-------------------------------
-----------------------------
Bagian 23
Sam Hong menggelengkan kepala.
"Tak mungkin," jawabnya. "Andai kata Coei San telah mengajarnya,
anak yang masih begitu kecil pasti tidak mempunyai Lweekang yang begitu
berarti."
"Soehoe keliru,"
membantah Lian Cioe. "Tenaga dalam Boe Kie tidak lemah." Ia segera
menceritakan, cara bagaimana dengan pukuan Sin Liong Pa bwee, bocah itu telah
merobohkan seorang murid dari Boe san pang.
Sang guru menepuk lututnya.
"Benar, kau benar!" katanya. "Anak ini tentu sudah mempelajari
ilmu silatnya Kim mo Say ong Cia Soen yang aneh aneh. Kalau Lweakangnya
diperoleh dari Coei San, sehingga ia memiliki tenaga dalam dari partai kita
sendiri, maka pengobatan dengan Soen yang Boe kek kang sudah pasti akan
mempercepat kesembuhannya dan tak mungkin akan timbul perubahan yang sangat
luar biasa, Tapi .... ilmu silat apakah yang dimiliki Cia Soen?"
Ia segera kembali kekamar Boe
Kie dan berkata: "Nak, Thay soe hoe ingin menyelidiki ilmu silat mu.
Cobalah kau memukul aku tiga kali."
"Aku tidak berani memukul
Thay soehoe," kata Boe Kie.
Sang kakek guru bersenyum.
"Jika kau tidak memukul, cara bagaimana aku bisa mendapat tahu cetek
dalamnya ilmu silatmu?" katanya. "Sebelum mengetahui itu, tak dapat
aku menurunkan pelajaran yang lebih tinggi. Pukullah dengan seantero tenaga."
"Kalau begitu
baiklah," kata si bocah. "Tapi Thay soehoe jangan membalas."
"Jangan kuatir,"
kata Sam Hong.
Boe Kie lantas saja miringkan
badannya, tangan kanannya dari atas menyabet kebawah, kesebelah kiri. Itulah
pukulan Kian liong Cay tian (Melihat naga disawah) dari Hang liong Sip pat
ciang. Sang kakek guru segera menyambut dengan tangan kirinya dan tenaga
pukulan si bocah lantas saja punah.
Sam Hong manggut-manggutkan
kepalanya. "Tidak jelek," katanya.
Begitu lekas pukulan pertama
punah, Boe Kie memutar tubuh dan lalu menyabet pula dengan telapak tangannya,
dengan jurus Sin liong Pa bwee. Sam Hong menyambutnya dengan tangan kanan dan
untuk kedua kalinya, pukulan Boe Kie punah seperti masuk kedalam laut.
"Bagus!" memuji sang
kakek guru. "Bahwa anak sekecil kau bisa mempunyai tenaga yang sebesar
itu, sungguh-sungguh luar biasa."
Paras muka si bocah berubah
merah. "Thay soehoe, sudahlah! Aku tak mau memukul lagi"
"Kedua pukulanmu sangat
bagus, coba lagi satu kali," memerintah Sam Hong.
Boe Kie segera membuat sebuah
lingkaran dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya mendorong kedepan.
Itulah pukulan Kang liong Yoe hwie (Penyesalan sang naga) dari Hang liong Sip
pat ciang.
Waktu menyambutnya, Sam Hong
merasa bahwa pukulan itu tidak selihay dua pukulan yang lebih dulu. Ia
menggelengkan kepala seraya berkata: "Pukulan ini kurang bagus. Mungkin
kau belum mahir."
"Bukan, bukan aku, tapi
Giehoe yang belum mahir," membantah Boe Kim. "Gie hoe telah
mengatakan, bahwa Hang liong sip pat ciang adalah salah satu ilmu pukulan yang
terlihay didalam dunia. Sayang, ia hanya mengenal sebagian kecil saja. Giehoe
juga mengatakan, bahwa ia sendiri masih belum dapat menyelami intisari dari
pada Kang liong Yoe hwie, tapi ia mengajarkannya juga kepadaku, dengan pengharapan
bahwa dikemudian hari aku sendiri bisa menyelaminya."
Sam Hang mengangguk
"Ya." katanya. "sekarang aku mengerti. Tapi dalam pertempuran,
tak boleh kau menggunakan pukulan itu, karena kau sendiri bisa celaka."
"Thay soehoe, aku memohon
kau untuk mengajar aku ilmu silat itu," kata Boe Kie.
"Aku sandiri tak
mampu," jawabnya. "Semenjak jaman Kwee Ceng, Kwee Thayhiap, membela
kota Siangyang, kecuali Kwee Tayhiap sendiri, ilmu silat itu sudah menghilang
dari Rimba Persilatan." Sesudah itu ia lalu menanyakan semua ilmu yang
sudah dipelajari Boe Kie dan anak itu menerangkan sejelas-jelasnya.
Sesudah mendengar habis, Sam
Hong merasa kagum akan luasnya pengetahuan Cia Soen. Dapat dikatakan, bahwa ia
mengenal semua ilmu silat yang terdapat dalam Rimba Persilatan. Hanya sayang,
ia tidak menyelami ilmu-ilmu itu sampai didasarnya, akan kemudian mengubah ilmu
silatnya sendiri, seperti lazimnya diperbuat oleh guru-guru besar. Oleh karena
begitu, biarpun ilmunya beraneka warna tak satupun yang dipelajari sampai dipuncaknya.
Tak usah dikatakan lagi, bahwa dalam usia yang semuda itu, Boe Kie belum bisa
mewarisi kepandaian ayah angkatnya. Apa yang sudah dilakukannya yalah menghafal
kitab kitab dan Kouw koat (teori) dari macam-macam ilmu silat. Ia menghafal
dengan lancar sekali. Beberapa macam ilmu silat bahkan belum pernah didengar
oleh Sam Hong sendiri.
Dalam tekadnya yang bulat
untnk membalas sakit hati terhadap Seng Koen, Cia Soen telah membinasakan
banyak jago dari berbagai partai atau golongan persilatan. Saban kali membunuh
orang, ia selalu merampas kitab ilmu silat yang dimilik oleh korbannya itu,
supaya kalau belakangan ia mesti bertempur dengan kawan-kawan sikorban. Ia
sudah mengenal ilmu silat musuhnya. Itulah sebabnya mengapa ia memiliki ilmu
silat yang begitu banyak corak ragamnya dan ilmu-ilmu itu semua diturunkan
kepada Boe Kie.
Tapi Boe Kie hanya mempelajari
teori dan tidak mengenal prakteknya. Ia belum bisa bersilat berdasarkan teori
itu dan masih gelap akan perubahan-perubahan yang tersebut dalam Kouw koat itu.
Sam Hong manggut-manggutkan
kepalanya. Ia mengerti, bahwa dengan berbuat begitu, Cia Soen memperlihatkan
cintanya yang tidak terbatas terhadap anak pungutnya. Cia Soen tahu, bahwa
dalam tempo beberapa tahun, Boe Kie tak akan bisa mempelejari semua ilmu
silatnya.
Sang tempo sudah sangat
mendesak, karena Boe Kie mesti segera pulang ke Tionggoan. Maka ia sudah
menurunkan semua Kouw koat, dengan pengharapan bahwa dikemudian hari, dengan
dibantu kecerdasannya, anak itu bisa mengerti sendiri teori-teori yang sudah
dihapalnya.
Sesudah menyambut tiga pukulan
Boe Kie, Sam Hong tahu, bahwa tenaga dalam bocah tidak murni. Sebagai
akibatnya, Lweekang dingin dari Hian beng Sin ciang tidak dapat disedot keluar
lagi.
