya yang mematikan hanya mengenai tempat-tempat kosong. Jika tak tertangkis oleh tangan Giok Han, juga hanya mengenai bagian yang lunak seperti kapas, membuat tenaga pukulan Tang San Siansu tak berdaya menerobos keluar.

Butir-butir keringat membanjiri muka Tang San Siansu, dia kaget dan penasaran campur marah. Kaget karena melihat Giok Han seperti memiliki semacam ilmu pukulan yang setiap jurusnya bagaikan mengimbangi dan mengiringi Liong-beng-kun, sehingga setiap pukulan Liong-heng-kunnya seperti lenyap tak berarti apa-apa.

Juga, sinkang pemuda yang masih berusia sangat muda ini, tidak rendah. Ini yang mengherankan Tang San Siansu, Penasaran karena dia tak bisa mendesaknya dengan Ltong-beng-kun pada pemuda ini dan di saat itu sekali-sekali Giok Han malah bisa membuat Tang San Siansu harus menarik pulang tenaga pukulannya sebab tenaga pukulan Giok Han juga tak kalah mematikan dari sinkang yang dipergunakannya.

Tergoncang hati Tang San Siansu. Dia kuatir bukan main, kalau-kalau pemuda ini memiliki semacam ilmu yang merupakan tumbal dan penangkis Liong-beng-kunnya. Tapi, dia juga semakin bertekad hendak membinasakan Giok Han. Kalau pemuda ini tak dibunuhnya, kelak merupakan duri yang bisa mencelakai dirinya. Sekarang saja dalam usia demikian muda Giok Han bisa menerima dan menyambuti pukulan-pukulan Liong-beng-kunnya tanpa kurang suatu apapun juga, bahkan masih sempat balas menyerangnya, kalau sepuluh tahun lagi, niscaya Giok Han menjadi seorang yang bisa saja mengatasi Liong-beng-kun serta memiliki kepandaian yang lebih dahsyat dari Tang San Siansu.

Suara berkesiutan tenaga dalam dari kedua tangan Tang San Siansu memenuhi arena perkelahian tersebut, bumi bergoncang seperti ada gempa bumi, juga hawa udara jadi panas, karena dari kedua tangan Tang San Siansu memancarkan hawa panas, karena cepatnya berputar kedua tangan itu, hawa panas itu seperti memenuhi arena pertempuran tersebut.

Giok Han sendiri kaget dan kagum tidak terkira. Kaget melihat tingkat latihan Tang San Siansu sudah demikian tinggi. Kagum karena Liong-beng-kun benar-benar merupakan jurus pukulan yang dahsyat, setiap pukulannya mengandung maut.

Karena usianya yang masih muda, juga kalah pengalaman maupun latihan tenaga dalam, Giok Han merasa tertekan berat sekali menghadapi Liong-beng-kun lawan. Cuma saja, berkat petunjuk-petunjuk yang diberikan Tai Giok Siansu yang khusus harus dipergunakan kalau menghadapi Liong beng-kun, sejauh itu Giok Han masih sanggup menghadapi Tang San Siansu.

Kedua orang itu bertempur semakin lama meningkat pada keadaan yang menentukan. Kedua kaki Tang San Siansu sudah tak menggeser lagi, dia hanya berdiri tegak diam di tempatnya, kedua tangannya yang menyerang beruntun dan gencar sekali, dengan tekanan tenaga dalam yang semakin lama semakin ganas.

Telapak kakinya semakin lama semakin melesat masuk ke dalam setiap kuda-kuda kakinya sudah menggempur tanah, dan masuk ke dalam perlahan-lahan.

Giok Han sendiri, biarpun kalah lwekang, tapi karena dia memang sudah mempelajari jurus-jurus pukulan untuk memunahkan Liong-beng-kun, berhasil menghadapi terus, kakinya tak urung ikut melesat juga, sebab tenaga kuda-kuda kedua kakinya tak kalah dahsyatnya dari Tang San Siansu.

Semakin lama kedua orang itu berdiri semakin rendah, tenaga yang mereka pergunakan sangat menentukan sekali. Sedikit saja mereka kalah tenaga ataupun juga lengah menghindar, niscaya akan menemui kematian di saat itu juga.

"Pendeta busuk tak tahu malu!"

Tiba-tiba terdeagar suara nyaring yang disusul dengan tersiarnya bau harum yang menusuk hidung. Tang San Siansu dan Giok Han mencium harum semerbak itu, mereka merasakan kepala masing-masing pusing. Tang San Siansu kaget tak terkira. Dia sedang memusatkan delapan bagian tenaga dalamnya, jika menarik kembali tenaga dalamnya dengan tiba-tiba, dirinya bisa celaka, tenaga dalamnya akan berbalik mencelakai dirinya.

Tapi jika dia tak melompat mundur, harum semerbak itu semakin santer menerjang hidungnya, dia tahu itu adalah asap beracun, yang akan menyebabkan dia celaka juga.

Giok Han sendiri tak kurang kagetnya, karena merasakan kepalanya pusing, matanya berkunang kunang. Dirinya tengah dilibat oleh pukulan-pukulan Tang San Siansu. Dia berusaha untuk menahan napas, tapi hawa udara beracan telah sempat tersedot masuk hidungnya.

Dalam keadaan seperti itu, tampak rlua butir benda bulat menyambar ke muka Tang San Siansu, meledak di depan muka- pendeta itu. Tak ada pilihan lain buat Tang San Siansu, dia harus lompat menjauhi diri, karena ledakan itu mengandung asap beracun. Semula, kedua benda itu sebelum meledak, menyambar akan menghantam mukanya, tapi terhalang oleh kekuatan tenaga Liong-beng kun Tang San Siansu, mukanya seperti dilapisi oleh sebidang dinding yang tak tampak oleh penglihatan, dan seperti juga membentur sesuatu yang keras tapi tak terlihat, menyebabkan kedua benda itu meledak.

Cepat-cepat Tang San Siansu meloncat ke belakang, kedua tangannya telah ditarik mundur, Liong-beng-kunnya dipergunakan untuk menyerang ke tengah udara, menyalurkan tenaga dalam yang ditarik pulang itu agar tak berbalik menyerangnya, dibuang ke tengah udara.

Giok Han sendiri merasakan tubuhnya bergoyang-goyang hampir tak bisa mempertahankan diri berdiri terus menghadapi tenaga Liong beng-kun Tang San Siansu, tiba-tiba merasakan tenaga menekan yang semula begitu menyesakkan napas, telah lenyap. Tak buang waktu lagi dia loncat menjauhi diri dari Tang San Siansu. Tidak urung tubunnya terhuyung ketika kedua kakinya hinggap di tanah.

Di tempat tersebut sudah tambah seseorang. Tubuhnya kurus semampai, mukanya cantik, kunnya terbuat dari sutera ungu, dengan rambut yang disanggul rapi. Dia seorang gadis yang matanya sangat jeli dan berbulu mata lentik. Sikapnya gagah sekali.

"Pendeta jahat, ilmumu terlalu ganas dan sesat." Menggumam gadis itu dengan sikap seenaknya. "Coba kau terima lagi peluru-peluru asapku!"

Sambil berkata begitu tangan si gadis memang sudah bergerak melontarkan belasan butir benda bulat ke arah muka Tang San Siansu, sehingga si pendeta mengibaskan lengan jubahnya untuk menghalau benda-benda bulat itu, yang meledak setiap kali kena dikibas lengan jubah si pendeta, keluar asap yang tebal dan berbau harum semerbak: merupakan asap beracun.