Dengan hati masgul kakek guru
itu duduk terpekur sambil mengasah otak. Selang sekian lama, ia berkata dengan
suara perlahan: "Untuk mengeluarkan racun itu, orang lain tidak akan dapat
membantunya lagi. Jalan satu-satunya, ia harus melatih diri dengan Lweekang
tertinggi dari Kioe yang Cin keng. Tapi sayang sungguh, bahwa pada waktu
mendiang guruku yaitu Kak wan Taysoe, menghafal kitab tersebut, aku masih
sangat muda dan tidak bisa ingat seanteronya. Biarpun sudah berulang kali aku
menutup diri merenungkannya sekian lama, belum juga aku dapat menyelami
seluruhnya. Sekarang, karena tiada jalan lain, biarlah ia berlatih sendiri
dengan apa yang aku mampu. Jika ia bisa hidup lebih lama satu hari, biarlah ia
hidup lebih lama satu hari."
Sesudah itu, ia segera
mengajar Boe Kie dengan Kouw koat dan cara berlatih dari Kioe yang Cin-kang
(Ilmu senjata dari Kioe yang). Ilmu itu, yang kelihatannya sederhana, sangat
dalam dan banyak sekali perubahannya. Dengan menjalankan pernapasan menurut
peraturan yang sudan ditetapkan, Cin kie (Hawa murni) yang hangat dari tantian
mengalir keberbagai jalan darah dan kemudian kembali dan berkumpul pula sekitar
tantian. Pengaliran "Hawa murni" dari tantian ketantian merupakan
satu putaran dan putaran itu diulang dan di ulang lagi.
Sesudah selesai satu putaran,
orang yang berlatih lantas saja merasa seluruh tubuhnya nyaman luar biasa.
"Hawa-murni" itu yang melayang-layang dan mengalir bagaikan asap
rokok dinamakan juga In-Oen Cie kie (Hawa ungu dari Langit dan Bumi). Jika
latihan seseorang sudah capai tingkat yang tinggi, In oen Cie-kie bisa mengusir
racun dingin ditatian dan diberbagai jalan darah. Dalam Rimba Persilatan,
azas-azas Lweekang dari berbaggai partai itu tidak banyak bedanya. Yang berbeda
yalah cara berlatihnya. Sebegitu jauh mengenai tenaga, Boetong Sin-hoat dari
Thio Sam Hong jarang tandingannya didalam dunia.
Sesudah berlatih dua tahun
lebih, Boe Kie sudah dapat mengumpulkan banyak juga In oen Cin Kie
ditantiannya. Tapi karena racun dingin terlampau hebat, maka kehangatan dari
"Hawa murni" itu tidak berhasil mengusirnya. Sebaliknya dari pada
sembuh, sinar hijau dimukanya kian hari kian tua dan setiap kali racun dingin
itu mengamuk, ia menderita bukan main.
Selama dua tahun, Thio Sam
Hong memeras tenaga dan pikiran untuk mengajar, menilik dan merawat cucu muridnya
itu. Song Wan Kiauw dan saudara-saudara sepenguruannya telah menjelajah
keberbagai tempat untuk mencari obat obatan yang mujarab dan langka terdapat di
dalam dunia. Mereka membawa pulang Jin som yang sudah berusia lebih seratus
tahun, Sioe ouw, Hok leng dari Soat san dan sebagainya untuk diberikan kepada
bocah itu. Tapi semua obat-obatan itu bagaikan batu yang dilemparkan kedalam
lautan. Makin hari anak itu jadi makin kurus dan pucat.
Guna menyenangkan orang-orang
yang mencintainya, Boe Kie selalu memaksakan diri untuk bergembira. Tapi sang
kakek guru dan paman-paman itu merasa, bahwa turunan tunggal dari Thio Coei San
sudah tak dapat ditolong lagi.
Selagi repot mengobati
lukanya, tokoh-tokoh Boe tong pay tak punya tempo lagi untuk mencari
musuh-musuh yang telah mencelakakan Jie Thay Giam dan Boe Kie. Selama dua tahun
itu, Kauw coe Peh bie kauw, In Thian Ceng, berulang kali mengirim utusan untuk
menengok cucu luarnya dan menghadiahkan banyak barang-barang berharga. Tapi
mengingat bahwa secara tidak langsung Jie Thay Giam dan Thio Coei San celaka
dalam tangan Peh bie kauw, pendekar-pendekar Boe tong selalu mengirim pulang
barang-barang itu. Bahkan satu kali Boh Seng Kok menghajar juga utusan In Thian
Ceng. Mulai waktu itu, In Thian Ceng tidak pernah mengirim orang lagi.
Tanpa terasa hari perayaan
Tiong cioe tiba kembali. Menurut kebiasaan, Thio Sam Hong dan murid muridnya
merayakan hari itu. Tapi pada kali sebelum mereka duduk dimeja perjamuan,
penyakit Boe Kie mendadak kambuh lagi. Selebar mukanya bersinar hijau dan
tubuhnya menggigil. Sebab kuatir merusak kegembiraan kakek guru dan
paman-pamannya, sambil mengertak gigi, ia coba mempertahankan diri. Tapi gejala
kumatnya penyakit sudah tentu tidak dapat disembunyikan. Dengan penuh rasa
cinta, In Lie Heng mendukung keponakan itu kekamarnya, menyelimutinya dan
membuat satu perapian.
Tiba tiba Thio Sam Hong
berkata: "Besok bersama Boe Kie, aku akan pergi ke Siauw lim sie di
Siongsan"
Semua murid Thio Sam Hong
tertegun. Mereka mengerti, bahwa dalam keadaan mendesak dan karena cintanya
terhadap si cucu murid, guru itu rela menundukkan kepala dihadapan Siaum Lim
sie untuk meminta pertolongan.
Mereka mengerti bahwa sang
guru mengharap, dengan Kioe yang Cin keng yang lengkap, jiwa Boe Kie akan bisa
ditolong. Sebagaimana diketahui, kioe yang Cin keng yang dimiliki Thio Sam Hong
masih ada kekurangannya.
Dua tahun berselang, waktu
Thio Sam Hong merayakan hari ulang tahunnya yang keseratus, perhubungan antara
Siauw lim dan Boe tong telah menjadi retak. Dengan kedudukannya sebagai seorang
guru besar dari sebuah partai ternama, kepergian Thio Sam Hong ke Siauw lim sie
untuk meminta pertolongan, sungguh akan menurunkan derajat Boe tong pay. Akan
tetapi, demi cinta yang tidak mengenal batas, guru besar itu telah menyampingkan
segala nama kosong. Sesudah tertegun, semua muridnya menghela napas dengan rasa
kagum akan kebesaran jiwa sang guru.
Sebenarnya, Go bie paypun
mengenal sebagian Kioe yang Cin-keng. Akin tetapi, Biat coat Soe thay sungkan
menemui orang luar. Beberapa kali, Sam Hong telah memerintahkan in Lie Heng
membawa suratnya ke gunung Go bie san. Tapi pendeta wanita itu tidak menggubris
dan memulangkan surat surat itu, tanpa dibuka. Maka itulah jalan satu-satunya
yang masih terbuka yalah minta pertolongan Siauw Lim sie.
Sam Hong mengerti, bahwa jika
ia cuma mengutus murid-muridnya ke Siauw lim sie, Kong-boen Taysoe beramai
pasti tidak akan meladeni. Dari sebab itu, ia telah mengambil keputusan untuk
pergi sendiri.
Demikianlah, perjamuan itu
diliputi dengan kemasgulan dan sesudah meneguk beberapa cawan arak, mereka lalu
bubar.
Pada keesokan barinya,
pagi-pagi benar guru itu berangkat dengan mengajak Boe Kie, diantar oleh
muridnya sampai dikaki gunung. Song Wan Kiauw dan saudara saudaranya sebenarnya
ingin turut serta, tetapi dilarang karena Sam Hong kuatir datangnya banyak
orang akan menimbulkan kecurigaan bagi pihak Siauw lim.
Dengan masing-masing
menunggang keledai, si kakek dan si bocah menuju ke arah utara. Jarak antara
Siauw Lim dan Boe-tong, dua pusat persilatan pada jaman itu, tidak terlalu
jauh. Dari Boe-tong-san Ouw-pak utara, ke Siong-san di Ho lam barat, hanya
memerlukan pelayaran beberapa hari. Sesudah menyeberangi sungai Han soe di Loo
ho kow, mereka tiba di Lam yang. Terus menuju ke utara sampai di Nie-coo dan
sesudah membelok kearah barat, tibalah mereka digunung Siong san.
Sesudah mendaki Siauw sit san,
mereka menambat keledai didahan pohon dan meneruskan perjalanan dengan jalan
kaki. Sambil berjalan, Sam Hong ingat kejadian pada delapanpuluh tahun lebih
yang lalu, kapan dengan memikul dua tahang
mendiang gurunya, Kak wan
Taysoe mengajak ia dan Kwee Siang melarikan diri dari Siauw Lim sie. Kejadian
itu sudah hampir seabad, tapi seolah olah baru terjadi kemarin. Ia menghela
napas dan hatinya terharu bukan main, karena diluar semua perhitungan, hari ini
ia kembali ketempat dulu. Ia mengawasi puncak-puncak gunung dan kuil Siauw lim
sie yang tiada berbeda seperti ada delapanpuluh tahun berselang. Tapi orang
orang yang dicintainya yaitu Kak wan dan Kwee Siang, sudah tidak ada lagi
didalam dunia.
Tak lama kemudian, mereka tiba
di pendopo Lip soat teng. Kebetulan, dua pendeta kelihatan mendatangi. Sam Hong
menghampiri dan sesudah memberi hormat, ia berkata: "Aku minta pertolongan
soehoe (tuan pendeta) untuk melaporkan kepada Hong thio Taysoe (kepala kuil),
bahwa Thio Sam Hong minta bertemu."
Mendengar nama "Thio Sam
Hong," kedua pendeta itu terkejut. Dengan mata membelalak, mereka
mengawasi kakek itu yang bertubuh tinggi besar, berambut dan berjenggot putih,
sedang mukanya yang bersemu merah selalu bersenyum-senyum. Dilain saat, mereka
tercengang karena orang yang mengaku bernama Thio Sam Hong itu, mengenakan
jubah imam yang mesum.
Mereka tak tahu, bahwa guru
besar itu memang seorang sembarangan, sembarangan cara-caranya dan sembarangan
pula dalam berpakaiannya. Maka itulah, dibelakangnya sejumlah orang Kangouw
menyulukinya sebagai "Tah-tah Toojin" (si imam mesum) dan ada juga
orang yang menamakadnya "Thio Tah-tah"
Melihat begitu, kedua pendeta
itu agak kurang percaya. "Apa kau Thio ....Thio Cinjin dari Boe tong
pay?" tanya salah seorang.
Sam Hong tertawa. "Apa
ada Thio Sam Hong palsu?" tanyanya.
Mendengar jawaban itu yang
bernada guyon-guyon dan sama sekali bebas dari keangkeran seorang guru besar dari
sebuah partai persilatan yang besar, sipendeta makin tidak percaya.
"Apa kau tidak main main
?" tanyanya pula.
Sam Hong kembali tertawa.
"Apakah Thio Sam Hong berharga sedemikian besar, sehingga ia mesti
dipalsukan?" tanyanya pula.
Dengan penuh kesangsian, kedua
pendeta itu berlari-lari kearah kuil untuk melaporkan. Sesudah lewat sekian
lama, pintu ditengah kuil terbuka dan Hong thio Kong boen Taysoe muncul
bersama-sama Kong tie dan Kong seng. Dibelakang mereka mengikuti lima orang
pendeta tua yang mengenakan jubah pertapaan warna kuning muda. Sam Hong tahu,
bahwa mereka, adalah anggauta angqauta dari Tat mo ih dan tingkatan mereka
mungkin lebih tinggi daripada Kong boen dan saudara saudara sepenguruannya.
Mereka itu biasanya menyembunyikan diri didalam kuil untuk mempelajari dan
merenungkan ilmu silat Siauw lim sie. Sebegitu jauh, anggauta-anggauta tat mo
ih tidak pernah mencampuri urusan lain. Tapi sekarang, rupanya karena mendengar
kedatangan orang orang Boe tong pay, Kong boen sudah merasa perlu untuk
mengajak kelima tetua itu.
Sam Hong segera bertindak
keluar dari pendopo Lip soat teng dan sambil memberi hormat, ia berkata:
"Siauwtoo merasa berat untuk menerima sambutan dari para Taysoe."
(Siauwtoo - Aku si imam kecil)
Kong boen dan yang lain-lain
segera merangkap tangan.
"Kedatangan Thio Cinjin
diluar dugaan siauwceng (aku sipendeta kecil)," kata Kong boen.
"'Apakah maksud kedatangan Cinjin?"
"Ingin minta
pertolongan." jawabnya.
"Duduklah,
duduklah," mengundang Kong boen. Sesudah duduk dipendopo itu dan
disuguhkan teh, didalam hati, Sam Hong merasa mendongkol, "Biar
bagaimanapun juga, aku adalah guru besar dari sebuah partai," pikirnya.
"Tingkatanku lebih tinggi daripada kamu. Mengapa kamu tidak mengundang aku
masuk dikuil?" Tapi sebagai manusia yang sembarangan dan terbuka,
perlakuan yang kurang pantas itu tidak dibuat pikiran olehnya.
Tapi Kong boen sendiri rupanya
sudah merasakan adanya ketidak pantasan. Katanya: "Menurut adat istiadat,
kami harus mengundang Thio Cin jin masuk kedalam kuil. Tapi hal itu tidak dapat
dilakukan, karena dulu, diwaktu muda, Thio cin jin pernah meninggalkan Siauw
lim sie tanpa pamitan. Peraturan kuil kami, yang sudah dipertahankan selama
ratusan tahun, tentulah juga diketahui Thio Cinjin. Setiap murid yang melarikan
diri atau murid yang berkhianat, seumur hidupnya tidak dipermisikan menginjak
lagi kuil kami. Menurut peraturan itu, siapa yang melanggarnya harus di
kutungkan kakinya."
Thio Sam Hong tertawa terbahak
bahak. "Oh, begitu " katanya. "Memang benar, waktu masih kecil,
Siauwtoo pernah berdiam di Siauw lim sie dan merawat Kak wan Taysoe. Akan
tetapi, apa yang dilakukan Siauwtoo hanyalah menyapu lantai dan masak air.
Siauwtoo belum pernah mencukur rambut dan juga belum pernah mengangkat guru.
Maka itu, pada hakekatnya orang tidak dapat mengatakan, bahwa Siauwtoo adalah
murid Siauw lim sie."
Kong tie tertawa dingin.
"Tapi tidak dapat disangkal bahwa ilmu silat Thio Cinjin adalah curian
dari Siauw Lim sie," katanya.