Cu Lie Seng dan yang lainnya ke:ika melihat munculnya gadis itu yang demikian tiba-tiba mereka, segera bergerak hendak mengepung gadis itu. Tapi gadis cantik jelita tersebut sudah melepaskan belasan butir benda bulat itu, yang meledak dan mengeluarkan asap beracun yang sangat tebal. Untuk sejenak Cu Lie Seng tak berani menorobos gumpalan asap beracun itu, demikian juga halnya dengan Tong-mo dan yang lainnya.

Mendadak Giok Han merasa tangannya ditarik seseorang, dan mendengar gadis itu berbisik di dekatnya: "Ayo cepat menyingkir!" Dia juga merasakan ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam mulutnya, sejuk sekali, dan lenyap perasaan pusing dan mualnya. Dia merasa tangannya itu ditarik terus, sehingga dia seperti terseret.

Rupanya mempergunakan kesempatan waktu asap beracun itu bergumpal tebal, si gadis berusaha menyelamatkan Giok Han yang ditariknya agar meninggalkan tempat tersebut. Giok Han yang pikirannya waktu itu melayang layang setengah sadar karena terpengaruh asap beracun, hanya ikut berlari saja.

Setelah beberapa saat lamanya, rupanya obat pulung yang sejuk yang tadi masuk ke dalam mulutnya mulai bekerja, dia baru bisa mengerahkan tenaga dalamnya, untuk berlari lebih cepat.

Tang San Siansu marah-marah mengibas-ngibaskan lengan jubahnya, guna membuyarkan gumpalan asap beracun. Dia batuk-batuk, berusaha menahan pernapasannya. Sempat juga Tang San Siansu memperingatkan murid dan kawan-kawannya; "Tahan pernapasan, asap ini beracun!"

Angin telah membuat asap itu semakin lama buyar semakin tipis, akhirnya tempat itu bersih dari pengaruh asap dan mereka bisa melihat lagi dengan jelas.

Namun di situ sudah tak tampak Giok Han maupun si gadis yang pandai melontarkan peluru berasap yang mengandung racun. Bukan kepalang marahnya Tang San Siansu.

"Kejar dan bekuk mereka!" Serunya. Dia juga jadi kuatir, merasakan hatinya dingin sekali, ada perasaan aneh yang menakutkan, kalau dia berpikir Giok Han bisa lolos dari tangannya. Dia tahu, ancaman sangat menakutkan kalau pemuda itu bisa lolos dari tangannya. Keringat dingin mengucur dari kening Tang San Siansu. Belum pernah dia merasa gentar seperti saat itu. Karena dia menyadari bahwa Giok Han menguasai semacam ilmu yang tampaknya untuk menindih dan mengatasi Liong-beng-kun !

Cu Lie Seng dan yang lainnya sudah berusaha mencari Giok Han dan gadis itu, tapi mereka tak berhasil menemui kedua orang itu. Orang yang mereka kejar seperti lenyap ke dalam perut bumi, tak kelihatan bayangannya lagi. Lama juga setengah harian Cu Lie Seng, Tong mo. Pak mo, Lam-mo dan See-mo mencari Giok Han dan gadis yang menolonginya, tapi usaha mereka gagal.

Dengan uring-uringan Tang San Siansu mengajak mereka pulang, tapi sepanjang perjalanan pendeta ini marah-marah tak sudah-nya, Cu Lie Seng dimaki terus menerus dengan keras, dan diperintahkan mencari jejak Giok Han dan gadis itu.

ooo)0(ooo

Setelah berlari cukup lama, kesadaran Giok Han pulih kembali. Pengaruh asap beracun yang tadi sempat terhisap olehnya kini sudah berkurang. Dia merasa malu tangannya digenggam oleh gadis cantik disebelahnya, yang mengajaknya berlari. Ditarik tangannya, tapi gadis itu menggenggam kuat.

Karena Giok Han menarik tangannya, gadis itu menghentikan larinya. "Kita sudah lolos dari mereka ! Tempat ini jarang didatangi manusia ! "Menjelaskan si gadis.

Giok Han menoleh kekiri kanan. Ternyata dia berada di sebuah lembah, yang memiliki pemandangan sangat indah. Sejenak Giok-Han terpukau oleh pemandangan yang ada di sekitar tempat itu. Tadi dia tak memperhatikan sekelilingnya, karena dia dalam keadaan terpengaruh astp beracun. Sekarang setelah pengaruh asap beracun itu lenyap, dia baru menyadari bahwa dirinya berada di suatu tempat yang demikian indah dan tertutup oleh tebing-tebing yang sangat tinggi menjulang ke langit.

"Telanlah pil penawar racun." kata gadis itu sambil mengulurkan tangannya memberikan dua butir pil pada Giok Han. "Tadi sudah kau telan dua butir pil sehingga kesehatanmu tak perlu dikuatirkan lagi, tak membahayakan asap beracun yang sudah kau hirup bersama dengan napasmu. Tapi, untuk membersihkan badanmu dari pengaruh racun itu, kau harus menelan lagi dua butir. Hayo, telanlah."

Giok Han menelan pil itu, tanpa ragu-ragu menelannya. Kemudian dia merangkapkas tangannya mengucapkan terima kasih. Hatinya waktu itu sedang coba mengmgat-ingat, karena rasanya dia sering mendengar suara sepeti si-gadis, suara yang sering didengarnya, nadanya maupun irama kata-katanya.

Dia juga seakan-akan merasa pernah bertemu dengan gadis ini, namun dia tak ingat entah di mana pernah bertemu dengan ; adis di depannya, yang demikian cantik, berpakaian mentereng dan mewah, manis senyumnya, tajam matanya berbulu lentik serta memiliki bentuk yang menarik.

Rambutnya yang hitam digelung dua merupakan sanggul yang sangat rapi. Bibir-nya yang tipis selalu tersenyum manis. Canggung buat Giok Han berhadapan dengaa gadis secantik ini, kulitnya begitu putih mulus dan seperti lapisan salju di musim dingin saja. Suara gadis itu merdu, tapi suara itu serasa dikenalnya, sering mendengarnya, tapi di mana ? Waktu dia memberi hormat, dia diam-diam memperhatikan wajah si gadis.

Gadis itu tersenyum. "Kau masih pusing?" tanyanya, halus.

"Terima kasih, nona. Pil penawar racun yang diberikan nona ternyata bekerja cepat sekali, sekarang rasa pusing dan mual sudah lenyap, tapi . . . mengapa nona menempuh bahaya menolongiku ?"

Gadis itu tersenyum. "Kau kira, hanya engkau yang bermusuhan dengan Tang San si pendeia jahat itu ? Kau tahu, dia merupakan musuh besarku. Kau mungkin saja memiliki dendam yang besar padanya, tapi justeru dendamku melebihi besarnya dari dendammu pada si pendeta jahat itu !"

Giok Han mengawasi gadis ini. Usianya masih muda. Cantik jelita. Biasanya wanita cantik paling pantang mempelajari ilmu silat. Giok Han tak percaya bahwa gadis semuda ini memiliki kepandaian tinggi, karena wanita paling kuatir kalau tangan dan kakinya berobah jadi berotot-otot besar dan kasar.

Kenyataannya justeru gadis ini memiliki kepandaian tinggi, ginkangnya juga cukup tinggi, karena waktu tadi dia menyeretnya, dia bisa membawanya lari begitu cepat, buat menyingkir dari Tang San Siansu dan anak buahnya. karenanya, diam-diam Giok Han merasa kagum pada gadis ini.

Sekali lagi kuucapkan terima kasih atas pertolongan nona Terlepas apakah nona juga menaruh dendam pada Tang San Siansu, aku telah menerima pertolongan nona sehingga terlepas dari kepungan mereka."