Darah guru besar itu lantas
saja naik, tapi di lain saat, ia dapat memulihkan ketenangannya. Pikirnya:
"Biarpun ilmu silat Boe tong adalah hasil jerih payahku selama empat puluh
tahun, tapi jika mau diusut sumbernya, memang juga bersumber dari Siauw lim
sie. Jika Kak wan Taysoe tidak menghadiahkan aku dengan sepasang Loohan besi,
mungkin sekali aku tak akan bisa menjadi seorang ahli silat. Maka itu kalau
dikatakan ilmu silatku bersumber dari Siauw lim sie, pernyataan itu tidak
terlalu salah."
Memikir begitu, ia lantas saja
berkata: "Kedatangan Siauwtoo justeru untuk persoalan itu."
Kong boen dan Kong tie saling
mengawasi. "Aku mohon Thio Cinjin suka menjelaskannya." Kata Kong
boen.
"Barusan Kong tie Taysoe
mengatakan, bahwa ilmu silat Siauwtoo didapat dari Siauw lim sie,"
menerangkan Sam Hong. "Pernyataan itu adalah benar. Dulu, Siauwtoo telah
merawat Kak wan Taysoe dan beliau telah menurunkan ilmu dari kitab Kioe yang
Cin keng yang ditulis sendiri oleh Tat mn Loocauw kepadaku. Akan tetapi, karena
pada waktu itu Siauwtoo masih kecil, maka apa yang didapatkan masih banyak
kekurangannya dan hal itu merupakan penyesalan besar dalam hatiku. Waktu Kak
wan Taysoe menghafal Cin keng, ada tiga orang yang mendengarnya. Yang satu
adalah pendiri Go bie pay, Kwee Siang Liehiap, yang lain Boe Sek Siansoe dan
yang ketiga yalah Siauwtoo sendiri. Karena berusia paling muda, berotak paling
timpul dan waktu itu Siauwtoo belum pernah belajar silat, maka ape yang
didapatkan Siauwtoo paling sedikit."
"Wungkin sekali tidak
sedemikian," kata Kong tie dengan suara dingin. "Sedari kecil Thio
Cin jin merawat Kak wan. Selama beberapa tahun itu, apa tidak bisa jadi
diam-diam Kak wan telah menurunkan banyak ilmu silat kepada Thio Cinjin?
Sekarang, nama Boe tong pay menggetarkan seluruh jagat dan menurut pendapatku,
semua itu yalah hadiah dari Kak wan."
Tingkatan Kak wan Taysoe Iebih
tinggi tiga tingkat daripada Kong tie. Menutut pantas, ia harus menggunakan
istilah "Toa soesiok couw." Akan tetapi, lantaran Kak wan
meninggalkan Siauw lim sie di tengah jalan dan namanya sudah dicoret, maka
dalam pembicaraan, Kong tie sudah tidak menggunakan istilah yang menghormat.
Tapi Thio Sam Hong sendiri buru-buru bangun berdiri dan berkata sambil
membungkuk "Budi Siansoe (mendiang guru) yang sangat besar, selalu tak
dapat dilupakan Siauwtoo." Sikapnya itu yalah untuk menghormat mendiang
gurunya.
Diantara empat Seng ceng
(pendeta suci) dari Siauw lim sie, yang berhati paling mulia yalah Kong kian
Taysoe. Hanya sayang siang-siang ia sudah meninggal dunia. Kong boen seorang
pintar dan bijaksana, rasa girang dan gusarnya jarang diutarakan pada paras
mukanya. Kong seng seorang sembrono dan polos sering sering bertindak atau
berbicara seenaknya saja. Antara mereka itu Kong tie lah yang berpemandangan
paling sempit.
Sering-sering Kong tie merasa mendongkol,
karena didalam Rimba Persilatan, nama Boe tong sudah berendeng dengan Siauw
Lim, sedang menurut anggapannya, ilmu silat Boe tong adalah "curian"
dari Siauw lim sie.
Kunjungan Sam Hong pada hari
itu dianggapnya bertujuan untuk membalas sakit hati Thio Coei San. Disamping
itu, masih ada lain hal yang dibuat ganjalan olehnya. Sebagaimana diketahui
sebelum membunuh diri, In So So telah berlagak membisiki sembunyinya Cia Soen
dikuping Kong boen. Siasat itu siasat sangat beracun. Selama dua tahun, tiada
henti hentinya jago-jago Rimba Persilatan mengunjungi Siauw Lim sie untuk
menanyakan dimana adanya Cia Soen. Kong boen bersumpah keras keras bahwa ia
tidak tahu. Tapi pada hari itu, diruang besar "Giok hie koan", semua
mata juga telah melihat, bahwa So So telah membisikkan sesuatu dikupingnya.
Siapa yang mau percaya keterangan Kong boen?
Selama dua tahun, sebab
gara-gara itu, banyak pertempuran telah terjadi. Tamu-tamu banyak yang binasa
atau terluka, tapi pihak Siauw lim pun tidak bebas dari kerusakan. Dan kalau di
hitung hitung, menurut pendapat Kong tie yang menanam bibit penyakit yalah Boe
tong pay.
Sekarang, diluar dugaan Thio
Sam Hong datang sendiri. Dapat dimengerti, jika Kong tie sungkan menyia-nyiakan
kesempatan baik itu untuk melampiaskan rasa mendongkolnya. "Thio Cinjin
sudah mengaku, bahwa ilmu silat Boe tong adalah titian dari Siauw lim
sir," katanya pula. "Hanya sayang pengakuan itu tidak didengar oleh
lain orang."
Tapi, walaupun diejek, Sam
Hong tenang luar biasa. "Ilmu-ilmu silat dikolong langit sebenarnya
bersumber satu," katanya dengan suara sabar. "Selama ratusan, selama
ribuan tahun, tokoh-tokoh Rimba Persilatan memperkembangkan, memperbaiki dan
menambal kekurangan-kekurangan yang terdapat dalm ilmu-ilmu silat. Maka itu,
diwaktu sekarang, sukarlah dikatakan ilmu silat mana yang benar-benar merupakan
sumber dari semua ilmu silat. Tapi, bahwa Siauw lim pay merupakan pemimpin dari
Rimba Persilatan, adalah kenyataan yang diakui oleli semua orang. Hari ini,
kedatangan Siauwtoo justeru karena mengagumi ilmu silat dari partai kalian.
Siauwtoo mengakui kekurangan sendiri, makanya ingin minta pelajaran dari para
Taysoe.."
Kong boen dan yang lain-lain
terkejut. Mereka menafsirkan, bahwa kata-kata "meminta pelajaran"
sebagai suatu tantangan. Paras muka mereka lantas saja berubah dan untuk
beberapa saat, keadaan sunyi. Akhirnya, yang bicara paling dulu adalah Kong
seng, sisembrono. "Baiklah, toosoe tua," katanya "Jika kau mau
menjajal kepandaian kami, akupun tidak takut."
"Kalian hendaknya jangan
salah mengerti " kata Sam Hong cepat-cepat, "Siauwtoo mengatakan mau
minta pelajaran, dan pernyataan itu adalah hal yang sesungguhnya. Dalam
mempelajari Kioe yang Cin keng yang diturunkan oleh Siansoe, ada banyak bagian
yang belum siauwtoo ketahui. Jika kalian sudi mengajar bagian bagian yang
kurang itu, siauwtoo akan merasa berterima kasih tidak habisnya." Sesudah
berkata begitu, ia bangun berdiri dan membungkuk.