"Jangan selalu bilang terima kasih! Ka-lau memang tidak memiliki tujuan yang sama, yaitu sama-sama memusuhi Tang San si pendeta jahat apakah kau kira aku mau menempuh bahaya menolongi kau?" bilang gadis itu sungguh-sungguh. "Karena memiliki tujuan yang sama, maka aku bersedia bersahabat dengan kau."

"Baiklah nanti kita menghadapi Tang San Siansu bersama-sama. Dengan bekerja sama tentu kita bisa menghadapi Tang San Siansu dan orang-orangnya jauh lebih baik! Sebetulnya, bicara soal dendam, aku tak mem punyai dendam apa-apa padanya, cuma mempunyai tugas untuk membasmi dia karena sepak terjangnya yang ganas dan ini atas perintah guruku, sebab Tang San Siansu merupakan murid murtad dari salah seorang di antara murid murid guruku."

"Tapi kau juga mau membantuku untuk menghadapinya, bukan?"

"Tentu saja, sudah kuberitahukan bahwa aku juga mempunyai tugas yang diberikan guruku untuk membasminya. Kalau kau memang tak keberatan nona, bolehkah kuketahui namamu? "

"Aku she Cang. Ayahku Cang O Han." menjelaskan si gadis.

Giok Han jadi merasa lucu, karena ditanya nama kok malah memberi tahukan nama ayahnya. Mungkin gadis ini keberatan buat memberi tahukan namanya padanya. Dia tidak memaksa terus.

"Oya, kau belum lama yang lalu mempunyai sahabat, bukan?" tanya gadis ini sambil memperhatikan Giok Han yang tersenyum senyum mengawasinya. Giok Han jadi heran, lenyap senyumnya, "siapa sahabatku yang kau maksudkan?" tanyanya.

"Hemm" sigadis tersenyum sinis "Kau mengakui seseorang sebagai sahabatmu, tapi baru berpisah beberapa hari saja sudah kau lupakan!"

"Maaf nona Cang, kalau kau tak memberitahukan siapa sahabatku yang kau maksudkan, bagaimana mungkin aku mengetahui siapa yang kau maksudkan ?"

Gadis itu tak berkata apa-apa, dia memutar tubuhnya, memandang tebing yang tinggi menjulang ke langit, dia menggumam: "Benar. lidah tak bertulang dan manusia selalu bicara manis. Sahabat, sahabat, sahabat, tapi itu di mulut dan merupakan kata-kata basa-basi sebagai pemanis. Sesungguhnya, sulit sekali mencari sahabat sejati didalam dunia ini !"

Giok Han tambah heran menyaksikan kelakuan nona Cang, dia mengawasi dengan hati merasa tak enak, karena itu mungkin menyangka dia berpura-pura.

Tiba-tiba nona Cang memutar tubuhnya mengawasi tajam pada Giok Han. "Sekarang kau mempunyai sahabat berapa orang?" tanyanya.

"Tidak banyak. Hanya beberapa orang."

"Hanya beberapa orang ? Tapi yang belakangan ini orang yang menjadi sahahatmu itu ada beberapa orang ? Maksudku selama beberapa bulan terakhir ini ?"

Giok Han coba ingat-ingat. Kemudian: "Ada beberapa orang."

"Siapa-siapa ?" tanya gadis itu, wajahnya berobah.

"Sahabatku yang pertama adalah seorang yang sulit diketahui siapa dia sebenarnya, dia tak pernah mau memberitahukan namanya dia juga berpakaian kurang rapi, sebagai pengemis." menjelaskan Giok Han.

Si gadis memotong: "Seorang pengemis kotor mesum mengapa harus kau akui sebagai sahabat ? Apa lagi kau bilang dia berpakaian jorok dan tidak rapi, mesum sekali tentunya, mana pantas menjadi sahabatmu ?"

Giok Han cepat menggeleng. "Sahabat sejati tidak melihat kaya-miskin, biar dia berpakaian tidak rapi, tapi dia mempunyai pendirian dan sifat yang gagah yang patut dikagumi. Tapi... tapi akhirnya kuketahui dia seorang gadis...!"

Berkata sampai di situ, mendadak Giok-Han menepuk tangannya dan berjingkrak seperti kaget campur girang- "Ahhh. . Sekarang aku tahu ! Aku tahu !"

Gadis itu menatapnya heran, dia bertanya ragu-ragu :"Apa yang kau ketahui?"

"Aku sudah ketahui !" menyahut Giok-Han sambil mengawasi gadis di depannya sambil tersenyum-senyum. Kau adalah sahabatku itu ! Kaulah.. si pengemis itu" Tapi berkata begitu Giok Han menyesal sendirinya. Mana mungkin dia si pengemis merupakan nona secantik dan berpakaian demikian mewah? Tapi waktu menyebut si pengemis diketahui pada akhirnya adalah seorang wanita, dia jadi teringat akan suara si pengemis, yang nada dan suaranya sama dengan nada suara gadis didepannya.

Memang waktu pengemis itu melarikan diri ketika kopiahnya terpukul jatuh sehingga rambutnya turun beriap, Giok Han tak bisa melihan jelas. Justru merasa suara nona Cang sama dengan suara si pengemis, dia jadi menduga begitu, namun dia jadi menyesal serdiri. Tak mungkin gadis secantik nona Cang mau berpakaian sebagai pengemis yang kotor mesum seperti itu.

Gadis itu sudah memandangnya sambil tersenyum. "Kau bilang aku si pengemis sahabat itu!"

Giok Han memandang ragu-ragu, namun akhirnya dia bilang bimbang: "Nona jangan marah, tapi. .... suaramu sangat sama seperti sahabatku itu !"

"Coba kau perhatikan baik-baik, apakah aku mirip sahabatmu itu ?"

Giok Han memperhatikan si gadis. Diiihatnya pipi si gadis memerah malu, berwarna dadu, menambah mukanya semakin cantik saja. Dia ragu-ragu. Gadis ini demikian cantik jelita, tak mungkin menganut penghidupan sebagai pengemis. Pakaiannya demikian mewah dan mentereng, memakai perhiasan bermacam-macam berkilauan. Tapi, bentuk dan tinggi tubuhnya memang hampir sama dengan sipengemis. Dia jadi semakin ragu-ragu.

"Bagaimana? Miripkah aku dengan sahabatmu itu ?* tanya gadis itu lagi.

"Bentuk badan nona memang mirip dengan bentuk badannya, juga tinggi tubuh nona... suara nona juga sama, tapi.... mana mungkin sahabatku itu adalah kau... kalian merupakan langit dan bumi, satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Sahabatku itu adalah pengemis yang berpakaian tak rapi, muka yang selalu kotor, sedangkan kau adalah gadis... gadis yang cantik jelita dan... dan berpakaian demikian bagus."

Pipi nona Cang berobah mendengar kata-kata Giok Han yang secara tak langsung memujinya. Dia sampai mendehem sambil menunduk. "Apakah sahabatmu itu... secantik... secantik aku ?" tanya nona Cang kemudian, suaranya perlahan.

"Aku tak melihat jelas mukanya, karena mukanya sangat kotor corang-coreng oleh debu dan diapun memakai kopiah. Waktu bertempur dengan orang-orang Cu Lie Seng, kopiahnya jatuh dan tampak rambutnya panjang, tapi aku tak keburu melihat jelas, dia sudah pergi meninggalkan aku. Sejak saat itu kami tak pernah bertemu lagi."

"Bagaimana kalau sahabatmu itu sekarang datang lagi, apakah setelah kau ketahui dia seorang gadis, maka masih tetap akan menganggapnya sebagai sahabatmu ?" tanya nona Cang sambil mengawasi Giok Han sungguh-sungguh.