Pernyataan Thio Sam Hong
mengejutkan semua orang. Thio Sam Hong adalah pendiri partai yang ilmu silatnya
tersohor di seluruh jagat. Sesudah mencapai usia seratus tahun lebih, baik nama
dan kepandaian maupun tingkatan, pada jaman itu tiada orang yang bisa
merendenginya. Maka itu, adalah suatu keanehan, bahwa guru besar itu meminta
pelajaran dari pendeta-pendeta Siauw lim sie.
Kong boen buru-buru bangun
berdiri dan membalas hormat. "Thio Cinjin, janganlah Cinjin ber guyon
guyon," katanya. "Kami adalah orang-oiang yang tingkatannya rendah
dan pelajarannya cetek. Bagaimana kami bisa memberi pelajaran?"
Sam Hong mengerti, bahwa
pernyataannya terlalu aneh. Maka itu ia lantas saja menceriterakan
sejelas-jelasnya duduknya persoalan. Ia menandaskan, bahwa kedatangannya itu
yalah untuk menolong jiwa Boe Kie. la mengatakan bahwa ia bersedia
memberitahukan pihak Siauw lim segala pelajaran yang telah diperolehnya dari
Kioe yang Cin keng dengan harapan, bahwa pihak Siauw lim sudi memberitahukannya
bagian bagian Kioe yang Cin keng yang belum dimengerti olehnya.
Sesudah berpikir agak Iama,
Kong boen berkata: "Semenjak ribuan tahun, diantara tujuhpuluh dua macam
ilmu silat Siauw lim sie, belum pernah ada seorang murid yang berhasil
mempelajari lebih daripada duabelas macam."
"Ilmu yang dimiliki Thio
Cinjin memang ilmu yang sangat luar biasa. Akan tetapi, ilmu silat yang
diwariskan oleh leluhur partai kami dengan sesungguhnya sudah terlalu banyak,
sehingga, untuk mempelajari sepersepuluhnya saja, sudah tidak gampang. Thio
Cinjin menyatakan bersedia untuk menukar ilmu dengan partai kami dan untuk
kesudian itu, kami merasa berterima kasih. Tapi jika dipandang dari sudut kami,
kami sebenarnya tak perlu menambah ilmu, sebab kami sendiri sudah memiliki
terlampau banyak."
Ia berdiam sejenak dan
kemudian berkata pula: "Ilmu silat Boe tong bersumber dari Siauw lim. Jika
hari ini kedua belah pihak tukar menukar ilmu, maka dikemudian hari, orang
orang yang tidak tahu duduknya persoalan, akan mengatakan, bahwa meskipun ilmu
silat Boe tong bersumber dari Siauw lim, Siauw lim pay pun pernah memperoleh
pelajaran dari Thio Cinjin. Sebagai Ciang boenjin dari Siauw lim pay, desas
desus yang semacam itu benar-benar tidak bisa di pertanggung jawabkan oleh
Siauw ceng."
Diam-diam Sam Hong menghela
napas. Ia merasa menyesal, bahwa Kong boen Taysoe, salah seorang dari empat
pendeta suci, bisa mempunyai pemandangan yang sedemikian sempit. Akan tetapi
karena kedatangannya adalah untuk meminta bantuan orang, maka sebisa-bisanya ia
menahan sabar dan tidak menegur. "Sam wie adalah Seng Ceng (Pendeta suci),
selalu menaruh belas kasihan terhadap segenap umat manusia" Katanya dengan
suara memohon: " Jiwa anak ini tergantung atas selembar rambut. Maka itu,
dengan mengingat welas asihnya Sang Buddha, siauwtoo memohon pertolongan dan
untuk itu, siauwtoo berterima kasih tidak habisnya."
Kong tie tertawa dingin.
"Benar, memang benar seorang beribadat harus menaruh belas kasihan kepada,
ummat manusia," katanya dengan tawar. "Tapi berapa banyak murid Siauw
lim telah binasa didalam tangan Thio Coei San Thio Ngo hiap dan isterinya?
Karena mereka berdua sudah membunuh diri sendiri, kamipun tidak mau menarik
panjang urusan ini. Kalau mau ditarik panjang, kalau kami mau bersendirian,
bahwa satu jiwa harus dibayar dengan satu jiwa pula, maka anak inipun harus
diserahkan untuk membayar hutang."
Semenjak tadi, Boe Kie yang
berdiri disamping kakek gurunya sudah naik darah. Sebegitu jauh, sedapat
dapatnya ia menekan hawa amarahtnya. Sekarang begitu mendengar disebutkanaya
ayah ibunya, ia tak bisa menahan sabar lagi.
"Thay soecouw,"
katanya dengan suara nyaring, "hweeshio hweeshio ini telah melaksanakan
kematiannya ayah dan ibuku. Aku lebih suka lantas mati sekarang daripada
memohon pertolongan mereka!"
"Diam!" bentak Sam
Hong. "Dihadapan orang orang tua, tak boleh kau ngaco-belo. Kematian ayah
dan ibumu tiada sangkut pautnya dengan pendeta pendeta suci itu."
Boe Kie tidak berani membuka
mulut lagi. Tapi sebagai seorang yang beradaat angkuh, diam-diam ia mengambil
keputusan untuk menolak pertolongan para pendeta itu, andaikata pertolongan itu
mau diberikan.
Selagi Sam Hong menohon dan
memohon lagi, tiba-tiba terdengar suara tindakan kuda dan lima orang penunggang
kuda kelihatan mendatangi. Orang yang berjalan paling depan bertubuh tinggi
besar dan beroman garang, macamnya seperti satu pagoda besi. Begitu tiba didepan
Lip soat teng, ia menahan les dan berseru: "Bagus!"
Teriakan "bagus!"
itu bagaikan suara halilintar, sehingga semua orang terkejut.
Sambil mengawasi Kong boen,
orang itu berkata: "Bwee Ciok Kian dari Boe san pang ingin bertemu dengan
Hong thio Siauw lim Sie. Harap kalian sudi melaporkannya."
Kata kata itu yang diucapkan
secara biasa, kedengaran sangat keras dan menusuk telinga. Rupanya, sebab
memiliki suara keras yang wajar, ditambah dengan daya Lweekang, maka suaranya
begitu hebat.
Mendengar nama Bwee Ciok Kian,
Boe Kie lantas saja ingat peristiwa yang dialaminya pada dua tahun berselang,
yaitu waktu ia menghajar Ho Losam yang telah mengancamnya dengan ulat berbisa.
Melihat kegarangan orang itu, ia lalu bersembunyi dibelakang sang kakek guru,
karena kuatir dikenali.
Kong boen mengerutkan alis. Ia
yakin, bahwa tujuan Bwee Ciok Kian adaiah untuk menyelidiki tempat sembunyinya
Cia Soen. Mengingat begitu, ia jadi lebih mendongkol terhadap Coei San dan
isterinya yang dianggapnya sudah menyebar bibit penyakit. "Ada urusan apa
tuan mencari Hong thio kuil kami?"
Bwee Ciok Kian segera melompat
turun dari tunggangannya, dan menjawab seraya merangkap kedua tangannya:
"Aku ingin menyelidiki kediamannya seorang."
"Seorang, pendeta tidak
mencampuri urusan luar, ia hanya membaca kitab dan bersembahyang," kata
Kong tie. "Jika Bwee Pangcoe ingin menyelidiki kediaman seseorang, Siauw
lim sie bukan tempatnya."
"Bolehkah aku mendapat
tahu, siapa adanya Taysoe ?" tanya Ciok Kian.
"She dan nama adalah
sesuatu yang berada di luar badan dan seseorang boleh menggunakan ilmu apapun
jua," jawab Kong tie secara menyimpang.