Giok Han bukan seorang yang tolol. Dia bahkan seorang pemuda yang cerdas. Cuma saja, dia sering merasa kikuk kalau berhadapan dengan seorang gadis, apa lagi gadis yang cantik jelita. Dugaannya semakin keras bahwa gadis ini adalah si pengemis.

Cuma dia masih ragu ragu belum berani memastikannya. Dia mengawasi gadis ini tajam dan cermat, sampai akhirnya dia bilang: "Seorang sahabat sejati tentu tak melihat apakah dia kaya miskin atau dia pria dan wanita, yang terpenting adalah pengertian dan persahabatan yang murni, karenanya kalau memang sahabatku itu datang dan kami bertemu, tetap saja dia sahabatku."

Si gadis tersenyum. Manis senyum nona Cang, dia bilang: "Kalau begitu kita tetap bersahabat. Akulah si pengemis kotor mesum itu !"

Walaupun sejak tadi sudah memiliki dugaan bahwa gadis didepannya ini, yang mempunyai suara sama seperti suara si pengemis juga bentuk tubuhnya, adalah sahabatnya itu, tapi tak urung Giok Han jadi kaget juga. "Kau... kau benar sahabatku itu ?"

Si gadis tersenyum. "Kau tunggu di sini." Dia kemudian berlari-lari menyelinap ke balik sebungkah batu dipinggir tebing. Giok Han menunggu dengan hati bertanya-tanya entah apa yang hendak dilakukan nona Cang. Tak lama kemudian nona Cang telah keluar kembali, tapi sekarang keadaannya sudah berobah benar, karena yang muncul bukan nona Cang yang cantik jelita dan berpakaian mewah, melainkan seorang pengemis! Pengemis yang jadi sahabatnya, yang selama ini telah menghilang tak diketahui jejaknya.

Mukanya kotor, kopiahnya dibeleseki sampai menutupi keningnya, pakaiannya compang-comping. Dia berjalan berlenggang lenggok menghampiri Giok Han. "Nah, aku sahabat mu, bukan ?"

Giok Han mengawasi tertegun sejenak, tapi tertawa keras. Dia girang bisa bertemu lagi dengan sahabatnya ini, cuma yang tak disangkanya justeru sahabatnya itu adalah seorang gadis yang cantik jelita menawan hati yang disembunyikan di balik pakaian yang compang-camping dan muka yang kotor.

"Nona Cang, kau rupanya selama im mempermainkan aku !" kata Giok Han tertawa.

"Jangan memanggilku nona Cang, bukankah biasanya kau memanggilku dengan sebutan "sahabat"? Mengapa sekarang kau robah cara memanggilmu, apakah aku sudah tak menganggap aku sebagai sahabatmu lagi ?"

Pipi Giok Han merah, dia tertawa. "Kau jangan salah paham...aku...aku semula tak tahu siapa namamu, maka aku menyebutmu dengan "sahabat" selalu, sekarang setelah kuketahui namamu..."

"Sekarangpun kau belum mengetahui namaku." Memotong si gadis.

Giok Han tertegun, namun dia tertawa dan mengangguk.

"Benar, sampai sekarang aku belum mengetahui namamu. Tapi.... namaku tentu kau sudah tahu. Sekali lagi dalam kesempatan ini kuperkenalkan diri, namaku Giok Han."

"Namamu sudah kuketahui, berapa kali sudah kau beritahukan padaku ! Sampai bosan mendengarnya ! Dengan bicara seperti itu kau hendak memancingku, agar memberitahukan namaku. Kau jangan mimpi ! Aku tak mungkin dapat kau pancing dengan cara seperti itu."

"Nona manis, jangan bilang begitu. Tentu saja sebagai sahabat, aku harus mengetahui namamu." Kata Giok Han tertawa.

Pipi nona Cang berobah merah, dia menunduk malu mendengar Giok Han memanggilnya dengan sebutan nona manis. Apa lagi didengarnya Giok Han sudah bilang lagi:

"Kalau kau tak mau memberitahukan namamu, biarlah selanjutnya aku memanggilmu nona manis, Nona manis yang baik, kemana saja selama ini kau pergi, sampai aku mencari-carimu ke penjuru tempat bercapai lelah tanpa menemukan jejakmu."

"Ihhh, mulutmu ternyata ceriwis. Kalau kau tetap bersikap ceriwis, aku tak sudi bersahabat denganmu lagi !" kata si gadis seperti mengambek.

"Nah, kalau kau tak mau aku memanggilmu dengan sebutan nona manis, beritahukan dong namamu."

"Namaku jelek, nanti kau mentertawakan."

"Jelek atau bagus, tetap nama dari sahabatku. Kalau ada orang yang berani mengejek dan menghina nama sahabatku, pasti akan kuhajar orang itu agar kapok!" kata Giok Han bersemangat.

Pipi si gadis berobah merah, biarpun mukanya sudah dikotori oleh debu dan tanah tetap saja masih tampak kecantikannya. Dia melirik dan berkata malu: "Namaku .... In Bwee." Perlahan sekali suaranya, hampir tak terdengar.

Mendadak si nona Cang jadi kaget, karena Giok Han menjura berkali-kali padanya sambil berkata: "Terima kasih nona Cang... terima kasih, kau sudah mau memberitahukan namamu, itu tandanya kau memang mau bersahabat denganku !"

Cepat-cepat Cang In Bwee menyingkir ke samping tak mau menerima hormat Giok Han. "Jangan begitu akh, seperti anak nakal saja kau...!" Mulutnya cemberut, tapi hatinya senang sekali.

"Aku senang sekali mempunyai sahabat yang cantik seperti kau !" bilang Giok Han polos, namun pemuda ini cepat jadi menyesal, karena dia kuatir nanti kata-katanya yang diucapkan setulus hati itu bisa menyebabkan nona Cang salah paham dan menganggapnya dia seorang yaug ceriwis dan kurang ajar.

"Bohong !" kata nona Gang sambil geleng-kan kepala, "Aku tak percaya kau cuma bersahabat denganku. Buktinya, kau mempunyai sahabat lain, yang cantik manis, yang telah mentraktir kau makan minum, yang tampaknya... tampaknya begitu sayang padamu !"

Berkata sampai di situ muka si gadis berobah merah. Tampaknya malu dan sudah terlanjur berkata demikian. Cepat-cepat da meneruskan: "Perduli apa sahabatmu itu denganku... cuma aku ingin mengingatkan padamu, bahwa kau juga mempunyai sahabat-sahabat lain selain diriku."

"Maksudmu . . . nona Cu ?" tanya Giok Han.

"Ya, bukankah dia sangat cantik ? Sangat manis sikapnya padamu ?"

"Dia memang sangat baik, tapi aku kurang... kurang menyukainya."

"Mengapa ? Dia sangat baik dan manis budi, juga sangat cantik jelita."

"Dia she Cu, sama dengan she musuh besarku."

"Oooo ..." si gadis tak menggoda lebih jauh... Siapa musuh besarmu itu ?"

"Cu Bian Liat..." menyahuti Giok Han dengan sikap sengit, mukanya jadi bersungguh-sungguh dan keras, matanya bersinar tajam, karena waktu itu hatinya bergolak marah teringat keluarganya telah dibinasakan dan dimusnahkan oleh orang she Cu tersebut. "Oooo, Cu-kongkong itu ?" tanya Cang In Bwee kaget.

Giok Han mengangguk. Giginya berkeretekan, karena dia gegetun sekali, "Benar, dia musuh besarku. Dalam waktu dekat aku akan mengadakan perhitungan dengannya !"

"Mengapa kau bermusuhan dengan orang kepercayaan Kaisar ?" tanya Cang In Bwee tertarik.