"Hai! Nama saja Taysoe
sungkan memberitahukan," kata Bwee Ciok Kian dengan suara keras.
"Kalau begitu, perjalananku ke Siong san percuma saja."
Mendadak Kong tie mendapat
serupa pikiran "Belum tentu percuma." katanya. "Bukankah Pangcoe
ingin menyelidiki tempat kediaman Kim mo Say ong Cia Soen ?"
"Benar, puteraku yang
sulung telah dibinasakan oleh Cia Soen" jawabnya, "Jika Taysoe dapat
memberi petunjuk, segenap anggauta Boe san pang akan berterima kasih tidak
habisnya."
"Kedatangan Pangcoe
dihari ini dan diwaktu ini adalah kebetulan sekali," kata Kong tie.
"Jika datang kemarin atau datang besok, kedatangan Pangcoe akan percuma
saja"
Mendengar itu, bukan main
girangnya Bwee Ciok Kian. "Terima kasih atas petunjuk Tay-soe."
katanya.
"Dalam dunia hanya
seorang yang tahu tempat bersembunyinya Kim mo Say ong Cia Soen," kata
Kong tie dengan suara perlahan "Orang itu yalah saudara kecil yang berdiri
disitu. Dia adalah putera dari Thio Coei San, Thio Ngohiap, dari Boe tong
pay." Seraya berkata begitu, ia menuding Boe Kie.
Waktu Bwee Ciok Kian baru
datang, Boe Kie ketakutan dan bersembunyi dibelakang Thio Sam Hong. Tapi
sekarang, melihat bahaya sudah tidak dapat dielakkan lagi dan juga mendengar
disebutkannya nama ayahnya, ia jadi nekat. Ia merasa, bahwa sikap pengecut
sangat menurunkan keangkeran mendiang ayahnya. Ia segera maju ke depan seraya
berkata: "Bwee Pangcoe, kau sungguh tidak mengenal malu !"
Semua orang terkesiap.
Siapapun juga tak pernah menduga, bahwa bocah kurus kering itu mempunyai nyali
yang begitu besar.
"Bocah ! Apa kau mau
mampus!" bentak Bwee Ciok Kian.
Boe Kie keder, tapi sambil
mengempos semangat, ia berkata: "Dua tahun lebih yang lalu kau telah
menyuruh seorang yang barnama Ho Loosam menyamar sebagai murid Kay pang dan Ho
Loosam itu telah coba menawan aku. Benarkah begitu? Mengapa kau menggunakan
nama Kay pang ? Benar-benar kau tidak mengenal malu!"
Paras muka Bwee Ciok Kian
merah padam. Ia mengangkat tangannya, dan lalu menggaplok Boe Kie. Sebab kuatir
membinasakan si bocah, ia hanya menggunakan sebagian tenaganya, tapi biarpun
begitu, tenaganya yang memang besar sudah pasti tak akan dapat disambut oleh
anak itu.
Boe Kie ingin melompat mundur,
tapi sudah tidak keburu lagi sebab tenaga telapak tangan Bwee Ciok Kian sudah
"menutup" seluruh tubuhnya dan napasnya lantas saja menyesak. Karena
tiada jalan, ia terpaksa mengangkat tangannya untuk menangkis.
Mendadak, ia merasa dari
punggungnya masuk semacam hawa yang halus dan hangat. Sesaat itu tangannya
sudah kebentrok dengan tangan Bwee Pangcoe. "Plak!" tubuh Bwee Ciok
Kian terhuyung tiga tindak dan sesudah mengerahkan tenaga Ciang kin toei,
barulah ia bisa berdiri tetap.
Bukan main rasa gusar dan
malunya Bwee Pangcoe. Mukanya yang merah padam berubah seperti warna hati babi.
Dengan mata seolah-olah mengeluarkan api, ia menacap wajah Boe Kie.
Waktu Ho Loosam melaporkan
kecelakaan yang menimpa atas dirinya, ia tidak mau percaya. Sekarangpun, bahkan
sesudah mengalaminya sendiri, Ia masih tidak percaya, bahwa bocah seperti Boe
Kie mempunyai tenaga yang begitu hebat. Tafsiran satu-satunya yalah anak itu
memiliki ilmu siluman.
Tapi para pendeta suci dari
Siauw lim sie mengerti sebab musabab dari kejadian yang aneh itu. Mereka tahu,
bahwa Thio Sam Hong telah membantu cucu muridnya dengan ilmu Kat tee Coan kang
(ilmu mengoperkan tenaga). Dengan menggunakan ilmu tersebut, tangan Boe Kie
menyerupai sebatang tongkat yang, digunakan oleh Thio Sam Hong untuk menangkis
serangan lawan. Kat tee Coan kang bukan ilmu yang terlalu sukar dipelajari.
Tapi penggunaan yang begitu bagus, sehingga tidak dapat dilihat lawan,
sungguh-sungguh luar biasa. Diam-diam ketiga pendeta suci mengakui, bahwa
mereka tidak mampu melakuan apa yang dilakukan oleh Thio Sam Hong.
Dilain saat, Bwee Ciok Kian
sudab membentak pula: "Setan kecil! Sambut lagi pukulanku !" Ia
mengempos semangat dan menghantam dada Boe Kie dengan sepenuh tenaga. Sambaran
tenaga itu sedemikian hebat, sehingga pakaian semua orang jadi
bergoyang-goyang. Para pendeta yang kena disambar angin pukulan, merasa dada
mereka menyesak dan buru-buru mengarahkan Lwee kang untuk memunahkan tenaga
itu.
Selama beberapa tahun Thio Sam
Hong menutup diri untuk merenungkan ilmu silat dan Ilmu Thay kek kang, yang
digubahnya sendiri sangat berbeda dengan Lweekang dari partai mana pun jua. Ia
menggunakan kelemahan untuk melawan kekerasan, yang diam untuk menindas yang
bergerak, yang sedikit untuk merebohkan yang banyak, yang kecil untuk
menjatuhkan yang besar dan apa yang paling diutamakan yalah ilmu "meminjam
tenaga, memukul tenaga."
Melihat pukulan Bwee Ciok Kian
yang sehebat itu, Sam Hong jadi mendongkol. "Kau sungguh kejam,"
katanya didalam hati. "Terhadap anak yang masih begitu kecil, kau turunkan
tangan yang begitu berat. Jika aku tidak berada disini, bukan kah Boe Kie akan
bancur luluh?" Buru-buru ia menempelkan telapak tangannya dipunggung Boe
Kie dan suatu daya Lweekang yang mahal dahsyat, yang dipatahkan dari latihan
hampir seratus tahun, lantas saja menerobos masuk kedalam tubuh si bocah.
Sementara itu, Boe Kie sudah
menyambut pukulan si raksasa dengan mengangkat tangan kanan nya mendorong
dengan tangan kirinya, yaitu dengan menggunakan jurus Kian liong Cay tian
"Plak!". kedua
lengan tangan kebentrok, disusul dengan, "aaah!", teriakan Bwee Ciok
Kian yang tubuhnya terpental keluar bagaikan layangan putus. Sebelum orang tahu
apa yang terjadi, badan si raksasa sudah jatuh diatas cabang pohon siong tua
yang tingginya kira-kira lima tombak dari muka bumi. Begitu jatuh, si raksasa
melupakan malu dan berteriak-teriak dengan ketakutan.
Meskipun hebat tenaga Sam Hom
adalah tenaga "lembek", sehingga Bwee Ciok Kian tak terluka
sedikitpun jua. Tapi ia tidak berani melompat turun, karena tidak mengerti
ilmunya mengentengkan badan. Maka itu dengan jantung berdebar keras, ia memeluk
cabang pohon itu erat-erat.
Semua orang menyaksikan
kejadian itu dengan rasa heran bercampur geli. Dua orang sebawahan Bwee Pangcoe
yang mahir dalam ilmu ringan badan, lantas saja bergerak untuk menolong
pemimpinnya.
Sementara itu, Sam Hong
kelihatan bicara bisik bisik dikuping Boe Kie yang manggut-manggutkan
kepalanya. Si bocah lantas saja menjemput sebutir batu kecil dan lalu
menyentilnya kearah cabang pohon yang sedang dipeluk Bwee Pangcoe. Batu itu
terbang dengan mengeluarkan bunyi mengaung, "Tak".... cabang yang
dipeluk si raksasa patah dan tubuhnya yang seperti pagoda besi segera ambruk
kebawah! Boe Kie melompat dan menepuk punggung si korban.
Waktu melayang jatuh, Ciok
Kian merasa pasti, bahwa ia akan terluka berat. Tapi diluar dugaan, ia dipapaki
dengan tepukan dan badannya lantas ngapung lagi keatas. Selagi melayang kebawah
untuk kedua kalinya, ia berniat menggunakan gerakan Lee hie hoan sin (Ikan gabus
membalik badan) agar ia bisa hinggap ditanah diatas kedua kakinya. Tapi heran
sungguh, tepukan Boe Kie membuat kaki tangannya lemas semua, sedikitpun tak
dapat digerakkan. Demikianlah, ia jatuh ambruk dan sesudah itu, barulah ia
dapat merangkak bangun.
Mimpipun ia tak pernah mimpi,
bahwa itu semua adalah perbuatan Thio Sam Hong. Begitu bangun terdiri, ia
mengangkat kedua tangannya seraya berkata: "Enghiong kecil, aku merasa
takluk terhadapmu." Sehabis berkata begitu, buruburu ia menyemplak kudanya
dan mengajak orang orangnya turun gunung secepat-cepatnya.
Kong boen dan yang lain-lain
kaget tak kepalang. Sudah lama mendengar kelihayan Thio Sam Hong, tapi baru
sekarang mereka menyaksikannya dan apa yang barusan dipertunjukkan oleh pendiri
Boe tong pay itu adalah lebih hebat dari pada dugaan maka. Kong boen sebenarnya
tak sudi saling menukar ilmu, tapi sesudah melihat kelihayan Sam Hong, ia
berkata dalam hatinya: "Biar pun aku berlatih lima puluh tahun lagi, aku
tak akan dapat menandinginya. Ia ternyata memiliki ilmu yang luar biasa, ia
berkepandaian jauh Iebih tinggi dari pada aku, sehingga kalau toh aku
tukar-menukar dengannya, aku tak rugi."
Memikir begitu, in lantas saja
bertanya: "Thio Cinjin, apakah ilmu Kat te Coan kang itu didapat dari Kioe
yang Cin keng?"
"Bukan," jawabnya.
llmu ini dinamakan Thay kek kang, adalah ciptaan Siauwtoo. Aku yang telah
menggubahnya dengan semacam ilmu pukulan yang diberi nama Thay kek loan Sip sam
sit (Tigabelas jurus ilmu pukulan Thay kek) dan ilmu pukulan itu tiada sangkut
pautnya dengan Kioe yang Cin keng. Manakala Thaysoe sudah menolong cucu
muridku, aku tidak akan berlaku pelit dan bersedia untuk merundingkan ilmu
pukulan itu bersama-sama kalian."
Kong boen melirik Kong tie
yang lantas saja mengangguk. "Kalau begitu, baiklah," katanya,
"Kami akan membuka rahasia Kioe yang Cin keng kepada Thio Kongcoe. Akan
tetapi, kami hanya menurunkan ilmu itu kepada Thio Kongcoe seorang dan Thio
Kongcoe tidak dapat mengajarkannya lagi kepada siapapun jua. Disamping itu,
Thio Kongcoe juga tidak boleh menggunakan ilmu tersebut untuk bertempur dengan
murid-muridnya Siauw Iim sie. Dalam kedua perjanjian ini, kamimenuntut sumpah
yang berat dari Thio Kong coe"
Thio Sam Hong jadi girang
sekali. "Boe Kie, kedua syarat itu boleh diterima baik," katanya,
"Ayolah, kau boleh bersumpah !"
Tapi anak itu menggelengkan
kepalanya. "Tidak, aku tidak mau bersumpah dan akupun tak sudi belajar
ilmu mereka," katanya.
Sang kakek guru terkejut, tapi
ia lantas saja mengerti perasaan anak itu. Ia tahu, bahwa Boe Kie beradat keras
dan lebih suka mati daripada memohon-mohon di hadapan musuhnya. Maka itu, ia
lantas saja menuntun anak itu dan mengajaknya keluar Lip soat teng.
Sesudah terpisah agak jauh
dari pendeta-pendeta Siauw lim tie, ia berkata: "Anak, waktu mau
berangkat, kau sudah berjanji akan menerima pelajaran dari Siauw lim pay.
Mengapa sekarang ini kau justeru melanggar janji?"
"Mereka ingin aku
bersumpah untuk tidak menggunakan ilmu Kioe yang Cin keng terhadap murid-murid
Siauw lim sie," jawabnya. "dengan adanya sumpah itu, cara bagaimana
dibelakang hari aku bisa membalas dendam sakit hatinya kedua orang tuaku"
"Kalau sekarang ini kau
menolak pelajaran Kioe yang Cin keng, dalam tempo setahun, kau akan meninggal
dunia," kata sang kakek guru. "Sesudah mati, bagaimana kau bisa
menuntut balas? Didalam dunia terdapat banyak sekali ilmu silat yang sangat
lihay. Jika nanti kau sudah berhasil, kau bisa membales sakit hati dengan
menggunakan ilmu silat yang lain. Tak perlu kau menggunakan ilmu Kioe yang Cin
keng. Kalau sudah mencapai puncak ke sempurnaan, ilmu manapun jua cukup untuk
membalas sakit hatimu."
Sesudah memikir sejenak, Boe
Kie berkata "Baiklah, aku turut perintah Thay soehoe." Mereka segera
kembali ke Lip soat teng. Boe Kie lantas saja menekuk lutut dan berkata dengan
suara nyaring: "Hari ini teecoe Thio Boe Kie menerima pelajaran Kioe yang
Cin keng dari pendeta suci Siauw lim pay, dengan tujuan untuk mengobati luka.
Teecoe berjanji tidak akan mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain dan juga
tidak akan menggunakan ilmu itu untuk bertempur dengan murid-murid Siauw lim
sie. Kalau teecoe melanggar janji, biarlah teecoe mati membunuh diri sendiri,
seperti apa yang dilakukan oleh ayah dan ibuku."
Sebagaimana diketahui, pada
waktu baru terlahir, Boe Kie telah diberikan kepada Cia Soen dan ia menggunakan
she Cia. Coei San dan isteri nya ingin menunggu putera yang kedua guna
menyambung turunan koluanga Thio. Sesudah kedua suami isteri itu binasa dan
mereka tak punya anak yang lain, maka atas anjuran Lian Cioe, Lie Heng dan
lain-lain paman, Boe Kie menggunakan lagi she Thio.
Sesudah bersumpah, Boe Kie
bangun berdiri.
"Dibelakang hari aku akan
menggunakan lain ilmu untuk membasmi hweeshio-hweeshio itu," pikirnya
dengan mendongkol.