Giok Han menghela napas, dia ragu-ragu, tapi kemudian menceritakan apa yang telah menimpah keluarganya. Cang In Bwee sekarang tak bersikap ugal-ugalan seperti tadi, karena dia sekarang memandang iba dan kasihan kepada Giok Han. Dia juga kaget mengetahui Giok Han adalah satu satunya keturunan Jenderal Giok Hu yang sangat terkenal dan telah menjadi korban fitnah itu.

"Kalau begitu kita senasib. Keluargaku juga telah dihancurkan tangan bengis seorang manusia sadis. Aku pun sudah yatim piatu sejak kecil." Muka nona Cang berubah muram dan sedih.

"Keluargamu juga dihancurkan seseorang ?" tanya Giok Han yang sekarang jadi kaget.

Cang In Bwe mengangguk. "Ya, keluargamu dihancurkan oleh Cu kongkong, keluargaku juga dihancurkan tapi oleh orang lain, yaitu Tang San si pendeta jahat itu ! Ayah ibuku dibinasakannya, beberapa orang saudara ku, dua kakak laki-laki dan tiga orang adik perempuanku telah dibinasakan juga. Cuma aku seorang yang berhasil lolos dari kematian, itupun berkat pertolongan guruku..."

"Keluargamu dihancurkan oleh Tang San Siansu?" tanya Giok Han menegasi.

"Ya. karenanya aku sekarang hendak membalas sakit hatiku padanya!" Mengangguk nona Cang. "Kau... kau tentu mau membantuku menghadapinya, bukan?"

Dengan bersemangat segera Giok Han menyahuti. "Tentu saja aku mau membantumu. Biarpun keluargamu dihancurkan Tang San-Siansu, tapi yang harus bertanggung jawab adalah Cu Bian Liat. Bukankah Tang San Siansu juga bekerja pada keluarga Cu itu, menghamba dan menjadi guru puteranya Cu Bian Liat, yaitu Cu Lie Seng."

Cang In Bwee berjingkrak dengan muka merah padam, dia berseru bersemangat. "Tang San si pendeta jahat dan Cu Bian Liat memang harus dibasmi, mereka berdua sama-sama manusia berhati iblis, yang selalu mencelakai orang lain!"

Kemudian dia menoleh pada Giok Han, katanya lagi: "Kalau begitu, kita akan bekerjasama untuk membasmi kedua orang itu."

Giok Han mengangguk bersemangat sekali menghampiri si gadis, menggenggam tangan Cang In Bwee. katanya dengan gagah: "Ya aku akan bekerjasama dengan kau untuk membasmi Tang San Siansu dan Cu Bian Liat."

Mendadak Giok Han ingat dia telah memegang tangan si gadis, mukanya jadi merah dan cepat-cepat melepaskan, Sedangkan Cang In Bwee waktu dipegang tangannya, pipinya terasa panas, dia malu bukan main, tapi tak ditariknya tangannya dibiarkan si pemuda memegangnya, sampai akhirnya si pemuda melepaskan genggamannya itu. Tangan yang sangat hangat sekali.

"Maaf," kata Giok Han sambil menunduk malu. "Aku terlalu lancang dan kurang ajar berbuat tak sopan."

Cang In Bwee menggeleng. "Kau adalah sahabatku," katanya menghibur. "Kau seorang sahabat yang baik, aku percaya kau tak mempunyai tujuan-tujuan yang buruk, sejak pertama kali kulihat segera kutahu kau adalah seorang yang baik hati seorang laki-laki jantan! Tapi aku menyesal telah mempermainkanmu, aku ingin minta maaf padamu."

"Mempermainkan aku? Kapan dan bagai mana kau mempermainkan aku?" tanya Giok Han heran.

"Aku pernah membuat kau pusing dan terheran-heran, karena pelayan rumah penginapan telah kuberikan sejumlah uang dan membayarkan semua makan dan menginapmu di rumah penginapan tersebut, dengan demikian selalu membuat kau heran karena selalu ada orang yang telah membayarkan makanmu."

"Oooooh kalau begitu yang selama ini mempermainkanku adalah kau!" berseru Giok Han. Meudadak dia tertawa dan menepuk jidatnya. "Benar-benar aku tolol!"

"Apa yang kau tertawakan?" tanya Cang In Bwee.

"Aku benar-benar tolol! Kalau siang-siang aku tahu yang membayarkan makanku dan juga mengaku sebagai calon... calon isteriku adalah kau, tentu aku tidak akan... tidak akan repot-repot menyelidiki, akan menerimanya dengan girang!"

Setelah berkata begitu Giok Han nyengir.

Muka Cang In Bwee berobah merah, dia melengos. "Kalau mulai ceriwis, kalau kau berani ceriwis lagi, aku tak akan meladenimu !"

"Tidak berani lagi, nona manis. Kau adalah sahabatku, bukankah wajar seorang sahabat membayarkan makan sahabatnya?" kata Giok Han cepat, karena dia tahu si gadis merasa malu dan canggung. "Aku berterima kasih sekali padamu karena telah membayarkan semua makanku. Sayangnya waktu itu aku tak mengetahui, sehingga tak bisa cepat-cepat mengucapkan terima kasih padamu."

"Sudah jangan menggodaku terus. Sekarang kita harus memikirkan dengan cara apa harus menghadapi Tang San si pendeta jahat. Dia memiliki ilmu yang sangat tinggi dan bukan lawan yang mudah dihadapi."

"Nanti akan kita rundingkan caranya yang terbaik. Sekarang kau ceritakan dulu mengapa keluargamu dicelakai Tang San Siansu?""

Muka si gadis berobah murung, namun dia menceritakan juga riwayatnya. Sambil bercerita, air matanya sudah berlinang membasahi pipinya dan jatuh tetes demi tetes.

Ternyata Cang Ing Bwee puteri Cang Ce Han, seorang tokoh persilatan yang sudah menyimpan pedang dan mengundurkan diri. Tetapi siapa tahu, pada malam malapetaka itu, muncul Tang San Siansu dengan anak buahnya membasmi keluarga Cang.

Sebagai seorang kiam-kek (ahli pedang) tentu saja Cang Ce Han tak mau berdiam diri begitu saja, segera memberikan perlawanan dan dia terbinasa di tangan Tang San Siansu. Sedangkan isterinya dan lima orang anaknya dibinasakan oleh anak buah Tang San-Siansu.

Dari keenam orang anaknya, hanya Cang Ing Bwee yang berhasil lolos, karena waktu terjadi keributan dan malapetaka yang menimpa keluarga Cang, kebetulan Toat-beng-sinciang berada di situ, dan segera melarikan Cang In Bwee, lolos dari tangan maut Tang-San Siansu.

Toat-beng-sin-ciang berada di rumah keluarga Cang karena sedang bertamu, dia sahabat Cang Ce Han. Dia rasa tak sanggup menghadapi Tang San Siansu, dia segera meloloskan diri bersama Cang In Bwee. Hal inilah yang seringkali disesalkan oleh Toat-beng-sin ciang karena dia menyesal tak bisa membantu temannya menghadapi rombongan Tang San Siansu yang begitu banyak dan semuanya memiliki kepandaian yang sangat tinggi.

Berhasilnya lolos Cang In Bwee menyebabkan keluarga Cang tak putus keturunan, dia dirawat oleh Toat-beng-sinciang, yang sejak terjadi peristiwa itu telah menyembunyikan diri dan tak muncul lagi dalam rimba persilatan, karena seluruh perhatian dicurahkan buat mendidik Cang In Bwee.

Dia juga telah menciptakan beberapa jurus pukulan baru, untuk muridnya ini. Waktu itu Cang In Bwee baru berusia 8 tahun, selama delapan tahun dia belajar di bawah gemblengan gurunya. Kemudian dia turun gunung, selama dua tahun dia menyelidiki jejak Tang San Siansu, akhirnya berhasil.

Dia seorang gadis yang nakal, dia sengaja berpakaian sebagai pengemis untuk mencegah kerewelan karena dia memiliki wajah sangat cantik dan bentuk tubuh sangat bangus. Gurunya yang perintahkan dia selama mengembara agar menyamar sebagai pengemis kotor dan mesum.

Dengan cara demikian memang Cang In Bwee tak pernah bertemu kerewelan. Sebagai pengemis kotor dan mesum tentu saja tak ada pemuda-pemuda atau laki-laki mata keranjang yang menggodanya.

Namun. kalau memang ada juga orang yang berbuat kurang ajar dan tak pantas padanya. Cang In Bwee sendiri tidak gentar, dia sudah memiliki kepandaian tinggi, baru jago-jago tanggung pasti dapat dirobonkannya. Apa lagi gurunya telah mengajarkan padanya berbagai cara mempergunakan racun, sehingga dia selamat tak pernah memperoleh kesulitan !

Justeru di saat dia mengendus dan mulai munemukan jejak Tang San Siansu. ia berkenalan dengan Giok Han, dengan cara perkenalan yang aneh, di mana Cang In Bwee mempermainkan Giok Han.

Senang si gadis melihat Giok Han kepusingan dan bingung mencari-cari orang yang telah mempermainkannya. Sampai akhirnya dia melihat Giok Han bentrok dengan Siangkoan Giok Lin, dia segera mengajak si pemuda untuk memberitahukan apa yang selama ini dilakukan Siangkoan, Giok Lin.

Siapa nyana belum lagi dia sempat menjelaskan, telah datang Cu Lie Seng dan anak buahnya yang semuanya berkepandaian tinggi, sampai akhirnya Cang In Bwee berpisah dengan Giok Han. Sekarang urusan telah jadi jelas dan terang, dia melihat juga Giok Han memang seorang yang baik dan jujur.

Dia sempat mengawasi secara diam-diam waktu Giok Han ditraktir makan oleh Cu Siauw Hoa. Hatinya mendongkol dan diam-diam merasa ada sesuatu perasaan aneh yang tak diketahuinya apa namanya padahal perasaan cemburu, yang sempat bersemayam di hatinya. Entah mengapa pemuda itu sangat mengusik hatinya, diam-diam dia menyukai Giok Han.

Justeru perasaan menyukai seperti itulah yang akhirnya timbul sifat-sifat kewanitaan Cang In Bwee. Setiap wanita tentu akan berusaha sekuat tenaga agar ia sangat cantik jelita dan menonjolkan kelebihan-kelebihannya di mata orang yang disukainya, dan demikian juga dengan Cang In Bwee.

Karenanya dia telah melepaskan pakaian yang selama ini dipakainya dalam menyamar sebagai pengemis, dia berpakaian rapi sebagai seorang gadis, yang memang cantik jelita dan muncul di depan Giok Han sebagai gadis jelita !

Sambil menyusut air matanya Cang In Bwee menyudahi ceritanya. Tentu saja dia tak menceritakan apa yang dirasakannya terhadap Giok Han, cerita tentang keluarganya itulah yang menimbulkan kesedihan hatinya Giok Han jadi sibuk menghiburnya. Tapi semakin dihibur oleh Giok Han, bukannya berhenti air mata si gadis, bahkan jadi semakin deras mengucur keluar, karena dia jadi semakin sedih menerima perlakuan yang sedemikian manis dari sahabatnya, pemuda yang disukainya.

Giok Han sampai bingung dan kelabakan sendiri, karena semakin dihiburnya gadis uu jadi semakin sedia saja tangisnya, karena bingungnya Giok Han sampai diam dan bengong saja, mengawasi si gadis menangis.

Justeru Giok Han bengong mengawasi dengan mata terbuka lebar-lebar karena kebingungan, mendadak Cang In Bwee mengangkat kepalanya dan tertawa, padahal air matanya masih mengucir keluar dan pipinya masih basah. Dia merasa lucu melihat sikap Giok Han.

"Kenapa kau bengong seperti patung saja ?!" tanya si gadis lucu campur mendongkol. Apakah ada yang aneh di tubuhku ? Atau ada yang tak lengkap di badanku ? Mataku mungkin picek sebelah, atau mulutku tak benar letaknya miring ke samping ?"

Giok Han kaget cepat-cepat menggeleng. "Bukan... bukan begitu. Aku bingung kau menangis terus menerus. Rasanya aku jadi ingin ikut menangis."

"Kalau kau mau ikut menangis, mengapa tak ikut menangis?"

"tanya sigadis bertambah lucu. "Ayo. menangislah!"

"Dan dia jadi tertawa sendirinya setelah mengajurkan begitu.

Giok Han juga tertawa "Air mataku tapi tak mau keluar." justeru karena tertawa geli terus menerus, malah air mata Giok Han sampai keluar !

Mereka jadi merasa dekat dan senasib, merekapun jadi akrab di waktu itu, karena, mereka segera tahu bahwa mereka mempunyai musuh yang sama yaitu Cu-kongkong Cu Bian Liat dan Tang San Siansu.

Mereka berdua sudah bertekad hendak bekerja sama untuk membasmi musuh guna membalas sakit hati mereka. Kemudian kedua muda-muda ini meninggalkan lembah itu sambil merencanakan apa yang hendak mereka lakukan terhadap musuh besar mereka...

ooo)0(ooo

Malam itu bulan bersinar cukup terang berkilauan, sinarnya seperti cahaya yang membias ke sekitar tempat itu, yaitu sebuah jalan raya yang cukup lebar ditengah-tengah kota, beberapa orang penduduk kota ada juga yang tengah duduk-duduk di halaman depan rumah masing-masing, untuk memperoleh hawa sejuk di malam yang kering tersebut. sambil menggoyangkan perlanan-lahan kipasnya dan ada juga yang menikmati keindahan bulan dan udara malam sambi! menghisap huncwenya.

Serombongan orang berkuda tampak menyusuri jalan itu, jumlah serombongan itu cukup banyak, mungkin lebih empat puluh, Dan pakaian mereka jelas semuanya tentara kerajaan. Tentu saja beberapa orang penduduk yang sedang berangin-angin di muka halaman rumahnya jadi kaget dan heran.

Mereka yang takut dan bernyali lemah segera cepat-cepat masuk ke dalam rumah, sedangkan beberapa orang yang agak berani, tetap di halaman rumahnya mengawasi bimbang entah apa yang hendak dilakukan rombongan tentara kerajaan tersebut.

Rombongan tentara kerajaan itu berhenti didepan sebuah rumah tak begitu besar, yang pintunya tertutup rapat-rapat. Salah seorang dari rombongan pasukan kerajaan itu meloncat turun, berbisik-bisik pada seorang bertubuh tinggi besar berpakaian sebagai perwira, orang itu mengangguk angguk dan kemudian orang yang tadi meloncat turun dari kudanya menghampiri pintu rumah. Menendang kuat-kuat pintu itu sambil berseru: "Buka pintu, kami pihak berwajib"

Pintu terbuka dan keluar seorang laki-Iaki tua berusia hampir enampuluh tahun dengan tubuh agak bungkuk dan kumis jenggot yang sudah memutih, sikapnya takut takut dan gugup, dia bertanya bingung: "Ada... ada apa, taijin ?"

Tentara kerajaan yang seorang itu tak menyahuti, cuma mendorong kuat-kuat daun pintu sampai orang tua itu ikut terdorong terhuyung hampir jatuh.