Kong boen Thaysoe lantas saja
merangkap kedua tangannya dan memuji: "Siancay, siancay Siauw siecoe (tuan
kecil) telah bersumpah terlampau berat!" Ia berpaling kearah Thio Sam Hong
dan berkata pula: "Kami akan mengajak Siauw sie coe kedalam kuil untuk memberikan
pelajaran Sin kang. Tapi bagaimana dengan Thay kek Sip sam sit?"
"Aku minta kertas dan
perabot tulis, dan di sini serta sekarang juga aku akan menulis Thay kek sip
sam sit serta bagian-bagian Kioe yang Cinkeng yang dikenal olehku,"
jawabnya.
"Kalau begitu, baiklah,"
kata Kong boen yang lalu memberi hormat dan kemudian bersama yang lainnya,
kembali kekuil dengan mengajak Boe kie.
Sambil berjalan, bukan main
rasa mendongkolnya Boe Kie. "Kioe yang kang Boe tong belum tentu kalah
dari Kioe yang kang Siauw lim" Pikirnya. "Kalau Thay Soehoe hanya
menukar Kioe yang kang dengan Kioe yang kang, itu baru namanya adil. Tapi kamu
mau ditambahkan juga dengan Thay kek koen Sip sam sit. Di samping itu, sesudah
mempelajari Kioe yang kang Boe tong, kamu boleh turunkan ilmu itu kepada orang
lain dan juga boleh menggunakannya terhadap murid murid Boe tong. Tapi pihak
Boe tong tidak boleh. Inilah sangat tidak adil. Karena gara garaku seorang,
Song Soepeh, Jie Soepeh dan yang lain-lain tidak akan bisa mengangkat kepala
lagi. Hai! Bagaimana baiknya ?" la sangat berduka, tapi ia tidak berani
membantah perintah sang kakek guru.
Setibanya di dalam kuil, Kong
boen mengantar kan Boe Kie kesebuah kamar kecil. "Siauw Siecoo mengasolah
disini," katanya. "Aku akan segera mengirim orang untuk mengajar ilmu
kepadamu." Sehabis berkata begitu, ia mengebas dangan tangan jubahnya dan
jalanan darah Sweehiat (jalanan darah yang jika tertotok menyebabkan tidur
pulas) Boe Kie lantas saja tertotok.
Kong boen Taysoe adalab salah
seorang dari empat pendeta suci dari Siauw lim sie. Tak usah dikatakan lagi, ia
memiliki kepandaian yang sangat tinggi. Begitu tertotok jalan darahnya, Boe Kie
segera pulas dan menurut perhitungan, ia baru akan tersadar empat jam kemudian.
Tapi Kong boen tak tahu, bahwa anak itu memiliki Lweekang luar biasa yang
diturunkan oleh Cia Soen. Dan karena adanya Lweekang itu kedudukan jalan
darahnya bisa berpindah-pindah. Dua tahun berselang, pada waktu ia dibawa oleb
penculik yang menyamar sebagai serdadu Goan, jalan darah Ah hiatnya (jalan
darah gagu) telah ditotok. Tapi toh, ia masih dapat berteriak "ayah!"
Sekarangpun demikian. Baru pulas beberapa saat, ia sudah tersadar kemball.
Sesudah ingatannya pulih, ia
mendengar suara Kong tie yang berkata: "Thio Tah tah adalah guru besar dari
sebuah partai sehingga kalau dia sudah menyanggupi, ilmu yang ditulisnya pasti
tidak palsu. Andaikata dia sengaja tidak menulis terang, sesudah
mempelajarinya, aku merasa pasti kita akan mengerti."
Kecurigaan Boe Kie lantas saja
timbul. Ia kuatir kalau-kalau pendeta-pendeta itu mau berlaku licik. Maka itu,
ia lantas saja memeramkan kedua matanya dan pura-pura pulas.
Tapi kecurigaan itu sebenarnya
tidaklah perlu. Biarpun perhubungan antara Siauw lim dan Boe tong sudah agak
renggang, tapi Kong boen, Kong tie dan Kong seng adalah pendeta suci yang tak
akan merusak nama baik Siauw lim sie dengan akal bulus.
"Thay kek Sip sam sit dan
Boe tong Kioe yang kang yang ditulis Thio Sam Hong sudah pasti tak palsu,"
kata Kong boen. "Akan tetapi, kita sendiri belum pernah mempelajari Siauw
lim Kioe yang kang. Apakah untuk kepentingan orang luar, kita harus
memohon-mohon dihadapan Goan tin?"
Boe Kie kaget. la tidak pernah
menduga bahwa pendeta pendeta suci itu belum pernah mempelajari Siauw lim Kioe
yang kang. Kekuatirannya lantas saja timbul. Ia kuatir mereka turunkan ilmu
palsu.
Sementara itu, Kong tie sudah
berkata pula: "Soeheng, kau adalah Ciang boen Hong thio (pemimpin partai
dan pemimpin kuil). Maka itu, menurut pendapatku, perintahmu tak dibantah oleh
Goan tin, tindakanmu ini adalah untuk memperkaya Siauw lim pay dan bukan guna
kepentingan sendiri."
Kong Soen menghela napas.
"Kalau Kong Kian Soeheng masih hidup, kita boleh tak usah menhadapi
kesukaran ini," katanya dengan suara meyesal. Sesudah berhenti sejenak, ia
berkata pula "Sam soetee, pergilah kau membawa Sek thungku (tongkat timah)
dan memberi perintah kepada Goan tin, supaya ia turunkan ilmu Kioe yang kang
kepada pemuda she Thio itu."
"Baiklah," kata Kong
tie.
Sebagaimana diketahui, waktu
dulu Kak wan menghafal Kioe yang Cin keng ada tiga orang yang mendengarnya,
yaitu Thio Sam Hong, Kwee Siang dan Boe sek Siansoe. Belakangan Kioe yang kang
yang diperkembangkan oleh Thio Sam Hong dinamakan Boe tong Kioe yang kang, yang
diperkembangkan Kwee Siang dikenal sebegai Go bie Kioe yang kang, sedang yang
diperkembangkan oleh Boe sek Siansoe yalah Siauw lim Kioe yang kang.
Karena sangat sulit, maka
dalam tiap partai hanya beberapa orang saja yang mewarisi ilmu itu. Dalam
kalangan Siauw lim sie, tak pernah ada seorang pun yang memiliki tujuh puluh
dua macam ilmu silat. Jumlah yang mempelajari Siauw lim Kioe yang kang lebih
sedikit lagi. Dari jaman Boe sek sampai pada Kong kian, dalam setiap turunan
hanyalah seorang saja yang belajar dalam ilmu tersebut. Mengapa? Karena, di
samping memiliki banyak sekali ilmu, murid-murid Siauw Lim sie selalu
menganggap Kak wan Taysoe sebagai murid pemburon, sehingga biarpun Kioe yang
kang sangat tinggi mutunya, sedikit sekali yang suka mempelajarinya.
Hanya untuk menjaga supaya ilmu
itu tidak menjadi hilang, maka pada setiap turunan selalu ada seorang murid
yang mempelajarinya.
Pada jaman itu didalam
kalangan Siauw lim sie hanya murid penutup (murid yang diterima paling
belakang) dari Kong kian Taysoe yang mengerti Siauw Lim Kioe yang kang. Tapi
murid itu, yang bernama Goan tin, aneh sekali adatnya. Ia tidak persudi keluar
dari kamarnya dan kecuali tiga pendeta suci, tak seorangpun dalam kuil yang di
ladeni olehnya.