"Mana pemberontak itu? Kau jangan menyembunyikannya kalau tak mau celaka!" bentaknya.

"Pemberontak ? pemberontak apa taijin? Aku.... aku benar-benar tak tahu, taijin..." Tapi dia tak bisa meneruskan perkataannya, karena tangan tentara itu sudah menghajar mulutnya keras sekali sampai dia terhuyung. Tentara kerajaan tersebut melangkah masuk, tapi waktu itulah dia menjerit kuat-kuat, tubuhnya mundur beberapa langkah dengan mata terbuka lebar-lebar. Darah sudah menyembur dari perutnya yang tertembus sebatang pedang, kemudian dia terjungkel rubuh tak bernapas lagi.

Orang tua berjenggot dan kumis sudah memutih itu, yang tadi tampak lemah dan ketakutan, sekarang justeru sudah berdiri tegak di depan pintu dengan pedang tergenggam di tangannya, sikapnya gagah sekali.

Tentara kerajaan yang lain jadi kaget dan marah, mereka segera lompat turun dari kuda masing-masing menyerbu ke pada kakek tua tersebut, dengan senjata telanjang siap mengeroyok. Tapi waktu itu orang yang berpakaian sebagai perwira, yang tadi dibisiki oleh tentara kerajaan yang sudah menggeletak tak bernyawa karena perutya dilobangi oleh mata pedang kakek itu, sudah berseru:

"Biarkan aku yang menghadapinya!" Suaranya belum habis tubuhnya sudah melayang di tengah udara, dia bukan meloncat turun dari kudanya ke tanah, melainkan tubuhnya melambung dari punggung kudanya dan hinggap di tanah tepat di depan pintu rumah kakek itu, bahkan tangan kanannya menyambar dengan kecepatan luar biasa seperti cakar naga yang hendak merampas pedang ditangan kakek tersebut.

Kakek tua itu ternyata memiliki kepandaian yang tinggi, karena tadi dia cuma pura-pura ketakutan dan bingung, waktu tentara kerajaan yang seorang hendak memaksa masuk rumahnya, dia telah membarengi dengan tikaman pedang, pedangnya itu memang telah disimpannya di balik jubahnya ketika hendak membukakan pintu.

Sekarang melihat perwira kerajaan tersebut melompat menubruk ke arahnya sambil tangannya diulurkan untuk merampas pedangnya, dia tidak tinggal diam. Gesit sambaran tubuh perwira kerajaan tersebut tangannya juga sangat sebat.

Tapi pedang si kakek tua inipun sangat cepat. Dia segera menggeser kedudukan pedangnya yang diturunkan kebawah dengan pundak yang direndahkan mempergunakan jurus: "Seng Lo Ko Goan" atau "Bintang jatuh ditanah Tinggi", kemudian pedangnya ditegakkan dengan mata pedang menghadap keatas siap menerima perut si perwira kerajaan tersebut.

Tapi perwira kerajaan itu benar-benar sangat tangguh dan berkepandaian tinggi, karena dia tertawa dingin, kemudian cepat sekali tangannya yang batal menyerang itu di tarik pulang, tahu-tahu kaki kanannya menendang ke pergelangan tangan si kakek yang kena jitu sekali, tampai kakek tua itu terkejut merasakan tangannya tergetar keras, pedangnya seperti mau terlepas dari genggamannya.

Yang membuat kakek tua tersebut lebih kaget lagi justeru pada saat itu tampak tangan kiri lawannya sudah menyambar ke-arah dadanya. Dia tak bisa diam saja karena kagetnya, harus menyelamatkan dadanya yang hendak dicengkeram.

Maka dengan jurus "Yauw Cu Hoan Sin" atau "Elang Membalikkan Badan", dia segera menggeser sambil memutar badan bagian atas, untuk menghindarkan cengkeraman tangan lawan, Justeru apa yang dilakukannya itu melakukan kekeliruan yang tak disangkanya, karena begitu dia memiringkan tubuhnya kesamping, saat itulah tangan kanan lawannya bergerak lagi, tahu-tahu dia merasakan tenaga genggaman pada pedangnya jadi lenyap, entah bagaimana caranya perwira kerajaan itu sudah berhasil merampas pedangnya, yang pindah ke tangan si perwira tersebut.

Bahwa tangan kiri siperwira kerajaan itu tahu-tahu berobah arah menyambar kesamping maka tak ampun lagi dada kakek tua itu kena digempur keras, sampai dia terhenyak dan terpental dengan punggung menghantam tembok dan benturan itu sangat keras sekali!

Darah segera terpancur keluar dari mulutnya, muntah cukup banyak. Si perwira kerajaan yang berhasil merampas pedang kakek itu berdiri mengejek, dia tak meneruskan serangannya, membolang-balingkan pedang itu, kemudian "trskkknggg!" pedang itu dipatahkan menjadi dua potong dan membuangnya ke tanah. Dengan sinis dia berkata : "Apakah kau masih mau melindungi pemberontak itu ? Tidak mau cepat-cepat mengeluarkan pemberontak itu ?"

Kakek tua itu biarpun sudah tak bersenjata pedang, juga terluka cukup parah, dengan mulut berlumuran darah memaksakan diri mengempos seluruh sisa tenaga yang masih ada, dia tahu-tahu menubruk sangat cepat sekali, untuk menerjang kepada lawannya, dia bermaksud untuk mengadu jiwa.

Sepasang tangannya diulurkan untuk mencengkeram dada lawannya. Apa yang di lakukannya benar-benar merupakan tindakan yang sangat nekad, karena dia tidak mengadakan perlindungan dan penjagaan untuk dirinya, di mana dia rupanya memang bermaksud untuk mati bersama dengan lawannya.

Cara mengadu jiwa seperti yang dilakukan oleh kakek tua tersebut merupakan perbuatan yang sudah benar-benar nekad, karena dalam berbagai hal umumnya seseorang yang nekad, masih melakukan suatu gerak pukulan untuk melindungi juga tubuhnya dari kemungkinan serangan lawan.

Si perwira kerajaan tak gentar melihat kenekadan lawannya, karena dia hanya berdiri diam di tempatnya, kemudian dengan cepat dia mempergunakan tangan kanannya untuk menyentil waktu melihat serangan lawan sudah hampir tiba, di saat itulah terjadi suatu peristiwa yang benar-benar mengejutkan.

Kakek tua yang nekad dan hendak mengadu jiwa itu tak berhasil dengan serangannya, karena dia tak bisa mendekati lawannya, sentilan jari tangan perwira kerajaan tersebut membuat dia terjangkang rubuh, sebab yang disentil oleh perwira kerajaan tersebut adalah titik jalan darah yang berbahaya di pelipisnya !

Tidak ampun lagi tubuh kakek tua itu terjungkal rubuh terjengkang ke belakang, bersamaan dengan itu berkelojotan di lantai dengan mata mendelik terbuka lebar-lebar, dadanya bergerak-gerak keras, kemudian diam tak bergerak.

Si perwira kerajaan telah memberi isyarat kepada beberapa orang tentara kerajaan yang sedang berdiri menanti perintahnya. Tak ayal Iagi lima orang tentara kerajaan sudah menyerbu masuk ke dalam rumah dengan senjata terhunus, bersamaan dengan itu mereka menjerit, dua orang di antaranya terpental, karena dari dalam telah menerobos, keluar seorang laki laki bertubuh tinggi tegap dengan lumuran darah di beberapa tempat di anggota tubuhnya, menerjang keluar sambil mengayunkan goloknya ke kiri kanan. Goloknya itulah yang menyebabkan beberapa orang tentara terjungkel rubuh dan menjerit karena terluka pada lengannya.

Sisa tentara kerajaan yang lain, tiga orang, cepat-cepat menerjang dengan senjata masing masing. Tapi, orang bersenjata golok tersebut dapat menangkis dengan goloknya, sehingga pedang ketiga orang tentara kerajaan itu terpental keras, berbareng dengan itu golok orang tersebut telah menabas perut salah seorang tentara kerajaan yang ada di sebelah kanan, seketika terjungkel dan mati tak bergerak.

Dua orang tentara kerajaan yang lain segera meloncat ke samping. Orangbersenjati golok tersebut telah meloncat menerjang ke pintu hendak menerobos keluar.

Di saat itulah tahu-tahu ada tangan yang menyambar, dan golok ditangan orang itu kena dirampas dengan mudah. Bahkan, sebelum orang bersenjata golok tersebut tahu apa-apa, tubuhnya terpental karena dadanya terasa sakit kena digempur oleh tangan yang menyambar sangat kuat, dia terjengkang dan terlempar.

Orang bersenjata golok itu, walaupun sudah terampas goloknya dan dia sendiri kena dihajar terpental, cepat bukan main dia telah meloncat berdiri lagi, dengan gesit menerjang kalap kepada orang yang telah merubuhkannya tadi, yang tak lain adalah perwira kerajaan yang tadi sudah merobohkan si kakek.

"Cun Siang... lari... jangan layani. lari dari belakang ! "Kakek tua yang tadi telah dirobohkan si perwira kerajaan, masih sempat berseru dengan suara perlahan lemah menganjurkan kepada orang yang bersenjata golok itu agar melarikan diri.

Namun peringatannya itu sudah terlambat, sebab waktu itu tampak si perwira kerajaan sudah meloncat ke depan, ketika orang bersenjata golok itu henddk menerjang nekad, dia telah didahulukan oleh perwira tersebut, yang mencengkram pundak orang tersebut, golok rampasannya menabas lengan kanan orang itu yang seketika tertabas buntung sebatas siku, pundaknya memperdengarkan suara "krekkkkkk . . .krakkkkkkk... !" Tulang pipe (tulang selangkahnya) jadi hancur kena remasan tersebut, dan orang itu lunglai rubuh di lantai. Tapi tidak terdengar suara jeritannya, dia masih berusaha merangkak bangun untuk mengadu jiwa pada si perwira.

Tapi perwira itu tertawa keras. "Kau masih penasaran dan hendak mengadakan perlawaran ?" ejeknya. "Baik, aku ingin melihat sampai sejauh maca kenekadanmu.

"Berdirilah !" Setelah mengejek begitu, si perwira kerajaan itu berdiri menantikan orang tersebut, yang tadi dipanggil si kakek dengan sebutan Cun Siang.

Beberapa orang pasukan tentara kerajaan sudah ada yang masuk, mereka bersiap sedia. Tapi tanpa perintah dari perwiranya, mereka tak berani menyerbu untuk membekuk Cun Siang. Cuma berdiri diam mengawasi saja.

Sedangkan Cun Siang sudah merangkak berdiri, mukanya bengis penuh dendam, mukanya itu penuh luka-luka goresan senjata, banyak mengeluarkan darah, begitu juga luka dibeberapa anggota tubuh lainnya, ditambah oleh tangannya yang baru saja tertabas putus oleh goloknya sendiri yang dirampas oleh si perwira kerajaan itu. maka darah yang keluar terlalu banyak.

Biarpun hatinya tabah dan dia nekad sekali, akibat kekurangan daran tenaganya sudah tak ada, dia cuma bisa berdiri dengan kaki gemetar, mata seperti juga hendak meloncat keluar dari rongga matanya dan mulutnya digigit kuat-kuat untuk menam m ^isa tenaganya.

Tapi tanpa si perwira kerajaan turun tangan, dia sudah terjungkel rubuh kembali...

Si perwira kerajaan mendengus, dia mengibaskan tangannya dan beberapa orang tentara kerajaan telah meloncat maju untuk membekuk orang itu, yang diringkus kasar sekali.

Si perwira jalan berlenggang keluar dari rumah itu. Namun waktu melewati si kakek tua, mendadak kakek tua yang sudah payah keadaannya dan masih menyender di tembok, sudah menerjang dengan sisa tenaga terakhir dia ingin mencekik batang leher si perwira, tapi belum lagi kedua tangannya yang hendak mencekik itu mengenai leher si perwira saat itulah mata si kakek mendelik, mulutnya terbuka dan mukanya memperlihatkan kesakitan yang hebat, dia mengejang kaku dengan dengan kedua tangan terangkat tinggi-tinggi, kemudian rubuh terkulai.

Rupanya golok di tangan si perwira sudah menancap diperutnya... dia kalah cepat dengan si perwira, karena sebelum bisa mencekik, justeru golok lawannya sudah menghunjam perutnya. Napasnya seketika putus.

Si perwira melangkah keluar tanpa menoleh kepada kakek tua yang sudah jadi mayat, dia meloncat ke atas kudanya, sedangkan orang yang tadi bersenjata golok dan sekarang sudah jadi tawanan sudah digusur oleh beberapa orang tentara kerajaan, keluar dari rumah itu.

Orang itu, Cun Siang, masih berusaha memberikan perlawanan Tangannya yang tinggal satu masih berusaha memukul tentara yang menyeretnya, tapi tenaganya sudah habis, dia tidak bisa berbuat apa-apa. karena tubuhnya diseret terus keluar... darah mengucur keluar dari tangannya yang buntung... dan dia didorong terguling-guling di tanah.

"Ikat pinggangnya dan seret oleh kuda!" Perintah si perwira.

Dua orang tentara kerajaan segera meloncat ke dekat tawanan mereka, mengikat pinggang orang itu dengan seutas tambang yang sangat besar dan panjang, juga kedua tangan Cun Siang. Cuma kedua kaki Cun Siang yang dibiarkan tak terikat, karena dia mau diseret kuda dan harus berlari-lari mengikuti kuda yang akan menyeretnya.

Keadaan Cun siang sudah lemah terlalu banyak darah yang dikeluarkan. Hatinya pun sedih bukan main, karena melihat kakek tua pemilik rumah itu sudah jadi korban keganasan si perwira kerajaan, sehingga menemui kematian dengan cara yang begitu mengenaskan.

Dia sendiri memang dalam keadaan luka parah waktu minta menumpang di rumah kakek itu, untuk berobat. Tapi siapa tahu jejaknya sudah diendus oleh pasukan kerajaan yang memang hendak menangkapnya, berakhir dengan kematian kakek itu.

"Geledah rumah ini perintah perwira kerajaan itu sambil menghampiri kudanya dan meloncat naik kepelana kudanya, duduk di situ mengawasi kerja anak buahnya. Enam orang tentara kerajaan menyerbu ke dalam rumah untuk memeriksa. Akhirnya mereka keluar kembali sambil menyeret seorang wanita yang dalam keadaan terluka parah serta sudah tak bertenaga. Wanita itu baru berusia antara duapuluh empat atau duapuluh lima tahun, dia dicampakkan sampai terjerambab di tanah dengan tubuh berlumuran darah. Tapi, sedikitpun tak terlihat rasa takut di mukanya, karena wanita itu mengawasi si perwira dengan sorot mata penuh kebencian.

"Hemmmm, dua penjahat sudah berhasil ditangkap!" menggumam si perwira. "Pemberontak-pemberontak yang pasti menerima hukuman mati! Ikat dan seret juga wanita itu dengan seekor kuda!"

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

2 komentar

  1. Urutan jilid Nye berantakan Euy
    1. Berantakan bagaimana hu? Saya cek baik2 aja